persalinan pretermdd

Upload: deboralusiana15

Post on 10-Mar-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fgfgfgffg

TRANSCRIPT

DefinisiPersalinan preterm biasanya didefinisikan sebagai kontraksi regular disertai perubahan pada serviks yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. Definisi ini digunakan oleh WHO dan FIGO berdasarkan pada analisa statistik distribusi usia kehamilan saat persalinan, berdasarkan pada hari pertama periode menstruasi terakhir. Meskipun begitu, konsep ini harus dibedakan dengan prematuritas yang menyatakan kurang berkembangnya berbagai sistem organ (terutama paru yang mengakibatkan sindrom distress pernafasan) pada saat kelahiran. Persalinan preterm spontan terjadi sebanyak 40-50% pada persalinan preterm, dan sisanya 25-40% diakibatkan oleh ketuban pecah dini preterm (PPROM) dan 20-25%persalinan preterm atas indikasi obstetrik.EpidemiologiFrekuensi dari terjadinya persalinan preterm diperkirakan sekitar 12-13% di Amerika Serikat (AS) dan 5-9% di negara-negara berkembang. Akan tetapi, tingkat persalinan preterm meningkat di berbagai lokasi, terutama karena peningkatan indikasi atas persalinan preterm terhadap kehamilan multipel buatan. Persalinan preterm dapat juga terbagi berdasarkan usia kehamilan: persalinan preterm pada usia kehamilan 20-27 minggu (extremly preterm), persalinan preterm pada usia kehamilan 28-32 minggu (very preterm),persalinan preterm pada usia kehamilan pada 33-36 minggu (preterm).Belum terdapat data yang akurat mengenai persalinan preterm diseluruh dunia, tetapi perkiraan angka kejadian persalinan preterm adalah sebanyak 5% di negara maju, dan 25% di negara berkembang. Peningkatan dari harapan hidup sedikitnya kurang dari 50% sebelum usia kehamilan 24 minggu hingga lebih dari 95% pada usia kehamilan 33 minggu dan terdapat hubungan terbalik antara resiko berat badan dan usia kehamilan saat terjadinya persalinan.EtiologiPersalinan preterm diduga sebagai sebuah sindrom yang dipicu oleh berbagai mekanisme, termasuk infeksi atau inflamasi, iskemik uteroplasenta atau perdarahan, overdistensi uterus, stres dan proses imunologi lainnya. Mekanisme pasti masih belum diketahui dengan pasti pada berbagai kasus, sehingga berbagai faktor dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm tetapi jalur mekanismenya masih dicari.Terdapat berbagai penyebab terjadinya persalinan preterm, dimana 70% terjadi secara spontan akibat infeksi, PROM, kontraksi idiopatik, kehamilan multipel, disfungsi serviks, perdarahan ante partum, stress dan malnutrisi. Tiga puluh persen persalinan preterm terjadi akibat iatrogenik seperti hipertensi, diabetes dan IUGR.Peningkatan jumlah faktor resiko yang diduga memiliki interaksi terhadap timbulnya PPROM. Dikarenakan adanya berbagai faktor risiko yang dapat mengakibatkan inflamasi sistemik, peningkatan stimulasi jalur infeksi inflamasi yang mungkin dapat menjelaskan peningkatan persalinan preterm dengan berbagai faktor resiko.Been et al (2014), melakukan ulasan dan meta analisa terhadap beberapa jurnal untuk melihat efek merokok pada persalinan preterm dimana disimpulkan bahwa tidak merokoknya ibu pada saat kehamilan akan menurunkan 10% kejadian persalinan preterm, berat badan lahir rendah dan kecenderungan terjadinya asma di kemudian hari.Germain et al (1999), pada penelitiannya menemukan sebagianbesar kejadian persalinan preterm terjadi tanpa sebab yang jelas (56.6%) sedangkan penyebab jelas lain terbagi menjadi : iskemia uteroplasenta (28.3%), infeksi (13.8%) dan keduanya (1.4%). Pada penelitian ini juga dijumpai, wanita dengan iskemia uteroplasenta dan infeksi memiliki outcome perinatal yang lebih buruk daripada wanita tanpa penyebab yang jelas.PatogenesisPatogenesis persalinan preterm belum diketahui dengan pasti dan sering tidak jelas apakah persalinan preterm mempresentasikan aktivasi idiopatik awal dari persalinan normal atau merupakan akibat dari mekanisme patologis.Terdapat beberapa teori mengenai inisiasi persalinan, antara lain: (1) penurunan kadar progesteron, (2) inisiasi oksitosin, dan (3) aktivasi desidua.Teori penurunan progesteron berasal dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada domba. Saat mendekati masa persalinan axis fetal adrenal menjadi lebih sensitif terhadap hormon adrenokortikotropin, yang meningkatkan sekresi kortisol. Kortisoljanin kemudian merangsang aktivitas trophoblast 17-hydroxylase, yang akan menurunkan sekresi progesteron dan akan berujung pada peningkatan produksi estrogen. Terbaliknya rasio estrogen atau progesteron ini akan menyebabkan terbentuknya prostaglandin, yang akan menginisiasi kaskade kaskade yang selanjutnya akan merangsang terjadinya persalinan. Meskipun mekanisme ini telah ditetapkan pada domba, peranannya pada manusia belum dapat dikonfirmasi.Teori terjadinya persalinan kedua melibatkan oksitosin sebagai pemicu terjadinya persalinan. Dikarenakan pemberian oksitosin IV (Intra Venous) meningkatkan intensitas dan frekuensi kontraksi uterus, yang dapat disimpulkan oksitosin memiliki peranan dalam terjadinya persalinan. Oksitosin sebagai pemicu awal dari persalinan, akan tetapi sulit diterima karena 2 alasan : kadar oksitosin dalam darah tidak meningkat sebelum terjadi persalinan dan kadar oksitosin terjadi secara konstan selama kehamilan. Sehingga, meskipun oksitosin memliki peran dalam mendukung persalinan, peranannya dalam inisiasi persalinan baik pada aterm ataupun preterm belum ditetapkan.Membran yang mengelilingi ruang amnion terdiri dari amnion dan khorion, yang merupakan suatu lapisan yang terdiri dari beberapa tipe sel seperti sel epitel, sel mesenkim dan sel trophoblas yang termasuk dalam matriks kolagen. Lapisan ini menahan cairan amnion dan mensekresi substansi ke cairan amnion dan ke uterus serta melindungi janin dari infeksi.Membran biasanya ruptur selama persalinan. Ruptur prematur dari membran janin didefinisikan sebagai rupturnya membran sebelumdimulainya persalinan. Rupture membrane premature sebelum usia kehamilan 37 minggu biasanya disebut sebagai preterm premature rupture of membrane (PPROM).Awalnya para dokter menghubungkan rupture membrane dengan stress fisik, terutama yang berhubungan dengan persalinan. Akan tetapi,bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa ruptur juga berhubungan dengan proses biokimiawi seperti gangguan pada kolagen di matriks ekstraseluler dari amnion dan khorion serta kematian sel yang terprogram dari sel pada membran janin.Saat ini telah didapatkan bahwa membran janin dan lapisan uterus maternal (desidua) berespon terhadap berbagai stimulus, termasuk peregangan membran dan infeksi saluran reproduktif, dengan memproduksi berbagai mediator inflamasi seperti prostaglandin, sitokin dan hormon protein yang mengaktifkan enzim degradasi matriks .Faktor resikoDi Amerika Serikat (AS), ras merupakan faktor resiko yang signifikan dalam terjadinya persalinan preterm. Wanita kulit hitam memiliki tingkat preterm 16-18% dibandingkan dengan wanita kulit putih 7-9%. Wanita lebih muda dari usia 17 tahun dan lebih tua dari 35 tahun juga merupakan menjadi suatu faktor resiko. Selain itu, tingkat edukasi dan sosioekonomi juga merupakan salah satu faktor resiko.Merokok lebih berkaitan dalam hambatan pertumbuhan janin dan meningkatkan 20-30% angka kejadian persalinan preterm.Di AS, sekitar 20% wanita hamil merokok, dan didapatkan 10-15% kelahiran preterm dihubungkan dengan merokok. Wanita dengan persalinan preterm sebelumnya mengalami eningkatan resiko 2.5 kali lipat untuk terjadinya persalinan preterm spontan pada kehamilan berikutnya. Semakin muda usia kehamilan pada saat persalinan preterm sebelumnya, semakin besar resikonya.Kehamilan mulitpel merupakan salah satu faktor resiko tertinggi terjadinya persalinan preterm. Tepatnya 50% kehamilan dengan janin kembar 2 atau lebih berakhir sebelum usia kehamilan 37 minggu. Ratarata masa kehamilan lebih singkat pada kehamilan kembar 2 (36 minggu), kembar 3 (33 minggu) dan kembar 4 (31 minggu) dari pada janin tunggal (39 minggu).Weiss dkk (2003),mendapatkan perdarahan pervaginam akibat plasenta previa atau solusio plasenta parsial memiliki resiko untuk terjadinya persalinan preterm yang sama tingginya dengan kehamilan multipel. Perubahaan pada cairan amnion seperti hidramnion atau oligohidramnion dihubungkan dengan peningkatan resiko persalinan preterm.Kondisi medis ibu seperti DM (Diabetes Mellitus) gestational ataupun DM tipe 2, hipertensi (esensial ataupun induksi kehamilan) berhubungan dengan peningkatan persalinan preterm.Copper dkk (1995), mengevaluasi penggunaan tokodinamometri dan pemeriksaan servikal pada usia kehamilan 28 minggu pada 589 wanita nullipara untuk menentukan resiko terjadinya persalinan preterm.Parry S (2006), Mendapatkan bakteriuria berhubungan dengan peningkatan resiko prematuritas. Infeksi sistemik seperti pneumonia, pyelonefritis, appendicitis sering menigkatkan aktivitas uterus. Faktor resiko klinis lain yang penting adalah adanya kontraksi uterus.Budiartha dkk, melakukan penelitiaan kadar interleukin-8 serum pada persalinan preterm dan persalinan aterm, didapatkan hasil kadar interleukin-8 serum pada persalinan preterm lebih tinggi dari pada persalinan aterm.Krohn et al (2014) menyatakan bahwa vaginosis bacterial merupakan salah satu faktor resiko terjadinya persalinan preterm disertai dengan berat lahir yang rendah. Kemungkinan terjadinya persalinan preterm pada wanita dengan vaginosis bacterial adalah 40% lebih banyak.Kramer et al (2001) mendeskripsikan faktor sosioekonomik sebagai faktor resiko dan penyebab terjadinya persalinan preterm. Dimana pada penelitiannya, dihipotesakan terdapat dua mekanisme terjadinya persalinan preterm bila dijumpai adanya perbedaan sosioekonomi yaitu : stressor psikososial akut dan kronis yang akan mengakibatkan gangguan hormonal dan keterlibatan faktor resiko lain serta kombinasi mutasi genetik dengan asupan gizi yang kurang dari seharusnya.Pencegahan persalinan pretermMeskipun banyak metode yang dilakukan untuk memprediksi persalinan preterm, tingkat keberhasilannya sangat rendah meskipun pada wanita yang resiko tinggi. Hal ini menghasilkan berbagai perkembangan upaya untuk mencegah terjadinya persalinan preterm termasuk penggunaan obat tokolitik, antibiotik dan hormon progesteron.Peran antibiotik masih kontroversial, dimana Randomised Clinical Trial (RCT) terbaru menyimpulkan bahwa pengobatan pada flora vagina abnormal asimtomatik dan vaginosis bakterial dengan penggunaan clindamycin oral pada awal trimester kedua dapat menurunkan tingkat keguguran dan persalinan preterm spontan secara signifikan. Penelitianlain mendapatkan hasil yang berlawanan dan terdapat variasi pada penggunaan antibiotik. Akan tetapi, terdapat bukti dari penelitian oleh Oracle Collaborative Group yang menyatakan bahwa penggunaan antibiotik pada PPROM menurunkan morbiditas neonatal meskipun tidak ada penurunan insidensi persalinan preterm. Sehingga dapat disimpulkan penggunaan antibiotik dapat mengurangi komplikasi bayi tapi tidak berpengaruh terhadap persalinan preterm akibat PPROM. Ulasan dari Cochrane baru-baru ini menyimpulkan tidak ada keuntungan yang jelas dari penggunaan antibiotik profilaksis pada persalinan preterm dengan membran yang intak terhadap neonatal.RCT multisenter menyimpulkan bahwa penggunaan profilaktik 17 -hydroxy progesteron caproate menurunkan insidensi persalinan preterm secara signifikan. Tetapi tidak bermanfaat untuk persalinan preterm yang aktif. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi temuan ini dan menentukan dosis, waktu dan durasi terapi dengan progesteron.Cerclage serviks telah dicoba dilakukan untuk mencegah persalinan preterm pada wanita dengan serviks yang pendek. Survey dari para ahli Spesialis Obstetri dan Ginekologi dijumpai banyaknya ketidakjelasan dalam penempatan cerclage dan terdapat variasi dalam klinisnya. RCT terbaru yang menggunakan panjang serviks 15 mm sebagai titik cut-off menyimpulkan penggunaan jahitan Shirodkar pada wanita dengan serviks yang pendek tidak menurunkan resiko persalinan preterm secara signifikan. Akan tetapi, penelitian ini mengkonfirmasi bahwa pengukuran dengan penggunaan sonografis dengan panjang serviks pada usia kehamilan 22-24 minggu sebagai grup dengan faktor resiko (22% pada grup cerclage dibandingkan 25% pada grup kontrol) pada persalinan preterm (< 33 minggu).Efektivitas cerclage emergensipada wanita dengan membran yang menonjol untuk mencegah terjadinya persalianan preterm lebih kontroversial. Tingkat daya tahan hidup janin sebanyak 89% telah dilaporkan. Beberapa penelitian mendapatkan median durasi pemanjangan usia kehamilan sebanyak 4.5 minggu (1-18 minggu) setelah prosedur ini. Baru-baru ini uji pencegahan serviks inkompeten dengan cerclage menyimpulkan bahwa cerclage emergensi, indomethasin, antibiotik, dan tirah baring mengurangi resiko persalinan preterm sebelum usia kehamilan 34 minggu dibandingkan dengan tirah baring danpenggunaan antibitotik saja.Berdasarkan bukti-bukti terbaru saat ini, cerclage servikal elektif belum dapat direkomendasikan dikarenakan efektifitasnya masih dipertanyakan oleh RCT terbaru. Tidak terdapat bukti yang cukup yang mendukung penggunaan cerclage emergensi pada wanita dengan membran yang menonjol dan sebaiknya dikonsultasi mengenai prosedur dan resikonya antara lain ruptur membran iatrogenic dan infeksi.Penanganan persalinan pretermKurangnya metode yang dapat diandalkan dan efektif untuk memprediksi dan mencegah persalinan preterm hanya menyebabkan sedikit perubahan pada insidensi terhadap persalinan preterm selama 40 tahun belakangan ini. Klinisi sering dihadapkan dengan dilema untuk penanganan persalinan preterm dengan berbagai agen farmakologis yang mungkin kurang spesifik, efikasinya rendah, atau memiliki efek samping yang serius pada ibu atau janin. Bukti ilmiah yang mendukung terhadap penggunaan obat berikut ini tidak terlalu kuat. Penanganan yang paling sering digunakan adalah obat tokolitik, kortikosteroid, dan antibiotik.