digilib.uns.ac.id · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i eksperimentasi...

132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN INKUIRI PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI SE-KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN PELAJARAN 2011/2012 TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika Oleh: M. ZAINUDIN S851102021 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Upload: others

Post on 25-Jan-2020

12 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN INKUIRI PADA

POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI

GAYA BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

NEGERI SE-KABUPATEN BOJONEGORO

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

TESIS

Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

M. ZAINUDIN

S851102021

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN INKUIRI PADA

POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI

GAYA BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

NEGERI SE-KABUPATEN BOJONEGORO

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

TESIS

oleh: M. ZAINUDIN

S851102021

Komosi Pembimbing Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Drs. Tri Atmojo K. , M.Sc. , Ph.D. NIP. 19630826 198803 1 002

…………….. ………..

Pembimbing II Dr. Budi Usodo, M.Pd. NIP. 19680517 199303 1 002

…………….. ………..

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal………………2012

Ketua Program Pendidikan Matematika

Program Pasca Sarjana UNS

Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. NIP. 19530915 197903 1 003

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

LEMBAR PENGESAHAN

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN INKUIRI PADA

POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI

GAYA BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

NEGERI SE-KABUPATEN BOJONEGORO

TAHUN PELAJARAN 2011/2012

TESIS

oleh:

M. ZAINUDIN S851102021

Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. NIP. 19530915 197903 1 003

…………….. ………..

Sekretaris Dr. Mardiyana, M.Si. NIP. 19660225 199302 1 002

…………….. ………..

Anggota Penguji Drs. Tri Atmojo K. , M.Sc. , Ph.D. NIP. 19630826 198803 1 002

…………….. ………..

Dr. Budi Usodo, M.Pd. NIP. 19680517 199303 1 002

…………….. ………..

Telah dipertahankan di depan penguji

Dinyatakan telah memenuhi syarat

Pada tanggal.....................2012

Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. NIP. 19610717 198601 1 001 NIP. 19530915 197903 1 003

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN ORISINILAN DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul : “EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI SE-KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN PELAJARAN 2011/2012” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan (Permendiknas No 17, Tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang–kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Matematika PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Matematika PPs UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 27 Juli 2012

Mahasiswa

M. ZAINUDIN S851102021

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Dengan keikhlasan dan ketulusan hati yang paling dalam, tesis ini saya

persembahkan untuk:

1. Kedua orangtuaku Bapak Yasim dan Ibu Daminten yang senantiasa

mendoakan aku.

2. Kakakku Siti Jumu’iyah dan Dwi Mei yang selalu memberi motivasi.

3. Faris Agus Tirtana yang telah memberi pelajaran hidup yang sangat

berarti.

4. Sahabat-sahabatku Kholiqul, Ratna Nanda, dan Mayasari yang selalu

menghidupkan suasana di kontrakan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya tesis ini yang berjudul:

“EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN PENDEKATAN

PEMBELAJARAN INKUIRI PADA POKOK BAHASAN BANGUN

RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI SE-KABUPATEN

BOJONEGORO TAHUN PELAJARAN 2011/2012” dengan baik.

Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang

telah memberikan arahan dan motivasi pada peneliti dalam penyusunan tesis

ini.

2. Drs. Tri Atmojo K. , M.Sc. , Ph.D. Pembimbing I yang telah memberikan

saran dan kritik selama membimbing peneliti dalam penyusunan tesis ini.

3. Dr. Budi Usodo, M.Pd Pembimbing II yang telah memberikan saran dan

kritik selama membimbing peneliti dalam penyusunan tesis ini.

4. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Program Studi Pendidikan

Matematika yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

5. Kepala SMP N 2 Sugihwaras, Kepala SMP N 1 Balen, Kepala SMP N 4

Bojonegoro, beserta para guru dan siswa di ketiga SMP tersebut, atas

kesempatan, waktu, tenaga, pikiran dan kerjasamanya, sehingga peneliti dapat

melaksanakan penelitian guna penyusunan tesis ini.

6. Bapak/ibu yang telah bersedia menjadi validator pada tesis ini yaitu Drs.

Maryono, M.Pd, Erni Puji Lestari, M.Pd, Siti Hartatik, S.Pd, Derny Irawati,

S.Psi, H. M. Rohmad, S.Psi, dan Hartatik, S.Psi, Psi.

7. Teman-teman kuliah S2 yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang

telah memberikan semangat dan dukungannya.

8. Seluruh keluarga besar peneliti yang telah memberi dukungan dan semangat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah sedikit

banyak membantu untuk selesainya tesis ini.

Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan, mendapat pahala dari

Allah SWT. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca sekalian.

Surakarta, 27 Juli 2012

Peneliti

M. ZAINUDIN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... iii

PERNYATAAN ORISINILAN DAN PUBLIKASI ISI TESIS ........................... iv

PERSEMBAHAN .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi

DAFTAR ISI .............................................................................................................viii

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii

ABSTRAK .............................................................................................................. xvi

ABSTRACT ........................................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 7

C. Pemilihan Masalah ........................................................................................ 8

D. Pembatasan Masalah ..................................................................................... 10

E. Rumusan Masalah .......................................................................................... 11

F. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 12

G. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 14

A. Prestasi Belajar Matematika .......................................................................... 14

1. Pengertian Belajar .................................................................................... 14

2. Prestasi Belajar ......................................................................................... 15

3. Pengertian Prestasi Belajar Matematika ................................................. 17

B. Pendekatan Pembelajaran .............................................................................. 18

1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran .....................................................18

2. Pendekatan Pembelajaran PMRI.............................................................. 19

3. Pendekatan Pembelajaran Inkuiri ............................................................ 30

4. Pendekatan Pembelajaran Konvensional................................................. 37

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

5. Perbedaan dan Persamaan Pendekatan Pembelajaran PMRI, Inkuiri dan

Pembelajaran konvensional.................................................................... 39

C. Gaya Belajar ................................................................................................ 42

D. Penelitian yang Relevan ............................................................................. 46

E. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 49

F. Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 58

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 60

A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian ....................................................... 60

1. Tempat dan Subyek Penelitian ................................................................ 60

2. Waktu Penelitian ...................................................................................... 60

B. Jenis Penelitian ............................................................................................ 60

C. Populasi, Sampel dan Sampling ................................................................. 63

D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 65

1. Variabel Penelitian ................................................................................... 65

2. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 67

3. Instrumen Penelitian ................................................................................ 69

E. Teknik Analisa Data .................................................................................... 79

1. Uji Prasyarat Analisis .............................................................................. 79

2. Uji Keseimbangan .................................................................................... 81

3. Uji Hipotesis ............................................................................................. 83

4. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi ......................................................... 88

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 90

A. Deskripsi Data .............................................................................................. 90

B. Hasil Analisis Data ..................................................................................... 92

1. Uji Keseimbangan .................................................................................... 92

2. Uji Prasyarat Anava ................................................................................. 94

a. Uji Normalitas ..................................................................................... 94

b. Uji Homogenitas Variansi .................................................................. 95

3. Pengujian Hipotesis Penelitian ............................................................... 95

a. Analisis Variansi ................................................................................. 95

b. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi .................................................... 96

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

C. Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................................ 99

1. Hipotesis Pertama .................................................................................... 99

2. Hipotesis Kedua .......................................................................................101

3. Hipotesis Ketiga .......................................................................................103

4. Hipotesis Keempat ...................................................................................105

5. Hipotesis Kelima ......................................................................................106

6. Hipotesis Keenam ....................................................................................108

7. Hipotesis Ketujuh ....................................................................................109

8. Hipotesis Kedelapan ................................................................................111

D. Keterbatasan Penelitian ................................................................................113

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .............................................. 114

A. Simpulan ....................................................................................................... 114

B. Implikasi ...................................................................................................... 115

1. Implikasi Teoritis ................................................................................... 115

2. Implikasi Praktis .................................................................................... 116

C. Saran ............................................................................................................. 118

1. Bagi Siswa .............................................................................................. 118

2. Bagi Guru ............................................................................................... 119

3. Kepada Pihak Sekolah ........................................................................... 119

4. Kepada Peneliti/Peneliti lain ................................................................. 120

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................ 121

LAMPIRAN ............................................................................................................ 126

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

M. Zainudin. 2012. The Experimentation of Indonesian Realistic Mathematics Education Learning Approach (PMRI) and Inquiry Learning Approach in Flat Side Spatial Structure Subject Matter Viewed from the Learning Style of Junior High Schools’ Students Throughout Bojonegoro Regency in the School Year of 2011/2012. THESIS. First Consultant: Drs. Tri Atmojo K., M.Sc., Ph.D., Second Consultant: Dr. Budi Usodo, M.Pd. Thesis. Mathematics Education Study Program of Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University.

ABSTRACT

This research aims to find out: (1) Which one providing better mathematics learning achievement in the students with inquiry learning approach, PMRI or conventional learning, (2) Which one having better mathematics learning achievement, the students with visual, auditory, or kinesthetic learning style, (3) In learning with inquiry approach, which one having better mathematics learning achievement, the students with visual, auditory, or kinesthetic learning style, (4) in learning with PMRI learning approach, which one having better mathematics learning achievement, the students with visual, auditory, or kinesthetic learning style, (5) In learning with conventional learning approach, which one having better mathematics learning achievement, the students with visual, auditory, or kinesthetic learning style, (6) In the student with visual learning style, which one providing better mathematics learning achievement, inquiry or PMRI or conventional learning approach, (7) In the student with auditory learning style, which one providing better mathematics learning achievement, inquiry or PMRI or conventional learning approach, and (8) In the student with kinesthetic learning style, which one providing better mathematics learning achievement, inquiry or PMRI or conventional learning approach.

This study was a quasi-experimental research with a 3x3 factorial design. The population of research was all VIII graders of SMPN (Public Junior High Schools) throughout Bojonegoro Regency in the school year of 2011/2012. The sample was taken using stratified cluster random sampling. The instruments used to collect data were pretest, student learning style questionnaire and learning achievement test. Before used, the questionnaire and the test were validated first by the validator. After being stated as valid by the validator, the learning style questionnaire instrument were then tried out. Having been tried out, the questionnaire instrument was analyzed for its reliability and internal consistency of each item. Meanwhile, the test instrument was analyzed for its reliability, variance, and difficulty level.

The prerequisite test included normality test using Lilliefors method and variance homogeneity test using Bartlett method. With α = 0.05. The equilibrium test on the data of pure School Examination value conducted using a one-way variance analysis with different cell. The hypothesis testing was done using a 3x3 factorial two-way variance analysis with different cell.

From the research, it could be concluded that: (1) The students taught with PMRI learning approach had learning achievement better than those taught with both inquiry and conventional learning. Meanwhile, the learning achievement of

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xix

students with inquiry approach was better than that of those with conventional approach, (2) The learning achievement of students with auditory learning style was better than that of those with visual and kinesthetic learning style. The mathematics learning achievement between the students with visual and those with auditory learning style is same, (3) In inquiry learning approach, the learning achievement of students with auditory learning style was better than that of those with kinesthetic learning style. The mathematics learning achievement between the students with visual and those with kinesthetic learning style is same. The mathematics learning achievement between the students with visual and those with auditory learning style is same, (4) In PMRI learning approach, the mathematics learning achievement in each learning style is same, (5) In conventional learning, the mathematics learning achievement of the students with auditory learning style was better than that of those with kinesthetic learning style, The mathematics learning achievement between the students with visual and those with kinesthetic learning style is same. The mathematics learning achievement between the students with visual and those with auditory learning style is same, (6) In the students with visual learning style, the use of MRI learning approach provided the better mathematics learning achievement than the use of conventional learning. The use of PMRI provided the mathematics learning achievement equally good with use of inquiry learning. The use of inquiry learning approach provided the mathematics learning achievement equally good with use of conventional learning, (7) In the students with auditory learning style, the use of PMRI learning approach provided the better mathematics learning achievement than the use of inquiry and conventional learning approaches. The use of inquiry learning approach provided the better mathematics learning achievement than the use of conventional learning approach, (8) In the students with kinesthetic learning style, the use of PMRI learning approach provided the better mathematics learning achievement than the use of inquiry and conventional learning approaches. The use of inquiry learning approach provided the better mathematics learning achievement than the use of conventional learning approach. Keywords: Inquiry learning approach, PMRI, and conventional, Learning Style

and, Mathematics Learning Achievement.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas dua sumber

daya yang dimiliki, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

Kemajuan akan cepat dicapai bilamana didukung oleh sumber daya alam yang

mencukupi dan sumber daya manusia yang berkualitas. Sebaliknya, kemajuan

akan terhambat jika faktor sumber daya alam dan/atau sumber daya manusia

relatif terbatas.

Pengembangan kualitas sumber daya manusia untuk menghadapi

persaingan global ditandai oleh semakin pentingnya peranan ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam segenap aspek kehidupan manusia.

Akibatnya, peningkatan kualitas bidang pendidikan, khususnya yang

berorientasi pada penguasaan dan pemanfaatan IPTEK menjadi sangat

penting.

Akan tetapi, kualitas pendidikan di Indonesia masih

memprihatinkan. Berdasarkan laporan Human Development Index 2006 oleh

United Nations Development Programme (UNDP), Indonesia termasuk

negara berkembang dengan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 0,617

(kategori menengah) dan berada di peringkat 124 dari 187 (United Nations

Development Programme, 2011: 129).

Faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia

dikategorikan dalam dua masalah. Pertama, kekeliruan paradigma pendidikan

yang mendasari keseluruhan penyelenggaraan sistem pendidikan. Kedua,

berbagai masalah teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan,

seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi belajar, rendahnya

kualitas sarana fisik juga diindikasikan sebagai faktor penyebab rendahnya

kualitas pendidikan.

Rendahnya prestasi belajar matematika merupakan salah satu

permasalahan dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Hasil

1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

survei internasional Trends In International Mathematics And Science Study

(TIMSS) oleh puspendik yaitu skor prestasi matematika siswa kelas VIII

Indonesia berada signifikan di bawah rata-rata internasional. Indonesia pada

tahun 1999 berada di peringkat ke-34 dari 38 negara, tahun 2003 berada di

peringkat ke-35 dari 46 negara, dan tahun 2007 berada di peringkat ke-36 dari

49 negara (Puspendik, 2011: 7). Berdasarkan data dalam Education For All

(EFA) Global Monitoring Report 2011, Organisasi Pendidikan, Ilmu

Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO),

menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. Indonesia

masih tertinggal dari Brunei yang berada di peringkat ke-34 yang masuk

kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang yang mencapai posisi nomor

satu di dunia. Sementara Malaysia berada di peringkat ke-65 (Herdy, 2011:

35).

Di Bojonegoro prestasi belajar matematika khususnya SMP juga

masih rendah dibandingkan dengan mata pelajaran lain yang diujikan pada

Ujian Nasional (UN). Hal ini ditunjukkan pada Hasil UN siswa SMP Negeri

tahun pelajaran 2010/2011 dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro.

Tabel 1.1 Hasil UN siswa SMP Negeri Tahun Pelajaran 2010/2011 Se-

Kabupaten Bojonegoro.

Mata Ujian B.Indonesia B.Inggris MTK IPA Jumlah Nilai

Klasifikasi B B B A B

Nilai rata-rata 7,23 7,41 6,90 7,68 29,22

Nilai Terendah 1,60 1,80 1,25 1,75 10,60

Nilai Tertinggi 9,80 10,00 10,00 10,00 38,45

Standar Deviasi 1,18 1,55 1,96 1,38 4,76

(Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bojonegoro tahun 2011)

Pada data di atas, terlihat bahwa nilai UN mata pelajaran

Matematika Tahun Pelajaran 2010/2011 untuk siswa SMP Negeri di

Kabupaten Bojonegoro mencapai maksimal 10,0 dan terendah adalah 1,25. Di

samping itu masih ada sekitar 33,52 % siswa yang nilai UN mata pelajaran

matematikanya di bawah nilai rata-rata yakni di bawah 6, 90. Di samping itu,

data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bojonegoro juga

menunjukkan bahwa penguasaan materi soal matematika khususnya untuk

bangun ruang sisi datar pada daya serap kemampuan menentukan unsur-unsur

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

kubus atau balok sebesar 51,55%. Hal ini dapat menimbulkan rendahnya

prestasi belajar matematika pada UN.

Bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk memperoleh prestasi

belajar seperti yang diharapkan. Dalam mengajar guru berusaha menggunakan

pembelajaran yang tepat dan dianggap sesuai dengan kondisi, situasi dan

tujuan yang ingin dicapai agar materi yang disampaikan dapat diterima

dengan baik oleh siswa, tetapi pada kenyataannya keberhasilan seperti yang

diharapkan belum tercapai.

Keberhasilan suatu proses pembelajaran itu dipengaruhi oleh

berbagai komponen yang ada di dalamnya, antara lain: tujuan, bahan atau

materi, pendekatan pembelajaran, media, guru dan siswa. Terkait dengan

pendekatan pembelajaran, berdasarkan observasi dan hasil interview dengan

guru-guru pada pertemuan MGMP matematika di kabupaten Bojonegoro,

pembelajaran matematika pada beberapa sekolah, hingga saat ini pada

umumnya masih menggunakan pembelajaran konvensional yang cenderung

berjalan searah, berpusat pada guru (teacher centered). Guru aktif

mentransfer pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa menerima pelajaran

dengan pasif. Matematika diajarkan sebagai bentuk yang sudah jadi, bukan

sebagai proses. Akibatnya, ide-ide kreatif siswa tidak dapat berkembang,

kurang melatih daya nalar dan tidak terbiasa melihat alternatif lain yang

mungkin dapat dipakai dalam menyelesaikan suatu masalah. Siswa hanya

mampu mengingat dan menghafal rumus atau konsep matematika tanpa

memahami maknanya sehingga menyebabkan siswa kesulitan dalam

memahami konsep atau materi yang diberikan.

Pembelajaran yang selama ini hanya terpusat pada guru hendaknya

diubah menjadi pembelajaran yang selain mengaktifkan guru juga

mengaktifkan siswa. Siswa diberikan pembelajaran yang bermakna dan diberi

kesempatan untuk menemukan kembali serta mengkonstruksi sendiri ide

matematika, sehingga siswa dapat memahami apa yang mereka pelajari dan

mengaplikasikan pada penyelesaian masalah sedangkan guru membimbing

siswa agar mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya. Sehubungan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

dengan itu diperlukan pendekatan pembelajaran yang selain mengaktifkan

guru juga mengaktifkan siswa seperti pendekatan kontekstual, pendekatan

inkuiri, Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI), dan sebaginya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiharto (2010:

72), pembelajaran dengan pendekatan penemuan lebih baik daripada

pembelajaran konvensional. Pembelajaran inkuiri merupakan suatu

pendekatan pembelajaran penemuan yang paling baik untuk permulaan bagi

para guru yang baru menggunakan pendekatan pembelajaran yang

mengaktifkan siswa dan dapat digunakan dalam mempelajari bangun ruang

sisi datar karena pada pokok bahasan tersebut terdapat di sekeliling siswa

sehingga siswa dapat aktif mempelajari lebih mendalam. Pembelajaran inkuiri

juga termasuk pendekatan pembelajaran pada rumpun pemrosesan informasi.

Menurut Indrawati yang dikutip oleh Trianto (2007: 134), bahwa suatu

pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui

pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Sedangkan

inkuiri menurut Richards yang dikutip oleh Merrilyn Goos (2004):

Thus, the practices and beliefs developed within reform

classrooms frame learning as participation in a community of

practice characterized by inquiry mathematics-where students

learn to speak and act mathematically by participating in

mathematical discussion and solving new or unfamiliar

problems.

Dalam pembelajaran inkuiri siswa dilatih berpikir kreatif dan kritis seperti

peneliti dalam menyelesaikan permasalahan, dimulai dari pengajuan

pertanyaan dan kemungkinan jawaban yang dikemukakan siswa, kemudian

mengajukan hipotesis-hipotesis dan hipotesis yang mempunyai kemungkinan

jawaban yang mengarah pada pertanyaan yang telah diajukan dipilih untuk

dianalisis guna mencari kesimpulan akhir. Dengan demikian, pendekatan

pembelajaran inkuiri merupakan pendekatan pembelajaran dengan dasar teori

belajar kontruktivisme yang menekankan keaktifan siswa untuk

mengontruksikan sendiri konsep matematika melalui permasalahan dalam

matematika.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Selain pendekatan inkuiri, pendekatan pembelajaran yang

menekankan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep yang dipelajari

adalah pendekatan pembelajaran PMRI. Akan tetapi, pada pendekatan

pembelajaran PMRI, siswa diberikan suatu permasalahan kontekstual untuk

menemukan kembali konsep yang dipelajari, sehingga perlu dibandingkan

antara pendekatan pembelajaran inkuiri dengan PMRI yang merupakan

pendekatan pembelajaran dengan dasar teori belajar kontruktivisme dan

mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata untuk menentukan mana

yang lebih efektif digunakan dalam pembelajaran matematika khususnya

pokok bahasan bangun ruang sisi datar khususnya bangun ruang kubus, balok,

prisma, dan limas. Van de Heuvel-Penhuizen seperti dikutip oleh Ria Noviana

Agus (2010: 24) mengatakan bahwa bila anak belajar matematika terpisah

dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak

dapat mengaplikasikan matematika. Ini berarti bahwa pembelajaraan

matematika ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika

dengan pengalaman anak sehari-hari. Pembelajaran PMRI merupakan salah

satu pembelajaran dengan bimbingan guru yang dilandasi oleh konsep

Freudenthal yaitu matematika harus dihubungkan dengan dunia nyata, berada

dekat dengan siswa, relevan dengan kehidupan masyarakat dan materi-materi

harus dapat ditransmisikan sebagai aktivitas manusia.

Dengan demikian, materi-materi matematika harus dapat menjadi

aktivitas siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan

matematika melalui aktifitas yang dilakukan sendiri dan sesuai dengan tingkat

kognitif siswa. Sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi siswa, artinya

materi-materi tersebut dapat dibayangkan oleh siswa. Siswa yang terbiasa

berpikir konkret akan lebih mudah memahami matematika jika diberikan

materi yang konkret. Dan pada akhirnya seluruh siswa mampu memahami

materi yang diajarkan guru, sehingga keberhasilan proses pembelajaran dapat

dicapai.

Selain pendekatan pembelajaran, faktor lain yang mempengaruhi

keberhasilan suatu proses pembelajaran adalah siswa sendiri. Pada diri siswa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

mempunyai karakteristik yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa

antara lain: latar belakang pengetahuan, taraf pengetahuan, motivasi belajar,

gaya belajar, tingkat kematangan, kemampuan awal, lingkungan sosial

ekonomi, kecerdasan, motivasi belajar, dan lain-lain. Terkait dengan gaya

belajar, gaya belajar merupakan cara belajar siswa yang lebih disukai dalam

melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi.

Menurut Adi W. Gunawan yang dikutip oleh Ria Noviana Agus (2010: 3),

hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan dengan gaya

belajar mereka yang dominan saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai yang

jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak

sejalan dengan gaya belajar mereka. Sehingga, pemahaman guru tentang

perbedaan gaya belajar siswa dapat memudahkan guru memberi perlakuan

atau solusi terhadap setiap kesulitan belajar pada pembelajaran konvensional,

inkuiri maupun PMRI.

Pembelajaran konvensional yang cenderung memberikan materi

melalui ceramah akan memudahkan bagi siswa dengan gaya belajar auditori

karena dengan mendengarkan siswa dapat dengan mudah memahami materi

yang dipelajari, tetapi belum tentu bagi siswa dengan belajar visual yang

maupun kinestetik, yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan memahami

materi yang sedang dipelajari karena materi tidak dapat dilihat dan tidak

memerlukan keterlibatan siswa secara langsung. Pembelajaran inkuiri yang

memberikan kebebasan siswa mengajukan pertanyaan sebagai permasalahan

pada awal pembelajaran akan memudahkan siswa dengan gaya belajar

auditori yang fasih berbicara, tetapi belum tentu memberikan kemudahan bagi

siswa dengan gaya belajar visual maupun kinestetik yang cenderung tidak

fasih berbicara. Hal ini yang menarik untuk dibandingkan dengan

pembelajaran PMRI dimana permasalahan diberikan kepada guru sehingga

siswa dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik akan lebih mudah

dalam memulai pembelajaran dan berlatih mengutarakan pertanyaan terhadap

masalah yang belum dipahami.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa

masalah, yaitu:

1. Kesulitan belajar matematika yang dialami siswa yang berakibat pada

rendahnya prestasi belajar matematika. Ada kemungkinan kesulitan yang

dialami siswa disebabkan oleh kurang tepatnya pendekatan pembelajaran

yang digunakan guru. Dari dugaan ini muncul sebuah permasalahan yang

menarik untuk dilakukan penelitian, yaitu apakah pemilihan pendekatan

pembelajaran yang tepat oleh guru dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa.

2. Terdapat kemungkinan penyebab lain rendahnya prestasi belajar siswa

adalah karena rendahnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

Dari hal ini juga menarik untuk dilakukan penelitian, yaitu untuk

mengetahui apakah dengan pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat

dan yang dapat meningkatkan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam

proses pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dapat

diteliti pula apakah pendekatan pembelajaran inkuiri dan PMRI dapat

meningkatkan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran

dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

3. Penggunaan pembelajaran konvensional yang cenderung berjalan searah,

berpusat pada guru dan kurang melibatkan siswa dalam belajar mengajar

sehingga menyebabkan siswa kesulitan dalam memahami konsep atau

materi yang diberikan. Oleh karena itu, cukup menarik dilakukan

penelitian untuk mengetahui apakah jika pendekatan pembelajaran diubah

maka prestasi belajar siswa menjadi lebih baik. Dapat diteliti pula apakah

jika pendekatan pembelajarannya adalah Pembelajaran inkuiri dan PMRI

maka prestasi belajar matematika siswa menjadi lebih baik dari pada

pendekatan konvensional. Selanjutnya dapat diteliti manakah

pembelajaran lebih baik antara PMRI, inkuiri, dan konvensional dalam hal

prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika, khususnya pada materi

bangun ruang sisi datar.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

4. Terdapat kemungkinan menyebabkan tinggi rendahnya prestasi belajar

matematika siswa adalah karakteristik yang dimiliki siswa. Salah satu

karakteristik yang dimiliki siswa adalah gaya belajar. Dari kemungkinan

ini dapat dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah gaya belajar

menyebabkan tinggi rendahnya prestasi belajar matematika siswa.

5. Terdapat kemungkinan masih belum diperhatikannya oleh guru

karakteristik pada siswa, terutama gaya belajar yang dimiliki siswa, yang

dikaitkan pendekatan pembelajaran yang digunakan guru, yang mungkin

berakibat belum optimalnya prestasi belajar matematika siswa. Dari

dugaan ini muncul sebuah permasalahan yang menarik untuk dilakukan

penelitian, yaitu apakah pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat

tersebut cocok untuk berbagai gaya belajar. Dapat juga diketahui apakah

pemilihan pendekatan pembelajaran ini cocok untuk berbagai gaya belajar

pada pelajaran matematika. Dapat diteliti pula apakah jika pendekatan

pembelajaran PMRI, inkuiri, dan konvensional cocok untuk berbagai gaya

belajar pada pelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan bangun

ruang sisi datar.

C. Pemilihan Masalah

Suatu penelitian yang dilakukan dengan banyak pertanyaan dalam

waktu yang sama bisa jadi kurang cermat dalam mengamati perubahan

perilaku subjek penelitian, sehingga hasil penelitian yang diperoleh juga

mungkin kurang akurat. Untuk menghindari kekurangcermatan dan

kekurangakuratan tersebut, maka pada penelitian ini dipilih masalah ketiga,

yakni membandingkan prestasi belajar matematika peserta didik yang dikenai

tiga pendekatan pembelajaran yang berbeda, yaitu pendekatan pembelajaran

inkuiri, PMRI, dan konvensional. Alasan dipilihnya masalah ketiga ini karena

perlu dilakukannya inovasi pada pembelajaran matematika dengan

menerapkan suatu pendekatan pembelajaran inovatif yang didasarkan pada

teori belajar kontruktivisme dan tetap melibatkan pendekatan pembelajaran

konvensional sebagai kontrol untuk mengetahui efektivitas pendekatan ketiga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

pendekatan pembelajaran tersebut. Inovasi pembelajaran tersebut dilakukan

dengan menerapkan pendekatan pembelajaran inkuiri dan PMRI.

Pada penelitian ini juga dipilih masalah keempat, yaitu

membandingkan prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki

gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Alasan dipilihnya masalah kelima

ini karena setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda. Kegiatan

pembelajaran yang disesuaikan dengan gaya belajar peserta didik akan

memudahkan peserta didik untuk menerima, mengolah, dan

mengorganisasikan informasi (terkait dengan cara merasakan, mengingat,

memikirkan, memecahkan masalah, dan membuat kesimpulan).

Selain masalah ketiga dan keempat, pada penelitian ini juga dipilih

masalah kelima, yaitu membandingkan efektivitas penerapan pendekatan

pembelajaran inkuiri, PMRI, dan konvensional pada masing-masing gaya

belajar. Alasan dipilihnya masalah kelima ini karena pada dasarnya

pendekatan pembelajaran inkuiri, PMRI, dan konvensional memiliki

karakteristik yang berbeda. Karakteristik pada pendekatan pembelajaran

inkuiri adalah kecenderungan melibatkan siswa untuk mengontruksi konsep

melalui permasalahan dalam matematika. Sedangkan, karakteristik pada

pendekatan pembelajaran PMRI adalah keterlibatan siswa mengontruksi

konsep dengan mengaitkan materi ke dunia nyata siswa. Berbeda dengan

pendekatan pembelajaran konvensional yang cenderung memberikan konsep

kepada siswa dalam bentuk jadi. Sedangkan setiap peserta didik memiliki

kemampauan berbeda dalam menerima dan mengolah informasi hingga

memahai suatu konsep. Perbedaan kemampuan peserta didik dalam menerima

dan mengolah informasi tersebut dipengaruhi oleh gaya belajar, yakni peserta

didik dengan gaya belajar visual yang cenderung lebih mudah menerima dan

mengolah informasi melalui indera penglihatan, peserta didik dengan gaya

belajar auditori yang cenderung lebih mudah menerima dan mengolah

informasi melalui indera pendengaran, dan peserta didik dengan gaya belajar

kinestetik yang cenderung lebih mudah menerima dan mengolah informasi

melalui gerak otot. Dengan mengetahui pendekatan pembelajaran matematika

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

yang efektif untuk masing-masing gaya belajar diharapkan mampu

mengoptimalkan prestasi belajar matematika peserta didik.

D. Pembatasan Masalah

Oleh karena terbatasnya kemampuan, maka pembatasan masalah

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Penelitian dilaksanakan pada siswa kelas VIII di SMP Negeri se-

Kabupaten Bojonegoro semester Genap tahun pelajaran 2011/2012.

2. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan

pembelajaran konvensional, inkuiri dan PMRI pada pokok bahasan

bangun ruang sisi datar dengan standar kompetensi menggunakan sifat-

sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan

ukurannya. Pendekatan pembelajaran konvensional merupakan

pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dengan cara memberi materi

melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Inkuiri

merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan

masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen,

mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan.

Sedangkan pendekatan pembelajaran PMRI merupakan pembelajaran yang

tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan

dengan contoh-contoh. Namun sifat-sifat, definisi dan teorema itu

diharapkan seolah-olah ditemukan kembali oleh siswa melalui

penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal

pembelajaran. Sifat-sifat kubus, balok, prisma dan limas yang dimaksud

adalah rusuk, titik sudut, diagonal ruang, diagonal bidang, bidang

diagonal, jaring-jaring, luas permukaan, dan volume.

3. Gaya belajar adalah cara yang lebih efektif digunakan seseorang dalam

melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi.

Gaya belajar yang dimaksud adalah gaya belajar yang dominan dimiliki

siswa, yakni gaya belajar gaya belajar visual, auditori dan kinestetik.

4. Prestasi belajar matematika siswa yang dimaksud adalah prestasi belajar

matematika siswa kelas VIII SMP se-Kabupaten Bojonegoro semester

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Genap tahun pelajaran 2011/2012 pada pokok bahasan bangun ruang sisi

datar dengan standar kompetensi menggunakan sifat-sifat kubus, balok,

prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya.

E. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan

pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Manakah pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika

yang lebih baik, pada siswa dengan pendekatan pembelajaran inkuiri,

PMRI atau konvensional?

2. Manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik,

siswa dengan gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik?

3. Pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, manakah yang

menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang memiliki

gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik?

4. Pada pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran PMRI, manakah

yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang

memiliki gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik?

5. Pada pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran konvensional,

manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, siswa

yang memiliki gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik?

6. Pada siswa yang memiliki gaya belajar visual, manakah pembelajaran

yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan

pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional?

7. Pada siswa yang memiliki gaya belajar auditori, manakah pembelajan

yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan

pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional?

8. Pada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik, manakah pembelajaran

yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan

pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

F. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian

yang akan dicapai adalah untuk mengetahui:

1. Manakah pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika

yang lebih baik, pada siswa dengan pendekatan pembelajaran inkuiri,

PMRI atau siswa dengan pembelajaran konvensional.

2. Manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik,

siswa dengan gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik.

3. Pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, siswa dengan gaya belajar

mana yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, siswa

yang memiliki gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik.

4. Pada pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran PMRI, siswa dengan

gaya belajar mana yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih

baik, siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik.

5. Pada pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran konvensional, siswa

dengan gaya belajar mana yang menghasilkan prestasi belajar matematika

lebih baik, siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditori, atau

kinestetik.

6. Pada siswa yang memiliki gaya belajar visual, manakah pembelajaran

yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan

pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional.

7. Pada siswa yang memiliki gaya belajar auditori, manakah pembelajan

yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan

pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional.

8. Pada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik, manakah pembelajaran

yang menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik, pendekatan

pembelajaran inkuiri, PMRI atau konvensional.

G. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi guru dan

calon guru dalam menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

meningkatkan prestasi belajar siswa berdasarkan karakteristik gaya belajar

pada siswa.

2. Menambah pengetahuan tentang gaya belajar dan mengaplikasikan dalam

proses pembelajaran.

3. Bagi siswa diharapkan bisa belajar sesuai dengan gaya belajar yang

dimiliki, sehingga bisa digunakan untuk membantunya mengolah

informasi secara optimal pada segala bidang. Selain itu diharapkan siswa

lebih senang terhadap matematika dan prestasi belajar semakin meningkat.

4. Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian pendekatan

pembelajaran inkuiri dan PMRI lebih lanjut dengan memperluas dan

memperdalam lingkup penelitian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prestasi Belajar Matematika

1. Pengertian Belajar

Pengartian belajar yang cukup komprehensif diberikan oleh Bell-

Gredler sesuai yang dikutip oleh Udin S. Winataputra, dkk. (2007: 1.5) yang

menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk

mendapatkan beraneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan

(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh

secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua

melalui proses belajar sepanjang hayat.

Sedangkan Gagne yang dikutip oleh Martinis Yamin (2008: 122),

mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana organisme berubah

perilakunya diakibatkan pengalaman. Gagne, seperti yang dikutip oleh Trianto

(2007: 12) menyatakan untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan

kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Kondisi

internal merupakan merupakan peningkatan memori siswa sebagai hasil

terdahulu. Sedangkan eksternal merupakan meliputi aspek atau benda yang

dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran. Sebagai hasil belajar

(learning outcomes), Gagne, menyatakan dalam lima kelompok, yaitu

intelectual skill, cognitive strategy, verbal information, motor skill, dan

attitude.

Gagne lebih lanjut menekankan pentingnya kondisi internal dan

eksternal dalam suatu pembelajaran, agar siswa memperoleh hasil belajar yang

diharapkan. Dengan demikian, sebaiknya memperhatikan atau menata

pembelajaran yang mengaktifkan memori siswa yang sesuai agar informasi

yang baru dapat dipahami dengan baik. Kondisi eksternal bertujuan antara lain

merangsang ingatan siswa, penginformasian tujuan pembelajaran,

membimbing belajar materi yang baru, memberikan kesempatan kepada siswa

menghubungkannya dengan informasi baru.

14

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

Terkait dengan memberikan kesempatan kepada siswa

menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang dimiliki, dalam

kutipan Evaline Siregar dan Hartini Nara (2010: 39), Glaserfeld, Bettencourt

dan Matthews, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang

merupakan hasil kontruksi (bentukan) orang itu sendiri. sementara Piaget,

mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang

dikonstruksikan dari pengalamannya, proses pembentukkan berjalan terus

menerus dan setiap kali terjadi rekontruksi karena adanya pemahaman yang

baru. Sedikit berbeda dengan para pendahulunya, Lorsbach dan Tobin,

mengemukakan bahwa pengetahuan ada dalam diri seseorang yang

mengetahui, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak

seseorang kepada orang lain. Siswa sendiri yang harus mengartikan apa yang

telah diajarkan dengan kontruksi yang telah dibangunnya.

Dengan demikian, guru tidak dapat begitu saja memberikan

pengetahuan kepada siswa, tetapi siswalah yang harus aktif membangun

pengetahuan dalam pikiran siswa sendiri, sebagaimana dinyatakan oleh

Fosnot dalam Michael O‟Loughlin (1992) bahwa: ”Learning needs to be

conceived of as something a learner does, not as something that is done to a

learner”.

Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa

belajar merupakan proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan

beraneka ragam kemampuan, keterampilan, dan sikap melalui pengalaman

mengkontruksikan informasi baru dengan pengalaman yang telah dimiliki.

2. Prestasi Belajar

Prestasi belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 895)

adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh

mata pelajaran, yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang

diberikan oleh guru. Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah (1994: 23)

prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang

mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas

dalam belajar.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Di lingkungan pendidikan, istilah prestasi ditunjukan untuk

menunjukkan suatu pencapaian tingkat keberhasilan dari usaha yang

dilakukan. Jika dikaitkan dengan konsep belajar, maka pengertian akan

mengarah pada satu tujuan belajar. Hal ini menjelaskan bahwa prestasi

adalah hasil yang telah dicapai siswa yang dilakukan melalui tes, prestasi

hasil belajar yang bertujuan untuk memperoleh gambaran daya serap siswa

untuk menerapkan tingkat prestasi atau tingkat keberhasilan siswa terhadap

suatu bahasan.

Prestasi belajar dapat diartikan juga sebagai tingkat penguasaan

pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,

lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh

guru. Sehingga dapat disimpulkan prestasi belajar matematika adalah hasil

yang telah dicapai berupa tingkat penguasaan setelah mengikuti suatu proses

kegiatan untuk memperoleh perubahan penguasaan pengetahuan dalam bidang

matematika. Dengan mengetahui prestasi belajar siswa dapat digunakan

sebagai umpan balik bagi pengajar dalam menentukan bimbingan bagi peserta

didik guna meningkatkan prestasi peserta didik. Di sekolah-sekolah prestasi

peserta didik pada umumnya dapat diketahui dari buku laporan pendidikan

siswa (buku raport) yang diberikan pada tiap akhir semester.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai siswa dalam proses

belajar yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan, yang

mengakibatkan perubahan dalam diri individu yang ditunjukkan dengan nilai

tes atau angka yang diberikan oleh guru.

Prestasi belajar juga merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor

yang mempengaruhi baik dari dalam diri siswa itu sendiri (faktor intern)

maupun faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor ekstern). Adapun

faktor-faktor intern dan ekstern yang dimaksud dapat digolongkan sebagai

berikut:

a. Faktor internal

Faktor internal dapat dikategorikan menjadi dua bagian yaitu :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

1). Keadaan fisik

Kondisi badan, gangguan penyakit dan lain-lain akan mempengaruhi

efisiensi dan kegiatan siswa untuk belajar karena badannya mudah

lelah, malas melakukan kegiatan-kegiatan, malas berpikir dan

sebagainya akibatnya akan mempengaruhi prestasi belajar.

2). Keadaan psikis

Faktor-faktor psikis yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara

lain :

a) Kemampuan awal

b) Intelegensi/kecerdasan

c) Motivasi belajar

d) Minat belajar

e) Keseimbangan kepribadian

f) Kedisiplinan

g) Aktivitas belajar

h) Gaya belajar

b. Faktor eksternal

1) Lingkungan keluarga

2) Lingkungan masyarakat

3) Guru

4) Pendekatan pembelajaran

Pada penelitian ini dibahas tentang faktor gaya belajar yang

merupakan faktor dari dalam diri siswa sedangkan faktor dari luar siswa

berupa pendekatan pembelajaran.

3. Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Dari pengertian belajar dan prestasi belajar yang telah diuraikan di

atas dapat dibuat kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil

yang telah dicapai dari proses yang telah dilakukan untuk menambah

pengetahuan dan pemahaman di bidang matematika untuk mengembangkan

keterampilan dalam mata pelajaran matematika yang ditunjukkan dengan nilai

tes atau angka yang diberikan oleh guru.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

B. Pendekatan Pembelajaran

1. Pengertian Pendekatan Pembelajaran

W. Gulo dalam Evaline dan Hartini Nara (2010: 75) menyatakan

bahwa pendekatan pembelajaran adalah suatu pandangan dalam

mengupayakan cara siswa berinteraksi dengan lingkungannya. Sementara

Perceival dan Ellington, mengemukakan dua kategori pendekatan

pembelajaran, kedua kategori pendekatan tersebut adalah pendekatan

pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher oriented) dan pendekatan

pembelajaran berorientasi siswa (learner oriented).

Akhmad Sudrajat (2008: 3) menyatakan bahwa pendekatan

pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita

terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang

terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamya

mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran

dengan cakupan teoritis tertentu.

Syaiful Sagala (2006: 68) mengemukakan bahwa pendekatan

pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam

mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu.

Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan

pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan suatu pengajaran dengan materi

bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah dengan

menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat

kedalaman yang berbeda, atau bahkan merupakan materi yang teritegrasi

dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu. Pendekatan pembelajaran ini untuk

mempermudah bagi para guru memberikan pelayanan belajar dan juga

mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan

guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini adalah titik tolak atau

sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran dalam mengupayakan cara

siswa berinteraksi dengan lingkungannya untuk mencapai suatu tujuan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

pembelajaran tertentu. Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini adalah

pendekatan PMRI, pendekatan inkuiri dan pembelajaran konvensional.

2. Pendekatan Pembelajaran PMRI

a. Latar Belakang Pembelajaran PMRI

Istilah matematika realistik semula muncul dalam pembelajaran

matematika di negeri Belanda yang dikenal dengan nama Realistic

Mathematics Education (RME). Pendekatan pembelajaran ini merupakan

reaksi terhadap pembelajaran matematika modern (new math) di Amerika

dan pembelajaran matematika di Belanda sebelumnya yang dipandang

sebagai “mechanistic mathematics education”, dimana guru menerangkan

konsep-konsep pada siswa kemudian memberi contoh sebagai pemahaman

materi untuk diaplikasikan pada soal-soal yang diujikan. Dengan

demikian, komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan

siswa menggunakan komunikasi satu arah, sehingga kegiatan belajar

menjadi kurang optimal, sebab siswa terbatas pada mendengarkan uraian

guru, mencatat dan sesekali bertanya pada guru. Seperti yang

dikemukakan oleh Cawley & Parmar, (2001); Stoddart et all. (2002):

The conceptual approach only considers scientific knowledge

that helps students make sense of their surroundings as

meaningful. Within such a conceptual approach, students act as

involved performers instead of detached observers, and their

comprehension of the subject matter is contextually contingent

and grounded in experience.

Pada pembelajaran konseptual, konsep diberikan terlebih dahulu

untuk diaplikasikan dalam penyelesaian masalah, sehingga kemungkinan

siswa akan lebih mudah melupakan. Sedangkan dalam pembelajaran

dengan paradigma madern, konsep dikontruksikan sendiri oleh siswa

melalui masalah yang dihadapi sehingga siswa akan lebih mudah dalam

menghadapi masalah yang lain.

Menurut Zamroni yang dikutip oleh Hadi (2003: 45) paradigma

pembelajaran matematika modern menekankan bahwa proses pendidikan

formal sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

1) Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning)

daripada mengajar (teaching);

2) Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel;

3) Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang

memiliki karakteristik khusus dan mandiri; dan

4) Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa

berinteraksi dengan lingkungan.

Sehubungan dengan pendapat tentang pradigma pendidikan baru

tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa

harus senantiasa diaktifkan dalam menggali pengetahuannya, pendidikan

saat ini harus mengikuti perkembangan zamannya, dalam pendidikan

perlunya penyesuaian dengan kemampuan yang dimiliki anak, dan

pendidikan hendaknya tidak semata-mata terjadi di kelas saja. Selanjutnya

Sutarto Hadi (2003: 12) bahwa PMRI mempunyai konsep tentang siswa,

peran guru, dan proses pengajaran yang membedakan dengan pendekatan

belajaran lainnya.

a. Konsep Terhadap Siswa

PMRI memiliki konsep tentang siswa sebagai berikut:

1) Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide

matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya;

2) Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk

pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;

3) Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang

meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan,

penyusunan kembali, dan penolakan;

4) Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri

berasal dari seperangkat ragam pengalaman;

5) Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin

mampu memahami dan mengerjakan matematik.

b. Konsep Terhadap Guru

PMRI mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

1) Guru hanya sebagai fasilitator belajar;

2) Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;

3) Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif

menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu

siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan

4) Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum,

melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik

maupun sosial.

c. Konsep Terhadap Pengajaran

Pengajaran matematika dengan pendekatan PMRI meliputi aspek-aspek

berikut:

Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang real bagi

siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga

siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna:

1) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut;

2) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik

secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan;

3) Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan

memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami

jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya,

menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain;

dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau

terhadap hasil pelajaran.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan

pembelajaran PMRI merupakan pembelajaran yang tidak dimulai dari definisi,

teorema atau sifat-sifat kemudian dilanjutkan dengan contoh-contoh. Namun

sifat-sifat, definisi dan teorema itu diharapkan seolah-olah ditemukan kembali

oleh siswa melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di

awal pembelajaran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

b. Prinsip Pembelajaran PMRI

Menurut de Lange yang dikutip oleh Marpaung (2008: 6), ada tiga

prinsip pokok dari RME, yaitu:

1. Mathematics as a human activity,

2. Mathematics should be reinvented, and

3. Intelectual autonomy of the students.

Sedangkan Gravemeijer (1994: 90-91), mengemukakan bahwa ada

tiga prinsip kunci (utama) dalam PMRI. Ketiga prinsip tersebut dijelaskan

secara singkat sebagai berikut:

1. Penemuan kembali secara terbimbing dan proses matematisasi secara

progresif (guided reinvention and progressive mathematizing)

Prinsip ini menghendaki bahwa, dalam PMRI melalui

penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal

pembelajaran, dengan bimbingan dan petunjuk guru yang diberikan

secara terbatas, siswa diarahkan sedemikian rupa sehingga, seakan-

akan siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip,

sifat-sifat dan rumus-rumus matematika, sebagaimana ketika konsep,

prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan.

Prinsip ini mengacu pada pandangan konstruktivisme, yang

menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan

melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa

sendirilah yang harus mengkontruksi (membangun) sendiri

pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar.

2. Fenomena yang bersifat mendidik (didactical phenomenology)

Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena didaktik,

yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu materi

matematika untuk diajarkan dengan pendekatan PMRI, didasarkan atas

dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi

materi itu yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk

dipertimbangkan pantas tidaknya materi itu digunakan sebagai poin-

poin untuk suatu proses matematisasi secara progresif.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMRI ini

menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk

memperkenalkan materi-materi matematika kepada siswa. Hal itu

dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah

kontekstual yang disajikan dengan: (1) materi-materi matematika yang

diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika

yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran.

3. Mengembangkan sendiri model-model (self developed models)

Prinsip ini berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan

matematika informal dengan pengetahuan matematika formal. Dalam

menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk

membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah

kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu,

sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa.

Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin masih mirip

atau jelas terkait dengan masalah kontekstualnya. Ini merupakan

langkah lanjutan dari re-invention dan sekaligus menunjukkan bahwa

sifat bottom up mulai terjadi. Model-model tersebut diharapkan akan

berubah dan mengarah kepada bentuk yang lebih baik menuju ke arah

pengetahuan matematika formal. Dalam PMRI diharapkan terjadi

urutan belajar yang bottom up, dengan urutan:

“dari situasi nyata” “model dari situasi itu” “model ke arah

formal” “pengetahuan formal” Soedjadi (2001 b: 4).

Sedangkan dari kutipan Marpaung (1996: 15), Van den Heuvel-

Panhuizen merumuskan prinsip RME sebagai berikut:

1. Prinsip aktivitas, yaitu bahwa matematika adalah aktivitas manusia. Si

pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam

pembelajaran matematika. Si pembelajar bukan insan yang pasif

menerima apa yang disampaikan oleh guru, tetapi aktif secara fisik

teristimewa secara mental mengolah dan menganalisis informasi,

mengkontruksi pemgetahuan matematika.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

2. Prinsip realitas, yaitu pembelajaran seyogiyanya dimulai dengan

masalah-masalah yang realistik bagi siswa, yaitu dapat dibayangkan

oleh siswa. Masalah yang realistik lebih menarik bagi siswa daripada

masalah-masalah matematis formal tanpa makna. Jika pembelajaran

dimulai dengan masalah yang bermakna bagi mereka, siswa akan

tertarik untuk belajar. Secara gradual siswa kemudian dibimbing ke

masalah-masalah matematis formal.

3. Prinsip berjenjang, artinya dalam belajar matematika siswa melewati

berbagai jenjang pemahaman, yaitu dari mampu menemukan solusi

suatu masalah kontekstual atau realistik secara informal, melalui

skematisasi memperoleh insight tentang hal-hal yang mendasar sampai

mampu menemukan solusi suatu masalah matematis secara formal.

Model bertindak sebagai jembatan antara yang informal dan yang

formal. Model yang semula merupakan model suatu situasi berubah

melalui abstraksi dan generalisasi menjadi model untuk semua masalah

lain yang ekuivalen.

4. Prinsip jalinan, artinya berbagai aspek atau topik dalam matematika

jangan dipandang dan dipelajari sebagai bagian-bagian yang terpisah,

tetapi terjalin satu sama lain sehingga siswa dapat melihat hubungan

antara materi-materi itu secara lebih baik. Konsep matematika adalah

relasi-relasi. Secara psikologis hal-hal yang berkaitan akan lebih

mudah dipahami dan dipanggil kembali dari ingatan jangka panjang

daripada hal-hal yang terpisah tanpa kaitan satu sama lain.

5. Prinsip interaksi, yaitu matematika dipandang sebagai aktivitas sosial.

Kepada siswa perlu dan harus diberikan kesempatan menyampaikan

strateginya menyelesaikan suatu masalah kepada yang lain untuk

ditanggapi, dan menyimak apa yang ditemukan orang lain dan

strateginya menemukan hal itu serta menanggapinya. Melalui diskusi,

pemahaman siswa tentang suatu masalah atau konsep menjadi lebih

mendalam dan siswa terdorong untuk melakukan refleksi yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

memungkinkan dia menemukan insight untuk memperbaiki strateginya

atau menemukan solusi suatu masalah.

6. Prinsip bimbingan, yaitu siswa perlu diberikan kesempatan

„terbimbing‟ untuk “menemukan kembali (re-invent)” pengetahuan

matematika. Guru menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan

siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika mereka, bukan

mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa. Guru perlu mengetahui

karakteristik setiap siswanya, agar dia lebih mudah memantu mereka

dalam proses pengkonstruksian pengetahuan.

c. Karakteristik PMRI

Sebagai operasionalisasi prinsip utama PMRI, menurut

Freudenthal yang dikutip oleh Gravemeijer (1994:114-115), PMRI

memiliki lima karakteristik, diuraikan sebagai berikut:

1. Menggunakan masalah kontekstual (the use of context)

Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah kontekstual

sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sebelumnya

dan pengetahuan awal yang dimilikinya secara langsung, tidak dimulai

dari sistem formal. Masalah kontekstual yang diangkat sebagai materi

awal dalam pembelajaran harus sesuai dengan realitas atau lingkungan

yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau

mudah dibayangkan. Menurut Treffers dan Goffree yang dikutip oleh

Suherman, dkk. (2003:149-150), masalah kontekstual dalam PMRI

memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa dalam

pembentukan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar

matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, (3)

untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber dan domain aplikasi

matematika dan (4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya

dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas). Realitas

yang dimaksud di sini sama dengan kontekstual.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

2. Menggunakan model, skema, diagram dan simbol-simbol

Istilah model berkaitan dengan situasi dan model matematika yang

dibangun sendiri oleh siswa (self developed models), yang merupakan

jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model-model dari situasi

nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Artinya siswa

membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah kontekstual yang

merupakan keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan

dengan lingkungan siswa ke dalam model matematika. Sehingga dari

proses matematisasi horizontal dapat menuju ke matematisasi vertikal.

3. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution)

Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan berbagai

strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai

prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang

besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan

dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan

dan dihargai.

4. Proses pembelajaran yang interaktif (interactive)

Mengoptimalkan proses belajar mengajar melalui interaksi antar siswa,

siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana merupakan hal

penting dalam PMRI. Bentuk-bentuk interaksi seperti: negosiasi,

penjelasan, pembenaran, persetujuan, pertanyaan atau refleksi digunakan

untuk mencapai bentuk pengetahuan matematika formal dari bentuk-

bentuk pengetahuan matematika informal yang ditemukan sendiri oleh

siswa. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui proses belajar yang interaktif.

5. Terkait dengan topik lainnya (intertwining)

Berbagai struktur dan konsep dalam matematika saling berkaitan, sehingga

keterkaitan atau pengintegrasian antar topik atau materi pelajaran perlu

dieksplorasi untuk mendukung agar pembelajaran lebih bermakna. Oleh

karena itu dalam PMRI pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika

merupakan hal yang esensial (penting). Dengan pengintegrasian itu akan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

memudahkan siswa untuk memecahkan masalah. Di samping itu dengan

pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu pembelajaran menjadi lebih

efisien. Hal ini dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan.

Selanjutnya Marpaung (1995) menyebutkan bahwa dalam

karakteristik PMRI perlu adanya unsur-unsur yang mendukung

terlaksananya pembelajaran dengan pendekatan PMRI di sekolah-sekolah.

Unsur-unsur pendekatan yang dimaksud, yakni pendekatan SANI, yaitu

santun, terbuka, dan komunikatif sebagai salah satu karakteristik PMRI

yang dirumuskan sebagai berikut:

1) Murid aktif, guru aktif (matematika sebagai aktivitas manusia);

2) Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan menyajikan masalah

kontekstual/realistik;

3) Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan

cara sendiri;

4) Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenagkan;

5) Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau

besar);

6) Pembelajaran tidak selalu di kelas (bisa di luar kelas, duduk di lantai,

pegi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data);

7) Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi, baik antara siswa

dan siswa, juga antara siswa dan guru;

8) Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur

kognitifnya sewaktu menyelesaikan suatu masalah (menggunakan

model);

9) Guru bertindak sebagai fasilitator (Tut Wuri Handayani);

10) Kalau siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah jangan

dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan (SANI dan

menghargai pendapat siswa).

Berdasarkan hasil penelitian Marpaung (1995), pendekatan SANI

ini dapat merubah persepsi siswa tentang matematika dari hal yang

menakutkan menjadi tidak menakutkan. Jika siswa dapat didorong

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

(dimotivasi) untuk berani mengajukan pendapat, menyampaikan gagasan

atau ide dan dihargai pendapatnya (termasuk walaupun yang dikatakan

salah) dan dikembangkan rasa percaya dirinya, maka peluang mereka mau

mempelajari matematika akan meningkat.

Terkait dengan hal tersebut, hendaknya pembelajaran matematika

di sekolah haruslah bermakna dan berguna bagi anak dalam kehidupan

mereka sehari-hari. Soal kontekstual matematika adalah merupakan soal-

soal matematika yang menggunakan berbagai konteks sehingga

menghadirkan situasi yang pernah dialami secara real bagi anak. Pada soal

tersebut, konteksnya harus sesuai dengan konsep matematika yang sedang

dipelajari. Konteks itu sendiri dapat diartikan dengan situasi atau

fenomena/kejadian alam yang terkait dengan konsep matematika yang

sedang dipelajari.

Sementara itu dalam PMRI soal-soal yang digunakan adalah soal-

soal yang berkonteks sebagai titik awal bagi siswa dalam mengembangkan

pengertian matematika dan sekaligus menggunakan konteks tersebut

sebagai sumber aplikasi matematika.

Menurut de Lange yang dikutip oleh Zulkardi (2002: 33), ada

empat macam masalah konteks atau situasi, yaitu:

1) Personal Siswa

Situasi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa baik di

rumah dengan keluarga, dengan teman sepermainan, teman sekelas

dan kesenangannya.

2) Sekolah/Akademik

Situasi yang berkaitan dengan kehidupan akademik di sekolah, di

ruang kelas, dan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses

pembelajaran.

3) Masyarakat/Publik

Situasi yang terkait dengan kehidupan dan aktivitas masyarakat sekitar

dimana siswa tersebut tinggal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

4) Saintifik/Matematik

Situasi yang berkaitan dengan fenomena dan substansi secara saintifik

atau berkaitan dengan matematika itu sendiri.

Tujuan penggunaan konteks adalah untuk menopang terlaksananya

proses guided reinvention (pembentukan model, konsep, aplikasi, dan

mempraktekkan skill tertentu). Selain itu, penggunaan konteks dapat

memudahkan siswa untuk mengenali masalah sebelum memecahkannya.

Konteks dapat dimunculkan tidak harus pada awal pembelajaran tetapi

juga pada tengah proses pembelajaran, dan pada saat asesmen atau

penilaian.

Menurut Van Reeuwijk yang dikutip oleh Zulkardi (2002: 33),

secara umum dalam PMRI konteks berguna untuk pembentukan konsep,

akses dan motivasi terhadap matematika, pembentukan model,

menyediakan alat untuk berpikir menggunakan prosedur, notasi, gambar

dan aturan, realitas sebagai sumber dan domain aplikasi, dan latihan

kemampuan spesifik di situasi-situasi tertentu.

d. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan PMRI

Amin Fauzi (2002:11) mengemukakan langkah-langkah di dalam

proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR, sebagai

berikut:

1. Tahap pertama: memahami masalah kontekstual, yaitu guru

memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan

meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

2. Tahap kedua: menjelaskan masalah kontekstual, yaitu jika dalam

memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru

menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan

petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-

bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami.

3. Tahap ketiga: menyelesaikan masalah kontekstual, yaitu siswa secara

individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka

sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

diutamakan. Dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan

soal. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan

cara mereka sendiri.

4. Tahap keempat: membandingkan dan mendiskusikan jawaban, yaitu

guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk

membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara

berkelompok. Siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka

miliki dalam kaitannya dengan interaksi siswa dalam proses belajar

untuk mengoptimalkan pembelajaran.

5. Tahap kelima: menyimpulkan, yaitu guru memberi kesempatan kepada

siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedur.

3. Pendekatan Pembelajaran Inkuiri

a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran Inkuiri

Kuslan Stone yang dikutip oleh Dahar (1991: 20) mendefinisikan

pendekatan inkuiri sebagai pengajaran dimana guru dan anak mempelajari

peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa

para ilmuwan. Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu pembelajaran

yang berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa dihadapkan

pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-

pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang

digariskan secara jelas (Hamalik, 1991: 25).

Sedangkan Wilson yang dikutip oleh Trowbridge (1990: 53),

menyatakan bahwa pendekatan inkuiri adalah sebuah proses pengajaran

yang berdasarkan atas teori belajar dan perilaku. Menurut Bruce & Bruce

(1992: 73), Inkuiri merupakan suatu cara mengajar murid-murid

bagaimana belajar dengan menggunakan keterampilan, proses, sikap, dan

pengetahuan berpikir rasional. Senada dengan pendapat Bruce & Bruce ,

Cleaf (1991: 85) menyatakan bahwa inkuiri adalah salah satu

pembelajaran yang digunakan dalam kelas yang berorientasi proses. Siswa

diberikan kesempatan untuk mengkontruksi konsep sendiri, bukan

diberikan konsep oleh guru untuk memecahkan masalah yang ada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

sehingga konsep yang dikontruksi siswa sendiri akan lebih bermakna dan

menjadi memori dalam jangka panjang. Pembelajaran yang menekankan

pada proses diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa sehingga

terbiasa menyelesaikan permasalahan dalam sehari-hari, seperti yang

diungkapkapkan oleh Duffy dan Raymer yang dikutip oleh Michael Clark

(2011):

The student’s abilities to transfer information to future situations

is enhanced due to the fact that the inquiry based learning

situations closely align with the situations that will be seen in

future careers.

Inkuiri merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang berpusat

pada siswa, yang mendorong siswa untuk menyelidiki masalah dan

menemukan informasi. Proses tersebut sama dengan prosedur yang

digunakan oleh ilmuwan sosial yang menyelidiki masalah-masalah dan

menemukan informasi.

Sementara itu, Wina Sanjaya (2011: 196) menjelaskan bahwa

pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang menenkankan pada

proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan

sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pada buku yang

sama, Wina Sanjaya (2011: 197) menyatakan pembelajaran inkuri bentuk

dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student

centered approach). Lebih dalam lagi, Trowbridge (1990: 76) menjelaskan

pendekatan inkuiri sebagai proses mendefinisikan dan menyelidiki

masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen,

menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah

tersebut. Lebih lanjut, Trowbridge mengatakan bahwa esensi dari

pengajaran inkuiri adalah menata lingkungan/suasana belajar yang

berfokus pada siswa dengan memberikan bimbingan secukupnya dalam

menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmiah.

Senada dengan pendapat Trowbridge, Amien (2002: 70) dan

Roestiyah (2003: 28) mengatakan bahwa inkuiri adalah suatu perluasan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

proses discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai

tambahan pada proses discovery, inkuiri mengandung proses mental yang

lebih tinggi tingkatannya, misalnya merumuskan masalah, merancang

eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis

data, menarik kesimpulan, menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin

tahu, terbuka dan sebagainya. Sehingga pembelajaran inkuiri

memungkinkan siswa aktif karena memegang peran yang sangat dominan

dalam proses pembelajaran, pun demikian dengan guru harus aktif

mengelola pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan

lancar. Guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing ketika siswa

mengalami kesulitan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Metzler dalam

Glyn Thomas (2007):

Explained that in discovery-learning: the teacher’s main

function is to stimulate thinking, which leads to development in

the psychomotor domain; questions become the most prominent

discourse; the teacher is seen as the facilitator of student

learning who prompts students with carefully thought-out

questions to promote student exploration and creativit.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

inkuiri merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan

masalah, merencanakan eksperimen, melakukan eksperimen,

mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi,

dalam pendekatan inkuiri ini siswa terlibat secara mental maupun fisik

untuk memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

b. Tingkatan Inkuiri

Tingkatan inkuiri berdasarkan variasi bentuk keterlibatannya dan

intensistas keterlibatan siswa, yaitu

1) Inkuiri Tingkat Pertama

Inkuiri tingkat pertama merupakan kegiatan inkuiri yang

permasalahannya dikemukakan oleh guru atau bersumber dari buku

teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap

masalah tersebut di bawah bimbingan yang intensif dari guru. Inkuiri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

tipe ini, tergolong kategori inkuiri terbimbing (guided Inquiry)

menurut kriteria Bonnstetter, (2000); Marten-Hansen, (2002), dan

Oliver-Hoyo, et al (2004). Sedangkan Orlich, et al (1998)

menyebutnya sebagai pembelajaran penemuan (discovery learning)

karena siswa dibimbing secara hati-hati untuk menemukan jawaban

terhadap masalah yang dihadapkan kepadanya.

Dalam inkuiri terbimbing kegiatan belajar harus dikelola

dengan baik oleh guru dan luaran pembelajaran sudah dapat

diprediksikan sejak awal. Inkuiri jenis ini cocok untuk diterapkan

dalam pembelajaran mengenai konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang

mendasar dalam bidang ilmu tertentu.

Orlich, et al (1998) menyatakan ada beberapa karakteristik dari

inkuiri terbimbing yang perlu diperhatikan yaitu: (1) siswa

mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik

hingga membuat inferensi atau generalisasi, (2) sasarannya adalah

mempelajari proses mengamati kejadian atau obyek kemudian

menyusun generalisasi yang sesuai, (3) guru mengontrol bagian

tertentu dari pembelajaran misalnya kejadian, data, materi dan

berperan sebagai pemimpin kelas, (4) tiap-tiap siswa berusaha untuk

membangun pola yang bermakna berdasarkan hasil observasi di dalam

kelas, (5) kelas diharapkan berfungsi sebagai laboratorium

pembelajaran, (6) biasanya sejumlah generalisasi tertentu akan

diperoleh dari siswa, (7) guru memotivasi semua siswa untuk

mengkomunikasikan hasil generalisasinya sehingga dapat

dimanfaatkan oleh seluruh siswa dalam kelas.

2). Inkuiri Bebas

Inkuiri tingkat kedua dan ketiga menurut Callahan et al , (1992)

dan Bonnstetter, (2000) dapat dikategorikan sebagai inkuiri bebas

(unguided Inquiry) menurut definisi Orlich, et al (1998). Dalam inkuiri

bebas, siswa difasilitasi untuk dapat mengidentifikasi masalah dan

merancang proses penyelidikan. Siswa dimotivasi untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

mengemukakan gagasannya dan merancang cara untuk menguji

gagasan tersebut. Untuk itu siswa diberi motivasi untuk melatih

keterampilan berpikir kritis seperti mencari informasi, menganalisis

argumen dan data, membangun dan mensintesis ide-ide baru,

memanfaatkan ide-ide awalnya untuk memecahkan masalah serta

menggeneralisasikan data. Guru berperan dalam mengarahkan siswa

untuk membuat kesimpulan tentatif yang menjadikan kegiatan belajar

lebih menyerupai kegiatan penelitian seperti yang dilakukan oleh para

ahli.

Beberapa karakteristik yang menandai kegiatan inkuiri bebas

ialah: (1) siswa mengembangkan kemampuannya dalam melakukan

observasi khusus untuk membuat inferensi, (2) sasaran belajar adalah

proses pengamatan kejadian, obyek dan data yang kemudian

mengarahkan pada perangkat generalisasi yang sesuai, (3) guru hanya

mengontrol ketersediaan materi dan menyarankan materi inisiasi, (4)

dari materi yang tersedia siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan

tanpa bimbingan guru, (5) ketersediaan materi di dalam kelas menjadi

penting agar kelas dapat berfungsi sebagai laboratorium, (6)

kebermaknaan didapatkan oleh siswa melalui observasi dan inferensi

serta melalui interaksi dengan siswa lain, (7) guru tidak membatasi

generalisasi yang dibuat oleh siswa, dan (8) guru mendorong siswa

untuk mengkomunikasikan generalisasi yang dibuat sehingga dapat

bermanfaat bagi semua siswa dalam kelas.

c. Ciri-ciri Pembelajaran Inkuiri

Menurut Wenning (2004), ciri-ciri pembelajaran inkuiri adalah:

1. Students learn about science as both process and product.

2. Students learn science with considerable understanding.

3. Students learn that science is a dynamic cooperative, and

accumulative process.

4. Students learn the content and values of science by working like

scientists.

5. Students learn about the nature of science and scientific knowledge.

6. Students can come together in cooperative groups to develop the

mental operations and habits of mind that are essential to developing

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

strong content knowledge, appropriate scientific dispositions, and an

understanding of both the nature of science and scientific knowledge.

7. students can receive the motivation they need to learn science and

pursue science-related careers.

Jadi ciri-ciri pembelajaran inkuiri adalah:

1. Menggunakan keterampilan proses;

2. Siswa berkeinginan untuk menemukan pemecahan masalah;

3. Suatu masalah ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri;

4. Hipotesis dirumuskan oleh siswa untuk membimbing percobaan atau

eksperimen;

5. Siswa mengusulkan cara-cara pengumpulan data dengan melakukan

eksperimen, mengadakan pengamatan, membaca atau menggunakan

sumber lain;

6. Siswa melakukan penelitian secara individu/kelompok untuk

mengumpulkan data yang diperlukan dalam menguji hipotesis;

7. Siswa mengolah data dan menarik kesimpulan.

Ciri khusus pembelajaran inkuiri adalah menemukan.

Menemukan adalah proses penting dalam pembelajaran agar retensinya

kuat dan muncul kepuasan tersendiri bagi siswa dibandingkan dengan

melalui diwariskan atau disampaikan dalam bentuk jadi tanpa melaui

proses yang dilakukan oleh siswa sendiri. Dalam pengertian menemukan

sebagai inquiry, prinsip ini mempunyai seperangkat siklus, yaitu:

observasi, bertanya, mengajukan dugaan, mengumpulkan data, dan

menyimpulkan. Dengan inkuiri, siswa dalam kelas dapat belajar untuk

berbicara dan bersikap secara matematika, sebagaimana yang ditulis

Richard yang dikutip oleh Merrilyn Goos (2004): “by inquiry

mathematics, student learn to speak and act mathematically by

participating in mathematical discussion and solving new or unfamiliar

problem”.

Selain menemukan, dalam pembelajaran inkuiri terdapat ciri

khusus bertanya. Bertanya merupakan jiwa dalam pembelajaran. Bertanya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

adalah cerminan dalam kondisi berpikir. Dalam bentuk formalnya sebagai

salah satu kegiatan dalam mengawali, menguatkan, dan menyimpulkan

sebuah konsep. Bentuknya bisa dilakukan guru langsung kepada siswa

atau justru memancing siswa untuk bertanya.kepada guru, kepada siswa

lain atau kepada orang lain secara khusus. Dengan demikian, siswa akan

lebih mengerti tentang materi yang dipelajarinya dan dapat

mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah matematika yang

dihadapi. Hal tersebut seperti yang ditulis Pape, J. Stephen (2004), “the

more successful students provided evidence that they translate and

organized the given information by rewriting it on paper and they used the

context to support their solutions”.

Pada pembelajaran inkuiri memberikan kesempatan kepada siswa

untuk belajar berpikir sendiri untuk menemukan konsep-konsep dan

prinsip-prinsip sehingga diharapkan siswa dapat mengembangkan potensi

intelektual dan mencegah siswa untuk belajar pada tingkat verbal, seperti

menghafal definisi-definisi sehingga materi pelajaran dapat diingat lebih

lama. Dengan demikian, pembelajaran pada pendekatan pembelajaran

inkuiri terpusat pada siswa. Terkait dengan pembelajaran terpusat pada

siswa, maka pendekatan pembelajaran inkuiri sesuai teori pembelajaran

kontruktivisme yang pada dasarnya lebih memberikan tempat kepada

siswa/subyek didik dalam proses pembelajaran dari pada guru atau

instruktur.

d. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Inkuiri

Pendekatan pembelajaran inkuiri mempunyai langkah-langkah

tertentu yang merupakan ciri khusus pembelajaran tersebut. Langkah-

langkah pembelajaran inkuiri menurut Depdiknas UNESA pada Modul

Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) guru matematika 2011

sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Inkuiri Menurut

Depdiknas UNESA pada Modul PLPG Guru

Matematika (2011: 20) Tahap Tingkah laku guru

Tahap 1

Observasi untuk menemukan masalah

Guru menyajikan kejadian-kejadian atau

fenomena yang memungkinkan siswa

menemukan masalah.

Tahap 2

Merumuskan masalah

Guru membimbing siswa merumuskan masalah

penelitian berdasarkan kejadian atau fenomena

yang disajikan.

Tahap 3

Mengajukan hipotesis

Guru membimbing siswa untuk mengajukan

hipotesis terhadap masalah yang telah

dirumuskannya.

Tahap 4

Merencanakan pemecahan masalah

(melalui eksperimen atau cara lain)

Guru membimbing siswa untuk merencanakan

pemecahan masalah, membantu menyiapkan

alat dan bahan yang diperlukan dan menyusun

prosedur kerja yang tepat.

Tahap 5

Melaksanakan eksperimen (atau cara

pemecahan masalah yang lain)

Selama siswa bekerja guru membimbing dan

memfasilitasi.

Tahap 6

Melakukan pengamatan dan

pengumpulan data

Guru membantu siswa melakukan pengamatan

tentang hal-hal yang penting dan membantu

mengumpulkan dan mengorganisasi data.

Tahap 7

Analisis data

Guru membantu siswa menganalisis data

supaya menemukan sesuatu konsep.

Tahap 8

Penarikan kesimpulan atau penemuan

Guru membimbing siswa mengambil

kesimpulan berdasarkan data dan menemukan

sendiri konsep yang ingin ditanamkan.

4. Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Pendekatan pembelajaran konvensional atau konservatif adalah

pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru dengan cara memberi materi

melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah adalah

sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru

kepada siswa (Syaiful Sagala, 2008: 201). Kegiatan berpusat pada

penceramah dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar.

Penceramah mendominasi seluruh kegiatan, sedang pendengar hanya

memperhatikan dan membuat catatan seperlunya.

Gambaran pembelajaran matematika dengan pendekatan ceramah

adalah sebagai berikut: Guru mendominasi kegiatan pembelajaran penurunan

rumus atau pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh guru, contoh-contoh soal

diberikan dan dikerjakan pula sendiri oleh guru. Langkah-langkah guru diikuti

dengan teliti oleh peserta didik. Mereka meniru cara kerja dan cara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

penyelesaian yang dilakukan oleh guru. Dengan demikian, pembelajaran

konvensional merupakan pembelajaran yang terpusat pada guru. Dalam

pembelajaran konvensional, siswa diharapkan menangkap dan mengingat

informasi yang diberikan guru karena konsep diberikan secara langsung tanpa

melibatkan siswa mengkontruksi konsep, serta dapat mengungkapkan kembali

pengetahuan yang dimilikinya melalui respon saat diberikan pertanyaan oleh

guru. Pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling

(pemberian informasi), daripada modus demonstrating (memperagakan) dan

doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan

unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan

ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum

secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran

dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang ada dalam

kurikulum. Penekanan aktivitas belajar lebih banyak pada buku teks dan

kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks tersebut. Jadi,

pembelajaran konvensional kurang menekankan pada pemberian keterampilan

proses (hands-on activities). Dengan demikian, pembelajaran konvensional

juga sering disebut pembelajaran konseptual sebab konsep diberikan secara

langsung tanpa melibatkan siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Cawley &

Parmar, (2001); Stoddart et all. (2002):

The conceptual approach only considers scientific knowledge

that helps students make sense of their surroundings as

meaningful. Within such a conceptual approach, students act as

involved performers instead of detached observers, and their

comprehension of the subject matter is contextually contingent

and grounded in experience.

Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa

menggunakan komunikasi satu arah, sehingga kegiatan belajar menjadi

kurang optimal, sebab siswa terbatas pada mendengarkan uraian guru,

mencatat dan sesekali bertanya pada guru. Guru yang kreatif biasanya dalam

memberikan informasi kepada siswa menggunakan alat bantu seperti gambar,

bagan, grafik, untuk memotivasi siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

dicapai. Seperti yang diungkapkan Slinner & Belmont, “Student motivation

theiver under conditions in which teachers find ways to provide optimal

instruction structure and high outonomy support”, yang kurang lebih

bermakna motivasi siswa berkembang pesat di bawah kondisi dimana guru

menemukan cara-cara untuk menyediakan struktur intruksi secara optimal dan

dukungan dari dalam yang tinggi. Dengan demikian, pada pembelajaran

konvensional diperlukan kreatifitas guru.

Secara garis besar prosedur pembelajaran konvensional adalah:

1) Persiapan (preparation) yaitu guru menyiapkan bahan selengkapnya

secara sistematik dan rapi;

2) Pertautan (aperception) bahan terdahulu yaitu guru bertanya atau

memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada

materi yang telah diajarkan;

3) Penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru, yaitu guru

menyajikan dengan cara memberi ceramah atau menyuruh siswa

membaca bahan yang telah diambil dari buku atau ditulis guru dan

4) Evaluasi (evaluation) yaitu guru bertanya dan siswa menjawab sesuai

dengan bahan yang dipelajari.

Pada prosedur pembelajaran konvensional terlihat jelas, bahawa peran

guru sangat dominan. Sedangkan siswa sebagai penerima materi yang

diberikan dan seakan patuh dengan ketentuan yang diberlakukan guru. Hal ini

tentu saja tidak memberikan waktu kepada siswa untuk mengembangkan

kreatifitas dan segala potensi yang dimiliki.

5. Perbedaan dan Persamaan Pendekatan Pembelajaran PMRI, Inkuiri dan

Pembelajaran Konvensional

Pembelajarn inkuri merupakan pendekatan pembelajaran yang banyak

dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif. Menurut aliran belajar kognitif,

belajar pada hakikatnya adalah proses mental dan berpikir dengan memanfaat

segala potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal. Teori-teori belajar

beraliran kognitif seperti teori belajar Gestalt, teori medan, dan

konstruktivisme beranggapan bahwa belajar pada hakikatnya bukan peristiwa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

behavioral yang dapat diamati, tetapi proses mental seseorang memakai

lingkungannya sendiri.

Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang menenkankan

proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri

jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pembelajaran ini juga sering

disebut pembelajaran heuristic, berasal dari kata heuriskein yang berarti saya

menemukan. Tujuan pembelajaran melalui pendekatan inkuiri adalah

membantu siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan

keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan

mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu siswa.Dengan demikian,

pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa

(student centered approach) karena siswa memegang peranan yang penting

dalam kegiatan pembelajaran.

Terkait dengan pembelajaran yang berpusat bagi siswa tentu bukan

hal yang mudah untuk menerapkan, sebab pada umumnya selama ini

pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah pembelajaran konvensional.

Guru menerangkan materi yang harus dikuasai oleh siswa melalui ceramah,

sedangkan siswa memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru,

sehingga kebiasaan yang sudah menjadi budaya pembelajaran tersebut

kemungkinan membuat siswa sudah nyaman walaupun materi tidak dapat

dikuasai dengan tuntas. Terlebih bagi siswa yang memiliki kemampuan

berpikir di bawah rata-rata (kurang pandai), tentu menjadi pembelajaran yang

menjenuhkan dan siswa akan lebih pasif karena tidak dapat mengikuti pola

berpikir yang kritis dan lebih menantang.

Dengan demikian, perlu adanya pembelajaran yang membuat siswa

tidak merasa keberatan dalam belajar karena dituntut menyelesikan masalah

yang belum diketahui sebelumnya, tetapi juga berpusat pada siswa, yakni

salah satunya adalah pendekatan pembelajaran PMRI. PMRI merupakan

pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan dikembangkan atas

dasar pengalaman yang sebelumnya dimiliki oleh siswa. Siswa dibawa pada

permasalahan kontekstual yang dekat dengan siswa, sehingga siswa tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

merasa kesulitan menyelesaikan permasalahan yang ada karena pada

umumnya permasalahan tersebut sudah sering ditemui dalam kehidupannya.

Permasalahan kontekstual yang dihadapkan kepada siswa pada

pendekatan pembelajaran PMRI diharapkan dapat diselesaikan oleh semua

siswa dengan karakteristik apapun, baik dari tingkat kemampuan maupun gaya

belajar yang berbeda. Dari hasil penyelesaian masalah yang dilakukan, siswa

dapat menemukan suatu konsep yang dapat digunakan untuk mendalami

materi yang sedang dipelajari.

Pendekatan pembelajaran inkuiri, PMRI, dan konvensional memiliki

persamaan dan perbedaan. Perbandingan ketiga pendekatan tersebut,

ditunjukkan pada tabel sebagai berikut.

Tabel 2.2 Perbandingan Pembelajaran PMRI, Inkuiri, dan Konvensional

Aspek PMRI Inkuiri Konvensional

Teori belajar Teori belajar

Konstruktivisme

Teori belajar

konstruktivisme

Teori belajar

behaviorisme

Awal

pembelajaran

Pembelajaran dimulai

dengan mengajukan

permasalahan dari guru

dan tidak menekankan

pertanyaan dari siswa

Pembelajaran dimulai

dengan mengajukan

permasalahan dari guru

ataupun siswa dan

menekankan pertanyaan

perumusuan dari siswa

Pembelajaran dimulai

dengan menerangkan

materi oleh guru dan

permasalahan

diberikan setelah

materi disampaikan

Materi Materi pada awal

pembelajaran berupa

masalah realistik

Materi pada awal

pembelajaran tidak

harus berupa

masalah realistik

Materi pada awal

pembelajaran

berupa fakta dan

definisi.

Pemecahan

masalah

Pada pemecahan

masalah terdapat

matematisasi

horizontal dan vertikal

Pada pemecahan

masalah

menggunakan

operasi matematika

Pemecahan

masalah

menggunakan

rumus yang sudah

diajarkan guru

Secara garis besar persamaan yang terdapat antara pendekatan

pembelajaran inkuiri, PMRI dan konvensional antara lain sebagai berikut.

1. Pada pendekatan inkuiri, PMRI dan konvensional, siswa diberikan soal

berupa penerapan pada masalah sehari-hari.

2. Menggunakan buku teks sebagai salah satu sumber belajar.

3. Alokasi waktu yang tersedia dalam kurikulum sama.

4. Menggunakan tugas individu sebagai pekerjaan rumah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

5. Pendekatan inkuiri dan PMRI merupakan pembelajaran yang berpusat

pada siswa (student centered).

Pada perbedaan dan persamaan yang terdapat pada ketiga pendekatan,

yakni inkuiri, PMRI dan konvensional tersebut ingin diketahui manakah yang

lebih efektif digunakan dalam pembelajaran sifat-sifat kubus, balok, prisma,

limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya. Pendekatan

konvensional digunakan sebagai kontrol pada penelitian ini, karena secara

umum pendekatan ini digunakan guru matematika di kabupaten Bojonegoro.

Sehingga rendahnya daya serap menentukan unsur-unsur kubus atau balok

dapat diatasi sebagai salah satu usaha meningkatkan kualitas pendidikan

matematika.

C. Gaya Belajar

Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan

kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Menurut Adi W.

Gunawan (2006: 139) gaya belajar adalah cara yang lebih disukai dalam

melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi.

Menurut Susan Sze (2009: 361):

Every student’s brain functions differently and processes

information differently. Due to this, students have different types of

learning style. Once the teacher can understand the disability and

the preffered learning styles of the sudent, they can better adapt to

the student.

Setiap siswa mempunyai fungsi otak yang berbeda dan pemprosesan

informasi mereka juga berbeda. Sehingga mereka juga memiliki gaya belajar

yang berbeda pula. Jika guru dapat memahami kekurangan dan kelebihan

gaya belajar siswa, mereka dapat beradaptasi dengan lebih baik.

Menurut Keefe yang dikutip oleh David Taiwei Ku dan Chun-Yi Shen

(2009), “Learning styles is characteristic cognitive, affective and

psychological behaviours that serve as relatively stable indicators of how

learners perceive, interact with, and respond to the learning environment“.

Gaya belajar adalah karakteristik kognitif, afektif dan perilaku psikologik

yang mengindikasikan bagaimana perasaan peserta didik, interaksi mereka

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

dengan lingkungan belajar. James dan Garder yang dikutip oleh Nur Ghufron

dan Rini Risnawita (2010: 42) menyatakan bahwa gaya belajar merupakan

cara yang kompleks di mana para siswa mengganggap dan merasa paling

efektif dan efesien dalam memproses, menyimpan dan mengingat apa yang

telah mereka pelajari. Kolb yang dikutip oleh Nur Ghufron dan Rini

Risnawita (2010: 43) menyatakan bahwa gaya belajar merupakan metode

yang dimiliki individu untuk mendapatkan informasi secara efektif dan

efesien, sehingga pada prinsipnya gaya belajar merupakan bagian integral

dalam siklus belajar aktif.

Rose, C. dan Nicholl, M.J. (2002: 130) menyatakan bahwa sebuah

penelitian ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh

Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John di Jamaica, New York

dan para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik telah mengidentifikasi tiga

gaya belajar dan komunikasi yang berbeda, yaitu :

1) Visual yaitu belajar melalui melihat sesuatu.

2) Auditori yaitu belajar melalui mendengar sesuatu.

3) Kinestetik yaitu belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung.

Dalam beberapa hal, orang memanfaatkan ketiga gaya tersebut.

Tetapi kebanyakan orang menunjukkan kesukaan atau kecenderungan pada

satu gaya belajar tertentu dibandingkan gaya belajar lainnya. Sebuah studi

yang dilakukan terhadap lebih dari 5.000 siswa di Amerika Serikat,

Hongkong dan Jepang, kelas 5 hingga 12, menunjukkan kecenderungan

belajar visual 29%, auditori 34%, dan kinestetik 37%. Namun pada saat usia

mereka dewasa, kelebihsukaan pada gaya belajar visual ternyata lebih

mendominasi. Hal ini dapat dipahami bahwa 70% dari reseptor indrawi

(sensori) tubuh kita bertempat di mata. Dalam praktek, menurut penelitian

Wisconsin yang dikutip oleh Rose, C. dan Nicholl, M.J. (2002: 131), ketika

bantuan visual digunakan untuk mengajarkan perbendaharaan kata-kata,

capaian para siswa meningkat hingga 200%.

Gaya belajar setiap orang merupakan kombinasi dari lima kategori,

yaitu:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

a. Lingkungan : suara, cahaya, temperatur, desain

b. Emosi : motivasi, keuletan, tanggung jawab, struktur

c. Sosiologi : sendiri, berpasangan, kelompok, tim, dewasa, bervariasi

d. Fisik : cara pandang, pemasukan, waktu, mobilitas

e. Psikologi : global/analitis, otak kiri-otak kanan, implusif/reflektif

Gaya belajar seseorang menurut DePorter (2001: 110) adalah

kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, kemudian mengatur serta

mengolah informasi. Pada awal pengalaman belajar, salah satu diantara

langkah pertama kita adalah mengenali modalitas seseorang, yaitu

berdasarkan pada visual (penglihatan), auditorial (pendengarana), atau

kinestetik (sentuhan dan gerakan) yang selanjutnya dikenal dengan nama

modalitas V-A-K.

a. Gaya Belajar Visual

Siswa dengan gaya belajar visual, yang memegang peranan penting

adalah mata/penglihatan (visual). Dalam hal ini metode pembelajaran yang

digunakan oleh guru sebaiknya lebih banyak atau dititik beratkan pada

peragaan atau media agar mereka langsung dapat melihat obyek-obyek

yang berkaitan dengan pelajaran tersebut.

Ciri-ciri gaya belajar visual:

1) Rapi dan teratur.

2) Bicara dengan cepat.

3) Teliti terhadap detail.

4) Menampilkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi.

5) Mengingat yang dilihat daripada yang didengar.

6) Tidak mudah terganggu oleh keributan.

7) Membaca cepat dan tekun.

8) Lebih suka membaca daripada dibacakan.

9) Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai

memilih kata-kata.

10) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada pidato.

11) Lebih suka seni daripada musik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

12) Mengingat dengan asosiasi visual.

13) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal, kecuali jika

ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

14) Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin

memperhatikan.

b. Gaya Belajar Auditorial

Siswa dengan gaya belajar auditorial mengandalkan kesuksesan

belajarnya melalui telinga (alat pendengaran). Misalnya mendengarkan

ceramah atau penjelasan gurunya, mendengarkan bahan audio seperti

kaset, CD dan sebagainya. Ciri-ciri gaya belajar auditorial adalah:

1) Saat bekerja suka bicara pada diri sendiri.

2) Penampilan rapi.

3) Mudah terganggu oleh keributan.

4) Lebih suka musik daripada seni

5) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan

dari pada yang dilihat.

6) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan.

7) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika

membaca.

8) Biasanya ia pembicara yang fasih.

9) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita.

10) Suka berbicara, berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar.

11) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan

visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai dengan satu

sama lain.

12) Lebih pandai mengeja dengan keras dari pada menuliskannya.

13) Lebih suka gurauan lisan dari pada membaca komik.

c. Gaya Belajar Kinestetik

Kecerdasan kinestetik memuat kemampuan seseorang untuk secara

aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk

berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik:

1) Berbicara perlahan.

2) Penampilan rapi.

3) Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan.

4) Belajar melalui memanipulasi dan praktek.

5) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.

6) Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca.

7) Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita.

8) Menyukai buku-buku yang berorientasi plot mereka mencerminkan

aksi dengan gerakana tubuh saat membaca.

9) Kemungkinan tulisannya jelek.

10) Menyukai permainan yang menyibukkan.

(DePorter, 2001: 116-118).

Gaya belajar pada penelitian ini adalah cara yang lebih efektif

digunakan seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan

mengerti suatu informasi. Gaya belajar pada penelitian ini dikategorikan

menjadi gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.

D. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan Bambang Sutisno (2009) yang berjudul:

”Penerapan Model Group Investigation (GI) dan Jigsaw dalam

Pembelajaran Fisika Ditinjau dari Kreativitas Verbal dan Gaya Belajar

Siswa ”, menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dengan gaya belajar

auditori lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan gaya belajar

visual maupun kinestetik. Persamaannya adalah, sama-sama meneliti

pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar. Perbedaannya, penelitian

yang dilakukan Bambang Sutrisno diterapkan pada mata pelajuaran Fisika

sedangkan pada penelitian ini pada mata pelajaran matematika.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Pentatito Gunowibowo (2008) yang

berjudul ”Efektifitas Pendekatan Realistik dalam Meningkatkan

Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita dan Sikap terhadap Matematika

ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD di Kecamatan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Purworejo Kabupaten Purworejo”, menyimpulkan bahwa pembelajaran

dengan pendekatan PMRI lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan

menyelesaikan soal cerita dan sikap terhadap matematika jika

dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan mekanistik

pada siswa kelas IV SD Negeri di Kecamatan Purworejo Tahun Pelajaran

2007-2008, baik untuk siswa dengan kemampuan awal tinggi maupun

siswa dengan kemampuan awal rendah. Perbedaannya adalah kalau dalam

penelitian Pentatito Gunowibowo menggunakan pendekatan realistik dan

ditinjau dari kemampuan awal siswa, sedangkan dalam penelitian ini

menggunakan pendekatan PMRI dan ditinjau dari gaya belajar siswa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Tarono (2006) dalam penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri

Bebas Termodifikasi Terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau dari Sikap

Ilmiah Siswa menyimpulkan bahwa siswa yang diberi pembelajaran

dengan metode inkuiri terbimbing prestasinya lebih tinggi dari pada siswa

yang diberi pembelajaran dengan inkuiri bebas termodifikasi”. Penelitian

oleh Tarono pada mata pelajaran fisika, sedangkan penelitian ini

dilaksanakan pada mata pelajaran matematika dengan tinjauan yang

berbeda yaitu gaya belajar siswa.

4. Yenni B. Widjaja and André Heck (2003) dalam penelitian yang berjudul

“How a Realistic Mathematics Education Approach and Microcomputer-

Based Laboratory Worked in Lessons on Graphing at an Indonesian

Junior High School”. Pada penelitiannya menyatakan bahwa:

The results of the classroom experiment indicated that the pupils

made remarkable progress in their performances that can be

attributed to the chosen approach. The pupils’ and the teacher’s

opinions on the teaching and learning activities in general also

tended to be positive.

Pada penelitian tersebut, hasil dari kelas eksperimen menunjukkan bahwa

siswa mengalami kemajuan luar biasa dalam penampilan mereka yang

dapat dikaitkan dengan pendekatan yang dipilih. Pendapat siswa dan guru

pada kegiatan mengajar dan belajar pada umumnya juga cenderung positif.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Persamaan penelitian yang dilakukan Yenni B. Widjaja and André Heck

dengan penelitian ini adalah sama pada Sekolah Menengah Pertama.

Sedangkan perbedaannya, pada penelitian yang dilakukan Yenni B.

Widjaja and André Heck materinya adalah graf sedangkan materi pada

penelitian ini adalah bangun ruang sisi datar.

5. Merrilyn Goos (2004) dalam penelitian yang berjudul “Learning

Mathematics in a Classroom Community of Inquiry”. Pada penelitiannya

menyatakan bahwa:

The analysis draws on classroom observation and interviews with

students and the teacher to show how the teacher established

norms and practices that emphasized mathematical sense-making

and justification of ideas and arguments and to illustrate the

learning practices that students developed in response to these

expec-tations.

Analisis yang diperoleh dari pengamatan dan wawancara di dalam kelas

bersama dengan guru dan siswa menunjukkan guru mengembangkan nilai

dan praktik yang menekankan penerapan matematika dan pembenaran ide

dan pendapat serta menggambarkan latihan pembelajaran sehingga siswa

berkembang sesuai ekspektasi/harapan. Persamaan penelitian yang

dilakukan oleh Merrilyn Goos dengan penelitian ini adalah sama

menggunakan pendekatan inkuiri.

6. Penelitian yang dilakukan Sugiharto (2010) yang berjudul

“Eksperimentasi Model Pembelajaran Snow Balling dan Penemuan

Terbimbing Pada Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Relasi dan

Fungsi Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa SMK Di Kabupaten Grobogan

Tahun 2010/2011”. Berdasarkan uji hipotesis diperoleh kesimpulan

bahwa: (1) Terdapat perbedaan rataan model pembelajaran snow balling,

penemuan terbimbing dan konvensional terhadap prestasi belajar

matematika. Pada pembelajaran dengan model snow balling memberikan

prestasi belajar matematika yang sama dengan pembelajaran dengan

model penemuan terbimbing, pada pembelajaran dengan model snow

balling memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

pembelajaran konvensional jika dilihat dari rataannya, pada pembelajaran

dengan model pembelajaran penemuan terbimbing memberikan prestasi

belajar yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional

jika dilihat dari rataannya. (2) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan

faktor gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika. Pada siswa

dengan gaya belajar visual, gaya belajar auditorial dan gaya belajar

kinestetik mempunyai prestasi belajar yang sama. (3) Tidak terdapat

pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran dengan gaya belajar

terhadap prestasi belajar matematika. Pada pembelajaran dengan model

snow balling dan model penemuan terbimbing selalu memberikan prestasi

yang lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan model konvensional

pada setiap gaya belajar. Serta pembelajaran dengan model snow balling

dan model penemuan terbimbing selalu memberikan prestasi belajar yang

sama pada setiap gaya belajar. Persamaan penelitian yang dilakukan

Sugiharto dengan penelitian ini adalah membandingkan penemuan

terbimbing dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari gaya belajar.

Perbedaanya adalah penelitian yang dilakukan Sugiharto dilakukan di

SMK, sedangkan penelitian ini dilaksanakan di SMP.

E. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh pendekatan pembelajaran inkuiri, pembelajaran PMRI ,dan

pendekatan konvensional terhadap prestasi belajar siswa.

Kemampuan siswa pada standar kompetensi menentukan sifat-sifat

kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan

ukurannya merupakan hasil belajar matematika, yang diperoleh melalui

pembelajaran matematika yang didesain guru. Pembelajaran matematika

dalam penelitian ini menggunakan pendekatan PMRI, pendekatan inkuiri,

dan pembelajaran konvensional.

Ditinjau dari kemampuan menentukan sifat-sifat kubus, balok,

prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya, maka

kedua pendekatan pembelajaran ini memiliki perbedaan. Pembelajaran

dengan pendekatan PMRI merupakan pendekatan pembelajaran yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

mengaitkan materi pelajaran dengan permasalahan realistik, sehingga

pembelajaran matematika akan lebih bermakna bagi siswa. Siswa dapat

dengan mudah mengkontruksikan konsep karena dimulai dari pengalaman

siswa, siswa diberikan permasalahan yang ada kaitannya dengan

pengetahuan yang telah dimiliki. Matematika diberikan secara informal

untuk kemudian dibawa ke matematika formal sehingga konsep yang

dikontruksikan siswa sendiri dapat diaplikasikannya untuk menyelesaikan

masalah.

Sedangkan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, materi tidak

harus diberikan secara realistik. Pada pembelajaran inkuiri, penekanan

pembelajaran pada aspek menganalisis dan berpikir tinggi untuk

mengkontruksikan konsep. Siswa dilatih berpikir kritis untuk menemukan

konsep, akan tetapi pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri tidak

ada matematisi secara horizontal dan secara vertikal.

Sedangkan pada pembelajaran konvensional, materi diberikan

secara mekanistik dan strukturalis yaitu siswa diterangkan rumus, contoh

soal kemudian latihan soal. Pada pembelajaran konvensional, penekanan

pembelajaran pada aspek ingatan dan pemahaman, sedangkan aplikasi

hanya sedikit diberikan. Soal dalam pembelajaran konvensional

merupakan aplikasi dari latihan rumus dan latihan soal yang telah

diberikan.

Perbedaan karakteristik ketiga pendekatan pembelajaran ini, tentu

saja akan memberikan hasil belajar yang berbeda. Kemampuan siswa

mengontruksi konsep pada standar kompetensi menentukan sifat-sifat

kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan

ukurannya merupakan dasar dalam menyelesaikan masalah matematika.

Pembelajaran dengan pendekatan PMRI akan memungkinkan siswa

memiliki kemampuan menyelesaikan soal sifat-sifat kubus, balok, prisma,

limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya lebih baik

daripada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri maupun konvensional

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

dan pendekatan pembelajaran inkuiri lebih baik daripada pembelajaran

konvensional.

2. Pengaruh gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik terhadap prestasi

belajar matematika.

Gaya belajar merupakan salah satu faktor intrinsik yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar matematika. Siswa dengan gaya belajar

auditori mempunyai karakteristik cenderung lebih mudah memahami

materi melalui indera pendengaran sehingga memiliki kepekaan yang lebih

tinggi dibandingkan siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik.

Siswa dengan gaya belajar visual mempunyai karakteristik lebih mudah

memahami materi melalui indera penglihatan sehingga memerlukan

media untuk lebih memahami materi belajar. Sedangkan siswa dengan

gaya belajar kinestetik mempunyai karakteristik lebih mudah memahami

materi melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung.

Salah satu karakteristik siswa dengan gaya belajar auditori adalah

lebih mudah memahami materi melalui pendengaran, sehingga siswa

dengan gaya belajar auditori cenderung lebih pandai daripada siswa

dengan gaya belajar visual yang memerlukan media atau kejadian untuk

memahami apa yang dipelajari maupun siswa dengan gaya belajar

kinestetik yang tidak cukup mendengar atau melihat apa yang dipelajari

tetapi memerlukan aktifitas fisik dan keterlibatan langsung dalam

memahami pelajaran. Pada pembelajaran konvensional, siswa dengan gaya

belajar auditori akan lebih mudah memahami materi melaui ungkapan

verbal yang disampaikan guru yang merupakan ciri khas dari dari

pembelajaran tersebut. Terlebih pada pembelajaran PMRI dan inkuiri,

siswa dengan gaya belajar auditori dilibatkan langsung dalam proses

pembelajaran sehingga pemahaman terhadap konsep yang dikontruksi oleh

siswa sendiri lebih memiliki makna dalam menyelesaikan masalah sifat-

sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan

ukurannya. Hal ini kemungkinan mengakibatkan perbedaan kemampuan

siswa pada standar kompetensi menggunakan konsep sifat-sifat kubus,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya

dalam pemecahan masalah pada siswa dengan gaya belajar yang berbeda.

Siswa dengan gaya belajar auditori kemungkinan mempunyai kemampuan

menggunakan konsep sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-

bagiannya, serta menentukan ukurannya lebih baik daripada siswa dengan

gaya belajar visual maupun kinestetik dan siswa dengan gaya belajar

visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.

3. Pengaruh gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik terhadap prestasi

belajar matematika siswa pada pendekatan inkuiri.

Pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri siswa dilatih untuk

mengkontruksi konsep melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan lebih

ditekankan dari siswa sendiri kemudian mengajukan hipotesis untuk

dibuktikan kebenarannya.

Salah satu karakteristik gaya belajar auditori adalah fasih dalam

berbicara. Hal ini akan memberikan kemudahan dan dorongan siswa untuk

mengajukan pertanyaan sebagai awal permasalahan yang akan dipelajari,

sehingga siswa akan termotivasi selama proses pembelajaran. Motivasi

siswa dalam pembelajaran akan medorong siswa mempelajari materi

dengan serius untuk memecahkan permasalahan yang ada melalui berbagai

sumber. Demikian pula pada siswa dengan gaya belajar visual, siswa akan

dapat dengan mudah membayangkan atau melihat permasalahan yang

diajukan oleh temannya dan termotivasi karena pertanyaan yang diajukan

oleh teman sebayanya, sehingga terdorong untuk memecahkan masalah

yang ada. Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik cenderung lebih

mudah memahami materi melalui aktifitas fisik dan keterlibatan langsung,

akan tetapi memerlukan tingkat berpikir kritis karena jawaban yang dicari

siswa sebelumnya tidak diketahui. Hal ini kemungkinan mengakibatkan

perbedaan kemampuan siswa dalam mengontruksi sifat-sifat kubus, balok,

prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya yang

merupakan ciri khas dari pembelajaran inkuiri dengan gaya belajar yang

berbeda, siswa dengan gaya belajar auditori kemungkinan lebih baik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

daripada siswa dengan gaya belajar visual maupun kinestetik dan siswa

dengan gaya belajar visual kemungkinan lebih baik daripada siswa dengan

gaya belajar kinestetik.

4. Pengaruh gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik terhadap prestasi

belajar matematika siswa pada pendekatan PMRI.

Pembelajaran dengan PMRI merupakan pendekatan pembelajaran

yang mengarahkan siswa untuk mengontruksi konsep-konsep pada

matematika dengan bimbingan guru. Siswa dibimbing selama proses

pembelajaran mulai dari mengidentifikasi masalah hingga menyimpulkan

konsep yang telah dikontruksi siswa. Dari hasil mengontruksi konsep

tersebut digunakan untuk memecahkan masalah yang lebih tinggi

tingkatannya.

Terkait dengan gaya belajar, siswa dengan gaya belajar kinestetik

cenderung lebih mudah memahami materi melalui aktifitas fisik dan

keterlibatan langsung, sehingga siswa dengan gaya belajar kinestetik dapat

dengan mudah memahami konsep yang dikontruksi oleh siswa sendiri

yang merupakan ciri khas dari pembelajaran PMRI. Akibatnya dalam

menyelesaikan masalah sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-

bagiannya, serta menentukan ukurannya, siswa dengan gaya belajar

kinestetik tidak mengalami kesulitan karena konsep yang dikontruksi

sendiri lebih bermakna. Demikian pula dengan gaya belajar auditori

kemungkinan akan lebih mudah menyelesaikan masalah sifat-sifat kubus,

balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya

karena tidak hanya mendengar konsep tetapi mengontruksi sendiri. Begitu

pula pada siswa dengan gaya belajar visual, permasalahan yang diberikan

oleh guru berupa masalah real yang merupakan ciri PMRI, sehingga siswa

lebih mudah melihat atau membayangkannya. Dengan melihat

permasalahan secara real, siswa dapat mengontruksi sendiri konsep

melauia penyelesaian masalah untuk diaplikasikan pada masalah yang

lebih komplek. Hal ini kemungkinan pada pembelajaran PMRI, prestasi

belajar matematika siswa dengan gaya belajar visual, auditori, maupun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

kinestetik adalah sama pada standar kompetensi menggunakan sifat-sifat

kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan

ukurannya.

5. Pengaruh gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik terhadap prestasi

belajar matematika siswa pada pembelajaran konvensional.

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa

dilakukan oleh guru untuk mentransfer pengetahuan kepada siswa melalui

ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah merupakan

salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada

sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah

dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar. Penceramah

(guru) mendominasi seluruh kegiatan, sedang pendengar (siswa) hanya

memperhatikan dan membuat catatan seperlunya. Matematika diajarkan

sebagai bentuk yang sudah jadi, bukan sebagai proses. Sehingga dalam

pembelajaran konvensional lebih ditekankan pada aspek ingatan dan

pemahaman.

Salah satu karakteristik gaya belajar auditori adalah cenderung

lebih mudah memahami materi melalui indera pendengaran yang

merupakan ciri khas dari pembelajaran konvensional dimana guru

menyampaikan materi melalui pemberian informasi-informasi melaui

ceramah. Pada pembelajaran konvensional, guru yang kreatif biasanya

dalam memberikan informasi kepada siswa menggunakan alat bantu

seperti gambar, bagan, grafik, untuk memotivasi siswa sehingga tujuan

pembelajaran dapat dicapai dan ini dapat memudahkan siswa dengan gaya

belajar visual yang cenderung lebih mudah memahami materi melalui

penglihatan. Dengan demikian siswa dengan gaya belajar auditori

kemungkinan lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar visual

maupun kinestetik dan siswa dengan gaya belajar visual lebih baik

daripada kinestetik dalam menggunakan sifat-sifat kubus, balok, prisma,

limas, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

6. Pengaruh pendekatan pembelajaran inkuiri, PMRI, dan konvensional

terhadap prestasi belajar matematika pada siswa dengan gaya belajar

visual.

Pembelajaran dengan pendekatan PMRI merupakan pendekatan

pembelajaran yang mengaitkan materi pelajaran dengan permasalahan

realistik, sehingga pembelajaran matematika akan lebih bermakna bagi

siswa. Siswa diberikan permasalahan realistik oleh guru yang ada

kaitannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki untuk

menyelesaikannya, sehingga siswa tidak merasa kesulitan.

Sedikit berbeda pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri,

materi tidak harus diberikan secara realistik. Pada pembelajaran inkuiri,

penekanan pembelajaran pada aspek menganalisis dan berpikir tinggi

untuk mengkontruksikan konsep. Siswa dilatih berpikir kritis untuk

menemukan konsep dengan mengidentifikasi komponen-komponen yang

berada di sekeliling kondisi tersebut dan membuat kesimpulan dari data-

data yang diperolehnya dan pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri

tidak ada matematisi secara horizontal dan secara vertikal karena

permasalahan diberikan secara formal.

Sedangkan pada pembelajaran konvensional, materi diberikan

secara mekanistik dan strukturalis yaitu siswa diterangkan rumus, contoh

soal kemudian diberi latihan soal. Pada pembelajaran konvensional,

penekanan pembelajaran terletak pada aspek ingatan dan pemahaman,

sedangkan aplikasi hanya sedikit diberikan. Soal dalam pembelajaran

konvensional merupakan aplikasi dari latihan rumus dan latihan soal yang

telah diberikan.

Salah satu karakteritik gaya belajar visual adalah cenderung lebih

mudah memahami materi dengan indera penglihatan. terkait dengan

pembelajaran PMRI, pada pembelajaran PMRI masalah yang

diberikanlahan guru berupa permasalahan realistik sehingga siswa dapat

dengan mudah memahami permasalahan dan menyelesaikannya jika

mempunyai kreatifitasan yang tinggi, sedangkan pada pembelajaran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

inkuiri, permasalahan dapat diselesaikan dengan mengumpulkan data-data

dari pertanyaan yang diajukan siswa yang dapat dituliskan untuk dipahami

sehingga siswa dengan gaya belajar visual lebih mudah untuk

menggunakannya menyelesaikan masalah. Sedangkan pada pembelajaran

konvensional, guru memberikan contoh untuk memperdalam materi yang

disampaikan sehingga dengan contoh yang diberikan, siswa dengan gaya

belajar visual diharapkan dapat memahami dan menerapkan pada

penyelesaian masalah akan tetapi tidak menuntuk kemungkinan siswa

masih mengalami kesulitan dalam memahami konsep, sebab konsep hanya

berupa masalah kontekstual tanpa siswa terlibat langsung dalam kontek

itu.

Dengan perbedaan yang ada pada pendekatan inkuiri, PMRI, dan

konvensional terhadap prestasi belajar matematika pada siswa dengan

gaya belajar visual, maka kemungkinan siswa yang belajar dengan

pendekatan inkuiri mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik

daripada siswa dengan pembelajaran PMRI maupun konvensional dan

pendekatan PMRI lebih baik daripada konvensional.

7. Pengaruh pendekatan inkuiri, PMRI dan pembelajaran konvensional

terhadap prestasi belajar matematika pada siswa dengan gaya belajar

auditori.

Pembelajaran dengan pendekatan PMRI merupakan pendekatan

pembelajaran yang mengarahkan siswa mengontruksi konsep melalui

permasalahan realistik yang diberikan oleh guru, sehingga diperlukan

keaktifan dan kekreatifan siswa untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut. Hal ini memungkinkan siswa yang tidak terbiasa terlibat dalam

pembelajaran akan pasif dan mengalami kesulitan mengontruksi konsep.

Konsep hasil kontruksi itu diaplikasikannya untuk menyelesaikan masalah

yang lebih tinggi tingkatannya.

Demikian pula pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri,

materi diberikan melalui pengkontruksian konsep oleh siswa. Pada

pembelajaran inkuiri, penekanan pembelajaran pada aspek menganalisis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

dan berpikir tinggi untuk mengkontruksikan konsep. Siswa dilatih berpikir

kritis untuk mengontruksi konsep dan pada pembelajaran dengan

pendekatan inkuiri tidak ada matematisi secara horizontal dan secara

vertikal. Hal ini kemungkinan makin menyulitkan siswa jika tidak terbiasa

terlibat dalam pembelajaran yang terpusat pada siswa.

Sedangkan pada pembelajaran konvensional, materi diberikan

melaui ceramah. Guru memberikan pengetahuan melaui ungkapan verbal

dan siswa mendengar informasi-informasi yang disampaikan, bila perlu

siswa membuat catatan-catatan penting. Siswa dengan gaya belajar

auditori akan merasa lebih nyaman dan mudah memahami materi karena

tidak perlu melakukan kegiatan yang terkadang dirasa melelahkan bagi

siswa dengan gaya belajar auditori. Hal ini memungkinkan siswa dengan

gaya belajar auditori lebih mudah memahami materi yang diberikan.

Salah satu karakteristik gaya belajar auditori lebih mudah

memahami materi dengan indra pendengaran. Hal ini berakibat siswa tidak

terbiasa terlibat langsung dalam pembelajaran yang menekankan

pengkontruksian konsep yang merupakan ciri khusus pembelajaran PMRI

dan inkuiri akan kesulitan dalam memahami konsep dan memecahkan

masalah yang ada, maka kemungkinan pada siswa dengan gaya belajar

auditori, prestasi belajar matematika pada pembelajaran konvensional

lebih baik daripada PMRI maupun inkuiri dan prestasi belajar matematika

pada pendekatan pembelajaran PMRI sama dengan inkuiri.

8. Pengaruh pendekatan inkuiri, PMRI dan pembelajaran konvensional

terhadap prestasi belajar matematika pada siswa dengan gaya belajar

kinestetik.

Pembelajaran dengan pendekatan PMRI merupakan pendekatan

pembelajaran yang mengarahkan siswa mengontruksi konsep melalui

permasalahan realistik, sehingga diperlukan keaktifan dan kekreatifan

siswa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Hal ini memungkinkan

siswa yang terbiasa terlibat dalam pembelajaran akan aktif dan mampu

mengontruksi konsep. Konsep hasil konstruksi itu akan bermakna

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

sehingga dapat diaplikasikannya untuk menyelesaikan masalah yang lebih

tinggi tingkatannya dengan baik.

Sedangkan pada pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, materi

diberikan melalui pengkontruksian konsep oleh siswa. Siswa dilatih

berpikir kritis untuk mengontruksi konsep, akan tetapi pada pembelajaran

dengan pendekatan inkuiri tidak ada matematisi secara horizontal dan

secara vertikal. Hal ini memungkinkan siswa mengalami kesulitan jika

tidak memiliki kreatifitas tinggi untuk menyelesaikan permasalah.

Sedangkan pada pembelajaran konvensional, penekanan

pembelajaran hanya pada aspek ingatan dan pemahaman, sedangkan

aplikasi hanya sedikit diberikan. Hal ini memungkinkan siswa dengan

gaya belajar kinestetik akan pasif dalam pembelajaran sehingga materi

yang menjadi tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai dengan tuntas.

Terkait dengan gaya belajar kinestetik, gaya belajar kinestetik

cenderung lebih mudah memahami materi melalui aktifitas fisik dan

keterlibatan langsung yang merupakan ciri krusial dari pembelajaran

PMRI, maka kemungkinan pada siswa dengan gaya belajar kinestetik,

prestasi belajar siswa pada pendekatan PMRI akan lebih baik daripada

pembelajaran inkuiri maupun konvensional dan pembelaran inkuiri lebih

baik daripada konvensional.

F. Hipotesis Penelitian

1. Prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan pembelajaran

PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan

pendekatan inkuiri maupun konvensional. Prestasi belajar matematika

siswa dengan pendekatan inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar

matematika siswa dengan pendekatan konvensional.

2. Prestasi belajar matematika siswa dengan gaya belajar auditori lebih

baik daripada prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual maupun

kinestetik. Prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik

daripada prestasi belajar siswa dengan gaya belajar kinestetik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

3. Pada pendekatan inkuiri, prestasi belajar matematika siswa dengan

gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan

gaya belajar visual maupun kinestetik. Prestasi belajar matematika

siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada prestasi belajar

siswa dengan gaya belajar kinestetik.

4. Pada pembelajaran PMRI, prestasi belajar matematika siswa dengan

gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik adalah sama.

5. Pada pembelajaran konvensional, prestasi belajar matematika siswa

dengan gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar siswa

dengan gaya belajar visual maupun kinestetik. Prestasi belajar

matematika siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada

prestasi belajar siswa dengan gaya belajar kinestetik.

6. Pada siswa dengan gaya belajar visual, prestasi belajar matematika

siswa dengan pendekatan inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar

matematika siswa dengan pendekatan PMRI maupun konvensional.

Prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan pembelajaran

PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan

pendekatan konvensional.

7. Pada siswa dengan gaya belajar auditori, prestasi belajar matematika

pada siswa dengan pendekatan pembelajaran konvensional lebih baik

daripada prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan inkuiri

maupun PMRI. Prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan

inkuiri sama dengan prestasi belajar matematika siswa dengan

pendekatan PMRI.

8. Pada siswa dengan gaya belajar kinestetik, prestasi belajar matematika

siswa pada pendekatan pembelajaran PMRI lebih baik daripada

prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan inkuiri maupun

konvensional. Prestasi belajar matematika siswa pada pendekatan

inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan

pendekatan konvensional.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitan

1. Tempat dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada SMP Negeri di Kabupaten

Bojonegoro, dan subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIII semester 2

Tahun Pelajaran 2011/2012.

2. Waktu Penelitian

Proses pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Desember 2011

sampai dengan Juni 2012, dengan pembagian waktu sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Kegiatan Waktu

Des Jan Feb Mar April Mei Jun

1 Pengajuan Proposal

2 Seminar Proposal

3 Penyusunan instrumen penelitian

4 Permohonan ijin penelitian

5 Uji instrumen angket

6 Pelaksanaan penelitian

7 Uji instrumen tes

8 Pengolahan data

9 Penyusunan laporan penelitian

B. Jenis Penelitian

Berdasarkan jenis data dan analisisnya, penelitian ini merupakan

penelitian kuantitatif karena data yang digunakan berupa angka. Sedangkan

berdasarkan metode penelitiannya, jenis penelitian ini adalah penelitian

eksperimental semu dengan alasan tidak mungkin selama penelitian dapat

mengontrol/mengendalikan semua jenis variabel relevan yang dapat

mempengaruhi variabel terikat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel bebas

yaitu pendekatan pembelajaran PMRI dan inkuiri untuk kelas eksperimen

dan konvensional untuk kelas kontrol. Variabel lain yang ikut

mempengaruhi variabel terikat adalah gaya belajar siswa yakni gaya belajar

visual, auditori, dan kinestetik, sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi

belajar matmatka siswa pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar.

Pada awal sebelum memulai perlakuan, terlebih dahulu mengecek

kemampuan awal dari sampel yang akan dikenai perlakuan dengan nilai

UAS semester 1. Tujuannya untuk mengetahui apakah sampel tersebut

dalam keadaan seimbang atau memiliki kemampuan yang sama sehingga

ada tidaknya perbedaan hasil prestasi belajar matemtika pada ketiga

kelompok dalam penelitian disebabkan hanya karena pemanipulasian

terhadap pendekatan ataupun gaya belajar yang dimiliki siswa bukan karena

kemampuan awal yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan desain faktorial 3 x 3 dengan teknik

analisis varian (ANAVA), yaitu suatu desain penelitian yang digunakan

untuk meneliti ada atau tidaknya perbedaan rerata pada tiga populasi dari

perlakuan pendekatan pembelajaran yang berbeda dan tiga kelompok yang

dihubungkan dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar

matematika. Desain yang digunakan digambarkan dalam bagan berikut:

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian

Tipe Gaya Belajar

Pendekatan Pembelajaran Visual (b1) Auditori (b2) Kinestetik (b3)

PMRI (a1) (ab)11 (ab)12 (ab)13

Inkuiri (a2) (ab)21 (ab)22 (ab)23

Konvensional (a3) (ab)31 (ab)32 (ab)33

Keterangan :

a1 = Pembelajaran PMRI

a2 = Pembelajaran inkuiri

a3 = Pembelajaran konvensional

b1 = Tipe gaya belajar visual

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

b2 = Tipe gaya belajar auditori

b3 = Tipe gaya belajar kinestetik

ab11 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan

pembelajaran dengan pembelajaran PMRI dan memiliki tipe

gaya belajar visual

ab12 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan

pembelajaran dengan pembelajaran PMRI dan memiliki tipe

gaya belajar auditori

ab13 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan

pembelajaran dengan pembelajaran PMRI dan memiliki tipe

gaya belajar kinestetik

ab21 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan

pembelajaran dengan pembelajaran inkuiri dan memiliki tipe

gaya belajar visual

ab22 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan

pembelajaran dengan pembelajaran inkuiri dan memiliki tipe

gaya belajar auditori

ab23 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan

pembelajaran dengan pembelajaran inkuiri dan memiliki tipe

gaya belajar kinestetik

ab31 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan

pembelajaran dengan pembelajaran konvensional dan memiliki

tipe gaya belajar visual

ab32 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan

pembelajaran dengan pembelajaran konvensional dan memiliki

tipe gaya belajar auditori

ab33 = Prestasi belajar matematika peserta didik yang mendapatkan

pembelajaran dengan pembelajaran konvensional dan memiliki

tipe gaya belajar kinestetik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

C. Populasi, Sampel, dan Sampling

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2007:

61). Populasi menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) adalah keseluruhan

subjek penelitian. Sedangkan populasi menurut Budiyono (2009:121) adalah

keseluruhan pengamatan yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas VIII semester 2 SMP Negeri se-Kabupaten

Bojonegoro tahun pelajaran 2011/2012.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified cluster random

sampling. Tekniknya dengan mengklasifikasikan populasi menjadi tiga

kategori, yakni sekolah dengan kategori prestasi belajar matematika tinggi,

sedang, dan rendah berdasarkan rata-rata nilai matematika pada UN SMP

Negeri se-Kabupaten Bojonegoro tahun 20011. Sekolah dengan kategori

prestasi belajar matematika tinggi jika memiliki nilai rata-rata UN lebih dari

, sekolah dengan kategori prestasi belajar matematika sedang jika

memiliki nilai rata-rata UN lebih dari atau sama dengan

dan kurang

dari atau sama dengan

, sedangkan sekolah dengan kategori prestasi

belajar matematika rendah jika memiliki nilai rata-rata UN kurang dari

. Dengan adalah nilai rata-rata seluruh populasi dan s merupakan

standar deviasi dari nilai rata-rata seluruh populasi.

Data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bojonegoro,

= 6,90 dan s = 1,96 sehingga diperoleh, sekolah dengan kategori tinggi

adalah sekolah yang rata-rata nilai ujiannya lebih dari 7,83; kategori sedang

yang lebih dari atau sama dengan 5,97 sampai kurang dari atau sama dengan

7,83 dan sekolah dengan kategori rendah jika nilai rata-rata ujian

nasionalnya kurang dari 5,97; sehingga berdasarkan data dari Dinas

Pedidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bojonegoro dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Tabel 3.3 Perolehan Nilai UN Matematika Tahun 2011 dan Pembagian

Kategori untuk SMP Negeri di Kabupaten Bojonegoro No. Nama Sekolah Rata-rata UN Matematika Kategori

1 SMP Negeri 3 Sumberrejo 8,79 Tinggi

2 SMP Negeri 1 Baureno 8,71 Tinggi

3 SMP Negeri Satu Atap Clebung 8,71 Tinggi

4 SMP Negeri 1 Malo 8,70 Tinggi

5 SMP Negeri 2 Kepohbaru 8,69 Tinggi

6 SMP Negeri Satu Atap B Sekar 8,61 Tinggi

7 SMP Negeri 2 Sugihwaras 8,57 Tinggi

8 SMP Negeri 2 Bojonegoro 8,32 Tinggi

9 SMP Negeri 1 Sumberrejo 8,27 Tinggi

10 SMP Negeri 1 Kanor 8,27 Tinggi

11 SMP Negeri Satu Atap Kesongo 8,27 Tinggi

12 SMP Negeri 1 Bojonegoro 8,18 Tinggi

13 SMP Negeri 1 Sugihwaras 8,06 Tinggi

14 SMP Negeri 3 Bojonegoro 8,05 Tinggi

15 SMP Negeri 1 Kapas 8,03 Tinggi

16 SMP Negeri 1 Gondang 7,97 Tinggi

17 SMP Negeri 3 Kedung Adem 7,97 Tinggi

18 SMP Negeri 2 Baureno 7,92 Tinggi

19 SMP Negeri 1 Dander 7,86 Tinggi

20 SMP Negeri 2 Kedung Adem 7,81 Sedang

21 SMP Negeri 1 Kedung Adem 7,78 Sedang

22 SMP Negeri 1 Sukosewu 7,63 Sedang

23 SMP Negeri 2 Sumberrejo 7,36 Sedang

24 SMP Negeri 2 Ngasem 7,33 Sedang

25 SMP Negeri 2 Tambakrejo 7,29 Sedang

26 SMP Negeri Temayang 7,25 Sedang

27 SMP Negeri 1 Kalitidu 7,08 Sedang

28 SMP Negeri 5 Bojonegoro 7,08 Sedang

29 SMP Negeri 1Balen 7,05 Sedang

30 SMP Negeri 1 Ngasem 7,02 Sedang

31 SMP Negeri 1 Padangan 6,97 Sedang

32 SMP Negeri 1 Bubulan 6,77 Sedang

33 SMP Negeri 2 Balen 6,66 Sedang

34 SMP Negeri Satu Atap Soko 6,62 Sedang

35 SMP Negeri 1 Kepohbaru 6,36 Sedang

36 SMP Negeri 7 Bojonegoro 6,14 Sedang

37 SMP Negeri 6 Bojonegoro 5,91 Rendah

38 SMP Negeri 2 Kalitidu 5,87 Rendah

39 SMP Negeri 1 Purwosari 5,83 Rendah

40 SMP Negeri 4 Bojonegoro 5,48 Rendah

41 SMP Negeri 3 Baureno 5,41 Rendah

42 SMP Negeri1 Ngraho 5,38 Rendah

43 SMP Negeri 1 Margomulyo 5,32 Rendah

44 SMP Negeri 1 Tambak Rajo 5,31 Rendah

45 SMP Negeri 1 Ngambon 5,23 Rendah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

No. Nama Sekolah Rata-rata UN Matematika Kategori

46 SMP Negeri 1 Kedewan 5,22 Rendah

47 SMP Negeri 1 Kasiman 5,17 Rendah

48 SMP Negeri 2 Purwosari 4,66 Rendah

49 SMP Negeri 1 Trucuk 4,54 Rendah

50 SMP Negeri 2 Padangan 4,54 Rendah

51 SMP Negeri 1 Sekar 4,41 Rendah

52 SMP Negeri Satu Atap Sugiwaras 3,90 Rendah

53 SMP Negeri Satu Atap Kalangan M 3,88 Rendah

54 SMP Negeri 2 Gondan 3,79 Rendah

55 SMP Negeri Satu Atap Turi T.Rejo 3,03 Rendah

RATA – RATA 6,90

(Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro tahun 2011)

Setelah diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yakni sekolah dengan

kategori tinggi, sedang, dan rendah. Kemudian dilakukan pengundian pada

masing-masing kelompok untuk memilih sekolah yang mewakili tiap kategori.

Sekolah yang mewakili masing-masing kategori dijadikan tempat penelitian.

Selanjutnya pada tiap-tiap sekolah yang terpilih, dilakukan pengundian untuk

memilih satu kelas yang dijadikan kelompok eksperimen pertama, satu kelas yang

dijadikan kelompok eksperimen kedua dan satu kelas sebagai kelas kontrol.

Sehingga terambil masing-masing kelompok atas, tengah dan bawah sebagai

berikut:

Tabel 3.4 Nama Sekolah dan Kelompok Kelas Penelitian

Nama Sekolah

Kelompok

PMRI

Kelompok

inkuiri

Kelompok

konvenional Jumlah

Siswa Kelas

Jumlah

Siswa Kelas

Jumlah

Siswa Kelas

Jumlah

Siswa

SMP N 2 Sugihwaras VIII B 32 VIII C 31 VIII A 32 95

SMP N 1 Balen VIII F 32 VIII E 32 VIII G 32 96

SMP N 4 Bojonegoro VIII B 40 VIII C 39 VIII D 40 119

Jumlah Siswa 104 102 104 310

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas

1) Pendekatan Pembelajaran:

a) Definisi operasional : pendekatan pembelajaran adalah titik tolak atau

sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

mengupayakan cara siswa berinteraksi dengan lingkungannya untuk

mencapai suatu tujuan pembelajaran tertentu.

b) Skala pengukuran : skala nominal dengan tiga kategori.

c) Indikator : pemberian perlakuan pendekatan PMRI pada kelas

eksperimen pertama, pendekatan inkuiri pada kelas eksperimen kedua

sedangkan pembelajaran konvensional diberikan pada kelas kontrol.

d) Simbol : X1 dengan kategori a1, a2 dan a3

a1 = pendekatan PMRI

a2 = pendekatan inkuiri

a3 = pembelajaran konvensional

2) Gaya Belajar

a) Definisi operasional : gaya belajar adalah cara yang lebih efektif

digunakan seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses

dan mengerti suatu informasi.

b) Skala pengukuran : skala nominal dengan tiga kategori yaitu gaya

belajar visual, auditorial dan kinestetik.

c) Indikator : skor yang diperoleh dari angket gaya belajar yang dimiliki

siswa.

d) Simbol : X2 dengan kategori b1, b2, b3

b1 = gaya belajar visual

b2 = gaya belajar auditori

b3 = gaya belajar kinestetik

b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika.

1) Definisi operasional : prestasi belajar matematika adalah hasil yang telah

dicapai dari proses yang telah dilakukan untuk menambah pengetahuan

dan pemahaman di bidang matematika untuk mengembangkan

keterampilan dalam mata pelajaran matematika yang ditunjukkan dengan

nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.

2) Skala pengukuran : skala interval

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

3) Indikator : nilai tes prestasi belajar matematika pada standar kompetensi

menggunakan sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-

bagiannya.

4) Simbol : Y

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah suatu usaha memperoleh bahan dan

keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian atau cara-cara yang dilakukan

oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Berkaitan dengan hal tersebut, maka

metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada

tiga cara, yaitu metode dokumentasi, metode angket, dan metode tes.

a. Metode Dokumentasi

Menurut Budiyono (2003: 54), metode dokumentasi adalah cara

pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang ada.

Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan

data tentang nilai UAS semester 1 kelas VIII SMP untuk mata pelajaran

matematika, dari sampel kelompok eksperimen pertama, sampel dari

kelompok eksperimen kedua dan sampel dari kelompok kontrol pada

tahun pelajaran 2011/2012.

Data yang diperoleh digunakan untuk uji keseimbangan rata-rata.

Sebelum uji keseimbangan rata-rata antar tiga kelompok dilakukan,

terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data masing-masing kelompok,

uji homogenitas variansi antara ketiga kelompok tersebut, dan uji

keseimbangan rerata antara ketiga kelompok tersebut.

b. Metode Angket

Menurut Budiyono (2003: 47), metode angket adalah cara

pengumpulan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan tertulis

kepada subyek penelitian, responden, atau sumber data dan jawaban

diberikan pula secara tertulis. Dalam penelitian ini angket yang dibuat

adalah untuk menentukan gaya belajar yang memuat pernyataan-

pernyataan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Terdapat empat pilihan untuk setiap pernyataan. Pernyataan yang

dibuat bermakna positif dan negatif dengan tujuan agar responden berpikir

dahulu sebelum memberi jawaban. Senada dengan Pudji Muljono (2002:

10) yang menyatakan bahawa dalam penyusunan angket hendaknya

disusun dalam pernyataan positif dan negatif agar ciri-ciri pernyataan

sikap tidak terlupakan dan agar setiap pernyataan mempunyai kemampuan

membedakan antara kelompok responden yang setuju dengan kelompok

responden yang tidak setuju terhadap objek sikap.

Responden hanya memilih alternatif jawaban pada lembar yang

disediakan, untuk setiap pernyataan sesuai dengan keadaan diri siswa itu

sendiri. Skor untuk setiap pernyataan positif adalah 4 untuk jawaban

selalu, 3 untuk jawaban sering, 2 untuk jawaban jarang, 1 untuk jawaban

Tidak pernah, sedangkan Skor untuk setiap pernyataan negatif adalah 1

untuk jawaban selalu, 2 untuk jawaban sering, 3 untuk jawaban jarang, 4

untuk jawaban Tidak pernah. Kemudian skor dari setiap indikator untuk

setiap tipe gaya belajar dijumlahkan, dan didapat skor untuk suatu tipe

gaya belajar. Setelah pengisian angket dilakukan, akan diperoleh skor

untuk tiga tipe gaya belajar. Tipe gaya belajar yang memperoleh skor

tertinggi dipandang sebagai gaya belajar yang dominan dimiliki oleh siswa

tersebut.

Jika satu siswa terdapat skor gaya belajar yang sama pada dua

atau lebih tipe gaya belajar, maka dilakukan pengkajian lebih mendalam

dengan pemberian angket lagi untuk menentukan gaya belajar yang

dimiliki responden. Jika dalam pemberian angket didapat nilai yang sama,

maka data dari responden tidak digunakan dalam penelitian (dibuang).

c. Metode Tes

Menurut Budiyono (2003: 54), metode tes adalah cara

pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan atau suruhan-

suruhan kepada subyek penelitian. Dalam penelitian ini bentuk tes yang

digunakan adalah tes objektif (pilihan ganda). Metode tes ini digunakan

untuk mengumpulkan data tentang prestasi belajar matematika pada pokok

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

bahasan bangun ruang sisi datar siswa kelas VIII semester 2 setelah

dilakukan pemanipulasian terhadap variabel bebas.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian menjelaskan semua alat pengambilan data yang

digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas instrumen

(validitas dan reliabilitasnya). Karena itu instrumen penelitian sebelum

digunakan untuk mengambil data terlebih dahulu harus diujicobakan pada

siswa di luar kelas penelitian, dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh

instrumen yang akan digunakan, baik instrumen tes maupun instrumen angket

sesuai standar instrumen atau tidak.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dan angket.

Sebelum tes dan angket dibuat, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi. Setelah dibuat

kisi-kisi barulah dibuat soal dan angket berdasarkan kisi-kisi tersebut. Setelah

angket dan tes selesai dibuat dan disusun dalam format yang rapi beserta

petunjuk pengisian, langkah selanjutnya diujicobakan kepada responden.

Instrumen tes digunakan untuk mengetahui prestasi belajar matematika pada

standar kompetensi menggunakan sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan

bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya dan angket untuk mengetahui

tipe gaya belajar yang dimiliki siswa-siswi pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol.

a. Pengembangan Instrumen Tes Prestasi Belajar

Langkah-langkah dalam penyusunan tes adalah sebagai berikut:

1) Menyusun tujuan, tujuan harus sesuai dengan standar kompetensi dan

kompetensi dasar,

2) Menyusun kisi-kisi perangkat sesuai dengan pokok bahasan yang akan

diujikan dalam hal ini sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan bagian-

bagiannya, serta menentukan ukurannya, sesuai dengan indikator,

3) Menentukan banyaknya butir tes yang dikehendaki,

4) Menyusun butir tes.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

5) Melakukan Uji Validitas Isi

Berdasarkan pada tujuan tes prestasi belajar yaitu untuk

mengetahui apakah prestasi belajar yang ditampakkan secara individual

dapat pula ditampakkan pada keseluruhan situasi, maka uji validitas yang

dilakukan pada metode tes ini adalah uji validitas isi. Uji validitas pada

instrumen tes dimaksudkan untuk menguji apakah tes tersebut mampu

mempresentasikan seluruh isi hal yang akan diukur. Untuk tes hasil

belajar, supaya tes mempunyai validitas isi, harus diperhatikan hal-hal

berikut .

(a). Bahan ujian (tes) harus merupakan sampel yang representatif untuk

mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau

dari materi yang diajarkan maupun dari sudut proses belajar.

(b). Titik berat bahan yang harus diujikan harus seimbang dengan titik

berat bahan yang telah diajarkan.

(c). Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum diajarkan

untuk menjawab soal-soal ujian dengan benar.

(Budiyono, 2003: 58)

Validator instrumen tes prestasi belajar matematika pada penelitian

ini adalah dosen/guru yang dianggap mampu dalam materi Bangun

Ruaang Sisi Datar, yakni Drs. Maryono, M.Pd sebagai dosen Geometri

Analit Ruang di IKIP PGRI Bojonegoro, Dra. Erni Puji Lestari, M.Pd.

sebagai guru Matematika di SMP N 4 Bojonegoro dan sebagai dosen

IKIP PGRI Bojonegoro, dan Sri Hartutik, S.Pd sebagai guru Matematika

di SMP N 2 Sugihwaras. Validator ini memvalidasi isi dari instrumen tes

prestasi belajar matematika pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar

sebanyak 35 butir soal. Adapun saran yang diberikan oleh validator (lihat

Lampiran 8) sebagai berikut:

a. Pada penulisan indikator harap lebih spesifik

b. Pada soal nomer 15 sebaiknya ditulis Berdasarkan gambar di bawah

ini, garis tinggi limas adalah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Setelah dilakukan validitas isi dan dilakukan perbaikkan

berdasarkan saran validator maka diperoleh instrumen tes prestasi seperti

pada Lampiran 8. Pelaksanaan uji coba instrumen tes prestasi belajar

matematika dilaksanakan di SMP N 4 Bojonegoro pada siswa kelas VIII E

sebanyak 40 siswa dengan alasan materi pada kelas tersebut sudah selesai

terlebih dahulu dan bukan merupakan kelompok yang digunakan untuk

penelitian. Setelah instrumen tes prestasi belajar matematika diujicobakan

dan data uji coba tes prestasi belajar matematika diperoleh, selanjutnya

instrumen tes diuji reliabilitas, diuji daya pembeda dan diuji tingkat

kesukarannya.

6) Melakukan uji coba.

a). Melakukan Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan kepada keajegan hasil pengukuran. Tes

prestasi belajar yang digunakan dalam penelitian memakai tes

obyektif, dimana setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban

yang salah diberi skor 0. Untuk menghitung tingkat reliabilitasnya

digunakan rumus Kuder-Richardson dengan KR-20 yaitu:

(

)( ∑

)

dengan : r11 = indeks reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir instrumen

st2 = variansi skor total

pi = proporsi subjek yang menjawab benar pada butir ke-i

qi = 1 - pi

soal dikatakan reliabel jika indeks reliabilitas yang diperoleh telah

melebihi 0,70 (r11 > 0,7).

(Budiyono, 2003: 69)

Berdasarkan hasil perhitungan uji Reliabilitas instrumen tes

prestasi belajar matematika (lihat Lampiran 9), diperoleh indeks

reliabilitas tes (KR-20) r11 sebesar 0,8418. Karena r11 > 0,70, berarti

instrumen tes prestasi belajar matematika reliabel. Sehingga dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar

matematika.

b). Tingkat kesukaran butir

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak

terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk

mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu

sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak

mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar

jangkauannya. Tingkat kesukaran butir soal merupakan rasio antara

penjawab butir dengan benar dan banyaknya penjawab butir. Untuk

menentukan tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes digunakan rumus

sebagai berikut:

dengan :

ni = banyaknya siswa yang menjawab butir aitem ke-i dengan benar

i = 1, 2, 3,…..

pi = indeks kesukaran butir aitem ke-i

N = banyaknya siswa yang menjawab aitem

(Saifuddin Azwar, 2007: 134)

Soal tes yang dipakai pada penelitian adalah soal tes yang memiliki indeks tingkat

kesukaran 0,30 pi 0,70. Dari hasil perhitungan uji Tingkat Kesukaran

instrumen tes prestasi belajar matematika selengkapnya yang ada pada Lampiran

9, diperoleh rangkumannya seperti pada Tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.5 Hasil Uji Tingkat Kesukaran untuk Tes Prestasi Belajar

Matematika

No. Kriteria Tingkat

Kesukaran (pi) Butir Soal Keputusan

Jumlah

butir

soal

1. 0,00 pi < 0,30 26 Tingkat Kesukaran

sulit 1

2. 0,30 pi 0,70

2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12,

13, 14, 15, 16, 17, 18, 19,

20, 21, 22, 23, 24, 25, 27,

29, 30, 32, 33, 34, 35

Tingkat Kesukaran

sedang 30

3. 0,70 < pi 1,00 1, 3, 28, 31 Tingkat Kesukaran

mudah 4

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Berdasarkan Tabel 3.7 dapat disimpulkan bahwa dari 35 butir soal instrumen tes

prestasi belajar matematika pada uji coba instrumen tes ini terdapat 30 butir soal

yang mempunyai tingkat kesukaran yang baik sehingga ke-30 butir soal ini

digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika, dan

terdapat 5 butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang tidak baik sehingga

ke-5 butir soal ini, yakni 1, 3, 26, 28, 31 dibuang.

c). Daya Beda

Sebuah soal tes dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik jika

banyak anak yang berasal dari kelompok anak pandai lebih banyak

menjawab dengan benar daripada anak yang berasal dari kelompok yang

tidak pandai. Perhitungan indeks daya pembeda menggunakan seluruh hasil

dari kelompok pandai dan kelompok tidak pandai. Adapun pembagian

kelompok pandai dan kelompok tidak pandai dari data hasil tes yang

diperingkat dari terbesar sampai terkecil. Kemudian dari hasil peringkat ini,

50% data atas masuk dalam data kelompok pandai, sedangkan 50% data

bawah masuk dalam data kelompok tidak pandai. Jika banyak data ganjil,

maka data ke-(n+1)/2 dengan n adalah banyaknya data diabaikan. Setelah

kelompok pandai dan kelompok tidak pandai ditentukan, indeks daya

pembeda (D) dapat dihitung dengan rumus:

Di = pai - pbi

Dengan:

pai = proporsi siswa dari kelompok pandai yang menjawab butir i secara

benar.

pbi = proporsi siswa dari kelompok tidak pandai yang menjawab butir i

secara benar.

Di = Daya pembeda butir ke-i

Nilai daya pembeda yang diperoleh dari rumus di atas adalah antara-1

dan 1. Menurut Sumarna (2004: 47) bahwa soal yang baik adalah soal yang

memiliki daya beda di atas 0,3. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti

menetapkan bahwa butir soal dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik

jika Di 0,3.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

7) Melakukan analisis item soal,

8) Mengambil keputusan yaitu apakah butir soal tersebut dipakai, direvisi, atau

dibuang

Dalam uji coba instrumen tes prestasi belajar ini menggunakan instrumen

tes yang berjumlah 35 soal dengan durasi waktu 90 menit dengan soal berbentuk

pilihan ganda. Setelah dilakukan analisis hasil uji coba tes prestasi maka butir

soal yang memenuhi validitas dan reliabilitas butir instrumen untuk diberikan

pada sampel penelitian, sedangkan soal yang tidak sesuai digugurkan. Dari hasil

perhitungan uji Daya Pembeda instrumen tes prestasi belajar matematika (lihat

Lampiran 9), diperoleh:

Tabel 3.6 Hasil Uji Daya Pembeda untuk Tes Prestasi Belajar

Matematika

No. Kriteria Daya

Pembeda (D) Butir Soal Keputusan

Jumlah

butir

soal

1. D 0,3

2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12,

13, 14, 15, 17, 18, 19, 20,

21, 23, 24, 27, 30, 32, 33,

34, 35

Butir Soal

dengan Daya

Pembeda yang

baik

25

2. D < 0,3 1, 3, 8, 16, 22, 25, 26, 28,

29, 31

Butir Soal

dengan Daya

Pembeda yang

tidak baik

10

Berdasarkan Tabel 3.6 dapat disimpulkan bahwa dari 35 butir soal

instrumen tes prestasi belajar matematika pada uji coba instrumen tes ini

terdapat 25 butir soal yang mempunyai daya pembeda yang baik sehingga ke-25

butir soal ini digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar

matematika, dan terdapat 10 butir soal yang mempunyai daya pembeda yang

tidak baik sehingga ke-10 butir soal ini, yakni 1, 3, 8, 16, 22, 25, 26, 28, 29, 31

tidak digunakan sebagai instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika.

Berdasarkan analisis Reliabilitas, analisis Daya Pembeda dan analisis

Tingkat Kesukaran di atas, diperoleh bahwa butir soal yang digunakan sebagai

instrumen penelitian tes prestasi belajar matematika (lihat Lampiran 9) adalah

nomor soal 2, 4, 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 27, 30, 32,

33, 34, dan 35, sebanyak 25 butir soal tes.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

b. Pengembangan Angket

Langkah-langkah dalam penyusunan tes adalah sebagai berikut:

1) Menyusun tujuan, tujuan harus sesuai dengan stndar kompetensi dan

kompetensi dasar,

2) Menyusun kisi-kisi perangkat sesuai dengan pokok bahasan yang akan

diujikan dalam hal ini segiempat, sesuai dengan indikator,

3) Menentukan banyaknya butir angket yang dikehendaki,

4) Menyusun butir angket,

5) Melakukan uji coba,

6) Melakukan analisis item soal angket yang meliputi uji validitas, uji

reliabilitas, dan konsistensi internal

1). Analisis Instrumen Angket

Pada angket gaya belajar, dilakukan analisis sebagai berikut :

a) Validitas Isi

Validitas dari suatu instrumen biasanya dinilai oleh para

pakar (Budiyono, 2003:65), sehingga validitas isi dari instrumen

penelitian ini akan dilakukan oleh pakar. Peneliti

mengkonsultasikan kepada tiga orang validator yakni Derny

Irawati, S.Psi sebagai Direktur LBB SSC Bojonegoro dan seorang

motivator, H. M. Rohmad, S.Psi sebagai guru BK di SMP N 1

Balen, dan Hartatik, S.Psi, Psi sebagai psikolog di Rumah Sakit

Aisyah Bojonegoro. Validator-validator ini melakukan validitas isi

dari instrumen angket gaya belajar sebanyak 45 butir pernyataan,

yang terdiri dari gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik, yang

masing-masing gaya belajar terdiri dari 15 butir pernyataan.

Adapun saran yang diberikan oleh validator (lihat Lampiran 15),

sebagai berikut:

a. Butir ke-9 sebaiknya ditambah kata ”materi” agar memiliki

makna yang jelas.

b. Kalimat pada butir ke-12 kata ”cuma” diganti dengan ”hanya”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

c. Sebaiknya pada butir ke-17, ditambahi kata menerangkan

sesudah guru.

d. Sebaiknya pada butir ke-32, ditambahi kata ”beserta

pembahasannya” di akhir kalimat.

Setelah dilakukan validitas isi dan dilakukan perbaikkan

berdasarkan saran validator maka diperoleh angket gaya belajar.

Pelaksanaan uji coba instrumen angket gaya belajar dilaksanakan di

SMP N 1 Sukosewu pada siswa kelas VIII A sebanyak 32 siswa.

Setelah instrumen angket gaya belajar diujicobakan dan data

ujicoba angket gaya belajar diperoleh, selanjutnya instrumen

angket diuji reliabilitas dan diuji konsisten internal berdasarkan tipe

gaya belajar. Jadi terdapat tiga uji Reliabilitas dan uji Konsisten

Internal.

b) Uji Reliabilitas

Dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha untuk melakukan

uji reliabilitas, yaitu:

2

2

11 11

t

i

s

s

n

nr

dengan

r11 = indeks reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir instrumen

si2 = variansi butir ke-i, i = 1, 2, ..., n

st2 = variansi skor total yang diperoleh subyek uji coba.

(Budiyono, 2003: 70)

Menurut Budiyono (2003:72) bahwa:

Tidak ada ketentuan baku dalam menentukan nilai indeks

reliabilitas yang memenuhi syarat baik. Tetapi biasanya, diambil

nilai 0,70. Ini berarti, hasil pengukuran yang mempunyai indeks

reliabilitas 0,70 atau lebih cukup baik nilai kemanfaatannya dalam

arti instrumennya dapat dipakai untuk melakukan pengukuran.

Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan berdasarkan penjelasan

di atas, bahwa kriteria angket dikatakan reliabel, jika r11 > 0,70. Dari hasil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

perhitungan Uji Reliabilitas instrumen angket gaya belajar berdasarkan

tipe-tipenya (lihat Lampiran 16 sampai dengan Lampiran 18), diperoleh :

Tabel 3.7 Nilai Reliabilitas untuk masing-masing Tipe Gaya Belajar

No. Tipe Gaya Belajar Reliabilitas

Alpha (r11)

Kriteria r11

terhadap 0,7

Keputusan

Instrumen

1. Visual 0,750 > 0,7 Reliabel

2. Auditori 0,754 > 0,7 Reliabel

3. Kinestetik 0,778 > 0,7 Reliabel

Berdasarkan Tabel 3.8 di atas dapat disimpulkan bahwa angket

gaya belajar berdasar tipe gaya belajar pada penelitian ini ketiga gaya

belajar memenuhi kriteria reliabilitas dan dinyatakan reliabel. Secara

keseluruhan dari hasil ujicoba angket ini, bahwa instrumen angket gaya

belajar memenuhi kriteria reliabilitas dan dinyatakan reliabel, sehingga

dapat digunakan sebagai instrumen penelitian angket gaya belajar

c) Konsistensi Internal

Konsistensi internal menunjukkan adanya korelasi positif antara masing-

masing butir angket tersebut. Artinya butir-butir tersebut harus mengukur

hal yang menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Untuk

menghitung konsistensi internal butir ke-i, digunakan rumus korelasi

momen produk dari Karl Pearson, yaitu :

2222

YYnXXn

YXXYnrxy

dengan:

rxy = indeks daya beda untuk butir ke-i

n = cacah subyek yang diberi angket

X = butir ke-i

Y = skor total

Menurut Budiyono (2003:65) bahwa jika terdapat n buah butir,

maka akan dilakukan perhitungan sebanyak n kali. Jika indeks

konsistensi internal untuk butir ke-i kurang dari 0,3, maka butir tersebut

harus dibuang.

(Budiyono, 2003: 65)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Dalam penelitian ini, butir angket yang akan digunakan jika mempunyai

indeks konsistensi internal : rxy 0,3. Dari hasil perhitungan uji Konsistensi

Internal angket gaya belajar berdasarkan tipe-tipenya (lihat Lampiran 16 sampai

dengan Lampiran 18), diperoleh:

Tabel 3.8 Hasil Uji Konsistensi Internal untuk Tipe Gaya Belajar

No. Tipe Gaya Belajar Nomor Butir

Angket

Butir angket

yang baik

Butir angket

yang tidak baik

1. Visual 1 – 15 1 – 15 Tidak ada

2. Auditori 16 – 30 16 – 30 Tidak ada

3. Kinestetik 31 – 45 31 – 45 Tidak ada

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis uji Konsistensi Internal diperoleh :

1) Pada Lampiran 16 untuk tipe gaya belajar visual yang terdiri dari 15 butir

angket, dari butir angket 1 sampai dengan butir angket 15, semuanya

mempunyai nilai rxy lebih besar dari 0,3. Hal ini menunjukkan bahwa

kelimabelas butir angket pada tipe gaya belajar visual adalah baik dan dapat

digunakan sebagai instrumen angket gaya belajar.

2) Pada Lampiran 17 untuk tipe gaya belajar auditori yang terdiri dari 15 butir

angket, dari butir angket 16 sampai dengan butir angket 30, semuanya

mempunyai nilai rxy lebih besar dari 0,3. Hal ini menunjukkan bahwa

kelimabelas butir angket pada tipe gaya belajar auditori adalah baik dan dapat

digunakan sebagai instrumen angket gaya belajar.

3) Pada Lampiran 18 untuk tipe gaya belajar kinestetik yang terdiri dari 15 butir

angket, dari butir angket 31 sampai dengan butir angket 45, semuanya

mempunyai nilai rxy lebih besar dari 0,3. Hal ini menunjukkan bahwa

kelimabelas butir angket pada tipe gaya belajar kinestetik adalah baik dan

dapat digunakan sebagai instrumen angket gaya belajar.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa semua butir

angket gaya belajar pada ujicoba angket ini adalah baik dan dapat digunakan

sebagai instrumen penelitian angket gaya belajar.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

E. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat Analisis

Uji prasyarat di sini menggunakan uji normalitas dengan metode

Lilliefors karena datanya berupa data tunggal dan uji homogenitas dengan

metode Bartlett. Uji prasyarat digunakan untuk uji keseimbangan dan uji

hipotesis. Adapun pengujian datanya adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Untuk menguji apakah data yang diperoleh berdistribusi normal

atau tidak maka dilakukan uji normalitas. Dalam penelitian ini uji

normalitas yang digunakan adalah metode Lilliefors karena data yang

digunakan berupa data tunggal yaitu:

a. Menentukan Hipotesis

:0H sampel berasal dari populasi normal.

:1H sampel tidak berasal dari populasi normal.

b. Tingkat Signifikansi, 05,0

c. Statistik Uji

ii zSzFMaksL

Dengan: ( ) ( ) ( )

)( izS = proporsi cacah izZ terhadap seluruh z.

iz = skor standar untuk

S = standar deviasi sampel

= rerata sampel

d. Daerah Kritik

{ }

nL , diperoleh dari tabel Lilliefors pada tingkat signifikansi dan

derajat bebas n (ukuran sampel).

e. Keputusan Uji

0H ditolak jika DKL atau 0H tidak ditolak jika DKL .

(Budiyono, 2009:170)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

b. Uji Homogenitas

Sebelum data yang diperoleh dianalisis, maka terlebih dahulu

diuji homogenitasnya untuk mengetahui bahwa populasi-populasi

homogen atau berasal dari populasi yang variansinya sama. Dalam uji

homogenitas ini penulis menggunakan uji Bartlett.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam uji Bartlett adalah:

a. Hipotesis

:0H

:1H tidak semua variansi sama

b. Tingkat Signifikansi, 05,0

c. Statistik Uji

2

1

2 loglog303,2

j

k

j

j sfRKGfc

Dengan: 2

1,

2 ~ k

Dimana:

k = cacah populasi

N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)

nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j

fj = nj -1 = derajat kebebasan untuk sj2; j = 1, 2, ..., k

f = N – k = ∑ = derajat kebebasan untuk RKG

ffkc

j

11

13

11

;

RKG=rerata kuadrat galat=

j

j

f

SS;

j

j

jjn

XXSS

2

2 2

1 jj sn

d. Daerah Kritik

{

}

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Untuk beberapa α dan (k-1), nilai 2

1, k dapat dilihat pada tabel nilai

chi-kuadrat dengan derajat kebebasan (k-1).

e. Keputusan Uji

0H ditolak jika DK2 atau tidak ditolak jika DK2 .

(Budiyono, 2009:176)

2. Uji Keseimbangan

Sebelum eksperimen berlangsung, kedua kelompok eksperimen

dan satu kelompok kontrol diuji keseimbangan rata-ratanya. Hal ini

dimaksudkan agar hasil dari eksperimen benar-benar akibat dari perlakuan

yang dibuat, bukan karena pengaruh yang lain. Uji keseimbangan ini

digunakan untuk menguji dua rataan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Dengan asumsi bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

dan homogen. Prosedur uji keseimbangan pada penelitian ini

menggunakan uji anava satu jalan dengan sel tak sama karena pada

penelitian ini terdapat tiga populasi yang dibandingkan.

Adapun notasi dan tata letak data pada analisis anava satu jalan

dengan sel tak sama adalah:

Tabel 3.9 Tata Letak Data Anava Satu jalan Sel Tak Sama

.... Total

Data Amatan

Cacah Data

Jumlah Data

Rerata

Jumlah Kuadrat

Suku Koreksi

Variansi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Dari tabel di atas, perlu diketahui bahwa:

N = ∑

G = kTTTT ...21

=

= j

j

j

jn

TX

2

2

Adapun langkah-langkah uji keseimbangan dengan anava satu jalan

sel tak sama adalah sebagai berikut:

a) Hipotesis

H0 : 1 = 2 = 3

H1 : paling sedikit ada dua rerata yang tidak sama

b) Tingkat signifikan: = 0,05

c) Komputasi

Untuk mempermudah perhitungan dalam penelitian ini didefinisikan

besaran sebagai berikut:

(1) = N

G 2

(2) = 2

ijkX (3) = i i

i

n

T2

Jumlah Kuadrat: Derajat kebebasan:

JKA = (3) – (1) dkA = k – 1

JKG = (2) – (3) dkG = N – k

JKT = (2) – (1) dkT = N – 1

Rerata kuadrat

RKA = dkA

JKA RKG =

dkG

JKG

d) Statistik uji yang digunakan

Fobs=RKG

RKA

e) Daerah Kritik

DK = {F | F > F;k-1;N-k}

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

f) Keputusan Uji

H0 ditolak jika harga statistik uji F berada di dalam daerah kritik (F

DK), H0 diterima jika harga statistik uji F berada di luar daerah

kritik (FDK). Jika H0 ditolak berarti populasi mempunyai rataan

yang tidak sama, jika H0 diterima berarti populasi mempunyai rataan

yang sama (populasi seimbang).

(Budiyono, 2009: 196-198)

3. Uji Hipotesis

a. Tahap 1 (Uji Anava Dua Jalan Sel Tak Sama)

Dalam pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan

3 x 3 dengan frekuensi sel tak sama. Model dari analisis variansi dua

jalan dengan sel tak sama yaitu:

ijkijjiijkX

Keterangan:

ijkX

= data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j

= rerata dari seluruh data amatan (rerata besar, grand mean)

i

= efek baris ke-i pada variabel terikat

j

= efek kolom ke-j pada variabel terikat

ij

= kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel

terikat

ijk = deviasi data amatan terhadap rerata populasinya ij

yang berdistribusi normal dengan rerata 0, deviasi amatan

terhadap rerata populasi tersebut disebut galat.

i = 1, 2, 3

j = 1, 2, 3

k = 1, 2, ...,

= banyaknya data amatan pada baris ke-i dan kolom ke-j

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

A B

Tabel 3.10 Tata Letak Data Anava Dua jalan Sel Tak Sama

Gaya Belajar

Visual

(b1)

Auditori

(b2)

Kinestetik

(b3)

Pembelajaran PMRI (a1) (ab)11 (ab)12 (ab)13

Pembelajaran inkuiri (a2) (ab)21 (ab)22 (ab)23

Pembelajaran konvensional(a3) (ab)31 (ab)32 (ab)33

1) Langkah Pengujian Hipotesis

i. H0A : i = 0 untuk setiap i = 1, 2, 3

Tidak ada perbedaan efek antar baris pada variabel

terikat

H1A : Paling sedikit ada satu i yang tidak nol.

Ada perbedaan efek antar baris pada variabel terikat

ii. H0B : j = 0, untuk setiap j = 1, 2, 3

Tidak ada perbedaan efek antar kolom pada variabel

terikat.

H1B : Paling sedikit ada satu j yang tidak nol.

Ada perbedaan efek antar kolom pada variabel terikat

iii. H0AB : ()ij = 0 untuk setiap i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3

Tidak ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel

terikat

H1AB : Paling sedikit ada satu ()ij yang tidak nol.

Ada interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

2) Komputasi

a) Komponen komputasi

Tabel 3.11 Rerata dan Jumlah Rerata

Gaya Belajar Siswa Total

b1 b2 b3

PMRI a1 A1

Inkuiri a2

A2

Konvensional a3 A3

Total B1 B2 B3 G

Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama,

didefinisikan notasi-notasi sebagai berikut:

ji

ijnN,

banyaknya seluruh data amatan

ijn banyaknya data amatan pada sel ij

hn rerata harmonik frekuensi seluruh sel =

ji ijn

pq

,

1

ij

k

ijk

k

ijkijn

X

XSS

2

2

= jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij

ijAB rerata pada sel ij

i

iji ABA jumlah rerata pada baris ke-i

j

ijj ABB jumlah rerata pada baris ke-j

ji

ijABG,

jumlah rerata semua sel

A

B

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran (1), (2), (3), (4),

dan (5) sebagai berikut:

pq

G 2

1

ji

ijSS,

2

i

i

q

A2

3

j

j

p

B2

4

ji

ijAB,

2

5

b) Jumlah Kuadrat

JKA = *( ) ( )+

JKB = *( ) ( )+

JKAB = *( ) ( ) ( ) ( )+

JKG = ( )

JKT = JKA+JKB+JKAB+JKG

Dimana:

JKA = Jumlah Kuadrat Baris

JKB = Jumlah Kuadrat Kolom

JKAB = Jumlah Kuadrat Interaksi

JKG = Jumlah Kuadrat Galat

JKT = Jumlah Kuadrat Total

c) Derajat Kebebasan

dkA = p-1

dkB = q-1

dkAB = (p-1)(q-1)=pq-p-q+1

dkG = pqNnij

ij 1

dkT = N-1

+

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

d) Rerata Kuadrat

dkA

JKARKA

dkAB

JKABRKAB

dkB

JKBRKB

dkG

JKGRKG

Statistik uji

RKG

RKAFa

RKG

RKBFb

RKG

RKABFab

e) Daerah Kritik

i. Daerah kritik untuk adalah { }

ii. Daerah kritik untuk adalah { }

iii. Daerah kritik untuk adalah { ( )( ) }

f) Keputusan Uji

0H ditolak apabila harga statistik yang bersesuaian melebihi harga daerah

kritiknya. Harga kritik tersebut diperoleh dari tabel distribusi F pada tingkat

signifikasi .

g) Rangkuman Analisis

Tabel 3.12 Rangkuman Anava Dua Jalan Sel Tak Sama

Sumber variansi Dk JK RK Statistik uji Ftabel Keputusan

A (baris) p-1 JKA RKA=JKA/dkA Fa=RKA/RKG F*

H0A ditolak/ H0A

diterima

B (kolom) q-1 JKB RKB=JKB/dkB Fb=RKB/RKG F* H0B ditolak/ H0B

diterima

AB (interaksi) (p-1)(q-1) JKAB RKAB=JKAB/dkAB Fab=RKAB/RKG F* H0AB ditolak/

H0AB diterima

G (galat) N-pq JKG RKG=JKG/dkG - - -

Total N-1 JKT - - - -

Keterangan: F* adalah nilai F yang diperoleh dari tabel

h) Kesimpulan Uji Hipotesis

Kesimpulan sebaiknya ditulis dalam bahasa bahasa sehari-hari dan koheren

dengan permasalahan yang dirumuskan di awal penelitian.

(Budiyono, 2009: 229-231)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

b. Tahap 2 (Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi)

Jika hasil dari analisis variansi dua jalan sel tidak sama tersebut

menujukkan H0-nya ditolak, maka dilakukan uji lanjut pasca analisis

variansi dengan menggunakan metode Scheffe’. Metode Scheffe’

menghasilkan cacah beda rerata signifikan paling sedikit dibanding

metode yang lain. Tujuan utama dari uji lanjut pasca analisis variansi

adalah untuk mengetahui perbedaan rerata pada setiap baris, setiap

kolom, dan setiap pasangan sel. Budiyono, (2009: 215).

Adapun langkah-langkah untuk melakukan uji Scheffe adalah

sebagai berikut:

1) Identifikasi semua pasangan komparasi.

2) Menentukan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi.

3) Mencari harga statistik uji F antara lain:

a) Komparasi rerata antar baris

ji

ji

ji

nnRKG

XXF

11

2

b) Komparasi rerata antar kolom

ji

ji

ji

nnRKG

XXF

11

2

c) Komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama

kjij

kjij

kjij

nnRKG

XXF

11

2

d) Komparasi rerata antar sel pada baris yang sama

ikij

ikij

ikij

nnRKG

XXF

11

2

Keterangan:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

= nilai obsF pada pembandingan baris ke-i dan

baris ke-j

= nilai obsF pada pembandingan kolom ke-i dan

kolom ke-j

= nilai obsF pada pembandingan rerata pada sel

ke-ij dan rerata pada sel ke-kj

= rerata pada baris ke-i

= rerata pada baris ke-j

= rerata pada kolom ke-i

= rerata pada kolom ke-j

RKG = rerata kuadrat galat yang diperoleh dari

perhitungan analisis variansi

= ukuran sampel baris ke-i

= ukuran sampel baris ke-j

= ukuran sampel kolom ke-i

= ukuran sampel kolom ke-j

= ukuran sampel sel ij

= ukuran sampel sel kj

= ukuran sampel sel ik

4) Menentukan daerah kritik (DK) dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

{ ( ) }

{ ( ) }

{ ( ) }

{ ( ) }

5) Menentukan keputusan uji (beda rerata) untuk setiap pasangan

komparasi rerata atau 0H ditolak jika DKF .

6) Menentukan kesimpulan dari uji yang sudah ada.

(Budiyono, 2009: 215)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Data penelitian yang digunakan untuk uji hipótesis meliputi data nilai

UAS matematika siswa kelas VIII semester 1 yang digunakan untuk mengetahui

kemampuan awal kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, data nilai tes

prestasi belajar siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar dan data gaya

belajar siswa.

1. Data Kemampuan Awal

Pada penelitian ini, data nilai UAS matematika siswa ketika di kelas VIII

semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 digunakan sebagai data awal untuk

mengetahui kemampuan awal antara kelas eksperimen pertama, kedua dan kelas

kontrol. Data nilai UAS matematika siswa tersebut diuji keseimbangannya untuk

mengetahui apakah populasi mempunyai kemampuan awal sama. Sebelum diuji

keseimbangan, masing-masing populasi terlebih dahulu diuji apakah berdistribusi

normal atau tidak, serta diuji apakah sampel berasal dari populasi yang homogen

atau tidak. Dalam penelitian ini, kelas yang diberikan pendekatan pembelajaran

PMRI sebagai kelompok eksperimen pertama, kelas yang diberikan pendekatan

pembelajaran inkuiri sebagai kelompok eksperimen kedua, sedangkan kelompok

kontrol adalah kelas yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan

konvensional. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, hasilnya seperti pada

Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Deskripsi Data Kemampuan Awal

Kelas Statistik

N s2 s Xmaks Xmin

Eksperimen 1 104 69,25 67,46 8,21 82,5 40,0

Eksperimen 2 102 68,63 70,75 8,41 82,5 45,0

Kontrol 104 67,88 74,61 8,64 80,0 37,5

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

2. Data Tes Prestasi Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi

Datar

Data prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan bangun ruang

sisi datar kelompok eksperimen pembelajaran PMRI terdapat pada Lampiran 26.

Data prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan bangun ruang sisi

datar kelompok eksperimen pembelajaran inkuiri terdapat pada Lampiran 27.

Sedangkan data prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan bangun

ruang sisi datar kelompok kontrol pembelajaran konvensional terdapat pada

Lampiran 28. Deskripsi data prestasi belajar matematika untuk eksperimen

pertama, kedua dan kontrol adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa

Kelas Statistik

N s2 S Xmaks Xmin

Eksperimen 1 104 81,96 105,94 10,29 100 60

Eksperimen 2 102 68,90 87,10 9,33 88 52

Kontrol 104 58,04 101,59 10,08 80 36

Data rata-rata tes prestasi belajar matematika berdasarkan kelompok

pembelajaran dan tipe gaya belajar, sebagai berikut :

Tabel 4.3 Rata-rata Tes Prestasi Belajar Matematika Siswa di dalam

Pembelajaran dan Tipe Gaya Belajar

Pendekatan Pembelajaran

Rata-rata tes prestasi belajar matematika

berdasarkan Gaya Belajar Rata-

rata tes Visual Auditori Kinestetik

PMRI 76,8333 83,9000 83,1000 81,9615

Inkuiri 66,4000 73,8000 65,2973 68,9020

Konvensional 56,8750 62,7000 53,3750 58,0385

Rata-rata tes 65,7284 73,4667 68,3303 69,6000

3. Data Gaya Belajar

Data tentang gaya belajar yang dimiliki siswa dapat diperoleh dari angket

gaya belajar yang diberikan kepada siswa kelas VIII pada masing-masing

kelompok eksperimen pertama, kelompok eksperimen kedua dan kelompok

kontrol pada tiga sekolah yang digunakan untuk penelitian. Setelah angket

disebarkan dan dihitung skornya kemudian data tersebut dikelompokkan

berdasarkan tipe gaya belajar yaitu visual, auditori dan kinestetik. Hasil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25. Adapun rangkumannya dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4 Banyaknya Siswa di dalam Pembelajaran dan Tipe Gaya Belajar

Pendekatan Pembelajaran Gaya Belajar

Jumlah Visual Auditori Kinestetik

PMRI 24 40 40 104

Inkuiri 25 40 37 102

Konvensional 32 40 32 104

Jumlah 81 120 109 310

B. Hasil Analisis Data

1. Uji Keseimbangan

Sebelum penelitian ini dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji

keseimbangan rata-rata nilai UAS matematika antar kedua kelompok eksperimen

dan satu kelompok kontrol. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan

kemampuan awal antara kelompok eksperimen pertama, kelompok eksperimen

kedua dan kelompok kontrol dalam kedudukan yang seimbang atau tidak. Dalam

penelitian ini, kelompok eksperimen pertama adalah pembelajaran PMRI,

kelompok eksperimen kedua adalah pembelajaran inkuiri sedangkan kelompok

kontrol adalah pembelajaran konvensional. Data yang digunakan sebagai

kemampuan awal kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ini adalah

prestasi belajar matematika dari nilai Ujian Akhir Semester (UAS) matematika

siswa kelas VIII semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 dari tiga SMP, yakni

SMP N 2 Sugihwaras, SMP N 1 Balen dan SMP N 4 Bojonegoro. Dari data yang

ada diperoleh untuk kelompok eksperimen pembelajaran PMRI sebanyak 104

siswa kelas VIII dengan rata-rata nilai UAS matematika sebesar 69,25 dan

simpangan baku 8,21, kelompok eksperimen pembelajaran inkuiri sebanyak 102

siswa kelas VIII dengan rata-rata nilai UAS matematika sebesar 68,63 dengan

simpangan baku 8,41, sedangkan untuk kontrol pembelajaran konvensional

sebanyak 104 siswa kelas VIII dengan rata-rata nilai UAS matematika sebesar

67,88 dengan simpangan baku 8,64.

Sebelum dilakukan uji keseimbangan antara kedua kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol, perlu dilakukan terlebih dahulu uji normalitas data dan uji

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

homogenitas variansi antara kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

sebagai syarat untuk uji keseimbangan. Dengan menggunakan metode Lilliefors

dengan tingkat signifikansi 5%, diperoleh hasil pengujian selangkapnya pada

Lampiran 20, Lampiran 21, dan Lampiran 22. Sedangkan rangkumannya dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Untuk Data Nilai UAS

Matematika Siswa Semester 1 Populasi Siswa L observasi L kritik Keputusan uji Data berdistribusi

PMRI 0,057921 0,086879 H0 diterima Normal

Inkuir i 0,086920 0,087727 H0 diterima Normal

Konvensional 0,084734 0,086879 H0 diterima Normal

Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.5, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga

populasi siswa untuk data nilai UAS Matematika siswa kelas VIII semester 1

berdistribusi normal.

Uji homogenitas variansi antara kedua kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol dengan menggunakan metode Bartlett dengan tingkat

signifikansi 5%, diperoleh hasil pengujian selangkapnya pada Lampiran 23

sedangkan rangkumannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi Untuk Data Nilai UAS

Matematika Siswa Kelas VIII Semester 1 Populasi Siswa Antar

2 observasi

2 Kritik Keputusan uji Kesimpulan

PMRI, inkuiri dan

konvensional 0,2605 5,991 H0 diterima

Variansi ketiga populasi

Homogen

Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.6, maka dapat disimpulkan bahwa

populasi siswa antara pembelajaran PMRI, inkuiri dan pembelajaran

konvensional untuk data nilai UAS matematika siswa kelas VIII semester 1

mempunyai variansi populasi yang homogen.

Setelah populasi dari siswa pada kelompok PMRI, inkuiri maupun siswa

pada kelompok konvensional dinyatakan berdistribusi normal dan variansi ketiga

populasi tersebut homogen berdasarkan data nilai UAS matematika siswa kelas

VIII semester 1, kemudian dilakukan uji keseimbangan antara kedua kelompok

eksperimen dan satu kelompok kontrol dengan uji anava satu jalan. Hasil

perhitungan uji keseimbangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

dapat dilihat pada Lampiran 24, sedangkankan hasilnya dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 4.7 Hasil Uji Keseimbangan Antara Kelompok Eksperimen PMRI,

Inkuiri dan Kelompok Kontrol Kelompok

Eksperimen

Nilai UAS Matematika Fobs Ftabel Keputusan uji

Rataan Simpangan Baku

PMRI 69,25 8,21

0,690 3,00 H0 diterima Inkuiri 68,63 8,41

konvensional 67,88 8,64

Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.7, maka dapat disimpulkan bahwa

kelompok eksperimen pembelajaran PMRI, Inkuiri dengan kelompok kontrol

pembelajaran konvensional mempunyai kemampuan awal yang sama atau

seimbang.

2. Uji Prasyarat Anava

a. Uji Normalitas

Salah satu syarat untuk analisis variansi adalah sampel berasal dari

populasi normal, sehingga dilakukan uji normalitas terlebih dahulu sebelum data

dianalisis dengan anava. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel

berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam

penelitian ini dilakukan sebanyak enam kali, yakni uji normalitas pada populasi

siswa dengan Pembelajaran PMRI, inkuiri, konvensional, populasi siswa dengan

tipe gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik.

Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Lilliefors karena

datanya berupa data tunggal dan tingkat signifikansi pada uji normalitas ini

sebesar 5%. Analisis uji normalitas dan perhitungannya terdapat dalam Lampiran

26, 27, 28, 29, 30, dan 31 diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Normalitas

Populasi Siswa L observasi LKritik Keputusan uji Data berdistribusi

PMRI 0,066368 0,086879 H0 diterima Normal

Inkuiri 0,084821 0,087727 H0 diterima Normal

Konvensional 0,086310 0,086879 H0 diterima Normal

Gaya belajar visual 0,0599 0,0984 H0 diterima Normal

Gaya belajar auditori 0,0795 0,0809 H0 diterima Normal

Gaya belajar kinestetik 0,0843 0,0849 H0 diterima Normal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.8, maka dapat disimpulkan bahwa

keenam populasi siswa berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas Variansi

Salah satu syarat lain untuk analisis variansi adalah variansi populasi

homogen. Oleh karena itu perlu dilakukan uji homogenitas variansi. Variabel

bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dan tipe gaya belajar, maka uji

homogenitas variansi diuji pada populasi siswa antar pembelajaran dan pada

populasi siswa antar tipe gaya belajar. Dalam hal ini populasi siswa antar

pembelajaran adalah Pembelajaran PMRI, inkuiri dan Pembelajaran konvensional,

sedangkan populasi siswa antar tipe gaya belajar adalah gaya belajar visual, gaya

belajar auditori, dan gaya belajar kinestetik.

Pada penelitian ini uji homogenitas menggunakan metode Bartlett karena

metode ini dapat digunakan untuk menunjukkan beda rerata dengan tingkat

signifikasi yang relatif kecil dan tingkat signifikansi pada uji ini sebesar 5%.

Analisis uji homogenitas variansi dan perhitungannya terdapat dalam Lampiran 32

dan 33, rangkuman hasil uji homogenitas diperoleh sebagai berikut :

Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi

Populasi Siswa

Antar

2 observasi

2 Kritik Keputusan uji Kesimpulan

Pembelajaran 1,0581 5,991 H0 diterima Variansi ketiga

populasi Homogen

Tipe Gaya Belajar 5,0797 5,991 H0 diterima Variansi ketiga

populasi Homogen

Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.9, maka dapat disimpulkan bahwa

variansi-variansi dari populasi yang diberi perlakuan dengan pendekatan

pembelajaran adalah sama atau homogen dan variansi-variansi dari populasi siswa

antar tipe gaya belajar adalah sama atau homogen.

3. Pengujian Hipotesis Penelitian

a. Analisis Variansi

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas variansi sebagai

syarat untuk analisis variansi dan diperoleh semua populasi berdistribusi normal

dan variansi populasi siswa homogen, maka dapat dilanjutkan ke uji selanjutnya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

yaitu analisis variansi. Pada penelitian ini analisis variansi yang digunakan

analisis variansi dua arah dengan sel tak sama dengan taraf signifikansi 5%. Dari

analisis variansi dua arah dengan sel tak sama dan perhitungannya (lihat Lampiran

34), diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.10 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan

Sumber JK Dk RK Fobs F tabel Keputusan Uji

Pembelajaran (A) 27852,5104 2 13926,2552 160,3961 3,000 H0A ditolak

Gaya Belajar (B) 2807,9997 2 1403,9999 16,1706 3,000 H0B ditolak

Interaksi (AB) 1077,6774 4 269,4194 3,1030 2,370 H0AB ditolak

Galat 26134,0631 301 86,8241

Total 57872,2506 309

Kesimpulan analisis variansi dua arah dengan sel tak sama berdasarkan Tabel 4.10

adalah :

(1) Pada efek utama (A), siswa-siswa dengan Pembelajaran PMRI, inkuiri dan

siswa-siswa dengan Pembelajaran konvensional mempunyai prestasi belajar

matematika yang berbeda.

(2) Pada efek utama (B), ketiga tipe gaya belajar memberikan efek yang berbeda

terhadap prestasi belajar matematika.

(3) Pada efek interaksi (AB), ada interaksi antara pendekatan pembelajaran yang

digunakan dan tipe gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika.

b. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi

1) Untuk Hipotesis antar baris antara Pembelajaran PMRI, Inkuiri dan

Pembelajaran Konvensional.

Dari Analisis Variansi Dua Arah diputuskan bahwa H0A ditolak,

sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan metode

Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Perhitungan selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 35. Hasil perhitungan uji komparasi rataan antar baris

sebagai berikut:

Tabel 4.11 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Baris

Ho Fobs 2F0,05;2;307 Keputusan Uji

μ1. = μ2. 101,1542 (2)(3,00) = 6,00 Ho ditolak

μ1. = μ3. 342,7654 (2)(3,00) = 6,00 Ho ditolak

μ2. = μ3. 69,9947 (2)(3,00) = 6,00 Ho ditolak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Dari Tabel 14.12 diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a) Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI dan prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran inkuiri.

b) Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI dan prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional.

c) Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan pembelajaran inkuiri dan prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional.

2) Untuk Hipotesis antar kolom antara tipe gaya belajar

Dari Analisis Variansi Dua Arah diputuskan bahwa H0B ditolak,

sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan metode

Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Perhitungan selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 35. Hasil perhitungan uji komparasi rataan antar kolom

sebagai berikut:

Tabel 4.12 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Kolom

Ho Fobs 2F0,05;2;307 Keputusan Uji

μ.1 = μ.2 33,3517 (2)(3,00) = 6,00 Ho ditolak

μ.1 = μ.3 3,6232 (2)(3,00) = 6,00 Ho diterima

μ.2 = μ.3 17,3559 (2)(3,00) = 6,00 Ho ditolak

Dari Tabel 14.12 diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a) Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori.

b) Tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan prestasi

belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik.

c) Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori dan prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

3) Untuk Hipotesis antar sel antara pembelajaran dan tipe gaya belajar

Dari analisis variansi dua arah diputuskan bahwa H0AB ditolak,

sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan metode

Scheffe’ seperti pada Lampiran 35. Hasil perhitungan uji komparasi rataan

antar sel pada baris yang sama dan pada kolom yang sama disajikan dalam

tabel sebagai berikut:

Tabel 4.13 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Sel

Ho Fobs 8F0,05;8;307 Keputusan Uji

a. 11 = 12 8,6774 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima

b. 11 = 13 6,7846 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima

c. 12 = 13 0,1474 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima

d. 21 = 22 9,7031 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima

e. 21 = 23 0,2089 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima

f. 22 = 23 16,0046 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak

g. 31 = 32

6,9475 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima

h. 31 = 33

2,2574 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima

i. 32 = 33

17,8047 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak

j. 11 = 21 15,3519 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima

k. 11 = 31 62,9189 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak

l. 21 = 31 14,6658 (8)(1,94) = 15,52 Ho diterima

m. 12 = 22 23,4981 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak

n. 12 = 32 103,5288 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak

o. 22 = 32 28,3815 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak

p. 13 = 23 70,1621 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak

q. 13 = 33 180,9176 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak

r. 23 = 33 28,0920 (8)(1,94) = 15,52 Ho ditolak

Berdasarkan keputusan uji pada Tabel 4.13 di atas, maka dapat disimpulkan :

a) Untuk siswa-siswa yang diberi pembelajaran PMRI, masing-masing tipe

gaya belajar menghasilkan prestasi belajar yang sama (berdasarkan

keputusan uji a, b, dan c).

b) Untuk siswa-siswa yang diberi pembelajaran inkuiri, tidak ada perbedaan

rataan prestasi belajar antara tipe gaya belajar visual dan auditori, tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

terdapat perbedaan rataan prestasi belajar antara tipe gaya belajar visual

dan kinestetik, tetapi ada perbedaan rataan prestasi belajar antara tipe gaya

belajar auditori dan kinestetik (berdasarkan keputusan uji d, e dan f).

c). Untuk siswa-siswa yang diberi pembelajaran konvensional, tidak ada

perbedaan rataan prestasi belajar antara tipe gaya belajar visual dan

auditori, tidak terdapat perbedaan rataan prestasi belajar antara tipe gaya

belajar visual dan kinestetik, tetapi ada perbedaan rataan prestasi belajar

antara tipe gaya belajar auditori dan kinestetik (berdasarkan keputusan uji

g, h dan i)

d). Untuk kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual, pada

pembelajaran PMRI menghasilkan prestasi yang sama dengan siswa pada

pembelajaran inkuiri. Kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual,

pada pembelajaran inkuiri menghasilkan prestasi yang sama dengan siswa

pada pembelajaran konvensional tetapi prestasi belajar siswa pada

pembelajaran PMRI berbeda dengan prestasi belajar siswa pada

pembelajaran konvensional (berdasarkan keputusan uji j, k, dan l).

e). Untuk siswa-siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori, dan tipe gaya

belajar kinestetik menghasilkan prestasi yang berbeda jika diberi

pembelajaran PMRI, inkuiri maupun yang diberi konvensional

(berdasarkan keputusan uji m, n, o, p, q dan r).

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama dalam penelitian ini menyatakan bahwa prestasi belajar

matematika siswa dengan pendekatan pembelajaran PMRI lebih baik daripada

inkuiri maupun konvensional. Sedangkan prestasi belajar siswa dengan

pendekatan inkuiri lebih baik daripada konvensional. Berdasarkan analisis

variansi dua arah dengan sel tak sama disimpulkan bahwa siswa-siswa dengan

pembelajaran PMRI, inkuiri dan siswa-siswa dengan pembelajaran konvensional

mempunyai prestasi belajar matematika yang berbeda. Dari analisis variansi dua

arah diputuskan bahwa H0A ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca

analisis variansi dengan metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

hasil uji komparasi ganda antar kolom antar gaya belajar diperoleh hasil bahwa

Ftab = 6,00 sehingga F1.- 2. = 101,1542> Ftab, F1.- 3. = 342,7654 > Ftab, dan F2.-3. =

69,9947 > Ftab. Dari hasil ini maka keputusan uji adalah:

a. Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada

kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI dan prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan pembelajaran inkuiri. Dalam hal ini prestasi

belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI lebih

baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

pembelajaran inkuiri ( X 1. = 81,9615 > X 2. = 68,9020).

b. Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada

kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI dan prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal ini

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI

lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

pembelajaran konvensional ( X 1. = 81,9615 > X 3. = 58,0385).

c. Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada

kelompok siswa dengan pembelajaran inkuiri dan prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal ini

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran inkuiri

lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

pembelajaran konvensional ( X 2. = 68,9020 > X 3. = 58,0385).

Berdasarkan ketiga keputusan uji yang ada di atas, ketiganya sesuai

dengan hipotesis pertama yakni keputusan uji a, b dan c. Keputusan uji a, b, dan c

tersebut menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa dengan

pembelajaran PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan

pembelajaran inkuiri, maupun pembelajaran konvensional. Sedangkan untuk

prestasi belajar matematika siswa dengan pembelajaran inkuiri lebih baik daripada

prestasi belajar matematika siswa dengan pembelajaran konvensional.

Kesesuaian keputusan uji a, b dan c dengan hipotesis penelitian

dikarenakan selama proses pembelajaran PMRI siswa mengontruksi sendiri

konsep yang dipelajari melalui pengaitan materi dengan dunia nyata sehingga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

siswa lebih mudah memahami dan konsep yang sudah dikontruksi sendiri oleh

siswa akan tersimpan dalam memori jangka panjang. Senada dengan Van

Reeuwijk yang dikutip oleh Zulkardi (2002: 33) seperti pada BAB II, secara

umum dalam PMRI konteks berguna untuk pembentukan konsep, akses dan

motivasi terhadap matematika, pembentukan model, menyediakan alat untuk

berpikir menggunakan prosedur, notasi, gambar dan aturan, realitas sebagai

sumber dan domain aplikasi, dan latihan kemampuan spesifik di situasi-situasi

tertentu. Sehingga pada pembelajaran PMRI prestasi belajar siswa dapat merata.

2. Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua dalam penelitian ini menyatakan bahwa prestasi belajar

matematika siswa dengan gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi

belajar siswa dengan gaya belajar visual maupun kinestetik. Sedangkan prestasi

belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada prestasi belajar siswa

dengan gaya belajar kinestetik. Berdasarkan analisis variansi dua arah dengan sel

tak sama disimpulkan bahwa ketiga tipe gaya belajar yaitu gaya belajar visual,

auditori, dan kinestik memberikan efek yang berbeda terhadap prestasi belajar

matematika. Dari analisis variansi dua arah diputuskan bahwa H0B ditolak,

sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan metode Scheffe’

untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji komparasi ganda antar kolom antar

gaya belajar diperoleh hasil bahwa Ftab = 6,00 sehingga F.1- .2 = 33,3517 > Ftab,

F.1- .3 = 3,6232 < Ftab, dan F.2-.3 = 17,3559 > Ftab. Dari hasil ini maka keputusan

uji adalah:

a. Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada

kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori. Dalam hal ini prestasi

belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori lebih

baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya

belajar visual ( X .2 = 73,4667 > X .1 = 65,7284).

b. Tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual dan prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

c. Ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada

kelompok siswa dengan gaya belajar auditori dan prestasi belajar matematika

pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik. Dalam hal ini prestasi

belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori lebih

baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya

belajar kinestetik ( X .2 = 73,4667 > X .3 = 68,3303).

Berdasarkan ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan

hipotesis kedua adalah keputusan uji a dan c, sedangkan yang tidak sesuai adalah

keputusan uji b. Sehingga menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika siswa

dengan gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa

dengan gaya belajar visual, maupun gaya belajar kinestetik. Sedangkan untuk

prestasi belajar matematika siswa dengan gaya belajar visual sama dengan

prestasi belajar matematika siswa dengan gaya belajar kinestetik.

Kesesuaian keputusan uji a dan c dengan hipotesis penelitian dikarenakan

selama proses pembelajaran dalam penelitian ini, siswa dengan gaya belajar

auditori memiliki tingkat kecerdasan yang lebih karena hanya melalui

pendengaran saja sudah dapat memahami materi yang hendak disampaikan, itu

artinya daya abstraksinya lebih tinggi daripada siswa dengan gaya belajar visual

maupun auditori. Sehingga objek matematika yang cenderung abstrak tidak

menjadi kendala bagi siswa dengan gaya belajar auditori.

Ketidaksesuaian keputusan uji b karena selama proses pembelajaran

dalam penelitian ini, siswa memanfaatkan gaya belajar visual melalui kegiatan

yang dilakukannya dan teman-temanya menggunakan benda-benda peraga dalam

pembelajaran. Sedangkan pada gaya belajar kinestetik, dimanfaatkan siswa

melalui kegiatan siswa mengontruksi sendiri konsep matematika dan interaksi

dengan orang lain dalam menyelesaikan permasalahan yang ada pada Lembar

Kegiatan Siswa (LKS). Sehingga kedua gaya belajar ini sama-sama digunakan

siswa untuk belajar di kelas sehingga akhirnya memberikan prestasi belajar yang

sama. Hal ini sesuai dengan eksistensi teori gaya belajar, bahwa siswa belajar

melalui berbagai macam cara. Akibatnya diperoleh bahwa prestasi belajar

matematika siswa dengan gaya belajar visual sama dengan prestasi belajar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

matematika siswa dengan gaya belajar kinestetik.

3. Hipotesis Ketiga

Hipotesis ketiga pada penelitian ini menyatakan bahwa pada pendekatan

inkuiri, siswa dengan gaya belajar auditori lebih baik daripada siswa dengan gaya

belajar visual maupun kinestetik. Sedangkan siswa dengan gaya belajar visual

lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.

Berdasarkan analisis variansi dua arah dengan sel tak sama disimpulkan

bahwa ada interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan tipe gaya belajar

terhadap prestasi belajar matematika. Dari analisis variansi dua arah diputuskan

bahwa H0AB ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi

dengan menggunakan metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil

uji komparasi ganda antar sel pada baris yang sama diperoleh Ftab = 15,52

sehingga F21 – 22= 9,7031< Ftab , F22 – 23= 16,0046 > Ftab , F21 – 23= 0,2089 < Ftab.

Dari hasil ini maka keputusan uji adalah:

a. Pada pembelajaran inkuiri, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya

belajar visual dan tipe gaya belajar auditori.

b. Pada pembelajaran inkuiri, ada perbedaan rataan yang signifikan antara

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya

belajar auditori dan tipe gaya belajar kinestetik. Dalam hal ini prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori lebih baik

daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya

belajar kinestetik ( X 22 = 73,8000 > X 23 = 65,2973).

c. Pada pembelajaran inkuiri, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya

belajar visual dan tipe gaya belajar kinestetik.

Dari ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan hipotesis

ketiga adalah keputusan uji b dan yang tidak sesuai adalah keputusan uji a dan c.

Sehingga menunjukkan bahwa pada pembelajaran inkuiri, prestasi belajar

matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori lebih baik daripada

prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Sedangkan untuk prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe visual

sama dengan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar

kinestetik.

Kesesuaian keputusan uji b dengan hipotesis dikarenakan siswa yang

memiliki tipe gaya belajar auditori dapat menerima hasil presentasi dan

penekanan tentang suatu materi melalui penjelasan guru dengan mudah. Dia

terbiasa menerima materi melaui penjelasan orang lain walaupun objeknya berupa

hal abstrak. Hal ini tidak terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik

yang hanya memiliki keunggulan dalam kerja sama tetapi tidak memiliki

keunggulann dalam berpikir abstrak. Dengan demikian prestasi belajar siswa yang

memiliki tipe gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar

matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik.

Ketidaksesuaian keputusan uji a dan c karena selama proses pembelajaran

inkuiri, siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual dapat memanfaatkan

kemampuan bahasanya untuk mencerna soal-soal yang ada di LKS dan juga dapat

berkomunikasi dengan baik dengan teman-temannya. Siswa yang memiliki tipe

visual ini juga mampu mencerna penjelasan dari presentasi dan penekanan materi

oleh guru. Sehingga pengetahuan yang dimiliki menjadi tidak kalah dengan siswa

yang memiliki tipe gaya belajar auditori dan kinestetik. Akibatnya tidak ada

perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada

kelompok siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual dan tipe gaya belajar

kinestetik serta tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori dan

tipe gaya belajar kinestetik. Hal ini sesuai dengan eksistensi teori gaya belajar

yang ada di Bab II bahwa setiap siswa memiliki cara yang berbeda dalam belajar,

maka siswa pun cenderung belajar sesuatu yang disukainya. Siswa yang memiliki

tipe gaya belajar visual dapat dengan mudah belajar melalui cerita atau ceramah

guru. Dengan demikian siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual ini memiliki

kemampuan yang sama dengan siswa yang memiliki gaya belajar auditori maupun

kinestetik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

4. Hipotesis keempat

Hipotesis keempat pada penelitian ini menyatakan bahwa pada

pembelajaran PMRI, prestasi belajar matematika siswa dengan gaya belajar

visual, auditori, dan kinestetik adalah sama. Berdasarkan analisis variansi dua arah

dengan sel tak sama pada Lampiran 34 disimpulkan bahwa ada interaksi antara

pembelajaran yang digunakan dan tipe gaya belajar terhadap prestasi belajar

matematika. Dari analisis variansi dua arah diputuskan bahwa H0AB ditolak,

sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan menggunakan

metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji komparasi ganda

antar sel pada baris yang sama diperoleh Ftab = 15,52 sehingga F11 – 12= 8,6774<

Ftab, F12 – 13= 0,1474 < Ftab, F11 – 13= 6,7846 < Ftab. Dari hasil ini maka keputusan

uji adalah:

a. Pada pembelajaran PMRI, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya

belajar visual dan auditori.

b. Pada pembelajaran PMRI, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya

belajar auditori dan kinestetik.

c. Pada pembelajaran PMRI, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya

belajar visual dan kinestetik.

Ketiga keputusan uji yang ada di atas sesuai dengan hipotesis keempat

pada penelitian ini. Sehingga menunjukkan bahwa dalam pembelajaran PMRI,

siswa dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik mempunyai prestasi

belajar matematika yang sama. Hal ini berarti bahwa pada penelitian ini

pembelajaran PMRI yang diberikan oleh peneliti dapat membuat siswa belajar

dari tipe-tipe gaya belajar yang dimiliki pada diri siswa sendiri. Ketiga tipe gaya

belajar yang dimiliki siswa pada penelitian ini dimanfaatkan oleh siswa dalam

proses pembelajaran pada pembelajaran PMRI. Selama proses pembelajaran,

siswa belajar melalui kombinasi dari ketiga tipe gaya belajar tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

5. Hipotesis Kelima

Hipotesis kelima pada penelitian ini menyatakan bahwa pada

pembelajaran konvensional, siswa dengan gaya belajar auditori lebih baik

daripada siswa visual maupun kinestetik. Sedangkan siswa dengan gaya belajar

visual lebih baik daripada kinestetik. Berdasarkan analisis variansi dua arah

dengan sel tak sama disimpulkan bahwa ada interaksi antara pembelajaran yang

digunakan dan tipe gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika. Dari

analisis variansi dua arah diputuskan bahwa H0AB ditolak, sehingga perlu

dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan menggunakan metode Scheffe’

untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji komparasi ganda antar sel pada

baris yang sama diperoleh Ftab = 15,52 sehingga F31 – 32= 6,9475 < Ftab , F32 – 33=

17,8047 > Ftab , F31 – 33= 2,2574< Ftab. Dari hasil ini maka keputusan uji adalah:

a. Pada pembelajaran konvensional, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan

antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe

gaya belajar visual dan tipe gaya belajar auditori.

b. Pada pembelajaran konvensional, ada perbedaan rataan yang signifikan antara

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya

belajar auditori dan tipe gaya belajar kinestetik. Dalam hal ini prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori lebih baik

daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan gaya

belajar kinestetik ( X 22 = 62,7000 > X 23 = 53,3750).

c. Pada pembelajaran konvensional, tidak ada perbedaan rataan yang signifikan

antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe

gaya belajar visual dan tipe gaya belajar kinestetik.

Dari ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan hipotesis

ketiga adalah keputusan uji b dan yang tidak sesuai adalah keputusan uji a dan c.

Sehingga menunjukkan bahwa pada pembelajaran konvensional, prestasi belajar

matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori lebih baik daripada

prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik.

Sedangkan untuk prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe visual

sama dengan prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe gaya belajar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

kinestetik.

Kesesuaian keputusan uji b dengan hipotesis dikarenakan siswa yang

memiliki tipe gaya belajar auditori dapat menerima penjelasan guru tentang suatu

mater dengan mudah melaui pembelajaran yang cenderung searah. Dia terbiasa

menerima materi melaui penjelasan orang lain walaupun objeknya berupa hal

abstrak. Hal ini tidak terjadi pada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik

yang cenderung lebih mudah menyerap informasi melaui gerak tubuh. Sehingga

pembelajaran konvensional yang cenderung didominasi ceramah guruakan

menyulitkan siswa dengan gaya belajar kinestetik untuk memahami materi yang

dipelajari. Dengan demikian prestasi belajar siswa yang memiliki tipe gaya belajar

auditori lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang memiliki tipe

gaya belajar kinestetik.

Ketidaksesuaian keputusan uji a dan c karena selama proses pembelajaran

konvensional, siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual dapat memanfaatkan

kemampuan bahasanya untuk mencerna soal-soal yang ada di LKS maupun yang

ditulis di papan tulis dan juga dapat berkomunikasi dengan baik dengan teman-

temannya. Siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual ini juga mampu mencerna

penjelasan dari materi oleh guru. Sehingga pengetahuan yang dimiliki menjadi

tidak kalah dengan siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori dan kinestetik.

Akibatnya tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara prestasi belajar

matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual dan tipe

gaya belajar kinestetik serta tidak ada perbedaan rataan yang signifikan antara

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa yang memiliki tipe gaya belajar

auditori dan tipe gaya belajar kinestetik. Hal ini sesuai dengan eksistensi teori

gaya belajar yang ada di Bab II bahwa setiap siswa memiliki cara yang berbeda

dalam belajar, maka siswa pun cenderung belajar sesuatu yang disukainya. Siswa

yang memiliki tipe gaya belajar visual dapat dengan mudah belajar melalui

gambar. Dengan demikian siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual ini

memiliki kemampuan yang sama dengan siswa yang memiliki gaya belajar

auditori maupun kinestetik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

6. Hipotesis Keenam

Hipotesis keenam pada penelitian ini menyatakan bahwa pada siswa

dengan gaya belajar visual, prestasi belajar matematika siswa dengan pendekatan

inkuiri lebih baik daripada PMRI maupun konvensional. Sedangkan prestasi

belajar matematika siswa dengan pendekatan PMRI lebih baik daripada

konvensional. Berdasarkan analisis variansi dua arah dengan sel tak sama

disimpulkan bahwa ada interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan tipe

gaya belajar terhadap prestasi belajar matematika. Dari analisis variansi dua arah

diputuskan bahwa H0AB ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis

variansi dengan metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji

komparasi ganda antar sel pada kolom yang sama diperoleh Ftab = 15,52 sehingga

F11 – 21 = 15,3519 < Ftab, F21 – 31= 14,6658 < Ftab, F11 – 31= 62,9189 > Ftab. Dari

hasil ini maka keputusan uji adalah:

a. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual, tidak ada perbedaan rataan

yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa

dengan pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran inkuiri.

b. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual, tidak ada perbedaan rataan

yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa

dengan pembelajaran inkuiri dan siswa dengan pembelajaran konvensional.

c. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar visual, ada perbedaan rataan yang

signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal

ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran

PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa

dengan pembelajaran konvensional ( X 11 = 76,8333 > X 31 = 56,8750).

Dari ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan hipotesis

ketiga adalah keputusan uji c, seangkan yang tidak sesuai adalah keputusan uji a

dan b. Sehingga menunjukkan bahwa pada siswa dengan gaya belajar visual,

prestasi belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran PMRI sama dengan

prestasi belajar matematika siswa diberi pembelajaran inkuiri, dan prestasi belajar

matematika siswa yang diberi pembelajaran inkuiri sama dengan prestasi belajar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

matematika siswa diberi pembelajaran konvensional. Sedangkan untuk prestasi

belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran PMRI lebih baik daripada

prestasi belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran konvensional.

Kesesuaian hasil penelitian dengan hiptesis keenam yang disampaikan

oleh peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI, siswa mengontruksi sendiri

konsep sehingga pengetahuan yang didapatkan akan tersimpan dalam memori

jangka panjang dan siswa akan lebih mudah menyelesaikan permasalahan lain

yang dihadapinya daripada pembelajarn konvensional dimana siswa menerima

materi dalam bentuk sudah jadi.

Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan hipotesis keenam yang

disampaikan peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI maupun inkuri, siswa

mengontruksi sendiri konsep sehingga pengetahuan yang didapatkan akan

tersimpan dalam memori jangka panjang dan siswa akan lebih mudah

menyelesaikan permasalahan lain yang dihadapinya. Sehingga prestasi belajar

siswa pada pembelajaran PMRI sama dengan prestasi belajar siswa pada

pembelajaran inkuiri. Sedangkan pada pembelajaran konvensional guru cenderung

menggunakan alat peraga, sehingga memudahkan siswa yang memiliki gaya

belajar visual untuk memahami materi. Akibatnya prestasi belajar siswa yang

memiliki gaya belajar visual pada pembelajaran konvensional akan sama dengan

siswa pada pembelajaran inkuiri dimana siswa belajar menggunakan kemampuan

penglihatannya melalui penemuan dari data-data yang terkumpul untuk

memecahkan permasalahan yang dihadapi. Sehingga kelompok siswa yang

memiliki gaya belajar visual, prestasi belajar siswa pada pembelajaran inkuiri

sama dengan prestasi belajar siswa pada pembelajaran konvensional.

7. Hipotesis Ketujuh

Hipotesis ketujuh pada penelitian ini menyatakan bahwa pada siswa

dengan gaya belajar auditori, prestasi belajar matematika pada siswa dengan

belajar konvensional lebih baik daripada inkuiri maupun PMRI. Sedangkan

prestasi belajar matematika dengan pendekatan inkuiri sama dengan PMRI.

Berdasarkan analisis variansi dua arah dengan sel tak sama disimpulkan bahwa

ada interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan tipe gaya belajar terhadap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

prestasi belajar matematika. Dari analisis variansi dua arah diputuskan bahwa

H0AB ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan

metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji komparasi ganda

antar sel pada kolom yang sama diperoleh Ftab = 15,52 sehingga F12 – 22 = 23,4981

> Ftab, F22 – 32= 28,3815 > Ftab, F12 – 32= 103,5288 > Ftab. Dari hasil ini maka

keputusan uji adalah:

a. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori, ada perbedaan rataan yang

signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran inkuiri. Dalam hal ini

prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran PMRI

lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

pembelajaran inkuiri ( X 12 = 83,9000 > X 22 = 73,8000).

b. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditori, ada perbedaan rataan yang

signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

pembelajaran inkuiri dan siswa dengan pembelajaran konvensional. Dalam hal

ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran

inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa

dengan pembelajaran konvensional ( X 22 = 73,8000 > X 32 = 62,7000).

c. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar auditoril, ada perbedaan rataan

yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa

dengan pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran konvensional.

Dalam hal ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

pembelajaran PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada

kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional ( X 12 = 83,9000 > X 32 =

62,7000).

Dari ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan hipotesis

ketiga adalah keputusan uji b dan c, seangkan yang tidak sesuai adalah keputusan

uji a. Sehingga menunjukkan bahwa pada siswa dengan gaya belajar visual,

prestasi belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran PMRI lebih baik

daripada prestasi belajar matematika siswa diberi pembelajaran inkuiri maupun

konvensional. Sedangkan untuk prestasi belajar matematika siswa yang diberi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

pembelajaran inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang

diberi pembelajaran konvensional.

Kesesuaian hasil penelitian dengan hiptesis keenam yang disampaikan

oleh peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI maupun inkuiri, siswa

mengontruksi sendiri konsep sehingga pengetahuan yang didapatkan akan

tersimpan dalam memori jangka panjang dan siswa akan lebih mudah

menyelesaikan permasalahan lain yang dihadapinya.

Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan hipotesis keenam yang

disampaikan peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI, siswa diberikan

pembelajaran dengan menggunakan benda-benda konkrit, sehingga siswa dengan

gaya belajar visual menggunakan kemapuan menyerap informasi melalui benda-

benda tersebut. Berbeda pada pembelajaran inkuiri, siswa dengan gaya belajar

visual menggunakan kemampuan menyerap informasi melalui pengumpulan data-

data untuk mengontruksikan konsep akan tetapi masih kesulitan mengverbalkan

hasil penemuan konsep yang dipelajarinya. Sehingga pada siswa yang memiliki

gaya belajar visual, penggunaan pendekatan pembelajaran PMRI lebih efektif

daripada penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri maupun konvensional dan

penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri lebih efektif daripada penggunaan

pendekatan pembelajaran konvensional karena memberikan prestasi belajar lebih

baik.

8. Hipotesis Kedelapan

Hipotesis ketujuh pada penelitian ini menyatakan bahwa Pada siswa

dengan gaya belajar kinestetik, prestasi belajar siswa pada pendekatan PMRI lebih

baik daripada pembelajaran inkuiri maupun konvensional. Sedangkan prestasi

belajar siswa pada pendekatan inkuiri lebih baik daripada konvensional.

Berdasarkan analisis variansi dua arah dengan sel tak sama disimpulkan bahwa

ada interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan tipe gaya belajar terhadap

prestasi belajar matematika. Dari analisis variansi dua arah diputuskan bahwa

H0AB ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pasca analisis variansi dengan

metode Scheffe’ untuk analisis variansi dua jalan. Dari hasil uji komparasi ganda

antar sel pada kolom yang sama diperoleh Ftab = 15,52 sehingga F13 – 23 = 70,1621

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

> Ftab, F23 – 33= 28,0920 > Ftab, F13 – 33= 180,9176 > Ftab. Dari hasil ini maka

keputusan uji adalah:

a. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik, ada perbedaan rataan

yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa

dengan pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran inkuiri. Dalam

hal ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan pembelajaran

PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada kelompok siswa

dengan pembelajaran inkuiri ( X 13 = 83,1000 > X 23 = 65,2973).

b. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik, ada perbedaan rataan

yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa

dengan pembelajaran inkuiri dan siswa dengan pembelajaran konvensional.

Dalam hal ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

pembelajaran inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada

kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional ( X 23 = 65,2973 > X 33 =

53,3750).

c. Pada kelompok siswa dengan gaya belajar kinestetik, ada perbedaan rataan

yang signifikan antara prestasi belajar matematika pada kelompok siswa

dengan pembelajaran PMRI dan siswa dengan pembelajaran konvensional.

Dalam hal ini prestasi belajar matematika pada kelompok siswa dengan

pembelajaran PMRI lebih baik daripada prestasi belajar matematika pada

kelompok siswa dengan pembelajaran konvensional ( X 13 = 83,1000 > X 33 =

53,3750).

Dari ketiga keputusan uji yang ada di atas, yang sesuai dengan hipotesis

ketiga adalah keputusan uji b dan c, seangkan yang tidak sesuai adalah keputusan

uji a. Sehingga menunjukkan bahwa pada siswa dengan gaya belajar visual,

prestasi belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran PMRI lebih baik

daripada prestasi belajar matematika siswa diberi pembelajaran inkuiri maupun

konvensional. Sedangkan untuk prestasi belajar matematika siswa yang diberi

pembelajaran inkuiri lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang

diberi pembelajaran konvensional.

Kesesuaian hasil penelitian dengan hiptesis keenam yang disampaikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

oleh peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI maupun inkuiri, siswa

mengontruksi sendiri konsep sehingga pengetahuan yang didapatkan akan

tersimpan dalam memori jangka panjang dan siswa akan lebih mudah

menyelesaikan permasalahan lain yang dihadapinya.

Ketidaksesuaian hasil penelitian dengan hipotesis keenam yang

disampaikan peneliti dikarenakan pada pembelajaran PMRI, siswa diberikan

pembelajaran dengan menggunakan benda-benda konkrit, sehingga siswa dengan

gaya belajar visual menggunakan kemapuan menyerap informasi melalui benda-

benda tersebut. Berbeda pada pembelajaran inkuiri, siswa dengan gaya belajar

visual menggunakan kemampuan menyerap informasi melalui pengumpulan data-

data untuk mengontruksikan konsep akan tetapi masih kesulitan mengverbalkan

hasil penemuan konsep yang dipelajarinya. Sehingga pada siswa yang memiliki

gaya belajar visual, penggunaan pendekatan pembelajaran PMRI lebih efektif

daripada penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri maupun konvensional dan

penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri lebih efektif daripada penggunaan

pendekatan pembelajaran konvensional karena memberikan prestasi belajar lebih

baik.

D. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut :

1. Ada kemungkinan dalam pengisian angket gaya belajar siswa masih banyak

siswa yang tidak mengisi sesuai dengan kepribadian yang dimiliki, sehingga

berpengaruh dalam pembagian kelompok berdasarkan gaya belajar visual,

auditori, dan kinestetik.

2. Meskipun persiapan dalam pembelajaran sudah disiapkan dengan baik, tetapi

dalam pelaksanaan pembelajaran masih terdapat kekurangan diantaranya

adalah keterbatasan fasilitas di sekolah yang dapat menunjang pelaksanaan

pembelajaran di kelas, kondisi lingkungan sekolah, serta kondisi siswa yang

belum terbiasa dengan pembelajaran inkuiri dan PMRI.

3. Adanya keterbatasan evaluasi karena pengambilan data prestasi belajar

matematika dilakukan dengan pengumpulan data prestasi belajar dengan

mengunakan tes tertulis yang berbentuk tes objektif pada akhir pembelajaran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Siswa-siswa dengan pendekatan pembelajaran PMRI mempunyai prestasi

belajar matematika yang lebih baik daripada siswa-siswa dengan pendekatan

pembelajaran inkuiri maupun konvensional. Sedangkan prestasi belajar siswa

dengan pendekatan inkuiri lebih baik daripada konvensional.

2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai tipe gaya belajar auditori

lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai tipe

gaya belajar visual maupun kinestetik. Prestasi belajar matematika antara

siswa yang mempunyai tipe gaya belajar visual dan siswa yang mempunyai

tipe gaya belajar kinestetik adalah sama.

3. Pada pendekatan pembelajaran inkuiri, prestasi belajar matematika siswa yang

mempunyai tipe gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar

matematika siswa yang mempunyai tipe gaya belajar kinestetik. Prestasi

belajar matematika siswa yang mempunyai tipe gaya belajar visual dan

kinestetik adalah sama. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai

tipe gaya belajar visual dan auditori adalah sama.

4. Pada pendekatan pembelajaran PMRI, prestasi belajar matematika pada

masing-masing tipe gaya belajar adalah sama.

5. Pada pembelajaran konvensional, prestasi belajar matematika siswa yang

mempunyai tipe gaya belajar auditori lebih baik daripada prestasi belajar

matematika siswa yang mempunyai tipe gaya belajar kinestetik. Prestasi

belajar matematika siswa yang mempunyai tipe gaya belajar visual dan

kinestetik adalah sama. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai

tipe gaya belajar visual dan auditori adalah sama.

6. Pada siswa yang memiliki tipe gaya belajar visual, penggunaan pendekatan

pembelajaran PMRI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

daripada penggunaan pendekatan pembelajaran konvensional. Penggunaan

pendekatan pembelajaran PMRI menghasilkan prestasi belajar matematika

yang sama dengan penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri. Penggunaan

pendekatan pembelajaran inkuiri menghasilkan prestasi belajar matematika

yang sama dengan penggunaan pendekatan pembelajaran konvensional.

7. Pada siswa yang memiliki tipe gaya belajar auditori, penggunaan pendekatan

pembelajaran PMRI menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada

penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri maupun konvensional.

Sedangkan penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri menghasilkan

prestasi belajar yang lebih baik daripada penggunaan pendekatan

pembelajaran konvensional.

8. Pada siswa yang memiliki tipe gaya belajar kinestetik, penggunaan

pendekatan pembelajaran PMRI menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik

daripada penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri maupun konvensional.

Sedangkan penggunaan pendekatan pembelajaran inkuiri menghasilkan

prestasi belajar yang lebih baik daripada penggunaan pendekatan

pembelajaran konvensional.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis

Dari kesimpulan dinyatakan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar

antara siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan

pendekatan pembelajaran inkuiri, PMRI, dan siswa yang mengikuti

pendekatan pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan secara teoritis

hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk

mengembangkan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan dengan materi

pembelajaran, dan tujuan yang hendak dicapai. Dari kesimpulan diketahui

bahwa siswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran PMRI cenderung

memperoleh prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik daripada siswa

yang mengikuti pendekatan pembelajaran inkuri maupun konvensional, dan

siswa yang mengikuti pendekatan pembelajaran inkuiri cenderung

memperoleh prestasi belajar matematika lebih baik daripada siswa yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

mengikuti pendekatan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dijadikan

acuan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika.

Apabila ditinjau dari tipe gaya belajar yang diteliti menunjukkan

bahwa prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai tipe auditori lebih

baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai tipe gaya

belajar visual, maupun siswa yang mempunyai tipe gaya belajar kinestetik.

Hal ini menunjukkan secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai salah satu acuan bahwa prestasi belajar matematika ternyata

dipengaruhi oleh tipe gaya belajar yang dimiliki siswa.

Pada masing-masing pendekatan pembelajaran, prestasi belajar siswa

dengan gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik terdapat perbedaan.

Demikian juga pada masing-masing gaya belajar, prestasi belajar siswa yang

mengikuti penmbelajaran dengan pendekatan inkuiri, PMRI, dan konvensional

juga terdapat perbedaan. Hal ini menunjukkan secara teoritis hasil penelitian

ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan bahwa adanya interaksi antara

pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar

matematika.

2. Implikasi Praktis

Pada pembelajaran inkuiri ternyata memberikan hasil yang lebih baik

daripada pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran

inkuiri siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep pada

bangun ruang sisi datar yakni kubus, balok, prisma, dan limas. Terkait dengan

penemuan konsep yang dilakukan oleh siswa, guru terlebih dahulu

memberikan suatu kejadian yang dapat memunculkan teka-teki siswa seperti

pada penentuan luas bangun kubus dan balok siswa diberikan kejadian

pembuatan kerangka kubus dan balok yang memiliki panjang rusuk sama

tetapi dibangun dari ukuran yang berbeda apakah memerlukan kertas yang

sama untuk menutupi seluruh permukaan bangun yang ada. Melalui

pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, siswa juga dapat menggunakan

berbagai tipe gaya belajar yang dimiliki untuk meningkatkan prestasi karena

siswa diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep sehingga siswa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

yang memiliki gaya belajar kinestetik yang cenderung lebih mudah menerima

dan mengolah informasi melalui gerak otot dapat terakomodasi, siswa dengan

gaya belajar visual yang fasih dalam berbicara dapat mengoptimalkan

kemampuannya melalui presentasi hasil kerja kelompok, begitu juga dengan

siswa yang memiliki gaya belajar auditori tetap dapat mendalami pengetahuan

melalui hasil presentasi temannya, akhirnya dapat meraih prestasi belajar

matematika yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional yang selama

ini lebih didominasi dengan ceramah oleh guru sehingga siswa dengan gaya

belajar auditori yang lebih mudah menerima dan mengolah informasi

sedangkan siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik belum

mendapatkan fasilitas yang optimal. Dengan demikian, peran pembelajaran

inkuiri sangat bagus untuk peningkatan prestasi belajar siswa sehingga dapat

dikembangkan dalam penelitian lain yang lebih luas.

Pendekatan pembelajaran PMRI ternyata memang memberi manfaat

bagi upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Rendahnya

prestasi belajar matematika siswa yang menjadi masalah bagi sebagian besar

guru, dapat dipecahkan antara lain dengan merancang suatu pembelajaran

yang inovatif, yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini

pendekatan pembelajaran PMRI dapat menjadi salah satu alternatif, karena

pada penelitian ini siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan

PMRI ini mempunyai rata-rata prestasi belajar matematika siswa yang lebih

baik daripada prestasi belajar matematika siswa pada pembelajaran inkuiri,

maupun konvensional. Melalui pendekatan pembelajaran PMRI, siswa

dikondisikan untuk mengonstruksi (membangun pengetahuan yang diperoleh)

sendiri konsep kajian matematika melalui pola pikir sendiri dan

membandingkan pekerjaan dengan sesama, aktif dalam pembelajaran, yang

pada akhirnya menimbulkan semangat belajar pada siswa.

Melalui pendekatan pembelajaran PMRI, siswa juga dapat

menggunakan berbagai tipe gaya belajar yang dimiliki untuk meningkatkan

prestasi sehingga walaupun memiliki gaya belajar yang berbeda karena pada

pendekatan pembelajaran PMRI memanfaatkan dunia nyata siswa yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

umumnya dapat dipahami oleh semua siswa dengan berbagai gaya belajar

sehingga siswa memudahkan siswa mengontruksi sendiri konsep yang

dipelajari. Pada pendekatan pembelajaran PMRI juga diterapkan presentasi

hasil diskusi kelompok sehingga siswa dengan gaya belajar visual akan lebih

termotivasi untuk mengembangkan kemampuan berbicaranya dan secara tidak

langsung akan memotivasi belajar matematika. Pada pendekatan pembelajan

PMRI, melaui presentasi hasil diskusi kelompok, siswa dengan gaya belajar

auditori juga dapat mengoptimalkan pengetahuannya, akan tetapi waktu

presentasi pada pendekatan pembelajaran PMRI adakalanya tidak dapat

optimal karena pada pendekatan pembelajaran PMRI, sebelum berkelompok

siswa terlebih dahulu mengerjakan secara individual, sehingga lebih

memerlukan waktu yang lama dibanding jika siswa langsung berkelompok,

namun demikian, akhirnya siswa dapat meraih prestasi belajar matematika

yang sama dengan adanya karakteristik PMRI seperti pemanfaatan dunia riil

siswa yang memudahkan siswa dengan gaya belajar visual dan siswa dengan

gaya belajar kinestetik mengontruksikan konsep dan mengolah informasi,

serta presentasi dapat memudahkan siswa dengan gaya belajar visual dan

auditori menerima dan mengolah informasi sehingga modalitas semua siswa

terakomodasi dengan cara gaya belajar masing-masing. Dengan demikian

peran pendekatan pembelajaran PMRI sangat bagus untuk peningkatan

prestasi belajar siswa sehingga dapat dikembangkan dalam penelitian lain

yang lebih luas.

C. Saran

1. Bagi Siswa

a. Pada pendekatan pembelajaran PMRI, sebaiknya siswa dapat berperan

aktif sesuai dengan langkah-langkah yang disampaikan oleh guru

sehingga prestasi belajar matematika dapat meningkat.

b. Pada pendekatan pembelajaran PMRI, hendaknya siswa dapat belajar

untuk mengonstruksikan konsep melalui pemanfaatan lingkungan

sekitar.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

c. Pada pembelajaran inkuiri, sebaiknya siswa dapat berperan aktif

menyelesaikan permasalahan (teka-teki) sehingga prestasi belajar

matematika dapat meningkat.

d. Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori, hendaknya membantu

siswa lain dalam mempelajari materi matematika sehingga prestasi

belajar matematika dapat meningkat secara menyeluruh.

e. Bagi siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik tidak perlu

merasa rendah diri dengan siswa yang memiliki gaya belajar auditori

karena dengan pendekatan pembelajaran PMRI, tidak terdapat

perbedaan prestasi belajar siswa dengan gaya belajar visual, auditori

maupun kinestetik.

2. Bagi Guru

a. Hendaknya guru menggunakan pendekatan pembelajaran PMRI dan

pendekatan pembelajaran inkuiri untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa.

b. Hendaknya guru melibatkan peran aktif siswa dalam proses

pembelajaran misalnya melalui pendekatan pembelajaran PMRI atau

pendekatan pembelajaran inkuiri.

c. Hendaknya guru mau selalu mencoba pendekatan-pendekatan

pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk mengontruksi konsep

kajian matematika dan melakukan refleksi untuk mendapatkan hasil

yang optimal.

d. Hendaknya guru memperhatikan karakteristik siswa misalnya tipe

gaya belajar yang dimiliki siswa yaitu tipe gaya belajar visual, auditori,

dan kinestetik.

e. Hendaknya guru dapat memanfaatkan lingkungan siswa untuk

meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang sulit sehingga

prestasi belajar dapat meningkat.

3. Kepada Pihak Sekolah

a. Hendaknya menghimbau para guru untuk mulai menerapkan

pendekatan pembelajaran PMRI dan pendekatan pembelajaran inkuiri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

di dalam proses pembelajarannya sehingga hasil belajar yang

diperoleh siswa menjadi lebih baik.

b. Hendaknya menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan

dalam pendekatan pembelajaran PMRI dan pendekatan pembelajaran

inkuiri sehingga dapat diperoleh prestasi belajar matematika siswa

yang optimal.

c. Hendaknya menghimbau para guru untuk menggunakan pendekatan-

pendekatan pembelajaran yang mengaktifkan siswa lainnya sesuai

kebutuhan pembelajaran di kelas sehingga prestasi belajar siswa dapat

meningkat.

4. Kepada Peneliti/Peneliti Lain

a. Pada penelitian ini menggunakan tinjauan gaya belajar, bagi para calon

peneliti mungkin dapat melakukan peninjauan yang lain, misalnya

motivasi, kecerdasan majemuk, karakteristik cara berpikir, kreativitas,

aktivitas, minat siswa, dan lain-lain agar dapat lebih mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa.

b. Hasil penelitian hanya terbatas pada pokok bahasan bangun ruang sisi

datar kelas VIII SMP, sehingga dapat dikembangkan pada pokok

bahasan lain di jenjang yang lain pula.

c. Pada pendekatan pembelajaran PMRI, terdapat langkah presentasi dari

guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan kegiatan shoping hasil

karya kelompok lain untuk mengoptimalkan waktu dan menghidupkan

pembelajaran. Jadi siswa akan menjadi lebih aktif dan lebih dapat

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga pembelajaran dapat

lebih bermakna. Pada akhirnya prestasi belajar dapat meningkat.