perpajakan02

Upload: zainalmawahib

Post on 08-Jul-2015

181 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Lanjutan Perpajakan 01

TRANSCRIPT

BAG. 3.

PAJAK PENGHASILAN(PAJAK NEGARA DAN PAJAK DAERAH)

Pengenaan pajak di Indonesia NegaraPPH : UU. No. 7 Th. 1984 diubah UU. No. 17 Th 2000 PPN dan PPnBM: UU. No. 8 Th. 1983 diubah UU. No. 18 Th. 200

DaerahDasar hukum Pajak Daerah & Retribusi: UU No. 18 Th. 1997 diubah UU. No. 34 Th. 2000

Bea Meterai: UU. No. 13 Th. 1985

PBB: UU. No. 12 Th. 1985 diubah UU. No. 12 Th 1994 BPHTB: UU. No. 21 Th. 1997 diubah UU. No. 20 Th. 2000

Daerah Oronom: kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Republik Indonesia Pajak Daerah: iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah Badan : sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha yang meliputi perseroan, perseroan komanditer, persreroan lainnya, BUMN, BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. Subjek Pajak: orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah Wajib Pajak: orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungutan pemotongan pajak tertentu.

JENIS & OBJEK PAJAK DAERAH . Pajak Daerah

Pajak Propinsi

Pajak Kabupaten/Kota Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan Bahan Galian C Pajak Parkir Pajak Lain-lain

Pajak Kendaraan Bemotor dan Kendaraan di Atas Air Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan dia Atas Air Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukaan

TARIF PAJAK Tarif pajak yang dikenakan, paling tinggi sebesar: Pajak Kendaraan Bermoptor dan Kendaraan di Atas Air sebesar 5% Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan dia Atas Air sebesar 10% Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar 5% Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Pemukaan 20% Pajak Hotel 10% Pajak Restoran 10% Pajak Hiburan 35% Pajak Reklame 25% Pajak Penerangan Jalan 10% Pajak Pengambilan Bahan Galian C 20% Pajak Parkir 20% Pajak angka 1 s/d 4 diatur secara nasional lewat peraturan Pemerintah Pajak nomer 5 s/d 11 diatur lewat Perda

RETRIBUSI DAERAH Retribusi Daerah:pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan Jasa: kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan Jasa Umum: jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip untuk tujuan kepentingan umum dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan Jasa Usaha: jasa yang disediakan oleh Permerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta Perizinan Tertentu: kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimasudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan atau fasilitas tertentru guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Jenis Retribusi A. Retribusi Umum, dengan kriteria: a. bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau retribusi perizinan tertentu b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya f. Retribusi dapat dipanggil secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial g. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Jenis Retribusi Jasa Umum: 1. Retribusi Pelayanan Kesehatan 2. Retribusi layanan Persampahan/Kebersihan 3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil 4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat 5. Retribusi Pelayanan Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 6. Retribusi Pelayanan Pasar 7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor 8. Retribusi PemeriksaanAlat Pemadam Kebakaran 9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta 10. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan B. Retribusi Jasa Usaha, Kriteria: a. Bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadahi atau atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.

Jenis Retribusi Jasa Usaha: 1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan 3. Retribusi Tempat Pelelangan 4. Retribusi Terminal 5. Retribusi Tempat Khusus Parkir 6. Retribusi Tempat Penginapan, Pesanggrahan, Villa 7. Retribusi Penyedotan Kakus 8. Retribusi Rumah Potong Hewan 9. Pelayanan Pelabuhan Kapal 10. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga 11. Retribusi Pemyeberangan diatas Air 12. Retribusi Pengolahan Limbah Cair 13. Retribusi Penjualan Produk Daerah

C. Retribusi Perizinan Tertentu, kriteria: 1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi 2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum 3. Biaya yang menjadi beban daerah dalam mpenyelenggaraan izin tersebut dari biaya untuk menanggulangi negatif dan perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai retribusi perizinan. Jenis Retribusi PerizinanTertentu: 1. Retribusi izin Mendirikan Bangunan 2. Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol 3. Retribusi izin Gangguan 4. Retribusi izin Trayek

OBJEK RETRIBUSI DAERAH Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan Jasa Usah, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial Perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

SUBJEK RETRIBUSI DAERAH 1. Retribusi Jasa Umum: orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan 2. Retribusi Jasa Usaha: orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan 3. Retribusi Perizinan Tertentu: orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah.

BAG. 4

PAJAK PENGHASILAN UMUM

Subjek Pajak: 1. A. Orang Pribadi B. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak 2. Badan, terdiri dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN, BUMD, dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organiosasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga dan bentuk badan lainnya. 3. BUT

Subjek Pajak Subjek Pajak Dalam Negeri

Subjek Pajak Luar Negeri

Warisan

A. Subjek Pajak Dalam Negeri 1. Subjek orang pribadi a. Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak hrs berturut-turut) jangka waktu 12 bulan, atau b. Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia 2. Subjek Pajak badan: Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia 3. Subjek Pajak Warisan: warisaan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. B. Subjek Pajak Luar Negeri 1. Subjek pajak orang pribadi Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang: a. menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk BUT di Indonesia b. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia 2. Subjek pajak badan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang: a. menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk BUT di Indonesia b. Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia

Wajib Pajak: orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban siubjektif dan objektif .y

y y y

Waji ajak Dalam egeri ik k k t s sil it ri t i r l ri si ri l r I si I ik k k r s rk sil tt T rif k i k l t rif (T rif s l ) i ik S T

y

y y y

Waji ajak uar egeri ik k k t s silk r s l ri r sil iI si s ik k k r s rk sil r t T rif k i k l t rif s ( s l ) Ti k i ik S T

KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF .MULAI Subjek Pajak Dalam Negeri rang Pribadi y S t il irk y S t r iI si t rt t ti l iI si Subjek Dalam egeri Badan t rt t y S t i irik k k iI si Subjek ajak Luar egeri melalui BUT y S t l k s t l k k k i t l l i T i I si y S k kl r ri ti k l l i T y S t ri t r l sil ri I si BE AK I Subjek ajak Dalam egeri rang ribadi i l y S t y S t i lk I si t k s l -l Subjek Dalam egeri Badan rk t ti k l i y S t i rt tk k iI si Subjek ajak Luar egeri melalui BUT l k s y S t ti k l i t l k k k i t l l i T iI si y S k kl r ri ti k l l i T y S t ti k l i ri t r l sil ri si I ris l T r i y S t ris t l s l s i i i

ris y S t ti t r i

l l

T r ris

i l

TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK1. Badan perwakilan negara asing 2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka, dengan syarat: a. bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia. B. negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik 2. Organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 Juni 1998, dengan syarat: a. Indonesia menjadi anggota Organisasi tersebut b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 4. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 611/KMK.06/1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 314/KMK.04/1998, dengan suyarat: a. Bukan Warga Negara Indonesia b. Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

OBJEK PAJAK Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan. Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan WP yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Yang termasuk penghasilan: 1. Penggantian ataun imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, grafikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan 3. Laba Usaha 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggpta c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha. d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Memteri Keuangan. Sepanjang tidak ada hubungan dengan usah, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah disebabkan sebagai biaya 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang. 7. Dividen dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 8. Royalti 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah 12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva 14. Premi asuransi 15. Iuaran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anngotanya yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha pekerjaan bebas 16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Pengasilan tersebut dalam dikelompokkan menjadi: Penhasilan dari pekerjaan dalam hubungannya kerja pekerjaan bebas seperti gaji, honoraroium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, akuntan, aktuaris, pengacara dan sebagainnya. Pengahsilamn dari usaha atau kegiatan Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, mdividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainnya. Penghasilan lain-lainj, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan ditas, seperti: a. Keuntungan karena pembebasan utang. c. Keuntungan karena selisih kurs valuta asing c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva d. Hadiah undian

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK1. A. Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubunganya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. 2. Warisan 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari WP atau Pemerintah 5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa 6. Dividen ataiu bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN dan BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirtikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan b. Bagi PT, BUMN, BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.

8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komansoter yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi 10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. Dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: a. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-serktor usaha yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

DASAR PENGENAAN PAJAK . DPK

WP dalam Negeri & BUT

WP Luar Negeri

PKP

Penghasilan Bruto

PKP WP Perorangan = Penghasilan Netto - PTKP

PKP WP badan = Penghasilan Netto

Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak . Penghsilan Netto WP dalam negeri dan BUT Norma Penghitungan

Pembukuan

WP Orang Pribadi PKP = (Penhasilan Bruto-biaya yang di perkenankan UU PPh)- PTKP

Biaya-biaya digolongkan (UU PPh)

WP Orang Pribadi PKP = Penhasilan Bruto-biaya yang di perkenankan UU PPh

Dapat Dikurangkan

Tidak Dapat Dikurangkan

Norma Penghitungan .Norma Penghitungan

PKP = Penghasilan Netto

Prosentase tertentu dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun

WP yang dapat menggunakan norma hitung adalah WP orang pribadi yang memenuhi syarat, antara lain: 1. Peredaran bruto kurang dari Rp 600.000.000 per tahun 2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku 3. Menyelesaikan pencatatan. Contoh: WP Sakroni Kawin (istri tidak bekerja) dan mempunyai 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cerebon. Misalnya besarnya presentase norma untuk industri rotan di Cerebon 12,5% dan dokter di Jakarta 40%. Peredaran usaha Industri rotandi Cerebon saetahun Rp 400.000.000 Penerimaan bruto seorang dokter di Jakarta setahun Rp 75.000.000 Pengahsilan netto dihitung sebagai berikut: dari Industri roran 12,5 X 400.000.000 = 50.000.000 dari seorang dokter 40% X 75.000.000 = 30.000.000 Jumlah penghasilan netto 80.000.000 PTKP 8.640.000 PKP 71.360.000

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK Besarnya PTKP setahun yang berlaku saat ini adalah: 1. Rp 2.880.000 untuk WP orang pribadi 2. Rp. 1.440.000 untuk WP kawin 3. Rp 2.880.000 tambahan untuk seorang istri yantg penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat: a. penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undangundang PPh pasal 21 b. Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain 4. Rp. 1.440.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus saru derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (mak. 3 orang)

TARIF PAJAK(Sesuai dengan pasal 17 UU PPh )

.

WP Orang Pribadi dalam negeri Sampai dengan Rp 25.000.000 Rp 25.000.000 s/d Rp 50.000.000 Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 Rp 100.000.000 s/d Rp 200.000.000 Diatas Rp 200.000.000

5% 10% 15% 25% 35%

WP Badan dalam negeri dan BUT Sampai dengan Rp 50.000.000 Rp 50.000.000 s/d 100.000.000 Diatas Rp 100.000.000

10% 15% 30%

BAG. 5

BENTUK USAHA TETAP

Merupakan bentuk usaha yang dipergiunakan oleh Subjek Pajak luar negeri (orang pribadi atau badan) untuk menjalankan atau melakukan kegiatan di Indonesia: Bentuk Usha Tetap, dapat berupa; a. Tempat kedudukan manajemen b. Cabang Perusahaan c. Ksntor perwakilan d. Gedung kantor e. Pabrik f. Bengkel g. Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan. h. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas i. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi atau menanggung risiko di Indonesia. BUT dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal dari usaha atau kegiatan, maupun yang berasal dari harta yang dimilikinya atau dikuasainya. Dengan demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia.

OBJEK PAJAK PENGHASILAN BUT Yang menjadi obkjek pajak BUT, antara lain: 1. Pengahsilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai 2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau diolakukan BUT di Indonesia. 3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. Penentuan Laba BUT Terdapat beberapa ketentuan, atara lain: 1. Biaya adiministrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Dirjen Pajak 2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah: a. Royalti aytau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasalainnya c. Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.

PERLAKUAN PAJAK ATAS PENGHASILAN KENA PAJAK DARI SUATU BUT YANG DITANAMKAN KEMBALI DI INDONESIA Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu BUT di Indonesia, akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Pemotongan pajak tersebut bersifat final. Sesuai dengan Kep. Menteri Keuangan No. 602/KMK.04/1994, maka penanaman kembali atas penghasilan BUT di Indonesia tersebut tidak dikenai pemotongan PPh pasal 26, dengan syarat sebagai berikut: a. Penanaman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan modal perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri b. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambatlambatnya tahun pajak berikutnya. C. tidak mengalihkan penaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi komersial. BUT yang menanamkan kembali wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman yang dilakukan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran SPT Tahun PPh tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.

Contph: PT Foodz Indonesia yang merupakan BUT di Indonesia mempunyai penghasilan kena pajak dalam tahun 2002 sebesar Rp. 1.050.000.000. Perhitungan pajak atas BUT tersebut adalah: penghasilan Kena Pajak Rp. 1.050.000.000 PPh Terutang: 10% x Rp 50.000.000 Rp 5000.000 15% x 50.000.000.000 Rp 7.500.000 30% x Rp 950.000.000 Rp 285.000.000 PPh terutang (Rp. 297.500.000) Penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh Rp. 752.500.000 Atas penghasilan tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar: 20% x 753.500.000 = 150.500.000 Namun apabila atas penghasilan kena pajak BUT sesudah dikurangi pajak penghasilan tersebut ditanamkan lembali di Indonesia maka atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak lagi. Jadi tidak ada pemotomgan pajak penghasilan 20% (150.500.000).

BAG. 6

PENYUSUTAN, AMORTISASI DAN REVALUASI

Penyusutan: pengalokasian harga perolehan aktiva tetap berwujud. Penyusutan Bukan Bangunan Bangunan Permanen :masa manfaat 20 th Tidak Permanen :tidak lebih dari 10 th mudah dipindah-pindah, terbuat dari bahan tidak tahan lama

Kel. I Kel II Kel. III Kel. IV

:mempunyai manfaat 4 th :mempunhyai manfaat 8 th :mempunyai manfaat 16 th :mempunyai manfaat 20 th

Garis Lurus Declining balance methode

TARIF PENYUSUTAN.

el mpok arta BerwujudI. l. I l. II l. III l. I k r Ti k

Masa Manfaatt t t t t t

Tarif garis Tarif Aldo lurus Menurun

, , ,

II.

r

-

Saat Dimulainnya Penyusutan . k il k k y p l r . U t k rt y si l p rj p rj rt t rs b t s l s i iji ri Dirj j k, p y s t 3. D l i i k t k p tk , t p b l rt t rs b t l i

,p

y s t

y l ip

i

l ip

b l rt b rw j sil

p t i i , silk

b l li r p

.

AMORTISASI Penyusutan: pengalokasian harga perolehan aktiva tetap tidak berwujud termasuk didalamnya adalah ekploitasi sumberdaya alam.elom pk arta Tak B erw ujud el. I el. II el. III el. I M asa M anfaat th th th th Tarif aris Lurus , , , Tarig S aldo M rnurun

Tarif dan metode amortisasi tesebut juga berlaku untuk: . Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan. . Pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi, misalnya biaya sutdi kelayakan dan biaya percobaan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Biaya ini dikapitalisasikan kemudian diamortisasi.

.

AMORTISASI BERDASAR METODE SATUAN PRODUKSI

Ha/Pengeluaran dibidang penambangan minyak dan gas bumi

Hak Penambangan selain Minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan hak pengusahaan sumber dan hasil alam lainnyaAmortisasi dengan metode satuan produksi setinggi-tingginya 20% setahun, diterapkan pada amortisasi atas: 1. Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi 2. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan 3. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan sumber dan \hasil alam lainnya, yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun

Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan presentase tarif amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan presentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi dilokasi tersebut yang dapat diproduksi

REVALUASI . Nilai Buku

Nilai Riil

Syarat. WP dalam negeri yg telah memenuhi syarat kewajiban pajaknya sebelum ravaluasi: kewajiban PPh Kewajiban PPn Kewajiban PPnBM Kewajiban PBB

WP Ketidak serasian penghasilan dengan beban dan nilai buku dengan nilai intrinsik

REVALUASI

Semua Kelompok aktiva tetap berada di Indo, dan tidak untuk dijual/dialihkan dengan dasar nilai pasar pada saat revaluasi

Selisih lebih atas revaluasi terlebih dahulu dikompensasikan dengan kerugian fiskal tahun berjalan, Jika masih terdapat sisa dapat dikompensasikan dengan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan. Sisa lebih revaluasi setelah kompensasi dikenakan pajak bersifat final 10%.

.

BAG. 7

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh pasal 21)

.Ketentuan Pasal 21 UU PPh mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi dalam negeri sehubungan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Wajib Pajak PPh pasal 21: 1. Pejabat Negara: a. Presside Waki, Presiden b. MPR, DPR, DPRD c. Ketua/Wk Ketua BPK d. Ketua, Wk. Ketua, Ketua Muda, dan Hakim MA e. Ketua Wk. Ketua DPA f. Menteri g. Jaksa h. Gubernur & Wk. Gubernur I. Bupati & Wk. Bupati j. Walikota & Wk. Walikota

2. PNS (pusat, daerah dan lainnya) menurut UU No. 8 th 1974 3. Pegawai, yaitun setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN & BUMD 4. Pegawai Tetap, merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung. 5. Pegawai dengan Status WP Luar Negeri, adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium dan/atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. 6. Pegawai Lepas, merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja. 7. Penerima Pensiun, adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua 8. Penerima Honorarium, adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya. 9. Penerima Upah, yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

Kegiatan adalah keikutsertaan dalam suatu rangkaian tindakan, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, workshop, pendidikan, pertunjukan, dan olehraga Upah Harian adalah upah yang terutang atau dibayar atas dasar jumlah hari kerja. Upah Mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan. Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan tertentu Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan produk yang dihasilkan.

Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 1. Pejabat Perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang- orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja padadan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat: (a) Bukan WNI; (b) di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia; (c) Negara yang bersangkutan memmberikan perlakuan timbal balik 2. Pejabat perwakilan organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 611/KMK.04/1994 sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 314/KMK.04/1998 sepanjang: (a)bukan WNI; (b) tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

OBJEK PAJAK PPh PaASAL 21 1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, hadiah, premi asurransi yang dibayar oleh pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, grafikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap daan biasanya dibayarkan sekali dalam setahun. 3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan 4. Uang tebusan pensiunan, uang Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT), uang pesangon, dan pe,bayaran lain sejenis. 5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghrgaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembnayaran lain sebagai imbalan sehubungan cengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan WP dalam negeri, terdiri dari: a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, noptaris, penilai, dan aktuaris.

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya. C. Olahragawan d. penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator e. pengarang peneliti, dan penejemah. F. pemberi jasa dalam bidang tehnik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fografi, dan pemasaran. G. Agen iklan h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam segala bidang kegiatan. I. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan k. Petugas pembawa barang dagangan l. petugas dinas luar asuransi m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemegangan n. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 6. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima oleh pejabat negara dan PNS

7. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya. 8. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan WP.

Pengahasilan yang Dikecualikan dari Pengenaan Pajak PPh Pasal 211. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan. Asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa 2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yang diberikan oleh WP 3. Iuarn pensiun yang dibayarkan kepeda dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan serta iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja 4. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh Pemerintah 5. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja 6. Pembayaran THT-Taspen dan THT-Asabri dari PT Taspen dan PT Asabri kepada para pensiunan yang berhak olek Pemerintah 7. Zakat yang diterima oleh pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

Biaya Jabatan dan Biaya Pensiunan Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 1.296.000 setahun atau 108.000 sebulan Biaya Pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 432.000 setahun atau 36.000 sebulan

TARIF PAJAK DAN PENERAPANNYA.

TarifBerdasarkan Penghasilan Bruto Diterap atas dasar Honorarium, uang PTKP saku, hadiah, komisi Peg. Tetap, PNS, penghargaan, Pejabat Negara, beasiswa, TNI/Polri, BUMN/D Honorarium yg diterim dewan komisaris, dewan komisaris, pengwas, Pensiunan bulanan pengawas, yg tidak Peg. Tidak tetap merangkap sbg peg. pemagang, capeg Tetap pada perusahan multilevel marketing yang sama direct selling, dll jasa produksi, tantiem grafiikasi, bonus yg PPH = Pthxtarif pajak diterima mantan peg.

Tarif 15% diterapkan Tarif 5% ditetapkan atas perkiraan penghas atas upah harian netto yg dibayarkan upah minguan, upah pada tenaga ahli yang satuan, upah borong melakukan pekerjaan uang saku harian bebas (akuntan, arsitek, yg jumlahnya dokter, konsultan, melehibi 24.000 notaris, penilai, sehri tetapi tidak aktuaris). melebihi 240.000 Beaarnya perkiraan satu bulan takwim penghasilan netto atau tidak dibayar adalah 50% dari secara bulanan penghasilan bruto berupa honorarium PPh = (peng. Bruto atau imbalan . sehari - 24.000) x 5% PPh = (peng. Brutox50%) PPh = peng. Bruto - tarif x 15% PKP pegawai tetap = peng. Bruto -biaya jabatan-iuran pensiunan yang dibayar sendiri pegawai (termasukTHT) Bkecuali THT-Taspen dan THT Asabri-PTKP Pensiunan = Penghasilan bruto - biaya pensiunan - PTKP Pegawai tidak tetap, pemagang, capeg = penghasilan bruto - PTKP Multiilevel marketing = mpenghasilan bruto - PTKP perbulan

TARIF PPh Pasal 21 yang Bersifat Final Untuk beberapa jenis penghasilan, akan dikenalkan PPh pasal 21 yang bersifat final. Besarnya tarif dan penghasilan tersebut adalah sebagaiberikut: 1. Atas uang pesangon, uang tebusan pensiunan yang dibayar oleh para pensiunan yang pendiriannya tel;ah disahkan oleh Menteri Keuangan. Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh badan

.

BAG. 8

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Merupakan pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan yang dipungut oleh Bendhahara an Pemerintah baik pusat maupun daerah, instansi atau lembaga-lembaga Negara lainnya sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Pemungut Pajak 1. Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai, atas impor barang 2. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintahj baik di pusat maupun daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang 3. BUMN, BUMD, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang yang danannya dari belanja negara dan atau belanja daerah, kecuali badan-badan tersebut pada butir 4 4. BI, BPPN, BULOG, Telkom, PLN, PT. Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Stell, Pertamina, Bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang danannya bersumber baik dari APBN maupun APBD 5. Badan Usaha yang bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala KPP atas penjulan hasil produksinya didalam negeri 6. Pertyamina serta badan usaha selain pertamina yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix, Super ITT dan gas, atas penjulan hasil produksinya. 7. Industri dan eksport yang bergerak dibidang perhutanan, perkenbunan, pertanian, perikanan yang ditunjuk KPP atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekesport mereka dari pedagang pengumpul.

Objek Pemungutan PPh Pasal 22 1. Impor Barang 2. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. 3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang danannya dari belanja negara/daerah 4. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan badan usaha yang bergerak di Bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif 5. Penjulan hasil produksi yang dilakukan Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak dalam sektor bahan bakar minyak, jenis premix dan gas 6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau eksport industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan dari pedagang pengumpul.

Dikecualikan dari Pemungutan PPh pasal 22 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan. Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan Dirjen Pajak 2. Impor barang yang dibebaskan Bea Masuk: a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik. b. barang untuk keperluan badan International yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum. e. barang untuk keperluan khusus tuna netra dan penyandang cacat lainnya. f. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan g. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang, yang diperuntuukan bagi keperluan pertahanan dan keamanan. h. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara i. Barang contoh yang tidak untiuk diperdagangkan

j. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah, atau abu jenazah k. barang pindahan l. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai dan atau jumlah tertentu m. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat dan Daerah uang ditujukan untuk kepentingan umum n. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) o. Buku-buku pelajaran umum. Kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama. p. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyebarangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang dan suku cadang serta alt penyelamat pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional (PELNI) atau perusahaan penangkap ikan Nsional. q. Pesawat udara dan suku cadang serta alaty keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Udara Niaga Nasional r. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia s. Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan oleh TNI.

3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali 4. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 1000.000 dan tidak meryupakan pembayaran yang terpecah-pecah 5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik. Gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos 6. Atas impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor. Pengecualian ini harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak. 7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara 8. Impor kembali (re-impor) yang meliputi barang-barang yang telah dieksport kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah dieksport untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan Cukai .

CARA MENGHITUNG PPh Pasal 22 . Menghitung PPh pasal 22 atas Kegiatan Import Barang

Menggunakan API, tarif pungutannya 2,5% dari nilai impor PPb pasal 22 = 2,5% x Nilai Import Tidak menngunakan API, tarif pemungutannya 7,5% PPh pasal 22 = 7,5% x Nilai Import

Yang tidak dikuasai, tarif pemungutannya 7,5% x Harga Jula Lelang PPh Pasal 22 = 7,5% x Harga Jual Lelang

Yang dimaksud dengan nilai impor adalah nilai berupa uang uyang digunakan sebagai dasar perhitungan bea masuk. Nilai impor sebesar Cost Insurance and Feight (CIF) + bea masuk + pungutan pabean lainnya

.

Cara Menghitung PPh Pasal 22 Atas Pembelian Barang Yang Dibiayai Dengan APBN/APBD Atas pembelian barang yang danannya dari APBN/APBD dikenakan pemungutan PPh pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian. PPh Pasal 22 = 1,5% x Harga Pembelian

Pengecualian PPh Pasal 22 jenis ini adalah: Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah kurang dari Rp 1000.000 pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas,air minum/ PDAM, dan benda-benda pos Pembayaran/pencairan dana JPS oleh Kantor bendaharawan dan Kas Negara

.

Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Produksi Industri Otomotif Dalam NegeriBesarnya PPh pasal 22, sebesar 0,45% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPn PPh Pasal 22 = 0,45% x DPP PPN Pengecualian: Penjulan kepada Instansi Pemerintah Penjualan kepada Korps Deplomatik Penjualan kepada Bukan Subjek Pajak

Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Rokok di Dalam NegeriBesarnya PPh pasal 22, sebesar 0,15% dari harga bandrol (pota cukai) dan bersifat Final PPh Pasal 22 (Final) = 0,15% x Harga Bandrol

..

Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Produksi Industri Kertas dalam NegeriBesarnya PPh pasal 22, sebesar 0,1% dari dasar pengenaan pajak (DPP) PPn PPh Pasal 22 = 0,1 % x DPP PPN

Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Semen dii Dalam NegeriBesarnya PPh pasal 22, sebesar 0,25% dari dasarpengenaan pajak (DPP) PPn PPh Pasal 22 (Final) = 0,25% x DPP PPn

Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Baja dii Dalam NegeriBesarnya PPh pasal 22, sebesar 0,3% dari dasarpengenaan pajak (DPP) PPn PPh Pasal 22 (Final) = 0,3% x DPP PPn

. Cara Menghitung PPh Pasal 22 atas Pembelian Bahan-bahan untuk Keperluan Industri Eksport/Import oleh Industri yang Bergerak dalam Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, Perikanan daro Pedagang PengumpulBesarnya PPh pasal 22, sebesar 0,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPn PPh Pasal 22 = 0,5 % x Harga Pembelian

Cara Menghitung PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha Selain PertaminaAtas penebusan Premium, solar, premix/Super TT oleh SPBU swastanisasi adalah 0,3% dari penjualan PPh Pasal 22 = 0,3% xPenjualan Atas penebusan Premium, solar, premix/Super TT oleh SPBU Pertamina adalah 0,25% dari penjualan PPh Pasal 22 = 0,25% xPenjualan Atas penjualan minyak tanah, gas LPG, dan pelumas adalah 0,3% dari penjualan PPh Pasal 22 = 0,3% x Penjualan Pemungutan PPh pasal m22 ini bersifat Final atas penyerahan/penjualan hasil prodiuksi kepada Peyalur/agenya. Sedang penjualan kepada pembeli nlainnya (misal pabrikan) tidak bersifat final, sehingga PPh pasal 22-nya dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak.

BAG. 9Pengertian

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

PPh pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyertaan jasa, atau pennyelenggara kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau Sibjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Pemotong PPh pasal 231. Badan Pemerintah 2. Subjek Badan dalam negeri 3. Penyelenggara kegiatan 4. BUT 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya 6. Orang pribadi sebagai WP dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan dari Dirjen Pajak untuk memotong pajak PPh pasal 23, yaitu meliputi: a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Penabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, Pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas. b. Orang pribadi yang menjalankan nusaha yang menyelenggarakan pembuuan.

Yang Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 23Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 23 adalah WP dalam negeri atau BUT yang menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21

Objek Pemotongan PPh Pasal 231. Dividen 2. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang 3. Royalti 4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 5. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi 6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manejemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 7. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

Pengecualian Objek Pemotongan PPh Pasal 231. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank 2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi 3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, BUMN, BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia 4. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana 5. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura, berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha/kegiatan di Indonesia, dg syarat:

sektor usaha yang ditetapkan Menteri Keuangan, b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek 6. SHU koperasi yang dibayarkan kepada anngota 7. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anngota

. a. merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sdektor-

Dasar Pemotongan

Dari Jumlah Bruto: a. Dividen Penghasilan Netto b. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan imbalan sehubungan dengan jaminan dengan penggunaan harta pengembalian uatang b. Imbalan sehiubungan dengan jasa teknik, c. Royalti jasa manajemen, jasa konstruksi, dan jasa d. Hadiah dan penghargaan selain yang btelah lain selain yang telah dipotong pajak dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 pasal 21.

CARA MENGHITUNG PPh Pasal 23 DividenBungan, Premium Diskonto, Imbalan Jasminan pengembalian utang PPh 23 = 15% x Bruto Bunga PPh 23 = 15% x bruto Bunga simpanan anggota koperasi tidak melebihi 240.000 (final) PPh pasal 23 (final) = 15% x bruto PPh 23 = 15% x Bruto Darim perlombaan atau adu ketangkasan oleh WP badan/BUT PPh 23 = 15% x Bruto Sewa & penghasilan dari angkutan darat 15% (netto = 20%) PPh 23 = 15% x 20% x bruto Sewa & penghasilan sehub. Dg. Penggunaan harta kecuali sewa dan penghs lain sehub. Dg. Persewaan tanah & bangunan yg telah dikenakan pajak penghasilan final berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1995 dan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus angkutan darat adalah 155 dari perkiraan penghasilan netto. Netto = 40% tdk termasuk PPn (final) PPh pasdal 23) = 15% x 40% x bruto

RoyaltiHadiah& Penghargaan

Sewa & penghasil lain sehub. Dg. Penggunaan harta (selain sewa tanah)

BAG. 10

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

.Ketentuan pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan WP dalam negeri. Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut tax credit yang ordinary credit methode dengan menerapkan per country limitation. Peggabungan Penghasilan Penggabungan penghasilan dari luar negeri dilakukan sebagai berikut: 1. Penggabungan penghasilan dari usaha, dilakukan dalam tahun pajak diperoleh penghasilan tersebut (accrual basis) 2. Penggabungan penghasilan lainnya, dilakukan dalam tahun pajak diterimannya (cash basis) 3. Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Contoh: PT Namytha menerima dan memperoleh penghasilan netto dari sumber luar negeri dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Hasil usaha di negeri Jerman dalam tahun 2002 sebesar Rp 700.000.000. 2. Di negara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di ABC Corp sebesar Rp 1.000.000.000, yaitu berasal dari keuntungan tahun 1999 yang ditetapkan RUPS tahuan 1999, dan baru dibayarkan tahun 2002 3. Dinegara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% di PDF Corp sebesar Rp 2.000.000.000. Saham tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Dividen tersebut berasal dari keuntungan saham 2001 yang berdasarkan Keputusan Menteri ditetapkan diperoleh tahun 2002 4. Penghasilan berupa bunga semester II tahun 2002 sebesar nRp 500.000.000, dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima pada bulan April 2003. Jawab: Penghasilan yang dapat digabung dari PT. Mandiri yang bersumber dari luar negeri dengan penghasilan dari dalam negeri tahun pajak 2002 adalah penghasilan angka 1, 2 dan 3. Sedang penghasilan pada angka 4 dihgabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri tahun pajak 2003.

Batas Maksimum Kredit PajakBatas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini: 1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri 2. (Penghasilan luar negeri: Seluruh penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri) Contoh: PT Cemara memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Penghasilan dari luar negeri Rp 5.000.000.000, dengan tarif pajak sebesar 40% 2. Penghasilan Usaha di IndonesiaRp. 3.000.000.000. Maka jumlah jumlah penghasilan netto adalah: Rp 5.000.000.000,+ 3.000.000.000.= 8.000.000.000. Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut: 1. PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah: 40% x Rp 5.000.000.000 = Rp 2.000.000.000 2.( 5.000.000.000 :85.000.000.000) x Rp 2.382.500.000 = Rp 1.4879.062.500 3. PPh terutang(menurut tarif pasal 17) = 2.382.500.000

PPh terutang pasal 17 10% x 50.000.000 15% x 50.000.000 30% x 7.900.000.000 Total PPh Terutang

Rp 5.000.000 Rp 7.500.000 Rp 2.370.000.000 Rp 2.382.500.000

Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar Rp. 1.489.062.500

Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara (Per Country Limitation)Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara. Contoh: PT Diaswati memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Di Negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 2000.000.000, dengan tarif sebesar 35% (Rp 700.000.000). 2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 1.000.000.000, dengan tarif pajak sebesar 20% (Rp 200.000.000) 3. Penghasilan usaha di Iondonesia Rp 5.000.000.000

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah: 1. Penghasilan Luar Negeri a. Laba di negeri A Rp 1.000.000.000, b. Laba di negeri B Rp 2.000.000.000, Jumlah penghasilan luar negeri Rp. 3.000.000.000, 2. Penghasilan dalam negeri Rp. 5.000.000.000, 3. Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajaknya adalah: Rp 3.000.000.000, + Rp. 5.000.000.000, = Rp. 8.000.000.000, 4. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = 2.382.500.000. PPh terutang pasal 17 10% x 50,000,000 = 5.000.000, 15% x 50.000.000 = 7.500.000, 30% x 7.900.000.000 = 2.370.000.000, Total Pajak Terutang = 2.382.500.000 Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah: a. Untuk Negara A: (Rp 2.000.000.000 : 8.000.000.000) x 2.382.500.000 = 595.625.000 Pajak terutang di negara A sebesar 700.000.000., maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 595.625.000

Untuk negara B: (Rp 1.000.000.000 : 8.000.000.000) x 2.382.500.000 = 297.812.500 Pajak terutang di negara B sebesar Rp 200.000.000, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 200.000.000 6. Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenanlan adalah sebesar Rp 595.625.000 + Rp 200.000.000 = 795.625.000, Rugi Usaha di Luar Negeri Dalam menghitung PKP, tidak dihitung kerugian yang diderita di luar negeri. Contoh: PT Fiskal memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2002 sebagai berikut: 1. Dinegara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 1.000.000.000, dengan tarif pajak 35% (Rp. 350.000.000) 2.Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rp 3.000.000.000, dengan tarif pajaksebesar 20% (Rp 600.000.000) 3. Di negara C, menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000 4. Penghasilan usaha di Indonesia Rp 4.000.000.000

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan Luar Negeri: a. Laba di negeri A, Rp 1.000.000.000 b. Laba di negeri B, Rp 3.000.000.000 Rugi di negeri C, Jumlah Penghasilan luar negeri Rp 4.000.000.000, 2. Penghasilan dalam negeri Rp. 4.000.000.000 3. Jumlah penghasilan netto atau penghasilan kena pajak adalah: Rp. 4.000.000.000 + Rp. 4.000.000.000 = Rp. 8.000.000.000 4. PPh terutang (menurut tarif pasal 17) = Rp 2.382.500.000 PPH terutang pasal 17 10% x 50,000,000 = 5.000.000, 15% x 50.000.000 = 7.500.000, 30% x 7.900.000.000 = 2.370.000.000, Total Pajak Terutang = 2.382.500.000 5. Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah: . Untuk Negara A: (Rp 1.000.000.000 : 8.000.000.000) x 2.382.500.000 =297.812.500 Pajak terutang di negara A sebesar 350.000.000., maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 297.812.500

Untuk negara B: (Rp 3.000.000.000 : 8.000.000.000) x 2.382.500.000 = 893.437.500 Pajak terutang di negara B sebesar Rp 600.000.000, maka maksimum kredit pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp 600.000.000 Di negara C PT Fiskal menderita kerugian sebesar Rp 2.000.000.000. Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dallam penghitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah Rp 297.812.500 + 600.000.000 = 897.812.500, Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri, WP wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampiri: 1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri 2. Foto Kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri 3. Dokumen pembayaran pajak luar negeri Penyampaian permhonan kredit pajak yang terutang atau ndibayar diluar negeri tersebut dilakukan bersama dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

BAG. 11

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 (PPh PASAL 25)

Ketentuan pasal 25 UU Pajak Penghasilan mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam tahun berjalan. Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan: 1. WP Membayar sendiri (PPh pasal 25) 2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21,22,23.dan 24). Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25 Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan Pasal 23, serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 Dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak

Contoh: Jumlah pajak penghasilan Tuan Dias yang terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2001 Rp 30.000.000 Pada tahun 2000, telah dibayar dan dipotong atau dipungut: 1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000 2. PPh pasal 22 2.000.000 3. PPh Pasal 23 2.000.000 4. PPh Pasal 25 12.000.000 24.000.000 Kurang/lebih bayar (pasal 29) tahun 2001 Rp 6.000.000 Besarnya angsuran PPh pasal 25 tahun 2002 adalah: PPh yang terutang tahun 2002 Rp. 30.000.000 Pengurang: 1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000 2. PPh pasal 22 2.000.000 3. PPh Pasal 23 2.000.000 (Rp 12.000.000) Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2202 Rp. 18.000.000 Besaarnya PPh pasalk 25 tahun 2002 per bulan: Rp 18.000.000/12 = Rp 1.500.000 Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun 2002 sebesar Rp 1.500.000

Beberapa Masalah/Kasus Untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 251. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu. Contoh: Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh 2001 pada bulan Maret 2002. Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2001 adalah Rp 1.500.000. Maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2002 masing-masing Rp. 1.500.000, 2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP tahun pajak yang lalu Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP. Contoh: Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahuan Pajak Pengahasilan tahun pajak 2001 yang disampikan WP dalam bulan Maret 2002, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sebesar Rp 1.250.000. Dalam bulan Juni 2002 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun 2001 yang menghasilkan besarnya angsiran pajak setiap bulan Rp 2.000.000. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2002 adalah sebesar Rp 2.000.000. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dan angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahuan (SPT).

Hal-hal tertentu untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Dirjen Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus sendiri oleh WP dalam tahun berjalan, apabila: 1. WP berhak atas kompensasi kerugian 2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur 3. SPT Tahuan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah l;ewat batas waktu yang ditentukan 4. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh 5. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan 6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP Tertentu Lainnya.Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 522/KMK/04/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 84/KMK/03/2002, besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP baru dihitung berdasarkan jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank tau sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) , adalah sebesar jumlah Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut keuangan triwulanan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang dibayar/terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12.

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi WP bank, sewa guna usaha dengan opsi (financial lease), yang merupakan WP baru, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilamn Pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah Pajak yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba-rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan dibagi 12. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi WP Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu ditetapkan 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan WP Orang Peribadi Pengusaha Tertentu adalah WP yang melakukan kegiatan usaha dibidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasukl kendaraan bermotor dan restoran. Besarnya ngsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun kecuali WP bank dan WP Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tariuif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan oleh RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri pada tahun pajak yang lalu, dibagi 12 Apabila ada sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi, maka d asar penghitungannya PPh pasal 25 adalah Pjak Penghasilan yang terutang atas PKP yang dihitung dari penghasilan netto menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang belum dikompensasi tersebut.

.

BAG. 12

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 (PPH PASAL 26)

KETENTUAN PASAL 26 UU PPh Mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima/diperoleh WP Luar Negeri (WP Orang Pribadi atau WP Badan) selain BUT Wajib Pajak PPh Pasal 26 WP luar Negeri (Orang Pribadi/Badan) selain BUT yang menerima atau memperoleh penghasilan

Objek Pajak (1) Dividen; (2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambilan uang; (3) Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; (4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; (5) Hadiah dan pengharga (6) Pensiunan dan pembayaran berkala lainnya; (7) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; (8) Premi asuransi, termasuk premi reasuransi; (9) PKP sesudah dikurangi PPh BUT, kecualai penghasilan tersebut ditanamkan kembali di indonesia

Tarif dan Penerapannya(1) Dividen; (2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengambilan uang; (3) Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; (4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; (5) Hadiah dan pengharga (6) Pensiunan dan pembayaran berkala lainnya; dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari jumlah penghasilan bruto PPh Psasal 26 = Penghasilan Bruto x 20% (1) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia; (2) Premi asuransi, termasuk premi reasuransi; dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari jumlah penghasilan netto PPh Psasal 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan Netto) x 20%Atas PKP sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu BUT di Indonesia, kecuali ditanamkan kembali di Indonesia, dikenakan tarif pemotongan sebesar 20% Penaman kembli tersebut harus memenuhi syarat: 1. Peneneman kemnbali dalam bentuk penyertaan modal dapa perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri 2. Dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambatnya tahun pajak berikutnya 3. Tidak mengalihkan penanaman tersebut sekurangnya dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi kommersiil PPh pasal 26 = (PKP - PPh terutang) x 20%

Contoh: Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consult. Mike bertempat tinggal kurang dario 183 hari. Mike sudah beristri, dan mempunyai seorang anak. Dalam bulan Desember 1999, Mike memperoleh gaji US$ 5.000 sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp 6.500 -per US$ 1 Penghitungan PPh Pasal 26: 5.000 x Rp 6.500; = Rp 32.500.000 Penerapan tarif: 20% x Rp 32.500.000; = Rp 6.500.000 PPh Pasal 26 atas gaji Mike bulan Desem,ber 1999 adalah Rp. 6.500.000 Sifat Pemotongan 1. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia 2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimanan tersebut dalam PPh pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud 3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi WP dalam negeri atau BUT

Pemotong Pajak1. Badan Pemerintah 2. Subjek Pajak Dalam Negeri 3. Penyelenggara Kegiatan 4. BUT 5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri

Besarnya perkiraan penghasilan netto untuk premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan pada asuransi luar negeri adalah: a. Atas premi yang dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi diluar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% dari jumlah premi yang dibayarkan b. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayar c. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar jumlah premi yang dibayar.

BAG. 13

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANGDAN JASA (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)Dasar Hukum UU No. 8 Tahun 1983 diubah UU No. 11 Tahun 1994, diubah UU No. 18 Tahun 2000

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zone Ekonomi Eklusif dan Landasan Kontinen yang didalamnya berlaku Undangundang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Impor adalah nilai berupa uang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini. Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean keluar Daerah Pabean Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU ini dan potongan harga yg dicantumkan dlm faktur pajak

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UU ini dan potongan harga yg dicantumkan dlm faktur pajak Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan megolah sumber daya alam termasuk menyusruh orang pribadi atau badan lain melalui kegiatan tersebut. Pajak Masukan adalah PPN yang seharsnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pahak karena perolahan BKP dan tau penerimaan JKP dan atau pemanfaatan BKP tidak terwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan dari luar Daerah Pabean dan atau impor BKP Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP atau eksport BKP Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengfan 1 bulan takwum atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 bulan takwim.

Barang Kena Pajak (BKP) . Adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN

PengecualianPada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya. Junis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut: a. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya, seperti: (1) Minyak mentah (crude oil); (2) Gas Bumi; (3) Pasir dan kerikil; (4) Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; (5) Biji besi, biji timah, biji emas, biji tembaga, biji nikel, dan biji perak serta biji bauksit. b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti; Beras, gabah, jagung, sagu, kedelai dan garam baik beryodium maupun tak beryodium c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi ditempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering. d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan derivatif lainnya)

Jasa Kena Pajak (JKP)Adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasukjasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan atas petunjuk darai pe,mesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN

Pengecualian JKPPada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali ditetapkan lain oleh UU PPN. Jasa-jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan atas dasar Preraturan Pemerintah, antara lain: 1. Jasa Bidang Pelayanan kesehatan medik, meliputi Jasa dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi Jasa dokter hewan Jasa ahli kesehatan, seperti mkomputer, ahli gizi, dan fisioterapi Jasa kebidanan dan dukun bayi Jasa paramedis dan perawat Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinil kesejatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium 2. Jasa bidang pelayanan saosial, meliputi: Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo Jasa pemadam kebakaran kecauali yang bersifat komersial; Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan Jasa rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial Jasa pemakman termasuk krematorium Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial

3. Jasa dibidang pengiriman surat dan perangka 4. Jasa dibidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, seperti: Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), jasa wali amanat, serta anjak piutang: Jasa suransi, tidak termasuk broker asuransi Jasa sewa guna usaha dengan hak opsi 5. Jasa dibidang keagamaan, seperti: Jasa pelayanan rumah ibadah Jasa pemberian khotbah dan dakwah jasa lain dibidangkeagamaan 6. Jasa dibidang pendidikan, seperti: Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah (kursus-kursus) 7. Jasa dibidang kesenian dan hiburan yang tidak dikenakan Pajak Tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersift komersial, seperti: pemeriksaan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma. 8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan, seperti: penyiaran radio, dan televisi yang dilakukan oleh instansi Pemerintah atau swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak oleh sponsor yang bertujuan komersial

9. Jasa di bidang angkutan umum didarat dam di air, seperti: jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah atau swasta. 10. Jasa dibidang tenaga kerja, meliputi: Jasa tenaga kerja Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggungjawab atas hasil kerja tenaga kerja tersebut Jasa penyelenggara latihan bagi tenaga kerja 11. Jasa dibidang Perhotelan, sepertri; Jasa persewaan kamar termasuk tambahan di hotel, rumah penginapan, mptel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk yang menginap Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hotel 12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum meliputi jasa-jasa yang dilaknakan oleh instansi pemerintah, seperti: pemberian Izin Mendirikan Bangunan, Pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemnberian NPWP, pembuatan Kartu Tanda Penduduk.

Jasa Kena Pajak (JKP) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaanya menhasilkan barang, mengimpor, mengekspor, mekukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang berwujuid dari uar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean PKP adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada poin diatas yang melaklukan penuyerahan BKP dan atau penyerahan JKPyang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN , tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Termasuk PKP (a) Pabrikan/Produsen; (b) Importir dan indentor; (c) Pengusaha yang memiliki hubungan istimewa dengan pabrikan atau importi; (d) Agen utama dan penyalir pabrikanatau importir; (e) pemegang hak paten atau merek dengan BKP; (f) pedagang besar; (g) pengusaha yang melakukan penyerahan JKP; Pedaghang eceran Ke ajiban PKP (a) melapoprkan usahannya untuk dikukuhkan menjadi PKP; (b) memungut PPN dan PPnBM yang terutang; (c) membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak; (d) membuat note retur dalam hal terdapat pengambilan BKP; (e) melakukan pencatatan dalam pembukuan mengenai kegiatan usahannya; (f) menyetor PPN dan PPnBM yang terutang; (g) menyampaikan SPT Masa

Pengecualian PKP (a) Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kecil; (b) Pengusaha yang menghasilkan barang yang tidak dikenakan PPN; (c) Pengusaha di bidang jasa-jasa yang dikecualikan daari JKP. Pengusaha Kecil Pengusaha yang sr4lama tahun buku menyerahkan: a. BKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 360.000.000, atau (b) JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 180.000.000 Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil: 1. Dilarang membuat faktur pajak 2. Tidak wajib membuat SPT masa 3. Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan 4. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang memperoleh peredaran bruto diatas batas yang ditentukan.

Objek Pajak Pertambahan Nilai 1. Penyerahan BKP didalam daerah Pabean yang dilakukan oleh BKP. Syaratnya: Barang berwujud yang diserahkan adalah BKP Bareanf tidak berwujud yang diserahkan adalah adalah BKP penyerahan dilakukan dalam daerah pabean penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya 2. Impor 3. Penyerahan JKP yang dilakukan dalam daerah pabean oleh PKP, dengan syarat: merupakan JKP penyerahan dilakukan dalam daerah pabean penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean 5. Pemanfaatan JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean 6. Ekspor BKP oleh PKP 7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. 8. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan (bukan inventory) oleh PKP, sepanjang Pajak masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.

Cara Kerja PPNPPN dikenakan atas pertambahan nilai (value added) dari barang yang dihasilkan atau diserahkan oleh PKP, apakah ia pabrikan, importir, agen utama, atau distributor utama. Secara umum, pajak dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi dengan tidak ada unsur pemungutan pajak berganda. Dengan demikian, sistem PPN: 1. Dikenakan atas penyerahan 2. Dipungut secara bertingkat pada jalur produksi dan distribusi 3. Mekanisme Kredit Pajak (metode faktur pajak). Contoh: A. Pertambahan Nilai: 1. Beli: a. Bshan Baku 2.000 b. Bahan Pembantu 1.000 c. Spare Parts dan lain-lain 1.000 4.000 2. Biaya: Penyusutan 250 Bunga Modal 750 Gaji/Upah 1.000 Manajemen 7500 Laba Usaha 7.500 3.500

3. Harga Jual Keluaran (ouput) Masukan (input) Pertambahan Nilai (J-B) PPN Tingkat PabrikTingkat Pro uksi Petani Kapas Pemintalan Penenunan Pencelupan Te til Jumlah PPN ang harus iba ar Harga Jual .000 .500 .000 .300 3.000 -

7.500 7.500 4.000 3.500

Pa ak keluaran 50 00 30 3000 -

Pa ak Masukan 50 00 30 -

PPN 50 50 30 70 300

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)Pertimbangan munculnya

Keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen berpenghasilan rendah dengan tinggi Perlu pengendalian pola konsumsi atas barang tergolong mewah (BKPTM) Perlindungan pada produsen kecil/lemah pengamanan penerimaan negaraDikenakan PPN Dikenakan PPnBM Catatan: PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN hanya sekali pungut, saat penyerahan BKPTM oleh pengusaha yang menghasilkan atau saat impor. Oleh karena itu PPnBM tidak boleh dikredit kan dengan PPnBM yang terutang. Prinsip pungutan hanya sekali, saat; 1. Penyerahan oleh pabrikan atau produsen BKPTM 2. Impor BKKPTM Produsen/Importir BKPTM

Penyerahan BKP yang tergolong Mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan BKPTM tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaan Impor BKPTM oleh siapapun

. TARIFPPN & PPnBM Dasar Pengenaan Pajak (DKP) Harga Jual Nilai Pengganti Nilai Impor Nilai eksport Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan

P P N

Tarif PPN yang berlaku 10% Sedang PPN atas ekspeort BKP, maksudnya adalah 0%, artinya bukan berarti pembebasan pengenaan PPN, melainkan Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang dieksport dapat dikreditkan

P P n B M

Tarif PPnBM terdapat pengelompokkan tarif, yaitu paling rtendah 0% paling tinggi 75%. Tarif PPnBM yang berlaku saat ini adalah: 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 50% dan 70%.

. CARA MENGHITUNG

PPN

PPnBM

PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif

PPnBM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif

Contoh: PKP A menjual tubai BKP kepada PKP B dengan Harga Jual Rp 5.000.000 . PPN terutang: 10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000 PPn sebesar Rp 2.500.000 tersebut merupakan pajak keluaran, yang dipungut oleh PKP A. Sedang bagoi PKP B, PPN tersebut ,erupakan pajak Masukan. Seseorang mengimpor BKP dari Luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor Rp 15.000.000. PPN yang dipungut melalui Dirjen Bea dan Cukai = 10% x Rp 15.000.000 = Rp 1.500.000.

MEKANISME KREDIT PAJAK .Membayar PPN Pembeli BKP Penerima JKP Pihak pemanfaat BKP dari luar Daerah Pabean Pihak pemanfaat JKP dari luar Daerah Pabean

P K P

Bukti pungutan PPN

Pajak Masukan Dikreditkan dengan (yg dipungut dlm masaa pajak yang sama) Jika belum dikreditkan Pajak Keluaran

Dikreditkan pada masa berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yg bersangkutan sepanjang belum dibebankan sgb biaya dan blm dilakukan pemeriksaan Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, Maka pajak masukan tetap dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang dibayarkan untuk perolehan BKP/JKP dikreditkan dengan Pajak Masukan ditempat PKP dikukuhkan. Jika Pajak Keluaran >Pajak Masukan, selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar ke Kas Negara. Jika sebaliknya keadaanya, makaselisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimninta kembali (restitusi)/kompensasi

Contoh:1 Selama bulan takwim terjadi sebagai berikut; Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 100.000.000 Pajak Masukan yang harus dibayar elalui pabrikan adalah: 10% x Rp .100.000.000 = 10.000.000.000 Penjualan hasil produksi Rp 60.000.000 Pajak Keluaran yang harus dibayar 10% x 60.000.000 = 6.000.000 PPN yang lebih bayar dalam Masa Pajak yang bersangkutan: 10.000.000 - 6.000.000 - 4.000.000 Kelebihan tersebut dapat dikompensasikan dengan pajak terutang masa pajak berikutnya atau dapat diminta kembali (restitusi) Contoh: 2 Membeli bahan baku dan lain-lain dari pabrikan Rp 80.000.000 Pajak Masukan yang harus dinayar 10% x 80.000.000 = Rp 8.000.000 Penjualan hsil produksi Rp 180.000.000 Pajak keluaran 10% x 180.000.000 = 18.000.000 PPN yang masih harus dibayar ke Kas Negara= Rp 18.000.000.- 8.000.000 = 10.000.000

Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan1. Perolehan BKP dan JKP sebelum dikukuhkan sebagai PKP 2. Perolehan BKP dan JKPO tidak ada kaitannya langsung dengan kegiatan atau usaha 3. Perolehan dan pemelihraan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan kombi, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan 4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP 5. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat 93) UU PPN 6. Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutan pajaknyab berupa Faktur Pajak Sederhana 7. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (6) UU PPN 8. Perolehan BKP atau JKP yang Pihak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak 9. Perolehan BKP atau JKP yang pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan. 10. Berkenaan dengan: Penyerahaan kendaraan bermotor bekas penyerahan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha biro perjalanan atau biro wiraswasta jasa pengiriman paket jasa anjak piutang dan kegiatan membangun sendiri

,

Saat Terutangnya Pajak

1. Penyrerahan BKP/JKP 2. Impor BKP 3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean 4. Pemanfaatan JKPdari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean 5. Ekspor BKP 6. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKPsebelum BKP tidak berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean 1. Untuk penyerahan BKP/JKP: a. Tempat TinggalTempat Kedudukan; b. Tempat kegiatan usaha 2. Untuk impor, ditempat BKP dimasukkan kedalam Daerah Pabean 3. Untuk pemanfaatan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean, ditempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai WP 4. Untuk kegiatam membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, ditempat bangunan tersebut didirikan 5. Tempat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pajak

Tempat Terutangnya Pajak

Faktur Pajak Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau JKP, atau bukti pungutan pajak karena impor yang digunakan oleh Dirjen Bea dan Cukai. Setiap PKP yang melakukan penyerahan BKP dan JKP wajib membuat Faktur Pajak. Faktur Pajak Dapat Berupa: 1. Faktur Pajak Standar 2. Faktur Pajak Gabungan 3. Faktur Pajak Sederhana 4. Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar oleh Dirjen PajakHarus di cantumkan 1. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP dan atau JKP 2. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP atau penerima JKP 3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Julah atau pe4ngganti, dan potongan harga 4. PPN dipungut 5. PPnBM yang dipungut 6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak 7. Kode, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Faktur Pajak Standar

Pembuatan Faktur Pajak Standar

Pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP/JKP

Dibuat palinglambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP

Pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP/JKP

Dibuat paling lambat pada saat penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP

Dalam hal Pepenyerahan sebagian tahap pekerjaan

Dibuat paling lambat pada saat pembayaran termin

Dalam hal Penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN,

Dibuat paling lambat pada saat PKP Pmenyampaikan tagihan kepada pemungut PPN

Faktur Pajak Gabungan Untuk meringakan bban administrasi, kepada KPK diperkenankan untuk membuat satu Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan KBK atau JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima JKP yang sama. Faktur Pajak ini disebut Faktur Pajak Gabungan. Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP untuk menampung kegiatan penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Dirjen Pajak dapat menetapkan tanda bukti penyerahan atau tanda bukti pembayaran sebagai Faktur Pajak Sederhana yang paling sedikit memuat: 1. Nama, alamat, NPWP, yang menyerahkan BKP/JKP 2. Jenis dan kuantum 3. Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk pajak atau besarnya pajak dicantumkan secara terpisah 4. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana bisa berupa bon nota, kuitansi, bukti pembayaran, dan dokumrn lain yang sejenis.

.Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktutr Pajak Harus memuat

Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen Nama dan alamat penerima dokumen NPWP dalam hal penerima pajak adalah WP dalam negeri Jumlah satuan barang jika ada Dasar pengenaan pajak Jumlah pajak yang terutanh kecuali dalam hal ekspor

Sepanjang memenuhi syarat tersebut, dokumen ini dapat diberlakukan sebagai Faktur Pajak 1. Pemberiatahuan Impor Barang (PEB) yang dilampiri SSP dan atau bukti pungutan pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai untuk impor BKP 2. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah di fiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Dirjen Bea dan Cukai dan dilampiri degan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut 3. Paktor Nota Bon penyerahan Barang (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBMM dan atau bukan BBM, 4. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOD/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu 5. Tnda pembayaran atau kuitansi telepon 6. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill) atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri 7. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau luar Daerah Pabean 8. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan

Penyerahan Kepada Pemungut PPN Pemungut PPN adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan atau JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. Berdasar pada peraturan, yang ditetapkan sebagai pemungut PPN adalah: 1. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) 2. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah, baik propinsi, Kota, maupun Kabupaten 3. Pertamina 4. Kontraktor-kontraktor Bagi Hasil dan Kontraktor Karya dibidang Minyak dan Gas Bumi, Panas Bumi, dan Pertambangan Umum lainnya 5. BUMN dan BUMD 6. Bank Milik Negara, Bank Milik Daerah dan Bank pemungut Indonesia Pemungut PPN melakukan pembayaran a