perpajakan perbankan syariah
DESCRIPTION
Perpajakan Perbankan SyariahTRANSCRIPT
PERPAJAKAN PERBANKAN SYARIAH
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Pihak yang wajib memiliki NPWP di Bank Syariah, yaitu:
1. Pegawai Bank yang penghasilannya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2. Kantor Cabang Utama
3. KCP yang berbeda wilayah dengan Cabang Utama.
Apabila Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berlokasi di wilayah KCP berbeda dengan KPP-nya
Cabang Utama, maka KCP wajib memiliki NPWP sendiri. Namun KCP yang memang ingin
memiliki NPWP sendiri meskipun KPP-nya sama dengan KPP Cabang Utamanya maka tetap
berhak mendaftar NPWP.
4. Nasabah Badan
5. Nasabah Perorangan Giro
6. Nasabah Perorangan Pembiayaan > Rp 50.000.000,-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Status PTKP Tahunan PTKP Bulanan
TK/0 Rp 24.300.000,- Rp 2.025.000,-
TK/1 Rp 26.325.000,- Rp 2.193.750,-
TK/2 Rp 28.350.000,- Rp 2.362.500,-
TK/3 Rp 30.375.000,- Rp 2.531.250,-
K/0 Rp 26.325.000,- Rp 2.193.750,-
K/1 Rp 28.350.000,- Rp 2.362.500,-
K/2 Rp 30.375.000,- Rp 2.531.250,-
K/3 Rp 32.400.000,- Rp 2.700.000,-
Apabila orang pribadi memiliki penghasilan bulanan di bawah PTKP bulanan, namun selama setahun
penghasilannya telah melebihi PTKP tahunan, maka wajib memiliki NPWP.
Beberapa kegunaan dan keuntungan jika memiliki NPWP, antara lain:
1. Sebagai salah satu syarat membuka Rekening Giro di Bank
2. Sebagai salah satu syarat pengajuan pinjaman di Bank
3. Sebagai salah satu syarat pengajuan SIUP, tender, dll
4. Tidak dikenakan kenaikan pajak
5. Seluruh WNI bebas biaya fiskal luar negeri (mulai 1 Januari 2011)
Mekanisme Pemotongan Pajak
Kewajiban pemotongan pajak dilakukan oleh pemberi penghasilan (Bank Syariah) terhadap penerima
penghasilan yang antara lain:
1. Nasabah deposan (Bagi hasil, hadiah, dan sejenisnya)
2. Rekanan/vendor (fee, komisi, honor, sewa, dan sejenisnya)
3. Pegawai (gaji, lembur, tunjangan, dan sejenisnya)
Berdasarkan ketentuan perpajakan, Bank Syariah wajib memotong pajak (PPh) pada saat
memberikan penghasilan.
Jenis Potongan Pajak di Bank Syariah
1. PPh Pasal 21
Objek Pemotongan
Pembayaran penghasilan kepada pegawai Bank dengan tarif progresif 5% - 30%
Contoh: 1. Gaji
2. Tunjangan
3. Lembur
4. Bonus
Pembayaran penghasilan kepada orang pribadi non pegawai Bank atas
pekerjaan/aktivitas/jasa yg telah dilakukan dengan tarif progresif 5% - 30%
1. SELF ASSESMENT
Menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak atas penghasilan sendiri
PPh Badan (Corporate Tax)PPN
2. WITHHOLDING SYSTEM
Menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang dipotong dari penghasilan pihak lain
PPh Pasal 21PPh Pasal 23PPh Pasal 25PPH Pasal 26PPH Pasal 29PPh Pasal 4 ayat (2)
Contoh : 1. Honor penceramah, honor artis.
2. Fee untuk Kepala KBIH yang dapat mengajak anggotanya menjadi nasabah
pada Bank Syariah
3. Fee untuk notaris, konsultan, lawyer , appraisal yang tidak ‘berbendera’
perusahaan
4. Hadiah prestasi nasabah perorangan (contoh: program grab saving).
Tarif Umum Progresif PPh Orang Pribadi:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Umum PPh Orang Pribadi
s.d. Rp 50 juta 5%
diatas Rp 50 juta s.d. Rp 250 juta 15%
diatas Rp 250 juta s.d. Rp 500 juta 25%
diatas Rp 500 juta 30%
Tambahan pajak bagi yang tidak ber-NPWP:
Bagi yang tidak ber-NPWP maka akan dikenakan tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20%
Contoh perhitungan pajak:
~ Memiliki NPWP = Rp 1.000.000 x 5% = Rp 50.000,-
~ Tidak memiliki NPWP = Rp 1.000.000 x 5% x 120% = Rp 60.000,-
2. PPh Pasal 23
Objek Pemotongan
Pembayaran sewa harta selain tanah dan/atau bangunan, dengan tarif 2%.
Contoh: 1. Sewa mesin fotocopy
2. Sewa kendaraan
3. Sewa peralatan
Pembayaran imbalan atas jasa yang dilakukan oleh rekanan badan, dengan tarif 2%
Contoh: 1. Fee perusahaan Outsourcing
2. Fee perusahaan konsultan
3. Fee perusahaan cleaning service.
Pembayaran dividen, bunga, royalti, dan hadiah, dengan tarif 15%
Contoh: 1. Bunga Obligasi (bagi hasil sukuk disetarakan perlakuannya)
2. Lisensi software
3. Hadiah prestasi nasabah badan/institusi.
Tambahan pajak bagi yang tidak ber-NPWP:
Bagi yang tidak ber-NPWP maka akan dikenakan tambahan PPh Pasal 21 sebesar 20%
Contoh perhitungan pajak:
~ Punya NPWP = Rp 1.000.000 x 2%
= Rp 20.000,-
~ Tidak punya NPWP = Rp 1.000.000 x 2% x 200%
= Rp 40.000,-
3. PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran.
Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang terutang harus
dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa
diwakilkan.
Perhitungan PPh Pasal 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang
dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu,
yang dikurangi dengan:
1. Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat (1) bagi
pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan pasal 23 (15%
berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan
penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal
22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
2. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.
Jenis Angsuran PPh Pasal 25
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT) , yaitu yang melakukan
usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa – dengan satu atau lebih tempat
usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT) , yaitu pekerja
bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan
Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:
Sampai Rp 50.000.000 = 5%
Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 = 15%
Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 = 25%
Di atas Rp 500.000.000 = 30%
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x
25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
4. PPh Pasal 26
Badan usaha apapun di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen,
royalti dan sejenisnya) kepada wajib pajak luar negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak
Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut. Tarif umum untuk PPh Pasal 26 adalah 20%.
Tarif PPh Pasal 26:
1. Tarif 20% (final) atas jumlah bruto dari dividen, bunga, royalti, sewa, pendapatan lain
terkait penggunaan aset, insentif terkait jasa/pekerjaan/kegiatan, hadiah dari penghargaan,
pembayaran berkala atas dana pensiun, premi swap (transaksi lindung lainnya), serta
perolehan keuntungan dari penghapusan utang.
2. Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari pendapatan dari penjualan aset di
Indonesia, premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang di luar negeri.
3. Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan
saham pada perusahaan yang didirikan di negara yang memberikan perlindungan pajak
yang memiliki hubungan khusus terhadap suatu entitas di Indonesia
4. Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak, setelah dikurangi dengan pajak,
suatu entitas di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
5. PPh Pasal 29
Merupakan pajak yang harus dilunasi oleh wajib pajak orang pribadi dan/atau wajib pajak badan
sebagai akibat PPh Terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan lebih
besar daripada kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan yang telah
disetor sendiri.
6. PPh Pasal 4 ayat (2)
Objek Pemotongan
Pembayaran bagi hasil giro, tabungan & deposito, dengan tarif 20%.
Kecuali:
1. Bagi hasil yang berasal dari jumlah giro, tabungan & deposito nasabah yang tidak
melebihi Rp 7.500.000,- dan bukan mrpk jumlah yang dipecah-pecah;
2. Bagi hasil yang diterima/diperoleh bank di indonesia;
3. Bagi hasil yang diperoleh nasabah Yayasan Dana Pensiun yang memiliki Surat
Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan Pajak;
4. Bagi hasil yang diperoleh instansi resmi pemerintah, pusat maupun daerah.
Sewa tanah dan/atau bangunan, dengan tarif 10%.
Contoh: 1. Sewa gedung kantor Bank Syariah
2. Sewa rumah dinas Kepala Cabang
3. Sewa stand pameran Bank Syariah
Hadiah Undian, dengan tarif 25%.
Contoh: Hadiah undian program BSM Gelegar Hadiah.
Pembayaran atas imbalan jasa kontraktor, dengan tarif 2% - 6%
1. 2% untuk kontraktor kecil
2. 4% untuk kontraktor yang tidak memiliki kualifikasi
3. 3% untuk kontraktor menengah keatas
4. 4% untuk kontraktor perencana atau pengawas berkualifikasi usaha
5. 6% untuk kontraktor perencana atau pengawas yang tidak berkualifikasi usaha
Bank Syariah wajib membuat bukti pemotongan PPh untuk setiap pemotongan PPh, sesuai dengan
jenis transaksinya.
Jurnal Transaksi Pemotongan Pajak
D. Biaya Sewa Kendaraan xxxx
K. Kas/Rekening xxxx
K. Kewajiban PPh Pasal 23 xxxx
D. Biaya Sewa Kantor xxxx
K. Kas/Rekening xxxx
K. Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah/bangunan xxxx
Surat Setoran Pajak
Pajak yang telah dipotong/dihitung oleh Bank Syariah wajib disetorkan ke Kas Negara dengan
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) untuk pembayaran satu jenis pajak dalam satu
masa.
Batas waktu penyetoran pajak:
PPh Pasal 21: Paling lambat tgl 10 bulan berikutnya
PPh Pasal 23: Paling lambat tgl 10 bulan berikutnya
PPh Pasal 4 ayat (2): Paling lambat tgl 10 bulan berikutnya
PPh Pasal 25: Paling lambat tgl 15 bulan berikutnya
PPh Pasal 29: Paling lambat thn berikutnya sebelum pelaporan
PPN: Paling lambat bln berikutnya sebelum pelaporan
Apabila batas akhir waktu penyetoran pajak jatuh pada hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
Denda keterlambatan penyetoran pajak adalah sebesar 2% per bulan dari nilai pajak terutang.
Jurnal Transaksi Pembayaran Pajak
D. Kewajiban PPh Pasal 23 xxxx
K. Kas/Rekening xxxx
D. Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah/bangunan xxxx
K. Kas/Rekening xxxx
Surat Pemberitahuan (SPT)
Pajak yang telah dipotong/dihitung dan telah disetorkan oleh Bank Syariah wajib dilaporkan ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan (SPT) untuk
pelaporan satu jenis pajak dalam satu masa.
Batas waktu pelaporan pajak:
PPh Pasal 21: Paling lambat tgl 20 bulan berikutnya
PPh Pasal 23: Paling lambat tgl 20 bulan berikutnya
PPh Pasal 4 ayat (2): Paling lambat tgl 20 bulan berikutnya
PPh Pasal 25: Paling lambat tgl 20 bulan berikutnya
PPh Pasal 29: Paling lambat tgl 30 April thn berikutnya
PPN: Paling lambat akhir bulan berikutnya
PPH BADAN (CORPORATE TAX) DAN PPN
1. PPh Badan (Corporate Tax)
PPh Badan adalah pajak yang dikenakan atas laba yang diperoleh setiap Wajib Pajak Badan.
Laba menurut prinsip akuntansi komersial berbeda dengan laba menurut pajak (fiskal). Perbedaan
tersebut terjadi karena adanya koreksi fiskal. Koreksi fiskal adalah koreksi atas pos-pos pendapatan
dan/atau beban yang menurut akuntansi komersial diakui namun menurut pajak tidak diakui.
Tarif PPh Badan adalah 25%
Cara Perhitungan PPh Badan:
2. PPN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan/konsumsi barang
dan/atau jasa yang berada di dalam daerah pabean Indonesia. Tarif 10%.
Jasa keuangan, termasuk Jasa Perbankan, khususnya jasa utama perbankan yaitu funding & lending
merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN.
Produk/Jasa Bank Syariah yang dikenakan PPN:
1. Safe Deposit Box.
2. Jasa yang diberikan kepada pihak ketiga untuk kegiatan di luar kegiatan utama
perbankan, antara lain:
a. Komisi/fee dari perusahaan asuransi;
Pendapatan
Beban
Laba / Rugi menurut akuntansi komersial
Beban Pajak
Koreksi Fiskal
Rugi Fiskal
Laba Fiskal
Tidak dikenakan PPh Badan
PPh Badan
Laba/Rugi Bersih Setelah
Pajak
b. Komisi/fee dari PLN, Telkom, Telkomsel, Indosat, XL, Esia atas
penerimaan pembayaran tagihan telepon;
c. Komisi/fee dari perusahaan sekuritas sebagai agen penjualan reksadana syariah;
d. Komisi/fee dari Kementerian Keuangan sebagai agen penjualan Sukuk Negara
Ritel;
e. Komisi/fee dari Nasabah Corporate atas jasa layanan pembayaran payroll.
Aplikasi eSPT Pph
Untuk pelaporan pajak, Kantor Cabang yang telah memiliki NPWP wajib menggunakan aplikasi
eSPT PPh. Aplikasi ini dapat mencetak bukti potong pajak dan SPT.
Cabang wajib melaporkan database eSPT ke Kantor Pusat.
Pemblokiran Rekening Nasabah
Apabila Bank menerima surat permohonan pemblokiran rekening nasabah Bank dari Ditjen Pajak
dalam rangka penagihan pajak, maka Bank wajib langsung melakukan pemblokiran seketika. Yang
dimaksud adalah pemblokiran keluar bukan pemblokiran masuk;
Pemblokiran dapat dicabut apabila Bank menerima surat permohonan pencabutan pemblokiran dari
Ditjen Pajak.
Permintaan Data dari KPP
Apabila Bank menerima surat permohonan permintaan data-data nasabah Bank atau data-data Bank
itu sendiri dari Ditjen Pajak dalam rangka pendataan, pemeriksaan atau penagihan pajak, maka Bank
wajib memberikan data-data yang diminta;
Khusus untuk data mengenai harta kekayaan Nasabah, maka Bank tidak boleh memberikan data
tersebut jika tidak ada surat kuasa dari si Nasabah atau surat izin dari Bank Indonesia.
Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia
Penyempurnaan PSAK 59 tentang Akuntansi Syariah
1. PSAK 101 (Penyajian Laporan Keuangan Syariah)
Lampiran 1: Contoh LK Bank Syariah
Lampiran 2: Contoh LK Asuransi Syariah
2. PSAK 102 (Akuntansi Murabahah)
Tiga pengakuan keuntungan margin murabahah dilengkapi dengan contoh
3. PSAK 104 (Akuntansi Istishna)
Keuntungan tentang Pembayaran Tangguh yang dilengkapi dengan contoh.
4. PSAK 105 (Akuntansi Mudharabah)
Pengakuan Keuntungan Tangguhan Penyerahan Aset Mudharabah yang diamortisasi
selama jangka waktu akad.
Tidak diperkenankan pengakuan pendapatan dari proyeksi.
5. PSAK 106 (Akuntansi Musyarakah)
Harus dibuat catatan terpisah
Pengakuan Keuntungan Tangguhan Penyerahan Aset Musyarakah, yang diamortisasi
selama jangka waktu akad
6. PSAK 107 (Akuntansi Ijarah)
Dipertegas penggunaan metode penyusutan.
Perbedaan Akuntansi Bank Konvensional dan Bank Syariah