perlindungan hukum konsumen terhadap produk makanan illegal di indonesia menurut undang
DESCRIPTION
hhhTRANSCRIPT
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK
MAKANAN ILLEGAL DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi :
“Tiap-tiap warga berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”1
Terkait dengan hal itu maka sebagai warga negara mempunyai hak untuk
mendapat penghidupan yang layak. Dalam hal ini pemenuhan kebutuhan hidup
yaitu memeperoleh pangan yang sehat, bergizi dan tidak mengandung bahan-
bahan yang berbahaya. Sesuai dengan yang sudah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1996 Pasal 1 angka (13) yang berbunyi :
“Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan, dan minuman”2
Menurut pasal tersebut nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan
pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan dan
minuman. Saat ini makanan yang beredar di pasaran, tidak sedikit mengandung
zat yang dapat membahayakan tubuh manusia seperti zat pewarna tekstil, pemanis
buatan, formalin, boraks dan bahan berbahaya lainnya.
Agar seluruh proses pengolahan makanan tersebut memenuhi persyaratan
keamanan, mutu dan gizi pangan, maka perlu diwujudkan suatu sistem pembinaan
1 UUD 1945 Pasal 27 ayat 22 UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan Pasal 1 angka (13)
dan pengawasan yang efektif dibidang keamanan, mutu dan gizi pangan.
Pembinaan terhadap produsen mengandung makna mendorong pelaku usaha
supaya bertindak sesuai aturan yang berlaku, baik aturan yang diharuskan undang-
undang, kebiasaan maupun kepatutan.
Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formal
makin terasa sangat penting, mengingat semakin lajunya ilmu pengetahuan dan
teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi
pelaku usaha atas barang dan/atau jasa yang dihasilkannya. Dalam rangka
mengejar dan mencapai kedua hal tersebut akhirnya baik langsung maupun tidak
langsung perlu adanya upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang
memadai terhadap kepentingan konsumen.3
Dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen diharapkan upaya perlindungan konsumen di
Indonesia bisa lebih ditingkatkan sehingga konsumen kedudukannya tidak selalu
di posisi lemah dan pelaku usaha juga dapat lebih meningkatkan kualitas produk
yang ditawarkan kepada konsumen.
Perlunya perlindungan konsumen yaitu seluruh warga negara Indonesia untuk
memperoleh pangan yang layak, sehat, bergizi dan tidak berbahaya sangat
penting, mengingat perlunya pangan yang berkualitas untuk menunjang
pertumbuhan warga negara Indonesia khususnya generasi-generasi muda penerus
bangsa sehingga dapat bertumbuh menjadi manusia sehat dan cerdas guna
memajukan negara Indonesia.
3 Husni Syawali dan Neni Imaniyanti, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Mandar Maju, hal. 33
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai
peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya
penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan
yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal,
mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi
produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan
mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Di PP tersebut juga
disebutkan dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah
dilakukan distribusi pangan melalui upaya pengembangan sistem distribusi
pangan secara efisien, dapat mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan
serta menjamin keamanan distribusi pangan.
Dalam mengembangkan ketahan pangan seharusnya tidak hanya sebatas
ketersediaan pangan yang merata bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Akan
tetapi harus menjaga kualitas pangan yang diproduksi oleh para pelaku usaha.
Sehingga tidak hanya meratanya pangan di Indonesia tetapi ketersediaan pangan
yang layak, sehat, bergizi dan tidak berbahaya bagi masyarakat Indonesia juga
harus diperhatikan.
Oleh karena itu pentingnya Perlindungan Konsumen diterapkan untuk
melindungi warga negara Indonesia dari pangan atau bahan-bahan makanan
berbahaya bagi kesehatan yang diproduksi oleh pelaku usaha. Sanksi hukum
terhadap pelaku usaha makanan dan minuman berskala industri rumah tangga
yang terbukti melakukan pelanggaran dengan menggunakan zat-zat berbahaya
dalam proses produksi dilakukan dalam bentuk penarikan produk makanan
maupun minuman, pemberhentian produksi untuk sementara waktu sampai
masalah terkait diatasi dan penarikan nomor pangan industri rumah tangga,
pemusnahan makanan maupun minuman tersebut jika terbukti membahayakan
kesehatan dan jiwa manusia, dan pencabutan izin produksi atau izin usaha.
Hal ini didasari arti pentingnya, karena kunci sukses pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah pada tahap awalnya adalah meletakkan landasan yang
kuat untuk pembangunan pangan, sehingga kebutuhan dasar yang paling esensial
yang dibutuhkan masyarakat dapat terpenuhi secara mantab dan
berkesinambungan.
Maka terkait dengan hal itu perlu diketahui bahwa seharusnya ketahanan
pangan bukan hanya sekedar ketersediaan pangan pada masyarakat Indonesia.
Akan tetapi perlunya pengawasan lebih terhadap pelaku usaha dan perlindungan
lebih terhadap masyarakat sebagai konsumen lewat Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Berdasarkan penjelasan di atas ada ketertarikan penulis untuk ingin
mengetahui dan membahas lebih mendalam sebagai tugas akhir hukum tentang :
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK
MAKANAN ILLEGAL DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1999
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana prosedur Badan Ketahan Pangan
2. Bagaimana kriteria barang Bukti yang memenuhi persyaratan untuk
dimohonkan pinjam pakai?