perkawinan beda agama - sandykusuma.infosandykusuma.info/materi/kawincampur/perkawinan beda...

Download PERKAWINAN BEDA AGAMA - sandykusuma.infosandykusuma.info/materi/kawincampur/Perkawinan Beda Agama... · Katolik yang memberikan penghargaan terhadap ... adalah perkawinan pasangan

If you can't read please download the document

Upload: phamtruc

Post on 06-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PERKAWINAN BEDA AGAMA BIMBINGAN BAGI ORANGTUA

    Oleh Erna Sandy

    Komisi Keluarga, Keuskupan Denpasar

    PENGANTAR

    Orangtua adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak. Sebagai pelengkap,

    Sekolah mendidik dengan ilmu pengetahuan, Gereja mendidik ajaran iman dan moral, serta

    masyarakat mendidik dengan pengalaman hidup sosial.

    Tanggung-jawab orangtua baru dapat dikatakan selesai, atau setidaknya akan berkurang,

    ketika anak-anak sudah tumbuh menjadi dewasa dan sudah membentuk keluarga sendiri.

    Peran pendampingan orangtua dalam mengantar anak menuju perkawinannya merupakan

    hal penting dan bukan merupakan hal yang mudah. Kesalahan pendampingan bisa

    menyebabkan perkawinan menjadi neraka bagi anak, terutama jika terlalu banyak campur-

    tangan orangtua dalam menentukan perkawinan itu sendiri.

    Salah satu faktor penting dalam pendampingan adalah pencegahan anak terjebak dalam

    perkawinan beda agama. Bagi orangtua yang memiliki toleransi tinggi, didasari oleh iman

    Katolik yang memberikan penghargaan terhadap iman orang lain, bukan hal yang sulit bagi mereka untuk mengatakan bahwa semua agama pada hakekatnya sama karena memang

    fakta mengatakan Bhineka Tunggal Ika adalah falsafah bangsa dan populasi Katolik

    memang rendah. Tetapi apakah itu berarti perkawinan beda agama bukan merupakan

    masalah yang krusial, yang tidak perlu dihindari?

    Marilah kita luangkan waktu untuk mengkaji lebih dalam mengenai perkawinan beda agama

    ini, dengan tujuan agar diperoleh pemahaman tentang berbagai konsekuensi sebagai dampak

    dari perkawinan beda agama itu sendiri, pemahaman tentang bagaimana pendampingan itu

    sebaiknya dilakukan, serta pemahaman tentang bagaimana menangani permasalahan jika perkawinan beda agama itu sudah tidak bisa lagi dihindari.

    Semoga pembahasan kita ini dapat menghasilkan banyak manfaat bagi kita selaku orangtua,

    sehingga kita dapat memberikan yang terbaik bagi anak-anak kita. Amin.

  • Perkawinan Beda Agama Orangtua

    Hal. 2/9

    Pasangan itu memang berbeda

    Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan gambaran dan kehendak-Nya, yaitu manusia yang

    diselimuti dengan pelbagai perbedaan satu sama lainnya, untuk kemudian saling berpasangan

    agar yang satu dengan lainnya bisa saling melengkapi dan saling menutupi kekurangan akibat

    dari perbedaan-perbedaan tersebut.

    Tidak ada satupun perkawinan yang tidak disertai perbedaan, karena dengan perkawinan

    itulah dua insan yang berbeda dipertemukan sebagai pasangan suami istri (pasutri).

    Dipersatukan oleh Allah tidak serta-merta berarti disamakan atau dijadikan sama/serupa,

    melainkan dipasangkan menjadi satu pasang. Untuk bisa menjadi sepasang, keduanya mesti

    berbeda, se umpama se pasang sepatu, ada yang kiri dan ada yang kanan, tidaklah bisa

    kedua-duanya kiri atau kedua-duanya kanan. Untuk bisa dikatakan sepatu, keduanya mesti

    ada secara berpasangan.

    Mari kita lihat perbedaan-perbedaan yang seringkali kita jumpai hampir di setiap pasutri:

    1.1.1.1. Perbedaan PribadiPerbedaan PribadiPerbedaan PribadiPerbedaan Pribadi a. Sifat Perkawinan adalah heteroseksual, yakni antara laki-laki dan perempuan, bukan laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan.

    b. Perbedaan karakter, watak, dan sifat-sifat seringkali menjadi pemicu perselisihan di dalam keluarga. Ini terjadi karena kurangnya pemahaman

    bahwa perbedaan tersebut justru memperkaya relasi dengan pasangan.

    Coba kita bayangkan apa yang terjadi jika keduanya sama-sama berwatak

    keras/ngotot atau keduanya sama-sama suka mengalah/lembek?

    c. Perbedaan Hobby dan selera seringkali juga tidak dilandasi pemahaman yang baik. Pertengkaran terjadi karena yang satu suka menonton film action

    sementara yang lainnya suka drama percintaan. Yang satu suka makanan

    pedas sementara pasangannya tidak berani pedas, dan seterusnya.

    2.2.2.2. Perbedaan Latar BelakangPerbedaan Latar BelakangPerbedaan Latar BelakangPerbedaan Latar Belakang a. Pendidikan Banyak orangtua menginginkan anaknya menikah dengan pasangan yang

    setara dalam pendidikannya, misalnya sama-sama sarjana tanpa disadari

    bahwa sarjana teknik tentu berbeda dengan sarjana sastra misalnya.

    Apa yang terjadi jika suami-istri memiliki profesi yang sama, misalnya sama-

    sama menjadi dokter? Apakah mereka akan lebih harmonis dibandingkan

    pasangan yang tidak se-profesi?

    b. Keluarga Lain lubuk lain ikannya. Adanya perbedaan latar belakang keluarga, jika

    memperoleh pemahaman yang memadai, justru bisa menjadi pemicu

    terwujudnya toleransi di antara relasi-relasi yang ada.

    Apakah yang terjadi jika orangtua dan mertua kita memiliki profesi yang sama,

    katakanlah sama-sama penjual bakso?

    c. Lingkungan Perbedaan juga terjadi akibat pengaruh lingkungan dimana ia dibesarkan.

    Apa yang terjadi jika ia dibesarkan di pedesaan sementara pasangannya

    dibesarkan di kota besar?

  • Perkawinan Beda Agama Orangtua

    Hal. 3/9

    3.3.3.3. Perbedaan Suku, Bangsa, daPerbedaan Suku, Bangsa, daPerbedaan Suku, Bangsa, daPerbedaan Suku, Bangsa, dan Budayan Budayan Budayan Budaya Ini merupakan perbedaan yang melibatkan orang lain dalam lingkup yang lebih luas

    lagi. Sebagai anggota dari suatu suku atau bangsa, banyak tradisi dan kepercayaan

    yang diwariskan turun-temurun

    4.4.4.4. Perbedaan AgamaPerbedaan AgamaPerbedaan AgamaPerbedaan Agama Berbeda agama dengan pasangan hidup menimbulkan pel-bagai konsekuensi yang

    harus dipikul oleh kedua pasangan suami istri.

    Pada makalah ini, kita hanya akan membahas perbedaan agama ini saja, dengan

    asumsi bahwa perbedaan pribadi, latar belakang, dan suku/bangsa/budaya dapat

    ditelaah sendiri atau dibahas pada kesempatan lain.

    Konsekuensi Perkawinan Beda Agama

    Marilah kita lihat kembali konsekuensi-konsekuensi apa saja yang merupakan resiko bagi

    anak-anak kita jika mereka memutuskan untuk melangsungkan perkawinan beda agama, yaitu

    anak kita yang Katolik memilih pasangan hidupnya yang beragama non-Katolik.

    Kawin Campur dibedakan atas dua pengertian, yaitu: Perkawinan Beda Agama dan

    Perkawinan Beda Gereja.

    Perkawinan Beda Agama (Disparitas Cultus) adalah perkawinan pasangan Katolik dengan pasangan yang beragama Non-Baptis (Islam, Hindu, Budha), sedangkan yang dimaksud

    dengan Perkawinan Beda Gereja (Mixta Religiosa) adalah perkawinan pasangan Katolik dengan Kristen yang Baptisnya diakui oleh Gereja.

    Dalam konteks bahasan pada makalah ini, keduanya tidak dibedakan dan disebut sebagai

    Perkawinan Beda Agama saja.

    Jika keadaannya sudah tidak memungkinkan lagi untuk dicegah, dimana kedua calon

    mempelai (dan pihak keluarga) bersikukuh mempertahankan agamanya masing-masing, maka

    perkawinan tetap dapat dilangsungkan dengan berbagai macam konsekuensi yang mesti

    dipikul oleh kedua mempelai dan pihak keluarganya masing-masing, yaitu konsekuensi yang

    berpeluang besar terjadinya kegagalan pencapaian keluarga yang bahagia.

    Apa saja resiko-resiko yang mesti dihadapi oleh pasangan perkawinan Beda Agama?

    1.1.1.1. Perkawinan Perkawinan Perkawinan Perkawinan Sebagai Sebagai Sebagai Sebagai SakramenSakramenSakramenSakramen

    Melalui Sakramen Perkawinan, Allah mempersatukan dua manusia menjadi pasangan

    suami-istri, yaitu dengan menghadirkan Rahmat Allah bagi suami-istri dan anak-anaknya,

    sebagai wujud Kasih Allah kepada manusia, agar mereka saling menguduskan satu sama

    lain, saling membimbing, dan saling mewartakan keselamatan dengan kesaksian hidup

    yang penuh kasih1.

    Meskipun dapat dilangsungkan dengan dispensasi dan dilaksanakan dengan tata cara

    pernikahan secara Katolik, perkawinan Beda Agama bukan sakramen, karena mempelai

    yang non-Baptis belum menerima Sakramen Baptis sehingga ia belum bisa menerima

    sakramen manapun termasuk Sakramen Perkawinan2.

    Perkawinan Beda Agama telah menghilangkan kesempatan kita untuk menerima Sakramen

    Perkawinan.

    1 Religiositas Agama & Gereja Katolik, Jacobus Tarigan, Pr. Penerbit PT Grasindo, Tahun 2007. 2 Surat untuk Suami Istri Katolik, AL. Purwa Hadiwardoyo, MSF. Penerbit Kanisius, Tahun 2002.

  • Perkawinan Beda Agama Orangtua

    Hal. 4/9

    2.2.2.2. Perkawinan MonogamyPerkawinan MonogamyPerkawinan MonogamyPerkawinan Monogamy yang Tak Terceraikan yang Tak Terceraikan yang Tak Terceraikan yang Tak Terceraikan

    Perkawinan secara Katolik adalah perkawinan yang monogamy, artinya satu suami satu

    istri. Tak terceraikan karena suami-istri dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan

    oleh manusia3.

    Betapa indahnya perkawinan secara Katolik ini: Tidak boleh punya istri lebih dari satu dan

    tidak boleh cerai.

    Perkawinan Beda Agama belum tentu menjamin kedua hal dasar ini. Wanita Katolik

    berpeluang untuk berbagi suami dengan wanita lain alias dimadu oleh suaminya yang

    non-katolik. Wanita Katolik juga berpeluang menjadi janda karena diceraikan oleh

    suaminya dan tidak punya kesempatan untuk kawin lagi sampai suaminya itu meninggal,

    sementara sang suami (bisa jadi) menikah lagi dengan wanita lain. Begitu pula Suami

    Katolik (bisa saja) mesti menghadapi gugatan cerai dari istrinya yang bukan Katolik.

    Jadi, perkawinan secara Katolik (dengan sakramen) adalah perkawinan yang ideal karena

    dapat menangkal monogamy dan perceraian.

    3.3.3.3. Resiko dikucilkan dari KelResiko dikucilkan dari KelResiko dikucilkan dari KelResiko dikucilkan dari Keluargauargauargauarga dan sangsi Adat dan sangsi Adat dan sangsi Adat dan sangsi Adat

    Sebagian besar orangtua tidak menghendaki memiliki menantu yang berbeda agama.

    Reaksi yang berlebihan bisa terjadi, seperti: tidak lagi mau mengakui anaknya. Resiko

    minimal yang terjadi adalah anak menjadi orang asing di lingkungan mertuanya

    maupun di lingkungan keluarganya sendiri.

    Di beberapa kasus adat, Perkawinan Beda Agama berpengaruh terhadap hak dan sangsi

    adat, seperti hak waris, penghapusan garis keturunan, dsb.

    4.4.4.4. Tak pernah bersatu dalam ImanTak pernah bersatu dalam ImanTak pernah bersatu dalam ImanTak pernah bersatu dalam Iman

    Karena berbeda agama, suami dan istri menjalankan sendiri-sendiri kegiatan

    keagamaannya. Sebagai bentuk toleransi, ia bisa saja mendampingi pasangannya ketika

    melaksanakan kegiatan keagamaannya, dan itu artinya masing-masing mesti menyediakan

    waktu lebih untuk mengikuti kegiatan di 2 agama yang berbeda. Bagaimana jika kegiatan

    keagamaan keduanya berlangsung pada waktu yang bersamaan, siapa yang mengalah,

    ataukah jalan sendiri-sendiri?

    Perbedaan ajaran kedua agama tersebut juga akan menjadi perbedaan kedua pasangan

    suami-istri itu sendiri.

    Apakah keadaan seperti ini masih memungkinkan terwujudnya keluarga bahagia dalam pengertian yang sesungguhnya?

    5.5.5.5. Masalah Pendidikan Iman bagi anakMasalah Pendidikan Iman bagi anakMasalah Pendidikan Iman bagi anakMasalah Pendidikan Iman bagi anak----anakanakanakanak

    Umumnya Si Ayah ingin agar anak-anaknya dididik berdasarkan agama yang dianutnya,

    tetapi Ibu yang memiliki relasi paling dekat dengan anak-anak akan menularkan sifat-sifat

    spiritualnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai akibatnya, Si Ibu akan

    dituduh telah mengajarkan agamanya secara diam-diam, tidak sesuai kesepakatan.

    Lebih celaka lagi kalau kedua orangtuanya sepakat untuk tidak mengajarkan agamanya

    masing-masing dan membiarkan anak-anak tumbuh sampai pada saatnya nanti keputusan

    diserahkan kepada anaknya masing-masing. Ini berarti anak-anak tidak mendapatkan

    pendidikan iman sama sekali4.

    3 Lihat lebih jauh Injil Markus 10:6-12. 4 Disarikan dari kata pengantar Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga Kawin Campur Beda Agama, BR. Agung Prihartana, MSF, Penerbit Kanisius, 2008.

  • Perkawinan Beda Agama Orangtua

    Hal. 5/9

    Begitu juga halnya jika terjadi kedua orangtuanya saling berlomba-lomba mengajarkan

    agamanya masing-masing kepada anak-anak mereka, yang pada akhirnya membuat anak

    menjadi kebingungan, mana yang mesti ia dengarkan: Ayah atau Ibunya?

    Di beberapa kasus, anak juga bisa memanfaatkan situasi ini, dengan bermain condong kiri

    condong kanan. Selagi ingin ngerjain Ayahnya, ia berpura-pura lebih sreg kalau

    mengikuti agama Ibunya, dan tentunya ini akan membuat Ayahnya menjadi uring-uringan.

    Setidaknya, anak-anak akan dihadapkan pada pertanyaan: mengapa mesti mereka yang

    menanggung akibatnya padahal yang berbeda agama itu orangtuanya?

    6.6.6.6. Ketika kematian memisahkanKetika kematian memisahkanKetika kematian memisahkanKetika kematian memisahkan

    Pada saatnya nanti kedua pasangan meninggal dunia, bisa jadi mereka akan dikuburkan di

    tempat yang terpisah dan dengan tata cara pemakaman yang berbeda pula.

    Seringkali terjadi ketika salah satu pasangan suami-istri meninggal dunia, keluarga orangtua

    dan keluarga mertua saling ngotot dalam menentukan tata cara pemakaman yang

    digunakan, atau bahkan hal yang sebaliknya bisa terjadi, kedua keluarga sama-sama

    menolak untuk mengurusi pemakaman anaknya itu.

    7.7.7.7. Dispensasi Perkawinan Beda AgamaDispensasi Perkawinan Beda AgamaDispensasi Perkawinan Beda AgamaDispensasi Perkawinan Beda Agama

    Menurut Kitab Hukum Kanonik (1983) Kan. 1086, Perkawinan Beda Agama adalah tidak

    sah, dan perlu mendapatkan dispensasi sebagaimana diatur pada Kan. 1124-11295, dengan

    alasan yang wajar dan masuk akal. Pihak Katolik mesti menyatakan janjinya (Kan. 1125

    No. 1): Pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta

    memberikan janji yang jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga,

    agar semua anaknya dibaptis dan dididik dalam Gereja Katolik.

    Janji tersebut harus diberitahukan pada waktunya kepada pihak non-Katolik mengenai janji-janji yang dilakukan pihak Katolik, sedemikian rupa sehingga pihak non-Katolik

    menyadari benar-benar janji serta kewajiban pihak Katolik6.

    Meskipun dispensasi perkawinan beda agama bisa diperoleh, namun untuk

    mendapatkannya tidaklah mudah terutama dikarenakan syarat pemberitahuan kepada

    pihak non-Katolik yang seringkali sulit diterima oleh pihak non-Katolik tersebut.

    8.8.8.8. Pernikahan GandaPernikahan GandaPernikahan GandaPernikahan Ganda

    Sebagian pernikahan beda agama dilangsungkan dengan pernikahan ganda atau menikah

    dua kali, yang satu mengikuti tata cara Katolik, lalu dilangsungkan juga menggunakan tata

    cara sesuai agama dari pasangannya. Tujuannya agar mendapatkan pengesahan dari

    kedua agama. Sebagai konsekuensinya, timbul kerepotan dan biaya tambahan.

    Tetapi yang terpenting untuk diketahui bahwa cara seperti ini dilarang7.

    9.9.9.9. Berbenturan sebagai keseharianBerbenturan sebagai keseharianBerbenturan sebagai keseharianBerbenturan sebagai keseharian

    Dalam kehidupan sehari-hari, berbagai perbedaan dilematis muncul ke permukaan,

    misalkan soal penempatan simbul-simbul keagamaan, bisa jadi pemasangan Salib Yesus

    akan dipandang sebagai penyembah berhala oleh pasangannya.

    Contoh lain misalnya, Suami terpaksa berpisah dengan anjing peliharaannya karena istri

    dan keluarganya menganggap dijilat anjing sebagai hal yang najis. Belum lagi kita berbicara soal pantangan dan berpuasa.

    5 Silahkan lihat lebih lanjut pada Kitab Hukum Kanonik (1983), Konferensi Waligereja Indonesia, Juni 2006. 6 Kawin Campur, Beda Agama dan Beda Gereja, Dr. Piet Go, O.Carm & Suharto SH, Penerbit Dioma, 1987. 7 Lihat Kitab Hukum Kanonik Kan. 1127 No. 3 tentang larangan perayaan keagamaan lain.

  • Perkawinan Beda Agama Orangtua

    Hal. 6/9

    Mengingat begitu banyaknya konsekuensi yang ditimbulkan dari perkawinan beda agama ini,

    maka perkawinan seperti ini sebisanya dihindari.

    Salah satu jalan keluar yang favorit adalah dengan Pindah Agama, salah satu pasangan

    mengalah dan mengikuti agama yang dianut oleh pasangannya.

    Tidak jarang juga terjadi, pindah agama ini hanyalah formalitas saja karena yang

    bersangkutan tidak benar-benar mengganti imannya dengan iman yang baru, seperti yang

    dialami oleh Shelly, sejak menikah belasan tahun yang lalu ia meninggalkan Katolik untuk

    mengikuti agama yang dianut suaminya. Selama belasan tahun, dan masih harus mengalami

    puluhan tahun lagi, Shelly terus menerus dibayang-bayangi panggilan iman Katolik-nya.

    Bisa dibayangkan betapa rindunya ia mendambakan menyambut Komuni saat Misa.

    Ini terjadi karena Iman Katolik yang begitu melekat dihatinya, yang telah dibangun sejak kecil

    dan tidak begitu saja bisa hilang ketika pindah agama ia putuskan.

    Pendampingan Preventif sebagai upaya untuk mencegah Perkawinan Beda Agama

    Sebagai orangtua, marilah kita awali pemahaman pendampingan ini dengan menelaah lebih

    jauh tentang karakteristik orangtua pada umumnya, yang bisa kita pisahkan atas 2 karakter

    utama, yaitu:

    1. Orangtua Otoriter Orangtua tipe ini tidak mampu melihat anak-anaknya tumbuh menjadi dewasa.

    Mereka selalu menganggap bahwa anaknya masih kecil, belum mengerti apa-apa, dan

    belum berpengalaman. Mereka khawatir, atau bahkan secara berlebihan, anak-anaknya

    tidak akan bisa mencapai kebahagiaan tanpa campur tangan dari orangtuanya sehingga

    seringkali mereka lupa bahwa orangtua hanya pendamping, bukan pelaku. Mereka meminta anaknya untuk duduk manis di bangku penumpang, Ayahnya berperan sebagai

    supir dan Ibunya sebagai kondektur, lalu Sang Ayah berkata: Mana ada sih orangtua

    yang membawa anaknya nyemplung ke dalam jurang? Percaya sajalah kepada Ayah.

    Umumnya orangtua akan menetapkan berbagai disiplin yang mesti dipatuhi oleh anak-

    anaknya, dibarengi dengan berbagai sangsi jika anaknya melanggar atau menentang.

    Namun seringkali terjadi, orangtua sendiri tidak konsisten atau bahkan tidak bisa menjadi

    teladan bagi anak-anaknya.

    Dampak negatif yang terjadi pada anak terhadap perlakuan seperti ini, antara lain:

    a. Terganggunya, atau bahkan terputusnya, komunikasi di antara anak dan orangtuanya. Anak cenderung akan mencari second-parent di luar rumah.

    b. Anak mengalami luka batin yang mendalam, merasa tidak berguna, menjadi pasif, hopeless, terserah apa maunya orangtua-lah. Tidak sedikit di antaranya

    menyimpan dendam yang mendalam kepada orangtuanya.

    c. Anak memiliki kepribadian ganda. Di rumah ia nampak sebagai anak yang taat dan penurut (biasanya orangtua senang dengan sikap anak seperti ini), tetapi di

    luar rumah, anak bagaikan srigala yang lepas dari kandangnya.

    2. Orangtua acuh-tak-acuh Ini bisa terjadi karena kesibukan orangtua, kurangnya tanggung-jawab moral dan iman

    sebagai orangtua, atau karena ketidak-tahuan tentang pendampingan anak.

  • Perkawinan Beda Agama Orangtua

    Hal. 7/9

    Perhatian orangtua biasanya terbatas terhadap hal-hal sepele, seperti: apakah anakku

    sudah makan, sudah mandi, atau apakah anakku sehat, dan sebagainya.

    Terhadap pendidikan dan pengetahuan anak, orangtua tipe ini akan mengatakan: Lho,

    itu kan tanggung-jawab sekolah! Saya sudah bayar mahal kepada sekolah lho.

    Terhadap pergaulan anak, mereka bahkan tidak tahu banyak siapa-siapa saja teman

    bergaul anak-anaknya.

    Urusan pasangan hidup untuk Anak? Wah, Tuhan telah menyiapkan jodoh bagi anakku

    yang pada saatnya nanti akan dibawa kepadaku., katanya enteng-enteng saja.

    Umumnya anak yang dididik dengan cara seperti ini cukup memiliki kemandirian, namun

    dari sisi negatifnya, ia akan mewarisi karakter orangtuanya, yaitu cuek-bebek atau acuh-

    tak-acuh, cenderung apatis, atau bisa jadi ia tidak mampu menjadi suami atau istri yang

    ideal bagi pasangan hidupnya.

    Dalam kaitannya dengan pendampingan anak guna menghindari perkawinan beda agama,

    kedua karakter orangtua di atas jangan sekali-sekali kita terapkan.

    Berikut ini akan dibahas kiat-kiat untuk memperlebar peluang mendapatkan pasangan hidup

    yang se-iman bagi anak-anak kita:

    1.1.1.1. Pendidikan Iman KatolikPendidikan Iman KatolikPendidikan Iman KatolikPendidikan Iman Katolik

    Ini adalah kewajiban yang mutlak dilaksanakan se dini mungkin.

    Iman yang kuat adalah benteng yang kokoh dalam menghadapi dilema perkawinan beda

    agama. Sebagai orangtua tentunya kita telah memahami bagaimana mengajarkan iman

    Katolik kepada anak-anak kita. Daftar berikut ini bisa digunakan untuk memberi

    penyegaran tentang hal ini:

    Pembaptisan Katolik adalah mutlak bagi anak-anak kita, tetapi prosesi pembaptisan saja tidaklah cukup. Pembantisan bukan sekedar untuk mendapatkan

    surat baptis semata. Makna baptis seyogyanya senantiasa dijadikan bahan diskusi

    dan pembicaraan dari waktu ke waktu.

    Komuni Pertama adalah peristiwa besar bagi anak, karena pada waktu itu, untuk pertama kalinya anak menerima Kristus sebagai sahabatnya dan untuk seterusnya akan bersahabat dengan-Nya.

    Pernahkah Anda memaksa anak Anda ke Gereja untuk Misa hari Minggu, atau memaksa anak Anda untuk pengakuan dosa menjelang Paskah dan Natal, atau

    memaksanya untuk menjadi mesdinar, paduan suara, atau aktif di kegiatan mudika?

    Jika anak-anak kita melakukan hal-hal di atas semata-mata untuk menyenangkan

    orangtua atau karena takut kepada orangtuanya, maka hampir dipastikan anak itu

    akan mengalami masalah dengan iman Katoliknya.

    Apakah Anda menanamkan fanatisme kepada anak-anak Anda, bahwa seolah-olah Katolik adalah yang paling benar, dan adalah hal yang tabu untuk mempelajari

    atau mengetahui agama atau kepercayaan lain?

    Pernahkah Anda sadari bahwa ada kalanya, di saat-saat tertentu, anak kita sedang menolak Yesus atau bahkan tidak mempercayai-Nya, seperti yang dilakukan Petrus

    kepada Yesus? Bagaimana menyikapi hal ini?

    Pernahkah Anda sadari ketika anak kita merasa sebagai mahluk asing di antara teman-teman pergaulannya karena ia berbeda agama dengan mereka?

    2.2.2.2. Komunikasi OrangtuaKomunikasi OrangtuaKomunikasi OrangtuaKomunikasi Orangtua----AnakAnakAnakAnak

    Hal ini juga mutlak dibangun oleh para orangtua.

    Ada saatnya orangtua memang berperan sebagai orangtua, tetapi seringkali juga orangtua

    mesti berperan sebagai teman atau sahabat bagi anak-anaknya.

  • Perkawinan Beda Agama Orangtua

    Hal. 8/9

    Kesalahan yang kerap kali dilakukan oleh para orangtua adalah: berusaha sekuatnya agar

    kuantitas komunikasi dapat ditingkatkan setinggi-tingginya. Lalu apa hasilnya? Anak-

    anak kita akan berkata kepada paman/bibi atau gurunya: Orangtuaku itu cerewet

    banget!.

    Yang terpenting adalah kualitas dari komunikasi itu, bukan kuantitas.

    Apakah anak Anda menyampaikan kepada Anda tentang perasaan yang dialaminya ketika pertama kali ia jatuh cinta (monyet) kepada lawan jenisnya?

    Beranikah anak Anda mengatakan tidak kepada Anda? Pernahkah ia melawan Anda?

    Apakah anak Anda memiliki kebebasan untuk menyampaikan apa saja yang ingin

    ia sampaikan kepada orangtuanya?

    Sudah cukupkah Anda memberikan ruang privacy bagi anak-anak Anda, yaitu terhadap hal-hal yang memang tidak diinginkan oleh anak untuk dikomunikasikan

    kepada orangtuanya?

    Apakah menurut Anda komunikasi dikatakan baik jika anak menyampaikan

    kepada orangtuanya segala hal tanpa ada yang tertinggal?

    Bagaimana seorang Ayah bersikap terhadap kasus dimana anak-anak lebih terbuka kepada Ibunya, atau sebaliknya, bagaimana sikap seorang Ibu ketika menyadari

    bahwa anak-anaknya lebih senang berkomunikasi dengan Ayahnya?

    3.3.3.3. Pergaulan anakPergaulan anakPergaulan anakPergaulan anak

    Banyak orangtua membatasi pergaulan anaknya di lingkungan Mudika saja, hindari

    pergaulan di luar itu. Jujur saja kami katakan: Itu salah besar!

    Bergaul dengan teman-teman non-Katolik akan meluaskan wawasan anak tentang

    bagaimana hukum agama mereka sehingga bisa disimpulkan apakah ada peluang untuk

    perkawinan beda agama, dan kesimpulan ini dapat digunakan untuk memutuskan apakah

    relasi dengan teman itu hendak dilanjutkan dengan pacaran atau tidak.

    Banyak juga perkawinan se-iman terjadi justru karena pasangannya diperkenalkan oleh

    teman yang tidak se-iman.

    Orangtua wajib mengetahui siapa-siapa saja teman bergaul dari anak-anaknya, termasuk

    bagaiman latar belakang orangtuanya masing-masing, tanpa perlu menjadi polisi bagi

    anak-anaknya, atau tanya kiri tanya kanan bagaikan spionase.

    Informasi yang paling akurat dan terpercaya justru di dapat dari anak-anak kita sendiri.

    4.4.4.4. Ketika anak menginjak remajaKetika anak menginjak remajaKetika anak menginjak remajaKetika anak menginjak remaja

    Tonggak penting yang menandai perubahan strategi dan tata cara pendampingan anak

    adalah ketika anak menginjak remaja, mengapa demikian? Pada masa ini, anak

    mengalami perubahan-perubahan besar baik secara biologis maupun kejiwaan. Dan masa ini sekaligus menjadi kunci keberhasilan menangkal perkawinan beda agama.

    Tindakan antisipasi orangtua seringkali dilakukan ketika anaknya minta kawin sama

    pasangan yang beda agama, yaitu ketika anak sudah menginjak dewasa dan sudah siap

    untuk hidup berkeluarga.

    Pada masa ini, anak mulai merasakan ketertarikan dengan lawan jenisnya, dibarengi

    dengan luapan-luapan emosi yang cenderung tidak stabil dan sering membuat pusing

    orangtuanya.

    Sikap pribadinya juga berubah, ia memiliki keinginan kuat untuk tampil memikat,

    berdandan dan berlama-lama berdiri di depan cermin, dan ia menginginkan banyak hal

    sampai membuat orang lain kerepotan memenuhi keinginannya.

    Yang terpenting dari semua itu, terkait dengan pokok bahasan kita, adalah perubahan

    yang menyangkut hubungan dan komunikasi dengan orangtuanya. Ia tidak lagi tertarik

  • Perkawinan Beda Agama Orangtua

    Hal. 9/9

    untuk dekat-dekat dengan orangtuanya. Ia lebih mementingkan teman-temannya.

    Omongan teman-temannya lebih berpengaruh dibandingkan omongan orangtuanya.

    Ini adalah fenomena normal yang dialami oleh setiap anak yang menginjak remaja.

    Jika dalam kondisi seperti ini, kita sebagai orangtua lalu ngoceh kepada anak di setiap

    kesempatan bertemu anak, percayalah: Enggak bakalan didengerin!

    Diskusi dan Tanya-jawab

    Diskusikan apa apa saja yang telah dibahas dalam presentasi. Beri kesempatan kepada peserta rekoleksi untuk sharing dan memberikan tanggapan, atau untuk

    mengajukan pertanyaan-pertanyaan.

    Waktu diskusi: 30 menit.

    PENUTUP

    Semoga materi yang kami sajikan ini dapat membantu keluarga-keluarga dalam menghadapi

    berbagai persoalan yang terkait dengan perbedaan agama di antara sesama anggota keluarga.

    Saran, kritik, atau pertanyaan, dapat disampaikan ke: Komisi Keluarga, Keuskupan Denpasar,

    atau langsung kepada:

    Romo Johanes Hadriyanto, email: [email protected] , Phone: 0812.388.6262

    Erna Kusuma, email: [email protected], Phone: 0812.388.0440

    Sandy Kusuma, email: [email protected], Phone: 081.797.40440