perhitungan kebutuhan pembiayaan pencapaian target
TRANSCRIPT
Perh itungan Kebutuhan Pembiayaan Pencapaian Target
Pembangunan Kesehatan pada RPJMN 2020–2024:
(Sebuah Pendekatan Pelayanan Kesehatan
Primer Menggunakan OneHealth Tool)
Pungkas B. Ali, Dewi Amila Solikha, Ery Setiawan, Mardiati Nadjib, Firdaus Hafidz, Neil Thalagala, Elise Lang, Arin Dutta, Ricardo Silva, Catherine Cantelmo, and Dorit Stein
2020
Kutipan resmi: Ali, P.B., D.A. Solikha, E. Setiawan, M. Nadjib, F. Hafidz, N. Thalagala, E.
Lang, A. Dutta, R. Silva, C. Cantelmo, and D. Stein. 2020. Perhitungan Kebutuhan
Pembiayaan Pencapaian Target Pembangunan Kesehatan pada RPJMN 2020–2024
(Sebuah Pendekatan Pelayanan Kesehatan Primer menggunakan One Health Tool).
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih kepada para kontributor laporan ini yaitu Dr. Siswanto dan Dr. Sri
Idaiani dari Balitbangkes Kemkes yang telah membagikan hasil analisis pembiayaan di
fasilitas kesehatan tingkat pertama yang menjadi rujukan utama dari studi ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih untuk kepada seluruh pihak di Kemkes termasuk dari
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Direktorat
Gizi, Direktorat Kesehatan Keluarga, Direktorat Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer, Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan, Sub
Direktorat Tuberkulosis, Sub Direktorat HIV/AIDS, Sub Direktorat Malaria, Sub
Direktorat Imunisasi, Pusat Data dan Informasi, dan Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan (BPPSDMK). Ucapan terima kasih
kami sampaikan juga kepada tim dari Kementerian PPN/Bappenas yaitu Bahagiati
Maghfiroh, Sidayu Ariteja, Muhammad Zaki Firdaus, Mohammad Dzulfikar Arifi, Inti
Wikanestri, Renova G.M. Siahaan, Ardhiantie, Hana Taqiyah dan Budiyono
(Kementerian PPN/Bappenas).
Para penulis mengucapkan terima kasih juga kepada Edhie Rahmat dan Jack
Langenbrunner (USAID) serta bantuan teknis dari Proyek Health Policy Plus (HP+) dan
pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). HP+
adalah proyek kerjasama lima tahun yang didanai oleh USAID yang didasari perjanjian
dengan Nomor AID-OAA-A-15-00051, yang dimulai pada 28 Agustus 2015. HP+ dikelola
oleh Palladium, dan bekerjasama dengan Avenir Health, Futures Group Global
Outreach, Plan International USA, Population Reference Bureau, RTI International,
ThinkWell, dan the White Ribbon Alliance for Safe Motherhood. Isi dari publikasi ini
merupakan tanggung jawab penulis dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau
Pemerintah Amerika Serikat.
3
Daftar Isi Ucapan Terima Kasih ............................................................................................... 2
Singkatan ................................................................................................................ 5
Ringkasan Eksekutif ................................................................................................. 6
Pendahuluan ........................................................................................................... 8
Tujuan ....................................................................................................................... 10
Metodologi ........................................................................................................... 10
Biaya Obat dan Bahan Medis Habis Pakai ................................................................ 11
Biaya Sosialisasi, Advokasi, dan Bimbingan Teknis .................................................. 15
Sumber Daya Manusia (SDM) ................................................................................... 15
Biaya operasional ..................................................................................................... 15
Metode Permodelan Dampak .................................................................................. 15
Tantangan dan Keterbatasan ................................................................................... 16
Hasil Estimasi Biaya ............................................................................................... 18
Ringkasan Estimasi Biaya Berdasarkan Kategori dan Program ................................ 18
Perkiraan Biaya Sektor Swasta ................................................................................. 22
Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi ...................................................................................................... 25
Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat ............................................................... 27
Memperkuat Pengendalian Penyakit ....................................................................... 29
Memperkuat Sistem Kesehatan dan Sistem Pengawasan Makanan dan Obat-
Obatan ............................................................................................................ 33
Analisis Dampak .................................................................................................... 35
Bagaimana Indonesia akan Mencapai Target Angka Kematian Ibu dan Anak? ....... 35
Dampak Pengobatan HIV ......................................................................................... 37
Pembahasan ......................................................................................................... 38
Kesimpulan dan Rekomendasi ............................................................................... 40
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 42
Lampiran A. Tabel Menampilkan Cakupan untuk Semua Intervensi Berdasarkan
Program Setiap Tahun .................................................................................. 44
Lampiran B. Tabel Ringkasan Semua Biaya Berdasarkan Tahun Menurut Program
dan Kategori (Miliar Rupiah) ........................................................................ 54
4
Daftar Tabel Tabel 1. Metodologi Untuk Memperkirakan Biaya Obat, Vaksin, Bahan Medis Habis
Pakai Tingkat Layanan Kesehatan Primer Sektor Swasta Vs Publik .................... 14
Tabel 2. Dampak Keterbatasan Data Terhadap Interpretasi Hasil ............................... 17
Tabel 3. Belanja Kesehatan di Indonesia ...................................................................... 21
Tabel 4. Sektor Swasta Skenario 1: Total Biaya Obat-obatan, Vaksin, dan Bahan Medis
Habis Pakai Berdasarkan Program Setiap Sektor (Miliar Rupiah) ...................... 22
Tabel 5. Sektor Swasta Skenario 2: Total Biaya Obat-obatan, Vaksin, dan Bahan
Medis Habis Pakai Berdasarkan Program Setiap Sektor (Miliar Rupiah) ............ 24
Tabel 6. Scale-Up Tenaga Kesehatan yang Dibutuhkan bagi 83% Layanan Kesehatan
Primer untuk Mencapai Ketentuan Penetapan Jumlah Staf Tahun 2024 .......... 34
Tabel 7. Ringkasan Kebutuhan Pembiayaan RPJMN (Miliar Rupiah) 2020-2024 ......... 39
Daftar Gambar Gambar 1. Ringkasan Metodologi Perkiraan Biaya .......................................................... 12
Gambar 2. Total Biaya untuk Mencapai Target RPJMN Berdasarkan Kategori ............... 18
Gambar 3. Total Biaya untuk Mencapai Target RPJMN Berdasarkan Program
Kesehatan ................................................................................................................ 19
Gambar 4. Persen Total Biaya Berdasarkan Program Kesehatan pada 2020 dan 2024 .. 19
Gambar 5. Total Biaya Layanan Kesehatan: Obat-obatan, Vaksin dan Bahan Medis Habis
Pakai Ditambah Biaya Sosialisasi, Advokasi, dan Bimbingan Teknis per Tahun .... 20
Gambar 6. Persen dari Total Biaya Layanan Kesehatan: Obat-obatan, Vaksin, dan Bahan
Medis Habis Pakai Ditambah Biaya Sosialisasi, Advokasi, dan Bimbingan Teknis
pada 2020 dan 2024 ................................................................................................ 20
Gambar 7. Sektor Swasta Skenario 1: Perkiraan Total Biaya dari Sektor Publik
Berdasarkan Program Setiap Tahun ....................................................................... 23
Gambar 8. Sektor Swasta Skenario 2: Total Perkiraan Biaya Terhadap Sektor Publik
Berdasarkan Program Setiap Tahun ....................................................................... 24
Gambar 9. Total Biaya KIA-Kespro Berdasarkan Kategori Setiap Tahun ....................... 26
Gambar 10. Total Biaya Imunisasi Berdasarkan Kategori Setiap Tahun .......................... 27
Gambar 11. Total Biaya Gizi Berdasarkan Kategori Setiap Tahun .................................... 28
Gambar 12. Total Biaya Malaria Berdasarkan Kategori Setiap Tahun ............................. 29
Gambar 13. Total Biaya TB Berdasarkan Kategori Setiap Tahun ..................................... 30
Gambar 14. Total Biaya HIV Berdasarkan Kategori Setiap Tahun .................................... 32
Gambar 15. Total Biaya PTM Berdasarkan Kategori Setiap Tahun .................................. 33
Gambar 16. Total Biaya SDM Berdasarkan Program Setiap Tahun (Triliun Rupiah) ....... 34
Gambar 17. Perkiraan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di bawah RPJMN ...... 36
Gambar 18. Kontribusi Intervensi Terhadap Penurunan AKI, 2020–2024 ...................... 37
Gambar 19. Jumlah ART dan Kematian Terkait AIDS per Tahun ...................................... 38
5
Singkatan AIM AIDS Impact Module (Modul Dampak AIDS)
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
AKI Angka Kematian Ibu
BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BKKBN Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
HIV Human immunodeficiency virus
HP+ Health Policy Plus
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
KIA-Kespro Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, dan Anak dan Kesehatan Reproduksi
LiST Lives Saved Tool (Perangkat Penyelamat Jiwa)
NHA National Health Account (Akun Kesehatan Nasional)
OHT OneHealth Tool (Perangkat OneHealth)
PTM Penyakit Tidak Menular
Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat
RENSTRA Rencana Strategis
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
SPM Standar pelayanan minimal
TB Tuberkulosis
USAID U.S. Agency for International Development (Agensi A.S. untuk
Pembangunan Internasional)
UKM Upaya Kesehatan Masyarakat
WHO World Health Organization (Organisasi Kesehatan Dunia)
6
Ringkasan Eksekutif Target dalam pembangunan kesehatan nasional yang tercantum dalam RPJMN 2020-
2024 cukup ambisius. Kebijakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJMN) 2020–2024 Indonesia diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
menuju cakupan kesehatan semesta terutama penguatan pelayanan kesehatan dasar
(primary health care) dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif,
didukung inovasi dan pemanfaatan teknologi. Dengan dukungan dari proyek Health
Policy Plus (HP+) dan USAID, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas)
melakukan analisis kebutuhan pembiayaan pencapaian target RPJMN 2020-2024 di
tingkat Layanan Kesehatan Primer. Studi ini dapat memberikan masukan kebijakan
penganggaran dari sisi akademis, memberikan overview estimasi arah penganggaran
ke depan, dan advokasi kebijakan penganggaran.
Studi ini dilakukan dengan menggunakan perangkat OneHealth yakni alat bantu
perencanaan strategis dan penyusunan anggaran tahun jamak (multiyears) yang
dikenal secara global untuk sektor kesehatan serta dikembangkan oleh Kelompok
Kerja antar-Lembaga PBB untuk Perhitungan Biaya. Alat ini telah digunakan untuk
menetapkan biaya rencana strategis bagi lebih dari 25 negara berpendapatan rendah
dan menengah. HP+ telah menggunakan OneHealth tool untuk mengestimasi biaya
tujuh lingkup pembangunan kesehatan yang merupakan prioritas nasional: (1)
kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak, dan kesehatan reproduksi [KIA-Kespro]; (2) imunisasi; (3) malaria; (4) tuberkulosis; 5) HIV/AIDS; (6) gizi; dan (7) penyakit tidak menular dalam empat kategori, yaitu (1) obat, vaksin, dan bahan medis habis pakai;
(2) sosialisasi, advokasi, dan bimbingan teknis; (3) biaya operasional; dan (4) sumber daya manusia (SDM).
Exercise ini disusun dengan catatan sebagai berikut: (1) banyak alternatif proyeksi
costing, namun OneHealth tool dinilai paling cocok digunakan saat ini; (2) proyeksi
bersifat exercise akademik untuk masukan kebijakan; (3) tidak termasuk layanan
sekunder/tersier; (4) tidak termasuk biaya sektor swasta tetapi estimasi biaya
dihitung terhadap potensi kontribusi dari sektor swasta yang berhubungan dengan
obat, vaksin dan bahan medis habis pakai; (5) jika data teknis tidak tersedia,
menggunakan penilaian ahli (expert judgement); (6) tidak menggali sumber
pendanaan dan sebuah analisa terpisah, tidak termasuk dalam laporan ini,
mengeksplorasi ruang fiskal untuk kesehatan; (7) banyak condong untuk menghitug
kebutuhan anggaran dilingkup Kemkes dikarenakan komponen belanja KL terbesar
dalam anggaran kesehatan; dan (8) belum memperhitungkan kebutuhan penanganan
COVID-19.
Studi menunjukkan bahwa total biaya untuk mencapai target RPJMN kesehatan
tahun 2020–2024 di tingkat Layanan Kesehatan Primer adalah sekitar Rp371,3 triliun.
7
Biaya terus meningkat setiap tahun dari Rp62,4 triliun (2020) menjadi Rp68,4 triliun
(2021), Rp74,7 triliun (2022), Rp80,4 triliun (2023), dan Rp85,4 triliun (2024). Dua
kategori (1) SDM dan (2) obat, vaksin dan bahan medis habis pakai menjadi kategori
yang membutuhkan biaya terbesar dan dua program, yaitu (1) KIA-Kespro dan (2)
penyakit tidak menular, menjadi program dengan biaya tertinggi yang diperkirakan
membutuhkan dana sekitar Rp150 triliun dan Rp113 triliun sepanjang periode RPJMN
2020-2024.
Hasil analisis perkiraan pencapaian target RPJMN 2020-2024 dengan menggunakan
investasi/upaya hasil perhitungan kebutuhan pembiayaan menunjukkan bahwa
target gizi dan target penurunan angka kematian bayi dapat tercapai dengan
perluasan Layanan Kesehatan Primer. Namun, target penurunan angka kematian ibu
tidak mungkin dicapai hanya dengan perluasan layanan KIA-Kespro di tingkat Layanan
Kesehatan Primer. Oleh karena itu, pencapaian target angka kematian ibu di
Indonesia akan membutuhkan perluasan signifikan pada cakupan intervensi layanan
kesehatan di tingkat sekunder dan tersier, peningkatan kualitas layanan, dan
penguatan sistem kesehatan, termasuk penguatan kapasitas SDM dan infrastruktur
kesehatan.
Pemerintah Indonesia harus meningkatkan investasi pada Layanan Kesehatan Primer
untuk mewujudkan target pembangunan kesehatan. Dari keseluruhan anggaran
kesehatan, 53 persen merupakan anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam
analisis ini, anggaran yang dibutuhkan untuk Pelayanan Kesehatan Primer sebesar 27
persen. Sebagai tambahan, pemerintah juga harus mengevaluasi kembali distribusi
pengalokasian sumber daya untuk sektor kesehatan guna meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya yang terbatas.
8
Pendahuluan Kesehatan penduduk Indonesia meningkat sangat signifikan dalam beberapa dekade
terakhir sebagai hasil dari peningkatan belanja sektor kesehatan, pengembangan
sosio-ekonomi berkelanjutan, dan reformasi sektor kesehatan yang lebih terarah.
Pemerintah Indonesia memperkenalkan reformasi sektor kesehatan menyeluruh yang
diawali dengan desentralisasi fiskal dan pemberian layanan kesehatan sejak tahun
2000 serta implementasi asuransi kesehatan nasional pada tahun 2014 (Augustina
dkk., 2019). Sebagai negara dengan penduduk terpadat keempat dunia, Indonesia saat
ini menerapkan sistem asuransi kesehatan dengan lembaga negara sebagai pembayar
tunggal (single payer social health insurance), yaitu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),
yang mencakup 83 persen dari seluruh populasi atau 223 juta jiwa (Prabhakaran dkk.,
2019). Total belanja kesehatan Indonesia adalah Rp437 triliun pada 2017 dengan
belanja kesehatan pemerintah sebesar 52,7 persen (Kemenkes, 2018a). Dari tahun
1960–2017, angka harapan hidup penduduk Indonesia meningkat dari 48,6 menjadi
71,7 tahun (Statistik Indonesia, 2017). Angka kematian ibu dan anak telah turun secara
signifikan bersama dengan penurunan insiden dan prevalensi penyakit menular seperti
HIV, TB, dan malaria (Gani dan Budiharsana, 2019; Augustina dkk., 2019).
Walaupun pencapaian bidang kesehatan telah meningkat secara signifikan, Indonesia
masih memiliki beban penyakit yang besar. Permasalahan penyakit menular masih
tinggi dan beban penyakit tidak menular terus meningkat. Penyakit Tidak Menular
(PTM) mencakup 60 persen dari seluruh beban penyakit di Indonesia dan diperkirakan
akan terus meningkat (Mboi dkk., 2018). Angka kematian ibu dan bayi baru lahir di
Indonesia masih lebih tinggi dari rata-rata regional yakni pada 305 per 100.000
kelahiran hidup (Augustina dkk., 2019). Angka kematian bayi telah menunjukkan
penurunan menjadi sebesar 24 per 1.000 kelahiran hidup. Jumlah kasus infeksi,
malnutrisi, serta stunting juga masih belum menunjukkan penurunan sehingga
mengindikasikan kebutuhan akan Layanan Kesehatan Primer yang berkelanjutan (Gani
dan Budiharsana, 2019). Pembangunan sektor kesehatan juga menghadapi tantangan
kesenjangan geografis, konteks kewilayahan yang berbeda-beda, distribusi sumber
daya manusia yang tidak seimbang, infrastruktur kesehatan, kapasitas pemerintah
daerah yang tidak merata, dan sumber daya yang tidak setara. Ketimpangan terlihat di
seluruh negeri dalam cakupan asuransi kesehatan, akses terhadap layanan kesehatan
berkualitas tinggi, dan dampak (outcome) kesehatan, khususnya ketika dihadapkan
pada dimensi sosial ekonomi (Augustina dkk., 2019; Gani dan Budiharsana, 2019).
Perencanaan pembangunan nasional Indonesia untuk bidang kesehatan dituangkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) lima tahun. Dalam bidang
kesehatan, RPJMN 2020–2024 bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap layanan
kesehatan berkualitas tinggi untuk meningkatkan dampak (outcomes) kesehatan
dalam mewujudkan cakupan kesehatan semesta (Kotak 1).
9
Sebagaimana arah kebijakan dalam RPJMN
2020-2024, diperlukan pergeseran sistem
layanan yang efisien dan berorientasi pada
Layanan Kesehatan Primer yang diperlukan
untuk mengurangi beban keseluruhan dari
penyakit dan mengurangi beban pemakaian
layanan kesehatan sekunder dan tersier yang
mahal secara berlebihan, yang nantinya akan
menjamin kelanjutan finansial dari skema JKN
(Gani dan Budiharsana, 2019). Dalam beberapa
tahun terakhir, JKN mengalami defisit mencapai
Rp13,4 triliun (2017). Dengan tambahan Rp3,6
triliun dari dana pemerintah, defisit tahun 2017
menjadi Rp9,8 triliun (BPJS Kesehatan, 2018).
Menurut Kementerian Keuangan, total defisit
pada 2018 dan 2019 adalah sebesar Rp19 triliun
dan Rp32,4 triliun. Hingga Desember 2019,
pemerintah telah mengalokasikan Rp13,5 triliun
untuk JKN sehingga menyisakan defisit sebanyak
Rp15,5 triliun (Anggraeni, 2020 dan Hartomo,
2020). Walaupun sumber daya yang dialokasikan
untuk Layanan Kesehatan Primer meningkat
secara signifikan dengan pembayaran kapitasi
kepada fasilitas kesehatan primer dalam JKN,
skema itu sendiri masih sebagian besar didanai
secara individu, sementara layanan kesehatan di
rumah sakit mencakup 80 persen dari belanja
JKN tahun 2014–2016 (Prabhakaran dkk., 2019).
Belanja pemerintah pusat (dari APBN) dan pemerintah daerah harus ditingkatkan
untuk perluasan layanan kesehatan promotif dan preventif (Upaya Kesehatan
Masyarakat atau UKM) serta perawatan kesehatan perorangan di fasilitas kesehatan
tingkat pertama. Namun, 78 persen dari seluruh belanja kesehatan pemerintah
dialokasikan untuk layanan kuratif dan hanya 10 persen yang dialokasikan untuk
layanan pencegahan tahun 2016 (Kemenkes, 2016). Pada tahun 2017, sebesar 72,8
persen dari total belanja kesehatan dialokasikan untuk layanan kuratif dan hanya 11,1
persen dibelanjakan pada layanan pencegahan (Kemenkes, 2018a). Alokasi anggaran
untuk Layanan Kesehatan Primer masih berada di bawah rata-rata. Belanja Layanan
Kesehatan Primer antara 33–88 persen dari total belanja kesehatan 88 negara yang
tercatat dalam analisis WHO pada 2019 (WHO, 2019).
Kotak 1. Arah Kebijakan dan
Strategi Kesehatan RPJMN
2020-2024
Arah Kebijakan: Meningkatkan
pelayanan kesehatan menuju
cakupan kesehatan semesta
terutama penguatan Pelayanan
Kesehatan Primer dengan
mendorong peningkatan upaya
promotif dan preventif dengan
didukung inovasi dan
pemanfaatan teknologi.
Strategi:
1) Peningkatan kesehatan ibu
dan anak, keluarga berencana,
dan kesehatan reproduksi.
2) Percepatan perbaikan gizi
masyarakat.
3) Peningkatan pengendalian
penyakit.
4) Pembudayaan perilaku hidup
sehat melalui gerakan
masyarakat hidup sehat
5) Penguatan sistem kesehatan
dan sistem pengawasan obat dan
makanan.
10
Di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi bertanggung jawab atas
kesiapan penyediaan layanan dan penerapan standar pelayanan minimal kesehatan
yang didanai dari alokasi transfer fiskal dan pendapatan daerah. Berdasarkan
peraturan di Indonesia, pemerintah pusat dan daerah diwajibkan untuk
mengalokasikan sekurang-kurangnya 5 persen dan 10 persen dari anggaran mereka
untuk bidang kesehatan. Namun, sebagian besar alokasi anggaran untuk kesehatan
pada tingkat daerah bersumber dari dana alokasi khusus (DAK). Dengan
mempertimbangkan defisit yang sudah ada dan tantangan dalam mendanai sektor
kesehatan secara keseluruhan, termasuk mendanai Layanan Kesehatan Primer,
dibutuhkan data untuk melihat komposisi anggaran kesehatan di waktu mendatang.
Analisis ini bertujuan untuk memberikan perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk
mewujudkan target-target RPJMN di tingkat Layanan Kesehatan Primer untuk tujuh
program kesehatan prioritas.
Tujuan Dalam konteks ini, estimasi biaya untuk mewujudkan target kesehatan nasional di
tingkat Layanan Kesehatan Primer akan membantu perencana sektor kesehatan dalam
mengevaluasi kebutuhan anggaran. Dengan bantuan dari proyek Health Policy Plus
(HP+) yang didanai dari USAID, Kementerian PPN/Bappenas melakukan analisis biaya
untuk menghitung kebutuhan pembiayaan pencapaian target RPJMN dari perspektif
Pelayanan Kesehatan Primer. Pertanyaan penelitian dalam studi ini adalah:
1. Berapa kebutuhan pembiayaan tahunan untuk perluasan intervensi Layanan
Kesehatan Primer guna mencapai target RPJMN 2020-2024?
2. Apa saja perkiraan target kesehatan dalam RPJMN 2020-2024 dari perluasan
intervensi Layanan Kesehatan Primer yang dapat tercapai?
Dengan menggunakan hasil studi ini, perencana sektor kesehatan akan mampu
membandingkan perkiraan biaya terhadap sumber daya yang tersedia, dan lebih
memahami potensi dampak kesehatan dari investasi pada sektor kesehatan.
Metodologi Estimasi biaya dan analisis dampak untuk mencapai target disusun berdasarkan studi
awal biaya Layanan Kesehatan Primer yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Nasional (Badan Litbangkes) Kementerian Kesehatan
dengan dukungan dari WHO. Studi biaya Layanan Kesehatan Primer ini menggunakan
OneHealth Tool (OHT), memberikan dasar untuk pendekatan yang lebih mendalam,
dan menggunakan data mutakhir. OHT adalah alat bantu perencanaan strategis tahun
jamak (multiyears) dan alat perkiraan biaya bagi sektor kesehatan yang digunakan
untuk membuat model dampak perluasan intervensi tertentu. OHT dikenal secara
global dan telah digunakan oleh lebih dari 25 negara berpendapatan rendah dan
menengah. Studi ini memperbarui file dasar OHT dari studi biaya Layanan Kesehatan
11
Primer sebelumnya di Indonesia. Secara khusus, studi ini melakukan pembaruan
berikut:
• Menggunakan harga khusus Indonesia untuk obat, vaksin, dan kebutuhan lain.
• Menambahkan biaya pengelolaan program termasuk biaya untuk sosialisasi,
advokasi, dan bimbingan teknis.
• Menambahkan insentif SDM dan biaya pelatihan serta biaya operasional
fasilitas kesehatan.
Dengan model yang telah diperbarui ini, perkiraan diperoleh untuk dampak intervensi
terhadap pencapaian target-target RJPMN 2020–2024 pada tujuh program prioritas:
(1) kesehatan ibu bayi baru lahir, dan anak dan kesehatan reproduksi (KIA-Kespro);
(2) imunisasi; (3) malaria; (4) tuberkulosis (TB); (5) HIV; (6) gizi; dan (7) penyakit tidak
menular (PTM). Analisis dibatasi untuk mengestimasi biaya pada sektor publik dari
intervensi Layanan Kesehatan Primer untuk tujuh program prioritas dengan tidak
memasukkan perkiraan biaya pada layanan kesehatan tingkat sekunder dan tersier.
Lingkup analisis ini juga tidak menyertakan komponen sistem kesehatan sektor swasta
walaupun estimasi biaya dihitung terhadap potensi kontribusi dari sektor swasta yang
berhubungan dengan obat, vaksin dan bahan medis habis pakai, tetapi rincian biaya
dari kontribusi sektor swasta tidak disertakan dalam analisis ini.
Biaya Obat dan Bahan Medis Habis Pakai Perkiraan biaya dibagi menjadi beberapa komponen yang berbeda sebagaimana
terlihat dalam Gambar 1. Pertama, titik mula untuk memperkirakan total biaya obat,
vaksin, dan bahan medis habis pakai mengacu pada data dalam OHT dari studi Layanan
Kesehatan Primer sebelumnya. Studi ini secara sistematis memperbarui informasi
pengobatan dengan menggunakan pedoman Kemenkes yang diterbitkan dan
mendapat penilaian dari para ahli di Indonesia, khususnya untuk keluarga berencana,
imunisasi, dan malaria. Selain itu, harga setiap barang diperbarui dengan
menggunakan e-katalog pemerintah yang mencakup seluruh obat-obatan, vaksin, dan
bahan medis habis pakai yang disediakan oleh pemerintah. Jika terdapat harga yang
berbeda berdasarkan perbedaan merk pada produk yang sama, harga terendah
digunakan untuk memberikan perkiraan biaya yang lebih konservatif.
Biaya intervensi untuk Layanan Kesehatan Primer yang dihitung di tingkat puskesmas
termasuk biaya intervensi penyakit tidak menular, seperti diagnosis dan pengobatan
diabetes melitus dan hipertensi. Intervensi tersebut sejalan dengan analisis terbaru
Bank Dunia tentang kesiapan Layanan Kesehatan Primer (lihat Lampiran A) dan
beberapa intervensi yang juga diberikan, baik di tingkat puskesmas maupun rumah
sakit. Walaupun tidak memungkinkan untuk melakukan analisis layanan pada fasilitas
kesehatan sekunder secara khusus, analisis ini tetap reliable karena pasien lebih
12
mungkin mencari layanan di tingkat primer karena puskesmas lebih terjangkau dan
tidak begitu jauh dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menuju rumah
sakit (World Bank dkk., 2018). Hasil analisis dapat melebihi kondisi aktual perkiraan
dana yang dibutuhkan pada tingkat Layanan Kesehatan Primer bila puskesmas tidak
dapat memberikan Layanan Kesehatan Primer tertentu akibat terbatasnya kapasitas
SDM, ketersediaan peralatan, atau keterbatasan lain. Sebagai contoh, berdasarkan
analisis kesiapan persediaan sistem Layanan Kesehatan Primer di Indonesia oleh Bank
Dunia, hampir semua puskesmas (93 persen) memberikan obat uterotonika jika
seorang ibu mengalami pendarahan pascapersalinan, tetapi hanya 17 persen dari
puskesmas memberikan kortikosteroid untuk persalinan prematur (World Bank dkk.,
2018). Ringkasan metodologi perkiraan biaya terdapat pada Gambar 1.
Gambar 1. Ringkasan Metodologi Perkiraan Biaya
*Termasuk biaya logistik, untuk program imunisasi=3%; untuk semua program lain=10%
Catatan: Biaya obat-obatan dan bahan medis habis pakai dihitung dengan mengalikan target
penduduk dengan persentase penduduk yang membutuhkan layanan serta dengan persentase
cakupan dari layanan tersebut di seluruh wilayah Indonesia (pada sektor umum dan swasta) dengan
biaya unit sektor publik yang memberikan layanan. Insentif SDM dihitung menggunakan upah dasar
per kader tenaga kesehatan dengan 5% kenaikan insentif sepanjang lima tahun dikalikan dengan
jumlah dasar tenaga kesehatan ditambahkan dengan jumlah tenaga kesehatan tambahan dengan
kebutuhan kader per tahun untuk mencapai target staffing normal puskesmas. Insentif SDM dan
biaya operasional dialokasikan ke setiap program kesehatan berdasarkan perkiraan jam kerja tenaga
kesehatan: kesehatan ibu dan bayi baru lahir dan kesehatan reproduksi-44%, kesehatan anak-7%,
imunisasi-4%, malaria-0,5%, TB-5%, HIV-1%, gizi-10%, dan PTM-22%.
Data tentang cakupan layanan kesehatan, seperti persentase penduduk yang
membutuhkan layanan kesehatan, mencakup kontribusi gabungan antara pemberian
layanan kesehatan oleh sektor publik dan swasta. Walaupun perkiraan biaya ini hanya
fokus pada perkiraan biaya sektor publik dengan menggunakan harga obat-obatan,
informasi program, dan informasi sistem kesehatan dari sektor publik, dengan adanya
Total Biaya Program Kesehatan
Biaya sosialisasi,
advokasi dan
bimbingan teknis
Biaya Obat, vaksin,
dan bahan medis
habis pakai*
Biaya SDM Biaya
Operasional
Pelatihan Upah Biaya khusus
kegiatan
program
kesehatan
Biaya pelatihan khusus
per program kesehatan
dihitung sebagai biaya
SDM
Biaya Khusus Intervensi Kesehatan Biaya Sistem Kesehatan
13
keterbatasan data, tidak memungkinkan untuk memisahkan secara khusus antara
kontribusi sektor publik dan swasta. Cakupan intervensi tidak tersedia pada sektor
publik dan swasta untuk semua intervensi dan tidak terdapat data yang cukup
mengenai persentase atau jumlah komoditas yang didanai sektor publik dan swasta
untuk setiap intervensi dalam program kesehatan. Beberapa Layanan Kesehatan
Primer yang disediakan oleh layanan kesehatan swasta, antara lain: (1) 48 persen ibu
melahirkan dan memperoleh layanan keluarga berencana di fasilitas kesehatan
(faskes) swasta; (2) 54 persen anak dengan diare menerima pengobatan oral
rehydration solution (ORS) di faskes swasta; dan (3) hampir 75 persen pasien TB
melakukan pemeriksaan awal di faskes swasta dengan 40 persen pasien TB menjalani
pengobatan di faskes swasta.
Perkiraan biaya obat, vaksin, dan bahan medis habis pakai pada sektor swasta
disertakan dalam hasil analisis ini. Pemilihan indikator yang tersedia untuk setiap
program kesehatan daerah dilakukan untuk memperkirakan persentase layanan yang
disediakan oleh faskes swasta. Perkiraan tersebut digunakan untuk memperkirakan
biaya yang dibebankan di faskes swasta. Tabel 1 merangkum data yang digunakan
untuk setiap skenario. Terakhir, biaya logistik (dalam persen dari biaya obat, vaksin,
dan bahan medis habis pakai) diikutsertakan ke dalam perkiraan biaya sesuai dengan
penelitian global tentang biaya rantai pasokan (IMS Institute, 2014).
14
Tabel 1. Metodologi Untuk Memperkirakan Biaya Obat, Vaksin, Bahan
Medis Habis Pakai Tingkat Layanan Kesehatan Primer Sektor Swasta Vs
Publik
Program
Kesehatan
Skenario 1: Memperkirakan biaya
yang dibebankan di sektor kesehatan
swasta dan publik (misalnya
berdasarkan ke mana pasien
mencari layanan)
Skenario 2: Memperkirakan biaya
dibebankan oleh sektor kesehatan
swasta dan publik (misalnya
berdasarkan sektor mana yang
membayar obat, vaksin dan bahan
medis habis pakai untuk setiap
program)
Persen biaya
obat, vaksin, dan
bahan medis
habis pakai yang
terbebankan di
sektor swasta
Persen biaya
obat, vaksin, dan
bahan medis
habis pakai yang
terbebankan di
sektor publik
Persen biaya
obat, vaksin, dan
bahan medis
habis pakai yang
terbebankan oleh
sektor swasta
Persen biaya obat,
vaksin, dan bahan
medis habis pakai
yang terbebankan
oleh sektor publik
Kesehatan
reproduksi,
Ibu, bayi
baru lahir
48% 52% 48% 52%
Kesehatan
Anak 60,50% 40% 60.5% 40%
Imunisasi 15% 85% 0% 100%
Malaria 49% 51% 0,00% 100%
TB 74% 26% 0% 100%
HIV 45% 55% 0% 100%
Gizi 49% 51% 49% 51%
PTM 54% 46% 54% 46%
Untuk skenario 1, data dikumpulkan dari pasien yang mencari layanan kesehatan individu dan/atau
diestimasi untuk setiap program daerah. Untuk memperkirakan biaya KIA-Kespro, kedua indikator
digunakan baik indikator kesehatan ibu dan bayi baru lahir dan kesehatan reproduksi
maupun indikator kesehatan anak untuk memberikan estimasi terbaik. Indikator-indikator
kesehatan ibu dan bayi baru lahir dan kesehatan reproduksi juga mencakup keluarga berencana
dan tempat persalinan. Indikator kesehatan anak mencakup pengobatan infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) untuk balita dan pengobatan diare pada anak-anak, baik untuk
konsultasi maupun pengobatan. Data tidak tersedia untuk penyakit malaria atau nutrisi
sehingga nilai rata-rata data dari semua program kesehatan yang tersedia digunakan. Untuk
skenario 2, diasumsikan bahwa biaya imunisasi, malaria TB, HIV dan obat-obatan, vaksin dan bahan
medis habis pakai yang berhubungan dengan persalinan, didanai sepenuhnya oleh sektor publik,
terlepas di mana fasilitas layanan kesehatan tersedia. Sumber: BKKBN, 2018; BPJS, 2018;
Dataset klaim BPJS; World Bank, 2018; USAID, n.a
15
Biaya Sosialisasi, Advokasi, dan Bimbingan Teknis Biaya sosialisasi, advokasi, dan bimbingan teknis mewakili kategori kegiatan tambahan
program kesehatan untuk meningkatkan pemanfaatan dan kualitas layanan. Tim
mengumpulkan biaya manajemen program yang spesifik untuk semua program di
Kemenkes, yang meliputi advokasi dan peningkatan kesadaran masyarakat, supervisi,
pemantauan dan evaluasi, surveilans, dan penelitian. Biaya pelatihan dimasukkan
dalam total biaya SDM. Karena kegiatan ini hanya menghitung biaya untuk tahun 2019,
penetapan biaya dari 2020–2024 diasumsikan konstan dan tidak termasuk biaya
manajemen program sektor swasta.
Sumber Daya Manusia (SDM) Biaya SDM diperkirakan untuk sembilan jenis SDM kesehatan1 (kecuali dokter gigi)
berdasarkan kebutuhan puskesmas untuk mencapai target kepegawaian mereka2 dan
diagregatkan untuk menentukan total biaya SDM. Biaya SDM untuk sektor swasta tidak
tersedia dan tidak disertakan.
Biaya operasional Data biaya operasional untuk puskesmas dikumpulkan dari Kemenkes sementara biaya
operasional untuk klinik swasta tidak termasuk dalam perhitungan. Studi ini tidak
memasukkan biaya pembangunan fasilitas baru atau rehabilitasi puskesmas, tetapi
memasukkan biaya operasional untuk fasilitas termasuk utilitas, pemeliharaan,
perbaikan fasilitas kesehatan, bahan bakar kendaraan, dan pengemudi. Studi ini
mengasumsikan biaya operasional tetap konstan sejak tahun 2019, kecuali untuk
kenaikan gaji pengemudi, yakni sebesar lima persen selama 2020–2024. Ketika
menghitung total biaya untuk suatu program, biaya SDM dan biaya operasional yang
dialokasikan untuk sebuah program dihitung dari porsi waktu yang dihabiskan oleh
tenaga kesehatan untuk program tersebut di fasilitas kesehatan. Biaya distribusi SDM
mempertimbangkan jenis tenaga kesehatan yang mendukung setiap program,
misalnya biaya ahli gizi dialokasikan secara eksklusif untuk program kesehatan ibu dan
bayi baru lahir dan kesehatan reproduksi.
Metode Permodelan Dampak OHT mencakup serangkaian modul dampak untuk berbagai program kesehatan. Dalam
penelitian ini, Lives Saved Tool (LiST) dan AIDS Impact Model (AIM) yang diintegrasikan
ke dalam OHT digunakan untuk memperkirakan dampak kesehatan dari peningkatan
cakupan intervensi Layanan Kesehatan Primer. Analisis semacam itu diperlukan untuk
lebih memahami efektivitas investasi yang dilakukan di bidang kesehatan.
1 Tenaga kesehatan mencakup Dokter, Dokter Gigi, Perawat, Bidan, Apoteker, Tenaga
kesehatan Masyarakat, Petugas kesehatan Lingkungan, Ahli Gizi, dan Analis Lab 2 Baseline: 21%, 2020: 35%, 2021: 47%, 202 2: 59%, 2023: 71%, 2024: 83%
16
LiST memperkirakan dampak perluasan intervensi terhadap kematian ibu, bayi baru
lahir dan anak, hasil akhir persalinan, dan status gizi. LiST menggunakan target cakupan
intervensi dari beberapa program yang dihitung pembiayaannya dalam OHT (seperti
gizi, malaria, kesehatan reproduksi, dll.) dan asumsi yang melekat di dalamnya terkait
efektivitas intervensi dalam mengurangi kemungkinan suatu hasil kesehatan terjadi
untuk mengestimasi perubahan faktor risiko dalam populasi, seperti stunting, atau
penyebab kematian spesifik. AIM memproyeksikan konsekuensi epidemi HIV,
termasuk jumlah orang yang hidup dengan HIV dan kematian terkait AIDS yang
dikelompokkan berdasarkan usia dan jenis kelamin, berdasarkan data demografis yang
mendasarinya dan jumlah orang yang menerima pengobatan HIV setiap tahun.
Tantangan dan Keterbatasan Analisis ini memiliki beberapa keterbatasan. Ketersediaan data menjadi tantangan
karena data cakupan intervensi dan target tidak selalu tersedia untuk tujuh program
dalam studi ini. Untuk program penyakit menular (seperti HIV, TB, malaria),
imunisasi, dan banyak intervensi KIA-Kespro, target cakupan didasarkan pada tujuan
program yang sebelumnya telah ditetapkan, misal target pengobatan HIV yang
disertakan dalam analisis didasarkan pada Strategi Percepatan Penurunan AIDS pada
tahun 2030. Untuk intervensi tanpa target resmi (termasuk sejumlah besar
intervensi PTM), tim berkonsultasi dengan Kemenkes untuk membentuk asumsi,
termasuk menggunakan target regional atau global secara tepat. Seperti yang
disampaikan sebelumnya, tidak tersedianya data membuat pemisahan kontribusi
sektor publik dan swasta secara jelas terkait obat, vaksin, dan bahan medis habis
pakai menjadi tidak memungkinan (lihat Tabel 2 untuk ringkasan keterbatasan data
dan dampaknya pada hasil interpretasi biaya).
Selain itu, sistem OHT juga memiliki keterbatasan. OHT bergantung pada populasi,
prevalensi penyakit, cakupan intervensi, dan data biaya satuan untuk dapat
memodelkan dampak pelaksanaan program kesehatan. Alat ini bukan merupakan
model efisiensi alokasi yang mampu memperkirakan biaya untuk mencapai target
dampak spesifik seperti angka kematian ibu atau anak. Alat ini hanya dapat
memberikan perkiraan dampak berdasarkan input. Selain itu, OHT menggunakan
pendekatan normatif berbasis bahan untuk memperkirakan biaya intervensi
berdasarkan pedoman klinis dan praktik terbaik daripada praktik yang sebenarnya.
Oleh karena itu, OHT tidak dapat digunakan sebagai model perkiraan pengeluaran.
17
Tabel 2. Dampak Keterbatasan Data Terhadap Interpretasi Hasil
Keterbatasan Dampak terhadap interpretasi hasil
Tidak dapat
memisahkan
biaya sektor
publik vs swasta
• Estimasi biaya yang disajikan dalam laporan mungkin melebihi
kontribusi aktual sektor publik yang diperlukan untuk
memenuhi target cakupan.
• Tingkat estimasi yang berlebihan bergantung pada program
kesehatan dan tingkat subsidi oleh sektor publik (melalui JKN
dan pengadaan pemerintah pusat). Dengan asumsi sektor
swasta tidak menerima dana pemerintah, beberapa biaya
program dapat diperkirakan mencerminkan overestimasi
sebanyak 75 persen.
• Tim penulis menghasilkan dua skenario untuk memperkirakan
biaya sektor swasta berdasarkan persentase layanan yang
diberikan oleh sektor swasta (46 persen dari biaya Layanan
Kesehatan Primer) dan subsidi publik untuk hampir semua
komoditas Layanan Kesehatan Primer (33 persen dari biaya
Layanan Kesehatan Primer).
Tidak dapat
memisahkan
cakupan
intervensi
Layanan
Kesehatan Primer
di rumah sakit vs
puskesmas
• Perkiraan biaya yang disajikan dalam laporan mungkin
melebihi sumber daya aktual yang diperlukan di tingkat
Layanan Kesehatan Primer (dengan asumsi masalah rujukan
balik masih ada).
• Perkiraan biaya yang melebihi situasi aktual bergantung pada
intervensi spesifik. Dalam kesehatan ibu, misalnya, ada
berbagai kemampuan puskesmas untuk menyediakan
layanan PONED (12–93 persen).
Kurangnya
perkiraan
cakupan dasar
khusus Indonesia
• Program yang paling terpengaruh oleh kurangnya data adalah
program penyakit tidak menular.
• Tidak diketahui apakah biaya di bawah atau di atas perkiraan
dengan menggunakan standar rata-rata regional OHT.
Analisis dampak yang dilakukan terbatas pada kesehatan ibu dan anak dan kematian
terkait AIDS karena keterbatasan data. Model dalam OHT yang digunakan untuk
memperkirakan dampak ini (LiST dan AIM) juga memiliki keterbatasan. Tidak semua
intervensi kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak telah dimodelkan dalam LiST akibat
kurangnya bukti efektivitas intervensi dalam mengurangi dampak kesehatan yang
merugikan. Selain itu, beberapa input data seperti cakupan intervensi, penyebab
kematian, dan rasio kematian ibu melahirkan menjadi tidak pasti karena kurangnya
sumber data terbaru. Model dampak AIDS memperkirakan dampak pengobatan HIV
terhadap kematian yang disebabkan oleh AIDS dan penularan vertikal. Model ini tidak
memperkirakan dampak pengobatan terhadap penularan HIV melalui hubungan
seksual dan penggunaan napza suntik.
18
Hasil Estimasi Biaya
Ringkasan Estimasi Biaya Berdasarkan Kategori dan Program Total biaya untuk mencapai target RPJMN dari tahun 2020–2024 di tingkat Layanan
Kesehatan Primer mencapai Rp371,3 triliun (Gambar 2). Estimasi total biaya
meningkat setiap tahun mengikuti peningkatan cakupan intervensi dan SDM, yaitu
2020 - Rp62,4 triliun (Rp228.628 per kapita); 2021 - Rp68,4 triliun (Rp248.846 per
kapita); 2022 - Rp74,7 triliun (Rp269.398 per kapita); 2023 - Rp80,4 triliun (Rp288.081
per kapita); dan 2024 - Rp85,4 triliun (Rp303.615 per kapita). Pemicu utama
peningkatan biaya adalah biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai
yang mewakili sekitar 43 persen dari total biaya pada 2020 dan 56 persen pada 2024,
serta komponen gaji SDM yang mewakili 48 persen dari total biaya tahun 2020 dan 38
persen dari total biaya pada 2024.
Gambar 2. Total Biaya untuk Mencapai Target RPJMN Berdasarkan
Kategori
27 32
38 43 48
1 1
1 1 1
5 5
5 5
5 30
31 31
32 32
-
20
40
60
80
100
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Human Resources Operational Costs
Socialization, Advocacy and Technical Guidance Medicines, Vaccines, and Supplies
6268
7580
85
Sumber daya manusia
Sosialisasi, Advokasi, dan Bimbingan Teknis
Biaya Operasional
Obat, Vaksin, dan Bahan Medis Habis Pakai
Estimasi total biaya berdasarkan program kesehatan menunjukkan bahwa program
KIA-Kespro dan PTM memiliki biaya tertinggi dibandingkan dengan program
kesehatan lainnya (Gambar 3 dan Gambar 4). Program PTM memiliki persentase
peningkatan biaya terbesar selama periode implementasi, dengan peningkatan dari
total Rp16,7 triliun (termasuk Rp11,5 triliun dalam biaya obat, vaksin dan bahan medis
habis pakai) menjadi total Rp28,7 triliun (termasuk Rp23,1 triliun dalam biaya obat,
vaksin, dan bahan medis habis pakai).
19
Gambar 3. Total Biaya untuk Mencapai Target RPJMN Berdasarkan
Program Kesehatan
29 30 30 30 31
4 6 7 9 9 1 1 1 1 1 2 2 2
2 2
4 5 6 7 8 6
6 6 6 6 17
20 23
26 29 62
68 75
80 85
-
20
40
60
80
100
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Immunization Malaria TB HIV Nutrition NCDGizi PTMKIA-Kespro
Imunisasi
Gambar 4. Persen Total Biaya Berdasarkan Program Kesehatan pada 2020
dan 2024
KIA-Kespro
47%Imunisasi
6%
Malaria
2%
TB
3%
HIV
6%
Gizi
9%PTM
27%
2020
Dengan eksklusi pada komponen sistem kesehatan, biaya Layanan Kesehatan Primer
termasuk obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai, serta biaya sosialisasi,
advokasi, dan bimbingan teknis meningkat dari Rp27,7 triliun (2020) menjadi Rp48,6
(2024). Biaya sosialisasi, advokasi, dan bimbingan teknis tahunan (Rp909 miliar) tetap
konstan setiap tahun, sementara biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis
pakai meningkat dari Rp26,7 triliun (2020) menjadi Rp47,7 triliun (2024). Gambar 5
dan Gambar 6 menunjukkan bahwa program PTM memiliki biaya tertinggi untuk obat-
obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai serta kegiatan promosi pencegahan yang
KIA-Kespro
36%Imunisasi
10%
Malaria
1%
TB
2%
HIV
10%
Gizi
7%
PTM
34%
2024
20
termasuk dalam sosialisasi, advokasi, dan bimbingan teknis. Namun, kebutuhan
sumber daya untuk PTM ini tidak hanya ditanggung oleh pemerintah tetapi juga
ditanggung oleh BPJS Kesehatan melalui program pengelolaan penyakit kronis
(prolanis) dan program rujukan (mendapatkan obat-obatan untuk pasien PTM yang
stabil).
Gambar 5. Total Biaya Layanan Kesehatan: Obat-obatan, Vaksin dan
Bahan Medis Habis Pakai Ditambah Biaya Sosialisasi, Advokasi, dan
Bimbingan Teknis per Tahun
Gambar 6. Persen dari Total Biaya Layanan Kesehatan: Obat-obatan,
Vaksin, dan Bahan Medis Habis Pakai Ditambah Biaya Sosialisasi,
Advokasi, dan Bimbingan Teknis pada 2020 dan 2024
6 6 6 6 6
3 5 7 8 8 1
1 1 1 1 1
1 1 1 1
4 5
6 7 8
2 2
2 2 2
12
14
17
20 23
-
10
20
30
40
50
60
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Immunization Malaria TB HIV Gizi PTMKIA-Kespro Imunisasi
KIA-Kespro
20%
Imunisasi
12%
Malaria
3%TB
2%
HIV
13%
Gizi
8%
PTM
42%
2020
KIA-Kespro
12%
Imunisasi
16%
Malaria
1%
TB
2%
HIV
16%
Gizi
5%
PTM
48%
2024
21
Pemicu biaya tertinggi untuk sosialisasi, advokasi, dan bimbingan teknis adalah
program gizi sebesar Rp736 miliar atau mewakili 81 persen dari total biaya sosialisasi,
advokasi, dan bimbingan teknis. Dalam program gizi, sebanyak Rp 720 miliar
diprogramkan untuk kegiatan advokasi dan peningkatan kesadaran masyarakat.
Dari total biaya tahunan untuk Layanan Kesehatan Primer, sekitar 91 persen digunakan
untuk pemberian layanan kesehatan (termasuk kuratif dan preventif). NHA 2016 juga
menunjukkan bahwa pengeluaran untuk layanan kuratif dan preventif adalah sekitar
78 persen dan 11 persen, atau sekitar 89 persen dari pengeluaran kesehatan saat ini,
mirip dengan estimasi biaya Layanan Kesehatan Primer yang dilakukan dengan
menggunakan OneHealth tool (Tabel 3). Meskipun estimasi biaya terbatas pada tingkat
Layanan Kesehatan Primer, sementara laporan NHA mewakili seluruh biaya sistem
kesehatan, tetapi hasil estimasi menunjukkan kesamaan dalam hal struktur biaya.
Tabel 3. Belanja Kesehatan di Indonesia
Kuratif Preventif
Sistem
Kesehatan Lain-lain Total
CHE* Total 303.625 39.705 12.619 31.699 387.648
Skema Pem. Pusat 9.935 9.309 4.371 813 24.429
Skema Pem. Daerah 59.598 15.733 3.904 233 79.467
Asuransi Kesehatan
Sosial 67.090 151 4.345
Tidak
tersedia 71.585
Skema pembayaran
perawatan
kesehatan sukarela
58.239 4.912 NA 4.288 67.438
Dari Dana Rumah
Tangga 108.764 9.601 NA 26.366 144.731
Total Biaya Layanan
Kesehatan Primer 56.743** 5.619***
Tidak
tersedia 62.361
Sumber: 2016 NHA. *NHA 2017 (Data for 2016). ** Total biaya untuk obat-obatan dan bahan medis
habis pakai, logistik, dan SDM. *** Total biaya operasi dan pelatihan SDM.
Alokasi total anggaran Kemenkes pada 2018 adalah Rp61,9 triliun dan anggaran
Kemenkes yang digunakan untuk tingkat pelayanan primer kurang dari 20 persen
(Kementerian Kesehatan, 2019 dan PRIMASYS, 2017). Anggaran Kemenkes relatif
stagnan, dari Rp65,7 triliun (2016) menjadi Rp59,1 triliun (2017) dan Rp61,9 triliun
(2018). Sebagaimana disebutkan di atas, bahkan jika 33 persen dari biaya obat, vaksin,
dan bahan medis habis pakai ditanggung oleh sektor swasta, biaya Layanan Kesehatan
Primer 2020 masih diperkirakan sekitar Rp53,3 triliun atau 86 persen dari alokasi
anggaran Kemenkes pada 2018. Selain itu, JKN hanya membelanjakan 16 persen dari
anggarannya di tingkat Layanan Kesehatan Primer pada 2017 dan 2018. Pengeluaran
22
JKN pada tingkat Layanan Kesehatan Primer adalah Rp13,9 triliun pada 2017 dan
Rp15,1 triliun pada 2018 (BPJS, 2018). Kontribusi untuk pengeluaran kesehatan
pemerintah, yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan JKN
mewakili 53 persen dari total pengeluaran kesehatan dan gabungan pengeluaran
sebesar Rp230 triliun (2017), dengan sekitar 23% di antaranya setara dengan
kebutuhan biaya di tingkat Layanan Kesehatan Primer tahun 2020. Data ini
menunjukkan kemungkinan kesenjangan dalam pembiayaan bagi Layanan Kesehatan
Primer untuk mencapai target RPJMN. Tabel 3 menunjukkan pengeluaran kesehatan
di Indonesia berdasarkan NHA 2016 untuk mengontekstualisasikan dengan biaya
RPJMN Layanan Kesehatan Primer.
Perkiraan Biaya Sektor Swasta Studi perhitungan biaya ini tidak memungkinkan untuk memisahkan cakupan setiap
intervensi berdasarkan sektor publik dan swasta ketika menghitung biaya obat-obatan,
vaksin, dan bahan medis habis pakai. Oleh karena itu, studi ini menggunakan proksi
berdasarkan literatur yang tersedia untuk persentase layanan yang disediakan di
sektor swasta, guna memperkirakan proporsi sektor swasta dari biaya obat-obatan,
vaksin, dan bahan medis habis pakai. Diperkirakan keseluruhan, diperkirakan bahwa
rata-rata sebanyak 46 persen dari biaya Layanan Kesehatan Primer yang diestimasi
dalam analisis ini dikeluarkan di fasilitas sektor swasta selama periode 2020–2024.
Biaya yang dikeluarkan sektor swasta diperkirakan mencapai Rp85,7 triliun selama
periode 2020–2024 dan jika estimasi sektor swasta dikeluarkan dari total biaya, total
biaya RPJMN turun menjadi Rp285,6 triliun selama periode 2020–2024 (Tabel 4 dan
Gambar 7).
Tabel 4. Sektor Swasta Skenario 1: Total Biaya Obat-obatan, Vaksin, dan
Bahan Medis Habis Pakai Berdasarkan Program Setiap Sektor (Miliar
Rupiah)
Program Sektor 2020 2021 2022 2023 2024
KIA-KesproPublik 2.840 2.869 2.920 2.971 3.019
Swasta 2.682 2.711 2.760 2.808 2.854
Imunisasi Publik 2.760 4.366 5.557 6.604 6.591
Swasta 487 771 981 1.165 1.163
Malaria Publik 436 257 373 271 320
Swasta 426 251 364 265 313
TB Publik 141 151 160 169 179
Swasta 402 429 455 482 508
HIV Publik 2.042 2.626 3.179 3.766 4.374
Swasta 1.670 2.149 2.601 3.081 3.579
23
Program Sektor 2020 2021 2022 2023 2024
Gizi Publik 718 771 814 845 866
Swasta 701 753 795 826 846
PTM Publik 5.272 6.545 7.861 9.223 10.630
Swasta 6.189 7.683 9.228 10.827 12.479
Total Publik 14.210 17.584 20.864 23.851 25.980
Swasta 12.558 14.745 17.184 19.455 21.742
Total Biaya 26.768 32.329 38.047 43.305 47.722
Gambar 7. Sektor Swasta Skenario 1: Perkiraan Total Biaya dari Sektor
Publik Berdasarkan Program Setiap Tahun
27 27 27 28 28
4 5 6 7 7
0.6 0.40.5 0.4 0.5
1 2 2 2 2
2 3 3 4 5
5 5
5 5 5 11 12
13 15 16
-
10
20
30
40
50
60
70
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Immunization Malaria TB HIV Nutrition NCDKIA-Kespro
Gizi PTMImunisasi
Dalam skenario lain, jika kita mempertimbangkan bahwa obat-obatan, vaksin, dan
bahan medis habis pakai untuk HIV, malaria, TB, imunisasi, dan fasilitas sepenuhnya
didanai dari sektor publik (bahkan jika fasilitas swasta juga menyediakan),
diperkirakan hanya sekitar 33 persen dari biaya program Layanan Kesehatan Primer
yang diperkirakan dalam analisis ini ditanggung oleh sektor swasta. Biaya yang
dikeluarkan oleh sektor swasta (termasuk pengeluaran ‘out of pocket’) diperkirakan
mencapai Rp61,4 triliun pada 2020–2024 dan, jika kita menghapus estimasi sektor
swasta dari total biaya, total biaya RPJMN ke sektor publik adalah Rp309,9 triliun dari
2020–2024 (Tabel 5 dan Gambar 8).
Di bagian berikut, biaya untuk setiap program kesehatan dan komponen sistem
kesehatan dibagi sesuai dengan prioritas RPJMN terkait.
24
Tabel 5. Sektor Swasta Skenario 2: Total Biaya Obat-obatan, Vaksin, dan
Bahan Medis Habis Pakai Berdasarkan Program Setiap Sektor (Miliar
Rupiah)
Program Sektor 2020 2021 2022 2023 2024
KIA-KesproPublik 3.332 3.390 3.472 3.556 3.633
Swasta 2.190 2.190 2.207 2.224 2.240
Imunisasi Publik 3.247 5.137 6.538 7.770 7.754
Swasta - - - - -
Malaria Publik 862 507 737 536 633
Swasta - - - - -
TB Publik 543 579 615 651 687
Swasta - - - - -
HIV Publik 3.712 4.774 5.779 6.848 7.954
Swasta - - - - -
Gizi Publik 718 771 814 845 866
Swasta 701 753 795 826 846
PTM Publik 5.272 6.545 7.861 9.223 10.630
Swasta 6.189 7.683 9.228 10.827 12.479
Total Publik 17.687 21.703 25.817 29.428 32.157
Swasta 9.081 10.626 12.230 13.877 15.565
Total biaya 26.768 32.329 38.047 43.305 47.722
Gambar 8. Sektor Swasta Skenario 2: Total Perkiraan Biaya Terhadap
Sektor Publik Berdasarkan Program Setiap Tahun
27 27 28 28 29
4 6 7 9 9 1 1
1 1 1
2 2 2 2 2
4 5
6 7 8 5
5 5
5 5 11
12 13
15 16
-
10
20
30
40
50
60
70
80
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Immunization Malaria TB HIV Nutrition NCDGiziKIA-Kespro
PTM Imunisasi
25
Meningkatkan Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi
Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, dan Anak dan
Kesehatan Reproduksi Salah satu tujuan utama bidang kesehatan Indonesia
adalah meningkatkan layanan KIA-Kespro untuk
secara signifikan mengurangi angka kematian ibu dan
anak. Selain target RPJMN, Indonesia telah
menetapkan target Sasaran Pembangunan
Berkelanjutan 2030 untuk menurunkan angka
kematian ibu hingga kurang dari 70 kematian per
100.000 kelahiran hidup. Kotak 2 merangkum
beberapa target utama RPJMN KIA-Kespro termasuk
penurunan signfikan angka kematian ibu menjadi 183
kematian per 100.000 kelahiran hidup dan
penurunan angka kematian bayi hingga 16 kematian
per 1.000 kelahiran hidup. Namun, target ini akan
berat untuk dicapai tanpa investasi yang signifikan
dalam peningkatan kapasitas SDM dan ketersediaan layanan dan peralatan. Data
menunjukkan peningkatan berkelanjutan dalam persentase persalinan yang dibantu
oleh bidan dan persentase persalinan di fasilitas kesehatan (masing-masing 91 persen
dan 79 persen). Namun, angka kematian ibu Indonesia tetap tertinggi di Asia Tenggara
(Bappenas, 2019).
Selama periode lima tahun, total biaya program KIA-Kespro adalah Rp150,2 triliun.
Biaya SDM merupakan mayoritas dari total biaya program yang diharapkan
berdasarkan pada metodologi studi ini yang memberikan KIA-Kespro persentase
terbesar dari total biaya SDM, berdasarkan perkiraan persentase waktu tenaga
kesehatan di tingkat Layanan Kesehatan Primer bekerja di layanan terkait KIA-Kespro.
Biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai cukup linier selama periode
implementasi dari Rp5,5 triliun (2020) menjadi Rp5,8 triliun (2024) (Gambar 9).
Dalam hal biaya OPB, biaya dapat dibagi ke dalam empat kategori utama: asuhan
antenatal (37 persen), keluarga berencana (38 persen), persalinan di fasilitas
kesehatan (20 persen) dan intervensi kesehatan anak (lima persen). Secara
keseluruhan, ANC dasar mewakili 35 persen dari total biaya obat-obatan, vaksin, dan
bahan medis habis pakai. Perhitungan biaya mengasumsikan bahwa hampir semua ibu
hamil (92 persen) akan melakukan setidaknya empat kunjungan antenatal.
Manajemen kasus hipertensi, sebagai bagian dari perawatan kehamilan, mewakili
enam persen dari total biaya KIA-Kespro.
Kotak 2. Target-target
RPJMN KIA-Kespro
• Angka kematian Ibu
o Baseline: 305 (2015)
o Target: 183 (2024)
• Angka kematian bayi
o Baseline: 24 (2017)
o Target: 16 (2024)
• Angka penggunaan
kontrasepsi modern
o Baseline: 57,2%
(2017)
o Target: 63.41% (2024)
26
Gambar 9. Total Biaya KIA-Kespro Berdasarkan Kategori Setiap Tahun*
6 6 6 6 6
0.08 0.08 0.08 0.08 0.083 3 3 3 3
21 21 22 22 22
29 30 30 30 31
-
5
10
15
20
25
30
35
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Human Resources Operational Costs
Socialization, Advocacy and Technical Guidance Medicines, Vaccines and Supplies
Sumber Daya Manusia
Sosialisasi, Advokasi, dan Bantuan Teknis
Biaya Operasional
Obat, Vaksin, dan Bahan Medis Habis Pakai
*Biaya operasional termasuk kendaraan, listrik dan air yang digunakan di fasilitas Layanan
Kesehatan Primer; biaya SDM termasuk gaji dan biaya pelatihan; sosialisasi, advokasi, dan
bimbingan teknis termasuk kegiatan yang terkait dengan advokasi sosialisasi dan bimbingan teknis
seperti supervisi, pertemuan advokasi, seminar, dan membuat media promosi kesehatan.
Imunisasi Secara keseluruhan, cakupan imunisasi dasar lengkap
telah menurun sedikit dari 59,2 persen (2013) menjadi
57,9 persen (2018) sehingga menyebabkan peningkatan
kasus campak, difteri, dan polio. Baik persediaan bahan
medis habis pakai dan pemahaman masyarakat perlu
ditingkatkan untuk mencapai target RPJMN (Bappenas,
2019). Target RPJMN ditujukan untuk meningkatkan
program imunisasi untuk memastikan 80 persen anak-
anak (12–23 bulan) divaksinasi penuh pada tahun 2024
(Kotak 3).
Selama periode lima tahun, total biaya program
imunisasi adalah Rp34,4 triliun. Biaya obat-obatan,
vaksin, dan bahan medis habis pakai mewakili proporsi terbesar dari seluruh biaya.
Total biaya meningkat secara stabil selama periode lima tahun sehubungan dengan
peningkatan cakupan dari Rp4 triliun (2020) menjadi Rp8,6 triliun (2024) (Gambar 10).
Kotak 3. Target dan
Baseline RPJMN
• Baseline: 57,9% anak-
anak (berumur 12–23
bulan) menyelesaikan
imunisasi dasar (2018)
• Target: 80% anak-anak
(berusia 12–23 bulan)
menyelesaikan imunisasi
dasar (2024)
•
27
Biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai dikelompokkan menjadi biaya
untuk imunisasi dasar (33 persen) dan vaksin baru (67 persen). Biaya imunisasi dasar
meliputi vaksin campak (7 persen), pentavalen (15 persen), polio (8 persen), BCG (<1
persen), dan Hepatitis B (2 persen). Biaya vaksin baru termasuk vaksin rotavirus (22
persen), pneumococus (20 persen), dan HPV (25 persen).
Gambar 10. Total Biaya Imunisasi Berdasarkan Kategori Setiap Tahun
3.2
5.1
6.57.8 7.8
0.03
0.03
0.03
0.03 0.03
0.18
0.18
0.18
0.18 0.18
0.57
0.58
0.59
0.60 0.61
4.0
5.9
7.3
8.6 8.6
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Human Resources Operational Costs
Socialization, Advocacy and Technical Guidance Medicines, Vaccines and Supplies
Sumber Daya Manusia
Sosialisasi, Advokasi, dan Bantuan Teknis Biaya Operasional
Obat, Vaksin, dan Bahan Medis Habis Pakai
Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat
Gizi Indonesia menghadapi beban ganda gizi buruk
yang ditandai dengan keberadaan defisiensi
makro dan mikro bersamaan dengan obesitas.
Dampak malnutrisi jangka panjang paling parah
terjadi dalam 1000 hari pertama kehidupan sejak
kehamilan hingga dua tahun kehidupan. Anak-
anak yang kekurangan gizi memiliki risiko
kematian 11,6 kali lebih tinggi daripada mereka
yang memiliki gizi yang baik, sehingga
berkontribusi lebih banyak terhadap angka
kematian bayi dan anak (Bappenas, 2019).
Sehubungan dengan hal tersebut, RPJMN
menyoroti pengurangan angka stunting dan bayi
Kotak 4. Target dan
Baseline RPJMN
• Stunting pada balita:
o Baseline: 27,7%
(2019)
o Target: 14% (2024)
• Wasting pada balita:
o Baseline: 10,2%
(2018)
o Target: 7% (2024)
28
gizi buruk (wasting) sebagai indikator utama (Kotak 4). Indonesia telah menetapkan
target ambisius untuk pengurangan stunting yang sebagian terkait dengan pinjaman
Bank Dunia sebesar US$400 juta untuk memperluas akses bagi ibu hamil dan anak di
bawah dua tahun untuk nutrisi utama dan layanan lainnya.
Selama periode lima tahun, total biaya program gizi adalah Rp29,3 triliun. Total biaya
sedikit meningkat dari Rp5,5 triliun (2020) menjadi Rp6,2 triliun (2024) (Gambar 11).
SDM mewakili 52 persen dari total biaya, sementara obat-obatan, vaksin, dan bahan
medis habis pakai mewakili 27 persen dari total biaya. Dalam alokasi biaya SDM pada
program gizi, dialokasikan biaya gaji penuh untuk ahli gizi karena program ini
merupakan program utama yang mereka dukung. Peningkatan terbesar dalam jumlah
tenaga kesehatan juga terlihat pada jumlah ahli gizi. Mengingat investasi terencana
yang signifikan dalam meningkatkan jumlah ahli gizi di Indonesia, program gizi memiliki
biaya SDM yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan program kesehatan lainnya.
Dalam hal biaya obat, vaksin, dan bahan medis habis pakai, biaya dapat
diikelompokkan berdasarkan layanan untuk gizi buruk anak (61 persen), suplementasi
(38 persen) dan fortifikasi (1 persen). Intervensi gizi yang paling mahal adalah biaya
untuk tatalaksana malnutrisi akut tingkat sedang untuk anak-anak yang mencakup 46
persen dari biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai.
Gambar 11. Total Biaya Gizi Berdasarkan Kategori Setiap Tahun
1.4 1.5 1.6 1.7 1.7
0.7 0.7 0.7 0.7 0.70.5 0.5 0.5 0.5 0.5
2.9 3.0 3.1 3.1 3.2
5.5 5.7 5.9 6.0 6.2
-
1
2
3
4
5
6
7
8
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Human Resources Operational Costs
Socialization, Advocacy and Technical Guidance Medicines, Vaccines and Supplies
Sumber Daya Manusia
Sosialisasi, Advokasi, dan Bantuan Teknis
Biaya Operasional
Obat, Vaksin, dan Bahan Medis Habis Pakai
29
Memperkuat Pengendalian Penyakit
Malaria Penurunan stabil dalam jumlah kasus malaria selama
beberapa dekade terakhir dengan setengah wilayah
Indonesia dinyatakan bebas malaria pada tahun 2018
menandakan adanya kemajuan signifikan dalam
penanganan malaria (Bappenas, 2019). Dari tahun 2007
hingga 2017, insiden parasit tahunan turun dari 2,89 per
1.000 penduduk menjadi 0,9, yang disertai dengan
pengurangan 50 persen dalam jumlah kasus
terkonfirmasi dan 66 persen penurunan angka kematian
akibat malaria (Sitohang, 2018). RPJMN bertujuan untuk
meningkatkan jumlah kabupaten yang bebas malaria
dari 285 menjadi 405 selama periode 2018–2024 (Kotak 5). Upaya ini terfokus kepada
lima provinsi di bagian timur Indonesia yang menyumbang 70 persen dari beban kasus
malaria nasional.
Selama periode lima tahun, total biaya program malaria adalah Rp3,9 triliun. Biaya
obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai mewakili 84 persen dari total biaya
program. Dengan harapan bahwa prevalensi malaria akan terus menurun, total biaya
akan terus menurun selama periode lima tahun dari Rp986 miliar (2020) menjadi
Rp765 miliar (2024) (Gambar 12).
Gambar 12. Total Biaya Malaria Berdasarkan Kategori Setiap Tahun
862
507
737
536633
2
2
2
22
23
23
23
24
24
98
100
102
104
106
986
633
865
666
765
-
200
400
600
800
1,000
2020 2021 2022 2023 2024
Milia
r R
up
iah
Human Resources Operational Costs
Socialization, Advocacy and Technical Guidance Medicines, Vaccines and Supplies
Sumber Daya Manusia Sosialisasi, Advokasi, dan Bantuan Teknis
Biaya Operasional Obat, Vaksin, dan Bahan Medis Habis Pakai
Kotak 5. Target dan
Baseline RPJMN
• Baseline: 285
Kabupaten/kota
eliminasi malaria (2018)
• Target: 405
Kabupaten/kota
eliminasi malaria (2024)
30
Dalam hal biaya obat, vaksin, dan bahan medis habis pakai, biaya untuk pencegahan,
diagnosis, dan pengobatan malaria mencakup 96 persen, 3 persen, dan 2 persen dari
total biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai. Biaya penyemprotan
dalam ruangan dan kelambu berinsektisida merupakan kontributor terbesar untuk
biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai, yang masing-masing
mencakup 72 persen (atau Rp2,36 triliun) dan 22 persen (Rp723 miliar) selama periode
lima tahun.
Tuberkulosis Menurut laporan Global Tuberculosis WHO tahun 2019,
Indonesia menempati peringkat ketiga dunia untuk
perkiraan insiden TB per tahun dan menyumbang
delapan persen dari beban TB dunia. Angka notifikasi
kasus di Indonesia naik dari 331.703 pada 2015 menjadi
563.879 pada tahun 2018 (+ 70 persen), termasuk
peningkatan sebesar 121.707 (+ 28 persen) antara tahun
2017 dan 2018 (WHO, 2019b). Dengan merujuk pada
kondisi tersebut, RPJMN bertujuan untuk secara drastis
mengurangi kejadian TB dari 319 kasus per 100.000 orang
(2018) menjadi 190 (2024) (Kotak 6).
Selama periode lima tahun, total biaya program TB adalah Rp10 triliun. Total biaya
program TB meningkat dari Rp1,9 triliun (2020) menjadi Rp 2,1 triliun (2024). SDM
mewakili 56 persen dan obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai mewakili 31
persen dari total biaya program (Gambar 13).
Gambar 13. Total Biaya TB Berdasarkan Kategori Setiap Tahun
543 579 615 651 687
9 9 9 9 9258 258 259 260 261
1,074 1,097 1,119 1,142 1,166
1,884 1,943 2,002 2,062 2,122
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
2020 2021 2022 2023 2024
Milia
r
Human Resources Operational Costs
Socialization, Advocacy and Technical Guidance Medicines, Vaccines and Supplies
Sumber Daya Manusia Sosialisasi, Advokasi, dan Bantuan Teknis
Biaya Operasional Obat, Vaksin, dan Bahan Medis Habis Pakai
Kotak 6. Target dan
Baseline RPJMN
• Insiden TB (kasus per
100,000 orang)
o Baseline: 319
(2018)
o Target: 190 (2024)
31
Biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai TB dapat dibagi menjadi
empat kategori: diagnosis dan skrining (20 persen dari biaya obat-obatan, vaksin, dan
bahan medis habis pakai, pengobatan TB lini pertama (16 persen dari biaya obat-
obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai), pengobatan MDR dan XDR (59,2 persen
dari biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai) serta kolaborasi TB dan
intervensi HIV/AIDS (4,4 persen dari biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis
pakai). Pengobatan MDR dan XDR-TB adalah intervensi yang paling mahal, dengan
total biaya Rp1,8 triliun selama periode lima tahun. Namun, penting untuk dicatat
bahwa biaya program TB dalam penelitian ini mungkin berada di bawah kebutuhan
biaya sebenarnya karena belum mencakup biaya untuk pengadaan mesin Tes Cepat
Molekuler (Gene-Xpert) tambahan serta perawatan mesin ini.
HIV Tidak seperti sebagian besar negara di kawasan Asia
Pasifik, Indonesia mengalami peningkatan jumlah
infeksi HIV baru di antara orang dewasa dan anak-
anak. Terdapat sekitar 630.000 orang yang hidup
dengan HIV dan ada 48.000 kasus baru serta 38.000
kematian terkait AIDS pada tahun 2016 saja, yang
berarti peningkatan sebesar 69 persen antara tahun
2010 dan 2017 (Bappenas, 2019). RPJMN bertujuan
untuk mengurangi insiden HIV per 1000 populasi yang
tidak terinfeksi dari 0,24 menjadi 0,18 (Kotak 7).
Selama periode lima tahun, total biaya program HIV adalah Rp30,3 triliun. Total biaya
program HIV meningkat dari Rp4 triliun menjadi Rp8,2 triliun selama periode tahun
2020–2024. Obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai mewakili 96 persen dari
total biaya program (Gambar 14).
Intervensi pencegahan HIV (termasuk tes dan konseling) dan biaya obat, vaksin, dan
bahan medis habis pakai mewakili 71 persen dari total biaya sedangkan biaya
pengobatan HIV mewakili 29 persen sisanya. Empat intervensi menyumbang sebagian
besar dari total biaya program HIV: konseling dan tes sukarela (Rp12,5 triliun atau 43
persen dari biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai); pengadaan
kondom (Rp7,9 triliun atau 27 persen dari biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis
habis pakai); perawatan ART lini pertama untuk pria (Rp5 triliun atau 17 persen dari
biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai) dan pengobatan ART lini
pertama untuk perempuan (Rp6,6 triliun atau sembilan persen dari biaya obat-obatan,
vaksin, dan bahan medis habis pakai).
Kotak 7. Target dan
Baseline RPJMN
• Insiden HIV (per 1.000
HIV-penduduk tak
terjangkit)
o Baseline: 0,24 (2018)
o Target: 0,18 (2024)
32
Gambar 14. Total Biaya HIV Berdasarkan Kategori Setiap Tahun
3.74.8
5.86.8
8.0
0.01
0.01
0.01
0.01
0.01
0.04
0.040.04
0.04
0.04
0.19
0.19
0.20
0.20
0.20
4.0
5.0
6.0
7.1
8.2
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Human Resources Operational Costs
Socialization, Advocacy and Technical Guidance Medicines, Vaccines and Supplies
Sumber Daya Manusia Sosialisasi, Advokasi, dan Bantuan Teknis
Biaya Operasional Obat, Vaksin, dan Bahan Medis Habis Pakai
Penyakit Tidak Menular Seperti yang disebutkan sebelumnya, Indonesia
menderita beban ganda gizi buruk. Angka kematian
akibat PTM telah meningkat secara signifikan dari
hanya 37 persen (1990) menjadi 73 persen (2016)
(Bappenas, 2019). Laporan Penelitian Kesehatan Dasar
Indonesia tahun 2018 menunjukkan tren peningkatan
untuk sebagian besar PTM seperti kanker, stroke,
penyakit ginjal, penyakit sendi, DM, penyakit jantung,
hipertensi, dan kelebihan berat badan/obesitas jika
dibandingkan dengan laporan sebelumnya pada tahun
2013 (Kemenkes, 2018b). Selama periode 2007–2017, jumlah kasus stroke meningkat
29,2 persen, penyakit jantung 29,0 persen, dan diabetes mellitus 50,1 persen (GBD,
2017). Dengan merujuk pada perkiraan peningkatan kasus obesitas yang akan terjadi,
RPJMN bertujuan untuk setidaknya mempertahankan prevalensi obesitas tetap
konstan selama periode 2018–2024 (Kotak 8).
Selama periode lima tahun, total biaya program PTM adalah Rp113 triliun. Total biaya
program PTM meningkat dari Rp16,7 triliun menjadi Rp28,7 triliun antara tahun 2020–
2024. Obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai mewakili 76 persen dan SDM
mewakili 19 persen dari total biaya program (Gambar 15).
Kotak 8. Target dan
Baseline RPJMN
• Prevalensi obesitas pada
penduduk berusia ≥ 18
tahun
o Baseline: 21,8% (2018)
o Target: 21,8% (2024)
33
Untuk PTM, penyakit kardiovaskular dan intervensi diabetes mewakili 99,2 persen
gabungan dari total biaya obat, vaksin, dan bahan medis habis pakai. Pengendalian
standar glikemik yang merupakan satu-satunya intervensi untuk diabetes mewakili 65
persen dari total biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai atau Rp55,9
triliun. Pengobatan untuk penderita tekanan darah tinggi tetapi memiliki risiko absolut
rendah untuk terkena penyakit kardiovaskuler/diabetes (<20 persen) mewakili 13,8
persen dari total biaya obat-obatan, vaksin, dan bahan medis habis pakai atau Rp11,8
triliun.
Gambar 15. Total Biaya PTM Berdasarkan Kategori Setiap Tahun
11 14
17 20
23 0.05
0.05
0.05
0.05
0.05
1.1
1.1
1.1
1.1
1.1
4.1
4.2
4.3
4.4
4.4
16.7
19.6
22.5
25.6
28.7
-
5
10
15
20
25
30
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Human Resources Operational Costs
Socialization, Advocacy and Technical Guidance Medicines, Vaccines and Supplies
Sumber Daya Manusia
Sosialisasi, Advokasi, dan Bantuan Teknis
Biaya Operasional
Obat, Vaksin, dan Bahan Medis Habis Pakai
Memperkuat Sistem Kesehatan dan Sistem Pengawasan Makanan dan
Obat-Obatan Total biaya operasional untuk penguatan sistem kesehatan dan sistem pengawasan
makanan dan obat-obatan mencapai Rp23,5 triliun dengan rata-rata Rp7,7 triliun
setiap tahunnya. Biaya SDM mencakup gaji dan biaya pelatihan (yang dijaga konstan
pada tingkat harga dan gaji tahun 2019). Total biaya SDM selama lima tahun adalah
Rp155 triliun dengan 99,9 persen di antaranya merupakan biaya gaji (Gambar 16).
Pelatihan SDM menghabiskan total Rp39 miliar per tahun (Rp195 triliun selama lima
tahun). Sebagian besar biaya pelatihan terkait dengan program KIA-Kespro (Rp13,7
miliar) dan PTM (Rp10 miliar) yang mewakili 61 persen dari biaya pelatihan. Program
imunisasi dan nutrisi masing-masing mewakili 16 persen dan 12 persen dari total biaya
34
pelatihan SDM. Biaya gaji SDM meningkat dari Rp30 triliun (2020) menjadi Rp32 triliun
(2024). Perawat dan bidan mendominasi hingga 77 persen dari staf di tingkat Layanan
Kesehatan Primer tahun 2018. Akibatnya, gaji perawat dan bidan mewakili 72 persen
dan 71 persen dari biaya gaji tahun 2020 dan 2024. Untuk mencapai fasilitas dengan
jumlah staf yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku telah mengakibatkan
menghasilkan kenaikan biaya gaji sebesar 17 persen untuk ahli gizi dan 15 persen analis
laboratorium. Jumlah staf tambahan yang diperlukan untuk memenuhi target 83
persen dari Layanan Kesehatan Primer mencapai standar staf dan fasilitas yang
dibutuhkan, ditunjukkan dalam Tabel 6.
Gambar 16. Total Biaya SDM Berdasarkan Program Setiap Tahun (Triliun
Rupiah)
21 21 22 22 22
1 1 1 1 1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
1 1 1 1 1
0.2 0.2 0.2 0.20.2
3 3 3 3 3
4 4 4 4 4
30 31 31 32 32
-
5
10
15
20
25
30
35
2020 2021 2022 2023 2024
Tri
liu
n R
up
iah
Immunization Malaria TB HIV Nutrition NCDKIA-Kespro
Gizi PTM Imunisasi
Tabel 6. Scale-Up Tenaga Kesehatan yang Dibutuhkan bagi 83% Layanan
Kesehatan Primer untuk Mencapai Ketentuan Penetapan Jumlah Staf
Tahun 2024
Tenaga kesehatan Jumlah tenaga kesehatan tambahan yang
dibutuhkan per tahun dari 2020–2024
Dokter 319
Perawat 417
35
Tenaga kesehatan Jumlah tenaga kesehatan tambahan yang
dibutuhkan per tahun dari 2020–2024
Bidan 217
Apoteker 206
Petugas kesehatan masyarakat 328
Petugas kesehatan lingkungan 248
Ahli gizi 542
Analis lab 356
Analisis Dampak
Bagaimana Indonesia akan Mencapai Target Angka Kematian Ibu dan
Anak? Dampak program kesehatan ibu dan anak dari penerapan perluasan Layanan
Kesehatan Primer diestimasi menggunakan LiST dan OHT. Hasil model menunjukkan
bahwa perluasan Layanan Kesehatan Primer berkualitas seiring dengan peningkatan
cakupan layanan di fasilitas layanan kesehatan sekunder dan tersier akan secara
signifikan mengurangi angka kematian bayi sejalan dengan target dampak RPJMN,
tetapi tidak cukup untuk mencapai target angka kematian ibu (Gambar 17). Hasil ini
hanya memperhitungkan kontribusi Layanan Kesehatan Primer (sektor publik dan
swasta) terhadap pengurangan angka kematian ibu (AKI) dalam RPJMN. Jika Indonesia
memperluas layanan PONED di tingkat Layanan Kesehatan Primer dan layanan PONEK
di fasilitas Layanan Kesehatan Primer dan sekunder/tersier, AKI diperkirakan akan
berkurang menjadi 224 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada 2024, yaitu terjadi
pengurangan empat persen dibandingkan dengan skenario Layanan Kesehatan Primer
saja, tetapi masih kurang memenuhi target penurunan AKI.
Untuk mengurangi AKI hingga 183 kematian per 100,000 kelahiran hidup tahun 2024,
negara harus meningkatkan pemberian pelayanan berkualitas sembari memperluas
akses ke layanan untuk memastikan bahwa hampir semua orang yang membutuhkan
intervensi kesehatan ibu dan anak berkualitas tinggi menerimanya pada 2024. Dengan
asumsi perluasan pada semua cakupan intervensi pra-persalinan (antenatal),
persalinan, dan pasca-persalinan (postnatal) akan mencakup paling tidak 90 persen
dari penduduk yang membutuhkan intervensi (terlepas dari tingkat layanan atau
sektor) pada tahun 2024, Indonesia mungkin dapat menurunkan AKI hingga 185
kematian per 100,000 kelahiran hidup tahun 2024. Perluasan yang signifikan pada
cakupan akan membutuhkan prioritas dan dukungan finansial yang kuat untuk
melakukan intervensi dan komponen-komponen sistem kesehatan yang mendukung
seperti SDM, efisiensi dan efektivitas alokasi dan penggunaan dana untuk memperluas
36
ketersediaan, dan yang paling penting, kualitas pelayanan (termasuk solusi
penggunaan platform layanan digital) serta kerja sama yang erat dan koordinasi para
mitra layanan kesehatan sektor publik dan swasta.
Gambar 17. Perkiraan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di bawah
RPJMN
305293
277262
247234
183
0
50
100
150
200
250
300
350
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Ke
ma
tia
n p
er
10
0 k
ela
hir
an
hid
up
Penurunan AKI
Projected MMR RPJMN MMR targetProyeksi AKI Target AKI RPJMN
Catatan: Baseline AKI yang diterima oleh Pemerintah Indonesia adalah 305 kematian per 100.000
kelahiran hidup. Perkiraan ini datang dari SUPAS tahun 2015. Studi lain memperkirakan AKI yang
lebih rendah; contohnya, kerjasama WHO-UNICEF-WB memperkirakan dari 2017 menunjukkan AKI
126 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015. Namun, perhitungan AKI dari penelitian ini harus
ditafsirkan dengan hati-hati, karena berasal dari penerapan pendekatan probabilistik (angka
kematian ibu Bayesian model estimasi) dan estimasi tergantung pada sejauh mana kovariat seperti
PDB sesuai untuk Indonesia.
RPJMN 2020-2024 juga menargetkan penurunan prevalensi stunting dan wasting pada
bayi dan balita dari 30,8 menjadi 19 persen untuk bayi dan dari 10,2 persen menjadi 7
persen untuk balita pada 2024. Hasil LiST menunjukkan bahwa target-target ini dapat
dipenuhi. Pada 2024, sekitar 18 persen bayi dengan usia 1–5 bulan dan 20,2 persen
bayi dengan usia 6–11 bulan mengalami stunting dan 6,2 persen bayi dengan usia 12–
23 bulan mengalami wasting (gizi buruk) jika intervensi nutrisi dan kesehatan anak
lainnya di tingkat layanan primer diperluas. Pemberian makanan pendamping yang
tepat adalah intervensi yang berkontribusi terhadap pengurangan terhambatnya
pertumbuhan (87 persen), diikuti oleh vaksin rotavirus (6 persen).
Selama periode 2019–2024, sekitar 81.653 nyawa akan diselamatkan dengan
peningkatan Layanan Kesehatan Primer seperti layanan asuhan antenatal, tata laksana
persalinan dan melahirkan, layanan asuhan pasca-persalinan, imunisasi, intervensi
nutrisi, pengobatan diare, pengobatan pneumonia, dan pengobatan penyakit lainnya.
2120
1918 18 17
16
0
5
10
15
20
25
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Ke
ma
tia
n p
er
10
0 k
ela
hir
an
hid
up
Pernurunan AKB
Projected IMR RPJMN IMR targetTarget AKB Proyeksi AKB
RPJMN
37
Mayoritas nyawa yang diselamatkan (63 persen) adalah anak di bawah usia lima tahun
(tidak termasuk bayi baru lahir). Tahun 2024, intervensi yang diproyeksikan untuk
mencegah jumlah kematian terbesar pada balita adalah vaksin pneumokokus, tata
laksana kasus bayi prematur, pengobatan malnutrisi akut sedang, dan antibiotik oral
untuk pneumonia. Intervensi ini ditingkatkan dalam RPJMN (misalnya pada tahun
2024, 95 persen bayi diperkirakan menerima vaksin pneumokokus) dan efektif dalam
mengatasi penyebab mendasar kematian anak.
Jumlah kematian ibu yang dapat dihindari diperkirakan meningkat dari 533 pada tahun
2020 menjadi 3.017 pada tahun 2024 yang terutama disebabkan oleh adanya
peningkatan cakupan intervensi yang diberikan selama kehamilan dan layanan
pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar (PONED) (Gambar 18). Intervensi
yang menyelamatkan sebagian besar ibu pada tahun 2024 mencakup pemberian
uterotonik parenteral (16 persen), tatalaksana pre-eklampsia dengan magnesium
sulfat (15 persen), tatalaksana kasus gangguan hipertensi (11 persen), dan pemberian
obat anti-konvulsan parenteral (10 persen).
Gambar 18. Kontribusi Intervensi Terhadap Penurunan AKI, 2020–2024
7%
40%
12%
36%
5%Periconceptual and
preventive interventions
Pregnancy
Child birth - Routine care
Child birth - BemONC
Curative after birth
Intervensi perikonseptual dan
preventif
Kehamilan
Melahirkan – Asuhan Rutin
Melahirkan – PONED
Kuratif setelah persalinan
Dampak Pengobatan HIV Jika Indonesia dapat memenuhi target pengobatan HIV, sekitar 73.000 kematian
terkait AIDS akan dapat dicegah selama periode 2020–2024. Angka ini mencerminkan
penurunan 44 persen dalam jumlah kematian terkait AIDS selama periode lima tahun
dibandingkan dengan skenario cakupan ART saat ini yang rendah dan tetap konstan.
Gambar 19 menunjukkan bagaimana peningkatan cakupan ART yang direncanakan
berdasarkan RPJMN akan menghasilkan penurunan angka kematian terkait AIDS.
38
Gambar 19. Jumlah ART dan Kematian Terkait AIDS per Tahun
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Numbers on ART 150,895 188,136 227,784 269,818 314,544 362,220
AIDS-related deaths 27,756 23,199 20,618 18,328 16,270 14,477
0
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
400,000
Jumlah ART
Kematian terkait AIDS
Pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Indonesia menyerukan untuk memperkuat
Layanan Kesehatan Primer dan menuju cakupan
kesehatan semesta. Walaupun telah terdapat
kemajuan di beberapa bidang seperti malaria
selama dekade terakhir, banyak program termasuk
program kesehatan ibu dan anak, gizi, TB, dan PTM
memerlukan peningkatan cakupan intervensi dan
peningkatan kualitas layanan untuk memenuhi
tujuan kesehatan nasional. Misalnya, pada tahun
2017, 79 persen ibu melahirkan di fasilitas
kesehatan. Meski jumlah ini menunjukkan
peningkatan dari 47 persen pada tahun 2007, angka
kematian ibu tetap relatif tidak berubah karena
masalah kualitas dan masalah lainnya (BKKBN,
2018). Analisis pemodelan ini memperkirakan
sumber daya pendanaan yang diperlukan untuk
meningkatkan pemberian layanan kesehatan berkualitas di tingkat primer sejalan
dengan pedoman klinis dan target cakupan program serta dampaknya terhadap HIV
dan kesehatan ibu, bayi baru lahir, dan anak dan kesehatan reproduksi.
Temuan menunjukkan bahwa total biaya untuk mencapai target cakupan RPJMN
2020–2024 di tingkat Layanan Kesehatan Primer adalah Rp371,3 triliun (Tabel 7). Biaya
Kotak 9. Kesimpulan Kunci
• Biaya yang dibutuhkan
diproyeksikan meningkat
sebesar 37% dari 2020–
2024 jika negara memenuhi
target cakupan RPJMN.
• Indonesia perlu upaya keras
dalam memenuhi target
penurunan angka kematian
Ibu, tetapi investasi pada
Layanan Kesehatan Primer
akan secara signifikan
mengurangi kematian bayi,
stunting dan wasting, dan
kematian terkait AIDS.
39
ini meningkat setiap tahun, dari Rp62,4 triliun (Rp228.628 per kapita) pada tahun 2020
menjadi Rp85,4 triliun (Rp303.615 per kapita) pada tahun 2024. Pada tahun 2024,
dua area program dengan biaya tertinggi adalah KIA-Kespro serta PTM. Namun, biaya
imunisasi diproyeksikan meningkat lebih cepat dari program lainnya. Penggerak biaya
utama di semua program adalah biaya obat-obatan, vaksin dan bahan medis habis
pakai, yang mewakili 56 persen dari kebutuhan sumber daya pada tahun 2024, dan gaji
SDM yang mewakili 38 persen dari total biaya pada 2024. Peningkatan ketersediaan
(distribusi) dan kapasitas staf melalui pelatihan sangat penting untuk meningkatkan
kualitas layanan kesehatan. Sebagai contoh, selama periode RPJMN lima tahun,
Indonesia perlu menambah lebih dari 2.700 ahli gizi di Layanan Kesehatan Primer
untuk mengurangi angka kekurangan gizi dan indikator terkait obesitas yang
berkontribusi signifikan terhadap beban penyakit di Indonesia saat ini.
Tabel 7. Ringkasan Kebutuhan Pembiayaan RPJMN (Miliar Rupiah) 2020-
2024
Kategori biaya 2020 2021 2022 2023 2024
Biaya berdasarkan program
KIA-Kespro 29.280 29.635 30.035 30.436 30.832
Imunisasi 4.028 5.927 7.338 8.580 8.574
Malaria 986 633 865 666 765
TB 1.884 1.943 2.002 2.062 2.122
HIV 3.950 5.017 6.026 7.098 8.208
Gizi 5.518 5.711 5.885 6.038 6.170
PTM 16.715 19.567 22.516 25.563 28.711
Biaya berdasarkan kategori
Obat-obatan, vaksin, dan
bahan medis habis pakai 26.768 32.329 38.047 43.305 47.722
Sosialisasi, advokasi dan
bimbingan teknis 909 909 909 909 909
Operasional 4.671 4.684 4.697 4.710 4.723
SDM 30.014 30.511 31.013 31.518 32.027
Biaya sektor swasta
Skenario 1 (tanpa subsidi) 24.715 29.062 33.913 38.428 42.976
Skenario 2 (subsidi komoditas
pemerintah) 18.161 21.252 24.461 27.754 31.130
Total biaya 62.362 68.434 74.666 80.443 85.382
Peningkatan layanan kesehatan yang berkualitas diproyeksikan akan secara signifikan
mengurangi angka kematian. Jika Indonesia memenuhi target pengobatan HIV, sekitar
40
73.000 kematian terkait AIDS dapat dicegah selama periode 2020–2024. Dalam kurun
waktu tersebut, sekitar 81.653 kehidupan ibu dan anak akan diselamatkan dengan
meningkatkan Layanan Kesehatan Primer seperti asuhan antenatal, tata laksana
persalinan, asuhan pasca-persalinan, imunisasi, intervensi nutrisi, serta pengobatan
diare, pneumonia, dan penyakit lainnya. Walaupun proyeksi OHT mengindikasikan
Indonesia dapat memenuhi target angka kematian bayi dan target prevalensi stunting
dan wasting pada tahun 2024 seperti yang direncanakan, Indonesia masih perlu upaya
keras untuk secara cepat mengurangi angka kematian ibu. Intervensi kesehatan ibu
berkualitas yang cakupannya mendekati cakupan semesta diperlukan untuk
mengurangi angka kematian ibu menjadi 183 kematian per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2024.
Kesimpulan dan Rekomendasi Target RPJMN Indonesia menetapkan fondasi yang dibutuhkan untuk menempatkan
prioritas pada sektor kesehatan, terutama pada Layanan Kesehatan Primer. Biaya yang
dihitung dalam penelitian ini bersifat indikatif, karena tidak mencakup semua biaya di
sektor swasta atau di fasilitas layanan kesehatan sekunder dan tersier. Analisis
tambahan diperlukan untuk memproyeksikan biaya layanan kesehatan di semua
tingkatan di sektor publik dan swasta serta mengeksplorasi bagaimana Indonesia
dapat meningkatkan efisiensi alokatif dan teknis dalam pembiayaan layanan
kesehatan.
Dari perspektif indikatif, total biaya Layanan Kesehatan Primer mewakili 32 persen dari
jumlah layanan preventif dan semua layanan rawat jalan (termasuk rawat jalan di
rumah sakit, karena tidak mungkin untuk dipisahkan) dari NHA terakhir (2018) pada
tahun 2020 dan bagian ini terus meningkat menjadi 43 persen pada tahun 2024.
Walaupun pemerintah daerah di Indonesia memiliki peran yang signifikan, mengingat
angka transfer fiskal yang meningkat termasuk yang berasal dari transfer khusus pajak
tembakau untuk kesehatan, masih belum jelas apakah data tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan ini. Kondisi ini terutama terjadi akibat kenaikan kapitasi
JKN dan pembayaran fee for service (non kapitasi) di tingkat Layanan Kesehatan Primer
tidak memungkinkan untuk meningkat secara signifikan, serta peran dan kemampuan
Kemenkes untuk membelanjakan pada tingkat Layanan Kesehatan Primer akan
terbatas pada komoditas dan manajemen program tertentu.
Untuk memastikan pembangunan berkelanjutan menuju sasaran RPJMN, Pemerintah
Indonesia perlu:
• Mendorong kontribusi pemerintah daerah untuk memprioritaskan
perencanaan dan penganggaran pembangunan kesehatan terutama untuk
mencapai standar pelayanan minimal (SPM).
• Mereview skema alokasi dan insentif untuk pendayagunaan tenaga kesehatan.
41
• Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan anggaran kesehatan
terutama DAK non fisik (BOK) dan dana dekonsentrasi.
• Menjamin perlindungan finansial untuk menurunkan biaya pengeluaran
mandiri (out of pocket) untuk layanan kesehatan, khususnya Layanan
Kesehatan Primer. Menurut NHA 2018, sebesar 31,8 persen dari total
pengeluaran kesehatan masih berasal dari pembayaran mandiri. Dengan
tujuan Indonesia untuk mencapai cakupan kesehatan semesta, beban
keuangan pada rumah tangga perlu dikurangi.
• Digitalisasi sistem pemantauan dan evaluasi serta beberapa kegiatan
terprogram seperti pelatihan, supervisi, dan bimbingan teknis pemanfaatan
perangkat elektronik yang telah diujicobakan di Indonesia menunjukkan
peningkatan efisiensi teknis di sektor kesehatan.
• Melembagakan analisis pemodelan yang akan dilakukan secara rutin untuk
menginformasikan perencanaan dan penganggaran diperlukan untuk
meningkatkan proses pengambilan keputusan berbasis bukti. Analisis
pembiayaan dan proyeksi dampak kesehatan disarankan untuk terus dibuat,
untuk memantau implementasi RPJMN dan menyesuaikan target yang
diperlukan, terutama jika pandemi coronavirus menyebabkan gangguan
layanan yang signifikan atau efek ekonomi rumah tangga negatif yang dapat
memengaruhi perilaku mencari layanan kesehatan.
42
Daftar Pustaka Anggraeni, R. 2020. “Sri Mulyani Admits the BPJS Deficit Trend Is Always Going Up.”
Sindon News. February 18, 2020.
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Secretariat. 2017. ASEAN Statistical
Report on Millennium Development Goals 2017. Jakarta: ASEAN.
Augustina, R., T. Dartanto, R. Sitompul, K.A. Susiloretni, E.L. Achadi, dkk. 2019.
“Universal Health Coverage in Indonesia: Concept, Progress, and Challenges.” The
Lancet 393(10166): 75-102.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Badan Pusat
Statistik Indonesia (BPS), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan ICF. 2018.
Indonesia Demographic and Health Survey 2017. Jakarta, Indonesia: BKKBN, BPS,
Kemenkes, dan ICF.
Bappenas. 2019. The Consolidated Report on Indonesia Health Sector Review 2018:
National Health System Strengthening. Jakarta: Bappenas.
BPJS Kesehatan. 2018. Summary of Operational Performance in 2018. Jakarta: BPJS
Kesehatan.
BPJS Kesehatan. 2019. 1% data sample from JKN healthcare utilization dataset.
Gani, A. and M.P. Budiharsana. 2019. The Consolidated Report on Indonesia Health
Sector Review 2018. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas and UNICEF.
Hartomo, G. 2020. “Already Injected, BPJS Health Still Leaves a IDR 15.5 Trillion
Deficit.” Okezone, February 18, 2020.
IMS Institute for Healthcare Informatics. 2014. Understanding the Pharmaceutical
Value Chain. Danbury: IMS Health.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 2016. National Health Accounts (NHA)
Indonesia 2016.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 2018a. National Health Accounts (NHA)
Indonesia 2018.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 2018b. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 2019. Data and Information on Indonesia
Health Profile 2018. Jakarta: Kemenkes.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 2019. Indonesia Health Profile 2018. Jakarta:
Kemenkes.
43
Mboi, N., I.M. Surbakti, I. Trihandini, I. Elyazar, K.H. Smith, dkk. 2018. “On the Road to
Universal Health Care in Indonesia, 1990–2016: A Systematic Analysis for the Global
Burden of Disease Study 2016.” The Lancet 392(10147): 581-591.
Prabhakaran S., A. Dutta, T. Fagan, and M. Ginivan. 2019. Financial Sustainability of
Indonesia’s Jaminan Kesehatan Nasional: Performance, Prospects, and Policy Options.
Washington, DC: Palladium, Health Policy Plus and Jakarta: Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Sitohang, V., E. Sariwati, S.B. Fajariyani, D. Hwang, B. Kurnia, dkk. 2018. “Malaria
Elimination in Indonesia: Halfway There.” Lancet Global Health 6(6): E604-E606.
Statistics Indonesia. 2017. Statistik Indonesia: Statistical Yearbook of Indonesia 2017.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
U.S. Agency for International Development (USAID). 2018. Engaging Private Providers
to Improve TB Outcomes in Indonesia. Washington, DC: USAID.
World Bank. 2017. Improving the Quality of Indonesia’s Health Spending in the
Context of the Health Financing Transition: Health Sector Public Expenditure Review.
Jakarta: World Bank Group.
World Bank, Australian Aid, Global Fund, and GAVI. 2018. Is Indonesia Ready to
Serve? An Analysis of Indonesia’s Primary Healthcare Supply-Side Readiness. World
Bank Group.
World Health Organization (WHO). 2017. Primary Health Care Systems (PRIMASYS):
Comprehensive Case Study from Indonesia. Geneva: WHO.
World Health Organization (WHO). 2019a. Global Spending on Health: A World in
Transition. Geneva: WHO.
World Health Organization (WHO). 2019b. Global Tuberculosis Report 2019. Geneva:
WHO.
44
Lampiran A. Tabel Menampilkan Cakupan untuk Semua
Intervensi Berdasarkan Program Setiap Tahun
Program dan Intervensi
Target cakupan tahunan (% dari populasi yang
membutuhkan)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Kesehatan ibu/bayi baru lahir dan reproduksi
Keluarga Berencana
CPR 57,2 61,8 62,2 62,5 62,9 63,4
Tatalaksana komplikasi aborsi
Manajemen kasus pascaaborsi 39 46,4 53,8 61,2 68,6 76
Asuhan kehamilan – ANC
Tetanus toksoid (Ibu hamil) 87 88 89 90 91 92
Deteksi dan pengobatan sifilis (Ibu
hamil) 1,6 11,3 21 30,6 40,3 50
ANC Dasar 87 88 89 90 91 92
Asuhan kehamilan – Tatalaksana komplikasi kehamilan
Tatalaksana kasus hipertensi 60 63 66 69 72 75
Tatalaksana pre-eklampsia
(Magnesium sulfat) 60 63 66 69 72 75
Tatalaksana komplikasi kehamilan
lainnya 60 63 66 69 72 75
Pemberian obat cacing (Ibu hamil) 60 66,4 72,8 79,2 85,6 92
Perawatan persalinan - Kelahiran fasilitas
Pemberian uterotonika secara
parenteral 60 63 66 69 72 75
Tatalaksana komplikasi persalinan
prarujukan 60 63 66 69 72 75
Pemberian antikonvulsan secara
parenteral 60 63 66 69 72 75
Resusitasi bayi baru lahir 60 63 66 69 72 75
Pengobatan infeksi lokal (Bayi Baru
Lahir) 60 63 66 69 72 75
Perawatan metode kanguru 30 39 48 57 66 75
Konseling pemberian makanan dan
dukungan untuk bayi berat lahir
rendah
60 63 66 69 72 75
Pemberian antibiotik parenteral 60 63 66 69 72 75
Tatalaksana kelahiran dan persalinan 100 100 100 100 100 100
Pelepasan plasenta secara manual 60 63 66 69 72 75
45
Program dan Intervensi
Target cakupan tahunan (% dari populasi yang
membutuhkan)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Pembersihan sisa konsepsi 60 63 66 69 72 75
Transfusi darah 60 66 72 78 84 90
Asuhan persalinan - Kelahiran di rumah
Lingkungan kelahiran bersih 60 66 72 78 84 90
Asuhan persalinan – Lain—lain
Kortikosteroid antenatal untuk
persalinan prematur 60 63 66 69 72 75
Antibiotik untuk ketuban pecah dini
(KPD) atau memanjang 60 63 66 69 72 75
Induksi persalinan untuk kehamilan
usia 41+ minggu 60 63 66 69 72 75
Asuhan pascapersalinan - Tatalaksana sepsis
Tatalaksana kasus sepsis ibu 60 63 66 69 72 75
Asuhan postpartum - Tatalaksana
sepsis bayi baru lahir
Sepsis bayi baru lahir - Perawatan
suportif penuh 60 63 66 69 72 75
Sepsis bayi baru lahir - Antibiotik
injeksi 60 63 66 69 72 75
Asuhan pascapersalinan – Lain-lain
Mastitis 78 78,6 79,3 79,9 80,5 81,2
Tatalaksana pendarahan postpartum 60 66 72 78 84 90
Klorheksidin 0 10 20 30 40 50
Kesehatan reproduksi dan seksual lainnya
Pengobatan sifilis 21 23,6 26,3 28,9 31,5 34,2
Pengobatan gonore 21 23,6 26,3 28,9 31,5 34,2
Pengobatan klamidia 21 23,6 26,3 28,9 31,5 34,2
Pengobatan trikomoniasis 21 23.6 26.3 28.9 31,5 34,2
Pengobatan Penyakit Radang Panggul 15 18,2 21,4 24,5 27,7 30,9
Pengobatan infeksi saluran kemih
(ISK) 40 43,6 47,3 50,9 54,5 58,2
Skrining kanker serviks 10 13,6 17,3 20,9 24,5 28,2
Kesehatan Anak
Suplemen vitamin A untuk pengobatan
xerophthalmia pada anak-anak 80 81,4 82,7 84,1 85,5 86,8
Pemberian obat cacing (anak-anak) 34 37,3 40,5 43,8 47,1 50,4
Tatalaksana Diare
Oral rehydration solution 38,8 41,0 43,3 45,5 47,8 50
46
Program dan Intervensi
Target cakupan tahunan (% dari populasi yang
membutuhkan)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Zinc (pengobatan diare) 1,1 2,8 4,6 6,4 8,2 10
Antibiotik untuk pengobatan disentri 30 39 48 57 66 75
Pengobatan diare parah 60 63 66 69 72 75
Radang paru-paru
Pengobatan pneumonia (anak-anak) 60 63 66 69 72 75
Pengobatan pneumonia berat 60 63 66 69 72 75
Campak
Vitamin A untuk pengobatan campak
(anak-anak) 60 63 66 69 72 75
Pengobatan campak parah 60 63 66 69 72 75
Imunisasi
Vaksin rotavirus 0 0 31 62,5 94 95
Vaksin campak 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
Vaksin Pentavalen 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
Vaksinasi DPT 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
Vaksin Hib 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
Vaksin Hep B untuk mencegah kanker
hati 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
Vaksin polio 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
Vaksin BCG 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
Vaksin pneumokokus 0 31 62 80 94 95
Vaksin HPV 0 31 62 80 94 95
Hep B Dosis lahir 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
DT 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
Td (8 Tahun) 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
Td (11 tahun) 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3 91,3
Malaria
Pencegahan
Bahan yang diberi perlakuan
insektisida 58,7 59,5 60,4 61,2 62,1 62,9
Wanita hamil tidur dengan kelambu
berinsentisida 58,7 59,5 60,4 61,2 62,1 62,9
Penyemprotan dalam ruangan 58,7 59,5 60,4 61,2 62,1 62,9
IPT (ibu hamil) 58,7 59,5 60,4 61,2 62,1 62,9
Kontrol vektor (lainnya) 58,7 59,5 60,4 61,2 62,1 62,9
Pemusnahan larva 58,7 59,5 60,4 61,2 62,1 62,9
Kemoprofilaksis malaria musiman 58,7 59,5 60,4 61,2 62,1 62,9
47
Program dan Intervensi
Target cakupan tahunan (% dari populasi yang
membutuhkan)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Manajemen kasus
Diagnosis malaria (demam malaria) 17 24,8 32,5 40,3 48 50
Pengobatan malaria (anak-anak 0–4) 17 24,8 32,5 40,3 48 75
Pengobatan malaria berat (anak-anak
0-4) 80 24,8 32,5 40,3 48 75
Pengobatan malaria (anak-anak 5–14) 17 24,8 32,5 40,3 48 50
Pengobatan malaria (dewasa, tidak
termasuk ibu hamil) 17 24,8 32,5 40,3 48 50
Pengobatan malaria (ibu hamil) 17 24,8 32,5 40,3 48 50
Pengobatan malaria berat (5+) 80 84 88 92 96 100
TB
Diagnosis TB dengan mikroskop
Diagnosis dengan mikroskop: Temuan
kasus TB pasif 45 48 51 54 57 60
Diagnosis dengan mikroskop:
Pelacakan kontak rumah tangga 45 48 51 54 57 60
Pemantauan dengan mikroskop: Tes
untuk memantau pengobatan lini
pertama, kasus baru yang dikonfirmasi
secara bakteriologis
45 48 51 54 57 60
Pemantauan dengan mikroskop: Tes
untuk memantau pengobatan lini
pertama, kasus yang sebelumnya
diobati
45 48 51 54 57 60
Pemantauan dengan mikroskop: Tes
untuk memantau pengobatan lini
kedua untuk RR-/MDR TB
45 48 51 54 57 60
Skrining TB dengan menggunakan ronsen
Skrining dengan ronsen: Temuan
kasus TB pasif 45 48 51 54 57 60
Pemantauan ronsen: Tes untuk
memantau pengobatan untuk kasus
paru baru
45 48 51 54 57 60
Pemantauan ronsen: Tes untuk
memantau pengobatan untuk MDR
atau RR-TB
45 48 51 54 57 60
Pengobatan TB lini pertama
Pengobatan TB lini pertama:
Pengobatan awal 45 48 51 54 57 60
Pengobatan TB lini pertama:
Pengobatan awal untuk anak-anak 45 48 51 54 57 60
48
Program dan Intervensi
Target cakupan tahunan (% dari populasi yang
membutuhkan)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Pengobatan TB lini pertama:
Sebelumnya pernah diobati 45 48 51 54 57 60
Pengobatan TB lini pertama:
Sebelumnya pernah diobati untuk
anak-anak
45 48 51 54 57 60
MDR dan XDR TB
Pengobatan MDR-TB 45 48 51 54 57 60
Pengobatan XDR-TB 45 48 51 54 57 60
Obat penunjang untuk pengobatan
efek samping 45 48 51 54 57 60
Intervensi kolaborasi TB dan HIV/AIDS
Tes dan konseling HIV untuk pasien TB 45 48 51 54 57 60
Pencegahan TB: terapi untuk HIV + 45 48 51 54 57 60
Pencegahan TB: terapi untuk kontak
rumah tangga 10 14 18 22 26 30
HIV/AIDS
Pencegahan
Penasun: Penjangkauan 10 13,6 17,3 20,9 24,6 28,2
Penasun: Pertukaran jarum suntik 10 13,6 17,3 20,9 24,5 28,2
Penasun: Substitusi obat 10 13,6 17,3 20,9 24,5 28,2
Intervensi difokuskan pada pekerja
seks perempuan 10 13,6 17,3 20,9 24,5 28,2
Intervensi difokuskan pada pekerja
seks laki-laki 10 13,6 17,3 20,9 24,5 28,2
Intervensi difokuskan pada laki-laki
yang berhubungan seks dengan laki-
laki
10 13,6 17,3 20,9 24,5 28,2
Intervensi yang berfokus pada remaja
tidak bersekolah 10 13,6 17,3 20,9 24,5 28,2
Konseling dan tes sukarela 10 13,6 17,3 20,9 24,5 28,2
Kondom 10 13,6 17,3 20,9 24,5 28,2
PPIA 26,9 30,5 34,2 37,8 41,4 45
Profilaksis pasca pajanan 59 60,3 61,5 62,8 64,1 65,4
Perawatan dan pengobatan
Proporsi orang dewasa dengan ART
yang menggunakan ART lini kedua 5 5 5 5 5 5
ART untuk laki-laki 25,8 31,7 37,6 43,4 49,3 55,2
ART untuk perempuan 23,9 29,9 35,8 41,8 47,7 53,7
Kotrimoksazol untuk anak-anak 1,1 6,4 11,8 17,2 22,5 27,9
49
Program dan Intervensi
Target cakupan tahunan (% dari populasi yang
membutuhkan)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
ART anak 44,5 48,6 52,8 56,9 61,1 65,2
ART tambahan untuk pasien TB 10 12,7 15,5 18,2 20,9 23,6
Biaya diagnostik/lab untuk perawatan
HIV + 10 12,7 15,5 18,2 20,9 23,6
Tatalaksana infeksi oportunistik terkait
dengan HIV/AIDS 10 12,7 15,5 18,2 20,9 23,6
Suplemen nutrisi dalam 6 bulan
pertama untuk kasus HIV/AIDS 10 12,7 15,5 18,2 20,9 23,6
Intervensi kolaborasi HIV/AIDS dan TB
Skrining kasus HIV + untuk TB 10 12,7 15,5 18,2 20,9 23,6
ART (+ CPT) untuk pasien HIV + TB 10 12,7 15,4 18,2 20,9 23,6
Pencegahan HIV untuk pasien TB 10 12,7 15,4 18,2 20,9 23,6
Gizi
Ibu hamil dan menyusui
Suplementasi zat besi dan asam folat
setiap hari (ibu hamil) 81 82,8 84,6 86,4 88,2 90
Suplemen kalsium untuk pencegahan
dan pengobatan pre-eklampsia dan
eklampsia
30 34 38 42 46 50
Anak-anak
Konseling dan dukungan menyusui 60 64 68 72 76 80
Konseling dan dukungan pemberian
makanan tambahan 60 64 68 72 76 80
Fortifikasi makanan di rumah dengan
serbuk mikronutrien (anak 6–23
bulan)
0 10 20 30 40 50
Suplemen vitamin A pada bayi dan
anak-anak 6–59 bulan 90 91 92 93 94 95
Tatalaksana malnutrisi parah (anak-
anak) 40 48 56 64 72 80
Tatalaksana malnutrisi akut sedang
(anak-anak) 40 48 56 64 72 80
Air, Sanitasi, dan Kebersihan Diri
Penggunaan sumber air yang
ditingkatkan kualitasnya dalam 30
menit
87,4 87,4 87,4 87,4 87,4 87,4
Penggunaan sambungan air di rumah 21,8 21,8 21,8 21,8 21,8 21,8
Pembuangan kotoran yang lebih baik
(kakus/toilet) 60,8 60,8 60,8 60,8 60,8 60,8
Mencuci tangan dengan sabun 92,6 92,6 92,6 92,6 92,6 92,6
50
Program dan Intervensi
Target cakupan tahunan (% dari populasi yang
membutuhkan)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Pembuangan tinja anak secara
higienis 65,1 65,1 65,1 65,1 65,1 65,1
Penyakit tidak menular
Penyakit kardiovaskuler & diabetes
Skrining untuk risiko penyakit
kardiovaskuler/diabetes 10 14,1 18,2 22,3 26,4 30,5
Pengobatan lanjutan untuk mereka
yang berisiko rendah untuk penyakit
kardiovaskuler/diabetes (risiko
absolut: 10–20%)
10 19 28 37 46 55
Pengobatan untuk mereka yang
memiliki kolesterol sangat tinggi tetapi
memiliki risiko absolut penyakit
kardiovaskuler/diabetes rendah
(<20%)
10 19 28 37 46 55
Pengobatan untuk mereka dengan
tekanan darah tinggi tetapi risiko
absolut rendah terhadap penyakit
kardiovaskuler/diabetes (<20%)
25 31 37 43 49 55
Pengobatan untuk mereka dengan
risiko absolut penyakit
kardiovaskuler/diabetes 20–30%
10 19 28 37 46 55
Pengobatan untuk mereka yang
memiliki risiko absolut tinggi terhadap
penyakit kardiovaskuler/diabetes (>
30%)
25 31 37 43 49 55
Pengobatan kasus baru infark miokard
akut (AMI) dengan aspirin 25 31 37 43 49 55
Pengobatan kasus dengan penyakit
jantung iskemik yang sudah menetap
(IHD)
25 31 37 43 49 55
Pengobatan untuk mereka yang
menderita penyakit serebrovaskular
dan pascastroke
25 31 37 43 49 55
Pengobatan kasus-kasus dengan
penyakit jantung rematik (dengan
benzatin penisilin)
10 19 28 37 46 55
Kontrol standar glikemik 25 31 37 43 49 55
Skrining retinopati dan fotokoagulasi 10 19 28 37 46 55
Eliminasi lemak trans industri 10 19 28 37 46 55
Kanker payudara
Kesadaran dasar mengenai kanker
payudara 9 25,2 41,4 57,6 73,8 90
51
Program dan Intervensi
Target cakupan tahunan (% dari populasi yang
membutuhkan)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Skrining: Pemeriksaan payudara klinis 9 25,2 41,4 57,6 73,8 90
Surveilans pascaperawatan untuk
pasien kanker payudara 10 19 28 37 46 55
Perawatan paliatif dasar untuk kanker
payudara 10 19 28 37 46 55
Kanker serviks
Inspeksi visual dengan asam asetat
(VIA)
0,0002
8
0,0007
4 0,0012
0,0016
7
0,0021
3 0,0026
Pengawasan pascaperawatan untuk
kanker serviks 9 24,2 39,4 54,6 69,8 85
Perawatan paliatif dasar untuk kanker
serviks 9 24,2 39,4 54,6 69,8 85
Perawatan mulut
Pembersihan gigi dan perawatan
pencegahan 10 19 28 37 46 55
Penyakit pernapasan
Asma: Inhalasi agonis beta kerja
pendek untuk asma intermiten 25 31 37 43 49 55
Asma: Inhalasi beklometason dosis
rendah + SABA 25 31 37 43 49 55
Asma: Inhalasi beklometason dosis
tinggi + SABA 25 31 37 43 49 55
Asma: Inhalasi Teofilin +
Beklometason dosis tinggi + SABA 25 31 37 43 49 55
Asma: Prednisolon Oral + Inhalasi
Teofilin + Beclometasone dosis tinggi
+ SABA
25 31 37 43 49 55
PPOK: Berhenti merokok 25 31 37 43 49 55
PPOK: Salbutamol inhalasi 25 31 37 43 49 55
PPOK: Teofilin oral dosis rendah 25 31 37 43 49 55
PPOK: inhaler Ipratropium 25 31 37 43 49 55
PPOK: Perawatan eksaserbasi dengan
antibiotik 25 31 37 43 49 55
PPOK: Perawatan eksaserbasi dengan
prednisolon oral 25 31 37 43 49 55
PPOK: Perawatan eksaserbasi dengan
oksigen 25 31 37 43 49 55
Perawatan darurat
Kebutuhan perawatan darurat
tahunan rata-rata 10 19 28 37 46 55
52
Program dan Intervensi
Target cakupan tahunan (% dari populasi yang
membutuhkan)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Faktor risiko
Menawarkan bantuan untuk berhenti
menggunakan produk tembakau:
Intervensi singkat
0 11 22 33 44 55
Penapisan dan intervensi singkat
untuk penggunaan alkohol berisiko
dan berbahaya
0 11 22 33 44 55
Ketidakaktifan fisik: Saran singkat
sebagai bagian dari perawatan rutin 0 11 22 33 44 55
Gangguan jiwa, neurologis, dan penggunaan zat
Gangguan kecemasan
Perawatan psikososial dasar untuk
gangguan kecemasan (kasus ringan) 10 14 18 22 26 30
Perawatan psikososial dasar dan obat
anti-depresi untuk gangguan
kecemasan (kasus sedang-berat)
10 12 14 16 18 20
Depresi
Perawatan psikososial dasar untuk
depresi ringan 10 12 14 16 18 20
Perawatan psikososial dasar dan
pengobatan antidepresi dari episode
pertama kasus sedang-berat
10 12 14 16 18 20
Perawatan psikososial untuk depresi
perinatal 10 12 14 16 18 20
Psikosis
Dukungan psikososial dasar dan
pengobatan antipsikotik 10 12 14 16 18 20
Gangguan bipolar
Perawatan psikososial dasar, saran,
dan tindak lanjut untuk gangguan
bipolar, ditambah obat penstabil
suasana hati
8 10,4 12,8 15,2 17,6 20
Epilepsi
Dukungan psikososial dasar, saran,
dan tindak lanjut, ditambah obat anti-
epilepsi
10 12 14 16 18 20
Gangguan perkembangan
Perawatan psikososial dasar, saran,
dan tindak lanjut untuk gangguan
perkembangan
10 12 14 16 18 20
53
Program dan Intervensi
Target cakupan tahunan (% dari populasi yang
membutuhkan)
2019 2020 2021 2022 2023 2024
Penggunaan/ketergantungan alkohol
Identifikasi dan penilaian kasus baru
penggunaan/ketergantungan alkohol 10 12 14 16 18 20
Intervensi singkat dan tindak lanjut
untuk penggunaan/ketergantungan
alkohol
10 12 14 16 18 20
Tatalaksana gejala putus alkohol 10 12 14 16 18 20
Obat pencegahan kambuh untuk
penggunaan/ketergantungan alkohol 10 12 14 16 18 20
Penggunaan/ketergantungan napza
Identifikasi dan penilaian kasus baru
penggunaan/ketergantungan napza 0 4 8 12 16 20
Intervensi singkat dan tindak lanjut
untuk penggunaan/ketergantungan
napsa
10 12 14 16 18 20
Tatalaksana gejala putus obat opioid 10 12 14 16 18 20
Tata laksana gejala putus obat obat
non-opioid/lainnya 10 12 14 16 18 20
Melukai diri sendiri/bunuh diri
Menilai dan merawat orang yang
membahayakan diri sendiri 10 12 14 16 18 20
Perawatan psikososial dasar, saran,
dan tindak lanjut untuk perilaku
melukai diri sendiri/bunuh diri
10 12 14 16 18 20
Tatalaksana keracunan pestisida 10 12 14 16 18 20
Penyakit tropis terabaikan
Pemberian obat massal
Schistosomiasis (PC untuk anak usia
sekolah) 10,2 14,2 18,1 22,1 26,0 30
Helminthiasis yang ditularkan melalui
tanah (PC) 10,2 14,2 18,1 22,1 26,0 30
Filariasis Limfatik (PC) 23,4 24,7 26,0 27,4 28,7 30
Tatalaksana penyakit
Kusta 100 100 100 100 100 100
Filariasis limfatik: pembedahan
hidrokel 100 100 100 100 100 100
54
Lampiran B. Tabel Ringkasan Semua Biaya Berdasarkan
Tahun Menurut Program dan Kategori (Miliar Rupiah)
Program berdasarkan
Kategori 2020 2021 2022 2023 2024
Total
seluruh
tahun
KIA-Kespro
Obat-obatan dan bahan medis
habis pakai 5.522 5.580 5.680 5.780 5.873 28.434
Sosialisasi, Advokasi dan
Bimbingan Teknis 80 80 80 80 80 400
Operasional 2.578 2.585 2.593 2.600 2.607 12.963
SDM 21.099 21.390 21.682 21.977 22.272 108.421
Total KIA-Kespro 29.280 29.635 30.035 30.436 30.832 150.217
Imunisasi
Obat-obatan dan bahan medis
habis pakai 3.247 5.137 6.538 7.770 7.754 30.447
Sosialisasi, Advokasi dan
Bimbingan Teknis 29 29 29 29 29 145
Operasional 179 180 180 181 181 902
SDM 572 581 591 600 609 2.953
Total Imunisasi 4.028 5.927 7.338 8.580 8.574 34.446
Malaria
Obat-obatan dan bahan medis
habis pakai 862 507 737 536 633 3.276
Sosialisasi, Advokasi dan
Bimbingan Teknis 2 2 2 2 2 12
Operasional 23 23 23 24 24 117
SDM 98 100 102 104 106 510
Total Malaria 986 633 865 666 765 3.915
Tuberkulosis
Obat-obatan dan bahan medis
habis pakai 543 579 615 651 687 3,075
Sosialisasi, Advokasi dan
Bimbingan Teknis 9 9 9 9 9 44
Operasional 258 258 259 260 261 1.296
SDM 1.074 1.097 1.119 1.142 1.166 5.598
Total TBC 1.884 1.943 2.002 2.062 2.122 10.014
HIV
Obat-obatan dan bahan medis
habis pakai 3.712 4.774 5.779 6.848 7.954 29.067
Sosialisasi, Advokasi dan
Bimbingan Teknis 7 7 7 7 7 34
Operasional 44 45 45 45 45 223
55
Program berdasarkan
Kategori 2020 2021 2022 2023 2024
Total
seluruh
tahun
SDM 187 191 195 199 203 976
Total HIV 3.950 5.017 6.026 7.098 8.208 30.300
Gizi
Obat-obatan dan bahan medis
habis pakai 1.419 1.524 1.609 1.671 1.712 7.936
Sosialisasi, Advokasi dan
Bimbingan Teknis 736 736 736 736 736 3.682
Operasional 484 485 487 488 489 2.434
SDM 2.879 2.965 3.053 3.142 3.232 15.271
Total Gizi 5.518 5.711 5.885 6.038 6.170 29.322
Penyakit Tidak Menular
Obat-obatan dan bahan medis
habis pakai 11.461 14.227 17.090 20.050 23.110 85.938
Sosialisasi, Advokasi dan
Bimbingan Teknis 46 46 46 46 46 229
Operasional 1.104 1.107 1.110 1.113 1.116 5.551
SDM 4.104 4.187 4.270 4.354 4.439 21.354
Total PTM 16.715 19.567 22.516 25.563 28.711 113.072
Total Seluruh Program 62.362 68.434 74.666 80.443 85.382 371.286
Direktorat Kesehatan dan Gizi MasyarakatKedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat dan KebudayaanKementerian PPN/BappenasJl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat, 10310Telp: (021) 31934379, Fax: (021) 3926603Email: [email protected]