matriks hasil-hasil rapat kerja nasional - target pencapaian rencana kerja 2014 - 2015

23
1 Lampiran 1 Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional 1 Target Pencapaian Rencana Kerja 2014 - 2015 Isu &Problem Potensi/Aset Strategi Capaian (Per Sept’14) Rencana Kerja 2 , PIC &Indikator Output Chain-1 : Publish Why You Pay and How You Extract 1. Argumen dan kerangka logis sebagai prasyarat untuk mengekstraksi/tidak mengekstraksi SDA 1. Masih lemahnya cara pandang terhadap sumber daya alam sebagai aset (bumi, air dan seisinya) yang harus dimanfaatkan untuk Potensi : 1. Adanya agenda revisi UU Migas di DPR 2. UUPLH 32/2009 telah mewajibkan adanya 1. Melakukan brainstorming dan internalisasi nilai dari rantai perubahan publish 1. Mainstreaming rantai nilai publish what you pay dalam profiling koalisi dan pembuatan rencana kerja Rencana Kerja : 1. Memasukkan aspek- aspek tersebut dalam Naskah Akademik Revisi UU Migas 1 Perumusan garis besar pembahasan per rantai (chain) dilakukan dalam Rakernas Koalisi PWYP Indonesia pada tanggal 8 Oktober 2014, dan diperdalam pada pembahasan pendalaman hasil Raker yang dilakukan oleh Tim Perumus dan Seknas PWYP Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2014, untuk kemudian dimintakan masukan kepada seluruh anggota untuk dijadikan sebagai dokumen bersama koalisi. 2 Meski pembacaan masalah, potensi-aset dan strategi meliputi jangka pendek hingga menengah (1 sd 5 Tahun), namun rencana Kerja di fokuskan pada jangka pendek, yakni 2014 2015 untuk dapat ditinjau ulang dalam RUA 2015

Upload: publish-what-you-pay-pwyp-indonesia

Post on 17-Jul-2015

94 views

Category:

Government & Nonprofit


2 download

TRANSCRIPT

1

Lampiran 1

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Transparansi

dan Akuntabilitas Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif

Matriks Hasil-Hasil Rapat Kerja Nasional1 Target Pencapaian Rencana Kerja 2014 - 2015

Isu &Problem Potensi/Aset Strategi Capaian (Per Sept’14)

Rencana Kerja2, PIC &Indikator Output

Chain-1 : Publish Why You Pay and How You Extract 1. Argumen dan kerangka logis sebagai prasyarat untuk mengekstraksi/tidak mengekstraksi SDA 1. Masih lemahnya cara pandang

terhadap sumber daya alam sebagai aset (bumi, air dan seisinya) – yang harus dimanfaatkan untuk

Potensi : 1. Adanya agenda revisi

UU Migas di DPR 2. UUPLH 32/2009 telah

mewajibkan adanya

1. Melakukan brainstorming dan internalisasi nilai dari rantai perubahan publish

1. Mainstreaming rantai nilai publish what you pay dalam profiling koalisi dan pembuatan rencana kerja

Rencana Kerja : 1. Memasukkan aspek-

aspek tersebut dalam Naskah Akademik Revisi UU Migas

1 Perumusan garis besar pembahasan per rantai (chain) dilakukan dalam Rakernas Koalisi PWYP Indonesia pada tanggal 8 Oktober 2014, dan diperdalam pada pembahasan pendalaman hasil Raker yang dilakukan oleh Tim Perumus dan Seknas PWYP Indonesia pada tanggal 29 Oktober 2014, untuk kemudian dimintakan masukan kepada seluruh anggota untuk dijadikan sebagai dokumen bersama koalisi. 2 Meski pembacaan masalah, potensi-aset dan strategi meliputi jangka pendek hingga menengah (1 sd 5 Tahun), namun rencana Kerja di fokuskan pada jangka pendek, yakni 2014 – 2015 untuk dapat ditinjau ulang dalam RUA 2015

2

kemakmuran rakyat dan kebutuhan masa mendatang

2. Masih adanya anggapan/konsep bahwa alam memiliki kemampuan untuk memperbaharui diri tanpa melihat daya dukung alam secara keseluruhan

3. Masih lemahnya penegakan asas keadilan dan kepastian hukum

4. Lemahnya paradigma pembangunan berkelanjutan dalam keputusan untuk mengekstraksi/tidak mengekstraksi

KLHS Aset :

1. Anggota banyak yg berlokasi di sekitar daerah tambang

2. Anggota memiliki kapasitas dalam kajian hukum

3. Koalisi sedang menyusun draft RUU Migas versi CSOs

what you pay – melalui berbagai forum2 koalisi

2. Menjangkau dan berjejaring dengan kelompok-kelompok strategis u/ menguatkan jaringan dan dukungan CSOs (misal: koalisi Jatam, Walhi, dll)

2. Mendorong adanya kebijakan strategis nasional dalam energi, migas dan pertambangan, sebagai bagian dari perencanaan strategis dalam pembangunan – menjadi usulan dalam draft revisi UU Migas

Lead by ICEL dan Seknas

Indikator Output : 1. Adanya Naskah

Akademik Revisi UU Migas – versi CSO

2. Tata Ruang, Peruntukan Lahan serta Sistem Kontrak/Perijinan Tambang 1. Ketidaksinergisan peraturan

dalam tata ruang dan penentuan wilayah pertambangan migas/minerba (WK/WP)

2. Lemahnya proses pencarian dan inventarisasi cadangan, penyelidikan potensi, serta neraca pertambangan-terutama oleh Pemerintah

Potensi : 1. Keberadaan anggota

dan jaringan di 12 Daerah Korsup KPK dan hampir seluruh wilayah sertifikasi C&C Minerba

2. Adanya data dan hasil2 pemantauan serta terbangunnya

1. Mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh tahapan penyusunan RT/RW, serta kegiatan perijinan dan pertambangan

2. Mendorong singkronisasi

1. Draft Revisi UU Migas (inventarisasi, neraca SDA, partisipasi, transparansi,)

2. Adanya position paper pentingnya transparansi kontrak dalam EITI

3. Adanya pengembangan kapasitas koalisi dalam

1. Memonitoring pelaksanaan Korsup KPK dan sertifikasi perijinan C&C (Melakukan kajian/review, merekomendasikan tindak lanjut hasil sertifikasi C&C dan Korsup KPK) di 6

3

Daerah 3. Lemahnya partisipasi

masyarakat dalam perijinan dan dalam tahapan kegiatan pertambangan

4. Tidak adanya transparansi mekanisme dan dokumen perijinan/kontrak

5. Perburuan rente dalam proses pemberian ijin, misalnya dalam momentum pilkada.

6. Tidak adanya integrasi, singkronisasi serta update data-data perijinan

7. Konflik kewenangan antar-level pemerintahan

8. Tidak adanya transparansi data spasial perijinan

9. Tidak adanya transparansi mekanisme dan pertimbangan pemberian ijin dalam proses lelang/perijinan

10. Lemahnya kajian dan pertimbangan-pertimbangan sosial, ekonomi dan daya dukung lingkungan sebelum maupun dalam proses

kapasitas anggota dalam melakukan pemantauan

3. Adanya Komisi Informasi di tingkat pusat dan beberapa daerah kaya SDA

Aset : 1. Adanya putusan KI

mengenai informasi kontrak migas terbuka, namun terkendala dalam eksekusinya

2. Telah adanya anggota dan jaringan yang terlibat aktif dalam pemantauan Korsup KPK, minimal di 10 daerah

3. Adanya kajian anggota mengenai kontrak dan perijinan (A33, Gerak Aceh, ICEL, dll)

regulasi dan penegakan hukum dalam perijinan serta sertifikasi clean & clear ijin Minerba

3. Adanya mekanisme kontrol dalam hal kewenangan administrasi daerah (misalnya kabupaten di verifikasi/dikontrol oleh Provinsi)

4. Transparansi kepemilikan IUP (legal maupun beneficial ownership)

5. Memastikan keadilan sumber daya, kepastian hukum dan keberpihakan

6. Mendorong transparansi spasial

7. Mendorong adanya kajian cost and

investigasi kasus korupsi sektor ekstraktif

4. Terjalinnya komunikasi dengan KPK dalam diskusi2 terkait Korsup KPK sektor Minerba

5. Mengembangkan forum-forum multi-pihak dalam isu tata guna lahan dan hutan untuk sektor ekstraktif

6. Pengembangan database daftar IUP C&C

Daerah (Sumsel, Kalbar, Kaltim, Sultra, Sulsel, Sulteng)

Lead by Seknas bersama Anggota dan Jaringan (Ditawarkan) Indikator Output : Laporan pemantauan dan advokasi

2. Kajian hasil putusan

atas keterbukaan kontrak/ijin (oleh KI, PTUN, MA) – Ditawarkan Seknas bersama ICEL, Pattiro, dan IPC

Indikator Output : Publikasi hasil kajian

3. Uji akses KIP dokumen-dokumen kegiatan pertambangan lead by Seknas,

4

pemberian ijin pertambangan

11. Tumpang tindih perijinan dan fungsi lahan

12. Pengalihan kepemilikan IUP/IUPK dan pengalihan saham

13. C & C >> tenggat waktu penyelesaian C&C yang sebagian besar tidak dapat dipenuhi

14. Sulitnya akses informasi dokumen-dokumen teknis sektor pertambangan minerba : Ijin/Kontrak, rencana kerja dan produksi, dokumen lingkungan, serta reklamasi pasca tambang

15. Banyaknya IUP yang masih status eksplorasi namun sudah menjalankan fungsi berproduksi

benefit analisis sebelum melakukan kegiatan ekstraksi

8. Melakukan kajian trend relasi ekonomi politik untuk memetakan perburuan rente dalam proses perijinan

bersama anggota2 yang bersedia. Indikator Output : Publikasi hasil kajian

4. Pengembangan portal

data kontrak dan Ijin sektor Migas dan Minerba Seknas PWYP Indikator Output : Portal kontrak/ijin2 sektor Minerba

5. Pemantauan kegiatan

pertambangan – Ditawarkan kepada anggota yang bersedia

Indikator Output : Laporan hasil pemantauan

3. Pengakuan hak-hak dan pelibatan masyarakat sekitar tambang (masyarakat adat, terdampak dan lokal) 1. Pengakuan hak-hak Potensi : 1. Mendorong adanya 1. Adanya kajian tentang Rencana Kerja :

5

‘indigenious people’ yang masih lemah;

2. Belum kuatnya regulasi yang mengatur hak-hak FPIC, khususnya pada sektor EI

3. Penyusunan AMDAL yang belum memperhatikan aspek sosial secara mendalam

4. Kriminalisasi hak-hak masyarakat dalam pembelaan hak asasi manusia dan lingkugan hidup

5. Lemahnya kapasitas masyarakat dan komunitas dalam membela hak-haknya

6. Lemahnya penghormatan, pemenuhan, perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat sekitar tambang

7. Adanya potensi konflik yang melibatkan komunitas, militer dan pemangku kepentingan terkait

1. Revisi UU Migas masuk Prolegnas dan telah adanya draft revisi

2. Adanya draft UU pengakuan Masy Adat

3. Adanya Putusan MK yg mengakui hak hutan adat

4. Adanya pengakuan masy. adat di daerah Otsus Papua

5. Adanya aturan ttg SLAPP (Strategyc Law Suit Against Public Participation) – UUPLH 32/2009

Aset : 1. Advokasi pengakuan

hak-hak masyarakat adat dan FPIC telah menjadi bagian dari Strategyc Plan PWYP Asia Pacific

penguatan regulasi yang mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat, khususnya di sekitar tambang

2. Mendorong pengadilan HAM

2. Mendorong adanya mekanisme preventif dan resolusi konflik yang efektif

3. Melakukan penguatan kapasitas masyarakat dalam melakukan advokasi berbasis komunitas

community right based advocacy– pembelajaran dari Asia Tenggara dan global

2. Mengembangkan pembentukan community center di daerah-daerah sekitar industri ekstraktif untuk mendorong hak-hak warga (Inhu, Bojonegoro, Aceh Utara, dan Sumbawa Barat)

1. Melakukan satu study kasus di Kulonprogo terkait pertambangan pasir besi (IDEA dan jaringan)

Indikator Output : Laporan hasil study kasus

2. Melakukan pendampingan dan pemberdayaan community center di desa sekitar industri ekstraktif di kabupaten Aceh Utara, Inhu, Bojonegoro, dan Sumbawa Barat. (Seknas bersama Fitra Riau, MATA Aceh, Bojonegoro Institute, dan SOMASI) Indikator Output : pembelajaran pengembangan CC di

6

sekitar industri ekstraktif

4. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) 1. Lemahnya kapasitas

masyarakat dalam memahami AMDAL

2. Rendahnya sosialisasi AMDAL

3. Lemahnya kapasitas masyarakat (komunitas)

4. Lemahnya penegakan hukum dalam pelaksanaan UKL/UPL

Potensi : 1. Adanya peraturan

yang cukup kuat dalam ketentuan AMDAL

Aset :

1. Keterlibatan anggota di beberapa daerah dalam pemantauan AMDAL

2. Adanya draft peraturan Menteri mengenai standar sosial dlm industri Migas – Dirjen Migas

1. Mendorong penggunaan dokumen hasil pemantauan AMDAL untuk pengambilan keputusan dan penegakan hukum

2. Melakukan peningkatan kapasitas CSOs dalam melakukan advokasi AMDAL

3. Intervensi kebijakan

dalam CSR

1. Keterlibatan dalam memberikan masukan pada draft standar sosial dlm industri migas (Dirjen Migas)

Agenda Kerja 1. Penguatan kapasitas

koalisi terkait AMDAL –

Lead by Lepmil (Ditawarkan kepada anggota lainnya)

Indikator output : sharing pengetahuan via millist minimal 3 bulan sekali

5. Transparansi dan Akuntabilitas CSR-Comdev 1. Proses penyusunan rencana

CSR-Comdev masih minim melibatkan masyarakat dan cenderung tidak singkron dengan perencanaan dan penganggaran daerah

Potensi : 1. Terdapat anggota dan

jaringan yang berlokasi di sekitar daerah tambang

1. Mendorong partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan memantau pelaksanaan CSR

1. Adanya audit sosial oleh anggota bersama Seknas di beberapa daerah migas dan pertambangan

2. Terlibat aktif dalam

Rencana kerja : 1. Penyusunan modul

panduan dan pembelajaran Audit Sosial CSR-Comdev EI

7

2. Pemahaman CSR-Comdev

yang masih didasarkan atas keuntungan (profit) usaha, bukan sebagai internalisasi dampak/eksternalitas industri ekstraktif, terutama di sektor Minerba

3. Kapasitas dan praktek audit sosial di sektor ekstraktif masih minim

Aset : 1. Pembelajaran hasil

audit sosial di Tuban, Bojonegoro, dan Kolaka

2. Instrumen audit sosial banyak di beberapa organisasi anggota

3. Peraturan teknis industri migas dan tambang dalam standar CSR-Comdev

2. Melakukan

penguatan kapasitas masyarakat sekitar tambang dalam memantau kegiatan tambang

forum2 terkait seperti Business and human right, dll

Lead by FITRA Jatim bersama Seknas dan ditawarkan ke anggota

Indikator output : sharing pengetahuan via millist minimal 3 bulan sekali

6. Penegakan standar dan praktek pertambangan yang baik (good mining practices/MGP) 1. Lemahnya penegakan

standar dan penerapan praktek pertambangan yang baik

2. Adanya potensiDouble standard yang diterapkan oleh perusahaan karena lemahnya peraturan

3. Kepatuhan perusahaan terhadap peraturan-peraturan mengenai standar

4. Adanya kecenderungan menjadikan standar Good Mining Practices hanya

Potensi : 1. Terdapat standar

global dan nasional yang diacu oleh perusahaan ekstraktif

2. Terdapat standar dan peraturan dalam negeri yang terkait dalam praktek

Aset : 1. Adanya

pembelajaran audit

1. Mendorong gerakan penerapan standar good mining practices

2. Melakukan sosial

audit untuk mengecek penerapan standar GMP

1. Adanya Pemetaan standar-standar global terkait praktek pertambangan yang baik

Rencana Kerja : 1. Audit sosial di salah

satu daerah produksi Batubara/Emas –

Pokja 30 (*menyesuaikan budget yang tersedia)

Indikator output : Laporan hasil audit sosial

8

sebagai image building semata

sosial dalam good mining practices di beberapa daerah

Chain-2 : Publish What You Pay 1. Inisiatif Transparansi Penerimaan Sektor Industri Ekstraktif (EITI, Extractive Industries Transparency Initiative) 1. Masih ada keterbatasan

ruang lingkup dan format laporan EITI, baik dari sisi jenis pembayaran, entitas pelapor, jumlah daerah maupun batas materialitas

2. Keterbatasan tingkat kedetailan laporan produksi daalam format laporan EITI (data produksi belum project by project level)

3. Kemauan baik (good will) sektor privat dan pemerintahan untuk berkoordinasi dalam proses pelaporan dan tindak lanjut hasil rekonsiliasi masih perlu ditingkatkan

4. Diperlukan penguatan

Potensi : 1. Adanya peluang

pendanaan MDTF EITI bagi CSOs

2. Demand publik terhadap transparansi penerimaan (dan APBN) cukup tinggi

3. Terbangunnya perhatian publik pada isu-isu BBM dan mafia sektor migas dan tambang – menjadi modal gerakan sosial

Aset : 1. Telah ada Perpres

ttg EITI (No.26/2010)

2. Terdapat Laporan

1. Melakukan review atas pencapaian dan pelaksanaan EITI, baik dari sisi institusi, pendanaan, ruang lingkup maupun aspek lainnya misalnya dalam penyesuaian standar baru

2. Mendorong tindak lanjut temuan laporan rekonsiliasi EITI dalam perbaikan kebijakan tata kelola sektor ekstraktif

3. Optimalisasi peran CSO dan stakeholder

1. Status ‘compliant’ EITI tercapai Tahun 2014 – Indonesia telah melaksanakan EITI sesuai prinsip dan standar yang berlaku

2. Level project by project data laporan EITI (sektor Migas) – termasuk memenuhi derajat keterbukaan yang maju dalam EITI

3. Masyarakat sipil menjadi pendukug utama (driving force) dalam advokasi dan penguatan EITI di Indonesia

4. Proses pengawalan

Rencana Kerja 1. Penyebarluasan

update EITI setiap 3 bulanan melalui millist PWYP dan setiap 6 bulan kepada –CSO/masyarakat luas.

3 Wakil CSO di EITI (dengan suport Seknas PWYP) Indikator output : Brief update EITI Indonesia

2. Kajian Standar EITI

baru yang akan diadopsi oleh EITI Indonesia –

9

institusi pelaksana EITI, terutama dalam konteks perubahan nomenklatur Kementerian

5. Diperlukan penilaian ulang mengenai kebutuhan penambahan wakil unsur masyarakat sipil dan Pemda yang duduk di Multi- pemangku kepentingan EITI

6. Diperlukan penerapan standar baru dalam pelaksanaan EITI Indonesia

7. Masih diperlukan sosialisasi dan pemanfaatan laporan EITI secara lebih luas, baik oleh Pemerintah, Pemda, Perusahaan dan juga masyarakat sipil

8. Pendanaan EITI masih sebagian besar berasal dari MDTF, diperlukan langkah strategis untuk peralihan menuju pembiayaan oleh APBN

hasil rekonsiliasi EITI sektor migas dan minerba yang time series 2009 – 2011

3. Adanya keterwakilan masyarakat sipil dalam multi-pemangku kepentingan di EITI

4. Laporan riset aksi 4 daerah serta 1 laporan sosialisasi di komunitas

lainnya dalam sosialisasi dan outreach EITI

4. Mendorong penggunaan dan kontekstualisasi laporan EITI di berbagai kalangan

5. Mendorong format laporan EITI yang mudah dimengerti oleh publik

6. Mendorong penggunaan laporan EITI dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan.

2. Mendorong prinsip2 EITI (transparansi penerimaan) dalam revisi peraturan sektor Migas dan

rencana aksi EITI dalam OGP

5. Covering media pemberitaan EITI yang cukup proporsional

6. Masyarakat sipil menggunakan laporan EITI - Riset aksi mengenai kontekstualisasi laporan EITI di 4 daerah (Riau, Kalbar, Sulawesi Tenggara, dan NTB) serta strategi komunikasi laporan EITI di Papua

Seknas bersama 3 wakil CSOs dan anggota lainnya Indikator output : Publikasi hasil kajian

3. Mengawal proses EITI

Indonesia (Tim pelaksana, perkembangan global, dll) Wakil CSOs dan Seknas EITI Indikator output : Kemajuan EITI Indonesia

4. Membuat seri analisis (kontekstualisasi) laporan EITI untuk mendorong reformasi kebijakan sektor ekstraktif – Seknas PWYP, Wakil CSOs dan Anggota di

10

9. Diperlukan adanya peninjauan peran, hak dan kewenangan masyarakat sipil dalam EITI Indonesia, agar lebih kuat dan berdaya

Minerba

daerah2 Indikator output : Publikasi hasil kajian, 3x dalam 1 tahun

2. Transparansi dan Keadilan Pajak (Tax Transparency and Justice) 1. Transparansi pajak masih

terkendala pasal kerahasian data wajib pajak – UU Pajak

2. Kapasitas koalisi dalam mengembangkan advokasi perpajakan masih belum kuat

3. Kelemahan dalam mekanisme self assessment sektor perpajakan minerba di Indonesia

4. Lemahnya kapasitas institusi perpajakan (SDM, kewenangan, system, dsb) dalam menghitung potensi pajak dan mengawasi pembayaran pajak sektor Minerba

5. Maish lemahnya kajian terkait pajak di sektor industri ekstraktif

Potensi : 1. Adanya gerakan

globa/ multilateral inisitif yang mendorong transparansi pajak cukup kuat (G20, Post-MDGs, etc)

Aset : 7. PWYP tergabung

dalam forum pajak berkeadilan – aliansi strategis, di tingkat nasional dan regional Asia Pacific

8. Studi anggota : FITRA dan TII dalam studi APBN dan beneficial ownership untuk

1. Mendorong penguatan isu pajak di sektor ekstraktif

2. Memperkuat jejaring CSO di isu perpajakan

3. Peningkatan kapasitas dalam advokasi pajak

4. Mendorong transparansi penerimaan dan pajak BUMN

1. Publikasi laporan EITI yang diadvokasi telah mencakup data pajak sektor industri ekstraktif

2. Kontekstualisasi melalui riset aksi penerimaan (termasuk pajak) sektor ekstraktif di 4 daerah di Indonesia

1. Pengembangan kapasitas dalam memahami aliran penerimaan dan pajak sektor EI serta analisis potensi kebocorannya

Seknas PWYP, ICW, A33 dan anggota lainnya

Indikator output : Terselenggaranya training dan pengembangan modul menghitung penerimaan negara dan

11

mendorong kepatuhan pajak

pajak

3. Kajian transparansi BUMN – Tentative sesuai kemampuan (Seknas dan ditawarkan kpd FITRA atau anggota lainnya)

Indikator output : Publikasi hasil kajian

4. Riset potensi kebocoran pajak sektor industri ekstraktif-tentative sesuai kemampuan (Seknas dan ditawarkan kpd ICW, A33 atau anggota lainnya) Indikator output :

12

Publikasi hasil kajian

5. Pemantauan/investigasi data produksi dan penerimaan negara

Seknas, ICW, FPB

Indikator output : Hasil pemantauan

6. Monitoring dan investigasi kasus korupsi pajak –

Lead oleh ICW, Seknas dan ditawarkan kepada anggota lainnya untuk terlibat

Indikator output : Hasil pemantauan

3. Transparansi Cost Recovery 1. Data cost recovery tidak

dapat diakses dan cenderung tidak transparan

Potensi : 1. Cost recovery masuk

dalam APBN

1. Mendorong pembukaan data cost recovery

1. Position paper pentingnya pembukaan data cost recovery dalam

Agenda Kerja : 1. Kajian dan Uji akses

data/dokumen cost

13

2. Data cost recovery belum dimasukkan dalam laporan EITI Indonesia

Aset :

1. Adanya laporan hasil audit cost recovery oleh BPKP/BPK

2. Adanya PP 79 2010 ttg pajak dan biaya operasi migas yang dapat dikembalikan

2. Mendorong cost recovery masuk dalam laporan EITI

laporan EITI 2. Ajakan publik melalui

saluran kampanye Change.org

recovery –

Seknas bersama anggota PWYP

Indikator output : Laporan hasil kajian dan pemantauan

2. Advokasi

transparansi cost recovery dalam laporan EITI Wakil CSO di EITI, Seknas, ICW dan anggota di daerah Indikator output : Brief usulan dan kampanye cost recovery

4. Aliran PenerimaanNegara Sektor Industri Ekstraktif 1. Sistem pengawasan dan

pencegahan belum optimal, terutama di rantai produksi, perdagangan dan penerimaan

Potensi 1. Problem penerimaan

negara telah cukup mendapat perhatian

1. Memetakan titik kebocoran (dari hasil studi) agar daerah dapat

1. Adanya draft modul penerimaan negara sektor migas, minerba dan kehutanan

Agenda Kerja 1. Mengawal proses dan

merekomendasikan tindak lanjut hasil

14

negara sektor EI 2. Indikasi maraknya pemburu

rente (‘mafia’) migas dan tambang modus perijinan, rantai perdagangan, dan celah kebocoran penerimaan negara

3. Masih minimnya kajian potensi kebocoran sektor migas

4. Problem penyertaan modal (participating interest) Migas dan divestasi saham Minerba : lemahnya kapasitas SDM, modal dan bargaining position Pemda

5. Konsep “golden share” yang memerlukan kajian mendalam terkait celah hukum dan praktek-praktek dalam industri ekstraktif

6. Transparansi dana rehabilitasi dan pasca tambang

publik 2. Pemerintah dan KPK

telah memperhatikan dan mulai memperbaiki persoalan tata kelola penerimaan sektor ekstraktif

Aset :

1. Koalisi telah memiliki sumberdaya yang cukup dalam memahami dan menghitung aliran penerimaan sektor migas dan minerba

2. Telah terdapat beberapa kajian dan hasil monitoring potensi kebocoran penerimaan industri ekstraktif (ICW, BPK, KPK, Seknas, Swandiri, jurnalist, dll)

3. Laporan EITI telah menghadirkan data-data penerimaan

terlibat 2. Mendorong sistem

pencegahan dan pengawasan di pemerintah

3. Meningkatkan kualitas monitoring oleh masyarakat sipil untuk melengkapi sistem pemerintah.

4. Mendalami isu kebocoran di sektor migas

5. Monitoring dan pelaporan kasus

6. Melakukan kajian atas konsep “golden share” di sektor industri ekstraktif

7. Melakukan kajian sistem pendanaan rehabilitasi dan pasca tambang

2. Adanya studi terkait kontekstualisasi laporan EITI dan penerimaaan di sektor industri ekstraktif

3. Mendorong inisiatif Open Data dalam Industri ekstraktif, terutama aspek penerimaan negara

korsup KPK di 6 Daerah (Sumsel, Kalbar, Kaltim, Sultra, Sulsel, Sulteng)

Lead by Seknas bersama Anggota dan jaringan (Ditawarkan) Indikator output : Brief hasil pemantauan

2. Mengembangkan modul pembelajaran penerimaan negara sektor EI - Seknas

Seknas bersama Anggota

dan jaringan (Ditawarkan)

Indikator output :

Modul menghitung penerimaan negara sektor industri ekstraktif

3. Melakukan

15

sektor migas dan minerba

peningkatan kapasitas anggota dan jaringan dalam aspek penerimaan negara sektor industri ekstraktif

Seknas bersama Anggota

dan jaringan (Ditawarkan)

Indikator outputBrief

laporan hasil training

4. Melakukan kajian terhadap participating interest migas dan divestasi saham minerba

Seknas bersama Anggota

dan jaringan (Ditawarkan, Migas di Blok Cepu, Minerba di Newmont Nusa Tenggara)

Indikator output Brief Hasil kajian

16

5.Dana Bagi Hasil dan transfer langsung (direct transfer) ke Komunitas 1. Masih terdapat asimetri

informasi dan pemahaman terkait DBH sektor ekstraktif. Data produksi minim, variabel perhitungan guna memprediksi penerimaan tidak tersedia secara lengkap >> masih adanya anggapan stakeholder bahwa DBH tidak transparan

2. Masih terdapat kesulitan Pemda dalam melakukan proyeksi dana bagi hasil dari sektor ekstraktif ini

3. Terdapat bias pemahaman dalam memaknai keadilan DBH dan dasar penentuan daerah penghasil, misalnya pada blok/wilayah tambang yang berada pada lintas-kabupaten

4. Lemahnya insentif pemerintah daerah dalam mengawasi pembayaran penerimana negara

Potensi : 1. Sistem desentralisasi

pemberian ijin minerba dalam UU No.4/2009

2. Sistem desentralisasi fiskal di Indonesia yang salah satunya terdapat dana perimbangan dari sektor SDA

3. Adanya UU Desa, yang menguatkan klausul ADD sebagai salah stau bentuk direct transfer kepada komunitas (contoh ADD Migas di Bojonegoro)

Aset : 1. Telah terdapat

beberapa kajian terkait DBH sektor ekstraktif

2. Koalisi memiliki

1. Mendorong transparansi perhitungan dan alokasi DBH

2. Merumuskan bahan advokasi berdasarkan kajian-kajian yang sudah ada.

3. Kompilasi kajian terkait DBH berkeadilan (studi kasus Blora-Bojonegoro).

4. Mendorong pelibatan desa dalam pengelolaan/pemanfaatan DBH

1. Adanya inisiatif ‘reversing the resource curse’ sebagai piloting di daerah bagi transparansi DBH dan pemanfaatan penerimaan untuk pengentasan kemiskinan

2. Mendorong adanya skema ADD yang berasal dari penerimaan sektor ekstraktif

Agenda Kerja 1. Melanjutkan

pengembangan daerah piloting reversing the resource curse

Seknas bersama Anggota (Fitra Riau, Mata Aceh, Bojonegoro Institute, dan Somasi NTB)

Indikator output

- Terbentuknya communiy center

- Adanya PPID - Adanya kebijakan

yang efektif bagi penanggulangan kemiskinan

1. Menyusun

rekomendasi kebijakan terkait DBH Migas.

17

dikarenakan adanya ketimpangan kewenangan >> letak kewenangannya masih di pusat

kapasitas yang cukup dalam memahami aspek DBH sektor industri ekstraktif

1. 2. 3. 3. 4.

Seknas dan ditawarkan

kpd anggota (LPAW, BI, Perdu Manokwari, Seknas FITRA, dll)

Indikator output Brief Hasil kajian dan

rekomendasi

2. Menyusun rekomendasi kebijakan ADD-sektor Migas dan Minerba – Seknas dan ditawarkan ke anggota

Indikator output Brief Hasil kajian dan

rekomendasi

Chain-3 : Publish What You Earn and How You Spend 1. Peningkatakan Nilai Tambah dan Hilirisasi Sektor Mineral dan Batubara 1. Kurangnya tindakan

preventif terhadap kerusakan lingkungan hidup

Potensi : 1. Adanya kebijakan

hilirisasi yang kuat

1. Mendorong adanya komitmen industri untuk hilirisasi

1. Keterlibatan Seknas dan anggota (FITRA) sebagai para pihak dalam Juditial

Rencana Kerja: 1. Menyusun kajian

hilirisasi sektor

18

akibat ijin industri ekstraktif yg masif

2. Bahan mentah produksi hasil tambang belum memebrikan nilai tambah yang optimal bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat

3. Dalam pembangunan smelter, perlu diwaspadai potensi kerusakan lingkungan

4. Adanya isu kekurangan pasokan energi bagi kebutuhan dalam negeri maupun pembangunan industri pengolahan

5. Adanya kebutuhan penyusunan strategi untuk ketahanan energi nasional

6. Adanya kebutuhan pembelajaran penerapan untuk industri industri kecil

didorong oleh Pemerintah

2. Pembangunan industri pengolahan bahan tambang (smelter) yang tengah berlangsung

Aset : 1. Telah adanya

beberapa proyek smelter yang beroperasi

2. Adanya kebijakan pemerintah yang kuat mendukung peningkatan nilai tambah dan hilirisasi sektor minerba

sejak proses perijinan

2. Mendorong pengembangan infrastuktur yang mendukung hilirisasi

3. Mendorong penambahan kilang baru

4. Mendorong kebijakan pemerintah dalam pengendalian ekspor bahan mentah

Review UU Minerba untuk mendukung kebijakan hilirisasi Minerba Pemerintah

minerba

Seknas bersama anggota

Indikator output Brief Hasil kajian

2. Melakukan advokasi

komitmen hilirisasi yang dimulai sejak proses perijinan Æbisa didorong melalui regulasi turunan

Ditawarkan ke anggota)

Indikator output Brief Hasil advokasi

3. Memantau proses

juditial review di MK dalam kebijakan hilirisasi

Output : Adanya brief/laporan

19

hasil pemantauan

2. Pengembangan Inisiatif Dana Sumber Daya Alam (Natural Resource Funds - NRFs) 1. Belum tingginya kesadaran

pemangku kepentingan akan pentingnya dana sumber daya alam untuk kebutuhana generasi mendatang (inter-generation purposes)

2. Perdebatan mengenai tujuan dan metode Dana SDA (tujuan pencarian cadangan vs intergenerasi, stabilitas ekonomi vs kebutuhan dasar, alokasi belanja vs dana abadi, nasional vs daerah, dsb)

3. Kekosongan regulasi yang mengakomodasi penerapan dana SDA

Potensi: 1. Banyaknya praktek

baik di beberapa negara2 kaya SDA yang telah menerapkan konsep NRFs

2. Draft Revisi UU Migas yang disusun oleh Panja DPR memasukkan aspek Petroluem Funds ke dalam salah satu pasal

Aset : 1. Draft Revisi UU Migas

versi CSOs memasukkan ide NRFs ke dalam salah satu pasalnya

2. Adanya daerah yang menginisiasi ide yang hampir serupa melalui simpanan daerah (saving funds)

1. Mengkaji pemahaman mengenai dana SDA, tujuan, dan mekanisme yang memungkinkan di Indonesia.

2. Mengidentifikasi instrumen hukum agenda dana SDA (RUU Migas, UU terkait keuangan negara, Perimbangan keuangan negara, dll).

3. Memunculkan daerah pilot penerapan konsep Dana SDA

1. Diskursus mengenai NRFs telah dilakukan beberapa kali, baik oleh Seknas maupun oleh anggota,

2. Terdapat usulan konsep NRFs dalam draft revisi UU Migas versi CSOs

Rencana Kerja: 1. Melakukan kajian

instrumen atau celah hukum dari pelaksanaan NRFs di Indonesia

(Seknas, bersama A33, IESR, dan ditawarkan kpd anggota)

20

- Bojonegoro

3. Peruntukan khusus Dana Bagi Hasil (DBH) – earmarking 1. Belum adapengalokasian

khusus (earmarking) DBH (ekstraktif) untuk sektor strategis kebutuhan hak dasar (kesehatan, pendidikan, kemiskinan, dll) kecuali 0,5% PNBP sebagai DBH migasuntuk pendidikan dasar; dan ketentuan Otsus Aceh untuk tanbahan DBH SDA Migas untuk pendidikan dan penanggulangan kemiskinan

2. Kekurangan belanja daerah diisi oleh dana lain tapi cenderung tidak transparan.

Potensi: 1. Adanya peluang

strategi alokasi dalam proses penganggaran

Aset : 1. Terdapat kajian

FITRA mengenai Dana Perimbangan

2. Pembelajaran earmarking tambahan DBH Migas pada Otsus Aceh

1. Mengkaji kebutuhan alokasi khusus, termasuk regulasinya, misalnya alokasi DBH ekstraktif untuk kesehatan dan kemiskinan

1. Terdapat piloting 4 daerah dalam strategi penggunaan penerimaan ekstraktif untuk penanggulangan kemiskinan

Rencana Kerja: Melakukan kajian mekanisme earmarking dan urgensinya (Ditawarkan kepada seknas FITRA dan Mata Aceh) Indikator Output : Adanya brief hasil kajian

4. Kandungan Lokal dalam Industri Ekstraktif (Local Content) 1. Local content belum menjadi

isu utama di sektor minerba (meski di sektor migas sudah ada aturan di level undang-undang dan permen)

2. Isu masih terbatas pada tenaga manusia, belum juga kepada barang dan jasa.

Potensi: 1. Terdapat payung

hukum dalam pengutamaan dan penggunaan barang dan jasa dalam negeri pada UU Migas

1. Membangun pemahaman yang menyeluruh terkait local content

1. Mendorong kajian local content dalam pembahasan revisi UU Migas

Rencana kerja 1. Kajian dan Advokasi

ke level regulasi (UU Migas/Minerba) terkait local content

(Lead by ICEL u/migas, Article 33

21

3. Pemahaman yang berbeda terkait “local content”

Aset : 1. Adanya daerah yang

telah mengatur hal ini dalam Perda

u/minerba)

Indikator Output : Hasil Kajian Ditawarkan :

2. Kajian tentang penegakan (& mekanisme2nya) aturan local content di skala daerah (ditawarkan kpd BI)

3. Penambahan lokasi pilot perda untuk local content (ditawarkan kpd Pokja 30)

4. Kajian dampak ASEAN Economic Community kaitannya dgn local content (ditawarkan kpd IESR)

Chain-4 : Advokasi Global

1. Terdapat beberapa agenda global terkait advokasi transparansi/keterbukaan

Potensi: 1. Pemerintahan baru

Jokowi-JK memiliki

Strategi: 1. Mendorong adanya

ASEAN framework

1. PWYP terlibat aktif dalam jaringan global untuk advokasi EITI,

Rencana Kerja: 1. Engagement dengan

Kemenlu dan

22

sektor keuangan (financial disclosur), Dodd-Frank Act, EITI, dsb

2. Dimulainya ASEAN Economic Community (AEC), dimana tata kelola yang baik sektor ekstraktif perlu dikerangkakan dengan baik

3. Adanya kebutuhan advokasi global untuk hak-hak komunitas dan masyarakat adat, terutama hal FPIC

strategi diplomasi yang mengutamakan national interest

2. Posisi Indonesia yang strategis dalam geopolitik global maupun regional

3. Posisi Indonesia yang strategis di ASEAN

4. Keaktifan Indonesia pada beberapa inisiatif multilateral baik regional maupun global seperti APEC, EITI, OGP, SDGs maupun G20 (khususnya di ACWG)

5. Terdapat kerangka kerja AMCAP 2011-2015 (EITI)

Aset : 1. PWYP secara jaringan,

baik regional maupun global aktif dalam advokasi financial disclosure, Dodd-Frank Act, maupun G20 (ACWG)

untuk tata kelola pertambangan

2. Berkolaborasi dalam mendorong penguatan advokasi Freedom of Information di regional Asia Pacific

3. Mendorong advokasi keterbukaan kontrak di SEA

4. Mendorong transparansi pajak dan beneficial ownership melalui G20

5. Mendorong advokasi masyarakat adat melalui ILO 169

Dodd-Frank, OGP dan G20

2. Menjalin komunikasi dengan kelompok yang mendorong TAP (Trasparency, Accountability and Participation) dalam SDGs (MSGs Post 2015)

3. PWYP Indonesia melakukan proses sharing pembelajaran dan pengalaman dengan kawan2 di Asia Tenggara melalui inisiatif IKAT-US

4. PWYP secara strategis tergabung dalam Civil Sociecty Forum on Foreign Policy

5. Menjalin komunikasi dengan KPK dalam agenda ACWG (anti-corruption working group) di G20

Kementerian ESDM (seknas dan IESR)

2. Enggagement dgn kelompok advokasi ASEAN ( SAPA, Tax Justice Network, NEAT) (seknas dan IESR)

3. Mendorong pemerintahan baru untuk memimpin ke dalam agenda ASEAN 2015 (Seknas dan IESR)

4. Engagement dengan KPK dalam penyusunan kertas posisi Indonesia dalam ACWG (seknas dan IESR)

5. Enggagement dengan OGP untuk mengawal aspek industri ekstraktif (Seknas, ICEL, Pattiro, Fitra, TII)

6. Mendorong proses sharing pengetahuan dan pengalaman

23

2. Indonesia menjadi negara pertama yang meraih EITI Compliant di ASEAN

3. Indonesia menjadi tuan rumah untuk kelompok kerja Sumber Daya Alam dan Ekstraktif di OGP

4. Pada jaringan regional, terdapat pembelajaran FPIC di Phillipines

dengan jaringan regional dan global

Indikator Output : Adanya brief hasil engagement; produk hasil pembelajaran