laporan akuntabilitas kinerja instansi … · pencapaian sasaran strategis mengembangkan instrumen...
TRANSCRIPT
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman i
IKHTISAR EKSEKUTIF
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Tahun 2009 dibuat bertepatan dengan berakhirnya periode Rencana Strategis (Renstra) Departemen Keuangan Tahun 2005-2009. DJPU dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan dan efektif beroperasi pada tahun 2007. Atas dasar itu, periode evaluasi kinerja dalam LAKIP DJPU selaku unit Eselon I berada pada periode 2007-2009. Namun demikian, ulasan evaluasi kebijakan umum kinerja pengelolaan utang tetap diupayakan sesuai dengan periode Renstra Departemen Keuangan yaitu dalam periode 2005-2009. Hal ini dimaksudkan agar gambaran evaluasi pengelolaan utang selama periode Renstra 2005-2009 dapat diperoleh secara mencukupi.
Selanjutnya, berdasarkan surat Menteri Keuangan Nomor S-7/MK.1/2010, tanggal 8 Januari 2010, penyusunan materi evaluasi LAKIP Tahun 2009 termasuk penyajian indikator kinerja yang tercantum dalam Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2010 di setiap unit Eselon I Departemen Keuangan diharapkan sudah mengadopsi Indikator Kinerja Utama dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard, sebagai ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi.
Ikhtisar capaian keberhasilan sasaran strategis Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang periode 2007-2009 dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard adalah sebagai berikut:
1. Pencapaian sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator pemenuhan target untuk pembiayaan APBN melalui utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
2. Pencapaian sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
3. Pencapaian sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
4. Pencapaian Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
5. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, untuk memperluas pasar SBN, setiap tahun akan selalu dilakukan kajian terhadap kemungkinan pengembangan maupun penerbitan instrumen baru.
6. Pencapaian sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan tiga indikator yaitu rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, pencapaian target effective cost, dan Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
7. Pencapaian sasaran strategis melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan dengan indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman ii
8. Pencapaian sasaran strategis membina hubungan dengan kreditor dan investor, dengan indikator peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang dan partisipasi investor dalam penerbitan SBN, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
9. Pencapaian sasaran strategis menyusun landasan hukum dan peraturan, dengan indikator penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan di tahun berikutnya. Terutama, dalam hal penyusunan draft RUU mengenai pinjaman luar negeri yang masih memerlukan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan masukan atau pandangan stakeholders mengenai perlunya pengaturan pinjaman luar negeri dalam suatu undang-undang, pengaturan pengelolaan hibah, dan percepatan proses penyusunan desain instrumen dan landasan hukum termasuk fatwa dan rancangan peraturan pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN untuk membiayai proyek APBN.
10. Pencapaian sasaran strategis melakukan monitoring dan evaluasi dengan indikator persentase penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
11. Pencapaian sasaran strategis merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi, dengan indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik dan jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
12. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan organisasi yang handal dan modern, dengan indikator persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, dalam penyusunan SOP masih perlu terus dilaksanakan pengkajian dan penyempurnaan terhadap SOP yang ada dan penyusunan SOP baru agar semua kegiatan pengelolaan utang dapat dilaksanakan secara efektif, transparan, dan akuntabel.
13. Pencapaian sasaran strategis mewujudkan good governance, dengan indikator persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan BPK yang telah ditindaklanjuti dan tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
14. Pencapaian sasaran strategis membangun sistem informasi yang terintegrasi, dengan indikator sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
Berbagai keberhasilan kinerja sasaran strategis yang telah dicapai akan dipertahankan oleh DJPU bahkan ditingkatkan dan untuk beberapa kegiatan yang terkait dengan pencapaian indikator kinerja yang belum terlaksana/terdapat permasalahan (pending matters) diupayakan agar dapat dilaksanakan/diselesaikan masalahnya.
Dengan disusunnya LAKIP ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan kepada seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi DJPU dan menjadi umpan balik peningkatan kinerja DJPU pada periode berikutnya.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman iii
DAFTAR ISI
Hal.
IKHTISAR EKSEKUTIF.................................................................................................. i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tugas dan Fungsi, Organisasi, serta Sumber Daya Manusia...................... 1
C. Sistematika Penyajian LAKIP........................................................................ 6
II. RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA .................................... 7
A. Alur Pikir ......................................................................................................... 7
B. Peran Strategis DJPU..................................................................................... 8
C. Rencana Strategis 2007-2009........................................................................ 9
D. Program Pengelolaan dan Pembiayaa Utang................................................ 15
E. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) .................................................................. 16
F. Balanced Scorecard (BSC) ............................................................................ 17
G. Rencana Kinerja Versi BSC........................................................................... 18
III. PENGUKURAN, EVALUASI, DAN ANALISIS................................................. 21
A. Pengelolaan Utang......................................................................................... 21
B. Pembiayaan Defisit Periode 2005-2009......................................................... 23
C. Pembiayaan Melalui Utang 2005-2009.......................................................... 25
D. Kebijakan Umum Pengelolaan Utang 2005-2009.......................................... 26
E. Pengukuran Sasaran...................................................................................... 30
F. Pending Matters.............................................................................................. 89
G. Akuntabilitas Keuangan.................................................................................. 93
IV. PENUTUP .......................................................................................................... 95
A. Kesimpulan ………………………………………............................................. 95
B. Saran.............................................................................................................. 98
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman iv
Hal.
DAFTAR GAMBAR
Gambar Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang................. 4
DAFTAR BAGAN
Bagan Alur Pikir Penyusunan LAKIP ………………………………………………. 7
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Komposisi Pegawai Menurut Golongan…………………………………. 5
Grafik 2. Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II……………………………. 5
Grafik 3. Komposisi Pegawai Menurut Jabatan…………………………………… 6
Grafik 4. Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin……………………………. 6
Grafik 5. Pembiayaan Utang dan Nonutang, 2005-2009………………………… 24
Grafik 6. Rasio Utang terhadap PDB 2005-2009…………………………………. 28
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pembiayaan Utang 2005-2009…………………………………………. 25
Tabel 2 Perkembangan Stok Utang Luar Negeri berdasarkan Mata Uang, 2005-2009…………………………………………………………………..
29
Tabel 3 Realiasi Pembayaran Utang antara TA 2005 – 2009…………………. 39
Tabel 4 Rasio Beban Bunga Terhadap Rata-rata Outstanding Utang,
2007-2009………………………………………………………………….
47
Tabel 5 Debt Switching dan Buy back SBN……………………………………… 52
Tabel 6 Pengurangan Utang melalui Skema Debt Swap……………………… 52
Tabel 7 Pagu dan Realisasi Anggatan Tahun 2009……………………………. 93
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pengukuran Kinerja Kegiatan Tahun 2009
2. Pengukuran Pencapaian Sasaran Tahun 2009
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang Tahun 2009 dibuat bertepatan dengan berakhirnya periode Rencana
Strategis (Renstra) Departemen Keuangan Tahun 2005-2009.
DJPU dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.1/2006
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan dan efektif beroperasi pada
tahun 2007. Atas dasar itu, periode evaluasi kinerja dalam LAKIP DJPU selaku unit Eselon I
berada pada periode 2007-2009.
Namun demikian, ulasan atas evaluasi berdasarkan kebijakan umum kinerja
pengelolaan utang diupayakan tetap sesuai dengan periode Renstra Departemen Keuangan
yaitu dalam periode 2005-2009. Hal ini dimaksudkan agar gambaran evaluasi pengelolaan
utang selama periode Renstra 2005-2009 dapat diperoleh secara mencukupi.
B. Tugas, Fungsi, Organisasi, dan Sumber Daya Manusia
1. Tugas dan Fungsi
Pada tahun 2008, DJPU mengalami perubahan dalam struktur organisasi, yaitu
berupa penajaman dan penambahan tugas dan fungsi berkaitan dengan telah
disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara dan adanya pengembangan instrumen pembiayaan Pinjaman Dalam Negeri
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2008 tentang
Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri serta Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.01/2008 tentang Persyaratan dan Pelaksanaan
Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga
Listrik yang Menggunakan Batubara.
Perubahan struktur organisasi yang diakibatkan penajaman dan penambahan tugas
dan fungsi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Direktorat Surat Berharga Negara yang semula berfungsi sebagai front office untuk
Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) diubah
menjadi front office khusus untuk SUN;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 2
b. Reposisi Direktorat Kebijakan Pembiayaan Syariah dari middle office menjadi front
office berkaitan dengan pelaksanaan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN);
c. Penambahan tugas dan fungsi pengelolaan Pinjaman Dalam Negeri;
d. Penambahan tugas dan fungsi pemantauan risiko gagal bayar (default) atas
penyediaan anggaran utang kontinjensi melalui dana jaminan pemerintah.
Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
131/PMK.1/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan kemudian
diganti dengan PMK Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Keuangan. PMK ini mulai diberlakukan secara efektif pada tanggal 31
Desember 2008 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 PMK Nomor 149/PMK.07/2008
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan.
Berdasarkan PMK Nomor 100/PMK.01/2008, tugas DJPU adalah :
Menyelenggarakan sebagian tugas pokok Departemen di bidang pengelolaan utang dan
hibah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya, DJPU menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang pengelolaan utang dan
hibah;
b. Pelaksanaan kebijakan dibidang pengelolaan utang dan hibah;
c. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang pengelolaan
utang dan hibah;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang pengelolaan utang dan hibah;
e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 3
2. Organisasi
DJPU terdiri dari 6 unit Eselon II, dengan susunan sebagai berikut:
a. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis
dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal;
b. Direktorat Pinjaman dan Hibah mempunyai tugas merumuskan pelaksanaan
kebijakan dan standarisasi pengelolaan pinjaman dan hibah berdasarkan kebijakan
teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
c. Direktorat Surat Utang Negara mempunyai tugas merumuskan pelaksanaan
pengelolaan portofolio, pengembangan pasar, analisis keuangan dan pasar SUN,
serta merumuskan peraturan dan kebijakan operasional SUN berdasarkan kebijakan
teknis yang ditetapkan Direktur Jenderal;
d. Direktorat Pembiayaan Syariah mempunyai tugas merumuskan kebijakan
pengelolaan pembiayaan syariah yang meliputi penerbitan, penjualan, pembelian
kembali, dan penukaran SBSN, perencanaan dan pengembangan instrumen
pembiayaan syariah, pemantauan dan analisis perkembangan pasar keuangan,
serta penyiapan peraturan dan dokumen hukum, baik yang diterbitkan secara
langsung oleh Pemerintah maupun melalui Perusahaan Penerbit SBSN,
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
e. Direktorat Strategi dan Portofolio Utang mempunyai tugas merumuskan,
merekomendasikan, dan mengevaluasi strategi pengelolaan utang, menyusun
rencana pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui utang dan
hibah, mengkaji pengelolaan utang, merekomendasikan struktur portofolio utang
yang optimal, mengelola risiko utang, merumuskan kebijakan dan strategi
peningkatan peringkat kredit, mengkoordinasikan pengelolaan strategi utang dengan
lembaga terkait, merumuskan strategi pengembangan instrumen utang, memantau
risiko dan kewajiban kontinjensi, memantau, merekomendasikan dan mengevaluasi
kepatuhan terhadap prosedur standar pengelolaan utang, kode etik, peraturan
perundangan, dan perjanjian yang terkait dengan pengelolaan utang;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 4
f. Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen mempunyai tugas merumuskan
kebijakan monitoring dan evaluasi, verifikasi dan administrasi, penyelesaian
pembayaran kewajiban, pelaksanaan akuntansi dan pelaporan, pengembangan
sistem informasi utang berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan Direktur
Jenderal terkait dengan pinjaman, hibah, dan instrumen pembiayaan syariah.
Struktur organisasi DJPU disajikan sebagai berikut:
Gambar Struktur Organisasi
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 5
3. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan data pegawai per 31 Desember 2009, komposisi pegawai DJPU adalah
sebagai berikut:
Grafik 1 Komposisi Pegawai Menurut Golongan
Grafik 2 Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II
0
10
20
30
40
50
60
IV/d IV/c IV/b IV/a III/d III/c III/b III/a II/d II/c II/b II/a
Jum
lah
Pe
ga
wa
i
Golongan Pegawai
0
20
40
60
80
100
1st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr
East
West
North
No. Golongan Pegawai Jumlah Pegawai
No. Unit Eselon II
Jumlah Pegawai
1 IV/d 2 1 Sekretariat Direktorat Jenderal 63
2 IV/c 3 2 Dit Pinjaman dan Hibah 58
3 IV/b 6 3 Dit Surat Utang Negara 43
4 IV/a 18 4 Dit Pembiayaan Syariah 35
5 III/d 35 5 Dit Strategi dan Portofolio Utang 35
6 III/c 55 6 Dit Evaluasi, Akuntansi dan
Setelmen 78
7 III/b 43 JUMLAH 312
8 III/a 57
9 II/d 44
10 II/c 40
11 II/b 8
12 II/a 1
JUMLAH 312
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 6
Grafik 3 Komposisi Pegawai Menurut Jabatan
Grafik 4 Komposisi Pegawai Menurut Jenis
Kelamin
No. Jabatan Pegawai Jumlah Pegawai
No. Jenis Kelamin Pegawai
Jumlah Pegawai
1 Eselon I 1 1 Laki-laki 250
2 Eselon II 5 2 Perempuan 62
3 Eselon III 23 JUMLAH 312
4 Eselon IV 77
5 Pelaksana 206
JUMLAH 312
C. Sistematika Penyajian
LAKIP ini bertujuan untuk mengkomunikasikan pencapaian kinerja DJPU sampai dengan
tahun 2009. Sedangkan capaian kinerja (performance results) tahun 2009 akan
diperbandingkan dengan rencana kinerja (performance plans) tahun 2009 sebagai tolok ukur
keberhasilan pencapaian tujuan organisasi dalam tahun tersebut.
Analisis atas capaian kinerja terhadap rencana kinerja ini memungkinkan
teridentifikasikannya sejumlah celah kinerja (performance gap) sebagai umpan balik
perbaikan kinerja di masa datang. Sejalan dengan hal tersebut, sistematika penyajian LAKIP
adalah sebagai berikut:
Bab I – Pendahuluan, menyajikan latar belakang, tugas dan fungsi, dan struktur
organisasi.
Bab II – Rencana Strategis dan Rencana Kinerja, menyajikan rencana strategis tahun
2007-2009 dan rencana kinerja tahunan 2007-2009.
Bab III – Pengukuran, Evaluasi, dan Analisis, menyajikan hasil pengukuran sasaran,
evaluasi, dan analisis kinerja terhadap pencapaian sasaran.
Bab IV – Penutup, menyajikan simpulan dan saran.
Lampiran-lampiran
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 7
BAB II
RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KINERJA
A. Alur Pikir
Bagan Alur Pikir Penyusunan LAKIP
LANDASAN UU Nomor 25 Tahun 2004 Tentang SPPN;
Inpres 7 Tahun 1999 tentang AKIP;
Renstra Departemen Keuangan Tahun 2004-2009
TUGAS DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG
Menyelenggarakan sebagian tugas pokok dibidang pengelolaan utang dan
hibah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
RENSTRA DJPU TAHUN 2007-2009
Visi Misi
Tujuan Sasaran Strategi
Kebijakan Program
Kegiatan Pokok
RKT DAN PK DJPU TAHUN 2009
LAKIP DJPU TAHUN 2009
Umpan Balik
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 8
B. Peran strategis DJPU
Sebagai organisasi yang memegang peranan strategis di bidang pengelolaan utang, DJPU
berupaya meningkatkan kualitas kinerjanya, melalui peran serta setiap pegawai DJPU yang
memiliki profesionalisme, integritas dan komitmen yang tinggi atas pencapaian kinerja yang
ditetapkan dalam dokumen perencanaan strategisnya. Peran strategis DJPU digambarkan
sebagai berikut;
1. Memenuhi sebagian pembiayaan defisit APBN yang berasal dari sumber pembiayaan
melalui utang
Selain pajak dan bukan pajak, utang mempunyai kontribusi yang penting dalam
menjamin kesinambungan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam kerangka
pembangunan nasional. Sampai saat ini peranan utang baik yang bersumber dari dalam
maupun luar negeri masih menjadi sumber utama pembiayaan defisit APBN.
Selain untuk memenuhi target pembiayaan APBN melalui utang yang berasal dari
potofolio pinjaman dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), DJPU juga
melaksanakan kegiatan yang meliputi penerbitan/pengadaan utang dan pengembangan
instrumen pembiayaan utang, serta pengembangan pasar SBN. Pembiayaan melalui
utang dilakukan dengan cara mencari sumber pembiayaan yang berbiaya rendah dan
menguntungkan negara dengan mempertimbangkan struktur portofolio utang yang
optimal, biaya dan risiko yang dapat ditolerir, dan pemilihan instrumen utang yang tepat.
2. Mengelola utang negara;
Pengelolaan utang yang dilaksanakan secara profesional, akuntabel, dan transparan
dimaksudkan untuk mencapai kondisi keuangan negara yang sehat dan
mempertahankan kemampuan negara dalam melaksanakan pembiayaan secara
berkesinambungan.
Kesalahan di dalam pengelolaan utang akan berdampak negatif terhadap perekonomian,
antara lain ketidakmampuan dalam membayar kewajiban utang, membengkaknya
kewajiban utang di luar perkiraan, menurunnya kepercayaan investor dan kreditor,
terjadinya penurunan peringkat utang (sovereign credit rating), terganggunya
kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), terhambatnya kegiatan pemerintahan akibat
tidak terjaminnya sumber pembiayaan, bahkan gagal bayar (default).
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 9
Sebagai gambaran, total jumlah nominal utang sampai dengan 31 Desember 2009
mencapai Rp 1.590,66 triliun. Jumlah utang yang relatif besar tersebut memerlukan
pengelolaan secara cermat dan berhati-hati, karena utang mempunyai sifat dapat
menimbulkan kewajiban dan dikhawatirkan akan mengurangi pilihan dan keleluasaan
pemerintah dikemudian hari untuk melakukan kebijakan pembangunannya sebagai
akibat dari penumpukan beban fiskal pembayaran utang.
C. Rencana Strategis 2007-2009
Renstra DJPU tahun 2007-2009 memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan
program yang akan dilaksanakan oleh DJPU, yang mengacu pada Renstra Departemen
Keuangan tahun 2004-2009. Renstra tersebut disusun melalui suatu proses yang sistematis
dan berkelanjutan dari pembuatan keputusan manajerial, dengan memanfaatkan sebanyak-
banyaknya pengetahuan antisipatif melalui analisis lingkungan internal dan eksternal,
mengorganisasikan usaha-usaha pelaksanaan pencapaian sasaran, melakukan
pengelolaan risiko, dan mengukur hasilnya sebagai umpan balik dalam mengevaluasi
kinerja di masa akan datang. Dalam Renstra DJPU tahun 2007-2009 telah ditetapkan visi,
misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program yang akan dilaksanakan oleh DJPU sebagai
berikut:
1. Visi dan Misi
a. Visi
”Menjadi Pengelola Utang Pemerintah yang Profesional dan Handal sesuai Standar Internasional”
b. Misi
Dalam rangka pencapaian Visi di atas, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
menetapkan Misi sebagai berikut:
1) Mewujudkan pengelolaan pinjaman dan hibah yang efektif, efisien, transparan
dan akuntabel;
2) Mewujudkan pengelolaan Surat Berharga Negara yang profesional dan
akuntabel;
3) Mewujudkan pengelolaan strategi dan portofolio utang yang mampu
meminimalkan biaya pada profil risiko yang dapat diterima;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 10
4) Mewujudkan suatu kebijakan pembiayaan syariah yang tepat dan sesuai dengan
prinsip-prinsip keuangan syariah;
5) Mewujudkan pelaksanaan evaluasi, akuntansi dan setelmen pengelolaan utang
yang tepat, akurat, profesional dan bertanggung jawab serta menyediakan
informasi tentang utang kepada para pengambil keputusan secara akurat dan
tepat waktu.
c. Tujuan
Tujuan merupakan implementasi atau penjabaran dari misi dan merupakan sesuatu
yang akan dicapai atau dihasilkan pada kurun waktu tertentu, 1 sampai 5 tahun
kedepan. Berdasarkan visi dan misi tersebut, tujuan DJPU adalah sebagai berikut:
1) Mengoptimalkan pengelolaan utang, baik yang berasal dari SBN (government
securities) maupun pinjaman (official loan) sebagai alternatif pembiayaan defisit
APBN, agar diperoleh sumber pembiayaan dengan biaya rendah dan pada
tingkat risiko yang dapat ditolerir;
2) Membantu kelancaran tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam
penyelenggaraan kenegaraan dan kepemerintahan;
3) Mendukung pelaksanaan tugas dan administrasi pemerintahan secara efisien
dan efektif serta terpadu;
4) Meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM aparatur sesuai dengan
kebutuhan dalam melaksanakan tugas kepemerintahan dan pembangunan.
d. Sasaran
Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan dicapai secara
nyata dalam jangka waktu tahunan, semesteran atau bulanan. Sasaran harus
bersifat spesifik, dapat dinilai, diukur, dan menantang namun dapat dicapai,
berorientasi pada hasil, dan dapat dicapai dalam periode 1 tahun mendatang.
Berdasarkan hal tersebut di atas, sasaran DJPU yang telah ditetapkan pada tahun
2009 adalah sebagai berikut:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 11
1) Terselesaikannya peraturan tentang pengelolaan utang;
2) Terwujudnya pengamanan rencana penyerapan pinjaman luar negeri
(disbursement) baik pinjaman program maupun pinjaman proyek;
3) Terlaksananya pengelolaan Portofolio SBN;
4) Berkembangnya Pasar dan infrastruktur pendukung SBN;
5) Tersedianya strategi pengelolaan utang dengan struktur portofolio yang optimal,
tingkat risiko yang terkendali, dan tingkat biaya yang dapat diterima;
6) Terlaksananya perencanaan dan kebijakan pembiayaan syariah sebagai
alternatif instrumen pembiayaan APBN;
7) Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang secara efektif dan
efisien;
8) Meningkatnya kualitas kelembagaan dan ketatalaksanaan direktorat jenderal;
9) Meningkatnya pelayanan kepegawaian;
10) Meningkatnya kualitas perencanaan program dan keuangan, pengelolaan
keuangan, dan laporan keuangan direktorat jenderal;
11) Meningkatnya kualitas pelayanan kerumahtanggaan pengelolaan pemeliharaan
sarana gedung, peralatan, dan kendaraan dinas direktorat jenderal;
12) Meningkatnya kapasitas/kualitas SDM;
13) Meningkatnya kualitas pembinaan administrasi dan pengelolaan sarana dan
prasarana direktorat jenderal.
e. Strategi
Strategi pengelolaan utang ditetapkan sebagai berikut:
1) Pelaksanaan ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian dalam mengelola utang,
melalui:
a) Mengupayakan pencapaian target maksimum tambahan bersih utang
(pinjaman & penerbitan SBN) +1% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB);
b) Memprioritaskan penerbitan SBN di pasar domestik untuk kepentingan
pembiayan defisit dan pembayaran kembali utang (refinancing).
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 12
2) Pengembangan Pasar Domestik SBN, melalui:
a) Diversifikasi instrumen utang dan perluasan basis investor;
b) Mengembangkan infrastruktur pasar dalam rangka mendukung efisiensi
pasar.
3) Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri yang efektif, melalui:
a) Membiayai proyek yang cost recovery;
b) Memperbaiki project readiness criteria;
c) Membiayai proyek dalam rangka Millenium Development Goals (MDGs).
4) Pengelolaan Portofolio SBN yang credible, melalui:
a) Menerbitkan obligasi benchmark secara reguler (E.g. 5, 7, 10 and 20 years);
b) Melakukan penukaran obligasi (debt switching) secara lebih aktif dalam
rangka memperpanjang jatuh tempo;
c) Melakukan pembelian kembali (buy back) untuk mengurangi outstanding dan
mendukung stabilitas pasar.
2. Kebijakan
Kebijakan yang ditetapkan DJPU pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:
a. Mempercepat proses penyusunan draft RUU, serta mengusulkan penetapan
hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang PHLN;
b. Mempercepat proses penyusunan draft RPP, serta mengusulkan penetapan
hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang PHLN;
c. Menyusun dan mereviu peraturan dan dokumen hukum yang berkaitan dengan
pengelolaan SBN:
d. Melakukan penyusunan ketentuan antara lain tentang pembayaran utang luar
negeri, utang dalam negeri, subsidi, dan pembayaran kepada surveyor;
e. Melakukan optimalisasi, efisiensi, dan efektifitas penggunaan pinjaman luar negeri;
f. Meningkatkan sistem penatausahaan pinjaman luar negeri secara tertib dan
teratur;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 13
g. Melakukan pengendalian intern (sisdur dan kelembagaan) administrasi pinjaman
luar negeri yang lebih intensif;
h. Menyusun peraturan mengenai penyaluran dan pengelolaan pinjaman;
i. Mengkaji komposisi penerbitan SBN dalam rupiah dan mata uang asing dengan
mempertimbangkan aspek biaya dan risiko bagi pemerintah;
j. Melakukan penerbitan SBN secara regular;
k. Mengurangi stok utang melalui pembelian kembali obligasi negara sebelum jatuh
tempo;
l. Meningkatkan durasi portofolio SBN melalui program pertukaran (debt switching);
m. Memperbaiki likuiditas obligasi negara di pasar sekunder;
n. Membangun kepercayaan pasar dan daya tarik SBN;
o. Menerbitkan SBN yang dapat dijadikan benchmark dan likuid di pasar sekunder;
p. Meningkatkan frekuensi komunikasi dengan otoritas moneter dalam bentuk
pertukaran informasi dan dialog, serta menyelaraskan SBN program dengan
kebijakan moneter;
q. Mengembangkan infrastruktur yang dibutuhkan bagi pengembangan pasar yang
aktif dan likuid;
r. Mengembangkan komunikasi yang baik dengan para pelaku pasar SBN untuk
mendapatkan informasi pasar yang akurat;
s. Memantau perdagangan SBN di pasar sekunder untuk mengetahui seri SBN yang
diminati pelaku pasar;
t. Meningkatkan kerjasama dengan investor institusi dan regulator pasar keuangan
untuk memperluas basis investor;
u. Mengembangkan kerjasama yang baik dengan Bank Indonesia selaku pelaksana
kliring, setelmen, dan registrasi;
v. Mengoptimalkan akses pasar informasi melalui penyedia jasa informasi keuangan
seperti Bloomberg, PIPU, dll;
w. Menerbitkan berita triwulanan;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 14
x. Menyelenggarakan kegiatan sosialisasi SBN ke berbagai kalangan;
y. Menyeimbangkan profil jatuh tempo obligasi negara;
z. Meningkatkan tertib administrasi pembayaran pinjaman luar negeri;
aa. Menyempurnakan sistem pengadministrasian pinjaman yang efektif dan efisien;
bb. Menyempurnakan pelaksanaan pengadministrasian dan penagihan pinjaman;
cc. Melakukan penyelesaian dokumen perjanjian pinjaman secara tepat waktu;
dd. Meningkatnya kualitas monitoring dan evaluasi pendanaan proyek yang dibiayai
PHLN, serta pelaksanaan replenishment oleh Executing Agency (EA);
ee. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Bank Indonesia dan unit terkait
intern Departemen Keuangan dalam proses pembayaran bunga dan pokok SBN;
ff. Meningkatkan koordinasi dalam rangka penataan kelembagaan dan
ketatalaksanaan direktorat jenderal;
gg. Menerapkan prinsip-prinsip good governance;
hh. Menyelenggarakan analisis kebutuhan SDM dalam rangka rekrutmen pegawai;
ii. Melaksanakan penempatan pegawai sesuai kebutuhan unit;
jj. Menyelenggarakan kajian pola mutasi kepegawaian;
kk. Menyusun standar kompetensi jabatan;
ll. Mengikutsertakan para pegawai dalam berbagai program pelatihan;
mm. Mengembangkan aplikasi sistem informasi kepegawaian;
nn. Menyelenggarakan pertemuan rutin dengan unit terkait dalam rangka koordinasi
pembinaan kepegawaian;
oo. Meningkatkan pembinaan dan koordinasi dalam rangka menyusun rencana kerja
anggaran, dan pelaksanaannya;
pp. Meningkatkan pelayanan pelaksanaan pembayaran gaji dan tunjangan;
qq. Melaksanakan pengelolaan sarana dan prasarana direktorat jenderal;
rr. Meningkatkan sarana dan prasarana di lingkungan direktorat jenderal.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 15
D. Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang
1. Program Pokok: Pengelolaan dan Pembiayaan Utang
Program ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan:
a. Menyusun peraturan di bidang pengelolaan PHLN;
b. Menyusun peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan SUN;
c. Menyusun peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan pembiayaan
syariah;
d. Menyusun peraturan perundangan-undangan yang mendukung pelaksanaan stretgi
dan portofolio utang;
e. Melaksanakan pengelolaan pinjaman dan hibah;
f. Melaksanakan pengelolaan portofolio SUN;
g. Melaksanakan pengelolaan portofolio SBSN;
h. Mengelola strategi dan portofolio utang;
i. Mengelola kebijakan pembiayaan syariah;
j. Melaksanakan evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang.
2. Program Penunjang
Terdapat tiga program penunjang yang ditujukan untuk memberikan pelayanan teknis
dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal, dengan rincian
sebagai berikut:
a. Penerapan kepemerintahan yang baik
Program ini dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, yaitu:
1) Menyusun dokumen organisasi dan ketatalaksanaan;
2) Menyelenggarakan pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian;
3) Menyelenggarakan pembinaan administrasi dan pengelolaan keuangan;
4) Mengelola gaji, honorarium, dan tunjangan;
5) Menyelenggarakan operasional dan pemeliharaan perkantoran.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 16
b. Pengelolaan sumber daya manusia aparatur dengan kegiatan menyelenggarakan
pengembangan SDM dan administrasi kepegawaian; dan
c. Peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara dengan kegiatan melaksanakan
pembangunan/pengadaan/peningkatan sarana dan prasarana.
E. Rencana Kinerja Tahunan (RKT)
Pada setiap awal tahun, DJPU menyusun dokumen perencanaan kinerja berupa RKT
sebagai dasar penyusunan laporan pertanggungjawaban kinerja di akhir periode evaluasi.
RKT memuat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun yang bersangkutan
dengan informasi yang dimuat dalam RKT mencakup berbagai kegiatan, indikator kinerja
inputs, outputs, dan outcomes.
RKT dibuat berdasarkan Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang
Perbaikan Pedoman Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai sub
sistem baru pada waktu itu dalam melaksanakan ketentuan Inpres 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Dalam perkembangan selanjutnya, berkaitan dengan telah diterbitkannya Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang
Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah dan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 87/KMK.01/2009 tentang Pengelolaan Indikator
Kinerja Utama Di Lingkungan Departemen Keuangan, sejak tahun 2008 telah diperkenalkan
dan diimplementasikan sistem manajemen kinerja dengan menggunakan metodologi
Balanced Scorecard (BSC) di lingkungan Departemen Keuangan.
Berdasarkan ketentuan tersebut dan sesuai surat Menteri Keuangan Nomor
S-7/MK.1/2010, tanggal 8 Januari 2010 serta sejalan dengan arahan pejabat dari Biro
Organisasi dan Ketatalaksanaan Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan dan
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam beberapa
rapat kerja bersama di Departemen Keuangan, penyusunan materi evaluasi LAKIP Tahun
2009 termasuk penyajian Indikator Kinerja yang tercantum dalam RKT Tahun 2010 di setiap
unit Eselon I Departemen Keuangan diharapkan sudah mengadopsi IKU sebagai ukuran
keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis organisasi.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 17
F. Balanced Scorecard (BSC)
Dengan dimulainya program reformasi birokrasi yang ditetapkan melalui Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi Departemen
Keuangan maka dimulai juga manajemen kinerja Depkeu berbasis Balanced Scorecard
(BSC). Pengelolaan kinerja berbasis BSC di lingkungan Departemen Keuangan (Depkeu)
secara eksplisit dinyatakan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 12/KMK.01/2010
tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Departemen Keuangan. Keputusan tersebut
mengatur tentang penetapan pengelola kinerja, kontrak kinerja, penyusunan dan perubahan
peta strategi, Indikator Kinerja Utama (IKU), dan target, serta pelaporan capaian kinerja
triwulanan kepada Menteri Keuangan.
Konsep BSC dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton yang berawal
dari studi tentang pengukuran kinerja di sektor bisnis pada tahun 1990. Dengan
menggunakan metodologi BSC, setiap unit eselon I secara hirarkis (cascade)
menyelenggarakan penyusunan Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicators/ KPI),
yang diharapkan dapat mencerminkan keberhasilan organisasi dalam rangka memenuhi
harapan pemangku kepentingan (stakeholders), meningkatkan kinerja operasional,
mengetahui tingkat keefektifan organisasi/kepemimpinan dalam mengelola sumber daya
yang dimilki, dan sekaligus mengetahui hasil-hasil kinerja pengelolaan keuangan. Atas
pencapaian realisasi target IKU kemudian menjadi tolok ukur keberhasilan pencapaian
sasaran dan tujuan strategis organisasi.
Cascading BSC Depkeu diturunkan (cascaded) ke seluruh unit organisasi yang ada di
bawahnya. BSC Depkeu ini disebut Depkeu-Wide sedangkan setelah dicascade ke unit
organisasi di bawahnya yaitu ke eselon I disebut Depkeu-One, ke eselon II disebut Depkeu-
Two, ke eselon III disebut Depkeu-Three, ke eselon IV disebut Depkeu-Four, dan kelevel
pelaksana disebut Depkeu-Five.
BSC dalam implementasinya menjadi suatu sistem manajemen untuk mengelola
implementasi strategi, mengevaluasi prestasi kerja tidak hanya dilihat dari segi finansial
tetapi juga mengkomunikasikan Visi, Strategi, Kinerja Organisasi agar sesuai dengan
harapan Stakeholder.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 18
G. Rencana Kinerja Versi BSC C
usto
mer
Pers
pecti
ve
Learn
ing
and
Gro
wth
Pers
pecti
ve
Pembiayaan yang
aman bagi
kesinambungan fiskal
(1 IKU)
Mengelola
portofolio
utang
(3 IKU)
Melaksanakan
pembayaran
kewajiban secara tepat
(1 IKU)
Merekrut dan mengembangkan SDM yg
berintegritas dan
berkompetensi tinggi (2 IKU)
SDM OrganisasiMengembangkan
organisasi yg handal
dan modern
(1 IKU)
Mewujudkan good
governance
(2 IKU)
InformasiMembangun sistem
informasi yang terintegrasi
(1 IKU)
Kredibilitas
(1 IKU)
Kreditor, Investor, Donor
Transparansi
(1 IKU)
Menyusun
landasan
hukum dan
peraturan(1 IKU)
Melakukan
monitoring &
evaluasi
(1 IKU)
Membina
hubungan
dengan
kreditor dan investor
(2 IKU)
PETA STRATEGI DJPU TAHUN 2009
Fin
ancia
lP
ers
pecti
ve
(Sta
kehold
er
Pers
pecti
ve)
Inte
rnal
Pers
pecti
ve
Mengembangkan instrumen
pembiayaan yang efektif(1 IKU)
Akuntabilitas
(1 IKU)
V I S I :Menjadi pengelola utang pemerintah yang memiliki sumber daya manusia yang profesional dan tata kelola organisasi yang sesuai standar
internasional TUJUAN STRATEGIS:
1. Mengoptimalkan pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) maupun pinjaman untuk mengamankan pembiayaan APBN;2. Mendukung upaya financial market deepening untuk meningkatkan kapasitas daya serap dan efisiensi pasar keuangan.
Peta strategi DJPU menerapkan 4 perspektif, yaitu Stakeholders, Customers, Internal
Process, dan Learning and Growth. Dari Peta Strategi tahun 2009 tersebut, terdapat 14
Sasaran Strategis (SS) DJPU yang ingin diwujudkan dengan 19 IKU yang ditetapkan. Target
kinerja berdasarkan implementasi BSC di tahun 2009 adalah sebagaimana tabel berikut.
Perspektif Strategic Objectives IKU Baseline
(Realisasi 2008)
Target
2009
Stakeholders
1. Pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal
1 F 1 Pemenuhan target pembiayaan melalui utang (Realisasi Penerbitan SBN Bruto)
93.50% 100.00%
Rp126,244
triliun
Rp173.698 triliun
Customers
2. Transparansi 2 C 1 Ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang
273 380
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 19
Perspektif Strategic Objectives IKU Baseline
(Realisasi 2008)
Target
2009
3. Akuntabilitas 3 C .2 Opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang
83% 100.00%
4. Kredibilitas 4 C 3 Pembayaran tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran
100.00% 100.00%
Internal Drivers
5. Mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif
5 D 1 Efektifitas instrumen pembiayaan baru
0.00% 100.00%
6. Mengelola portofolio utang
6 D 2.1 Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang
5.84% 6.59%
8 D 2.2 Pencapaian target effective cost
n.a 100.00%
9 D 2.3 Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan
n.a. 100.00%
7. Melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan
10 D 3 Tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan
100.00% 100.00%
8. Membina hubungan dengan kreditor dan investor
11 D 4.1 Peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang
42 50
12 D 4.2 Partisipasi investor dalam penerbitan SBN
154,72% 165.00%
9. Menyusun landasan hukum dan peraturan
13 D 5 Tersedianya Peraturan dan Keputusan yang mendukung pengelolaan utang
12 16
10. Melakukan monitoring & evaluasi
14 D 6 % penurunan progress variant terhadap
pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif
29.29% 29.29%
Learning and Growth
11. Merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi
15 LG 1.1
% karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik
60.00% 65.00%
16 LG 1.2
Jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang
0 0
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 20
Perspektif Strategic Objectives IKU Baseline
(Realisasi 2008)
Target
2009
12. Mengembangkan organisasi yg handal dan modern
17 LG 2 % penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat
95.00% 100.00%
13. Mewujudkan good governance
18 LG 3.1
% rekomendasi audit Itjen dan BPK yang telah ditindaklanjuti
100.00% 100.00%
19 LG 3.2
Tingkat Kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur
100.00% 100.00%
14. Membangun sistem informasi yang terintegrasi
19 LG 4 Sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana
90.00% 90.00%
Dalam melakukan pembahasan pengukuran, evaluasi, dan analisis LAKIP DJPU Tahun
2009, yaitu pada BAB III, untuk pengelolaan utang secara umum mengacu kepada indikator
kinerja yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005
tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005–2009, sedangkan untuk mengukur
kinerja secara khusus dalam periode 2007-2009 mengacu kepada SS dan IKU yang telah
ditetapkan.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 21
BAB III
PENGUKURAN, EVALUASI, DAN ANALISIS
A. Pengelolaan Utang
Utang secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu Pinjaman dan SBN.
1. Pengelolaan Pinjaman
Pinjaman berdasarkan postur APBN terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman
Proyek. Pinjaman Proyek adalah pinjaman yang dilakukan untuk membiayai kegiatan
tertentu (proyek), yang pencairan pinjamannya sangat tergantung pada realisasi
pelaksanaan proyek. Sedangkan Pinjaman Program adalah bentuk pinjaman tunai
yang pencairannya berdasarkan persyaratan atau pemenuhan kondisi tertentu.
Pinjaman Program dimanfaatkan terutama untuk pembiayaan APBN secara umum.
Untuk menjaga adanya good governance dalam pengelolaan pembiayaan melalui
pinjaman, telah disusun Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tatacara
Pengadaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri serta Penerusan Pinjaman dan/atau
Hibah Luar Negeri. Aturan ini merupakan aturan pelaksanaan dari UU Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam PP tersebut diatur bahwa pinjaman luar
negeri dilakukan dengan mempertimbangkan adanya: (a) kebutuhan pembiayaan,
(b) kemampuan penyerapan, (c) kemampuan membayar kembali, dan (d) risiko yang
akan ditanggung Pemerintah.
Selain instrumen pinjaman luar negeri, dalam periode ini juga dikembangkan
instrumen pembiayaan melalui Pinjaman Dalam Negeri. Pinjaman tersebut dapat
berasal dari BUMN, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan Daerah yang memenuhi
persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2008 tentang
Tatacara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah.
Instrumen pembiayaan melalui pinjaman dalam negeri merupakan instrumen alternatif
dan akan dimanfaatkan apabila menurut analisis biaya dan risiko layak untuk
dilakukan, dengan mempertimbangkan situasi perekonomian yang memungkinkan
pemberi pinjaman melakukan transaksi pinjam-meminjam pada Pemerintah tanpa
meninggalkan tujuan penempatan dana dari pihak pemberi pinjaman. Akan tetapi
sampai dengan akhir tahun 2009, instrumen tersebut belum digunakan, mengingat
aturan pelaksanaannya sampai dengan saat ini masih dalam proses penyusunan.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 22
2. Pengelolaan SBN
Instrumen SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN). SUN diterbitkan berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang
Surat Utang Negara. Sedangkan SBSN diterbitkan berdasarkan UU Nomor 19 Tahun
2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Penerbitan SBN selain digunakan untuk membiayai defisit APBN, juga digunakan
untuk menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas
penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam 1 (satu) tahun
anggaran dan pengelolaan portofolio utang negara. SBN dapat diterbitkan dalam
jangka pendek, sampai dengan satu tahun maupun jangka panjang. SBN yang
diterbitkan dalam jangka pendek pada prinsipnya merupakan instrumen pengelolaan
kas Pemerintah dalam hal terjadi cash mismatch. Dari sisi nilai tukar yang digunakan,
SBN dapat diterbitkan dalam mata uang domestik maupun dalam mata uang asing
(valas). Dari sisi sifatnya SBN dapat menjadi instrumen yang tradable (dapat
diperdagangkan) maupun non-tradable (tidak dapat diperdagangkan). Sedangkan dari
cara penerbitannya dapat dilakukan dalam 2 cara sebagai berikut (1) melalui
mekanisme lelang maupun (2) melalui mekanisme non lelang baik melalui mekanisme
bookbuilding, penempatan langsung (private placement), dan transaksi langsung.
Besaran jumlah penerbitan SBN neto setiap tahunnya dilakukan berdasarkan
kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR yang pembahasannya dilakukan secara
tidak terpisah dari pembahasan APBN. SBN neto merupakan selisih antara jumlah
SBN yang diterbitkan dengan SBN yang jatuh tempo dan/atau dibeli kembali. Konsep
neto dibutuhkan oleh pengelola utang untuk mendapatkan fleksibilitas dalam
pengelolaan utang, dengan memanfaatkan momentum pasar yang ada, baik untuk
kepentingan pemenuhan target pembiayaan maupun dalam rangka pengelolaan
portofolio dan risiko utang.
Pemenuhan kebutuhan pembiayaan melalui pengelolaan SBN dilakukan dengan
mengacu pada strategi yang ditetapkan. Strategi dimaksud mencakup strategi
pengelolaan SBN di pasar perdana maupun pasar sekunder, yang meliputi antara lain
penerbitan SBN secara reguler di pasar domestik, pengembangan instrumen,
pelaksanaan buyback dalam rangka pengelolaan portofolio dan stabilisasi pasar SBN.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 23
B. Pembiayaan Defisit Periode 2005-2009
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir berada pada level
yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain didorong oleh peran belanja
pemerintah yang dipenuhi dari penerimaan negara dan sumber-sumber pembiayaan.
Peningkatan belanja pemerintah yang tidak diimbangi dengan peningkatan penerimaan
negara mendorong peningkatan defisit APBN. Hal ini terlihat pada peningkatan belanja
pemerintah yang mencapai hampir dua kali lipat yaitu dari sebesar Rp509,63 triliun pada
tahun 2005 menjadi sebesar Rp956,38 triliun pada tahun 2009 yang memberikan
konsekuensi terjadinya peningkatan defisit dari Rp14,41 triliun pada tahun 2005 menjadi
Rp87,43 triliun pada tahun 2009. Peningkatan defisit yang cukup besar tersebut
memerlukan ketersediaan sumber pembiayaan yang memadai sehingga tujuan kebijakan
fiskal untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dapat dicapai.
Dalam periode 2005-2009, kebijakan keuangan negara lebih diarahkan untuk
menjaga dan mempertahankan momentum pertumbuhan dan memenuhi agenda
pembangunan. Pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi dengan belanja
negara yang cukup ekspansif, baik belanja modal, subsidi maupun belanja sosial yang
dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Sebagai konsekuensinya APBN pada periode
tersebut memiliki defisit yang relatif tinggi dibanding periode sebelumnya, dan tingginya
defisit ini membawa konsekuensi pada tingginya kebutuhan pembiayaan yang harus
dipenuhi.
Pemenuhan pembiayaan atas realisasi defisit periode 2005–2009 dilakukan melalui
sumber utang dan nonutang. Kedua sumber tersebut dapat bersifat penerimaan, dalam arti
terdapat aliran masuk (inflow) ke APBN tahun bersangkutan yang dapat memberikan
tambahan kemampuan bagi Pemerintah untuk memenuhi belanja negara maupun untuk
membiayai pengeluaran pembiayaan sendiri, dan dapat bersifat pengeluaran, dalam arti
adanya aliran keluar (outflow) dari APBN yang digunakan antara lain untuk membayar
kewajiban utang, investasi atau penyertaan negara (bukan belanja modal), atau untuk
membayar komitmen pemerintah lainnya seperti adanya kebijakan untuk memberikan
penjaminan. Kebijakan dalam memanfaatkan setiap sumber pembiayaan tersebut
dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan efisiensi biaya, kemampuan
penyediaan dana, dan dampaknya pada masa yang akan datang.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 24
Untuk memenuhi defisit tersebut, maka kebijakan yang diambil oleh Pemerintah
terfokus pada pencarian sumber pembiayaan, dengan memperhitungkan kapasitas sumber
pembiayaan dan pemilihan kombinasi yang seimbang diantara pilihan alternatif sumber
yang tersedia, dengan tetap memperhatikan sustainability-nya dalam jangka panjang, dan
trade-off biaya dan risiko dari pemilihan alternatif dimaksud.
Secara keseluruhan pembiayaan utang dan nonutang periode 2005–2009 dapat
terlihat pada grafik 1 berikut:
Grafik 5 Pembiayaan Utang dan Nonutang, 2005-2009
(triliun rupiah)
2005+ 2006+ 2007+ 2008+ 2009
++
SBN - neto 22.6 36.0 57.2 85.9 99.3
Pinjaman Luar Negeri - neto (10.3) (26.6) (23.9) (13.2) (12.7)
Lainnya (Nonutang) - neto (1.2) 20.0 9.1 16.5 43.2
Defisit APBN 14.4 29.1 49.8 4.1 129.8
% Defisit terhadap GDP (RHS) 0.5 0.9 1.3 0.1 2.4
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 25
C. Pembiayaan Melalui Utang 2005-2009
Pembiayaan melalui utang dianggap merupakan sumber pembiayaan yang dapat
berkesinambungan (sustainable) mengingat adanya konsep pembiayaan kembali
(refinancing), serta lazim dilakukan oleh hampir seluruh negara.
Dalam periode 2005-2009 terdapat pola yang konsisten dalam pembiayaan APBN
Indonesia, dimana pembiayaan yang bersumber dari utang neto meningkat secara
signifikan. Realisasi pembiayaan utang neto meningkat dari sebesar Rp14,55 triliun pada
tahun 2005 menjadi sebesar Rp88,40 triliun pada tahun 2009. Dari sisi instrumen utang,
terdapat suatu kecenderungan pergeseran pola pembiayaan yang mengarah pada market
based financing melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Penerbitan SBN neto
yang semakin meningkat, selain berperan sebagai instrumen pembiayaan, juga digunakan
untuk pembayaran kembali (refinancing) pinjaman luar negeri dan investasi pemerintah
serta penyertaan modal negara. Secara bertahap penerbitan SBN neto meningkat dari
Rp22,57 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp99,47 triliun pada tahun 2009. Sementara
pinjaman luar negeri menunjukkan penurunan selama periode tersebut dengan rata-rata
penurunan sekitar Rp15,83 triliun pertahun. Data pembiayaan utang periode 2005-2009
dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1 Pembiayaan Utang 2005-2009
(Triliun Rupiah)
KETERANGAN
2005 2006 2007 2008 2009
Realisasi (LKPP) Realisasi
Sementara
A Surat Berharga Negara (neto) 22.57 35.99 57.17 85.92 99.47
B Pinjaman (neto) (8.02) (23.01) (23.85) (13.22) (11.07)
I Penarikan Pinjaman Luar Negeri 29.09 29.67 34.07 50.22 56.96
II Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri
(37.11) (52.68) (57.92) (63.44) (68.03)
Total Pembiayaan Utang 14.55 12.98 33.32 72.70 88.40
Keterangan: Pinjaman neto tidak memperhitungkan pengeluaran pembiayaan dalam rangka penerusan pinjaman
Kecenderungan peningkatan sumber pembiayaan dari utang yang makin besar akan
membawa konsekuensi langsung pada pengelolaan fiskal Pemerintah. Konsekuensi
tersebut antara lain:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 26
1. Adanya kebutuhan yang makin besar terhadap alokasi belanja untuk pembayaran
bunga atas utang.
2. APBN dan pengelolaan fiskal cukup rentan terhadap dinamika pasar.
3. Kebutuhan refinancing utang semakin meningkat yang harus diimbangi dengan upaya
peningkatan kapasitas pasar SBN, sebagai instrumen utama dalam pembiayaan.
4. Perlunya pengelolaan kas yang makin baik agar setiap utang yang dilakukan tidak
menimbulkan biaya yang berlebihan akibat adanya dana tunai yang idle.
Oleh karena itu, dalam pengelolaan utang diperlukan penerapan disiplin fiskal secara
konsisten agar penggunaan dari setiap utang tersebut dapat dialokasikan pada sektor yang
produktif dan dilaksanakan secara efisien untuk mencapai efektivitas yang tinggi dari
pembiayaan melalui utang. Disamping itu, dalam pengelolaan utang juga menuntut adanya
disiplin pasar yang tinggi agar proses pengambilan keputusan dapat berlangsung secara
hati-hati, cepat, tepat, dan efisien dengan memperhatikan penerapan prinsip-prinsip
tatakelola yang baik (good governance principles).
D. Kebijakan Umum Pengelolaan Utang 2005-2009
Untuk lebih mengendalikan beban utang agar dapat memberikan dampak yang
positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia serta untuk menjaga agar penyusunan APBN
dan APBD dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan negara, sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 12 dan Pasal 17 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun
2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam PP tersebut diatur bahwa besarnya
jumlah kumulatif defisit dari APBN dibatasi tidak melebihi 3 persen dari PDB tahun
bersangkutan dan besarnya jumlah kumulatif pinjaman pemerintah pusat dan daerah
dibatasi tidak melebihi 60 persen dari PDB tahun bersangkutan. Perbandingan antara
besarnya total pinjaman Pemerintah dengan PDB tahun yang bersangkutan disebut Debt to
GDP ratio.
Selain itu, dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/KMK.06/2005 tentang
Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005–2009, disebutkan bahwa dalam jangka
menengah, pedoman umum pengelolaan utang Negara mengacu pada Peraturan Presiden
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 27
Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun
2004-2009, dimana dalam Perpres tersebut diatur bahwa peningkatan pengelolaan
pinjaman luar negeri Pemerintah diarahkan untuk menurunkan stok pinjaman luar negeri
tidak saja secara relatif terhadap PDB tetapi juga secara absolut. Untuk pinjaman dalam
negeri, diupayakan tetap adanya ruang gerak yang cukup pada sektor swasta melalui
penarikan pinjaman neto kurang dari 1% PDB dan menurun secara bertahap. Dengan
demikian, rasio stok pinjaman terhadap PDB diperkirakan menurun secara bertahap
menjadi lebih rendah dari 40% PDB pada tahun 2009.
Dari dua ketentuan tersebut, terdapat tiga ukuran yang mencerminkan keberhasilan
kinerja pengelolaan utang yaitu:
1. Jumlah kumulatif pinjaman pemerintah dibatasi tidak melebihi 40 persen dari PDB.
2. Turunnya stok pinjaman luar negeri tidak saja secara relatif terhadap PDB tetapi juga
secara absolut.
3. Penarikan pinjaman neto kurang dari 1% PDB dan menurun secara bertahap.
Berkaitan dengan ketentuan dalam KMK Nomor 447/KMK.06/2005, pada grafik 6
terlihat bahwa rasio utang terhadap PDB (dengan komponen utang berupa instrumen
Pinjaman Luar Negeri dan SBN) menurun dari 47 persen pada akhir tahun 2005 dan
menjadi sekitar 30 persen pada akhir tahun 2009.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 28
Grafik 6 Rasio Utang terhadap PDB 2005-2009
Catatan : RHS = Right Hand Side (sisi sumbu X sebelah kanan), LHS = Left Hand Side (sisi sumbu X sebelah kiri)
Pada grafik 6 di atas terlihat bahwa sejak tahun 2006 rasio utang terhadap PDB telah
berada dalam posisi di bawah 40 persen, dan rasio tersebut cenderung menurun selama
periode 2005-2009. Rasio ini mengindikasikan bahwa jumlah utang yang ditarik oleh
Pemerintah setiap tahun telah dilakukan secara hati-hati, terencana, dan tepat sasaran
sehingga kontribusinya terhadap perekonomian nasional telah mendorong peningkatan
ekonomi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan utang itu sendiri.
Selain itu, pada grafik 6 terlihat pula bahwa perkembangan stok (outstanding) utang
luar negeri secara relatif terhadap PDB menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009.
Sedangkan perkembangan stok utang luar negeri secara absolut/nominal
menunjukkan sedikit kenaikan karena peningkatan stok utang dalam mata uang US dollar
akibat penerbitan SBN valas untuk memenuhi target penerbitan SBN neto dalam periode
2005-2009 yang meningkat tajam. Penerbitan SBN Valas tersebut dilakukan terutama
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 29
untuk menghindari crowding out effect di pasar keuangan domestik. Perkembangan stok
utang luar negeri berdasarkan mata uang dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2
Perkembangan Stok Utang Luar Negeri berdasarkan Mata Uang, 2005-2009
2005 2006 2007 2008 2009
Mata Uang Asli
USD 26.4 27.5 28.4 32.8 37.1
JPY 3,184.4 3,066.0 2,941.9 2,820.5 2,713.8
EUR 8.1 7.8 7.2 6.7 5.9
Mata Uang Lain
USD 259.9 248.1 267.1 358.6 348.7
JPY 265.6 232.4 244.4 341.9 276.0
EUR 94.4 92.6 98.9 104.2 79.8
Mata Uang Lain 34.4 36.1 41.4 48.2 48.9
Total 654.4 609.2 651.8 852.9 753.4
-------------------------- Beragam Mata Uang --------------------------
Equivalent dalam Rupiah
Untuk menghindari terjadinya crowding out effect di pasar keuangan domestik,
Pemerintah membatasi tambahan bersih utang domestik sebesar 1 persen dari PDB.
Realisasi tambahan bersih utang domestik terhadap PDB periode 2005–2009 masing-
masing adalah sebesar -0,1%, 0,5%, 1,1%, 0,9%, dan 0,9%. Dengan demikian rata-rata
tambahan bersih utang domestik setiap tahun dalam 5 tahun terakhir adalah sebesar 0,68
persen dari PDB.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 30
E. Pengukuran Sasaran
1. Sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal dengan
indikator pemenuhan target pembiayaan melalui utang
Pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang menjadi IKU unit pengelola
utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN dan pengadaan Pinjaman Program.
Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya
yang berasal dari Pinjaman Program, tidak termasuk Pinjaman Proyek karena sifat
Pinjaman Program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya.
Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan
SBN/pengadaan Pinjaman Program dilakukan dengan menggunakan konsep gross
agar lebih mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan
pembiayaan APBN yang berasal dari utang.
Pencapaian IKU ini menuju capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target
(stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang
diharapkan.
a. Pemenuhan target pembiayaan melalui utang pada tahun 2009 ditargetkan
sebesar Rp175,12 triliun (100%) dengan capaian realisasi sebesar Rp173,12 triliun
(98.86%), yang terdiri dari:
1) Penarikan Pinjaman Program ditargetkan sebesar Rp30,32 triliun (ekuivalen
USD2.994 juta) dengan realisasi sebesar Rp28,57 triliun (ekuivalen USD2.944
juta). Jumlah realisasi tersebut merupakan jumlah keseluruhan kegiatan
pengelolaan Pinjaman Program di tahun 2009 berasal dari 10 perjanjian.
Sumber pinjaman berasal dari Bank Dunia sebesar USD1.544 juta, Asian
Development Bank (ADB) sebesar USD500 juta, Japan International
Cooperation Agency (JICA) sebesar USD600 juta, dan Pemerintah Perancis
sebesar USD300 juta.
Pada Pinjaman Program yang bersumber dari Bank Dunia, terjadi perubahan
target dari semula sebesar USD1.594 juta menjadi USD1.544 juta. Perubahan
target tersebut ditetapkan dalam Rapat Monitoring dan Evaluasi APBN-P 2009
tanggal 16 Oktober 2009.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 31
2) Pembiayaan melalui SBN ditargetkan secara neto sebesar Rp99,256 triliun
atau secara gross sebesar Rp144,548 triliun. Adapun realisasi penerbitan SBN
secara neto Rp99,256 triliun atau secara gross sebesar Rp144,558 triliun, yang
terdiri dari realisasi penerbitan SUN gross sebesar Rp128,007 triliun dan
realisasi penerbitan SBSN gross sebesar Rp16,550 triliun. Realisasi SBN neto
melampaui target yang ditetapkan karena pembukuan accrued interest sebesar
Rp185,8 miliar diperhitungkan sebagai bagian dari realisasi SBN neto.
Jumlah realisasi penerbitan SUN sebesar Rp128,007 triliun merupakan jumlah
keseluruhan kegiatan penerbitan SUN di tahun 2009 yang berasal dari:
a) Realisasi penerbitan SUN dalam mata uang rupiah sampai dengan 31
Desember 2009 adalah sebesar Rp88,236 triliun. Jumlah penerbitan
tersebut terdiri dari penerbitan Obligasi Negara (ON) sebesar Rp54,5 triliun,
penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebesar Rp24,7 triliun,
penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) seri ORI006 sebesar Rp8,54 triliun
dan penerbitan SUN melalui private placement sebesar Rp500 miliar.
b) Realisasi penerbitan SUN dalam mata uang asing denominasi USD sampai
dengan 31 Desember 2009 adalah sebesar Rp36,075 triliun (ekuivalen
USD3 miliar), sedangkan realisasi penerbitan SUN mata uang asing
denominasi Yen (Samurai Bond/Shibosai) adalah sebesar Rp3,695 triliun
(ekuivalen JPY35,00 miliar atau USD350 juta).
Jumlah realisasi penerbitan SBSN tahun 2009 sebesar Rp16,55 triliun, dengan
rincian sebagai berikut:
a) Penerbitan Sukuk Ritel dengan nilai nominal Rp5,56 triliun;
b) Penerbitan SBSN Valas sebesar Rp7,03 triliun (ekuivalen USD650);
c) Private placement SDHI dengan nilai nominal Rp2,69 triliun; dan
d) Penerbitan SBSN reguler (IFR) dengan cara lelang sebesar Rp 1,28 triliun.
Masih rendahnya realisasi penerbitan SBSN tahun 2009, yaitu hanya mencapai
Rp16,55 triliun, antara lain disebabkan karena terlambatnya persetujuan DPR
atas penggunaan BMN sebagai aset SBSN, sehingga mengakibatkan
penundaan program penerbitan yang sudah direncanakan. Selain itu, tingginya
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 32
ekspektasi imbal-hasil (yield) yang diinginkan oleh investor menyebabkan
pelaksanaan penerbitan tidak memberikan hasil yang optimal.
Dengan demikian, target pemenuhan pembiayaan APBN melalui utang di tahun
2009 relatif dapat terpenuhi.
b. Selama periode 2007-2008, pemenuhan target pembiayaan melalui utang dirinci
sebagai berikut:
1) Realisasi pemenuhan pembiayaan melalui utang di tahun 2008 sebesar
Rp156,35 triliun, dipenuhi melalui penerbitan SUN gross dalam mata uang
rupiah sebesar Rp82,23 triliun, penerbitan SUN gross dalam denominasi USD
sebesar Rp39,32 triliun (ekuivalen USD4,2 miliar), penerbitan SBSN gross
dalam mata uang rupiah Rp4,70 triliun dan melalui pengadaan Pinjaman
Program sebesar Rp30,10 triliun (ekuivalen USD2,77 miliar).
2) Realisasi pemenuhan pembiayaan melalui utang di tahun 2007 sebesar
Rp119,57 triliun, dipenuhi melalui penerbitan SUN gross dalam mata uang
rupiah sebesar Rp86,38 triliun, penerbitan SUN gross dalam denominasi USD
sebesar Rp13,58 triliun (ekuivalen USD1,5 miliar), dan melalui pengadaan
Pinjaman Program sebesar Rp19.61 triliun (ekuivalen USD2,11 miliar).
c. Beberapa tantangan dalam pemenuhan pembiayaan melalui utang, antara lain:
1) potensi pasar SBN domestik relatif masih terbatas, yang disebabkan karena
masih terbatasnya perkembangan industri pasar keuangan domestik;
2) penerbitan obligasi valas berpotensi meningkatkan risiko nilai tukar, akan
tetapi obligasi valas tetap dibutuhkan karena menjadi alternatif untuk
menghindari crowding out effect;
3) target penerbitan SBN yang terlalu besar dan tidak diimbangi dengan
pertumbuhan pasar domestik, dapat mendorong naiknya imbal hasil yang
diminta investor;
4) ketersediaan pinjaman lunak yang disediakan oleh pemberi pinjaman semakin
terbatas.
d. Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut,
antara lain:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 33
1) bekerjasama dengan lembaga terkait dalam mengupayakan pengembangan
pasar SBN domestik, memperluas basis investor SBN domestik, dan
mengembangkan instrumen SBN;
2) mengembangkan strategi pengelolaan risiko utang melalui instrumen derivatif
(hedging) dan penerapan konsep asset liability management dengan Bank
Indonesia (natural hedging);
3) meningkatkan koordinasi dengan lembaga-lembaga baik domestik dan
internasional dalam rangka mendapatkan sumber pembiayaan utang alternatif;
4) target pembiayaan APBN melalui SBN perlu ditetapkan secara realistis
dengan mempertimbangkan daya serap pasar dan pengelolaan portofolio dan
risiko utang;
5) meningkatkan fleksibilitas pembiayaan utang melalui penerapan konsep utang
neto.
e. Pencapaian sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal
dengan indikator pemenuhan target untuk pembiayaan APBN melalui utang
selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
2. Sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi dalam
rangka transparansi pengelolaan utang
IKU ini dimaksudkan untuk menyediakan informasi terkait pengelolaan utang
kepada publik secara transparan dalam rangka menjaga tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap pengelolaan utang yang transparan. Ketersediaan informasi
pengelolaan utang adalah jumlah publikasi atau diseminasi data dan informasi utang
kepada publik melalui berbagai media (cetak/elektronik) dalam satu tahun.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize),
dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan.
a. Indikator transparansi pengelolaan utang di tahun 2009 ditargetkan sebesar 380
set dengan realisasi sebesar 489 set.
1) Terkait dengan pengelolaan SUN, ketersediaan informasi dalam rangka
transparansi pengelolaan utang berupa pelaksanaan kegiatan press release
terkait dengan penerbitan SUN ditargetkan sebesar 32 frekuensi dengan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 34
realisasi sebesar 66 frekuensi. Kegiatan yang dilakukan melebihi target yang
telah direncanakan, karena terdapat tambahan press release seperti
penyediaan informasi terkait hasil pelaksanaan transaksi melalui metode
private placement dan transaksi SUN secara langsung yang sebelumnya tidak
dimasukkan dalam target. Kegiatan press release juga dilakukan dalam rangka
menginformasikan perkembangan rating (upgrade ratings) dari rating agency.
Dilakukan pula, kegiatan penyediaan bahan publikasi dan informasi pasar
SUN yang ditargetkan sebesar 12 frekuensi dengan realisasi sebesar 12
frekuensi.
Selain itu terdapat pula kegiatan publikasi dalam pengelolaan SUN. Tahun
2009, publikasi ditargetkan sebanyak 284 frekuensi terdiri dari publikasi
melalui website sebanyak 280 frekuensi dan publikasi peraturan 4 frekuensi.
Realisasi selama tahun 2009 sebanyak 373 frekuensi terdiri dari publikasi
website sebanyak 366 frekuensi dan publikasi peraturan 7 frekuensi.
Kegiatan publikasi dan informasi dalam rangka pengelolaan SUN berupa:
a) Penyusunan/penyediaan bahan publikasi untuk penyelenggaraan
sosialisasi dan pre-marketing Obligasi Negara Ritel (ORI).
b) Penyusunan/penyediaan bahan publikasi dalam rangka penyelenggaraan
konferensi pers terkait:
(1) hasil regular issuance maupun buyback/debtswitch;dan
(2) penerbitan ORI.
c) Publikasi dalam bentuk slide presentasi mengenai perkembangan SUN
dalam ”Government Debt Securities Management”, yang ditampilkan pada
Website DJPU secara mingguan.
d) Penyusunan bahan Recent Economic Development, Joint Publication
”External Debt Statistic of Indonesia”, dan Buku Saku Perkembangan Utang
Negara.
e) Publikasi melalui media elektronik misalnya penyelenggaraan talk show di
radio dalam rangka pre-marketing ORI;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 35
f) Publikasi berupa pencetakan brosur, standing banner, stiker, dan spanduk
dalam rangka sosialisasi SUN dan marketing ORI.
2) Terkait dengan pengelolaan SBSN, ketersediaan informasi dalam rangka
transparansi pengelolaan utang berupa kegiatan press release lelang SBSN,
seleksi Agen Penjual Sukuk Ritel, dan Konsultan Hukum yang ditargetkan
sebesar 11 frekuensi dengan realisasi sebesar 13 frekuensi.
3) Terkait dengan pengelolaan strategi dan portofolio utang ketersediaan
informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang berupa diseminasi
strategi pengelolaan utang yang dilakukan sebesar 1 frekuensi.
4) Terkait dengan pengelolaan evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang,
ketersediaan informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang berupa
laporan pengelolaan utang yang ditargetkan sebesar 36 laporan dengan
realisasi sebesar 36 laporan yang terdiri dari dua jenis laporan bulanan yaitu
Laporan Buku Saku dan Stock Transaction Report (24 laporan) dan tiga jenis
laporan triwulanan yaitu laporan Central Government Debt Statistical Table
(CGDST), Laporan Posisi Pinjaman Luar Negeri dan Laporan Perkembangan
Pinjaman Luar Negeri (12 laporan). Selain itu juga dilakukan publikasi
terhadap laporan keuangan pengelolaan utang.
b. Selama periode 2007-2008, penyediaan informasi kepada publik mengenai
pengelolaan utang antara lain berupa kegiatan penerbitan berita triwulan, press
release seperti informasi terkait hasil pelaksanaan transaksi baik melalui lelang,
penjualan SUN valas dan ORI, termasuk press release dalam rangka
menginformasikan perkembangan rating (upgrade ratings) dari lembaga
pemeringkat (rating agency) dan publikasi mengenai data statistik utang.
c. Tantangan yang dihadapi dalam penyajian informasi dalam rangka transparansi
pengelolaan utang antara lain:
1) Beragamnya kebutuhan informasi yang harus disediakan oleh pemerintah
disesuaikan dengan kebutuhan dari stakeholders pengelolaan utang.
2) Validitas data pinjaman sangat tergantung pada hasil rekonsiliasi antara
pengelola utang dan pengelola kas, serta konfirmasi dari pemberi pinjaman
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 36
yang bersangkutan. Hal ini mengakibatkan data yang up to date dan valid
belum dapat diperoleh secara tepat waktu.
d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
1) Penyediaan informasi kepada stakeholders dalam rangka transparansi
pengelolaan utang, tetap dilakukan secara berkala, tepat waktu, dan
berkesinambungan disertai pula dengan peningkatan kualitas penyajian dan
materi informasi;
2) Peningkatan koordinasi dengan pihak terkait, untuk selalu menyajikan
data/informasi kepada stakeholders secara up to date;
3) Melakukan rekonsiliasi data utang dengan pihak-pihak terkait secara regular,
baik eksternal Departemen Keuangan (Bank Indonesia dan pemberi pinjaman)
maupun internal Departemen Keuangan (DJPU, dan Ditjen PBN c.q. Dit PKN
dan KPPN) dalam upaya pengintegrasian data utang.
e. Pencapaian sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan
informasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang, selama periode 2007-
2009, dapat tercapai dengan baik.
3. Sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor terhadap
LK BA Pengelolaan Utang
Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang adalah opini audit yang diberikan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) terhadap Laporan Keuangan atas bagian
anggaran pengelolaan utang yang dikelola DJPU. Terdapat 4 jenis opini yang dapat
diberikan oleh BPK, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (WTP/unqualified opinion),
(ii) opini wajar dengan pengecualian (WDP/qualified opinion), (iii) opini tidak wajar
(adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of
opinion).
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan
atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian
yang diharapkan.
a. Realisasi opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang tahun 2009
adalah hasil audit Laporan Keuangan tahun 2008, yang dijelaskan sebagai berikut:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 37
Target untuk tahun 2009 berupa opini BPK atas LK BA pengelolaan utang tahun
2008, yaitu sebesar 100% (WTP) dengan realisasi sebesar 100% (WTP), dimana
LK BA pengelolaan utang Tahun 2008 yang terdiri dari Laporan Keuangan BA 061,
(Pembayaran Cicilan Bunga Utang), 096 (Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar
Negeri), dan 097 (Pembayaran Cicilan Pokok Dalam Negeri) mendapatkan opini
WTP dari BPK.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai opini WTP atas LK BA
Pengelolaan Utang adalah:
1) Melakukan perbaikan database utang melalui rekonsiliasi data posisi utang
dan data pembayaran utang dengan Bank Indonesia dan Ditjen
Perbendaharaan c.q. Dit. Pengelolaan Kas Negara;
2) Melakukan penyempurnaan aplikasi Sistem Akuntansi Utang Pemerintah
(SAUP) dan Sistem Akuntansi Hibah (SIKUBAH) yang diperlukan dalam
rangka menyusun laporan keuangan terkait pengelolaan utang dan hibah.
3) Menerapkan SAP dalam transaksi, pengolahan, dan penyusunan laporan
keuangan pengelolaan utang;
4) Melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan 40/PMK.05/2009 tentang
SIKUBAH;
5) Melakukan rekonsiliasi data hibah dengan Kementerian/Lembaga dan Kuasa
BUN;
6) Melakukan harmonisasi peraturan mengenai penggunaan dokumen sumber
pencatatan hibah.
b. Selama periode 2007-2008, opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan
Utang adalah sebagai berikut:
1) Realisasi opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang tahun
2008 adalah hasil audit Laporan Keuangan tahun 2007 yang terdiri dari
Laporan Keuangan :
a) Laporan Keuangan BA 061 (Pembayaran Cicilan Bunga Utang) dan 097
(Pembayaran Cicilan Pokok Dalam Negeri) yang mendapat opini WTP.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 38
b) Laporan Keuangan BA 096 (Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri)
yang mendapat opini Disclaimer.
2) Realisasi opini eksternal auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang tahun
2007 adalah hasil audit Laporan Keuangan tahun 2006 dan merupakan
laporan keuangan pertama yang disusun berdasarkan implementasi SAP dan
Sistem Akuntansi Keuangan, yang terdiri Laporan Keuangan BA 061
(Pembayaran Cicilan Bunga Utang), 096 (Pembayaran Cicilan Pokok Utang
Luar Negeri), dan 097 (Pembayaran Cicilan Pokok Dalam Negeri),
kesemuanya mendapat opini disclaimer
c. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator opini eksternal
auditor terhadap LK BA Pengelolaan Utang antara lain:
Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat terkait dengan pengelolaan utang dalam 5 tahun ke depan diharapkan dapat
dipertahankan pada level tertinggi yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
sedangkan untuk pengelolaan hibah diupayakan ditingkatkan dalam tahun pertama
mendapat opini Wajar Dengan Pengeculian (WDP) dan untuk tahun-tahun
selanjutnya akan mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Walaupun telah mendapatkan opini WTP dari BPK atas LKPP terkait pengelolaan
utang, masih terdapat permasalahan sebagai berikut:
1) Aplikasi Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP) yang belum sempurna;
2) Perbedaan ketentuan pengakuan utang yang berasal dari pinjaman luar
negeri;
3) Rekonsiliasi pinjaman luar negeri masih belum didukung oleh sistem aplikasi.
d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
1) Penyempurnaan Aplikasi Sistem Akuntansi Utang dan Hibah;
2) Harmonisasi ketentuan/kebijakan terkait pengelolaan utang dan hibah;
3) Opini BPK atas LKPP Pengelolaan hibah: Pada tahun 2008, Opini BPK atas
LKPP Pengelolaan hibah adalah opini yang pertama kali dilaporkan dan
memperoleh opini Disclaimer (Tidak Menyatakan Pendapat). Terkait dengan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 39
hal tersebut, pemerintah telah menerbitkan PMK No.40/PMK.05/2009 tentang
Sistem Akuntansi Hibah pada tanggal 27 Februari 2009.
4) Sosialisasi ketentuan terkait pengelolaan hibah kepada kementerian/lembaga
maupun pemerintah daerah.
e. Pencapaian sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor
terhadap LK BA Pengelolaan Utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai
dengan baik.
4. Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu, tepat
jumlah, dan tepat sasaran.
IKU ini dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kredibilitas pengelolaan
utang melalui pembayaran kewajiban pokok utang, bunga, dan biaya utang secara
tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga dapat menghindari kerugian
negara. Kegiatan penyelesaian pembayaran kewajiban utang meliputi penyelesaian
pembayaran pokok, bunga dan biaya atas pinjaman luar negeri dan Surat Berharga
Negara (Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara).
Pencapaian IKU ini diharapkan berada dalam suatu rentang target tertentu
(stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang
diharapkan.
Perkembangan realisasi pembayaran utang antara Tahun Anggaran 2005 sampai
dengan Tahun Anggaran 2009 sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini.
Tabel 3 Realiasi Pembayaran Utang antara TA 2005 - 2009
(dalam triliun rupiah)
No. Jenis Pengeluaran TA 2005 TA 2006 TA 2007 TA 2008 TA 2009*)
1 Pokok dan buyback SBN
24,456 25,060 59,686 46,779 49,067
2 Cicilan pokok utang luar negeri
37,112 52,681 57,923 63,469 68,031
3 Bunga utang dalam negeri
42,600 54,908 57.727 58,925 62,699
4 Bunga utang luar negeri
22,600 24,174 20,910 28,09 30,114
J u m l a h 126,768 156,824 196,246 197,782 209,911
Ket : *) unaudited
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 40
a. Pada tahun 2009 pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat
sasaran, dilaksanakan dengan realisasi sebesar 99,99999998% atau terdapat
denda sebesar 0.000000019%.
Pada tahun tersebut terdapat denda atas keterlambatan pembayaran biaya
pinjaman luar negeri kepada Uni Credit Bank Austria. Hal ini disebabkan karena
tagihan pembayaran yang seharusnya jatuh tempo pada tanggal 31 Maret 2009
diterima pada tanggal 13 April 2009 yang kemudian diterbitkan Surat Permintaan
Pembayaran (SPM) pada tanggal 15 April 2009. Denda sebesar EUR2,8 ekuivalen
Rp40.023,00 (0.000000019%) dari total pembayaran pokok, bunga dan biaya
lainnya sebesar Rp209.930.928.008.810.
Realisasi pembayaran utang dilaksanakan melalui kegiatan:
1) pembayaran pokok dan pembelian kembali SUN sebesar
Rp49.066.788.007.901;
2) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp68.031.113.857.047;
3) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp74.283.245.489.644;
4) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp18.529.451.626.635.
b. Selama periode 2007-2008, indikator pembayaran utang secara tepat waktu, tepat
jumlah dan tepat sasaran dijelaskan sebagai berikut:
1) Pada tahun 2008 pembayaran utang secara tepat waktu, tepat jumlah dan
tepat sasaran. Realisasi pembayaran utang dilaksanakan melalui kegiatan:
a) pembayaran pokok dan pembelian kembali SUN sebesar
Rp46.779.041.977.082;
b) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar
Rp63.469.341.575.482;
c) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp58.925.182.165.257;
d) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp28.608.634.396.865.
2) Pada tahun 2007 pembayaran utang telah dilakukan secara tepat waktu, tepat
jumlah dan tepat sasaran. Realisasi pembayaran utang dilaksanakan melalui
kegiatan:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 41
a) pembayaran pokok dan pembelian kembali SUN sebesar
Rp59.686.063.547.598
b) pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebesar
Rp57.922.520.692.823;
c) pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp57.727.428.456.134;
d) pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp20.909.624.785.967.
c. Beberapa tantangan dalam pembayaran kewajiban utang secara tepat waktu, tepat
jumlah, dan tepat sasaran, antara lain:
1) Terdapat tagihan (Notice of Payment/NOP) dari pemberi pinjaman yang belum
diterima hingga mendekati tanggal tempo pinjaman yang bersangkutan.
2) Terdapat data penarikan (Notice of Disbursement) pinjaman luar negeri dari
pemberi pinjaman yang diterima tidak tepat waktu, sehingga berpengaruh
terhadap data outstanding pinjaman luar negeri
3) Masalah dokumentasi copy Loan Agreement dan Grant Agreement dan filing
system yang masih dalam proses penataan
d. Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut,
antara lain:
1) Menerbitkan NOP Pengganti untuk tagihan yang telah mendekati jatuh tempo
tetapi masih belum diterima.
2) Mengembangkan sistem informasi alat kendali SPM untuk memonitor proses
pelaksanaan pembayaran utang.
3) Penatausahaan pinjaman yang tepat waktu
Penatausahaan pinjaman yang dilakukan meliputi pengadministrasian
dokumen perjanjian, dokumen penarikan, penerbitan nomor registrasi dan
pengarsipan dokumen terkait pinjaman secara tepat waktu.
4) Verifikasi dokumen tagihan secara tepat waktu;
Verifikasi dokumen tagihan atau Notice of Payment (NoP) dilakukan terhadap
seluruh dokumen tagihan pembayaran kewajiban utang dan dokumen lainnya
terkait lainnya untuk menjamin pelaksanaan pembayaran kewajiban utang
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 42
secara tepat waktu, tepat jumlah dan tepat sasaran, serta untuk menghindari
terjadinya kerugian negara. Keberhasilan verifikasi dokumen tagihan dilakukan
dengan mengukur persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat
waktu.
5) Melakukan komunikasi dengan pemberi pinjaman terkait tagihan-tagihan yang
belum diterima.
6) Melakukan rekonsiliasi data pembayaran utang dengan Ditjen
Perbendaharaan dan Bank Indonesia, rekonsiliasi posisi utang dengan
pemberi pinjaman dan Bank Indonesia untuk meningkatkan validitas data
utang.
7) Melakukan penataan dokumentasi/kearsipan atas copy Loan Agreement dan
Grant Agreement telah dilakukan melalui penataan arsip dokumen Loan
Agreement dan Grant Agreement yang meliputi 4.564 copy dokumen, yang
terdiri dari : 256 active loan, 1.774 fully disbursed, 2.488 fully paid, 46
cancelled loan dan 953 grant agreement.
8) Melakukan modernisasi filing system, yaitu dengan melakukan pengalih-
mediaan dokumen tersebut kedalam bentuk digital dan pengembangan
aplikasi e-document yang berbasis web, yang telah dilakukan terhadap 2.054
loan agreement dan 636 grant agreement, serta telah di-upload ke aplikasi e-
document.
e. Pencapaian Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat
waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, selama periode 2007-2009, dapat tercapai
dengan baik.
5. Sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif dengan
indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru
IKU ini dimaksudkan untuk meningkatkan fleksibilitas Pemerintah dalam
pembiayaan fiskal sehingga dapat meningkatkan kapasitas sumber pembiayaan dan
mengurangi ketergantungan pembiayaan dari instrumen pembiayaan tertentu.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize),
dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 43
a. Pada tahun 2009 efektifitas instrumen pembiayaan baru ditargetkan sebesar 100%
(Rp14,1 triliun) dengan realisasi 139.91% (Rp19,295 triliun). Realisasi tersebut
terdiri:
1) Instrumen SUN baru yang diterbitkan sampai dengan akhir tahun 2009
sebesar 100% (Rp4,195 triliun), yang terdiri dari SUN yang diterbitkan dengan
cara private placement yaitu SPN dengan seri SPNNT20090430 pada bulan
Februari 2009 untuk Pemda DKI Jakarta sebesar Rp500 M, serta Samurai
Bond yang diterbitkan pada bulan Juli 2009 sebesar ¥35 M (ekuivalen Rp3,695
T dengan kurs Rp105,58/¥);
2) Instrumen SBSN baru sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar 151%
(Rp15,1 triliun), terdiri dari penerbitan SBSN dengan instrumen baru pada
triwulan I tahun 2009 sebesar Rp5,5 triliun berupa Sukuk Ritel, serta pada
triwulan II tahun 2009 sebesar Rp9,6 triliun berupa SBSN Valas Rp7 triliun,
SBSN SDHI-A Rp1,5 triliun, SDHI-B Rp850 miliar, dan SDHI-C Rp336 miliar.
b. Selama periode 2007-2008, dilaksanakan pengembangan dan penerbitan
instrumen pembiayaan baru, yaitu:
1) Pada tahun 2008, Instrumen SBN baru yang diterbitkan SBSN melalui metode
bookbuilding menggunakan struktur ijarah sale and lease back seri IFR0001
dan IFR0002 dengan total nominal penerbitan sebesar Rp4,78 triliun.
Selain itu juga telah dikembangkan instrumen utang baru, yaitu:
a) Sukuk Ritel, SBSN Valas, dan SBSN SDHI;
b) SUN valas di luar mata uang dollar US, seperti Samurai Bond, proses
penerbitan Samurai Bond relatif berbeda dengan penerbitan SUN valas
yang denominasi dollar yang selama ini telah dilakukan terutama karena
Samurai Bond tersebut memiliki garansi dari Japan Bank for International
Cooperation (JBIC) dan diterbitkan melalui private placement.
2) Pada tahun 2007, Instrumen SBN baru yang diterbitkan yaitu:
a) SPN sebesar Rp4,168 triliun dari 3 kali penerbitan.
b) Zero Coupon Bond sebanyak 3 seri zero coupon bond, dengan total
outstanding sebesar Rp10,50 triliun.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 44
Selain melaksanakan penerbitan instrumen pembiayaan baru tersebut, pada
tahun 2007 Pemerintah juga melakukan kajian mengenai instrumen SUKUK
atau ON berbasis syariah
c. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator efektifitas
instrumen pembiayaan baru antara lain:
1) Pengembangan Instrumen Pembiayaan Surat Negara
Pengembangan instrumen baru jenis Surat Utang Negara di periode 2010-
2014 masih dalam proses pengkajian untuk dilakukan pengembangan lebih
lanjut.
2) Pengembangan Instrumen Pembiayaan Syariah
Pengembangan instrumen baru dan metode penerbitan SBSN terus dilakukan
untuk meningkatkan efektivitas dan fleksibilitas Pemerintah dalam melakukan
penerbitan SBSN. Keberhasilan portofolio SBSN yang optimal dan efektif
melalui persentase pemenuhan struktur portofolio SBSN sesuai dengan
strategi, persentase pencapaian target effective cost, serta persentase
ketersediaan underlying asset sesuai target.
d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
1) Melanjutkan pengembangan instrumen SUN dengan membuka peluang
penerbitan instrumen baru sesuai kebutuhan investor dengan
mempertimbangkan faktor risiko dan biaya yang dihadapi Pemerintah dan
melakukan kajian, evaluasi dan/atau inovasi atas instrumen SUN yang sudah
ada;
2) Sedangkan instrumen baru SBSN untuk pembiayaan proyek (project financing)
dengan akad istishna’ atau musyarakah sampai dengan saat ini masih dalam
proses finalisasi desain instrumen, penerbitan fatwa MUI serta penyusunan
Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pembiayaan
Proyek/Kegiatan APBN Melalui Penerbitan SBSN.
e. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang
efektif dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru, selama periode
2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, dalam rangka
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 45
memperdalam pasar SBN, setiap tahun akan selalu dilakukan kajian terhadap
kemungkinan pengembangan maupun penerbitan instrumen baru untuk
memperluas pasar SBN, dan apabila memungkinkan, instrumen baru tersebut
akan diterbitkan.
6. Sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan indikator:
a. Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang
Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menggambarkan
beban utang yang harus ditanggung pemerintah dalam bentuk pembayaran beban
bunga, biaya, dan imbal hasil dalam tahun berjalan dibandingkan dengan rata-rata
outstanding utang pada tahun tersebut. IKU ini merupakan salah satu alat untuk
mengukur efisiensi beban bunga yang harus ditanggung oleh Pemerintah dalam
memenuhi target pembiayaan utang dalam satu tahun anggaran. Efisiensi
dilakukan agar realisasi pembayaran bunga utang lebih rendah dari alokasi bunga
utang yang ditetapkan dalam APBN, dengan tetap mempertimbangkan risiko dan
pemenuhan target pembiayaan melalui utang. Hal ini berdampak pada rasio beban
bunga terhadap rata-rata outstanding utang yang semakin rendah dan
menunjukkan bahwa pengelolaan utang pada tahun anggaran tersebut telah
efisien.
Penurunan beban utang dapat dilakukan antara lain melalui pemilihan
jenis/instrumen utang baru dan restrukturisasi utang yang telah ada. Pemilihan
jenis/instrumen utang baru antara lain dengan meminimalkan penerbitan SBN
dengan diskon dan/atau bunga yang tinggi, serta mengutamakan pengadaan
pinjaman luar negeri baru yang bersifat lunak. Sedangkan restrukturisasi dilakukan
melalui program debtswitch/buyback SBN dan restrukturisasi jenis bunga pinjaman
luar negeri.
Perkembangan target dan realisasi rasio beban bunga terhadap rata-rata
outstanding utang periode 2005-2009 adalah sebagai berikut:
1) Pada tahun 2009 rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang
ditargetkan sebesar 6,59% dengan realisasi sebesar 5,75%.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 46
Target beban bunga utang pada tahun 2009 adalah sebesar Rp110,6 triliun
dengan realisasi sebesar Rp92,7 triliun. Perkiraaan rata-rata posisi utang pada
tahun 2009 adalah sebesar Rp1.679,4 triliun dengan realisasi sebesar
Rp1.613,4 triliun.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target
(minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian
yang diharapkan. Pencapaian realisasi rasio yang lebih rendah dari target di
tahun 2009 terutama disebabkan karena adanya penghematan beban bunga
akibat:
a) kebijakan front loading yang market adaptive dilakukan untuk mengurangi
tekanan di pasar domestik, sehingga pada semester kedua pemerintah
memiliki keleluasaan dalam memilih instrumen untuk mendapatkan biaya
utang yang relatif rendah;
b) biaya yang dikeluarkan untuk debt switching lebih rendah dari target;
c) restrukturisasi pinjaman luar negeri; dan
d) penguatan nilai tukar rupiah dan penurunan tingkat bunga acuan untuk
pinjaman luar negeri dan SBN Variable Rate.
2) Pada periode 2007–2008, perkembangan realisasi rasio beban bunga
terhadap rata-rata outstanding utang menunjukkan indikator yang semakin
baik, dalam artian cenderung menurun. Perkembangan rasio beban bunga
terhadap rata-rata outstanding utang selama periode 2007–2009 dapat dilihat
pada tabel 4.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 47
Tabel 4 Rasio Beban Bunga Terhadap Rata-rata Outstanding Utang, 2007-2009
Target
APBN-P LKPP
Target
APBN-P LKPP
Target
APBN-P LKPP
Target
APBN-P LKPP
Target
IKU Realisasi
1 Pembayaran Bunga Utang 61.0 65.2 82.5 79.1 83.6 79.6 94.8 87.5 110.6 92.7
2 Rata-rata Outstanding Utang 1,308.1 1,306.4 1,323.5 1,307.7 1,325.2 1,345.8 1,441.7 1,513.1 1,679.4 1,613.4
3 Rasio 4.66% 4.99% 6.23% 6.05% 6.31% 5.91% 6.57% 5.78% 6.59% 5.75%
Kurs tengah BI akhir tahun (Rp/US$1) 9,830 9,020 9,419 10,950 9,400
2009
UraianNo
triliun rupiah
2005 2006 2007 2008
Pada periode 2007–2008, penurunan rasio beban utang terhadap rata-rata
outstanding utang disebabkan karena peningkatan beban utang yang relatif
lebih rendah dibandingkan peningkatan rata-rata outstanding utang.
3) Beberapa tantangan dalam penurunan Rasio beban bunga terhadap rata-rata
outstanding utang, antara lain:
a) Kondisi pasar keuangan yang dinamis sehingga mempengaruhi antara
lain:
(1) Fluktuasi yield SBN yang berdampak pada pembayaran bunga SBN
baru yang diterbitkan;
(2) Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama
mata uang yen dan US dollar yang sangat volatile. Pergerakan nilai
tukar berdampak signifikan, baik pada pembayaran bunga utang
valas maupun outstanding utang valas.
(3) Perubahan risk appetite investor yang berpengaruh pada pemilihan
jenis instrumen SBN yang diterbitkan. Pemilihan jenis instrumen yang
diterbitkan berdampak pada pembayaran bunga utang dan komposisi
outstanding utang.
b) Realisasi penarikan Pinjaman Proyek tidak ditentukan oleh Kementerian
Keuangan, tetapi ditentukan oleh pelaksana kegiatan yaitu
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 48
Kementerian/Lembaga. Besaran realisasi penarikan Pinjaman Proyek
berdampak pada pembayaran bunga dan posisi outstanding pinjaman.
4) Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut,
antara lain:
a) Mengakomodasi perkiraan fluktuasi dan pergerakan nilai tukar dan
yield/tingkat bunga dalam perhitungan pembayaran bunga utang.
b) Meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait dalam penerapan readiness
criteria dan penyusunan proyeksi penarikan Pinjaman Proyek.
5) Indikator Kinerja Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang,
selama periode 2007-2009, dapat tercapai sesuai dengan target yang
ditetapkan.
b. Pencapaian target effective cost
Effective cost merefleksikan biaya riil yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah
dalam menerbitkan/menarik utang. IKU ini bertujuan supaya Pemerintah dalam
menerbitkan/menarik utang dengan biaya utang yang wajar sesuai target yang
ditetapkan.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target
(minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang
diharapkan. Pencapaian target effective cost berarti kombinasi tingkat biaya utang
yang diterbitkan dalam satu tahun sama dengan atau di bawah target effective cost
yang ditetapkan
1) Pada tahun 2009, indikator effective cost ditargetkan sebesar 100% dengan
realisasi sebesar 80,80%.
Pencapaian effective cost yang lebih rendah dari target di tahun 2009
disebabkan karena beberapa faktor sebagai berikut yaitu, membaiknya kondisi
perekonomian, strategi penerbitan yang digunakan, dan pemilihan instrumen
utang yang diterbitkan telah memberi dampak menekan biaya utang (cost of
fund) utang secara keseluruhan, sehingga berada di bawah target batas
maksimum yang ditetapkan.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 49
Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) perumusan rencana portofolio utang yang efektif untuk membiayai
kebutuhan pembiayaan tahunan; dan
b) penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman secara selektif.
2) Pada periode 2007–2008, perkembangan effective cost dijelaskan sebagai
berikut:
Target Indikator kinerja effective cost pengelolaan utang dapat tercapai,
disebabkan oleh turunnya tingkat bunga, yang memberi dampak terhadap
menurunnya suku bunga pinjaman luar negeri.
3) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator
pencapaian target effective cost.
Effective cost merupakan cerminan dari biaya utang. Pemerintah berupaya
mendapatkan tingkat biaya utang yang wajar dengan tidak melebihi target
yang telah ditetapkan serta memperhatikan kondisi pasar keuangan.
4) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
a) Penerbitan SBN secara selektif dengan mengoptimalkan potensi sumber
pembiayaan domestik melalui penerbitan SBN Rupiah.
b) Pengadaan pinjaman luar negeri dilakukan sepanjang untuk memenuhi
kebutuhan prioritas, memberikan terms & conditions yang wajar
(favourable) bagi Pemerintah dan tanpa agenda politik dari kreditor;
5) Indikator Kinerja pencapaian target effective cost, selama periode 2007-2009,
dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan.
c. Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan
Struktur portofolio utang yang optimal merefleksikan komposisi instrumen
utang yang memiliki tingkat risiko yang terkendali.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan
atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah
capaian yang diharapkan.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 50
1) Pada tahun 2009, indikator terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai
dengan strategi yang ditetapkan ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi
sebesar 87,40%.
Struktur portofolio utang relatif mendekati target strategi yang telah ditetapkan,
dimana pencapaian struktur tersebut melalui penerbitan utang baru serta
transaksi pasar sekunder seperti buyback & debt switch. Hal ini disebabkan:
a) Penerbitan Shibosai sebesar JPY35 miliar yang lebih kecil dari rencana
sebesar JPY100 miliar.
b) Penguatan kurs rupiah terhadap valuta asing.
c) Tidak banyaknya permintaan atas floating debt di tengah situasi penurunan
suku bunga.
d) Rendahnya permintaan akan short term debt pada kondisi tingkat bunga
yang rendah
Secara keseluruhan risiko portofolio utang lebih rendah dari yang ditargetkan
dengan tanpa meningkatkan biaya utang secara signifikan.
Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan:
a) Restrukturisasi utang melalui pembelian kembali sebelum jatuh tempo
(buyback), dan;
b) Pengurangan Utang melalui Skema debt switching/debt swap;
2) Pada periode 2007–2008, perkembangan struktur portofolio utang dijelaskan
sebagai berikut:
Dalam rangka pengelolaan portofolio, pemerintah telah melakukan Debt
Switching melalui mekanisme pasar untuk pertama kalinya dilakukan pada
tahun 2005 yaitu dengan menukar SBN yang mempunyai jatuh tempo jangka
pendek dengan SBN dengan jatuh tempo yang lebih panjang. Switching
dilakukan dalam rangka mengurangi risiko pembiayaan kembali terutama
untuk jangka pendek, sampai dengan tiga tahun ke depan. Dalam melakukan
switching, pemerintah akan mempertimbangkan kondisi pasar dan minat
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 51
pelaku pasar untuk berpartisipasi. Hal ini dimaksudkan agar tujuan switching
dapat dicapai dan dilakukan pada biaya yang wajar.
Buyback dilakukan oleh pemerintah untuk beberapa tujuan diantaranya
mengurangi refinancing risk dengan mengurangi outstanding dari SBN yang
jatuh tempo pendek (1-2 tahun) dan menjaga stabilitas pasar ketika pasar
surat utang mengalami kelesuan. Sejak tahun 2004, jumlah pembelian kembali
yang pernah dilakukan mencapai Rp12,354 triliun. Masih rendahnya
pembelian kembali yang dilakukan karena keterbatasan sumber dana tunai
pemerintah untuk operasi tersebut. Secara ideal, dalam konsep utang neto,
seharusnya pemerintah dapat melakukan buyback terutama untuk stabilitas
pasar dengan cara menerbitkan jumlah yang cukup besar ketika pasar cukup
tinggi, dan melakukan stabilitas pasar ketika terdapat kecenderungan kelesuan
pasar. Baik debt switching maupun buyback bertujuan untuk pengembangan
pasar dan peningkatan likuiditas yang dilakukan dengan menerbitkan obligasi
yang dapat menjadi benchmark dan aktif ditransaksikan (on the run) dengan
obligasi yang tidak aktif (off the run).
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 52
Tabel 5
Tabel 6 Pengurangan Utang melalui Skema Debt Swap
Title1 2 3
Debt Swap I Learning Resources Centres EUR 12.8 EUR 25.6 EUR 25.6
Debt Swap II Junior Education in Eastern Region of Indonesia EUR 11.5 EUR 23.0 EUR 0.0
Debt Swap IIIa Financial Assistance for Environmental
Investements of Micro and Small Enterprises
EUR 6.3 EUR 12.5 EUR 0.0
Debt Swap IIIb Strengthening the Development of National Parks
in Fragile Ecosystem
EUR 12.5 EUR 25.0 EUR 0.0
Debt Swap IV School Recontruction & Rehabilitation in
Earthquake Area in Yogyakarta and Central Java
EUR 10.0 EUR 20.0 EUR 0.0
Debt Swap V Debt2Health EUR 25.0 EUR 50.0 EUR 10.0
EUR 5.7 EUR 5.7 EUR 3.9
USD 24.2 USD 24.2 USD 16.6
USA Debt Development Swap Tropical Forest Conservation Act/TFCA USD 20.0 USD 22.0 USD 0.0
EUR 161.8 EUR 39.5
USD 46.2 USD 16.6
5 6
TOTAL
Germany
Italy Debt Swap I Housing and Setlement
4
Country Debt SwapProject
Amount Realization
Cancelation
Commitment
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 53
Pemerintah melakukan Debt Swap dengan berbagai negara sehingga
memperoleh pengurangan utang sebesar EUR 161.80 juta dan USD 46.20 juta.
3) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator
terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang ditetapkan
antara lain:
Dalam mengelola utang Pemerintah, diperlukan upaya untuk mengurangi biaya
yang cenderung meningkat dan memitigasi risiko yang cukup tinggi. Salah satu
upaya yang dilakukan oleh Pemerintah adalah melakukan penerapan lindung
nilai (hedging) dalam rangka meningkatkan kepastian besarnya pembayaran
kewajiban utang dan mewujudkan struktur portofolio utang yang optimal.
Dalam perspektif pengelolaan risiko secara luas, penerapan hedging dapat
dilakukan melalui natural hedging dan melalui pemanfaatan instrumen derivatif
yang tersedia di pasar keuangan.
Sampai dengan akhir tahun 2009, hedging yang telah dilakukan adalah natural
hedging, yaitu dengan:
a) Menerbitkan surat berharga valuta asing atau melakukan pinjaman luar
negeri tunai (pinjaman program) dalam mata uang yang sesuai dengan
mata uang yang digunakan untuk membayar kewajiban;
b) Melakukan restrukturisasi pinjaman terutama dengan menyederhanakan
nilai tukar referensi (untuk utang dalam currency SDR) agar risiko nilai
tukar lebih mudah diperhitungkan;
c) Melakukan transaksi debt switch dan cash buyback untuk mengendalikan
risiko refinancing dengan mengurangi tekanan fiskal pada tahun-tahun
tertentu.
Sedangkan penggunaan instrumen derivatif dalam rangka hedging belum
dilaksanakan, terutama karena masih belum tersedianya peraturan perundang-
undangan yang mendukung pelaksanaan transaksi instrumen derivatif.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 54
4) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
Dalam periode tahun 2004-2009 telah dilakukan beberapa kegiatan dalam
rangka persiapan implementasi hedging dengan menggunakan instrumen
derivatif yaitu:
a) Melakukan kajian terhadap aspek infrastruktur. Dari hasil kajian ini
teridentifikasi beberapa kondisi yang perlu dipenuhi/ dipersiapkan sebelum
Pemerintah mengimplementasikan transaksi tersebut, diantaranya adalah :
i. Landasan legal dari transaksi dalam rangka menjaga governance
dari perspektif kebijakan. Sampai saat ini aturan perundangan yang
secara ekplisit memberikan kewenangan pada Menteri Keuangan
untuk melakukan pengelolaan utang adalah Pasal 7 ayat (2) huruf l
Undang-undang Nomor 1 tahun 2004. Namun operasional
pengelolaan utang (termasuk pengelolaan portofolio dan risiko) dan
jenis instrumen kebijakan yang dapat digunakan tidak secara
eksplisit tersirat dalam peraturan tersebut;
ii. Guidelines yang menjadi alat untuk menjaga governance dari
perspektif operasional pelaksanaan pengelolaan lindung nilai melalui
instrumen derivatif. Aspek governance diperlukan karena
berdasarkan masukan dari pelaku pasar maupun perusahaan yang
telah menggunakan instrumen derivatif dalam lindung nilai, transaksi
hedging dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan/ motivasi yang
bisa saling bertolak belakang, yaitu antara spekulasi dan proteksi;
b) Melakukan penyusunan draft peraturan sebagai landasan hukum
penggunaan instrumen derivatif;
c) Melakukan persiapan dalam hal-hal berikut:
i. Formulasi tujuan dan rekomendasi terkait dengan instrumen kontrak
yang dapat dilakukan (apakah swap, forward atau option) untuk
tujuan yang telah ditentukan;
ii. Bisnis proses yang dibutuhkan meliputi formulasi kebijakan,
rekomendasi transaksi, approval transaksi, pricing metodologi,
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 55
analisis pricing, eksekusi, dan monitoring transaksi serta setelmen
transaksi termasuk didalamnya level of authority;
iii. Pemilihan dan penunjukkan counterparty hedging, termasuk
memahami kapasitas dan posisi masing-masing pelaku;
iv. Perlakuan akuntansi dan penganggaran, termasuk perlakuan belanja
yang diperlukan dalam transaksi hedging seperti pembayaran premi
pada transaksi option dan mekanisme netting (cash inflow dan cash
outflow) pada transaksi swap dan forward.
5) Indikator Kinerja terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi
yang ditetapkan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai sesuai dengan
target yang ditetapkan.
d. Pencapaian sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan tiga indikator
yaitu rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, pencapaian target
effective cost, dan Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi
yang ditetapkan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
7. Sasaran strategis melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan dengan
indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan.
Tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan merupakan alat ukur tingkat
penyelesaian pembayaran kewajiban utang pemerintah berdasarkan tagihan dari
kreditor dan investor terhadap seluruh pembayaran kewajiban utang.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan
atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian
yang diharapkan.
a. Pada tahun 2009, indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan
ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 99,41%. Pencapaian yang
lebih rendah dari target disebabkan karena dari 3.712 SPM yang diterbitkan
sampai dengan Q4, terdapat 22 SPM diterbitkan berdasarkan NOP Pengganti.
Realisasi penerbitan SPM berdasarkan Notice of Payment (NOP) Pengganti
disebabkan surat permintaan NOP I dan II (Reminder I dan II) yang dikirimkan
kepada kreditor tidak mendapat respon. Sedangkan NOP yang diperlukan sebagai
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 56
dasar penerbitan SPM harus diterima 10 hari sebelum tanggal jatuh tempo belum
diterima, sehingga perlu diterbitkan NOP Pengganti.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung tercapainya sasaran
pelaksanaan pembayaran sesuai tagihan, sebagai berikut:
1) memperbaiki database utang untuk menyakini validitas data;
2) memperketat kontrol jadual pembayaran;
3) melakukan komunikasi baik melalui surat atau email kepada kreditor sedini
mungkin;
4) melakukan rekonsiliasi data posisi utang dengan Bank Indonesia dan kreditor;
5) melakukan rekonsiliasi data pembayaran dengan DJPB dan Bank Indonesia;
6) melakukan pengiriman surat permintaan tagihan (reminder I dan reminder II)
kepada kreditor terhadap tagihan-tagihan yang telah mendekati tanggal jatuh
tempo.
b. Perkembangan pelaksanaan pembayaran utang sesuai tagihan tahun 2007 sampai
dengan 2008, sebagai berikut:
1) Tahun 2008 jumlah SPM yang diterbitkan sebanyak 3.603 SPM dengan 29
SPM diterbitkan berdasarkan NoP Pengganti. Sehingga realisasi tingkat
ketepatan pembayaran berdasarkan tagihan pada tahun 2008 sebesar
99,20%.
2) Tahun 2007 jumlah SPM yang diterbitkan sebanyak 3.252 SPM yang
diterbitkan berdasarkan tagihan yang diterima dan telah diverifikasi. Pada
tahun ini belum ada mekanisme penerbitan NoP Pengganti atas tagihan-
tagihan yang telah mendekati tanggal jatuh tempo. Upaya yang telah dilakukan
dalam mengantisipasi terhadap tagihan-tagihan yang belum diterima tersebut
dengan melakukan komunikasi melalui surat atau email kepada lender dan
melakukan update data skedul pembayaran.
c. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tingkat
ketepatan pembayaran sesuai tagihan antara lain:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 57
1) Ketepatan pembayaran kewajiban utang dilaksanakan dengan mengacu antara
lain: ketentuan pada Loan Agreement, Terms and conditions, tagihan atau
Notice of Payment (NoP) dan dokumen penarikan atau Notice of Disbursement
(NoD).
2) Koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait, seperti DJPB, Bank
Indonesia, maupun lender dan donor dalam rangka peningkatan akurasi data
utang dan hibah.
d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
Untuk mencapai sasaran strategis tersebut dilaksanakan beberapa upaya, yaitu :
1) Melakukan penataan dokumentasi/kearsipan atas copy Loan Agreement dan
Grant Agreement telah dilakukan melalui penataan arsip dokumen Loan
Agreement dan Grant Agreement yang meliputi 4.564 copy dokumen, yang
terdiri dari : 256 active loan, 1.774 fully disbursed, 2.488 fully paid, 46 cancelled
loan dan 953 grant agreement.
2) Melakukan modernisasi filing system, yaitu dengan melakukan pengalih-
mediaan dokumen tersebut kedalam bentuk digital dan pengembangan aplikasi
e-document yang berbasis web, yang telah dilakukan terhadap 2.054 loan
agreement dan 636 grant agreement, serta telah di-upload ke aplikasi e-
document.
3) Penyediaan data outstanding utang yang akurat
Data utang mengandung informasi tentang data posisi utang (debt outstanding
position) dari masing-masing kreditor. Untuk meningkatkan akurasi data utang
maka dilakukan rekonsiliasi data utang melalui pengiriman konfirmasi data
utang ke masing-masing kreditor secara periodik. Data utang yang akurat
diukur melalui persentase konfirmasi data outstanding utang kepada lender.
4) Koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait, seperti Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Bank Indonesia, maupun lender dan donor dalam rangka
peningkatan akurasi data utang.
5) Melakukan updating database utang atas hasil rekonsiliasi data posisi utang
dan data pembayaran utang.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 58
e. Pencapaian sasaran strategis melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan
dengan indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan, selama periode
2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
8. Sasaran strategis membina hubungan dengan kreditor dan investor, dengan
indikator:
a. Peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi
pengelolaan utang
Peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi
pengelolaan utang adalah jumlah masyarakat dan pelaku ekonomi yang mengikuti
sosialisasi, investor gathering, dealer meeting tentang pengelolaan utang
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target
(maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang
diharapkan.
1) Pada tahun 2009 peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi
akan fungsi pengelolaan utang ditargetkan sebesar 50 frekuensi dengan
realisasi sebesar 59 frekuensi.
a) Berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan pinjaman, kegiatan
peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi
pengelolaan utang berupa sosialisasi kepada stakeholders mengenai PMK
No. 40 tahun 2008 tentang Sistem Akuntansi Hibah dan informasi umum
mengenai pinjaman.
b) Berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan SUN, kegiatan peningkatan
pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan
utang meliputi :
1). Pelaksanaan sosialisasi SUN dari yang ditargetkan sebanyak 7
frekuensi telah dicapai sebanyak 9 frekuensi. Pelaksanaan melebihi
target yang telah direncanakan disebabkan karena adanya tambahan
permintaan dari universitas di luar universitas yang telah direncanakan
untuk dilakukan sosialisasi pada tahun tersebut.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 59
2). Sasaran dari pelaksanaan sosialisasi ini adalah kelompok masyarakat
yang memiliki pendidikan yang memadai, mempunyai interaksi sosial
yang relatif besar, dan mempunyai prospek untuk mengkomunikasikan
dan menyebarluaskan informasi yang diperoleh pada kelompok yang
lebih luas.
3). Penyelenggaraan dealer/analyst meeting, pertemuan dengan para
analis/dealer telah berjalan sebanyak 4 kali dari 9 kali pertemuan yang
direncanakan. Realisasi yang kurang dari target diakibatkan oleh
padatnya jadwal kegiatan pengelolaan utang seperti Penerbitan
Obligasi Internasional dan penerbitan ORI. Namun demikian,
rendahnya frekuensi pertemuan tidak berarti mengurangi kualitas dari
program kegiatan ini, karena pada beberapa kesempatan pertemuan
yang diselenggarakan oleh para analis dan dealer dapat dihadiri oleh
perwakilan unit pengelola utang.
4). Penyelenggaraan Investor gathering dalam tahun 2009 ditargetkan
sebanyak 3 frekuensi dengan realisasi sebanyak 6 frekuensi.
Pencapaian realisasi melebihi target disebabkan karena terdapat
tambahan kegiatan kerjasama dengan beberapa investment bank
dalam rangka menyampaikan perkembangan terkini pengelolaan SUN
dan untuk meningkatkan komunikasi yang lebih aktif dan intensif.
5). Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan instansi maupun
pelaku pasar baik domestik maupun internasional dalam tahun 2009
ditargetkan sebanyak 5 frekuensi dengan realisasi sebesar 19
frekuensi. Hal ini disebabkan beberapa kegiatan di forum internasional
yang bukan merupakan kegiatan rutin sehingga tidak ditargetkan,
dapat dilaksanakan. Kegiatan tersebut dilaksanakan mengingat adanya
kebutuhan dalam rangka pengembangan pasar SUN dan untuk
memperdalam pasar Surat Utang di ASEAN dan terutama pasar surat
utang dalam negeri, serta upaya meningkatkan komunikasi dengan
pelaku pasar internasional sekaligus sharing informasi antara issuer
maupun investor.
Kegiatan yang dilaksanakan meliputi:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 60
a) Koordinasi Investor Relation Unit (IRU) sebesar 1 frekuensi.
b) Partisipasi dalam Forum Asian Bond Market Initiatives (ABMI)
sebesar 6 frekuensi.
c) Pertemuan dalam Forum Internasional sebanyak 9 frekuensi.
d) Kegiatan koordinasi dan kerjasama peningkatan rating sebesar 5
frekuensi.
6). Pelaksanakan kegiatan sosialisasi dalam rangka penjualan Obligasi
Negara Ritel (ORI) atau pre-marketing ORI dalam rangka mendukung
pengembangan pasar SUN khususnya publikasi mengenai Obligasi
Negara Ritel. Pre-marketing ORI dalam tahun 2009 ditargetkan
sebanyak 12 lokasi dengan realisasi sampai dengan 31 Desember
2009 sebanyak 12 lokasi.
c) Berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan SBSN, kegiatan peningkatan
pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan
utang yaitu sosialisasi SBSN (premarketing dan investor gathering)
direncanakan dilaksanakan sebanyak 16 frekuensi dengan realisasi
sebesar 17 frekuensi. Realisasi yang melebihi target disebabkan karena
penambahan lokasi kegiatan. Adapun lokasi pelaksanaan sosialisasi
terbagi secara merata untuk wilayah Indonesia bagian Timur, Tengah, dan
Barat, dengan target peserta sosialisasi adalah, akademisi, instansi vertikal
Departemen Keuangan, Pemda, MUI, Ormas, Perbankan, Asuransi, Dana
Pensiun, serta masyarakat umum.
2) Selama periode 2007-2008, kegiatan peningkatan pemahaman masyarakat
dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan utang dijelaskan sebagai berikut:
a) Berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan pinjaman, kegiatan
peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi
pengelolaan utang meliputi:
(1) Tahun 2008, dilaksanakan seminar internal yang ditargetkan sebanyak
4 frekuensi dengan realisasi sebanyak 3 frekuensi (75%) karena
keterbatasan waktu.
(2) Tahun 2007, dilaksanakan sosialisasi PP Nomor 2 tahun 2006 tentang
Tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 61
Serta Penerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri sebesar 4
frekuensi dengan sasaran pemberi pinjaman, Kementerian/Lembaga,
dan Pemerintah Daerah.
b) Berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan SBN, kegiatan peningkatan
pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi pengelolaan
utang meliputi :
(1) Pelaksanaan sosialisasi SBN
Penyelenggaraan sosialisasi tentang SUN sebanyak 25 frekuensi di
berbagai kota besar di Indonesia, sosialisasi dalam rangka penyiapan
RUU SBSN dilakukan sebanyak 4 frekuensi dan sosialisasi tentang
SBSN di 5 kota besar di Indonesia, sosialisasi dalam rangka
pengenalan produk ORI (pre marketing) di 32 kota di Indonesia, dan
sosialisasi mengenai SUN yang dilakukan dengan bekerjasama
dengan pihak perguruan tinggi guna meningkatkan pemahaman
tentang pengelolaan SUN di kalangan akademisi sebanyak 7 frekuensi.
(2) Penyelenggaraan dealer/analyst meeting;
Kegiatan dealer/analyst meeting dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran tentang perkembangan ekonomi makro dan pasar keuangan
terkini baik lokal maupun global dengan para pelaku pasar (dealer) dan
analis pasar. Kegiatan ini lebih intensif dilakukan sejak
dilaksanakannya Sistem Dealer Utama dalam pengelolaan SUN pada
tahun 2007. Pertemuan tersebut juga sering menyertakan pihak
regulator di bidang pasar modal dan moneter serta SRO.
(3) Penyelenggaraan investor gathering;
Kegiatan pertemuan dengan investor berupa Investor gathering secara
rutin dilakukan dan umumnya dilaksanakan pada akhir tahun
berkenaan. Hal ini dimaksudkan selain untuk mensosialisasikan
strategi dan kebijakan pengelolaan SBN tahun berikutnya kepada
stakeholder, juga untuk mendapatkan masukan yang berarti dalam
rangka meningkatkan kinerja pengelolaan SBN.
(4) Penyelenggaraan kerjasama kelembagaan baik domestik maupun
internasional;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 62
(a) Koordinasi secara rutin dilakukan dengan unit/instansi terkait
dengan pengelolaan SUN seperti Bapepam dan Lembaga
Keuangan, Bank Indonesia, dan Bursa Efek Surabaya, dengan
total kegiatan sebanyak 6 kali.
(b) Dalam rangka peningkatan kerjasama internasional, pada tahun
2007 dilakukan kegiatan aktif mengikuti pertemuan ABMI Task
Forces Meeting di Chiang May, Thailand; dan ASEAN Finance
Deputy Minister Meeting di Cijian, China.
3) Tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan kegiatan dalam rangka
peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi
pengelolaan utang antara lain:
a) Penyebarluasan informasi terkait pengelolaan utang kepada masyarakat
luas belum optimal dalam menjangkau investor di luar ibukota propinsi
terutama di wilayah timur Indonesia.
b) Masih belum dioptimalkannya penggunaan sarana informasi baik melalui
media cetak maupun elektronik untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang pengelolaan utang.
c) Kondisi dan perkembangan pasar keuangan baik secara regional dan
internasional yang dinamis menuntut keahlian dalam merespon informasi
dan dinamika pasar tersebut.
4) Langkah yang diambil adalah:
a) Terus berupaya meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak dalam
penyelenggaraan sosialisasi terkait pengelolaan utang, antara lain dengan
perguruan tinggi dan kelompok-kelompok masyarakat, khususnya wilayah
yang belum dijangkau pelaksanaan sosialisasi.
b) Mengoptimalkan penggunaan sarana informasi baik melalui media cetak
maupun elektronik terutama untuk menjangkau wilayah-wilayah yang
secara geografis sulit dijangkau untuk melakukan sosialisasi tentang
pengelolaan utang.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 63
c) Meningkatkan kerjasama dan partisipasi secara aktif dalam kegiatan-
kegiatan yang diselenggarakan baik dalam forum regional maupun
internasional.
5) Indikator kinerja tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan, selama periode
2007-2009, dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan.
b. Partisipasi investor dalam penerbitan SBN
Partisipasi investor dalam penerbitan SBN adalah persentase jumlah nominal
penawaran/bid yang masuk dalam setiap transaksi SBN terhadap target nominal
indikatif yang direncanakan dalam setiap pelaksanaan transaksi SBN. Partisipasi
investor baik individu maupun institusi dalam pelaksanaan transaksi SBN di Pasar
perdana dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan
untuk mendukung upaya pengembangan pasar SBN
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target
(maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang
diharapkan.
1) Pada tahun 2009 partisipasi investor dalam penerbitan SBN ditargetkan
sebesar 180% dari target indikatif penerbitan SBN sebesar Rp147,78 Triliun
dengan realisasi sebesar 250.45% (Rp370,12 Triliun).
Pencapaian yang melampaui target disebabkan karena jenis SBN yang
ditawarkan sesuai dengan permintaan investor. Selain itu, hal ini didukung juga
dengan pemulihan kondisi perekonomian global dan domestik, yang ditandai
dengan laju inflasi yang terkendali pada tingkat yang relatif rendah, tingkat
bunga yang terus menurun, dan nilai tukar rupiah yang relatif stabil dengan
kecenderungan menguat.
Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a) Pemantauan dan analisis terhadap kinerja dan potensi pasar SUN, pasar
uang dan derivatif.
Pasar SUN domestik maupun global sangat dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor, baik faktor ekonomi, keuangan, hingga politik sehingga
pemutakhiran informasi kondisi pasar melalui berbagai media data dan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 64
informasi baik cetak maupun media elektronik sangat diperlukan dalam
mendukung kinerja pengelolaan portofolio SUN. Media elektronik yang
dapat digunakan antara lain, bloomberg, reuters, dan internet. Selain itu,
dapat juga memanfaatkan sumber data yang disediakan oleh SRO (IDX
dan Bank Indonesia). Dalam hal pemantauan dan analisis terhadap kinerja
dan potensi pasar SUN yang akan dilakukan yaitu penyiapan informasi
berupa kuotasi harga dan yield SUN, kuotasi Crisis Management Protocol
(CMP), market up-date, dan kepemilikan SBN di pasar sekunder.
b) Monitoring dan evaluasi kewajiban/kinerja Dealer Utama;
Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi kewajiban Dealer Utama
diberlakukan sejak tahun 2007, kegiatan ini untuk mendorong keaktifan
para Dealer Utama untuk berpartisipasi dalam penerbitan SUN, mengingat
salah satu kewajiban Dealer Utama berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan tentang Sistem Dealer Utama adalah Dealer Utama diwajibkan
untuk menyampaikan penawaran pembelian dalam setiap lelang SUN di
pasar perdana.
Selain itu, Dealer utama juga diwajibkan untuk melakukan aktivitas dalam
lelang SUN di pasar perdana yang paling sedikit memenangkan 2,00% dari
total target indikatif atau yang dimenangkan (mana yang paling kecil)
selama kurun waktu 3 bulanan (Triwulan I s.d. IV).
c) penyelenggaraan Pre Marketing SBN ritel;
Pelaksanaan kegiatan Pre Marketing ORI yang dilakukan sejak tahun
2006, mampu mendorong partisipasi investor dalam penjualan ORI, hal ini
dapat dilihat dari besarnya minat calon investor yang hadir pada setiap
kegiatan Pre Marketing ORI. Selain itu, meningkatnya jumlah investor dari
ORI001-ORI006 yang berpartisipasi dan makin besarnya nilai investasi
dalam ORI. Hal ini menunjukkan pula bahwa ORI sudah mulai dikenal
masyarakat sebagai salah satu pilihan investasi yang menguntungkan.
d) penyelenggaraan riset pasar SBN;
Penyelenggaraan riset pasar keuangan dan SBN, yang dilakukan sejak
tahun 2007, mampu mendorong partisipasi investor dalam penerbitan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 65
SBN, hal ini dapat dilihat dari permintaan SBN yang meningkat pada tahun
2009 dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun tujuannya dilakukan riset
adalah untuk mengetahui secara komprehensif mengenai variabel yang
berpengaruh terhadap pengelolaan SBN, termasuk variabel ekonomi
makro dan keuangan, mengetahui secara komprehensif mengenai
hubungan perkembangan pasar keuangan domestik, regional, dan global
dengan pasar SBN, memahami secara komprehensif bagaimana
mengembangkan pasar derivatif yang berkaitan dengan pengembangan
pasar SBN di dalam negeri sehingga dengan dilakukannya riset pasar dan
keuangan SBN ini dapat memberikan dasar bagi pengambilan keputusan
yang terkait dengan pengelolaan utang khususnya pengelolaan SBN.
2) Perkembangan indikator partisipasi investor dalam penerbitan SBN dalam
periode 2007-2008 adalah sebagai berikut:
a) Tahun 2008 realisasi partisipasi investor dalam penerbitan SBN (berupa SUN dan
SBSN) sebesar 154,72% (Rp248,421 triliun) dari target indikatif penerbitan
sebesar 100 % (Rp160,563 triliun).
Tingkat partisipasi investor dalam rangka penerbitan SUN tahun 2008 adalah
sebesar 152,54% dihitung dari rasio jumlah penawaran/bid yang masuk sebesar
Rp240,351 triliun dengan target indikatif penerbitan SUN tahun 2008 sebesar
Rp157,563 triliun meliputi seluruh penerbitan SUN baik melalui lelang maupun non
lelang yang terdiri dari SUN domestik, dan SUN valas termasuk ORI.
Realisasi partisipasi investor dalam penerbitan SBSN tahun 2008 adalah sebesar
269%. Angka tersebut merupakan realisasi yang dihitung berdasarkan dari jumlah
penawaran yang masuk terhadap target indikatif penerbitan SBSN domestik seri
IFR-0001 & IFR-0002, yang dilaksanakan dengan cara bookbuilding pada bulan
Agustus 2008. Total penawaran yang masuk adalah sebesar Rp8,07 triliun, terdiri
dari IFR-0001 sebesar Rp4,839 triliun dan IFR-0002 sebesar Rp3,231 triliun,
sedangkan jumlah target indikatif untuk penerbitan kedua seri SBSN tersebut
adalah sebesar Rp3 triliun.
b) Tahun 2007, realisasi partisipasi investor dalam penerbitan SBN (berupa
SUN, SBSN belum ada penerbitan) adalah sebesar 236,31% (Rp252,569
triliun) dari target nominal indikatif penerbitan SUN tahun 2007 sebesar
Rp106,880 triliun meliputi seluruh penerbitan SUN baik melalui lelang
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 66
maupun non lelang yang terdiri dari SUN domestik dan SUN valas
termasuk ORI.
3) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator partisipasi
investor dalam penerbitan SBN antara lain:
a) Belum optimalnya koordinasi dengan pelaku pasar, SRO's, otoritas
moneter, otoritas pasar modal, otoritas perpajakan termasuk dengan
lembaga rating, sehingga mempengaruhi kinerja pengelolaan utang negara
(sovereign debts), dan likuiditas pasar;
b) Masih kurangnya komunikasi dan publikasi informasi mengenai
pengelolaan SUN kepada masyarakat;
c) Masih terbatasnya perkembangan industri kelompok investor SUN
domestik khususnya dana pensiun dan asuransi;
d) Kondisi pasar SUN yang bergerak secara dinamis dan instrumen SUN
yang terus berkembang menuntut dilakukannya penyusunan peraturan
baru atau review atas peraturan yang ada;
e) Pasar SUN yang relatif belum berkembang memerlukan peran serta aktif
pelaku pasar dan pengawasan yang berkesinambungan;
f) Kemampuan untuk mengolah informasi pasar keuangan yang dapat
mempengaruhi pengelolaan SUN masih terbatas baik dari sisi SDM
maupun infrastruktur yang digunakan.
g) Rendahnya partisipasi investor khususnya investor syariah pada
penerbitan SBSN khususnya pada penerbitan dengan cara lelang;
4) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
a) Perumusan peraturan dan kebijakan pengelolaan SUN yang berkualitas;
b) Pengelolaan portofolio SUN yang optimal dan efektif;
c) Pengembangan pasar SUN yang dalam, aktif, dan likuid;
d) Pelaksanaan analisis keuangan dan pasar SUN yang berkualitas;
e) Monitoring dan evaluasi yang efektif dalam mendukung pengelolaan SUN.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 67
f) Mengembangkan metode penerbitan yang lebih fleksibel untuk
mengakomodasi perubahan target pembiayaan dan ketidakpastian kondisi
pasar keuangan;
g) Mengembangkan basis investor dengan membuka peluang penerbitan
SBSN valas dalam berbagai mata uang kuat dunia dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang melekat pada masing-
masing mata uang, dan meningkatkan kualitas investor SBSN valas
melalui penjatahan pemenang secara selektif.
h) Melanjutkan dan meningkatkan pengembangan pasar perdana SBSN
melalui peningkatan kualitas jadwal lelang dan metode penerbitan SBSN
serta peningkatan kualitas penetapan benchmark series SBSN yang dapat
mendorong pengembangan pasar sekunder SBSN;
i) Melanjutkan pengembangan dan memperkuat basis investor, khususnya
investor yang memiliki horison investasi jangka panjang;
j) Menerbitkan SBSN valas secara terukur, sebagai pelengkap
(complementary sources) untuk membiayai kewajiban valas, membuat
benchmark, dan menghindari crowding-out di pasar domestik;
5) Indikator kinerja partisipasi investor dalam penerbitan SBN, selama periode
2007-2009, dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan. Namun
demikian, peningkatan partisipasi investor dalam penerbitan SBN masih perlu
terus terutama untuk pasar SBN di dalam negeri, sehingga tercipta basis
investor yang mampu meningkatkan kemandirian pembiayaan pembangunan
nasional melalui pengembangan pasar domestik yang efisien dan stabil.
c. Pencapaian sasaran strategis membina hubungan dengan kreditor dan investor,
dengan indikator peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan
fungsi pengelolaan utang dan partisipasi investor dalam penerbitan SBN, selama
periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 68
9. Sasaran strategis menyusun landasan hukum dan peraturan dengan indikator
tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang.
Tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang
bertujuan untuk memberikan landasan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan
pengelolaan utang. Indikator ini diukur berdasarkan tersusunnya rancangan Peraturan
dan Keputusan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan atau yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal dalam rangka mendukung pengelolaan utang.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize),
dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan.
a. Pada tahun 2009 indikator tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung
pengelolaan utang ditargetkan sebesar 16 set dengan realisasi sebesar 22 set.
Terdiri 1 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), 7 Peraturan Menteri Keuangan
(PMK), 6 Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK), 5 Keputusan Menteri
Keuangan (KMK), 2 Keputusan Direktur Jenderal (Kepdirjen), dan 1 Rancangan
Kepdirjen .
Selain itu, pada tahun 2009 juga dilaksanakan penyusunan:
1) Draft Rancangan Undang-Undang Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN).
Penyusunan RUU PHLN pada awal tahun 2009 direncanakan dihentikan,
dengan pertimbangan bahwa pengaturan pinjaman luar negeri sudah cukup
melalui PP No. 2 Tahun 2006. Tetapi, dalam perkembangan selanjutnya
ternyata ada tuntutan dari legislatif agar Pemerintah menyusun draft RUU
mengenai pinjaman luar negeri. Untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut, maka
penyusunan draft RUU dilanjutkan kembali dengan melaksanakan serangkaian
kegiatan untuk mendapatkan masukan atau pandangan stakeholders terutama
dari kalangan akademisi mengenai perlunya pengaturan pinjaman luar negeri
dalam suatu undang-undang.
2) Draft PMK tentang Seleksi Calon Pemberi Pinjaman Dalam Negeri. Draft
tersebut telah disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan
pada bulan Desember 2009.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 69
b. Perkembangan indikator tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung
pengelolaan utang dalam periode 2007-2008 adalah sebagai berikut:
1) Pada tahun 2008, realisasi tersedianya peraturan dan keputusan yang
mendukung pengelolaan utang sebanyak 13 buah. Terdiri 1 UU, 1 RUU, 4 PP,
1 RPP, 7 PMK, 14 KMK, 2 Perdirjen, dan 1 Kepdirjen. Selain itu, pada tahun
2008 juga telah dilakukan kajian terhadap 3 RPP dan 3 RPMK.
2) Pada tahun 2007, realisasi tersedianya peraturan dan keputusan yang
mendukung pengelolaan utang sebanyak 13 buah. Terdiri 2 RUU, 3 RPP, 5
PMK, 2 RPMK, dan 1 Perdirjen. Selain itu, pada tahun 2007 juga telah
dilakukan kajian terhadap peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah Serta Penerusan
Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri.
c. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tersedianya
peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang antara lain:
1) Belum optimalnya penyediaan peraturan dan keputusan dalam rangka
koordinasi antara Kementerian Keuangan, Bappenas dan
Kementerian/Lembaga pelaksana proyek yang dibiayai pinjaman dalam
mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam proses
pengadaan dan pelaksanaan proyek yang dibiayai pinjaman, sehingga
mempengaruhi kinerja pengelolaan pinjaman;
2) Belum optimalnya penyediaan peraturan dan keputusan dalam rangka efisiensi
dan efektivitas pemanfaatan pinjaman luar negeri yang berdampak pada
meningkatnya beban commitment fee karena keterlambatan pemenuhan
persyaratan pencairan pinjaman oleh pelaksana pinjaman (executing agency)
dan keterlambatan dalam implementasi proyek. Rendahnya penyerapan dana
pinjaman tersebut akan berpotensi menambah biaya utang secara
keseluruhan.
3) Belum optimalnya penyediaan peraturan dan keputusan dalam rangka
pengelolaan hibah.
4) Belum adanya kerangka hukum dan administrasi untuk melakukan hedging
dalam pengelolaan risiko portofolio utang;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 70
5) Masih perlu dilakukannya perumusan peraturan dan kebijakan pengelolaan
SUN agar tercipta tingkat pengelolaan yang lebih berkualitas;
6) Lambatnya proses penyusunan desain instrumen dan landasan hukum
termasuk fatwa dan rancangan peraturan pemerintah dalam rangka penerbitan
SBSN untuk membiayai proyek APBN;
d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
1) Dalam rangka mendukung pelaksanaan pengelolaan pinjaman perlu disiapkan
peraturan-peraturan pelaksanaan sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2006 atau peraturan penggantinya dan peraturan lain yang
masih memerlukan rincian sebagai panduan dan acuan pelaksanaan.
2) Melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan 40/PMK.05/2009 tentang
SIKUBAH;
3) Melakukan harmonisasi peraturan mengenai penggunaan dokumen sumber
pencatatan hibah.
4) Menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan untuk transaksi hedging dalam
rangka memastikan biaya utang dan pengelolaan risiko portofolio utang.
5) Melakukan kegiatan penyediaan peraturan dan kebijakan pengelolaan SUN
yang berkualitas dan dapat menjamin kepastian hukum dalam pelaksanaan
transaksi SUN. Untuk mengukur keberhasilan perumusan Peraturan dan
kebijakan pengelolaan SUN yang berkualitas, adalah dengan menghitung
jumlah peraturan dan keputusan yang disusun dalam rangka mendukung
pengelolaan SUN.
6) Melakukan kegiatan yang diperlukan dalam rangka menyediakan landasan
hukum penerbitan SBSN serta pemberian kepastian hukum bagi investor dan
masyarakat terkait instrumen SBSN. Dengan penjelasan, penerbitan SBSN
memiliki karakteristik khusus yang memerlukan adanya underlying asset pada
setiap transaksi serta struktur akad yang harus sesuai dengan prinsip syariah,
sehingga diperlukan adanya penyusunan dokumen hukum yang memadai dan
optimal. Kegiatan tersebut antara lain menyusun peraturan dan keputusan
yang mendukung pengelolaan SBSN, menyusun fatwa dan opini syariah
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 71
SBSN, menyusun dokumen hukum dalam rangka penerbitan SBSN sesuai
kebutuhan dan rencana.
e. Pencapaian sasaran strategis menyusun landasan hukum dan peraturan, dengan
indikator penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan
utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian,
masih terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan di tahun
berikutnya. Terutama, dalam hal penyusunan draft RUU mengenai pinjaman luar
negeri yang masih memerlukan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan masukan
atau pandangan stakeholders mengenai perlunya pengaturan pinjaman luar negeri
dalam suatu undang-undang, pengaturan pengelolaan hibah, dan percepatan
proses penyusunan desain instrumen dan landasan hukum termasuk fatwa dan
rancangan peraturan pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN untuk membiayai
proyek APBN.
10. Sasaran strategis melakukan monitoring dan evaluasi dengan indikator %
penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko
dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif.
Progress Variant (PV) adalah pengukuran kinerja pinjaman yang menunjukkan
perbandingan antara disbursement ratio dengan elapsed time ratio. Disbursement ratio
adalah perbandingan antara total penarikan pinjaman dengan total komitmen pinjaman.
Elapsed time ratio adalah perbandingan antara waktu yang telah terlewati dalam masa
disbursement period dengan disbursement period yang tersedia (avalability period).
Avalability period adalah periode waktu antara pinjaman mulai berlaku efektif (Loan
Effectiveness) sampai dengan masa berakhirnya penarikan pinjaman (Loan Closing
Date). Indikator ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja penyerapan pinjaman.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang kurang dari target (minimize),
dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan.
a. Pada tahun 2009 indikator % penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk
kategori berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif ditargetkan
sebesar ≤ 29,29% dengan realisasi sebesar 26,76%, dimana terdapat 36 pinjaman
yang masuk kategori berisiko dari 136 pinjaman yang aktif.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 72
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung tercapainya indikator %
penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan
dengan total pinjaman yang aktif, adalah:
1) Melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi pinjaman dan/atau hibah luar
negeri dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan dan kondisi dalam
setiap tahapan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan/atau
hibah luar negeri.
2) Melakukan analisis masalah dan pemberian rekomendasi.
3) Memberikan solusi yang tepat dalam penyelesaian masalah untuk mewujudkan
penurunan persentase progress variant pinjaman yang masuk dalam kategori
berisiko (at risk).
b. Perkembangan indikator % penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk kategori
berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif dalam periode 2007-2008
adalah sebagai berikut:
1) Tahun 2008 % penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko
dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif sebesar 29,29%, dimana
terdapat 53 pinjaman yang masuk kategori berisiko dari 180 pinjaman yang
aktif.
2) Tahun 2007 % penurunan PV terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko
dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif sebesar 30,89%, dimana
terdapat 59 pinjaman yang masuk kategori berisiko dari 191 pinjaman yang
aktif.
c. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator % penurunan
PV terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total
pinjaman yang aktif adalah dengan melakukan penurunan progress variant
terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko dibandingkan dengan total
pinjaman yang aktif akan meningkatkan kinerja penyerapan pinjaman luar negeri
secara optimal dan tepat waktu.
d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 73
1) Melakukan on site visit ke lokasi kegiatan proyek guna mengenai
permasalahan di lapangan dan memberika rekomendasi action plan dalam
rangka percepatan penyerapan dan pelaksanaan kegiatan
2) Mengirimkan surat pemberitahuan secara rutin kepada Front Office (Direktorat
Pinjaman dan Hibah) sebagai peringatan awal antara lain mengenai pinjaman
yang akan mengalami closing date, pinjaman yang belum efektif, dan sisa
undisbursed loan guna mengetahui status terakhir pinjaman.
3) Mengirimkan surat pemberitahuan kepada K/L terhadap proyek-proyek yang
masuk dalam kategori berisiko secara rutin sebagai bahan evaluasi.
e. Pencapaian sasaran strategis melakukan monitoring dan evaluasi dengan indikator
% penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori berisiko
dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif, selama periode 2007-2009, dapat
tercapai dengan baik.
11. Sasaran strategis merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan
berkompetensi tinggi, dengan indikator:
a. Persentase karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi
jabatan tematik
Indikator persentase karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan
kompetensi jabatan tematik bertujuan untuk menyediakan pejabat yang
mempunyai kompetensi sesuai jabatannya dalam rangka meningkatkan dan
mengamankan keuangan dan kekayaan negara. Variabel kompetensi jabatan
berdasarkan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ/Standard kemampuan, keahlian,
pengetahuan dan perilaku yang dibutuhkan oleh seorang pejabat untuk dapat
melaksanakan tugas jabatannya dengan baik). Sedangkan variabel jabatan tematik
adalah jabatan yang sangat berperan dalam pencapaian kinerja yang ditentukan
oleh Unit Eselon I. Indikator ini hanya mengukur untuk pejabat eselon IV,
mengingat pejabat eselon I, II, dan III diukur oleh Sekretariat Jenderal.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target
(maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang
diharapkan.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 74
1) Pada tahun 2009 indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan
kebutuhan kompetensi jabatan tematik ditargetkan sebesar 65% dengan
realisasi sebesar 80%.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung tercapainya indikator %
karyawan yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan
tematik, adalah sebagai berikut:
a) pelaksanaan diklat kompetensi;
b) pelaksanaan assesment center.
2) Perkembangan indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan
kebutuhan kompetensi jabatan tematik dalam periode 2007-2008 adalah
sebagai berikut:
Tahun 2008, data menggunakan hasil pengukuran tahun 2007, karena periode
pelaksanaan assesment dilaksanakan pada tahun 2009, yaitu dua tahun sejak
dilakukannya pengukuran di tahun 2007. Sedangkan di tahun 2007,
berdasarkan pengukuran dengan SKJ pejabat eselon IV yang memenuhi
standar kompetensi terdapat hasil pengukuran sebesar 92% dengan job person
match sebesar 70%.
3) Kendala yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator % karyawan
yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik
adalah pengelompokan jabatan tersebut ke dalam kriteria jabatan tematik.
Sampai dengan berakhirnya tahun 2009, pengelompokan jabatan tersebut
belum ada penetapannya di lingkungan DJPU, mengingat semua jabatan
ternyata terkait dengan pencapaian keberhasilan Indikator Kinerja Utama.
Kendala yang terjadi dalam proses penetapan jabatan tematik sudah
disampaikan dalam rapat persiapan verifikasi Depkeu-One dengan Pushaka
dan unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan pada awal Agustus
2009, dimana disepakati perlu mengkoordinasikan hal tersebut dengan Biro
SDM Setjen Departemen Keuangan untuk melihat kembali definisi jabatan
tematik. Dalam beberapa kegiatan pelaporan kepada pimpinan, jabatan tematik
bagi DJPU diberlakukan untuk semua jabatan struktural.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 75
Sehingga, pada tahun 2009 pengukuran indikator kinerja ini di DJPU
diberlakukan terhadap semua jabatan Eselon IV.
4) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut untuk tahun 2010,
sesuai kesepakatan seluruh pejabat pengelola IKU unit Eselon I di lingkungan
Departemen Keuangan, indikator ini diubah menjadi “persentase pejabat yang
telah memenuhi standar kompetensi jabatannya”, tidak dikaitkan lagi dengan
jabatan tematik. Sehingga diharapkan, proses pengukurannya menjadi lebih
sesuai kenyataan.
5) Pencapaian indikator kinerja % karyawan yang kompetensinya sesuai dengan
kebutuhan kompetensi jabatan tematik, selama periode 2007-2009, dapat
tercapai dengan baik, walaupun terdapat hambatan berupa permasalahan
pengelompokan jabatan tematik yang belum disepakati oleh pengelola IKU di
lingkungan Departemen Keuangan pada tahun tersebut.
b. Jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan
wewenang
Indikator jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau
penyalahgunaan wewenang bertujuan untuk menegakkan kepatuhan terhadap
kode etik, menjaga integritas tinggi pegawai, dan peningkatan good governance.
Kasus pelanggaran berat/penyalahgunaan wewenang adalah penyimpangan yang
dilakukan pegawai berdasarkan Laporan Hasil Audit Inspektorat Jenderal dan
Rekomendasi Majelis Kode Etik tiap-tiap unit eselon I.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang kurang dari target
(minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang
diharapkan.
1) Pada tahun 2009 indikator jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran
berat atau penyalahgunaan wewenang ditargetkan sebanyak 0 pegawai
dengan realisasi sebanyak 1 pegawai terkait kasus pelanggaran terhadap PP
Nomor 10 Tahun 1974.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencegah adanya pegawai yang
terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang, adalah
sebagai berikut:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 76
a) Menyusun peraturan yang berkaitan dengan pelaksanaan Kode Etik di
Lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
b) Melakukan sosialisasi peraturan tentang kode etik serta peraturan lainnya
yang menyangkut disiplin pegawai.
2) Perkembangan indikator jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran
berat atau penyalahgunaan wewenang dalam periode 2007-2008 adalah tidak
terdapat pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan
wewenang.
3) Kendala yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator jumlah
pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan
wewenang adalah penyimpangan yang dilakukan pegawai yang
mengakibatkan terjadinya kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan
wewenang sangat sulit diprediksi, karena sangat tergantung kepada perilaku
individu masing-masing pegawai.
4) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
a) Menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor-01/PM.8/2007 tentang
Kode Etik di Lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor-02/PM.8/2007 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor-01/PM.8/2007. Peraturan
tersebut dikemas dalam bentuk buku saku dan telah dibagikan kepada
seluruh pegawai untuk dipedomani.
b) Melakukan sosialisasi peraturan tentang kode etik serta peraturan lainnya
yang menyangkut disiplin pegawai.
c) Melakukan sosialisasi Instruksi Menteri Keuangan Nomor: 01/IMK.01/2009
tanggal 9 Januari 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Penegakan
Disiplin PNS di Lingkungan Departemen Keuangan kepada seluruh
pegawai.
d) Melakukan monitoring pelaksanaan kode etik.
e) Melakukan pembinaan kepada pegawai terutama yang dilakukan oleh
atasan langsung secara lebih intensif.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 77
5) Pencapaian indikator kinerja jumlah pegawai yang terkena kasus pelanggaran
berat atau penyalahgunaan wewenang, selama periode 2007-2009, belum
dapat tercapai dengan baik, karena masih terdapat 1 orang pegawai yang
dijatuhi hukuman disiplin.
c. Pencapaian sasaran strategis merekrut dan mengembangkan SDM yang
berintegritas dan berkompetensi tinggi, dengan indikator % karyawan yang
kompetensinya sesuai dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik dan jumlah
pegawai yang terkena kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang,
selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
12. Sasaran strategis mengembangkan organisasi yang handal dan modern, dengan
indikator persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus
diperbaharui/dibuat.
Indikator persentase penyelesaian Standard Operating and Procedures (SOP)
terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat bertujuan untuk menunjukan janji
pelayanan kepada stakeholder dan untuk menunjang terwujudnya organisasi modern.
SOP merupakan pedoman/petunjuk bagi para aparatur (pejabat/pegawai) dalam
melaksanakan tugas (pelayanan) dan bagi para pengguna jasa pelayanan (pelanggan)
untuk mengetahui/memahami akan suatu prosedur pelayanan yang dilakukan oleh
aparatur.
Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize),
dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan.
a. Tahun 2009, persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus
diperbaharui/dibuat di lingkungan DJPU ditargetkan sebesar 100% (196 SOP)
dengan realisasi sebesar 100% (196 SOP), terdiri dari 111 SOP Administratif dan
85 SOP Teknis. SOP tersebut telah ditetapkan dengan Kepdirjen Nomor Kep-
105/PU/2009 tanggal 15 Oktober 2009.
Keberhasilan sasaran ini didukung dengan kegiatan:
1) Penyusunan SOP
SOP yang telah dibuat oleh DJPU terdiri atas dua jenis yaitu: SOP Administratif
dan SOP Teknis. SOP Administratif merupakan SOP yang ditujukan untuk unit
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 78
Sekretariat DJPU sedangkan SOP Teknis adalah SOP untuk unit direktorat
teknis pada DJPU.
2) Pelaksanaan rapat kerja dalam penyusunan SOP
Rapat kerja secara intensif dengan melibatkan perwakilan dari para direktorat
di lingkungan DJPU dan pejabat dari Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan,
Sekretariat Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan.
b. Perkembangan pencapaian indikator persentase penyelesaian Standard Operating
and Procedures (SOP) terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat selama
periode 2007-2008 adalah sebagai berikut:
1) Tahun 2008, target SOP yang dibangun/diperbaharui adalah sebanyak 20
SOP (100%), dengan realisasi sampai akhir tahun 2008 baru tersusun 19 SOP
(95%), untuk 1 SOP yaitu SOP Penanganan krisis Pasar SUN sedang dalam
pembahasan. SOP yang dibangun/diperbaharui tersebut belum mendapat
penetapan di tahun 2008, namun karena kepentingan mendesak dan sesuai
arahan biro organta SOP tersebut telah diberlakukan di lingkungan DJPU. SOP
tersebut kemudian menjadi bagian dari kelompok SOP yang ditetapkan dengan
Kepdirjen Nomor Kep-105/PU/2009 tanggal 15 Oktober 2009.
2) Sedangkan di tahun 2007, realisasi penyelesaian SOP terhadap SOP yang
harus diperbaharui/dibuat di lingkungan DJPU sebesar 90 SOP (100% dari
target) yang telah ditetapkan dengan Kepdirjen Nomor Kep-36/PU/2007
tanggal 11 September 2007.
c. Kendala yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator penyelesaian
SOP terhadap SOP yang harus diperbaharui/dibuat di lingkungan DJPU antara lain:
1) Penyempurnaan SOP masih terus dilakukan berkaitan dengan adanya
kebutuhan stakeholders dan penataan organisasi.
2) Beberapa SOP yang telah dibuat masih harus disingkronisasikan dengan
dokumen uraian jabatan, karena SOP berkaitan dengan kewenangan tugas
jabatan dalam pengambilan keputusan tertentu atau melakukan suatu kegiatan.
3) Untuk SOP bagi jabatan tertentu seperti Kepala Subag Tata Usaha direktorat
perlu untuk dilakukan standariasasi.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 79
4) Standar waktu yang tercantum dalam SOP masih perlu dikaji lebih lanjut, agar
tercipta suatu janji layanan yang lebih mendekati waktu normal pelaksanaan
kegiatan, sehingga tingkat kepuasan terhadap layanan yang diberikan dapat
lebih ditingkatkan.
d. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah:
1) Melakukan identifikasi SOP yang masih harus dibuat;
2) Melakukan sinkronisasi antara uraian jabatan, SOP, dan ABK agar keterkaitan
antara ketiga dokumen tersebut serta arahan pada kewenangan pelaksanaan
setiap kegiatan menjadi lebih jelas dan waktu pelaksanaan kegiatannya lebih
terukur.
3) Melakukan standarisasi SOP bidang Tata Usaha;
4) Melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan unit terkait, yaitu Biro
Organisasi dan Ketatalaksanaan serta unit Eselon II di lingkungan DJPU, dalam
mempercepat penyelesaian SOP.
e. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan organisasi yang handal dan
modern, dengan indikator persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus
diperbaharui/dibuat, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
Namun demikian, dalam penyusunan SOP masih perlu terus dilaksanakan
pengkajian dan penyempurnaan terhadap SOP yang ada dan penyusunan SOP
baru agar semua kegiatan pengelolaan utang dapat dilaksanakan secara efektif,
transparan, dan akuntabel.
13. Sasaran strategis mewujudkan good governance, dengan indikator:
a. Persentase Rekomendasi Audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah Ditindaklanjuti, adalah indikator
kinerja yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan/pembinaan atas pelaksanaan
tugas administratif pengelolaan utang dengan obyek pemeriksaan terhadap Bagian
Anggaran 15.
1) Tahun 2009 % rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan
dan BPK yang telah ditindaklanjuti ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi
sebesar 0%, hal ini disebabkan sampai dengan akhir tahun 2009 tidak terdapat
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 80
rekomendasi yang diterima dari Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan
mapun eksternal auditor lainnya yang perlu ditindaklanjuti.
2) Perkembangan pencapaian indikator Persentase Rekomendasi Audit Inspektorat
Jenderal Departemen Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang
telah Ditindaklanjuti selama periode 2007-2008 adalah sebagai berikut:
a) Tahun 2008, rekomendasi audit diperoleh dari dua unit pengawas fungsional,
yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan Badan Pemeriksa
Keuangan, yang dapat ditindak lanjuti secara 100%. Karena, semua
tanggapan yang diberikan DJPU dianggap dapat diterima oleh unit pengawas
fungsional. Rekomendasi dan tanggapan yang diberikan dirinci sebagai
berikut:
i. Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dengan Surat Tugas Nomor
ST-580/IJ/2008 tanggal 06 Februari 2008, yang melakukan audit
terhadap pelaksanaan kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa (Belanja
Modal) DIPA Tahun Anggaran 2007 pada Sekretariat Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang.
ii. Badan Pemeriksa Keuangan dengan surat Nomor 17/TIM5/BPK/3/2008
tanggal 18 April 2008 yang menyampaikan temuan pemeriksaan atas
Laporan Keuangan Tingkat Eselon I Direktorat Jenderal Pengelolaan
Utang.
iii. Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dengan Surat Tugas Nomor
ST-525/IJ/2008 tanggal 12 Agustus 2008, yang melakukan audit
terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang.
b) Tahun 2007, rekomendasi audit diperoleh dari Inspektorat Jenderal
Departemen Keuangan, yang dapat ditindak lanjuti secara 100%. Karena,
semua tanggapan yang diberikan DJPU dianggap dapat diterima oleh unit
pengawas fungsional. Rekomendasi yang diberikan Inspektorat Jenderal
Departemen Keuangan dengan Surat Tugas Nomor ST-1010/IJ/2007 tanggal
17 Desember 2007, yang melakukan audit terhadap pelaksanaan kegiatan
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 81
Pengadaan Barang dan Jasa (Belanja Modal) DIPA Tahun Anggaran 2007
pada Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
Pencapaian target indiktaor kinerja ini didukung oleh kegiatan-kegiatan
penyusunan tanggapan laporan hasil pemeriksaan aparat pengawas
fungsional yang telah dilakukan dan rapat-rapat pembahasan permasalahan
secara intensif dengan menjunjung tinggi pelaksanaan kode etik dari masing-
masing pihak.
3) Tantangan yang dihadapi dalam melakukan pencapaian target Indikator kinerja
persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan
BPK yang telah ditindaklanjuti adalah dalam pembahasan setiap permasalahan
masih perlu melakukan penyamaan persepsi terhadap peraturan pelaksanaan
kegiatan pengadaan barang dan jasa dan masih terbatasnya jumlah
pegawai/pejabat di lingkungan DJPU yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan
barang dan jasa.
4) Upaya yang dilakukan antara lain melakukan peningkatan koordinasi di internal
DJPU dalam melakukan proses pengadaan barang dan jasa agar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta mengirim pegawai/pejabat untuk mengikuti diklat
pengadaan barang dan jasa.
5) Indikator kinerja persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen
Keuangan dan BPK yang telah ditindaklanjuti, selama periode 2007-2009, dapat
tercapai dengan baik. Namun demikian, rekomendasi yang telah diberikan oleh
Tim Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dalam rangka penyempurnaan
pelaksanaan tugas dan fungsi DJPU tetap perlu dicermati untuk senantiasa
dilaksanakan secara konsisten sehingga tidak terjadi pelanggaran dalam
pelaksanaan kegiatan yang dilakukan.
b. Tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur
1) Tahun 2009 % tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan
prosedur ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100%, hal ini
disebabkan Sampai dengan akhir tahun 2009 tidak terindikasi adanya
pelanggaran terhadap prosedur dan ketentuan yang berlaku. Kegiatan yang
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 82
sedang dilaksanakan adalah assessment kepatuhan pelaksanaan SOP pada unit
di lingkungan DJPU.
Pencapaian target indikator kinerja ini didukung oleh kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan monitoring kepatuhan untuk seluruh kegiatan
pengelolaan utang yang terdapat di DJPU, baik monitoring kepatuhan terhadap
peraturan, prosedur standar, kode etik, dan kebijakan pimpinan.
2) Perkembangan pencapaian indikator Tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang
sesuai dengan prosedur selama periode 2007-2008 adalah sebagai berikut:
a) Pada tahun 2008 telah dilakukan evaluasi Kepatuhan terhadap Pelaksanaan
Kegiatan di Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen (Direktorat EAS).
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan untuk menghasilkan
output, terdapat kegiatan-kegiatan di SOP yang bukan merupakan kegiatan
reguler dari unit kerja. Untuk itu, dilakukan pengelompokan output terhadap
kegiatan-kegiatan tersebut. Adapun pengelompokan output menjadi:
i. Kegiatan inti, yaitu kegiatan-kegiatan yang merupakan tugas pokok ;
ii. Kegiatan lain-lain, yaitu tugas-tugas khusus dari Direktur pada saat-saat
tertentu.
Hasil evaluasi kepatuhan terhadap pelaksanaan tugas untuk menghasilkan
kegiatan inti di Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen menunjukkan
bahwa dari 10 (sepuluh) Standard Operating Procedure (SOP) menghasilkan
100 (seratus) output dan 81 (delapan puluh satu) output atau 81% output
dilakukan sedangkan 19 (sembilan belas) output atau 19% output tidak
dilakukan.
b) Tahun 2007 merupakan tahun awal berdirinya unit kepatuhan pada level
seksi di Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Pada tahun awal kegiatan
dan dengan jumlah pegawai belum optimal, telah dilakukan pelaksanaan pilot
project kegiatan kepatuhan. Kegiatan tersebut dilakukan pada salah satu Sub
Direktorat di Direktorat EAS. Pilot Project tersebut dilanjutkan dengan
pelaksanaan evaluasi kepatuhan untuk keseluruhan SOP yang terdapat di
Direktorat EAS pada tahun 2008.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 83
3) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator kinerja
persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan prosedur
adalah pelaksanaan monitoring kepatuhan masih belum dapat dilaksanakan
secara optimal untuk seluruh kegiatan pengelolaan utang yang terdapat di DJPU.
4) Kendala yang ada lebih kepada sumberdaya manusia yang melaksanakan
kegiatan tersebut. Hal ini terkait dengan jumlah pegawai dan kemampuan
pegawai dalam melakukan monitoring kepatuhan dimaksud.
5) Indikator kinerja persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai
dengan prosedur, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
Namun demikian, masih perlu dilakukan pembenahan dalam melakukan
monitoring kepatuhan baik dari jumlah sumber daya manusia, peningkatan
pemahaman atas obyek kegiatan yang berpotensi melanggar kode etik, maupun
peningkatan alat ukur dalam penilaian kepatuhan dan pelanggaran.
c. Pencapaian sasaran strategis mewujudkan good governance, dengan indikator
persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan
BPK yang telah ditindaklanjuti dan tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang
sesuai dengan prosedur, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
14. Sasaran Strategis membangun sistem informasi yang terintegrasi, dengan
indikator sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi
sesuai rencana.
Perkembangan penyelesaian sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang
terimplementasi sesuai rencana, sebagai berikut :
a. Tahun 2009 sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi
sesuai rencana ditargetkan sebesar 90% dengan realisasi sesuai dengan target,
yaitu sebesar 90%, meliputi :
1) Dashboard eksekutif DJPU, merupakan sistem aplikasi baru yang berfungsi
untuk menampilkan informasi- informasi penting dalam format tabel, grafik, dan
simulasi yang diperoleh dari berbagai sumber data : Badan Kebijakan Fiskal,
Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Dealer Utama, Bloomberg, dsb.
Informasi yang dihasilkan meliputi :
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 84
a) indikator utama
b) sistem peringatan dini
c) indikator pasar
d) indikator makro dan fiskal
e) indikator risiko dan portofolio
f) statistik utang pemerintah
2) Standard report dan adhoc report, merupakan sistem aplikasi baru yang
berfungsi untuk mengotomasi laporan-laporan yang diproduksi DJPU baik yang
bersifat reguler maupun sewaktu-waktu. Laporan yang dihasilkan meliputi :
a) Government Securities Summary
b) Crisis Management Protocol
c) Market Update
d) Quarterly Statistic Bulletin
e) Buku Saku
3) Portal intranet, merupakan sistem aplikasi baru yang berfungsi sebagai portal
untuk mengakses seluruh sistem aplikasi yang terkait dengan fungsi
pengelolaan utang.
4) Sistem Aplikasi Surat Perintah Membayar/SASPEM (pengembangan), meliputi
penambahan fitur untuk :
a) Pencetakan SPM SBSN
b) Proyeksi kebutuhan kas
c) Outstanding confirmation letter
d) Debt outstanding position
e) Data alamat bayar
f) Rekening KUN untuk mata uang JPY
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 85
b. Tahun 2008, pembangunan dan pengembangan sistem aplikasi TIK meliputi :
1) Penyusunan IT strategy DJPU sebagai dokumen cetak biru pengembangan
sistem informasi DJPU beberapa tahun mendatang. Kegiatan ini merupakan
kelanjutan dari tahun 2007 dan dilaksanakan bekerjasama dengan konsultan
TAMF.
a) Kondisi sistem yang ada saat ini
b) Kondisi sistem ideal/ yang diharapkan sesuai dengan requirement dari
masing-masing unit dan proses bisnis debt management office yang berlaku
internasional
c) Mengidentifikasi gap antara kondisi saat ini dan kondisi ideal
d) Penentuan prioritas pengembangan sistem, time frame dan anggaran yang
diperlukan
2) Aplikasi PMON, meliputi penambahan fitur untuk :
a) Implementasi Bagan Akun Standar
b) Pencatatan seri SBSN
c) Perbaikan sistem pelaporan
3) Decision Support System (DSS), meliputi penambahan fitur untuk :
a) Issuance seri VR
b) Modul upload data issuance ke aplikasi PMON
c) Penyempurnaan kriteria perhitungan penentuan pemenang lelang/ allotment.
4) SASPEM, meliputi penambahan fitur untuk :
a) Implementasi Bagan Akun Standar
b) Perbaikan sistem pelaporan
5) Loan Management System modul monitoring, sistem aplikasi baru, untuk
memonitor dan mengevaluasi kinerja pinjaman dan hibah pemerintah sejak loan
dinyatakan efektif hingga closing date/ closing account.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 86
6) Payment Alert System, merupakan sistem aplikasi baru; untuk pemantauan
kewajiban pembayaran pinjaman yang akan jatuh tempo sejak dari tagihan
lender, skedul kewajiban, dan progress penyelesaiannya
7) E-Loan, sistem aplikasi baru untuk pengarsipan naskah pinjaman dan hibah
secara elektronik
Tahun 2008 realisasi penyelesaian pembangunan sistem aplikasi baru dan
pengembangan mencapai 90 persen sesuai dengan target yang direncanakan.
c. Tahun 2007 pembangunan dan pengembangan sistem aplikasi TIK terdiri dari:
1) Penyusunan IT strategy DJPU, meliputi:
a) Mapping infrastruktur jaringan,
b) Sistem operasi,
c) Database,
d) Sistem aplikasi dan perangkat lunak lainnya
e) Kapasitas SDM
2) Upgrade ke DMFAS versi 5.3
3) Pengembangan aplikasi PMON, meliputi:
a) Perhitungan accrued interest
b) Pencatatan seri SBSN
c) Perbaikan sistem pelaporan
4) Pengembangan aplikasi Decision Support System (DSS), meliputi :
a) issuance seri baru : (zero coupon dan variable rate) dan
b) switching (many to many, many to one, dan switching semua seri)
5) Pengembangan Sistem Aplikasi Surat Perintah Membayar (SASPEM), dalam
rangka memperbaiki sistem pelaporan
6) Pengadaan hardware dan instalasi jaringan server, switch hub, dan instalasi
jaringan, meliputi :
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 87
a) Pengadaan dan instalasi server
b) Instalasi jaringan untuk menghubungkan Gedung Utama dengan Gedung
Perbendaharaan IV
c) Instalasi jaringan yang menghubungkan semua ruangan di Gedung
Perbendaharaan IV
d. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator kinerja sistem
aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana,
antara lain:
1) Masih perlu dilakukan evaluasi terhadap Standar Operating Procedure (SOP)
terkait pemberian layanan teknologi informasi, belum adanya service catalog TI,
belum adanya SLA (Service Level Agreement) yang merupakan kesepakatan
antara penyedia layanan dan pengguna layanan mengenai tingkat (mutu)
layanan.
2) Perlu membangun sistem deteksi dini terhadap kemungkinan gangguan server
yang terjadi.
3) Belum adanya data center yang berfungsi sebagai pusat data di lingkungan
DJPU.
4) Belum adanya standard tata kelola IT.
5) Belum adanya upaya yang terstruktur dalam mengatasi dampak risiko/bencana
yang berpotensi mengganggu kelangsungan aktivitas DJPU.
e. Upaya yang dilakukan dalam pencapaian target indikator kinerja sistem aplikasi TIK
di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai rencana, antara lain:
1) Melakukan evaluasi terhadap Standar Operating Procedure (SOP) terkait
pemberian layanan teknologi informasi, menyusun service catalog TI, menyusun
SLA (Service Level Agreement) yang merupakan kesepakatan antara penyedia
layanan dan pengguna layanan mengenai tingkat (mutu) layanan;
2) Membangun aplikasi early warning system server dan proxy DJPU, yang
merupakan deteksi dini terhadap kemungkinan gangguan server yang terjadi;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 88
3) Membangun data center yang berfungsi sebagai pusat data di lingkungan
DJPU. Data Center merupakan fasilitas yang digunakan untuk penempatan
kumpulan server atau sistem komputer dan sistem penyimpanan data yang
dikondisikan dengan pengaturan catu daya dan udara, pencegahan bahaya
kebakaran, dan dilengkapi pula dengan sistem pengamanan fisik. Layanan
utama data center terdiri atas lima komponen, yaitu: Business continuance
infrastructure, Data center security, Application optimization, Internet protocol
address (IP), dan Storage (Penyimpanan);
4) Melaksanakan penerapan standard tata kelola IT yang mengacu kepada
"Implementation Methodology Best Practices", serta keterpaduan aspek
organisasi termasuk manajemen perubahan (change management), proses
bisnis, teknologi dan manajemen proyek TI yang sesuai. Namun sebelum itu,
perlu pemahaman terlebih dahulu terhadap methodology best practices di
bidang IT, yang pada umumnya didasarkan pada kerangka IT Service
Management (ITSM) dan IT Project Management (ITPM);
5) Membuat rencana pemulihan bencana (Disaster Recovery Plan) yang teruji
dalam mengatasi dampak risiko/bencana yang berpotensi mengganggu
kelangsungan aktivitas DJPU sebagaimana telah diamanatkan dalam
ketentuan Diktum Kedelapan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
260/KMK.01/2009 tentang Kebijakan Pengelolaan TIK di lingkungan
Departemen Keuangan. Namun demikian, perlu terlebih dahulu meningkatkan
pemahaman mengenai rencana pemulihan bencana (Disaster Recovery Plan)
yang pada umumnya mengacu kepada Information Security Management
System (ISMS) atau sering disebut IT Security Policy yang menggunakan
standar ISO/IEC 27001:2005.
f. Pencapaian sasaran strategis membangun sistem informasi yang terintegrasi,
dengan indikator sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang
terimplementasi sesuai rencana, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan
baik.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 89
F. Pending Matters
Disamping sasaran strategis yang tersebut di atas, terdapat beberapa kegiatan
yang terkait dengan sasaran tersebut yang hingga akhir tahun 2009 belum sepenuhnya
dapat terselesaikan (pending matters) yaitu:
1. Penyusunan Undang-undang tentang Pinjaman dan Hibah Luar Negeri
Sampai dengan akhir tahun 2009, rencana pengajuan dan pembahasan RUU
Pinjaman dan Hibah Luar Negeri kepada DPR tidak terlaksana berdasarkan Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) 2005-2009. Selama proses pembahasan tahun 2009,
Tim Kerja telah melakukan beberapa perubahan ketentuan/pasal dalam Naskah
Rancangan Undang-Undang tentang Pinjaman dan Hibah Luar Negeri. Pembahasan
dan perubahan pada RUU tersebut salah satunya adalah perubahan ruang lingkup
(skema) dan judul RUU yang semula RUU Pinjaman dan Hibah Luar Negeri menjadi
RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (PLNP). Hal ini dilakukan dengan
pertimbangan bahwa hibah luar negeri cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Mengingat RUU PLNP tidak masuk dalam Prolegnas 2010-2015, maka proses
RUU PLNP selanjutnya akan diproses dengan mengikuti ketentuan pada Peraturan
Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan
Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,
Rancangan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden. Persetujuan dan
pengesahan RUU PLNP ditargetkan dapat diselesaikan pada tahun 2011.
2. Penyusunan Peraturan Pelaksanaan bagi Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan Pinjaman Dalam Negeri
Peraturan perundang-undangan di bidang pinjaman dalam negeri telah ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan
dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah. Dengan ditetapkannya PP
tersebut, maka telah tersedia landasan hukum dalam rangka pengadaan pinjaman
dalam negeri oleh pemerintah. Namun untuk pengadaan pinjaman dalam negeri masih
diperlukan tiga peraturan pelaksanaan, yaitu:
a. Rancangan Peraturan Pelaksanaan tentang Tata Cara Penarikan Pinjaman
Dalam Negeri, sedang disusun oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan;
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 90
b. Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Seleksi Penyedia
Pinjaman Dalam Negeri telah disusun oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan
Utang dan sedang dalam tahap finalisasi di Sekretariat Jenderal.
c. Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tatacara Penerusan Pinjaman
Dalam Negeri kepada BUMN, BUMD dan Pemerintah Daerah, akan disusun oleh
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
3. Pengembangan Instrumen Pembiayaan Syariah
Dengan adanya pengembangan instrumen baru yang berupa Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk, telah diterbitkan 4 jenis instrumen SBSN dengan
menggunakan 2 jenis akad yaitu:
a. SBSN seri IFR dengan akad Ijarah sale and lease back
b. SBSN seri SR dengan akad Ijarah sale and lease back
c. SBSN seri SRI dengan akad Ijarah sale and lease back
d. SBSN seri SDHI dengan akad Ijarah Al khadamat
Sedangkan SBSN untuk pembiayaan proyek (project financing) dengan akad
istishna’ atau musyarakah sampai dengan saat ini masih dalam proses finalisasi
desain instrumen, penerbitan fatwa MUI serta penyusunan Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Tata Cara Pembiayaan Proyek/Kegiatan APBN Melalui Penerbitan
SBSN.
4. Penggunaan Instrumen Derivatif dalam Pengelolaan Utang
Dalam mengelola utang Pemerintah, diperlukan upaya untuk mengurangi biaya
yang cenderung meningkat dan memitigasi risiko yang cukup tinggi. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan oleh Pemerintah adalah melakukan penerapan lindung nilai
(hedging) dalam rangka meningkatkan kepastian besarnya pembayaran kewajiban
utang dan mewujudkan struktur portofolio utang yang optimal. Dalam perspektif
pengelolaan risiko secara luas, penerapan hedging dapat dilakukan melalui natural
hedging dan melalui pemanfaatan instrumen derivatif yang tersedia di pasar keuangan.
Sampai dengan akhir tahun 2009, hedging yang telah dilakukan adalah natural
hedging dengan:
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 91
a. Menerbitkan surat berharga valuta asing atau melakukan pinjaman luar negeri
tunai (pinjaman program) dalam mata uang yang sesuai dengan mata uang yang
digunakan untuk membayar kewajiban;
b. Melakukan restrukturisasi pinjaman terutama dengan menyederhanakan nilai
tukar referensi (untuk utang dalam currency SDR) agar risiko nilai tukar lebih
mudah diperhitungkan;
c. Melakukan transaksi debt switch dan cash buyback untuk mengendalikan risiko
refinancing dengan mengurangi tekanan fiscal pada tahun-tahun tertentu.
Sedangkan penggunaan instrumen derivatif dalam rangka hedging belum
dilaksanakan, terutama karena masih belum tersedianya peraturan perundang-
undangan yang mendukung pelaksanaan transaksi instrumen derivatif. Namun
demikian, sejak tahun 2004 hingga 2009, telah dilakukan beberapa kegiatan dalam
rangka persiapan implementasi hedging dengan menggunakan instrumen derivatif
yaitu:
a. Melakukan kajian terhadap aspek infrastruktur. Dari hasil kajian ini teridentifikasi
beberapa kondisi yang perlu dipenuhi/ dipersiapkan sebelum Pemerintah
mengimplementasikan transaksi tersebut, diantaranya adalah :
1). Landasan legal dari transaksi dalam rangka menjaga governance dari
perspektif kebijakan. Sampai saat ini aturan perundangan yang secara
ekplisit memberikan kewenangan pada Menteri Keuangan untuk melakukan
pengelolaan utang adalah Pasal 7 ayat (2) huruf l Undang-undang Nomor 1
tahun 2004. Namun bagaimana operasional pengelolaan utang (termasuk
pengelolaan portofolio dan risiko) dapat diselenggarakan, dan instrumen
kebijakan apa yang dapat digunakan tidak secara eksplisit tersirat dalam
perundangan tersebut;
2). Guidelines yang menjadi alat untuk menjaga governance dari perspektif
operasional pelaksanaan pengelolaan lindung nilai melalui instrumen
derivatif. Aspek governance diperlukan karena berdasarkan masukan dari
pelaku pasar maupun perusahaan yang telah menggunakan instrumen
derivatif dalam lindung nilai, transaksi hedging dapat dimanfaatkan untuk
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 92
berbagai tujuan/ motivasi yang bisa saling bertolak belakang (spekulasi vs.
proteksi).
b. Melakukan penyusunan draft peraturan sebagai landasan hukum penggunaan
instrumen derivatif;
c. Menyusun guidelines dan secara paralel mempersiapkan:
1). Formulasi tujuan dan rekomendasi terkait dengan instrumen kontrak yang
dapat dilakukan (apakah swap, forward atau option) untuk tujuan yang telah
ditentukan;
2). Bisnis proses yang dibutuhkan meliputi formulasi kebijakan, rekomendasi
transaksi, approval transaksi, pricing metodologi, analisis pricing, eksekusi,
dan monitoring transaksi serta setelmen transaksi termasuk didalamnya level
of authority;
3). Pemilihan dan penunjukkan counterparty hedging, termasuk memahami
kapasitas dan posisi masing-masing pelaku;
4). Perlakuan akuntansi dan penganggaran, termasuk perlakuan belanja yang
diperlukan dalam transaksi hedging seperti pembayaran premi pada transaksi
option dan mekanisme netting (cash inflow dan cash outflow) pada transaksi
swap dan forward.
d. Memperdalam pemahaman mengenai dokumen kontrak baik ISDA maupun Long
Confirmation (dalam hal transaksi bilateral), pricing untuk transaksi dan lain-lain.
Hal ini dilakukan melalui review dokumen ISDA dalam kegiatan workshop dengan
narasumber dari konsultan hukum lokal yang memahami dokumen ISDA dan
memahami sistem hukum serta peraturan yang berlaku di Indonesia.
5. Penyediaan Gedung Kantor yang Dapat Menampung Seluruh Pegawai dalam
Satu Lokasi
Penyediaan gedung kantor yang dapat menampung seluruh pegawai dalam satu
lokasi belum dapat tersedia. Lokasi gedung kantor masih terpisah yaitu sebagian
pegawai menempati Gedung A.A. Maramis II dan sebagian lagi menempati Gedung
Prijadi Praptosuhardio II milik Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Rencana
pengadaan gedung yang dapat menampung para pegawai DJPU dalam satu lokasi
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 93
akan segera diusulkan kepada Menteri Keuangan c.q. Sekretaris Jenderal Departemen
Keuangan.
G. Akuntabilitas Keuangan
Alokasi Pagu Anggaran tahun 2009 yang disediakan dalam rangka pembiayaan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada DJPU adalah sebesar Rp. 83.770.898.000
sedangkan realisasinya sebesar Rp. 71.893.535.774 dengan perincian per program dan
kegiatan sebagai berikut :
Tabel 7 Pagu dan Realisasi Anggatan Tahun 2009
No. PROGRAM/KEGIATAN PAGU REALISASI %
1 PROGRAM PENERAPAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK 35.038.385.000 28.790.109.714 82,17
- Pengelolaan Gaji, Honorarium dan Tunjangan 16.332.305.000 11.745.448.778 71,92
- Penyelenggaraan Operasional dan Pemeliharaan Perkantoran 11.476.550.000 9.954.544.118 86,74
- Pembinaan Administrasi dan Pengelolaan Keuangan 2.140.418.000 2.122.392.318 99,16
- Pengembangan SDM dan Administrasi Kepegaw aian 1.030.950.000 982.788.900 95,33
- Peningkatan Tatalaksana dan SDM 2.857.062.000 2.802.730.600 98,10
- Penyelenggaraan Pembinaan Teknis Administrasi 1.201.100.000 1.182.205.000 98,43
2 PROGRAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR 3.387.575.000 2.912.302.736 85,97
- Pengembangan Kapasitas/Kualitas SDM Aparatur 3.387.575.000 2.912.302.736 85,97
3 PROGRAM PENINGKATAN SARANA DAN PRASARANA
APARATUR NEGARA
4.879.700.000 4.269.177.265 87,49
- Pembangunan/Pengadaan/Peningkatan Sarana dan Prasarana 4.879.700.000 4.269.177.265 87,49
4 PROGRAM PENGELOLAAN DAN PEMBIAYAAN UTANG 40.465.238.000 35.921.946.059 88,77
- Penyusunan Peraturan Per-UU-an tentang Pengelolaan Utang 8.934.640.000 7.355.133.250 82,32
- Pengelolaan Pinjaman dan Hibah 4.964.732.000 3.608.138.150 72,68
- Pengelolaan Surat Utang Negara 10.809.324.000 10.282.131.837 95,12
- Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang 4.585.398.000 4.292.372.760 93,61
- Pengelolaan Pembiayaan Syariah 5.500.000.000 5.251.952.074 95,49
- Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Utang 5.671.144.000 5.132.217.988 90,50
83.770.898.000 71.893.535.774 85,82J U M L A H
Capaian realisasi anggaran sebesar Rp. 71.893.535.774 (85,82 %) antara lain
disebabkan:
1. Penundaan pembahasan Rancangan Undang-undang PHLN dengan DPR dan Unit-Unit
terkait.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 94
2. DJPU sebagai unit baru belum mempunyai gedung kantor untuk ruang kerja yang
memadai sesuai kebutuhan dan saat ini dua unit eselon 2 masih menempati gedung
kantor Ditjen Perbendaharaan. Hal tersebut berpengaruh terhadap proses pelaksanaan
penyediaan sarana dan prasarana perkantoran dan pemenuhan kebutuhan jumlah
pegawai sesuai dengan yang telah direncanakan, sedangkan pembiayaannya telah
dialokasikan pada DIPA Tahun Anggaran 2009.
3. Beberapa diklat yang telah direncanakan tidak jadi dilaksanakan karena diklat tersebut
telah diselenggarakan oleh BPPK dan penggantian sebagian lokasi pelaksanaan diklat
yang semula akan dilaksanakan di luar kota, namun karena beberapa hal diklat
dilaksanakan di dalam kota.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, telah menyusun Laporan Keuangan Bagian
Anggaran 15 untuk Tahun Anggaran 2007, 2008 dan 2009. Laporan Keuangan tersebut
terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Atas
Laporan Keuangan tahun 2007 dan 2008 telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa
Keuangan sebagai pemeriksa ekternal maupun Inspektorat Jenderal Kementerian
Keuangan sebagai pemeriksa internal.
Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dilakukan kepada Kementerian
Keuangan. Direktorat Jenderal Pengelolaan utang, salah satu eselon I dari Kementerian
Keuangan diaudit sebagai bagian dari Kementerian Keuangan. Dari audit yang dilakukan
kepada unit-unit eselon I tidak diberikan opini karena opini Badan Pemeriksa Keuangan
hanya diberikan kepada Kementerian dan Lembaga.
Pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Bagian Anggaran 15 tahun Anggaran 2007 dan 2008 oleh Badan Pemeriksa Keuangan
tidak terdapat catatan yang harus diperbaiki yang menjadi temuan ditingkat Kementerian.
Penilaian oleh Badan Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan terhadap
Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang dapat diyakini dan ditelusuri
kebenarannya.
Dengan demikian terhadap anggaran yang dikelola Direktorat Jenderal Pengelolaan
Utang telah dipertatanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 95
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kinerja pengelolaan utang pada akhir tahun 2009, dengan menggunakan indikator
kinerja sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
447/KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2005-2009, telah
dapat tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Jumlah kumulatif pinjaman (utang) pemerintah dibatasi tidak melebihi 40 persen dari
PDB.
2. Turunnya stok pinjaman luar negeri tidak saja secara relatif terhadap PDB tetapi juga
secara absolut.
3. Penarikan pinjaman neto kurang dari 1% PDB dan menurun secara bertahap.
Perkembangan keberhasilan pencapaian kinerja selama tahun 2005-2009 dari tiga
ukuran tersebut adalah (i) rasio utang terhadap PDB (dengan komponen utang berupa
instrumen Pinjaman Luar Negeri dan SBN) menurun dari 47 persen pada akhir tahun 2005
dan menjadi 30 persen pada akhir tahun 2009; (ii) perkembangan stok utang luar negeri
secara absolut/nominal menunjukkan sedikit kenaikan karena peningkatan stok utang
dalam mata uang US dollar akibat penerbitan SBN valas untuk memenuhi target penerbitan
SBN neto dalam periode 2005-2009 yang meningkat tajam. Penerbitan SBN Valas tersebut
dilakukan terutama untuk menghindari crowding out effect di pasar keuangan domestik; (iii)
untuk menghindari terjadinya crowding out effect di pasar keuangan domestik, Pemerintah
membatasi tambahan bersih utang domestik sebesar 1 persen dari PDB. Realisasi
tambahan bersih utang domestik terhadap PDB periode 2005–2009 masing-masing adalah
sebesar -0,1%, 0,5%, 1,1%, 0,9%, dan 0,9%. Dengan demikian rata-rata tambahan bersih
utang domestik setiap tahun dalam 5 tahun terakhir adalah sebesar 0,68 persen dari PDB.
Sedangkan, capaian kinerja DJPU, periode 2007-2009, terkait dengan pencapaian
sasaran strategis dengan menggunakan metodologi BSC adalah sebagai berikut:
1. Pencapaian sasaran strategis pembiayaan yang aman bagi kesinambungan fiskal
dengan indikator pemenuhan target untuk pembiayaan APBN melalui utang, selama
periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 96
2. Pencapaian sasaran strategis transparansi dengan indikator ketersediaan informasi
dalam rangka transparansi pengelolaan utang, selama periode 2007-2009, dapat
tercapai dengan baik.
3. Pencapaian sasaran strategis akuntabilitas dengan indikator opini eksternal auditor
terhadap LK BA Pengelolaan Utang, selama periode 2007-2009, dapat tercapai
dengan baik.
4. Pencapaian Sasaran strategis kredibilitas dengan indikator pembayaran tepat waktu,
tepat jumlah, dan tepat sasaran, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan
baik.
5. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan instrumen pembiayaan yang efektif
dengan indikator efektifitas instrumen pembiayaan baru, selama periode 2007-2009,
dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, untuk memperluas pasar SBN, setiap
tahun akan selalu dilakukan kajian terhadap kemungkinan pengembangan maupun
penerbitan instrumen baru.
6. Pencapaian sasaran strategis mengelola portofolio utang, dengan tiga indikator yaitu
rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, pencapaian target effective
cost, dan Terpenuhinya struktur portofolio utang sesuai dengan strategi yang
ditetapkan, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
7. Pencapaian sasaran strategis melaksanakan pembayaran berdasarkan tagihan
dengan indikator tingkat ketepatan pembayaran sesuai tagihan, selama periode 2007-
2009, dapat tercapai dengan baik.
8. Pencapaian sasaran strategis membina hubungan dengan kreditor dan investor,
dengan indikator peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan
fungsi pengelolaan utang dan partisipasi investor dalam penerbitan SBN, selama
periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
9. Pencapaian sasaran strategis menyusun landasan hukum dan peraturan, dengan
indikator penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang,
selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun demikian, masih
terdapat beberapa permasalahan yang harus diselesaikan di tahun berikutnya.
Terutama, dalam hal penyusunan draft RUU mengenai pinjaman luar negeri yang
masih memerlukan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan masukan atau
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 97
pandangan stakeholders mengenai perlunya pengaturan pinjaman luar negeri dalam
suatu undang-undang, pengaturan pengelolaan hibah, dan percepatan proses
penyusunan desain instrumen dan landasan hukum termasuk fatwa dan rancangan
peraturan pemerintah dalam rangka penerbitan SBSN untuk membiayai proyek APBN.
10. Pencapaian sasaran strategis melakukan monitoring dan evaluasi dengan indikator
persentase penurunan progress variant terhadap pinjaman yang masuk kategori
berisiko dibandingkan dengan total pinjaman yang aktif, selama periode 2007-2009,
dapat tercapai dengan baik.
11. Pencapaian sasaran strategis merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas
dan berkompetensi tinggi, dengan indikator % karyawan yang kompetensinya sesuai
dengan kebutuhan kompetensi jabatan tematik dan jumlah pegawai yang terkena
kasus pelanggaran berat atau penyalahgunaan wewenang, selama periode 2007-
2009, dapat tercapai dengan baik.
12. Pencapaian sasaran strategis mengembangkan organisasi yang handal dan modern,
dengan indikator persentase penyelesaian SOP terhadap SOP yang harus
diperbaharui/dibuat, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik. Namun
demikian, dalam penyusunan SOP masih perlu terus dilaksanakan pengkajian dan
penyempurnaan terhadap SOP yang ada dan penyusunan SOP baru agar semua
kegiatan pengelolaan utang dapat dilaksanakan secara efektif, transparan, dan
akuntabel.
13. Pencapaian sasaran strategis mewujudkan good governance, dengan indikator
persentase rekomendasi audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan BPK
yang telah ditindaklanjuti dan tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai
dengan prosedur, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
14. Pencapaian sasaran strategis membangun sistem informasi yang terintegrasi, dengan
indikator sistem aplikasi TIK di bidang pengelolaan utang yang terimplementasi sesuai
rencana, selama periode 2007-2009, dapat tercapai dengan baik.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 98
B. Saran
Berbagai keberhasilan kinerja yang telah dicapai di atas kiranya dapat
dipertahankan bahkan ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang. Sementara untuk
beberapa program/kegiatan yang capaian kinerjanya belum mencapai target sebagaimana
direncanakan akan ditingkatkan kinerjanya pada tahun-tahun mendatang.
Dengan disusunnya LAKIP ini diharapkan dapat memberikan informasi secara
transparan baik kepada Pimpinan DJPU maupun seluruh pihak yang terkait dengan tugas
dan fungsi DJPU, sehingga dapat memberikan umpan balik guna peningkatan kinerja pada
periode berikutnya dalam rangka lebih memberikan manfaat kepada masyarakat maupun
kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan pengelola utang.
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2009
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Halaman 99
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Pengukuran Kinerja Kegiatan Tahun 2009 2. Pengukuran Pencapaian Sasaran Tahun 2009
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Pengelolaan dan 1.1.1 Menyusun peraturan di bidang Inputs:
Pembiayaan Utang pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar a. SDM orang 115.00 115.00 100.00
Negeri (PHLN) b. Dana ribu rupiah 8,943,640.00 7,355,133.00 82.24
c. Peraturan jenis 6.00 6.00 100.00
d. Peralatan unit 80.00 80.00 100.00
e. Data entitas 6.00 6.00 100.00
Outputs:
a. RUU tentang PHLN sampai tingkat Panitia
antar Departemen buah 1.00 1.00 100.00
b. RPP tentang PHLN buah 1.00 0.00 0.00
c. RPP tentang Hibah Luar Negeri buah 1.00 1.00 100.00
Outcomes:
Terselesaikannya penyusunan
Undang-Undang dan Peraturan
Pendukung lainnya tentang PHLN persen 100.00 66.67 66.67
1.2.1 Menyusun peraturan Inputs:
perundangan-undangan tentang a. SDM orang 40.00 40.00 100.00
pengelolaan SUN b. Peraturan buah 11.00 15.00 136.36
c. Peralatan unit 40.00 40.00 100.00
d. Data entitas 12.00 12.00 100.00
Outputs :
a. Peraturan terkait transaksi SUN peraturan 3.00 9.00 300.00
b. Dokumen hukum pelaksanaan transaksi
SUN dokumen 57.00 66.00 115.79
Outcomes:
Terselenggaranya penyusunan
peraturan dan kebijakan operasional
untuk mendukung pengelolaan portofolio
dan pengembangan pasar SUN persen 100.00 100.00 100.00
PENGUKURAN KINERJA KEGIATANDIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG
TAHUN ANGGARAN 2009
No Program
Kegiatan
Persentase
Pencapaian
Target
Keterangan
(3) (4)
Uraian Indikator Kinerja Satuan Rencana Realisasi
1
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9)
No Program
Kegiatan
Persentase
Pencapaian
Target
Keterangan
(3) (4)
Uraian Indikator Kinerja Satuan Rencana Realisasi
1.3.1 Menyusun peraturan Inputs:
terkait pengelolaan a. SDM orang 30.00 37.00 123.33
pembiayaan syariah b. Dana ribu rupiah 766,850.00 753,807.24 98.30
c. Peraturan paket 11.00 11.00 100.00
d. Peralatan unit 10.00 10.00 100.00
e. Data entitas 11.00 11.00 100.00
Outputs:a. Peraturan terkait pembiayaan syariah buah 4.00 9.00 225.00
b. Dokumen hukum terkait transaksi SBSN dokumen 50.00 40.00 80.00
Outcomes:Tersedianya peraturan dan dokumen
yang memadai dalam rangka
pengelolaan pembiayaan syariah persen 100.00 100.00 100.00
1.4.1 Menyusun peraturan Inputs:
perundangan-undangan yang a. SDM orang 34.00 35.00 102.94
mendukung pelaksanaan strategi b. Dana ribu rupiah 806,040.00 794,051.00 98.51
dan pengelolaan portofolio utang c. Peraturan berkas 12.00 45.00 375.00
d. Peralatan unit 35.00 35.00 100.00
e. Data berkas 12.00 12.00 100.00
Outputs:
RPP tentang Pengadaan Pinjaman
Luar Negeri RPP 1.00 1.00 100.00
Outcomes:
Terselesaikannya penyusunan
peraturan perundangan-undangan
yang mendukung
dan pengelolaan portofolio utang persen 100.00 100.00 100.00
2.1.1 Melaksanakan pengelolaan pinjaman Inputs:
dan hibah a. SDM orang 66.00 66.00 100.00
b. Dana ribu rupiah 4,964,732.00 3,608,138.00 72.68
c. Peraturan paket 6.00 6.00 100.00
d. Peralatan unit 80.00 80.00 100.00
e. Data entitas 6.00 6.00 100.00
Outputs:
a. Loan agreement/grant agreement buah 20.00 69.00 345.00
b. Laporan misi, appraisal, pemantauan,
dan supervisi proyek yang dibiayai
proyek laporan 48.00 12.00 25.00
c. Laporan hasil evaluasi kesiapan proyek laporan 20.00 20.00 100.00
d. Buku manual PHLN buku 1.00 1.00 100.00
telah
disampaikan
ke depkumhan
2
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9)
No Program
Kegiatan
Persentase
Pencapaian
Target
Keterangan
(3) (4)
Uraian Indikator Kinerja Satuan Rencana Realisasi
Outcomes:Terwujudnya pengamanan rencana
penyerapan pinjaman dan hibah persen 100.00 100.00 100.00
3.1.1 Melaksanakan pengelolaan Surat Inputs:
Utang Negara (SUN) a. SDM orang 40.00 40.00 100.00
b. Dana ribu rupiah 10,809,324.00 10,282,131.84 95.12
c. Peraturan jenis 11.00 15.00 136.36
d. Peralatan unit 40.00 40.00 100.00
e. Data entitas 12.00 12.00 100.00
Outputs:
a. 1) SUN dalam mata uang
rupiah melalui metode
lelang:
a) Obligasi Negara frekuensi 22.00 22.00 100.00
milyar rupiah 36,400.00 54,500.00 149.73
b) Surat Perbendaharaan frekuensi 22.00 21.00 95.45
Negara milyar rupiah 24,000.00 24,700.00 102.92
c) Buyback/debtswitch frekuensi 6.00 6.00 100.00
milyar rupiah 2,284.15 11,456.00 501.54
2) SUN secara langsung frekuensi 3.00 1.00 33.33
melalui Dealing Room : milyar rupiah 500.00 10.00 2.00
3) Obligasi Negara Ritel frekuensi 2.00 1.00 50.00
(ORI) milyar rupiah 5,500.00 8,536.73 155.21
4) SUN Valas di pasar frekuensi 2.00 2.00 100.00
perdana internasional milyar rupiah 14,100.00 39,770.43 282.06
b. Kuotasi harga Dealer Utama data 240.00 233.00 97.08
c. Laporan koordinasi dan kerjasama
dengan instansi maupun pelaku pasar
baik domestik maupun internasional laporan 5.00 19.00 380.00
d. Instrumen SUN (pengembangan) instrumen 2.00 2.00 100.00
e. Pelayanan kepada publik dan investor:
1) Sosialisasi dan publikasi SUN lokasi 7.00 9.00 128.57
peserta 1,050.00 1,300.00 123.81
2) Investor gathering kegiatan 3.00 6.00 200.00
peserta 450.00 500.00 111.11
3) Dealer/analyst meeting kegiatan 9.00 4.00 44.44
peserta 270.00 200.00 74.07
4) Siaran pers dan pengumuman hasil
transaksi SUN kepada publik dokumen 32.00 62.00 193.75
f. Pre Marketing ORI lokasi 12.00 12.00 100.00
peserta 1,800.00 900.00 50.00
g. Laporan riset pasar keuangan dan SUN laporan 3.00 3.00 100.00
3
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9)
No Program
Kegiatan
Persentase
Pencapaian
Target
Keterangan
(3) (4)
Uraian Indikator Kinerja Satuan Rencana Realisasi
Outcomes:
a. Terlaksananya transaksi dalam
rangka pengelolaan portofolio SUN persen 100.00 100.00 100.00
b. Terlaksananya kegiatan pengembangan
pasar dan infrastruktur pelaksanaan
transaksi SUN persen 100.00 100.00 100.00
3.2.1 Melaksanakan pengelolaan Inputs:
portofolio SBSN a. SDM orang 30.00 37.00 123.33
b. Dana ribu rupiah 4,733,150.00 4,498,144.83 95.03
c. Peraturan paket 11.00 11.00 100.00
d. Peralatan unit 10.00 10.00 100.00
e. Data entitas 11.00 11.00 100.00
Outputs:a. Nominal SBSN triliun rupiah 20.00 16.30 81.50
b. Rekomendasi Identifikasi BMN laporan 1.00 1.00 100.00
c. Rekomendasi Komite Syariah SBSN laporan 1.00 1.00 100.00
d. Laporan pemantauan dan analisis
keuangan dan pasar SBSN laporan 3.00 66.00 2,200.00
e. Laporan hasil kajian pengembangan
instrumen pembiayaan syariah laporan 1.00 1.00 100.00
f. Laporan hasil kajian pengembangan
infrastrutur pasar SBSN laporan 1.00 1.00 100.00
g. Laporan hasil kajian penyiapan
proyek sebagai underlying transaksi
SBSN laporan 1.00 1.00 100.00
h. Publikasi SBSN paket 6.00 13.00 216.67
i. Sosialisasi SBSN lokasi 6.00 10.00 166.67
orang 900.00 1,000.00 111.11
j. Investor gathering/analyst meeting lokasi 2.00 2.00 100.00
orang 200.00 200.00 100.00
k. Penyelenggaraan Non-Deal Roadshow lokasi 1.00 0.00 0.00
l. Pre Marketing SBSN Ritel lokasi 5.00 5.00 100.00
m. Jumlah investor Sukuk Ritel orang 1,000.00 14,295.00 1,429.50
Outcomes:a. Terselenggaranya pengelolaan
pembiayaan syariah persen 100.00 90.00 90.00
b. Terlaksananya pengembangan pasar
SBSN persen 100.00 100.00 100.00
4
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9)
No Program
Kegiatan
Persentase
Pencapaian
Target
Keterangan
(3) (4)
Uraian Indikator Kinerja Satuan Rencana Realisasi
5.1.1 Mengelola strategi dan portofolio Inputs:
utang a. SDM orang 34.00 35.00 102.94
b. Dana ribu rupiah 3,779,358.00 3,498,321.76 92.56
c. Peraturan berkas 12.00 45.00 375.00
d. Peralatan unit 35.00 35.00 100.00
e. Data berkas 12.00 12.00 100.00
Outputs:
a. Rumusan strategi dan kebijakan utang
jangka menengah dan jangka panjang berkas 1.00 0.00 0.00
b. Rumusan rencana kebutuhan
pembiayaan melalui utang dalam
rangka APBN berkas 1.00 1.00 100.00
c. Rumusan rencana portofolio utang
untuk membiayai kebutuhan anggaran
tahunan (annual financing plan ) berkas 1.00 1.00 100.00
d. Laporan hasil monitoring dan analisis
kinerja dan risiko portofolio utang laporan 1.00 1.00 100.00
e. Rumusan batas maksimum pinjaman berkas 1.00 1.00 100.00
f. Laporan hasil monitoring potensi
kewajiban kontinjensi laporan 1.00 1.00 100.00
g. Laporan dan rekomendasi terkait
pelaksanaan kepatuhan terhadap
peraturan perundangan, prosedur
standar, dan kode etik laporan 1.00 0.00 0.00
h. Laporan dan rekomendasi terkait
pengelolaan risiko operasional laporan 1.00 1.00 100.00
Outcomes:
a. Tersedianya strategi dan kebijakan
pengelolaan utang yang mendukung
pencapaian struktur portofolio yang
optimal, serta tingkat risiko yang
terkendali, dan dengan biaya yang
dapat diterima persen 100.00 80.00 80.00
b. Tersedianya rekomendasi kebijakan di
bidang pengelolaan kewajiban
kontinjensi yang optimal dan
mendukung tercapanya ketahanan
fiskal persen 100.00 100.00 100.00
c. Telaksananya kegiatan pengelolaan
utang yang sesuai dengan peraturan
perundangan, prosedur operasional,
dan kode etik persen 100.00 50.00 50.00
5
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9)
No Program
Kegiatan
Persentase
Pencapaian
Target
Keterangan
(3) (4)
Uraian Indikator Kinerja Satuan Rencana Realisasi
6.1.1 Melaksanakan evaluasi, akuntansi, Inputs:
dan setelmen utang a. SDM orang 80.00 79.00 98.75
b. Dana ribu rupiah 5,671,144.00 5,132,217.00 90.50
c. Peraturan jenis 5.00 5.00 100.00
d. Peralatan unit 33.00 33.00 100.00
e. Data entitas 12.00 12.00 100.00
Outputs:
a. Nilai efektif penarikan PHLN
1) Pinjaman Program miliar rupiah 26,400.00 20,815.08 78.85
2) Pinjaman Proyek miliar rupiah 25,700.00 28,607.98 111.32
b. Nilai Pembayaran Utang
1) Cicilan Pokok Utang DN miliar rupiah 71,875.11 49,066.79 68.27
2) Bunga Utang DN miliar rupiah 68,238.60 62,641.88 91.80
3) Cicilan Pokok Utang LN miliar rupiah 69,031.70 68,031.11 98.55
4) Bunga Utang LN miliar rupiah 38,863.00 30,191.15 77.69
c. Laporan utang laporan 36.00 36.00 100.00
d. Laporan hasil monitoring dan evaluasi
proyek yang dibiayai PHLNlaporan 10.00 10.00 100.00
e. Sistem informasi utang (pengembangan) paket 3.00 3.00 100.00
Outcomes:
Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan
setelmen utang yang tepat, akurat,
profesional, dan bertanggungjawab persen 100.00 100.00 100.00
7 Penerapan 7.1.1 Menyusun dokumen organisasi Inputs:
Kepemerintahan Yang dan ketatalaksanaan a. SDM orang 9.00 9.00 100.00
Baik b. Dana ribu rupiah 2,857,062.00 2,802,730.60 98.10
c. Peraturan paket 4.00 4.00 100.00
d. Peralatan unit 8.00 8.00 100.00
e. Data berkas 11.00 11.00 100.00
Outputs:
a Dokumen organisasi dokumen 5.00 5.00 100.00
b. Dokumen ketatalaksanaan dokumen 3.00 3.00 100.00
c. Dokumen pelaporan kinerja dokumen 4.00 6.00 150.00
d. Laporan rapat-rapat koordinasi/kerja/
dinas/pimpinan/kelompok kerja/konsultasi laporan 1.00 1.00 100.00
Outcomes:Terlaksananya penataan dan
penyempurnaan organisasi dan
ketatalaksanaan persen 100.00 100.00 100.00
6
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9)
No Program
Kegiatan
Persentase
Pencapaian
Target
Keterangan
(3) (4)
Uraian Indikator Kinerja Satuan Rencana Realisasi
8.1.1 Menyelenggarakan pengembangan Inputs:
SDM dan administrasi kepegawaian a. SDM orang 14.00 12.00 114.29
b. Dana ribu rupiah 1,030,950.00 982,788.00 104.67
c. Peraturan paket 3.00 3.00 100.00
d. Peralatan unit 5.00 5.00 100.00
e. Data berkas 1.00 1.00 100.00
Outputs:
a. Dokumen kepegawaian dokumen 10.00 10.00 100.00
b. Tingkat koordinasi internal persen 100.00 100.00 100.00
c. Assesment Centre orang 186.00 50.00 26.88
d. Sistem informasi manajemen
kepegawaian unit 1.00 1.00 100.00
e. Laporan pelaksanaan baperjakat laporan 1.00 1.00 100.00
f. Laporan monitoring kode etik laporan 1.00 1.00 100.00
Outcomes:
Terlaksannya administrasi kepegawaian persen 100.00 100.00 100.00
9.1.1 Menyelenggarakan pembinaan Inputs:
administrasi dan pengelolaan a. SDM orang 10.00 11.00 110.00
keuangan b. Dana ribu rupiah 2,140,418.00 2,112,392.00 98.69
c. Peraturan jenis 10.00 10.00 100.00
d. Peralatan unit 10.00 10.00 100.00
e. Data berkas 3.00 3.00 100.00
Outputs:
a. Dokumen penganggaran dokumen 3.00 3.00 100.00
b. Dokumen perbendaharaan SPM 1,843.00 1,843.00 100.00
ribu rupiah 83,770,898.00 71,893,535.00 85.82
c. Laporan keuangan laporan 3.00 3.00 100.00
Outcomes: Terselenggaranya administrasi keuangan
yang dapat dipertanggungjawabkan persen 100.00 100.00 100.00
9.2.1 Mengelola gaji, honorarium, dan Inputs:
tunjangan a. SDM orang 11.00 11.00 100.00
b. Dana ribu rupiah 16,332,305.00 11,745,448.00 71.92
c. Peraturan jenis 10.00 10.00 100.00
d. Peralatan unit 15.00 15.00 100.00
e. Data pegawai 325.00 371.00 114.15
Outputs:
a. Gaji ribu rupiah 14,537,459.00 10,641,446.00 73.20
frekuensi 13.00 13.00 100.00
b. Uang makan ribu rupiah 1,260,270.00 630,975.00 50.07
frekuensi 12.00 12.00 100.00
c. lembur ribu rupiah 534,576.00 473,027.00 88.49
frekuensi 12.00 12.00 100.00
7
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9)
No Program
Kegiatan
Persentase
Pencapaian
Target
Keterangan
(3) (4)
Uraian Indikator Kinerja Satuan Rencana Realisasi
Outcomes: Terselenggaranya pembayaran
gaji/honorarium dan tunjangan persen 100.00 100.00 100.00
10.1.1 Menyelenggarakan operasional dan Inputs:
pemeliharaan perkantoran a. SDM orang 16.00 17.00 106.25
b. Dana ribu rupiah 12,677,650.00 9,954,543.15 121.48
c. Peraturan paket 5.00 5.00 100.00
d. Peralatan unit 20.00 20.00 100.00
e. Data berkas 5.00 5.00 100.00
Outputs:
a. Perpustakaan unit 1.00 1.00 100.00
b. Pertemuan/jamuan delegasi/misi/tamu frekuensi 250.00 120.00 48.00
c. Gedung kantor (Perawatan) unit 2.00 2.00 100.00
d. Kendaraan operasional R-2 (Perawatan) unit 10.00 10.00 100.00
e. Kendaraan operasional R-4 (Perawatan) unit 49.00 49.00 100.00
f. Peralatan dan Mesin (Pemeliharaan) unit 500.00 500.00 100.00
g. Internet, bloomberg, reuters paket 3.00 3.00 100.00h. Laporan Simak-BMN laporan 2.00 2.00 100.00
Outcomes: Terselenggaranya operasional dan
pemeliharaan perkantoran persen 100.00 100.00 100.00
11 Pengelolaan 11.1.1 Menyelenggarakan pengembangan Inputs:
Sumber Daya SDM dan administrasi kepegawaian a. SDM orang 14.00 12.00 114.29
Manusia b. Dana ribu rupiah 3,387,575.00 2,917,302.00 113.88
Aparatur c. Peraturan jenis 3.00 3.00 100.00
d. Peralatan unit 5.00 5.00 100.00
e. Data berkas 1.00 1.00 100.00
Outputs:
a. Training frekuensi 4.00 4.00 100.00
orang 120.00 156.00 130.00
b. Workshop frekuensi 4.00 4.00 100.00
orang 260.00 100.00 38.46
c. Seminar/Sosialisasi frekuensi 4.00 4.00 100.00
orang 160.00 634.00 396.25
d. Diklat teknis frekuensi 56.00 48.00 85.71
orang 270.00 947.00 350.74
e. Laporan evaluasi pemantauan
penyelenggaraan diklat frekuensi 6.00 6.00 100.00
Outcomes:
Terselenggaranya pelatihan pegawai
secara teratur persen 100.00 100.00 100.00
8
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9)
No Program
Kegiatan
Persentase
Pencapaian
Target
Keterangan
(3) (4)
Uraian Indikator Kinerja Satuan Rencana Realisasi
12 Peningkatan 12.1.1 Melaksanakan Inputs:
Sarana dan pembangunan/pengadaan/ a. SDM orang 7.00 7.00 100.00
Prasarana peningkatan sarana dan prasarana b. Dana ribu rupiah 4,879,700.00 4,269,177.00 87.49
Aparatur c. Peraturan paket 5.00 5.00 100.00
Negara d. Peralatan unit 7.00 7.00 100.00
e. Data entitas 2.00 2.00 100.00
Outputs:
a. Perlengkapan sarana gedung paket 5.00 1.00 20.00
b. Peralatan dan mesin
1) Electronic filling system paket 1.00 1.00 100.00
2) UPS unit 1.00 1.00 100.00
3) Server unit 4.00 4.00 100.00
4) Komputer dekstop unit 79.00 79.00 100.00
5) Lemari arsip modern (roll o pack) unit 1.00 1.00 100.00
6) Mesin Fotocopy unit 2.00 2.00 100.00
Outcomes:Tersedianya sarana dan prasarana yang
memadai persen 100.00 100.00 100.00
9
Visi : Menjadi Pengelola Utang Pemerintah yang Profesional dan Handal sesuai dengan Standar Internasional
(1) (2) (4) (5) (8) (9) (10)
1 Terselesaikannya 1.1 Terselesaikannya penyusunan Pengelolaan 1.1.1 Menyusun peraturan di bidang Inputs:
peraturan tentang Undang-Undang dan Peraturan dan pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar a. SDM orang 115
pengelolaan utang Pendukung lainnya tentang PHLN 100% Pembiayaan Negeri (PHLN) b. Dana ribu rupiah 8,943,640
Utang c. Peraturan jenis 6
d. Peralatan unit 80
e. Data entitas 6
Outputs:
a. RUU tentang PHLN sampai tingkat Panitia
antar Departemen buah 1
b. RPP tentang PHLN buah 1
c. RPP tentang Hibah Luar Negeri buah 1
Outcomes:
Terselesaikannya penyusunan
Undang-Undang dan Peraturan
Pendukung lainnya tentang PHLN persen 100
1.2 Terselenggaranya penyusunan Pengelolaan
dan
1.2.1 Menyusun peraturan Inputs:
peraturan dan kebijakan operasional Pembiayaan
Utang
perundangan-undangan tentang a. SDM orang 40
untuk mendukung pengelolaan portofolio pengelolaan SUN b. Peraturan buah 11
dan pengembangan pasar SUN 100% c. Peralatan unit 40
d. Data entitas 12
Outputs :
a. Peraturan terkait transaksi SUN peraturan 3
b. Dokumen hukum pelaksanaan transaksi
SUN dokumen 57
Outcomes:
Terselenggaranya penyusunan
peraturan dan kebijakan operasional
untuk mendukung pengelolaan portofolio
dan pengembangan pasar SUN persen 100
1.3 Tersedianya peraturan dan dokumen Pengelolaan 1.3.1 Menyusun peraturan Inputs:
yang memadai dalam rangka dan terkait pengelolaan a. SDM orang 30
pengelolaan pembiayaan syariah 100% Pembiayaan pembiayaan syariah b. Dana ribu rupiah 670,725
Utang c. Peraturan paket 11
d. Peralatan unit 10
e. Data entitas 11
Outputs:
a. Peraturan terkait pembiayaan syariah buah 4
b. Dokumen hukum terkait transaksi SBSN dokumen 50
RENCANA KINERJA TAHUNAN
(6)
Kegiatan
DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANGTAHUN ANGGARAN 2009
(3)
KeteranganNo
(7)
Satuan TargetProgram
Uraian Indikator Kinerja
Sasaran
Uraian Indikator Target
1
(1) (2) (4) (5) (8) (9) (10)(6)
Kegiatan
(3)
KeteranganNo
(7)
Satuan TargetProgram
Uraian Indikator Kinerja
Sasaran
Uraian Indikator Target
Outcomes:
Tersedianya peraturan dan dokumen
yang memadai dalam rangka
pengelolaan pembiayaan syariah persen 100
1.4 Terselesaikannya penyusunan Pengelolaan 1.4.1 Menyusun peraturan Inputs:
peraturan perundangan-undangan dan perundangan-undangan yang a. SDM orang 34
yang mendukung Pembiayaan mendukung pelaksanaan strategi b. Dana ribu rupiah 1,147,525
dan pengelolaan portofolio utang 100% Utang dan pengelolaan portofolio utang c. Peraturan berkas 12
d. Peralatan unit 35
e. Data berkas 12
Outputs:
RPP tentang Pengadaan Pinjaman
Luar Negeri RPP 1
Outcomes:
Terselesaikannya penyusunan
peraturan perundangan-undangan
yang mendukung
dan pengelolaan portofolio utang persen 100
2 Terwujudnya pengamanan 2.1 Terwujudnya pengamanan rencana Pengelolaan 2.1.1 Melaksanakan pengelolaan pinjaman Inputs:
rencana penyerapan penyerapan pinjaman dan hibah 100% dan dan hibah a. SDM orang 66
pinjaman luar negeri Pembiayaan b. Dana ribu rupiah 4,964,732
(dishbursment) baik Utang c. Peraturan paket 6
pinjaman program maupun d. Peralatan unit 80
pinjaman proyek e. Data entitas 6
Outputs:
a. Loan agreement/grant agreement buah 20
b. Laporan misi, appraisal, pemantauan,
dan supervisi proyek yang dibiayai
proyek laporan 48
c. Laporan hasil evaluasi kesiapan proyek laporan 20
d. Buku manual PHLN buku 1
Outcomes:
Terwujudnya pengamanan rencana
penyerapan pinjaman dan hibah persen 100
2
(1) (2) (4) (5) (8) (9) (10)(6)
Kegiatan
(3)
KeteranganNo
(7)
Satuan TargetProgram
Uraian Indikator Kinerja
Sasaran
Uraian Indikator Target
3 Terlaksananya 3.1 Terlaksananya transaksi dalam Pengelolaan 3.1.1 Melaksanakan pengelolaan Surat Inputs:
pengelolaan Portofolio SBN rangka pengelolaan portofolio SUN 100% dan Utang Negara (SUN) a. SDM orang 40
Pembiayaan b. Dana ribu rupiah 10,809,324
4 Berkembangnya Pasar dan 4.1 Terlaksananya kegiatan pengembangan Utang c. Peraturan jenis 5
infrastruktur pendukung pasar dan infrastruktur pelaksanaan d. Peralatan unit 40
SBN transaksi SUN 100% e. Data entitas 12
Outputs:
a. 1) SUN dalam mata uang
rupiah melalui metode
lelang:
a) Obligasi Negara frekuensi 22
milyar rupiah 36,400
b) Surat Perbendaharaan frekuensi 22
Negara milyar rupiah 24,000
c) Buyback/debtswitch frekuensi 6
milyar rupiah 2,284
2) SUN secara langsung frekuensi 3
melalui Dealing Room : milyar rupiah 500
3) Obligasi Negara Ritel frekuensi 2
(ORI) milyar rupiah 5,500
4) SUN Valas di pasar frekuensi 2
perdana internasional milyar rupiah 14,100
b. Kuotasi harga Dealer Utama data 240
c. Laporan koordinasi dan kerjasama
dengan instansi maupun pelaku pasar
baik domestik maupun internasional laporan 5
d. Instrumen SUN (pengembangan) instrumen 2
e. Pelayanan kepada publik dan investor:
1) Sosialisasi dan publikasi SUN lokasi 7
peserta 1,050
2) Investor gathering kegiatan 3
peserta 450
3) Dealer/analyst meeting kegiatan 9
peserta 270
4) Siaran pers dan pengumuman hasil
transaksi SUN kepada publik dokumen 32
f. Pre Marketing ORI lokasi 12
peserta 1,800
g. Laporan riset pasar keuangan dan SUN laporan 3
Outcomes:
a. Terlaksananya transaksi dalam
rangka pengelolaan portofolio SUN persen 100
b. Terlaksananya kegiatan pengembangan
pasar dan infrastruktur pelaksanaan
transaksi SUN persen 100
3
(1) (2) (4) (5) (8) (9) (10)(6)
Kegiatan
(3)
KeteranganNo
(7)
Satuan TargetProgram
Uraian Indikator Kinerja
Sasaran
Uraian Indikator Target
3.2 Terselenggaranya pengelolaan Pengelolaan 3.2.1 Melaksanakan pengelolaan Inputs:
pembiayaan syariah 100% dan portofolio SBSN a. SDM orang 30
Pembiayaan b. Dana ribu rupiah 4,829,275
4.2 Terlaksananya pengembangan pasar Utang c. Peraturan paket 11
SBSN 100% d. Peralatan unit 10
e. Data entitas 11
Outputs:
a. Nominal SBSN triliun rupiah 20.00
b. Rekomendasi Identifikasi BMN laporan 1
c. Rekomendasi Komite Syariah SBSN laporan 1
d. Laporan pemantauan dan analisis
keuangan dan pasar SBSN laporan 3
e. Laporan hasil kajian pengembangan
instrumen pembiayaan syariah laporan 1
f. Laporan hasil kajian pengembangan
infrastrutur pasar SBSN laporan 1
g. Laporan hasil kajian penyiapan
proyek sebagai underlying transaksi
SBSN laporan 1
h. Publikasi SBSN paket 6
i. Sosialisasi SBSN lokasi 6
orang 900
j. Investor gathering/analyst meeting lokasi 2
orang 200
k. Penyelenggaraan Non-Deal Roadshow lokasi 1
l. Pre Marketing SBSN Ritel lokasi 5
m. Jumlah investor Sukuk Ritel orang 1000
Outcomes:
a. Terselenggaranya pengelolaan
pembiayaan syariah persen 100
b. Terlaksananya pengembangan pasar
SBSN persen 100
5 Tersedianya strategi 5.1 Tersedianya strategi dan kebijakan Pengelolaan 5.1.1 Mengelola strategi dan portofolio Inputs:
pengelolaan utang dengan pengelolaan utang yang mendukung dan utang a. SDM orang 34
struktur portofolio yang pencapaian struktur portofolio yang Pembiayaan b. Dana ribu rupiah 3,437,873
optimal, tingkat risiko yang optimal, serta tingkat risiko yang Utang c. Peraturan berkas 12
terkendali, dan tingkat terkendali, dan dengan biaya yang d. Peralatan unit 35
biaya yang dapat diterima dapat diterima 100% e. Data berkas 12
5.2 Tersedianya rekomendasi kebijakan di
bidang pengelolaan kewajiban Outputs:
kontinjensi yang optimal dan a. Rumusan strategi dan kebijakan utang
mendukung tercapanya ketahanan jangka menengah dan jangka panjang berkas 1
fiskal 100% b. Rumusan rencana kebutuhan
5.3 Telaksananya kegiatan pengelolaan pembiayaan melalui utang dalam
utang yang sesuai dengan peraturan rangka APBN berkas 1
perundangan, prosedur operasional, c. Rumusan rencana portofolio utang
dan kode etik 100% untuk membiayai kebutuhan anggaran
tahunan (annual financing plan ) berkas 1
d. Laporan hasil monitoring dan analisis
kinerja dan risiko portofolio utang laporan 1
e. Rumusan batas maksimum pinjaman berkas 1
4
(1) (2) (4) (5) (8) (9) (10)(6)
Kegiatan
(3)
KeteranganNo
(7)
Satuan TargetProgram
Uraian Indikator Kinerja
Sasaran
Uraian Indikator Target
f. Laporan hasil monitoring potensi
kewajiban kontinjensi laporan 1
g. Laporan dan rekomendasi terkait
pelaksanaan kepatuhan terhadap
peraturan perundangan, prosedur
standar, dan kode etik laporan 1
h. Laporan dan rekomendasi terkait
pengelolaan risiko operasional laporan 1
Outcomes:
a. Tersedianya strategi dan kebijakan
pengelolaan utang yang mendukung
pencapaian struktur portofolio yang
optimal, serta tingkat risiko yang
terkendali, dan dengan biaya yang
dapat diterima persen 100
b. Tersedianya rekomendasi kebijakan di
bidang pengelolaan kewajiban
kontinjensi yang optimal dan
mendukung tercapanya ketahanan
fiskal persen 100
c. Telaksananya kegiatan pengelolaan
utang yang sesuai dengan peraturan
perundangan, prosedur operasional,
dan kode etik persen 100
6 Terlaksananya evaluasi, 6.1 Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan Pengelolaan 6.1.1 Melaksanakan evaluasi, akuntansi, Inputs:
akuntansi, dan setelmen setelmen utang yang tepat, akurat, dan dan setelmen utang a. SDM orang 80
utang secara efektif dan profesional, dan bertanggungjawab 100% Pembiayaan b. Dana ribu rupiah 5,671,144
efisien Utang c. Peraturan jenis 5
d. Peralatan unit 33
e. Data entitas 12
Outputs:
a. Nilai efektif penarikan PHLN
1) Pinjaman Program miliar rupiah 26,400.00
2) Pinjaman Proyek miliar rupiah 25,700.00
b. Nilai Pembayaran Utang
1) Cicilan Pokok Utang DN miliar rupiah 73,051.17
2) Bunga Utang DN miliar rupiah 69,340.00
3) Cicilan Pokok Utang LN miliar rupiah 61,609.20
4) Bunga Utang LN miliar rupiah 32,317.79
c. Laporan utang laporan 3
d. Laporan hasil monitoring dan evaluasi
proyek yang dibiayai PHLN laporan 10
e. Sistem informasi utang (pengembangan) paket 3
Outcomes:
Terlaksananya evaluasi, akuntansi, dan
setelmen utang yang tepat, akurat,
profesional, dan bertanggungjawab persen 100
5
(1) (2) (4) (5) (8) (9) (10)(6)
Kegiatan
(3)
KeteranganNo
(7)
Satuan TargetProgram
Uraian Indikator Kinerja
Sasaran
Uraian Indikator Target
7 Meningkatnya kualitas 7.1 Terlaksananya penataan dan Penerapan 7.1.1 Menyusun dokumen organisasi Inputs:
organisasi dan penyempurnaan organisasi dan Kepemerintahan dan ketatalaksanaan a. SDM orang 9
ketatalaksanaan direktorat ketatalaksanaan 100% Yang Baik b. Dana ribu rupiah 2,857,062
jenderal c. Peraturan paket 4
d. Peralatan unit 8
e. Data berkas 11
Outputs:
a Dokumen organisasi dokumen 5
b. Dokumen ketatalaksanaan dokumen 3
c. Dokumen pelaporan kinerja dokumen 4
d. Laporan rapat-rapat koordinasi/kerja/
dinas/pimpinan/kelompok kerja/konsultasi laporan 1
Outcomes:
Terlaksananya penataan dan
penyempurnaan organisasi dan
ketatalaksanaan persen 100
8 Meningkatnya pelayanan 8.1 Terlaksannya administrasi kepegawaian 100% Penerapan 8.1.1 Menyelenggarakan pengembangan Inputs:
kepegawaian Kepemerintahan SDM dan administrasi kepegawaian a. SDM orang 14Yang Baik b. Dana ribu rupiah 1,030,950
c. Peraturan paket 3
d. Peralatan unit 5
e. Data berkas 1
Outputs:
a. Dokumen kepegawaian dokumen 10
b. Tingkat koordinasi internal persen 100
c. Assesment Centre orang 186
d. Sistem informasi manajemen
kepegawaian unit 1
e. Laporan pelaksanaan baperjakat laporan 1
f. Laporan monitoring kode etik laporan 1
Outcomes:
Terlaksannya administrasi kepegawaian persen 100
9 Meningkatnya kualitas 9.1 Terselenggaranya administrasi keuangan Penerapan 9.1.1 Menyelenggarakan pembinaan Inputs:
perencanaan program dan yang dapat dipertanggungjawabkan 100% Kepemerintahan administrasi dan pengelolaan a. SDM orang 10
keuangan, pengelolaan Yang Baik keuangan b. Dana ribu rupiah 2,140,418
keuangan, dan laporan c. Peraturan jenis 1
keuangan Direktorat d. Peralatan unit 10
Jenderal; e. Data berkas PM
Outputs:
a. Dokumen penganggaran dokumen 3
b. Dokumen perbendaharaan SPM PM
ribu rupiah 83,770,898.00
c. Laporan keuangan laporan 3
Outcomes:
Terselenggaranya administrasi keuangan
yang dapat dipertanggungjawabkan persen 100
6
(1) (2) (4) (5) (8) (9) (10)(6)
Kegiatan
(3)
KeteranganNo
(7)
Satuan TargetProgram
Uraian Indikator Kinerja
Sasaran
Uraian Indikator Target
9.2 Terselenggaranya pembayaran Penerapan 9.2.1 Mengelola gaji, honorarium, dan Inputs:
gaji/honorarium dan tunjangan 100% Kepemerintahan tunjangan a. SDM orang 16Yang Baik b. Dana ribu rupiah 16,332,305
c. Peraturan jenis 10
d. Peralatan unit 15
e. Data pegawai 325
Outputs:
a. Gaji ribu rupiah 15,302,705
frekuensi 13
b. Uang makan ribu rupiah 1,029,600
frekuensi 12
Outcomes:
Terselenggaranya pembayaran
gaji/honorarium dan tunjangan persen 100
10 Meningkatnya kualitas 10.1 Terselenggaranya operasional dan Penerapan 10.1.1 Menyelenggarakan operasional dan Inputs: Bag. Umum & Duktek
pelayanan pemeliharaan perkantoran 100% Kepemerintahan pemeliharaan perkantoran a. SDM orang 16
kerumahtanggaan Yang Baik b. Dana ribu rupiah 12,677,650
pengelolaan pemeliharaan c. Peraturan paket 5
sarana gedung, peralatan, d. Peralatan unit 20
dan kendaraaan dinas e. Data berkas 5
Direktorat Jenderal
Outputs:
a. Perpustakaan unit 1
b. Pertemuan/jamuan delegasi/misi/tamu frekuensi 250
c. Gedung kantor (Perawatan) unit 2
d. Kendaraan operasional R-2 (Perawatan) unit 10
e. Kendaraan operasional R-4 (Perawatan) unit 49
f. Peralatan dan Mesin (Pemeliharaan) unit 500
g. Internet, bloomberg, reuters paket 3
h. Laporan Simak-BMN laporan 2
Outcomes:
Terselenggaranya operasional dan
pemeliharaan perkantoran persen 100
11 Meningkatnya kapasitas/ 11.1 Terselenggaranya pelatihan pegawai Pengelolaan 11.1.1 Menyelenggarakan pengembangan Inputs:
kualitas SDM secara teratur 100% Sumber Daya SDM dan administrasi kepegawaian a. SDM orang 14
Manusia b. Dana ribu rupiah 3,387,575
Aparatur c. Peraturan jenis 3
d. Peralatan unit 5
e. Data berkas 1
7
(1) (2) (4) (5) (8) (9) (10)(6)
Kegiatan
(3)
KeteranganNo
(7)
Satuan TargetProgram
Uraian Indikator Kinerja
Sasaran
Uraian Indikator Target
Outputs:
a. Training frekuensi 4
orang 120
b. Workshop frekuensi 4
orang 260
c. Seminar/Sosialisasi frekuensi 4
orang 160
d. Diklat teknis frekuensi 56
orang 270
e. Laporan evaluasi pemantauan
penyelenggaraan diklat frekuensi 6
Outcomes:
Terselenggaranya pelatihan pegawai
secara teratur persen 100
12 Meningkatnya kualitas 12.1 Tersedianya sarana dan prasarana yang Peningkatan 12.1.1 Melaksanakan Inputs: Bag. Umum & Duktek
pembinaan administrasi memadai 100% Sarana dan pembangunan/pengadaan/ a. SDM orang 7
dan pengelolaan sarana Prasarana peningkatan sarana dan prasarana b. Dana ribu rupiah 4,879,700
dan prasarana direktorat Aparatur c. Peraturan paket 5
jenderal Negara d. Peralatan unit 7
e. Data entitas 2
Outputs:
a. Perlengkapan sarana gedung paket 5
b. Peralatan dan mesin
1) Electronic filling system paket 1
2) UPS unit 1
3) Server unit 4
4) Komputer dekstop unit 79
5) Lemari arsip modern (roll o pack) unit 1
6) Mesin Fotocopy unit 2
Outcomes:
Tersedianya sarana dan prasarana yang
memadai persen 100
8