perhitungan besaran fisis dinamika fluida relativistik dengan

55
Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan Menggunakan Lattice Gauge Theory Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains Andhika Oxalion 0303020139 Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Depok 2007

Upload: dinhkhue

Post on 03-Jan-2017

232 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida

Relativistik dengan Menggunakan Lattice Gauge

Theory

Tugas Akhir

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains

Andhika Oxalion

0303020139

Departemen Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Indonesia

Depok

2007

Page 2: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Lembar Persetujuan

Judul Skripsi : Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Menggunakan Lattice Gauge Theory

Nama : Andhika Oxalion

NPM : 0303020139

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui

Depok, Mei 2007

Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. L. T. Handoko Dr. Terry Mart

Penguji I Penguji II

Dr. Anto Sulaksono Dr. Agus Salam

Page 3: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Kata Pengantar

Teori Medan Kuantum (Quantum Field Theory), alat kita untuk menjelaskan

gaya fundamental, diformulasikan dalam ruang-waktu kontinu dengan memper-

lakukan ruang dan waktu dalam dimensi yang setara. Di sisi lain, dinamika

fluida klasik mengandung besaran yang bergantung ruang dan waktu. Hal ini

menimbulkan ide mengenai kemungkinan dinamika fluida diformulasikan ulang

menggunakan teori medan. Kemudian, jika dapat dilakukan, harus dapat dihi-

tung besaran-besaran fisis yang ada dalam dinamika fluida tersebut.

Sebelumnya, penulis lain telah berhasil memformulasikan dinamika fluida meng-

gunakan teori medan, yaitu mencari Lagrangian dinamika fluida yang bila dipro-

ses lebih lanjut akan menghasilkan persamaan dinamika fluida relativistik. Pada

tugas akhir ini, penulis menghitung besaran-besaran fisis dinamika fluida ber-

dasarkan Lagrangian tersebut. Perhitungan besaran fisis ini dilakukan dengan

menggunakan Lattice Gauge Theory di mana ruang dan waktu kontinu pada

teori medan diganti dengan kumpulan titik diskrit pada kisi empat dimensi. Ke-

untungan yang diperoleh adalah, perhitungan yang rumit secara analitik dapat

diperoleh secara numerik. Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih ke-

pada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini baik secara

langsung maupun tidak langsung, antara lain:

1. Dr. L.T. Handoko selaku pembimbing I yang telah membimbing penulis

mulai dari awal diskusi hingga penyelesaian tugas akhir ini serta atas ide-

ide, dukungan dan saran yang diberikan.

2. Dr. Terry Mart selaku pembimbing II dan ketua peminatan Fisika Nuklir

dan Partikel atas bimbingan dan dukungan yang diberikan baik itu selama

kuliah maupun pengerjaan tugas akhir ini.

iii

Page 4: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

3. Dr. Anto Sulaksono dan Dr. Agus Salam selaku penguji I dan II atas

diskusi dalam penyelesaian tugas akhir ini.

4. Orang tua dan kakak Alvin Stanza atas saran dan bantuan yang diberikan

semasa kuliah.

5. Rekan-rekan di Lab Teori : Ryky, Victor, Juju, Beriya, Popo, Freddy, Han-

dhika, Arum, Ardy, Nita, Harykin, Chandi, Pak Ayung, Pak Sulaiman, Mas

Parada.

6. Teman-teman fisika angkatan 2003 dan teman-teman di KMK.

7. Special thanks, kepada Heribertus Bayu Hartanto serta Nowo Riveli yang

sungguh membantu penulis mengejar materi dan juga dalam pemrograman.

Kepada Arif Budi Mulyawan yang telah bersedia meminjamkan komputer-

nya untuk menjalankan program.

8. Juga semua pihak yang tidak dapat disebutkan di sini atas dukungan dan

doa kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perkembangan

riset di Fisika UI.

Depok, Mei 2007

Andhika Oxalion

iv

Page 5: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Abstrak

Dinamika fluida berbasis teori medan diformulasikan dalam kisi ruang waktu

diskrit. Dengan formulasi tersebut dihitung besaran fisis dinamika fluida rela-

tivistik dengan menggunakan simulasi Metropolis Monte Carlo. Formulasi ini

memberikan pemahaman dasar untuk perhitungan bermacam-macam observable

dari fenomena yang dimodelkan dengan Lagrangian dinamika fluida di mana ti-

dak ada jaminan teori perturbasi berlaku.

Kata kunci: Lagrangian dinamika fluida, lattice gauge theory, interaksi sistem

multi fluida

viii+30 hlm.; lamp.

Daftar Acuan: 13(1993-2006)

Abstract

Fluid dynamics based on the gauge field theory is formulated on a discrete space-

time lattice. Using this formulation, physical observable of relativistic fluid dyna-

mics is calculated using Metropolis Monte Carlo simulation. This formulation

provides basic knowledge to calculate some observables for phenomenon modeled

with the fluid dynamics Lagrangian where no guarantee that perturbation theory

can be applied.

Keywords: Fluid dynamics Lagrangian, lattice gauge theory, multi-fluids intera-

ction

viii+30 pp.; appendices.

References: 13(1993-2006)

v

Page 6: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Daftar Isi

Kata Pengantar iii

Abstrak v

Daftar Isi vi

Daftar Gambar viii

1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

1.2 Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

1.3 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

1.4 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

2 Dinamika Fluida Berbasis Teori Medan 4

2.1 Dinamika Fluida Klasik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

2.2 Teori Medan Gauge untuk Dinamika Fluida . . . . . . . . . . . . 6

2.3 Sistem Multi Fluida . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10

3 Teori Medan Gauge pada Lattice 12

3.1 Path Integral dalam Mekanika Kuantum . . . . . . . . . . . . . . 13

3.2 Teori Medan Kuantum Menggunakan Path Integral . . . . . . . . 15

3.3 Diskritisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

3.4 Transformasi Gauge pada Lattice . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19

3.5 Observable . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23

3.6 Path Integral dan Mekanika Statistik . . . . . . . . . . . . . . . . 24

vi

Page 7: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

4 Hasil dan Pembahasan 26

5 Kesimpulan 30

A Evaluasi Path Integral dengan Metode Monte Carlo 31

B Pemrograman 35

B.1 Perhitungan Matriks Kompleks . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35

B.2 Generator Matriks SU(2) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40

B.3 Program Simulasi pada Lattice . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41

B.4 Program Iterasi Z terhadap |v| . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44

Daftar Acuan 46

vii

Page 8: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Daftar Gambar

3.1 Diskritisasi interval waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14

3.2 Lintasan partikel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

3.3 Lattice atau kisi 3 dimensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18

3.4 Lintasan C antara x dan y . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21

3.5 Uµνx pada sebuah Plaquette . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23

4.1 Nilai Z pada kisi 104 site |v| = 0, 8c hingga 0.9c . . . . . . . . . . 27

4.2 Nilai Z pada kisi 304 site dengan |v| = 0.8 hingga 0.9c . . . . . . 28

4.3 Nilai Z pada kisi 304 site dengan |v| = 0 hingga 0.5c . . . . . . . 28

4.4 Nilai F pada kisi 304 site dengan |v| = 0 hingga 0.5c . . . . . . . 29

viii

Page 9: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Bab 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Dinamika fluida klasik diturunkan dari Hukum II Newton dan hukum kekekal-

an massa. Persamaan tersebut nonlinier sehingga mengakibatkan solusi sulit

dicari karena solusinya tidak dapat disuperposisikan[1]. Sementara itu, banyak

sistem-sistem yang dapat dimodelkan dengan menggunakan dinamika fluida, mi-

salnya kosmologi turbulen, quark-gluon plasma, dll yang memerlukan solusi ter-

sebut untuk melakukan perhitungan-perhitungan berikutnya. Sebagai alternatif,

dinamika fluida dimodelkan sebagai Lagrangian boson yang invarian terhadap

transformasi gauge. Metode ini telah diaplikasikan pada sistem fluida yang ber-

interaksi dengan soliton yaitu protein α heliks yang berinteraksi dengan biofluida

[2]. Lagrangian yang invarian terhadap transformasi gauge tersebut dapat difor-

mulasikan untuk sistem relativistik yang invarian terhadap transformasi Lorentz

sehingga dengan menggunakan persamaan Euler-Lagrange dapat diperoleh per-

samaan dinamika fluida relativistik [3]. Dinamika fluida berbasis teori medan ini

juga dapat mendeskripsikan sistem multi fluida dengan menggunakan Lagrangian

yang invarian terhadap transformasi gauge non-Abelian.

1.2 Perumusan Masalah

Pendekatan alternatif untuk formulasi dinamika fluida dari first principle telah

dilakukan dengan menggunakan mekanika analitik. Persamaan dinamika flui-

da diturunkan sebagai persamaan gerak dari Lagrangian boson yang invarian

1

Page 10: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

terhadap transformasi gauge dengan menggunakan persamaan Euler-Lagrange.

Interaksi pada sistem multifluida dimodelkan dengan menggunakan Lagrangian

boson yang invarian terhadap transformasi gauge non-Abelian yang merepresen-

tasikan fluida murni tanpa materi. Perhitungan fungsi partisi dan observable

energi bebas interaksi fluida dilakukan dengan mengevaluasi path integral. Na-

mun besarnya konstanta kopling g tidak diketahui, sehingga path integral secara

umum harus dihitung secara non-perturbatif.

Perhitungan secara non-perturbatif dilakukan dengan menggunakan Lattice Ga-

uge Theory. Formulasi Quantum Chromodynamics dalam ruang-waktu diskrit

atau sering disebut dengan Lattice QCD digunakan untuk menghitung besaran-

besaran QCD pada energi rendah di mana konstanta kopling QCD sangat be-

sar. Pada Lattice Gauge Theory, aksi disusun pada kisi ruang dan waktu diskrit

sehingga memungkinkan path integral dihitung secara numerik dengan menggu-

nakan metode Monte Carlo. Dengan menghitung observable dari Lagrangian

ini maka diharapkan kita bisa mempelajari perilaku atau sifat-sifatnya terutama

dalam kaitannya dengan besar konstanta kopling g maupun kecepatan.

1.3 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat teoritik. Teori yang digunakan ialah dinamika fluida de-

ngan pendekatan teori medan. Untuk memperoleh observable dari teori ini, aksi

yang menggambarkan interaksi fluida murni terlebih dahulu diformulasikan da-

lam ruang dan waktu diskrit. Setelah itu dapat dihitung fungsi partisi dengan

mengevaluasi path integral menggunakan metode Metropolis Monte Carlo.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari teknik dasar perhitungan Lattice Ga-

uge Theory dengan menggunakan metode Metropolis Monte Carlo dan implemen-

tasinya pada pemrograman serta menghitung besaran fisis dari dinamika fluida

relativistik dengan metode Lattice Gauge Theory. Penelitian difokuskan pada

formulasi teori gauge untuk fluida pada kisi ruang waktu diskrit dan besaran fisis

2

Page 11: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

energi bebas dari interaksi fluida murni yang direpresentasikan dengan medan

gauge dalam Lagrangian boson. Perhitungan besaran fisis ini dapat dilakukan

dengan terlebih dahulu mencari fungsi partisi dari sistem, kemudian besaran fisis

tersebut dapat dihitung dengan metode mekanika statistik.

3

Page 12: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Bab 2

Dinamika Fluida Berbasis TeoriMedan

Pada bab ini dibahas secara singkat teori dinamika fluida secara klasik maupun

dengan pendekatan berbasis teori medan.

2.1 Dinamika Fluida Klasik

Fluida didefinisikan sebagai materi yang mengalami perubahan bentuk secara

kontinu bila diberi tegangan geser. Dinamika fluida merupakan cabang dari ilmu

fisika yang mempelajari aliran fluida (cairan dan gas). Persamaan dinamika fluida

klasik, seperti mekanika klasik pada umumnya, diturunkan berdasarkan hukum

II Newton dan hukum kekekalan massa

∂~v

∂t+ (~v · ~∇)~v = −1

ρ~∇P + µ~∇2~v (2.1)

dengan ~v ialah kecepatan fluida, P ialah tekanan, ρ ialah kerapatan dan µ ialah

koefisien viskositas. Hukum kekekalan massa menyatakan bahwa fluida tidak

dapat diciptakan maupun dimusnahkan. Bila kita memberi gangguan pada fluida,

massa fluida sebelum dan sesudah gangguan haruslah tetap. Pandang suatu

fluida dengan volume V dengan S merupakan permukaan tertutup dari volume

V . Massa fluida ialah∫

VρdV , sementara fluks massa fluida pada permukaan

tertutup S ialah∮

(ρ~v) · dS sehingga hukum kekekalan massa dinyatakan sebagai

berikut∮

(ρ~v) · dS = − ∂

∂t

V

ρdV (2.2)

4

Page 13: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

dengan teorema Gauss diperoleh,∫

V

~∇ · (ρ~v)dV = − ∂

∂t

V

ρdV

V

[

∂ρ

∂t+ ~∇ · (ρ~v)

]

dV = 0

∂ρ

∂t+ ~∇ · (ρ~v) = 0 (2.3)

yang tidak lain merupakan persamaan kontinuitas. Hukum II Newton menyata-

kan kekekalan momentum

~F = md2~x

dt2(2.4)

Terdapat dua jenis gaya yang dapat bekerja pada fluida yang bergerak, yaitu

1. Gaya badan (body force), yang bekerja langsung pada elemen volume fluida.

Contohnya adalah gaya gravitasi, listrik dan magnet.

2. Gaya permukaan, (surface force) yang bekerja langsung pada permukaan

elemen fluida. Hanya ada 2 sumber gaya jenis ini: (a) distribusi tekanan

pada permukaan dan (b) distribusi regangan dan tegangan normal pada

permukaan elemen fluida.

Untuk aliran fluida bermassa m → ρV dan percepatan,

d2~x

dt2→ D~v

Dt

dengan material derivativeD

Dt=

∂t+ ~v · ~∇.

Maka hukum II Newton untuk aliran fluida dapat ditulis menjadi

ρD~v

Dt=

~F

V(2.5)

Gaya yang fundamental pada aliran fluida ialah gradien tekanan yang dapat

ditulis sebagai berikut,Fi

V= − ∂

∂xkΠik, (2.6)

dimana tensor tekanan, Πik diberikan oleh

Πik = Pδik − σik, (2.7)

5

Page 14: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

dengan P tekanan dan σik ialah tensor viskositas. Tensor viskositas secara umum

merupakan tensor asimetrik. Tensor viskositas dapat ditulis [4],

σij = η

(

∂vi

∂xk+

∂vk

∂xi− 2

3δij

~∇ · ~v)

+ νδik~∇ · ~v, (2.8)

dengan η dan ν masing-masing merupakan koefisien viskositas kinematis dan

dinamis. Dengan melakukan substitusi persamaan (2.6), (2.7) dan (2.8) ke hukum

II Newton untuk fluida pada persamaan (2.5) dapat diperoleh,

ρ

(

∂~v

∂t+ (~v · ~∇)~v

)

= −~∇P + η~∇2~v +

(

ν +1

)

~∇(~∇ · ~v). (2.9)

Untuk fluida inkompresibel ~∇ · ~v = 0 dan µ ≡ η/ρ didapatkan persamaan gerak

untuk fluida inkompresibel

∂~v

∂t+ (~v · ~∇)~v = −1

ρ~∇P + µ~∇2~v (2.10)

seperti pada persamaan (2.1).

2.2 Teori Medan Gauge untuk Dinamika Fluida

Persamaan dinamika fluida merupakan persamaan nonlinier yang menggambark-

an aliran fluida dengan kecepatan aliran ~v ≡ ~v(t, xi), dimana xi adalah koordinat

3 dimensi. Hal ini memungkinkan persamaan tersebut diperumum sebagai per-

samaan nonlinier dalam koordinat 4 dimensi xµ ≡ (x0, xi) = (xt, ~r) = (ct, x, y, z)

dengan kecepatan ~v ≡ ~v(xµ) Dalam hal ini digunakan ruang Minkowski dengan

tensor metrik gµν = (1,−~1) = (1,−1,−1,−1) sehingga x2 = xµxµ = xµgµνxν =

x20 − x2 = x2

0 − x21 − x2

2 − x23. Karena diturunkan dari hukum II Newton maka,

secara prinsip, persamaan gerak fluida dapat diturunkan melalui mekanika ana-

litik dengan prinsip aksi minimum. Penurunan telah dikerjakan dalam sejumlah

paper demikian pula dengan formulasi dinamika fluida menggunakan Lagrangian

berdasarkan simetri gauge. Beberapa paper bahkan menganalogikannya dengan

persamaan Maxwell. Namun perlu ditekankan bahwa persamaan dinamika flui-

da dan persamaan Maxwell merupakan persamaan untuk sistem yang berbeda,

analogi yang dimaksud adalah dalam konstruksi Lagrangian dinamika fluida. Pa-

da subbab ini akan dijelaskan konstruksi persamaan dinamika fluida berdasarkan

6

Page 15: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

first principle mekanika analitik yaitu dengan Lagrangian density. Karena persa-

maan gerak fluida secara umum bergantung pada ruang dan waktu, maka dapat

digunakan metode pada teori medan relativistik yang memperlakukan ruang dan

waktu dalam dimensi yang sama. Persamaan dinamika fluida diturunkan seba-

gai persamaan gerak dari Lagrangian boson yang invarian terhadap transformasi

gauge dan transformasi Lorentz melalui persamaan Euler-Lagrange.

Lagrangian untuk medan boson yang invarian terhadap transformasi gauge lokal

ialah

L = (∂µφ∗)(∂µφ) + V (φ) + LA (2.11)

dimana

LA = −1

4FµνF

µν + gJµAµ + g2AµA

µφ∗φ (2.12)

dengan tensor kuat medan Fµν ≡ ∂µAν −∂νAµ, sementara arus vektor empatnya,

Jµ = i [φ(∂µφ∗) − φ∗(∂µφ)] (2.13)

memenuhi kekekalan arus ∂µJµ = 0. Suku-suku tambahan pada LA muncul seba-

gai konsekuensi sifat invarian Lagrangian boson tersebut terhadap transformasi

gauge lokal U = exp[−iθ(x)] sehingga,

φ → φ′ = e−iθ(x)φ ≈ (1 − iθ(x))φ (2.14)

Aµ → Aµ′ = Aµ +

1

g(∂µθ) (2.15)

Seperti disebutkan dalam [1], kita dapat melihat kemiripan bentuk persamaan

dinamika fluida dengan persamaan Maxwell dengan mengganti medan magnet

dan medan listrik dengan vektor Lamb dan vortisitas

~E → ~l = ~ω × ~v

~B → ~ω = ~∇× ~v

sehingga persamaan ”Maxwell” untuk fluida ialah

~∇ ·~l = ρ

~∇×~l = −∂~ω

∂t~∇ · ~ω = 0

~∇× ~ω = α~j + α∂~l

∂t

7

Page 16: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

dengan α = 1/~v2. Hasil ini memberi petunjuk bahwa kita dapat mengkonstruksi

Lagrangian yang bentuknya mirip dengan Lagrangian elektrodinamika kuantum

yaitu LA pada persamaan (2.12). Hal ini dibuktikan dengan mengambil bentuk

spesifik dari medan gauge,

Aµ =(

Φ, ~A)

=

(

1

2|~v|2 ,−~v

)

(2.16)

dengan ~v ialah kecepatan fluida. Bentuk medan gauge tersebut jelas tidak me-

menuhi transformasi Lorentz. Namun, dengan pemilihan ini tampak jelas bahwa

pada dinamika fluida, potensial skalar merupakan energi total per satuan massa

berupa rapat energi kinetik, sementara potensial vektor menggambarkan dinami-

ka dalam suku kecepatan. Dengan demikian, LA pada persamaan (2.12) tidak

lain ialah Lagrangian yang menghasilkan persamaan dinamika fluida dengan pe-

milihan medan gauge di atas, LA = LDF .

Berdasarkan prinsip aksi minimum δS = 0 dengan S =∫

d4xLDF dapat diperoleh

persamaan Euler-Lagrange

∂ν∂LDF

∂(∂νAµ)− ∂LDF

∂Aµ

= 0 (2.17)

Dengan melakukan substitusi persamaan (2.12) ke persamaan (2.17) maka diha-

silkan persamaan gerak dalam Aµ,

∂ν(∂µAν) − ∂2Aµ + gJµ = 0. (2.18)

dengan Aµ merepresentasikan medan fluida. Relasi nontrivial diperoleh untuk

µ 6= ν sehingga dapat dihasilkan persamaan gerak fluida.

Untuk memperoleh persamaan gerak yang relativistik, kita dapat mendefinisikan

medan gauge Aaµ =

(

Φ, ~A)

dengan potensial skalar dan vektornya sebagai berikut

[3],

Φ =|~v|2

1 − β2φ, (2.19)

~A =−~v

1 − β2φ, (2.20)

8

Page 17: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

dengan β = |~v| /c. Suku pertama pada persamaan (2.19) menunjukkan versi

relativistik energi kinetik persatuan massa. Substitusi persamaan (2.19) dan

(2.20) ke persamaan (2.18), diperoleh persamaan gerak yang relativistik,

1√

1 − β2

∂~v

∂t− ~∇ |~v|2

1 − β2= g ~J (2.21)

dengan Ji ≡∫

dxiJ0 = −∫

dtJi. Kita dapat memperoleh bentuk nonrelativistik

dengan mengambil |~v| ≪ c dan menggunakan relasi

1

2~∇ |~v|2 = (~v · ~∇)~v + ~v × (~∇× ~v)

sehingga didapatkan,

∂~v

∂t+ (~v · ~∇)~v = −~v × (~∇× ~v) + g ~J, (2.22)

Dengan demikian persamaan dinamika fluida untuk sembarang gaya konserva-

tif telah dibentuk menggunakan teori medan gauge. Terlihat pada persamaan

(2.22) terdapat gaya tambahan, yaitu pada suku g ~J dan suku ~v × (~∇× ~v) yang

relevan untuk fluida rotasional ~∇ × ~v. Untuk fluida irotasional ~∇ × ~v = 0 dan

fluida inkompresibel ~∇ · ~v = 0. Persamaan (2.21) invarian terhadap transformasi

Lorentz,

xi → x′i =

xi − vit√

1 − |~v|2/c2, t → t′ =

t − xi/vi√

1 − |~v|2/c2

dan ~J → ~J ′ =√

1 − |~v|2/c2 ~J .

Dari model yang dibuat untuk dinamika fluida dengan menggunakan teori medan

gauge, tampak adanya interaksi antara fluida (Aµ) dengan materi di dalamnya

(φ). Dari suku pure gauge 1/4FµνFµν tampak adanya interaksi fluida dengan

fluida itu sendiri. Sementara itu, potensial pada Lagrangian menggambarkan

interaksi antar medan boson. Pada dinamika fluida klasik, arus vektor empat

Jµ = (ρ, ρ~v) menggambarkan distribusi makroskopik dari kerapatan dan vektor

rapat arus. Sementara dalam pendekatan ini, Jµ menggambarkan fungsi distribu-

si materi dalam fluida. Hal ini analog dengan arus yang terdapat pada persamaan

Maxwell dan elektrodinamika kuantum (QED) yang merupakan akibat dari in-

teraksi pasangan fermion. Konsekuensinya, arus fluida muncul akibat interaksi

9

Page 18: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

medan fluida dengan mediumnya. Jadi kita dapat menginvestigasi dinamika flui-

da walaupun Jµ = 0. Dengan menggunakan Lagrangian tersebut, kita juga dapat

mempelajari interaksi antara fluida dengan medium lainnya.

2.3 Sistem Multi Fluida

Model yang telah dikembangkan pada sub-bab sebelumnya dapat digeneralisasi

untuk sistem multi fluida. Pada sistem ini kita menggunakan simetri SU(N) un-

tuk menggambarkan sistem multi fluida serta interaksinya dengan materi. Untuk

melakukannya, transformasi gauge yang digunakan ialah transformasi gauge lokal

yang bersifat non-Abelian

U = exp(−iT aθa(x)) (2.23)

dimana T a merupakan generator dari grup Lie dan memenuhi relasi komutasi

[T a, T b] = ifabcT c dengan fabc merupakan konstanta struktur antisimetrik. La-

grangian untuk sistem multi fluida dapat dituliskan

L = (∂µφ)†(∂µφ) + V (φ) + LA (2.24)

dimana

LA = −1

4F a

µνFaµν + gJa

µAaµ +i

2fabcg2(φ†T aφ)Ab

µAcµ (2.25)

dengan tensor kuat medan F aµν ≡ ∂µA

aν − ∂νA

aµ − gfabcAb

µAcν , sementara arus

vektor empatnya,

Jaµ = i

[

(∂µφ)†T aφ − φ†T a(∂µφ)]

(2.26)

dengan transformasi gauge untuk tiap-tiap medan ialah

φ → φ′ = e−iT aθa(x)φ ≈ (1 − iT aθa(x))φ (2.27)

Aaµ → Aa

µ′ = Aa

µ +1

g(∂µθa) + fabcθbAc

µ (2.28)

Bila Aaµ diperhatikan sebagai medan fluida yang mewakili sekumpulan fluida un-

tuk tiap a, maka kita memiliki sistem multi fluida yang digambarkan oleh per-

samaan persamaan gerak tunggal dimana LA pada persamaan (2.27) merupakan

10

Page 19: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Lagrangian dari persamaan dinamika fluida (LDF ). Sebagai contoh, untuk meng-

gambarkan interaksi antara 2 fluida, dapat digunakan Lagrangian yang berbentuk

[5]

Ltotal = LaDF + Lb

DF + Labint (2.29)

dengan Labint merupakan Lagrangian interaksi antara dua fluida. Dari model yang

dibuat untuk sistem multi fluida, kita dapat melihat interaksi antara fluida (Aaµ)

dengan materi di dalamnya (φ) berdasarkan grup simetri SU(N) untuk n × 1

medan φ dan n × n generator T a secara umum. Pada Lagrangian juga terdapat

suku interaksi antar fluida yang digambarkan oleh suku pure gauge

LPG = −1

4F a

µνFaµν (2.30)

11

Page 20: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Bab 3

Teori Medan Gauge pada Lattice

Pada bab ini dijelaskan secara singkat metode path integral dan formulasi lat-

tice serta hubungan antara keduanya. Metode path integral diperkenalkan oleh

Feynman pada tahun 1948. Metode ini merupakan formulasi alternatif dari meka-

nika kuantum dan teori medan. Keuntungan menggunakan formulasi ini adalah

dapat dilakukannya kuantisasi suatu teori hanya dengan menggunakan medan

kompleks, tanpa mengubah medan menjadi operator [6]. Keuntungan lain yang

didapat adalah

• Merupakan cara termudah dan langsung untuk mendapatkan aturan Feyn-

man untuk teori medan apapun.

• Memungkinkan diperoleh solusi eksak ataupun numerik dari medan inte-

raksi kuat, dimana ekspansi perturbasi tidak berlaku dengan lattice gauge

theory.

• Memperlihatkan hubungan antara teori medan dengan mekanika statistik.

Meskipun demikian, sebelum metode lattice dikenal banyak kasus hanya dapat

dipecahkan menggunakan metode perturbatif dengan menggunakan probe energi

tinggi di mana nilai konstanta kopling sangat kecil. Setelah metode lattice dari

teori medan kuantum dikenal, barulah dapat dilakukan studi nonperturbatif pada

Quantum Chromodynamics [7].

12

Page 21: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

3.1 Path Integral dalam Mekanika Kuantum

Perhitungan menggunakan path integral dilakukan dengan menggunakan Lagrang-

ian dan Hamiltonian. Untuk lebih jelasnya, pandang suatu sistem mekanika kuan-

tum satu dimensi dengan Lagrangian L = L(q, q) dan Hamiltonian H = H(p, q),

yang pada mekanika klasik dinyatakan dengan

L =1

2mq2 − V (q) (3.1)

H =p2

2m+ V q. (3.2)

Dalam persamaan tersebut, p dan q dihubungkan oleh persamaan kanonik p =

∂L/∂q = mq. Namun harus diperhatikan bahwa pada mekanika kuantum, p dan

q adalah operator dengan relasi komutasi [p, q] = i~.

Amplitudo transisi dalam mekanika kuantum dinyatakan dengan

〈q′, t′| q, t〉 = 〈q′ | e−iH(t′−t) |q〉

= 〈q′ |U(t′, t) |q〉 (3.3)

dengan U(t′, t) = exp(−iH(t′ − t)) adalah operator evolusi waktu. Selanjutnya,

dengan melakukan diskritisasi waktu T = t′ − t = n∆t dan memasukkan relasi

kelengkapan eigenstate koordinat qn

1 =

dq |q〉 〈q | (3.4)

sebanyak n − 1 maka diperoleh

〈q′, t′| q, t〉 =

dq1 . . . dqn−1 〈q′ | e−iH∆t |qn−1〉 〈qn−1 | e−iH∆t |qn−2〉

× . . . 〈q2 | e−iH∆t |q1〉 〈q1 | e−iH∆t |q〉 . (3.5)

Matriks transfer T didefinisikan sebagai amplitudo transisi suatu sistem pada

interval waktu ∆t. Untuk n yang besar dan ∆t sangat kecil, eksponen pada

elemen matriks T dapat diaproksimasi menggunakan suku pertama dari formula

Baker-Campbell-Hausdorff menjadi [7]

〈qk+1 | T |qk〉 = 〈qk+1 | e−iH∆t |qk〉

≈ 〈qk+1 | e−i∆tp2/2m |qk〉 e−i∆tV (qk) (3.6)

13

Page 22: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Gambar 3.1: Diskritisasi interval waktu

karena potensial V hanya bergantung pada koordinat spasial. Kemudian, elemen

matriks 〈qk+1 | e−i∆tp2/2m |qk〉 dievaluasi dengan transformasi Fourier dan relasi

kelengkapan

〈q| p〉 =1√2π

e−iqp,

dq |p〉 〈p | = 1, (3.7)

sehingga diperoleh

〈qk+1 | e−iH∆t |qk〉 ≈( m

2πi∆t

)1

2

exp i∆t

m

2

(

qk+1 − qk

∆t

)2

− V (qk)

(3.8)

Dengan mengevaluasi seluruh elemen matriks transfer, amplitudo transisi (3.3)

dapat ditulis menjadi

〈q′ |U(t′, t) |q〉 =

( m

2πi∆t

)n2

dq1 . . . dqn−1 exp i

n−1∑

k=0

∆t

m

2

(

qk+1 − qk

∆t

)2

− V (qk)

(3.9)

〈q′ |U(t′, t) |q〉 =

Dq exp i

∫ T

0

dtm

2q2 − V (q)

=

DqeiS (3.10)

dengan

Dq ≡( m

2πi∆t

)n2

dq1 . . . dqn−1 (3.11)

Dengan S merupakan aksi fungsional dari suatu sistem,

S(q) =

∫ t′

t

dtL(q(t), q(t)), (3.12)

dan∫

Dq merupakan integrasi dari seluruh fungsi q(t). Path integral merupakan

penjumlahan terhadap semua lintasan partikel q(t).

Lintasan partikel yang dimaksud bukan hanya lintasan dengan aksi minimum

14

Page 23: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Gambar 3.2: Lintasan partikel

seperti pada mekanika klasik. Lintasan klasik yang memenuhi persamaan gerak

δS(q) = 0 yang dinyatakan dengan persamaan Euler-Lagrange

∂L

∂q− ∂

∂t

∂L

∂q= 0 (3.13)

hanyalah satu dari seluruh lintasan tak berhingga yang mungkin sebab mekanika

kuantum tidak memperbolehkan adanya hanya satu lintasan unik [8]. Akibat-

nya, semua lintasan yang mungkin harus dilibatkan dalam perhitungan. Setiap

lintasan memiliki bobot exp(iS) yang dinyatakan dalam persamaan (3.10) [9].

Munculnya faktor bobot (sebenarnya : eiS~ ) untuk setiap lintasan merupakan

konsekuensi bahwa lintasan klasik harus diperoleh pada limit klasik ~ → 0.

3.2 Teori Medan Kuantum Menggunakan Path

Integral

Pada subbab ini, representasi path integral dalam mekanika kuantum akan dia-

dopsi dalam teori medan kuantum. Sebelumnya telah diturunkan formulasi path

integral pada mekanika kuantum nonrelativistik dengan dimensi ruang 0 dan wak-

tu 1. Formulasi path integral untuk teori medan didapatkan dengan mengganti

variabel dasar q(t) menjadi medan skalar φ(x, t). Variabel-variabel yang diganti

15

Page 24: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

antara lain [10]

q(t) ↔ φ(x, t)∏

t,i

dqi(t) ↔∏

t,x

dφ(x, t) ≡ Dφ

S =

dtL ↔ S =

d4xL

dengan S adalah aksi klasik. Besaran yang penting di teori medan ialah nilai

ekspektasi vakum dari produk time-ordered operator medan, yaitu fungsi Green:

〈0 |φ(x1)φ(x2) . . . φ(xn)) |0〉 , t1 > t2 > . . . > tn (3.14)

seperti contohnya ialah propagator

〈0 |φ(x1)φ(x2) |0〉 (3.15)

Dengan analogi path integral mekanika kuantum kita menuliskan representasi

fungsi Green dalam integral fungsional [11],

〈0 |φ(x1)φ(x2) . . . φ(xn) |0〉 =1

Z

Dφ φ(x1)φ(x2) . . . φ(xn)eiS (3.16)

dengan

Z =

DφeiS (3.17)

Pada pembahasan sebelumnya, dapat dilihat bahwa perhitungan path integral

melibatkan komponen eksponen imaginer, yang bila diekspansi merupakan kom-

ponen yang berosilasi. Hal ini membuat integral tidak dapat dihitung secara

numerik. Namun, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan kontinuasi analitik

ke waktu imaginer. Dengan cara ini, eksponen menjadi real dan dapat dihi-

tung secara numerik. Sistem ruang waktu dengan komponen waktu imaginer

ini disebut ruang waktu Euclidean. Karena sebelumnya diturunkan persamaan

menggunakan ruang waktu Minkowski, maka harus dilakukan substitusi

t = x0 → −ix4 (3.18)

Sebagai contoh, kita lakukan kontinuasi pada medan skalar dengan aksi

S =

d4x

[

1

2(∂µφ)(∂µφ) − m2

2φ2

]

(3.19)

16

Page 25: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Dengan melakukan integrasi parsial, aksi dapat ditulis sebagai

S =1

2

d4xφ(−∂2 − m2)φ. (3.20)

Kontinuasi ke waktu imaginer dilakukan dengan substitusi

d4x = dx0dx1dx2dx3

= −idx1dx2dx3dx4

= −id4xE

∂2 = ∂20 − ∂2

1 − ∂22 − ∂2

3

= −∂21 − ∂2

2 − ∂23 − ∂2

4

= −∂2E

yang menghasilkan

iS =i

2

(−i)d4xEφ(∂2E − m2)φ

= −1

2

d4xEφ(−∂2E + m2)φ

= −SE (3.21)

dengan

SE =1

2

d4xEφ(−∂2E + m2)φ (3.22)

merupakan aksi medan skalar dalam ruang waktu Euclidean. Fungsi Green versi

Euclidean adalah

〈0 |φ(x1)φ(x2) . . . φ(xn) |0〉E =1

Z

Dφ φ(x1)φ(x2) . . . φ(xn)e−SE (3.23)

dengan

Z =

Dφe−SE (3.24)

Selanjutnya huruf E untuk menunjukkan versi Euclidean akan dihilangkan, te-

tapi dimengerti bahwa kita menggunakan ruang waktu Euclidean. Kita lihat

bahwa setelah dilakukan kontinuasi ke waktu imajiner, integran dari Z tidak la-

gi berosilasi sehingga integrasi tersebut dapat dihitung secara numerik. Dengan

representasi Euclidean, faktor yang berosilasi berubah menjadi eksponensial me-

nurun yang lebih mirip dengan faktor bobot klasik. Lintasan yang lebih disukai

tetap lintasan yang memiliki aksi SE minimum [8].

17

Page 26: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

3.3 Diskritisasi

Setelah membuat formulasi ruang-waktu secara Euclidean, kita membentuk kisi

sebagai metode perhitungan. Kisi pada hal ini adalah susunan ruang waktu secara

diskrit dengan geometri hiperkubik empat dimensi dengan jarak antar tiap titik

kisi (sites) adalah a. Dengan demikian pada, medan hanya memiliki nilai pada

titik-titik kisi

xµ = mµa, mµ = 0, 1, . . . , N − 1. (3.25)

sehingga panjang sisi dari kotak hiperkubik ialah L = Na dan volumenya L4.

Medan Aµ pada titik kisi xµ = mµa ditulis dengan notasi Aµx. Dengan dilaku-

Gambar 3.3: Lattice atau kisi 3 dimensi

kannya diskritisasi, maka integral dapat digantikan dengan sumasi

d4x → a4N−1∑

m1

N−1∑

m2

N−1∑

m3

N−1∑

m4

= a4∑

m

=∑

x

(3.26)

yang pada limit kontinu harus dipenuhi

x

f(x) →∫ L

0

d4xf(x), N → ∞, a → 0, L tetap (3.27)

Sekarang akan dilakukan diskritisasi suku pure gauge pada persamaan 2.12. Ten-

sor kuat medan yang diberikan oleh

Fµν = ∂µAν − ∂νAµ (3.28)

18

Page 27: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Dengan turunan atau derivatif medan diganti dengan perbedaan atau selisih med-

an antara dua titik kisi,

∂µAν =1

a(Aνx+aµ − Aνx), (3.29)

∂νAµ =1

a(Aµx+aν − Aµx) (3.30)

dengan µ dan ν merupakan vektor satuan pada arah µ dan ν. Dengan diskritisasi

yang telah dijelaskan maka kita dapat menulis aksi untuk medan pure gauge pada

persamaan (2.12) dalam bentuk diskrit [7]

S =1

4

d4xFµνFµν → 1

4

x

1

a2[(Aνx+aµ − Aνx) − (Aµx+aν − Aµx)]

[(Aνx+aµ − Aνx) − (Aµx+aν − Aµx)] (3.31)

3.4 Transformasi Gauge pada Lattice

Perhatikan aksi dari medan skalar pada persamaan (3.19). Untuk medan skalar

kompleks, setelah diskritisasi, aksi tersebut dapat ditulis menjadi

S = a4∑

m,µ

Re

[

−φ†x

(

φx+aµ + φx−aµ − 2φx

a2

)

+ m2φ†xφx

]

(3.32)

Aksi tersebut invarian terhadap transformasi gauge global

φx → φ′x = Ωφx

φ†x → φ†′

x = φ†xΩ

dengan Ω = e−iθ merupakan elemen dari grup U(1). Kemudian, aksi tersebut

harus invarian terhadap transformasi gauge lokal U(1), dengan elemen grup Ω

bergantung pada titik kisi, Ω = Ωx. Sehingga medan φx bertransformasi sebagai

berikut,

φx → φ′x = Ωxφx (3.33)

φ†x → φ†′

x = φ†xΩ

†x. (3.34)

Dari transformasi tersebut, perhatikan besaran φ†xφx+aµ dan φ†

xφx−aµ. Besaran

tersebut tidak invarian terhadap transformasi gauge lokal yang didefinisikan pada

19

Page 28: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

persamaan (3.32) dan (3.33)

φ†xφx+aµ → φ†

xΩ†xΩx+aµφx+aµ, (3.35)

φ†xφx+aµ → φ†

xΩ†xΩx−aµφx−aµ. (3.36)

Agar besaran tersebut invarian, maka kita membutuhkan suatu besaran Uµx yang

bertransformasi sebagai berikut,

Uµx → ΩxUµxΩ†x+aµ (3.37)

Uµx merupakan besaran yang menghubungkan titik kisi yang satu dengan titik kisi

lainnya pada lattice, dan disebut dengan variabel ”link”. Di dalam variabel link

terdapat medan gauge Aµ agar besaran pada persamaan (3.31) invarian terhadap

transformasi gauge lokal. Variabel link didefinisikan sebagai

Uµx = Ux,x+aµ = eigaAµx (3.38)

Sehingga kita memiliki bentuk yang invarian terhadap transformasi gauge lokal

pada lattice

φ†xφx+aµ → φ†

xUx,x+aµφx+aµ (3.39)

φ†xφx−aµ → φ†

xU†x−aµ,xφx+aµ (3.40)

dimana

U−µx = U †x−aµ,x = Ux,x−aµ = e−igaAµx−aµ (3.41)

Pada teori kontinum Uµx tidak lain merupakan parallel transporter yang analog

dengan obyek yang sama pada geometri diferensial, yang memetakan vektor dari

titik yang satu ke titik lainnya sepanjang kurva.

U(x, y; C) = eigR xy

Aµ(z)dzµ . (3.42)

Parallel transporter tidak hanya bergantung pada titik x dan y tetapi juga kurva

C yang dipilih.

Dengan diperkenalkannya variabel link Uµx yang didalamnya terdapat medan

gauge Aµ, maka kita dapat menulis aksi untuk medan gauge pada lattice yang

20

Page 29: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Gambar 3.4: Lintasan C antara x dan y

invarian terhadap transformasi gauge lokal dalam Uµx. Untuk itu perhatikan

medan gauge yang didefinisikan sebagai berikut

FµνFµν = (∂µAν − ∂νAµ) (∂µAν − ∂νAµ) (3.43)

di mana

Aµ =

(

|~v|21 − β2

φ,−~v

1 − β2φ

)

(3.44)

= ǫµφ

dengan

ǫµ =

(

|~v|21 − β2

,−~v

1 − β2

)

(3.45)

Pada Aµ telah dibuat ansatz bahwa Aµ dapat diseparasi menjadi ǫµ dan φ, di

mana φ merupakan suatu besaran medan berdimensi massa, [φ] = 1, atau suatu

medan yang memiliki kecepatan ~v. Sehingga persamaan (3.42) dapat ditulis

menjadi

FµνFµν = (∂µ (ǫνφν) − ∂ν (ǫµφµ)) (∂µ (ǫνφ

ν) − ∂ν (ǫµφµ)) (3.46)

Kemudian dilakukan separasi komponen waktu dan ruang secara eksplisit untuk

mempermudah perhitungan. Sebagai berikut

FijFij = (∂i (ǫjφj) − ∂j (ǫiφi))

(

∂i(

ǫjφj)

− ∂j(

ǫiφi))

(3.47)

Fi0Fi0 = (∂i (ǫ0φ0) − ∂0 (ǫiφi))

(

∂i(

ǫ0φ0)

− ∂0(

ǫiφi))

(3.48)

F0jF0j = (∂0 (ǫjφj) − ∂j (ǫ0φ0))

(

∂0(

ǫjφj)

− ∂j(

ǫ0φ0))

(3.49)

21

Page 30: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Dengan asumsi bahwa loop yang diamati sangat kecil maka dapat diasumsikan

bahwa ǫ0 = ǫi = ǫj = konstanta. Dengan menjumlahkan persamaan (3.47)

hingga (3.49), diperoleh

FµνFµν = ǫiǫj (∂iφj − ∂jφi)

(

∂iφj − ∂jφi)

+ 2ǫ0ǫi (∂0φi − ∂iφ0)(

∂0φi − ∂iφ0)

(3.50)

Dalam tugas akhir ini digunakan variabel link yang berbeda sebab digunakan

separasi pada Aµ. Variabel link, Uµx dengan Aµ yang kita gunakan dapat ditulis

sebagai

Uµx = eigaAµx

= eigaǫµφx

=(

eigaφx)ǫµ

= U ǫµ

x (3.51)

dengan Ux = eigaφx . Dengan cara ini, kita dapat menuliskan medan gauge pada

persamaan (3.43) dalam variabel link Ux sebagai

FµνFµν = ǫiǫj

(

UixUjx+aiU†ix+ajU

†jx

)

+ 2ǫ0ǫi

(

U0xUix+a0U†0x+aiU

†ix

)

(3.52)

Aksi pada kisi pada persamaan (3.31) yang kecil dapat dituliskan [7]

S =1

g2

x

µ<ν

[

1 − 1

2

(

Uµνx + U †µνx

)

]

≈ 1

4

xµν

a4FµνxFµνx (3.53)

Dengan

Uµνx = UµxUνx+aµU †µx+aνU

†νx (3.54)

yang dapat ditulis dalam bentuk singkat

SG[U ] =1

g2

P

[

1 − 1

2

(

UP + U †P

)

]

(3.55)

Untuk kasus non-Abelian

SSU(N)G [U ] =

2N

g2

P

[

1 − Tr

2N

1

2

(

UP + U †P

)

]

(3.56)

22

Page 31: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Gambar 3.5: Uµνx pada sebuah Plaquette

3.5 Observable

Suatu besaran yang terukur (observable) dalam mekanika kuantum adalah hasil

operasi suatu operator terhadap state tertentu. Didefinisikan 〈f | O | i〉 sebagai

nilai observable dengan operator O yang muncul akibat transisi dari keadaan | i〉ke keadaan |f〉 .Observable suatu sistem tidak selalu bergantung pada transisi keadaan sistem.

Kita definisikan operator observable yang tidak bergantung transisi dan yang

bergantung transisi masing-masing sebagai O′ dan O′. Dengan demikian dapat

dituliskan

〈f | O |i〉 = 〈f | O′ + O′ | i〉

= 〈f | O′ | i〉 + 〈f | O′ | i〉

= 〈i | O′ |i〉 + 〈f | O′ | i〉 (3.57)

Pada suku pertama r.h.s, keadaan akhir tetap |f〉 sebab interaksi tidak me-

nyebabkan transisi, maka dari itu hanya suku kedua r.h.s yang diperhitungkan.

Dalam kaitannya dengan path integral didapatkan

〈i | O′ |i〉 =

D[medan]e−S0 (3.58)

〈f | O′ |i〉 =

D[medan]e−(S0+S′) (3.59)

23

Page 32: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

di mana pada persamaan tersebut, interaksi yang mengakibatkan munculnya ob-

servable O′ dan O′ adalah aksi S0 dan S ′, sementara D[medan] menandakan

integrasi terhadap seluruh medan yang terdapat dalam integran. Langkah selan-

jutnya ialah normalisasi besaran 〈f | O | i〉 terhadap 〈i | O′ | i〉 , dinotasikan sebagai

Z.

Z =Z ′

Z0=

D[medan]e−(S0+S′)

D[medan]e−S0

(3.60)

Ekspansikan e−S′

hingga orde pertama, didapatkan

Z =

D[medan](1 − S ′)e−S0

D[medan]e−S0

Pada persamaan (2.11) dan (2.12) tampak bahwa medan pada Lagrangian fluida

terdiri atas φ dan Aµ. Dengan menyatakan bahwa S ′ adalah aksi yang mengan-

dung Aµ saja dan S0 sebagai aksi yang hanya mengandung φ, dapat dituliskan

Z =

DφDAS ′e−S0

DφeiS0

(3.61)

dengan∫

DA pada r.h.s tidak diperhitungkan karena tidak bergantung transisi.

Karena aksi merupakan integrasi Lagrangian terhadap ruang-waktu tak berhing-

ga dan tidak dapat dipastikan memiliki suatu harga tertentu, maka integrasi ini

tidak dilakukan sehingga kita hanya dapat menghitung densitas Z yang dinota-

sikan sebagai ZZ =

DφDAL′e−S0

Dφe−S0

(3.62)

Persamaan di atas masih dapat disederhanakan mengingat S0 hanya bergantung

pada φ dan L′ hanya bergantung pada Aµ sehingga didapatkan

Z =

Dφe−S0

DAL′

Dφe−S0

=

DAL′ (3.63)

3.6 Path Integral dan Mekanika Statistik

Formulasi teori medan kuantum Euclidean pada lattice memiliki analogi dengan

mekanika statistik. Pada persamaan (3.24) kita telah melihat bahwa integral

24

Page 33: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

fungsional memiliki bentuk serupa dengan fungsi partisi pada mekanika statis-

tik. Berikut ini adalah beberapa analogi antara formulasi teori medan kuantum

Euclidean dengan mekanika statistik [10].

Dφe−SE → Σe−βH

SE → βH

Dengan dasar analogi formal tersebut dapat digunakan metode yang berlaku

pada mekanika statistik dalam teori medan, dan sebaliknya. Bahkan terminologi

yang digunakan pada keduanya seringkali identik. Dalam tugas akhir ini, fungsi

partisi yang digunakan adalah densitas fungsi partisi yang telah dinormalisasi

(3.66), sehingga besaran fisis yang didapat juga dalam bentuk densitas.

Dengan persamaan (3.63) dan (3.52) dapat dihitung Z sebagai berikut

Z =1

4

DAǫiǫj

(

UixUjx+aiU†ix+ajU

†jx

)

+ 2ǫ0ǫi

(

U0xUix+a0U†0x+aiU

†ix

)

=1

4

(−i

ga

)4 ∫ǫ0ǫ1ǫ2ǫ3

U0xU1xU2xU3x

dU0x

i

dUixǫiǫj

(

UixUjx+aiU†ix+ajU

†jx

)

+2ǫ0ǫi

(

U0xUix+a0U†0x+aiU

†ix

)

(3.64)

Besaran fisis pada mekanika statistik dapat diturunkan menggunakan fungsi par-

tisi, contohnya [12]

F = − lnZ energi bebas sistem

P = −∂F

∂Vtekanan

S =dPdT

entropi

25

Page 34: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Bab 4

Hasil dan Pembahasan

Fluida murni dapat dimodelkan dengan Lagrangian pada persamaan (2.11 - 2.12)

untuk kasus non-Abelian. Dalam persamaan tersebut terdapat suku pure gauge

yang merepresentasikan fluida murni, yaitu

LPG = −1

4F a

µνFaµν (4.1)

Dari persamaan tersebut dapat dilihat adanya interaksi antar fluida yang berbeda

(ditunjukkan oleh indeks a), maka Lagrangian untuk kasus non-Abelian meng-

gambarkan sistem multi fluida. Melalui definisi F aµν ≡ ∂µA

aν − ∂νA

aµ − gfabcAb

µAcν

kita dapat mengetahui bahwa Lagrangian tersebut hanya mengandung suku ki-

netik (derivatif). Oleh karena itu, Lagrangian ini menggambarkan pergerakan

(aliran) fluida saja, sehingga diinterpretasikan sebagai Lagrangian fluida murni.

Besaran fisis dapat dihitung menggunakan fungsi partisi, sementara itu dari sub-

bab (3.6) sudah diketahui bahwa terdapat hubungan antara path integral dengan

mekanika statistik. Dengan demikian dapat dicari besaran-besaran fisis sistem

dengan menghitung path integral. Masalahnya adalah tidak diketahuinya besar

konstanta kopling, g, untuk kasus fluida. Solusinya adalah perhitungan harus

dilakukan secara nonperturbatif dengan metode Lattice Gauge Theory. Perhi-

tungan path integral secara nonperturbatif dilakukan dengan menyusun aksi pa-

da persamaan (3.56) dalam kerangka ruang-waktu diskrit berdasarkan teori pada

bab 3, kemudian dilakukan perhitungan dengan metode Monte Carlo menggu-

nakan algoritma Metropolis.

Perhitungan fungsi partisi pada kisi 4 dimensi dilakukan 2 kali dengan jumlah

titik kisi masing-masing 104 dan 304 titik kisi dengan menggunakan volume kisi

26

Page 35: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

5.5

6

0.79 0.8 0.81 0.82 0.83 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89 0.9 0.91

Z d

ensi

ty

v(c)

simulasi 1simulasi 2simulasi 3

Gambar 4.1: Nilai Z pada kisi 104 site |v| = 0, 8c hingga 0.9c

0, 54fm4. Nilai konstanta kopling yang digunakan pada keduanya sama, yakni

g = 1. Alasan pemilihan volume kisi yang kecil tersebut adalah karena kita

mengharapkan fungsi yang dintegrasi tidak banyak berfluktuasi, sementara itu

perhitungan secara nonperturbatif diwakili dengan nilai g = 1.

Gambar 4.1 menunjukkan hasil perhitungan Z terhadap v pada kisi dengan jum-

lah titik kisi 84. Pada gambar tersebut, diplot dua set data dengan parameter

yang sama. Tampak bahwa hasil ketiga perhitungan tidak berhimpit, terutama

pada daerah kecepatan mendekati c. Hasil ini menunjukkan bahwa perhitung-

an harus diulang dengan jumlah titik kisi lebih banyak. Maka dari itu dilakukan

perhitungan pada kisi dengan jumlah titik 304 titik dengan parameter yang sama,

hasilnya adalah gambar 4.2. Secara umum, fluktuasi nilai Z dapat terjadi karena

metode Monte Carlo yang digunakan dalam perhitungan. Namun, fluktuasi ini

dapat diperkecil dengan memperbanyak konfigurasi dalam perhitungan.

Pada gambar 4.3, perhitungan menggunakan 304 titik kisi dilakukan hanya hingga

|v| = 0.5c sebab nilai Z meningkat secara asimtotik. Kenaikan secara asimtotik

ini disebabkan adanya faktor Lorentz dalam Lagrangian.

27

Page 36: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

550

600

650

0.79 0.8 0.81 0.82 0.83 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89 0.9 0.91

Z d

ensi

ty

v(c)

simulasi 1simulasi 2

Gambar 4.2: Nilai Z pada kisi 304 site dengan |v| = 0.8 hingga 0.9c

-0.1

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

1.1

-0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55

Z d

ensi

ty

v(c)

Gambar 4.3: Nilai Z pada kisi 304 site dengan |v| = 0 hingga 0.5c

Penjelasan pemilihan batas perhitungan pada |v| = 0.5c adalah : (a) penjelasan

matematis karena Z meningkat secara asimtotik dan, (b) penjelasan fisis karena

nilai F pada |v| = 0.5c sudah bernilai negatif seperti tampak pada gambar (4.4).

28

Page 37: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5

F d

ensi

ty

v(c)

Gambar 4.4: Nilai F pada kisi 304 site dengan |v| = 0 hingga 0.5c

Pada gambar 4.4 diplot nilai F terhadap |v|. Dalam konteks sistem multi fluida,

F adalah nilai densitas energi bebas yang dapat digunakan dalam interaksi antar

fluida. Dengan demikian, nilai F yang asimtotik pada |v| = 0 menandakan bahwa

fluida berinteraksi sangat kuat dengan fluida lainnya. Namun kuat interaksi ini

menurun bila fluida bergerak dan akhirnya interaksi tidak terjadi lagi bila energi

kinetik sudah lebih besar daripada energi interaksi.

Sekilas bila kita perhatikan persamaan (3.63), tampak bahwa nilai konstanta

lebar kisi a berada di luar tanda integral. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan

mengenai pengaruh pemilihan a terhadap nilai Z. Untuk menjawabnya, perlu

ditekankan bahwa nilai Z yang dihitung adalah nilai densitas pada satu titik kisi,

belum nilai Z sebenarnya. Untuk menghitung nilai Z perlu dilakukan integrasi Zterhadap ruang-waktu 4 dimensi, yang tentu saja akan menghilangkan pengaruh

nilai a4 pada penyebut. Perhitungan tersebut melibatkan teori finite temperature

lattice gauge theory yang diharapkan akan menjadi kelanjutan dari tugas akhir

ini.

29

Page 38: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Bab 5

Kesimpulan

Dari perhitungan dan analisis yang dilakukan pada pemodelan fluida murni de-

ngan dinamika fluida berbasis teori medan, dapat disimpulkan bahwa besarnya

densitas fungsi partisi Z berubah secara asimtotik terhadap kecepatan |v| Perbe-

daan nilai Z dengan jarak antar titik kisi yang berbeda bukanlah suatu masalah

sebab nilai Z adalah nilai densitas, bukan nilai Z sebenarnya. Fisika seharusnya

tidak berubah terhadap pemilihan jarak antar titik kisi. Fluktuasi memang dapat

terjadi, tetapi hanya dapat disebabkan oleh kesalahan statistik pada perhitung-

an dengan menggunakan simulasi Monte Carlo. Perhitungan yang stabil pada

jumlah titik kisi yang besar (jarak antar titik kisi yang kecil, bila volume kisi

konstan) menunjukkan bahwa metode lattice memberi hasil yang baik pada dae-

rah perhitungan sangat kecil. Nilai energi yang diskontinu pada kecepatan |v| = 0

menunjukkan bahwa interaksi antar fluida pada |v| = 0 sangatlah kuat. Kuat in-

teraksi ini menurun secara asimtotik pula dengan bertambahnya kecepatan, hal

ini disebabkan partikel yang bergerak, secara logis, akan berinteraksi sangat kecil

satu sama lain hingga pada kecepatan tertentu di mana energi interaksi sudah

sangat kecil akibat besarnya energi kinetik.

Formulasi dan perhitungan menggunakan LGT merupakan teknik yang menjan-

jikan untuk mempelajari sistem-sistem yang dimodelkan menggunakan Lagrang-

ian dinamika fluida dimana tidak ada kepastian mengenai besarnya konstanta

kopling, sehingga tidak ada jaminan teori perturbasi berlaku. Penelitian le-

bih lanjut memerlukan finite temperature lattice gauge theory dan melibatkan

interaksi-interaksi selain interaksi antar fluida.

30

Page 39: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Lampiran A

Evaluasi Path Integral denganMetode Monte Carlo

Berikut ini akan dijelaskan metode yang digunakan untuk mengevaluasi path in-

tegral secara numerik. Integrasi yang harus dilakukan untuk mengevaluasi path

integral sangat banyak, sehingga metode Monte Carlo merupakan metode yang

paling efisien. Sebagai ilustrasi, simulasi pada lattice dengan 40 titik kisi pada

setiap arah, maka terdapat variabel link sebanyak 4 ·404. Bila simulasi dilakukan

untuk grup gauge SU(3) maka terdapat variabel real sebanyak 81.920.000.

Secara prinsip, rata-rata path integral 〈〈Γ[x]〉〉 dari sembarang fungsional Γ[x]

dapat digunakan untuk menghitung berbagai sifat fisis di teori kuantum. Besaran

〈〈Γ[x]〉〉 =

Dx(t)Γ[x]e−S[x]

Dx(t)e−S[x](A.1)

merupakan rata-rata terhadap konfigurasi dengan bobot e−S[x]. Konfigurasi acak

dibuat dalam jumlah yang banyak, Ncf ,

xα ≡

xα0 xα

1 . . . xαN−1

, α = 1, 2, . . . , Ncf (A.2)

sehingga probabilitas untuk memperoleh konfigurasi tertentu x(α) ialah

P [xα] ∝ e−S[x] (A.3)

Kemudian himpunan konfigurasi ini dirata-ratakan untuk mengaproksimasi nilai

harapan 〈〈Γ[x]〉〉

〈〈Γ[x]〉〉 ≈ Γ ≡ 1

Ncf

Ncf∑

α=1

Γ[x(α)]. (A.4)

31

Page 40: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Γ merupakan ”Monte Carlo estimator” untuk 〈〈Γ[x]〉〉 di lattice. Namun, seperti

statistik pada umumnya, akurasi dipengaruhi oleh banyaknya data yang diguna-

kan, dalam hal ini : besar Ncf . Karena Ncf tidak mungkin dibuat tak berhingga,

ketidakpastian Monte Carlo σΓ pada estimasi merupakan sumber kesalahan yang

potensial. Kesalahan atau deviasi dihitung seperti pada umumnya,

σ2Γ≈ 1

Ncf

1

Ncf

Ncf∑

α=1

Γ2[x(α)] − Γ2

(A.5)

Persamaan di atas menjadi

σ2Γ

=〈〈Γ2〉〉 − 〈〈Γ〉〉2

Ncf

(A.6)

untuk Ncf yang besar. Dari persamaan (A-6) tampak bahwa ketidakpastian sta-

tistik sebanding dengan 1/√

Ncf .

Untuk mendapatkan konfigurasi acak dengan probabilitas (A.1), diperlukan al-

goritma tertentu. Berikut adalah beberapa metode yang umum digunakan untuk

membuat konfigurasi :

• Metode Metropolis

• Algoritma Langevin

• Algoritma Heatbath

• Algoritma Hybrid dan Hybrid Monte Carlo

• Metode Molecular Dynamics

Simulasi untuk tugas akhir ini dilakukan dengan algoritma Metropolis. Prose-

dur adalah yang paling sederhana walaupun bukan yang terbaik. Prosedur ini

dimulai dengan konfigurasi sembarang x(0) (inisialisasi) dan memodifikasinya de-

ngan mengunjungi setiap titik kisi pada lattice, dan membangkitkan bilangan

acak untuk xj pada titik kisi tersebut, dengan cara yang akan dijelaskan beri-

kutnya. Di sini dibuat konfigurasi acak yang baru dari konfigurasi sebelumnya:

x(0) → x(1). Cara ini disebut dengan update konfigurasi. Dengan menerapkan al-

goritma tersebut ke x(1) kita mendapatkan konfigurasi x(2), dan seterusnya hingga

32

Page 41: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Ncf konfigurasi. Himpunan konfigurasi ini akan terdistribusi secara tepat bila Ncf

cukup besar.

Algoritma untuk membangkitkan bilangan acak untuk xj pada titik kisi j ialah

sebagai berikut [13]:

• Bangkitkan bilangan acak ζ , dengan probabilitas terdistribusi seragam an-

tara −ǫ dan ǫ dengan ǫ suatu konstanta.

• Ganti xj → xj + ζ dan hitung perubahan aksi ∆S.

• Bila aksi berkurang, ∆S < 0, ambil nilai baru untuk xj dan lanjutkan

proses ke titik kisi berikutnya.

• Bila ∆S > 0, bangkitkan bilangan acak η yang terdistribusi secara uniform

antara 0 dan 1; ambil nilai yang baru untuk xj bila exp(−∆S) > η, selain-

nya ambil nilai yang lama dan lanjutkan proses ke titik kisi berikutnya.

Terdapat dua hal penting terkait dengan algoritma ini. Pertama, secara umum,

akan terdapat beberapa bahkan banyak nilai xj yang sama pada dua konfigurasi.

Jumlah overlap ini ditentukan oleh parameter ǫ: bila ǫ sangat besar, perubahan

pada xj biasanya besar dan sebagian besar akan ditolak; sementara bila ǫ sangat

kecil, perubahannya akan kecil dan kebanyakan akan diterima, tetapi nilai xj

yang baru akan mendekati atau sama dengan nilai yang lama. Parameter ǫ harus

disesuaikan sehingga 40%-60% xj akan berubah untuk tiap update pada titik ki-

si. Berapapun ǫ, konfigurasi yang berurutan akan mirip (berkorelasi tinggi) dan

mengandung informasi yang mirip pula. Solusinya, konfigurasi x(α) diakumulasi

untuk estimasi Monte Carlo, kemudian hanya diambil tiap Ncor konfigurasi se-

hingga memberikan kita konfigurasi yang tidak bergantung secara statistik. Nilai

optimal dari Ncor bergantung dari teori dan dapat diperoleh dengan mencoba.

Ncor juga bergantung pada jarak antar titik kisi a,

Ncor ∝1

a2(A.7)

Hal kedua yang perlu diperhatikan ialah prosedur untuk memulai algoritma. Kon-

figurasi awal yang digunakan untuk memulai seluruh proses biasanya kurang ber-

aturan. Konsekuensinya kita harus mengabaikan sejumlah konfigurasi di awal,

33

Page 42: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

sebelum memulai mengumpulkan nilai x(α). Pengabaian 5Ncor hingga 10Ncor kon-

figurasi biasanya cukup. Proses ini disebut dengan ”termalisasi lattice”.

Sebagai ringkasan, langkah-langkah perhitungan 〈〈Γ[x]〉〉 secara Monte Carlo un-

tuk suatu Γ[x] dengan konfigurasi x adalah

1. Inisialisasi konfigurasi, misalnya semua x diset menjadi nol.

2. Update konfigurasi 5Ncor sampai 10Ncor kali untuk termalisasi.

3. Update konfigurasi Ncor kali, lalu hitung Γ[x] kemudian simpan dan ulangi

sebanyak Ncf kali.

4. Rata-ratakan Ncf nilai dari Γ[x] yang disimpan pada langkah sebelumnya

untuk memperoleh Monte Carlo estimator Γ untuk 〈〈Γ[x]〉〉.

34

Page 43: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Lampiran B

Pemrograman

B.1 Perhitungan Matriks Kompleks

#include <iostream>

#include <iomanip.h>

#include <stdlib.h>

const int N = 2;

class Matriks

public:

double re[N][N];

double im[N][N];

Matriks();

void identity();

void nol();

void printm();

void conjugate();

void dagger();

void kali(float a);

float retrace();

Matriks operator + (Matriks m2);

Matriks operator - (Matriks m2);

Matriks operator * (Matriks m2);

//Matriks Matriks::dagr(Matriks m2);

;

class Kompleks

public:

double re;

double im;

Kompleks();

void isi(float a, float b);

void print();

Kompleks operator + (Kompleks k2);

35

Page 44: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Kompleks operator * (Kompleks k2);

;

Kompleks::Kompleks()

re = 0;

im = 0;

void Kompleks::isi(float a, float b)

re = a;

im = b;

void Kompleks::print()

if (im < 0)

cout << re << " " << im << "i" << endl;

else

cout << re << " + " << im << "i" << endl;

Kompleks Kompleks::operator + (Kompleks k2)

Kompleks tmp;

tmp.re = re + k2.re;

tmp.im = im + k2.im;

return(tmp);

Kompleks Kompleks::operator * (Kompleks k2)

Kompleks tmp;

tmp.re = re*(k2.re) - im*(k2.im);

tmp.im = im*(k2.re) + re*(k2.im);

return(tmp);

Matriks::Matriks()

int i,j;

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

re[i][j]=0;

im[i][j]=0;

36

Page 45: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

void Matriks::identity()

int i,j;

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

re[i][j]=0;

im[i][j]=0;

int k;

for (k=0;k<N;k++)

re[k][k]=1;

void Matriks::nol()

int i,j;

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

re[i][j]=0;

im[i][j]=0;

void Matriks::printm()

int i,j;

cout << setprecision(2);

cout << setiosflags(ios::fixed);

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

if (im[i][j] < 0)

cout << setw(8) << re[i][j] << im[i][j] << "i";

else

cout << setw(8) << re[i][j] << "+" << im[i][j] << "i";

cout << endl;

37

Page 46: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

cout << resetiosflags(ios::fixed);

cout << "=========" << endl;

void Matriks::conjugate()

int i,j;

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

im[i][j]=(-im[i][j]);

void Matriks::kali(float a)

int i, j;

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

re[i][j]=a*re[i][j];

im[i][j]=a*im[i][j];

float Matriks::retrace()

int i;

float sum=0;

for (i=0;i<N;i++)

sum = sum + re[i][i];

return sum;

void Matriks::dagger()

Matriks tmp;

int i,j;

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

tmp.re[i][j]=re[i][j];

tmp.im[i][j]=(-im[i][j]);

38

Page 47: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

re[i][j]=tmp.re[j][i];

im[i][j]=tmp.im[j][i];

Matriks Matriks::operator + (Matriks m2)

int i,j;

Matriks tmp;

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

tmp.re[i][j] = re[i][j] + m2.re[i][j];

tmp.im[i][j] = im[i][j] + m2.im[i][j];

return(tmp);

Matriks Matriks::operator - (Matriks m2)

int i,j;

Matriks tmp;

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

tmp.re[i][j] = re[i][j] - m2.re[i][j];

tmp.im[i][j] = im[i][j] - m2.im[i][j];

return(tmp);

Matriks Matriks::operator * (Matriks m2)

int i,j,k;

Matriks tmp;

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

tmp.re[i][j]=0;

tmp.im[i][j]=0;

Matriks tmp1;

39

Page 48: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Matriks tmp2;

for (i=0;i<N;i++)

for (j=0;j<N;j++)

for (k=0;k<N;k++)

tmp1.re[i][j]+=re[i][k]*m2.re[k][j];

tmp2.re[i][j]+=im[i][k]*m2.im[k][j];

tmp1.im[i][j]+=re[i][k]*m2.im[k][j];

tmp2.im[i][j]+=im[i][k]*m2.re[k][j];

tmp.re[i][j]=tmp1.re[i][j] - tmp2.re[i][j];

tmp.im[i][j]=tmp1.im[i][j] + tmp2.im[i][j];

return(tmp);

B.2 Generator Matriks SU(2)

#include <iostream.h>

#include <iomanip.h>

#include <stdlib.h>

double a[4], phi, sin_alpha, sin_theta, cos_theta;

using namespace std;

void GenSU2()

M_SU2.nol();

a[0]=2.0*(rand()/(RAND_MAX+1.0))-1.0;

cos_theta=2.0*(rand()/(RAND_MAX+1.0))-1.0;

sin_theta=sqrt(1.0-cos_theta*cos_theta);

sin_alpha=sqrt(1-a[0]*a[0]);

phi=2.0*Pi*(rand()/(RAND_MAX+1.0));

a[1]=sin_alpha*sin_theta*cos(phi);

a[2]=sin_alpha*sin_theta*sin(phi);

a[3]=sin_alpha*cos_theta;

M_SU2.re[0][0]=a[0];

M_SU2.im[0][0]=a[3];

M_SU2.re[0][1]=a[2];

M_SU2.im[0][1]=a[1];

M_SU2.re[1][0]=-a[2];

M_SU2.im[1][0]=a[1];

M_SU2.re[1][1]=a[0];

M_SU2.im[1][1]=-a[3];

40

Page 49: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

B.3 Program Simulasi pada Lattice

#include <iostream.h>

#include <iomanip.h>

#include <stdlib.h>

Matriks plaqsum, plaq, U0, U1, U2, U3, Uprod;

Matriks staplesum, staple, dS;

int getsite(int x[])

int s = x[0]+nsite*(x[1]+nsite*(x[2]+nsite*x[3]));

return s;

float eps(int i)

float result=0;

if (i==0)

result = (v*v)/(1-v*v) ;

else

result = -v/sqrt(1-v*v);

return result;

float KONST(int i, int j)

float result2 = 0;

if (i==0)

result2 = 2*eps(0)*eps(j);

else

result2 = eps(i)*eps(j);

return result2;

void inisialisasi()

for (x[0]=0;x[0]<nsite;x[0]++)

for (x[1]=0;x[1]<nsite;x[1]++)

for (x[2]=0;x[2]<nsite;x[2]++)

for (x[3]=0;x[3]<nsite;x[3]++)

s=getsite(x);

for (mu=0;mu<ndim;mu++)

U[s][mu].identity();

void moveup(int x[],int d)

41

Page 50: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

x[d]+=1;

if (x[d]>=nsite) x[d]-=nsite;

void movedown(int x[],int d)

x[d]-=1;

if (x[d]<0) x[d]+=nsite;

float plaquette(int i,int j)

int s;

plaqsum.nol();

int kkk=0;

int mu, nu, ii, jj;

for (mu=0;mu<ndim;mu++)

for (nu=0;nu<ndim;nu++)

if (nu > mu)

for (x[0]=0;x[0]<nsite;x[0]++)

for (x[1]=0;x[1]<nsite;x[1]++)

for (x[2]=0;x[2]<nsite;x[2]++)

for (x[3]=0;x[3]<nsite;x[3]++)

s=getsite(x);

Uprod.nol();U0.nol();U1.nol();U2.nol();U3.nol();

U[s][0].dagger(); U0=U[s][0];U[s][0].dagger();

U[s][1].dagger(); U1=U[s][1];U[s][1].dagger();

U[s][2].dagger(); U2=U[s][2];U[s][2].dagger();

U[s][3].dagger(); U3=U[s][3];U[s][3].dagger();

Uprod = U0*U1*U2*U3;

kkk += 1;

plaq.nol();

plaq = U[s][mu];

for (ii=0;ii<(i-1);ii++)

moveup(x,mu);

plaq = plaq*U[s][mu];

moveup(x,mu);

plaq = plaq*U[s][nu];

for (jj=0;jj<(j-1);jj++)

moveup(x,nu);

plaq=plaq*U[s][nu];

moveup(x,nu);

movedown(x,mu);

U[s][mu].dagger();

plaq = plaq*U[s][mu];

U[s][mu].dagger(); //back

for (ii=0;ii<(i-1);ii++)

movedown(x,mu);

U[s][mu].dagger();

plaq=plaq*U[s][mu];

U[s][mu].dagger(); //back

for (jj=0;jj<j;jj++)

42

Page 51: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

movedown(x,nu);

U[s][nu].dagger();

plaq=plaq*U[s][nu];

U[s][nu].dagger(); //back

plaq.kali(KONST(mu,nu));

plaq=Uprod*plaq;

plaqsum = plaqsum + plaq;

return beta*(1-0.5*(plaqsum.retrace()/(kkk)));

void hitungstaple()

staplesum.nol();

for (nu=0;nu<ndim;nu++)

if (nu > mu)

staple.nol();

moveup(x,mu);

staple = U[s][nu];

moveup(x,nu);

movedown(x,mu);

U[s][mu].dagger();

staple = staple*U[s][mu];

U[s][mu].dagger(); //back

movedown(x,nu);

U[s][nu].dagger();

staple = staple*U[s][nu];

U[s][nu].dagger(); //back

staplesum = staplesum + staple;

staplesum.kali(KONST(mu,nu));

/*staple.nol();

moveup(x,mu);

movedown(x,nu);

U[s][nu].dagger();

staple = U[s][nu];

movedown(x,mu);

U[s][mu].dagger();

staple = staple*U[s][mu];

staple = staple*U[s][nu]);

staplesum = staplesum*staple;*/

void Metropolis_Update()

for(mu=0; mu<ndim; mu++)

for (x[0]=0;x[0]<nsite;x[0]++)

for (x[1]=0;x[1]<nsite;x[1]++)

for (x[2]=0;x[2]<nsite;x[2]++)

for (x[3]=0;x[3]<nsite;x[3]++)

s=getsite(x);

hitungstaple();

43

Page 52: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

old_U = U[s][mu];

GenSU2();

//M_SU2.printm();

U[s][mu]=M_SU2;

dS=(U[s][mu]-old_U)*staplesum;

dS.kali(beta);

float dS_tr = dS.retrace();

float u = rand()/(RAND_MAX+1.0);

if (dS_tr >0 && exp(-dS_tr)< u)

U[s][mu]=old_U;

//cout << "terima" << endl;

//cout << "tolak" << endl;

B.4 Program Iterasi Z terhadap |v|#include <iostream.h>

#include <iomanip.h>

#include <stdlib.h>

#include <time.h>

#include <cmath>

#define nsite 10

#define ndim 4

#define n_iter 30

#define Pi 3.14159265359

#define c 300000000

#define kop 1.0

#define lat 14.5

int x[ndim], mu, nu, s;

int iter, k, ki, vi;

float v, beta, dS_tr, lorentz, jac, spc;

#include "matriks_kompleks.h"

Matriks U[nsite*nsite*nsite*nsite][ndim], M_SU2, old_U;

#include "matriks_su2.h"

#include "lattice.h"

using namespace std;

int main()

/*beta = 4N/g^2 dipilih g = 1 N = 2 karena SU2*/

beta = 4.0/(kop*kop);

spc = lat/(nsite-1.0);

jac = -1.0/(kop*kop*kop*kop*spc*spc*spc*spc);

//cout << "GOOOO" << endl;

for (vi=0;vi<40;vi++)

44

Page 53: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

srand(time(0));

v = 0.025*vi;

lorentz = eps(0)*eps(1)*eps(2)*eps(3);

//cout << "Inisialisasi link" << endl;

inisialisasi();

//cout << "Metropolis Update" << endl;

for(iter=0; iter<n_iter; iter++)

Metropolis_Update();

//cout << iter << " " << plaquette(1,1) << endl;

cout << v << " " << jac*lorentz*plaquette(1,1) << endl;

//cout << "done" << endl;

return 0;

45

Page 54: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

Daftar Acuan

[1] Sulaiman, A. Constructing Navier Stokes Equation using Gauge Fi-

eld Theory Approach. Tesis S2. (2005).

[2] Sulaiman, A. Large Amplitude of The Internal Motion of DNA Im-

mersed in Bio-fluid. arXiv:physics/0512206.

[3] Handoko, L.T. dan Sulaiman, A. Relativistic Navier Stokes Equation

from a Gauge-invariant Lagrangian. arXiv:physics/0508219.

[4] http://scienceworld.wolfram.com/physics/Navier-StokesEquation.html

[5] Handoko, L.T. dan Sulaiman, A. Gauge Field Theory Approach to

Construct The Navier Stokes Equation. arXiv:physics/0508086.

[6] Gross, Franz. Relativistic Quantum Mechanics and Field Theory.

Wiley-Interscience. (1993).

[7] Rothe, H.J. Lattice Gauge Theories: An Introduction. World Scienti-

fic. (1997).

[8] Aitchison, I.J.R. and Hey, A.J.G. Gauge Theories in Particle Physics.

Institute of Physics Publishing. (2001).

[9] Smit, J. Introduction to Quantum Fields on A Lattice. Cambridge

University Press. (2002).

[10] Munster, G. dan Walzl, M. Lattice Gauge Theory A Short Primer.

arXiv:hep-lat/0012005.

[11] Ryder, L.H. Quantum Field Theory. Cambridge University Press. (1996).

46

Page 55: Perhitungan Besaran Fisis Dinamika Fluida Relativistik dengan

[12] Laine, M. Finite Temperature Field Theory : with Applications to

Cosmology. Lectures given at the Summer School on Astroparticle Physics

and Cosmology. Trieste. (2002).

[13] Lepage, G.P. Lattice QCD for Novices. arXiv:hep-lat/0506036.

47