pergerakan wanita dan gender di indonesia

23
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pergerakan perempuan yang kita lihat dan rasakan hasilnya saat ini, bukan merupakan sesuatu yang tiba- tiba ada, dan semata sebagai anugerah Tuhan, karena jika menilik lebih jauh pada sejarahnya, perjuangan perempuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka di hadapan masyarakat dan hukum sudah dimulai sejak berabad-abad yang lalu, baik di luar maupun di dalam negeri. Hal ini dilakukan, saat perempuan memiliki kesadaran aktif akan apa yang sebenarnya sedang mereka alami, sehingga semangat untuk mencapai kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan pun tak dapat lagi dibendung hingga saat ini. Pembahasan mengenai Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia ini, bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang seluk beluk pergerakan yang sudah dirintis, bahkan sebelum kita dilahirkan. Karena tak pelak lagi, hal ini menjadi fondasi awal bagi siapa saja yang ingin mempelajari tentang gender, kesetaraan serta pengaruhnya terhadap pembangunan. I.2 Rumusan Masalah

Upload: -

Post on 20-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Gender

TRANSCRIPT

Page 1: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pergerakan perempuan yang kita lihat dan rasakan hasilnya saat ini, bukan

merupakan sesuatu yang tiba-tiba ada, dan semata sebagai anugerah Tuhan,

karena jika menilik lebih jauh pada sejarahnya, perjuangan perempuan untuk

memperjuangkan hak-hak mereka di hadapan masyarakat dan hukum sudah

dimulai sejak berabad-abad yang lalu, baik di luar maupun di dalam negeri. Hal

ini dilakukan, saat perempuan memiliki kesadaran aktif akan apa yang sebenarnya

sedang mereka alami, sehingga semangat untuk mencapai kesetaraan gender

antara laki-laki dan perempuan pun tak dapat lagi dibendung hingga saat ini.

Pembahasan mengenai Sejarah Pergerakan Perempuan Indonesia ini,

bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang seluk beluk pergerakan yang

sudah dirintis, bahkan sebelum kita dilahirkan. Karena tak pelak lagi, hal ini

menjadi fondasi awal bagi siapa saja yang ingin mempelajari tentang gender,

kesetaraan serta pengaruhnya terhadap pembangunan.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka adapun masalah-

masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang pergerakan gender dan wanita di Indonesia…?

2. Bagaimana perkembangan pergerakan gender dan wanita di Indonesia…?

3. Bagaimana konsep wanita dan pendidikan…?

4. Bagaimana konsep gender dan pendidikan…?

5. Bagaimana konsep wanita dan kesehatan…?

6. Bagaimana konsep gender dan kesehatan…?

7. Bagaimana konsep gender dan ekonomi…?

I.3 Tujuan

Berdasarkan dengan rumusan masalah tersebut, maka adapun tujuan dari

pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

Page 2: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

1. Mendeskripsikan latar belakang pergerakan wanita di Indonesia

2. Mendeskripsikan perkembangan pergerakan wanita di Indonesia

3. Mengungkapkan konsep wanita dan pendidikan

4. Mengungkapkan konsep gender dan pendidikan

5. Mengungkapkan konsep wanita dan kesehatan

6. Mengungkapakan konsep gender dan kesehatan

7. Mengungkapkan konsep gender dan ekonomi

Page 3: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

II. PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pergerakan Perempuan di Indonesia

Sejarah pergerakan Perempuan Indonesia terlahir sejak jaman penjajahan

kolonial Belanda. Kita mengenal pergerakan yang dilakukan oleh R.A Kartini,

Dewi Sartika, dan pejuang-pejuang lainnya yang merupakan tokoh pejuang

wanita. Perjuangan perempuan di Indonesia merupakan bagian yang tak

terpisahkan dalam sejarah perkembangan Indonesia. Meskipun perjuangan

perempuan telah dilakukan sejak lama dan peraturan perundang - undangan telah

mengatur kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan, ketimpangan gender

masih sangat terasa. Dengan adanya ketidaksamaan tersebut, wanita menjadi

objek dari diskriminasi. Sejarah Indonesia mencatat bahwa perempuan Indonesia

didiskriminasi melalui idiologi dari agama dan entik. Hal tersebut dapat dirasakan

dengan adanya budaya patriarki yang menyelubungi kehidupan sosial perempuan

di Indonesia. Dalam sejarah, perempuan lebih rentan atau lebih banyak

mengalami kekalahan dan penindasan karena faktor fisik, ekonomi, dan sosial

yang mebuatnya lebih lemah.Kedudukan kaum perempuan lebih rendah dari pada

laki-laki dikarenakan tradisi dan budaya yang ada, seperti yang telah disampaikan.

Perempuan layaknya seperti burung yang dipelihara dalam sangkar, dapat terbang

namun tak dapat terbang tinggi. Hal itu yang dapat mendefinisikan perempuan.

Perkembangan feminisme di Indonesia merupakan pendorong dari gerakan

perempuan akan kondisi sosial mereka saat ini.

Ada kondisi umum yang membuat perempuan sama dengan laki – laki,

namun ada pula kodisi khusus yang dimiliki perempuan yang membuatnya

berbeda dengan laki-laki, tetapi bukan berarti untuk dibedakan. Perbedaan dengan

cara menilai positif adalah perbedaan yang melihat perempuan dengan nilai dan

cara beradanya yang berbeda dengan laki – laki. Nilai dan cara berada perempuan

dikonstruksikan dan dikondisikan oleh pengalaman – pengalaman perempuan

yang melahirkan, menyusui, merawat dan mempunyai tingkat kesensitifan serta

kepedulian yang besar. Nilai – nilai perempuan didasarkan pada etika kepedulian

yang kental melekat didalam sistem cara pandang dunia perempuan. Sedangkan

Page 4: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

perbedaan dengan cara menilai negative adalah melihat nilai – nilai perempuan

sebagai “yang lain” (other). Sehingga denganmudah terjadi pengobjekan dan

penindasan. Susan Wendell dalam tulisannya The Social Construction of

Dissability menunjukan bahwa dalam kasus “Ableism”, yaitu tindakan

diskriminasi terhadapa mereka yang cacat metal dan fisik terjadi karena fakto –

faktor sosial –diskontruksikan secara sosial. Dalam hampir semua tindakan

diskriminasi, mengambil pola dari pijakan awalnya bentuk-bentuk mitos,

otherness, dan cara berfikir dikotomik. Hal ini pulalah yang terjadi dalam bentuk

diskriminasi terhadap perempuan.

2.2 Perkembangan Pergerakan Wanita di Indonesia

Perkembangan pergerakan perempuan terbagi kedalam empat bagian. Hal

tersebut merupakan implikasi dari perkembangan bangsa Indonesia masa kolonial,

kemerdekaan sampai pada saat ini. (Gadis Arivia : 2006). Pada tahap pertama,

pergerakan perempuan muncul karena adanya persoalan hak memilih dan

pemilihan pejabat negara serta permasalahan yang paling utama dan sering

diperbincangkan adalah persoalan hak pendidikan yang dikemukakan pada zaman

penjajahan Belanda. Pada periode ini, gerakan perempuan lebih bersifat individual

dan tidak terlepas dari pengaruh kemunculan feminism liberal pada abad ke – 18

di daratan Eropa. Salah satu pengaruh dari gerakan perempuan pada periode ini

adalah ide bahwa keterbelakangan perempuan akibat oleh kurangnya kesempatan

perempuan dalam mendapatkan pendidikan. Periode ini ditandai dengan pendirian

sekolah – sekolah untuk perempuan, seperti Sekolah Istri yang didirikan oleh

Dewi Sartika di Bandung pada tahun 1904, Sekolah Perempuan yang didirikan

oleh R. A Kartini di Semarang pada tahun 1912. Pergerakan perempuan pada

periode ini sejalan dengan perjuangan kaum pria yang juga berfokus pada

pemberian kesempatan untuk warga pribumi agar mendapatkan pendidikan.

Menurut Suryochondro (1995), organisasi organisasi perempuan yang terbentuk

pada periode ini antara lain adalah Pawiyatan Wanito (Magelang, 1915),

Percintaan Ibu Kepada Anak Temurum – PIKAT (Manado, 1917), Purborini

(Tegal, 1917), Aisyiyah atas bantuan Muhammadiyah (Yogyakarta, 1917),

Page 5: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

Wanito Soesilo (Pemalang, 1918), Wanito Hadi (Jepara, 1919), Poetri Boedi

Sedjati (Surabaya, 1919), Wanita Katolik (Yogyakarta, 1924) dan oraganisasi –

organisasi lainnya yang berdiri saat kolonial Belanda.

Pada tahap kedua, memunculkan persoalan politis yang berada pada basis

massa dan perkumpulan untuk memajukan baik keterampilan maupun publik

perempuan yang ditemui pada masa pra kemerdekaan. Pada masa ini juga tujuan

gerakan perempuan adalah untuk melawan kemiskinan dan ketidak adilan,

memperjuangkan kesamaan politik, hak memperoleh pendidikan dan kesempatan

kerja. Diskriminasi terhadap perempuan tidak berkurang meskipun secara legal

telah ada jaminan hak politik perempuan yang pada saat ini dikeluarkan pada

masa orde lama yaitu pada pasal 27 UUD 1945 dan UU no. 80 tahun 1958 tentang

persamaan upah pekerja laki – laki dengan perempuan. Pada masa ini, organisasi

perempuan yang terbentuk harus bernaung di bawah partai politik, kondisi ini

dimulai pada tahun 1960 yang mengharuskan oraganisasi massa bernaung di

bawah partai politik. Wadah organisasi pergerakan perempuan Indonesia merdeka

diganti dengan Persatuan Negara Wanita Indonesia (Perwani) dan Wanita Negara

Indonesia (Wani) yang kemudian bergabung dan menjadi Persatuan Wanita

Republik Indonesia.

Pada tahap ketiga, pada masa orde baru, menampilkan wacana tugas –

tugas domestik perempuan sebagai mana yang diinginkan negara. Pada masa orde

baru posisi perempuan lebih banyak dititik beratkan pada perannya sebagai ibu

rumah tangga. Hal ini dibakukan pada UU tentang Perkawinan pada tahun 1974,

Undang-undang tersebut melegalkan kedudukan laki – laki dan permpuan yang

tadinya hanya sebagai hasil budaya menjadi sesuatu yang memiliki ketetapan

hukum karena dibakukan dalam sebuah undang – undang.

Dan pada era reformasi sampai saat ini yang masuk pada tahap keempat,

memunculkan pergerakan – pergerakan liberal yang bertemakan anti kekerasan

terhadap perempuan. Perjuangan perempuan sejak tahun 1998 hingga saat ini

adalah perluasan perjuangan yang didukung oleh jaringan nasional dan

internasional. Perjuangan ini bertujuan mencapai keadilan gender dan bersifat

inklusif melalui peningkatan wawasan perempuan dalam berbagai aspek

Page 6: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

kehidupan masyarakat. Dari penjelasan tersebut, pergerakan perempuan memiliki

perkembangan, namun tetap saja masih ada tuntutan yang merupakan ketidak

puasan atas kondisi sosial yang nyata terhadap hak perempuan. Pada dasarnya,

teori - teori feminism telah mengembangkan pemikiran yang luar biasa tentang

persoalan – persoalan ketidak adilan sosial serupa dengan perkembangan

pergerakan peremuan di Indonesia. Gelombang pertama mengajukan pertanyaan

– pertanyaan bersifat sosiologis serta peranan perempuan di dalamnya yang telah

dipermasalahkan kedudukan dan posisi perempuan. Gelombang ke dua

memberikan penjelasan umum tentang konsep fundamental penindasan terhadap

perempuan dab respon terhadap kritik - kritik Marxisme.

Feminisme tidak pernah tertarik untuk membangun suatu teori yang

abstrak dengan prinsip-prinsip universal. Feminisme sering kali mengambil posisi

epistimologis yang menentang suatu pencarian rasionalistik dan sistem universal.

Sebaliknya, pencarian feminism selalu ditekankan pada pengalaman moral.

Feminis Annette Baier dimana dikutip oleh Gadis Arivia (2006:37) mengatakan

bahwa perempuan dalam perdebatan moralnya mempunyai kehendak yang

berbeda dari laki – laki. Perempuan lebih menitik beratkan nilai – nilai etika yang

berarti bagi kehidupannya. Perempuan hidup didalam masyarakat yang nilai –

nilai kefeminimannya dianggap remeh dan tidak penting, seluruh eksistensinya

sebagai perempuan disubordinasikan. Dalam masyarakat yang patriarkis, seluruh

aturan universum berlaku pada sistem “aturan laki – laki” (the law of father). Sifat

egois yang berpusat pada kemauan laki – laki sehingga dunia public menjadi

dominasi laki – laki.

Sebagian para feminis mengarapkan agar adanya solusi cepat lewat aksi-

aksi politis. Hal tersebut dihasilkan baik itu oleh kaum perempuan sendiri,

mahasiswa, gerakan HAM ataupun pemerintah. Hal tersebut diharapkan agar

program –program yang dirancang dan dihasilkan oleh pemerintah diharapkan

berpijak pada keadilan gender serta memberikan kesempatan yang seluas-luasnya

untuk kemajuan perempuan.

Page 7: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

2.3 Wanita dan Pendidikan

Ada sebuah statement tentang “pembatasan wanita dalam dunia

pendidikan.“ Statement ini sudah menyebar di telinga masyarakat, apalagi

masyarakat awam yang masih kental dengan budaya mereka. Kebanyakan dari

mereka menyatakan bahwa seorang wanita tidak seharusnya sekolah tinggi-tinggi

untuk melanjutkan sekolahnya, apalagi sampai mendapatkan beasiswa keluar

negri, karena pada akhirnya ketika mereka sudah berkeluarga akan lebih besar

peran mereka untuk mengurusi suami. Ditambah lagi ketika sudah dikaruniai

anak, otomatis peran mereka sebagai ibu rumah tangga akan semakin aktif.

Tidak sedikit orang berpikir bahwa pendidikan “tidak terlalu penting” bagi

wanita, karena bila pada saatnya nanti seorang wanita menikah dan menjadi

seorang istri, maka wanitalah yang diberinafkah oleh suami, bukan malah wanita

yang memberinafkah kepada suami seperti kebanyakan orang sekarang ini.Saya

tidak meragukan sedikitpun mengenai istilah “ujung-ujungnya wanita pasti

kembali ke dapur juga”, karena semua itu adalah relita yang memang sulit untuk

dibantahkan.

Selain untuk menunjang karir, pendidikan juga berfungsi untuk

memperbaiki pola pikir, memperbanyak relasi, dan menambah wawasan yang

mungkin akan berguna bagi diri sendiri, keluarga, sahabat, orang lain, dan

khususnya  bagi suami apabila suatu saat nanti wanita menjadi seorang istri.

Telah banyak kita ketahui, zaman telah berubah. Dahulu, seorang laki-laki

identik dengan tugasnya yang mencari nafkah untuk keluarga, sedangkan seorang

perempuan bekewajiban untuk mengurus dan mendidik anak, serta menjadi

seorang ibu rumah tangga. Tetapi, zaman sekarang perempuan juga bisa

melakukan tugas seorang laki-laki untuk mencari nafkah tanpa mengesampingkan

kewajibannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Perempuan tentunya juga berhak

mengenyam pendidikan yang tinggi. Perempuan berhak untuk mengejar cita-cita

nya. Jadi, tidak ada anggapan bahwa pendidikan tinggi untuk perempuan itu sia-

sia. Pendidikan bagi perempuan juga dapat menjadi bekal di masa mendatang.

Tentunya, kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi besok, lusa, setahun,

atau sepuluh tahun lagi. Bila suatu keadaan mendesak terjadi, perempuan pun bisa

Page 8: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

menggantikan peran seorang laki-laki untuk menafkahi keluarganya. Pernah saya

membaca di sebuah media ada percakapan antara motivator terkenal dan seorang

penanya. Ketika seorang penanya bertanya padanya,“Apa gunanya istri anda

mengenyam pendidikan tinggi sampai ke luar negri, bila pada nyatanya sekarang

dia tidak berkarir?”Lalu sang motivator pun menjawab, “ Istri saya memang

seorang ibu rumah tangga, ibu dari anak-anak saya, wanita yang saya cintai,

penasehat saya dalam membangun usaha, pemilik asset dan pengelola dari bisnis-

bisnis keluarga serta pemelihara kesehatan keluarga. Pendidikan istri saya

sangatlah berguna.”Dari sini kita dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa

pendidikan itu penting bagi setiap orang termasuk kaum perempuan. Kaum

perempuan juga berhak mengeyam pendidikan yang tinggi.

2.4 Gender dan Pendidikan

Keadilan dan kesetaraan adalah gagasan dasar, tujuan dan misi utama peradaban

manusia untuk mencapai kesejahteraan, membangun keharmonisan kehidupan bermasyarakat,

bernegara dan membangun keluarga berkualitas. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi

bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia,

agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya,

pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam

menikmati hasil pembangunan. Keadilan gender adalah suatu perlakuan adil terhadap

perempuan dan laki-laki. Perbedaan biologis tidak bisa dijadikan dasar untuk terjadinya

diskriminasi mengenai hak sosial, budaya, hukum dan politik terhadap satu jenis kelamin

tertentu. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi,

marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki. Terwujudnya kesetaraan

dan keadilan gender, ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki

dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas

pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.

Dalam memenuhi kesetaraan dan keadilan gender diatas, maka pendidikan perlu

memenuhi dasar pendidikan yakni menghantarkan setiap individu atau rakyat

mendapatkan pendidikan sehingga bisa disebut pendidikan kerakyatan. Ciri-ciri

kesetaraan gender dalam pendidikan adalah sebagai berikut:

Page 9: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

1. Perlakuan dan kesempatan yang sama dalam pendidikan pada setiap jenis

kelamin dan tingkat ekonomi, sosial, politik, agama dan lokasi geografis

publik.

2. Adanya pemerataan pendidikan yang tidak mengalami bias gender.

3. Memberikan mata pelajaran yang sesuai dengan bakat dan minat setiap

individu.

4. Pendidikan harus menyentuh kebutuhan dan relevan dengan tuntutan

zaman.

5. Individu dalam pendidikannya juga diarahkan agar mendapatkan kualitas

sesuai dengan taraf kemampuan dan minatnya.

2.5 Wanita dan Kesehatan

Ketidak-setaraan gender merupakan keadaan diskriminatif (sebagai akibat

dari perbedaan jenis kelamin) dalam memperoleh kesempatan, pembagian

sumber-sumber dan hasil pembangunan, serta akses terhadap pelayanan. Beberapa

contoh ketidak-seteraan gender dalam bidang kesehatan sebagai berikut:

1. Bias gender dalan penelitian kesehatan

Ada indikasi bahwa penelitian kesehatan mempunyai tingkat bias gender

yang nyata, baik dalam pemilihan topic, metode yang di gunakan, maupun dalam

analisis data. Gangguan kesehatan yang mengakibatkan gangguan berarti pada

perempuan tidak mendapat perhatian bila tidak mempengaruhi fungsi

reproduksinya, misalnya disnenore dan osteoporosis.

2. Perbedaan gender dalam akses terhadap pelayanan kesehatan

Berbeda dengan negara maju, kaum perempuan di Negara berkembang

pada umumnya belu, dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan sesuai

kebutuhannya.  Prosrs persalinan yang normal sering di jadikan peristiwa medis

yang tidak mempertimbangkan kebutuhan perempuan, misalnya kebutuhan untuk

didampingi oleh orang yang terdekat atau mengambil posisi yang dirasakan paling

nyaman.

Page 10: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

Dalam berbagai aspek ketidak-setaraan gender tersebut sering di temukan

pula ketidak-adilan gender, yaitu ketidak-adilan berdasarkan norma dan standar

yang berlaku, dalam hal distribusi manfaat dan tanggung jawab antara laki-laki

dan perempuan  (dengan pemahaman bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai

perbedaan kebutuhan dan kekuasaan).

Definisi “keadilan gender dalam kesehatan” menurut WHO mengandung

dua aspek yaitu:

1. Keadilan dalam (status) kesehatan, yaitu terciptanya derajat kesehatan

yang setinggi mungkin (fisik, psikologi dan social bagi setiap warga

negara).

2. Keadilan dalam pelayanan kesehatan, yaitu berarti bahwa pelayanan

diberikan sesuai dengan kebutuhan tampa tergantung pada kedudukan

social seseorang, dan diberikan sebagai respon terhadap harapan yang

pantas dari masyarakat, dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai

dengan kemampuan bayar seseorang.

2.6 Gender dan Kesehatan

Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan 

perempuan.Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama terkena dampak dan

gender steriotipi masing-masing. Misalnya sesuai dengan pola perilaku yang

diharapkan sebagai laki-laki, maka laki-laki dianggap tidak pantas

memperlihatkan rasa sakit atau mempertunjukkan kelemahan-kelemahan serta

keluhannya. Perempuan yang diharapkan memiliki toleransi yang tinggi,

berdampak terhadap cara mereka menunda-nunda pencarian pengobatan, terutama

dalam situasi social ekonomi yang kurang dan harus memilih prioritas, maka

biasanya perempuan dianggap wajar untuk berkorban.

Keadaan ini juga dapat berpengaruh terhadap konsekuensi kesehatan yang

dihadapi laki-laki dan perempuan. Misalnya kanker paru-paru banyak diderita

oleh laki-laki diwaspadai ada kaitannya dengan kebiasaan merokok. Penderita

depresi pada perempuan  dua kali sampai tiga kali lebih banyak dibandingkan

dengan laki-laki. Perempuan lebih banyak menderita penyakit menahun yang

Page 11: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

berkepanjangan (TBC), akan tetapi ada kecenderungan dari perhitungan, karena

kebiasaan perempuan untuk mengabaikan atau menunda mencari pengobatan, jika

penyakit itu masih bisa ditanggungnya. Penting sekali memahami realitas, bahwa

perempuan dan laki-laki menghadapi penyakit dan kesakitan bisa berbeda.

Informasi   itu hanya didapat jika  kita memiliki data pasien, seperti data umur,

status, social ekonomi yang terpilah menurut jenis kelamin.

Hal-hal yang diperlukan untuk memahami isu gender berkaitan dengan

kesehatan adalah : (1) Mengumpulkan data dan informasi yang memperlihatkan

bukti adanya ketimpangan berbasis gender dalam kesehatan perempuan dan laki-

laki;  (2) Menyatakan data dan informasi tersebut serta memperhitungkannya

ketika mengembangkan kebijakan dan program kesehatan; (3)

Mengimplementasikan program-program yang sensitive gender untuk

memperbaiki ketimpangan; (4) Mengembangkan mekanisme monitoring yang

responsive terhadap isu gender, untuk memastikan ketimpangan gender dipantau

secara teratur.

2.7 Gender dan Ekonomi

Peran perempuan dan laki-laki dalam kegiatan ekonomi menunjukkan

kesenjangan yang cukup lebar diberbagai sektor kegiatan. Kesenjangan gender

dibidang ekonomi ini disebabkan oleh bebagai perbedaan kesempatan, akses dan

kontrol terhadap sumber daya dan kebutuhan antara laki-laki dan perempuan.

Perbedaan ini diperparah dengan berbagai peraturan dan kebijakan pemerintah

yang kurang sensitif dan responsif gender.

Contoh pengimplementasian pasal 11 konvensi wanita yang jelas

diratifikasi berdasarakan UU No.7/1984. pasal 11 tentang penghapusan

diskriminasi terhadap perempuan dilapangan pekerjaan guna menjamin hak-hak

yang sama atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan yang meliputi :

hak untuk bekerja , hak untuk memilih propesi, hak untuk menerima upah yang

sama, hak atas jaminan sosial, hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan

kerja.

Page 12: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

Statistik gender dibidang ekonomi ini dapat dilihat melalui :

a.       Angkatan kerja

b.      Tingkatan pengangguran dan kesempatan kerja

c.       Upah atau gaji.

Rendahnya upah perempuan disebabkan keterbatasan perempuan sebagai

individu (human capital) dalam hal pendidikan, pengalaman dan keterampilan

kerja, budaya serta faktir biologis. Keterkaitan perempuan pada kegiatan rumah

tangga menyebabkan mereka memilih kegiatan yang ruang geraknya terbatas,

berupah rendah, dan sedikit persaingan dengan pria.Menurut abdullah(1997),

untuk menerngkan konteks tersebut dapat dicermati melalui 3 prespektif :

1. Perspektif integrasi yang beranggapnan bahwa pembangunan dapat

memberi peluang kerja bagi wanita.

2. Perspektif marjinalisasi, mengacu pad paham bahwa pembangunan

kapitalis akan menggusur wanita dari kegiatan inti ekonomi pinggiran,

bahkan wanita dapat didepak keluar sam sekali dari hubungan produktif.

3. Perspektif eksploitasi, beranggapan bahwa ekploitasi adalah produk

modernisasi yang menekankan akuulasi modal oleh para kapitalis.

Moore (1996), menjelaskan bahwa banyak teori yang menunjukkan

perempuan dan laki-laki merupakan kelompok-kelompok yang berlainan dalam

pasar tenaga kerja. Teori-teori tersebut berderet mulai dari model-model

fungsionalis yang menekankan stabilitas institusi-institusi ekonomi dan

pendidikan yang terintegrasi hingga model-model pertarungan dinamis antara

kelompok kepentingan yang berkopetensi, termasuk perempuan dan laki-laki.

Page 13: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

III. PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Perempuan lekat kaitannya dengan tindak diskriminasi, tersebut tak dapat

dihindari karena adanya subordinasi yang masih melekat pada perempuan.

Dengan demikian terjadilah ketimpangan gender antara perempuan dengan laki -

laki. Peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia mengenai kesetaraan hak

antara laki-laki dengan perempuan tidaklah dapat menjamin penghapusan

diskriminasi pada perempuan. Berbagai upayah telah dilakukan untuk mengurangi

ketimpangan tersebut, namun hingga saat ini belum terlihat adanya keseimbangan

dalam relasi gender. Banyak tindak diskriminasi yang dirasakan oleh perempuan

mengatas namakan agama dan etnik. Kedudukan kaum perempuan dalam

kehidupan sosial diatur oleh tradisi, hak dan kewajiban kaum perempuan lebih

rendah dibandingkan dengan kaum laki – laki. Kebiasaan yang sudah berlangsung

lama ini masih saja terjadi , dan telah dibuktikan oleh banyak pengamat dan

kritikus. Gerakan Perempuan yang muncul di Indonesia merupakan bentuk dari

ketidakpuasan atas kondisi sosial perempuan yang masih menjadi objek

diskriminasi.

3.2 Saran

Meskipun telah dibuat berbagai peraturan yang berpihak kepada

perempuan ditambah lagi dengan pergerakan wanita yang telah dimulai dari sejak

dulu namun sampai sekarang masih banyak wanita yang terdesrminasi karena

budaya atau etnik. Untuk itu kepedulian dan kesadaran masyarkat terhadap gender

menjadi hal penting yang harus dipahamkan dan disosialikan, oleh karena itu

untuk menjamin keadilan dan kesejahteraan gender pemahaman konsep gender

perlu dipahami dan diaplikasikan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Page 14: Pergerakan Wanita Dan Gender Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Amasari (Member of PSG LAIN), Laporan Penelitian Pendidikan Berujatuasan Gender,(Banjannasin: IAIN Antasari, 2005).

BKKBN. 2014. Kesenjangan Gender Dalam Kesehatan. Jambi: Disporn

Regyta Berliantoko. 2013. Pentingnya Peran Perempuan dalam Pembangunan Ekonomi. Malang: Pusgrindo

Eni Purwati dan Hanun Asrohah, Bias Gender dalam Pendidikan Islam,(Surabaya: Alpha, 2005).

Evi Maulidah. 2013. Gerakan Intelektual Perempuan dalam Perspektif Gender. Bogor: Kompasiana

Hanun Asrohah, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Kopertais Press, 2008).

Kristina Ni Nyoman. 2014. Isu Gender dalam Bidang Kesehatan. Bali: BPKKTK

Jhon M. Echol, dan Hasan Shadily, Kamus Besar Inggris-Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996).

Mansour Faqih, Analisis gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996).

Mufidah Ch, Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi dan Konstruksi Sosial,  (Malang: UIN Maliki Press, 2010).

Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender : Perspektif al-Qur’an,(Jakarta : Paramadina, 2001).

Retno Sherly. 2011. Gender dan Ekonomi. Padang: Grasindo

Wawan Djunaedi, dan Iklilah Muzayyanah, Pendidikan Islam Adil Gender di Madrasah, (Jakarta : Pustaka STAINU, 2008).

Women Research Institud. 2014. Gerakan Perempuan bagian Gerakan Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia