percobaan ke 7

Upload: idaayudwitasari

Post on 09-Oct-2015

192 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

kimia analitik

TRANSCRIPT

PERCOBAAN KE-7Cara Menggunakan dan Optimisasi Alat Spektrofotometri Inframerah, Teknik Menyiapkan Contoh Fasa Padat Cara Nujol Mull dan Teknik Menyiapkan Contoh Fasa Padat KBr DISK (Pellet)

I. Tujuan Percobaan Menganalisis secara kualitatif spektrum yang diperoleh dari pengukuran menggunakan spektrofotometer inframerah dan membandingkan dan menentukan metode pengukuran menggunakan fasa padat yang paling baik antara Nujol Mull dan KBr Pellet.

II. Teori DasarInti atom suatu senyawa yang terikat secara kovalen akan menyerap energi dan bervibrasi atau berosilasi sesuai dengan jumlah energi yang diserap. Setiap komponen senyawa tersebut akan menyerap energi yang berbeda sesuai dengan tipe ikatannya. Spektrofotometri infra merah adalah suatu metode analisis suatu senyawa yang didasarkan dengan mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik pada daerah panjang gelombang 0,75 1.000 m atau pada Bilangan Gelombang 13.000 10 cm-1. Jika gelombang elektromagnetik ditembakkan ke suatu senyawa, energi dari gelombang tersebut digunakan oleh gugus-gugus fungsi tersebut untuk bervibrasi. Karena vibrasi suatu gugus fungsi spesifik pada panjang gelombang tertentu, maka spektrofotometri infra merah dapat digunakan untuk menganalisis adanya senyawa dengan gugus fungsi tertentu dalam sampel.Sampel yang akan diukur harus dibuat dalam fasa Nujol Mull atau fasa padat KBr. Fasa Nujol Mull dapat dibuat dengan menghaluskan sampel padat kemudian disuspensikan ke dalam nujol yaitu minyak mineral yang sangat murni mengandung C20-C30 hidrokarbon alkana. Pembuatan fasa Nujol Mull dapat dilakukan bagi sampel padat yang tidak larut dalam pelarut infra merah atau tidak bisa berbentuk serbuk halus. Fasa padat KBr dilakukan dengan menghaluskan sampel padat hingga berupa serbuk kemudian dicampur secara matriks dengan KBr. Penyiapan fasa padat menjadi salah satu faktor penting dalam optimasi penggunaan spektrofotometer IR karena hal ini berpengaruh pada hasil spektrum yang akan diperoleh.

V. Data Pengamatan1. Spektrum IR udara (Blanko)

2. Spektrum IR polistiren berbentuk film

PeakIntensitas

540.075.94

667.3737.2

694.370.798

705.950.342

748.380.269

761.880.25

906.5435.46

1028.0616.003

1068.5641.86

1371.3941.103

1450.470.099

1492.90.159

1581.6342.468

1600.926.053

2848.869.784

2912.510.067

2931.80.088

3001.2427.458

3022.450.229

3059.13.335

3080.3210.183

540.075.94

3. Spektrum IR Asam Salisilat KBr (Pellet)

PeakIntensitas

403.1245.579

721.3870.845

1377.1724.451

1463.9718.05

1708.9354.911

2852.727.34

2924.092.709

2951.095.959

3429.4358.212

4330.1980.56

4. Spektrum IR tartrazin dalam KBr Pellet

PeakIntensitas

650.0168.792

1037.751.99

1182.3661.81

1637.5666.706

3446.7947.97

3466.0848.472

5. Spektrum IR nujol

PeakIntensity

403.1245.579

721.3870.845

1377.1724.451

1463.9718.05

1708.9354.911

2852.727.34

2924.092.709

2951.095.959

3429.4358.212

4330.1980.56

6. Spektrum IR asam salisilat dalam nujol

Peak Intensitas

759.9511.144

1155.3614.875

1209.3711.884

1247.949.092

1296.1610.442

1377.1718.618

1446.614.683

1462.044.992

1483.2610.652

1612.4917.012

1658.789.916

2852.720.661

2918.30.081

2927.940.07

2949.160.346

7. Spektrum IR tartrazin dalam nujoll

PeakIntensitas

401.1926.866

1035.7723.761

1124.525.84

1174.6526.749

1226.7328.137

1377.1723.332

1462.048.04

2852.721.586

2922.160.555

2953.021.014

VI. Pembahasan

Pada percobaan ini, dilakukan analisis terhadap suatu sampel padat menggunakan spektrofotometer inframerah. Sebagai standar kalibrasi sampel digunakan udara sekitar spektrofotometer dan polistiren yang berbentuk film. Fungsi polistiren yaitu untuk kalibrator karena polistiren merupakan polimer yang tahan terhadap suhu tinggi dan sangat stabil sehingga spektrum yang dihasilkan dari pengukuran polistiren akan selalu sama pada berbagai suhu dan kondisi. Selain itu, polistiren juga memberikan puncak pada seluruh rentang pengukuran gelombang infra merah karena polistiren memiliki seluruh gugus fungsi yang terbaca pada gelombang infra merah. Adapun ppektrum IR polistiren literatur yaitu

Spektrofotometer IR yang digunakan pada percobaan memberikan puncak paling tinggi dengan intensitas paling rendah pada bilangan gelombang 705.95; 761.88 ; 748.38; 1450.47 ; 1492.9 ; 2912.51 ; 2931.8 ; 3022.45 cm-1. Sedangkan pada literatur puncak tertinggi yang diberikan berada pada bilangan gelombang gelombang 638 ; 697; 766; 1453; 1493; 2860 ; 2924 dan 3026 cm-1. Terdapat perbedaan pada hasil percobaan dengan literatur, namun masih dapat diterima karena perbedaanya cukup sedikit. Dengan demikian pengukuran IR untuk sampel yang lain dapat dilakukan dengan tepat, karena spektrofotometer sudah terkalibarasi dengan baik. Spektrum IR film polistiren memiliki interpretasi antara lain, pada 3000-2850 (cm-1) terdapat puncak yang tajam yang diakibatkan oleh vibrasi uluran gugus alkana yaitu gugus CH2. Pada 3100-3000 (cm-1) terdapat vibrasi uluran dari gugus =C-H alkena atau aromatik. Pada 1500-1400 (cm-1) terdapat vibrasi uluran C=C- gugus aromatik. Pada 800-700 (cm-1) terdapat vibrasi tekukan C=C- gugus aromatik.Kemudian dilakukan pengukuran spektrum IR terhadap asam salisilat dan tartrazin dalam Nujol dan KBr (Pellet) . teknik nujol mull yaitu sampel digerus dengan mortar dan pestle agar diperoleh bubuk yang halus. Dalam jumlah yang sedikit bubuk tersebut dicampur dengan Nujol(parafun) agar terbentuk pasta, kemudian beberapa tetes pasta ini ditempatkan antara dua plat (window) sodium klorida (NaCl) (plat ini tidak mengabsorbsi inframerah pada wilayah tersebut). Kemudian plat ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis. Dilakukan pengukuran satu senyawa yang sama dalam bentuk fasa padat yang berbeda agar perbedaan dan efektivitas dari kedua metode dapat diketahui. Pada pengukuran asam salisilat dalam nujol mull diperoleh data spektrum IR dengan berbagai puncak. Pada senyawa asam salisilat terdapat beberapa gugus yang dapat menunjukkan puncak pada spektrum IR yaitu, gugus O-H, C=C pada cinncin, C=O pada karboksilat, dan gugus C-C. Hal ini sesusai dengan struktur di bawah ini:

Pada hasil spektrum IR terdapat puncak daerah 2927.94, 2949.16, dan 2852.72 cm-1 yang merupakan daerah serapan dari gugus O-H yang terdapat pada gugus karboksilat. Hal ini sesuai dengan literature daerah serapan O-H yang berkisar sekitar 2600-3600. Puncak lain yang diperoleh yaitu 1446.61 dan 1462.04 cm-1 merupakan daerah serapan yang mendekati daerah serapan C=C pada aromatik, pada literature yang daerah serapannya antara 1500-1600. Untuk gugus C=O pada karboksilat diperoleh data pada hasil spektrum IR nujol mull sebesar 1658.78 dimana pada literatur sebesar 1690-1760. Seharusnya puncak daerah serapan gugus C=O ditemukan dengan intensitas yang kuat pada daerah serapan antara 1690-1760. Hal ini dapat disebabkan ada pergeseran daerah serapan yang dipengaruhi oleh parafin yang bersifat non-polar sehingga berkurang kepolarannya yang mengakibatkan penyerapan bilangan gelombang lebih besar.Pada pengukuran sampel asam salisilat dalam KBr Pellet, didapatkan puncak-puncak tertingginya pada bilangan gelombang 2852.72 ;2924.09; 2951.09 (cm-1). Pada spektrum asam salisilat-KBr Pellet literatur, puncak-puncak tersebut muncul pada bilangan gelombang 1251; 1447; 1484 (cm-1). Dilihat dari perbandingan ini, dapat disimpulkan bahwa pada pengukuran spektrum IR sampel asam salisilat-KBr Pellet didapatkan hasil yang kurang baik. Hal tersebut dapat terjadi karena pelet yang digunakan terlalu tebal. Spektrum IR asam salisilat (KBr Pellet) literatur yaitu

Spektrum IR asam salisilat (nujol mull) literatur

Jika spektrum sampel asam salisilat-nujol mull dibandingkan dengan spektrum IR nujolnya saja, ternyata terdapat banyak puncak yang memiliki bilangan gelombang yang berdekatan. Perbandingan puncak pada hasil pengukuran keduanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.Asam salisilat-nujol mullNujol mull saja

PeakIntensityPeakIntensity

759.9511.144721.3870.845

1155.3614.875

1209.3711.884

1247.949.092

1296.1610.442

1377.1718.6181377.1724.451

1446.614.6831463.9718.05

1462.044.992

1483.2610.652

1612.4917.012

1658.789.9161708.9354.911

2852.720.6612852.727.34

2918.30.0812924.092.709

2927.940.072951.095.959

2949.160.3463429.4358.212

Dilihat dari perbandingan puncak asli dari asam salisilatnya hanya sedikit dengan nilai absorbansi yang tidak terlalu tinggi (puncaknya tidak tinggi). Sementara itu, puncak-puncak hasil pengukuran asam salisilat dengan KBr Pellet memberikan puncak-puncak yang tajam dengan nilai absorbansi yang tinggi. Namun KBr Pellet tidak lebih efektif karena terjadi kesalahan pada percobaan , seharusnya KBr memebrikan hasil data yang lebih baik, karena KBr tidak memberikan absorbsi pada rentang pengukuran IR sehingga tidak akan muncul puncak selain puncak milik senyawa yang diukur. Pellet KBr juga memberi banyak keuntungan, di antaranya adalah penghamburan sinar lebih rendah, pengaturan distribusi dan konsentrasi sampel lebih mudah dilakukan, sampel yang diperlukan hanya sedikit, dan pelletnya dapat digunakan untuk pengukuran ulang. Spektrum IR tartrazin (KBr Pellet) yaitu

Pengukuran spektrum IR terhadap paraffin dan KBr bertujuan unutk membandingkan hasil analisis spektrum sampel. Pada sampel yang menggunakan parafin yaitu metode nujol terdapat puncak yang sama antara sampel asam salisilat dengan parafin(nujol). Namun karena terjadi kesalahan pada pembuatan sampel KBr metode ini tidak memberikan hasil yang lebih baik padahal berdasarkan literatur KBr lebih baik daripada metode nujol. Sehingga metode yang baik digunakan sesuai dengan percobaan kali ini ialah metode Nujol karena cukup sesuai dengan literatur.

VII. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan di atas, metode pengukuran spektrofotometri infra merah menggunakan fasa padat yang paling baik dan efektif adalah menggunakan asam salisilat karena memberikan puncak yang lebih mirip dengan literatur.VIII. Daftar Pustaka-Harvey, David. 2000. Chemistry: Modern Analitycal Chemistry First Edition. Page 388-409.-Jeffery, G.H. 1989. Vogels Textbook of Quantitative Chemical Analysis 5th Edition. Page 741-758.-Skoog, Douglas A.et.al.1996. Fundamentals of Analytical Chemistry 7th Edition, Orlando : Saunders College Publishing Page 592-597.

11