percobaan iv

35
LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIA PROGRAM STUDI FARMASI F-MIPA UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA I PRAKTIKUM IV KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS Disusun Oleh : Rizkia Fajrianoor J1E113046 Kelompok VI (Shift 2) PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

Upload: rizkia-myz

Post on 31-Jan-2016

50 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ftkm, prktkm, klt

TRANSCRIPT

Page 1: Percobaan IV

LABORATORIUM FARMAKOGNOSI-FITOKIMIAPROGRAM STUDI FARMASI F-MIPAUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA I

PRAKTIKUM IV

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Disusun Oleh :

Rizkia Fajrianoor

J1E113046

Kelompok VI (Shift 2)

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2015

Page 2: Percobaan IV

LAPORAN PRAKTIKUMFITOKIMIA I

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Oleh :

Rizkia Fajrianoor

NIM. J1E113046

Kelompok VI (Shift 2)

Tanggal Praktikum:16 November 2015Dikumpul Tanggal : 26 November 2015Nilai :

Mengetahui

(Siti Rahayu)

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU

2015

Page 3: Percobaan IV

PRAKTIKUM IV

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

I. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menjelaskan dan melakukan

identifikasi senyawa kimia dari tanaman bilaran tapah hasil praktikum

lapangan Desa Kelumpang Kecamatan Bungir Kabupaten Tapin Kalimantan

Selatan.

II. DASAR TEORI

Kromatografi dalam bidang kimia merupakan sebuah teknik analisis

yang digunakan untuk memisahkan sebuah campuran ataupun persenyawaan

kimia (Adnan, 1997). Kromatografi adalah suatu metoda untuk separasi

yang menyangkut komponen suatu contoh di mana komponen dibagi-

bagikan antara dua tahap, salah satu yang mana adalah keperluan selagi

gerak yang lain. Di dalam gas chromatography adalah gas mengangsur suatu

cairan atau tahap keperluan padat. Di dalam cairan chromatography adalah

campuran cairan pindah gerakkan melalui cairan yang lain, suatu padat, atau

suatu 'gel' agar. Mekanisme separasi komponen mungkin adalah adsorpsi,

daya larut diferensial, ion-exchange, penyebaran/perembesan, atau

mekanisme lain (David. 2001).

Dalam teknik kromatografi, sampel yang merupakan campuran dari

berbagai macam komponen ditempatkan dalam situasi dinamis dalam sistem

yang terdiri dari fase diam dan fase gerak. Semua pemisahan pada

kromatografi tergantung pada gerakan relatif dari masing-masing komponen

diantara kedua fase tersebut. Senyawa atau komponen yang tertahan lebih

lemah oleh fase diam akan bergerak lebih cepat daripada komponen yang

satu dengan lainnya disebabakan oleh perbedaan dalam adsorbsi, partisi,

kelarutan atau penguapan diantara kedua fase (Khopkar, 2010).

Pada hakekatnya KLT merupakan metode kromatografi cair yang

melibatkan dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase geraknya berupa

campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus

yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau

Page 4: Percobaan IV

berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair).

Fase diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai

penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir

segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya

silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah

diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak

dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007).

Cara pemisahan dengan adsorbsi pada lapisan tipis adsorben yang

sekarang dikenal dengan kromatografi lapis tipis (Thin Layer

Chromatography atau TLC) telah dipakai sejak tahun 1983. Tekhnik ini

bertujuan untuk memisahkan komponen kimia secara cepat berdasarkan

prinsip adsorbsi dan partisi.TLC atau KLT dapat digunakan untuk

memisahkan berbagai senyawa seperti ion – ion anorganik, kompleks

senyawa-senyawa organik dengan dengan senyawa – senyawa anorganik,

dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di alam maupun senyawa-

senyawa organik sintetik. Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis

dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah karena dapat dihasilkannya

pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat

dilaksanakan dengan lebih cepat (Adnan, 1997).

Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi adsorbsi dan

adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang

umum digunakan adalah silica gel (asam silikat), alumina (aluminium

oxyde), kieselghur (diatomeus earth) dan selulosa. Dari keempat jenis

adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai adalah silica gel karena

mempunyai daya pemisahan yang baik. Teknik standar dalam melaksanakan

pemisahan dengan KLT ini adalah sebagai berikut : pertama kali lapisan

tipis adsorben dibuat pada permukaan plat kaca atau plat lain, misalnya

berukuran 5 x 20 cm atau 20 x 20 cm. tebal lapisan adsorben tersebut dapat

bervariasi, tergantung penggunaannya. Larutan campuran yang akan

dipisahkan diteteskan pada kira – kira 1,5 cm dari bagian bawah plat tersebut

dengan menggunakan pipet mikro atau syringe. Zat pelarut yang terdapat

pada sampel yang diteteskan tersebut kemudian diuapkan lebih dulu.

Page 5: Percobaan IV

Selanjutnya plat kromatografi tersebut dikembangkan dengan dengan

mencelupkannya pada tangki yang berisi campuran zat pelarut (solvent

system). Dengan pengembangan tersebut masing –masing komponen

senyawa dalam sampel akan bergerak ke atas dengan kecepatan yang

berbeda. Perbedaan kecepatan gerakan ini merupakan akibat terjadinya

pengaruh proses dengan KLT, mulai pemilihan adsorben sampai identifikasi

masing – masing komponen yang telah terpisah (Adnan, 1997).

Keuntungan pemisahan dengan metode kromatografi dibandingkan

pemisahan metode lainnya yaitu:

a. Dapat digunakan pada sampel atau konstituen yang sangat kecil (semi

mikro dan mikro)

b. Cukup selektif terutama untuk senyawa-senyawa organic multi

komponen

c. Proses pemisahan dalat dilakukan dalam waktu yang relative singkat

d. Seringkali murah dan sederhana, karena umumnya tidak memerlukan

alat yang mahal dan rumit (Underwood & Day, 1999).

Beberapa kelebihan dari KLT yaitu sebagai berikut :

1.    Waktu pemisahan lebih cepat

2.    Sensitif, artinya meskipun jumlah cuplikan sedikit masih dapat dideteksi.

3.    Daya resolusinya tinggi, sehingga pemisahan lebih sempurna (Alimin,

2007).

Nilai Rf dipengaruhi oleh ketebalan lapisan, sebagian besar prosedur

pemisahan untuk analisis kualitatif menggunakan ketebalan lapisan 250 µm

dan untuk anlisis preparatif digunakan ketebalan sampai 5 mm. Kadang-

kadang digunakan kalsium sulfat sebagai adsorben untuk mengikat lapisan

pada lempeng. Silika gel adalah bahan yang paling banayak digunakan untuk

pemisahan sejumlah besar senyawa. Hal yang harus diperhatikan adalah

atmosfer ruang pemisahan harus jenuh dengan pelarut, karena menentukan

besar kecilnya nilai Rf. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan wadah

sekecil mungkin dan menghubungkan dinding dengan lapis tipis (KLT) yang

terendam dalam pelarut (Hendayana, 2010).

Page 6: Percobaan IV

Bila suatu molekul dikenakan sinar oleh spektrofotometer, maka akan

terjadi interaksi antara cahaya dan molekul tersebut yang mengakibatkan

molekul akan mengalami transisi elektron ketingkat energi yang lebih tinggi

dan saat molekul tersebut kembali ke tingkat energi yang semula akan

mengeluarkan emisi yang dapat ditangkap oleh spektrofotometer sebagai

data absorban. Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam

larutan yang encer dengan pembanding blanko pelarut serta menggunakan

spektrofotometer yang merekam otomatis. Senyawa dan warna diukur pada

jangka 200 nm sampai 400 nm, senyawa berwarna diukur pada jangka 400

nm sampai 700 nm. Panjang gelombang serapan maksimum dan minimum

pada spektrum serapan yang diperoleh direkam dalam nm. Demikian juga

kekuatan absorbansi (keterserapan). Bahan yang dignakan hanya dalam

jumlah sedikit diisi dengan 3 ml larutan. Dengan manggunakan sel khusus

hanya diperlukan sepersepuluh volume tersebut. Pengukuran spektrum yang

demikian itu penting pada identifikasi kandungan tumbuhan termasuk untuk

mendeteksi golongan senyawa tersebut. Pelarut yang banyak digunakan

untuk spektroskopi UV adalah etanol 95 %, metanol, air, heksan dan eter.

Alkohol mutlak niaga harus dihindari karena mengandung benzen yang

menyerap di daerah UV pendek. Pelarut seperti kloroform harus dihindari

karena menyerap kuat di daerah 200 – 600 nm, tetapi sangat cocok untuk

mengukur spektrum tumbuhan karotenida didaerah spektrum tampak (Stahl,

1969).

Analisis dengan KLT dapat dilakukan untuk mengidentifikasi simplisia

yang kelompok kandungan kimianya telah diketahui. Kelompok kandungan

kimia tersebut antara lain :

a. Alkaloid

b. Glikosida jantung

c. Flavanoid

d. Saponin

e. Minyak atsiri

f. Kumarin dan asam fenol karboksilat

g. Valepotriat

Page 7: Percobaan IV

(Depkes RI, 1979).

Lempeng yang digunakan lempeng silika gel 254 P dengan ukuran 10

x 10 cm. Lempeng dapat berupa lempeng kaca atau lempeng lain yang

cocok. Untuk menentukan kelompok kandungan kimia suatu simplisia

sekurang-kurangnya diperlukan 10 lempeng (Depkes RI, 1979).

Cairan elusi :

a. Dietil eter:toluena (1 : 1) untuk mengeluasi pemeriksaan KLT yang

diduga mengandung kumarin.

b. Etil asetat:asam format:asam asetat glacial:air (100 : 11 : 11 : 27)

untuk mengeluasi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung

flavanoid.

c. Etil asetat : methanol : air (100:13,5:10) untuk mengeluasi

pemeriksaan KLT yang diduga mengandung flavanoid, alkaloid,

antraglikosida, arbutin, glikosida jantung, zat pahit, flavanoid atau

saponin.

d. Kloroform : etanol : asam asetat glacial (94 : 5 : 1 ) untuk

mengeluasi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung minyak

atsiri.

e. Kloroform:methanol:air (64 : 50 : 10) untuk mengeluasi

pemeriksaan KLT yang diduga mengandung saponin.

f. Toluena:etil asetat (93 : 7) untuk mengeluasi pemeriksaan KLT

yang diduga mengandung minyak atsiri, kumarin, valepotriat,

asam-asam pada tumbuh-tumbuhan.

g. Toluena:etil asetat:dietilamina (70 : 20 : 10) untuk mengeluasi

pemeriksaan KLT yang diduga mengandung alkaloid

(Depkes RI, 1979).

Faktor yang mempengaruhi harga Rf adalah :

a. Ukuran partikel pada adsorben

b. Derajat keaktifan dari lapisan penjerap

c. Ketetapan perbandingan dari eluen

d. Konsentrasi zat yang dipanaskan

e. Kejenuhan chamber

Page 8: Percobaan IV

f. Diameter penotol

g. Tehnik percobaan

h. Suhu

i. Keseimbangan

j. Jumlah cuplikan yang digunakan

k. Tebal dan kerataan dari lapisan penjerap

l. Pelarut

m. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan

n. Dan lain-lain

(Stahl,1985).

Ekstrak petroleum eter daun menghasilkan 1-tricontanol, epifriedelinol

asetat, epifriedelinol dan β-sitosterol. Daun ditemukan kaya kuersetin.

Ekstraksi daun dengan 90% etanol mengakibatkan terisolasinya flavonoid,

kuersetin dan kaemperol bersamaan dengan yang terakhir glikosida

kaemperol-3-o-lrhamnopyranoside. Dua glikosida flavon yang baru ditandai

sebagai 7,8,3',4',5'-pentahydroxyflavone5-o-α-lrhamnopyranoside dan 7,8,3',

4',5'-pentahydroxyflavone5-o-α-l-glucopyranoside yang juga dilaporkan

berasal dari daun (Modi et al, 2010).

III. ALAT DAN BAHAN

III.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:

1. Batang pengaduk

2. Bejana KLT atau chamber

3. Gelas beker 250 mL

4. Gelas ukur 25 mL

5. Gunting atau cutter

6. Lampu UV 254 nm dan 366 nm

7. Oven

8. Penggaris

9. Pensil

10. Pipa kapiler

11. Pipet tetes

Page 9: Percobaan IV

12. Plat KLT

III.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:

1. Aquadest

2. Ekstrak tanaman

3. Etil asetat

4. Fraksi tanaman

5. Kertas

6. Kertas saring

7. Kloroform

8. Metanol

9. N-heksan

IV. Cara Kerja

a. Pengaktifan Plat

b. Pembuatan Eluen

Dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105-110oC selama 30 menit.

Hasil

n-Heksan : Etil Asetat8:2 ; 6:4

Dicampurkan sesuai perbandingan

Hasil Eluen non polar

Dicampurkan sesuai perbandingan

Hasil Eluen polar

Kloroform : Metanol : Air6:2:1 ; 15:2:1

Plat KLT

Page 10: Percobaan IV

c. Penjenuhan Chamber

d. Penotolan

e. Proses Elusi

Dimasukkan ke dalam chamber hingga tingginya kira-kira 0,5 cm.

Eluen

Kertas Saring

Dimasukkan ke dalam chamber.

Chamber ditutup dan dibiarkan sampai kertas saring basah hingga keluar

Hasil

Kertas

Dibuat pola pada sebuah kertas dengan batas bawah 1 cm dan batas atas 0,5 cm.

Plat KLT

Diletakkah diatas pola

Fraksi

Ditotolkan menggunakan pipa kapiler pada bagian kanan setipis mungkin

Ekstrak

Ditotolkan menggunakan pipa kapiler pada bagian kiri setipis mungkin

Hasil

Plat KLT yang sudah ditotolkan

Dimasukkan ke dalam chamber yang sudah jenuh.

Ditutup dan dibiarkan terelusi hingga batas atas

Page 11: Percobaan IV

f. Pengamatan

V. HASIL

V. 1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan

No. Perlakuan Hasil Dokumentasi

1. 4 buah plat KLT

diaktifkan dengan

memanaskannya di

dalam oven suhu 105°-

110°C selama 30 menit.

4 buah plat KLT

yang siap untuk

digunakan

2. Pembuatan eluen

sebanyak 5 ml dengan

komposisi:

Eluen non-polar, n-

heksana:etil asetat

(6:4 dan 8:2).

Eluen polar,

kloroform:metanol:

air (6:2:1 dan

15:2:1).

Eluen siap digunakan.

Hasil

Plat KLT

Diamati noda yang terpisah dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm.

Diamati jarak noda yang terpisah dan digambarkan

Dihitung nilai Rf (Retardasi factor) dari tiap noda pada plat

Hasil

Page 12: Percobaan IV

Kemudian chamber

dijenuhkan.

3. Penotolan sampel pada

plat dengan urutan:

ekstrak, fraksi n-

heksana, fraksi etil

asetat, fraksi n-

butanol.

Plat siap dielusi

4. Elusi.

4 buah plat yang telah

ditotol dielusi dalam 4

chamber berbeda

dengan eluen yang

berbeda pula.

Bercak pada plat

KLT.

5. Penyinaran plat KLT

oleh sinar UV 254 nm

dan 366 nm.

Plat KLT berpendar

di panjang

gelombang 254 nm

dan noda berpendar

di panjang

gelombang 366 nm.

Page 13: Percobaan IV

6. Penyemprotan plat KLT

dengan H2SO4

Bercak terlihat lebih

jelas.

V. 2 Perhitungan Rf

Plat 1, Eluen non-polar= n-heksana:etil asetat (6:4)

Gambar 1. Plat KLT 1 di sinar UV 254 nm

Ekstrak (Noda 1)

Rf¿

0,8+(½ × 0,8 )5

= 0,24

(Noda 2)

Rf¿

1,9+(½ ×0,9 )5

= 0,47

(Noda 3)

Rf¿ 2,3

5

= 0,46

Page 14: Percobaan IV

(Noda 4)

Rf¿ 2,7

5

= 0,54

(Noda 5)

Rf¿ 2,9

5

= 0,58

(Noda 6)

Rf¿ 4,1

5

= 0,82

(Noda 7)

Rf¿ 4,4

5

= 0,88

(Noda 8)

Rf¿ 4,7

5

= 0,94

n-Heksana (Noda 1)

Rf¿

2+ (½×2 )5

= 0,6

(Noda 2)

Rf¿

3+(½×0,5 )5

= 0,65

(Noda 3)

Rf¿

3,3+(½ ×0,3 )5

= 0,69

(Noda 4)

Rf¿

4,5+(½ × 1,2 )5

= 1,02

Etil Asetat (Noda 1)

Rf¿

0,8+(½ × 0,8 )5

= 0,24

(Noda 2)

Rf¿

2+ (½×1,2 )5

= 0,52

Page 15: Percobaan IV

(Noda 3)

Rf¿

2,7+(½ × 0,7 )5

= 0,61

(Noda 4)

Rf¿ 2,9

5

= 0,58

(Noda 5)

Rf¿

3,9+(½ ×1 )5

= 0,88

(Noda 6)

Rf¿ 4,1

5

= 0,82

(Noda 7)

Rf¿ 4,4

5

= 0,88

(Noda 8)

Rf¿ 4,7

5

= 0,94

n-butanol (Noda 1)

Rf¿

0,7+(½ × 0,7 )5

= 0,21

(Noda 2)

Rf¿

1,7+(½ ×1,1 )5

= 0,45

Plat 2, Eluen polar= kloroform:metanol:air (15:2:1)

Page 16: Percobaan IV

Gambar 2. Plat KLT 2 di sinar UV 254 nm

Ekstrak (Noda 1)

Rf¿

1,7+(½ ×1,7 )5

= 0,51

(Noda 2)

Rf¿

2,7+(½ ×1 )5

= 0,64

n-Heksana (Noda 1)

Rf¿

0,3+(½ × 0,3 )5

= 0,09

(Noda 2)

Rf¿

1,5+(½ ×1,2 )5

= 0,42

(Noda 3)

Rf¿

2,5+(½ ×1 )5

= 0,6

(Noda 4)

Rf¿

3,5+(½ ×1 )5

= 0,8

(Noda 5)

Rf¿

4,1+(½ × 0,6 )5

= 0,88

Etil Asetat (Noda 1)

Rf¿

1,5+(½ ×1,5 )5

= 0,45

(Noda 2)

Rf¿

2,5+(½ ×1 )5

= 0,6

(Noda 3)

Rf¿

4+ (½×1,5 )5

= 0,95

(Noda 4)

Rf¿ 4,7

5

= 0,94

Page 17: Percobaan IV

n-butanol (Noda 1)

Rf¿

1,5+(½ ×1,5 )5

= 0,45

(Noda 2)

Rf¿

3+(½×1,5 )5,5

= 0,75

Plat 3, Eluen polar= kloroform:metanol:air (6:2:1)

Gambar 3. Plat KLT 3 di sinar UV 254 nm

Ekstrak Tidak dapat dibaca

n-Heksana Tidak dapat dibaca

Etil Asetat (Noda 1)

Rf¿

0,7+(½ × 0,7 )4

= 0,2625

n-butanol Tidak dapat dibaca

Plat 4, Eluen non-polar= n-heksana:etil asetat (8:2)

Page 18: Percobaan IV

Gambar 4. Plat KLT 4 di sinar UV 254 nm

Ekstrak (Noda 1)

Rf¿

0,3+(½ × 0,3 )5,5

= 0,0818

(Noda 2)

Rf¿

1+ (½×0,7 )5,5

= 0,2455

(Noda 3)

Rf¿

2,2+ (½ ×1,2 )5,5

= 0,5091

(Noda 4)

Rf¿ 4

5,5

= 0,7273

(Noda 5)

Rf¿ 4,6

5,5

= 0,8364

n-Heksana (Noda 1)

Rf¿

2+ (½×2 )5,5

= 0,5455

(Noda 2)

Rf¿ 2,3

5,5

= 0,4182

(Noda 3)

Rf¿

3+(½×0,7 )5,5

= 0,6091

(Noda 4) ¿ 3,35,5

Page 19: Percobaan IV

Rf = 0,6

(Noda 5)

Rf¿

3,7+(½ × 0,4 )5,5

= 0,7091

(Noda 6)

Rf¿

4,3+(½ × 0,6 )5,5

= 0,8364

Etil Asetat (Noda 1)

Rf¿

0,3+(½ × 0,3 )5,5

= 0,0818

(Noda 2)

Rf¿

1+ (½×0,7 )5,5

= 0,0636

(Noda 3)

Rf¿

1,3+(½ ×0,3 )5,5

= 0,2636

(Noda 4)

Rf¿

2+ (½×0,5 )5,5

= 0,4091

(Noda 5)

Rf¿ 2,3

5,5

= 0,4182

(Noda 6)

Rf¿ 2,7

5,5

= 0,4909

(Noda 7)

Rf¿

3,5+(½ ×0,5 )5,5

= 0,6818

(Noda 8)

Rf¿

4+ (½×0,3 )5,5

= 0,7545

(Noda 9)

Rf¿ 4,5

5,5

Page 20: Percobaan IV

= 0,8182

n-butanol (Noda 1)

Rf¿

0,5+(½ × 0,5 )5,5

= 0,1364

(Noda 2)

Rf¿

1+ (½×0,5 )5,5

= 0,2273

(Noda 3)

Rf¿ 1,5

5,5

= 0,2727

IV. PEMBAHASAN

Percobaan yang dilakukan kali ini adalah tentang metode kromatografi

lapis tipis. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menjelaskan dan melakukan

identifikasi senyawa kimia dari tanaman bilaran tapah hasil praktikum

lapangan Desa Kelumpang Kecamatan Bungir Kabupaten Tapin Kalimantan

Selatan. Senyawa yang akan di identifikasi adalah hasil ekstraksi dari tanaman

bilaran tapah dan hasil fraksi dari tanaman bilaran tapah yaitu fraksi dengan n-

heksan, etil asetat dan n-butanol. Kromatografi sendiri adalah suatu metode

pemisahan suatu sampel yang terdiri dari berbagai macam komponen yang

ditempatkan dalam situasi dinamis dalam sistem yang terdiri dari fase diam dan

fase gerak. Sedangkan kromatografi lapis tipis adalah teknik analisa sederhana

untuk memisahkan komponen secara cepat dan tepat berdasarkan prinsip

absorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak

(eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap

adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen

kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat

kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan.

Kromatografi lapis tipis terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau

lempengan besi yang cocok sebagai penyangga.

Prinsip kerja KLT adalah partisi dan adsorbsi dimana eluen sebagai fase

gerak dan lempeng KLT sebagai fase diam. Fase diam adalah bagian yang

Page 21: Percobaan IV

bertindak sebagai penyerap yang berupa padatan sedangkan fase gerak adalah

bagian yang bertindak sebagai pelarut pengembang yang akan membawa

senyawa-senyawa yang akan dipisahkan dalam arah menaik. Kromatografi ini

menggunakan lempengan kaca atau aluminium yang dilapisi dengan adsorben.

Kromatografi lapis tipis dapat dianggap sebagai kromatografi kolom terbuka.

Pada praktikum ini menggunakan fase gerak yang terdiri dari eluen

polar kloroform, metanol, dan air dengan perbandingan 15 : 2 : 1 dan dengan

perbandingan 6 : 2 : 1. Selain itu menggunakan eluen non polar yaitu campuran

n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 8 : 2 dan dengan perbandingan

6:4. Jika eluen yang digunakan sebagai pelarut pengembang terlalu polar maka

seluruh noda yang ditotolkan pada plat akan naik sampai batas atas plat tanpa

mengalami pemisahan begitu sebaliknya dengan pelarut kurang polar.

Plat KLT yang akan digunakan diaktifkan terlebih dahulu di dalam

oven dengan suhu 105-110oC selama 30 menit. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi kadar air yang ada pada plat tersebut dan mematikan

mikroorganisme yang akan mengganggu selama proses identifikasi. Setelah itu,

plat yang sudah aktif diambil dan diletakkan pada pola yang sudah dibuat

sebelumnya diatas kertas. Pada kromatografi lapis tipis fase diam yang

digunakan adalah silica yang dilapisi dengan alumunium. Setelah itu, dengan

bantuan pipa kapiler, kemudian sampel yang digunakan adalah ekstrak

tanaman bilaran tapah beserta fraksi n-heksan, n-butanol, dan etil asetat yang

telah dilarutkan agar mudah ditotolkan pada salah satu ujung plat sejarak 1 cm

di atas tepi bawah, pelarut yang digunakan adalah larutan etanol untuk ekstrak,

larutan n-heksan untuk fraksi n-heksan, larutan n-butanol untuk fraksi n-

butanol dan larutan etil asetat untuk fraksi etil asetat. Teknik penotolan sampel

juga harus diperhatikan dengan baik. Sampel ditotolkan dengan totolan yang

tidak terlalu tipis juga tidak terlalu tebal. Hal ini dikarenakan jika penotolan

sampel terlalu tebal maka pada saat proses elusi dapat terjadi tailing atau

penyebaran noda sehingga hasil KLT yang diperoleh akan buruk dan tidak

dapat diamati dengan baik jarak yang ditempuh oleh noda atau bercak. Begitu

pula jika penotolan sampel terlalu tipis maka bercak atau noda tidak dapat

terlihat dengan jelas. Akibatnya, sulit dalam proses perhitungan nilai Rf.

Page 22: Percobaan IV

Kemudian tepi ini direndamkan secara vertical dalam suatu pelarut (eluen)

yang sudah dibuat sebelumnya sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam

chamber setinggi 0,5 cm yang sudah dijenuhkan. Penjenuhan ini dilakukan

agar chamber secara keseluruhan telah dipengaruhi oleh eluen yang digunakan

sehingga saat proses elusi, fase gerak lebih mudah untuk menempati fase

diamnya. Selama dilakukan penjenuhan chamber, chamber tidak boleh

digerakkan sedikitpun karena akan mempengaruhi tegangan eluen terhadap

chamber tersebut.

Pelarut pengembang bergerak sepanjang lapisan fase diam memisahkan

komponen-komponen dalam contoh menjadi zona atau noda pada lempeng.

Noda ini langsung dapat terlihat bila senyawa ekstrak dan fraksinya berwarna.

Kemudian, plat KLT diangkat dan dikeringkan beberapa saat. Selanjutnya, plat

KLT diamati di bawah lampu sinar UV 254 nm dan UV 366 nm, sehingga

dapat ditentukan hasil Rf nya. Rf adalah perbandingan antara jarak yang

ditempuh senyawa terlarut dengan jarak yang ditempuh pelarut. Penampakan

noda pada lampu UV 254 nm adalah lempeng akan berflouresensi sedangkan

sampel akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254

nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator

fluoresensi yang terdapat pada lempeng dengan gugus kromofor yang terikat

oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Sedangkan pada noda akan

berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Dengan menggunakan dua

jenis lampu UV tersebut, diharapkan dapat menentukan nilai Rf dengan baik

dan tepat. Setelah itu, diukur jarak yang ditempuh noda atau bercak yang

terbentuk dihitung dari batas bawah pada plat dan dihitung nilai Rf-nya.

Kemudian dilakukan penyemprotan dengan senyawa kimia H2SO4 yang

memiliki prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah

berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak

gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan

bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi

tampak oleh mata. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam

kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu :

1. Struktur kimia dan senyawa yang sedang dipisahkan

Page 23: Percobaan IV

2. Pelarut

3. Tebal dan kerataan dan lapisan penyerap

4. Sifat dan penyerap derajat aktifitasnya

5. Kejenuhan ruangan akan pelarut

6. Teknik percobaan

7. Jumlah cuplikan yang akan digunakan

8. Suhu

Hasil yang didapat pada praktikum dari percobaan KLT pada eluen

kloroform : metanol : air dengan perbandingan 15 : 2 : 1 didapatkan hasil Rf

pada UV 254 nm untuk ekstrak 0,51 dan 0,64, untuk fraksi n-heksan 0,09;

0,42; 0,6; 0,8 dan 0,88, untuk fraksi etil asetat 0,45; 0,6; 0,95 dan 0,94 dan

fraksi n-butanol 0,45 dan 0,75. Pada UV 366 nm didapatkan nilai Rf untuk

ekstrak dan fraksi tidak ada. Eluen kloroform : metanol : air dengan

perbandingan 6 : 2 : 1 nilai Rf pada UV 254 nm untuk ekstrak tidak dapat

dibaca, fraksi n-heksan tidak dapat dibaca, fraksi etil asetat 0,2625 dan fraksi n-

butanol tidak dapat. Pada UV 366 nm nilai Rf diperoleh untuk ekstrak dan

fraksi tidak ada. Untuk eluen n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 8 : 2

didaptkan nilai Rf pada UV 254 nm untuk ekstrak 0,0818; 0,2455; 0,5091;

0,7273 dan 0,8364, fraksi n-heksan 0,5455; 0,4182; 0,6091; 0,6; 0,7091 dan

0,0818, fraksi etil asetat 0,0818; 0,0636; 0,2636; 0,4091; 0,4182; 0,4909;

0,6918; 0,7545 dan 0,8182 dan fraksi n-butanol 0,1364; 0,2273 dan 0,2727.

Pada UV 366 nm nilai Rf yang didapatkan untuk ekstrak dan fraksi tidak ada.

Eluen n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 6 : 4 didapatkan nilai Rf

untuk UV 254 nm untuk ekstrak 0,24; 0,46; 0,46; 0,54; 0,58; 0,82; 0,88 dan

0,94, fraksi n-heksan 0,6; 0,65; 0,69 dan 1,02 fraksi etil asetat 0,24; 0,52; 0,61;

0,58; 0,88; 0,82; 0,88 dan 0,94 dan fraksi n-butanol 0,21 dan 0,45.

Berdasarkan hasil pengamatan ini, dapat diperkirakan bahwa senyawa

yang terkandung di dalam fraksi n-heksan daun Bilaran Tapah bersifat non

polar yang diduga mengandung senyawa seperti alkaloid. Perbedaan jarak yang

ditempuh zat terlarut disebabkan karena dipengaruhi oleh kepolaran sehingga

harga Rf yang dihasilkan juga berbeda-beda. Pada percobaan ini hanya sebatas

pada penentuan nilai Rf dari masing-masing sampel ekstrak dan fraksinasi. Jika

Page 24: Percobaan IV

nilai Rf ini dibandingkan dengan nilai Rf suatu sampel yang telah diketahui

dengan jelas senyawa yang terkandung di dalamnya, maka dari nilai Rf yang

diperoleh pada percobaan ini dapat diketahui senyawa jenis apa yang ada di

dalam daun Bilaran Tapah. Namun, pada percobaan ini hanya sebatas pada

pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan polaritasnya tanpa mengetahui jenis

senyawa yang ada di dalamnya.

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :

1. Kromatografi lapis tipis adalah salah satu cara analisis yang digunakan

untuk memisahkan komponen secara cepat berdasarkan prinsip adsorpsi

dan partisi.

2. Prinsip kerja kromatografi lapis tipis adalah partisi dan adsorbsi dimana

eluen sebagai fase gerak dan lempeng kromatografi lapis tipis sebagai

fase diam.

3. Fase gerak yang digunakan terdiri eluen kloroform, metanol dan air

dengan perbandingan 15 : 2 : 1 dan 6 : 2 : 1. Eluen yaitu n-heksan dan etil

asetat dengan perbandinagan 8 : 2 dan 6 : 4.

4. Senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman Bilaran Tapah

berdasarkan hasil pengujian dengan KLT diduga adalah senyawa alkaloid

yang besifat nonpolar.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit

ANDI. Yogyakarta.

Alimin, S. D. 2007. Kimia Analitik. Alauddin Press. Makassar.

David, C. 2001. Gas Chromatography. Kogan Page. London.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Jilid III. Departemen Kesehatan RI,

Jakarta.

Hendayana, S. 2010. Kimia Pemisahan. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Page 25: Percobaan IV

Iskandar, M.J. 2007. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.

Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press. Jakarta.

Modi A.J, Khadabadi S.S, Farooqui I.A & Deore S.L. 2010. Argyreia Speciosa

Linn.F. : Phytochemistry, Pharmacognosy And Pharmacological Studies.

International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research. 2

(2) : 14-21.

Stahl, E. 1969. Thin Layer Chromatography. George Allen dan Unwin. London.

Underwood, S. & J.A. Day. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.