perbandingan skor basil tahan asam antara...
TRANSCRIPT
PERBANDINGAN SKOR BASIL TAHAN ASAM
ANTARA PEWARNAAN ZIEHL-NEELSEN
KONVENSIONAL DENGAN ZIEHL-NEELSEN YANG
DITAMBAH 2% BLEACH PADA SPESIMEN
SPUTUM
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
DISUSUN OLEH :
SARWAN HARDI
11151030000019
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 27 Desember 2019
Sarwan Hardi
Materai
6000
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERBANDINGAN SKOR BASIL TAHAN ASAM
ANTARA PEWARNAAN ZIEHL-NEELSEN KONVENSIONAL
DENGAN ZIEHL-NEELSEN YANG DITAMBAH 2% BLEACH
PADA SPESIMEN SPUTUM
Laporan Penelitian
diajukan kepada Fakultas Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Sarwan Hardi
NIM: 11151030000019
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Erike Anggraini S,M.Pd Sp.MK dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
NIP. 19810926 201101 2 007 NIP. 19770102 200501 2 007
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2019 M
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul PERBANDINGAN SKOR BASIL TAHAN
ASAM ANTARA PEWARNAAN ZIEHL-NEELSEN KONVENSIONAL
DENGAN ZIEHL-NEELSEN YANG DITAMBAH 2% BLEACH PADA
SPESIMEN SPUTUM yang diajukan oleh Sarwan Hardi (NIM
11151030000019), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran pada
Desember 2019. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Kedokteran.
Ciputat, 27 Desember 2019
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Erike Anggraini S,M.Pd Sp.MK
NIP. 19810926 201101 2 007
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Erike Anggraini S,M.Pd Sp.MK dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D
NIP. 19810926 201101 2 007 NIP. 19770102 200501 2 007
Penguji I Penguji II
DR. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS DR. dr. Achmad Zaki, M.Epid,Sp.OT
NIP. 19540406 198111 1 001 NIP.19780507 200501 1 005
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan Fakultas Kedokteran Kaprodi Kedokteran
dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Dr. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT
Sp.PD-KEMD., FINASIM
NIP. 19651123 200312 1 003 NIP. 19780507 200501 1 005
v
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta‟ala, Tuhan semesta alam, tiada
Tuhan melainkan-Nya, yang berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya saya dapat
menyelesaikan penelitian ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad Shalallahu „alaihi wasallam, sosok manusia yang
paling mulia, yang di dalam dirinya terdapat suri tauladan bagi umat manusia,
semoga kita mendapat syafa‟at beliau di hari kiamat nanti.
Alhamdulillah penelitian ini telah selesai dilaksanakan. Saya
mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD, FINASIM selaku dekan FK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Erike Anggraini Suwarsono,M.Pd Sp.MK dan dr. Siti Nur Aisyah
Jauharoh, Ph.D selaku pembimbing I dan pembimbing II saya yang
senantiasa memberi arahan, nasihat, dan bantuan dalam penyusunan
penelitian ini.
3. Ayahanda Sudirta dan Ibunda Suharti, serta keempat adik saya : Arya
Dwi Putra, Dita Tri Septya, Fatmah Nadira dan Farah Rahmadiah berkat
doa dan dukungannya setiap hari.
4. dr. Syarifah Chairani, dr. Dini Lailani, Ayahanda Irfiansyah dan Abang
saya Khaliful Azhar yang telah membantu membiayai saya kuliah.
5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D. selaku penanggung jawab (PJ) modul
riset FK UIN 2015, Yuliati, M. Biomed selaku PJ laboratorium
Mikrobiologi.
6. Kawan-kawan satu kelompok riset saya : Rafi‟ Nawawi Mubarok, Bima
Adi Wiryo, Eneng Siti Nur Azizah yang selalu ada disetiap suka dan
duka dalam menjalankan penelitian ini.
7. Kawan-kawan saya satu kontrakan : Ahmad Aubert Pallas Buay Pemaca,
Muhammad Fahmi Aprijal, Romi Romadhon, Muhammad Adib Naufal
vi
dan Muhammad Zaerna Rizky yang selalu mendampingi dan
memberikan semangat dalam menjalankan penelitian ini.
8. Kawan-kawan saya dari kontrakan Yakali Gak Kuy : Robby Franata
Sitepu, Reyfal Khaidar, Achmad Faris Wahyudi, Moh. Andre Yudha
Pratama, Aji Dwi Syahputra, Royan Zanis Syuhada dan Ahmad Fairuz
yang telah memberikan dukungan kepada saya dalam menjalankan
penelitian ini.
9. Kawan-kawan saya sekamar saya sewaktu tinggal di asrama putra : Abd.
Rahman dan Ishaq Wahid yang selalu berbagi kebahagiaannya untuk
saya.
10. Seluruh sejawat AMIGDALA 2015 yang selalu memberikan semangat
dan dukungan kepada saya selama menjalankan penelitian ini.
11. Ibu Novi selaku laboran laboratorium mikrobiologi, Pak Irul dan Pak
Timur selaku Office Boy gedung C FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
12. Seluruh pihak yang membantu, memberikan dukungan dan semangat
serta doa untuk lancarnya penelitian ini yang tidak dapat saya sebutkan
satu-persatu namun tidak mengurangi rasa terima kasih saya yang
sebesar-besarnya.
Saya mohon maaf karena dalam penelitian ini masih banyak kekurangan.
Kritik dan saran sangat saya harapkan dari semua pihak agar laporan penelitian
ini dapat menjadi lebih baik.
Demikian laporan penelitian ini saya buat, semoga dapat memberikan banyak
manfaat bagi kita semua.
Ciputat, 27 Desember 2019
Penulis
vii
ABSTRAK
Sarwan Hardi. Program Studi Kedokteran. Perbandingan skor Basil Tahan
Asam antara pewarnaan Ziehl-Neelsen konvensional dengan Ziehl-Neelsen
yang ditambah 2% bleach pada spesimen sputum.
Tuberkulosis merupakan satu dari sepuluh penyebab kematian tertinggi di dunia.
Diagnosis tuberkulosis dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah
satunya dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen menggunakan spesimen sputum.
Bleach diketahui dapat meningkatkan nilai kepositifan pada pemeriksaan
mikroskopik sehingga dapat ditambahkan dalam pewarnaan Ziehl-Neelsen untuk
pemeriksaan sputum. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan skor BTA
antara spesimen sputum yang diwarnai secara konvensional dengan sputum yang
ditambah bleach 2%. Metode yang digunakan adalah pemeriksaan mikroskopik
pada 33 spesimen sputum yang dilakukan pewarnaan Ziehl-Neelsen secara
konvensional dan dengan penambahan larutan bleach 2% kemudian ditentukan
skor BTA. Sampel berasal dari masyarakat di lingkungan Pusat Kesehatan
Masyarakat Kalibaru Kota Bekasi, Jawa Barat. Data dianalisis menggunakan uji
Friedmann. Pada penelitian ini didapatkan hasil pada pewarnaan Ziehl-Neelsen
sebanyak 51.5% negatif, 27.3% scanty, 12.1% positif 1, 6.1% positif 2 dan 3%
positif 3, sedangkan pada pewarnaan Ziehl-Neelsen yang ditambah 2% bleach
sebanyak 30.3% negatif, 38.3% scanty, 18.2% positif 1, 6.1% positif 2 dan
12.1% positif 3. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan
bleach 2% pada pewarnaan Ziehl-Neelsen dapat meningkatkan nilai kepositifan
sebesar 26.2% terutama pada scanty pada spesimen sputum dengan nilai P =
0.008.
Kata Kunci : Mycobacterium tuberculosis, Skor BTA, Pewarnaan Ziehl-Neelsen,
Bleach.
viii
ABSTRACT
Sarwan Hardi. Medical Study Program. Comparison of Acid Fast Bacilli
Score between Conventional Staining Acid Fast Bacilli and 2% Bleach
Addition to Diagnosing Tuberculosis in Sputum Specimens.
Tuberculosis is one of the ten highest causes of death in the world.The diagnose
of tuberculosis can be done in various ways, one of which is by staining Ziehl-
Neelsen using sputum specimens. Bleach is known to increase the positivity
value on microscopic examination so that ot can be added in Ziehl-Neelsen
staining for sputum examination. This study aims to compare Acid Fast Bacilli
score between conventionally colored sputum specimens and 2% bleach-added
sputum. The method used is microscopic examination of 33 sputum specimens
carried out by conventional Ziehl-Neelsen staining and with the addition of a 2%
bleach solution. The sample came from the community around the Kalibaru
Community Health Center in Bekasi, West Java. Data were analysed using the
friedmann test. In this study the results obtained in the Ziehl-Neelsen staining
were 51.5% negative, 27.3% scanty, 12.1% positive, 6.1% positive 2 and 3%
positive 3, while the Ziehl-Neelsen added 2% bleach was 30.3% negative, 38.3%
scanty, 18.2% positive 1, 6.1% positive 2 and 12.1% positive 3. In this study it
can be concluded that the addition of 2% bleach to Ziehl-Neelsen staining can
increase the positive value by 26.2% especially on scanty in sputum specimens
with P value = 0.008.
Keyword: Mycobacterium tuberculosis, Acid Fast Bacilli Score, Ziehl-Neelsen
Staining, Bleach.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Hipotesis ................................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 3
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 3
1.5 Manfaat penelitian .................................................................................... 3
1.5.1 Untuk Peneliti.................................................................................... 3
1.5.2 Untuk Institusi ................................................................................... 3
1.5.3 Untuk Masyarakat ............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1 Mycobacterium tuberculosis .................................................................... 4
2.1.1 Morfologi Mycobacterium tuberculosis ............................................ 4
x
2.1.2 Kultur dan identifikasi Mycobacterium tuberculosis ........................ 6
2.2 Penyakit Tuberkulosis Paru ...................................................................... 9
2.2.1 Patogenesis ........................................................................................ 9
2.2.2 Gejala Klinis ................................................................................... 10
2.2.3 Diagnosis ......................................................................................... 10
2.2.4 Klasifikasi TB ..................................................................................... 12
2.3 Pewarnaan BTA...................................................................................... 14
2.4 Pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis ................................. 14
2.5 Penggunaan Bleach (Pemutih) ............................................................... 16
2.6 Kerangka Teori ....................................................................................... 18
2.7 Kerangka Konsep ................................................................................... 19
2.8 Definisi Operasional ............................................................................... 20
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 22
3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 22
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 22
3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................. 22
3.3.1 Kriteria Inklusi ................................................................................ 22
3.3.2 Kriteria Eksklusi.............................................................................. 22
3.4 Populasi dan Sampel............................................................................... 22
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 23
3.6 Cara kerja penelitian ............................................................................... 23
3.6.1 Pengambilan sampel........................................................................ 23
3.6.2 Persiapan alat dan bahan ................................................................. 24
3.6.3 Pembuatan preparat tanpa bleach 2% dan dengan bleach 2% ........ 25
3.6.4 Pewarnaan BTA menggunakan teknik Ziehl-Neelsen .................... 25
3.6.5 Pemeriksaan Mikroskopik ............................................................... 26
xi
3.7 Manajemen Data ..................................................................................... 27
3.8 Alur Penelitian ........................................................................................ 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 30
4.1 Analisis Univariat ................................................................................... 30
4.1.1 Hasil pemeriksaan mikroskopik ...................................................... 30
4.2 Analisis Bivariat ..................................................................................... 31
4.3 Pembahasan ............................................................................................ 32
4.4 Aspek keislaman ..................................................................................... 34
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 36
5.1 Simpulan ................................................................................................. 36
5.2 Saran ....................................................................................................... 36
BAB VI KERJASAMA PENELITIAN ............................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Skala IUATLD
Tabel 4.1 Deskripsi karakteristik pasien
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik pada sampel yang diwarnai
dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen konvensional dengan Ziehl-Neelsen
yang ditambah 2% bleach
Tabel 4.3 Hubungan antara hasil pewarnaan konvensional dengan
penambahan bleach
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dinding sel Mycobacterium tuberculosis
Gambar 2.2 Mycobacterium tuberculosis setelah dilakukan dengan
pewarnaan BTA. Mycobacterium tuberculosis berwarna merah dengan
latar belakang berwarna biru
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Gambar 4.1 Hasil pewarnaan BTA konvensional dan pewarnaan BTA
yang ditambah 2% bleach
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Penulis
Lampiran 2 Perizinan Pengambilan Sampel
Lampiran 3 Proses Penelitian
xv
DAFTAR SINGKATAN
BSC : Bio Safety Cabinet
BTA : Basil Tahan Asam
IUATLD : International Union Against Tuberculosis And Lung Disease
MTB : Mycobacterium tuberculosis
TB : Tuberculosis
NRAMP : Natural Natural Resistance-Associated Macrophage Protein
DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
KGB : Kelenjar Getah Bening
TNF : Tumor Necrosis Factor
PCR : Polymerase Chain Reaction
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular pada manusia dan hewan lain
yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium
bovis yang ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis berkeju pada
jaringan dan organ. Paru adalah tempat utama infeksi TB dan biasanya
merupakan pintu gerbang masuknya infeksi ke organ lainnya.1
Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2018, per tanggal Januari 2018 kasus baru tuberkulosis paru di
Indonesia terdapat 168.412 kasus dan di Provinsi Jawa Barat terdapat 31.598
kasus.2
Pada tahun 2014 insidensi seluruh pasien TB di Kota Bekasi ditemukan
sebesar 116,37 per 100.000 penduduk, angka ini meningkat dibanding tahun
2013 ditemukan 100,55 per 100.000 penduduk.3
Tahap awal untuk menemukan pasien TB paru adalah dengan menjaring
mereka yang memiliki gejala utama batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih,
dapat disertai dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas,
nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik dan demam meriang lebih dari 1 bulan. Gejala tersebut juga
dapat dijumpai pada penyakit paru selain TB, seperti bronchitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain. Maka untuk menentukan diagnosis perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Penegakan diagnosis TB bisa menggunakan berbagai macam metode,
diantaranya pemeriksaan bakteriologik, radiologik, Polymerase Chain Reaction (
PCR ), serologi, metode radiometrik, pemeriksaan cairan pleura, histopatologi
jaringan, pemeriksaan darah dan uji tuberkulin.
Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara
mikroskopis, pasien terduga TB diperiksa sampel sputum SPS (Sewaktu-Pagi-
Sewaktu). Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (satu) dari
pemeriksaan sampel sputum SPS hasilnya BTA positif.
2
Penggunaan bleach dalam diagnosis TB sangat disarankan, mengingat
bleach dapat meningkatkan keamanan laboratorium dengan mensterilkan sputum.
Penelitian yang dilakukan oleh Rusheng Chew mendapatkan hasil bahwa
Mycobacterium tuberculosis berhasil disterilkan dengan menambahkan volume
bleach 15% yang sama selama 1 menit, 6% selama 5 menit, atau 3% selama 20
menit. Bleach secara signifikan mengurangi jumlah BTA yang divisualisasikan
dibandingkan dengan apusan konvensional. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa bleach dapat meningkatkan keamanan laboratorium dengan mensterilkan
sputum, tetapi dapat menurunkan konsentrasi BTA yang terlihat pada saat
pemeriksaan mikroskopik, terutama untuk spesimen sputum yang mengandung
Mycobacterium tuberculosis dengan konsentrasi tinggi.4
Penelitian yang dilakukan oleh Preeti B Mindolli menunjukkan hasil
bahwa terdapat peningkatan sensitivitas yang signifikan pada pemeriksaan skor
BTA spesimen sputum yang ditambahkan 5% NaoCl (Natrium Hipoklorit).
Peningkatan kepositifan sebesar 23,14% pada pulasan yang menggunakan 5%
NaoCl dibandingkan dengan pulasan yang tidak menggunakan 5% NaoCl.5
Peneitian yang dilakukan oleh Suwarsono, Erike A. menunjukkan hasil
bahwa 1% bleach lebih baik daripada 4% NaOH dan NaLC-NaOH sebagai
larutan dekontaminasi. Selain itu 1% bleach memiliki tingkat kepositifan yang
lebih rendah daripada 4% NaOH dan NaLC-NaOH. Tetapi berdasarkan statistik
tidak ada perbedaan yang signifikan terkait tingkat kepositifan 4% NaOH,
NaLC-NaOH dan bleach (P=0.006).6
Pada penelitian ini penulis akan menambahkan larutan bleach dengan
konsentrasi yang berbeda yaitu dengan konsentrasi 2% dalam proses pewarnaan
BTA konvensional dengan metode Ziehl-Neelsen dalam pemeriksaan
mikroskopis BTA, untuk membandingkan skor BTA antara pewarnaan Ziehl-
Neelsen konvensional dengan Ziehl-Neelsen yang ditambah 2% bleach pada
spesimen sputum.
3
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan skor BTA antara pewarnaan Ziehl-Neelsen
konvensional dengan Ziehl-Neelsen yang ditambah 2% bleach pada spesimen
sputum ?
1.3 Hipotesis
Terdapat perbedaan skor BTA antara pewarnaan Ziehl-Neelsen
konvensional dengan Ziehl-Neelsen yang ditambah 2% bleach.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis perbedaan skor BTA antara pewarnaan Ziehl-
Neelsen konvensional dengan Ziehl-Neelsen yang ditambah 2% bleach.
1.4.2 Tujuan Khusus
Mendeskripsikan skor BTA dengan teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen
konvensional.
Mendeskripsikan skor BTA dengan teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen
yang ditambah 2% bleach.
Menganalisis perbedaan skor BTA antara pewarnaan Ziehl-Neelsen
konvensional dengan Ziehl-Neelsen yang ditambah 2% bleach.
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Untuk Peneliti
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran
dan melanjutkan ke pendidikan profesi.
Meningkatkan pengetahuan untuk digunakan pada jenjang pendidikan
atau karier selanjutnya.
1.5.2 Untuk Institusi
Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian-penelitian lain.
1.5.3 Untuk Masyarakat
Memberikan wawasan bagi masyarakat tentang adanya metode baru
pewarnaan Ziehl-Neelsen dengan penambahan 2% bleach.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang aerob yang
tidak membentuk spora. Bakteri ini tidak motil, tidak berkapsul dan tahan asam.
Apabila diwarnai Gram, bakteri ini Gram positif, akan tetapi sulit untuk
diwarnai.7
Ketika diwarnai dengan Carbol Fuchsin pada metode Ziehl-Neelsen
Mycobacterium tuberculosis dapat menahan penghilangan warna oleh 20% asam
sulfur dan alkohol selama 10 menit ( tahan asam dan tahan alkohol ). Dengan
pewarnaan ini, bakteri berwarna merah, sedangkan sel-sel jaringan beserta
organisme lainnya berwarna biru sehingga disebut juga basil tahan asam,karena
meskipun bakteri ini tidak dapat terwarnai dengan mudah, namun apabila sekali
terwarnai, bakteri ini dapat menahan warnanya walaupun diberikan asam atau
alkohol.7
2.1.1 Morfologi Mycobacterium tuberculosis
Pada jaringan, basil tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus
berukuran sekitar 0,4 x 3 µm. Penyusun utama dinding sel Mycobacterium
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks, trehalosa dimikolat yang disebut
“cord factor” , mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi dan
glikopeptidolipid. Asam Mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60-
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Di dalam sel, lipid banyak
terikat dengan protein dan polisakarida. Muramil dipeptida yang membuat
kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma.
Setiap tipe Mycobacterium mengandung beberapa protein yang memicu reaksi
tuberculin. Protein berikatan dengan wax fraction can,setelah injeksi akan
menginduksi sensitivitas tuberkulin. 8
5
Gambar 2.1 Dinding sel Mycobacterium tuberculosis (Kumar,2012)7
Gambar 2.2 Mycobacterium tuberculosis setelah dilakukan dengan
pewarnaan BTA. Mycobacterium tuberculosis berwarna merah dengan latar
belakang berwarna biru. (Kumar,2012)7
6
2.1.2 Identifikasi Mycobacterium tuberculosis Secara Mikrobiologis
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mengidentifikasi
mikobakterium, yaitu :
1. Pemeriksaan mikroskopik
Dilakukan dengan mengambil spesimen sputum dengan pengambilan
spesimen 3 kali yaitu sewaktu-pagi-sewaktu. Spesimen yang akan dikirim ke
laboratorium harus disertakan identitas pasien yang sesuai dengan formulir
permohonan pemeriksaan laboratorium.1
Cara pemeriksaan spesimen sputum dapat dilakukan dengan cara
mikroskopik. Pemeriksaan mikroskopik dibagi menjadi pemeriksaan
mikroskopik biasa dan mikroskopik fluoresens. Pemeriksaan mikroskopik biasa
dapat menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen atau pewarnaan Kinyoun Gabbett,
sedangkan pemeriksaan mikroskopik fluoresens menggunakan pewarnaan
auramin-rhodamin (khususnya untuk screening). Interpretasi pemeriksaan
mikroskopik menggunakan skala bronkhorst atau IUATLD.1
2. Kultur
M. tuberculosis adalah bakteri aerob obligat. Suhu optimal agar bakteri
ini dapat tumbuh adalah 35˚ C sampai 37˚ C tetapi mereka tidak dapat tumbuh
pada suhu 25˚ C atau 41˚ C. Bakteri ini dapat hidup pada pH optimal 6,4 sampai
7,0.6
Terdapat 2 media yang dapat digunakan untuk kultur, yaitu media padat
dan media cair.
a. Media padat
Media padat mengandung telur (Lowenstein Jensen), darah (Tarshis),
serum (Loeffler), atau kentang ((Pawlowsky). Media padat yang paling
banyak digunakan untuk kultur adalah Lowenstein Jensen. Lowenstein
Jensen mengandung koagulasi telur ayam, garam mineral, asparagine dan
malasit hijau sebagai agen selektif untuk menghambat pertumbuhan
bakteri lain dan menyediakan warna yang kontras dengan koloni
mikobakteri sehingga mudah terlihat.7
7
Dalam media padat, M. tuberculosis membentuk koloni kering, kasar,
tidak beraturan dengan permukaan keriput. Mereka berwarna putih krem
sampai kekuningan.7
b. Media cair
Dalam media cair tanpa zat pendispersi, pertumbuhan dimulai dari
bagian bawah. Mereka sering tumbuh sebagai koloni seperti tali yang
diikat yang disebut tali serpentin.7
Beberapa media cair yang dapat digunakan diantaranya: Dubos,
Middlebrook, Proskauer dan Beck, Sula dan Sauve. Yang paling umum
digunakan adalah Dubos dan Middlebrook 7H9.7
3. Reaksi Biokimia
Terdapat beberapa tes reaksi biokimia yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi M. tuberculosis, diantaranya Niacin Test, Nitrat Reduction
Test, Catalase Activity, Tween 80 Hydrolisis, Arylsulfatase Test, Neutral Red
Test, Amidase Test, Susceptibility to Pyrazinamide dan Susceptibility to
Thiophen-2-Carboxylic Acid Hydrazide (TCH).7
4. Molekuler
Pemeriksaan secara molekuler dapat menggunakan teknik PCR dan
GeneXpert.
a. PCR
PCR adalah suatu metode in vitro untuk amplifikasi sekuen DNA
target spesifik secara enzimatik dengan menggunakan sepasang primer
oligonukleotida spesifik yang terdapat pada dua daerah (region) yang
sekuennya telah diketahui. Pada dasarnya reaksi PCR mengambil prinsip
replikasi DNA, yaitu pembukaan untai ganda, penempelan primer, dan
perpanjangan rantai DNA baru oleh DNA polimerase dari arah 5‟ ke 3‟.
Hanya saja pada metode PCR, tidak digunakan enzim ligase dan primer
RNA.9
8
Proses PCR merupakan suatu rangkaian siklus temperatur yang
terjadi secara berulang. Satu siklus PCR terdiri 3 tahap, yaitu: 1)
denaturasi,2) annealing, dan 3) ekstension. Denaturasi adalah proses
pemisahan satu untai ganda DNA menjadi dua untai tunggal DNA. DNA
untai tunggal ini, berperan sebagai cetakan (template), tempat
penempelan primer, dan tempat kerja DNA polimerase. Pemisahan untai
ganda DNA, dapat terjadi melalui proses pemanasan yang umumnya
dilakukan pada suhu 90-95C selama 30 detik. Selanjutnya pada tahap
annealing suhu reaksi diturunkan menjadi –50C selama 30 – 60 detik,
untuk penempelan primer oligonukleotida pada sekuens yang
komplementer pada molekul DNA cetakan. Tahap ketiga dalam siklus
PCR adalah ekstension yang dilakukan pada suhu 72C, yang merupakan
suhu optimum untuk kerja enzim Tag DNA polimerase. Proses ini
berlangsung selama lebih kurang 1,5 menit. Ekstensien merupakan proses
pemanjangan primer membentuk sekuen DNA yang komplementer
dengan 16 DNA cetakan. Ketiga tahap tersebut berlangsung selama
beberapa kali sampai tingkat amplifikasi yang diinginkan. Pada
umumnya amplifikasi berlangsung sebanyak 25 – 40 siklus, bergantung
pada jumlah DNA yang diinginkan.9
b. GeneXpert
GeneXpert merupakan penemuan terobosan untuk mengidentifikasi
M. tuberculosis berdasarkan pemeriksaan molekuler yang menggunakan
metode Real Time Polymerase Chain Reaction Assay (RT-PCR) semi
kuantitatif yang menargetkan wilayah hotspot gen rpoB pada M.
tuberculosis, yang terintegrasi dan secara otomatis mengolah sediaan
dengan ekstraksi deoxyribo nucleic acid (DNA) dalam cartridge sekali
pakai. Penelitian invitro menunjukkan batas deteksi kuman TB dengan
metode RT-PCR GeneXpert minimal 131 kuman/ml sputum. Waktu
hingga didapatkannya hasil kurang dari dua jam dan hanya membutuhkan
pelatihan yang simple untuk dapat menggunakan alat ini.10,11,12
9
2.2 Penyakit Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang yang terinfeksi.
2.2.1 Patogenesis
Pada saat Mycobacterium turunan virulen masuk ke dalam endosome
makrofag, organisme tersebut mampu menghambat respons mikrobisida normal
dengan cara mencegah fusi lisosom dengan vakuol fagositik. Apabila terjadi
pencegahan formasi fagolisosom maka kemungkinan dapat terjadi proliferasi
mikobakterium tanpa terdeteksi.13
Pada orang dengan polimorfisme NRAMP I ( Natural Resistance-
Associated Macrophage Protein ) , merupakan protein transport ion
transmembran yang ditemukan pada endosome dan lisosom yang diyakini
berperan membunuh mikroba ), penyakit dapat berlanjut tanpa terbentuknya
response imun yang efektif.13
Antigen mikobakterium yang telah diproses mencapai aliran KGB dan
dipresentasikan ke sel T CD4+ oleh sel dendritik dan makrofag. Di bawah
pengaruh IL-12 yang disekresi makrofag, sel T CD4+ subset sel THI diproduksi
dan mampu mensekresi IFN-γ.13
IFN-γ yang dilepaskan oleh sel T CD4+ subset THI penting dalam
mengaktifkan makrofag. Makrofag yang sudah aktif akan melepas berbagai
mediator dan meningkatkan regulasi gen dengan efek downstream yang penting,
termasuk :
1. TNF untuk menarik monosit, kemudian menjadi aktif dan berdiferensiasi
menjadi “histiosit epiteloid” yang merupakan ciri dari reaksi
granulomatosa
2. Ekspresi gen inducible nitric oxide synthase (iNOS), yang mengakibtakan
peningkatan kadar oksida nutrat pada tempat infeksi, dengan aktifitas
antibakteria yang baik
3. Menghasilkan jenis oksigen reaktif, yang mempunyai sifat antibakteri
10
Defek pada setiap langkah respons sel THI mengakibatkan tidak terbentuk
granuloma yang baik, tidak adanya daya tahan, dan penyakit akan berkelanjutan.
2.2.2 Gejala Klinis
Gejala akibat TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih
dari 2 minggu), nyeri dada, dan hemoptysis. Gejala sistemik termasuk demam,
menggigil, keringat malam, kelemahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan
berat badan.1
2.2.3 Diagnosis
Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
Mycobacterium tuberculosis. Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. 14
Selain melakukan anamnesis dan menilai dari gejala klinis, dapat
dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang diantaranya :
1. Pemeriksaan fisik :
Ditemukan suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, atau
ronki basah. Pada pasien dengan limfadenitis TB terdapat pembesaran kelenjar
getah bening (KGB) di sekitar leher dan ketiak. Pada pasien dengan pleuritis TB
saat dilakukan perkusi hasilnya pekak dan auskultasi melemah, hal ini karena
terdapat cairan di parunya.1
2. Pemeriksaan bakteriologi
Pasien diminta untuk mengumpulkan dahaknya kemudian diperiksa
secara mikroskopik melalui pewarnaan BTA. Hasil pemeriksaan
diinterpretasikan menggunakan skala IUATLD.
Probabilitas dalam mendeteksi basil dengan pemeriksaan mikroskop akan
meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan basil. Probabilitas ini tampak
11
pada lingkungan 60% dengan 1000 basil dan 95% dengan 10000 per ml sputum.
33,34,35 Oleh karena itu pemeriksaan mikroskopik sangat baik karena merupakan
tes yang sensitif terhadap diagnosis TB. 15,16
3. Pemeriksaan Radiologik
Pada pemeriksaan foto toraks, TB dapat memberikan gambaran radiologik
yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
• Bayangan bercak milier
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
• Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
• Kalsifikasi atau fibrotik
• Kompleks ranke
• Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
• Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat,
biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri
dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai
aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
• Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas proses
penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
• Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari
iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus
vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti
• Lesi luas . Bila proses lebih luas dari lesi minimal.1
12
4. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan PCR meupakan pemeriksaan yang mendeteksi DNA,
termasuk DNA Mycobacterium tuberculosis. Spesimen yang digunakan dapat
berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat.1
5. Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologi dapat dilakukan dengan berbagai metode, yaitu :
Enzym linked immunosorbent assay (ELISA), Mycodot dan
Immunochromatographic Test (ICT).1
6. Metode radiometrik
Mycobacterium tuberculosis akan memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi oleh mesin ini.1
7. Pemeriksaan cairan pleura
Pemeriksaan ini perlu dilakukan terutama pada pasien dengan efusi
pleura untuk membantu penegakkan diagnosis. Diagnosis tuberkulosis dapat
tegak jika uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan
pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.1
8. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Diagnosis TB dipastikan jika ditemukan granuloma dengan perkijuan
pada jaringan paru atau di luar jaringan paru.1
2.2.4 Klasifikasi TB
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
a) Tuberkulosis paru
Merupakan TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru, contohnya
adalah milier TB.
b) Tuberkulosis ekstra paru
Merupakan TB yang menyerang organ selain paru, misalnya : pleura,
kelenjar limfe, selaput otak dan tulang. Contoh TB ekstra paru adalah
Limfadenitis TB.1
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
13
A) Pasien baru TB
Merupakan pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB
atau sudah pernah mendapatkan OAT namun kurang dari 1 bulan
(<28 dosis).
B) Pasien yang pernah diobati TB
Merupakan pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan
OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB
terakhir, yaitu :
- Pasien kambuh : merupakan pasien TB yang pernah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB
(baik karena kambuh atau karena reinfeksi)
- Pasien yang diobati kembali setelah gagal : merupakan pasien TB
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir.
- Pasien yang diobati kembali setelah putus obat : merupakan
pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up.
- Lain-lain : merupakan pasien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatannya tidak diketahui.
C) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.1
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
- Mono Resistance (TB MR) : hanya resisten terhadap salah satu jenis
OAT lini pertama.
- Poli Resistance (TB PR) : resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT
lini pertama selain Isoniazid dan Rifampisin secara bersamaan.
- Resistance Rifampisin (RR) : resisten terhadap Rifampisin dengan
atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan
metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).1
14
2.3 Pewarnaan BTA
Standar emas untuk mendiagnosis tuberculosis paru adalah kultur sputum
yang ada pada medium Lowenstein-Jensen. Namun, karena masih minimnya
fasilistas maka sebagian besar program menggunakan pewarnaan.
Terdapat tiga jenis pewarnaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi
adanya BTA yaitu pewarnaan Tan Thiam Hok, pewarnaan Ziehl-Neelsen, dan
pewarnaan Fluorokrom.17
Pewarnaan Tan Thiam Hok menggunakan Larutan Kinyoun (fuchsin
basis 4g, fenol 8 ml, alkohol 95% 20 ml,H2O destilata 100 ml) dan larutan
Gabbet (methylene blue 1g, H2SO4 96% 20 ml, alkohol absolut 30 ml, H2O
destilata 50 ml). Pewarnaan Ziehl-Neelsen menggunakan larutan karbol fuchsin
0.3%, alkohol 3% dan larutan methylene blue 0.1%. Pewarnaan Fluorokrom
meggunakan larutan Auramine, H2O destilata, asam alkohol dan potasium
permanganat 0.5%.17
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, diketahui bahwa dari 3
jenis pewarnaan di atas, pewarnaan fluorokrom mempunyai sensitifitas paling
tinggi, pewarnaan Ziehl-Neelsen menempati urutan kedua dan pewarnaan Tan
Thiam Hok menempati urutan ketiga. Sedangkan spesifisitas ketiga pewarnaan
hampir sama, dengan paling tinggi pewarnaan Tan Thiam Hok, kedua Ziehl-
Neelsen dan yang ketiga pewarnaan fluorokrom.17
Dari penjelasan di atas walaupun pewarnaan Fluorokrom memiliki
sensitivitas paling tinggi dibanding kedua pewarnaan yang lainnya, tetapi sulit
untuk dilaksanakan di sarana kesehatan yang memiliki fasilitas sederhana,
karena pewarnaan ini sangat mahal harganya. Maka dari itu metode pewarnaan
Ziehl-Neelsen merupakan metode yang tepat karena harganya terjangkau dan
memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi.17
Penilaian skor BTA berdasarkan skala IUATLD yang akan dijelaskan
pada tabel 3.1.
2.4 Pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis
Pemilihan media bergantung pada tipe spesimen yang akan diperiksa.
Media non-selektif direkomendasikan untuk sampel yang diambil dari tempat
15
yang secara normal steril, seperti : sumsum tulang, biopsi jaringan, cairan
serebrospinal dan cairan tubuh lainnya. Sedangkan media selektif mengandung
agen antimikroba yang berfungsi untuk mencegah bakteri dan jamur kontaminan,
sehingga direkomendasikan untuk spesimen yang berpotensi terkontaminasi,
seperti : sputum, isi dari abses, cairan bronkus, cairan lambung, urin dan
sebagainya.
Media non-selektif yang sering digunakan diantaranya :
1. Egg-based media : media Lowenstein-Jensen dan media Ogawa
2. Agar-based media ; Middlebrook 7H10 dan Middlebrook 7H11
3. Liquid media : Middlebrook 7H9 broth
Media selektif yang sering digunakan di beberapa negara diantaranya :
1. Egg-based media : Gruft modifikasi LJ ( mengandung malachite
hijau, penisilin, asam nalidiksat sebagai agen selektif ), dan
Mycobactosel LJ ( mengandung malachite hijau, sikloheksimid,
linkomisin dan asam nalidiksat sebagai agen selektif ).
2. Agar-based media : 7H11 selektif (media Mitchisons‟), mengandung
karbenisilin, amphotericin B, polimiksin B dan trimethoprim sebagai
agen selektif.
3. Liquid media : secara umum mengandung modifikasi Middlebrook
7H9 broth ditambah agen antimikroba.
Semua kultur sebaiknya diinkubasi pada suhu 35-37˚ C. Spesimen
dikultur sampai tumbuh bakteri, atau buang bila dlaam 8-12 minggu
tidak tumbuh.
Kultur padat yang diinokulasi harus diinkubasi dengan tutup yang
kendur dalam posisi yang miring setidaknya satu minggu untuk
memastikan distribusi dari inokulasi.
Semua kultur harus diuji 48 jam setelah inokulasi untuk dilakukan:
1. pengecekan absorpsi dari cairan inokulasi
2. mengencangkan tutup untuk mencegah pengleuaran dari media
3. mendeteksi dini kontaminan.
Kultur kemudian diuji dalam seminggu, atau paling lama tiga kali
dalam periode 8 minggu masa inkubasi.
16
2.5 Penggunaan Bleach (Pemutih)
Pemutih diketahui sebagai pembunuh mikroorganisme yang sangat baik.
Mekanisme pemutih dalam membunuh mikroorganisme adalah dengan
menginisiasi reaksi stress oksidatif terhadap protein bakteri. Reaksi stress
oksidatif tersebut menstimulasi agregasi protein bakteri sehingga bakteri
mengalami kematian. Tidak seperti NaOH yang membunuh bakteri dengan
mengacaukan dasar keseimbangan pH, pemutih memilki lebih banyak cara untuk
membunuh bakteri kontaminan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Erike A. Suwarsono
didapatkan hasil penggunaan bleach 1% lebih baik dibanding 4% NaOH dan
NALC-NaOH sebagai larutan dekontaminan. Oleh karena itu bleach 1% dapat
digunakan sebagai dekontaminan alternatif pada sputum yang mengandung
kontaminan yang tinggi, seperti kasus yang memerlukan waktu lebih lama untuk
transportasi sputum ke laboratorium sehingga terdapat bakteri kontaminan yang
tumbuh di dalam sputum.18
Bleach diketahui sebagai dekontaminan yang potensial. Mekanisme
bleach dalam membunuh Bleach diketahui sebagai dekontaminan yang potensial.
Mekanisme bleach dalam membunuh Mycobacterium tuberculosis adalah
dengan menginisiasi reaksi stress oksidatif pada protein bakteri. Reaksi stress
oksidatif ini dapat menstimulasi agregasi protein bakteri sehingga bakteri mati.
Ketika bakteri terpapar bleach, mereka membentuk perlindungan yang
menggunakan regulasi redoks chaperon Hsp33 yang dapat membalik
pembentukan oksidatif terhadap penukaran domain terminal-C nya. Bleach
merupakan aktifator yang potensial terhadap Hsp33 yang menghalangi fungsi
Hsp33, oleh karena itu reaksi yang dihasilkan berupa protein yang cacat.
Penggunaan bleach efektif untuk membunuh jamur dan bakteri karena bleach
memiliki efek mutagenik terhadap mereka.6,19
Bleach mengandung 50g/l klorin dan diencerkan dengan perbandingan
1:5 atau 1:10 untuk memperoleh konsentrasi akhir berturut-turut 1g/l dan 5g/l.
Bleach harus disimpan dalam tempat yang gelap. Tempat penyimpanan yang
terbuka akan menyebabkan gas klorin menguap dan melemahkan potensi
antimikrobialnya.16
17
18
2.6 Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Masuk ke paru
dalam bentuk
droplet
Difagosit oleh
makrofag alveolar
Berkembang biak di
dalam makrofag
Reaksi inflamasi
Refleks batuk
Akumulasi mukus
Sekresi mukus
Diagnosis Mycobacterium Tuberculosis
Pemeriksaan
Radiologi
Penularan
melalui droplet
Pengeluaran
sputum
Pemeriksaan
mikrobiologi
Pewarnaan
BTA
Pemeriksaan
molekuler
Pemeriksaan
Mikroskopik
Bleach merupakan
disinfektan yang
paling baik
Pewarnaan BTA
ditambah 2% bleach
Membunuh
Mycobacterium
tuberculosis
Mengurangi risiko tertular
Mycobacterium tuberculosis
Lebih
aman
Melisiskan
mukus, saliva
dan debris
dalam sputum
Background
tampak lebih
jernih
1. Volume sekitar 3-
5 mL
2. Tampak kental
atau berlendir,
namun dengan
butiran purulent
3. Bercampur darah
19
2.7 Kerangka Konsep
Keterangan :
: Objek penilaian yang tidak termasuk tujuan penelitian
: Objek penilaian yang termasuk tujuan penelitian
: Cara kerja penelitian
Sputum yang berkualitas baik
Pemeriksaan Mikroskopis
Preparat tanpa bleach
Preparat dengan penambahan
bleach 2%
Pewarnaan BTA
Pemeriksaan Mikroskopik
Skor BTA Skor BTA Background tidak sejernih penambahan
bleach
Background tampak lebih
jernih
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
1. Volume sekitar 3-
5 mL
2. Tampak kental
atau berlendir,
namun dengan
butiran purulent
3. Bercampur darah
Melisiskan
mukus, saliva
dan debris
dalam sputum
20
2.8 Definisi Operasional
No Variabel Deskripsi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1
Skor BTA
Negatif = tidak
ditemukan
BTA dalam
100 lapang
pandang
Mikroskop
Pengamatan
Mikroskop
Berdasarkan
skala
IUATLD
Kategorik
:
Skala
IUATLD
Scanty =
ditemukan 1-9
BTA dalam
100 lapang
pandang
1 = ditemukan
10-99 BTA
dalam 100
lapang
pandang
2= ditemukan
1-10 BTA
setiap 1 lapang
pandang
dengan
pemeriksaan
minimal 50
lapang
pandang
3= ditemukan
≥10 BTA
dalam 1 lapang
pandang
dengan
pemeriksaan
minimal 20
lapang
pandang.1
21
Tabel 2.1 Definisi Operasional
2 Sputum
Berkualitas 1. Volume
sekitar 3-5
mL
2. Tampak kental atau
berlendir,
namun
dengan
butiran
purulent
3. Bercampur darah
37
Pengamatan
makroskopik
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian uji komparatif untuk membandingkan
skor BTA spesimen sputum yang dilakukan pewarnaan Ziehl-Neelsen
konvensional dengan Ziehl-Neelsen yang ditambah 2% bleach.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada Januari 2018 hingga Agustus 2018 di
lingkungan Pusat Kesehatan Masyarakat Kalibaru Kota Bekasi, Jawa Barat.
3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.3.1 Kriteria Inklusi
1. Pasien memiliki gejala klinis penyakit TB paru
2. Pasien TB paru kasus baru
3.3.2 Kriteria Eksklusi
1. Sputum mengering
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat di lingkungan Pusat
Kesehatan Masyarakat Kalibaru Kota Bekasi, Jawa Barat.
Besar sampel minimal yang diperlukan menggunakan rumus besar
sampel minimal dari buku M. SOPIYUDIN DAHLAN yaitu :
Keterangan :
n = Besar sampel minimal masing-masing kelompok
α = Derajat kepercayaan, deviat baku alfa, probabilitas untuk membuat
kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5% hipotesis, sehingga Zα=1.96
β = Deviat baku beta, probabilitas untuk membuat kesalahan tipe II
ditetapkan sebesar 20%, sehingga Zβ=0.84
23
π = Besarnya diskordan ( ketidaksesuaian )
P1 = Proporsi pada kasus
P2 = Proporsi pada kontrol
OR = Perkiraan odds ratio
Dari penelitian sebelumnya diambil variabel penambahan bleach
terhadap konvensional dimana diketahui nilai P2=0.92 dan P1=0.15 dengan nilai
=0.7. Oleh karena itu diperoleh nilai n sebagai berikut :
𝑛1 =
n1 = 15
n1 = n2 = 15
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan software sample size 2.0 dari
WHO, jumlah total sampel yang diperlukan adalah 30, namun dalam penelitan ini
peneliti mendapatkan mengumpulkan sampel sampai dengan 33 total sampel
specimen sputum, dimana terdapat 33 sampel sputum yang siap dibuat 33
preaparat dengan pewarnaan konvesional dan 33 preparat yang ditambahkan
dengan bleach 2%, sehingga total preparat yang diperiksa adalah 66 preparat. 20
3.5 Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel
sputum, pot steril untuk sputum, cool gel, cool box, Bio Safety Cabinet (BSC),
pipet, tabung ukur, object glass, cover glass, lidi, tissue, alkohol 70%, alcohol
swab, minyak emersi, mikroskop, bak pewarnaan, rak susun pewarnaan, bunsen,
pinset, korek api, vortex, bola kapas, autoklaf, plastik hazard, pewarna Ziehl-
Neelsen, alat pelindung diri berupa jas laboratorium, masker dan sarung tangan.
3.6 Cara kerja penelitian
3.6.1 Pengambilan sampel
Beberapa tahap dalam pengambilan sampel yaitu : pertama peneliti
mempersiapkan container sputum dengan nomor identitas pada dinding pot
sebelah luar. Kedua, pada waktu pasien datang pertama kali diambil dahaknya,
24
kemudian pasein dibekali dengan 2 container sputum dan diperintahkan untuk
mengumpulkan dahak kedua yaitu pada pagi hari, dan dahak ketiga dikumpulkan
pada saat pasien datang keesokan harinya.
Pasien diperintahkan untuk mengeluarkan dahak serta menampungnya
dalam container sputum di ruang terbuka yang jauh dari pemukiman atau dalam
ruang khusus pengumpulan dahak. Kemudian dahak yang sudah tertampung
dalam container sputum ditransport dari Puskesmas Kalibaru Bekasi ke
laboratorium mikrobiologi FK UIN dalam keadaan dingin.
3.6.2 Persiapan alat dan bahan
Peneliti harus memakai alat pelindung diri seperti jas laboratorium,
masker dan sarung tangan. Alat-alat yang akan digunakan seperti tabung ukur
dan baskom dicuci bersih dengan air mengalir. Bio Safety Cabinet (BSC)
dinyalakan kemudian disinari menggunakan lampu ultraviolet selama 30 menit
untuk membunuh bakteri yang masih ada di dalam ruangan tersebut. Bersihkan
bagian luar (kaca) dan dalam BSC menggunakan alcohol 70% dan tissue.
Letakkan tissue di dasar BSC hingga menutupi keseluruhan permukaan.
Letakkan lidi, tabung ukur, pipet, bleach 2%. Masukkan baskom ke dalam BSC
diikuti pot sputum. Untuk mengerjakan spesimen sputum operator harus duduk
di depan BSC dengan sikut menempel di batas pintu BSC dan tangan berada di
atas tidak menempel ke dasar BSC.
Selama mengerjakan apabila spesimen tumpah atau menetes ke dasar
BSC harus diteteskan atau disemprot menggunakan Alcohol 70% kemudian di
lap menggunakan tissue. Barang yang sudah digunakan dibuang ke dalam plastik
biohazard untuk selanjutnya dilakukan sterilisasi mengggunakan autoklaf selama
2 jam dengan tekanan sebesar 15 dyne/cm3 dan suhu sebesar 121˚C. Selama
pengerjaan di BSC operator dilarang menyentuh barang-barang di luar BSC,
karena dikhawatirkan akan menyebarkan agen infeksius.
Taruh rak pewarnaan didalam bak pewarnaan kemudian taruh di
washtafel ( tempat pencucian ). Semprot bola kapas dengan alcohol 70%
kemudian letakkan di dekat bak pewarnaan bersama pinset. Pastikan air mengalir
pada washtafel.
25
3.6.3 Pembuatan preparat tanpa bleach 2% dan dengan bleach 2%
Pembuatan Larutan Bleach 2% menggunakan rumus :
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x 5,25% = 60 mL x 2%
v1 =
= 22,8 Ml = 23 Ml
V2 – V1 = 60-23 = 37 Ml
Dibutuhkan 23 Ml bleach 5,25% kemudian dicampur dengan aquades 37
Ml sehingga menghasilkan bleach 2%.
Langkah membuat preparat yaitu pertama peneliti meletakkan pot sputum
yang berisi sampel ke dalam BSC. Kemudian peneliti mengambil sputum pada
bagian yang purulent menggunakan lidi. Setelah itu diapuskan di kaca preparat
sesuai dengan identitas dan tidak melewati batas oval yang telah dibuat.
Kemudian sediaan didiamkan dan ditunggu hingga kering seperti putih susu.
Setelah itu difikasasi dengan Bunsen. Sediaan menghadap ke atas, kemudian
dilewatkan di atas api 3 kali.
Pada pembuatan preparat yang ditambah bleach 2%, sebelum diapuskan
di kaca preparat terdapat langkah-langkah yang harus dikerjakan terlebih dahulu
yaitu peneliti mencampurkan sputum dengan 2% bleach dengan perbandingan
1:1. Kemudian diratakan dengan menggunakan vortex selama 10 detik. Setelah
itu diamkan 5 menit, kemudian fiksasi.
3.6.4 Pewarnaan BTA menggunakan teknik Ziehl-Neelsen
Cara melakukan pewarnaan BTA menggunakan teknik Ziehl-Neelsen
adalah sebagai berikut : Sediaan yang telah ada diletakkan di atas rak yang
ditempatkan baskom berisi air di bawahnya. Kemudian sediaan diteteskan karbol
fuchsin hingga menutupi permukaan sediaan. Setelah itu dipanaskan sampai
keluar uap, namun tidak boleh sampai mendidih. Dinginkan selama 5 menit.
Kemudian bilas dengan air mengalir lalu miringkan untuk meniriskan airnya.
Lalu teteskan alkohol hingga menggenangi sediaan, tunggu selama 10 detik,
kemudian bilas dengan air mengalir (bisa diulangi hingga warna merah akibat
karbol fuchsin menjadi bersih). Teteskan methylene blue hingga menutupi
26
permukaan, tunggu selama 1 menit. Kemudian bilas menggunakan air mengalir,
lalu keringkan sediaan pad arak pengering.
3.6.5 Pemeriksaan Mikroskopik
Lakukan pemeriksaan mikroskopik dari ujung atas kanan ke kiri atau
sebaliknya. Laporkan hasil pemeriksaan mengacu kepada skala Internasional
Union Against To Lung Disease (IUATLD) :
Tabel 3.1 Skala IUATLD
Penglihatan di mikroskop Hasil Cara Penulisan
Tidak ditemukan BTA dalam
100 lapang pandang
Negatif Negatif
Ditemukan 1-9 BTA dalam
100 lapang pandang
Scanty Tulis jumlah BTA yang
ditemukan
Ditemukan 10-99 BTA dalam
100 lapang pandang
+1 +1
Ditemukan 1-10 BTA setiap 1
lapang pandang dengan
pemeriksaan minimal 50
lapang pandang
+2 +2
Ditemukan ≥10 BTA dalam 1
lapang pandang dengan
pemeriksaan minimal 20
lapang pandang
+3 +3
27
3.7 Manajemen Data
Manajemen data yang dilakukan peneliti meliputi pengumpulan data,
pengolahan data, dan analisis data.
1. Pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan data berupa sputum. Sputum berasal dari
pasien yang sesuai dengan kriteria penelitian yang tinggal di sekitar
Puskesmas Kali Baru. Sputum dikumpulkan oleh kader Puskesmas Kali
Baru yang mewakili tiap RT dan RW. Sputum yang telah terkumpul
kemudian diproses di Laboratorium Mikrobiologi FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan dilakukan pemeriksaan mikroskopik dengan
skala IUATLD.
2. Pengolahan data
Pengolahan data yang dilakukan meliputi :
a. Editing : Data yang terkumpul diperiksa kelengkapannya, jika
masih ada yang belum lengkap selanjutnya akan ditanyakan
kembali pada kader yang melakukan pengambilan sputum.
b. Coding : Mengubah data pasien menjadi huruf dan angka. Tujuan
dari coding adalah mempermudah saat memasukan data saat
processing.
c. Processing : Memasukan data yang telah dilakukan editing
dan coding ke dalam program SPSS versi 22 untuk diolah.
d. Cleaning : Memeriksa dan memperbaiki kembali data yang
yang telah diolah.
3. Analisis data
Analisis data pada penelitian ini terdiri dari dua jenis analisis, yaitu :
a. Analisis univariat : analisis univariat digunakan untuk
mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang
diteliti.
b. Analisis bivariat : analisis bivariat digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
Perlu dilakukan uji Chi Square untuk mengetahui ada dan tidak
28
hubungan yang bermakna secara statistic dengan kemaknaan 0.05
atau α = 5%.
Rumus uji Chi Square yaitu :
X2 = ∑
Df = (b-1)(k-1)
dengan keterangan sebagai berikut :
X2 = Chi Square
O (Observed) = Nilai observasi
E ( Expected) = Nilai harapan
Df = Degree of Freedom / Derajat kebebasan
B = Jumlah baris
K = Jumlah kolom
Hasil akhir dari uji statistic digunakan untuk memutuskan uji Ho ditolak
atau Ho gagal ditolak. Apabila p value <0.05 , maka Ho ditolak yang berarti
terdapat hubungan bermakna. Jika p value >0.05, maka Ho gagal ditolak yang
berarti tidak terdapat hubungan bermakna.21
29
3.8 Alur Penelitian
Pasien dengan batuk
>2 minggu
Pengambilan sputum
dengan SPS
( Sewaktu Pagi Sewaktu )
Pemeriksaan
mikroskopik untuk
menghitung skor BTA
Pewarnaan BTA
Sputum yang
berkualitas baik
Tanpa
penambahan
2% bleach
Dengan
penambahan
2% bleach
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Pengelolaan
spesimen
Pembuatan preparat
1. Volume sekitar 3-5 mL
2. Tampak kental atau berlendir,
namun dengan
butiran purulent
3. Bercampur darah
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui
distribusi frekuensi dari masing – masing variabel yang diteliti meliputi usia,
jenis kelamin, lama batuk dan gejala yang dialami pasien. Deskripsi karakteristik
pasien dapat kita lihat pada tabel 4.1 :
Tabel 4.1 Deskripsi karakteristik pasien yang sputumnya digunakan untuk
sampel
Variabel n (%)
Usia <30 tahun
30-60 tahun
>60 tahun
1 (3)
25 (75.8)
7 (21.2)
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
19 (57.6)
14 (42.4)
Lama Batuk >3 minggu
<3 minggu
26 (78.8)
7 (21.2)
Gejala
Berat Badan Turun
Batuk Berdarah
Sesak nafas
10 (30.3)
3 (9.1)
18 (54.5)
4.1.1 Hasil pemeriksaan mikroskopik
Pada penelitian ini didapatkan hasil pemeriksaan mikroskopik sebagai
berikut :
31
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan mikroskopik pada sampel yang diwarnai dengan
pewarnaan Ziehl-Neelsen konvensional dengan Ziehl-Neelsen yang ditambah
2% bleach
Skor BTA Pewarnaan
Ziehl-Neelsen konvensional
n ( % )
Ziehl-Neelsen + 2% bleach
n ( % )
Negatif 17 ( 51.5 ) 10 ( 30.3 )
Scanty 9 ( 27.3 ) 11 ( 38.3 )
Positif 1 4 ( 12.1 ) 6 ( 18.2 )
Positif 2 2 ( 6.1 ) 2 ( 6.1 )
Positif 3 1 ( 3 ) 4 ( 12.1 )
Berdasarkan tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa hasil negatif pada
pewarnaan Ziehl-Neelseen yang ditambah bleach 2% lebih sedikit dibanding
yang tidak ditambah bleach 2%. Pada pewarnaan Ziehl-Neelsen yang ditambah
bleach 2% hasil scanty, positif 1 dan positif 3 lebih banyak dibanding pewarnaan
Ziehl-Neelsen yang tidak ditambah 2% bleach. Hal ini dapat terjadi karena
bleach dapat meningkatkan sensitifitas dan tingkat kepositifan dalam
pemeriksaan mikroskopik.22
Pada tabel 4.2 didapatkan bahwa terdapat peningkatan kepositifan setelah
penambahan bleach pada positif 1 dari 12,1% menjadi 18,2% dan pada positif 3
dari 3% menjadi 12,1%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hepple
P, dkk (2010) menggunakan 280 sampel. Tingkat kepositifan meningkat dari
43,2% menjadi 47,9% pada positif 1, dan dari 42,1% menjadi 43,9% pada positif
2 setelah penambahan bleach. Perbedaan persentase terjadi akibat dari jumlah
sampel tiap penelitan yang berbeda.
4.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui
pengaruh penambahan bleach 2% dalam pewarnaan BTA konvensional terhadap
skor BTA pada spesimen. Hasil uji Friedmann akan disajikan dalam bentuk tabel
4.3 :
32
Tabel 4.3 Hubungan antara hasil pewarnaan konvensional dengan penambahan
bleach
Bleach
Total Nilai P negatif Scanty positif 1 positif 2 positif 3
Konvensional
negatif 9 5 2 1 0 17
0.008
scanty 1 4 2 1 1 9
positif 1 0 2 2 0 0 4
positif 2 0 0 0 0 2 2
positif 3 0 0 0 0 1 1
Total 10 11 6 2 4 33
4.3 Pembahasan
Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini
penyakit TB lebih banyak diderita pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki.
Hal ini sesuai dengan data epidemiologi WHO tahun 2018 yang menyebutkan
bahwa penderita TB lebih banyak pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki
dibanding perempuan.23
Pada penelitian ini terdapat 54.5% pasien mengalami keluhan sesak nafas.
Hal ini sejalan dengan karakteristik pasien pada penelitian yang dilakukan
Suwarsono, Erike. A yaitu terdapat pasien dengan keluhan sesak napas sebanyak
9%.11
Keluhan sesak nafas terjadi sebagai akibat kurang terpenuhinya sirkulasi
paru karena terhambatnya compliance dan elastisitas paru serta terdapatnya sekret
yang menutupi saluran pernapasan.24
Sebanyak 78.8% pasien pada penelitian ini mengalami keluhan batuk lebih
dari 3 minggu. Hal ini sejalan dengan gejala klinis TB paru berdasarkan
konsensus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2011.1
Pada penelitian ini terdapat 30.3% pasien yang mengalami keluhan berupa
penurunan berat badan. Hal ini sesuai dengan salah satu gejala khas TB yaitu
adanya penurunan berat badan pada penderita TB.1,25,26,27,28
33
Berdasarkan tabel 4.3 dari 17 sampel yang negatif dengan konvensional
terdapat 5 sampel yang scanty, 2 sampel yang positif 1 dan 1 sampel yang positif
3 dengan pewarnaan bleach. Hal ini membuktikan bahwa dengan penambahan
bleach dapat memberikan pengaruh terhadap hasil pemeriksaan mikroskopik.
Dengan pemberian bleach dapat lebih mudah mendeteksi BTA karena lapang
pandang yang jernih, selain itu dengan penambahan bleach dapat mengurangi
risiko terkena penyakit tuberkulosis karena bleach dapat membunuh bakteri yang
terdapat pada sputum. Bleach dapat meningkatkan kepositifan dengan melisiskan
mukus, saliva dan debris yang terdapat dalam sputum.
Penelitian yang dilakukan Cattamanchi A,dkk mendapatkan hasil bahwa
dengan penambahan bleach dapat menambah kepositifan dan meningkatkan
sensitifitas sebesar 20%.29
Penelitian yang dilakukan Bonnet M,dkk mendapatkan hasil bahwa
dengan penambahan bleach dapat meningkatkan kepositifan sebesar 15%
dibandingkan dengan sampel yang tidak ditambah bleach.30
Date, K (2017) dalam penelitannya menunjukkan hasil dari 882 sampel,
172 (19.5%) positif dengan menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen
konvensional dan 201 (22.79%) positif menggunakan 5% NaOCL. Hal ini
menunjukkan peningkatan kepositifan sebesar 3.29%.38
Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa total dari 17 sampel negatif pada
pewarnaan konvensional terdapat 8 (47%) sampel yang positif pada pewarnaan
dengan penambahan bleach, sedangkan total dari 10 sampel negatif pada
pewarnaan dengan penambahan bleach terdapat 1 (10%) sampel yang positif
pada pewarnaan konvensional. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Vishnu P.H., dkk dengan hasil penelitian dari total 2543 sampel negatif pada
pewarnaan konvensional terdapat 90 sampel (3.5%) yang positif pada pewarnaan
dengan penambahan bleach, sedangkan dari total 2484 sampel negatif pada
pewarnaan dengan penambahan bleach terdapat 31 sampel (1.2%) yang positif
pada pewarnaan konvensional. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan
34
bleach pada sediaan sputum dapat meningkatkan kepositifan dalam pemeriksaan
mikroskopik dibandingkan dengan pewarnaan konvensional.22
Penelitian ini menggunakan uji hipotesis komparatif kategorik
berpasangan dengan menggunakan uji Friedman. Berdasarkan tabel di atas
didapatkan nilai P sebesar 0.008 yang artinya terdapat pengaruh hasil
pemeriksaan mikroskopik dengan penambahan bleach 2%.
Gambar 4.1 Hasil pewarnaan BTA konvensional dan pewarnaan BTA
yang ditambah 2% bleach
4.4 Aspek keislaman
Pada penelitian ini telah diketahui bahwa dengan penambahan bleach 2%
dapat meningkatkan skor BTA dalam pemeriksaan mikroskopik. Hal ini tentu
akan lebih mempermudah peneliti dalam melakukan diagnosis terhadap penyakit
TB. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
با ق ا اجرهم با ما عندكم ينفد وما عند الله ولـنجزين الذين صبرو
حسن ما كا نوا يعملون
Ayat di atas berarti : “Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang
ada di sisi Allah adalah kekal. Dan Kami pasti akan memberi balasan kepada
orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
Pewarnaan Ziehl-Neelsen
Konvensional
Pewarnaan Ziehl-Neelsen
yang Ditambah 2% bleach
35
kerjakan.” (Q.S. An-Nahl/16:96). Dalam melakukan diagnosis TB dengan
pemeriksaan mikroskopik perlu dilakukan beberapa tahapan. Mulai dari
pengumpulan sputum, pembuatan preparat, pewarnaan BTA dan pemeriksaan
menggunakan mikroskop dibutuhkan kesabaran yang tinggi untuk menghindari
kesalahan dalam diagnosis. Allah Subhanahu wa ta‟ala telah menjanjikan pahala
yang lebih baik dari apa yang kita kerjakan apabila kita melakukan pekerjaan
tersebut dengan sabar.
إن مع العسر يسرا . فإن مع العسر يسرا . Ayat di atas berarti : “Maka sesungguhnya bersama kesulitan terdapat
kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan terdapat kemudahan.” (Q.S. Al-
Insyirah : 5-6). Dalam melakukan segala kegiatan apabila mengalami kesulitan
maka kita tidak boleh mengeluh. Allah Subhanahu wa ta‟ala telah menjanjikan
kemudahan disetiap kesulitan selagi kita terus bertakwa kepada Allah dan tidak
berputus asa.
36
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pada penelitian ini didapatkan simpulan sebagai berikut :
1. Didapatkan skor BTA dengan presentase 51.5% negatif, 27.3%
scanty, 12.1% positif 1, 6.1% positif 2, dan 3% positif 3 pada
pewarnaan Ziehl-Neelsen tanpa penambahan bleach 2%
2. Didapatkan skor BTA dengan presentase 30.3% negatif, 38.3%
scanty, 18.2% positif 1, 6.1% positif 2, dan 12.1% positif 3 pada
pewarnaan Ziehl-Neelsen dengan penambahan bleach 2%
3. Pewarnaan Ziehl-Neelsen yang ditambahkan larutan bleach 2% dapat
meningkatkan skor BTA sebesar 26.2% dibandingkan dengan
pewarnaan Ziehl-Neelsen konvensional terutama pada scanty (P=
0.008).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan beberapa hal
diantaranya :
1. Penggunaan bleach 2% ditingkatkan terutama di puskesmas yang
berada di daerah terpencil guna memudahkan diagnosis dan
mengurangi faktor risiko tertular Mycobacterium tuberculosis.
2. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai konsentrasi, teknik pemberian dan
perbandingan antara bleach dengan spesimen untuk membandingkan
keefektifan dari penggunaan bleach yang sudah ada.
37
BAB VI
KERJASAMA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan bentuk kerjasama penelitian mahasiswa dan
dosen Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu dr. Erike
Anggraini Suwarsono, M.Pd Sp.MK dan dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D.,
yaitu tentang Perbandingan Skor Basil Tahan Asam antara Pewarnaan Ziehl-
Neelsen konvensional dengan Ziehl-Neelsen yang ditambah 2% Bleach pada
Spesimen Sputum yang diketuai oleh dr. Erike Anggraini Suwarsono, M.Pd
Sp.MK. Penelitian ini didanai oleh Pusat Penelitian dan Pendidikan (PusLitPen)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. PDPI. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.
2011.
2. Kementrian Kesehatan RI. DATA DAN INFORMASI Profil Kesehatan
Indonesia 2017. 2018.
3. Dinkes Kota Bekasi. Profil Kesehatan Kota Bekasi Tahun 2014. 2014.
4. Chew R, Calderón C, Schumacher SG, Sherman JM, Caviedes L, Fuentes
P, et al. Evaluation of bleach-sedimentation for sterilising and
concentrating Mycobacterium tuberculosis in sputum specimens. 2011.
5. Article O, Mindolli PB, Salmani MP, Parandekar PK. Improved
Diagnosis of Pulmonary Tuberculosis using bleach Microscopy Method.
2013;7.
6. Suwarsono EA, Sjahrurachman A, Karuniawati A, Burhan E. The Effect
of Several Different Decontaminant Solutions for Sputum in Inhibiting
Contamination of Mycobacterium Tuberculosis Culture.
2018;24(9):6930–3.
7. Kumar S. Textbook of MICROBIOLOGY. I. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2012.
8. Carroll KC, Hobden JA. Jawetz, Melnick & Adelberg‟s Medical
Microbiology. 27th ed. McGraw-Hill Education; 2016.
9. Snustad DP, Simmon MJ, Jenkins JB. Principles of Genetiks. Jhon Wiley
& Sons Inc.1997:490-491
10. Palomino JC. Nonconventional and new methods in the diagnosis of
tuberculosis: feasibility and applicability in the field. Eur Respir
2005;26:339-50.
11. Dinnes J, Deeks J, Kunst H, Gibson A, Cummins E, Waugh N. et al. A
systematic review of rapid diagnostic tests for detection of tuberculosis
infection. Health Technol Assess 2007;11:1-96.
39
12. Wulandari Y, Wiqoyah N, Mertaniasih NM. Nucleic acid amplification
of the RPOB region of Mycobacterium tuberculosis in pulmonary
tuberculosis diagnosis. Folia Medica Indonesiana 2011;47(4):224-229.
13. Price SA. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th
ed. Jakarta: PENERBIT BUKU KEDOKTERAN EGC; 2015.
14. PEDOMAN NASIONAL PENGENDALIAN TUBERKULOSIS.
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN; 2011.
15. Rieder H L. Epidemiologic basis of tuberculosis control. Paris: IUATLD,
1999.
16. Common Chemicals Used for Cleaning and Decontamination Guideline.
University of Colorado Boulder. Department of Environmental Health
and Safety; 2014. p. 1–3.
17. Karuniawati A, Risdiyani E, Nilawati S. PERBANDINGAN TAN
THIAM HOK, ZIEHL NEELSEN DAN FLUOROKROM SEBAGAI
METODE PEWARNAAN BASIL TAHAN ASAM UNTUK
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK SPUTUM. MAKARA, Kesehatan.
2005;9(1):29–33.
18. Suwarsono EA. The Evaluations of Bleach as Decontaminant Solution to
Promote The Positivity Rate of Mycobacterium Tuberculosis Culture for
Sputum Specimen. 2017;10(ICHLaS):23–6.
19. Jakob U. Bleach Activates a Redox-Regulated Chaperone by Oxidative
Protein Unfolding. 2008;691–701.
20. M. SOPIYUDIN DAHLAN. BESAR SAMPEL DAN CARA
PENGAMBILAN SAMPEL dalam Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan. 3rd ed. Suslia A, editor. Jakarta: Salemba Medika; 2010.
21. M. SOPIYUDIN DAHLAN. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan:
Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat. 6th ed. Epidemiologi Indonesia;
2014.
40
22. Vishnu PH, Bhat P, Bansal A, Satyanarayana S, Alavadi U, Ohri BS, et
al. Is bleach-sedimented smear microscopy an alternative to direct
microscopy under programme conditions in India? 2013;I(1):23–5.
23. WHO. GLOBAL TUBERCULOSIS REPORT. 2018.
24. Sukartini T, Sasmita IW. ACTIVE CYCLE OF BREATHING
MENURUNKAN KELUHAN SESAK NAFAS PENDERITA
TUBERKULOSIS PARU. 2007;
25. Alimuddin Zumla, M.D., Ph.D., Mario Raviglione, M.D., Richard
Hafner, M.D., and C. Fordham von Reyn MD. CURRENT CONCEPTS
Tuberculosis. N Engl J Med. 2013;
26. Lawn SD, Zumla Al. Tuberculosis. Lancet 2011;378:57-72.
27. Dr. Rer. nat. T. Iriatni, M. Sc. A. Mengenal Anti-TUberkulosis. 2016.
28. WERDHANI RA. PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. 1995;1–18.
29. Cattamanchi A, Davis JL, Pai M, Huang L, Hopewell PC, Steingart KR.
Does Bleach Processing Increase the Accuracy of Sputum Smear
Microscopy for Diagnosing Pulmonary Tuberculosis. 2010;48(7):2433–9.
30. Bonnet, M., A. Ramsay, W. Githui, L. Gagnidze, F. Varaine, and P.J.
Guerin. 2008. Bleach sedimentation: an opportunity to optimize smear
microscopy for tuberculosis diagnosis in settings of high prevalence of
HIV. Clin. Infect. Dis. 46: 1710-1716.
31. Kolmodin LA, & Williams JF. PCR Cloning Protocols.. BA White
Humana Press Inc. 1989. Totowa. Vol 67:3-15.
32. Hepple P, Nguele P, Greig J, Bonnet M, Sizaire V. Direct microscopy
versus sputum cytology analysis and bleach sedimentation for diagnosis
of tuberculosis : a prospective diagnostic study. 2010;1–7.
33. Yassin MA, Cuevas LE, Gebrexabher H, Squire SB. Efficacy and safety
of short-term bleach digestion of sputum in case-finding for pulmonary
tuberculosis in Ethiopia. 2003;7(July 2002):678–83.
34. Grange J M. The global burden of tuberculosis. In: Porter J D H, Grange
J M, eds. Tuberculosis: an interdisciplinary perspective. London:
Imperial College Press, 1999.
41
35. Toman K. How many bacilli are present in a sputum specimen found
positive by smear microscopy? In: TB case-finding and chemotherapy:
question and answers. Geneva: WHO, 1997.
36. Sodium hypochlorite. 2016;2. Available from:
http://www.who.int/water_sanitation_health/sanitation-
waste/fs2_20.pdf?ua=1
37. Handbook on TB laboratory diagnostic methods in the European Union.
Stockholm: European Centre for Disease Prevention and Control; 2016.
38. Date K, Nagdeo N, Kulkarni M. A comparative study of sensitivity of
sputum microscopy by direct method versus sodium hypochlorite
concentration method at RNTCP Centre. 2017;7(1):19–21.
42
Lampiran 1
Riwayat Penulis
Identitas
Nama : Sarwan Hardi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 10 Desember 1997
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tanah Abang IV DLM no. 6 Rt 4/ Rw 3 Petojo
Selatan, Gambir, Jakarta Pusat
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
2001 – 2003 : TK Islam Al - Muhajirin
2003 – 2009 : SD S Wijaya Kusuma Pratama
2009 – 2012 : SMP N 48 Jakarta
2012 – 2015 : SMA N 29 Jakarta
2015 – sekarang : FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Lampiran 2
44
Lampiran 3
Gambar alat yang digunakan dan proses pengerjaan pada penelitian
Gambar 6.1 Mikroskop Gambar 6.2 Preparat yang akan diperiksa
Gambar 6.3 Pinset Gambar 6.4 Bunsen
Gambar 6.5 Vortex Gambar 6.6 Bio Safety Cabinet
45
( lanjutan )
Gambar 6.7 Tabung ukur Gambar 6.8 Pipet
Gambar 6.9 Alkohol 70% Gambar 6.10 Pot sputum steril
Gambar 6.11 Lidi/ Tusuk sate Gambar 6.12 Handscoen
46
( lanjutan )
Gambar 6.13 Semprotan Gambar 6.14 Bleach
Gambar 6.15 Botol penyimpan Gambar 6.16 Cover glass untuk
bleach 2% membuat preparat
Gambar 6.17 Reagen pewarnaan Ziehl-Neelsen
47
( lanjutan )
Gambar 6.18 Kulkas Gambar 6.19 Alkohol swab
Gambar 6.20 Proses pembuatan Gambar 6.21 Proses fiksasi preparat
preparat di dalam BSC
Gambar 6.22 Proses menggunakan Gambar 6.23 Proses pewarnaan vortex
untuk meratakan bleach menggunakan metode Ziehl-Neelsen
dengan spesimen sputum