peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor : 20 · pdf filepengertian. 3. indikator dan...

25
1 Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 Tahun 2008 Tanggal : 28 November 2008 PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dengan meningkatnya berbagai usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan lahan dan/atau tanah, dan meningkatnya pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup pada pemerintah provinsi, diperlukan pengelolaan lingkungan hidup yang optimal agar masyarakat mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karena itu, pemerintah provinsi perlu memberikan pelayanan dasar sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup. Dalam rangka pencapaian penerapan standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup daerah provinsi yang terkait dengan permasalahan lingkungan hidup di daerah kabupaten/kota terutama dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan teknis dan pengawasan, jenis pelayanan bidang lingkungan hidup daerah provinsi lebih ditekankan pada penyampaian informasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan demikian, jenis pelayanan dasar bidang lingkungan hidup daerah provinsi diprioritaskan pada: 1. Informasi status mutu air. 2. Informasi status mutu udara ambien. 3. Tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. B. TUJUAN. Petunjuk teknis ini bertujuan untuk memberikan panduan kepada pemerintah provinsi dalam penerapan pencapaian standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup daerah provinsi secara bertahap.

Upload: lelien

Post on 02-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

1

Lampiran I Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 Tahun 2008 Tanggal : 28 November 2008

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG. Dengan meningkatnya berbagai usaha dan/atau kegiatan yang

menimbulkan pencemaran air, pencemaran udara, kerusakan lahan dan/atau tanah, dan meningkatnya pengaduan masyarakat terkait adanya

dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup pada pemerintah provinsi, diperlukan pengelolaan lingkungan hidup yang optimal agar masyarakat mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh

karena itu, pemerintah provinsi perlu memberikan pelayanan dasar sesuai dengan standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup.

Dalam rangka pencapaian penerapan standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup daerah provinsi yang terkait dengan permasalahan

lingkungan hidup di daerah kabupaten/kota terutama dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan teknis dan pengawasan, jenis pelayanan bidang lingkungan hidup daerah provinsi lebih ditekankan pada penyampaian

informasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dengan demikian, jenis pelayanan dasar bidang lingkungan hidup daerah provinsi diprioritaskan pada:

1. Informasi status mutu air. 2. Informasi status mutu udara ambien. 3. Tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran

dan/atau perusakan lingkungan hidup.

B. TUJUAN.

Petunjuk teknis ini bertujuan untuk memberikan panduan kepada

pemerintah provinsi dalam penerapan pencapaian standar pelayanan minimal bidang lingkungan hidup daerah provinsi secara bertahap.

Page 2: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

2

C. RUANG LINGKUP.

Ruang lingkup standar pelayanan minimal daerah provinsi meliputi: 1. Pelayanan informasi status mutu air. 2. Pelayanan informasi status mutu udara ambien.

3. Pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Masing-masing jenis pelayanan tersebut dijabarkan secara rinci yang meliputi: 1. Gambaran umum.

2. Pengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan.

4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan.

7. Rujukan/referensi.

II. PELAYANAN INFORMASI STATUS MUTU AIR

A. GAMBARAN UMUM.

Penetapan status mutu air merupakan tahapan yang penting dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, karena akan menjadi titik tolak untuk pelaksanaan suatu program/kegiatan selanjutnya.

Status mutu air juga merupakan hak masyarakat yang harus diakomodir, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82

Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran, bahwa “setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta

pengendalian pencemaran air”. Penentuan status mutu air dan rencana tindak lanjutnya disajikan pada Gambar 1.

Dari Gambar 1, diilustrasikan secara sederhana, bahwa penentuan status mutu air pada suatu sumber air dilakukan dengan cara membandingkan

hasil pemantauan kualitas air dengan baku mutu air (BMA) yang diterapkan pada sumber air tersebut. Baik atau buruknya kualitas air diindikasikan oleh parameter-parameter, antara lain parameter kadar polutan yang

dikandungnya. Jika kadar polutan melebihi kadar maksimum yang dibakukan dalam BMA, air tersebut dinyatakan sebagai air yang cemar. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor

82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, bahwa air dinyatakan dalam kondisi cemar, jika mutu

airnya tidak memenuhi BMA dan air dinyatakan dalam kondisi baik, jika mutu airnya memenuhi BMA.

Selanjutnya Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dinyatakan

bahwa jika status mutu air dalam kondisi baik atau tidak tercemar, upaya

Page 3: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

3

untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas air perlu dilakukan, dan jika status mutu air berada dalam kondisi cemar, dibutuhkan upaya

penanggulangan dan pemulihan dengan menetapkan mutu air sasaran.

Penetapan status mutu air pada suatu sumber air dapat dilakukan jika

tahapan-tahapan sebelumnya telah dilaksanakan yaitu penetapan kelas air dan BMA, penetapan titik pantau dan pemantauan kualitas air. Kegiatan pemantauan kualitas air di titik-titik pengambilan contoh merupakan

kegiatan yang harus dilakukan secara berkala dan berkelanjutan. Contoh hasil kegiatan pemantauan kualitas air disajikan pada Tabel 1.

Secara sederhana, penentuan status mutu air dilakukan dengan cara membandingkan hasil pemantauan kualitas air dengan BMA yang

diterapkan pada sumber air tersebut, namun mengingat jumlah parameter dalam BMA tidak sedikit (lihat Tabel 1), sehingga dengan hanya membandingkan masing-masing hasil pemantauan dengan BMA akan

menghasilkan status mutu yang berbeda-beda untuk tiap parameter kualitas air. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu metode yang dapat memberikan status

mutu yang merupakan gabungan dari semua parameter yang dipantau sehingga menjadi satu nilai yang menggambarkan status mutu air secara keseluruhan.

BAKU

MUTU AIR

Pemantauan Kualitas

Air

Baik

Cemar

Upaya Penanggulangan

dan Pemulihan

Upaya Mempertahankan

dan Meningkatkan Kualitas Air

Mutu Air Sasaran

STATUS MUTU AIR

Gambar 1. Status mutu air dan tindak lanjutnya

Page 4: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

4

Dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air telah diatur 2 (dua) metode

untuk menentukan status mutu air yaitu metode storet dan metode indeks pencemaran. Pada metode storet, status mutu air, dengan menggunakan sistem klasifikasi US-EPA, dinyatakan sebagai berikut:

1. Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu).

2. Kelas B : baik, skor antara -1 sampai dengan -10 cemar ringan).

3. Kelas C : sedang, skor antara -11 sampai dengan -30 cemar sedang).

4. Kelas D : buruk, skor ≤ -31 cemar berat).

Sedangkan metode indeks pencemaran dinyatakan bahwa nilai :

1. 0 ≤ PIj ≤ 1,0 : memenuhi baku mutu.

2. 1,0 < PIj ≤ 5,0 : cemar ringan.

3. 5,0 < PIj ≤ 10 : cemar sedang.

4. PIj > 10 : cemar berat. Contoh hasil penetapan status mutu air yang menggunakan kedua metode

tersebut disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

STATUS PENCEMARAN SUNGAI CISADANE TAHUN 2007

-70

-60

-50

-40

-30

-20

-10

0

Sebelum

Intake

PDAM

Cihuni Jembatan

Gading

Serpong

Jembatan

Cikokol

Jembatan

Robinson

Bendung

Pasar

Baru

Bayur Kali Baru

SK

OR

ST

OR

ET

CEMAR RINGAN

CEMAR SEDANG

CEMAR BERAT

Gambar 2. Contoh status mutu air menggunakan metode soret

Page 5: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

5

Kewenangan penetapan status mutu air ada pada pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, namun karena penetapan kelas

air pada sumber air skala provinsi dan penetapan baku mutu air lebih ketat berada dalam kewenangan pemerintah provinsi serta penetapan status mutu

air berkaitan erat dengan penetapan kelas air dan baku mutu air tersebut, sehingga dalam standar pelayanan minimal ini, penetapan status mutu air menjadi bagian dari standar pelayanan minimal provinsi.

0

5

10

15

20

25

Atta

Awun

Ciburial, Cisam

pai

Cile

mbe

r

Jemba

tan Gad

og

Katulam

pa

Sem

pur

Ked

ung Halan

g

Pon

dok Rajek

Jemba

tan Pan

us

Kelap

a D

ua

Cond

et

Man

gga

rai

Kwita

ng

Gun

ung Sah

ari

PIK

25 Mar 2004

15 Jun 2004

7 Sep 2004

21 Des 2004

CEMAR SEDANG

CEMAR BERAT

CEMAR RINGAN

Gambar 3. Contoh status mutu air menggunakan metode indeks pencemaran

Page 6: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

6

HASIL PEMANTAUAN KUALITAS AIR DAS ABC

PERIODE BULAN SEPTEMBER 2008

Baku Mutu Berdasarkan PP No: 82 Tahun 2001 tangggal 14 desember 2001

Sungai ABC ABC ABC ABC ABC Baku

Lokasi 1 2 3 4 5 Mutu

Koordinat Lokasi Lintang (S) -6.35889 -6.35917 -6.35500 -6.34917 -6.25917

Bujur (T) 106.24306 106.2225 106.23083 106.24806 106.28417

Tanggal 9/1/2008 9/2/2008 9/3/2008 9/4/2008 9/5/2008 Kelas

Jam 11.30 12.15 12.14 11.45 12.55 II

Parameter Satuan 1 2 3 4 5 10

FISIKA

1. Temperatur 0C

27.50 27.50 27.40 27.40 27.50 deviasi 3

2 Zat Terlarut/TDS mg/l 53.00 55.00 37.00 50.00 53.00 1000

3 Zat Tersuspensi/TSS mg/l 99 28 70.5 197 77 50

1 pH - 5.68 5.60 5.72 5.67 5.71 6-9

2 BOD mg/l 1.007 0.402 0.604 1.007 0.806 3

3 COD mg/l 30.217 29.502 29.217 28.731 29.778 25

4 Oksigen Terlarut/DO mg/l 4.429 4.026 4.228 3.825 4.278 4

5 fosfat/PO4 mg/l 0.015 0.012 0.008 0.010 0.008 0.2

6 Nitrat/NO3 mg/l 8.050 3.280 2.627 6.392 1.827 10

7 Amonia mg/l 0.005 0.004 0.002 0.005 0.004 (-)

8 Arsen mg/l - - - - - 1

9 Cobalt/Co mg/l 0.0099 0.0096 0.0095 0.0097 0.0098 0.2

10 Barium mg/l - - - - - (-)

11 Boron mg/l - - - - - 1

12 Selenium mg/l - - - - - 0.05

13 Kadmium Total/Cd mg/l 0.0097 0.0097 0.0096 0.0098 0.0099 0.01

14 Khrom (VI) mg/l - - - - - 0.05

15 Tembaga Total/Cu mg/l 0.0122 0.0124 0.0116 0.0124 0.0126 0.02

16 Besi Total/Fe mg/l 0.8266 0.8371 0.6539 0.8927 0.8975 (-)

17 Timbal Total/Pb mg/l 0.0116 0.0119 0.0112 0.0119 0.0121 0.03

18 Mangan/Mn mg/l 0.0168 0.0174 0.0153 0.0179 0.0187 (-)

19 Air Raksa mg/l - - - - - 0.002

20 Seng Total/Zn mg/l 0.0165 0.0168 0.0148 0.0175 0.0183 0.05

21 Clorida/Cl mg/l 5.339 11.650 2.912 3.883 5.334 600

22 Sianida mg/l tt tt tt tt tt 1

23 Flourida mg/l - - - - - 1.5

24 Nitrit/NO2 mg/l 0.153 0.144 0.073 0.092 0.104 0.05

25 Sulfat/SO4 mg/l 4.370 3.450 0.588 1.785 1.620 400

26 Khlorin Bebas mg/l - - - - - 0.03

27 Belerang sbg H2S mg/l - - - - - 0.002

1 E Coli koloni/100 ml 3400 4400 3400 6000 2300 1000

2 Total Coli koloni/100 ml 28000 28000 24000 54000 22000 5000

RADIOAKTIVITAS

1 Gross-A Bq/L - - - - - 0.1

2 Gross-B Bq/L - - - - - 1

KIMIA ORGANIK

1 Minyak Dan Lemak ug/l 1000 1000 500 1000 500 1000

2 MBAS ug/l 200 200 200 200 200 200

3 Fenol ug/l 0.0302 0.0265 0.0235 0.0274 0.0259 1

1 Debit m3/detik 70.12 11.22 65.31 65.11 40.15 -

2 Muka Air cm 45 10 20 20 20 -

KIMIA ANORGANIK

MIKROBIOLOGI

LAIN-LAIN (Tidak diatur PP 82/01)

Tabel 1. Contoh hasil pemantauan kualitas air

Page 7: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

7

B. PENGERTIAN.

Dalam petunjuk teknis ini yang dimaksud dengan: 1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan

tanah, kecuali air laut dan air fosil.

2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di bawah dan di atas permukaan air, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai,

rawa, danau, situ, waduk dan muara. 3. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan diuji berdasarkan

parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan

peraturan perundang-undangan. 4. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan

kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan baku mutu air yang ditetapkan.

5. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,

energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.

6. Mutu air sasaran (water quality objective) adalah mutu air yang

direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dalam rangka pengendalian

pencemaran air dan pemulihan kualitas air.

C. INDIKATOR DAN CARA PERHITUNGAN.

1. Indikator.

Jumlah sumber air yang dipantau kualitasnya, ditetapkan status mutu airnya dan diinformasikan status mutu airnya.

2. Cara Perhitungan.

3. Contoh Perhitungan. Misalkan: Pada tahun 2009 jumlah sumber air yang dipantau

kualitasnya, ditetapkan status mutu airnya dan diinformasikan

status mutu airnya kepada masyarakat sebanyak 1 (satu) sumber air, sedangkan jumlah sumber air yang telah ditetapkan berdasarkan hasil identifikasi provinsi sebanyak 5

(lima) sumber air, prosentasenya menjadi:

Jumlah sumber air yang dipantau kualitasnya, ditetapkan

status mutu airnya dan diinformasikan status mutu

airnya.

Prosentase (%) jumlah

sumber air yang dipantau kualitasnya, ditetapkan status mutu airnya dan

diinformasikan status

mutu airnya.

Jumlah sumber air yang telah ditetapkan berdasarkan hasil

identifikasi provinsi.

x 100% =

Page 8: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

8

Selanjutnya pada tahun berikutnya: Jumlah sumber air yang dipantau kualitasnya, ditetapkan status mutu

airnya dan diinformasikan status mutu airnya kepada masyarakat bertambah sebanyak 1(satu) sumber air lagi sehingga menjadi 2 (dua)

sumber air, sedangkan jumlah sumber air yang telah ditetapkan berdasarkan hasil identifikasi provinsi sebanyak 5 (lima) sumber air, prosentasenya menjadi 2/5 = 40%.

D. SUMBER DATA.

1. Laporan instansi teknis terkait antara lain: instansi lingkungan hidup, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan.

2. Hasil pemantauan (data primer). 3. Sumber lain yang relevan.

E. BATAS WAKTU PENCAPAIAN. 1. Sampai dengan tahun 2009 : 20 %

2. Sampai dengan tahun 2010 : 40 % 3. Sampai dengan tahun 2011 : 60 %

4. Sampai dengan tahun 2012 : 80 % 5. Sampai dengan tahun 2013 : 100 %

F. LANGKAH KEGIATAN.

1. Perencanaan pemantauan kualitas air. a. Pengumpulan data sekunder.

Data sekunder berguna untuk mendukung interpretasi data primer

yang telah dihasilkan. Data sekunder yang perlu dikumpulkan antara lain gambaran lokasi pemantauan (panjang, lebar, sumber air, peruntukan, batas administrasi sumber air, peta lokasi, data

pemantauan sebelumnya (jika ada), kegiatan sekitar lokasi pemantauan, dan sumber pencemar.

b. Penyusunan tim pemantauan kualitas lingkungan. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di setiap daerah provinsi harus menyusun tim teknis pemantauan yang melibatkan berbagai personil

seperti pada Tabel 2 di bawah ini yang meliputi:

Prosentase (%) jumlah sumber air yang

dipantau kualitasnya, ditetapkan status mutu airnya dan

diinformasikan status mutu airnya.

= x 100% =

1

5

20 %

Page 9: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

9

Tabel 2. Susunan tim teknis pemantauan kualitas lingkungan.

No. Peranan Uraian Pekerjaan

1 Koordinator Bertanggungjawab terhadap

keseluruhan proses pelaksanaan pemantauan kualitas air

2 Personil perencana program pemantauan

Merencanakan program pemantauan, dan menyusun proposal sesuai tujuan pemantauan

3 Personil pengambil sample

Mengambil sampel di badan air sesuai tujuan pemantauan dan standar yang

ditetapkan

4 Personil pengujian

laboratorium

Melaksanakan pengujian parameter

kualitas air sesuai standar yang ditetapkan

5 Personil pengolah data dan pembuatan laporan

Melakukan pengumpulan data hasil analisis yang telah diverifikasi dan divalidasi oleh penyelia laboratorium,

memeriksa integritas data, melakukan analisis data (membandingkan dengan

kriteria mutu air kelas I sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, melakukan penghitungan status mutu

air berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115

Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, dan menginterpretasikan data sesuai

tujuan pemantauan, serta menyusun laporan sesuai format yang

ditentukan.

c. Penetapan sumber air.

Lokasi pemantauan ditetapkan terutama untuk sumber air yang diperuntukkan untuk Air Baku Air Minum (ABAM) dengan parameter

sesuai kelas 1 (satu) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

d. Penetapan tujuan pemantauan. Pemantauan bertujuan untuk mendapatkan data kualitas air sungai

yang bermanfaat bagi masing-masing daerah provinsi sebagai bahan untuk penyusunan kebijakan yang terkait dengan pengelolaan air sungai.

Page 10: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

10

e. Survei pendahuluan. Digunakan sebagai pertimbangan untuk penyusunan perencanaan

pemantauan kualitas sumber air yang dijadikan sebagai ABAM termasuk dalam hal penentuan titik pantau yang representatif, frekuensi pengambilan contoh air yang seharusnya diambil, sumber

pencemar yang berpengaruh terhadap sumber air, kemudahan akses, dan kebutuhan biaya. Survei pendahuluan ini diperlukan untuk

kegiatan pemantauan pada lokasi dan titik pemantauan yang baru. f. Disain pemantauan.

1). Identifikasi sumber air dan penetapan lokasi sumber air yang

akan dipantau paling sedikit 5 (lima) lokasi sumber air. 2). Penetapan lokasi sumber air diprioritaskan pada sumber air

untuk dijadikan sebagai ABAM. 3). Penetapan titik pantau paling sedikit 3 (tiga) titik yang mewakili

daerah hulu, tengah dan hilir sesuai dengan SNI 6989.57:2008 Air

dan Air limbah – Bagian 57: Metoda Pengambilan Contoh Air Permukaan, dan – Bagian 58: Metoda Pengambilan Contoh Air tanah.

4). Penetapan parameter pemantauan sesuai dengan kriteria mutu air kelas I berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun

2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

5). Penetapan waktu dan frekuensi pemantauan (waktu pengambilan

contoh air dilakukan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun, yaitu pada musim hujan dan musim kemarau disesuaikan dengan kondisi cuaca).

2. Pelaksanaan pemantauan. a. Pelaksanaan pengambilan contoh air.

Setelah lokasi sumber air yang akan dipantau kualitasnya ditetapkan dilakukan penetapan titik pantau dengan mengacu pada Metode Pengambilan Contoh Air Permukaan, SNI 6989.57:2008 Air dan Air

Limbah-Bagian 57 dan selanjutnya dilakukan pengambilan contoh air pada sumber air yang telah ditetapkan tersebut.

b. Analisis laboratorium. Pelaksanaan analisis contoh air dapat dilakukan melalui laboratorium yang kompeten dan menerapkan sistem mutu.

c. Verifikasi dan validasi data. Laboratorium harus melakukan verifikasi dan validasi data untuk menjamin mutu data hasil pengujian.

d. Analisis dan interpretasi data. Analisis dan interpretasi data hasil pengujian merupakan suatu proses

pengolahan data untuk menampilkan informasi yang sesuai dengan tujuan pemantauan yang mudah dipahami oleh pengguna dan pengambil kebijakan.

Data hasil pengujian yang telah dikeluarkan oleh laboratorium dan telah melalui proses verifikasi dan validasi data, harus ditabulasikan

dalam bentuk tabel data.

Page 11: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

11

Analisis dan interpretasi meliputi beberapa tahapan seperti yang tercantum dalam Gambar 4 di bawah ini:

Gambar 4. Alur kerja analisis dan interpretasi data

e. Penyebaran Informasi. Hasil analisis dan interpretasi data dari angka 2 huruf d diinformasikan kepada masyarakat melalui :

1). Papan pengumuman. 2). Media cetak.

3). Media elektronik. 3. Penetapan status mutu air.

Data hasil analisis laboratorium dilakukan verifikasi dan validasi

kemudian diolah dalam bentuk perhitungan status mutu air dengan metode storet atau indeks pencemaran sebagaimana diatur dalam

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.

G. RUJUKAN/ REFERENSI.

Peraturan perundang-undangan, pedoman/standar teknis yang terkait

dengan pelayanan informasi status mutu air antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sumber Daya Air. 4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003

tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.

Persiapan data

Pemeriksaan integritas data

Analisis dan interpretasi data

1. Membuat grafik garis atau batang yang menyatakan konsentrasi parameter dari hulu sampai ke hilir

2. Membandingkan dengan kriteria mutu air pada kelas air yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

3. Menghitung status mutu air dengan metode indek pencemar (IP) dan/atau metode storet sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.

Page 12: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

12

5. Pedoman/Standar Teknis:

a. SNI 6989.57:2008 tentang Air dan Air Limbah – Bagian 57: Metoda Pengambilan Contoh Air Permukaan.

b. SNI 6989.58:2008 tentang Air dan Air Limbah – Bagian 58: Metoda

Pengambilan Contoh Air Tanah. III. PELAYANAN INFORMASI STATUS MUTU UDARA AMBIEN

A. GAMBARAN UMUM.

Fakta empirik menunjukkan bahwa udara merupakan komponen kehidupan yang sangat penting bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya (seperti

tumbuhan dan hewan). Tanpa makan dan minum manusia bisa hidup untuk beberapa hari, tetapi tanpa udara manusia hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja. Tidak seperti air yang bisa dipilih untuk diminum,

sekali udara tercemar susah untuk membersihkannya. Karena manusia tidak dapat memilih udara yang dihirup.

Kualitas udara (ambien) sangat berhubungan dengan tingkat kesehatan

masyarakat dan kegiatan pembangunan. Kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tentunya akan

meningkatkan penggunaan energi. Semakin banyak energi yang dibakar pada akhirnya akan meningkatkan pencemaran udara. Udara yang tercemar (tidak memenuhi baku mutu udara ambien) dapat meningkatkan berbagai

jenis penyakit seperti ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) atau bahkan dapat menyebabkan kematian apabila kadarnya di udara tidak sehat atau berbahaya untuk jangka waktu yang panjang.

Penduduk Indonesia diproyeksikan akan meningkat antara tahun 2000 dan 2025 dari sekitar 206 juta menjadi sekitar 274 juta. Pada tahun

2000 kebanyakan penduduk Indonesia masih tinggal di pedesaan, namun lambat laun jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan semakin menurun, yang disebabkan oleh perkembangan pedesaan menjadi kota-

kota baru serta urbanisasi. Apabila pada tahun 2000 jumlah penduduk perkotaan hanya berjumlah sekitar 47 juta jiwa, pada tahun 2025

jumlah penduduk perkotaan akan meningkat menjadi sekitar 187 juta jiwa atau sekitar 68% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2025. Oleh karena itu, tingkat pencemaran udara pada masa yang akan

datang akan semakin meningkat khususnya di wilayah perkotaan dan industri serta wilayah permukiman.

Page 13: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

13

Gambar. 5 Dampak polusi udara ambien pada kesehatan

Penjelasan gambar pencemaran udara dari sumber :

1. Pembakaran terbuka (Open Burning), contoh: pembakaran sampah, TPA (tempat pengelolaan sampah ).

2. Tranportasi, contoh: sepeda motor, mobil penumpang , bus dan truk. 3. Permukiman, contoh: pemakaian gas LPG, kompor minyak tanah, briket

batu bara dan tungku bakar.

4. Industri, contoh: pencemaran udara dari cerobong pabrik industri agro, manufaktur dan industri minyak dan gas bumi.

B. PENGERTIAN.

Dalam petunjuk teknis ini yang dimaksud dengan: a. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan

troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia

yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.

b. Status mutu udara ambien adalah tingkat kondisi mutu udara yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik dalam waktu tertentu dengan membandingkan baku mutu udara yang ditetapkan.

c. Kawasan padat lalu lintas adalah daerah di wilayah perkotaan yang memiliki tingkat kepadatan lalu lintas yang tinggi terutama pada jam-jam sibuk pagi dan sore hari.

d. Kawasan permukiman adalah daerah di wilayah perkotaan yang memiliki tingkat perumahan untuk tempat tinggal yang tinggi.

e. Kawasan Industri adalah kawasan yang merupakan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan

Page 14: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

14

sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri .

Contoh: kawasan industri Pulo Gadung di Jakarta, KIM di Medan, Rungkut di Surabaya, KIMA di Makassar. Apabila di daerah tidak mempunyai kawasan industri, pengukuran bisa dilakukan pada

daerah sekitar industri yang berpotensi mencemari udara di sekitarnya.

f. Kualitas udara ambien yang dipantau adalah partikulat atau total suspended particulate (TSP) dan CO untuk lokasi padat lalu lintas , PM10

(partikel dengan diameter di bawah 10 mikron) dan SO2 untuk kawasan industri dan O3 dan PM untuk lokasi permukiman.

g. Kualitas udara ambien yang diinformasikan adalah kualitas udara

ambien pada saat dilakukan pengukuran parameter kunci di setiap lokasi pemantauan (permukiman, padat lalu lintas dan industri) dan diinformasikan mutu udara ambiennya dalam satu tahun.

C. INDIKATOR DAN CARA PERHITUNGAN.

a. Indikator:

Jumlah kabupaten/kota yang dipantau kualitas udara ambiennya dan

diinformasikan mutu udara ambiennya.

b. Cara Perhitungan:

c. Contoh Perhitungan:

Misalkan: Pada tahun 2009 jumlah kabupaten/kota yang dipantau

kualitas udara ambien dan diinformasikan mutu udara ambiennya di lokasi/kawasan padat lalulintas, kawasan

permukiman, dan kawasan industri sebanyak 5 (lima) kabupaten/kota, sedangkan jumlah kabupaten/kota yang ada di wilayah provinsi sebanyak 25 kabupaten/kota, sehingga

prosentasenya:

Jumlah kabupaten/kota yang dipantau kualitas udara ambiennya di lokasi/kawasan padat lalu lintas, kawasan permukiman, dan kawasan industri dalam 1 (satu) tahun dan diinformasikan mutu udara ambiennya

Jumlah kabupaten/kota yang ada di wilayah provinsi

Prosentase (%) jumlah kabupaten/kota yang dipantau kualitas udara ambiennya dan diinformasikan mutu udara ambiennya

= X 100 %

Prosentase (%) jumlah kabupaten/kota yang dipantau kualitas udara ambiennya dan diinformasikan mutu udara ambiennya

= X 100%

25

5

= 20%

Page 15: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

15

Selanjutnya pada tahun berikutnya: jumlah kabupaten/kota yang dipantau kualitas udara ambiennya dan

diinformasikan mutu udara ambiennya di lokasi/kawasan padat lalulintas, kawasan permukiman, dan kawasan industri bertambah sebanyak 5 (lima) kabupaten/kota sehingga menjadi 10 (sepuluh)

kabupaten/kota, sedangkan jumlah kabupaten/kota yang ada di wilayah provinsi sebanyak 25 kabupaten/kota, sehingga prosentasenya menjadi

10/25 = 40%.

D. SUMBER DATA.

1. Hasil pemantauan kualitas udara ambien yang dipantau oleh pemerintah

provinsi 2. Laporan tahunan hasil pemantauan kualitas udara ambien dari

pemerintah kabupaten/kota (instansi lingkungan hidup kabupaten/kota,

Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian dan Perdagangan).

Tabel 3. Contoh pelaporan udara ambien sekitar industri .

Kualitas Udara Ambien

Parameter Satuan Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5

SO2 µg/Nm3 28.19 12.01 0.69 ttd 0.21

Partikulat µg/Nm3

57.26 5.21 ttd ttd ttd

Tanggal 19 januari 2008

Penjelasan: Lokasi 1 : lingkungan pabrik utara.

Lokasi 2 : lingkungan pabrik selatan. Lokasi 3 : lingkungan pabrik barat.

Lokasi 4 : lingkungan pabrik timur.

Lokasi 5 : lingkungan dalam pabrik (dekat cerobong).

Tabel 4. Contoh pelaporan udara ambien sekitar permukiman.

Kualitas Udara Ambien

Parameter Satuan Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5

O3 (Ozon) µg/Nm3 28.19 12.01 0.69 ttd 0.21

Partikulat µg/Nm3 57.26 5.21 ttd ttd ttd

Tanggal 19 januari 2008

Penjelasan: Lokasi 1 : lingkungan permukiman utara.

Lokasi 2 : lingkungan permukiman selatan. Lokasi 3 : lingkungan permukiman barat. Lokasi 4 : lingkungan permukiman timur.

Lokasi 5 : lingkungan dalam permukiman (tengah).

Page 16: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

16

Tabel 5. Contoh pelaporan udara ambien daerah transportasi :

Kualitas Udara Ambien

Parameter Satuan Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5

CO ppm ttd ttd ttd ttd 1.25

Partikulat µg/Nm3 57.26 5.21 ttd ttd ttd

Tanggal 19 januari 2008

Penjelasan:

Lokasi 1 : daerah padat lalu lintas utara. Lokasi 2 : daerah padat lalu lintas selatan. Lokasi 3 : daerah padat lalu lintas barat.

Lokasi 4 : daerah padat lalu lintas timur. Lokasi 5 : daerah padat lalu lintas tengah.

3. Data statistik kabupaten/kota atau data dari status lingkungan hidup daerah (SLHD).

4. Hasil pemantauan kualitas udara ambien dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup

5. Sumber lain yang relevan .

E. BATAS WAKTU PENCAPAIAN.

1. Sampai dengan tahun 2009 : 20 % 2. Sampai dengan tahun 2010 : 40%.

3. Sampai dengan tahun 2011 : 60 % 4. Sampai dengan tahun 2012 : 80% 5. Sampai dengan tahun 2013 : 100%

F. LANGKAH KEGIATAN.

1. Melakukan inventarisasi hasil laporan kualitas udara ambien dari kabupaten/kota dari berbagai sumber.

2. Melakukan inventarisasi laboratorium pengukuran udara yang ada di

wilayahnya. Apabila daerah belum memiliki laboratorium yang bisa melakukan pengukuran udara ambien, daerah bisa melakukan kerjasama

dengan laboratorium daerah lain atau dengan pihak ketiga. 3. Melakukan survei pendahuluan atau mengumpulkan data pada kawasan

padat lalu lintas, kawasan permukiman, dan kawasan industri di setiap

kabupaten/kota. 4. Menetapkan 3 (tiga) lokasi pemantauan pada setiap kabupaten/kota.

5. Menetapkan kabupaten/kota yang akan dipantau berdasarkan skala prioritas sesuai dengan kemampuan daerah dalam rangka memenuhi pencapaian standar pelayanan minimal.

6. Melakukan pengumpulan data melalui pengambilan dan pemeriksaan contoh udara pada setiap lokasi pemantauan tersebut. Ditetapkan minimal 1 (satu) titik pantau pada setiap lokasi pemantauan yang diambil

2 (dua) kali dalam setahun. Adapun parameter kunci yang diperiksa TSP atau PM10, CO, SO2, dan O3 (kawasan padat lalu lintas: TSP dan CO,

Page 17: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

17

kawasan permukiman: PM10, dan O3 dan kawasan industri: PM10 dan SO2). Khusus untuk pemantauan parameter SO2 dan NO2 di udara

ambien dapat menggunakan metoda pasif sampler yang sederhana, murah dan mudah. Pelaksanaan pemantauan mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor Kep-

205/BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. Alat ukur udara ambien pada

Gambar 6.

G.

Gambar 6 . Peralatan pengukur udara ambien (TSP, O3, dan SOx).

7. Hasil pemantauan kualitas udara dari masing-masing lokasi dianalisis

untuk menetapkan status mutu udara ambien dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

8. Penyusunan laporan dan penyampaian informasi dilakukan dengan melibatkan pihak laboratorium dan unit/instansi terkait di daerah.

G. RUJUKAN/REFERENSI.

Peraturan perundang-undangan dan pedoman yang terkait dengan pelayanan informasi status mutu udara ambien antara lain: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara. 2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1999 tentang

Indeks Standar Pencemaran Udara.

3. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 205 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak.

4. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 107/BAPEDAL/ II/1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara.

5. Pedoman Pemantauan Kualitas Udara Jalan Raya Kementerian Negara Lingkungan Hidup Tahun 2007.

Page 18: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

18

IV. PELAYANAN TINDAK LANJUT PENGADUAN MASYARAKAT AKIBAT ADANYA

DUGAAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP.

A. GAMBARAN UMUM

Meningkatnya pembangunan di berbagai sektor telah mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang semakin

meningkat dari waktu ke waktu. Kondisi tersebut dan didorong oleh meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mendapatkan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, menyebabkan makin meningkatnya

pengaduan masyarakat akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Hal ini terbukti dari meningkatnya jumlah pengaduan masyarakat yang masuk ke instansi lingkungan hidup provinsi meningkat

setiap tahunnya rata-rata 10% (Tahun 2005-2008).

Salah satu upaya pemerintah untuk menyikapi kondisi tersebut dengan

peningkatan efektivitas pengelolaan pengaduan masyarakat. Berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan telah mengatur dasar hukum

upaya pemerintah tersebut. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan hak kepada setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasal 7

ayat (1) Undang-Undang tersebut juga mengatur, bahwa masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan

dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pelaksanaan peran tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan cara menyampaikan informasi dan/atau laporan. Hak setiap orang untuk melaporkan adanya potensi maupun

keadaan telah terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan juga diatur dalam peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang melipui:

1. Pasal 55 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.

2. Pasal 17 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.

3. Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang

Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan Lahan.

4. Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Dalam rangka menjamin hak dan peran setiap orang, instansi lingkungan hidup provinsi wajib mengelola pengaduan masyarakat. Tanggung jawab pengelolaan ini sebagai bentuk pelayanan tindak lanjut terhadap pengaduan

tersebut. Tanggung jawab pemerintah provinsi untuk menerima laporan telah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan kewajiban untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut dimandatkan oleh

berbagai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang meliputi: 1. Pasal 56 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.

Page 19: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

19

2. Pasal 17 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi

Biomassa. 3. Pasal 39 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 4

Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau Pencemaran

Lingkungan Hidup yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan dan Lahan. 4. Pasal 27 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 82

Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan pelaksanaannya telah ditetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19

Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan Kasus Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup. Berdasarkan peraturan ini setiap

orang yang mengetahui, menduga dan/atau menderita kerugian akibat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dapat menyampaikan pengaduannya secara tertulis atau lisan kepada gubernur

atau kepala instansi lingkungan hidup provinsi.

Untuk meningkatkan efektivitas waktu pengelolaan pengaduan masyarakat,

instansi lingkungan hidup provinsi melalui gubernur atau kepala instansi yang bersangkutan dapat membentuk pos pengaduan lingkungan. Pos pengaduan ini berfungsi sebagai unit kerja yang mengkoordinir pengelolaan

pengaduan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, bagi instansi yang belum memiliki unit kerja struktural yang bertanggung jawab

untuk mengelola pengaduan. Sedangkan bagi instansi yang telah memiliki unit kerja struktural dimaksud akan berperan untuk meningkatkan koordinasi kerja antar unit kerja yang terlibat dalam pengelolaan pengaduan

masyarakat.

Pengaduan masyarakat tentang kasus pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan yang wajib dikelola oleh instansi lingkungan hidup provinsi meliputi:

1. Usaha dan/atau kegiatan yang lokasi dan/atau dampaknya bersifat lintas kabupaten/kota.

2. Pencemaran dan/atau perusakan lingkungan terjadi di wilayah 4-12 mil

laut. 3. Usaha dan/atau kegiatan yang penilaian analisis mengenai dampak

lingkungan hidup oleh komisi penilai analisis mengenai dampak

lingkungan hidup provinsi. 4. Usaha dan/atau kegiatan yang izin usaha dan/atau izin lingkungannya

diberikan oleh pejabat provinsi.

B. PENGERTIAN.

Dalam petunjuk teknis ini yang dimaksud dengan:

Page 20: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

20

1. Pengaduan adalah pemberitahuan secara tertulis dan/atau lisan mengenai dugaan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup kepada instansi lingkungan hidup provinsi. 2. Pengelolaan pengaduan adalah upaya terpadu untuk menerima,

menelaah, mengklasifikasi, memverifikasi dan mengajukan usulan tindak

lanjut hasil verifikasi serta menginformasikan proses dan hasil pengelolaan kepada pengadu.

3. Mengklasifikasi pengaduan adalah mengelompokkan pengaduan berdasarkan aspek pencemaran dan/atau perusakan lingkungan serta aspek kewenangan dari instansi penerima pengaduan.

4. Verifikasi pengaduan adalah kegiatan untuk memeriksa kebenaran pengaduan.

5. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran lingkungan hidup mencakup pencemaran air, laut, tanah,

dan udara termasuk dalam hal ini yang berbentuk debu, kebauan, getaran dan kebisingan.

6. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayati yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam

menunjang pembangunan berkelanjutan. Perusakan lingkungan hidup mencakup perusakan tanah, lahan dan

hutan.

C. INDIKATOR DAN CARA PERHITUNGAN.

1. Indikator Jumlah pengaduan masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran

dan/atau perusakan lingkungan hidup yang ditindak lanjuti.

2. Cara Perhitungan

Prosentase (%) jumlah pengaduan

masyarakat akibat adanya dugaan

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup

yang ditindak lanjuti.

Jumlah pengaduan masyarakat akibat adanya

dugaan pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup yang

ditindak lanjuti.

Jumlah pengaduan yang diterima instansi

lingkungan hidup provinsi

dalam 1 (satu) tahun.

= x 100%

Page 21: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

21

3. Contoh Perhitungan:

Misalkan : Pada tahun 2009 instansi lingkungan hidup provinsi menerima 50 (lima puluh) pengaduan. Dari 50 (lima puluh) pengaduan, 30 (tiga puluh) pengaduan telah ditindaklanjuti,

sehingga prosentase pengaduan yang ditindaklanjuti sebesar 60 %.

D. SUMBER DATA.

Data didapat dari berbagai sumber, baik secara lisan maupun tertulis antara

lain: 1. Masyarakat. 2. Lembaga swadaya masyarakat.

3. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 4. Instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.

5. Instansi terkait di tingkat pusat, provinsi atau kabupaten/kota. 6. Media cetak dan elektronik.

E. BATAS WAKTU PENCAPAIAN.

1. Sampai dengan tahun 2009 : 60%

2. Sampai dengan tahun 2010 : 70% 3. Sampai dengan tahun 2011 : 80%

4. Sampai dengan tahun 2012 : 90% 5. Sampai dengan tahun 2013 : 100%

F. LANGKAH KEGIATAN.

Instansi lingkungan hidup provinsi paling lama jangka waktu 7 (tujuh) hari

setelah menerima pengaduan dari masyarakat melakukan pengelolaan pengaduan dengan tahapan: 1. Mencatat pengaduan dalam buku pengaduan.

2. Menelaah dan mengklasifikasikan pengaduan. Telaahan dan kalsifikasi pengaduan dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari

sejak diterimanya pengaduan. Dalam rangka telaahan dan klasifikasi dapat dilakukan koordinasi dengan instansi/pihak terkait. Berdasarkan hasil telaahan dan klasifikasi pengaduan dapat dikategorikan:

Prosentase (%) jumlah pengaduan

masyarakat akibat adanya dugaan pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan hidup yang ditindak

lanjuti

=

30

50

= 60%

Page 22: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

22

a. Tidak termasuk pengaduan kasus pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup, segera diteruskan kepada instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan dengan tembusan kepada pihak yang mengadukan.

b. Termasuk dalam kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, namun bukan merupakan kewenangan instansi lingkungan

hidup provinsi segera diserahkan kepada Kementerian Negara Lingkungan Hidup atau kepada instansi lingkungan hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.

c. Termasuk dalam kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dan merupakan kewenangan instansi lingkungan hidup

provinsi, segera dilakukan verifikasi lapangan paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak selesainya telaahan dan klasifikasi.

3. Melakukan verifikasi pengaduan. Pelaksanaan verifikasi harus diselesaikan dalam waktu paling lama 30

(tiga puluh) hari. Apabila dalam jangka waktu tersebut pelaksanaan kegiatan verifikasi belum selesai dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. Verifikasi dilakukan dengan berpedoman pada:

a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan Kasus Pencemaran

dan/atau Perusakan Lingkungan.

b. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup

Bagi Pejabat Pengawas.

c. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 2002

tentang Tata Kerja Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di Provinsi/Kabupaten/Kota.

d. Pedoman Verifikasi Pengaduan.

Berdasarkan hasil verifikasi, tim/petugas verifikasi wajib membuat laporan verifikasi, termasuk mengajukan usulan penanganan dalam

waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak selesainya verifikasi kepada pejabat yang menugaskan verifikasi.

4. Usulan tindak lanjut. Pejabat yang berwenang di instansi lingkungan hidup provinsi harus

memberikan keputusan menolak atau menerima usulan tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usulan. Usulan tindak lanjut penanganan dapat berupa pembinaan teknis atau

penegakan hukum (administrasi, perdata dan pidana) sesuai dengan hasil verifikasi. Apabila menyetujui usulan tindak lanjut penanganan

tim/petugas verifikasi, selanjutnya ditindaklanjuti atau diajukan atau diteruskan kepada pejabat yang berwenang untuk ditindaklanjuti. Usulan

Page 23: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

23

tindak lanjut penanganan merupakan akhir dari tahapan tindak lanjut (pengelolaan) pengaduan masyarakat yang perlu dilakukan verifikasi.

Jenis usulan tindak lanjut penanganan berdasarkan hasil verifikasi meliputi:

a. Diteruskan kepada instansi teknis yang berwenang apabila bukan

merupakan kasus pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

b. Dilakukan pembinaan teknis dan pemantauan, apabila tidak terjadi

pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

c. Dikenakan sanksi administrasi (oleh pejabat yang berwenang), apabila

telah terjadi pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup.

d. Dikenakan sanksi administrasi dan/atau penyelesaian sengketa

lingkungan melalui pengadilan atau di luar pengadilan, apabila telah terjadi pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang

pengendalian pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dan mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, dan telah menimbulkan kerugian bagi orang atau

lingkungan hidup.

e. Dilakukan sanksi administrasi dan/atau penegakan hukum pidana,

apabila telah terjadi pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran dan/atau perusakan lingkungan

hidup, mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup atau ada indikasi tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

f. Direkomendasikan kepada pejabat yang berwenang untuk menetapkan

atau meninjau kembali kebijakan pemerintah atau pemerintah daerah, apabila telah terjadi pelanggaran peraturan perundang-undangan di

bidang pengendalian pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup karena belum adanya atau kesalahan kebijakan pemerintah atau pemerintah daerah.

Mekanisme pengelolaan pengaduan sebagaimana dijelaskan di atas tertuang dalam bagan alir Gambar 7.

Page 24: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

24

Gambar 7. Mekanisme pengelolaan pengaduan kasus lingkungan hidup

G. RUJUKAN/REFERENSI.

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan

antara lain: 1. Undang-Undang: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup. 2. Peraturan Pemerintah:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. b. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian

Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa. c. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian

Kerusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan

Dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan. d. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Air

dan Pengendalian Pencemaran Air.

3. Peraturan/Keputusan Menteri: a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun 2001

tentang Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah.

7 hr 7 hr

14 hr

7 hr

Pengaduan secara

tertulis atau lisan Instansi lingkungan hidup

provinsi.

Telaahan dan klasifikasi

pengaduan

Pengaduan kasus

lingkungan hidup, bukan kewenangan

provinsi

Kementerian Negara

Lingkungan

Hidup

Usulan penanganan

kepada pejabat yang

berwenang

Arah tindak

lanjut Menerima Atasan pengawas/

pemberi perintah

Usulan penanganan oleh tim

Pengaduan kasus lingkungan hidup

Menolak

Instansi terkait di

provinsi

14 hr

30hr +30 hr Verifikasi

7 hr

Bukan pengaduan kasus lingkungan

hidup.

Instansi

teknis yang

berwenang

30 hr + 30 hr

Instansi lingkungan hidup

kabupaten/kota 7 hr

14 hr

Page 25: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 20 · PDF filePengertian. 3. Indikator dan cara perhitungan. 4. Sumber data. 5. Batas waktu pencapaian. 6. Langkah kegiatan. 7. Rujukan/referensi

25

b. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 56 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup

Bagi Pejabat Pengawas. c. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 58 Tahun 2002

tentang Tata Kerja Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di

Provinsi/Kabupaten/Kota. d. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 19 Tahun 2004

tentang Pedoman Pengelolaan Pengaduan Kasus Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup.

4. Peraturan/Keputusan Kepala Daerah.

Peraturan daerah provinsi atau keputusan gubernur yang mengatur tentang pengelolaan pengaduan pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan hidup.

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

ttd

RACHMAT WITOELAR

Salinan sesuai dengan aslinya

Deputi V MENLH Bidang Penaatan Lingkungan,

Ilyas Asaad