peran intermediate filament dalam diagnosis kanker

28
i PERAN INTERMEDIATE FILAMENT DALAM DIAGNOSIS KANKER Dr. I G N Sri Wiryawan,M.Repro BAGIAN HISTOLOGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAGIAN HISTOLOGI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
karena berkatNYa lah penulis bisa menyelesaikan tulisan yang berjudul “ Peran
Intermediate Filament Dalam Diagnosis Kanker”.
Tulisan ini merupakan tinjauan pustaka yang membahas tentang struktur
sitoskeleton khususnya komponen intermediate filament, yang mempunyai
memiliki struktur yang berbeda pada sel yang berbeda, dan strukturnya masih
utuh pada sel kanker, sehingga identifikasi Filament Intermediate bisa dipakai
untuk mendiagnosis kanker.
Semga tulisan ini bisa menjadi sumber bacaan bagi pengunjung perpustakaan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran untuk menyempurnakan tulisan ini dikemudian hari.
TTD
Penulis
iii
2.2 Kanker…………………………………………….…………….………...9
2.2.3 Perbedaan Sel Kanker dan Sel Normal……………………………..11
2.2.4 Cara Mendiagnosis Sel Kanker…………………………………….11
2.3 Filamen Intermediet untuk Diagnosis Kanker…..……………………….16
2.4 Kasus Diagnosis Kanker Menggunakan Filamen Intermediet..……….…18
2.4.1 Peran GFAP dan NFP dalam Mendeteksi Astrocytoma…………...18
2.4.2 Pemeriksaan Imunohistokimia Vimentin sebagai Penanda Kanker
Endometrium……..………………………………………………..20
Payudara...........................................................................................21
BAB III KESIMPULAN......................................................................................23
Sebelum ditemukannya sel, kehidupan dianggap sebagai sesuatu yang
sangat rahasia dan rumit untuk dimengerti. Penemuan sel dimulai sejak tahun 590
SM, setelah ditemukan alat-alat pengamat seperti mikroskop yang tumbuh dari
rasa ingin tahu para ahli untuk mengembangkan ide penggunaan lensa cembung
untuk pengamatan objek biologi yang tidak dapat diamati dengan mata
telanjang. [1]
menemukan ruangan-ruangan kecil dalam pengamatan sayatan gabus dengan
bantuan lensa pembesar, yang kemudian pengamatan ini diberi nama sel
(Yunani:kytos) yang artinya ruang kosong. Semenjak pemberian nama ini, banyak
manfaat yang diperoleh oleh peneliti-peneliti selanjutnya, dan era modern biologi
molekuler telah dimulai.
Makhluk hidup terdiri dari berjuta-juta sel yang merupakan suatu unit
struktural terkecil yang nantinya akan berasosiasi membentuk jaringan, jaringan
membentuk organ, organ membentuk sistem organ, dan sistem organ membentuk
organisme. Sebagai suatu unit struktural terkecil yang menyusun makhluk hidup,
sel memiliki banyak peranan penting karena semua siklus dan peristiwa biologis
diregulasi oleh sel. Dalam melaksanakan tugasnya secara fungsional, maka sel
bukanlah suatu ruangan kosong, tapi sel terdiri dari organel-organel yang
memiliki suatu peranan spesifik. Sel terdiri dari organel-organel, seperti nukleus,
mitokondria, ribosom, Retikulum Endoplasma (RE) kasar, RE halus, aparatus
golgi, lisosom, membran plasma, sitoskeleton dan badan inklusi lainnya.
Kemajuan teknik mikroskopi dan berbagai teknik-teknik laboratorium
lainnya kemudian berhasil mengungkapkan bahwa cairan sitosol yang agak kental
mempunyai ultrastruktur filamen dan tubulus membentuk jejaring yang amat
rumit, menjulur-julur mulai dari sekitar nukleus sampai ke membran plasma yang
kemudian dikenal sebagai sitoskeleteon (kytos:sel;skeletal:rangka). [2]
Layaknya
pada kerangka tubuh manusia, sitoskeleton merupakan kerangka pada sel. Sebagai
kerangka sel, sitoskeleton memiliki beberapa peranan penting, seperti pergerakan
sel (cell movement), pembelahan sel, pengaturan arsitektural organel berikut
2
seluler lainnya. Selain itu, kemudian diketahui bahwa berbagai enzim tidak
semuanya terlarut di dalam sitosol melainkan bergerombol pada sitoskeleton. [2]
Tidak hanya berperan dalam hal pergerakan sel, diketahui bahwa sitoskeleton
memiliki peranan dalam berbagai aktivitas intraseluler dan membangun interaksi
berbagai jenis sel dalam tubuh, mulai dari pengaturan sinyal, pengenalan dan
pengikatan antar sel. Terdapat beberapa jenis sitoskeleton yang memiliki peran
spesifik dalam melaksanakan peranan dan fungsi terhadap sel, yakni
mikrofilamen, filamen intermediet, dan mikrotubulus.
Saat ini banyak penyakit yang disebabkan oleh keabnormalan fungsi sel.
Sel yang abnormal akan bertindak sebagai sel yang non fungsional dan
mengakibatkan pengaruh buruk terhadap jaringan, organ dan lainnya. Salah satu
kelainan yang sering dijumpai, yakni kanker. Kanker atau neoplasma merupakan
suatu penyakit akibat adanya pertumbuhan yang abnormal dari sel-sel jaringan
tubuh yang dapat mengakibatkan invasi ke jaringan-jaringan normal. [3]
Beberapa
kanker memiliki korelasi terhadap fungsi kerja organel sel, misalnya kanker
payudara (Carcinoma mammae). Secara umum, kanker dapat disembuhkan jika
ditangani sejak dini, sehingga dapat dilakukan penanganan untuk menghambat
pertumbuhan sel kanker terutama menghambat metastasis sel kanker ke jaringan
lain. Diagnosis dini dapat dilakuan, yakni dengan bantuan sitoskeleton golongan
filamen intermediet, seperti keratin. Salah satu golongan dari keratin yang dapat
dimanfaatkan sebagai biomarker dalam kanker payudara, adalah keratin 19.
Selain itu, ada beberapa jenis filamen intermediet lainnya, yakni desmin,
vimentin, lamin, neurofilamen, dan GFAP yang memiliki jenis sel dan fungsi
yang berbeda-beda dalam hal klinis. [4]
Pada kanker, sel akan kehilangan penampakan normalnya serta asal
histologisnya tidak dapat diidentifikasi dari struktur morfologinya. Namun,
bagaimanapun juga sel kanker memiliki banyak spesifikasi yang menunjukkan
dari mana sel-sel tersebut berasal, seperti ekspresi dari protein filamen intermediet
tertentu, sehingga dengan menggunakan antibodi fluorescent-tag dapat dilakukan
diagnosa terhadap filamen intermediet yang dapat menentukan kanker berasal dari
jaringan epitel, mesenkim atau saraf [1]
. Selain itu, O’Callaghan menyatakan
3
bahwa salah satu jenis filamen intermediet, yakni GFAP merupakan penanda
utama astrogliosis yang sensitif dan langsung meningkat setelah cedera.
4
2.1 Sitoskeleton
Sitoskeleton (Cytoskeleton) berasal dari 2 kata, yaitu “cyt” yang berarti sel
dan “skeleton” yang artinya kerangka. Sitoskeleton atau kerangka sel merupakan
jejaring rumit tiga dimensi filamen protein yang menjamin terpeliharanya
morfologi sel. Selain itu, sitoskeleton merupakan bagian aktif dari pergerakan sel,
mencakup gerak organel atau vesikel, bagian sel, atau selnya sendiri secara utuh.
Sitoskeleton terdiri atas tiga komponen yaitu mikrofilamen, filamen intermedia,
dan mikrotubulus. Masing-masing filamen saling berhubungan antara satu sama
lain. Selain berhubungan, ketiga filamen tersebut juga saling bekerja sama
(koordinasi).
dari pada protein assesori. Protein assesori sangat penting untuk mengatur
polimerisasi dan depolimerisasi, struktur, dan fungsi sitoskeleton. Sitoskeleton
memiliki peranan yang besar dalam sel, beberapa diantaranya adalah :
Menahan dan mempertahankan bentuk sel.
Menahan organel-organel sel tetap berada di tempatnya.
Sebagai jalur yang memandu gerakan material dalam sel.
Membentuk silia dan flagel sebagai alat pergerakan sel.
Komponen penting dalam pembelahan sel.
2.1.1 Mikrofilamen (Filamen Aktin)
Mikrofilamen disebut juga sebagai filamen aktin. Mikrofilamen merupakan
komponen sitoskeleton yang paling tipis, berdiameter sekitar 6 nm, mempunyai
ujung plus yang cepat tumbuh (polimerisasi) dan ujung minus yang lambat
tumbuh.
5
pemanjangan filamen tersebut.
seperti α-aktinin, fimbrin, filamin, myosin II, myosin V, spektrin α,β, gelsolin,
dan timosin.
Mempertahankan bentuk sel,
2.1.2 Mikrotubulus
berfungsi sebagai jalur intrasel. [6]
Sentrosom merupakan wilayah sel berdekatan
dengan inti yang merumahi sentriol, bersama beberapa ratus molekul kompleks
cincin tubulin- yang bertindak sebagai situs nukleasi untuk mikrotubulus, berupa
struktur silindris mirip tabung berdiameter luar 25 nm, dengan diameter lumen 15
nm. Oleh karena itu sentrosom dianggap sebagai MTOC sel.
Mikrotubulus terpolarisasi, tumbuh secara cepat pada ujung plus dan ujung
minus, yang harus distabilkan, kalau tidak akan mengalami depolimerisasi, yang
memendekkan mikrotubulus. Ujung minus distabilkan karena di-back up oleh
molekul tubulin-. Mikrotubulus berupa struktur dinamik yang sering berubah
panjangnya dengan cara bertunas dan kemudian memendek; kedua proses itu
terjadi di ujung plus, karena itu rerata tengah-umur (half-life) sebuah
mikrotubulus hanya sekitar 10 menit. Fungsi utama mikrotubulus adalah :
a. Memberi bentuk sel
c. Membuat kompartemen intrasel
6
heterodimer polipeptida globular subunit tubulin-α dan β masing-masing
mengandung sekitar 450 asam amino heterodimer, massa molekul sekitar 50.000
dalton. Polimerisasi heterodimer memerlukan magnesium (Mg 2+
) dan GTP.
Selama pembelahan sel, polimerisasi cepat mikrotubulus yang ada dan baru
bertanggung jawab untuk pembentukan aparatus spindel.
2.1.3 Filamen Intermedia (Intermediet Filament)
Filamen intermediet bersama beberapa protein, memiliki tugas
diantaranya:
a. menopang sel secara struktural
b. membentuk kerangka struktur 3 dimensi yang dapat diubah untuk sel
c. menyediakan hubungan yang dapat disesuaikan antara membran sel dan
sitoskeleton.
mempunyai karakteristik sama secara morfologi dan struktural. Filamen
intermedia yang mirip tambang ini terdiri atas tetramer protein mirip batang yang
diberkas erat menjadi untai uliran panjang.
Masing masing subunit tetramer agak berbeda setiap jenis filamen
intermedia. Kategorinya mencakup: keratin, protein sidik fibriler glial,
neurofilmen, dan lamin inti. [7]
a. Keratin
Keratin terbagi atas
keratin tipe I dan keratin tipe II. Keratin tipe II merupakan materi dasar
penyusun rambut dan kuku, sedangkan keratin tipe I membentuk sel epitel. [7]
Keratin monomer saling terikat dan membentuk filamen intermediet yang liat
tidak dapat larut dan membentuk jaringan yang satu-satunya unsur biologi
yang mempengaruhi kekuatan lapisan keratin adalah kitin. Fungsi dari keratin
adalah menyokong bagian-bagian sel dan memberikan kekuatan
peregangan. [7]
Dalam keratin, terdapat cytoskeletal 19 tipe I yang biasa dikenal sebagai
sitokeratin-19 atau keratin-19. Merupakan protein yang terdapat pada
manusia yang dikodekan oleh gen KRT19. Keratin 19 merupakan keratin tipe
7
I pada filamen intermedia yang bertanggung jawab atas integritas struktural
pada sel epitel. Karena tingginya kesensitivitasnya, keratin 19 digunakan
sebagai media untuk mendeteksi tumor pada pasien kanker payudara.
b. Desmine
Desmine merupakan protein yang terdapat pada manusia dikodekan oleh gen
DES. Desmin adalah tipe sel otot spesifik, yang berfungsi untuk
menghubungkan myofibril pada otot bercorak (sekeliling cakram Z) [7]
;
contoh: otot rangka, otot polos (kecuali otot polos vascular). [8]
c. Vimentin
Vimentin adalah kelompok polipeptida yang polimerisasi membentuk filamen
di sitoskeleton, protein tipe III filamen intermedia yang dinyatakan dalam sel
mesenchymal, yang ditemukan di semua sel metazoan.
d. Protein asam fibrilar glia
GFAP merupakan filamen intermediet yang paling utama pada astrosit matur
dan memegang peranan penting dalam integritas sitoskeleton astrosit.
Peningkatan jumlah GFAP saat astrogliosis sudah terbukti pada beberapa
penelitian [9]
sensitif dan langsung meningkat setelah cedera. Kadar vimentin, filamen
intermediet astrosit yang lain, sangat beragam, mulai dari sangat sedikit
sampai minimal, bergantung pada subpopulasi astrosit. [10]
Jenis selnya adalah sel glia, contohnya adalah astrosit, sel schwan,
oligodendroglia. Yang berfungsi menyokong struktur sel glia.
e. Neurofilamen
komponen utama dari sitoskeleton neuronal, dan diyakini berfungsi untuk
memberikan dukungan struktural bagi akson dan untuk mengatur diameter
akson. Neurofilamen terdiri dari rantai polipeptida atau subunit yang
termasuk ke dalam keluarga protein yang sama seperti filamen intermedia
jaringan lain seperti subunit keratin.
8
Hampir semua kasus kanker disebabkan oleh proses mutasi atau aktivasi
abnormal gen sel yang mengendalikan pertumbuhan sel dan mitosis sel. [11]
Gen
abnormal itu disebut onkogen. Di dalam semua sel juga ditemukan antionkogen
yang menekan aktivasi onkogen tertentu. Inaktivasi antionkogen dapat
memungkinkan aktivasi onkogen yang menyebabkan kanker. Jarang sekali
sejumlah kecil dari sel yang bermutasi di dalam tubuh dapat menyebabkan kanker.
Ada beberapa alasan untuk keadaan tersebut, yaitu :
1. Sebagian besar sel yang bermutasi memiliki kemampuan bertahan hidup
yang kurang baik jika dibandingkan dengan sel normal.
2. Hanya sebagian dari sel yang bermutasi dan bertahan hidup menjadi
kanker, karena sebagian besar sel yang bermutasi pun masih memiliki
kontrol umpan balik normal yang mencegah pertumbuhan yang
berlebihan.
3. Sel-sel yang berpotensi menjadi kanker sering kali dihancurkan oleh
sistem imun tubuh sebelum sel tersebut tumbuh menjadi kanker.
4. Beberapa onkogen aktif yang berbeda diperlukan secara bersamaan untuk
menimbulkan kanker. Sebagai contoh, satu gen mungkin meningkatkan
reproduksi sebuah sel dengan cepat, tetapi tidak terjadi kanker karena tidak
ada gen mutan lain yang pada saat bersamaan membentuk pembuluh darah
yang diperlukan.
5. Suatu ketelitian yang luar biasa pada replikasi untai kromosom DNA
dalam setiap sel sebelum mitosis dapat berlangsung, dan juga karena
proses koreksi-cetak yang memotong dan memperbaiki setiap untai DNA
abnormal sebelum proses mitosis diizinkan berlanjut.
Sel kanker yang memiliki kemampuan untuk terus berproliferasi tanpa
batas setiap harinya menyebabkan sel kanker akan segera membutuhkan semua
zat gizi yang tersedia di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, jaringan normal secara
bertahap mengalami kematian akibat kekurangan gizi karena berkompetisi dengan
jaringan kanker untuk memperoleh zat gizi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa sel kanker memiliki sifat yang sangat mematikan.
9
Pada dasarnya dalam proses replikasi DNA, terdapat sistem repair yang
menyertainya jika terjadi suatu kesalahan sehingga mengurangi kemungkinan
terjadinya mutasi. Akan tetapi, terdapat beberapa faktor yang dapat mendorong
terjadinya proses mutasi pada replikasi DNA sehingga memungkinkan terjadinya
kanker. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor kimia, fisik, atau biologis tertentu,
yang dapat dijelaskan seperti berikut :
1. Radiasi seperti sinar-X, sinar ultraviolet, sinar gamma, dan partikel radiasi
dari bahan radioaktif dapat menjadi faktor predisposisi bagi seseorang untuk
terkena kanker. Ion yang terbentuk dalam sel-sel jaringan di bawah pengaruh
radiasi tersebut bersifat sangat reaktif dan dapat merusak untaian DNA,
sehingga menyebabkan banyak mutasi.
2. Zat kimia dari beberapa jenis tertentu juga memiliki kecenderungan kuat
untuk menimbulkan mutasi. Zat kimia yang dapat menyebabkan mutasi
disebut karsinogen, seperti turunan bahan pewarna anilin dan asap rokok.
3. Bahan iritan fisik juga dapat mengarah pada kanker, seperti abrasi yang terus
berlanjut pada saluran pencernaan oleh beberapa jenis makanan. Kerusakan
jaringan dapat menyebabkan penggantian mitosis yang cepat pada sel.
Semakin cepat mitosis, semakin besar kemungkinan terjadinya mutasi.
4. Kecenderungan herediter yang kuat terhadap kanker. Keadaan ini disebabkan
oleh fakta bahwa sebagian besar kanker membutuhkan tidak hanya satu
mutasi, tetapi dua atau lebih mutasi sebelum terjadinya kanker. Pada
keluarga tertentu yang memiliki kecenderungan terhadap kanker, diduga
bahwa satu atau lebih gen kanker sudah bermutasi dalam genom yang
diwarisi.
2.2.3 Perbedaan Sel Kanker dan Sel Normal
Perbedaan utama antara sel kanker dan sel normal adalah sebagai berikut:
1. Sel kanker tidak mematuhi batas pertumbuhan sel yang normal; alasan
untuk hal ini adalah bahwa sel kanker mungkin tidak membutuhkan
semua faktor pertumbuhan yang sama seperti yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan sel normal.
10
2. Sel kanker sering kali jauh kurang melekat satu sama lain dibandingkan sel
normal. Oleh karena itu, sel kanker memiliki kecenderungan untuk
mengembara ke seluruh jaringan, memasuki aliran darah, dan terangkut
ke seluruh tubuh.
2.2.4 Cara Mendiagnosis Kanker
cara meneliti atau memeriksa gejalanya. Jadi, mendiagnosis kanker dapat
diartikan sebagai cara menentukan kanker atau penyakit kanker yang dialami
dengan cara meneliti atau memeriksa gejalanya.
Beragam cara dapat digunakan untuk membantu dalam menegakkan
diagnosis kanker atau tumor. Pemeriksaan yang paling sederhana sekaligus paling
awal adalah dengan metode anamnesis, kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan klinik menggunakan berbagai metode yang telah ditemukan.
1. Metode Anamnesis
keluhan yang dirasakan beserta riwayat penyakit yang pernah diderita untuk
dicatat sebagai rekam medik. Selain itu kepribadian dan psikologis pasien juga
akan dicatat. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
digolongkan menjadi pemeriksaan kepala, mata, pernafasan, urogenita, dan sistem
lainnya. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan secara subjektif dan objektif.
Pemeriksaan subjektif merupakan pemeriksaan yang menggunakan metode seperti
melihat atau palpasi untuk menentukan ukuran dan lokasi terjadinya kelainan.
Adapun pemeriksaan objektif dengan menilai hal-hal seperti tekanan darah, detak
jantung, temperatur, dan lain-lain. Semua data tersebut harus dicatat dalam rekam
medik.
a. Tes alkaline phospatase (atau disingkat ALP), yaitu suatu tes
laboratorium di mana kadar ALP yang tinggi menunjukkan adanya
sumbatan empedu atau kanker yang telah bermetastasis ke arah hati
atau tulang.
b. Blood Urea Nitrogen (atau disingkat BUN), yaitu tes yang digunakan
untuk mengevaluasi fungsi ginjal dalam spektrum yang luas, membantu
mendiagnosis kelainan pada ginjal, dan memantau pasien dengan
kelainan/kegagalan ginjal yang akut/kronik.
darah putih, hemoglobin, dan hematokrit. Tujuannya adalah untuk
membantu diagnosis mengenai penyakit-penyakit darah, termasuk di
antaranya kanker darah.
d. Fecal Occult Blood Test (atau disingkat FOBT), yaitu tes untuk
mendeteksi dini adanya kanker kolon. Selain itu juga dapat digunakan
untuk mendeteksi tanda-tanda dari penyakit anemia.
e. Urinalisis, yaitu alat diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi
substansi asing/material sel yang terdapat pada urin terkait dengan
abnormalitas metabolik atau kelainan ginjal.
3. X-ray
gelombang lalu mengukur serapannya pada bagian tubuh yang sedang diperiksa.
Hasil pengukuran akan memberikan warna yang berbeda-beda pada bidang dua
dimensi bergantung kepada objek yang diukur: tulang akan memberikan warna
putih, jaringan akan memberikan warna keabuan, sedangkan udara memberikan
warna hitam.
Magnetic Resonance Imaging (MRI). Prinsip kerja MRI adalah
memvisualisasikan tubuh, termasuk jaringan dan cairan, dengan menggunakan
metode pengukuran sinyal elektromagnetik yang secara alamiah dihasilkan oleh
tubuh. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan abnormalitas pada bagian
tertentu tubuh, termasuk tumor.
Position Emission Tomography (PET SCAN). PET SCAN bekerja dengan
cara memvisualisasikan metabolisme sel-sel tubuh. Pada pemeriksaan PET SCAN
menggunakan glukosa yang telah diberi radioaktif. Sel-sel kanker (yang
berkembang lebih cepat daripada sel hidup) akan memecah glukosa lebih
cepat/banyak daripada sel-sel normal. Dengan demikian dapat diperkirakan letak
suatu tumor dan metastasisnya.
CT SCAN merupakan alat diagnosis noninvasif yang digunakan untuk
mencitrakan bagian dalam tubuh. CT SCAN merupakan perpaduan dari X-ray dan
komputer yang menghasilkan gambar potongan melintang (cross sectional) dari
bagian yang sedang diperiksa. CT SCAN bekerja dengan prinsip yang hampir
sama dengan X-ray, yaitu dengan cara memberikan gelombang, di mana sebagian-
gelombang tersebut akan diserap oleh bagian tubuh dengan porsi yang berbeda-
beda dan diukur oleh komputer. Selanjutnya program komputer akan merekam
hasil pemeriksaan dan menuangkannya ke bidang dua dimensi.
7. Scanning radioaktif
radioisotop. Radioisotop akan dimasukkan ke dalam tubuh secara
intravena dan kamera peka radioaktif digunakan untuk memetakan
penampakan dua dimensi sesuai dengan pancaran radioisotop yang
diberikan.
yang terkonsentrasi pada bagian tertentu di tubuh.
c. Scanning Paratiroid/Saliva, yaitu metode untuk mendeteksi adanya
sumbatan pada duktus kelenjar saliva dan keberadaan tumor pada
kelenjar saliva.
menggunakan substansi radioaktif yang dimasukkan secara oral atau
intravena kemudian direkam oleh kamera peka radioaktif
8. Ultrasound
sonogram ginekologik) merupakan teknik noninvasif untuk memperlihatkan
abnormalitas pada bagian pelvis atau daerah lain dengan merekam pola suara yang
dipantulkan oleh jaringan yang ditembakkan gelombang suara. Jenis-jenis
ultrasound antara lain abdominal-ultrasound (untuk mendiagnosis abnormalitas di
bagian abdominal), pelvis-ultrasound (untuk mendiagnosis abnormalitas di bagian
pelvis), prostat-ultrasound (untuk mendiagnosis adenocarcinoma di dalam prostat
dan memastikan keutuhan kapsul prostat), renal-ultrasound (untuk mendiagnosis
abnormalitas di bagian ginjal dan pelvis renalis), tiroid-sonogram (untuk
mendiagnosis abnormalitas di baigna tiroid), dan testis-ultrasound (untuk
mendiagnosis kanker pada testis dan memastikan keutuhan kapsul testikular).
9. Endoscopy
endoscopy antara lain broncoscopy (endoscopy trakea, batang dan lobus bronkus
untuk melihat invasi pada esofagus atau paru menggunakan tabung yang
dimasukkan dari mulut ke paru), colonoscopy (endoscopy sistem pencernaan
menggunakan instrumen fiberoptik), colposcopy (endoscopy vagina dan serviks),
sistoscopy (endoscopy kandung kencing), sistosuretroscopy (endoscopy kandung
kencing dan uretra), duodenoscopy (endoscopy usus dua belas jari),
ERCP/Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (endoscopy kantung
empedu dan pankreas), esofagus-gastro-duodenoscopy (endoscopy esofagus,
lambung dan usus dua belas jari), esofaguscopy (endoscopy esofagus),
gastroscopy (endoscopy lambung), histeroscopy (endoscopy uterus), laparoscopy
(endoscopy abdomen), laringoscopy (endoscopy laring), mediastinoscopy
(endoscopy mediastinum), nasofaringoscopy (endoscopy faring dan nasofaring),
peritoneoscopy (endoscopy peritoneum), proctosigmoidoscopy (endoskopi
sigmoid dan rektum), sigmoidoscopy (endoscopy sigmoid), torakoscopy
(endoscopy toraks), triple endoscopy (endoscopy trakea, laring, faring, dan
esofagus), dan ureteroscopy (endoscopi pelvis dan ureter).
10. Pemeriksaan patologi
kanker, karena merupakan alat diagnostik terpenting yang harus dilakukan.
Pemeriksaan patologi adalah pemeriksaan sampel kecil sel di bawah mikroskop
untuk menentukan apakah terdapat kanker dengan melihat abnormalitasnya
(membandingkan sel yang diamati dengan sel yang sehat). Beberapa sifat kanker
adalah adanya neoplasma, pertumbuhan yang invasif/infiltratif, pleomorfik,
hiperkromatik, dan nekrosis (pada kanker ganas). Seseorang yang terspesialisasi
untuk melakukan pemeriksaan patologi disebut patologist. Beberapa contoh
pemeriksaan patologis antara lain:
a. Fractional curretage, yaitu pengikisan sedikit materi endoserviks dan dan
dinding korpus uterine untuk menentukan sumber keganasan pada kanker
endometrium
b. Pemeriksaan Pap Smear, yaitu pengikisan sedikit materi serviks untuk
dilakukan pemeriksaan sitologik.
c. Toraksentesis, yaitu pengambilan sedikit cairan dari selapu pleura untuk
dilakukan pemeriksaan sitologik.
keberadaan bakteri, jamur, atau sel-sel ganas.
e. Parasentesis, yaitu pengambilan sedikit cairan dari rongga perut untuk
dilakukan pemeriksaan sitologik.
Filamen intermediet terdiri dari polipeptida yang berbeda, yang menunjukkan
jenis kekhususan sel. Keratin adalah filamen intermediet khas, ditemukan di
keratinizing dan nonkeratinizing epitel. Desmin adalah jenis intermediate filamen
spesifik sarcomeric, visceral dan beberapa jenis jaringan otot polos pembuluh
darah. Filamen vimentin merupakan ciri khas dari endotel sel, fibroblas,
makrofag, kondrosit sebagian dan tidak semua sel limfatik dan satu-satunya jenis
filamen intermediate yang ada dalam sel-sel ini. Pengelompokan dari filamen
intermediet dalam berbagai tipenya tidak hanya berguna dalam membandingkan
15
dan membedakan struktur dan fungsi dari suatu jenis sel, tapi juga berperan dalam
membantu mendiagnosa dan mengatasi dari beberapa kanker.
Dewasa ini banyak diteliti dan dikembangkan pemeriksaan petanda ganas
ideal yang dapat memberikan petunjuk tentang perkembangan kanker, baik
ditingkat ekstraseluler, seluler maupun molekuler. [16]
Sitokeratin dan intermediate
terdapat dalam berbagai sel normal dan jaringan patologis. Ekspresi dari
sitokeratin adalah spesifik untuk jaringan yang berbeda.
Pada kanker, sel
diidentifikasi dari struktur morfologinya. Namun, bagaimanapun juga sel kanker
memiliki banyak spesifikasi yang menunjukkan dari mana sel tersebut berasal,
seperti ekspresi dari protein filamen intermediet tertentu. Dengan menggunakan
antibodi fluorescent-tag yang spesifik terhadap masing-masing protein filamen
intermediet, diagnosis terhadap fialmen intermediet tersebut dapat menentukan
kanker berasal dari jaringan epitel, mesenkim atau saraf. [14]
Penggunaan filamen intermediet dalam diagnosis kanker sebagai contoh
yaitu pada kanker payudara dan gastrointestinal tract yang mengandung keratin
dan sedikit vimentin menunjukkan sel kanker tersebut berasal dari turunan sel
epitel (yang mengandung keratin tapi tidak vimentin) dan peneliti dapat
menentukan kanker tersebut bukan berasal dari turunan sel mesenkim atau sel
lainnya. Hal ini disebabkan karena kanker pada jaringan epitel dan kanker pada
jaringan mesenkim sensitif terhadap perlakuan yang berbeda, identifikasi protein
filamen intermediet terhadap sel kanker dapat membantu peneliti menentukan
perawatan yang paling efektif untuk menyembuhkan kanker tersebut.
Perbedaan ekspresi dari protein filamen intermediet menunjukkan
perbedaan karakteristik dari asal jaringan pada suatu jenis kanker. Antibodi
terhadap keratin, vimentin, desmin, glial fibrillary acidic protein (GFAP), dan
protein neurofilamen dapat membedakan antara sel yang berasal dari sel epitel,
mesenkim dan saraf. Berhubung masing-masing sel kanker memiliki protein
filamen intermediet yang spesifik, hal tersebut memungkinkan menggunakan
filamen intermediet dalam diagnosis kanker. [12]
Antibodi terhadap protein filamen intermediet dapat membedakan
kelompok besar dari jenis kanker yang ditunjukkan dari hasil biopsi. Dalam
16
masing-masing antibodi spesifik hanya terhadap satu dari lima tipe filamen
intermediet. Sel tumor karsinoma yang berbeda, thymoma, dan bagian epitel
blastomas paru positif dengan mengenali antibodi cytokeratins. Sel tumor dalam
sarkoma non-otot, termasuk limfoma dan sarkoma Ewing, bisa diidentifikasi
secara khusus dengan antibodi untuk vimentin. Dan sel tumor sarkoma otot positif
dengan mengenali desmin. Akhirnya, sel-sel di pheochromocytoma dan bronkus
karsinoid positif dengan antibodi spesifik untuk neurofilaments. Selain itu, dalam
kebanyakan kasus bagian dari tumor baik dengan histologi dan intermediate
filamen.
Karena filamen intermediet bersifat spesifik terhadap jenis dari sebuah
jaringan, maka jika seseorang menderita kanker dalam tubuhnya, sel kanker dapat
dibiopso dan filamen intermedietnya dapat dianalisis. Identifikasi filamen
intermediet sebelum dianalisis ini dapat diketahui salah satunya dengan
melakukan teknik imunohistokimia. Imunohistokimia adalah teknik untuk
mendeteksi adanya antigen pada jaringan dengan menggunakan antibodi yang
terikat enzim sehingga presipitat terwarnai dan lokasi antigen dapat dilihat di
bawah mikroskop. [15]
molekuler pada tingkat sel tunggal berguna untuk mengidentifikasi karakteristik
sel pada jaringan sehat dan patologis. Semua kanker akan memiliki jenis filamen
intermediet yang menunjukkan karakteristik darimana sel tersebut berasal
sebelum sel kanker tersebut bermetastasis. Hal ini akan membantu seorang dokter
mengetahui jenis kanker tersebut. Dengan mengetahui jenis kanker yang tepat
akan membantu dokter untuk menentukan treatmen yang tepat untuk diberikan.
2.4 Contoh Penerapan Filament Intermediate dalam Diagnosis Kanker
2.4.1 Peran GFAP dan NFP dalam Mendeteksi Astrocytoma
Astrocytoma merupakan salah satu jenis dari glioma. Glioma merupakan
salah satu jenis tumor yang terdapat di otak. Menurut Badan Kesehatan Sedunia
(World Health Organization/WHO) terdapat tiga jenis glioma yang dapat
dibedakan dari pemeriksaan histopatologis yaitu astrocytoma, oligendroglioma
dan mixed oligoastrocytoma. [13]
17
merupakan tumor yang paling sering dan mencakup lebih dari 50% tumor ganas
primer di otak. [17]
Astrocytoma memiliki beberapa karakteristik antara lain :
a. Dapat timbul pada berbagai lokasi di susunan saraf pusat (SSP), tetapi lebih
sering ditemukan pada hemisfer serebral,
b. Biasanya menimbulkan manifestasi pada usia dewasa,
c. Memberikan gambaran histopatologi dan perilaku biologi yang berbeda-beda,
d. Dapat mengadakan infiltrasi ke sekitarnya maupun ke tempat-tempat yang jauh
tanpa dipengaruhi oleh gambaran histopatologi,
e. Memiliki kecenderungan untuk progresif menjadi fenotip yang lebih ganas
seperti anaplastic astrocytoma dan glioblastoma.
Menurut WHO, ada 4 tipe astrositoma, yaitu:
1. Grade I atau pylocytic astrocytoma. Pada tahap ini, astrocytoma masih jinak
dan dapat disembuhkan.
2. Grade II atau low-grade (fibrillary) astrocytoma. Pada tahap ini, pertumbuhan
menjadi lambat dan hanya dapat bertahan hidup selama 4 tahun.
3. Grade III atau anaplatic. Pada tahap ini, menunjukkan peningkatan proliferasi
dan anaplasia serta hanya dapat bertahan hidup selama 18 bulan.
4. Grade IV atau glioblastoma multiform (GBM). Pada tahap ini, prevalensi
paling sering terjadi dan merupakan tumor otak primer yang ganas dengan
gejala-gejala seperti sakit kepala, mual dan muntah.
Astrocytoma mencakup tumor yang sangat bervariasi tergantung lokasinya
di SSP, berpotensi untuk tumbuh menjadi invasif, progresif dan menyebabkan
timbulnya berbagai gejala klinik. Oleh karena itu, sangat diperlukan untuk
melakukan deteksi secara dini agar dapat ditentukan pengobatan yang tepat. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mendiagnosis astrocytoma, salah
satunya adalah dengan metode imunohistokimia. Di dalam imunohistokimia ini
dapat digunakan 2 jenis tumor marker, yaitu bisa menggunakan GFAP (glial
fibrillary acidic protein) atau NFP (neurofilament protein). NFP adalah protein
filamen intermediet kelas 4 dimana mengandung 3 heteropolimeric polipeptida.
NFP dapat ditemukan hampir di semua neuron, tepatnya di bagian perikarion saat
belum terfosforilisasi dan di akson jika belum terfosforilisasi. NFAP dapat
18
membantu dalam penentuan dari sub kelompok khusus dari GBMs dan
memprediksi berapa lama pasien dapat bertahan hidup. Sedangkan GFAP adalah
filamen intermediet yang diekspresikan oleh beberapa sistem saraf pusat termasuk
sel glia. GFAP dan NFAP diekspresikan dalam berbagai jenis tumor glia dan
gliobastoma (GBMs) dengan pola differensiasi neuronal. [17]
(a) (b)
(c) (d)
Gambar: ekspresi NFAP dan GFAP di dalam astrocytoma (a) ekspresi NFAP
negatif, (b) ekspresi NFAP positif, (c) ekspresi GFAP positif, (d) ekspresi GFAP
negatif.
Endometrium
pascamenopause atau perimenopause dengan riwayat perdarahan pervaginam
yang abnormal. Dari mana pertumbuhan tumor berasal, apakah dari endometrium
atau endoserviks, sering menjadi masalah, sementara dalam aspek terapi ada
perbedaan penatalaksanaan antara kedua asal kanker tersebut. [18]
19
tindih dengan adenokarsinoma endoserviks. Hal itu mengakibatkan sangat sulit
membedakan antara kanker endometrium dengan kanker endoserviks, terutama
pada spesimen yang terbatas seperti biopsi dan kuretase endoserviks dan
endometrium dengan pewarnaan hematoksilin-eosin. Hasil yang diperoleh dari
prosedur tersebut memiliki beberapa kelemahan antara lain adanya kontaminasi
sel dari endometrium dengan sel dari endoserviks. Dengan tercampurnya
spesimen dari endoserviks dan endometrium dalam sediaan tersebut, kadang-
kadang pemeriksaan PA dengan pewarnaan hematoksilin-eosin saja tak mampu
membedakan asal dari tumor, apakah sel kanker tersebut berasal dari
endometrium yang menyebuk ke endoserviks atau sebaliknya. [18]
Pola dari imunohistokimia yang memungkinkan identifikasi asal jaringan
lebih akurat dibandingkan dengan pemeriksaan hematoksilin-eosin saja. Terdapat
beberapa pemeriksaan imunohistokimia untuk membedakan adenokarsinoma
endometrium dengan adenokarsinoma endoserviks, yakni vimentin. Sensitivitas
pewarnaan imunohistokimia vimentin sangat tinggi untuk mengenal jaringan
endometrium yaitu mencapai 97%. Pemeriksaan imunohistokimia vimentin yang
diyakini mampu mengenal jaringan kanker endometrium sekaligus membedakan
dari jaringan kanker endoserviks dapat dipakai sebagai prosedur diagnostik awal
dan menyederhanakan prosedur kuretase diagnostik. [18]
Vimentin adalah protein yang membentuk filamen intermediet dengan BM
57 kD yang merupakan bagian kerangka sel (sitoskeleton), dan ditemukan dalam
sel yang secara embrional berasal dari mesenkim dan diekspresikan oleh sel
epitel, termasuk sel epitel endometrium. Pemeriksaan imunohistokimia dengan
vimentin dapat membedakan kanker endometrium dari kanker endoserviks,
khususnya pada gambaran PA yang tumpang tindih. Hal ini disebabkan protein
filamen intermediet vimentin dapat mengendap baik pada epitel kelenjar
endometrium normal maupun yang neoplastik, namun tidak pada epitel kelenjar
endoserviks. Kemampuan vimentin untuk membedakan kanker endometrium dari
kanker endoserviks cukup tinggi. [18]
Dari uji korelasi terdapat hubungan antara persentase area vimentin
dengan stadium surgikal kanker endometrium. Semakin rendah persentase area
20
persentase area vimentin dengan derajat diferensiasi kanker endometrium.
Semakin rendah persentase area vimentin, maka semakin buruk derajat
diferensiasi sel kanker. [18]
Jaringan Endoserviks Penderita Kanker Serviks dengan Pewarnaan
Imonohistokimia Vimentin (Vimentin Negatif)
seluruh dunia. Identifikasi biomarker yang sensitif dan spesifik dari kanker
payudara dalam sirkulasi dan penentuan stadium berperan penting dalam
manajemen terapi. Sampai saat ini, berbagai macam tumor marker, telah diteliti
untuk mendeteksi sel kanker payudara akibat banyaknya kasus metastase, tetapi
banyak yang tidak spesifik karena tereksperesi pada kanker selain kanker
payudara. Karenanya, nilai diagnostiknya menjadi terbatas. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk mendeteksi keberadaan residu sel kanker ini, antara lain dengan
memanfaatkan reverse trancriptase PCM dengan bahan dasar epitel sel kanker
payudara, yang mengandung cytokeratin 19/CK 19. [19]
21
2.4.4 Ekspresi Cytokeratin 19 pada Kanker Paru-Paru
Pada kanker paru (epidemoid ca dan adeno ca), terjadi poliferasi sel tidak
terkendali sehingga produksi cytokeratin juga meningkat untuk pembentukan
kerangka sel yang mengakibatkan ekspresinya meningkat dan beberapa fragmen
dapat dilepaskan oleh sel yang hancur atau tumor yang nekrosis. Ekspresi
cytokeratin spesifik untuk jaringan yang berbeda, seperti percabangan bronkus
dan ekspresinya meningkat pada kanker paru-paru. Hanya saja ekspresi
cytokeratin 19 pada epidemoid ca dan adeno ca berbeda dimana ekspresi nya lebih
tinggi pada epidemoid ca. Hal itu disebabkan karena pada epidemoid ca, terjadi
peningkatan produksi keratin. Sedangkan pada adeno ca, srukturnya berupa
kelenjar dan memroduksi lebih banyak mukus. Antara pasien normal dan pasien
resiko tinggi, tidak terdapat perbedaan ekspresi cytokeratin 19 yang bermakna, hal
ini disebabkan karena para penderita resiko tinggi belum didapatkan adanya sel
kanker. Akan tetapi, rata-rata sel yang terwarnai lebih banyak pada penderita
resiko tinggi yang menunjukkan kecenderungan peningkatan dari ekspresi
cytokeratin 19. Untuk mendeteksi ekspresi cytokeratin 19 dalam sel kanker paru-
paru digunakan metode imunohistokimia. [20]
(a) (b)
22
Gambar: (a) ekspresi Cytokeratin 19 pada sel normal (b) ekspresi Cytokeratin 19
pada sel adeno carcinoma.
Berdasarkan pembacaan dengan melihat warna yang timbul, maka secara
subyektif terdapat 3 kualitas warna yaitu coklat muda (+1), coklat (+2), coklat
gelap (+3). Warna coklat (+2) dan coklat gelap (+3) didapatkan pada sel Adeno
Carsinoma dan Epidermoiad Carsinoma. Sedangkan coklat muda (+1) terdapat
pada penderita normal dan resiko tinggi.
23
sel, yang berperan sebagai pergerakan sel (cell movement), pembelahan sel,
pengaturan arsitektural organel berikut mobilitasnya dalam sitosol, dan proses
pembentukan mRNA dan komponen seluler lainnya. Terdapat tiga jenis
sitoskeleton, yakni mikrofilamen, filamen intermediet, dan mikrotubulus.
Pada kanker, sel akan kehilangan penampakan normalnya dan asal
histologisnya tidak dapat diidentifikasi dari struktur morfologinya.. Diagnosis dini
dapat dilakukan, mengidentifikasi filamen intermediet yang menyusun sel. Salah
satu golongan dari keratin dapat dimanfaatkan sebagai biomarker dalam kanker
payudara dan kanker paru-paru, yaitu keratin 19. Selain itu, filamen intermediet
golongan vimentin untuk diagnosis kanker endometrium, dan GFAP dan NFP
pada astrocytoma.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Antika W. Scribd. Sejarah Perkembangan Sel, Konsep Sel dan Cara
Mempelajari Sel. Tersedia di: http://www.scribd.com. Diakses
tanggal: 25 November 2016
[2] Farajallah A. 2011. Sistem Sitoskeleton. Departemen Biologi FMIPA IPB.
Tersedia di: http://achmad.staff.ipb.ac.id. Diakses tanggal: 25
November 2016
[3] Harahap A. 2010. Kanker. Universitas Sumatera Utara. Tersedia di:
http://repsitory.usu.ac.id. Diakses tanggal: 27 November 2016
[4] Anthony L. Histologi Dasar Janqueira Teks dan Atlas. Edisi ke-12
[5] Departemen Kesehatan. Sistuasi Penyakit Kanker. Tersedia di:
http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal: 30 November 2016
[6] LP Gartner, JL Hiatt. Buku Ajar Berwarna Histologi. Edisi ketiga. IAS
Suryono, L Damayanti, S Wonodirekso, penerjemah. Jakarta :
Elsevier, 2014. hal 42-43.
[7] https://en.wikipedia.org
[8] Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Janqueira edisi 12. hal 42.
[9] (Guo, 2007). O’Callaghan (1991)
[10] http://repository.usu.ac.id/
[11] Pengaturan Genetik Sintesis Protein, Fungsi Sel, dan Reproduksi Sel. Dalam:
Arthur C Guyton, Jhon E.Hall.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
ke-11. Philadelphia:Elsevier. 2006.
distinguishes classic from variant small-cell lung cancer cell lines. [Diakses pada
4 Desember 2016]. Tersedia di:
http://www.pnas.org/content/82/13/4409.full.pdf
[13] Wochenschr, Klin. Diagnostic value of intermediate filament antibodies in
clinical cytology. [Diakses pada 4 Desember 2016]. Tersedia di :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6368959
[14] Freeman, W.H. Molecular Cell Biology. 4th edition. [Diakses 4 Desember
2016]. Tersedia di : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK21560/
Penanda Asal Jaringan Kanker Endometrium.
[16] Amru S, Kampono N. The Role of Vimentin Immunohistochemistry
Examination as Tissue Origin Marker of Endometrial Cancer [Diakses
pada tanggal 5 Desember 2016] Tersedia di:
isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/search.html?act=tampil&id=146021&idc
=24
No.3. Medan: J Kedokter Trisakti. Diakses di www.univmed.org/wp-
content/uploads/2011/02/Japardi.pdf
Imunohistokimia Vimentin sebagai Penanda Asal Jaringan Kanker
Endometrium. Volum: 56, Nomor: 2. Jakarta: IDI. Diakses di
http://mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_dl&smod=mki&s
p=public&key=ODUtMTQ=
[19] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37087/4/chapter%20l.pdf
[20] Putra, N.Putu P, N. Sri Muktiati, K Mukyartha. Ekspresi Sitokeratin 19 dari
Bilasan Bronkus Penderita Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel
Kecil dan Penerita Resiko Tinggi Kanker Paru dengan Metode
Imunohistokimia.