peran audit internal dalam investigasi kecurangan

Upload: yulian-adi-saputra

Post on 12-Jul-2015

135 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Peran Audit Internal dalam Investigasi Kecurangan Byauditorinternal 08/05/2010Posted in: Artikel, Kecurangan, Practice Guide 'Jika Anda meng-ire saya untuk menangkap fraudster, ada kemungkinan Anda telah salah orang, demikian kisah seorang tokoh audit internal Indonesia menceritakan interview dalam rekrutmen auditor internal yang pernah dialaminya. Demikianlah kenyataannya. Banyak pihak mempersepsi aktivitas audit internal adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menangkap pelaku kecurangan (fraud). Padahal, auditor internal tidak lah sama dengan investigator ataupun fraud examiner. Lantas, bagaimana sesungguhnya peran Aktivitas Audit Internal dalam investigasi kecurangan yang perlu dilakukan oleh organisasi? Memang, banyak di dalam standar audit internal terakhir yang menghubungkan audit internal dengan kecurangan. Di dalam Standard 1200: Proficiency and Due Professional Care, misalnya, auditor internal harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengevaluasi risiko terjadinya kecurangan serta mengevaluasi apa yang telah dilakukan organisasi untuk mitigasinya. Hal senada juga diatur dalam standard 2060: Reporting to Senior Management and te Board, Standard 2120: Risk Management, atau Standard 2210: Engagement Obfectives. Namun, sebagaimana ditegaskan dalam Standard 1200 tersebut, pengetahuan yang dibutuhkan dimaksud tidak dipersyaratkan pada tingkatan sebagaimana pengetahuan dan keahlian seseorang atau pihak yang tanggung jawab utamanya memang mendeteksi dan menginvestigasi kecurangan. Sesuai dengan practice guide 'Internal Auditing and Fraud yang dikeluarkan oleh IIA Desember 2009 lalu, peran Aktivitas Audit Internal dalam investigasi tidaklah kaku dan tidak tunggal. Menurut IIA, Aktivitas Audit Internal dimungkinkan untuk memikul tanggung jawab utama investigasi kecurangan. Selain itu, Aktivitas Audit Internal dapat juga bertindak sekadar sebagai penyedia sumber daya untuk investigasi, atau sebaliknya, dapat juga tidak dilibatkan dalam investigasi. Aktivitas Audit Internal dapat tidak terlibat dalam investigasi di antaranya karena harus bertanggung jawab untuk menilai eIektivitas investigasi. Sebab lainnya adalah karena tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk terlibat dalam investigasi. Apapun pilihannya, pertama sekali pilihan peran tersebut perlu dideIinisikan lebih dahulu di dalam piagam audit internal, kebijakan, serta prosedur terkait dengan kecurangan yang ditetapkan di dalam perusahaan.Peran-peran yang berbeda tersebut dapat diterima sepanjang dampak dari pilihan-pilihan peran tersebut terhadap independensi aktivitas audit internal disadari dan ditangani dengan tepat. Dalam hal Aktivitas Audit Internal diberikan peran utama untuk bertanggung jawab dalam investigasi kecurangan, maka harus dipastikan bahwa tim yang bertugas untuk itu memiliki keahlian yang cukup mengenai skema-skema kecurangan, teknik investigasi, ketentuan perundang-undangan dan hukum yang berlaku, serta pengetahuan dan keahlian lain yang dibutuhkan dalam investigasi. Tenaga staI yang diperlukan dapat diperoleh dari dalam (in-ouse), outsourcing, atau kombinasi dari keduanya. Dalam beberapa kasus, audit internal juga dapat menggunakan staI nonaudit dari unit lain di dalam organisasi untuk membantu penugasan. Hal ini sering terjadi bila keahlian yang diperlukan beragam dan tim harus dibentuk dengan segera. Dalam hal organisasi membutuhkan ahli eksternal, CAE perlu menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi lembaga penyedia sumber daya eksternal terutama dalam hal kompetensi dan ketersediaan sumber daya. Dalam hal di mana tanggung jawab utama untuk Iungsi investigasi tidak ditugaskan kepada Aktivitas Audit Internal, Aktivitas Audit Internal masih dapat diminta untuk membantu penugasan investigasi dalam mengumpulkan inIormasi dan membuat rekomendasi untuk perbaikan pengendalian internal. agaimana Membedakan Auditor Internal dan Eksternal? 8yauditorinternal 20/03/2010osted |n ArLlkel 8ack Lo 8aslc Dalam diskusi sebuah Iorum, saya mendapati perdebatan antara beberapa orang seputar proIesi auditor internal. Sepertinya mereka tidak berproIesi sebagai auditor internal; terlihat dari cara mereka memandang proIesi ini secara beragam, yang tentu saja sulit bila harus ditakar dengan IPPF. Pada kesempatan lain, saya mengevaluasi keywords yang digunakan para pengunjung yang mendarat di blog auditor ini. Sebagiannya menunjukkan bahwa mereka bukanlah internal-auditing savvy alias awam audit internal. Oleh karena itu, sepertinya proIesi ini membutuhkan advokasi yang lebih keras dari setiap auditor internal untuk mengenalkan proIesi ini dengan lebih baik ke tengah-tengah masyarakat. Salah satu pertanyaan awam yang sering dilontarkan adalah: 'Apakah sebetulnya perbedaan antara auditor internal dengan auditor eksternal?*). Tulisan ini ingin menjawab pertanyaan tersebut. Dan buat Anda para auditor internal, walaupun hal ini tentu sudah bukan merupakan barang asing lagi, bolehlah dianggap sebagai penyegaran. Dalam beberapa hal, auditor internal dan auditor eksternal memiliki kesamaan. Keduanya merupakan proIesi yang memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta memiliki kepentingan bersama dalam hal eIektivitas pengendalian internal keuangan. Keduanya diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi proIesionalitas, keduanya juga memiliki kode etik dan standar proIesional yang ditetapkan oleh institusi proIesional masing-masing yang harus dipatuhi, serta sikap mental objektiI dan posisi independen dari kegiatan yang mereka audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut,audit internal dan audit eksternal adalah dua Iungsi yang memiliki banyak pula perbedaan. Perbedaan Misi Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan opini atas kewajaran pelaporan keuangan organisasi, terutama dalam penyajian posisi keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode. Mereka juga menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten dari periode ke periode, dan seterusnya. Opini ini akan digunakan para pengguna laporan keuangan, baik di dalam organisasi terlebih di luar organisasi, antara lain untuk melihat seberapa besar tingkat reliabilitas laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi tersebut. Sementara itu, tanggung jawab utama auditor internal tidak terbatas pada pengendalian internal berkaitan dengan tujuan reliabilitas pelaporan keuangan saja, namun juga melakukan evaluasi desain dan implementasi pengendalian internal, manajemen risiko, dan governance dalam pemastian pencapaian tujuan organisasi. Selain tujuan pelaporan keuangan, auditor internal juga mengevaluasi eIektivitas dan eIisiensi serta kepatuhan aktivitas organisasi terhadap ketentuan perundang-undangan dan kontrak, termasuk ketentuan-ketentuan internal organisasi. Perbedaan UrganisasionalAuditor Internal merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien utama mereka adalah manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris, termasuk komite-komite yang ada. Biasanya auditor internal merupakan karyawan organisasi yang berasngkutan. Meskipun dalam perkembangannya pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan outsourcing atau co-sourcing internal auditor, namun sekurang-kurangnya penanggung jawab aktivitas audit internal (CAE) tetaplah bagian integral dari organisasi. Sebaliknya, auditor eksternal merupakan pihak ketiga alias bukan bagian dari organisasi. Mereka melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang diatur dengan ketentuan perundang-udangan maupun standar proIesional yang berlaku untuk auditor eksternal. Perbedaan Pemberlakuan Secara umum, Iungsi audit internal tidak wajib bagi organisasi. Namun demikian untuk perusahaan yang bergerak di industri tertentu, seperti perbankan, dan juga perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa EIek Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Sementara itu, pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit eksternal lebih luas dibandingkan audit internal. Perusahaan-perusahaan yang listing, badan-badan sosial, hingga partai politik dalam keadaan-keadaan tertentu diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan untuk dilakukan audit eksternal, Perbedaan Fokus dan Urientasi Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejaidan-kejadian yang diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki dampak positiI (peluang) maupun dampak negatiI (risiko), serta bagaimana organisasi bersiap terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan auditor eksternal terutama berIokus pada akurasi dan bisa dipahaminya kejadian-kejadian historis sebagaimana tereIleksikan pada laporan keuangan organisasi. Perbedaan Kualifikasi KualiIikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal tidak harus seorang akuntan, namun juga teknisi, personil marketing, insinyur produksi, serta personil yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lainnya tentang operasi organisasi sehingga memenuhi syarat untuk melakukan audit internal. Auditor Eksternal harus memiliki kualiIikasi akuntan yang mampu memahami dan menilai risiko terjadinya errors dan irregularities, mendesain audit untuk memberikan keyakinan memadai dalam mendeteksi kesalahan material, serta melaporkan temuan tersebut. Pada kebanyakan negara, termasuk di Indonesia, auditor perusahaan publik harus menjadi anggota badan proIesional akuntan yang diakui oleh ketentuan perundang-undangan. Perbedaan ZY Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara berkelanjutan, sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara periodik/tahunan. Note. Auditor eksternal dalam tulisan ini adala audit keuangan ole akuntan publik. Mengukur Kinerja Audit Internal Byauditorinternal 31/01/2010Posted in: Artikel, Manajemen Audit Internal, Practice Advisories, Tools & Teknik Siapa mengawasi pengawas? Ini sebuah pertanyaan berputar dilematis yang barangkali tidak mudah berakhir. Sebagai lembaga pengawas` di suatu organisasi, audit internal tidak luput dari pertanyaan tersebut. Siapa yang mengaudit aktivitas audit internal Anda? Self-assessment review? Atau, ada pihak independen yang disewa untuk mengevaluasi kinerja aktivitas audit internal Anda? Atau, malah aktivitas audit internal Anda tak tersentuh`, terhindar dari pertanyaan di atas? Sesuai rumpun standar 1300, Aktivitas Audit Internal harus menerapkan program pemastian kualitas dan peningkatan (QAIP - Quality Assurance and Improvement Program). Secara umum program tersebut dilakukan untuk memastikan beberapa hal pokok, yaitu: 1. Kesesuaian aktivitas audit internal dengan kode etik, deIinisi, dan standar audit internal yang berlaku umum 2. EIisiensi dan eIektivitas aktivitas audit internal 3. MengidentiIikasi peluang-peluang untuk perbaikan dan peningkatan Di dalam standar QAIP tersebut juga diatur bagaimana dan siapa yang melakukan penilaian terhadap Aktivitas Audit Internal. Program tersebut dilakukan melalui review internal dan review eksternal. Review internal dilakukan secara terus menerus sebagai bagian yang terintegrasi dengan proses manajemen Aktivitas Audit Internal. Selain itu review internal juga dilakukan secara berkala, baik oleh personil di dalam Aktivitas Audit Internal sendiri atau personil lainnya di dalam organisasi yang menguasai kerangka proIesional praktik audit internal. Sedangkan review eksternal dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam lima tahun oleh pihak-pihak independen di luar organisasi dengan kompetensi dan prosedur yang diatur oleh kerangka proIesional praktik audit internal. Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana mengukur hal-hal tersebut. Mengukur kesesuaian dengan dengan kode etik, deIinisi, dan standar audit internal relatiI lebih mudah dilakukan dengan membandingkan aktivitas audit internal terhadap kode etik, deIinisi, dan standar audit internal yang telah diterbitkan oleh Te Institute of Internal Auditors. Sedangkan untuk mengukur eIisiensi dan eIektivitas operasional terlebih dahulu diperlukan penentuan kerangka pengukuran kinerja audit internal. Untuk menetapkan ukuran kinerja yang eIektiI, Kepala EksekutiI Audit harus terlebih dahulu mengidentiIikasi aspek-aspek dalam kinerja audit internal yang kritikal. Salah satu cara yang sering digunakan di antaranya adalah kerangka yang diadaptasi dari pemikiran Kaplan dan Norton, Balanced Scorecard, yang menyarankan aspek pengukuran kinerja audit internal ke dalam perspektiI: 1. Inovasi dan pembelajaran, untuk menjawab pertanyaan apakah audit internal mampu berkelanjutan dan menciptakan value. 2. Proses Audit Internal, untuk menjawab pertanyaan pada bidang apa audit internal memiliki keahlian. 3. Manajemen/:/9ee, adaptasi perspektiI pelanggan, yaitu untuk menjawab pertanyaan bagaimana customer memandang audit internal. 4. oard/Komite Audit, adaptasi dari perspektiI keuangan, untuk menjawab pertanyaan bagaimana audit internal memandang stakeolders. Ke empat perspektiI tersebut saling berhubungan dalam hubungan sebab akibat dari bawah ke atas. Inovasi dan pembelajaran merupakan proses terus menerus di dalam aktivitas audit internal yang memungkinkan aktivitas audit internal bisa menjalankan proses audit internal dengan semakin baik dari hari ke hari. Dengan proses audit internal yang semakin baik, diharapkan kepuasan manajemen/auditee juga akan semakin meningkat. Dan pada akhirnya manajemen puncak sebagai pengemban utama misi organisasi juga akan merasakan kepuasan yang semakin meningkat atas layanan aktivitas audit internal. Dengan menggunakan kerangka seperti ini, bila alur tersebut dibalik secara top-down, juga akan tampak garis merah bagaimana visi dan misi organisasi harus diterjemahkan ke dalam strategi operasional oleh manajemen. Selanjutnya strategi organisasi tersebut harus didukung oleh strategi aktivitas audit internal. Untuk mendukung strategi aktivitas audit internal dalam mendukung pencapaian misi organisasi tersebut, maka proses internal di dalam aktivitas audit internal harus senantiasa ditingkatkan dengan memberdayakan sumber daya dengan pembelajaran terus menerus dan selalu mencari inovasi baru. Dengan demikian akan tampak alignment antara misi perusahaan hingga ke sumber daya aktivitas audit internal. Selanjutnya keempat perspektiI tersebut diturunkan lagi dalam indikator-indikator kinerja kunci (KPI - Key Performance Indicators) yang contoh-contohnya dapat dilihat sebagaimana gambar berikut ini: Sebagaimana terlihat pada contoh di atas, tidak semua indikator bisa dengan mudah dibuat dalam pengukuran kuantitatiI. Jumlah jam training, persentase realisasi penugasan, jumlah temuan berulang, persentase rekomendasi yang diiplementasikan, dan semacamnya merupakan indikator yang mudah diukur. Namun indikator yang menunjukkan tingkat persepsi yang bersiIat kualitatiI seperti kepuasan manajemen/auditee dan Komite Audit, memerlukan teknik lebih lanjut agar dapat diukur dan diperbandingkan dari waktu-waktu. Teknik yang sering digunakan misalnya dengan skala ordinal dan atau statistik nonparametrik. Tentu saja, tidak ada satu alat ukur yang akan berlaku sama untuk setiap organisasi. Aktivitas audit internal di satu organisasi dapat berbeda dengan organisasi yang lain dalam struktur, proses, ukuran, jumlah staI, tools dan teknik yang digunakan, budaya organisasi, dan lain-lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menyebabkan satu indikator bisa berlaku di satu organisasi namun tidak bisa berlaku di organisasi yang lain. Namun, betapapun bervariasinya aktivitas audit internal dan teknik yang digunakan, pengukuran kinerja di mana-mana satu pada tujuan yaitu peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas ditunjukkan dengan kesesuaian operasional aktivitas audit internal terhadap kerangka praktik proIesi, berjalan secara eIektiI dan eIisien, serta senantiasa mengarah ke perbaikan dan peningkatan dalam mendukung pencapaian misi organisasi. Bagaimana dengan pengukuran di organisasi Anda sendiri? ReIerensi: Kode Etik Auditor Internal 8yauditorinternal 19/01/2010osted |n 99 kode LLlk ^Z_\ Auditor internal diharapkan menerapkan dan menegakkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Integritas Integritas auditor internal membangun kepercayaan dan dengan demikian memberikan dasar untuk landasan penilaian mereka. 2 Objektivitas Auditor internal menunjukkan objektivitas proIesional tingkat tertinggi dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan inIormasi tentang kegiatan atau proses yang sedang diperiksa. Auditor internal membuat penilaian yang seimbang dari semua keadaan yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan mereka sendiri atau pun orang lain dalam membuat penilaian 3 Kerahasiaan Auditor internal menghormati nilai dan kepemilikan inIormasi yang mereka terima dan tidak mengungkapkan inIormasi tanpa izin kecuali ada ketentuan perundang-undangan atau kewajiban proIesional untuk melakukannya. 4 Kompetensi Auditor internal menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan dalam pelaksanaan layanan audit internal. turan Perilaku Integritas Auditor Internal: 1.1. Harus melakukan pekerjaan mereka dengan kejujuran, ketekunan, dan tanggung jawab. 1.2. Harus mentaati hukum dan membuat pengungkapan yang diharuskan oleh ketentuan perundang-undangan dan proIesi. 1.3. Sadar tidak boleh terlibat dalam aktivitas ilegal apapun, atau terlibat dalam tindakan yang memalukan untuk proIesi audit internal atau pun organisasi. 1.4. Harus menghormati dan berkontribusi pada tujuan yang sah dan etis dari organisasi. 2 Objektivitas Auditor Internal: 2.1. Tidak akan berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan apapun yang dapat mengganggu, atau dianggap dianggap mengganggu, ketidakbiasan penilaian mereka. Partisipasi ini meliputi kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin bertentangan dengan kepentingan organisasi. 2.2. Tidak akan menerima apa pun yang dapat mengganggu, atau dianggap dianggap mengganggu, proIesionalitas penilaian mereka. 2.3. Harus mengungkapkan semua Iakta material yang mereka ketahui yang, jika tidak diungkapkan, dapat mengganggu pelaporan kegiatan yang sedang diperiksa. 3 Kerahasiaan Auditor Internal: 3.1. Harus berhati-hati dalam penggunaan dan perlindungan inIormasi yang diperoleh dalam tugas mereka. 3.2. Tidak akan menggunakan inIormasi untuk keuntungan pribadi atau yang dengan cara apapun akan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan atau merugikan tujuan yang sah dan etis dari organisasi. 4 KompetensiAuditor Internal: 4.1. Hanya akan memberikan layanan sepanjang mereka memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan. 4.2. Harus melakukan audit internal sesuai dengan Standar Internasional Praktik ProIesional Audit Internal. 4.3. Akan terus-menerus meningkatkan kemampuan dan eIektivitas serta kualitas layanan mereka. Versi bahasa Inggris. Menghitung Kompetensi sang Auditor Internal Byauditorinternal 23/02/2010Posted in: Artikel, IPPF, Manajemen Audit Internal Pada masa yang lalu stigma buruk pernah melekat pada aktivitas audit internal di negeri kita. Tempat buangan, lahan parkir,atau tempat hukuman adalah istilah yang sering disematkan bagi satuan kerja audit internal. Lepas dari sikap pihak-pihak eksternal audit internal yang tidak memperlakukan audit internal sebagaimana mestinya, salah satu hal yang memiliki andil memperkuat stigma tersebut adalah buruknya kondisi internal audit internal, terlebih mengenai kompetensi sang auditor internal. Dalam lingkungan yang berubah, di mana dalam banyak ketentuan perundang-undangan dan regulasi serta kebutuhan yang ada telah mendorong suasana yang semakin kondusiI bagi audit internal, tidak ada alasan lagi bagi kelanggengan stigma tersebut apabila dari kalangan internal proIesi auditor internal mau membenahi masalah kompetensi ini. Dalam standar audit internal butir 1210 mengenai proficiency dinyatakan bahwa ~Auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Aktivitas Audit Internal secara kolektiI harus memiliki atau mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Pertanyaannya adalah: pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi apa saja kah yang harus dimiliki oleh seorang auditor internal dan secara kolektiI harus dimiliki oleh Aktivitas Audit Internal? KERANGKA Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, The Institute oI Internal Auditor (IIA) telah, dan terus mengembangkan, n9ernal :/9or Compe9ency Framework. Kerangka ini disusun oleh para ahli dan sukarelawan berdasarkan survey dan bencmarking praktik audit internal secara global, untuk menguraikan tingkat minimum pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang diperlukan auditor internal dan aktivitas audit internal agar dapat secara eIektiI melaksanakan tanggung jawab proIesionalnya. Kerangka ini dibagi dalam empat bidang, yaitu: O Keahlian Antarpersonal (Interpersonal Skills) O Peralatan dan Teknik (Tools and Tecniques) O Standar, Teori, dan Metodologi Audit Internal O Area-area pengetahuan (Knowledge Areas) Keempat bidang di atas bersiIat generik untuk semua industri. Dalam masa-masa mendatang bukan tidak mungkin The IIA akan mengembangkan kompetensi berdasarkan industri secara spesiIik. Keahlian Antarpersonal Keahlian antarpersonal adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan orang lain secara eIektiI. Dalam bidang keahlian ini seorang auditor internal dipersyaratkan antara lain mampu membuat pengaruh dan memanIaatkan taktik persuasi, menyampaikan pesan dengan jelas dan meyakinkan, serta mau mendengarkan. Selain itu, dia juga harus mampu melakukan Iungsi manajemen seperti mengembangkan kebijakan dan prosedur, staffing, perencanaan, penetapan prioritas, mengelola kinerja, dan juga Iokus pada customer. Selanjutnya seorang auditor internal juga harus mampu mengelola waktu, menginspirasi orang lain, menjadi katalis perubahan, berkolaborasi dan kooperasi, mengelola konIlik, serta menciptakan sinergi kelompok. Peralatan dan Teknik Peralatan dan teknik bagi auditor internal ibarat senapan bagi seorang tentara. Dalam hal-hal teknis seorang auditor internal diharapkan mampu menggunakan alat-alat riset operasional dan manajemen, teknik forecasting, manajemen projek, analisis proses bisnis, Balance Scorecard, teknik penilaian risiko, pengendalian, dan governance,teknik pengumpulan data dan teknik analisis (sampling, ekstraksi/pengumpulan data, data mining, korelasi, analisis tren, wawancara, kuesioner, cecklist), alat dan teknik pemecahan masalah, serta teknik audit berbantuan komputer (TABK) bila diperlukan. $tandar, Teori, dan Metodologi Audit Internal Sebagai kompetensi inti seorang auditor internal wajib memahami deIinisi audit internal, kode etik, standar atribut dan standar kinerja yang diatur dalam standar internasional audit internal. Standar atribut meliputi antara lain maksud, wewenang, dan tanggung jawab audit internal, independensi, keahlian, due professional care, pendidikan berkelanjutan, serta quality assurance. Sedangkan standar kinerja meliputi antara lain manajemen audit internal, seperti: perencanaan, manajemen sumber daya, kebijakan dan prosedur, koordinasi, dan pelaporan kegiatan. Dalam standar kinerja juga diatur mengenai perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan tindak lanjut penugasan. Area-area Pengetahuan Area pengetahuan adalah bidang-bidang pengetahuan yang harus dikuasai auditor internal karena sangat berhubungan dengan nature lingkup kerja auditor internal, antara lain: akuntansi keuangan dan manajemen keuangan, akuntansi manajerial,hukum dan ketentuan perundang-undangan, hukum, ekonomi, kualitas, etika dan kecurangan teknologi inIormasi, serta teori dan perilaku organisasi. PENILAIAN Di dalam IA Competency framework tersebut masing-masing kompetensi dibedakan untuk tingkatan Kepala EksekutiI Audit (CAE), direktur, manajer audit, Supervisor, auditor staI senior, dan auditor staI junior (yang memiliki pengalaman di bawah 1 tahun). Pembedaan kompetensi dilambangkan dalam skala 1 sampai dengan 4, di mana penjelasannya adalah sebagai berikut: O 1 Sekedar pengenalan (awareness) O 2 Kompetensi dan pengetahuan dasar dengan dukungan dari orang lain O 3 Kompeten secara independen dalam situasi yang rutin O 4 Kompeten secara independen dalam situasi yang unik dan kompleks Sebagai contoh penerapan dapat di lihat pada tabel berikut: Pada contoh sebagaimana terlihat pada tabel di atas, salah satu kompetensi dalam keahlian antarpersonal adalah menggunakan persuasi, di mana seorang CAE dituntut memenuhi skala 4, yang berarti bahwa dia harus mampu menggunakan teknik persuasi tersebut dalam situasi yang paling unit atau kompleks sekali pun. Persyaratan yang berbeda dipersayaratkan secara gradual hingga ke tingkatan auditor staI junior, di mana dia hanya dipersyaratkan pada skala 1 atau sekedar aware terhadap teknik tersebut. Dalam contoh terkait peralatan dan teknik, hampir semua dipersyaratkan pada skala 2, yang berarti bahwa setiap auditor internal pada setiap tingkatan sudah dinilai cukup bila memahami konsep dasar teknik stokastik, dan dalam penerapannya dapat meminta bantuan ahli. Sedangkan pada contoh kompetensi terkait standar dan metodologi audit internal, hampir semua dipersyaratkan pada skala 4 atau 3, yang berarti bahwa setiap auditor pada setiap tingkatan dituntut untuk memahami betul penentuan lingkup penugasan konsultasi. KE$IMPULAN Setiap kita, auditor internal, dapat menilai kompetensi diri kita masing-masing dengan bantuan competency framework dari The IIA di atas. Segera download Iramework di sini atau di sini utk XL Iile. Silakan nilai dengan jujur skala kompetensi kita sesuai dengan kriteria penilaian, kemudian bandingkan dengan skala ideal yang diharapkan untuk posisi/tingkatan yang sesuai dengan posisi kita. Jadi, apakah Anda auditor internal yang kompeten? ReIerensi (diakses pada tanggal 22 Februari 2010): Manajemen $umber Daya Byauditorinternal 10/11/2010Posted in: Manajemen Audit Internal, Practice Advisories, Standar Kinerja Sesuai dengan Standar 2030 mengenai manajemen sumber daya, Kepala EksekutiI Audit (CAE) harus memastikan bahwa sumber daya audit internal adalah tepat, cukup, dan secara eIektiI dikerahkan untuk mencapai rencana yang telah disetujui. Tepat` mengacu pada gabungan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan rencana. Cukup` mengacu pada kuantitas sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai rencana tersebut.Sedangkan sumber daya dikerahkan secara efektif apabila digunakan dalam cara yang mengoptimalkan pencapaian rencana yang telah disetujui. Selanjutnya IIA memberikan rincian pedoman praktik sebagai berikut: 1. CAE harus memastikan kecukupan dan mengelola sumber daya audit internal sedemikian rupa sehingga bisa menjamin pemenuhan tanggung jawab audit internal, sebagaimana tercantum dalam piagam audit internal secara eIektiI. Di dalamnya termasuk tanggung jawab CAE untuk mengomunikasikan kebutuhan sumber daya dan pelaporan statusnya kepada manajemen senior dan Dewan. Sumber daya audit internal di sini mencakup antara lain karyawan, penyedia layanan eksternal, dukungan keuangan, serta teknik audit berbasis teknologi. Namun demikian, penanggung jawab puncak mengenai kecukupan sumber daya audit internal ini berada di pundak manajemen senior dan Dewan; dan CAE harus membantu mereka dalam melaksanakan tanggung jawab ini. 2. Keahlian, kemampuan, dan pengetahuan teknis dari staI audit internal harus sesuai dengan kegiatan yang direncanakan. CAE perlu melakukan penilaian dan menginventarisasi keahlian secara berkala untuk memastikan keahlian khusus apa yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan audit internal. Penilaian keahlian didasarkan pada, dan dengan mempertimbangkan, berbagai kebutuhan yang teridentiIikasi pada saat penilaian risiko dan perencanaan audit. Termasuk di dalamnya adalah penilaian akan pengetahuan teknis, keterampilan bahasa, kecerdasan bisnis, kompetensi mendeteksi dan mencegah kecurangan, serta keahlian akuntansi dan audit. 3. Sumber daya audit internal harus memadai untuk melaksanakan kegiatan audit dengan keluasan dan kedalaman serta ketepatwaktuan yang diharapkan oleh manajemen senior dan Dewan, sebagaimana tercantum dalam piagam audit internal. Pertimbangan perencanaan sumber daya mencakup pula semesta audit, tingkat risiko yang relevan, rencana audit internal, ekspektasi cakupan audit, dan perkiraan kegiatan lain yang tak terduga. 4. CAEharus memastikan bahwa sumber daya dikerahkan secara eIektiI. Di antaranya adalah dengan menugaskan auditor yang kompeten dan berkualitas untuk tugas tertentu. Juga dengan mengembangkan pendekatan sumber daya dan struktur organisasi yang tepat untuk organisasi dengan struktur bisnis, proIil risiko, dan geograIis organisasi yang tersebar. 5. Dari sudut pandang pengelolaan sumber daya secara keseluruhan, CAE mempertimbangkan rencana regenerasi, program evaluasi dan pengembangan staI, serta kedisiplinan sumber daya manusia. CAE juga harus memperhatikan apakah keahlian yang dibutuhkan tersedia dari dalam aktivitas audit internal itu sendiri, ataukah tidak. Pendekatan-pendekatan lain untuk mengatasi kebutuhan sumber daya di antaranya dengan menggunakan jasa penyedia layanan eksternal, karyawan dari departemen lain di dalam organisasi, atau konsultan dengan keahlian khusus. 6. Karena siIat sumber daya yang sangat penting, CAE perlu memelihara komunikasi dan dialog terus-menerus dengan manajemen senior dan Dewan untuk memastikan kecukupannya. Secara berkala CAE perlu menyajikan ringkasan status dan kecukupan sumber daya untuk manajemen senior dan Dewan. Oleh karena itu, CAE perlu mengembangkan tujuan, sasaran dan pengukuran-pengukuran yang tepat untuk memantau kecukupan keseluruhan sumber daya. Hal ini antara lain dilakukan dengan membuat perbandingan sumber daya dengan rencana audit internal, dampak dari kekurangan atau kekosongan sumber daya terhadap rencana, kegiatan pendidikan dan pelatihan, dan perubahan kebutuhan keahlian tertentu karena adanya perubahan bisnis organisasi, operasi, program, sistem, pengendalian, dan sebagainya. Menggunakan Proses Manajemen Risiko dalam Perencanaan Audit Internal ( Byauditorinternal 27/10/2010Posted in: Practice Advisories, Standar Kinerja Dalam standar 2010 tentang Perencanaan, CAE harus menetapkan rencana berbasis risiko untuk menentukan prioritas Aktivitas Audit Internal, yang konsisten selaras dengan tujuan organisasi. Dengan demikian tidak terhindarkan bagi Aktivitas Audit Internal untuk menggunakan proses manajemen risiko yang ada di dalam organisasi sebagai bagian dari proses perencanaan tersebut. Penggunaan proses yang ada sangat penting karena akan mendorong cara pandang dan bahasa yang sama antara Aktivitas Audit Internal dan unit lain di dalam organisasi terhadap risiko dan proses manajemen risiko. Penggunaan manajemen risiko dalam perencanaan ini diberikan pedoman lebih lanjut oleh IIA sebagai berikut: 1. Manajemen risiko adalah bagian penting dalam penerapan tata kelola yang sehat yang menyentuh seluruh kegiatan organisasi. Banyak organisasi yang tergerak untuk mengadopsi pendekatan manajemen risiko yang konsisten dan holistik, yangterintegrasi sepenuhnya ke dalam manajemen organisasi. Ini berlaku di semua tingkatan organisasi, baik tingkat organisasi keseluruhan, Iungsi, atau unit bisnis. Manajemen biasanya menggunakan kerangka kerja manajemen risiko tertentu untuk melakukan penilaian dan mendokumentasikan hasil penilaian. 2. Suatu proses manajemen risiko yang eIektiI dapat membantu dalam mengidentiIikasi pengendalian utama yang terkait dengan risiko melekat (inerent risk) yang signiIikan. Enterprise Risk Management (ERM) adalah istilah yang umum digunakan. Committee oI Sponsoring Organizations (COSO) dari Treadway Commission mendeIinisikan ERM sebagai 'suatu proses, yang dilakukan oleh dewan direksi organisasi, manajemen, dan personil lainnya, diterapkan dalam menyusun strategi dan di seluruh perusahaan, yang dirancang untuk mengidentiIikasi kejadian potensial yang dapat mempengaruhi organisasi, dan mengelola risiko untuk berada dalam risk appetite, untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan organisasi. Pelaksanaan pengendalian adalah salah satu metode yang umum digunakan oleh manajemen untuk mengelola risiko agar tetap di dalam risk appetite-nya. Auditor Internal melakukan audit terhadap pengendalian kunci dan memberikan keyakinan pada proses manajemen risiko yang signiIikan. 3. Standar mendeIinisikan pengendalian sebagai 'setiap tindakan yang diambil oleh manajemen, Dewan, dan pihak lain untuk mengelola risiko dan meningkatkan kemungkinan bahwa tujuan dan sasaran akan dicapai. Manajemen merencanakan, mengatur, dan mengarahkan pelaksanaan tindakan yang cukup untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan dan sasaran akan dicapai. 4. Dua konsep risiko yang Iundamental adalah risiko melekat (inerent risk) dan risiko sisa (residual risk, juga dikenal sebagai current risk).Auditor eksternal/Iinansial sejak lama telah memiliki konsep risiko melekat yang secara ringkas diartikan sebagai kerentanan salah saji material atas inIormasi atau data, dengan asumsi tidak terdapat pengendalian terkait untuk memitigasi kerentanan tersebut. Standar mendeIinisikan risiko residual sebagai 'risiko yang tersisa setelah manajemen mengambil tindakan untuk mengurangi dampak (impact) dan kemungkinan (likeliood) dari suatu peristiwa buruk (adverse events), termasuk aktivitas pengendalian dalam menanggapi risiko. Sedangkan current risk sering dideIinisikan sebagai risiko yang dapat dikelola dalam pengendalian atau sistem pengendalian yang ada. 5. Pengendalian utama (key control) dapat dideIinisikan sebagai pengendalian atau kelompok pengendalian yang membantu mengurangi risiko ke tingkat yang dapat ditoleransi, di liuar risiko yang dinyatakan tidak dapat diterima. Dalam suatu proses manajemen risiko yang eIektiI (dengan dokumentasi yang memadai), pengendalian utama dapat dengan mudah diidentiIikasi dari perbedaan antara risiko melekat dan risiko residual. Jika penilaian belum diberikan terhadap risiko melekat, auditor internal dapat melakukan sendiri estimasi penilaian risiko melekat tersebut. Pada saat mengidentiIikasi pengendalian utama (dengan asumsi auditor internal telah dapat menyimpulkan bahwa proses manajemen risiko berada pada tingkat mature dan dapat diandalkan), auditor internal perlu mencari: O Faktor-Iaktor risiko individual mana yang terdapat penurunan yang signiIikan dari risiko melekat ke risiko residual (terutama jika risiko melekat sangat tinggi). Ini untuk menyoroti pengendalian yang penting/utama bagi organisasi. O Pengendalian-pengendalian yang berIungsi untuk memitigasi sejumlah besar risiko. Menggunakan Proses Manajemen Risiko dalam Perencanaan Audit Internal (2 Byauditorinternal 28/10/2010Posted in: Practice Advisories, Standar Kinerja Menggunakan Proses Manajemen Risiko dalam Perencanaan Audit Internal (1) 6. Perencanaan audit internal perlu memanIaatkan proses manajemen risiko organisasi, bila proses tersebut telah berjalan. Dalam merencanakan penugasan, auditor internal perlu mempertimbangkan risiko signiIikan dari kegiatan dan juga sarana yang digunakan manajemen untuk memperkecil risiko tersebut pada tingkat yang dapat diterima. Auditor internal menggunakan teknik penilaian risiko dalam pengembangan rencana Aktivitas Audit Internal termasuk dalam menentukan prioritas untuk mengalokasikan sumber daya audit internal. Penilaian risiko digunakan untuk mereview area-area yang dapat diaudit (auditable units) dan untuk kemudian dipilih area-area yang memiliki risiko terbesar ke dalam rencana Aktivitas Audit Internal. 7. Auditor Internal mungkin tidak memenuhi kualiIikasi yang diperlukan untuk mengevaluasi setiap kategori risiko dan proses ERM di dalam organisasi (misalnya, audit internal terhadap kesehatan dan keselamatan kerja, audit lingkungan, atau instrumen keuangan yang kompleks). CAE harus memastikan untuk menggunakan auditor internal dengan keahlian khusus atau penyedia layanan eksternal untuk melakukan evaluasi dengan tepat. 8. Proses dan sistem manajemen risiko bisa diterapkan secara berbeda-beda di antara organisasi di seluruh dunia, sesuai dengan tingkat kematangan (maturity level) manajemen risiko pada organisasi yang bersangkutan. Apabila organisasi memiliki kegiatan manajemen risiko secara terpusat, peran kegiatan ini termasuk pula mengkoordinasikan dengan manajemen mengenai reviewterus-menerus terhadap struktur pengendalian agar terus sesuai dengan selera risiko (risk appetite) yang terus bergerak.Proses manajemen risiko yang digunakan di berbagai belahan dunia mungkin memiliki logika, struktur, dan terminologi yang berbeda. Oleh karena itu auditor internal perlu membuat penilaian terhadap proses manajemen risiko organisasi untuk kemudian menentukan bagian mana dari proses tersebut yang dapat digunakan dalam mengembangkan rencana Aktivitas Audit Internal dan bagian mana untuk perencanaan penugasan audit internal secara individual. 9. Faktor-Iaktor yang perlu diperhatikan ketika mengembangkan rencana audit internal meliputi: O Risiko inherenApakah telah diidentiIikasi dan dinilai? O Risiko residualApakah telah diidentiIikasi dan dinilai? O Pengendalian mitigasi, rencana kontinjensi , dan aktivitas pemantauanApakah telah dikaitkan dengan peristiwa dan / atau risiko individual? O DaItar risiko (Risk register)Apakah disusun secara sistematis, lengkap, dan akurat? O DokumentasiApakah risiko dan kegiatan didokumentasikan? Selain itu, auditor internal perlu berkoordinasi dengan penyedia layanan assurance lainnya serta mempertimbangkan apakah dapat menggunakan hasil pekerjaan mereka (diatur lebih lanjut dalam practice advisory mengenai Assurance Maps). 10. Piagam audit internal biasanya mengharuskan Aktivitas Audit Internal untuk Iokus pada area-area yang berisiko tinggi, baik dari aspek risiko melekat ataupun residual. Aktivitas audit internal perlu mengidentiIikasi area-area yang memiliki risiko melekat tinggi, risiko residual tinggi, dan sistem pengendalian utama yang diandalkan organisasi untuk melakukan mitigasi. Jika Aktivitas Audit Internal mengidentiIikasi adanya area-area risiko residual yang tidak dapat diterima (unacceptable), manajemen perlu segera diberitahu sehingga risiko tersebut dapat ditangani. Dari proses ini auditor internal akan mampu mengidentiIikasi berbagai jenis kegiatan yang bisa dimasukkan rencana kegiatan, termasuk: O Kegiatan review /assurance Pengendaliandi mana auditor internal melakukan review kecukupan dan eIisiensi sistem pengendalian serta memberikan assurance bahwa pengendalian telah berjalan dan risiko telah dikelola secara eIektiI. O Kegiatan Inquiry- di mana ketika manajemen organisasi mendapati pengendalian tertentu berada pada tingkatan yang tidak dapat diterima terkait dengan suatu kegiatan bisnis atau area risiko terkait serta auditor internal melakukan serangkaian prosedur untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang risiko dan pengendalian dimaksud. O Kegiatan konsultasi (Consultingdi mana auditor internal menyarankan manajemen organisasi mengembangkan sistem pengendalian untuk mengurangi risiko saat ini (current risk) yang berada pada tingkatan tidak dapat diterima. Auditor Internal juga mengidentiIikasi pengendalian yang tidak perlu, tumpang tindih, berlebihan, atau kompleks sehingga tidak eIisien dalam mengurangi risiko. Dalam kasus-kasus ini, biaya pengendalian mungkin lebih besar daripada manIaat yang didapatkan, sehingga desain pengendalian mungkin perlu diperbaiki. Menggunakan Proses Manajemen Risiko dalam Perencanaan Audit Internal (3 Byauditorinternal 29/10/2010Posted in: Practice Advisories, Standar Kinerja Menggunakan Proses Manajemen Risiko dalam Perencanaan Audit Internal (2) 11. Untuk memastikan bahwa risiko yang relevan teridentiIikasi, proses identiIikasi risiko harus dilakukan secara sistematis dan didokumentasikan dengan jelas. Dokumentasi dapat bervariasi, dari cukup dilakukan dengan spreadseet untuk organisasi yang kecil hingga penggunaan perangkat lunak yang canggih untuk organisasi yang kompleks. Prinsipnya adalah bahwa kerangka kerja manajemen risiko didokumentasikan secara keseluruhannya. 12. Dokumentasi manajemen risiko di dalam sebuah organisasi bisa berada di berbagai tingkat di bawah tingkatan strategis dari proses manajemen risiko. Banyak organisasi mengembangkan daItar risiko untuk mendokumentasikan risiko-risiko di bawah tingkat strategis, yang berisi dokumentasi mengenai risiko signiIikan di suatu area beserta penilaian risiko melekat dan residual, pengendalian utama, dan Iaktor-Iaktor mitigasinya. Selanjutnya dapat dilakukan alignment untuk mengidentiIikasi hubungan yang lebih langsung antara kategori dan aspek risiko yang terdokumentasikan dalam register risiko dengan dokumentasi semesta audit yang ada pada Aktivitas Audit Internal. 13. Beberapa organisasi mungkin mengidentiIikasi beberapa area dengan risiko melekat yang tinggi sekaligus. Meskipun risiko yang tinggi harus menjadi perhatian Aktivitas Audit Internal, namun tidak selalu mungkin untuk memasukkan semuanya ke dalam perencanaan audit internal. Dalam hal daItar risiko masih menunjukkan adanya beberapa area yang berisiko tinggi, namun tidak ada tindakan manajemen serta tidak memungkinkan lagi untuk dimasukkan dalam perencanaan Aktivitas Audit Internal, CAE melaporkan area-area tersebut secara terpisah kepada Dewan dengan rincian analisis risiko dan alasan kurangnya/ ketidakeIektiIan pengendalian internal terkait. 14. Area-area yang memiliki risiko yang lebih rendah, tidak selamanya diabaikan untuk masuk dalam perencanaan audit internal. Secara berkala, area-area dengan risiko lebih rendah dapat dipilih untuk menunjukkan bahwa area-area tersebut tetap merupakan area yang di-cover oleh Aktivitas Audit Internal dan, lebih penting lagi, untuk memastikan risiko-risiko yang pernah dinilai rendah tersebut tetap rendah. Lebih lanjut, Aktivitas Audit Internal perlu menetapkan metode untuk mempergilirkan prioritas risiko-risiko yang belum tersentuh oleh audit internal. 15. Rencana Aktivitas Audit Internal biasanya akan berIokus pada: O Risiko residual yang tidak dapat diterima di mana manajemen perlu segera bertindak. Ini merupakan area-area dengan pengendalian utama atau Iaktor-Iaktor mitigasi yang minimal. O Sistem pengendalian di mana organisasi sangat tergantung/mengandalkan. O Area-area dimana terdapat perbedaan besar antara risiko melekat dengan risiko residual. O Area-area di mana risiko melekat sangat tinggi 16. Ketika merencanakan penugasan audit internal individual, auditor internal mengidentiIikasi dan menilai risiko terkait dengan area yang sedang diaudit. Perencanaan Penugasan Byauditorinternal 20/09/2011Posted in: Practice Advisories, Standar Kinerja Di dalam Standar butir 2200Perencanaan Penugasan disebutkan bahwa Auditor internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan, meliputi tujuan, ruang lingkup, waktu, dan alokasi sumber daya penugasan. Selanjutnya IIA, memberikan panduan perencanaan penugasan tersebut lebih lanjut sebagai berikut: 1. Auditor internal merencanakan dan melaksanakan penugasan berdasarkan review supervisi dan persetujuan dari CAE atau personil yang ditunjuk. Sebelum dimulainya suatu penugasan, auditor internal menyiapkan Program penugasan yang: O Menyatakan tujuan penugasan. O MengidentiIikasi persyaratan teknis, tujuan, risiko, proses, dan transaksi yang akan diuji atau diperiksa. O Menyatakan siIat dan luasnya pengujian yang diperlukan. O Mendokumentasikan prosedur auditor internal untuk mengumpulkan, menganalisis, menaIsirkan, dan mendokumentasikan inIormasi selama penugasan. O DimodiIikasi sepanjang penugasan, bila perlu, dengan persetujuan CAE atau personil yang ditunjuk. 2. CAE harus menetapkan tingkat Iormalitas dan dokumentasi sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Misalnya Iormalitas dan dokumentasi dari hasil rapat-rapat perencanaan, prosedur penilaian risiko, tingkat kerincian program kerja, dll. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini, antara lain: O Apakah pekerjaan yang dilakukan dan/atau hasil penugasan akan diandalkan oleh pihak lain (misalnya: auditor eksternal, pemerintah/regulator, atau manajemen). O Apakah pekerjaan berhubungan dengan hal-hal yang terkait, atau berpotensi terkait dengan proses litigasi, baik yang sedang berjalan ataupun yang mungkin terjadi di masa mendatang. O Tingkat pengalaman staI audit internal yang ditugaskan dan tingkat supervisi langsung yang diperlukan. O Apakah penugasan dilakukan oleh staI internal, auditor tamu, atau oleh penyedia layanan eksternal. O Kompleksitas dan ruang lingkup penugasan. O Ukuran dari Aktivitas Audit Internal. O Nilai dokumentasi (misalnya, apakah dokumentasi tersebut masih akan digunakan dalam tahun-tahun berikutnya). 3. Auditor internal menentukan hal-hal lain terkait perencanaan penugasan, seperti periode yang dicakup, perkiraan tanggal penyelesaian, dsb. Auditor internal juga mempertimbangkan Iormat Iinal komunikasi atau laporan penugasan. Perencanaan ini akan membantu proses komunikasi atau pelaporan pada saat penyelesaian penugasan yang bersangkutan. 4. Auditor internal menginIormasikan kepada manajemen dan personel lain yang perlu mengetahui adanya penugasan tersebut, melakukan pertemuan dengan manajemen yang bertanggung jawab atas aktivitas atau unit yang akan direview, merangkum serta mendistribusikan hasil diskusi dan kesimpulan yang dicapai dari pertemuan tersebut, dan menyimpan dokumentasi dalam kertas kerja penugasan. Topik diskusi antara lain mencakup: OTujuan dan ruang lingkup penugasan yang direncanakan. O Sumber daya dan waktu penugasan. O Faktor-Iaktor kunci yang mempengaruhi kondisi dan operasi bisnis dari area yang direview, termasuk perubahan terkini dalam lingkungan bisnis, baik secara internal ataupun eksternal. O Perhatian atau permintaan dari manajemen. 5. CAE menentukan bagaimana, kapan, dan kepada siapa hasil penugasan akan dikomunikasikan. Auditor internal mendokumentasikan hal ini dan mengkomunikasikannya kepada manajemen, bila dipandang perlu, dalam tahap perencanaan penugasan ini. Auditor internal terus mengomunikasikan setiap perubahan yang memengaruhi waktu atau pelaporan hasil penugasan kepada manajemen.