peradaban melayu kuno: sejarah, budaya, dan ekonomi

13
Satwika, vol 4 (2020) issue 1, 71-83 Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial ISSN: 2580-8567 (Print) – 2580-443X (Online) Journal Homepage: ejournal.umm.ac.id/index.php/JICC 71 10.22219/SATWIKA.Vol4.No1.71-83 [email protected] Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi Serdang dalam Novel Penari Dari Serdang Karya Yudhistira ANM Massardi Muhammad Zulaemy a,1 * , Eggy Fajar Andalas b,2 ab Universitas Muhammadiyah Malang, Jalan Raya Tlogomas 246, Malang, Indonesia, 65144 1 [email protected]; 2 [email protected] * Corresponding Author INFO ARTIKEL ABSTRAK Sejarah Artikel: Diterima: 3 April 2020 Direvisi: 6 April 2020 Disetujui: 11 April 2020 Tersedia Daring: 12 April 2020 Dalam sejarah bangsa Indonesia peradaban Melayu menempati posisi yang penting. Berbagai bentuk kebudayaan bangsa saat ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari sejarah peradaban Melayu. Meskipun begitu, sangat sedikit hasil penelitian yang dilakukan terhadap kebudayaan Melayu di Indonesia. Berbagai hasil penelitian yang ada lebih berpusat pada kebudayaan Jawa. Melalui novel Penari Dari Serdang, Yudhistira ANM Massardi menggambarkan peradaban yang menjadi cikal bakal terbentuknya sebuah daerah yang bernama Serdang yang pada kenyataannya memiliki struktur sejarah yang panjang. Artikel ini bertujuan menggabarkan sejarah peradaban Melayu kuno yang tergambarkan dalam novel Penari Dari Serdang karya Yudhistira ANM Massardi. Dengan menggunakan perspektif new historicism yang menekankan pada hubungan dialektis antara aspek sejarah sebagai latar belakang terciptanya karya sastra dan teks sastra, artikel ini berpendapat bahwa karya ini menyoriti dimensi sejarah, budaya, dan ekonomi di Serdang pada masa kejayaan Melayu kuno. Berbagai gambaran yang ada di dalam novel ini memperlihatkan kesejajaran struktur dengan realitas pada dokumen-dokumen sejarah yang ada. Di sisi lain, novel ini juga memberikan kritik terhadap sikap pemerintah saat ini yang abai terhadap sejarah masa lalu yang kaya, utamanya di wilayah Serdang. Kata Kunci: New historicism Penari dari serdang Melayu kuno Peradaban ABSTRACT Keywords: New Historicism Penari dari Serdang Ancient malay Civilization Throughout Indonesian history, Malay civilization occupies an important position. Various forms of national culture today cannot be separated from the history of Malay civilization. Even so, very few results of research conducted on Malay culture in Indonesia. Various research results that are more centered on Javanese culture. Through the novel Penari Dari Serdang, Yudhistira ANM Massardi described the civilization that became the forerunner to the formation of an area called Serdang which in reality has a long historical structure. This article aims to describe the history of ancient Malay civilization as illustrated in the novel Penari Dari Serdang by Yudhistira ANM Massardi. Using a new historicism perspective that emphasizes the dialectical relationship between historical aspects as a backdrop for the creation of literary works and literary texts, this article argues that this work highlights the historical, cultural and economic dimensions in Serdang during the heyday of ancient Malay. The various images in this novel show the alignment of structure with reality in existing historical documents. On the other hand, this novel also provides criticism of the current government's attitude which is ignorant of its rich past history, especially in the Serdang region. © 2020, Zulaemy & Andalas This is an open access article under CC-BY license

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Satwika, vol 4 (2020) issue 1, 71-83

Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial

ISSN: 2580-8567 (Print) – 2580-443X (Online)

Journal Homepage: ejournal.umm.ac.id/index.php/JICC

71 10.22219/SATWIKA.Vol4.No1.71-83

[email protected]

Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi Serdang dalam Novel Penari Dari Serdang Karya Yudhistira ANM Massardi

Muhammad Zulaemya,1*, Eggy Fajar Andalasb,2 ab Universitas Muhammadiyah Malang, Jalan Raya Tlogomas 246, Malang, Indonesia, 65144 1 [email protected]; 2 [email protected] * Corresponding Author

INFO ARTIKEL ABSTRAK

Sejarah Artikel: Diterima: 3 April 2020 Direvisi: 6 April 2020 Disetujui: 11 April 2020 Tersedia Daring: 12 April 2020

Dalam sejarah bangsa Indonesia peradaban Melayu menempati posisi yang penting. Berbagai bentuk kebudayaan bangsa saat ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari sejarah peradaban Melayu. Meskipun begitu, sangat sedikit hasil penelitian yang dilakukan terhadap kebudayaan Melayu di Indonesia. Berbagai hasil penelitian yang ada lebih berpusat pada kebudayaan Jawa. Melalui novel Penari Dari Serdang, Yudhistira ANM Massardi menggambarkan peradaban yang menjadi cikal bakal terbentuknya sebuah daerah yang bernama Serdang yang pada kenyataannya memiliki struktur sejarah yang panjang. Artikel ini bertujuan menggabarkan sejarah peradaban Melayu kuno yang tergambarkan dalam novel Penari Dari Serdang karya Yudhistira ANM Massardi. Dengan menggunakan perspektif new historicism yang menekankan pada hubungan dialektis antara aspek sejarah sebagai latar belakang terciptanya karya sastra dan teks sastra, artikel ini berpendapat bahwa karya ini menyoriti dimensi sejarah, budaya, dan ekonomi di Serdang pada masa kejayaan Melayu kuno. Berbagai gambaran yang ada di dalam novel ini memperlihatkan kesejajaran struktur dengan realitas pada dokumen-dokumen sejarah yang ada. Di sisi lain, novel ini juga memberikan kritik terhadap sikap pemerintah saat ini yang abai terhadap sejarah masa lalu yang kaya, utamanya di wilayah Serdang.

Kata Kunci: New historicism Penari dari serdang Melayu kuno Peradaban

ABSTRACT

Keywords: New Historicism Penari dari Serdang Ancient malay Civilization

Throughout Indonesian history, Malay civilization occupies an important position. Various forms of national culture today cannot be separated from the history of Malay civilization. Even so, very few results of research conducted on Malay culture in Indonesia. Various research results that are more centered on Javanese culture. Through the novel Penari Dari Serdang, Yudhistira ANM Massardi described the civilization that became the forerunner to the formation of an area called Serdang which in reality has a long historical structure. This article aims to describe the history of ancient Malay civilization as illustrated in the novel Penari Dari Serdang by Yudhistira ANM Massardi. Using a new historicism perspective that emphasizes the dialectical relationship between historical aspects as a backdrop for the creation of literary works and literary texts, this article argues that this work highlights the historical, cultural and economic dimensions in Serdang during the heyday of ancient Malay. The various images in this novel show the alignment of structure with reality in existing historical documents. On the other hand, this novel also provides criticism of the current government's attitude which is ignorant of its rich past history, especially in the Serdang region.

© 2020, Zulaemy & Andalas This is an open access article under CC-BY license

Page 2: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

72 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

How to Cite: Zulaemy, M., & Andalas, E. F. (2020). Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, Ekonomi Serdang dalam Novel Penari Dari Serdang Karya Yudhistira ANM Massardi. JURNAL SATWIKA, 4 (1), 71-83. doi: https://doi.org/10.22219%20/SATWIKA.Vol4.No1.71-83

1. Pendahuluan

Dalam sejarah bangsa Indonesia,

peradaban Melayu menempati posisi yang

penting. Selain bahasa Indonesia modern

yang berasal dari bahasa Melayu Riau,

berbagai bentuk kebudayaan bangsa saat ini

tidak bisa dilepaskan begitu saja dari sejarah

peradaban Melayu (Abdullah, 2017; Azhari,

2013; Hashim, 1988; Putra, 2016). Meskipun

begitu, sangat sedikit hasil penelitian yang

dilakukan terhadap kebudayaan Melayu di

Indonesia. Berbagai hasil penelitian yang ada

lebih berpusat pada kebudayaan Jawa atau

Jawa-sentris (Mohammad, 2017).

Sejatinya, sejak masuknya Islam, kurun

abad ke-14-15 Masehi, ke wilayah Nusantara

bersamaan dengan itu juga mulai dikenal

sistem penulisan aksara, yaitu tulisan Jawi

(Salleh, 1997:227). Pada mulanya, tradisi

penulisan berkembang di lingkup istana dan

menghasilkan catatan genealogi, biografi,

dan catatan harian istana yang pada akhirnya

kemudian menjadi embrio lahirnya sastra

bercorak sejarah di kawasan Melayu

(Zakaria, Ali, Wahid, & Omar, 2018:194).

Meskipun telah banyak karya sastra

bergenre sejarah, keberadaan antara sejarah

sebagai dokumen resmi dan sastra sebagai

karya kreatif dan imajinatif sering

diperdebatkan. Terdapat pemisahan yang

begitu tegas antara hal yang disebut sebagai

sejarah dan hal yang bukan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Teeuw

(1974:3), menyatakan bahwa hendaknya

sastra dipahami dan dibaca sebagai sebuah

karya bercorak imajinatif dan kreatif.

Meskipun begitu, hal yang patut untuk

diperhatikan juga adalah berbagai gambaran

yang ada di dalam karya sastra merupakan

realitas kehidupan sehari-hari (Andalas,

2016a, 2017b, 2018c). Berbagai bahan baku

karya sastra berasal dari kehidupan manusia.

Karenanya, sebuah karya sastra hendaknya

dipahami bukanlah sebagai sebuah karya

sastra yang seluruhnya menggambarkan

realitas, begitupun juga bahwa karya sastra

tidaklah seluruhnya merupakan imajinasi

semata (Andalas, 2018a; Farida & Andalas,

2019a, 2019b; Sugiarti & Andalas, 2018).

Diperlukan sebuah interpretasi yang dapat

menjembatani antara struktur fiksional dan

struktur realitas dalam sebuah karya sastra.

Wellek and Waren (2014:38),

menyatakan bahwa sebuah karya sastra dapat

dilihat sebagai deretan karya yang tersusun

secara kronologi dan menjadi bagian dari

proses sejarah. Dengan kata lain, karya sastra

menjadi dokumen sekaligus representasi dari

berbagai realitas sejarah yang terjadi dalam

kehidupan manusia (Andalas, 2017a, 2018b;

Iman & Andalas, 2019; Sulistyorini &

Andalas, 2017). Berdasarkan hal tersebut

perlu adanya sebuah kerangka pemikiran

yang memperhatikan antara kesejajaran

terhadap dimensi fiksional dan realitas dalam

sebuah karya sastra. Novel Penari Dari

Serdang merupakan salah satu karya sastra

bergenre sejarah yang perlu untuk

diperhatikan.

Novel Penari Dari Serdang (2019)

karya Yudhistira ANM Massardi merupakan

salah satu novel yang berkisah tentang

sejarah Melayu kuno di wilayah Serdang,

Sumatera Utara. Melalui pengisahan cinta

antara Bagus dan Chaya penulis

menggambarkan kejayaan Melayu kuno.

Bagus digambarkan sebagai seorang

sastrawan yang berasal dari ibu kota dan

Chaya sebagai seorang guru tari. Keduanya

dipertemukan dalam sebuah acara lomba

sastra dan kebudayaan di kota Serdang.

Melalui pengisahan kedua tokoh tersebut,

pengarang menceritakan mengenai sejarah

kebudayaan Melayu yang ada di Serdang.

Banyak cerita yang membuat Bagus

tertarik terhadap kebudayan Melayu kuno

yang berada di Serdang melalui penuturan

Chaya. Hingga akhirnya, Bagus menyadari

sebuah fakta bahwa berbagai kekayaan

peradaban Melayu kuno yang menjadi cikal

Page 3: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

73 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

bakal wilayah Serdang telah rusak,

terbengkalai, bahkan lenyap. Melalui Tengku

Natshya, sahabat karib Chaya sekaligus cucu

dari Sultan Sulaiman, diungkapkan jika

pemerintah hanya memberikan sedikit

perhatian terhadap hal tersebut.

Melalui novel Penari Dari Serdang,

Yudhistira ANM Massardi menggambarkan

peradaban yang menjadi cikal bakal

terbentuknya sebuah daerah yang bernama

Serdang. Wilayah ini memiliki struktur

sejarah yang panjang. Sayangnya, kekayaan

tersebut tidak diperhatikan oleh pemerintah

setempat. Berbagai gambaran mengenai

peradaban Melayu kuno dalam novel ini

penting untuk diperhatikan. Berbagai

kekayaan budaya yang ada di dalamnya

menjadi media bagi pembelajaran dan sarana

pemertahanan tradisi bagi generasi saat ini

(Andalas, 2016b:122-123; Ariani & Andalas,

2018; Qur'ani & Andalas, 2019:238).

Berdasarkan catatan Azhari (2013:iii-iv),

peradaban Melayu kuno di Indonesia telah

ada sejak abad ke-7 dan terdapat sekitar 50

kerajaan di Nusantara yang berakar pada

kebudayaan Melayu. Berbagai peninggalan

kejayaan peradaban Melayu kuno salah

satunya banyak terdapat di kota Serdang,

Sumatera Utara.

Berdasarkan studi literatur yang

dilakukan, penelitian terhadap eksplorasi

kekayaan peradaban Melayu kuno yang

terdapat dalam novel Penari Dari Serdang

karya Massardi (2019) belum pernah

dilakukan. Padahal, novel ini kaya akan nilai-

nilai sejarah peradaban Melayu kuno yang

dapat meningkatkan pengetahuan generasi

saat ini. Selain itu, Purnamasari (2019) dalam

studinya mengenai kajian new historicism

terhadap novel Arok Dedes menemukan

kesejajaran realitas antara hal yang

tergambarkan dalam dokumen sejarah

dengan penggambaran dalam novel yang

ditelitinya. Hal ini memperlihatkan bahwa

realitas fiksional dalam karya sastra tidak

dapat dipahami sebagai hasil fiksi

seluruhnya. Studi yang dilakukan oleh

Ardhianti (2016) dan Sahliyah (2017) juga

mendukung hal yang disampaikan oleh

Purnamasari (2019). Keduanya

menggambarkan mengenai realitas politik,

budaya, sosial, dan ekonomi dalam novel

yang bertalian erat dengan realitas sejarah.

Berdasarkan hal tersebut, sebagai

gambaran dari kejayaan peradaban Melayu

kuno, novel Penari Dari Serdang penting

untuk diteliti. Sebagai karya sastra bergenre

sejarah, novel ini kaya akan gambaran

mengenai sejarah peradaban Melayu kuno

yang hidup di wilayah Sumatera Utara.

Artikel ini bertujuan menggambarkan sejarah

peradaban Melayu kuno yang ada dalam

novel Penari Dari Serdang karya Massardi

(2019).

Penelitian ini menggunakan perspektif

new histroricism. New historicism

merupakan kritik sastra yang melihat

hubungan antara realitas dalam karya sastra

dalam kaitannya dengan realitas sosial,

ekonomi, dan budaya dalam kehidupan

nyata (Brannigan, 1999:421). Dengan kata

lain, penelitian ini berasumsi bahwa novel

Penari Dari Serdang merupakan cermin dari

realitas yang terjadi di masa lalu dan

dokumen yang merekam berbagai peristiwa

tersebut dalam bentuk karya imajiner.

Pendekatan ini, salah satunya,

diperkenalkan oleh Stephen Greenbalt. Ia

menyatakan bahwa perspektif ini

memusatkan perhatiannya pada latar

belakang ekonomi dan sosial yang

melatarbelakangi sebuah karya sastra karena

pembahasan terhadap hal tersebut tidak

harus selalu berupa teks yang nyata

(Greenblatt, 1982; Greenblatt & Gallagher,

2005). Hal ini karena pada realitasnya, karya

sastra sering menjadi wacana tandingan

terhadap versi sejarah yang diciptakan atau

ditulis oleh rezim yang berkuasa pada saat

sejarah tersebut ditulis. Melalui asumsi ini,

perspektif new historicism memerlukan

kerangka kerja intertekstualitas dengan

membandingkan antara karya sastra dengan

teks-teks non sastra (Barry, 2010:203).

Perspektif new historicism merupakan

pendekatan yang heterogen. Meskipun

begitu, terdapat beberapa kesamaan asumsi

dasar, yaitu 1) setiap tindakan berelevansi

dengan praksis budaya, 2) penyandingan

antara teks sastra dan non-sastra tidak

Page 4: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

74 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

dilakukan secara terpisah, dan 3) tidak

adanya pengakuan “tegas” terhadap unsur

fiksional dan realitas terhadap teks dalam

merumuskan kebenaran mutlak sebuah teks

(Mumtaz, 2014:14; Taum, 2013:2). Sastra

tidak bisa dipandang sebagai hal yang begitu

saja terlepas dari sejarah dan karya imajinatif

semata (Foucault, 2012:85).

Greenblatt and Gallagher (2005:6-7),

mengemukakan bahwa realitas yang

terdapat dalam dunia karya sastra bukanlah

sebuah alternatif melainkan sebuah cara

untuk mengintensifkan sebuah dunia yang

sekarang kita huni. Greenblatt juga

mengatakan jika new historicism melibatkan

sesuatu yang dikenal dengan “thick

description” atau deskripsi yang mendalam.

Istilah yang diperkenalkan oleh Antropolog

Amerika, Clifford Geertz. Dalam pengertian

ini, peneliti tidak hanya mencari realitas

yang ada di dalam sejarah melainkan juga

mencari makna yang mendasar dari proses

sejarah yang melatarbelakangi kejadian

tersebut.

2. Metode

Penelitian ini berjenis kualitatif.

Pendekatan yang digunakan adalah new

historicism. Dalam pendekatan ini

interpretasi dilakukan dengan menekankan

pada aspek sejarah sebagai latar belakang

terciptanya karya sastra dan relevansinya

terhadap teks sastra. Hubungan ini dipandang

sebagai hubungan dialektis yang tidak

mengedepankan salah satu teks lebih penting

dibandingkan teks yang lainnya.

Sumber data yang digunakan adalah

novel Penari Dari Serdang (2019) karya

Yudhistira ANM Massardi. Data dalam

penelitian ini berupa kutipan-kutipan, kata-

kata, atau kalimat yang menunjukkan tentang

aspek sejarah, aspek ekonomi, serta aspek

sosial dalam peradaban sejarah Melayu kuno

di kota Serdang yang terdapat dalam novel

Penari dari Serdang karya Yudhistira ANM

Massardi.

Teknik pengumpulan data yang

dilakukan adalah teknik simak-catat. Dalam

pengumpulan data dilakukan pencarian dan

pembacaan secara dekat terhadap sumber

data yang digunakan kemudian dilakukan

pencatatan terhadap data-data yang relevan

dengan tujuan penelitian (Sugiarti, Andalas,

& Setiawan, 2020:82-85). Setelah data

terkumpul dilakukan analisis. Teknik analisis

dilakukan dengan penyajian data, interpretasi

berdasarkan teori yang digunakan, dan

penarikan kesimpulan. Adapun tahapan

tersebut, yaitu 1) pengumpulan data dan

klasifikasi data dalam novel Penari Dari

Serdang, 2) reduksi data, berupa hasil yang

telah diklasifikasi selanjutnya

dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan

penelitian, 3) menyajikan data dalam novel

Penari dari Serdang karya Yudhistira ANM

Massardi dengan cara mendeskripsikannya

sesuai dengan teori new historicism, yakni

sejarah, budaya dan ekonomi, berupa kata

atau kalimat, paragraph, serta tuturan tokoh

sesuai dengan rumusan masalah, 4)

menyimpulkan hasil analisis data dalam

novel Penari dari Serdang karya Yudhistira

ANM Massardi sesuai dengan kajian

penelitian.

3. Hasil dan Pembahasan

Novel Penari dari Serdang karya

Yudhistira ANM Massardi berkisah tentang

sejarah Melayu yang terdapat di Sumatera

Utara, tepatnya daerah Serdang. Novel ini

dibagi menjadi 89 bagian, dengan beberapa

bagian terfokus pada sejarah Melayu di

semenanjung Nusantara tanpa adanya sisipan

kisah romantis antara Bagus dan Chaya.

Kisah-kisah yang dipaparkan dalam novel ini

menjadi acuan tentang bagaimana

perkembangan sejarah Melayu di daerah

Serdang. Berikut adalah hasil paparan dari

berbagai aspek yang melatarbelakangi

perkembangan sejarah Melayu di kota

Serdang dalam novel Penari Dari Serdang.

3.1 Sejarah Melayu Serdang

Sejarah seperti yang dikatakan oleh

Budianta (2006:4), bahwa “sejarah terdapat

di dalam sebuah karya sastra bukan hanya

menjadi latar belakang sebuah cerita, tetapi

juga ada susunan serta rentetan cerita nyata di

dalam sejarah yang kemudian dituangkan ke

dalam sebuah karya sastra”. Dengan kata

Page 5: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

75 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

lain, keterkaitan antara sastra dengan sejarah

terletak pada hubungan intertekstualitasnya.

Seperti yang telah disebutkan

sebelumnya bahwa sejarah peradaban

Melayu kuno yang diketahui telah masuk ke

Nusantara mulai dari abad ke 7 dan lebih dari

puluhan kerajaan yang berdiri di

semenanjung Nusantara berakar pada

kebudayaan Melayu. Menurut kutipan dari

novel Penari dari Serdang “kedatangan

Melayu menghubungkan poros Jambi-

Palembang-Padang-Medan-Aceh-Riau-Jawa

Tengah-Jawa Barat-Malaysia-Brunei

Darussalam. Beberapa kutipan dalam novel

Penari dari Serdang menjelaskan secara

rinci tentang perkembangan sejarah Melayu

terutama di pulau Sumatera. berdasarkan

hasil wawancara dengan antropolog Dr.

Kusnin Asa dalam kutipan berikut.

“Sejak pertengahan Abad IV Masehi,

Sumatera merupakan jantung peradaban

bangsa-bangsa dari wilayah barat dan

utara Asia Tenggara. Orang- orang Arya

dari India telah melakukan asimilasi

dengan bangsa-bangsa di kawasan

Mikronesia dan menjadi bangsa

polinesia.” (Massardi, 2019:153).

Sesuai dengan penuturan dari Dr.

Kusnin Asa mengenai bagaimana

perkembangan dari sejarah melayu di pulau

Sumatera dapat dilihat bahwa pertengahan

Abad IV adalah awal mula Sumatera menjadi

gerbang masuknya berbagai bangsa,

termasuk juga bangsa Melayu. Hal ini karena

letaknya di bagian pesisir Barat Nusantara

sehingga memudahkan para imigran untuk

memasuki kawasan Nusantara sekaligus

menjadikan pulau Sumatera menjadi awal

peradaban pelbagai bangsa. Abad V hingga

Abad VI menjadi kejayaan atas kerajaan-

kerajaan besar di Nusantara, seperti Kantoli

(Kendali) yang menjadi kerajaan pertama

dan berakar budaya Melayu (Massardi,

2019:154). Sebagaimana fungsi dari sejarah,

yaitu sebagai tafsiran dan penjelasan yang

memberikan pengertian pemahaman tentang

apa yang telah terjadi pada masa lampau

(Kartodirjo, 1992:12), maka apa yang

diungkapkan oleh Dr. Kusnin Asa telah

menjelaskan sebuah fakta mengenai suatu

deretan abad mengenai awal mula sejarah

Melayu muncul di Nusantara hingga

membangun kerajaan-kerajaan yang

sebagian besar berkembang dengan cepat

dan mencapai kejayaan masing- masing.

Kerajaan-kerajaan terseebut menguasai

seluruh semenajung Nusantara, mulai dari

gugusan pulau-pulau di Indonesia, Malaysia,

hingga Singapura. Fakta yang didapatkan

tidak berakhir hanya tentang perkembangan

Melayu pada abad-abad tersebut, melainkan

juga fakta mengenai pulau Sumatera sebagai

pintu strategis gerbang Barat Nusantara yang

menjadi pusat peradaban Melayu Kuno

bangsa-bangsa daerah Barat dan Utara Asia

Tenggara.

Kesultanan Serdang yang telah kita

ketahui berhasil mencapai puncak

kejayaannya pada saat pemerintahan Sultan

Sulaiman dan zaman keemasan pada saat

pemerintahan Sultan Thaf Sinar Baharshah.

Pada masa ini Kesultanan Serdang mencapai

awal kemakmuran atas kerjasama

perdagangan yang diterapkan dalam

kesultanan. Meskipun begitu, dalam kondisi

ini kesultanan mengalami pergejolakan-

pergejolakan sehingga terjadi peperangan.

Dalam novel, salah satu buku yang dibaca

oleh Bagus tentang Sultan Sulaiman ia

dapatkan setelah berkunjung ke

perpustakaan bekas kediaman Sultan Muda

Perkasa.

“Peristiwa yang digerakkan dengan

semangat menumpas feodalisme itu,

menelan ratusan korban keluarga para

bangsa Melayu, khususnya dari Kerajaan

Langkat. Mereka dirampok, dibantai, dan

diperkosa, Istana Kesultanan Langkat dan

Kesultanan Serdang habis dibakar.”

(Massardi, 2019:91)

Kutipan tersebut menjelaskan tentang

sebuah kisah dikala Sultan Sulaiman muda

ingin merebut kembali tiga daerah yang

sudah dirampas oleh Belanda. Perlawanan

itu bertujuan untuk mengembalikan lahan

yang digunakan oleh masyarakat Serdang

Page 6: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

76 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

untuk perkebunan karet dan tembakau pada

17 Mei 1872. Sultan Sulaiman yang

semenjak dilantik, berumur 15 tahun, hingga

beberapa tahun setelahnya ketika menjabat

sebagai Sultan, namanya sudah masuk dalam

daftar Belanda sebagai orang yang

diwaspadai. Ia diwaspadai karena gerakan-

gerakan yang dilakukannya menentang

kebijakan Belanda. Namun, karena hal itu,

Kesultanan Serdang hampir runtuh ketika

terjadi pergejolakan besar dalam perebutan

wilayah. Dalam percakapan berikutnya,

Chaya pun mengatakan jika Indonesia

sebenarnya mempunyai hutang yang besar

terhadap bangsa Melayu karena bagaimana

pun Bahasa Melayu menjadi cikal bakal dari

Bahasa Indonesia.

Data-data yang ditemukan dalam novel

menjadi pelengkap dari buku sejarah resmi

yang ditulis oleh Azhari (2013) berjudul

Kesultanan Serdang. Berdasarkan telaah

terhadap keduanya diperoleh fakta bahwa

kedua teks ini saling melengkapi satu sama

lain. Dalam novel Penari dari Serdang hanya

diceritakan persoalan perkembangan

berbagai kerajaan yang berdiri di Sumatera

secara ringkas dan buku Kesultanan Serdang

menjelaskannya secara lebih rinci. Dalam

buku tersebut penulis menuliskan berikut.

“Pada abad ke-18 berdiri pula Kesultanan

Sedang yang wilayah kekuasaannya

berdampingan dengan Kesultanan Deli

(Abad-17). Kedua kesultanan ini juga

masih memiliki hubungan kekerabatan,

karena menurut Sinar, sultan pertama di

wilayah Serdang adalah salah seorang

cucu dari Seri Paduka Gocah Pahlawan

yang bernama Tuanku Umar Johan

Pahlawan (pendiri kesultanan Deli).”

(Azhari, 2013:1)

Seperti yang telah dibahas dalam kutipan

tersebut bahwa Kesultanan Serdang akhirnya

berdiri 13 abad setelah beberapa Kerajaan

yang juga berbasis Melayu akhirnya

mendapatkan kejayaan. Perjalanan dari

sejarah Kesultanan Serdang itu sendiri masih

dipengaruhi oleh Kesultanan sebelumnya,

yaitu Kesultanan Deli karena Kesultanan

Serdang didirikan oleh cucu dari pendiri

Kesultanan Deli. Kesultanan Serdang juga

memiliki tokoh penting sekaligus menjadi

pusat atas terbentuknya Kesultanan Serdang,

yaitu seorang Panglima Armada Kesultanan

Aceh Darussalam, Tuanku Sri Paduka Gocah

Pahlawan (Sinar, 1986:19). Namun seiring

dengan perjalanan waktu, realitas sejarah

yang telah terjalin tersebut menyebabkan

kemudahan tersendiri bagi Kesultanan

Serdang yang memiliki kekerabatan dengan

Kesultanan sebelumnya. Kesultanan Serdang

pada akhirnya mencapai puncak kejayaannya

pada saat diperintah oleh seorang sultan

bernama Sultan Sulaiman Shariful Alamsyah

yang diangkat menjadi seorang sultan dikala

umurnya masih 15 tahun.Akibat peristiwa ini

Belanda yang berkuasa dan menetap di

sekitar kawasan Serdang merasa tidak senang

sehingga pemerintah Belanda mencatat

namanya karena tuntutan daerah kekuasaan

yang mereka rebut dari Kesultanan Serdang

(Azhari, 2013:4).

3.2 Budaya Melayu Serdang

Budaya yang ada di dalam novel Penari

dari Serdang lebih mengarah kepada

bagaimana hasil budaya orang Melayu kuno

dalam membangun sebuah tempat yang

diberi nama Serdang. Latar belakang budaya

merupakan aspek utama dalam new

historicism seperti yang dikatakan oleh

Budianta (2006:8) bahwa “unsur budaya

yang terdapat dalam karya sastra yang secara

tidak langsung budaya telah menjadi

pemanis dalam karya sastra...bukan sekadar

pelengkap, namun budaya akan membuat

karya sastra akan lebih menarik untuk

dinikmati”. Salah satu data budaya yang

ditemukan dalam novel Penari dari Serdang

adalah sebagaimana kutipan berikut.

“Itu rumah kediaman Sultan Serdang

terakhir, mendiang Sultan Muda Perkasa.

Beliau juga pakar sejarah dan kebudayaan

Melayu. Buku-buku karnyanya menjadi

rujukan penting bagi studi kebudayaan

Melayu. Semua buku koleksinya

disumbangkan kepada masyarakat

Page 7: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

77 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

melalui perpustakaan itu.” (Massardi,

2019:11)

Kutipan tersebut diambil dalam

percakapan antara Chaya dan Bagus ketika

mengelilingi kota Serdang. Kutipan ini

menunjukkan sebuah fakta jika pada

dahulunya kediaman para Sultan sudah

dijadikan tempat untuk proses pembelajaran

maupun pengajaran. Beberapa hal juga

disinggung dalam percakapan itu adalah para

sultan pun tetap turut andil dalam pelestarian

budaya maupun sejarah Melayu sehingga

mereka juga tetap ikut menulis tentang

budaya maupun sejarah Melayu yang berada

maupun berkembang di Serdang. Dukungan

yang diberikan dengan menyediakan tempat

penyimpanan buku maupun barang-barang

yang menjadi peninggalan dari sejarah

Melayu sebelumnya. Bahkan, Sultan Muda

Perkasa menjadikan kediamannya sebagai

perpustakaan. Kutipan tersebut sebagai bukti

bahwa sultan memiliki peran penting dalam

pemerintahan kesultanan hingga banyak dari

para sultan yang menjadi sastrawan, ulama,

penulis produktif, hingga pemikir agama

yang cerdas. Sultan Sulaiman dan beberapa

sultan lainnya merelakan kediaman serta

beberapa lahan kesultanan sebagai tempat

pengajaran dan pembelajaran maupun tempat

beribadah untuk orang-orang umum. Mereka

juga mendirikan perpustakaan untuk

menyimpan tulisan dari para sultan terdahulu

hingga sebagai tempat penyimpanan barang-

barang berharga milik kesultanan.

Selo Soemarjdan dan Soeleman

Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai

semua hasil karya, rasa, dan cipta

masyarakat. Melalui kebudayaan yang

merupakan karya dari masyarakat yang

bersifat kebendaan maupun yang

kebudayaan secara ragawi yang yang akan

diperlukan oleh masyarakat sekitar untuk

dipergunakan dalam mengelola alam

sekitarnya agar hasil alaam yang diperoleh

dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan

masyarakat sekitar (Ranjabar, 2006:21).

Kebudayaan lainnya yang ditampilkan

dalam novel Penari dari Serdang adalah

tarian. Hal itu terdapat dalam kutipan berikut.

“...aneka tari Melayu tradisional yang

berpedoman pada koreografi ciptaan

Guru Sauti, maestro tari Melayu

kelahiran Perbaungan. Jenis-jenis tarinya

antara lain Tari Lenggang Patah

Sembilan, Tari Lenggok Mak Inang, Tari

Dua Lagu, Tari Campak Bunga, Tari

Melenggok, Tari Pelipur Lara, dan Tari

Serampang Duabelas.” (Massardi,

2019:82)

Sebagaimana kebudayaan adalah hasil

karya dari masyarakat yang bersifat ragawi

maupun kebendaan, maka tarian adalah salah

satu kebudayaan secara ragawi. Tarian juga

bisa dikatakan sebagai warisan identitas

suatu tempat. Tarian biasa dipersembahkan

untuk acara keadatan maupun hal-hal

lainnya. Oleh karenanya, tarian harus terus

dilestarikan dan juga diajarkan kepada

generasi penerus. Seperti yang telah

disebutkan dari kutipan di atas mengenai

beberapa bentuk tarian Melayu yang ada

dalam sejarah Serdang. Cerita Chaya yang

menjadi pengajar tari menjadi landasan

bahwa sampai saat ini tarian-tarian itu masih

terus berusaha untuk dilestarikan. Wujud

tarian Melayu Tradisional yang penting

untuk dilestarikan, melalui penjelasan Chaya

mengenai tarian khas Melayu dalam novel,

beberapa di antara tujuh tarian, yaitu Tari

Serampang Duabelas. Tarian ini penting

untuk dijarkan kepada anak-anak.

Tarian Serampang Duabelas dilakukan

secara berpasang-pasangan karena tarian ini

mengisahkan tentang kisah percintaan dua

sejoli pada pandangan pertama mereka dan

pada akhirnya menikah dan direstui oleh

seluruh keluarga. Tarian Serampang

Duabelas diiringi oleh lagu Pulo Sari, tarian

ini memiliki gerakan yang bertempo cepat

karena dahulu mendapat pengaruh dari

Portugis dan Sepanyol. Sesuai dengan

namanya, tarian Serampang Duabelas terbagi

atas duabelas ragam gerakan yang

megekpresikan proses percintaan sejak awal

bertemu hingga mengungkapkan perasaan

mereka satu sama lain. Ada hal lain dalam

gerakan tarian itu selain mengungkap

Page 8: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

78 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

perasaan masing-masing, yaitu cermin atas

perilaku setia terhadap adat. Fakta dari tarian

Serampang Duabelas adalah tarian ini terus

diadakan perbaikan untuk penyempurnaan

mulai tahun pertama kali diciptakan 1940

hingga terakhir kali diperbaiki pada tahun

1960 (Massardi, 2019:82).

Kebudayan Melayu kuno lain juga

ditemukan dalam buku Kesultanan Serdang

sebagai karya nonsastra yang disandingkan

atas novel Penari dari Serdang. Sebagai

gerbang Nusantara, terutama Pulau

Sumatera, fakta yang di kemukakan oleh J.C

Van Leur adalah Barat laut Sumatera, yaitu

di Barus, sudah ada koloni-koloni Arab yang

singgah untuk berdagang dan juga

berdakwah (Azhari, 2013:19-20). Hasil dari

kebudayaan yang berkembang dan

didominasi oleh doktrin para pedagang dari

Arab menyebabkan sejarah Melayu lekat

hubugannya dengan ke-Islaman. Budaya

Islam yang berkembang dalam sejarah

melayu disebutkan dalam kutipan berikut.

“...,para ulama ini juga mendirikan

pesantren-pesantren sebagai sarana

pendidikan Islam. Para wali ini dekat

dengan kalangan istana. Merekalah orang

yang memberikan pengesahan atas sah

tidaknya seseorang naik tahta. Mereka

juga adalah penasihat sultan sehingga

diberi gelar sunan atau susuhunan (yang

dijunjung tinggi).” (Azhari, 2013:21)

Islam mulai berkembang dengan pesat di

Nusantara berkat para mubaligh (orang yang

berdakwah) yang dengan giat menyebarkan

agama Islam. Mereka tidak hanya

menyebarkan agama Islam melalui

perdagangan, namun mereka juga menikahi

penduduk setempat sehingga penduduk

setempat yang telah memeluk Islam juga ikut

andil dalam penyebaran agama Islam pada

sanak famili maupun kenalan yang ada di

lingkungannya. Kebudayaan Islam dan

sejarah Melayu memiliki keterkaitan erat

yang bisa dilihat hingga saat ini. Adapun

fakta yang merujuk tentang perkembangan

kebudayaan Islam di Nusantara

berdampingan dengan tumbuhnya kerajaan-

kerajaan di Pulau Sumatera dan juga di

Nusantara adalah perkataan dari Marco Polo,

seorang penjelajah yang pada abad ke-13

tepatnya tahun 1292. Marco Polo singgah di

Perlak dan mengatakan jika ia bertemu

dengan orang-orang yang telah menganut

agama Islam.

Dalam buku Kesultanan Serdang karya

(Azhari, 2013), disebutkan jika pusat dari

kebudayaan Islam yang tumbuh di Sumatera

lalu menyebar hingga terbentuknya

Kesultanan Deli yang merupakan cikal bakal

dari Kesultanan Serdang, berpusat di dalam

istana kerajaan, di mana Sultan Sulaiman

yang menjadi raja disaat Kesultanan

Serdang mencapai puncak kejayaan

menjadikan istana kerajaan sebagai tempat

berlangsungnya kesenian, pembelajaran,

pengajaran. Sultan Sulaiman juga

mendirikan tempat ibadah umum yang bisa

dipergunakan oleh masyarakat pada

umumnya.

3.3 Ekonomi Melayu Serdang

Aspek ekonomi sama pentingnya

dengan aspek budaya karena sama-sama

melekat dan berkaitan dengan kehidupan

sosial sehari-hari. Budianta (2006:11)

menyatakan bahwa aspek ekonomi begitu

berpengaruh di dalam berbagai aspek

kehidupan. Ekonomi sebagaimana dijelaskan

juga oleh Iskandar (2010:1) bahwa ekonomi

adalah segala hal yang menyangkut

mengenai rumah tanggga, mulai dari

perkembangan yang nampak dalam rumah

tangga hingga perkehidupan yang terjalin.

Kata rumah tangga tidak hanya dibatasi oleh

keadaan rumah tangga yang berisikan

seorang ayah, ibu, dan anak, melainkan

hingga ketahap yang lebih luas, seperti rumah

tangga bangsa, negara, maupun dunia.

Serdang, sebuah kota di daerah Sumatera

Utara merupakan sebuah wilayah yang telah

ada sejak Kesultanan Serdang. Seorang dari

keturunan Tionghoa bernama Tjong A Fie,

salah satu konglomerat perkebunan di

Serdang waktu itu banyak membantu

pembangunan infrastruktur di Kota Serdang.

Hal ini diperkuat oleh perkataan dari Chaya

ketika mengajak Bagus berkeliling kota:

Page 9: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

79 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

“... di depan museum rumah Tjong A Fie,

konglomerat perkebunan yang banyak

membiayai pembangunan infrastruktur di

Kota Medan sejak masa kolonial.”

(Massardi, 2019:21)

Kutipan dari percakapan di atas

dibuktikan dengan fakta yang terdapat di

dalam novel tersebut sekligus menjadi data

tambahan, yaitu

“Perjalanan berlanjut ke Gedung Balai

Kota Lama, yang dibangun pada 1908 oleh

Hulswit dan Fermont, kemudian

direnovasi pada 1923 oleh Eduard

Cuypers. Lokasinya merupakan Titik Nol

kilometer kota Medan. Gedung itu

awalnya dibangun untuk De Javasche

Bank (sekarang Bank Indonesia), lalu

dibeli oleh pemerintah Kota Medan.

Loncengnya disumbangkan oleh

konglomerat perkebunan Tjong A Fie

pada 1913. Gedung itu sekarang menjadi

bagian dari kompleks hotel dan

perkantoran Grand Aston City Hall

Medan, dan digunkan sebagai restoran.”

(Massardi, 2019:18)

Data tersebut dapat dimaknai bahwa

pada masa Melayu lampau beberapa orang

yang ikut singgah di pulau Sumatera

menetap dan tinggal di beberapa bagian

pulau Sumatera, terutama beberapa wilayah

yang dekat dengan pelabuhan seperti kota

Serdang. Beberapa keturunan tak terkecuali

mereka yang berdarah Tionghoa pun

mendapat peran penting dalam

pembangunan budaya di Serdang. Salah

satunya adalah konglomerat perkebunan,

Tjong A Fie, yang banyak disebutkan

membantu banyak pembangunan di kota

Serdang. Data di atas pun memberikan

informasi mengenai beberapa keturunan

yang memilih tinggal di kota Serdang selain

dari bangsa Melayu. Selain dari data yang

telah disebutkan di atas, beberapa kutipan

juga membahas mengenai pembangunan

yang dibantu pembiayaannya oleh Tjong A

Fie, seperti pembangunan masjid.

“..., pada 1906-1909 Sultan melengkapi

kawasan itu dengan membangun Masjid Al-

Mashun, yang lebih dikenal sebagai Masjid

Raya Medan. ..., konon konglomerat Tjong A

Fie turut membantu pendanaannya.”

(Massardi, 2019:25)

Kutipan tersebut dimaknai bahwa

hingga hal yang mengandung kepercayaan

pun tidak mengganggu toleransi antar sesama

masyarakat Serdang untuk saling membantu,

karena tidak dijelaskan apakah Tjong A Fie

menganut kepercayaan apa. Karena

bagaimana pun, Melayu dan juga Islam tidak

bisa dipisahkan dari peradaban kota Serdang

dan hal inillah yang memungkinkan

mayoritas masyarakat Serdang pada waktu

itu menganut kepercayaan Islam.

Data yang ditemukan di dalam novel

Penari dari Serdang ini tidak ditemukan di

dalam buku Kesultanan Serdang mengenai

seorang keturunan Tionghoa yang bernama

Tjong A Fie yang telah banyak berkontribusi

terhadap pembangunan bangunan penting

pada masa Kesultanan Serdang. Data yang

ditemukan tentang perekonomian

masyarakat Serdang pada waktu itu lebih

menyorot kepada Sultan Sulaiman yang di

mana ketika pemerintahan Kesultanan

Sulaiman kemakmuran masyarakat Serdang

tercapai. Hal ini dibuktikan seperti kutipan

berikut.

“Perhatian terhadap kemajuan rakyat

dibuktikan dengan melakukan

pembangunan di bidang pertanian, ...,

Sultan Sulaiman menyediakan lahan

persawahan untuk rakyat dan ia juga

membangun pengairan untuk menjamin

siklus air di persawahan tersebut.”

(Azhari, 2013:23)

Sultan Sulaiman, seorang raja yang pada

masa pemerintahanya Kesultanan Serdang

mencapai puncak kejayaan. Namun, bukan

hanya jaya pada pemerintahannya saja,

melainkan juga dari pasar atau perekonomian

masyarakat Serdang. Hal ini ditandai dengan

berbagai usaha yang telah dilakukan oleh

Sultan Sulaiman, mulai dari membuat irigasi

Page 10: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

80 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

untuk pengairan sawah sehingga

mempermudah masyarakat dalam

pengelolaan sawah-sawah mereka.

Perekonomian kota Serdang juga

didukung oleh keadaan wilayah Pulau

Sumatera, utamanya Sumatera Utara yang

menjadi gerbang masuk para pedagang dan

menjadi pusat perdagangan yang sangat

ramai di Asia Tenggara (Azhari, 2013:32).

Karenanya, raja memiliki hubungan

diplomatik dengan dinasti di luar Nusantara.

Beberapa faktor juga merujuk kepada

kekuatan politik maupun kekuatan panglima

tempur yang telah berhasil merebut dan

menaklukkan beberapa negeri yang berada di

Pantai Barat dan Timur Sumatera.

4. Kesimpulan

Novel Penari Dari Serdang karya

Yudhistira ANM Massardi merupakan

dokumen sejarah peradaban Melayu kuno.

Karya ini menyoriti dimensi sejarah, budaya,

dan ekonomi di Serdang pada masa kejayaan

Melayu kuno. Melalui pengisahan kisah cinta

Bagus dan Chaya penulis memberikan

gambaran mengenai berbagai realitas

kehidupan masyarakat di kota Serdang pada

masa lalu. Berdasarkan studi yang dilakukan

dapat dipahami bahwa berbagai gambaran

yang ada di dalam novel ini memperlihatkan

kesejajaran struktur dengan realitas pada

dokumen-dokumen sejarah yang ada. Di sisi

lain, novel ini juga memberikan kritik

terhadap sikap pemerintah saat ini yang abai

terhadap sejarah masa lalu yang kaya,

utamanya di wilayah Serdang.

5. Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Rektor Universitas Muhammadiyah

Malang dan Kaprodi Pendidikan Bahasa

Indonesia atas dukungannya terhadap

penelitian ini. Selain itu, penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada reviewer

anonim yang telah memberikan masukan

terhadap artikel ini sehingga menjadi lebih

baik.

6. Daftar Pustaka

Abdullah, I. (2017). Glokalisasi Identitas

Melayu: Potensi dan Tantang Budaya

Dalam Reproduksi Kemelayuan.

MANHAJ: Jurnal Penelitian dan

Pengabdian, 6(2), 1-7. Retrieved

from

https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/in

dex.php/manhaj/article/view/742/65

9

Andalas, E. F. (2016a). Citra Antikolonial

dalam Film Avatar (2009): Sebuah

Tinjauan Poskolonial. Puitika, 12(1),

1-10. Retrieved from

http://jurnalpuitika.fib.unand.ac.id/in

dex.php/jurnalpuitika/article/view/26

Andalas, E. F. (2016b). Sastra Lisan Lakon

Lahire Panji Pada Pertunjukan

Wayang Topeng Malang Padepokan

Mangun Dharma (Kajian Sastra

Lisan Ruth H Finnegan). (Master

Master Thesis), Universitas

Airlangga, Surabaya.

Andalas, E. F. (2017a). Dampak dan Fungsi

Sosial Mitos Mbah Bajing bagi Kehi-

dupan Spiritual Masyarakat Dusun

Kecopokan Kabupaten Malang Jawa

Timur. Puitika, 13(1), 21-31.

Retrieved from

http://jurnalpuitika.fib.unand.ac.id/in

dex.php/jurnalpuitika/article/view/48

Andalas, E. F. (2017b). Eskapisme Realitas

dalam Dualisme Dunia Alice Telaah

Psikologi-Sastra Film Alice in

Wonderland (2010). KEMBARA:

Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan

Pengajarannya, 3(2), 185-195.

doi:https://doi.org/10.22219/KEMB

ARA.Vol3.No2.185%20-%20195

Andalas, E. F. (2018a). Literasi Ekologis:

Tanggung Jawab Moral Ilmu Sastra

dalam Pengelolaan Ekologi

Manusia. Paper presented at the

Seminar Nasional Bahasa dan Sastra

Indonesia (SENASBASA), Malang.

Page 11: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

81 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

Andalas, E. F. (2018b). Meninjau Kembali

Identitas Budaya Jawa Di Era

Globalisasi: Panji Sebuah

Representasi Identitas Lokal Jawa

Timur. Paper presented at the

Seminar Kebudayaan Jawa (Budaya

Jawa dalam Tantangan Globalisasi

dan Pengembangan Budaya

Nasional), Malang.

http://www.academia.edu/download/

61763945/10._MeninjauKembaliIde

ntitasBudayaJawadiEraGlobalisasi-

PanjiSebuahRepresentasiIdentitasLo

kalJawaTimur420200112-7657-

2q6nor.pdf

Andalas, E. F. (2018c). Reimajinasi

Kebenaran Kajian Sastra dan Budaya

dalam Perspektif Cultural Studies. In

E. F. Andalas & H. B. Qur'ani (Eds.),

Narasi Katulistiwa: Sehimpun Telaah

Kritis Atas Kepingan-Kepingan

Kisah Manusia dalam Drama

Indonesia. Malang: Kota Tua.

Ardhianti, M. (2016). Kajian New

Historicism Novel Hatta: Aku Datang

Karena Sejarah Karya Sergius

Sutanto Buana Sastra, 3(1), 1-10.

Retrieved from

http://jurnal.unipasby.ac.id/index.ph

p/bastra/article/view/652/519

Ariani, M. F., & Andalas, E. F. (2018).

Kearifan Lokal Malangan dalam

Kumpulan Cerpen Aloer-Aloer

Merah Karya Ardi Wina Saputra.

JURNAL SATWIKA, 2(2), 107-118.

doi:https://doi.org/10.22219/SATWI

KA.Vol2.No2.107-118

Azhari, I. (2013). Kesultanan Serdang:

Perkembangan Islam pada Masa

Pemerintahan Sulaiman Shariful

Alamsyah Jakarta: Badan Litbang dan

Diklat Kementerian Agama Republik

Indonesia.

Barry, P. (2010). Pengantar Komprehensif

Teori Sastra dan Budaya: Beginning

Theory. Yogyakarta: Jalasutra.

Brannigan, J. (1999). Introduction: History,

Power, and Politics In the Literary

Artifact. New York: New York

University Press.

Budianta, M. (2006). Budaya, Sejarah, dan

Pasar: New Historicism dalam

Perkembangan Kritik Sastra. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Farida, N., & Andalas, E. F. (2019a).

Eksistensi Kearifan Lokal Madura di

Era Modern dalam Celurit Hujan

Panas Karya Zainul Muttaqin.

Atavisme, 22(2), 217-232.

doi:https://doi.org/10.24257/atavism

e.v22i2.581.217-232

Farida, N., & Andalas, E. F. (2019b).

Representasi Kesenjangan Sosial-

Ekonomi Masyarakat Pesisir Dengan

Perkotaan Dalam Novel Gadis Pantai

Karya Pramodya Ananta Toer.

KEMBARA: Jurnal Keilmuan

Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya,

5(1), 74-90.

doi:https://doi.org/10.22219/KEMB

ARA.Vol5.No1.74-90

Foucault, M. (2012). Arkeologi

Pengetahuan. Jakarta: IRCiSoD.

Greenblatt, S. (1982). The Power of Forms in

The English Renaissance (S.

Greenblatt Ed.). Okla: Pilgrim Books.

Greenblatt, S., & Gallagher, C. (2005).

Practicing New Historicsm. Chicago:

The University of Chicago Press.

Hashim, M. Y. (1988). Di Antara Fakta dan

Mitos: Tradisi Pensejarahan Di

Dalam Hikayat Siak Atau Sejarah

Raja-Raja Melayu SEJARAH:

Journal of the Department of History,

1(1), 63-116.

doi:https://doi.org/10.22452/sejarah.

vol1no1.3

Iman, N., & Andalas, E. F. (2019).

Representasi Kehidupan Religius

Masyarakat Islam Kejawen Di

Page 12: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

82 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

Yogyakarta Pada Tahun 1868 M–

1912 M dalam Novel Dahlan: Sebuah

Novel Karya Haidar Musyafa. Pena

Literasi, 2(1), 189-200. Retrieved

from

https://jurnal.umj.ac.id/index.php/pe

naliterasi/article/view/4448

Iskandar, P. (2010). Economics: Pengantar

Mikro dan Makro. Jakarta: Mitra

Wacana Media.

Kartodirjo, S. (1992). Pendekatan Ilmu

Sosial dalam Metodologi Sejarah

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Massardi, Y. A. N. M. (2019). Penari Dari

Serdang Jakarta Gramedia Pustaka

Utama

Mohammad, G. S. (2017). Jawasentris

dalam Penulisan Sejarah Nasional

Indonesia. Paper presented at the 60

Tahun Seminar Sejarah Nasional

Indonesia, Yogyakarta.

http://www.academia.edu/download/

59765721/Ghamal_Satya_Mohamm

ad_Universitas_Indonesia_Jawasentr

is_dalam_Penulisan_Sejarah_Nasion

al_Indonesia20190617-72068-

x8893x.pdf

Mumtaz, F. (2014). Membongkar Kubur

Sugiarti Siswadi (Sebuah Kajian New

Historicism) (Master Master Thesis),

Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta. Retrieved from

https://repository.usd.ac.id/124/2/09

6322014_full.pdf

Purnamasari, B. W. A. (2019). Novel Arok

Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer

Dengan Kajian New Historicism

Stephan Greenblatt. BAPALA, 5(2),

1-10. Retrieved from

https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/i

ndex.php/bapala/article/view/28172/

25774

Putra, B. A. (2016). Historiografi Melayu:

Islam Dalam Sejarah dan

Kebudayaan Melayu. Tsaqofah dan

Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan

Sejarah, 1(1), 91-102. Retrieved

from

https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/in

dex.php/twt/article/view/866/739

Qur'ani, H. B., & Andalas, E. F. (2019).

Nilai-Nilai Moral Cerita Rakyat di

Banten. Basastra: Jurnal Kajian

Bahasa dan Sastra Indonesia, 8(3),

238-252.

doi:http://dx.doi.org/10.24114/bss.v8

i3.15885

Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya

Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sahliyah, C. (2017). Kajian New Historicism

Novel Kubah Karya Ahmad Tohari.

Jurnal Pendidikan Bahasa dan

Sastra, 17(1), 108-116.

doi:https://doi.org/10.17509/bs_jpbs

p.v17i1.6962

Salleh, S. H. (1997). Kesusasteraan melayu

Abad Kesembilan Belas. Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Sinar, T. L. (1986). Sari Sejarah Serdang 2.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Sugiarti, S., & Andalas, E. F. (2018).

Perspektif Etik dalam Penelitian

Sastra. Malang: UMM Press.

Sugiarti, S., Andalas, E. F., & Setiawan, A.

(2020). Desain Penelitian Kualitatif

Sastra. Malang: UMM Press.

Sulistyorini, D., & Andalas, E. F. (2017).

Sastra Lisan: Kajian Teori dan

Penerapannya dalam Penelitian.

Malang: Madani.

Taum, Y. Y. (2013). Representasi Tragedi

1965: Kajian New Historicism Atas

Teks-Teks Sastra dan Nonsastra

tahun 1966-1998 (Ringkasan

Disertasi). Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta. Retrieved from

https://www.academia.edu/3540108/

REPRESENTASI_TRAGEDI_1965

Page 13: Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya, dan Ekonomi

Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83

83 Zulaemy dan Andalas (Peradaban Melayu Kuno...)

_KAJIAN_NEW_HISTORICISM_

ATAS_TEKS-

TEKS_SASTRA_DAN_NONSAST

RA_TAHUN_1966_-

_1998_Ringkasan_Disertasi_

Teeuw, A. (1974, Juni). Sastra dalam

Ketegangan Antara Tradisi dan

Pembaharuan. Basis, XXVII.

Wellek, R., & Waren, A. (2014). Teori

Kesusastraan. Jakarta: Grasindo.

Zakaria, N. b., Ali, A. H. b., Wahid, A. b., &

Omar, A. b. (2018). Sejarah Melayu

Sebagai Lambang Tradisi Akal Budi

Bangsa yang Tinggi. JURNAL

MELAYU SEDUNIA, 1(1), 191-209.

Retrieved from

https://ejournal.um.edu.my/index.ph

p/jurnalmelayusedunia/article/view/1

3389/8519