penyakit virus pada kulit
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit
merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.
Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada iklim, umur, seks, ras dan juga
bergantung pada lokasi tubuh.
Beberapa penyakit pada kulit dapat disebabkan oleh berbagai virus. Beberapa penyakit
kulit yang disebabkan virus adalah herpes zoster, herpes simpleks, veruka, kondiluma
akuminatum, moluskum kontagiosum, varisella dan variola.
BAB II
HERPES ZOSTER
2.1 Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat ditandai adanya rasa nyeri radikuler
unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut
spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang menetap dalam bentuk laten setelah
infeksi primer oleh virus.
2.2 Epidemiologi
Herpes zoster lebih sering mengenai orang dengan penurunan imunitas seluler seperti
pada usia lanjut, pasien dengan keganasan, pasien yang mendapat kemoterapi atau terapi steroid
jangka panjang, dan orang dengan HIV. Namun, herpes zoster dapat terjadi pada semua usia.2 Di
Amerika, herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66% mengenai usia
lebih dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia di bawah 20 tahun dan 5% mengenai usia
kurang dari 15 tahun.
2.3 Etiologi
Virus Varicella zoster merupakan virus penyebab varisela dan herpes zoster. Varicella
zoster merupakan virus golongan herpesvirus. Inang dari virus ini hanya terbatas pada manusia
dan primata. Stuktur partikel virus (virion) berukuran 120-300 nm. Virion terdiri dari
glikoprotein, kapsid, amplop (selubung) virus, dan nukleokapsid yang melindungi bagian inti
berisi DNA genom utas ganda. Bagian nukleokapsid berbentuk ikosahedral, berdiameter 100-110
nm, dan terdiri dari 162 protein yang disebut kapsomer. Virus ini akan mengalami inaktivasi
pada suhu 56-60°C dan menjadi tidak berbahaya apabila bagian amplop (selubung) dari virus ini
rusak. Penyebaran virus ini dapat terjadi melalui pernapasan.
Gambar 1. Struktur virus Varicella zoster
2.4 Patofisiologi
Setelah infeksi primer virus varicella zoster, virus tersebut berdiam di ganglion posterior
susunan saraf tepi dan ganglion cranialis. Pada orang dengan imunokompeten, infeksi biasanya
mempengaruhi satu dermatom, dan pada orang dengan imunokompromise, infeksi mengenai
beberapa dermatom. Penurunan imunitas spesifik terhadap virus karena HIV, keganasan,
kemoterapi, atau penggunaan lama kortikosteroid dapat mengaktivasi kembali infeksi virus, yang
mengenai lokasi setingkat dengan daerah persarafan ganglion yang terkena. Reaktivasi ini
menyebabkan peradangan pada ganglion yang menimbulkan kerusakan neuron dan sel-sel
pendukungnya. Virus juga terbawa ke axon ke area kulit yang dipersarafi ganglion yang terkena,
menyebabkan peradangan lokal.
Dikarakteristikan oleh masa prodromal dengan rasa terbakar selama 2 sampai 3 hari,
timbul vesikel vesikel pada distribusi dermatom dari ganglion yang terinfeksi. Semua dermatom
dapat terkena, namun yang paling umum adalah T1 sampai L2. Walaupun umumnya neuron
sensoris yang terkena, neuron motorik juga dapat terkena pada 5%-15% pasien.
2.5 Gejala klinis
Pola distribusi unilateral dan dermatomal, dan penampakan ruam herpes zoster sangat
jelas sehingga diagnosis biasanya mudah. Sangat penting untuk mengenali gejala sedini
mungkin. Ruam herpes zoster bersifat khas yaitu ruam vesikular yang nyeri, sepanjang satu
dermatom, berlangsung selama 3-5 hari sebelum lesi menjadi pustul dan keropeng. Ruam sering
terasa gatal.
Vesikel dapat berisi cairan jernih yang bisa berubah menjadi abu-abu dan kemudian
membentuk krusta, bisa juga mengandung darah (herpes zoster hemoragik) dan kemudian jika
terjadi infeksi sekunder, dapat terbentuk ulkus dan sikatriks akibat penyembuhan luka.
Pada beberapa kasus dapat didahului dengan gejala prodromal, yang meliputi demam,
malaise, nyeri kepala, nyeri otot-tulang, pegal, gatal, dan sensasi kulit lokal. Ruam dan nyeri
paling sering timbul di dada (torakal) dan di wajah. Masa tunas antara 7 – 12 hari, dengan masa
aktif berupa lesi yang tetap timbul berlangsung kira-kira satu minggu, kemudian masa resolusi
antara 1 – 2 minggu, sehingga biasanya akan sembuh dalam 2-3 minggu.
Pada individu dengan imunitas yang buruk (imunokompromais), herpes zoster dapat
mengenai lebih dari satu dermatom, penyebaran ruamnya generalisata atau ruam menetap lebih
lama. Komplikasi neuralgia pasca herpes, superinfeksi bakterial dan terjadinya jaringan parut di
kulit juga meningkat.
Bila menyerang cabang oftalmikus N. V disebut herpes zoster oftalmikus.
Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan optikus, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat
persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat
gangguan pengecapan. Bila menyerang wajah, daerah yang dipersarafi N. V cabang atas disebut
herpes zoster frontalis. Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang
singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Bila menyerang saraf
interkostal disebut herpes zoster torakalis. Bila menyerang daerah lumbal disebut herpes zoster
abdominalis.
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra
Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra
Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.
Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.
2.6 Komplikasi
Penderita yang tidak disertai keadaan penurunan imunitas, biasanya tanpa komplikasi.
Komplikasi yang dapat terjadi ialah adanya vesikel yang berubah menjadi ulkus dengan jaringan
nekrotik.
Neuralgia pascaherpetik
Nyeri merupakan komplikasi tersering herpes zoster yang membuat pasien menderita. Pada
fase akut, nyeri biasanya berkurang dalam beberapa minggu. Jika nyerinya masih menetap
lebih dari 3 bulan setelah hilangnya ruam zoster, maka diduga pasien mengalami komplikasi
neuralgia pasca herpes (NPH).2 Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan
bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari.
Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang menderita herpes zoster di atas usia 40 tahun,
ruam yang meluas, dan intensitas nyeri akut yang lebih berat merupakan indikator
meningkatnya risiko terjadinya NPH.
Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, di antaranya ptosis paralitik,
keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optik.
Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara per
kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis biasanya
timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi,
misalnya di muka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, dan anus.
Umumnya akan sembuh spontan. Infeksi juga dapat menjalar ke organ dalam, misalnya paru,
hepar, dan otak.
2.7 Penunjang Diagnosis
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan
diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan
vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan
histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf,
proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion.
Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat
dilihat secara imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk
menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan
penunjang antara lain:
1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop elektron.
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.
sel datia berinti banyak
2.8 Diagnosis banding
1. Herpes simpleks : hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks
dalam embrio ayam, kelinci, tikus.
2. Varisela : biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam.
3. Impetigo vesikobulosa : lebih sering pada anak-anak, dengan gambaran vesikel
dan bula yang cepat pecah dan menjadi krusta.
2.9 Pengobatan
Tujuan utama terapi herpes zoster pada orang dewasa usia lanjut adalah selain
mempercepat proses penyembuhan juga untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri akut dan
mencegah terjadinya neuralgia pasca herpes. Pemberian obat antivirus merupakan salah satu dari
beberapa intervensi untuk mempercepat proses penyembuhan dan mempersingkat lamanya nyeri.
Biasanya, semakin cepat terapi antivirus dimulai, semakin pendek juga durasi munculnya
herpes zoster dan semakin menurnkan kaparahan dari neuralgia pascaherpetik. Terapi yang ideal
ialah terapi dimulai 72 jam dari onset gejala.8 Beberapa panduan menyarankan untuk meresepkan
obat antivirus berdasarkan usia (50 tahun) dan penemuan klinis (beratnya nyeri akut, beratnya
ruam) sehingga aturan 50-50-50 dapat digunakan sebagai panduan terapi:
Terapi diberikan 50 jam atau kurang sejak onset ruam
Usia pasien 50 tahun atau lebih
Jumlah lesi 50 atau lebih
Tiga antivirus oral yang tersedia untuk terapi herpes zoster
Obat Dosis (per hari) Lama (hari)
Asiklovir 5 x 800 mg 7-10
Famsiklovir 2 x 500 mg 7*
Valasiklovir 3 x 1000 mg 7*
Tabel 1. Obat antivirus oral dan pemakaiannya
Efek antiviral langsung terhadap virus varicella. Analog nukleosid awalnya difosforilasi
oleh tiramidin kinase virus untuk membentuk nukleosid trifosfat. Molekul ini dapat menghambat
polymerase virus herpes simplex 30-50 kali lebih besar dibandingkan potensi DNA-α
polymerase manusia.
Algoritma terapi
Bagan 1. Algoritma terapi pada herpes zoster
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi
imunitas. Jika lesi baru masih tetap timbul obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan
sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.
Istirahat.
Untuk mengurangi neuralgia dapat diberikan analgetik.
Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder, yaitu
dengan bedak salisil 2%. Bila terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik
lokal misalnya salep kloramfenikol 2%.
Bila erosi diberikan kompres terbuka, sedangkan jika ada ulserasi dapat diberikan salep
antibiotik.
Untuk neuralgia pasca herpetik, obat yang direkomendasikan di antaranya gabapentin
dosisnya 1.800 mg – 2.400 mg per hari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan
sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai 1.800 mg
sehari.
Sindrom Ramsay Hunt diberikan prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu
dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaannya untuk mencegah
fibrosis ganglion.
Segera konsultasi dengan ahli yang tepat jika ditemukan gejala yang berkaitan dengan
meningitis (herpes zoster oftalmikus), gigi (zoster cabang maksilaris), infeksi telinga atau
ketulian (sindrom Ramsay Hunt), infeksi orofaring (zoster pharyngis/laryngis),
meningoencephalitis, and encephalomyelitis; dan ketika terdapat komplikasi motorik ataupun
kandung kemih, paru, serta traktus gastrointestinalis.
2.10 Prognosis
Umumnya baik. Pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan
perawatan secara dini.
BAB III
HERPES SIMPLEKS
3.1 Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus
herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas
kulit eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik
primer maupun rekurens.
Virus herpes simpleks tipe 1 sebagian besar terkait dengan penyakit orofacial, sedangkan
virus herpes simpleks tipe 2 biasanya terkait dengan infeksi perigenital. Tetapi, keduanya dapat
menginfeksi daerah oral dan genital.
3.2 Epidemiologi
Virus Herpes simpleks memiliki distribusi di seluruh dunia dan menghasilkan infeksi
primer, laten dan berulang. Lebih dari sepertiga populasi dunia diperkirakan memiliki
kemampuan untuk menularkan virus selama periode penyebaran virus. Pada anak-anak berumur
kurang dari 10 tahun, infeksi herpes sering asimtomatik dan dengan type tersering adalah HSV-1
(80-90%). Analisis yang dilakukan secara global telah menunjukkan adanya antibodi HSV-1
pada sekitar 90% dari individu berumur 20-40 tahun. HSV-2 merupakan penyebab infeksi herpes
genital yang paling banyak (70-90%), meskipun studi terbaru menunjukkan peningkatan
kejadian dapat disebabkan oleh HSV-1 (10-30%).
HSV dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kelainan. Seorang ibu yang terinfeksi
HSV dapat menularkan virus itu padanya baru lahir selama persalinan vagina, terutama jika ibu
memiliki infeksi aktif pada saat pengiriman.
Proporsi HSV-1 pada infeksi herpes genital awal (primer) lebih tinggi di antara pria yang
berhubungan seks dengan pria(46,9%) dibandingkan di kalangan wanita(21,4%) dan terendah di
antara pria heteroseksual (14,6%). Seks oral reseptif secara signifikan meningkatkan
kemungkinan bahwa penyebab infeksi awal adalah HSV-1 daripada HSV-2. Genital HSV-1
sering bisa diperoleh melalui kontak dengan mulut mitra.
Usia dan jenis kelamin merupakan faktor risiko penting yang terkait dengan
didapatkannya infeksi genital HSV-2. Bahkan, prevalensi infeksi HSV sangat rendah di masa
kanak-kanak dan remaja awal tetapi meningkat dengan usia, mencapai maksimum sekitar 40
tahun.
3.3 Etiologi
Kelompok virus herpes sebagian besar terdiri dari virus DNA. Melakukan replikasi
secara intranuklear dan menghasilkan inklusi intranuklear khas yang terdeteksi dalam preparat
pewarnaan. HSV-1 dan HSV-2 adalah virus double-stranded DNA yang termasuk dalam
Alphaherpesvirinae, subfamily dari Herpes viridae. Kedua virus, bertransmisi melalui sel
epitel mukosa, serta melalui gangguan kulit, bermigrasi ke jaringan saraf, di mana mereka tetap
dalam keadaan laten. HSV-1 lebih dominan pada lesi orofacial dan biasanya ditemukan di
ganglia trigeminal, sedangkan HSV-2 lebih dominan pada lesi genital dan paling sering
ditemukan di ganglia lumbosakral. Namun virus ini dapat menginfeksi kedua daerah orofacial
dan saluran genital melalui infeksi silang HSV-1 dan HSV-2 melalui kontak oral-genital.
Transmisi dapat terjadi tidak hanya saat gejala manifestasi HSV aktif, tetapi juga dari
pengeluaran virus dari kulit dalam keadaan asimptomatis. Puncak beban DNA virus telah
dilaporkan terjadi setelah 48 jam, dengan tidak ada virus terdeteksi di luar 96 jam setelah
permulaan gejala. Secara umum, gejala muncul 3-6 hari setelah kontak dengan virus, namun
mungkin tidak muncul sampai untuk satu bulan atau lebih setelah infeksi.
Manusia adalah reservoir alami dan tidak ada vektor yang terlibat dalam transmisi. HSV
ditularkan melalui kontak pribadi yang erat dan infeksi terjadi melalui inokulasi virus ke
permukaan mukosa yang rentan (misalnya, oropharynx, serviks, konjungtiva) atau melalui luka
kecil di kulit. Virus ini mudah dilemahkan pada suhu kamar dan pengeringan.
3.4 Patogenesis
Infeksi virus Herpes simpleks ditularkan oleh dua spesies virus, yaitu virus Herpes
simpleks-I (HSV-1) dan virus Herpes simpleks II (HSV-2). Virus ini merupakan kelompok virus
DNA rantai ganda. Infeksi terjadi melalui kontak kulit secara langsung dengan orang yang
terinfeksi virus tersebut. Transmisi tidak hanya terjadi pada saat gejala manifestasi HSV muncul,
akan tetapi dapat juga berasal dari virus shedding dari kulit dalam keadaan asimptomatis.
Pada infeksi primer, kedua virus Herpeks simpleks , HSV 1 dan HSV-2 bertahan di
ganglia saraf sensoris . Virus kemudian akan mengalami masa laten, dimana pada masa ini virus
Herpes simpleks ini tidak menghasilkan protein virus, oleh karena itu virus tidak dapat terdeteksi
oleh mekanisme pertahanan tubuh host. Setelah masa laten, virus bereplikasi disepanjang
serabut saraf perifer dan dapat menyebabkan infeksi berulang pada kulit atau mukosa. Virus
Herpes simpleks ini dapat ditularkan melalui sekret kelenjar dan secret genital dari individu
yang asimptomatik, terutama di bulan-bulan setelah episode pertama penyakit, meskipun jumlah
dari lesi aktif 100-1000 kali lebih besar.
Virus Herpes simpleks 1 (HSV-1) biasanya menyerang daerah wajah (non genitalia) dan
virus Herpes simpleks 2 (HSV-2) biasanya menyerang alat kelamin. Perubahan patologis sel
epidermis merupakan hasil invasi virus herpes dalam vesikel intraepidermal dan multinukleat sel
raksasa. Sel yang terinfeksi mungkin menunjukkan inklusi intranuklear.
3.5 Manifestasi Klinik
Infeksi primer pada HSV yaitu mereka yang tanpa adanya kekebalan baik terhadap
HSV-1 atau HSV-2 dan sering subklinis. Namun bila lesi klinis berkembang, biasanya lebih
parah, dan lebih sering dengan tanda dan gejala sistemik,dan mereka memiliki tingkat
komplikasi yang lebih tinggi dari infeksi rekuren. Infeksi genital primer lebih sering bergejala
dibandingkan dengan oral.
Pada infeksi primer, gejala biasanya terjadi dalam waktu 3 sampai 7 hari setelah terpapar
dengan masa inkubasi selama 2 sampai 20 hari. Gejala prodromal seperti limfadenopati,
malaise, anoreksia dan demam, serta nyeri setempat, pembengkakan dan rasa terbakar sering
terjadi sebelum timbulnya lesi mukokutan. Awalnya nyeri, kadang-kadang terpusat, vesikel pada
dasar eritematous kemudian muncul, diikuti dengan adanya pustul dan ulserasi. Beberapa
vesikel berkelompok dan tersebar. Terbentuk krusta dan gejala resolusi muncul dalam waktu 2
sampai 6 minggu. Gejala prodromal serupa dapat mendahului lesi rekuren, tetapi yang terakhir
sering mengalami penurunan dalam jumlah, tingkat keparahan dan durasi dibandingkan dengan
infeksi primer.
Infeksi Orofacial
Herpes Orolabial: Herpes labialis (cold sores, fever blisters) paling sering dikaitkan
dengan infeksi HSV-1. Lesi Oral disebabkan oleh HSV-2 telah diidentifikasi yang biasanya
sekunder dari kontak orogenital. Infeksi primer HSV-1 sering terjadi pada masa kanak-kanak dan
biasanya asimtomatik.
Ketika timbul gejala (mayoritas infeksi orolabial primer tidak menunjukkan gejala),
infeksi primer herpes orolabial biasanya hadir sebagai gingivostomatitis pada anak-anak atau
sebagai faringitis pada orang dewasa muda. Secara umum, mulut dan bibir adalah daerah yang
paling sering terlibat, dengan lesi muncul pada mukosa bukal, gingival dan membran
orofaringeal lainnya. Edema signifikan, rasa sakit dan ulserasi dari membran orofaringeal dapat
menyebabkan disfagia dan pengeluaran air liur terus-menerus.
Herpes simplex virus : gingivostomatitis
Vesikel Pada Dasar Yang Merah.
Infeksi Genital
Herpes genital adalah presentasi klinis utama dari infeksi HSV-2, tetapi dapat juga
disebabkan HSV-1 yaitu 10%-40% dari kasus, terutama berkaitan dengan kontak oral-genital.
Vesikel muncul sekitar 6 hari setelah kontak seksual. Vesikel membentuk cekungan
ditengah (umbilikasi) di hari 2 atau 3, kemudian terkikis. Krusta dan lesi sembuh pada satu atau
dua minggu kedepan. Jaringan parut dapat terbentuk pada inflamasi yang hebat. Discharge,
dysuria, dan limfadenopati inguinal biasanya terjadi. Adanya keluhan sistemik, termasuk
demam, mialgia, kelesuan, dan photophobia, terjadi pada 70% pada pasien dan lebih sering
terjadi pada perempuan. Diagnosis klinis tidak sensitif dan spesifik. Nyeri khas vesikel atau lesi
ulseratif tidak tampak pada kebanyakan orang yang terinfeksi.
Pada laki-laki, lesi biasanya muncul pada glans penis atau batang penis. Pada pria, nyeri,
eritem, lesi vesikular yang mengalami ulserasi paling sering terjadi pada penis, tetapi mereka
juga dapat terjadi di anus dan perineum.
Pada wanita, lesi dapat melibatkan vulva, perineum, bokong, vagina, atau cervix. Wanita
memiliki gejala penyakit yang lebih luas dan insiden yang tinggi mungkin dikarenakan area
permukaan yang terlibat lebih luas. HSV servisitis terjadi pada 80 persen wanita dengan infeksi
primer. Dapat tampak sebagai vaginal discharge purulen atau berdarah , dan pada pemeriksaan
menunjukkan area yang difus dan kemerahan, lesi ulseratif yang luas di eksoserviks, atau, yang
Herpes simpleks primer. Kelompok vesikel yang rupture, meninggalkan erosi. Tampak vesikel
didaerah perifer.
jarangn terjadi, nekrotik servisitis. Cervical discharge biasanya berbentuk mukoid tetapi kadang-
kadang mukopurulen.
3.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan sitologik untuk perubahan sel dari infeksi herpes virus tidak sensitive dan
tidak spesifik baik menggunakan pemeriksaan Tzank (lesi genital) dan apusan serviks
Papanicolaou dan tidak dapat diandalkan untuk diagnosis konklusif infeksi herpes simpleks.
Jenis yang lebih tua dari pengujian virologi, tes Pap Tzanck, mengorek dari lesi herpes
kemudian menggunakan pewarnaan Wright dan Giemsa. Pada pemeriksaan ditemukan sel
raksasa khusus dengan banyak nukleus atau partikel khusus yang membawa virus (inklusi)
mengindikasikan infeksi herpes. Tes ini cepat tapi akurat 50-70% dari waktu. Hal ini tidak dapat
membedakan antara jenis virus atau antara herpes simpleks dan herpes zoster.
Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini mungkin,
idealnya dalam 3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan bereproduksi dalam sampel
cairan namun mungkin berlangsung selama 1 - 10 hari untuk melakukannya. Jika infeksi parah,
pengujian teknologi dapat mempersingkat periode ini sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka
waktu selama tes ini mungkin membuat hasil yang kurang akurat. Kultur virus sangat akurat jika
lesi masih dalam tahap blister jelas, tetapi tidak bekerja dengan baik untuk luka ulserasi tua, lesi
berulang, atau latency. Pada tahap ini virus mungkin tidak cukup aktif.
Herpes simpleks : Sel Raksasa Berinti Banyak.
Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan CDC merekomendasikan tes
ini untuk mendeteksi herpes dalam cairan serebrospinal ketika mendiagnosa herpes
ensefalitis .PCR dapat membuat banyak salinan DNA virus sehingga bahkan sejumlah kecil
DNA dalam sampel dapat dideteksi.
Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis, Herpes
Simplex Virus 1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-2). Ketika herpes virus
menginfeksi seseorang, sistem kekebalan tubuh tersebut menghasilkan antibodi spesifik untuk
melawan infeksi. Adanya antibodi terhadap herpes juga menunjukkan bahwa seseorang adalah
pembawa virus dan mungkin mengirimkan kepada orang lain.
Tes tes antibodi terhadap dua protein yang berbeda yang berkaitan dengan virus herpes
yaitu Glikoprotein GG-1 dikaitkan dengan HSV-1 dan Glikoprotein GG-2 berhubungan dengan
HSV-2.
Meskipun glikoprotein (GG) jenis tes-spesifik telah tersedia sejak tahun 1999, banyak tes
khusus nontipe tua masih di pasar. CDC merekomendasikan hanya tipe-spesifik glikoprotein
(GG) tes untuk diagnosis herpes.
Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah terpapar
virus. Fitur tes meliputi:
ELISA (immunosorbent assay enzim-link) atau Immunoblot. Tes sangat akurat dalam
mendeteksi kedua jenis virus herpes simpleks.
Biokit HSV-2 (juga dipasarkan sebagai SureVue HSV-2). Tes ini mendeteksi HSV-2 saja.
Keunggulan utamanya adalah bahwa hanya membutuhkan tusukan jari dan hasil yang
disediakan dalam waktu kurang dari 10 menit. Hal ini juga lebih murah.
Western Blot Test adalah standar emas untuk peneliti dengan tingkat akurasi sebesar
99%. Tes ini mahal, memakan waktu lama, dan tidak tersedia secara luas sebagaimana tes
lainnya.
Tes serologi herpes terutama dianjurkan untuk:
Orang yang memiliki gejala genital berulang tapi tidak ada kultur virus negatif.
Konfirmasi infeksi pada orang yang memiliki gejala yang terlihat herpes genital.
Menentukan jika pasangan seseorang didiagnosa menderita herpes genital.
Orang-orang yang memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji untuk berbagai
jenis PMS (Penyakit Menular Seksual).
3.7 Diagnosis
Dalam kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada karakteristik tampilan klinis lesi.
Diagnosis klinis dapat dibuat secara akurat ketika beberapa karakteristik lesi vesikuler pada dasar
eritema dan bersifat rekuren. Namun, ulserasi herpes dapat menyerupai ulserasi kulit dengan
etiologi lainnya. Infeksi mukosa HSV juga dapat hadir sebagai uretritis atau faringitis tanpa lesi
kulit. Tanda-tanda dan simptom yang berhubungan dengan HSV-II dapat sangat berbeda-beda.
Ketersediaan pelayanan kesehatan dapat mendiagnosa herpes genital dengan inspeksi visual jika
perjangkitannya khas, dan dengan mengambil sampel dari luka kemudian mengetesnya di
laboratorium. Tes darah untuk mendeteksi infeksi HSV-I atau HSV-II, meskipun hasil-hasilnya
tidak selalu jelas. Kultur dikerjakan dengan kerokan untuk memperoleh material yang akan
dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes.
3.8 Diagnosis Banding
Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo
vesikobulosa. Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole, maupun
ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venereum.
1. Impetigo Vesikobulosa
Kelainan kulit pada impetigo vesikobulosa berupa eritem, bula, dan bula hipopion.
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula
telah memecah sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.
2. Ulkus durum
Chancre (ulkus durum) sifilis biasanya muncul sebagai lesi tunggal yang tidak
menyakitkan dan tidak berulang. Ulkus tersebut biasanya bulat, dasarnya ialah jaringan granulasi
berwarna merah dan bersih, diatasnya hanya tampak serum. Yang khas ialah ulkus tersebut
indolen dan teraba indurasi.
3. Chancroid (Ulkus Mole)
Chancroid adalah penyakit infeksi menular ulseratif akut yang disebabkan oleh
organisme Haemophilus ducreyi, sering bermanifestasi sebagai ulkus dengan eksudat abu-abu
kekuningan diatas dasar jaringan granulasi. Ulkus kecil, lunak pada perabaan, tidak terdapat
indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung dan dikelilingi halo yang
eritematosa.
3.9 Penatalaksanaan
Edukasi
Pasien dengan herpes genital harus dinasehati untuk menghindari hubungan seksual
selama gejala muncul dan selama 1 sampai 2 hari setelahnya dan menggunakan kondom antara
perjangkitan gejala. Terapi antiviral supressi dapat menjadi pilihan untuk individu yang peduli
transmisi pada pasangannya.
Agen Antiviral
Pengobatan dapat mengurangi simptom, mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan secara
cepat yang berhubungan dengan perjangkitan, serta dapat mempercepat waktu penyembuhan.
Tiga agen oral yang akhir-akhir ini diresepkan, yaitu Acyclovir, Famciclovir, dan Valacyclovir.
Ketiga obat ini mencegah multiplikasi virus dan memperpendek lama erupsi. Pengobatan
peroral, dan pada kasus berat secara intravena adalah lebih efektif. Pengobatan hanya untuk
menurunkan durasi perjangkitan.
Acyclovir
Menghambat aktivitas HSV 1 dan HSV-2. Pasien mengalami rasa sakit yang lebih kurang
dan resolusi yang lebih cepat dari lesi kulit bila digunakan dalam waktu 48 jam dari onset ruam.
Mungkin dapat mencegah rekurensi.
Infeksi Primer HSV: 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 10 hari atau 5 mg/kg/hari IV
setiap 8 jam.
Herpes oral atau genital rekuren : 200 mg peroral 5 kali/hari untuk 5 hari (non-FDA :
400 mg peroral 3 kali/hari untuk 5 hari)
Supresi herpes genital : 400 mg peroral 2 kali/hari
Disseminated disease: 5-10 mg/kg IV setiap 8 jam untuk 7 hari jika >12 tahun.
Famciclovir
Herpes labialis rekuren : 1500 mg peroral dosis tunggal pada saat onset gejala.
Episode primer herpes Genitalis :250 mg peroral 3 kali/hari selama10 hari
Episode primer herpes Genitalis :1000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam pada saat
onst gejala (dalam 6 hari gejala pertama)
Supressi jangka panjang: 250 mg peroral 2kali/hari
HIV-positive individuals dengan infeksi HSV orolabial atau genital rekuren : 500 mg
peroral 2 kali/hari untuk 7 hari (sesuaikan dosis untuk insufisiensi ginjal)
Supresi herpes simplex genital rekuren (pasien terinfeksi HIV): 500 mg peroral 2
kali/hari
Valacyclovir
Herpes labialis: 2000 mg peroral setiap 12 jam selama 24 jam (harus diberikan pada
gejala pertama/prodromal)
Genital herpes, episode primer: 1000 mg peroral 2kali/hari selama 10 hari.
Herpes genital rekuren: 500 mg peroral 2 kali/hari selama 3 hari.
Suppressi herpes Genital (9 atau lebih rekurensi per tahun atau HIV-positif): 500 mg
peroral 1 kali/hari.
Herpes simplex genital rekuren , suppressi( pasien terinfeksi HIV): 500 mg peroral
2kali/hari, jika >9 rekurensi pertahun : 1000 mg peroral peroral 1 kali/hari.
Foscarnet
HSV resisten Acyclovir: 40 mg/kg IV setiap 8-10 jam selama 10-21 hari
Mucocutaneous, resisten acyclovir: 40 mg/kg IV, selama 1 jam, setiap 8-12 jam selama
2-3 minggu atau hingga sembuh.
Topikal
Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim 5% (5 kali sehari
selama 5 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah munculnya gejala, meskipun juga
pemberian yang terlambat juga dilaporkan masih efektif dalam mengurangi gejala serta
membatasi perluasan daerah lesi.
3.10 Komplikasi
Komplikasi jarang tetapi dapat serius. diantaranya:
Infeksi bakteri sekunder, Ini biasanya karena Staph. Staphylococcus.
Disseminated herpes simpleks, merupakan infeksi virus herpes yang menyebar berupa yg
terjadi pada bayi baru lahir atau imunosupresif pasien.
Herpes simpleks kronis, biasa terjadi pada penderita HIV
Herpes ensefalitis. Herpes ensefalitis Ini adalah komplikasi serius herpes simpleks, tidak
selalu disertai dengan lesi kulit.
Karsinoma leher rahim. Ini lebih umum pada wanita dengan bukti serologi infeksi herpes
simpleks tipe 2, yang merupakan faktor predisposisi.
3.11 Prognosis
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi dini yang segera diobati mempunyai
prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi frekuensi kambuhnya. Pada
orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-penyakit dengan tumor di system
retikuloendoteial, pengobatan dengan imunosupressan yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat
menyebar ke alat-alat dalam dan fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya
usia seperti pada orang dewasa. Terapi anti virus efektif menurunkan manifestasi klinis herpes
genitalis.
BAB IV
VERUKA
4.1 Definisi
Veruka ialah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh human papiloma virus (HPV).
Veruka dapat bervariasi bergantung dari permukaan epitel kulit yang terkena dan tipe HPV.
Veruka dapat menular serta dapat menimbulkan rasa nyeri terutama bila terdapat di telapak
kaki atau kuku. Pada umumnya dalam 2 tahun veruka akan hilang dengan sendirinya tanpa
diterapi dengan apapun, namun banyak pasien berobat dikarenakan pasien merasakan nyeri
atau mengganggu pasien dalam beraktivitas sehari - hari.
4.2 Epidemiologi
Berbagai macam studi menunjukkan prevalensi veruka memiliki rentang usia yang
panjang, yang dapat menyerang mulai dari anak – anak remaja dan dewasa. Berdasarkan usia
pasien, prevalensi veruka diperkirakan 12% pada usia 4 – 6 tahun, 3,9 – 4,7% pada usia 11 –
16 tahun dan 24% pada usia 16 sampai 18 tahun. Hasil studi Belanda pada 1.465 orang anak
– anak menunjukkan prevalensi veruka sebanyak 33% pada usia 4 – 12 tahun (9%
diantaranya terdapat veruka pada tangan, 20% veruka plantaris dan 4% kedua – duanya).
Veruka lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria, pada wanita paling
sering terjadi pada usia 13 tahun sedangkan pada pria angka tertinggi pada usia 14,5 tahun.
Hasil studi menunjukkan bahwa 40% veruka pada anak akan hilang secara spontan setelah 2
tahun tanpa pengobatan. Veruka dapat tumbuh semakin besar dan menyebar semakin luas
dan dapat mengakibatkan semakin sulit untuk diterapi. Veruka pada anak yang resisten
terhadap terapi berpotensi sebagai sumber penyebaran HPV. Selain itu, veruka dapat
menimbulkan rasa nyeri, tergantung pada lokasinya (misalnya, telapak kaki dan di sekitar
kuku) dan menimbulkan keluhan kosmetik ketika berlokasi di area yang terlihat (misalnya
tangan dan wajah).
A
4.3 Etiologi
Virus penyebabnya adalah virus papilloma humanus (VPH), ialah virus DNA yang
tergolong dalam keluarga virus Papova. Sampai saat ini telah dikenal lebih dari 118 tipe HPV.
veruka yang terjadi pada kulit tangan dan kaki paling sering disebabkan oleh HPV tipe 1, 2, 4, 27
dan 57, sedangkan diperkirakan lebih dari 35 tipe HPV menginfeksi traktus genitalia. Beberapa
tipe HPV mempunyai potensi onkogenik yang tinggi, yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 45 dan 59. Tipe
ini merupakan jenis virus yang berhubungan dengan kejadian kanker jenis squamous cell dan
adenokarsinoma serviks. Sedangkan tipe 6 dan 11 lebih sering dijumpai pada veruka anogenital
(kondiloma akuminatum).
Virus ini dapat ditularkan secara langsung melalui kontak kulit dengan kulit atau kontak
melalui permukaan yang terkontaminasi oleh HPV. Infeksi dapat terjadi melalui autoinokulasi
pada kulit yang terluka atau tergores.
4.4 Klasifikasi
Penyakit veruka mempunyai beberapa bentuk klinis, yaitu :
1. Veruka vulgaris
Veruka ini terutama terdapat pada anak, tetapi juga terdapat pada dewasa dan orang tua.
Tempat predileksinya terutama di ekstremitas bagian ekstensor, walaupun demikian
penyebarannya dapat ke bagian lain tubuh termasuk mukosa mulut dan hidung. Veruka
ini bentuknya bulat berwarna abu – abu, besarnya lentikular atau jika berkonfluensi
berbentuk plakat, permukaan kasar (verukosa). Dengan goresan dapat timbul
autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Köbner).
A B
Gambar 1. Veruka vulgaris,
A pada telapak tangan (palmar), B pada jari tengah (digiti manus III)
2. Veruka plana
Veruka ini besarnya miliar atau lentikular, permukaan licin dan rata, berwarna sama
dengan warna kulit atau agak kecoklatan. Penyebarannya terutama di daerah muka dan
leher, dorsum manus dan pedis, pergelangan tangan, serta lutut. Juga terdapat fenomena
Köbner dan termasuk penyakit yang dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Jumlah
veruka dapat sangat banyak. Terutama terdapat pada anak dan usia muda, walaupun juga
dapat ditemukan pada orang tua.
3. Veruka plantaris
Veruka ini terdapat di telapak kaki terutama di daerah yang mengalami tekanan.
Bentuknya berupa cincin yang keras dengan di tengah agak lunak dan berwarna
kekuning-kuningan. Permukaannya licin karena gesekan dan menimbulkan rasa nyeri
pada waktu berjalan, yang disebabkan penekanan oleh massa yang terdapat di daerah
tengah cincin.
Gambar. Veruka plantaris, pada telapak kaki
4. Veruka anogenital (kondiloma akuminatum)
Veruka anogenital sangat sering dijumpai. Sebagian besar ditularkan melalui hubungan
seksual. Terkadang, lesi menjadi sangat besar dan banyak sehingga membentuk massa
seperti kembang kol dan mengganggu fungsi normal.
Tempat predileksi terutama terdapat di daerah lipatan yang lembab, misalnya di daerah
genitalia eksterna. Pada pria tempat predileksinya di perineum dan sekitar anus, sulkus
koronarius, glans penis, muara uretra eksterna, korpus dan pangkal penis. Pada wanita di
daerah vulva dan sekitarnya, introitus vagina, kadang – kadang pada porsio uteri. Pada
wanita yang banyak mengeluarkan fluor albus atau wanita yang hamil pertumbuhan
penyakit lebih cepat.
Kelainan kulit berupa vegetasi yang bertangkai dan berwarna kemerahan jika masih baru,
jika sudah lama agak kehitaman. Permukaannya berjonjot (papilomatosa) sehingga pada
vegetasi yang besar dapat dilakukan percobaan sondase. Jika timbul infeksi sekunder
warna kemerahan akan berubah menjadi keabu – abuan dan berbau tidak enak.
4.5 Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian veruka, diantaranya:
1. Pasien dengan imunokompromais, dimana penurunan sistem imun dapat disebabkan
karena penyakit (mis: HIV/AIDS, limfoma), obat–obatan imunosupresan (mis :
prednisone, cyclosporin, obat – obatan kemoterapi)
2. Aktivitas seksual dan kehamilan, hal ini terutama pada kasus veruka anogenital
3. Pekerjaan yang berisiko terhadap penularan HPV
4. Usia lanjut
Veruka juga dapat berubah menjadi keganasan, maka perlu diwaspadai apabila
terdapat veruka yang : (1) veruka yang tumbuh semakin besar dengan cepat, (2) lesi besar
yang soliter, (3) veruka yang tidak dapat diklasifikasikan berdasarkan lesi dan lokasi
predileksinya (veruka atipikal).
4.6 Diagnosis
Diagnosis veruka ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul, yaitu lokasi
predileksi dan lesi yang timbul. Pada veruka vulgaris lesi berupa hiperkeratotik, exophytic
dan papul berbentuk kubah atau nodul terutama terletak pada jari, tangan, lutut atau siku.
Pada veruka plana lesi berupa papul datar dengan sedikit peninggian elevasi dan berdiameter
2 – 4 mm. Veruka intermediate dapat memberikan gambaran lesi seperti veruka vulgaris dan
veruka plana. Myrmecia memberikan gambaran lesi yang besar, dalam dan tersembunyi.
Veruka plantaris dapat menimbulkan keluhan nyeri karena terdapat papul yang terletak di
dalam kulit (lapisan dermis) yang mengalami penekanan terutama saat berjalan. Pada telapak
tangan atau kaki beberapa veruka dapat berdistribusi secara berkelompok yang disebut
sebagai veruka mosaik. Veruka filiformis paling sering terdapat di wajah dengan
karakteristik menyerupai daun palem yang menunjukkan adanya proliferasi yang cepat dari
stratum korneum. Veruka periungual dapat terjadi di mana saja di sepanjang tepi kuku,
termasuk proksimal kuku dan hyponychium, yang kemudian dapat menyebabkan
onychodystrophy, kerusakan matriks kuku dan onycholysis. Veruka anogenital (kondiloma
akuminata) terdapat pada perineum atau pada alat kelamin dan merupakan salah satu
penyakit menular seksual. Kondiloma akuminata dapat ditularkan ke neonatus dari wanita
yang terinfeksi HPV. Infeksi HPV pada saluran kelamin dapat juga ditularkan ke saluran
pernapasan bayi yang baru lahir (neonates) yang dapat menyebabkan juvenile-onset recurrent
respiratory papillomatosis. Veruka oral lesinya berupa papulaeritematosa atau papul putih
kecil pada mukosa mulut. Gambaran klinis veruka bervariasi berdasarkan lokasi, tetapi
veruka dapat dengan mudah didiagnosa oleh dokter yang berpengalaman.
4.7 Diagnosa Banding
Veruka plantaris harus dibedakan dari kalus yang memberikan gambaran lesi berupa
area luas yang menyerupai lapisan lilin, berwarna kekuningan dan menebal yang apabila
terkelupas tidak terdapat perdarahan. Klavus terjadi pada tempat yang mengalami penekanan
dan umumnya nyeri. Veruka plana harus dibedakan dari lichen planus yang biasanya akan
menunjukkan hiperpigmentasi dan striae Wickham’s. Lesi pada lichen planus biasanya gatal
dan sering disertai dengan lesi mukosa yang khas. Lesi pada moluskum contagiosum berupa
papul berwarna putih yang berlokasi di badan dan pada permukaan papul terdapat lekukan di
tengahnya.
4.8 Penatalaksanaan
1. Asam salisilat
Asam salisilat adalah terapi lini pertama terapi untuk veruka pada wajah, veruka
plantar, dan veruka vulgaris di tangan. Ini adalah terapi keratolitik dengan mekanisme
menghancurkan secara perlahan epidermis yang terinfeksi virus dan dapat menyebabkan
reaksi kekebalan dari iritasi ringan yang disebabkan oleh asam salisilat.2,5
2. Bedah Beku (Cryotherapy)
Cryotherapy merupakan terapi lini kedua dengan menggunakan cryogen berupa
nitrogen cair dengan suhu -196°C. Efek pengobatan dengan cryotherapy diduga melalui
penghancuran sel keratinosit yang terinfeksi HPV atau dengan cara merangsang reaksi
inflamasi lokal. Dengan cryotherapy tidak berarti membunuh virus HPV secara
keseluruhan, dimana hal ini sangat bermanfaat dalam bidang penelitian karena virus HPV
dapat disimpan dalam nitrogen cair, tetapi hal ini juga harus diwaspadai karena virus
HPV dapat ditularkan melalui alat – alat yang terkontaminasi oleh virus HPV.
Efek samping dari cryotherapy dapat memicu terjadinya hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi (terutama pada kulit gelap), kerusakan pada tendon dan/atau kerusakan
saraf pada terapi yang berlebihan.
3. Pulsed dye laser
Target pada terapi ini adalah hemoglobin yang terkandung di pembuluh darah
veruka. Ketika suhu hemoglobin meningkat akibat energi panas yang dipancarkan sinar
laser, maka energi panas tersebut akan menyebar ke jaringan sekitarnya yang
menyebabkan berkurangnya vaskularisasi yang akan menyebabkan nekrosis jaringan dan
veruka akan terlepas. Kesembuhan dengan terapi ini diperkirakan 58 – 93%. Para ahli
merekomendasikan terapi ini sebagai terapi lini ke dua untuk terapi veruka plantaris dan
terapi lini ke tiga pada veruka vulgaris dan veruka plana.
4. Imiquimod
Imiquimod 5% krim merupakan imunomodulator yang merangsang pengeluaran
sitokin, interferon-α, interleukin-1, interleukin-6, TNF-α, granulocyte-macrophage-
colony-stimulating factor dan granulocyte colony-stimulating factor. Imiquimod
digunakan untuk pengobatan veruka anogenital dan telah digunakan untuk pengobatan
keratosis nonhiperkeratotik keratosis nonhipertrofik aktinik dan karsinoma sel basal
superfisial. Efek samping yang dapat terjadi pada terapi dengan imiquimod berupa reaksi
peradangan lokal ringan yang bersifat sementara, erosi kulit, pruritus, infeksi oleh
bakteri, demam dan scar. Kerugian terapi dengan imiquimod adalah lama pengobatan
yang diperlukan yaitu 9,5 - 12 minggu. Sedangkan keuntungannya ada pada terapi pasien
anak, karena dengan imiquimod 5% krim lebih aman dibandingkan dengan terapi lain
seperti asam salisilat cryotherapy ataupun laser.
5. Bleomycin
Bleomycin bekerja menghambat sintesis DNA sel dan virus. Bleomycin
merupakan terapi alternatif untuk veruka yang tidak efektif dengan terapi lain atau veruka
yang mungkin sulit untuk dilakukan pembedahan. Bleomycin tersedia dalam 15-unit vial;
biasanya diencerkan dengan 30 ml larutan fisiologis, dan 0,3 mL (0,15 unit) yang
disuntikkan ke dalam veruka. Suntikan tambahan dapat diberikan setiap tiga sampai
empat minggu sampai veruka menghilang. Nyeri merupakan faktor pembatas utama
terhadap pengobatan. Potensi efek samping termasuk jaringan parut, perubahan
pigmentasi, kerusakan kuku, dan fenomena Raynaud’s. Bleomycin terdaftar sebagai
kategori D sehingga bleomycin tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak – anak, pasien
dengan imunokompromise atau pasien dengan penyakit vaskular.
6. Retinoid
Pertumbuhan dan diferensiasi epidermis dihambat oleh retinoid, sehingga
pertumbuhan veruka juga dihambat. Selain itu retinoid juga merupakan imunomodulator
dan serta dapat menghambat transkripsi virus HPV pada sel yang terinfeksi. Retinoid
dapat diberikan secara sistemik maupun topical. Terapi dengan retinoid krim dapat
memberikan angka kesembuhan 85% pada pasien anak yang dibandingkan dengan pasien
yang dibiarkan sembuh secara spontan, yaitu sebesar 32%. Sekitar 80% kasus veruka
pada anak yang diterapi dengan retinod sistemik memberikan kesembuhan setelah terapi
diberikan selama 3 bulan. Retinoid juga berpotensi sebagai chemopreventif dan/atau
sebagai terapi pada kanker serviks yang berhubungan dengan HPV.
7. Intralesi imunoterapi
Intralesi imunoterapi menggunakan kemampuan dari sistem imun tubuh untuk
mengenali antigen viral dan antigen jamur, terutama antigen skin tes kandida, hal ini
diyakini bahwa reaksi hipersensitifitas tipe lambat distimulasi oleh antigen tersebut yang
akan meningkatkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dan mengeradikasi virus
HPV.
8. Cantharidin
Cantharidin berasal dari vesikel kumbang, Cantharis vesicatoria. Hal ini
menyebabkan kematian sel epidermis, acantholysis, dan pembentukan vesikel akibat
interaksi dengan mitokondria. Sejak tahun 1992, obat ini tidak lagi tersedia di Amerika
Serikat, tetapi dapat dibeli di Kanada. Cantharidin harus digunakan pada veruka yang
terkelupas dan ditutup dengan plester selama 24 jam. Kemudian akan terbentuk vesikel
dan sembuh dalam 1 sampai 2 minggu. Proses ini harus diulang dalam 1 sampai 3
minggu.
Tingkat kesembuhan telah dilaporkan setinggi 80% untuk veruka vulgaris, plantar
dan periungual. Tidak ada rasa sakit pada penggunaan Cantharidin. Ini biasanya tidak
menimbulkan bekas luka, meskipun pembentukan blister bisa menyakitkan dan mungkin
terdapat bercak yang melingkar di sekitar veruka yang telah diobati.
9. Bedah Listrik
Operasi pengangkatan veruka dengan kuretase diikuti dengan kauter adalah
metode awal dan masih banyak dilakukan sebagai pengobatan. Tingkat keberhasilan 65%
hingga 85% telah dilaporkan, tetapi menimbulkan jaringan parut dan veruka kambuh
kembali pada 30% pasien.
Tabel 1. Pengobatan veruka
Pengobatan Keuntungan Kerugian Penggunaan
Asam salisilat Mudah
didapat dan
murah
Membutuhkan
waktu untuk
mencapai respon
terapi
Penggunaan asam
salisilat 15-10%
tiap hari
Cryoterapy Mudah Jaringan parut,
nyeri
Rata-rata 3 atau 4
kali pengobatan di
RS
Pulsed dye
laser terapi
Lebih sedikit
pengobatan
Jaringan parut,
nyeri
Rata-rata 1-3 kali
pengobatan di RS
Imiquimod Dapat
digunakan
dirumah dan
masuk
kategori B
bagi ibu
hamil
Eritema, gatal,
erosi, infeksi
bakteri
Dapat digunakan
sendiri di rumah
sebanyak 3 kali
dalam seminggu
untuk veruka
nongenital
Bleomycin
(Blemoxane)
Diberikan
hanya dengan
satu kali
pengobatan
Nyeri pada saat
dan setelah
pengobatan,
perubahan
pigmentasi,
fenomena
raynauds,
jaringan parut,
kerusakan kuku,
kategori D bagi
Injeksi intralesi
0,3ml (0,15 units)
setiap 3-4 minggu
di RS
ibu hamil
Retinoids dapat
digunakan
dirumah
Iritasi lokal,
kategori C bagi
ibu hamil, efek
samping sistemik
0,05 % tretinoin
krim (Retin-A), 3
bulan secara oral
dirumah
Intralesi
immunoterap
i
Hanya
dibutuhkan
pengolesan
pada 1 veruka
Jarang
menyebabkan
Influenza-like
symptoms
Injeksi setiap 3-4
minggu untuk rata-
rata 3 kali
pengobatan di RS
Tabel 2. Pertimbangan pengobatan pada veruka non genital
Infeksi HPV
Terapi lini pertama
Terapi lini kedua
Terapi lini ketiga
Veruka vulgaris
Asam salisilat, Cryotherapy
Cantharidin Bleomycin (blenoxane), intralesional immunoterapi, pulsed dye laser
Veruka plana
Asam salisilat, Imiquimod (aldara)
Cryotherapy, retinoid
Intralesional immunoteapi, pulsed dye laser
Veruka plantaris
Asam salisilat Cryotherapy, intralesional immunoterapi, plused dye laser
Bleomycin, Surgical excision
4.9 Prognosis
Penyakit ini sering residif, walaupun diberikan pengobatan yang adekuat. Walaupun sering
mengalami residif, namun prognosisnya baik.
BAB V
MOLUSKUM KONTAGIOSUM
5.1 Definisi
Moluskum Kontagiosum adalah penyakit virus pada kulit khususnya pada membrane
mukosa yang disebabkan oleh DNA Poxvirus yaitu Molluscum Contagiosum Virus (MCV),
klinis berupa paul-papul, pada permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung
badan moluskum.
5.2 Etiologi
Moluskum Kontagiosum merupakan penyakit yang disebabkan oleh Poxvirus yang
merupakan virus DNA. Etiologi dari moluskum kontagiosum in adalah Molluscum Contagiosum
Virus yaitu Poxvirus (DNA Virus) dengan diameter 200-300nm yang mengalami replikasi di
dalam sitoplasma sel yang terinfeksi. Virus MCV ini termasuk dalam Group I (dsDNA), family
Poxviridae, Genus Molluscopoxvirus, species Molluscum Contagiosum Virus. MCV ini
merupakan spesies virus yang menyebabkan penyakit moluskum kontagiosum pada manusia.
Virion virus ini memiliki struktur yang kompleks, bentuknya seperti amplop, mempunyai
permukaan membrane, inti dan tubuh di sebelah lateralnya. Ukuran virus ini; diameter: 200nm,
lebar: 320nm dan tinggi: 100nm. Genom dari MCV ini merupakan molekul tunggal yang tidak
bersegmen, beruntai ganda 180.000-200.000 nukleotida yang dihubungkan secara kovalen pada
kedua ujungnya. MCV ini tidak mudah dibiakkan. Oleh karena itu diagnosa adanya infeksi oleh
MCV ini dibuat berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkannya dan dapat dipastikan dengan
biopsy eksisi dan diperiksa dengan menggunakan mikroskop.
Gambaran MCV(poxvirus)dengan menggunakan Mikroskop elektron
5.3 Epidemiologi
Moluskum Kontagiosum dapat ditemukan diseluruh dunia, dengan angkan kejadian
paling tinggi di Negara tropis. Walaupun biasanya terjadi pada anak-anak, penyakit ini dapat
menyerang orang dewasa. Pada anak-anak biasanya menyerang kulit di wajah, punggung, kaki
dan tangan, sedangkan pada orang dewasa dapat menyerang daerah genital (kemaluan). Penyakit
ini menular dengan cepat pada suatu komunitas yang padat, higienis kurang dan kurang mampu.
Insiden tertinggi moluskum kontagiosum terjadi di iklim tropis dan hangat di seluruh
dunia. Terdapat sekitar 5 – 8% dari seluruh populasi. Tiga kelompok besar yang terkena antara
lain anak-anak, orang dewasa dengan seksual aktif dan orang dengan sistem imun yang menurun,
hingga 20% dari orang-orang dengan HIV aktif juga terkena moluskum kontagiosum.
5.4 Patogenesis
Patogenesa dari moluskum kontagiosum ini adalah virus masuk melalui luka kecil,
kemudian merusak epidermis dan masuk ke sitoplasma sel stratum malphigi dan stratum
granulare. Sel yang terinfeksi ini terletak diantara sel-sel normal akan tumbuh lebih cepat
disbanding sel normal dan akan menembus epidermis ke atas. Antigen virus terdapat di dalam sel
yang terinfeksi dan 90% penderita mengalami penyebaran antibodi terhadap antigen ini. Hal ini
dapat dibuktikan dengan pemeriksaan imunofluoresensi. Perkiraan masa inkubasi berjarak dari 2
minggu sampai 2 bulan. Lesi-lesi moluskum pada anak-anak sering terdapat di wajah dan tubuh.
Pada orang dewasa muda sering terdapat pada mukosa dan genital, hal ini berhubungan dengan
penyakit seksual. Sebagian besar lesi biasanya bias mencapai 9 bulan dan dapat sembuh sendiri,
tetapi lesi ini dapat juga sampai bertahun-tahun.
5.5 Gejala Klinis
Gejala klinis dari moluskum kontagiosum ini adalah adanya papula dengan diameter 1-5
mm, permukaannya licin, tidak berasa apa-apa, bewarna kulit atau putih mutiara, meninggi,
tampak seperti lilin, dengan di tengah-tengahnya berumbilikasi kecil sepertititik.Lesi-lesi dapat
tersebar satu-satu atau berkelompok di wajah, badan, perut bagian bawah, pubis, paha sebelah
dalam dan penis, terkadang juga terdapat pada mukosa. Jika lesi dipijat akan tampak keluar
massa yang berwarna putih seperti nasi yang merupakan badan moluskum. Kebanyakan lesi
moluskum kontagiosum adalah asymptomatis. Terkadang lesi yang besar dapat meradang
kemudian menjadi furunkel. Konjungtivitis kronis atau keratinitis dapat mengiringi lesi-lesi di
sekitar kelopak mata. Pada dermatitis atopic, lesi terbatas pada kulit yang terkena dermatitis.
5.6 Pemeriksaan Histopatologi
Gambaran histopatologi dari moluskum kontagiosum ini adalah ditemukannya hipertrofi
dan hyperplasia epidermis. Terlihat badan inklusi dalam sitoplasma sel. Badan inklusi ini
merupakan partikel virus yang ukurannya makin lama bertambah besar dan sel yang terinfeksi
semakin bergerak maju ke permukaan. Di dalam stratum korneum, sel ini akan dilingkari oleh
jaringan-jaringan fibrosa yang terpisah pada bagian tengah lesi membentuk inti disentralnya. Ini
merupakan komponen primer badan moluskum atau Henderson Paterson bodies.Terdapat
proliferasi sel-sel stratum spinosum membentuk lobuli. Lobuli dipisahkan oleh septa jaringan
ikat, di dalamnya terdapat badan moluskum berupa sel-sel bulat atau lonjongt yang mengalami
degenerasi keratohialin. Badan moluskum berbentuk lonjong seperti telur, berdinding licin,
homogen, dan berdiameter sampai 25 mikron.
Gambaran histopatologi lesi moluskum kontagiosum pada kulit
5.7 Diagnosis
Diagnosis moluskum kontagiosum ini mudah ditegakkan dengan mengenali gambaran
klinis yang jelas. Selain itu Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan
histopatologi yaitu dengan memotong papula, kemudian mengoleskan isinya diantara 2 gelas
objek, diwarnai dengan Wright, Giemsa atau Gram. Lihat dibawah ini mikroskop “badan
moluskum” berbentuk telur, berdinding licin homogen, diameter sampai 25 mikron.
5.8 Diagnosa Banding
Moluskum kontagiosum ini didiagnosa banding dengan:
1. Veruka
2. Furunkel
3. Liken Planus
4. Keratoakantoma
5.9 Penatalaksanaan
Penyakit ini bersifat self limited (dapat sembuh sendiri) dan bila tidak mengalami infeksi
sekunder dapat sembuh sendiri tanpa sikatriks, ada yang menganjurkan untuk tidak melakukan
terapi apapun. Namun, nyatanya penyakit ini dapat bertahan berbulan-bulan, bahkan bertahun-
tahun dan terus bertambah banyak. Maka dapat dilakukan terapi dengan prinsip mengeluarkan
massa yang mengandung badan moluskum atau Henderson Paterson bodies, antara lain dengan
cara:
1. Kuretase tajam. Bersihkan dan beri salep antibiotic. Ada yang menganjurkan untuk
mengusapkan ujung dasar lesi dengan iodine atau asam lemah (30% trichloroacetic acid) .
Kurutase ini dapat dilakukan dengan ekstrator komedo, jarum suntik atau kuret.
2. Bedah beku (Cryotherapy) dengan nitrogen cair atau salju CO2. Pada umunya merupakan
pengobatan terbaik.
3. Menggunakan cantharidin 0,9% saja, atau ditutup dengan plaster Blenderm (3M Co) oada
malam hari. Cara ini meskipun efektif dapat menimbulkan reaksi radang yang parah.
4. Elektrokauterisasi.
5. Pada orang dewasa harus juga dilakukan terapi terhadap pasangan seksualnya.
5.10 Prognosis
Moluskum kontagiosum ini umunya mempunyai prognosa baik, dapat sembuh spontan.
BAB VI
VARISELA
6.1 Definisi
Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh
virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan timbul bintik-bintik merah yang
kemudian mengandung cairan.
Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya terjadi pada anak-
anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus Varicella Zoster. Varicella pada anak
mempunyai tanda yang khas berupa masa prodromal yang pendek bahkan tidak ada dan dengan
adanya bercak gatal disertai dengan papul, vesikel, pustula, dan pada akhirnya, crusta, walaupun
banyak juga lesi kulit yang tidak berkembang sampai vesikel.
6.2 Epidemiologi
Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak tetapi dapat juga menyerang orang
dewasa. Transmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularan lebih kurang 7 hari dihitung dari
timbulnya gejala kulit.
6.3 Etiologi
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk kelompok Herpes
Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan
DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu
garis dengan berat molekl 100 juta yang disusun dari 162 capsomir dan sangat infeksius.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan dalam darah
penderita Varicella sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari Fibroblast paru
embrio manusia.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes Zoster. Kontak
pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan Varicella, sedangkan bila terjadi serangan
kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster, sehingga Varicella sering disebut sebagai
infeksi primer virus ini.
6.4 Patofisiologi
Menyebar Hematogen.Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar
Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang. Dari sini virus bisa kembali
menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster. Sekitar 250 – 500 benjolan akan timbul
menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit kepala, mulut bagian dalam,
mata , termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu ,
lesi teresebut akan mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu
bekas pada kulit yang mengering akan terlepas. Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar
air ini berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk
atau bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang
terinfeksi.
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian tubuh melalui
kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan
pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa kanak-kanak dan
pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar
air lebih dini.
Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin empat, 90%
kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada umumnya penyakit ini tidak
begitu berat.
Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja dan orang
dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela terjadi diatas usia 15 tahun.
Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin
bertambah berat.
6.5 Gejala
Gambar. varisela
Masa inkubasi Varicella bervariasi antara 10-21 hari, rata-rata 10-14 hari. Penyebaran
varicella terutama secara langsung melalui udara dengan perantaraan percikan liur. Pada
umumnya tertular dalam keluarga atau sekolah.
Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu:
Stadium Prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala panas yang
tidak terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise), sakit kepala, anoreksia, rasa berat pada punggung
dan kadang-kadang disertai batuk kering diikuti eritema pada kulit dapat berbentuk
scarlatinaform atau morbiliform. Panas biasanya menghilang dalam 4 hari, bilamana panas tubuh
menetap perlu dicurigai adanya komplikasi atau gangguan imunitas.
Stadium erupsi: dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam beberapa jam)
berubah menjadi macula kecil, kemudian papula yang kemerahan lalu menjadi vesikel. Vesikel
ini biasannya kecil, berisi cairan jernih, tidak umbilicated dengan dasar eritematous, mudah
pecah serta mongering membentuk krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih dikenal sebagai
“tetesan embun”/”air mata”.
Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke
bagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam perjalanan penyakit ini akan didapatkan
tanda yang khas yaitu terlihat adanya bentuk papula, vesikel, krusta dalam waktu yang
bersamaan, dimana keadaan ini disebut polimorf. Jumlah lesi pada kulit dapat 250-500, namun
kadang-kadang dapat hanya 10 bahkan lebih sampai 1500. Lesi baru tetap timbul selama 3-5
hari, lesi sering menjadi bentuk krusta pada hari ke-6 (hari ke-2 sampai ke-12) dan sembuh
lengkap pada hari ke-16 (hari ke-7 sampai ke-34)
Erupsi kelamaan atau terlambatnya berubah menjadi krusta dan penyembuhan, biasanya
dijumpai pada penderita dengan gangguan imunitas seluler. Bila terjadi infeksi sekunder, sekitar
lesi akan tampak kemerahan dan bengkak serta cairan vesikel yang jernih berubah menjadi pus
disertai limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya terdapat pada kulit, melainkan juga terdapat
pada mukosa mulut, mata, dan faring.
Pada penderita varicella yang disertai dengan difisiensi imunitas (imun defisiensi) sering
menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan, bersifat progresif dan menyebar
menjadi infeksi sistemik. Demikian pula pada penderita yang sedang mendapat imunosupresif.
Hal ini disebabkan oleh terjadinya limfopenia.
6.6 Patogenesis
Virus Varicella Zooster masuk dalam mukosa nafas atau orofaring, kemudian replikasi
virus menyebar melalui pembuluh darah dan limfe ( viremia pertama ) kemudian berkembang
biak di sel retikulo endhotellial setelah itu menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke dua)
maka timbullah demam dan malaise.
Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi dari kapiler endothelial pada lapisan
papil dermis menyebar ke sel epitel pada epidermis, folikel kulit dan glandula sebacea dan terjadi
pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan adanya makula yang berkembang cepat menjadi
papula, vesikel da akhirnya menjadi crusta. Jarang lesi yang menetap dalam bentuk makula dan
papula saja. Vesikel ini akan berada pada lapisan sel dibawah kulit. Dan membentuk atap pada
stratum korneum dan lusidum, sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam.
Degenarasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak, dimana kebanyakan
dari sel tersebut mengandung inclusion body intranuclear type A. Penularan secara airborne
droplet. Virus dapat menetap dan laten pada sel syaraf. Lalu dapat terjadi reaktivitas maka dapat
terjadi herpes Zooster.
6.7 Komplikasi
Komplikasi varisela pada anak biasanya jarang dan lebih sering pada orang dewasa.
1. Infeksi sekunder
Infeksi sekunder disebabkan oleh Stafilokok atau Streptokok dan menyebabkan selulitis,
furunkel. Infeksi sekunder pada kulit kebanyakan pada kelompok umur di bawah 5
tahun. Dijumpai pada 5-10% anak. Adanya infeksi sekunder bila manifestasi sistemik
tidak menghilang dalam 3-4 hari atau bahkan memburuk
2. Otak
Komplikasi ini lebih sering karena adanya gangguan imunitas. “Acute postinfectious
cerebellar ataxia” merupakan komplikasi pada otak yang paling ditemukan (1:4000
kasus varisela). Ataxia timbul tiba-tiba biasanya pada 2-3 minggu setelah varisela dan
menetap selama 2 bulan. Klinis mulai dari yang ringan sampai berat, sedang sensorium
tetap normal walaupun ataxia berat. Prognosis keadaan ini baik, walaupun beberapa anak
dapat mengalami inkoordinasi atau dysarthria.
“Ensefalitis” dijumpai 1 dari 1000 kasus varisela dan memberikan gejala ataksia
serebelar dan biasanya timbul antara hari ke-3 sampai hari ke-8 setelah timbulnya rash.
Biasanya bersifat fatal.
3. Pneumonitis
Komplikasi ini lebih sering dijumpai pada penderita keganasan, neonatus,
imunodefisiensi, dan orang dewasa. Pernah dilaporkan seorang bayi 13 hari dengan
komplikasi pneumonitis dan meninggal pada umur 30 hari.
Gambaran klinis pneumonitis adalah panas yang tetap tinggi, batuk, sesak napas, takipnu
dan kadang-kadang sianosis serta hemoptoe. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan
gambaran nodular yang radio-opak pada kedua paru.
4. Sindrom Reye
Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Dengan gejala sebagai berikut, yaitu nausea dan
vomitus, hepatomegali dan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan
SPGT dan SGOT serta ammonia.
5. Komplikasi lain
Seperti arthritis, trombositopenia purpura, miokarditis, keratitis.
6.8 Pengobatan
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi khusus
selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering menjadi masalah
adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari kita tentu ingin segera
menggaruknya. Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat timbul jaringan parut pada bekas
gelembung yang pecah. Tentu tidak menarik untuk dilihat.
Umum
1. Isolasi untuk mencegah penularan.
2. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
3. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
4. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.
5. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
- Jangan menggaruk vesikel.
- Kuku jangan dibiarkan panjang.
- Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pda kulit, jangan
digosok.
Farmakologi
Obat topical
Pengobatan local dapat diberikan Kalamin lotion atau bedak salisil 1%.
Antipiretik/analgetik
Biasanya dipakai aspirin, asetaminofen, ibuprofen.
Antihistamin
Golongan antihistamin yang dapat digunakan, yaitu Diphenhydramine, tersedia dalam
bentuk cair (12,5mg/5mL), kapsul (25mg/50mg) dan injeksi (10 dan 50 mg/mL). Dosis
5mg/kg/hari, dibagi dalam 3 kali pemberian.
Obat anti virus
Vidarabin (adenosine arabinoside)
Vidarabin adalah obat antivirus yang diperoleh dari fosforilase dalam sel dan
dalam bentuk trifosfat, menghambat polymerase DNA virus. Dosis: 10-20 mg/kg
BB/hari, diberikan sehari dalam infuse selama 12 jam, lama pemberian 5-7 hari. Pada
pemberian vidarabin, vesikel menghilang secara cepat dalam 5 hari.
Asiklovir = 9 (2 Hidroksi etoksi metal) Guanine
Asiklovir merupakan salah satu antivirus yang banyak digunakan akhir-akhir ini.
Asiklovir lebih baik dibandingkan dengan vidarabin. Obat ini bekerja dengan
menghambat polymerase DNA virus Herpes dan mengakhiri replikasi virus. Obat ini
dapat mengurangi bertambahnya lesi pada kulit dan lamanya panas, bila diberikan dalam
24 jam mulai timbulnya rash.
Pada anak kecil yang tanpa komplikasi, penggunaan obat ini kurang bermanfaat
dan tidak direkomendasikan secara rutin sehingga Asiklovir lebih banyak digunakan pada
penderita dengan komplikasi atau penderita dengan gangguan imunitas. Obat ini tidak
mengurangi rasa gatal pada kulit, komplikasi atau penularan sekunder.
Dosis: 5-10 mg/kg BB dibagi dalam 4-5 dosis/hari, dapat diberikan secara oral
atau iv/drip tiap 8 jam selama 5-7 hari. Dengan dosis jangan melebihi 3200 mg/hari.
Tersedia dalam bentuk kapsul (200 mg/400 mg/800 mg), cairan (400 mg/5 mL), injeksi
(500 mg/5 mL).
6.9 Pencegahan
Pencegahan terhadap infeksi varisela zoster virus dilakukan dengan cara imunisasi pasif
atau aktif.
Imunisasi aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela yang dilemahkan (live attenuated) yang
berasal dari OKA Strain dengan efek imunogenisitas tinggi dan tingkat proteksi cukup tinggi
berkisar 71-100% serta mungkin lebih lama. Dapat diberikan pada anak sehat ataupun penderita
leukemia, imunodefisiensi. Untuk penderita pascakontak dapat diberikan vaksin ini dalam waktu
72 jam dengan maksud sebagai preventif atau mengurangi gejala penyakit.
Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mL subkutan. Pemberian vaksin ini ternyata cukup aman.
Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya proteksi yang sama dan efek samping
hanya berupa rash yang ringan.
Imunisasi pasif
Dilakukan dengan memberikan Zoster Imun Globulin (ZIG) dan Zoster Imun Plasma
(ZIP).
Zoster Imun Globulin (ZIG) adalah suatu globulin-gama dengan titer antibody yang
tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi herpes zoster. Dosis
Zoster Imuno Globulin (ZIG): 0,6 mL/kg BB intramuscular diberikan sebanyak 5mL dalam 72
jam setelah kontak. Indikasi pemberian Zoster Imunoglobulin ialah:
Neonatus yang lahir dari ibu menderita varisela 5 hari sebelum partus atau 2 hari setelah
melahirkan.
Penderita leukemia atau limfoma terinfeksi varisela yang sebelumnya belum divaksinasi.
Penderita HIV atau gangguan imunitas lainnya.
Penderita sedang mendapat pengobatan imunosupresan seperti kortikosteroid.
Tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukimea atau penyakit keganasan lainnya,
pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG) tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna, lagi
pula diperlukan Zoster Imun Globulin (ZIG) dengan titer yang tinggi dan dalan jumlah yang
lebih besar.
Zoster Imun Plasma (ZIP) adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh
dari herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 mL/kg BB. Pemberian Zoster
Imun Plasma (ZIP) dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita varisela pada anak dengan
defisiensi imunologis, leukemia, atau penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya
insiden varisela dan merubah perjalanan penyakit varisela menjadi ringan dan dapat mencegah
varisela untuk kedua kalinya.
6.10 Pembantu Diagnosis
Dapat dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai
dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia berinti
banyak (multinukleated).
6.11 Diagnosis Banding
Harus dibedakan dengan variola, penyakit ini lebih berat, memberi gambaran monomorf,
dan penyebarannya dimulai dari bagian akral tubuh yakni telapak tangan dan telapak kaki.
6.12 Prognosis
Dengan perawatan yang teliti dan senantiasa memperhatikan kebersihan (hygiene) diri
dan lingkungan memberikan prognosis yang baik dan kemungkinan terbentuknya jaringan parut
hanya sedikit, kecuali jika klien melakukan garukan/tindakan lain yang menyebabkan kerusakan
kulit lebih dalam.
BAB VII
VARIOLA
7.1 Definisi
Variola adalah penyakit virus yang disertai keadaan umum yang buruk, dapat
menyebabkan kematian, efloresensinya bersifat monomorf terutama terdapat di perifer tubuh.
7.2 Epidemiologi
Penyebaran penyakit ini kosmopolit, tetapi pada daerah tertentu memberi insidens yang
tinggi, misalnya di Amerika tengah dan Selatan, Hindia Barat, dan Timur Jauh. Dengan
vaksinasi yang teratur dan teroganisir baik, makan insidens akan jauh menurun, sehingga di
daerah yang sebelumnya terdapat endemi tidak lagi dijumpai kasus variola dan daerha ini dapat
disebut sebagai bebas variola seperti Indonesia. Sejak tahun 1984 oleh WHO seluruh dunia telah
dinyatakan bebas dari penyait ini. Meskipun demikian kita harus waspada terhadap menculnya
kembali penyakit ini.
7.3 Etiologi
Penyebab variola ialah virus poks (pox virus variolae). Dikenal 2 tipe virus yang hampir
identik, tetapi menyebabkan 2 tipe variola yaiatu variola mayor dan variola minor (alastrim).
Perbedaan kedua tipe virus tersebut adalah bahwa virus yang menyebabkan variola mayor bila
diinokulasikan pada membran korioalantoik tumbuh pada suhu 380-38,50 , sedangkan yang
menyababkan variola minor tumbuh di bawah suhu 380 C. Virus ini sangat stabil pada suhu
ruangan, sehingga dapat hidup di luar tubuh selama berbulan-bulan.
7.4 Patogenesis
Transmisinya secara aerogen arena virus ini terdapat dalam jumlah yang sangat banyak di
saluran napas bagian atas dan juga terdapat dipakaian penderita. Setelah masuk ke dalam tubuh,
virus akan mengalami multiplikasi salam sistem retikuloendotelial, kemuadian masuk ke dalam
darah (viremia) dan melepaskan diri melalui kapiler dermis menuju sel epidermis dan
membentuk badan inlusi intra sitoplasma yang terletak di inti sel. Tipe variola yang timbul
bergantung pada imunitas, tipe virus, dan gizi penderita.
7.5 Gejala Klinis
gambar. variola
Inkubasinya 2-3 minggu, terdapat 4 stadium:
1. Stadium inkubasi erupsi (prodormal)
Terdapat nyeri kepala, nyeri tulang dan sendi disertai demam tinggi, menggigil, lemas,
dan muntah-muntah yang berlangsung selama 3-4 hari.
2. Stadium makulo-papular
Timbul makula-makula eritematousa yang cepat menjadi papul-papul, terutama di muka
dan ekstremitas, termasuk telapak tangan dan telapak kaki. Pada stadium ini suhu tubuh
normal kembali dan penderita merasa sehat kembali dan tidak timbul lesi baru.
3. Stadium vesikulo pustulosa
Dalam waktu 5-10hari timbul vesikel-vesikel yang kemudian menjadi pustul-pustul dan
pada saat ini suhu tubuh meningkat lagi. Pada kelainan tersebut timbul umbilikasi.
4. Stadium resolusi
Stadium ini berlangsung dalam waktu 2 minggu, timbul krusta-krusta dan suhu tubuh
mulai menurun. Kemudian krusta-krusta terlepas dan meningggalkan sikatriks yang
atrofi. Kadang-kadang dapat timbul perdarahan yang diesbabkan depresi hematopoetik
dan disebut sebagai black variola yang sering fatal. Mortalitas variola bervariasi diantara
1-50%.
7.6 Variola Minor (alastrim)
Masa inkubasinya lebih singkat dan gejala prodormal tampak ringan, sedangkan jumlah
lesi yang timbul tidak banyak. Mortalitasnya kurang dari 1%.
7.7 Varioloid
Bentuk ini timbul pada individu yang sudah mendapat vaksinasi sehingga didapati
imunitas parsial, walaupun mendapat serangan virus yang cukup virulen. Gejala prodormalnya
sedikit sekali atau tidak ada, begitu pula gejala kulit. Biasanya lesi di dahi, lengan atas, dan
tangan, demam kedua seperti pada stadium vesikulo-pustulosa tidak dijumpai.
7.8 Komplikasi
Komplikasinya ialah bronkopneumonia, infeksi kulit sekunder (furunkel, impetigo dan
sebagainya), ulkus kornea, ensefalitis, efluvium, dan telogen dalam waktu 3-4 bulan.
7.9 Pembantu Diagnosis
Pembantu diagnosis terdiri atas inokulasi pada korioalantoik, pemeriksaan virus dengan
mikroskop elektron dan deteksi antigen virus pada agar sel. Kecuali itu juga pemeriksaan
histopatologik dan tes serologik (tes ikatan komplemen)
7.10 Profilaksis
Vaksinasi dengan virus vaksinia yang diberikan dengan metode multiple puncture,
merupakan teknik yang dianggap terbaik. Pada waktu pemberian vaksinasi tempat tersebut tidak
dibersihkan dengan alkohol, tetapi cukup dengan eter atau aseton agar alkohol tidak
menginaktifkan virus vaksinia tersebut.
Kontraindikasi vaksinasi adalah atopi, penderita yang sedang mendapatkan kortikosteroid
dangan defisiensi imunologik.
7.11 Pengobatan
Penderita harus dikarantina. Sistemik dapat diberikan obat antiviral (asiklovir atau
valasiklovir) misalnya isoprinosin, dan interferon dapat pula diberikan globulin gama. Kecuali
itu obat yang bersifat simtomatik, misalnya analgetik/antipiretik. Diawasi pula kemungkinan
timbulnya infeksi sekunder, maupun infeksi nosokomial, serta cairan tubuh dan elektrolit.jika di
mulut masih terdapat lesi, diberikan makanan lunak. Pengobatan topikal bersifat penunjang,
misalnya kompres dengan antisepti atau salep antibiotik.
7.12 Prognosis
Prognosis sangat bergantung pada penatalaksanaa pertama dan fasilitas perawatan yang
tersedia, maka mortalitas sangat bervariasi diantara 1-50%. Jaringan parut yang timbul dapat
diperbaiki dengan tindakan dermabrasi atau pemberian collagen implant.
DAFTAR PUSTAKA-
1. Djuanda A., Hamzah M & Aisah S. 2002. Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.
3. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
4. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9.
6. Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2, EGC, Jakarta, 1999.
7. Marilynn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.
8. Torres G. Herpes Simplex. 2009 Date [cited 2010 Mei, 20th]: Available from:
http://emedicine.medscape.com