penyakit tuberkulosis paru-skenario 2 blok 18

33
Penyakit Tuberkulosis Paru Shienowa Andaya Sari 102012445 /BP11 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana [email protected] Pendahuluan Bernapas adalah kegiatan menghisap dan mengeluarkan napas. Napas adalah udara yang dihisap melalui hidung atau mulut dan dikeluarkan kembali di paru-paru. Pada saat kita bernapas yang terjadi adalah pertukan udara berupa oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) di paru- paru. Banyak partikel selain oksigen yang terhirup setiap harinya. Partikel tersebut dapat berupa debu, asap, bakteri dan lain sebagainya. Semua dapat berbahaya bagi tubuh kita. Terutama di negara berkembang yang masih kurang pengetahuan dan perhatian dalam kebersihan lingkungan. Terdapat banyak bakteri penyebab infeksi saluran napas yang tahan terhadap udara lingkungan seperti bakteri penyebab penyakit tuberkulosis paru (TB). Tinjauan pustaka ini dibuat agar mahasiswa mampu mendiagnosis penyakit TB paru dengan tepat, serta dapat memberikan pengobatan dengan cepat dan tepat pada yang penderita TB paru, dan juga dapat melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut. Isi Anamnesis Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien akan lebih baik melakukan anamnesis terlebih dahulu karena anamnesis mempunyai peran yang sangat penting untuk mengetahui diagnosis awal suatu penyakit. Pertanyaan mencakup identitas pasien, 1

Upload: shansabelle

Post on 12-Sep-2015

70 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Blok 18 Penyakit Tuberkulosis Paru

TRANSCRIPT

Penyakit Tuberkulosis ParuShienowa Andaya Sari102012445 /BP11Fakultas KedokteranUniversitas Kristen Krida [email protected]

PendahuluanBernapas adalah kegiatan menghisap dan mengeluarkan napas. Napas adalah udara yang dihisap melalui hidung atau mulut dan dikeluarkan kembali di paru-paru. Pada saat kita bernapas yang terjadi adalah pertukan udara berupa oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) di paru-paru. Banyak partikel selain oksigen yang terhirup setiap harinya. Partikel tersebut dapat berupa debu, asap, bakteri dan lain sebagainya. Semua dapat berbahaya bagi tubuh kita. Terutama di negara berkembang yang masih kurang pengetahuan dan perhatian dalam kebersihan lingkungan. Terdapat banyak bakteri penyebab infeksi saluran napas yang tahan terhadap udara lingkungan seperti bakteri penyebab penyakit tuberkulosis paru (TB).Tinjauan pustaka ini dibuat agar mahasiswa mampu mendiagnosis penyakit TB paru dengan tepat, serta dapat memberikan pengobatan dengan cepat dan tepat pada yang penderita TB paru, dan juga dapat melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut.IsiAnamnesisSebelum melakukan pemeriksaan terhadap pasien akan lebih baik melakukan anamnesis terlebih dahulu karena anamnesis mempunyai peran yang sangat penting untuk mengetahui diagnosis awal suatu penyakit. Pertanyaan mencakup identitas pasien, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekrang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penggunaan obat, dan riwayat sosial.Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan keluhan yang didapatkan dan riwayat penyakit sekarang. Penyakit sistem pernapasan salah satunya menimbulkan gejala batuk. Berikut hal yang dapat ditanyakan.1 Apakah batuk kering atau produktif? Jika produktif, apa warna sputum? Apakah hijau dan purulen? Apakah batuk berdarah? Apakah berkarat atau merah muda dan berbusa? Apakah terjadi setiap musim dingin atau merupakan gejala yang baru timbul? Apakah ada sesak dan nyeri dada? Apakah ada penurunan berat badan?Perlu ditanyakan pula mengenai riwayat penyakit dahulu.1 Apakah pasien sebelumnya memiliki kelainan pernapasan? Asma? Penyakit paru obstruktif kronis? TB atau terpajan TB? Apakah pasien pernah masuk rumah sakit karena sesak napas? Apakah pasien pernah memerlukan ventilasi? Adakah kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan foto rontgen toraks? Apakah pasien mengalami imunosurpresi (kortikosteroid/HIV)? Adakah riwayat vaksinasi BCG atau tes Mantoux? Adakah riwayat diagnosis TB? Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien? Adakah alergi obat/antigen lingkungan? Apakah pasien saat ini merokok? Apakah pasien pernah merokok? Jika ya, berapa banyak?Selain itu, perlu juga ditanyakan mengenai riwayat keluarga dan sosial seperti berikut.1 Apa pekerjaan pasien? Pernahkah pasien terpajan asbes, debu, atau toksin lain? Adakah riwayat masalah pernapasan dalam keluarga? Apakah pasien memelihara hewan, termasuk burung?Dari skenario diketahui bahwa identitas pasien seorang laki-laki berusia 56 tahun seorang pekerja tambang. Dengan keluhan utama batuk darah sekitar setengah gelas air mineral sejak 1 hari lalu. Riwayat penyakit sekarang berupa keluhan batuk yang dialami sejak 4 bulan terakhir, terdapat sedikit dahak, tidak ada sesak dan nyeri dada. Pasien merasa semakin kurus dalam 3 bulan terakhir. Pasien sering merasa badannya terasa hangat hilang timbul selama 1 bulan terakhir. Diketahui riwayat penyakit keluarga pasien tidak ditemukan penyakit serupa. Pasien jjuga mengatakan belum mengkonsumsi obat apapun. Selain itu pasien mengatakan terdapat riwayat merokok selama 30 tahun. Pemeriksaan FisikPemeriksaan yang dilakukan mencakup melihat keadaan umum, kesadaran, pemeriksaan tanda-tanda vital berupa nadi, tekanan darah, hitung pernapasan, serta suhu. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan bagian kepala berupa inspeksi sklera dan konjungtiva, palpasi kelenjar getah bening, Suhu tubuh yang normal adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari mendekati 37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.2 Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien menunjukkan tekanan darahnya: 130/90 mmHg, nadi 78x/menit, napas 20x/menit, suhu 37.2oC, kemudian sclera tidak ikterik dan konjungtiva tidak anemis, kelenjar getah bening servikal teraba, JVP didapati 5-2 H2O.Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik pada toraks. Pemeriksaan ini terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada bagian anterior dan posterior.2 Pada inspeksi, yang diperhatikan adalah bagaimana bentuk dada (apakah normal / barrel chest / pectus excavatum / pectus carinatum). Selain itu perlu inspeksi mengenai bagaimana cara dan pola bernapasnya, apakah normal atau tidak. Selanjutnya dilakukan palpasi untuk mengevaluasi area toraks, kesimetrisan toraks, dan vokal fremitus. Saat melakukan palpasi, evaluasi apakah pasien merasa nyeri saat ditekan. Dalam vokal fremitus, hal yang dirasakan adalah getaran yang terjadi pada dinding toraks.Pemeriksaan selanjutnya adalah perkusi. Normalnya suara paru yang diperkusi adalah sonor. Apabila terjadi pneumonia, hasil perkusi parunya adalah redup. Kemudian dilakukan auskultasi pada pasien dengan menggunakan stetoskop. Terdapat empat suara paru normal yaitu tracheal, bronchial, bronchovesikuler, dan vesikuler.2Tabel 1. Perbedaan Auskultasi Suara Paru Normal.2KarakteristikTrakealBronkialBronkovesikulerVesikuler

IntensitasSangat kerasKerasSedangLembut

NadaSangat tinggiTinggiSedangRendah

Perbandingan I:E*1:11:31:13:1

DeskripsiKasarSeperti melewati pipa Mendesau tapi seperti melewati pipaMendesau lembut

Lokasi normalTrakea di luar toraksManubriumDi atas bronkusPerifer paru

*Perbandingan durasi inspirasi dibandingkan ekspirasiHasil pemeriksaan fisik menunjukkan bunyi paru bronkovesikuler dan ronki kering di apex paru kanan. Selain itu abdomen dan jantung pasien normal. Dapat dicurigai pasien mengalami tuberkulosis paru.Pada pemeriksaan fisik tuberkulosis paru, pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus, atau berat badan turun.3 Pada pemerikasaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimptomatik. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang dilakukan agar diagnosis yang telah diperkirakan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dipastikan dengan tepat. Pada umumnya pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan serologis, pemeriksaan radiologis, pemeriksaan sputum, dan tes tuberkulin.3Pemeriksaan DarahPemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumalh limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.3 Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer; 2) Gamma globulin meningkat; Kadar natrium darah menurun. Pemerisaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik.3 Hasil pemeriksaan darah pasien adalah hemoglobin 10 g/dl, hematokrit 30%, leukosit 9.900 l, trombosit 158.000 l, LED 70 mm/jam.

Pemeriksaan SerologisPemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahasi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif palsu dan negatif palsunya masih besar.3Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni Peroksidasi Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi (85-95%), tetapi beberapa peneliti lain meragukan karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah. Walaupun begitu PAP-TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila digunakan sebagai sarana tunggal untuk diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen M. tuberculose. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma M. tuberculin var bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkan secara ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.3Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama cara dan nilainya dengan uji PAP-TB adalah uji Mycodot. Di sini dipakai antigen LAM (Lipoarabinomannan) yang dilekatkan pada suatu alat berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupkan ke dalam serum pasien. Antibodi spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibodi.3 Pemeriksaan RadiologisPada tuberkulosis primer terdapaat beberapa gambaran dapat terlihat pada sinar-X dada.3,4 Gambaran tersebut adalah daerah konsolidasi pneumonik perifer (fokus Gohn) dengan pembesaran kelenjar hilus mediastinum. Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan gambaran kalsifikasi. Kemudian akan ditemukan daerah konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris, atau lebih luas hingga seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).

Gambar 1. Konsolidasi kavitasi pada lobus atas kiri, tuberkulosis aktif.4Pemeriksaan SputumPemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis TB sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak +2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan brushing dan bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin.4Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka.3Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun Gabbet.3 Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa, pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus), pemeriksaan dengan biakan (kultur), dan pemeriksaan terhadap resistensi obat. Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan, bahan-bahan selain sputum dapat juga diambild ari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan tinja.3Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra violet walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewarnaan yang dipakai (auramin rhodamin) dicurigai bersifat karsinogenik. Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium biakan, koloni kuman tuberkulosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh, atau Ogawa.3Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara Bactec (Bactec 400 Radio metric System), dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10 hari. Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M. tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.3Tes TuberkulinPemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5TU (intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5TU dapat diberikan dulu 1 atau 2 TU (first strength). Kadang-kadang bila dengan 5TU masih memberikan hasil negatif dapat diulangi dengan 250TU (second strength). Bila dengan 250TU masih memberikan hasil negatif, berarti tuberkulosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5TU saja sudah cukup berarti.3Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculose atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan menekankan antibodi seluler.3Bila pembentukan antibodi seluler cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.cSetelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi selular dengan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antobodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.3Berdasarkan hal-hal tersebut diatasm hasil tes Mantoux dibagi dalam: 1) Indurasi 0-5 mm (diameternya): Mantoux negatif = golongan no sensitivity. Disini peran antibodi humoral paling menonjol; 2) Indurasi 6-9 mm : Hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran antibodi selular paling menonjol.3Biasanya hampir seluruh pasien TB memberikan reaksi Mantoux yang positif (99.8%). Kelemahan tes ini juga dapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif palsu.c Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negatif palsu) yakni pasien baru 2-10 minggu terpajan TB, anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE), penyakit eksantematous dengan panas yang akut: morbili, cacar air, poliomielitis, reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin), pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosurpresi lainnya. Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan. Khusus untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux +5mm, dinilai positif.3Diagnosis KerjaTuberkulosis ParuTuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal didaerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000- 4000 SM.c Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.Dari pembahasan sebelumnya TB paru cukup mudah dikenal dari keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisik, kelainan radiologis, sampai dengan kelainan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah menegakkan diagnosisnya. Menurut American Thoracic Society (ATS) dan WHO 1964 diagnosis pasti TB paru adalah dengan menemukan Mycobacterium tuberculose dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.3Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosis TB paru, karena kekerapan M. atypic di Indonesia sangat rendah. Sungguhpun begitu hanya 30-70% saja dari seluruh kasus TB paru yang dapat didiagnosis secara bakteriologis.3Diagnosis TB paru masih banyak ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis, dan status kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien TB paru:3 Pasien dengan sputum BTA positif: (1) Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya 2x pemeriksaan, atau (2) satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau (3) satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif. Pasien dengan sputum BTA negatif: (1) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopik tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran radiologisnya sesuai dengan TB aktif atau (2) pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif. Manifestasi KlinikKeluhan-keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.cPasien TB banyak mengalami demam. Biasanya subfebril menyerupai influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.3Terjadi pula batuk yang merupakan gejala yang banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada TB terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Gejala lainnya adalah sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. Nyeri dada agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekann kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.Selain gejala-gejala lain diatas, ada pula gejala malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.3Diagnosis BandingKanker ParuPada fase awal banyak kanker paru tidak menunjukkan gejala-gelaja klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.3 Gejala dapat bersifat lokal yaitu batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis, hemoptisis, mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru dan atelektasis.Gejala bila terdapat invasi lokal yaitu nyeri dada, dispnea karena efusi pleura, invasi ke perikardium kemudian terjadi tamponade atau aritmia, sindrom vena cava superior, sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis), suara serak, karena penekanan nervus laryngeal recurrent. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis.3Gejala penyakit metastasis yaitu pada otak, tulang, hati, adrenal, limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis), sindrom Paraneoplastik: terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala: sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam, hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi, hipertrofi osteoartropati, neurologik: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer, neuromiopati. Pada endokrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia), dermatologik: eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh, renal: syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH).3Penyakit kanker paru juga dapat bersifat asimtomatik dengan kelainan radiologis. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi secara radiologis. Kelainan berupa nodul soliter. Deteksi dini kanker paru dilakukan dengan anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti, merupakan kunci terhadap diagnosis yang tepat. Selain gejala klinis yang telah disebutkan diatas, beberapa faktor perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru, seperti: faktor umur, kebiasaan merokok, adanya riwayat kanker dalam keluarga, terpapar zat karsinogen atau terpapar jamur, dan infeksi yang dapat menyebabkan nodul soliter patru. Menemukan kanker paru dalam stadium dini sangat sulit karena pada stadium ini tidak ada keluhan atau gejala.3

Gambar 2. Karsinoma bronkus sentral: massa hilus kiri yang besar.4Pada sinar-X dada, suatu massa sentral menyebabkan bayangan hilus membesar, akibat peningkatan densitas atau batas luar yang tidak teratur. Seiring pembesaran tumor, adanya penyempitan bronkus dapat menyebabkan kolapsnya paru di bagian distal dan konsolidasi akibat infeksi sekunder. Tumor yang berukuran besar sering menyebabkan kolaps paru komplet dan dapat menyebabkan lesi opak di seluruh hemitoraks.4Penyakit Paru Obstruktif KronikPenyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa digunakan. Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara, atau obat golongan sedatif. Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatique, dan gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak napas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan napas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi, serta gangguan status mental pasien.3PneumoniaPneumonia adalah terjadinya peradangan paru oleh karena proses infeksi akut yang penyebab terseringnya Streptococcus pneumoniae. Tanda-tanda fisik pada pneoumonia klasik didapatkan berupa demam, sesak napas, tanda-tanda konsoliasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring, suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik primer berupa bronkopneumonia, pneumonia lobaris, atau pleuropneumonia.3Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, menandakan adanya infeksi bakteril leukosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Faal hati mungkin terganggu.3Pada film, polos, secara umum tidak mungkin mendeteksi agen penyebab dari jenis mayangannya. Bagian paru yang terkena menunjukkan adanya peningkatan densitas dengan eksudat dan cairan inflamasi yang menempati ruang alveolus. Udara yang tetap memgisi bronkusyang terlibat tampak sebagai lusensi berbentuk garis. Konsolidasi dapat menetap, seringkali setelah gejala-gejala pasien membaik.4 Gambar 3. Pneumonia lobus atas kanan terikat di bagian inferior oleh fisura horizontal.4TerapiTerapi Medika MentosaPengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama. Obat-obat ini juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. CDC melaporkan bahwa perhatian baru dipusatkan pada pentingnya infeksi laten TB sebagai sesuatu yang penting dalam mengontrol dan menghilangkan TB di Amerika Serikat.5ATS menekankan tiga prinsip dalam pengobatan TB yang berdasarkan pada: (1) regimen harus termasuk obat-obat multiple yang sensitive terhadap mikroorganisme, (2) obat-obatan harus diminum secara teratur, dan (3) terapi obat harus dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman pada waktu paling singkat. Pada tahun 1994 CDC dan ATS mempublikasikan petunjuk baru untuk pengobatan penyakit dan infeksi TB yaitu:51. Regimen obat 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), rifampisin, dan pirazinamid diberikan selama 2 bulan, kemudian diikuti dengan INH dan rifampicin selama 4 bulan dalan regimen yang direkomendasikan untuk terapi awal TB pada pasien yang terorganisme sensitive terhadap pengobatan. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman matanya) seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terdapat resistensi obat terhadap INH kurang dari 4% resistensi primer terhadap INH dalam masyarakat; pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan obat anti TB; tidak berasal dari negara dengan prevalensi tinggi resistensi obat, dan diketahui belum pernah terpajan dengan kasus resistensi obat). Empat obat ini, berupa regimen 6 bulan adalah efektif bila organisme yang menginfeksi tersebut resisten terhadap INH. Pengobatan TB mungkin memerlukan perubahan unyuk orang yang sedang mengonsumsi penghambat protease HIV. Bila dimungkinkan, kasus HIV yang berkaitan dengan TB seharusnya dikonsultasikan dengan seorang yang ahli dalam menangani TB dan penyakit HIV.2. INH dan rifampisin regimen 9 bulan sensitive pada orang yang tidak boleh atau tidak bisa mengonsumsi pirazinamid. Etambutol (atau streptomisin pada anak terlalu muda harus diawasi ketajaman penglihatannya) seharusnya termasuk dalam regimen awal hingga terdapat hasil studi kerentanan obat, paling tidak sedikit kemungkinan terhadap resistensi obat. Bila resistensi INH telah terlihat, rifampisin dan etambutol harus diminum secara terus menerus minimal 12 bulan.3. Mengobati semua pasien dengan DOTS adalah rekomendasi utama4. TB resisten banyak obat yang resisten terhadap INH dan rifampisin sulit untuk diobati. Pengobatan harus berdasarkan pada riwayat pengobatan dan hasil studi kerentanan. Dokter yang belum terbiasa dengan pengobatan MDR TB harus bertanya pada konsultan yang ahli.5. INH dan rifampisin regimen 4 bulan, lebih cocok bila ditambah dengan pirazinamid untuk 2 bulan pertama, regimen ini direkomendasikan untuk orang dewasa dengan TB aktif dan untuk orang dengan pulasan dan biakan negative, bila terdapat sedikit kemungkinan resistensi obat.Respons terhadap pengobatan anti TB pada pasien dengan biakan sputum yang positif dinilai dengan mengulang pemeriksaan sputum. Sediaan biakan harus diambil setiap bulan sampai hasil biakan negatif. Pasien yang hasil biakan sputumnya negatif setelah 2 bulan pengobatan harus dilakukan sedikitnya satu kali lagi apusan dan biakan sputum diakhir regimen terapi obat. Sputum pasien dengan MDR TB harus dibiak setiap bulan sepanjang pengobatan. Radiografi dada pada saat akhir terapi merupakan dasar untuk perbandingan foto dada di masa depan. Namun, pasien dengan sputum negatif sebelum pengobatan seharusnya menjalani radiografi dada dan pemeriksaan klinis. Jarak untuk prosedur tersebut bergantung pada keadaan klinis dan diagnosis banding.5Tindak lanjut rutin setelah terapi tidak diperlukan pada pasien yang respons bakteriologisnya adekuat setelah 6 hingga 9 bulan terapi dengan INH dan rifampisin. Pasien yang organismenya ternyata sensitif terhadap pemberian obat seharusnya memberikan laporan berbagai gejala TB seperti batuk yang berkepanjangan, demam, atau penurunan berat badan. Pada pasien dengan organisme TB yang resisten terhadap INH dan rifampisin atau keduanya, diperlukan tindak lanjut perorangan.5Terapi Non-medika MentosaFaktor penting untuk keberhasilan pengobatan adalah ketaat pasien minum regimen obat. DOTS (Directly Observed treatment Short Course strategy) adalah salah satu cara memastikan bahwa pasien taat menjalankan pengobatan, Dengan DOTS, pekerja perawat kesehatan atau seseorang ditunjuk. Mengawasi pasien menelan masing-masing dosis pengobatan Tb. Langkah-langkah seperti DOTS dipilih untuk meningkatkan ketaatan dan memastikan bahwa pasien meminum obat yang dianjurkan.5Pasien kambuh adalah pasien yang telah menjalani terapi TB adekuat dan sudah dinyatakan sembuh oleh dokter secara klinis, mikrobiologis maupun radiologis, kemudian pada evaluasi berikutnya terdapat gejala klinis tuberkulosis positif (mikrobiologi positif) Terapi bedah, banyak dilakukan dalam upaya penyembuhan pasien tuberkulosis paru yang kambuh. Pada saat ini dengan banyaknya obat-obatam bersifat bakterisid, terapi bedah jarang sekali dilakukan terhadap pasien tuberkulosis paru. Indikasi terapi bedah saat ini adalah pasien dengan sputum BTA tetap positif (persisten) setelah pengobatan diulang, pasien dengan batuk darah masif atau berulang, terapi fistula bronkopleura, drainase emfisema tuberkulosis.EtiologiPenyakit tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri patogen manusia yang sangat penting. Bakteri ini berbentuk batang aerob yang tidak membentuk spora. Mikobakterium tidak dapat diklasifikasikan menjadi gram-positif atau gram-negatif. Jika sudah terwarnai dengan bahan celup dasar, organisme ini tidak dapat diwarnai dengan alkohol, tanpa menghiraukan pengobatan iodin, Basil tuberkulosis sejati ditandai dengan tahan asam, yaitu 95% etil alkohol mengandung 3% asam hidroklorat dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakterium. Sifat tahan asam ini tergantung pada integritas selubung yang terbuat dari lilin. Teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam. Mikobakterium adalah aerob obligat yang mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan.6

Gambar 4. Mycobacterium tuberculosis dalam spesimen sputum yang sudah diproses yang diwarnai dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen.6Lingkungan yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). PatofisiologiTempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran cerna (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.6TB adalah penyakit yang dikendalikan olek respons imunitas diperantarai sel. Sel efektir adalah makrofag, dan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respons ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler (lambat).6Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit poliomorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah berhari-hari pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan timbul pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri terus memfagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.6Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.6Lesi primer paru disebut fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Gohn. Kompleks Gohn yang mengalami perkapuran ini dapat terlihat pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.6Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Prosis ini dapat berulang kembali di bagian lain paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laringm telinga tengah, atau usus.6Walaupun tanpa pengobatan, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.6Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogenm yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier; ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.6EpidemiologiWalaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai global helath emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.3Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.3Alasan utama munculnya dan meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan:1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama di negara-negara miskon4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik, dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat6. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan AsiaIndonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonsia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena masih relatif rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa datang melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ke tahun.3KomplikasiPenyakit TB paru apabila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.3 Komplikasi dini yaitu pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncets arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut berupa obstruksi jalan napas yaitu SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis), selain itu dapat terjadi kerusakan parenkim berat berupa fibrosis paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.PrognosisKetika pengobatan dengan regimen tertentu telah selesai, ditambah dengan DOT, angka kekambuhan berkisar dari 0% hingga 14%. Di negara dengan jumlah penderita TB yang rendah, kekambuhan biasanya terjadi 12 bulan setelah penyelesaian obat dan karena kekambuhan. Di negara dengan jumlah penderita TB yang tinggi, kebanyakan kekambuhan setelah pengobatan yang baik adalah karena reinfeksi daripada kekambuhan. Penanda prognosis buruk adalah keterlibatan jaringan ekstrapulmoner, penderita immunocompromised, usia lanjut, dan riwayat pengobatan sebelumnya.7 PencegahanProgram-program kesehatan masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi dini dan pengobatan kasus dan sumber infeksi secara dini. Menurut hukum, semua orang dengan TB tingkat 3 atau tingkat 5 harus dilaporkan ke departemen kesehatan. Penapisan kelompok berisiko tinggi adalah tugas penting departemen kesehatan lokal. Tujuan deteksi dini seseorang dengan infeksi TB adalah untuk mengidentifikasikan siapa saja yang memperoleh keuntungan dari terapi pencegahan untuk menghentikan perkembangan TB yang aktif secara klinis. Program pencegahan ini memberikan keuntungan tidak saja untuk seseorang yang telah terinfeksi namun juga untuk masyarakat pada umumnya. Karena itu, penduduk yang sangat berisiko terkena TB harus dapat diidentifikasi dan prioritas untuk menentukan program terapi obat harus menjelaskan risiko versus manfaat terapi.5Eradikasi TB meliputi penggabungan kemoterapi yang elektif, identifikasi kontak dan kasus serta tindak lanjut yang tepat, penanganan orang yang terpajan pada pasien dengan TB infeksius, dan terapi kemoprofilaktik pada kelompok-kelompok populasi yang berisiko tinggi.5Dari beberapa penelitian diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%. Terapi BCG masih tetap dipakai karena dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis berat dan tuberkulosis ekstra paru lainnya.5KesimpulanKasus yang didapat kali ini adalah Tn C, usia 56 tahun. Datang ke UGD RS karena batuk darah 2 hari lalu, sekitar setengah gelas air mineral. Keluhan disertai batuk tidak berdahak sejak 4 bulan yang lalu dan demam hilang timbul sejak 1 bulan terakhir. Tidak ada sesak dan nyeri dada. Pasien merasa semakin kurus dalam 3 bulan terakhir. Tidak pernah berobat karena keluhan tersebut. Riwayat keluarga dengan penyakit serupa tidak ada. Pada hasil diskusi diagnosis kerja belum dapat ditegakan. Tetapi dari hasil belajar mandiri yang telah dilakukan laki-laki berusia 56 tahun ini dapat didiagnosis sementara menderita tuberkulosis paru sambil menuggu hasil pemeriksaan penunjang. Hal ini dapat dicurigai dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sehingga didapatkan working diagnosis tersebut. Akan tetapi, untuk menyingkirkan differential diagnosis yang ada dari tuberkulosis paru (kanker paru, PPOK, pneumonia) perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang tepat. Dengan demikian, diagnosis pasti dapat ditegakkan sehingga terapi tepat, baik secara medika mentosa maupun secara nonmedika mentosa. Diagnosis dini dapat mencegah pasien mengalami komplikasi-komplikasi yang ada.

Daftar Pustaka1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h. 26-7.2. Swartz MH. Textbook of physical diagnosis history and examination. 5th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. h. 373-83.3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 2196-9, 2230-47, 2256-7, 2297-303.4. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006. h.32-9.5. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h.784-6, 852-61.6. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, melnick, dan adelberg. Edisi ke-23. Jakarta: EGC; 2008.h.325-7.7. Tuberculosis, diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#aw2aab6b2b6, 6 Juli 2013.

13