askep tuberkulosis paru
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TUBERKULOSIS PARU
I. Konsep Dasar Penyakit
A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru,
yang dapat ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan
nodus limfe (Smeltzer, 2002;584). Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.Kuman ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit.Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 µm, ukuran ini lebih
kecil dari satu sel darah merah.
B. Epidemiologi/Insiden Kasus
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium
tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.Program penanggulangan secara
terpadu baru dilakukan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed
treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan
kedaruratan global penyakit tuberkulosis.Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta
bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini
disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular
(BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan
kematian tiga juta orang (WHO, 1997).Di negara-negara berkembang kematian karena
penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah.
Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah
kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian
lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas.
Di Indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT)
menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun
menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000.Secara kasar
diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis
dengan BTA positif.
C. Penyebab/faktor predisposisi
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium tuberculosis tipe
humanus dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan
bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam dan lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisik karena sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak
(lipid).Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es).Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant.Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis
aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.Dalam hal ini tekanan bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil
mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar
kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Keduanya
dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami
penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis kebanyakan didapatkan
padausia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah
peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh
terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Individu yang berisiko tinggi untuk tertular tuberculosis adalah :
Mereka yang kontak dengan seseorang yang mempunyai TB aktif
Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam
terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV)
Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (anak-anak di bawah usia 15
tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15-44 tahun)
Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalnya,
diabetes, gagal ginjal kronis)
Imigran dari Negara dengan insiden TB yang tinggi (asia tenggara, afrika, dan
amerika latin)
Setiap individu yang tinggal di institusi (misalnya fasilitas perawatan jangka panjang,
institusi psikiatrik, penjara)
Individu yang tinggal di daerah, perumahan subtandar kumuh
Petugas kesehatan
D. Patofisiologi terjadinya tuberculosis paru
Tuberkulosis tergolong airbone disease dimana penularan terjadi karena kuman dibatukkan
atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuklei dalam udara oleh individu yang terinfeksi
dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droflet nuclei.
Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam. Di bawah sinar
matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam suasana yang gelap dan
lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan.
Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli
kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau
kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh limfe, basil berpindah kebagian
paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.Masuknya kuman TB ini akan segera
diatasi oleh mekanismeimunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanyasanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi,
pada sebagiankecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
akanbereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembangbiak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama kolonikuman TB di
jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.Dari focus primer, kuman TB menyebar
melalui saluran limfe menuju kelenjar limferegional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi focus primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan dikelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus
primer terletak di lobus parubawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus,sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan
terlibat adalahkelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara focus
primer,kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe
yangmeradang (limfangitis).Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleksprimer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda denganpengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejakmasuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB
biasanyaberlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu.Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-
104,yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmikkuman TB
sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadaptuberculin, mengalami
perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleksprimer inilah, infeksi TB
primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai olehterbentuknya hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya responspositif terhadap uji tuberculin. Selama
masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif.Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas
seluluer tubuh terhadap TB telahterbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system
imun yang berfungsi baik,begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB
terhenti. Namun,sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila
imunitas selulertelah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segeradimusnahkan.Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru
biasanyamengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi
setelahmengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga
akanmengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidaksesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup danmenetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.Kompleks primer dapat juga mengalami
komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapatdisebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe
regional. Fokus primer di parudapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau
pleuritis fokal. Jika terjadinekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melaluibronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfehilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi,
akanmembesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.Obstruksi
parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkanateletaksis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapatmerusak dan menimbulkan erosi dinding
bronkus, sehingga menyebabkan TBendobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju
dapat menimbulkan obstruksikomplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis danateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi.Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadipenyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebarke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
padapenyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebarke
seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TBdisebut
sebagai penyakit sistemik.Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam
bentuk penyebaranhematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TBmenyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkangejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh
tubuh.Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi
baik,misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus
atasparu. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk
kolonikuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.Di
dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya olehimunitas
seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenikgeneralisata akut
(acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,sejumlah besar kuman TB masuk
dan beredar dalam darah menuju ke seluruhtubuh.Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secaraakut, yang disebut TB diseminata.TB diseminata ini
timbul dalam waktu 2-6 bulansetelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada
jumlah dan virulensikuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosisdiseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host)
dalammengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
E. Klasifikasi
a. Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu
faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
a) Dengan atau tanpa gejala klinik
b) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
c) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
a) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
b) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3. Bekas TB Paru dengan kriteria:
a) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative
b) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah.
d) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
b. Klasifikasi diagnostik TB adalah:
1. TB paru
a. BTA mikroskopik langsung (+) ata biakan (+), kelainan foto torax menyokong
TB
b. BTA mikroskopik langsung atau biakan (-)tetapi kelainan rontgen dan klinis
sesuai TB dan memberikan perbaikan pada pengobatan awal anti TB. Pasien
golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat
2. TB paru tersangka
Diagnosis pada tahap ini bersifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat
(paling lambat 3 bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis yang lengkap , tetapi
kelainan rontgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat
dimulai.
3. Bekas TB
Ada riwayat TB pada pasien di masa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau
gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum
BTA (-). Kelompok ini tidak perlu diobati
(Smeltzer:2002;585)
F. Gejalaklinis
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah
dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan
bahkan kadang-kadang asimptomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala
sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan.Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur
darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.
Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.Berat ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertaiseperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Wheezing
Karena penyempitan lumen endobronkus: oleh karena secret,radang, dan jaringan
granulasi
e. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.Nyeri dada sering kali dirasakan pada
daerah axilla, ujung skapula, dan lain-lain
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya,
serta menggigil. Sedangkan masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.Timbulnya gejala
biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan
batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia, kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek saat beraktivitas, kesulitan
tidur pada malam, takhikardi, kelelahan otot.
c. Gejala Psikologis
Perasaan tak berdaya, menyangkal. (khususnya selama tahap dini), ancietas,
ketakutan, mudah tersinggung.
G. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik khususnya dada dan paru adalah sebagai berikut :
Inspeksi : Dispnea, retraksi otot-otot interkostal, pengembangan napas tidak simetrs
Palpasi : Penurunan fremitus vokal, deviasi trakeal
Perkusi : redup
Auskultasi : Tanda-tanda infiltrat ( bronkial, ronki basah, krekels, suara napas
amforik(karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus ))
(Mansjoer:1999;472)
H. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1. Uji Tuberculin mantoux (tes kulit)
Tuberculin positif, menunjukkan TBC aktif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam
setelah injeksi intra dermal. (Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti
body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada
pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda).
2. BCG
Terjadi reaksi cepat (3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm.
3. Pemeriksaan Radiologi
Ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau para trakeal. Karakteristik
radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan milier
4. Foto thorax
Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan TB dapat masuk rongga area
fibrosa.
5. Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)
Setelah dilakukan kultur jaringan ditemukan adanya koloni matur akan berwarna krem
atau kekuningan seperti kutil dan bentuknya seperti kembang kol. Ditemukannya
kuman mycobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis
paru. Dilakukan 3 kali pemeriksaan dahak. Kultur sputum, positif untuk
mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
6. Pemeriksaan lain-lain
1. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah)
positif untuk basil asam cepat.
2. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk mycobakterium tuberkulosis.
3. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB; adanya sel raksasa
menunjukan nekrosis.
4. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi, misalnya
Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA
dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
5. Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
I. Theraphy/Tindakan penanganan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
Streptomisin injeksi 750 mg.
Pas 10 mg.
Ethambutol 1000 mg.
Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan :setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan
jenis :
INH.
Rifampicin.
Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
Rifampicin.
Isoniazid (INH).
Ethambutol.
Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan.Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama
dan obat tambahan.Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol.Sedangkan jenis
obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam
Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan
dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short
Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen
yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana
penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Status Kesehatan Saat ini
a. Keluhan Utama : Batuk
b. Keluhan Saat ini
o Pasien mengeluh batuk-batuk berdahak,batuk berdarah
o Pasien mengeluh sesak napas
o Pasien mengeluh nyari pada dada saat batuk berulang
o Pasien mengeluh demam
o Pasien mengeluh berkeringat di malam hari
o Pasien mengeluh lemah dan merasa lelah
o Pasien mengeluh tidak nafsu makan
o Pasien mengeluh mual, muntah
Aktivitas Sehari-hari
a. Aktivitas/istirahat
o Kelelahan umum dan kelemahan.
o Nafas pendek saat beraktivitas
o Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau
berkeringat.
o Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja.
o Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).
b. IntegritasEgo.
o Perasaan tak berdaya
o Menyangkal. (khususnya selama tahap dini).
o Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.
c. Makanan/cairan
o Anorexia.
o Tidak dapat mencerna makanan.
o Penurunan BB.
o Turgor kulit buruk.
o Kehilangan lemak subkutan pada otot.
o mual muntah
d. Nyeri/kenyamanan.
o Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
o Berhati-hati pada area yang sakit.
o Perilaku distraksi, gelisah.
e. Keamanan.
o Adanya kondisi penekanan imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)
o Demam rendah atau sakit panas akut.
f. Interaksi sosial.
o Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
o Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik
untuk melaksankan peran.
g. Penyuluhan/pembelajaran.
o Riwayat keluarga TB.
o Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
o Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
o Tidak berpartisipasi dalam therapy.
(Doenges: 2000;240)
Pengkajian vital sign
Suhu: peningkatan suhu
Nadi : Takikardi
RR : Takipnea
Pengukuran berat badan: terjadi penurunan berat badan
Pengkajian Per Sistem
a. Sistem Pernafasan.
o Batuk produktif atau tidak produktif.
o Produksi sputum
o Hemoptisis
o Nyeri dada
o Peningkatan frekuensi nafas.
b. Sistem Gastrointestinal
o Mual Muntah
c. Sistem Endokrin
o Demam
o Malaise
o Anoreksia
Pengkajian fisik
a. Dada dan Paru
Inspeksi : Dispnea, retraksi otot-otot interkostal, pengembangan napas tidak simetrs
Palpasi : Penurunan fremitus vokal, deviasi trakeal
Perkusi :redup
Auskultasi : bronkial, ronki basah, wheezing
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Gambaran LED normal atau m,eningkait, limfositosis
b. Sputum
Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
Ditemukannya kuman mycobakterium TBC dari dahak penderita memastikan
diagnosis tuberculosis paru. Dilakukan 3 kali pemeriksaan dahak. Kultur sputum,
positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
Pemeriksaan Radiologi
Ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau para trakeal. Karakteristik
radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan milier
Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang lainnya
o Uji Tuberculin mantoux (tes kulit)
o BCG
o Foto thorax
o Ziehl Neelsen
o Histologi atau kultur jaringan
o Biopsi jarum pada jaringan paru
o Elektrositdapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi
o Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
(Price:2005;857 )
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan, mukus
yang banyak, ditandai dengan batuk tidak produkif, suara nafas tambahan (krekels),
produksi sputum, haemoptisis
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan sesak
napas, Tachipnea
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, menggigil
4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik kurang, ditandai dengan kelelahan
umum, malaise
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme ditandai dengan anoreksia, mual muntah, penurunan berat
badan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan tentang penyakit dan
pengobatan tentang Tuberkulosis Paru
C. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Tindakan/intervensi Rasional
1. Bersihan jalan
napas tak
efektif
berhubungan
dengan sekret
kental.
Setelah diberikan
askep selama 3x24
jam bersihan jalan
napas pasien kembali
efektif. Dengan
kriteria hasil:
- Dispnea (-)
- bronkial, ronki
basah, wheezing,
suara napas
amforik, krekels
(-s)
- Sekret pasien dpt
dikeluarkan
- Hemoptisis (-)
- Tidak adanya
retraksi otot-
interkostal
Mandiri:
o Kaji fungsi pernapasan (bunyi
napas, kecepatan, irama &
kedalaman serta penggunaan otot
aksesori)
o Catat ketidakmampuan untuk
mengeluarkan mukosa/batuk
efektif (catat karakter, jmlh
sputum, adanya hemoptisis).
o Berikan pasien posisi semi/fowler
tinggi. Bantu pasien utk batuk &
latihan napas dalam.
o Ronchi, wheezing menunjukkan
akumulasi sekret/ketidakmampuan
utk membersihkan jalan napas yg
dpt menimbulkan penggunaan otot
aksesori pernapasan dan
peningkatan kerja pernapasan.
o Pengeluaran sulit bila sekret sangat
kental (mis. Efek infeksi dan/tdk
adekuat hidrasi). Sputum berdarah
kental/darah cerah diakibatkan
kerusakan (kavitas paru)/luka
bronkial dan dapat memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
o Pengaturan posisi membantu
memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernapasan.
Ventilasi maksimal membuka area
- o Bersihkan sekret dari mulut &
trakea (penghisapan sesuai
keperluan)
o Pertahankan masukan cairan
sedikitnya 2500 ml/hari kecuali
kontraindikasi.
Kolaborasi:
o Lembabkan udara/oksigen
inspirasi.
atelektasis & meningkatkan gerakan
sekret ke dlm jalan napas besar utk
dikeluarkan.
o Mencegah obstruksi/aspirasi.
Penghisapan dapat diperlukan jika
pasien tak mampu mengeluarkan
sekret
o Pemasukan tinggi cairan membantu
utk mengencerkan sekret,
membuatnya mudah dikeluarkan.
o Mencegah pengeringan membran
mukosa (membantu pengenceran
sekret).
o Beri obat-obatan sesuai indikasi:
Agen mukolitik, cth. Asetilsistein
(Mucomyst).
Bronkodilator, cth. Okstrifillin
(Choledyl), teofillin (Theo-Dur).
OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
seperti: Isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, streptomisin, dan
etambultol
o Agen mukolitik menurunkan
kekentalan & perlengketan sekret
paru utk memudahkan pembersihan.
Bronkodilator meningkatkan ukuran
lumen percabangan trakeobronkial
shg menurunkan tahanan thd aliran
udara.
o Membuat konversi sputum BTA
positif menjadi negatif secepat
mungkin melalui kegiatan
bakterisid
2. Hipertermia
berhubungan
dengan proses
penyakit
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam
diharapkan suhu
tubuh pasien
menurun dengan
kriteria hasil:
- Pasien
Mandiri:
o Monitor suhu tubuh
o Monitor input dan output cairan
o Peningkatan suhu tubuh sering
terjadi karena daya tahan tubuh
menurun
o Suhu tubuh yang panas dapat
mengurangi cairan tubuh akibat
evaporasi sehingga perlu cairan
melaporkan
badan tidak
panas
- Tubuh pasien
teraba hangat
- Menggigil (-)
- Suhu tubuh
pasien normal
(36,5-37,5 0C)
- Kulit kemerahan
(-)
o Kompres pasien pada lipat paha
dan aksila
o Inspeksi warna kulit
Kolaborasi
o Berikan Anti piretik jika perlu
o Berikan cairan intravena jika
perlu
yang adekuat
o Dapat menurunkan suhu tubuh
pasien
o Peningkatan suhu tubuh
menimbulkan warna kemerahan
pada kulit
o Antipiretik dapat menurunkan suhu
tubuh
o Suhu tubuh yang panas dapat
mengurangi cairan tubuh akibat
evaporasi
D. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun.
E. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria hasil yang terdapat dalam rencana keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Asti, Retno Werdhani. 2007. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis.
www.wikipedia.com. Diakses pada tanggal 1 Mei 2010.
Doenges, Moorhouse, Geissler. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta :
EGC.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid pertama. Edisi ketiga.Jakarta :
Media Aesculapius.
Price, S. A. 2000. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Vol. 2. Edisi 6.
Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 : Definisi &
Klasifikasi. Jakarta : Prima Medika.
Smeltzer,C.S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Vol.1. Edisi 8. Jakarta: EGC