analisis spasial penyakit tuberkulosis paru bta …
TRANSCRIPT
1
ANALISIS SPASIAL PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF
DI KOTA SUKABUMI TAHUN 2010-2012
Akhbarona Fauzan, Umar Fahmi Ahmadi, Dewi Susanna.
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Lingkungan,
Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia.
E-mail : [email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas terjadinya peningkatan kejadian kasus Tuberkulosis paru BTA (+) di Kota Sukabumi dan
belum diketahuinya pola penyebaran penyakit Tuberkulosis paru BTA (+) dengan analisis spasial berdasarkan
faktor kependudukan dan pelayanan kesehatan, bertujuan untuk mengetahui analisis spasial kejadian Tuberkulosis
paru BTA (+) di Kota Sukabumi tahun 2010-2012. Penelitian menggunakan desain studi ekologi jenis multiple
group dengan time trend menggunakan pendekatan analisis spasial. Hasil penelitian bahwa kasus baru dan insiden
Tuberkulosis paru BTA (+) di Kota Sukabumi tahun 2010-2012 meningkat dan cenderung mengikuti pola
persebaran kepadatan penduduk, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan. Dari hasil
penelitian ini menyarankan agar program pemberantasan dan pengendalian penyakit Tuberkulosis paru BTA (+)
sebaiknya diprioritaskan pada wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi.
Kata kunci : Kepadatan penduduk; spasial; TB paru BTA (+).
SPATIAL ANALYSIS OF TUBERCULOSIS LUNG DISEASE POSITIVE ACID-
RESISTANT BACTERIA IN SUKABUMI YEAR 2010-2012.
Abstract
This essay discusses the increased incidence of pulmonary Tuberculosis cases of Acid–Resistant
Bacteria (+) in Sukabumi and not knowing the pattern of spread of disease pulmonary Tuberculosis
Acid–Resistant Bacteria (+) with a spatial analysis based on demographic factors and health services,
spatial analysis aimed to determine the incidence of pulmonary Tuberculosis Acid–Resistant Bacteria
(+) Sukabumi in 2010-2012. Research design using multiple types of ecological study group with a time
trend using spatial analysis approach. The results of that study and the incidence of new cases of
pulmonary Tuberculosis Acid–Resistant Bacteria (+) in Sukabumi in 2010-2012 increased and tend to
follow the pattern of distribution of population density, the number of health care facilities and health
workers. From the results of this study suggest that eradication programs and disease control pulmonary
Tuberculosis Acid–Resistant Bacteria (+) should be prioritized in areas with high population density.
Keywords: Population density; spatial; pulmonary Tuberculosis Acid–Resistant Bacteria (+).
PENDAHULUAN
Berbagai penyakit menular banyak dijumpai pada negara-negara berkembang seperti
Indonesia, salah satunya penyakit Tuberkulosis (TB). TB merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan menjadi salah satu penyebab kematian di Indonesia. Tuberkulosis atau TB
adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
2
tubuh lainnya. (SK Menkes RI No. 364/Menkes/SK/V/2009 Tentang Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis (TB)).
Menurut WHO kondisi TB di dunia diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah
terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien
TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Keadaan ini terjadi pada negara-
negara berkembang di dunia bahwa diperkirakan terdapat 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian
karena kehamilan, persalinan dan nifas. Menurut WHO jumlah kasus pada tahun 2011
terdapat 12 juta kasus TB (prevalensi 170/100.000 penduduk) dengan kasusu TB Multi Drug
Resistance (TB MDR) sebanyak 220.000 kasus. Angka kematian TB di dunia tahun 2011 ada
1,45 juta kematian (mortality rate 14/100.000 penduduk).
Indonesia menduduki peringkat ke 4 dunia dalam kasus TB (680.000 kasus) tahun 2011,
sedangkan untuk kasus TB MDR menduduki peringkat ke 9 dunia (6.100 kasus) tahun 2011
(WHO, 2011). Berdasarkan Laporan Riskesdas Tahun 2010 Periode Prevalence TB paru
2009/2010 berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan melalui pemeriksaan dahak dan atau foto
paru sebesar 725/100.000 penduduk. Prosentase Case Detection Rate (CDR) untuk Indonesia
sebesar 78,3 % dengan angka kesembuhan (Succes rate) sebesar 83,9 % dan prosentasi
pengobatan lengkap sebasar 7,3 % (Profil Kesehatan Indonesia 2010).
Di Jawa Barat cakupan Case Detection Rate (CDR) sebesar 75,29 % pada tahun 2011 dan
71,45 % pada tahun 2012 (Profil Dinas Kesehatan Jawa Barat 2012), terjadi penurunan
cakupan CDR di propinsi Jawa Barat. Kasus potensi suspek TB MDR di Jawa Barat tahun
2010 sebanyak 1.282 kasus sedangkan pada tahun 2011 sebanyak 1.512 kasus, terlihat ada
peningkatan suspek TB MDR di Jawa Barat (Laporan TB Paru Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Barat Tahun 2012).
Jumlah kasus baru TB paru BTA (+) di Kota Sukabumi pada tahun 2010 sebanyak 304 kasus
dengan prevalensi 120 per 100.000 penduduk dan angka kesembuhan sebesar 89% dengan
presentase penemuan penderita TB paru (Case Detection Rate) sekitar 104%. Tahun 2011
kasus baru TB paru BTA (+) sebanyak 326 kasus prevalensinya menurun menjadi 128 per
100.000 penduduk dengan presentase penemuan penderita TB paru (Case Detection Rate)
sekitar 123% dan angka kesembuhan sebesar 82%. Pada tahun 2012 yaitu sebanyak 321 kasus
dengan prevalensi sebesar 103 per 100.000 penduduk, angka penemuan kasus TB paru (CDR)
111%, dan angka kesembuhan TB paru 91%. Pada tahun 2012 total kasus TB Paru Kota
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
3
Sukabumi sebanyak 976 kasus, dengan urutan ke dua kasus TB Paru tertinggi di Jawa Barat.
Sedangkan pada tahun 2013 Kota Sukabumi berada di urutan ke tiga kasus TB tertinggi di
Jawa Barat dengan 688 kasus. Target CDR yang telah terlampaui, menggambarkan bahwa
jumlah kasus TB Paru baru semakin banyak ditemukan. Kasus TB Paru dengan MDR di Kota
Sukabumi sebanyak 5 kasus dengan 1 kasus DO (Laporan TB Paru Dinas Kesehatan Kota
Sukabumi 2013).
Kejadian TB paru BTA (+) merupakan hasil dari interaksi antara komponen lingkungan
seperti udara yang kotor atau udara yang mengandung basil TB paru BTA (+) dengan
masyarakat yang juga dipengaruhi oleh berbagai variabel lainnya. Meningkatnya kejadian
kasus atau jumlah TB paru BTA (+) dipengaruhi faktor kependudukan dan faktor lingkungan
(Achmadi, 2008). Pemberantasan TB saat ini hanya berorientasi dan mengutamakan pada
pendekatan kuratif atau pengobatan, bukan pada pendekatan preventif atau pencegahan.
Program yang dilaksanakan pada pendekatan kuratif ini meliputri kegiatan utama yaitu
penemuan kasus kemudian di diagnosis, selanjutnya dilakukan pengobatan sampai sembuh
agar memutus mata rantai penularan dengan mengurangi sumber penular dengan
menyembuhkan penderita TB Paru BTA (+).
Achmadi (2008) menyatakan bahwa pendekatan secara spasial dalam sektor kesehatan
merupakan pendekatan baru yang mempinyai arti bahwa pembangunan kesehatan berorientasi
pada problem dan prioritas masalah kesehatan (lingkungan) secara spasial. Dengan
pendekatan secara spasial di tiap wilayah, dapat mengkonsentrasikan wilayah tersebut untuk
dapat menanggulangi permasalahan kesehatan yang dianggap sebagai prioritas utama, dengan
demikian maka sumber daya dapat digunakan secara lebih efektif (Chandra, 2005).
Mengingat pentingnya pendekatan secara spasial dalam sektor kesehatan dan berdasarkan
kondisi di atas, merupakan faktor resiko yang dapat mempengaruhi penularan penyakit TB di
Kota Sukabumi. Oleh sebab itu, peneliti akan melakukan penelitian di wilayah ini untuk
mengetahui analisis spasial kejadian TB Paru BTA (+) di Kota Sukabumi tahun 2010-2012.
Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya analisis spasial kejadian TB paru BTA (+) di
Kota Sukabumi tahun 2010-2012.
METODE
Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi jenis multiple group dengan time trend
dengan menggunakan pendekatan analisis spasial. Penelitian ini dilakukan untuk melihat
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
4
gambaran jumlah kasus baru dan insiden TB Paru BTA (+) secara spasial yang dapat
dipengaruhi oleh faktor resiko dengan menggunakan data sekunder. Pelaksanaan penelitian
dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2014.
Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah jumlah kasus baru dan insiden TB Paru BTA
(+) per tahun tiap Kecamatan di Kota Sukabumi yang terdapat 7 kecamatan terdiri dari
Kecamatan Gunung Puyuh, Kecamatan Citamiang, Kecamatan Cikole, Kecamatan,
Warudoyong, Kecamatan Cibeureum, Kecamatan Lembursitu dan Kecamatan Baros pada
tahun 2010 sampai 2012. Analisa yang digunakan adalah pendekatan analisis spasial.
Pendekatan secara spasial perlu dilakukan karena dapat menentukan kepadatan dan kekerapan
angka penyebab dengan kasus baru dan insiden TB Paru BTA (+). Analisis secara spasial juga
dapat menelaah tentang lokasi dan penyebaran gejala yang terjadi didalam ruang, interaksi,
struktur ruang, proses dalam ruang, makna dalam ruang serta perbedaan antar ruang (Chandra,
2005).
Sumber data diperoleh dengan menggunakan data sekunder. Data Sekunder adalah data yang
diperoleh secara tidak langsung dari obyek penelitian, dimana peneliti mendapatkan data
tersebut yang dikumpulkan oleh pihak lain. Sumber data tersebut meliputi : 1). Data
jumlah kasus baru dan insiden TB Paru BTA (+) serta data sarana fasilitas pelayanan
kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan pada tahun 2010 sampai 2012 yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Kota Sukabumi. 2). Data kepadatan penduduk dan rata-rata jiwa/keluarga
tahun 2010 sampai 2012 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Sukabumi.
Analisis spasial pada penelitian ini didasarkan pada peta adiministrasi Kota Sukabumi.
Dengan menggunakan metode overlay yaitu suatu penggabungan dua peta atau lebih sehingga
dihasilkan peta baru yang dapat digunakan untuk melihat pola distribusi kasus baru dan
insiden TB paru BTA (+) dengan perbedaan kepadatan penduduk, rata-rata jiwa/keluarga,
jumlah fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan pada masing-masing
kecamatan. Data yang digunakan adalah data tiga tahun yaitu tahun 2010 sampai 2012,
sehingga terdapat peta time series dari variabel independen dan dependen. Hasil akhirnya
diperoleh wilayah kecamatan penularan TB paru BTA (+) di wilayah Kota Sukabumi dari
tahun 2010 sampai 2012.
Untuk melihat distribusi jumlah kasus baru dan insiden TB paru BTA (+), kepadatan
penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah tenaga
kesehatan di Kota Sukabumi pada tahun 2010-2012 maka Kota Sukabumi dibagi atas 3
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
5
tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi dengan cara kuartil. Pengklasifikasian ini
berdasarkan pada data-data pada tahun 2010, ini dilakukan untuk mengetahui tren jumlah
kasus baru TB paru BTA (+) dari tahun 2010-2012.
Pengklasifikasian wilayah kecamatan ini menggunakan bantuan software Arcview. Ketiga
tingkatan tersebut digambarkan dengan peta yang bergradasi warna. Apabila warna peta
semakin gelap menunjukan bahwa semakin tinggi kasus baru dan insiden TB paru BTA (+),
kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan dan
jumlah tenaga kesehatan di wilayah tersebut.
Sedangkan penentuan prioritas penanganan terhadap kasus baru TB paru BTA (+) dan
insiden TB paru BTA (+), didapatkan dengan cara memberikan skor terhadap variabel
dependen yaitu kasus baru TB paru BTA (+) dan insiden TB paru BTA (+) yang dibagi dalam
tiga skoring yaitu, dari angka 1 sampai 3, dimana semakin tinggi angka skoring maka semakin
tinggi kasus baru TB paru BTA (+) dan insiden TB paru BTA (+).
Variabel independen meliputi kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, jumlah
fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan diklasifikasikan dalam 3 skoring
yaitu, dari angka 1 sampai dengan 3. Untuk kepadatan penduduk dan rata-rata jiwa per
keluarga, semakin tinggi angka skoring menunjukan semakin tinggi pula kepadatan penduduk
dan rata-rata jiwa per keluarganya. Untuk jumlah fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga
kesehatan, semakin tinggi angka skoring menunjukan semakin rendah jumlah fasilitas
pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan. Dari tiap skoring pada variabel dependen dan
independen diakumulasikan untuk mendapatkan prioritas penanganan terhadap kasus baru TB
paru BTA (+) dan insiden TB paru BTA (+).
HASIL
Analisis Spasial
Sebaran kasus baru TB paru BTA (+) di kota Sukabumi cenderung mengikuti sebaran
kepadatan penduduk. Kasus baru TB paru BTA (+) yang tinggi cenderung berada pada
wilayah bagian barat laut, tengah dan barat Kota Sukabumi dengan kepadatan penduduk
sedang dan tinggi. Wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi memiliki kasus baru TB
paru BTA (+) yang lebih tinggi (wilayah utara dan barat Kota Sukabumi). Seperti di
Kecamatan Citamiang dengan kepadatan penduduk yang tinggi, memiliki kasus baru TB paru
BTA (+) yang tinggi pula.
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
6
Gambar 1. Peta Kepadatan Penduduk terhadap Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA (+) Di Kota Sukabumi Tahun 2010-2012
Sebaran insiden TB Paru BTA (+) di kota Sukabumi cenderung mengikuti sebaran kepadatan
penduduk. Insiden TB paru BTA (+) yang tinggi cenderung berada pada wilayah bagian utara
dan barat Kota Sukabumi dengan kepadatan penduduk sedang dan tinggi. Wilayah dengan
kepadatan penduduk yang tinggi memiliki insiden TB paru BTA (+) yang lebih tinggi
(wilayah utara dan barat Kota Sukabumi). Seperti di Kecamatan Citamiang dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, memiliki insiden TB paru BTA (+) yang tinggi pula.
Gambar 2. Peta Kepadatan Penduduk Terhadap Jumlah Insiden TB Paru BTA (+)
Di Kota Sukabumi Tahun 2010-2012
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
7
Sebaran kasus baru TB paru BTA (+) di kota Sukabumi cenderung tidak mengikuti sebaran
rata-rata jiwa per keluarga. Kasus baru TB paru BTA (+) yang tinggi cenderung berada pada
wilayah bagian barat laut, tengah dan barat Kota Sukabumi dengan rata-rata jiwa per keluarga
rendah. Wilayah dengan rata-rata jiwa per keluarga yang tinggi memiliki kasus baru TB paru
BTA (+) yang tinggi ada di wilayah barat Kota Sukabumi. Seperti di Kecamatan Warudoyong
(tahun 2011) dengan rata-rata jiwa per keluarga yang tinggi, memiliki kasus baru TB paru
BTA (+) yang tinggi pula.
Gambar 3. Peta Rata-rata Jiwa per Keluarga Terhadap Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA (+)
Di Kota Sukabumi Tahun 2010-2012
Sebaran insiden TB paru BTA (+) di kota Sukabumi cenderung tidak mengikuti sebaran rata-
rata jiwa per keluarga. Insiden TB paru BTA (+) yang tinggi cenderung berada pada wilayah
bagian utara, barat laut dan tenggara Kota Sukabumi dengan rata-rata jiwa per keluarga
sedang dan tinggi. Wilayah dengan rata-rata jiwa per keluarga yang tinggi memiliki insiden
TB paru BTA (+) yang lebih tinggi terdapat di wilayah barat Kota Sukabumi. Seperti di
Kecamatan Warudoyong dengan rata-rata jiwa per keluarga yang tinggi, memiliki insiden TB
paru BTA (+) yang tinggi pula (tahun 2011).
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
8
Gambar 4. Peta Rata-rata Jiwa per Keluarga Terhadap Jumlah Insiden TB Paru BTA (+)
Di Kota Sukabumi Tahun 2010-2012
Sebaran kasus baru TB paru BTA (+) di kota Sukabumi cenderung mengikuti sebaran jumlah
fasilitas pelayanan kesehatan. Kasus baru TB paru BTA (+) yang tinggi cenderung berada
pada wilayah bagian barat laut, tengah dan barat Kota Sukabumi dengan jumlah fasilitas
pelayanan kesehatan tinggi. Seperti di Kecamatan Warudoyong dengan jumlah fasilitas
pelayanan kesehatan yang tinggi, memiliki jumlah kasus baru TB paru BTA (+) yang tinggi
pula.
Gambar 5. Peta Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA (+)
Di Kota Sukabumi Tahun 2010-2012
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
9
Sebaran insiden TB paru BTA (+) di kota Sukabumi cenderung mengikuti sebaran jumlah
fasilitas pelayanan kesehatan. Insiden TB paru BTA (+) yang tinggi cenderung berada pada
wilayah bagian utara, barat laut dan tenggara Kota Sukabumi dengan jumlah fasilitas
pelayanan kesehatan sedang dan tinggi. Wilayah dengan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan
yang tinggi memiliki insiden TB paru BTA (+) yang lebih tinggi terdapat di wilayah utara dan
barat Kota Sukabumi. Seperti di Kecamatan Warudoyong dengan jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan yang tinggi, memiliki insiden TB paru BTA (+) yang tinggi pula.
Gambar 6. Peta Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Jumlah Insiden TB Paru BTA (+)
Di Kota Sukabumi Tahun 2010-2012
Sebaran kasus baru TB paru BTA (+) di kota Sukabumi cenderung mengikuti sebaran jumlah
tenaga kesehatan. Kasus baru TB paru BTA (+) yang tinggi cenderung berada pada wilayah
bagian barat laut, tengah dan barat Kota Sukabumi dengan jumlah tenaga kesehatan tinggi.
Seperti di Kecamatan Citamiang dengan jumlah tenaga kesehatan yang tinggi, memiliki
jumlah kasus baru TB paru BTA (+) yang tinggi pula.
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
10
Gambar 7. Peta Jumlah Tenaga Kesehatan Terhadap Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA (+)
Di Kota Sukabumi Tahun 2010-2012
Sebaran insiden TB paru BTA (+) di kota Sukabumi cenderung mengikuti sebaran jumlah
tenaga kesehatan. Insiden TB paru BTA (+) yang tinggi cenderung berada pada wilayah
bagian utara, tengah dan barat Kota Sukabumi dengan jumlah tenaga kesehatan sedang dan
tinggi. Seperti Kecamatan Gunung Puyuh dengan jumlah tenaga kesehatan yang tinggi
memiliki insiden yang tinggi pula.
Gambar 8. Peta Jumlah Tenaga Kesehatan Terhadap Jumlah Insiden TB Paru BTA (+)
Di Kota Sukabumi Tahun 2010-2012
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
11
Prioritas Penanganan Penyakit TB Paru BTA (+)
Priorotas penanganan masalah untuk kasus baru TB paru BTA (+), pada tahun 2010 terdapat
1 kecamatan dengan prioritas tinggi, 4 kecamatan dengan prioritas sedang dan 2 kecatan
dengan prioritas rendah. Pada tahun 2011 terdapat 2 kecamatan dengan prioritas tinggi, 2
kecamatan dengan prioritas sedang dan 3 kecatan dengan prioritas rendah. Pada tahun 2012
terdapat 2 kecamatan dengan prioritas tinggi, 3 kecamatan dengan prioritas sedang dan 2
kecamatan dengan prioritas rendah.
Gambar 9. Peta Prioritas Penanganan Masalah Terhadap Jumlah Kasus Baru TB Paru BTA (+)
Di Kota Sukabumi Tahun 2010-2012
iorotas penanganan masalah untuk insiden TB paru BTA (+)Pada tahun 2010 terdapat 2
kecamatan dengan prioritas tinggi, 3 kecamatan dengan prioritas sedang dan 2 kecatan dengan
prioritas rendah. Pada tahun 2011 terdapat 4 kecamatan dengan prioritas tinggi dan 2
kecamatan dengan prioritas sedang. Pada tahun 2012 terdapat 1 kecamatan dengan prioritas
tinggi, 5 kecamatan dengan prioritas sedang dan 1 kecamatan dengan prioritas rendah.
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
12
Gambar 10. Peta Prioritas Penanganan Masalah Terhadap Insiden TB Paru BTA (+)
Di Kota Sukabumi Tahun 2010-2012
PEMBAHASAN
Penelitian yang dilaksanakan memiliki banyak keterbatasan dan kelemahan yang mungkin
dapat mempengaruhi hasil dari penelitian ini. Dalam penyusunan penelitian ini menggunakan
desain studi ekologi jenis multiple group dengan time trend dengan menggunakan pendekatan
analisis spasial. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, antara lain : 1). Penelitian ini
memberikan informasi yang terbatas tentang pengaruh variabel-variabel yang diteliti. Karena
kita tidak dapat mengisolasi atau menekan variabel-variabel lain yang konstan, maka kita
tidak dapat mengharapkan bukti nyata tentang sebab-akibat. 2). Temporal Ambiguity, studin
ini tidak membuktikan bahwa pajanan mendahului penyakit. 3). Studi populasi bukan
individu sehingga studi ini tidak dapat mengestimasi efek biologi pada tingkat individu. 4).
Penelitian ini menggunakan data sekunder baik variabel dependen yaitu, jumlah kasus baru
dan insiden TB Paru BTA (+), dan variabel independen yaitu, kepadatan penduduk, rata-rata
jiwa/keluarga, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan. Dimana
bahwa data sekunde mempunyai tingkat validitas dan reabilitas yang sangat kurang terutama
dalam pengumpulan, pencatatan dan pelaporan. 5). Data kasus baru dan insiden TB Paru BTA
(+) pada peta yang digambarkan dengan lambang dot (titik) hanya menggambarkan kasus,
kerapatan dan bukan lokasi yang sebenarnya.
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
13
Jumlah Kasus Baru dan Insiden TB Paru BTA (+) terhadap kepadatan penduduk
Hasil dari analisis spasial menunjukan bahwa sebaran kasus baru TB paru BTA (+) di Kota
Sukabumi cenderung mengikuti sebaran kepadatan penduduk. Kecamatan Citamiang dengan
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memiliki kasus baru TB paru BTA (+) yang tinggi
pula.
Hasil dari analisis spasial menunjukan bahwa sebaran insiden TB paru BTA (+) di Kota
Sukabumi cenderung mengikuti sebaran kepadatan penduduk. Kecamatan Citamiang dan
Kecamatan Warudoyong dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi memiliki insiden
TB paru BTA (+) yang tinggi pula.
Hasil penelitaian kali ini sejalan dengan hasil penelitian Widyaningrun (2008), menyatakan
sebaran jumlah kasus baru TB paru BTA (+) cenderung mengikuti sebaran kepadatan
penduduk di Kabupaten Purworejo tahun 2008-2010. Hasil penelitan Wulandari (2012) juga
menyatakan sebaran jumlah kasus baru TB paru BTA (+) cenderung mengikuti sebaran
kepadatan penduduk di Jakarta Selatan tahun 2006-2010.
Jumlah Kasus Baru dan Insiden TB Paru BTA (+) terhadap rata-rata jiwa per keluarga
Hasil analisis spasial menunjukan bahwa sebaran kasus baru TB paru BTA (+) di Kota
Sukabumi tahun 2010-2012 cenderung tidak mengikuti sebaran rata-rata jiwa/keluarga.
Kecamatan Warudoyong di tahun 2010 dengan tingkat rata-rata jiwa/keluarga yang tinggi
mempunyai kasus baru TB paru BTA (+) yang tinggi pula. Sama halnya dengan Kecamatan
Cikole di tahun 2011 dengan tingkat rata-rata jiwa/keluarga yang tinggi mempunyai kasus
baru TB paru BTA (+) yang tinggi pula.
Hasil analisis spasial menunjukan bahwa sebaran insiden TB paru BTA (+) di Kota Sukabumi
tahun 2010-2012 sebagian tidak mengikuti sebaran rata-rata jiwa/keluarga. Kecamatan
Warudoyong di tahun 2011 dengan tingkat rata-rata jiwa/keluarga yang tinggi mempunyai
insiden TB paru BTA (+) yang tinggi pula. Sama halnya dengan Kecamatan Cikole di tahun
2010 dengan tingkat rata-rata jiwa/keluarga yang tinggi mempunyai insiden TB paru BTA (+)
yang sedang. Sedangkan Kecamatan Citamiang, Kecamatan Gunung Puyuh, Kecamatan
Cibeureum dan Kecamatan Lembursitu dengan tingkat rata-rata jiwa/keluarga yang rendah
mempunyai insiden TB paru BTA (+) yang sedang hingga tinggi.
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
14
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wulandari (2012) bahwa hasil analisis
spasial menunjukan bahwa sebaran kasus baru dan insiden TB paru BTA (+) di Jakarta
Selatan tahun 2006-2010 cenderung tidak mengikuti sebaran rata-rata jiwa/keluarga.
Penelitian ini namun tidak sejalan dengan penelitaian yang dilakukan oleh Nuhadi (2009)
yang menyatakan hasil analisis spasial menunjukan bahwa sebaran insiden TB paru BTA (+)
di Kota Depok tahun 2006-2008 cenderung mengikuti sebaran rata-rata jiwa/keluarga.
Jumlah Kasus Baru dan Insiden TB Paru BTA (+) terhadap jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan
Hasil analisis spasial menunjukan bahwa sebaran jumlah kasus baru TB paru BTA (+) di Kota
Sukabumi tahun 2010-2012 mengikuti sebaran jumlah fasilitas pelayanan kesehatan.
Kecamatan Warudoyong, Kecamatan Cikole dan Kecamatan Gunung Puyuh dari tahun 2010-
2012 masuk dalam kategori dengan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan tinggi dengan
jumlah kasus baru TB paru BTA (+) yang sedang hingga tinggi. Sedangkan Kecamatan
Lembursitu jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang tinggi namun jumlah kasus baru TB
paru BTA (+) yang rendah.
Hasil analisis spasial menunjukan bahwa sebaran insiden TB paru BTA (+) di Kota Sukabumi
tahun 2010-2012 mengikuti sebaran jumlah fasilitas pelayanan kesehatan. Kecamatan
Warudoyong, Kecamatan Cikole, Kecamatan Gunung Puyuh dan Kecamatan Citamiang dari
tahun 2010-2012 masuk dalam kategori dengan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan sedang
hingga tinggi dengan insiden TB paru BTA (+) yang tinggi. Namum untuk Kecamatan
Lembursitu dengan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang tinggi tahun 2010-2012 tetapi
insiden TB paru BTA (+) yang turun naik, hanya pada tahun 2010 dengan insiden TB paru
BTA (+) yang rendah, tahun 2011 insiden TB paru BTA (+) tinggi dan tahun 2012 insiden TB
paru BTA (+) yang sedang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penenelitian yang dilakukan Widyaningrum (2012), hasil
analisis spasial menunjukan bahwa sebaran jumlah kasus baru dan insiden TB paru BTA (+)
di Kabupaten Purworejo tahun 2009-2010 mengikuti sebaran jumlah fasilitas pelayanan
kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan Nurhadi (2009),
hasil analisis spasial menunjukan bahwa sebaran jumlah kasus baru TB paru BTA (+) di Kota
Depok tahun 2006-2008 mengikuti sebaran jumlah fasilitas pelayanan kesehatan.
\
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
15
Jumlah Kasus Baru dan Insiden TB Paru BTA (+) terhadap jumlah tenaga kesehatan
Hasil analisis spasial menunjukan bahwa sebaran jumlah kasus baru TB paru BTA (+) di Kota
Sukabumi tahun 2010-2012 mengikuti sebaran jumlah tenaga kesehatan. Kecamatan Gunung
Puyuh, Kecamatan Lembursitu dan Kecamatan Cikole dari tahun 2011-2012 masuk dalam
kategori dengan jumlah tenaga kesehatan tinggi dengan jumlah kasus baru TB paru BTA (+)
yang sedang hingga tinggi. Sedangkan Kecamatan Lembursitu jumlah tenaga kesehatan yang
rendah dan jumlah kasus baru TB paru BTA (+) yang rendah.
Hasil analisis spasial menunjukan bahwa sebaran insiden TB paru BTA (+) di Kota Sukabumi
tahun 2010-2012 mengikuti sebaran jumlah tenaga kesehatan. Kecamatan Warudoyong,
Kecamatan Cikole, Kecamatan Gunung Puyuh dan Kecamatan Citamiang dari tahun 2010-
2012 masuk dalam kategori dengan jumlah tenaga kesehatan sedang hingga tinggi dengan
insiden TB paru BTA (+) yang tinggi. Namum untuk Kecamatan Lembursitu dengan jumlah
tenaga kesehatan yang sedang hingga tinggi tahun 2010-2011 tetapi insiden TB paru BTA (+)
yang turun naik, hanya pada tahun 2010 dengan insiden TB paru BTA (+) yang rendah, tahun
2011 insiden TB paru BTA (+) tinggi dan tahun 2012 insiden TB paru BTA (+) yang sedang.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2012) bahwa hasil
analisis spasial menunjukan bahwa sebaran kasus baru dan insiden TB paru BTA (+) di
Jakarta Selatan tahun 2006-2010 cenderung mengikuti sebaran jumlah tenaga kesehatan.
Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penenelitian yang dilakukan Widyaningrum
(2012), hasil analisis spasial menunjukan bahwa sebaran jumlah kasus baru dan insiden TB
paru BTA (+) di Kabupaten Purworejo tahun 2009-2010 tidak mengikuti sebaran jumlah
tenaga kesehatan.
KESIMPULAN
Analisis spasial menunjukan bahwa sebaran kasus baru dan insiden TB paru BTA (+)
cenderung mengikuti sebaran kepadatan penduduk, jumlah tenaga kesehatan dan jumlah
fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Sukabumi tahun 2010-2012. Sedangkan sebaran kasus
baru dan insiden TB paru BTA (+) cenderung tidak mengikuti rata-rata jiwa per keluarga di
Kota Sukabumi tahun 2010-2012.
Prioritas utama penanganan terhadap kasus baru TB paru BTA (+) di Kota Sukabumi tahun
2010-2012 adalah Kecamatan Cikole, Kecamatan Citamiang dan Kecamatan Baros.
Sedangkan Prioritas utama penanganan terhadap insiden TB paru BTA (+) di Kota Sukabumi
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
16
tahun 2010-2012 adalah Kecamatan Cikole, Kecamatan Citamiang dan Kecamatan Gunung
Puyuh.
Saran bagi Dinas Kesehatan Bagi Dinas Kesehatan kota Sukabumi dan Pemerintah Kota
Sukabumi agar program pemberantasan dan pengendalian penyakit TB paru BTA (+)
sebaiknya diprioritaskan pada wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, peningkatan
penjaringan tersangka TB paru BTA (+) dengan lebih meningkatkan kapasitas petugas
pemegang program TB di puskesmas, peningkatan kerjasama lintas program di dalam Dinas
Kesehatan, agar tercipta suatu manajemen pemberantasan penyakit TB paru BTA (+) yang
lebih efektif dan terpadu, pemerataan tenaga kesehatan khususnya tenaga dokter, sanitarian
pemegang progrtam TB puskesmas dan tenaga laboratorium pada semua puskesmas yang ada,
peningkatan survailan berbasis masyarakat dengan kader kesehatan dan karang taruna dalam
penjaringan tersangka TB paru BTA (+), peningkatan sosialisasi tentang manfaat rumah
sehat, imunisasi BCG dan penyakit TB paru pada masyarakat, bagaimana penularannya,
bagaimana tanda dan gejalanya, bagaimana cara pengobatannya dan resiko apabila tidak
berobat atau putus berobat, peningkatan program Keluarga Berencana (KB) untuk menekan
pertumbuhan penduduk terutama di wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi.
Sedangkan bagi penderita dan masyarakat adalah dengan kesadaran sendiri mau
memeriksakan diri, berobat secara teratur dan mengikuti program pengobatan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, penderita yang telah positif menderita TB paru BTA (+) untuk
tidak batuk atau membuang dahak di sembarang tempat serta menutup mulut saat batuk
dengan tangan, tissue atau sapu tangan, asupan gizi yang seimbang, olah raga teratur, tidak
merokok dan berperilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari seperti,
membuka jendela rumah setiap pagi hari agar rumah mendapatkan sirkulasi udara yang baik
dan sinar matahari masuk ke dalam rumah, membawa balita ke posyandu untuk mendapatkan
imunisasi khususnya imunisasi BCG dan mendapatkan informasi kesehatan tentang gizi
seimbang dan perilaku hidup bersih dan sehat, memiliki kesadaran untuk dapat mengakses
informasi mengenai TB Paru melalui buletin, poster, televisi, buku, internet dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Fachrudin Ali. 2010. Analisis Spasial Penyakit Tuberkulosis Pauru BTA Positif di
Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2007-2009. Tesis. Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Depok: FKM UI.
Achmadi, Umar Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. UI. Press. Jakarta.
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
17
__________________. 2013. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Cetakan Ketiga.
Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Aditama, T. 2000. Tuberkulosis: Diagnosis, Tatalaksana dan Masalahnya. Jakarta: UI Press.
Arliana, Shanty. 2013. Hubungan Kondisi Fisik Rumah, Perilaku, Pengetahuan Dan
Karakteristik Penderita Dengan Kejadian Penyakit TB Paru BTA (+) Di Kabupaten Ende
Tahun 2013. Skripsi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Depok: FKM UI.
Atmosukarto dan Soewasti, Sri. 2000. Pengaruh Lingkungan Pemukiman dalam Penyebaran
Tuberkulosis. Jakarta: Media Litbang Kesehatan, Vol. 9 (4), Depkes RI.
Azwar A. (1990). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kelima. Jakarta: Mutiara
Sumber Widya.
Badan Pusat Statistik, 2011. Kota Sukabumi Dalam Angka 2010. Sukabumi: BPS Kota
Sukabumi.
__________________, 2012. Kota Sukabumi Dalam Angka 2011. Sukabumi: BPS Kota
Sukabumi.
__________________, 2013. Kota Sukabumi Dalam Angka 2012. Sukabumi: BPS Kota
Sukabumi.
Chandra, Fifia. 2005. Analisis Spasial Temporal Variasi Cuaca Dengan Kejadian DBD di
DKI Jakarta Tahun 2000-2009. Tesis. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Depok:
FKM UI.
.
Chrysantina, Aprisa. 2004. Analisis Spasial Dan Temporal Kasus Tuberkulosis Di Kota
Yogya, Juli - Desember 2004. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM.
Departemen Kesehatan RI. 1999. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Depkes RI.
__________________. 2006. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Edisi Dua,
Cetakan Pertama. Jakarta: Depkes RI (Dirjen PPMPL).
__________________. 2009. Buku Saku Program Penanggulangan TB. Jakarta: Depkes RI
(Dirjen PPMPL).
__________________. 2009. Modul Sistem Informasi Geografis Untuk Intensifikasi
Pemberantasan Penyait Menular. Menggunakan Arcview GIS. Jakarta: Depkes RI (Dirjen
PPMPL).
__________________. 2009. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Depkes
RI (Dirjen PPMPL).
__________________. 2011. Permenkes RI Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang
Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. Jakarta: Depkes RI
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
18
__________________. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Depkes
RI (Dirjen PPMPL).
__________________. 2012. Petunjuk Teknis Tata Laksana Klinis Ko-Infeksi-TB HIV.
Jakarta: Depkes RI (Dirjen PPMPL).
Dinas Kesehatan, 2007. Renstra Dinkes Kota Sukabumi 2008-2013. Sukabumi: Dinkes Kota
Sukabumi.
__________________. 2011. Laporan Tahunan Bidang P2PL Kota Sukabumi Tahun 2010.
Sukabumi: Bidang P2PL Dinkes Kota Sukabumi.
_________________, 2011. Profil Dinkes Kota Sukabumi Tahun 2010. Sukabumi: Dinkes
Kota Sukabumi.
__________________. 2012. Laporan Tahunan Bidang P2PL Kota Sukabumi Tahun 2011.
Sukabumi: Bidang P2PL Dinkes Kota Sukabumi.
_________________, 2012. Profil Dinkes Kota Sukabumi Tahun 2011. Sukabumi: Dinkes
Kota Sukabumi.
__________________. 2013. Laporan Tahunan Bidang P2PL Kota Sukabumi Tahun 2012.
Sukabumi: Bidang P2PL Dinkes Kota Sukabumi.
_________________, 2013. Profil Dinkes Kota Sukabumi Tahun 2012. Sukabumi: Dinkes
Kota Sukabumi.
Fitriani. 2012. Hubungan Antara Faktor-Faktor Kualitas Lingkungan Fisik Rumah dengan
Kejadian TB Paru BTA Positif Puskesmas Ketanggungan Kabupaten Brebes Tahun
2012.(Skripsi). Skripsi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Depok: FKM UI.
Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Girsang, M. 1999. Kesalahan-kesalahan dalam Pemeriksaan Sputum BTA pada Program
Penanggulangan TB terhadap Beberapa Pemeriksaan dan Identifikasi Penyakit TBC. Jakarta:
Media Litbang Kesehatan Vo. IX No. 3 tahun 1999.
Lubis, P. 1989. Perumahan Sehat. Jakarta: Depkes RI.
Nurhadi, Didi. 2009. Analisis Spasial TB Paru BTA (+) di Kota Depok Tahun 2006-2008.
Skripsi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Depok: FKM UI.
Nurhidayah, Ikeu. Lukman, Mamat. Rakhmawati, Windy. 2007. Hubungan Antara
Karakteristik Lingkungan Rumah dengan Kejadian Tuberkulosis (TB) pada Anak di
Kecamatan Paseh Kabupaten Sumedang. Bandung: Fakultas Keperawatan, Universitas
Padjajaran.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014
19
Prabu, 2008. Penyakit-Penyakit Infeksi Umum Jilid Pertama. Cetakan Ketiga. Jakarta: Widya
Medika.
Prihardi, D. 2002. Ancaman Masa Depan Anak Indonesia. Di unduh di
http//www.depkes.go.id tanggal 2 Dersember 2013.
Rismanaadji. 2008. Analisis Spasial TB Paru BTA (+) di Jakarta Selatan Tahun 2005-2007
Skripsi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Depok: FKM UI.
Soemirat, Juli. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Supariasa,I.D.N, Bakri B., Fajar I. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Supraptini, dkk. 1999. Pemeriksaan Bakteriologik Lingkungan Rumah Sakit Tuberculosa Pari
Cisarua Bogor. Jakarta: Media Litbang Kesehatan Vol. IX No.3 tahun 1999.
Tambajong, J. 2000. Mikrobiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.
Widoyono, 2012. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Widyaningrum, Ika. 2012. Analisis Spasial TB Paru BTA (+) di Kabupaten Purworejo Tahun
2008-2010. Skripsi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Depok: FKM UI.
Wulandari, Fitri. 2012. Analisis Spasial TB Paru BTA (+) di Jakarta Selatan Tahun 2006-
2010. Skripsi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Depok: FKM UI.
Tiarisneini, Cut. 2008. Pola Spasial Penyebaran Penyakit Tuberkulosis Menurut Faktor
Resiko Lingkungan di Kota Administrasi Jakarta Timur tahun 2005-2007. Skripsi. Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat. Depok: FKM UI.
Medicastore.com. Informasi Lengkap Tentang TBC (Tuberkulosis).
http://medicastore.com/tbcx/penyakti_tbc.htm, di akses pada tanggal 4 Desember 2013.
Analisis spasial..., Akhbarona Fauzan, FKM UI, 2014