penyadapan oleh badan intelijen negara dalam …repository.unair.ac.id/34075/2/binder1.pdf · badan...

125
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA TERORISME OLEH : ROCKY TUMBUR PANDAPOTAN SIAHAAN, S.H NIM : 031324153064 PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM MINAT STUDI PERADILAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA 2015 ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Upload: haliem

Post on 12-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

TESIS

PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA

DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN

TINDAK PIDANA TERORISME

OLEH :

ROCKY TUMBUR PANDAPOTAN SIAHAAN, S.H

NIM : 031324153064

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM

MINAT STUDI PERADILAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2015

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 2: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

i

PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA

DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN

TINDAK PIDANA TERORISME

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Oleh :

ROCKY TUMBUR PANDAPOTAN SIAHAAN, SH.

NIM. 031324153064

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM

MINAT STUDI PERADILAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2015

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 3: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 4: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

iii

PENGESAHAN PENGUJI

TESIS

PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA

DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN

TINDAK PIDANA TERORISME

Oleh :

ROCKY TUMBUR PANDAPOTAN SIAHAAN, SH. NIM. 031324153064

Tesis ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Tesis

Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

Pada:

Hari : Senin

Tanggal : 02 November 2015

PANITIA PENGUJI

Ketua : Dr. Toetik Rahayuningsih, S. H., M. Hum.

Anggota : 1. Bambang Suheryadi, S. H., M. Hum.

2. Riza Alifianto Kurniawan, S. H., MTCP.

3. Sapta Aprilianto, S. H., M. H.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 5: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

iv

MOTTO

Tetapi barang siapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.

(Yakobus 1 : 25)

Tesis ini Ku persembahkan

untuk (Alm.) Papa, dan Mama, serta

Istri dan anakku

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 6: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala

rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

yang berjudul: “Penyadapan Oleh Badan Intelijen Negara Dalam

Memperoleh Bukti Permulaan Tindak Pidana Terorisme”. Tesis ini diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Studi Magister

Hukum pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Surabaya dan guna memperoleh gelar Magister Hukum.

Penulisan tesis ini dapat selesai karena adanya bantuan dan dukungan dari

banyak pihak baik moriil, materiil, maupun akademik. Oleh karena itu penulis

mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Airlangga, Prof. Dr. Moh. Nasih MT Ak., selaku

Rektor Universitas Airlangga dan segenap jajaran Pembantu Rektor

Universitas Airlangga;

2. Bapak Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S. H., M. Si, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Airlangga;

3. Bapak Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S. H., M. H, selaku Ketua Program

Studi Magister Hukum Universitas Airlangga;

4. Bapak Bambang Suheryadi S. H., M. Hum., selaku Ketua Dosen

Pembimbing tesis dan selaku Dosen Pembimbing MKPT I, yang telah

memberikan banyak perhatian, pengarahan dan kemudahan dalam

penyusunan tesis ini;

5. Ibu Dr. Toetik Rahayuningsih, S. H., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing

MKPT II dan Dosen Penguji Tesis yang penuh dengan ikhlas, kesabaran

dan bijaksana dalam memberikan pengarahan agar tesis ini dapat

terselesaikan dengan baik;

6. Para Dosen Magister Hukum Universitas Airlangga yang telah mendidik

saya selama menjadi mahasiswa di Magister Hukum Universitas

Airlangga, suatu kehormatan menerima ilmu dari Bapak Ibu sekalian;

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 7: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

vi

7. Almarhum Papa, dan Mama yang selama membesarkan penulis telah

banyak memberikan masukan-masukan serta pandangan-pandangannya

kepada penulis;

8. Istriku dan Kakakku serta segenap keluarga besarku yang telah

memberikan kasih sayang, nasehat, dan tak henti-hentinya memberikan

semangat serta dukungan kepada penulis;

9. Teman-teman seperjuaangan di Koleksi Khusus Fakultas Hukum

Universitas Airlangga: Thomas Akwino Rumwarin, S. H., M. H., Yoan

Sakti Nathanael Nainggolan, S. H., M. H., Laurent Enrico S. H., M. H.,

serta semua teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu;

10. Semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian penulisan tesis

ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat berguna dalam rangka

mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang hukum kepada semua

pembaca.

Surabaya, 03 November 2015

Penulis

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 8: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

vii

PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA TERORISME

ABSTRAK

Terorisme merupakan salah satu kejahatan yang sering terjadi di Indonesia. Banyak orang yang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara transit para teroris yang berasal dari luar negeri. Tak hanya itu, Indonesia menjadi pusat dari pertumbuhan dan berkembangnya aksi-aksi teroris. Biasanya aksi terorisme di Indonesia, ditandai dengan adanya aksi-aksi pengeboman di tempat-tempat ramai. Aksi terorisme ini tentu saja memakan banyak korban, sehingga dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Maka untuk itu, Indonesia pun membuat regulasi-regulasi yang seyogyanya diperuntukkan guna mengantisipasi tindakan terorisme tersebut salah satunya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara yang memberikan kewenangan kepada Badan Intelijen Negara untuk melakukan penyadapan. Dalam penelitian ini, penulis memberikan judul “Penyadapan Oleh Badan Intelijen Negara Dalam Memperoleh Bukti Permulaan Tindak Pidana Terorisme”. Penulis memberikan deskripsi bahwa penyadapan pada dasarnya merupakan tindakan dalam tahap penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum dalam menangani perkara tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime). Penulisan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan sekunder kemudian diolah dan disusun secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan akhir penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan merupakan fungsi penegakan hukum melainkan penyelenggaraan fungsi Intelijen, diantaranya fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional. Ketentuan mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan negeri, secara a contrario dapat diartikan bahwa penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara terhadap sasaran yang belum mempunyai bukti permulaan yang cukup dapat dilakukan tanpa adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Kata Kunci: Penyadapan, Badan Intelijen Negara, Bukti Permulaan, Tindak

Pidana Terorisme.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 9: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

viii

ABSTRACT

Terrorism is one of the crimes often occur in Indonesia. Many people say that Indonesia is a country of transit of terrorists coming from abroad. Not only that, Indonesia has become the center of growth and development of terrorist act. Usually acts of terrorism in Indonesia, characterized by bombings in crowded places. Acts of terrorism is certainly claimed many victims, so it is classified as an extraordinary crime. So for that, Indonesia also make regulations that should be devoted to anticipate acts of terrorism is one of them Law No. 17 Year 2011 concerning the National Intelligence shall authorize the State Intelligence Agency to conduct wiretaps. In this research, the author gives the title of "Wiretapping by the National Intelligence Agency in Obtaining Evidence Beginning Terrorism". The author gives a description that tapping is essentially an action in the investigation phase of law enforcement officials in handling the criminal case extraordinary (extraordinary crime). Writing in this research using normative juridical or legal research literature as legal research by examining the library materials and secondary materials are then processed and compiled systematically in order to obtain the final conclusions of the study. Results of this research show that wiretapping conducted the State Intelligence Agency in obtaining preliminary evidence terrorism, not a law enforcement function but implementation Intelligence function, including the function of investigation, security, and fundraising through the working methods for the detection and early warning in order to prevent, deterrence, and response to any threats to national security. Provisions regarding wiretapping conducted the State Intelligence Agency against targets that already have preliminary evidence enough, be done with the establishment of the Chairman of the Court of the country, a contrario means that wiretapping conducted the State Intelligence against targets that do not already have preliminary evidence that reasonably can be done without fixing Chairman of the Court. Keywords : Tapping, the State Intelligence Agency, Evidence Starters, Terrorism.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 10: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................... iii

MOTTO .................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .............................................................................. v

ABSTRAK ................................................................................................. vii

ABSTRACT .............................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................. ix

BAB I. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang ............................................................ ........ 1

1. 2. Rumusan Masalah ................................................................. 14

1. 3. Tujuan Penelitian .................................................................. 14

1. 4. Manfaat Penelitian ................................................................ 14

1. 5. Kajian Teoritis ...................................................................... 15

1. 5. 1. Penyadapan .............................................................. 15

1. 5. 2. Badan Intelijen Negara ............................................ 17

1. 5. 3. Bukti Permulaan ...................................................... 18

1. 5. 4. Tindak Pidana Terorisme ........................................ 20

1. 6. Metode Penelitian ................................................................. 25

1. 6. 1. Tipe Penelitian 25

1. 6. 2. Pendekatan Masalah ................................................ 26

1. 6. 3. Sumber Bahan Hukum ............................................ 27

1. 6. 4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ................. 29

1. 7. Pertnggungjawaban Sistematika ........................................... 29

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 11: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

x

BAB II. KEWENANGAN PENYADAPAN YANG DILAKUKAN BADAN

INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI

PERMULAAN

2. 1. Pengaturan Penyadapan di Indonesia ................................. 31

2. 2. Intelijen ............................................................................... 47

2. 2. 1. Badan Intelijen Negara ............................................ 52

2. 3. Kewenangan Penyadapan Yang

Dilakukan Oleh Badan Intelijen Negara ............................ 61

2. 4. Bukti Permulaan Yang

Diperoleh Dari Hasil Penyadapan ...................................... 75

2. 4. 1. Laporan Intelijen Sebagai Bukti

Permulaan Dalam Tindak Pidana Terorisme ....... 79

BAB III. PENYADAPAN YANG DILAKUKAN OLEH BADAN

INTELIJEN NEGARA TERHADAP ORANG YANG

DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA TERORISME

3. 1. Istilah Terduga Teroris Dalam

Sistem Peradilan Pidana di Indonesia ........................ 89

3. 2. Legalitas Penyadapan Badan Intelijen

Negara Terhadap Orang Yang Diduga ...................... 101

3. 3. Hasil Penyadapan Yang Digunakan Sebagai

Bukti Permulaan Tindak Pidana Terorisme ............... 105

BAB IV. PENUTUP

4. 1. Kesimpulan ......................................................................... 110

4. 2. Saran ................................................................................... 110

DAFTAR BACAAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 12: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Undang-undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD

1945), jelas mengatur bahwa Negara harus menjunjung tinggi dan mengakui

Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut sebagai HAM) sebagai hak yang

tertinggi yang dimiliki oleh manusia. Salah satu yang termasuk dalam HAM

adalah hak untuk tidak diperlakukan semena-mena oleh negara. Apabila

terjadi perlakuan yang semena-mena oleh negara terhadap warga negaranya,

maka negara dalam hal ini sebagai pejabat publik, sudah melakukan

perbuatan melawan hukum (wederrechtellijkmatigheid).

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah

negara hukum yang mengedepankan kepastian hukum dan HAM.

Mengedepankan Kepastian HAM jelas menganut asas Equality before the

law (asas persamaan kedudukan di dalam hukum). Ketentuan mengenai

HAM dalam UUD 1945 terdapat dalam bab X Pasal 28-28 J UUD 1945.

Hal ini terlihat dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa

setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Salah satu bentuk kepastian hukum itu adalah tindakan penyadapan

yang dilakukan dengan tidak semena-mena oleh aparat negara terhadap

orang yang belum jelas diketahui akan melakukan tindak pidana. Hal ini

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 13: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

2

dikarenakan akan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Pasal

28-28 J UUD 1945 dan juga pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (selnjutnya disebut sebagai KUHP) yang menganut asas legalitas

(Nullum delictum nulla poena sine prevea lege poenali). Kepastian Hukum

yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP ditunjukkan dalam tujuan dari

asas tersebut yaitu :

1. Menegakkan kepastian hukum.

2. Mencegah kesewenang-wenangan penguasa.

Berdasarkan tujuan dari asas legalitas diatas, maka dalam melaksanakan

penyadapan, negara harus memperhatikan aspek-aspek hukum yang terkait

sehingga tidak adanya pelanggaran HAM. Penyadapan dalam hal ini bisa

saja dalam bentuk apapun. Akibat yang ditimbulkan oleh penyadapan ini

dapat secara langsung ataupun tidak langsung merugikan dan menggangu

kebebasan orang lain. Dalam hal ini, diperlukan kejelasan negara dalam

memberikan dasar hukum dilaksanakannya penyadapan harus sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Penyadapan tidak boleh

dilakukan untuk semua orang. Hanya kualifikasi kejahatan-kejahatan yang

dianggap dapat dilakukan penyadapanlah baru dapat dilaksanakan

penyadapan, misalnya yang membahayakan kepentingan negara,

mengancam kepentingan negara, kejahatan luar biasa, kejahatan yang

menyangkut dengan nyawa dan lainnya.

Penyadapan di Indonesia memang sudah sering dilakukan. Tindakan

penyadapan ini berhasil membongkar kejahatan yang dianggap serius oleh

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 14: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

3

pemerintah Indonesia. Beberapa diantaranya yang berhasil adalah dalam

kasus tindak pidana korupsi. Kasus suap Jaksa Urip Tri Gunawan yang

menerima uang 6 Milyar Rupiah dari Artalyta Suryani dalam kasus

Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan kasus Bantuan Likuiditas

Bank Indonesia Atas nama Syamsul Nursalim. Kemudian juga kasus

kriminalisasi pimpinan KPK, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto

dalam kasus korupsi Anggodo Widjojo dengan pejabat Kejaksaan dan

Kepolisian yang berhasil dibongkar melalui tindakan penyadapan yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Penyadapan memang selalu dibutuhkan untuk dijadikan salah satu jenis

alat bukti di Pengadilan mengenai suatu tindak pidana. Pembuktian sangat

penting dalam menentukan apakah suatu perbuatan itu termasuk dalam

perbuatan pidana atau bukan. Hal ini juga berkaitan dengan sistem

pembuktian negatif yang dianut oleh Indonesia, yaitu sistem pembuktian

yang menitikberatkan pada hakim di dalam mengambil keputusan tentang

salah atau tidaknya seorang terdakwa berdasarkan alat bukti yang ditentukan

oleh undang-undang dan ditambah keyakinan (nurani) hakim sendiri.1

Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (selanjut disebut

sebagai KUHAP) disebutkan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana

kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti

yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi

dan terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukannya. Dengan demikian

1Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Bandung, Mandar

Maju, 2003, hal. 13

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 15: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

4

hasil penyadapan yang dijadikan sebagai alat pembuktian di pengadilan,

berpengaruh terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang

dijadikan tersangka dalam suatu tindak pidana.

Penyadapan yang dilakukan secara langsung oleh lembaga yang

ditunjuk negara seperti halnya Badan Intelijen Negara, memang mempunyai

fungsi yang sangat baik. Penyadapan ini dilakukan juga untuk memperkuat

alat bukti. Sesuai dengan pasal 183 KUHAP, maka penyadapan ini dapat

dijadikan sebagai salah satu alat bukti yang sah selain daripada keterangan

saksi. Alat bukti penyadapan ini bisa sebagai alternatif atau pengganti yang

kuat daripada keterangan testimonium de auditu.2 Sebab keterangan tersebut

tidak sah dalam pembuktian hukum pidana.

Selain kejahatan korupsi, terorisme juga termasuk salah satu kejahatan

yang dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara. Dikatakan

sebagai kejahatan yang mengancam pertahanan dan keamanan negara

karena kejahatan ini menimbulkan korban yang bersifat acak dan massal.3

Terorisme dan korupsi juga adalah 2 jenis kejahatan yang merupakan tindak

pidana khusus yang peraturan mengenai pidananya juga diatur secara

Khusus.

Dalam KUHP sendiri yang mengatur mengenai kejahatan terhadap

nyawa yang dirumuskan dalam pasal 338-350 buku II KUHP, masih

2Testimonium de Auditu yaitu keterangan yang diperoleh dengan mendengar keterangan

orang lain. Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa Testimonium de Auditu adalah keterangan saksi yang diperoleh dari pihak ketiga.Testimonium de Auditu bukanlah merupakan suatu pendapat atau persangkaan yang didapat secara berpikir. Sehingga, oleh karena itu Testimonium de Auditu tidak dapatdijadikan alat bukti yang sah

3Ali Masyhar, Gaya Indonesia Menghadang Terorisme, Bandung, Mandar Maju, 2009, hal. 4

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 16: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

5

mengatur tindak pidana kejahatan terhadap nyawa secara umum. Akan

tetapi sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat, baik dari faktor

sosial, budaya, politik, tingkatan sosial, pendidikan, teknologi dan

sebagainya, menyebabkan timbulnya kejahatan-kejahatan yang baru yang

pengaturannya tidak ada dalam KUHP. Kejahatan seperti Terorisme,

Pencucian Uang, Perdagangan Orang, Kejahatan terhadap Anak adalah

beberapa contoh kejahatan yang tidak diatur secara spesifik diatur dalam

KUHP. Sehingga oleh pembuat peraturan perundang-undangan, kejahatan

ini digolongkan secara khusus pengaturannya. Pasal 103 KUHP yang

menyatakan bahwa Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VII

KUHP juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan

perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh

undang-undang ditentukan lain. Artinya perbuatan yang diluar dari

Ketentuan Umum KUHP dapat mempergunakan undang-undang

tersendiri/khusus dengan mengesampingkan KUHP (Asas Lex Specialis de

rogat Lex Generalis). Dengan demikian, kejahatan terorisme yang diatur

dalam Undang-undang nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme adalah salah satu bentuk undang-undang tindak

pidana khusus.

Oleh karena ancaman yang ditimbulkannya menyangkut dengan

pertahanan dan keamanan negara, maka kejahatan terorisme dikategorikan

sebagai kejahatan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa). Selain

menimbulkan korban yang acak dan massal, terorisme juga merupakan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 17: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

6

kejahatan yang melanggar hak asasi manusia sebagai mana yang diatur

dalam bab X Pasal 28-28 J UUD 1945, Universal Declaration of Human

Right, dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia.

Terorisme sejak lama sudah banyak terjadi, namun peristiwa 11

September 2011 adalah peristiwa yang paling populer di dunia. Di Indonesia

peristiwa terorisme ini juga sudah terjadi di Bali pada tanggal 12 Oktober

2002, yang pada saat peristiwa tersebut terjadi, undang-undang tentang

tindak pidana terorisme belum diatur.4 Oleh karena adanya kekosongan

hukum ini maka oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 18 Oktober 2002,

mengundangkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)

Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dan tak hanya itu, Perppu Nomor 2 Tahun 2002 Tentang pemberlakuan

Perppu nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Terorisme juga disahkan. Terorisme adalah kejahatan yang terorganisir.

Kegiatan terorisme ini mempunyai sistem kerja yang teratur. Sangat sulit

untuk mengetahui bahwa adanya suatu kegiatan terorisme. Hal ini

dikarenakan, terorisme hanya menggunakan bahan peledak sebagai bentuk

kejahatannya, dan pelakunya sama sekali tidak bisa di identifikasi dengan

jelas. Sangat sulit dibuktikan karena yang dapat diselidiki dari sesudah

dilakukannya kegiatan terorisme hanyalah bahan peledak ataupun bekas-

bekas senjata yang diapakai. Berbeda dengan kejahatan lainnya yang secara

4 Ali Masyhar, Op. cit, hal. 5

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 18: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

7

langsung dapat ditentukan pelakunya hanya dengan berdasarkan hasil

penyelidikan, penyidikan ataupun hasil forensik. Maka untuk mencegah

terjadinya kejahatan terorisme atau menuduh seseorang melakukan kegiatan

terorisme, maka sangat diperlukan tindakan penyadapan. Tindakan

penyadapan ini berfungsi untuk mendapatkan hasil informasi yang akurat

dan benar tentang orang yang diduga melakukan kegiatan terorisme untuk

dijadikan alat bukti.

Intelijen sebagai lembaga negara, diberikan kewenangan oleh negara

untuk melakukan kegiatan penyadapan. Tujuannya adalah memberikan

informasi yang akurat kepada pemangku kepentingan (stake holder) tentang

adanya tindakan atau ancaman yang akan menimbulkan terganggunya

stabilitas pertahanan dan keamanan negara. Kewenangan Tindakan

penyadapan ini diatur dalam undang-undang Nomor 17 tahun 2011 Tentang

Intelijen Negara (selanjutnya disebut sebagai UU Intelijen Negara).

Pasal 31 huruf b UU Intelijen Negara menyatakan bahwa Badan

Intelijen Negara (selanjutnya disebut sebagai BIN) memiliki wewenang

melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian Informasi

terhadap sasaran yang terkait dengan kegiatan terorisme, separatisme,

spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan

kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum.

Artinya BIN mempunyai wewenang melakukan penyadapan apabila

ditemukan hal-hal seperti yang diatur dalam pasal 31 huruf b UU Intelijen

Negara. Selain itu, BIN mempunyai kewenangan untuk menafsirkan suatu

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 19: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

8

kejahatan yang dapat dilakukan penyadapan berdasarkan UU Intelijen

Negara.

Berdasarkan undang-undang Intelijen Negara, tindakan penyadapan

yang dilakukan Badan Intelijen Negara, dibatasi oleh Undang-undang

Intelijen Negara Nomor 7 tahun 2011. Dalam UU Intelijen Negara 32 ayat

(3) disebutkan bahwa penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai

bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan

Negeri. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Badan Intelijen Negara hanya

dapat melakukan penyadapan apabila telah mempunyai bukti permulaan

yang cukup yang berkaitan dengan masalah ancaman keselamatan dan

keamanan nasional.

Kejahatan yang masih sebagai permulaan diatur juga dalam KUHP dan

KUHAP yang mana diancam perbuatannya dengan tujuan agar dapat

dicegah terjadinya korban.5 Pasal 53 KUHP mensyaratkan bahwa adanya

percobaan melakukan kejahatan, dapat dipidana apabila telah terpenuhi niat

dan adanya pelaksanaan perbuatan. Pasal 17 KUHAP menerangkan bahwa

seseorang hanya dapat ditangkap apabila diduga keras melakukan tindak

pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Hal ini dijelaskan juga

pada pasal 1 butir 14 yang mengatakan bahwa tersangka adalah seseorang

yang karena perbuatannya, berdasarkan bukti permulaan diduga sebagai

pelaku tindak pidana. Jadi dari hal ini, bukti permulaan adalah merupakan

suatu unsur yang menjelma menjadi kesalahan untuk memenuhi syarat

5 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo, 2012 hal. 153

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 20: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

9

terjadinya suatu tindak pidana. Adagium “tiada pidana tanpa kesalahan”

(geen straf zonder schuld) mengartikan bahwa selain sifat melawan hukum,

unsur kesalahan juga merupakan unsur utama, yang berkaitan dengan

pertanggungjawaban pelaku terhadap perbuatannya. Kesalahan menurut

Simons adalah terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang

melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut

dengan perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa hingga orang itu

dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. Sedangkan menurut Van

Hamel kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis,

berhubungan dengan keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur

delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam

hukum. Seseorang dibuktikan bersalah apabila memiliki beberapa unsur :

1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, dalam arti

jiwa si pelaku dalam keadaan sehat dan normal

2. Adanya hubungan batin antara si pelaku dengan perbuatannya, baik

yang disengaja (dolus) maupun karena kealpaan (culpa)

3. Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan6

Untuk menyatakan suatu kesalahan, harus memenuhi 3 unsur tersebut.

Apabila ketiga unsur itu dipenuhi maka dapat dinyatakan pidana. Artinya

sesorang tidak dapat dipidana apabila belum dapat dibuktikan bersalah.

Penyadapan, berdasarkan KUHAP adalah hal yang dilarang. Akan

tetapi boleh dilakukan oleh lembaga penegak hukum sesuai dengan syarat

6 Ibid, hal. 82

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 21: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

10

yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Penyadapan hanya

boleh dilakukan untuk kejahatan yang tergolong serius dan berat. Terorisme

adalah termasuk salah satu kejahatan yang yang tergolong serius dan berat.

Terorisme ini adalah salah satu kejahatan yang berbeda dengan kejahatan

yang lainnya. Faktor pembeda terorisme dengan kejahatan lainnya adalah

dari sisi motif dilakukannya kejahatan terorisme. Terorisme biasanya

dilakukan dengan motif agama, ideologi, memerdekakan diri sendiri. Hal ini

muncul dikarenakan mereka merasa adanya ketidakadilan yang merata

terhadap mereka oleh suatu kelompok tertentu, sehingga mereka

mempergunakan ideologinya untuk memberikan suatu penafsiran

representatif bahwa hak mereka telah dilanggar.

Menurut pasal 31 ayat (1) Undang-undang No.11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan bahwa, yang dimaksud

dengan intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan,

merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat

transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat

publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel seperti pancaran elektromagnetik. Penyadapan seyogyanya

memang diterapkan untuk memperoleh bukti yang cukup untuk menentukan

sebuah kejahatan.

Penyadapan juga dapat melanggar Hak Asasi Manusia, disebabkan

karena pada proses penyadapan ada hal yang bersifat pribadi yang

seharusnya tidak boleh diketahui orang lain menjadi diketahui oleh orang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 22: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

11

lain. Hal pribadi ini lah yang dimanifestasikan sebagai Hak Asasi Manusia

yang harus dihormati. Kebebasan untuk berkomunikasi yang sifatnya

pribadi adalah suatu hak yang diakui di Indonesia juga. Pasal 28F UUD

1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan

memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan

sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis

saluran yang tersedia.

Setiap orang dapat menggunakan segala media untuk berkomunikasi

tanpa ada orang yang mengetahui segala yang menyangkut dengan

kepribadiannya, sedangkan penyadapan diketahui adalah suatu kegiatan

yang bertujuan untuk mengetahui hal yang bersifat pribadi orang tertentu.

Sehingga dalam hal ini seolah-olah penyadapan itu bertentangan dengan

UUD 1945. Seperti yang diketahui bahwa sumber hukum yang tertinggi di

Indonesia adalah UUD 1945. Artinya bahwa seluruh ketentuan perundang-

undangan yang berada di bawah UUD 1945 tidak boleh bertentangan

dengan UUD 1945. Apabila dalam undang-undang tersebut mengatur

sebuah aturan pidana yang bertentangan dengan UUD 1945, maka aturan

tersebut tidak berlaku dan sistem pemidanaan juga tidak berlaku.

Timbul suatu pertanyaan apakah penyadapan terhadap orang yang

sebagai permulaan diduga melakukan terorisme bukan merupakan suatu

perbuatan melawan hukum atau tidak. Memang benar dalam pasal 4

undang-undang Intelijen Negara menyebutkan bahwa intelijen melakukan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 23: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

12

pekerjaan untuk melakukan deteksi dini dalam rangka pencegahan,

penangkalan dan penanggulangan terhadap ancaman yang mengancam

kepentingan nasional. Artinya intelijen disini melakukan suatu bentuk usaha

preventif untuk mencegah suatu perbuatan yang mengancam pertahanan dan

keamanan negara. Hal ini sama halnya dengan tujuan pidana yaitu sebagai

fungsi Prevensi Umum yaitu mencegah orang melakukan kejahatan.

Namun, kebebasan untuk berkomunikasi yang sifatnya pribadi adalah

suatu hak yang diakui di Indonesia juga. Pasal 28 F UUD 1945 disebutkan

bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak

untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan

menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang

tersedia.

Hukum pidana menyebutkan bahwa salah satu unsur tindak pidana

yang bersifat objektif adalah sifat melawan hukum.7 Dalam ilmu hukum,

dikenal 3 kategori perbuatan melawan hukum:

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur

kesengajaan maupun kelalaian)

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.8

Kasus terorisme, dapat dikelompokkan menjadi perbuatan melawan

hukum karena kesengajaan. Artinya adalah bahwa sudah ada kehendak dari

7 Teguh Prasetyo, Op.cit hal. 67 8 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 24: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

13

orang yang dituduh tersebut untuk melakukan tindak pidana terorisme.

Pompe mengatakan bahwa untuk dapat dipidananya seseorang yang telah

dituduh melakukan tindak pidana, setidaknya harus memenuhi 2 syarat

yaitu:

1. Tindak pidana yang dituduhkan atau didakwakan itu harus

dibuktikan;

2. Tindak pidana itu dikatakan terbukti jika memenuhi semua unsur

yang terdapat dalam rumusannya.

Penyadapan yang dilakukan adalah sebagai upaya untuk mencegah

kegiatan terorisme sebagai permulaan pelaksanaan dari kejahatan. Namun,

untuk membuktikan adanya permulaan dari kejahatan terorisme itu, maka

semua unsur pidana dalam rumusannya harus terpenuhi. Unsur yang

dipenuhi adalah unsur yang objektif. Unsurnya antara lain adalah:

1. Apakah orang yang akan melakukan permulaan pelaksanaan

kejahatan terorisme itu mempunyai senjata api

2. Mempunyai senjata dalam jumlah yang tidak wajar

3. Penyimpanan senjata api di rumah

4. Dipunyai oleh sekelompok orang yang saling kenal satu sama lain

5. Tidak mempunyai surat izin kepemilikan senjata

6. Mempunyai bahan peledak selain daripada senjata

7. Melakukan kegiatan-kegiatan semi militer/militer di tempat-tempat

tertentu yang sama sekali tidak diketahui publik, contohnya seperti

di hutan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 25: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

14

8. Melakukan kegiatan-kegiatan semi militer/militer pada malam hari

di tempat tertentu

Apabila keseluruhan unsur keadaan di atas terpenuhi, maka dapat

diduga seseorang tersebut teribat dalam kegiatan teroris..

1. 2. Rumusan Masalah

Dari uraian Latar Belakang diatas maka terdapat dua rumusan masalah

yang dapat ditarik, yaitu:

1. Kewenangan penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara

dalam memperoleh bukti permulaan.

2. Penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara terhadap

orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme.

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk:

1. Mengkaji mengenai kewenangan Badan Intelijen Negara melakukan

tidakan penyadapan dalam memperoleh bukti permulaan.

2. Mengkaji mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen

Negara terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana

terorisme

1. 4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, antara lain:

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 26: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

15

1. Memberikan masukan dalam praktek hukum di Indonesia bagi

unsur penegak hukum dan terutama bagi Badan Intelijen Negara

dalam penyadapan sehingga tetap pada jalur due process of law.

2. Memberikan kontribusi teoritis dalam rangka pengembangan,

pemahaman, dan pendalaman pengetahuan ilmu hukum khususnya

ketika Badan Intelijen Negara melakukan penyadapan dalam

penanggulangan kejahatan terorisme.

3. Memberikan masukan guna pengembangan Ilmu Hukum,

khususnya dalam bidang hukum pidana terutama yang berkaitan

dengan hubungan fungsi intelijen dengan penegakan hukum pidana

dalam pemberantasan kejahatan terorisme.

4. Memberikan penjelasan tentang pentingnya fungsi intelijen dalam

pemberantasan kejahatan terorisme di Indonesia.

1. 5. Kajian Teoritis

1. 5. 1. Penyadapan

Dalam Pasal 1 Angka 19 Undang-undang nomor 35 Tahun

2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa Penyadapan adalah

kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan

dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau

jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/ atau alat

komunikasi elektronik lainnya.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 27: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

16

Dalam Pasal 55 huruf C Undang-undang nomor 5 tahun 1997

Tentang Psikotropika disebutkan bahwa selain yang ditentukan

dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana, penyidik Polisi Negara Republik Indonesia dapat

menyadap pembicaraan melalui telepon dan/atau alat

telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang

dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang

berhubungan dengan tindak pidana psikotropika. Jangka waktu

penyadapan berlangsung untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.

Penjelasan Pasal 55 Undang-undang nomor 5 tahun 1997

Tentang Psikotropika:

“Pelaksanaan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik pembelian terselubung serta penyadapan pembicaraan melalui telepon dan/atau alat-alat telekomunikasi elektronika lainnya hanya dapat dilakukan atas perintah tertulis Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat yang ditunjuknya” Dalam pasal 12 ayat (1) Undang-undang nomor 30 tahun

2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi disebutkan

bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan,

dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c

pada bagian huruf A, Komisi Pemberantasan Korupsi

berwenang: melakukan penyadapan dan merekam

pembicaraan.

Dalam pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 28: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

17

Tindak Pidana Terorisme disebutkan bahwa berdasarkan bukti

permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pasal 26 ayat 4

penyidik berhak menyadap pembicaraan melalui telepon atau

alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk

mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana

terorisme.

Penjelasan pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang tentang

Intelijen Negara memberikan pengertian bahwa penyadapan

adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan,

mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi

informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik

menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio

frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan

dokumen lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-

undangan” adalah Undang-Undang ini. Hasil penyadapan

hanya digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk

dipublikasikan

1. 5. 2. Badan Intelijen Negara

Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 17

Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, yang dimaksud dengan

“Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 29: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

18

terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan

pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan

fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian

dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan,

dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan

nasional.” Sedangkan menurut pasal 1 angka 2 Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, yang

dimaksud dengan Intelijen Negara adalah penyelenggara

Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem

keamanan nasional9 yang memiliki wewenang untuk

menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara.

Badan Intelijen Negara berkedudukan sebagai koordinator

penyelenggara Intelijen Negara. Penyelenggara Intelijen Negara

lainnya, yaitu Intelijen TNI, Intelijen Kepolisian, Intelijen

Kejaksaan dan Intelijen Kementerian/lembaga pemerintah non-

Kementerian wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen.10

1. 5. 3. Bukti Permulaan

Berdasarkan Pasal 1 Butir 5 KUHAP yang dimaksud dengan

penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari

dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana

9Berdasarkan penjelasan umum UU Intelijen, Keamanan nasional merupakan kondisi

dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman.

10 Pasal 28 (2) UU Intelijen

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 30: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

19

guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut

cara yang diatur dalam Undang – undang ini. Fungsi penyelidikan

adalah untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga

sebagai tindak pidana, maka fungsi penyelidikan akan berakhir

apabila telah ditemukan bukti permulaan yang cukup atau

sebaliknya. Dengan bukti permulaan yang cukup, berarti suatu

peristiwa yang semula baru dugaan dapat menampakan wujudnya

sebagai peristiwa pidana.

Tugas utama dari penyelidik dalam pengungkapan tindak

pidana terorisme mempunyai kewenangan untuk mencari dan

menemukan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana

terorisme atau tidak sehingga dapat menentukan apakah dapat

dilakukan tindakan penyidikan atau tidak.

Syarat utama dari penyelidik untuk dapat mendeteksi secara

dini tentang akan terjadinya suatu tindak pidana meliputi

kemampuan mengenai penggalangan dan pengolahan suatu

informasi tentang akan terjadi tindak pidana, sehingga korban

manusia, harta benda, dapat dicegah serta untuk menghindari

terjadinya perusakan dan pemusnahan secara massal dan mencegah

timbulnya rasa takut yang meluas di masyarakat. Kemampuan

penyelidik tersebut meliputi pengumpulan informasi, analisa

informasi, menyimpulkan informasi, dan menyajikan informasi.11

11 Moch.Faisal Salam. Motivasi Tindakan Terorisme.C.V. Mandar Maju, 2005, hal. 171

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 31: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

20

Untuk dapat mengumpulkan informasi dan barang bukti yang

sebanyak–banyaknya, penyelidik harus dapat mengusai teknik dan

taktik pengumpulan informasi dan barang bukti. Dalam tindak

pidana terorisme ketepatan dan kecepatan penyajian data akan sangat

berguna untuk mencegah terjadinya korban jiwa, karena dengan

ketepatan dan kecepatan penyajian data tersebut dapat segera

diambil tindakan.

1. 5. 4. Tindak Pidana Terorisme

Seorang Peneliti Terorisme Alex Schimid mendenifisikan

terorisme yaitu:

Terorrism is a method of combat in which random or symbolic victims serve as instrumental targets of violence. This instrumental victims share group or class characteristik which form the basis for their selection for victimization. Thorugh previos use a violance or the credible thereat violance other members of the group or class are put in a state of choronic fear (terror. This group or class, whose members sence of security is purposively undermined, is the target of terror. The victimization of target of violance is considered extranormaly by most observers from the witnessing audience on the basis of atrocity;the time (eg.peacetime) or place (not a battlefield) of victimization or the disregard for rules of combat accepted in conventional warfare. The norm violation creates an attentive audience beyond the target of terror; sectors of this audience might in turn form the main object of manipulation. The purpose of this indirect method of combat is either to immobileze secondary targets of demands (c.g a government) or target of ettention (eg,

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 32: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

21

public opinion) to changes of attitude or behaviour favouring the short or long term interest of the user of this method of combat.12

Definisi Alex Schimid menjelaskan bahwa terorisme adalah suatu

metode perang dimana korbannya dipilih secara acak dan hanya

sebagai simbolik dari target kekerasannya yang bersifat

instrumental. Melalui penggunaan kekerasan sebelumnya atau

ancaman kekerasan yang dapat menimbulkan ketakutan yang

mendalam atau kronis.

Sementara itu Brian Jenkis seperti yang dikutip Eman

Ramelan memberikan definisi terorisme sebagai the user or

thereatened used of force designed to bring about political charge.

Definisi tersebut hampir sama dengan definisi yang diberikan

Laquer yang menyatakan bahwa terorisme constitutes the

legitimate use of force to achieve a political objective by targeting

innocent people.13

Lebih lanjut definisi menurut Black’s Law Dictionary tentang terorisme yaitu :

Terrorism, “Act of terrorism“ means an activity that involes a violen act dangerous of human life that is vioalation of criminal laws of the United States or any states, or that would be a criminal violation if committed within the jurisdiction of the United State or State; and appears to be intended – (1) to intimidate or coerce a civilian population; (2) to influence the policy of government by intimidation or coercion; or (3) to

12Peter J. Van Krieken, Terrorism and the International Legal Order, T.M.C Asser Press,

Netherland, 2002, hal. 14 13Eman Ramelan, Terorisme Dalam Perspektif Hukum Internasional, yuridika, Vol.21

Nomor1, Januari – Februari 2006: 1- 12, hal. 4

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 33: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

22

effect the conduct of government by assassination or kidnapping.14 Dari rumusan diatas, maka yang dimaksud dengan Tindakan

(Act) terorisme terdapat 3 (tiga) unsur yaitu (1) mengintimidasi

penduduk sipil; (2) mempengaruhi kebijakan pemerintah; (3)

mempengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan

dan pembunuhan dengan kegiatan yang melibatkan unsur

kekerasan.

Sedangkan jika mengacu pada rujukan League of Nations

Conventions (1937) ” Terorisme adalah segala jenis tindak kriminal

dilakukan untuk melawan sebuah negara yang dimaksudkan untuk

menciptakan sebuah keadaan teror dalam mental orang atau pun

kelompok tertentu atau pun publik secara umum.”

Berdasarkan United Nations General Assembly ( resolusi

Nomor 50/186, 22 Desember 1995 ) adalah: “ Tindakan–tindakan

yang ditujukan pada penghancuran hak–hak asasi manusia,

kebebasan dasar dan demokrasi, mengancam integritas teritorial

dan keamanan suatu negara mendestibalisasikan legitimasi

pemerintahan konstitusional, perusakan terhadap pluralisme sosial

suatu masyarakat dan mempengaruhi kondisi pembangunan

ekonomi dan sosial suatu negara“.

Terorisme juga diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang -

Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak

14Henry Campbell, Black Law Dictionary, West Publishing, ST. Paul Minn, 1990, hal. 1473

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 34: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

23

Pidana Terorisme. Pasal 6 Undang – Undang Nomor 15 Tahun

2003 menyatakan bahwa :

“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek–obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas inter – nasional.”

Dari rumusan delik Pasal 6 tersebut disebut sebagai delik materieel.

Delik dengan perumusan materieel atau delict met materieel

omshrijving yaitu delik yang baru dianggap “voltooid met het

intreden van helt givolg” (terlaksana dengan timbulnya akibat)

yang dilarang.15

Dalam Pasal 7 Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2003

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyatakan

bahwa :

“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek – obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional”

15Satochid Kartanegara, Hukum Pidana – Kumpulan Kuliah, Bagian Satu, Balai Lektur

Mahasiswa, 1970, hal. 118

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 35: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

24

Rumusan delik Pasal 7 Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2003

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diatas, disebut

juga sebagai delik formil. Delik dengan perumusan formil atau

“Delict met formele omschrijving “ yaitu delik yang dianggap telah

“voltoid“ (sepenuhnya terlaksana) dengan dilakukannya suatu

perbuatan yang dilarang.16

Dari masing-masing rumusan tindak pidana terorisme diatas

tampak jelas bahwa dalam pemahaman yang dominan dan resmi,

terorisme dilihat semata–mata sebagai tindakan yang pada tahap

akhir ditujukan untuk menghancurkan negara, artinya ia disamakan

dengan sejenis politik subversi. Dengan kata lain pendefinisian ini

lebih ditujukan untuk melindungi kepentingan dan kekuasaan resmi

negara. Tindak Pidana Terorisme dikatakan sebagai political

criminal di mana aktivitas kejahatannya dilakukan untuk tujuan-

tujuan yang bersifat ideologis. Pelaku tindak pidana terorisme

semacam ini mempunyai alasan tertentu, motivasi moral dan etis

tertentu, kepercayaan agama tertentu atau bahkan mungkin

memiliki teori ilmiah tertentu.

Tindak pidana terorisme apabila ditinjau dari modus operasi

maupun tujuan yang hendak dicapai selalu bervariasi sejalan

dengan motif yang dikehendaki oleh pelaku. Terdapat latar

belakang dan sasaran yang hendak dicapai yaitu baik untuk tujuan

16 Ibid

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 36: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

25

politik atau non politik, maupun gabungan dari keduanya dengan

skala prioritas pada kepentingan pelaku. Pada umumnya tindak

pidana terorisme dilakukan secara terencana, dilakukan oleh orang-

orang yang terlatih, sistematis, terorganisasikan, dan seringkali

bersifat lintas negara. Akibat yang ditimbulkan dari kejahatan

terorisme tidak terbatas pada timbulnya korban jiwa secara massal,

tetapi juga terjadi kerusakan dan penghancuran serta pemusnahan

harta benda, lingkungan hidup, sumber–sumber ekonomi sosial,

tetapi juga menimbulkan kegoncangan sosial politik, yang akan

berujung pada keruntuhan eksistensi suatu bangsa.

1. 6. Metode Penelitian

1. 6. 1. Tipe Penelitian

Mengingat ini ini merupakan penelitian hukum, maka metode

yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang

bertujuan untuk mencari pemecahan atas isu hukum serta

permasalahan yang timbul didalamnya, sehingga hasil yang akan

dicapai kemudian adalah memberikan preskripsi mengenai apa

yang seyogyanya atas isu yang diajukan.17 Peter M Marzuki18

dalam bukunya Penelitian Hukum, menyatakan bahwa penelitian

hukum merupakan proses untuk menemukan aturan hukum,

17Peter Mahmud Marzuki, Perlunya Undang-undang Tentang Macam Dan Harga Mata Uang

(Penelitan) Kerja Sama Dengan Bank Indonesia, Hal 2. Lihat juga Peter Mahmud Marzuki, ”Penelitian Hukum”, Yuridika, Volume 16, Nomor2, Maret 2001, hal. 103

18Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hal. 35

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 37: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

26

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi.

1. 6. 2. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan pendekatan melalui statute

approach (pendekatan peraturan perundang–undangan) dan

konseptual approach (pendekatan konsep) tentang pemberantasan

kejahatan terorisme yaitu pembahasan pokok permasalahan

ditelaah berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.

Pendekatan perundangan-undangan (statute approach) mutlak

diperlukan guna mengkaji lebih lanjut mengenai dasar hukum

wewenang dan fungsi dari intelijen dalam pemberantasan

kejahatan terorisme. Secara teoritis wewenang itu memberikan

dasar hukum untuk bertindak dan mengambil keputusan tertentu

berdasarkan wewenang yang diberikan atau melekat padanya

berdasarkan peraturan perundang-undangan.19 Perlu dilakukan

penganalisaan peraturan perundang-undangan melalui pendekatan

perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan tersebut.

Dengan demikian, maka pendekatan perundangan-undangan

dimaksudkan untuk melakukan kajian dan analisis terhadap

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

kewenanangan dan fungsi intelijen sebagai elemen yang dilibatkan

19 Phlipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang”, Yuridika, Fakultas Hukum Unair, Nomor 5&6,

Edisi September s/d Desember 1997, hal. 3-5

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 38: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

27

dalam pemberantasan kejahatanterorisme.

Pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan

untuk mengkaji dan menganalisis kerangka konseptual maupun

landasan teoritis mengenai perbuatan melawan hukum terutama

dalam hal penyadapan terhadap orang yang diduga melakukan

tindak pidana terorisme. Pendekatan konseptual dilakukan dengan

merujuk pada prinsip-prinsip hukum yang dapat ditemukan pada

doktrin-doktrin hukum maupun pandangan-pandangan para sarjana.

1. 6. 3. Sumber Bahan Hukum.

Sumber penelitian hukum dalam penelitian hukum ini, berupa

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum

primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya

mempunyai otoritas yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-

catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan.

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen resmi, yang meliputi: buku teks, kamus hukum,

jurnal hukum termasuk yang on-line.

Dengan demikian yang menjadi bahan hukum primer di dalam

penelitian ini, adalah:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 39: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

28

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

5. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia

6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

7. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan

ICCPR

8. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen

Negara.

9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Komisi

Yudisial

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah seluruh

buku teks, kamus hukum, maupun jurnal hukum (termasuk yang

diperoleh dari internet), serta sumber lain yang dapat menunjang

penulisan ini. Prosedur dan pengolahan sumber hukum dilakukan

dengan studi kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang

akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu dengan membaca dan

memahami peraturan perundang – undangan tentang pemberantasan

kejahatanterorisme di Indonesia, buku – buku literatur, artikel,

jurnal, internet, buletin, majalah, dan bahan pustaka lain yang

menunjang penulisan. Bahan-bahan tersebut kemudian

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 40: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

29

diklasifikasikan berdasarkan pokok bahasan permasalahan yang akan

diulas dalam penulisan penelitian ini. Setelah itu bahan-bahan

tersebut diolah dan dirumuskan secara jelas, rinci dan sistematis

sesuai dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas.

1. 6. 4. Pengolahan dan Anlisis Bahan Hukum

Bahan hukum primer berupa perundang-undangan

diinventarisir dan diklasifikasi. Bahan hukum sekunder

dikumpulkan dengan cara sistem kartu catatan, yang terdiri dari

kartu ikhtisar (memuat ringkasan tulisan sesuai aslinya secara garis

besar dan pokok gagasan yang memuat pendapat asli penulis),

kartu kutipan (untuk memuat catatan pokok permasalahan), dan

kartu ulasan (berisi analisis dan catatan khusus penulis).

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang sudah

diinventarisir diklasifikasi, kemudian ditelaah dengan pendekatan

perundang-undangan dan konseptual guna memperoleh gambaran

sinkronisasi dari semua bahan hukum untuk selanjutnya dilakukan

analisia secara normatif.

1. 7. Pertanggungjawaban Sistematika

Sistematika penelitian tesis ini disusun dalam empat bab, yang dimulai

dengan sistematika Bab I. Bab ini menjelaskan secara umum mengenai latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 41: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

30

penelitian, serta urutan sistematika penelitian. Uraian dalam Bab I

merupakan dasar pijakan bagi penelitian tesis dan juga sebagai pengantar

pembahasan bab-bab berikutnya.

Bab II merupakan jawaban atas isu hukum yang pertama, yaitu

mengenai kewenangan penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen

Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme.

Pembahasan bab kedua ini akan menjelaskan mengenai dasar hukum yang

mengatur mengenai penyadapan oleh Badan Intelijen Negara, termasuk

didalamnya mengenai bukti permulaan tindak pidana terorisme.

Bab III merupakan jawaban atas isu hukum yang kedua, yaitu mengenai

penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara terhadap orang yang

diduga melakukan tindak pidana terorisme. Bab III akan membahas

mengenai konsep terduga terorisme dalam sistem peradilan pidana di

Indonesia sehingga sehingga diperoleh kejelasan mengenai legalitas

penyadapan oleh Badan Intelijen Negara terhadap orang yang diduga

terorisme.

Bab IV merupakan bagian penutup dari keeluruhan rangkaian telaah

dalam tesis ini. Bab ini berisi kesimpulan serta saran terhadap hasil analisis

yang dilakukan. Kesimpulan merupakan inti sari atau bagian utama dari

pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam tesis, sedangkan

saran merupakan bentuk kristalisasi atau penegasan pemikiran penulis

sebagai usulan terhadap kesimpulan yang ada.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 42: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

31

BAB II

KEWENANGAN PENYADAPAN YANG DILAKUKAN BADAN

INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN

2. 1. Pengaturan Penyadapan di Indonesia

Penyadapan sangat berguna sebagai salah satu cara dalam

pengungkapan kejahatan, penyadapan merupakan cara yang efektif dalam

proses penyelidikan, mengingat perkembangan modus kejahatan yang

bersifat terorganisir dan lintas negara. Penyadapan sebagai alat pencegah

dan pendeteksi kejahatan juga memiliki kecenderungan yang berbahaya

bagi hak asasi manusia, bila berada pada hukum yang tidak tepat baik

disebabkan lemahnya pengaturan maupun karena tidak adanya pengawasan.

Penyadapan dalam kerangka hukum pidana haruslah dilakukan dengan

lawful interception yang berarti suatu penyadapan dan pengawasan terhadap

aktifitas komunikasi harus dilakukan secara hukum dan dilakukan oleh

lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan yang ditentukan oleh

peraturan tertentu kepada individu maupun kelompok. Agar suatu intersepsi

itu sah secara hukum, maka harus didasarkan pada peraturan perundang–

undangan, dilaksanakan secara teknis dan prosedural.

Aspek tersebut dapat dihubungkan dengan aspek pengamanan terhadap

hasil penyadapan sebagai forensik bukti digital manakala akan diajukan

pada persidangan. Apabila aparat penegak hukum melakukan intersepsi

tidak berdasarkan atau melandaskan pada kaidah hukum yang berlaku dan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 43: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

32

atas prosedur yang jelas maka akan terjadi unlawful interception sehingga

berakibat seluruh alat bukti digital dari hasil intersepsi tersebut batal demi

hukum dan tidak memiliki kekuatan pembuktian.

Dalam berbagai referensi, ”Intercept adalah to covertly receive or listen

to a communication, refers to covert reception by a law enforcement

agency. (Terjemahan bebas: menerima atau mendengarkan komunikasi

secara diam-diam, mengacu pada penerimaan rahasia oleh lembaga penegak

hukum).20 Wiretapping sebagai bagian dari intersepsi diartikan sebagai

“Electronic or mechanical eavesdropping, done by law enfocerment officers

under court order, to listen to private conversation. Wiretapping is

regulated by federal and State Law.” (Terjemahan bebas: menguping secara

elektronik dan mekanik, dilakukan oleh petugas penegak hukum dibawah

perintah pengadilan, untuk mendengarkan percakapan pribadi. Penyadapan

diatur oleh hukum federal dan negara).21 Dalam kamus Oxford, interception

didefinisikan sebagai “to cut off from access or communication .”

(Terjemahan bebas: memotong akses atau komunikasi).

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, definisi

penyadapan ada dalam Pasal 1 Angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun

2009 Tentang Narkotika menyatakan bahwa penyadapan adalah kegiatan

atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara

menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi

yang dilakukan melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya.

20 Blacks Law Dictionary, Edisi 7

21 Ibid

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 44: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

33

Selanjutnya penjelasan Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan

penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan,

mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik

dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan

jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran

elektromagnetis atau radio frekuensi.

Peraturan Menkomino Nomor 11/PER/M. KOMINFO/02/2006 Tentang

Teknis Penyadapan Terhadap Informasi yang berisi pedoman-pedoman

dalam melakukan penyadapan secara sah, mendefenisikan bahwa

penyadapan informasi adalah mendengarkan, mencatat, atau merekam suatu

pembicaraan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dengan

memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi tanpa

sepengetahuan orang yang melakukan pembicaraan atau komunikasi

tersebut.

Defenisi penyadapan dalam Rancangan Undang–undang Hukum Acara

Pidana dalam Pasal 83 ayat (1) menyatakan penyadapan pembicaraan

melalui telepon atau alat telekomunikasi yang lain dilarang, kecuali

dilakukan terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana serius

atau diduga keras akan terjadi tindak pidana serius tersebut, yang tidak

dapat diungkap jika tidak dilakukan penyadapan.

Di Indonesia, perlindungan atas hak privasi baru dikenal luas setelah

amandemen UUD 1945, namun ketentuan yang dapat dirujuk salah satu

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 45: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

34

bentuk perlindungan privasi di Indonesia adalah Pasal 551 KUHP. Pasal 551

KUHP menyebutkan bahwa “Barang siapa tanpa wewenang berjalan atau

berkendaraan di atas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang

memasukinya, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua

puluh lima rupiah”, Setelah reformasi Hak atas Privasi di Indonesia dijamin

perlindungannya secara eksplisit dalam berbagai peraturan perundang–

undangan dan juga Konstitusi Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 menyatakan,

”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah

kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan

dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu yang merupakan hak asasi.”

Pasal 32 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia menyatakan:

"Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat

termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik

tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau

kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan

perundan-gundangan."

Pasal 40 Undang-undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

menyebutkan bahwa:

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 46: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

35

"Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas

informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi

dalam bentuk apapun;

dimana di dalam penjelasan Pasal 40 Undang-undang No. 36 Tahun 1999

Tentang Telekomunikasi disebutkan bahwa,

"yang dimaksud dengan penyadapan dalam pasal ini adalah

kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada

jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi

dengan cara tidak sah. Pada dasarnya informasi yang dimiliki

seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga

penyadapan harus dilarang”

Pasal 31 ayat (1) Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa,

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu

Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang

lain”.

Pasal 31 ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan,

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan

hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat

publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 47: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

36

Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak

menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan

adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang

sedang ditransmisikan.”

Jadi di satu sisi perlindungan privasi telah dijunjung tinggi tidak hanya oleh

Konstitusi di indonesia namun juga di masukkan dalam berbagai peraturan

perudang-undangan. Oleh karena itu maka instruksi atas hak ini pun harus

diatur dalam undang-undang yang tak menafikkan hak privasi tersebut.

Perlindungan hak privasi ini pun dalam hukum pidana telah ada, Lihat Bab

XXVII KUHP Tentang Kejahatan Jabatan yang mengatur larangan kepada

para pejabat yang berwenang untuk melakukan penyadapan, pengawasan,

merampas, mendapatkan informasi yang termuat didalam benda-benda yang

dapat menyimpan data-data telekomunikasi seperti surat, telegraf atau isi

percakapan telepon.

Sejumlah peraturan yang memuat aturan-aturan penyadapan dapat

dijumpai dalam peraturan – peraturan di bawah ini:

No. Peraturan Keterangan Isi Peraturan

1. Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1997 Tentang

Psikotropika22

Memberikan kewenangan kepada penyidik

Polri untuk melakukan penyadapan dengan

tujuan terkait tindak pidana Psikotropika. Izin

22Pasal 55 huruf c dan penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 48: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

37

ditujukan pada Kapolri dengan jangka waktu

penyadapan paling lama 30 (tiga puluh) hari,

namun tidak mengatur jangka waktu

perpanjangan.

2. Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi23

Hanya mengatur kewenangan penyidik untuk

secara spesifik bertujuan dalam rangka

mempercepat proses penyidikan.

3. Undang-Undang Nomor 36

Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi24

Mengatur mengenai kewajiban perusahaan

jasa telekomunikasi untuk menyimpan data-

data komunikasi serta perekaman terhadap

data komunikasi yang dilakukan oleh

penggunanya, sebagai bukti penggunaan

fasilitas jasa telekomunikasi dan/atau untuk

keperluan peradilan pidana.

4. Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi25

Hanya mengatur pemberian kewenangan

kepada KPK untuk melakukan penyadapan,

pengaturan lebih spesifik diatur dalam SOP

(Standart Oprasional prosedur) KPK yang

23Pasal 26 dan Pasal 30 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 24Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi 25Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 49: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

38

bersifat rahasia

5. Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2003 Tentang

Advokat26

Mengatur mengenai perlindungan terhadap

penyadapan atas komunikasi elektronik serta

hak atas kerahasiaan hubungan advokat

dengan Kliennya.

6. Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan

Orang27

Mengatur tentang kewenangan penyidik

untuk melakukan penyadapan terkait tindak

pidana perdagangan orang berdasarkan bukti

permulaan yang cukup dengan izin tertulis

kepada Ketua Pengadilan untuk jangka waktu

paling lama 1 (satu) tahun.

7. Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi

Elektronik28

Mengatur tentang larangan penyadapan,

terkecuali penyadapan demi kepentingan

penegakan hukum atas permintaan kepolisian,

kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum

lainnya.

8. Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang

Narkotika29

Mengatur pemberian kewenangan pada

penyidik (Penyidik BNN (Badan Narkotika

Nasional) dan Penyidik Kepolisian) terkait

peredaran gelap narkotika setelah terdapat

26Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat 27Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Orang 28Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 29Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 50: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

39

bukti awal yang cukup dengan beberapa cara

penyadapan. Jangka waktu penyadapan paling

lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang 1

(satu) kali untuk jangka waktu yang sama,

penyadapan hanya dilaksanakan atas izin

tertulis dari Ketua Pengadilan. Undang-

Undang ini juga mengatur mengenai

penyadapan dalam keadaan mendesak, dan

dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua

puluh empat) jam Penyidik wajib meminta

izin tertulis Kepada Ketua Pengadilan Negeri.

9. Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2011 Tentang

Intelijen Negara30

Mengatur mengenai kewenangan untuk

melakukan penyadapan oleh BIN (Badan

Intelijen Negara), dengan tujuan untuk

penggalian informasi terhadap Sasaran yang

terkait dengan kegiatan yang mengancam

kepentingan dan keamanan nasional.

Penyadapan dilakukan atas perintah Kepala

BIN dan ketetapan Ketua Pengadilan Negeri,

dalam jangka waktu 6 (enam) bulan dan dapat

diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

30Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 51: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

40

10. Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2011 Tentang

Perubahan Undang-undang

Nomor 18 Tahun 2004

tentang Komisi Yudisial31

Mengatur mengenai ketentuan bahwa Komisi

Yudisial dapat meminta bantuan kepada

aparat penegak hukum untuk melakukan

penyadapan dan merekam pembicaraan dalam

hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik

dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh

Hakim.

11. Peraturan Pemerintah

Nomor 19 Tahun 2000

Tentang Tim Gabungan

Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi32

Mengatur mengenai ketentuan terkait

kewenangan penyidik untuk melakukan

penyadapan. Tidak ada pengaturan lain

maupun penjelasan terkait kewenangan

tersebut.

12. Undang-undang Nomor 15

Tahun 2003 Tentang

penetapan Perpu Nomor 1

Tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak

Pidana Terorisme, menjadi

Undang-undang33

Mengatur mengenai kewenangan penyidik,

berdasarkan bukti permulaan yang cukup,

untuk melakukan penyadapan terkait tindak

pidana terorisme. Penyadapan dilakukan atas

atas perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk

jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, dan

harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan

kepada atasan penyidik.

31Pasal 20 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial 32Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi 33Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-undang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 52: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

41

13. Peraturan Pemerintah

Nomor 52 Tahun 2000

Tentang Penyelenggaraan

Jasa Telekomunikasi34

Mengatur mengenai Permintaan informasi

dan hasil rekaman penyelenggara jasa

telekomunikasi oleh Jaksa Agung dan atau

Polri untuk tindak pidana tertentu dengan

tembusan kepada Menteri Infokom. Peraturan

Pemerintah ini juga mengatur permintaan

tertulis yang harus memuat obyek yang

direkam, masa rekaman dan priode waktu

laporan hasil rekaman. Hasil rekaman

informasi harus disampaikan secara rahasia

kepada Jaksa Agung dan atau Kepala

Kepolisian dan atau Penyidik. Penyelenggara

jasa telekomunikasi wajib memenuhi

permintaan perekaman informasi selambat-

lambatnya dalam waktu 1 kali 24 jam

terhitung sejak permintaan diterima. Apabila

tidak memungkinkan maka harus dulakukan

pemberitahuan selambat-lambatnya 6 (enam)

jam setelah diterimanya permintaan tersebut.

14. Peraturan Menteri Informasi

dan komunikasi Nomor 11

Mengatur mengenai Penyadapan yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum melalui

34Pasal 87 sampai dengan Pasal 89 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang

Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 53: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

42

Tahun 2006 Tentang Teknis

Penyadapan Terhadap

Informasi35

alat dan/atau perangkat penyadapan

informasi. Alat dan/atau perangkat

penyadapan dan proses identifikasi sasaran

dikendalikan oleh aparat penegak hukum

yang berwenang. Penyadapan dapat dilakukan

dengan tujuan untuk keperluan penegakan

hukum, namun tindak pidana yang

dimaksudkan tidak secara spesifik disebutkan.

Hasil penyadapan bersifat rahasia.

Pengawasan terhadap penyadapan dilakukan

oleh Tim Pengawas yang dibentuk oleh

Direktur Jenderal untuk melakukan verifikasi

aspek legal dan teknis pelaksanaan

penyadapan informasi secara sah

35Peraturan Menteri Informasi dan komunikasi Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Teknis

Penyadapan Terhadap Informasi

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 54: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

43

15. Peraturan Menteri Informasi

dan Komunikasi Nomor 1

Tahun 2008 Tentang

Perekaman Informasi untuk

Pertahanan dan Keamanan

Negara36

Mengatur tentang Perekaman Informasi untuk

kepentingan pertahanan dan keamanan

negara, dilakukan atas permintaan Intelijen

Negara kepada Penyelenggara

Telekomunikasi dengan tembusan kepada

Menteri. Tata cara penyadapan diatur

berdasarkan SOP (Standar Operasional

Prosedur) yang ditetapkan oleh BIN sesuai

karekteristik kepentingannya. Seluruh

informasi bersifat rahasia dan hanya

dipergunakan oleh BIN untuk kepentingan

pertahanan dan keamanan negara.

16. Peraturan Kepala Kepolisian

Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 2010 Tentang Tata

Cara Penyadapan Pada

Pusat Pemantauan

Kepolisian Negara Republik

Indonesia37

Mengatur mengenai pedoman tata cara

permintaan penyadapan, pelaksanaan operasi

penyadapan dan pemantauan, penanganan

hasil penyadapan dan pengawasan dan

pengendalian terhadap proses penyadapan.

36Peraturan Menteri Informasi dan Komunikasi Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perekaman

Informasi untuk Pertahanan dan Keamanan Negara 37Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara

Penyadapan Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara Republik Indonesia

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 55: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

44

17. Standart Oprasional

Prosedur Komisi

Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (KPK)

Bersifat Rahasia, tidak dapat diakses

18. Perkap Pidana Korupsi

(KPK)

Bersifat Rahasia, tidak dapat diakses.

Aturan-aturan mengenai izin penyadapan tergantung pada kewenangan

masing-masing lembaga, jadi otoritas pemberian ijin penyadapan lewat

masing masing regulasi yang ada. Disamping itu ruang lingkup penyadapan

tersebut hanya mengatur penyadapan yang ditujukan pada beberapa tindak

pidana tertentu pula, mengikuti lembaga negara yang dimaksudkan.

Penyadapan sebagai bagian upaya paksa adalah jalan terakhir dari suatu

upaya pembongkaran kasus, selain untuk memperkecil potensi pelanggaran

HAM, hal ini juga untuk mendorong profesionalitas dari penyidik agar

dapat bekerja lebih efektif. Prinsip dasar penyadapan, yaitu:

a. Dilakukan hanya untuk tindak pidana yang tidak dapat diungkap jika

tidak dilakukan penyadapan,

b. Proses penyadapan terhadap suatu pembicaraan dengan keterlibatan

pihak lain bukan objek penyadapan, serta penyadapan terhadap

materi pembicaraan yang bukan objek penyidikan harus

diminimalkan, dan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 56: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

45

c. Hasil penyadapan bersifat rahasia dan terbatas. Hanya dapat

digunakan pada proses persidangan dengan penggunaan minimal.

Prinsip huruf (b) dan (c) merupakan perwujudan dari asas prosedur minimal

yang harus dijunjung dalam RKUHAP. Prosedur minimal menjamin hak

dari tersangka/terdakwa atau pihak lain yang terlibat langsung dalam

pembicaraan penyadapan, penjaminan ini bertitik tolak pada perlindungan

HAM.

Secara konsep, penyadapan merupakan suatu jalan terakhir dalam

upaya suatu pengungkapan kasus, artinya ada priode dimana diketahui suatu

peristiwa hukum merupakan peristiwa hukum pidana, yang akibatnya dapat

diprediksi namun dalam pengungkapannya sulit untuk dilakukan. Dengan

alasan itu pulalah maka penyadapan diletakkan sebagai upaya pamungkas

dalam suatu penyidikan apabila dianggap suatu upaya dalam penyidikan

terhalang karena minim bukti sehingga tidak dapat mengungkap suatu

kasus.

Pencegahan ini dimaksudkan agar masyarakat terhindar dari akibat-

akibat tindak kejahatan yang akan terjadi. Untuk menghindari kejahatan

tersebut, maka negara membuat suatu kebijakan hukum guna mengantisipasi

hal tersebut. Salah satu contohnya adalah penyadapan. Penyadapan bisa

dikatakan sebagai salah satu sifat prevensi umum dari hukum pidana.

Tujuan dari hal itu adalah untuk melindungi masyarakat sipil. Dapat dilihat

bahwa dalam sistem hukum di Indonesia, untuk mencegah terjadinya

kejahatan, dan demi melindungi masyarakat sipil, orang yang masih

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 57: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

46

“diduga” berdasarkan bukti permulaan, sudah dapat dilakukan tindakan atau

proses hukum terhadap orang tersebut.

Pada komentar umum Nomor 16 ICCPR, meski hak privasi adalah

bagian dari Fundamental Rights, namun demi kepentingan publik yang

lebih luas, pelakasanaan dari hak tersebut dapat dibatasi oleh negara,

melalui peraturan perundang-undangan. Dinyatakan pada point 7 komentar

umum, “Karena semua orang hidup dalam masyarakat, perlindungan

terhadap pribadi (privacy) pada dasarnya bersifat relatif. Namun, pihak

berwenang publik yang kompeten hanya dapat meminta informasi yang

berkaitan dengan kehidupan pribadi individual sejauh diperlukan untuk

kepentingan masyarakat sebagaimana dipahami berdasarkan Kovenan.”

Artinya adalah pelanggaran privasi dari itu dapat dilakukan sejauh

diperlukan untuk kepentingan masyarakat. Kemudian dalam point 8

dinyatakan, “Bahkan dalam hal campur tangan yang sesuai dengan

Kovenan, peraturan yang relevan harus memuat secara detil dan tepat

kondisi-kondisi di mana campur tangan tersebut dapat diijinkan. Suatu

keputusan untuk melaksanakan kewenangan campur tangan semacam itu

hanya dapat dibuat oleh pihak berwenang yang ditugaskan oleh hukum, dan

berdasarkan kasus-per-kasus.” Artinya, hak privasi adalah bagian dari hak

asasi manusia yang dapat dibatasi (derogable rights), dengan sejumlah pra-

syarat tertentu, yang diatur menggunakan undang-undang.

Prasyarat inilah yang menentukan kadar daripada apakah seseorang

dapat diambil tindakan hukum oleh negara dengan cara menyadapnya

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 58: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

47

apabila diduga melakukan kejahatan atau tidak. Prasyarat ini tentu saja

berdasarkan dari pada bukti-bukti permulaan yang cukup dan tahap-tahap

dari sejauh mana perbuatan itu dilakukan dan potensi yang akan

ditimbulkan apabila kejahatan itu akan terjadi. Unsur subjektif dan unsur

objektif dari kejahatan ini adalah hal yang merupakan prasyarat dari

penentuan seseorang dapat dikenakan tindakan hukum atau tidak.

2. 2. Intelijen

Secara etimologi pengertian intelijen ialah orang yang bertugas mencari

(mengamat-ngamati) seseorang; dinas rahasia.38 Menurut International

Dictionary, intelligence is a government department or other group of people

who gather and deal with information about other countries or enemies; or

the information that is gathered.39

Dari segi terminologi, Washington Plat memberikan definisi intelijen

dalam bukunya Strategic Intelligence Production sebagaimana yang dikutip

oleh Irawan Sukarno40 :

“Intelligence is a meaning full statement derived from information which has been selected, evaluated and interpreted finally expressed so that it’s significance to current national problem clear. (Intelijen adalah suatu pernyataan yang disimpulkan dari bahan keterangan yang sudah dipilih, dinilai, diinterpretasi dan akhirnya dinyatakan sedemikian rupa sehingga jelas kepentingannya bagi persoalan-persoalan politik nasioanal)”

38Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, edisi III, cet.II, 2002), hal. 438 39Tim Editorial, Cambridge International Dictionarry of English, (London: Cambridge

University Press, 1996), hal. 740 40Irawan Sukarno, Dasar-Dasar Intelijen Strategis, (Jakarta: Markas Besar Angkatan

Bersenjata RI, Lembaga Pertahanan Nasional, 1988), hal. 9

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 59: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

48

Sedangkan kegiatan intelijen adalah suatu kegiatan yang diatur untuk

mengevaluasi dan memproses informasi untuk menguasai kemampuan

intelijen lawan, berupa ancaman, tantangan, halangan, dan gangguan, atau

bahaya yang bisa dapat merusak sesuatu kebijakan. Pengertian intelijen yang

identik dengan mata-mata sebenarnya hanyalah salah satu kesamaan

pekerjaa/tugas untuk mengumpulkan informasi bagi kebutuhan intelijen itu

sendiri. Sehingga produk intelijen antara lain, resume informasi tentang objek

penyelidikan.41

Menurut Shulsky dan Schmith pada tataran operasional, terdapat 4

(empat) hakikat intelijen42, yaitu;

1. Bagian dari sistem keamanan nasional;

2. Sistem peringatan dini;

3. Sistem manajemen informasi;

4. Sistem analisis strategis, dimana tujuannya adalah untuk mencegah

terjadinya pendadakan startegis (strategic suprises) di bidang

keamanan nasional dan melindungi keutuhan dan keberlangsungan

negara berdasarkan prinsip negara demokratis.

Maka menurut pemikiran Shulsky dan Schmitt ini, hakekat intelijen adalah

melindungi kebutuhan dan kelestarian negara berdasarkan prinsip negara

41A. C. Manulang, Menguak Tabu Intelijen, Teror, Motif, dan Rezim, Jakarta, Panta Rhei Cet.

I, 2001, hal. 4 42Ali Abdullah Wibisono dan Faisal Idris, Menguak Intelijen “Hitam” Indonesia, Ed. Andi

Widjojanto, Jakarta, Pacivis UI, 2006, hal. 14

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 60: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

49

demokratis dengan membentuk sistem peringatan dini dan sistem analisa

strategis untuk mencegah pendadakan strategis di bidang keamanan nasional.43

Mengenai karakteristik utama yang melekat pada intelijen, memiliki

kecenderungan bersifat lentur dengan orientasi wilayah kerja yang mencakup

seluruh lingkungan geostrategis suatu negara. Hal ini tentunya berbeda dengan

tentara dan kepolisian, pembentukan lembaga militer atau tentara bertujuan

untuk melindungi suatu negara dari ancaman serangan bersenjata oleh pihak

luar atau eksternal, maka kepolisian dibentuk untuk melidungi negara dari

ancaman internal, khususnya terkait dengan penegakan hukum.44

Terkait mengenai fungsi yang melekat pada intelijen, yakni: pengumpulan

(collection), analisis (analysist), kontra-intelijen (counter-intelligence), dan

operasi tertutup/rahasia (covert action), intelijen mempunyai cakupan kegiatan

yang tidak terbatas di dalam negeri saja, akan tetapi meliputi di luar negeri.

Berdasarkan fungsi dan cakupannya yang meliputi dalam dan luar negeri ini,

intelijen memiliki kewenangan khusus untuk mengatasi ancaman yang spesifik

yang mengancam keamanan nasional, terlebih lagi warga negara di suatu

negara tertentu.

Menurut Penjeleasan Umum UU Intelijen Negara, secara universal

pengertian dari Intelijen adalah :

a. pengetahuan, yaitu informasi yang sudah diolah sebagai bahan

perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan;

43Ibid 44Andi Widjajanto, Cornelis Lay, & Makmur Keliat, Intelijen: Velox et Exactus, Jakarta,

Pacivis UI & Kemitraan, 2006, hal. 19

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 61: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

50

b. organisasi, yaitu suatu badan yang digunakan sebagai wadah yang

diberi tugas dan kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi dan

aktivitas Intelijen; dan

c. aktivitas, yaitu semua usaha, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan

penyelenggaraan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.

Intelijen Negara sangat berperan di dalam melakukan upaya, pekerjaan,

kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka

pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat

ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan

nasional.

Tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai,

menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan intelijen dalam rangka

memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan

bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan

eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan

keamanan nasional.

Asas yang terkandung di dalam penyelenggaraan Intelejen negara adalah,

sebagai berikut 45:

a. profesionalitas;

Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas” adalah dalam

menjalankan tugas dan fungsinya, setiap Personel Intelijen Negara

45Lihat pasal 2 Undang-undang Nomor. 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 62: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

51

mempunyai keahlian, kemampuan, dan komitmen sesuai dengan

profesinya.

b. kerahasiaan;

Yang dimaksud dengan “asas kerahasiaan” adalah dalam menjalankan

tugas dan fungsinya, aktivitas Intelijen bersifat tertutup.

c. kompartementasi;

Yang dimaksud dengan “asas kompartementasi” adalah dalam

menjalani tugas dan fungsinya, aktivitas Intelijen terpisah satu sama

lain, dan hanya diketahui oleh unit yang bersangkutan

d. koordinasi;

Yang dimaksud dengan “asas koordinasi” adalah proses harmonisasi

hubungan fungsional dan upaya sinkronisasi serta sinergi dalam

penyelenggaraan aktivitas Intelijen demi tercapainya tujuan.

e. integritas

Yang dimaksud dengan “asas integritas” adalah sikap penyelenggara

Intelijen yang didasari pada ketulusan hati, kejujuran, setia, dan

komitmen yang tinggi untuk mencapai keterpaduan, kesatuan, dan

keutuhan.

f. Netralitas;

Yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah sifat atau sikap tidak

berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun, termasuk dalam

kehidupan politik, partai, golongan, paham, keyakinan, dan kepentingan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 63: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

52

pribadi, tetapi semata-mata hanya untuk kepentingan bangsa dan

negara.

g. akuntabilitas;

Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah setiap aktivitas

intelijen terukur dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan asas

demokrasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

h. objektivitas.

Yang dimaksud dengan “asas objektivitas” adalah sikap dan tindakan

yang didasarkan pada fakta dan tidak dipengaruhi pendapat,

pertimbangan, dan kepentingan pribadi atau golongan

Penyelenggara Intelijen Negara terdiri atas penyelenggara Intelijen Negara

yang bersifat nasional (Badan Intelijen Negara), penyelenggara Intelijen alat

negara, serta penyelenggara Intelijen kementerian/lembaga pemerintah

nonkementerian. Untuk mewujudkan sinergi terhadap seluruh penyelenggara

Intelijen Negara dan menyajikan Intelijen yang integral dan komprehensif,

penyelenggaraan Intelijen Negara dikoordinasikan oleh Badan Intelijen

Negara.

2. 2. 1 Badan Intelejen Negara

a. Kedudukan Badan Intelijen Negara

Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 17 Tahun

2011 Tentang Intelijen Negara, yang dimaksud dengan “Intelijen

adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 64: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

53

perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan

keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang

terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan

dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan

setiap ancaman terhadap keamanan nasional.” sedangkan menurut

pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang

Intelijen Negara, yang dimaksud dengan Intelijen Negara adalah

penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari

sistem keamanan nasional46 yang memiliki wewenang untuk

menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara.

Menurut Hasnan Habib47, keamanan dalam arti luas

mencakup dimensi eksternal dan dimensi internal. Keamanan

nasional (national security) memberikan rasa aman, tenteram, dan

kepastian bagi suatu bangsa dalam mencapai aspirasi-aspirasinya.

Keamanan nasional dipengaruhi oleh berbagai bentuk dan sifat

ancaman yang lebih luas dari perang dan dapat bersumber dari

dalam maupun luar negeri. Yang datang dari luar umpamanya

perang dengan seluruh spektrumnya, terorisme internasional, dan

kejahatan Internasional.

46Berdasarkan penjelasan umum Undang-undang No. 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman.

47Hasnan Habib, “Lingkungan Internasi onal dan Ketahanan Nasional”, dalam Ichlasul Amal dan Atmadidy Armawi, ed., Sumbangan Ilmu Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional, Jakarta, 1995, hal. 251

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 65: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

54

Keamanan nasional adalah konsep yang abstrak, sulit

didefinisikan. Spektrumnya sangat luas, jauh lebih luas dari hanya

aspek fisik militer saja. Keamanan nasional menjadi fungsi dan

tanggung jawab pemerintah yang sangat fundamental karena

keamanan nasional merupakan kepentingan nasional yang vital.

Hal ini jika dibandingkan dengan maksud keamanan nasional di

dalam penjelasan umum UU Intelijen sangat berbeda.

Penjelasan Umum alinea 3 UU Intelijen

“Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yangmenjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa,terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman”

Tujuan keamanan nasional dimaksudkan untuk menjamin

keselamatan rakyat, kedaulatan negara, keutuhan wilayah,

integritas, dan eksistensi pemerintah dan bangsa, kepentingan

nasional serta kesinambungan perjuangan bangsa. Fungsi - fungsi

keamanan nasional adalah48:

a. membangun kemampuan pertahanan;

b. memelihara keamanan negara;

c. menegakkan hukum secara paksa;

d. membina kepastian hukum;

e. membina ketentraman dan ketertiban masyarakat; dan

48Naskah akademik Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Hal. 10

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 66: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

55

f. melindungi masyarakat dari berbagai bencana, baik karena

alam, kelalaian, maupun kesengajaan

Penyelenggaraan fungsi keamanan nasional seperti yang dimaksud,

memunculkan spesialisasi, diferensiasi, dan lingkup intelijen

negara yang dimanifestasikan ke dalam :49

a. Defence intelligence mulai dari yang terbatas pada lingkup

intelijen pertempuran (combat intelligence) sampai dengan

intelijen strategis.

b. secret intelligence yang berkaitan dengan intelijen luar

negeri;

c. domestic intelligence atau security intelligence, dalam

rangka memelihara keamanan negara, khususnya dari

ancaman yang berada di dalam negeri;

d. crime and law enforcement intelligence yang berkaitan

dengan intelijen kriminal dan penegakan hukum; dan

e. intelligence for public protection, intelijen yang digunakan

dalam rangka untuk melindungi masyarakat dari berbagai

wujud bahaya.

Di dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011

Tentang Intelijen Negara menyebutkan bahwa Badan Intelijen

Negara merupakan alat Negara yang menyelenggarakan fungsi

intelijen dalam dan luar negeri. Sedangkan kedudukannya, pada

49Ibid, hal. 10

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 67: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

56

pasal 27 disebutkan bahwa “Badan Intelijen Negara sebagaimana

yang dimaksud dalam pasal 9 huruf a berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Presiden”.50

Dalam penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Intelijen Negara, khususnya pada

bagian “Umum”, dijelaskan bahwa: Personel Intelijen Negara harus

mempunyai sikap dan tindakan yang professional, obyektif, dan

netral. Sikap dan tindakan tersebut mencerminkan personel

Intelijen Negara yang independen dan imparsial karena segala

tindakan didasarkan pada fakta dan tidak terpengaruh pada

kepentingan pribadi atau golongan serta tidak bergantung pada

pihak lain, tetapi semata-mata hanya untuk kepentingan bangsa dan

Negara.

Badan Intelijen Negara berkedudukan sebagai koordinator

penyelenggara Intelijen Negara. Penyelenggara Intelijen Negara

lainnya, yaitu Intelijen TNI, Intelijen Kepolisian, Intelijen

Kejaksaan dan Intelijen Kementerian/lembaga pemerintah non-

Kementerian wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara.51

b. Fungsi Badan Intelijen Negara

Beradasarkan UU Intelijen Negara, dalam pasal 28 ayat (1)

Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi penyelidikan,

pengamanan, dan penggalangan sebagai berikut:

50 Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara 51Lihat Pasal 28 (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 68: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

57

1) Penyelidikan

Penyelidikan atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan,

dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah

untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah

informasi menjadi Intelijen, serta menyajikannya sebagai

bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan

keputusan;

2) Pengamanan

Pengamanan terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan

secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau

melawan upaya, pekerjaan, kegiatan intelijen, dan/atau pihak

lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional;

3) Penggalangan

Penggalangan terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan,

kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan

terarah untuk memengaruhi sasaran agar menguntungkan

kepentingan dan keamanan nasional;

Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi tersebut Badan

Intelijen Negara harus menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi,

dan hak asasi manusia.

c. Tugas Badan Intelijen Negara

Tugas Badan Intelijen Negara adalah untuk melaksanakan

fungsi intelijen dalam dan luar negeri sebagaimana tercantum dalam

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 69: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

58

Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang

Intelijen Negara. Tugas dari Badan Intelijen Negara yang dimuat

dalam Pasal 29 antara lain adalah52:

1) Melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di

bidang intelijen,

2) Menyampaikan produk intelijen sebagai bahan pertimbangan

untuk menentukan kebijakan pemerintah,

3) Melakukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas intelijen,

4) Membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orang dan/atau

lembaga asing, dan

5) Memberikan pertimbangan saran, rekomendasi tentang

pengamanan penyelenggaraan pemerintahan.

d. Wewenang Badan Intelijen Negara

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal

29, Badan intelijen Negara berwenang53 :

a. Menyusun rencana dan kebijakan nasional di bidang Intelijen

secara meyeluruh,

b. Meminta bahan keterangan kepada kementrian, lembaga

pemerintah nonkementrian, dan/atau lembaga lain sesuai

dengan kepentingan dan prioritasnya,

c. Melakukan kerja sama dengan intelijen negara lain, dan

d. Membentuk satuan tugas.

52 Pasal 29, Ibid. 53 Lihat Pasal 30, Ibid,.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 70: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

59

Badan Intelijen Negara juga diberikan kewenangan melakukan

penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi

terhadap sasaran yang terkait dengan sebagaimana tercantum dalam

Pasal 31 Undang-undang nomor 17 tahun 2011 Tentang Intelijen

Negara54 :

a. Kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan

nasional, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,

pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat

lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan

lingkungan hidup dan atau;

b. Kegiatan terorisme, separatisme, spionase dan sabotase yang

mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional,

termasuk yang sedang menjalani proses hukum.

Penjelasan dalam UU Intelijen Negara yang dimaksud dengan

ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan baik

dari dalam ataupun luar negeri yang dinilai dan/atau dibuktikan

dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan,

keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan

kepentingan nasional, baik ideologi politik, sosial budaya dan

pertahanan keamanan. Ancaman ini, termasuk juga sebagai

kejahatan terhadap kepentingan hukum negara.

54 Pasal 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 71: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

60

Tindak pidana yang termasuk dalam kategori mengancam

kepentingan negara adalah tindak pidana yang diatur dalam Buku II

KUHP pada Bab I, II, III, IV, VIII, IX, dan XXVIII. Dalam buku II

KUHP dapat dilihat bahwa kejahatan yang diatur yaitu kejahatan-

kejahatan yang dilakukan terhadap negara (atau menyangkut

ketatanegaraan).55 Menurut Simons, kejahatan-kejahatan

yangterdapat dalam buku II KUHP bukanlah merupakan satu-

satunya jenis kejahatanyangdapat dipandang sebagai kejahatan

yang ditujukan terhadap kepentingan- kepentingan hukum dari

negara, karena disamping kejahatan-kejahatan tersebut masih

terdapat kejahatan lain yang dapat dimasukkan kedalam

pengertiannya. Kejahatan tersebut antara lain:

a. kejahatan yang ditujukan terhadap pegawai negeri dalam

melaksanakan tugas jabatan mereka yang sah;

b. kejahatan yang ditujukan terhadap lembaga-lembaga yang

secara langsung ada hubungannya dengan pelaksanaan

tugas-tugas kenegaraan;

c. kejahatan yang ditujukan pada pelaksanaan tugas

peradilan;

d. kejahatan yang dilakukan oleh pegawai negeri dalam

jabatan.56

55P.A.F Lamintang & Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Kepentingan Negara, Jakarta, Sinar Grafika,2006, hal. 3

56P.A.F Lamintang & Theo lamintang, Ibid hal.3

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 72: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

61

2. 3. Kewenangan Penyadapan Yang Dilakukan Oleh Badan Intelijen

Negara

Tindakan hukum setiap orang harus mempunyai kewenangan.

Kewenangan atau wewenang dalam bahasa belanda disebut “Bevoegheid”57

atau di dalam bahasa inggris disebut “Authority.” Authority dalam Black’s

Law Dictionary diartikan sebagai “Legal Power a right to command or to

act the right and power of public officers to require obedience to their

orders laufully issued in scope of their public duties”58

Kegiatan penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara

merupakan salah satu kewenangan dan Indonesia Sebagai salah satu

penganut konsep negara hukum maka setiap tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah itu harus dilandasi oleh Hukum. Kewenangan dapat diperoleh

menurut H.D.Van Wijk, ada dua prinsip utama dalam berkenaan perolehan

wewenang yaitu59 :

“Bestuursbevoegdheden rechtsreek door een wetgever worden toegekend aan een bestuursorgan. Een Bevoegheid die bij wettelijke regeling aan een besturigan was toebeeld, wordt overgerdragen aan een ander bestursorgaan” Terjemahan Bebasnya :

“Pertama adalah wewenang pemerintah langsung bersumber langsung dari pembentuk undang-undang diberikan kepada organ pemerintah. Kedua wewenangan organ pemerintah yang

57 Philiphus M. Hadjon, Wewenang, Jurnal Yuridika, Falkutas Hukum Universitas Airlangga,

No. 5&6 Tahun XII, Sept-Des, 1997, hal. 1 58 Herny Campbel, Black Law Dictionary, West Publishing, 1990, hal. 133 59H.D. Van Wijk, Hoodfdstukken Van Administratief Recht, Uitgeveruj Lemma B.V Utrecht,

1990, H. 56 sebagaimana yang dikutip di oleh Abdullah, “Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Atas Penggunaan wewenang Pemerintah dalam Rangka Pengawasan Pajak”, Disertasi, Universitas Airlangga, 2013, hal. 165

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 73: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

62

bersumber dari pembentuk undang-undang, dilimpahkan kepada organ pemerintah yang lain” Menurt H.D. Van Wijk, Terdapat 3 (tiga) macam jenis wewenang

pemerintah oleh suatu organ pemerintah yaitu 60:

a. Attributie: toekenning van een besttursbevoegheid door een wetgever

aan een bestursorgaan;

“Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat

undang-undang kepada organ pemerintah”

b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het een

bestuusorgaan aan een ander;

(Delegasi adalah pelimpahan suatu wewenang pemerintah kepada

organ pemerintah yang lain)

c. Mandaat: een bestursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem

uiyoefenen door een ander;

(Mandaat adalah suatu bawahan dari organ pemerintah

melaksanakan wewenang atas nama pemberi wewenang)

Jika dilihat dari konsep kewenangan di atas, konsep penyadapan yang

dilakukan oleh Badan Intelijen Negara adalah merupakan kewenangan

Atribusi. Kewenangan tersebut diberikan langsung oleh Undang-undang

kepada Badan Intelejen Negara.

Seperti diketahui, saat ini di Indonesia, sedikitnya terdapat sembilan

undang-undang yang memberikan kewenangan penyadapan kepada instansi

60 Ibid

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 74: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

63

penegak hukum, dengan mekanisme dan cara yang berbeda-beda.

Kesembilan peraturan perundang-undangan tersebut adalah:

1. Bab XXVII KUHP Tentang Kejahatan Jabatan,

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika,

3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi,

4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,

5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun

2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang

disahkan menjadi Undang-undang nomor 15 tahun 2003,

6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat,

7. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang,

8. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, dan

9. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Pengaturan penyadapan ini penting diatur, karena penyadapan

merupakan salah satu cara untuk memperoleh alat bukti untuk menetapkan

seseorang sebagai tersangka. Apabila terjadi penyadapan, maka sangat jelas

adanya pembatasan atau pengurangan hak dari seseorang yaitu, hak untuk

memberikan informasi kepada orang lain atau saling bertukar informasi

dengan orang lain.

Badan Intelijen Negara adalah salah satu lembaga Negara yang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 75: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

64

diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan berdasarkan pasal 31

UU Intelijen Negara. Secara prinsipil, dilihat dari fungsi dan

kewenangannya lembaga Intelijen Negara sudah sepatutnya diberikan

wewenang untuk melakukan intersepsi komunikasi yaitu penyadapan.

Penyadapan ini berfungsi untuk memudahkan negara dalam menyelidiki

suatu tindak kejahatan terhadap keamanan negara. Akan tetapi,

penyadapan rentan dengan pelanggaran privasi seseorang. Maka itu,

sebenarnya dalam praktek internasional, undang-undang nasional yang

mengatur mengenai kewenangan penyadapan bagi lembaga intelijen, harus

secara tegas mengatur mengenai hal-hal berikut ini:

1. Tindakan intersepsi yang dapat dilakukan,

2. Tujuan dalam melakukan intersepsi,

3. Kelompok objek dan individu yang dapat dilakukan intersepsi,

4. Batas kecurigaan atau bukti permulaan, yang diperlukan untuk

membenarkan penggunaan tindakan intersepsi,

5. Pengaturan mengenai pembatasan durasi dalam melakukan tindakan

intersepsi, prosedur otorisasi perijinan, dan

6. Pengawasan serta peninjauan atas tindakan intersepsi yang

dilakukan.

Penyadapan diatur dalam peaturan perundang-undangan di Indonesia

antara lain adalah Undang-undang Tentang Kamnas (Keamanan Nasional),

Undang-undang Tentang Narkotika, Undang-undang Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi, Undang-undang Tentang Kejaksaan, Undang-

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 76: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

65

undang Tentang Terorisme, Undang-undang Tentang Kepolisian dan

Undang-undang Tentang Intelijen Negara.

Peraturan terkait dengan kewenangan penyadapan:

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 (diubah dengan undang-

undang nomor 35 tahun 2009) Tentang Narkotika

3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

5. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2000 tentang Tim Gabungan

Pemberantasan Tindak Pidana korupsi

6. Peraruran Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun

2002 Tentang Pemberantasan Tindak PidanaTerorisme

7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

8. Peraturan Pemerintah nomor 52 Tahun 2000 Tentang

Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi

9. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang

10. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik

11. Pasal 430 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 11 Tahun

2006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 77: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

66

Di Indonesia, ada terdapat beberapa lembaga negara yang memiliki

kewenangan penyadapan contohnya adalah KPK. Dalam Undang-undang

Nomor 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu

disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan,

dan penuntutan, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam

pembicaraan. Namun penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara

berbeda dengan penyadapan yang dilakukan KPK. Penyadapan di KPK

digunakan sebagai fungsi penegakan hukum, sedangkan Badan Intelijen

Negara bukanlah menjalankan fungsi penegakan hukum.

Wewenang mengenai penyadapan, baik itu di dalam Undang-undang

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-undang Tentang

Narkotika dan Undang-undang lainnya, terdapat pengaturan regulasi

mengenai penyadapan. Regulasi ini dimaksudkan untuk memberikan

adanya kepastian hukum kepada masyarakat sipil. Berbicara mengenai

wewenang mengenai penyadapan oleh BIN, hal ini dimaksudkan agar

Intelijen bisa melakukan deteksi sejak awal dari sebuah ancaman.

Penyadapan hanya boleh dilakukan ketika ada indikasi yaitu berupa sebuah

ancaman kepada negara. Biasanya, lembaga-lembaga negara seperti

kepolisian, kejaksaan, ataupun yang lainnya diberikan kewenangan untuk

melakukan penyadapan sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya.

Tak berbeda dengan Intelijen negara yang juga diberikan kewenangan

tersebut.

Kewenangan penyadapan oleh BIN dapat dilihat yaitu menyadap,

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 78: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

67

memeriksa aliran dana, dan penggalian informasi dengan meminta

keterangan kepada kementerian lembaga pemerintah non kementerian dan

atau lembaga lain.61

Badan Intelijen Negara adalah merupakan lembaga Negara yang

diberikan kewenangan untuk melakukan kegiatan intelijen. Kegiatan

intelijen yang dilakukan Badan Intelijen Negara ini, sebagaimana

tercantum dalam pasal 10 ayat (1) UU Intelijen Negara nomor, yaitu

menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri.

Kewenangan penyadapan untuk kepentingan intelijen diatur dalam UU

Intelijen Negara, yang diatur dalam pasal 31, pasal 32 dan penjelasan pasal

32 ayat (1) serta ayat (3), sebagai berikut:

Pasal 31 UU Intelijen Negara, Selain wewenang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 Badan Intelijen Negara memiliki wewenang

melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian

informasi terhadap Sasaran yang terkait dengan62:

a. kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional

meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan

dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya,

termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan

hidup; dan/atau

61http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=267284:bin-

berwenang-lakukan-penyadapan&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91 62Pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 79: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

68

b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang

mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional,

termasuk yang sedang menjalani proses hukum.”

Pasal 32 Undang-Undang tentang Intelijen Negara63:

(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan

berdasarkan peraturan perundangan-undangan.

(2) Penyadapan terhadap sasaran yang mempunyai indikasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan dengan

ketentuan:

a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen;

b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; dan

c. jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan

dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan

(3) Penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti

permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan Ketua

Pengadilan Negeri.

Penjelasan pasal 32 Ayat (1) UU Intelijen Negara:

“Yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan dokumen lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang ini. Hasil penyadapan hanya

63Pasal 32 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 80: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

69

digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk dipublikasikan.”64

Penjelasan pasal 32 Ayat (3) UU Intelijen Negara:

“Proses penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana

dimaksud dengan memperhatikan prinsip kecepatan dan

kerahasiaan”.65

Dengan demikian terdapat dua jenis penyadapan yang dilakukan

berdasarkan UU Intelijen Negara, pertama berdasarkan orang yang dicurigai

atau diduga melakukan ancaman,66 misalnya dalam pelaksanaannya hanya

beradasarkan izin Kepala Badan Intelijen Negara, fungsi Intelijen

Kepolisian Republik Indonesia izin dari Kepala Badan Intelijen Keamanan,

fungsi intelijen Kejaksaan Republik Indonesia izin dari Jaksa Muda

Intelijen, sehingga dapat menyadap pembicaraan melalui telepon dan atau

alat telekomunikasi elektronika lainnya terhadap orang yang dicurigai

tersebut. Sehingga intelijen disini melaksanakan fungsi penyelidikan.67

Dengan waktu untuk melakukan penyadapan selama 6 (enam) bulan dan

dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan, artinya tidak jelas batas

64 Penjelasan Pasal 32 Ayat (1) 65 Penjelasan pasal 32 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara 66Bedasarkan Pasal 1 angka 4, Yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap upaya,

pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan

67Bedasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengelolah informasi menjadi intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 81: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

70

waktunya. Bahwa yang kedua, jenis penyadapan yang sasarannya yang telah

mempunyai bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan

Ketua Pengadilan Negeri dimana prosesnya dapat lebih cepat dan

rahasianya lebih terjaga. Dengan waktu untuk melakukan penyadapan

selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan,

artinya tidak jelas batas waktunya.

Dalam pasal 32 ayat 2 UU Intelelijen Negara, penyadapan terhadap

sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31

UU Intelijen Negara dilaksanakan dangan ketentuan:

a. Untuk penyelenggaraan fungsi intelijen,

b. Atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara,

c. Jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat

diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

Dalam Pasal 32 ayat 3 UU Intelijen Negara disebutkan bahwa

penyadapan dapat dilakukan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti

permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan

Negeri. Meskipun demikian, penyadapan yang dilakukan oleh BIN bukan

merupakan fungsi penegakan hukum, hal itu diperjelas dalam pasal 34 UU

Intelijen Negara yang mengatakan bahwa penyadapan itu hanya dapat

dilakukan untuk penyelenggaraan fungsi intelijen, perintah kepala Badan

Intelijen Negara, tanpa melakukan penahanan/penangkapan, dan bekerja

sama dengan penegak hukum yang terkait.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 82: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

71

Ruang lingkup intelijen negara meliputi68:

a. Intelijen dalam negeri dan luar negeri;

b. Intelijen pertahanan dan/atau militer;

c. Intelijen kepolisian;

d. Intelijen penegakan hukum;dan

e. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian.

Penyelenggara Intelijen negara terdiri atas69:

a. Badan Intelijen Negara;

b. Intelijen Tentara Nasional Indonesia;

c. Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia;

d. Intelijen kejaksaan Republik Indonesia; dan

e. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian.

Adapun tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi,

menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka

memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan

bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan

dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan

dan keamanan nasional.70

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disampaikan ruang lingkup

intelijen negara salah satunya intelijen penegakan hukum dan penyelenggara

intelijen negara terdiri dari 2 (dua) dari 5 (lima) adalah institusi penegak

hukum, yaitu intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

68Pasal 7 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara 69Pasal 9, Ibid 70Pasal 9, Ibid

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 83: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

72

intelijen Kejaksaan Republik Indonesia, maka dalam hal melakukan

penyadapan akan lebih membuat tidak konsisten terhadap fungsi dan tujuan

sebagai penegakan hukum ataukah sebagai intelijen negara, bahkan dengan

tidak diaturnya tata cara melakukan penyadapan dengan terang, jelas dan

tegas dalam undang- undang tersebut serta penyadapan yang dilakukan

berdasarkan kecurigaan akan terjadinya peristiwa kejahatan, sehingga akan

lebih melanggar HAM tentang privasi.

Dari akibat terlanggarnya HAM tentang privasi, hasil penyadapan

yang akan digunakan untuk alat pembuktian di depan persidangan, secara

prinsip proses hukum yang adil (due process of law) akan berakibat batal

demi hukum, maka tujuan dari sistem peradilan pidana tidak akan berjalan,

artinya tidak berjalannya penanggulangan kejahatan tersebut.

Adapun mengenai wewenang dalam penggalian informasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan

a. Untuk penyelengaraan fungsi Intelijen;

b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara;

c. tanpa melakukan penangkapan dan/atau penahanan; dan,

d. bekerja sama dengan penegak hukum terkait.

Dari konstruksi norma ini, bahwa atas kerja sama yang erat dengan penegak

hukum, wewenang ini mampu terlaksana dengan efektif. Dalam melakukan

wewenang penggalian informasi BIN wajib bekerja sama dengan penyidik,71

karena penyidik memiliki serangkaian kewenangan yang diatur di dalam

71Lihat Pasal 34 ayat (2), Ibid

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 84: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

73

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ataupun hukum

acara yang lebih khusus mengatur. Dalam KUHAP Pasal 7 ayat (1) huruf e

disebutkan “penyidik mempunyai wewenang untuk melakukan pemeriksaan

dan penyitaan surat”. Apabila diperlukan penyidik memiliki kewenangan

berupa upaya paksa, seperti menangkap, menahan, menggeledah, dan

menyita. Untuk itu mekanisme kerjasama yang baik antara penyidik dengan

personil BIN yang ditugaskan untuk menjalankan wewenang penggalian

informasi akan menghasilkan hasil optimal. Berdasarkan hubungan yang

terjadi ini, tampak terjadi suatu karakteristik koordinasi dan interpendensi

kegiatan, terdapat tiga karakteristik yang harus dapat teridentifikasi pada

komunitas intelijen72.

1. Komunitas intelijen memiliki saluran komunikasi dua arah antar

dinas intelijen, saluran komunikasi antar dinas intelijen terputus,

tersumbat, atau bahkan sama sekali tidak ada dan pola

komunikasi yang saling menegaskan informasi akan

memperumit perumusan kebijakan;

2. Dinas-dinas intelijen memiliki mekanisme pertukaran informasi,

rapat koordinasi dan verifikasi. Mekanisme pertukaran informasi

yang berbasis individu atau jaringan interpersonal, bukan lembaga

akan mengakibatkan embargo atau blokade informasi antar dinas

intelijen;

3. Komunitas intelijen memiliki mekanisme operasi bersama.

72Ali Abdullah Wibisono dan Faisal Idris, Menguak Intelijen “Hitam” Indonesia, Op Cit,

hal. 62

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 85: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

74

Penggalian informasi yang dilakukan oleh BIN, harus dilakukan sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini harus benar-benar

memperhatikan hak-hak asasi manusia/warga negara atau hak-hak asasi

manusia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaaan apapun (non-

derogable right), apabila di kemudian hari ditemukan pelanggaran pada

saat pelaksanaan penggalian informasi, sesuai dengan prinsip negara

hukum, maka hal tersebut harus dipertanggungjawabkan di peradilan. Di

dalam KUHAP diatur mengenai mekanisme hukum, apabila terjadi

serangkaian tindakan aparat penegak hukum mengenai legalitas suatu

wewenang, melalui praperadilan. Jika terjadi suatu kasus penyalahgunaan

wewenang penggalian informasi atau wewenang penggalian informasi

yang menggunakan cara-cara berlawanan dengan penegakkan HAM, harus

terdapat mekanisme hukum untuk mengatasi penyalahgunaan wewenang

ini.

Pada dasarnya penggalian informasi ini dilarang dilakukan dengan

bentuk interogasi disertai penyiksaan dan/atau intimidasi, penggalian

informasi yang dimiliki oleh BIN harus dilakukan dengan cara

koordinasidan verifikasi laporan antar instansi intelijen dan penyidik

hukum. Kunci keberhasilan dari penggalian informasi adalah koordinasi

dan verifikasi berlapis (cek, cek ulang, dan cek silang) terhadap informasi

intelijen. Hal ini juga berlaku di dalam ruang lingkup intelijen luar negeri

serta intelijen pertahanan. Penggalian informasi dalam ruang lingkup

intelijen luar negeri, harus menempatkan informan-informan untuk

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 86: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

75

memperoleh langsung informasiyang cepat dan akurat.

2. 4. Bukti Permulaan Yang Diperoleh Dari Hasil Penyadapan

Kegiatan intelijen ditujukan untuk menghasilkan suatu produk

intelijen berupa laporan intelijen yang mempunyai nilai keakuratan tinggi

setelah melalui proses pengolahan dan analisa secara komprehensif yang

dilakukan oleh suatu badan resmi yang dipakai sebagai dasar pengambilan

keputusan oleh Pemerintah. Keputusan Pemerintah atas laporan intelijen

mempunyai 2 (dua) fungsi. Fungsi preventif ditujukan untuk upaya

pencegahan yang meliputi bagaimana seandainya terjadi suatu peristiwa

dan menentukan langkah yang tepat untuk menangani peristiwa tersebut.

Selanjutnya, fungsi represif yang menitik beratkan pada upaya

penyelesaian yang meliputi tindakan-tindakan konkret yang harus

secepatnya diambil agar suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum

dapat diselesaikan secepatnya.

Proses kegiatan intelijen meliputi:

a. Pengumpulan data intelijen, yang dikumpulkan dari 2 sumber

utama, yaitu sumber yang terbuka dan sumber tertutup.

b. Evaluasi dan interpretasi dan produksi dalam bentuk laporan kepada

pengambil keputusan, berupa laporan deskriptif dasar, laporan

penting, atau perkiraan spekulatif.

Pengumpulan bahan intelijen yang dilakukan dalam kegiatan intelijen

terdiri dari 5 tahap, yaitu:

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 87: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

76

1. Menyusun pertanyaan, apa yang ingin diketahui untuk dipakai

sebagai bahan pengambilan keputusan, untuk ditentukan kebutuhan

konkretnya.

2. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dengan menentukan

dimana dan dari siapa suatu informasi yang paling tepat dapat

diperoleh.

3. Produksi intelijen, dimana kumpulan data kasar dibentuk,

dievaluasi, disusun, diperiksa dan dibandingkan untuk dijadikan

jawaban terbaik atas pertanyaan awal.

4. Mengkomunikasikan pemrosesan informasi dengan pengambilan

keputusan agar benar-benar bermanfaat, informasi harus disajikan

tepat waktu, akurat dan mudah dipahami.

5. Penggunaan intelijen. Pengambil keputusan dapat mengabaikan

informasi yang disajikan, atau menggunakan informasi yang

diperolehnya sebagai dasar pengambilan tindakan selanjutnya.

Dari seluruh kegiatan intelijen bisa dipastikan bahwa salah satu

hasilnya berupa penyadapan yang mana nantinya diolah melalui pencatatan

– penilaian – analisa – integrasi - kesimpulan dan penafsiran. Sehingga

bahan keterangan yang pada mulanya masih merupakan bahan mentah

ditransformasikan menjadi Produk intelijen. Sebagai hasil dari proses

kegiatan intelijen tersebut, diperoleh suatu hasil, yaitu laporan intelijen.

Dapat kita simpulkan bahwa kegiatan pengumpulan dan pengalian

informasi yang salah satunya menggunakan penyadapan tersebut

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 88: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

77

merupakan penyadapan untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) UU Intelijen Negara.

Serangkaian kegiatan penyelenggaraan fungsi intelijen yang menggunakan

penyadapan sebagaimana dimksuddalam Pasal 32 ayat (2) UU Intelijen

Negara bisa saja secara acak akan menemukan informasi mengenai

serangkaian kegiatan berupa bukti permulaan suatu tindak pidana.

Adanya laporan intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup

sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 26 Undang–undang Nomor 15

Tahun 2003, dimana untuk penetapan dari keabsahan laporan intelijen itu

dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Negeri. Penggunaan laporan

intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup merupakan bentuk dari

investigating judge yang menjadi fungsi kontrol untuk menentukan sah atau

tidaknya laporan intelijen sebagai bukti pendukung untuk dimulainya

penyidikan kasus terorisme73.

Berdasarkan Pasal 27 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 alat bukti

pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi :

a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana

b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,

diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau

yang serupa dengan itu; dan

c. Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau

didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan

73O. C. Kaligis & Associates. Op.Cit, hal. 46

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 89: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

78

sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun

selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada :

1. tulisan, suara, atau gambar

2. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya

3. huruf, tanda, angka, simbol, perforasi, yang memiliki makna

atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau

memahaminya.

Dari ketentuan tentang alat bukti yang terdapat dalam Pasal 27 UU

Nomor 15 Tahun 2003, maka pengaturan mengenai alat bukti pemeriksaan

tindak pidana terorisme lebih luas daripada alat bukti yang diatur oleh

KUHAP. Perluasan alat bukti tersebut nampak pada Pasal 27 huruf (b dan c)

yaitu meliputi alat bukti elektronik.

Keberadaan alat bukti elektronik ini tidak dapat dilepaskan dengan

modus operandi tindak pidana terorisme yang menggunakan tekhnologi

tinggi, baik dalam berkomunikasi maupun dalam melaksanakan tindak

pidananya. Jaringannya pun tidak sekedar lintas pulau, melainkan sudah

melintasi batas teritorial negara.74

Alat bukti yang diatur berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1)

KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan

keterangan terdakwa. Apabila kelima limitasi alat bukti ini apabila

diterapkan yang mengacu secara formal legalistik/kaku dalam proses

74Didik Endro Purwolwksono, Kejahatan Terorisme, Jurnal Yuridika, Vol.20 Nomor 6, November–Desember 2005, hal. 457

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 90: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

79

pembuktian pada kasus tindak pidana terorisme dirasakan kurang dapat

mengakomodir dalam penyelesaian kasus terorisme yang mempunyai akibat

yang luar biasa dan dilakukan secara terorganisir dengan menggunakan

jaringan baik yang berskala nasional sampai internasional, sehingga dalam

praktiknya menimbulkan problematik. Disamping itu dengan hanya

menerapkan kelima limitatif alat bukti tersebut dapat menghambat dan

merugikan penegakan hukum dalam pengungkapan kasus tindak pidana

terorisme. Dikatakan dapat merugikan oleh karena hal tersebut akan

“membelenggu” hakim dalam mencari kebenaran materiil untuk

membuktikan kesalahan terdakwa.

Pengaturan penggunaan laporan intelijen sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 26 Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2003 merupakan “Lex

Specialis” dari KUHAP. Dengan demikian laporan intelijen dalam kaitan

dengan tindak pidana terorisme yang tercantum dalam Pasal 27 harus

diartikan sebagai perluasan bukti petunjuk sebagai syarat terpenuhinya

ketentuan Pasal 21 Jo. Pasal 183 KUHAP dari dua alat bukti yang cukup.

2. 4. 1. Laporan Intelijen Sebagai Bukti Permulaan Dalam Tindak

Pidana Terorisme

Operasi teroris biasanya dilaksanakan melalui kelompok

yang dilatih dan diorganisir secara khusus, tindakan pengamanan

yang ketat biasanya diberlakukan setelah sasaran operasi dipilih.

Anggota tim biasanya tidak dipertemukan sebelum pelaksanaan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 91: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

80

latihan pendahuluan sesaat sebelum berangkat menuju sasaran.

Pengintaian biasanya dilaksanakan oleh elemen atau personel

yang bertugas khusus sebagai intelijen khusus. Untuk

memperbesar kemungkinan keberhasilan pelaksanaan operasi

lebih banyak serangan yang direncanakan dari pada yang

dilancarkan. Teroris senantiasa mencari dan mengeksploitir titik

lemah dari sasaran. Mereka seringkali menyerang sasaran yang

tidak dilindungi atau kurang pengamanannya. Karakteristik dari

operasi teroris adalah kekerasan, kecepatan dan pendadakan.75

Ada tingkatan dalam organisasi terorisme yang

menggambarkan terorisme merupakan salah satu kejahatan

terorganisir. Tingkatan–tingkatan tersebut teridiri dari:

Pertama, pemegang kendali operasi termasuk menyusun

rencana dan menetapkan tujuan, pengawas dari sebuah organisasi

teroris. Dalam suatu organisasi teroris tidak banyak yang duduk

dalam pemegang kendali dan merupakan bagian terkecil dari

kelompoknya akan tetapi memiliki pengaruh sangat besar dalam

kelompoknya.

Kedua, kader–kader aktif yang merupakan pelaksana

lapangan aksi terorisme. Kader-kader ini biasanya memiliki

keahlian khusus. Misalnya merakit bom dan menggunakan

tekhnologi informasi. Contohnya adalah Ali Imron yang diduga

75Op.Cit, hal. 48

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 92: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

81

sebagai pelaksana aksi terorisme dan sekaligus memiliki keahlian

dalam perakitan bom, dan Mubarok yang diduga sebagai

perencana dan pelaksana peledakan.

Ketiga, merupakan bagian terbesar dari organisasi teroris,

mereka disebut sebagai pendukung aktif. Tugas utama adalah

menjaga kelangsungan kegiatan kader–kader aktif di lapangan.

Untuk itu mereka bertugas untuk menjaga dan memelihara

jaringan komunikasi, menyediakan tempat persembunyian,

melaksanakan kegiatan intelijen dan menyediakan pendanaan

serta dukungan logisitik.

Empat, diduduki oleh pendukung pasif. Mereka secara tidak

langsung menjadi anggota teroris, melainkan tanpa disadari

digunakan dan dimanfaatkan untuk menunjang operasi

terorisme.76

Berdasarkan uraian diatas maka penanganan anti teroris lebih

ditekankan pada aspek kegiatan penanggulangan lebih ditujukan

untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aksi teror. Untuk itu

diperlukan intelijen yang aktif dan mampu mencegah segala

bentuk persiapan dari aksi teroris. Pengumpulan keterangan

intelijen mengenai teroris adalah hal terpenting dalam memerangi

teroris. Siapa teroris, kapan, dimana, dan bagaimana ia

76 Abdul Wahid, Sunardi, Muhamad Imam Sidik. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama,

HAM, dan Hukum, PT. Refika Aditama, 2004. hal. 96 – 97

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 93: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

82

melancarkan aksinya adalah bagian terpenting dari pengumpulan

informasi intelijen sebagai upaya pencegahan aksi teroris.

Tindak pidana terorisme yang bersifat transnasional maka

peran lembaga intelijen seringkali dilibatkan dalam penanganan

tindak pidana terorisme. Beberapa alasan yang digunakan untuk

melibatkan intelejen meliputi77:

1. Karena tindak pidana yang bersifat transnasional, artinya

kegiatan tersebut mencakup kegiatan di negara asing,

dimana aparat penegak hukum dalam suatu negara

memiliki keterbatasan untuk menanganinya, atau karena

badan–badan penegak hukum di negara asing tersebut

enggan atau tidak memiliki kapabilitas untuk membantu

negara yang menjadi korban, maka intelejen dapat

dilibatkan untuk mengkoleksi berbagai informasi

mengenai kegiatan teroris di luar negeri.

2. Pendekatan penegakan hukum menunggu sampai tindak

pidana terorisme terjadi, dari pada mencegah dan

menangkap para pelaku yang diduga akan melakukan

tindak pidana terorisme. Oleh karena itu penanganan

tindak pidana terorisme setelah terjadi tidak dapat

diterapkan dalam tindak pidana terorisme yang bersifat

transnasional.

77Laudwijk F. Paulus, Kopassus, TERORISME, Buletin Balitbang Dephan R.I www.

Dephan.go.id

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 94: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

83

Untuk memperoleh informasi intelijen dapat menggunakan

berbagai metode antara lain dengan mengirimkan agen–agen

untuk melakukan penetrasi ke dalam kelompok–kelompok

tersebut, melakukan penyadapan atas komunikasi jaringan, riset

menggunakan data–data yang diperoleh secara terbuka seperti

berita–berita dari radio, televisi, dan internet. Menurut A. C

Manullang dalam menggalang informasi secara rahasia (convert

atau clandstein) dapat digunakan cara–cara yang untuk itu bukan

hanya intelijen manusia saja yang memegang peranan penting,

melainkan menggunakan tekhnologi tinggi seperti kamera, tape

recorder tersembunyi yang dapat merekam gambar atau suara

orang yang menjadi target operasi, penggunaan orang atau mesin

berteknologi harus dilakukan sedekat mungkin dengan target

operasi intelijen agar mendapat informasi yang akurat.78

78 A. C. Manullang, Ibid

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 95: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

84

Peran intelijen:

Sumber : A.C Manullang

Dari kegiatan intelijen seperti di atas, informasi mengenai

kegiatan–kegiatan terorisme dapat diidentifikasi melalui

sensoring dan monitoring, dengan adanya sensoring dan

monitoring dapat diketahui niat, skenario, dan aksi lawan guna

mendapatkan persepsi tentang lawan persiapan dan kewaspadaan

(early warning).

Beberapa klasifikasi nilai akurasi informasi (menurut nilai

kualifikasi): Sepenuhnya dapat dipercaya (A–1, A–2, A–3 );

Niat, Skenario, dan Aksi

Lawan Mendapatkan Persepsi tentang lawan persiapan dan kewaspadaan

Anti Terrorism

Counter

Terrorism

Deteksi

Klasifikasi

Identifikasi

Netralisasi

Counter

Sobatage

Sensoring

Monitoring

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 96: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

85

Biasanya dapat dipercaya (B–1, B–2, B–3); Agak dapat

dipercaya (C–1, C–2, C–3); Biasanya tak dapat dipercaya (D–

1, D–2, D–3); Tidak dapat dipercaya (E–1, E–2, E–3); dan

Kepercayaanya tidak dapat dinilai (F-1, F–2, F–3).

Masing–masing nilai terbagi dalam tiga tingkatan (1,2,3).

Tingkatan 1 adalah lebih tinggi ”nilainya” (A-1) daripada

tingkatan 2 (A-2) dan seterusnya. Misalnya, informasi yang baru

masuk bernilai ”sepenuhnya dapat dipercaya” maka ia diberi kode

”A”. Sedangkan nilai ”A” itu sendiri masih dapat dibagi menurut

jenjang menjadi A-1, A-2, A-3 demikian seterusnya sampai

dengan F (lihat urutan diatas)79.

Dari setiap informasi yang diterima tidak langsung dapat

dijadikan suatu informasi yang bersifat lengkap, melainkan harus

melalui mekanisme dan pengolahan terlebih dahulu. Jadi setiap

informasi intelijen bukan merupakan data mentah, melainkan juga

berupa analisis, penilaian, dan perkiraan apa yang terjadi dalam

jangka pendek, menengah, dan panjang.80 Untuk menjadikan

setiap informasi intelijen maka diperlukan siklus intelijen. Siklus

intelijen adalah langkah–langkah untuk menggali,

mengumpulkan, menafsirkan kemudian menyusun sebuah

79Op.Cit, hal. 20 80Ikrar Nusa Bakti, Intelijen dan Keamanan Negara, www. Dephan.go.id

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 97: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

86

informasi yang disampaikan kepada pengguna, yakni pengambil

dan pembuat keputusan.81

Laporan intelijen tentunya didasarkan pada pengertian bahwa

material deskripsi atau laporan yang diperoleh dari berbagai

sumber seperti obsevarsi, laporan, kabar, kabar angin, foto, dan

sumber–sumber lainnya yang bila diolah akan menghasilkan

laporan. Informasi adalah bahan mentah atau bahan baku

intelijen.82

Dari setiap informasi intelijen tersebut perlu diproduksi

sehingga setiap informasi intelijen dapat bernilai. Adapun

langkah–langkah dalam memproduksi intelijen sebagai berikut :

Langkah pertama adalah Analisis (identifikasi). Informasi

aktual yang telah dinilai, dianalisa, diuraikan, digolong–

golongkan dan disortir sehingga terjadi identifikasi.

Langkah kedua adalah Integrasi. Hasil analisis diintgarasikan

dengan informasi dasar atau intelijen dasar sehingga diperoleh

hipotesis. Mungkin lebih dari satu hipotesis. Setiap hipotesis

dihadapkan pada indikasi–indikasi yang seharusnya ada. Bila

indikasi itu ada maka hipotesis dapat dianggap sah (valid)

Langkah ketiga adalah Konklusi. Dari hasil pengintegrasian

tersebut ditarik deduksi/konklusi. Deduksi direncanakan untuk

menjawab pertanyaan: apa arti informasi ini bila dihubungkan

81A.C Manullang, Op.Cit, hal. 48 82Op. Cit, hal. 48

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 98: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

87

dengan situasi musuh dan daerah operasi ? Apa arti informasi ini

bila dihubungkan dengan penggunaan samaran dan penyesatan

oleh musuh? Jawabannya akan memberikan suatu konklusi yang

dapat memberikan kemungkinan cara bertindak musuh di masa

yang akan datang (intelijen ramalan) dan untuk memelihara

perkiraan intelijen tetap aktual.83

Dari uraian diatas, intelijen merupakan suatu informasi yang

ditafsirkan dalam kerangka past, present, future. Dalam

pandangan analis intelijen tidak ada peristiwa yang terjadi tiba–

tiba atau sifatnya dadakan, karena peristiwa kemarin terkait

dengan peristiwa hari ini terkait dengan peritiwa esok. Intelijen

menyampaikan informasi bersifat analisis tentang suatu masalah

yang berdampak pada social change dan social rapid.84

Dengan demikian, intelijen harus mampu melakukan

penggalangan informasi mengenai kelompok–kelompok atau

indiviu–individu yang berencana akan melakukan tindak pidana

terorisme baik di dalam maupun di luar negeri, apa motivasinya,

siapa penyandang dana utamanya, serta apa tujuannya.

Suatu kejadian seperti pembajakan pesawat atau peledakan

bom oleh teroris, akan sangat merugikan. Karena itu suatu

pemerintah lebih baik mencegah dari pada menyelesaikannya

setelah kejadian tersebut terjadi. Penegak hukum dalam mengatasi

83Op cit, hal. 50 84Loc cit, hal. 11

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 99: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

88

akibat setelah tindak pidana selesai dilakukan, penanganannya

juga membutuhkan informasi intelijen mengenai organisasi atau

individu yang terlibat.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 100: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

89

BAB III

PENYADAPAN YANG DILAKUKAN OLEH BADAN INTELIJEN

NEGARA TERHADAP ORANG YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK

PIDANA TERORISME

3. 1. Istilah Terduga Teroris Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Istilah terduga teroris terdapat dalam Bab VII Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan

Tidak Pidana Pendanaan Terorisme, namun Undang-undang tersebut tidak

memberikan defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan terduga terorisme.

Istilah terduga jika diartikan sebagai permulaan pelaksanaan dari niat atau

permulaan pelaksanaan dari kejahatan, maka dianggap sebagai seseorang

yang akan melakukan kejahatan. Terhadap percobaan, Moeljatno memberikan

penjelasan yaitu :

1. Batas antara percobaan yang belum dapat dihukum dengan

percobaan yang telah dapat dihukum itu terdapat diantara apa yang

disebut voerberidingshandelingen (tindakan-tindakan persiapan)

dengan apa yang disebut uitvoeringshandelingen (tindakan-tindakan

pelaksanaan).

2. Yang dimaksud dengan Voerberidingshandelingan dan

Uitvoeringshandelingan itu adalah tindakan-tindakan yang

berhubungan langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk

dilakukan dan telah dimulai pelaksanaannya.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 101: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

90

Pembentuk Undang-undang tidak bermaksud untuk menjelaskan lebih

lanjut tentang batas-batas tindakan-tindakan pelaksanaan

(Uitvoeringshandelingen).85 Mengenai permulaan pelaksanaan, Van

Hammel mengemukakan pendapat berdasarkan teori percobaan yang

bersifat subyektif materiil yakni telah terbentuk sikap batin yang jahat dari

si pembuat.

Menurut pendapat Simons berdasarkan teori obyektif materiil (bahwa

pada delik materiil, perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai atau

dilaksanakan/dilakukan perbuatan yang menurut sifatnya langsung dapat

menimbulkan akibat yang dilarang oleh Undang-undang tanpa memerlukan

perbuatan lain. Duynstee berpendapat mengenai teori obyektif formil,

bahwa perbuatan pelaksanaan, jika apa yang dilakukan termasuk dalam

salah satu kelakuan yang merupakan rangkaian kelakuan seperti yang

dilarang dalam rumusan delik.

Dalam menentukan adanya perbuatan permulaan pelaksanaan pada

delik percobaan, Moeljatno berpendapat bahwa terdapat 2 (dua) faktor yang

harus diperhatikan, yaitu sifat atau inti dari delik percobaan dan sifat atau

inti dari delik pada umumnya. Dengan demikian perbuatan pelaksanaan

harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu :

a. Secara obyektif, apa yang telah dilakukan terdakwa harus

mendekatkan kepada kejahatan yang dituju;

85http://www.tanyahukum.com/pidana/189/permulaan-pelaksanaan-dalam-delik-percobaan/, diakses 13 Juli 2015

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 102: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

91

b. Secara subyektif, tidak ada keragu-raguan lagi delik mana yang

dituju; dan

c. Apa yang dilakukan terdakwa itu merupakan perbuatan yang

melawan hukum.

Untuk menentukan terjadinya suatu tindak pidana, maka faktor-faktor

esensial dari kejahatan dan faktor batin adalah hal yang utama atau yang

lebih dikenal dengan istilah Actus Reus dan Mens Rea. Actus Reus atau

Criminal Act, yaitu perbuatan kriminal, merupakan salah satu bagian

essensial dari asas hukum actus non facit reum nisi mens sit rea (suatu

tindakan tidak membuat seseorang bersalah, kecuali maksud tujuan untuk

bertindaknya juga bersalah)

. Dalam hubungan ini perlu diperhatikan uraian Clark dan Marshall

sebagai berikut :

“Actus non facit reum nisi sit rea is the product of an effort to capture a theory criminal responsibility reting upon and requiring concurrence of a wrongful intent and wrongful act in a maxim”.86 (Terjemahan bebas: Actus non facit reum nisi sit rea adalah produk dari sebuah teori penilian tanggung jawab kriminal atas dan menuntut persetujuan dari sebuah tujuan yang benar-benar salah dan undang-undang yang salah). Mens rea menyangkut dengan unsur-unsur pembuat delik, yaitu sikap

batin, yang oleh pandangan monitistis tentang delik disebut unsur subyektif

suatu delik atau keadaan psikis pembuat.87 Atau dapat dikatakan bahwa

mens rea adalah unsur esensial dari kejahatan.

86 Mr. H.A Zainal Abidin Farid, Ibid, hal. 47 87 Mr. H.A Zainal Abidin Farid, Ibid, hal. 51

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 103: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

92

Perbuatan pidana (Strafbaar feit) merupakan perbuatan yang dilarang

dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain

perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatau yang sebenarnya

dialarang oleh hukum) juga perbuatan yang pasif (tidak berbuat sesuatu

yang sebenarnya dilarang oleh hukum).88

Merumuskan apa yang dimaksud dengan tindak pidana, karena asas

legalitas, mewajibkan kepada pembuat undang-undang untuk menentukan

terlebih dahulu dalam undang-undang, dan apa yang dimaksud dengan

tindak pidana harus dirumuskan secara jelas. Karenanya pula rumusan

tersebut mempunyai peranan yang menentukan mengenai apa yang dilarang

atau apa yang harus dilakukan orang.89

Asas nullum delictum noela poena sini prevea lege poenale yang

bermakna suatu perbuatan tidak dapat dihukum apabila belum ada hukum

yang mengaturnya. Hal ini merupakan wujud dari penegakan hak asasi

manusia khususnya asas praduga tak bersalah. Maka untuk menyimpulkan

seseorang telah melakukan sebuah kejahatan, maka kejahatan tersebut telah

diatur dalam perundang-undangan atau belum. Apabila sudah ada, maka

tahapan selanjutnya untuk menentukan seseorang telah melakukan suatu

kejahatan adalah terpenuhinya unsur-unsur kejahatan yang dilakukan.

Terjadinya suatu tindak pidana, harus memenuhi beberapa syarat yaitu :

a. Harus ada suatu perbuatan;

88Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo, 2012, hal. 155 89Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana

Indonesia studi kasus tentang penerapan dan perkembangannya dalam yurisprudensi alumni, bandung, 2002, hal. 23

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 104: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

93

b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang ditentukan dalam

ketentuan hukum;

c. Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat

dipertanggungjawabkan;

d. Harus berlawanan dengan hukum;

e. Harus terdapat ancaman hukumannya.

Pompe mengatakan bahwa untuk dapat dipidananya seseorang yang

telah dituduh melakukan tindak pidana, ada ketentuan di dalam hukum

acara:

1. Tindakan yang dituduhkan atau didakwakan itu harus dibuktikan;

2. Tindak pidana itu hanya dikatakan terbukti jika memenuhi semua

unsur yang terdapat di dalam rumusannya.

Setelah ada kesimpulan bahwa seseorang tersebut melakukan sebuah

kejahatan, maka tahapan selanjutnya adalah menentukan mengenai sifat dan

substansi perbuatannya itu. Di sinilah terdapat dasar hukum untuk memberi

atau menjatuhkan hukuman pada seseorang. Paham sifat melawan hukum

ada 2 (dua) yaitu :

1. Perbuatan melawan hukum formil, yaitu suatu perbuatan melawan

hukum apabila perbuatan tersebut sudah diatur dalam undang-

undang. Jadi sandarannya adalah hukum yang tertulis.

2. Perbuatan melawan hukum materiil, yaitu terdapat mungkin suatu

perbuatan melawan hukum walaupun belum diatur undang-undang.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 105: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

94

Sandarannya adalah asas umum yang terdapat dalam lapangan

hukum.

Pembuat Konsep KUHP Baru 1998 menegaskan dianutnya pandangan

sifat melawan hukum materiil yang terdapat dalam pasal 17 yaitu:

“Perbuatan yang dituduhkan haruslah merupakan perbuatan yang

dilarang dan diancam pidana oleh suatu peraturan perundang-

undangan dan perbuatan tersebut juga bertentangan dengan

hukum.”

Penegasan ini dilanjutkan dalam pasal 18 yaitu :

“Setiap tindak pidana selalu bertentangan dengan pengaturan

perundang-undangan atau bertentangan dengan hukum, kecuali

terdapat alasan pembenar dan pemaaf.”

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat melawan

hukum tidak hanya formale wedereechtelijkheid yang diakui, tetapi juga

materiele wederrechtelijkheid.

Untuk menentukan apakah kejahatan yang dilakukan seseorang yang

diduga melakukan terorisme itu adalah sebuah kejahatan, maka perlu

dibuktikan berdasarkan deliknya. Menurut Satochid Kartanegara, unsur

delik terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur yang objektif

adalah unsur yang terdapat di luar diri manusia yaitu berupa :

a. suatu tindakan;

b. suatu akibat dan;

c. keadaaan (omstandigheid).

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 106: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

95

Unsur subjektif dari unsur-unsur dari perbuatan dapat berupa:

a. Kemampuan dapat dipertanggungjawabkan (Toerekeningvatbaarheid)

b. Kesalahan (Schuld).90

Penjelasan di atas bisa kita lihat bahwa orang yang sebagai permulaan

diduga melakukan terorisme itu, memenuhi unsur atau delik suatu

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang Nomor

15 Tahun 2003. Walaupun ada bukti permulaan yang cukup, pembuktian

unsur-unsur yang ada dalam pasal tersebut cukup untuk membuktikan

sesorang diduga melakukan kejahatan. Jika dilihat dari unsur-unsur tindak

pidana terorisme, maka dapat dilakukan tindakan penyadapan terhadap orang

yang diduga melakukan terorisme.

Pengertian tentang terorisme diatur dalam Pasal 6 Undang-undang

Nomor 15 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :

“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek – obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas inter - nasional.” Wilkinson dalam Ensiklopedia Ilmu Kepolisian memberikan identifikasi

dengan memberikan ciri dan karakteristik terorisme sebagai berikut :

1. Sistematisasi penggunaan pembunuhan, luka–luka/kerugian,

atau ancaman untuk mencapai tujuan akhir, contoh penekanan

pemerintah, kegiatan revolusioner atau pengenalan.

90Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 10

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 107: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

96

2. Fokus, arah, dan tujuan terorisme adalah menciptakan

ketakutan, ketidaknyamanan dan panik.

3. Terorisme tidak terpisahkan secara acak dan pandang bulu.

Terorisme sengaja menyerang target warga sipil (bukan

prajurit). Strategi ini menyebarkan ketakutan, karena tidak

memiliki target khusus. Oleh karena itu tidak seorangpun akan

merasa aman, dan individu tidak dapat menghindar menjadi

korban. Strategi terorisme diarahkan pada target lunak (soft

target).

4. Terorisme menggunakan metode penghancuran liar/acak seperti

bom mobil, bom paku, dan bom ganda adalah paling disukai.

Terorisme tidak mengenal aturan atau kebiasaan dalam perang.

5. Terorisme lebih bersifat ekspresif dari kekerasan, begitupun

terorisme membutuhkan pendengar dan media. Tanpa media,

teroris merupakan latihan yang sia–sia.

6. Tindak pidana terorisme direncanakan dengan baik

dibandingkan dengan tindak pidana yang dilakukan secara

spontan oleh pelaku tindak pidana.91

Dari masing-masing rumusan terorisme diatas tampak jelas bahwa dalam

pemahaman yang dominan dan resmi, terorisme adalah sebagai aksi kejahatan

yang pada tahap akhir ditujukan untuk menghancurkan negara, artinya ia

disamakan dengan sejenis politik subversi. Dengan kata lain pendefinisian ini

91William G. Baely, Ensiklopedia Ilmu Kepolisian Edisi Bahasa Indonesia, Yayasan

pengembangan Kajian ilmu Kepolisian, Jakarta, hal. 908

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 108: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

97

lebih ditujukan untuk melindungi kepentingan dan kekuasaan resmi negara.

Kejahatan terorisme dikatakan sebagai political criminal di mana aktivitas

kejahatannya dilakukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat ideologis dan

dilakukan dengan jaringan atau kelompok.

Terorisme bukan merupakan kejahatan biasa (ordinnary crime) tetapi

lebih bersifat extra ordinary crime. Perbedaan antara kedua kejahatan

tersebut terletak pada tujuan dan cara pelaksanaannya, pada kejahatan biasa

dilaksanakan untuk suatu tujuan tertentu dan korban korban tertentu serta

menggunakan cara biasa yang dapat dilaksanakan secara perorangan atau

bersama–sama (lebih dari satu orang). Mengingat cara perbuatan itu

dilakukan secara biasa, kejahatan ini dapat dilaksanakan oleh hampir setiap

orang. Pada kejahatan extra ordinary, kejahatan dilaksanakan secara

sistematik, meluas serta terorganisir yang didalamnya terkandung adanya

perencanaan dan penggunaan sarana IPTEK, serta dengan tujuan ideologis

serta dapat mengorbankan masyarakat luas bahkan dapat menggoyahkan

tatanan sosial, budaya, hukum, ekonomi dan yang lainnya. Dengan demikian,

penanganan terhadap kejahatan terorisme tidak lagi bersifat ultimum

remedium, tapi harus primum remedium.92

Berkaitan dengan seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana

terorisme diperlukan adanya bukti permulaan yang cukup, dalam Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana Tentang penggunaan bukti permulaan yang cukup, dirasakan kurang

92Eman Ramelan, “Terorisme Dalam Prespektif Hukum Internasional”, Yuridika, Vol. 21

Nomor 1 januari–Februari 2006 : 1 – 12, hal. 3

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 109: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

98

jelas dan kurang mampu memberi arah yang pasti sehingga dalam

perkembangan hukum diperlukan suatu formulasi khusus dalam penanganan

tindak pidana khusus seperti terorisme. Dalam Pasal 26 (1) Undang–undang

Nomor 15 Tahun 2003 menyebutkan bahwa penyidik dapat menggunakan

setiap laporan intelijen untuk memulai proses penyidikan terhadap seseorang

yang diduga keras akan melakukan kejahatan terorisme.

Data intelijen dapat digunakan sebagai awal penyidikan, dengan asumsi

bahwa semua dapat dideteksi sedari awal sebagai upaya pencegahan, dengan

demikian pihak intelijen maupun aparat keamanan negara dapat

memaksimalkan pencegahan setiap tindakan yang bepotensi menimbulkan

aksi–aksi teror di wilayah Indonesia.

Pengertian sistem menurut R. L Ackoff adalah sebagai kumpulan konsep

atau fisik yang bagian–bagiannya saling berkaitan secara konsisten.93

Pengertian Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice Syste) menurut kamus

hukum Black Law yaitu :

“Criminal Justice System is the collective institutions through which an accused offender passes until the accusations have been disposed of or the assessed punishment conclude. The system typicaly has have three components: law enforcement (police, sheriffs, marshals), the judicial process (judge, prosecutors, defence lawyers), and corrections ( prison officials, probation officers and parole officers). (Terjemahan bebas: Sistem Peradilan Pidana merupakan lembaga secara kolektif mulai dari sangkaan pelaku sampai sangkaan itu tidak terbukti atau mendapatkan hukuman. Ciri sistem ini memiliki tiga komponen: penegakan hukum (Polisi), proses peradilan (Hakim, Jaksa, Pengacara), dan koreksi (Petugas Lapas, Petugas percobaan dan Petugas pembebasan bersyarat).

93Philips D. C., Holistic Thought in Social Science, California, Stanford University, 1998, hal.

60

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 110: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

99

Barda Nawawi Arief menyebutkan Sistem Peradilan Pidana Indonesia

pada hakekatnya identik dengan sistem penegakan hukum pidana yang

merupakan sistem kekuasaan/kewenangan menegakkan hukum. Kekuasaan

atau kewenangan ini dapat diidentikkan dengan istilah kekuasaan

kehakiman.94 Sistem Peradilan Pidana Indonesia terdiri dari empat sub sistem

yaitu pelaksanaan penyidikan oleh lembaga penyidik, penuntutan oleh

lembaga penuntut umum, memeriksa, memutus dan mengadili/menjatuhkan

putusan oleh Pengadilan dan pelaksanaan hukum (eksekusi) pidana

dilaksanakan oleh Kejaksaan. Keterpaduan keseluruhan sub sistem

menciptakan sistem terpadu dalam penegakan hukum atau yang disebut

dengan istilah Sistem Peradilan Pidana terpadu (integrated criminal justice

system).

Tujuan Sistem Peradilan Pidana menurut Muladi terdiri dari tujuan

jangka pendek yaitu resosialisasi dan rehabilitasi pelaku, tujuan jangka

menengah berupa pengendalian dan pencegahan dalam konteks politik

kriminal, dan tujuan jangka panjang adalah kesejahteraan masyarakat dalam

konteks politik sosial.95

Sistem Peradilan Pidana menurut Undang–undang Nomor 8 Tahun

1981 Tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP)

merupakan sistem terpadu (integrated criminal justice system) diletakan

diatas prinsip diferensiasi fungsional. Fungsi utama dari sistem peradilan

94Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana

Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang, 1995, hal. 19-26 95Muladi, Pembinaan Narapidana dalam Kerangka Rancangan UU Hukum Pidana, Makalah,

FH. UI, 1988, hal. 79

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 111: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

100

pidana terdiri dari fungsi pembuatan Undang–undang (law making function),

fungsi penegakan hukum (law enforcement function), fungsi pemeriksaan

sidang pengadilan (function of ajudication) dan fungsi memperbaiki terpidana

(function of correction).96

Dalam perkara pidana terdapat pihak-pihak yang saling berhadapan.

Dalam sistem saling berhadapan (adversary system) pihak terdakwa dan/atau

penasehat hukumnya berhadapan dengan pihak penuntut umum yang atas

nama negara menuntut pidana terhadap terdakwa setelah melalui proses

penyidikan di Kepolisian. Tugas hakim adalah memeriksa, memutus dan

mengadili terdakwa dengan keharusan tidak berpihak pada salah satu pihak.

Sistem hukum acara pidana tidak mengenal alat bukti berupa

persangkaan, asumsi, dan spekulasi atau terduga sehingga tidak dibenarkan

menyatakan kesalahan maupun menghukum terdakwa berdasar atas

sangkaan, karena hal itu sama dengan melanggar asas praduga tak bersalah

(persumption of innocent), demikian juga hukum acara pidana memberikan

definisi terhadap seseorang pada tahap penyidikan sebagai tersangka yakni

seseorang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti

permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana dan terdakwa sebagai

seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.

Pada setiap tingkatan pemeriksaan, status seseorang berubah sesuai dengan

alat bukti dan fakta hukum serta perbuatan yang dilakukan, karenanya dalam

penggunaan setiap alat bukti harus diuji terlebih dahulu mengenai kebenaran

96Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan

Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 90-91

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 112: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

101

serta kesesuaian antara fakta dan alat bukti, sehingga hakim dalam memutus

berdasarkan alat bukti yang cukup diperoleh keyakinan bahwa seorang

terdakwa benar–benar telah melakukan tindak pidana. Dengan demikian

istilah terduga tidak ada dalam KUHAP.

3. 2. Legalitas Penyadapan Badan Intelijen Negara Terhadap Orang Yang

Diduga

Kewenangan penyadapan oleh Badan Intelijen Negara bertujuan agar

intelijen dapat melaksanakan tugasnya yakni deteksi dini suatu ancaman.

Penyadapan hanya boleh dilakukan ketika adanya indikasi ancaman

yang ditujukan kepada negara. Kewenangan penyadapan oleh BIN dapat

dilihat yaitu menyadap, memeriksa aliran dana, dan penggalian informasi

dengan meminta keterangan kepada kementerian lembaga pemerintah

non kementerian dan atau lembaga lain.97

Badan Intelijen Negara adalah merupakan lembaga Negara yang

diberikan kewenangan untuk melakukan kegiatan intelijen. Kegiatan

Intelijen yang dilakukan Badan Intelijen Negara ini, sebagaimana

tercantum dalam pasal 10 ayat (1) Undang-undang Intelijen Negara,

yaitu menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri.

Kewenangan penyadapan untuk kepentingan intelijen diatur dalam

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, yang

97http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=267284:bin-

berwenang-lakukan-penyadapan&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 113: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

102

diatur dalam pasal 31, pasal 32 dan penjelasan pasal 32 ayat (1) serta ayat

(3), sebagai berikut:

Pasal 31 Undang-Undang tentang Intelijen Negara :

Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Badan Intelijen

Negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran

dana, dan penggalian informasi terhadap Sasaran yang terkait dengan98:

a. kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional

meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan

dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya,

termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan

hidup; dan/atau

b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang

mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional,

termasuk yang sedang menjalani proses hukum.”

Pasal 32 Undang-Undang tentang Intelijen Negara:99

(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan

berdasarkan peraturan perundangan-undangan.

(2) Penyadapan terhadap Sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan dengan ketentuan:

a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen;

b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; dan

98 Pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara 99 Ibid , Pasal 32

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 114: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

103

c. jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat

diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

(3) Penyadapan terhadap Sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan

yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua Pengadilan Negeri.

Penjelasan pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang tentang Intelijen Negara:

“Yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan dokumen lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-undang ini. Hasil penyadapan hanya digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk dipublikasikan.”100 Penjelasan pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang tentang Intelijen Negara: “Proses penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud

dengan memperhatikan prinsip kecepatan dan kerahasiaan”.101

Dengan demikian, terdapat dua jenis penyadapan yang dilakukan

menurut UU Intelijen Negara, pertama berdasarkan orang yang dicurigai atau

diduga melakukan ancaman,102 dan misalnya dalam pelaksanaannya hanya

beradasarkan izin Kepala Badan Intelijen Negara, fungsi Intelijen Kepolisian

Republik Indonesia izin dari Kepala Badan Intelijen Keamanan, fungsi

intelijen Kejaksaan Republik Indonesia izin dari Jaksa Muda Intelijen,

100Ibid, Penjelasan Pasal 32 Ayat (1) 101 Ibid, Penjelasan pasal 32 ayat (3) 102Yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan,

baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan. Ibid, pasal 1angka 4

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 115: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

104

sehingga dapat menyadap pembicaraan melalui telepon dan atau alat

telekomunikasi elektronika lainnya terhadap orang yang dicurigai tersebut.

Sehingga intelijen disini melaksanakan fungsi penyelidikan.103 Dengan waktu

untuk melakukan penyadapan selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang

sesuai dengan kebutuhan, artinya tidak jelas batas waktunya. Bahwa yang

kedua jenis penyadapan yang sasarannya yang telah mempunyai bukti

permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan negeri

dimana prosesnya dapat lebih cepat dan rahasianya lebih terjaga. Dengan

waktu untuk melakukan penyadapan selama 6 (enam) bulan dan dapat

diperpanjang sesuai dengan kebutuhan, artinya tidak jelas batas waktunya.

Dapat dilihat bahwa penyadapan merupakan kewenangan yang diberikan

kepada intelijen apabila sudah mempunyai bukti permulaan yang cukup.

Pengaturan tentang penyadapan tak hanya diatur dalam Undang-undang

Intelijen Negara dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Dalam

pasal 32 ayat 2 bahwa penyadapan terhadap sasaran yang mempunyai

indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 undang-undang nomor 17

tahun 2011 dilaksanakan dangan ketentuan :

Untuk penyelenggaraan fungsi intelijen

a. Atas perintah Kepala Badan Intelijen

b. Jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat

diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

103Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya,

pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengelolah informasi menjadi intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Ibid, pasal 6 ayat (2)

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 116: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

105

Pasal 32 ayat 3 UU Intelijen Negara menyebutkan bahwa penyadapan

terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup

dilakukan dengan penetapan ketua Pengadilan Negeri, secara a contrario

dapat diartikan bahwa penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara terhadap

sasaran yang belum mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan tanpa

adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Meskipun demikian,

penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara tidak dalam

melaksanakan fungsi penegakan hukum. Hal itu diperjelas dalam pasal 34

UU Intelijen yang mengatakan bahwa penyadapan itu hanya dapat dilakukan

untuk penyelenggaraan fungsi intelijen, perintah kepala Badan Intelijen

Negara, tanpa melakukan penahanan/penangkapan, dan bekerja sama dengan

penegak hukum yang terkait. Salah satu fungsi Intelijen Negara sebgaimana

diatur dalam Pasal 6 UU Intelijen Negara ialah menyelenggarakan fungsi

penyelidikan. Penyelidikan yang dimaksud terdiri atas serangkaian upaya,

pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan

terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi

menjadi laporan intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk

bukti permulaan tindak pidana terorisme.

3. 3. Hasil Penyadapan Yang Digunakan Sebagai Bukti Permulaan Tindak

Pidana Terorisme

Hasil penyadapan yang disajikan Intelijen Negara berupa laporan

intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang tertuang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 117: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

106

dalam Pasal 26 Undang–undang Nomor 15 Tahun 2003, memerlukan syarat

khusus untuk keabsahannya membutuhkan penetapan Ketua/Wakil Ketua

Pengadilan Negeri. Syarat khusus tersebut dalam penggunaan laporan

intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup merupakan bentuk dari

investigating judge untuk melaksanakan fungsi kontrol dalam menentukan

sah atau tidaknya laporan intelijen sebagai bukti pendukung untuk dimulainya

penyidikan kasus terorisme.104 Penjelasan Pasal 26 Undang–undang Nomor

15 Tahun 2003 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan laporan intelijen

adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana bahwa

seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti

permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana terorisme.

Dengan demikian ketentuan Pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 Undang–Undang

Nomor 15 Tahun 2003 yang dapat digunakan sebagai laporan intelijen berupa

laporan informasi langsung yang telah mendapatkan pengesahan oleh Kepala

Badan Intelijen Negara. Penggunaan laporan intelijen tersebut harus melalui

penetapan bahwa sudah diperoleh bukti permulaan yang cukup, harus

dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan

Negeri, hal ini ditujukan untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi laporan

intelijen, oleh karenanya proses pemeriksaan hanya dilakukan terhadap

dokumen intelijen.

Berdasarkan Pasal 27 Undang - undang Nomor 15 Tahun 2003 alat bukti

pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi:

104O.C. Kaligis & Associates. Op.Cit, hal. 46

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 118: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

107

a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana

b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,

diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang

serupa dengan itu; dan

c. Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau

didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sarana,

baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas,

atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas

pada :

1. tulisan, suara, atau gambar

2. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya

3. huruf, tanda, angka, simbol, perforasi, yang memiliki makna

atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau

memahaminya.

Dari ketentuan tentang alat bukti yang terdapat dalam Pasal 27 UU

Nomor 15 Tahun 2003, maka pengaturan mengenai alat bukti pemeriksaan

tindak pidana terorisme lebih luas daripada alat bukti yang diatur oleh

KUHAP. Perluasan alat bukti tersebut nampak pada Pasal 27 huruf b dan c

yaitu meliputi alat bukti elektronik.

Keberadaan alat bukti elektronik ini tidak dapat dilepaskan dengan

modus operandi tindak pidana terorisme yang menggunakan tekhnologi

tinggi, baik dalam berkomunikasi maupun dalam melaksanakan tindak

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 119: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

108

pidananya. Jaringannya pun tidak sekedar lintas pulau, melainkan sudah

melintasi batas teritorial negara.105

Alat bukti yang diatur berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP

adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan

terdakwa. Apabila kelima limitasi alat bukti ini diterapkan yang mengacu

secara formal legalistik/kaku dalam proses pembuktian pada kasus tindak

pidana terorisme dirasakan kurang dapat mengakomodir dalam penyelesaian

kasus terorisme yang mempunyai akibat yang luar biasa dan dilakukan secara

terorganisir dengan menggunakan jaringan baik yang berskala nasional

sampai internasional, sehingga dalam praktiknya menimbulkan problematik.

Disamping itu dengan hanya menerapkan kelima limitatif alat bukti tersebut

dapat menghambat dan merugikan penegakan hukum dalam pengungkapan

kasus tindak pidana terorisme. Dikatakan dapat merugikan oleh karena hal

tersebut akan “membelenggu” hakim dalam mencari kebenaran materiil untuk

membuktikan kesalahan terdakwa.

Pengaturan penggunaan laporan intelijen sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 26 Undang–undang Nomor 15 Tahun 2003 merupakan “Lex Specialis”

dari KUHAP. Dengan demikian laporan intelijen dalam kaitan dengan tindak

pidana terorisme yang tercantum dalam Pasal 27 harus diartikan sebagai

perluasan bukti petunjuk sebagai syarat terpenuhinya ketentuan Pasal 21 Jo.

183 KUHAP dari dua alat bukti yang cukup.

105Didik Endro Purwoleksono, Kejahatan Terorisme, Yuridika, Vol.20 Nomor6, November–

Desember 2005, hal. 457

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 120: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

109

Berdasarkan Pasal 1 angka 24 KUHAP, yang dimaksud dengan laporan

adalah pemberitahuan yang dilakukan oleh seorang karena hak atau

kewajiban berdasarkan undang–undang kepada pejabat yang berwenang

tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

Dengan adanya laporan intelijen sebagai alat bukti permulaan, maka setiap

alat bukti permulaan tentunya memerlukan kekuatan pembuktian untuk dapat

digunakan sebagai alat bukti.

Dari pendapat yang dikemukakan di atas penyadapan yang dilakukan

Intelijen Negara sebagai alat bukti dapat mempunyai nilai pembuktian harus

melalui lembaga Pengadilan sebagai dasar hukum yang kuat terhadap

tindakan aparat penegak hukum tidak menjadi tindakan yang sewenang–

wenang.

Prinsip bahwa penyadapan pada dasarnya merupakan pelanggaran HAM

adalah perinsip umum yang memang harus dipatrikan, sehingga dikarenakan

begitu besar potensinya dalam melanggar HAM, maka penyadapan hanya

diperuntukkan dalam upaya penegakan hukum sebagai upaya terakhir. Prinsip

pertama ini harus dijadikan batu uji yang utama dari pengaturan penyadapan.

Bunyi yang sama sebetulnya sudah tertulis dalam Undang-undang Nomor 11

Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang

menyebutkan bahwa penyadapan dilarang dengan pengucualian demi

kepentingan penegakan hukum.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 121: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

110

BAB IV

PENUTUP

4. 1. KESIMPULAN

.

a. Penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara merupakan

penyelenggaraan fungsi Intelijen, diantaranya fungsi penyelidikan,

pengamanan, dan penggalangan melalui metode kerja untuk pendeteksian

dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan

penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.

b. Ketentuan mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara

terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup,

dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan negeri, secara a contrario

dapat diartikan bahwa penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara

terhadap sasaran yang belum mempunyai bukti permulaan yang cukup

dapat dilakukan tanpa adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri.

4. 2. SARAN

a. Meningkatkan koordinasi dan konsolidasi tiap-tiap lembaga yang memiliki

fungsi Intelijen agar keterpaduan dalam mendapatkan informasi Intelijen

berjalan dengan baik sehingga harapan dan tujuan deteksi dini serta

pencegahan dini terwujud dengan maksimal.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 122: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

111

b. Perumusan kembali mengenai ketentuan penyadapan yang dilakukan

Intelijen Negara, sehingga tidak menimbulkan multitafsir terhadap Pasal

32 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen

Negara.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 123: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

DAFTAR BACAAN

Buku

Abdullah, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Atas Penggunaan wewenang Pemerintah dalam Rangka Pengawasan Pajak, Disertasi, Universitas Airlangga, 2013

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia RI, Pengkajian Hukum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Korban Terorisme, Jakarta, 2008

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, edisi III, cet.II, 2002

Farid, Mr. H.A Zainal Abidin Hukum Pidana 1, Jakarta, Sinar Grafika, 2007 Fuady Munir, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010 Habib, Hasnan, Lingkungan Internasi onal dan Ketahanan Nasional, dalam

Ichlasul Amal dan Atmadidy Armawi, ed., Sumbangan Ilmu Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional, Jakarta, 1995

Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006

Herny Campbel, Black Law Dictionary, West Publishing, 1990 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) Kaligis, O.C. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan

Terpidana, Bandung, Alumni Lamintang, P.A.F. & Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Kepentingan Negara,

Jakarta, Sinar Grafika Manulang, A. C., Menguak Tabu Intelijen, Teror, Motif, dan Rezim, Jakarta,

Panta Rhei Cet. I, 2001 Marpaung, Leden, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika Jakarta, 2005 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, 2005 Masyhar, Ali Gaya Indonesia Menghadang Terorisme, Bandung, Mandar Maju,

2009 Muladi, Pembinaan Narapidana dalam Kerangka Rancangan UU Hukum Pidana,

Makalah : FH.UI, 1988 Nasakah Akademik Rancangan Undang-undang Intelijen Negara Philips D.C, Holistic Thought in Social Science, California, Stanford University,

1998 Prasetyo, Teguh Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo, 2012 Sapardjaja, Komariah Emong, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil dalam

hukum pidana Indonessia studi kasus tentang penerapan dan perkembangannya dalam yurisprudeni, alumni, bandung 2002

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 124: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

Sasangka, Hari & Rosita, Lily Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Bandung, Mandar Maju, 2003

Sukarno Irawan, Dasar-Dasar Intelijen Strategis, Jakarta, Markas Besar Angkatan Bersenjata RI, Lembaga Pertahanan Nasional, 1988

Tim Editorial, Cambridge International Dictionarry of English, London, Cambridge University Press, 1996

Wibisono, Ali Abdullah dan Faisal Idris, Menguak Intelijen “Hitam” Indonesia, Jakarta: Pacivis UI, 2006

Widjajanto, Andi, Cornelis Lay, & Makmur Keliat, Intelijen: Velox et Exactus, Jakarta Pacivis UI & Kemitraan, 2006

William G. Baely, Ensiklopedia Ilmu Kepolisian Edisi Bahasa Indonesia, Yayasan pengembangan Kajian ilmu Kepolisian, Jakarta

Jurnal

Hadjon, Phlipus M., “ Wewenang”, Jurnal Yuridika, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Nomor 5 & 6, Edisi September s/d Desember 1997

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Yuridika, Volume 16, Nomor2, Fakultas Hukum Unair Maret 2001

Purwoleksono, Didik Endro, Kejahatan Terorisme, Jurnal Yuridika, Vol.20 Nomor 6, November – Desember 2005

Ramelan, Eman, “Terorisme Dalam Prespektif Hukum Internasional” , Jurnal Yuridika, Vol. 21 Nomor1 januari – Februari 2006

Peraturan Perundang-perundangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa

Telekomunikasi.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN

Page 125: PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM …repository.unair.ac.id/34075/2/Binder1.pdf · Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan

Situs Internet

http://www.tanyahukum.com/pidana/189/permulaan-pelaksanaan-dalam-delik-percobaan/

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=267284:bin-berwenang-lakukan-penyadapan&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91

Ikrar Nusa Bakti. Intelijen dan Keamanan Negara, www.dephan.go.id Laudwijk F Paulus, Kopassus. TERORISME. Buletin Balitbang Dephan R.I,

www.dephan.go.id

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN