penyadapan oleh badan intelijen negara dalam …repository.unair.ac.id/34075/2/binder1.pdf · badan...
TRANSCRIPT
TESIS
PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA
DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN
TINDAK PIDANA TERORISME
OLEH :
ROCKY TUMBUR PANDAPOTAN SIAHAAN, S.H
NIM : 031324153064
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
MINAT STUDI PERADILAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
i
PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA
DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN
TINDAK PIDANA TERORISME
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga
Oleh :
ROCKY TUMBUR PANDAPOTAN SIAHAAN, SH.
NIM. 031324153064
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
MINAT STUDI PERADILAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
iii
PENGESAHAN PENGUJI
TESIS
PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA
DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN
TINDAK PIDANA TERORISME
Oleh :
ROCKY TUMBUR PANDAPOTAN SIAHAAN, SH. NIM. 031324153064
Tesis ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Tesis
Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya
Pada:
Hari : Senin
Tanggal : 02 November 2015
PANITIA PENGUJI
Ketua : Dr. Toetik Rahayuningsih, S. H., M. Hum.
Anggota : 1. Bambang Suheryadi, S. H., M. Hum.
2. Riza Alifianto Kurniawan, S. H., MTCP.
3. Sapta Aprilianto, S. H., M. H.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
iv
MOTTO
Tetapi barang siapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.
(Yakobus 1 : 25)
Tesis ini Ku persembahkan
untuk (Alm.) Papa, dan Mama, serta
Istri dan anakku
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
yang berjudul: “Penyadapan Oleh Badan Intelijen Negara Dalam
Memperoleh Bukti Permulaan Tindak Pidana Terorisme”. Tesis ini diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Studi Magister
Hukum pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Airlangga
Surabaya dan guna memperoleh gelar Magister Hukum.
Penulisan tesis ini dapat selesai karena adanya bantuan dan dukungan dari
banyak pihak baik moriil, materiil, maupun akademik. Oleh karena itu penulis
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Airlangga, Prof. Dr. Moh. Nasih MT Ak., selaku
Rektor Universitas Airlangga dan segenap jajaran Pembantu Rektor
Universitas Airlangga;
2. Bapak Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S. H., M. Si, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Airlangga;
3. Bapak Prof. Dr. Agus Yudha Hernoko, S. H., M. H, selaku Ketua Program
Studi Magister Hukum Universitas Airlangga;
4. Bapak Bambang Suheryadi S. H., M. Hum., selaku Ketua Dosen
Pembimbing tesis dan selaku Dosen Pembimbing MKPT I, yang telah
memberikan banyak perhatian, pengarahan dan kemudahan dalam
penyusunan tesis ini;
5. Ibu Dr. Toetik Rahayuningsih, S. H., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing
MKPT II dan Dosen Penguji Tesis yang penuh dengan ikhlas, kesabaran
dan bijaksana dalam memberikan pengarahan agar tesis ini dapat
terselesaikan dengan baik;
6. Para Dosen Magister Hukum Universitas Airlangga yang telah mendidik
saya selama menjadi mahasiswa di Magister Hukum Universitas
Airlangga, suatu kehormatan menerima ilmu dari Bapak Ibu sekalian;
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
vi
7. Almarhum Papa, dan Mama yang selama membesarkan penulis telah
banyak memberikan masukan-masukan serta pandangan-pandangannya
kepada penulis;
8. Istriku dan Kakakku serta segenap keluarga besarku yang telah
memberikan kasih sayang, nasehat, dan tak henti-hentinya memberikan
semangat serta dukungan kepada penulis;
9. Teman-teman seperjuaangan di Koleksi Khusus Fakultas Hukum
Universitas Airlangga: Thomas Akwino Rumwarin, S. H., M. H., Yoan
Sakti Nathanael Nainggolan, S. H., M. H., Laurent Enrico S. H., M. H.,
serta semua teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu;
10. Semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian penulisan tesis
ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat berguna dalam rangka
mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang hukum kepada semua
pembaca.
Surabaya, 03 November 2015
Penulis
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
vii
PENYADAPAN OLEH BADAN INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA TERORISME
ABSTRAK
Terorisme merupakan salah satu kejahatan yang sering terjadi di Indonesia. Banyak orang yang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara transit para teroris yang berasal dari luar negeri. Tak hanya itu, Indonesia menjadi pusat dari pertumbuhan dan berkembangnya aksi-aksi teroris. Biasanya aksi terorisme di Indonesia, ditandai dengan adanya aksi-aksi pengeboman di tempat-tempat ramai. Aksi terorisme ini tentu saja memakan banyak korban, sehingga dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Maka untuk itu, Indonesia pun membuat regulasi-regulasi yang seyogyanya diperuntukkan guna mengantisipasi tindakan terorisme tersebut salah satunya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara yang memberikan kewenangan kepada Badan Intelijen Negara untuk melakukan penyadapan. Dalam penelitian ini, penulis memberikan judul “Penyadapan Oleh Badan Intelijen Negara Dalam Memperoleh Bukti Permulaan Tindak Pidana Terorisme”. Penulis memberikan deskripsi bahwa penyadapan pada dasarnya merupakan tindakan dalam tahap penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum dalam menangani perkara tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime). Penulisan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan sekunder kemudian diolah dan disusun secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan akhir penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme, bukan merupakan fungsi penegakan hukum melainkan penyelenggaraan fungsi Intelijen, diantaranya fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional. Ketentuan mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan negeri, secara a contrario dapat diartikan bahwa penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara terhadap sasaran yang belum mempunyai bukti permulaan yang cukup dapat dilakukan tanpa adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Kata Kunci: Penyadapan, Badan Intelijen Negara, Bukti Permulaan, Tindak
Pidana Terorisme.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
viii
ABSTRACT
Terrorism is one of the crimes often occur in Indonesia. Many people say that Indonesia is a country of transit of terrorists coming from abroad. Not only that, Indonesia has become the center of growth and development of terrorist act. Usually acts of terrorism in Indonesia, characterized by bombings in crowded places. Acts of terrorism is certainly claimed many victims, so it is classified as an extraordinary crime. So for that, Indonesia also make regulations that should be devoted to anticipate acts of terrorism is one of them Law No. 17 Year 2011 concerning the National Intelligence shall authorize the State Intelligence Agency to conduct wiretaps. In this research, the author gives the title of "Wiretapping by the National Intelligence Agency in Obtaining Evidence Beginning Terrorism". The author gives a description that tapping is essentially an action in the investigation phase of law enforcement officials in handling the criminal case extraordinary (extraordinary crime). Writing in this research using normative juridical or legal research literature as legal research by examining the library materials and secondary materials are then processed and compiled systematically in order to obtain the final conclusions of the study. Results of this research show that wiretapping conducted the State Intelligence Agency in obtaining preliminary evidence terrorism, not a law enforcement function but implementation Intelligence function, including the function of investigation, security, and fundraising through the working methods for the detection and early warning in order to prevent, deterrence, and response to any threats to national security. Provisions regarding wiretapping conducted the State Intelligence Agency against targets that already have preliminary evidence enough, be done with the establishment of the Chairman of the Court of the country, a contrario means that wiretapping conducted the State Intelligence against targets that do not already have preliminary evidence that reasonably can be done without fixing Chairman of the Court. Keywords : Tapping, the State Intelligence Agency, Evidence Starters, Terrorism.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................... iii
MOTTO .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................. vii
ABSTRACT .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
BAB I. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang ............................................................ ........ 1
1. 2. Rumusan Masalah ................................................................. 14
1. 3. Tujuan Penelitian .................................................................. 14
1. 4. Manfaat Penelitian ................................................................ 14
1. 5. Kajian Teoritis ...................................................................... 15
1. 5. 1. Penyadapan .............................................................. 15
1. 5. 2. Badan Intelijen Negara ............................................ 17
1. 5. 3. Bukti Permulaan ...................................................... 18
1. 5. 4. Tindak Pidana Terorisme ........................................ 20
1. 6. Metode Penelitian ................................................................. 25
1. 6. 1. Tipe Penelitian 25
1. 6. 2. Pendekatan Masalah ................................................ 26
1. 6. 3. Sumber Bahan Hukum ............................................ 27
1. 6. 4. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum ................. 29
1. 7. Pertnggungjawaban Sistematika ........................................... 29
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
x
BAB II. KEWENANGAN PENYADAPAN YANG DILAKUKAN BADAN
INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI
PERMULAAN
2. 1. Pengaturan Penyadapan di Indonesia ................................. 31
2. 2. Intelijen ............................................................................... 47
2. 2. 1. Badan Intelijen Negara ............................................ 52
2. 3. Kewenangan Penyadapan Yang
Dilakukan Oleh Badan Intelijen Negara ............................ 61
2. 4. Bukti Permulaan Yang
Diperoleh Dari Hasil Penyadapan ...................................... 75
2. 4. 1. Laporan Intelijen Sebagai Bukti
Permulaan Dalam Tindak Pidana Terorisme ....... 79
BAB III. PENYADAPAN YANG DILAKUKAN OLEH BADAN
INTELIJEN NEGARA TERHADAP ORANG YANG
DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA TERORISME
3. 1. Istilah Terduga Teroris Dalam
Sistem Peradilan Pidana di Indonesia ........................ 89
3. 2. Legalitas Penyadapan Badan Intelijen
Negara Terhadap Orang Yang Diduga ...................... 101
3. 3. Hasil Penyadapan Yang Digunakan Sebagai
Bukti Permulaan Tindak Pidana Terorisme ............... 105
BAB IV. PENUTUP
4. 1. Kesimpulan ......................................................................... 110
4. 2. Saran ................................................................................... 110
DAFTAR BACAAN
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Undang-undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD
1945), jelas mengatur bahwa Negara harus menjunjung tinggi dan mengakui
Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut sebagai HAM) sebagai hak yang
tertinggi yang dimiliki oleh manusia. Salah satu yang termasuk dalam HAM
adalah hak untuk tidak diperlakukan semena-mena oleh negara. Apabila
terjadi perlakuan yang semena-mena oleh negara terhadap warga negaranya,
maka negara dalam hal ini sebagai pejabat publik, sudah melakukan
perbuatan melawan hukum (wederrechtellijkmatigheid).
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah
negara hukum yang mengedepankan kepastian hukum dan HAM.
Mengedepankan Kepastian HAM jelas menganut asas Equality before the
law (asas persamaan kedudukan di dalam hukum). Ketentuan mengenai
HAM dalam UUD 1945 terdapat dalam bab X Pasal 28-28 J UUD 1945.
Hal ini terlihat dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Salah satu bentuk kepastian hukum itu adalah tindakan penyadapan
yang dilakukan dengan tidak semena-mena oleh aparat negara terhadap
orang yang belum jelas diketahui akan melakukan tindak pidana. Hal ini
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
2
dikarenakan akan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Pasal
28-28 J UUD 1945 dan juga pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (selnjutnya disebut sebagai KUHP) yang menganut asas legalitas
(Nullum delictum nulla poena sine prevea lege poenali). Kepastian Hukum
yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP ditunjukkan dalam tujuan dari
asas tersebut yaitu :
1. Menegakkan kepastian hukum.
2. Mencegah kesewenang-wenangan penguasa.
Berdasarkan tujuan dari asas legalitas diatas, maka dalam melaksanakan
penyadapan, negara harus memperhatikan aspek-aspek hukum yang terkait
sehingga tidak adanya pelanggaran HAM. Penyadapan dalam hal ini bisa
saja dalam bentuk apapun. Akibat yang ditimbulkan oleh penyadapan ini
dapat secara langsung ataupun tidak langsung merugikan dan menggangu
kebebasan orang lain. Dalam hal ini, diperlukan kejelasan negara dalam
memberikan dasar hukum dilaksanakannya penyadapan harus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Penyadapan tidak boleh
dilakukan untuk semua orang. Hanya kualifikasi kejahatan-kejahatan yang
dianggap dapat dilakukan penyadapanlah baru dapat dilaksanakan
penyadapan, misalnya yang membahayakan kepentingan negara,
mengancam kepentingan negara, kejahatan luar biasa, kejahatan yang
menyangkut dengan nyawa dan lainnya.
Penyadapan di Indonesia memang sudah sering dilakukan. Tindakan
penyadapan ini berhasil membongkar kejahatan yang dianggap serius oleh
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
3
pemerintah Indonesia. Beberapa diantaranya yang berhasil adalah dalam
kasus tindak pidana korupsi. Kasus suap Jaksa Urip Tri Gunawan yang
menerima uang 6 Milyar Rupiah dari Artalyta Suryani dalam kasus
Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan kasus Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia Atas nama Syamsul Nursalim. Kemudian juga kasus
kriminalisasi pimpinan KPK, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto
dalam kasus korupsi Anggodo Widjojo dengan pejabat Kejaksaan dan
Kepolisian yang berhasil dibongkar melalui tindakan penyadapan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Penyadapan memang selalu dibutuhkan untuk dijadikan salah satu jenis
alat bukti di Pengadilan mengenai suatu tindak pidana. Pembuktian sangat
penting dalam menentukan apakah suatu perbuatan itu termasuk dalam
perbuatan pidana atau bukan. Hal ini juga berkaitan dengan sistem
pembuktian negatif yang dianut oleh Indonesia, yaitu sistem pembuktian
yang menitikberatkan pada hakim di dalam mengambil keputusan tentang
salah atau tidaknya seorang terdakwa berdasarkan alat bukti yang ditentukan
oleh undang-undang dan ditambah keyakinan (nurani) hakim sendiri.1
Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (selanjut disebut
sebagai KUHAP) disebutkan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi
dan terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukannya. Dengan demikian
1Hari Sasangka, Lily Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Bandung, Mandar
Maju, 2003, hal. 13
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
4
hasil penyadapan yang dijadikan sebagai alat pembuktian di pengadilan,
berpengaruh terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang
dijadikan tersangka dalam suatu tindak pidana.
Penyadapan yang dilakukan secara langsung oleh lembaga yang
ditunjuk negara seperti halnya Badan Intelijen Negara, memang mempunyai
fungsi yang sangat baik. Penyadapan ini dilakukan juga untuk memperkuat
alat bukti. Sesuai dengan pasal 183 KUHAP, maka penyadapan ini dapat
dijadikan sebagai salah satu alat bukti yang sah selain daripada keterangan
saksi. Alat bukti penyadapan ini bisa sebagai alternatif atau pengganti yang
kuat daripada keterangan testimonium de auditu.2 Sebab keterangan tersebut
tidak sah dalam pembuktian hukum pidana.
Selain kejahatan korupsi, terorisme juga termasuk salah satu kejahatan
yang dapat mengancam pertahanan dan keamanan negara. Dikatakan
sebagai kejahatan yang mengancam pertahanan dan keamanan negara
karena kejahatan ini menimbulkan korban yang bersifat acak dan massal.3
Terorisme dan korupsi juga adalah 2 jenis kejahatan yang merupakan tindak
pidana khusus yang peraturan mengenai pidananya juga diatur secara
Khusus.
Dalam KUHP sendiri yang mengatur mengenai kejahatan terhadap
nyawa yang dirumuskan dalam pasal 338-350 buku II KUHP, masih
2Testimonium de Auditu yaitu keterangan yang diperoleh dengan mendengar keterangan
orang lain. Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa Testimonium de Auditu adalah keterangan saksi yang diperoleh dari pihak ketiga.Testimonium de Auditu bukanlah merupakan suatu pendapat atau persangkaan yang didapat secara berpikir. Sehingga, oleh karena itu Testimonium de Auditu tidak dapatdijadikan alat bukti yang sah
3Ali Masyhar, Gaya Indonesia Menghadang Terorisme, Bandung, Mandar Maju, 2009, hal. 4
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
5
mengatur tindak pidana kejahatan terhadap nyawa secara umum. Akan
tetapi sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat, baik dari faktor
sosial, budaya, politik, tingkatan sosial, pendidikan, teknologi dan
sebagainya, menyebabkan timbulnya kejahatan-kejahatan yang baru yang
pengaturannya tidak ada dalam KUHP. Kejahatan seperti Terorisme,
Pencucian Uang, Perdagangan Orang, Kejahatan terhadap Anak adalah
beberapa contoh kejahatan yang tidak diatur secara spesifik diatur dalam
KUHP. Sehingga oleh pembuat peraturan perundang-undangan, kejahatan
ini digolongkan secara khusus pengaturannya. Pasal 103 KUHP yang
menyatakan bahwa Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VII
KUHP juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh
undang-undang ditentukan lain. Artinya perbuatan yang diluar dari
Ketentuan Umum KUHP dapat mempergunakan undang-undang
tersendiri/khusus dengan mengesampingkan KUHP (Asas Lex Specialis de
rogat Lex Generalis). Dengan demikian, kejahatan terorisme yang diatur
dalam Undang-undang nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme adalah salah satu bentuk undang-undang tindak
pidana khusus.
Oleh karena ancaman yang ditimbulkannya menyangkut dengan
pertahanan dan keamanan negara, maka kejahatan terorisme dikategorikan
sebagai kejahatan extra ordinary crime (kejahatan luar biasa). Selain
menimbulkan korban yang acak dan massal, terorisme juga merupakan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
6
kejahatan yang melanggar hak asasi manusia sebagai mana yang diatur
dalam bab X Pasal 28-28 J UUD 1945, Universal Declaration of Human
Right, dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia.
Terorisme sejak lama sudah banyak terjadi, namun peristiwa 11
September 2011 adalah peristiwa yang paling populer di dunia. Di Indonesia
peristiwa terorisme ini juga sudah terjadi di Bali pada tanggal 12 Oktober
2002, yang pada saat peristiwa tersebut terjadi, undang-undang tentang
tindak pidana terorisme belum diatur.4 Oleh karena adanya kekosongan
hukum ini maka oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 18 Oktober 2002,
mengundangkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu)
Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dan tak hanya itu, Perppu Nomor 2 Tahun 2002 Tentang pemberlakuan
Perppu nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme juga disahkan. Terorisme adalah kejahatan yang terorganisir.
Kegiatan terorisme ini mempunyai sistem kerja yang teratur. Sangat sulit
untuk mengetahui bahwa adanya suatu kegiatan terorisme. Hal ini
dikarenakan, terorisme hanya menggunakan bahan peledak sebagai bentuk
kejahatannya, dan pelakunya sama sekali tidak bisa di identifikasi dengan
jelas. Sangat sulit dibuktikan karena yang dapat diselidiki dari sesudah
dilakukannya kegiatan terorisme hanyalah bahan peledak ataupun bekas-
bekas senjata yang diapakai. Berbeda dengan kejahatan lainnya yang secara
4 Ali Masyhar, Op. cit, hal. 5
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
7
langsung dapat ditentukan pelakunya hanya dengan berdasarkan hasil
penyelidikan, penyidikan ataupun hasil forensik. Maka untuk mencegah
terjadinya kejahatan terorisme atau menuduh seseorang melakukan kegiatan
terorisme, maka sangat diperlukan tindakan penyadapan. Tindakan
penyadapan ini berfungsi untuk mendapatkan hasil informasi yang akurat
dan benar tentang orang yang diduga melakukan kegiatan terorisme untuk
dijadikan alat bukti.
Intelijen sebagai lembaga negara, diberikan kewenangan oleh negara
untuk melakukan kegiatan penyadapan. Tujuannya adalah memberikan
informasi yang akurat kepada pemangku kepentingan (stake holder) tentang
adanya tindakan atau ancaman yang akan menimbulkan terganggunya
stabilitas pertahanan dan keamanan negara. Kewenangan Tindakan
penyadapan ini diatur dalam undang-undang Nomor 17 tahun 2011 Tentang
Intelijen Negara (selanjutnya disebut sebagai UU Intelijen Negara).
Pasal 31 huruf b UU Intelijen Negara menyatakan bahwa Badan
Intelijen Negara (selanjutnya disebut sebagai BIN) memiliki wewenang
melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian Informasi
terhadap sasaran yang terkait dengan kegiatan terorisme, separatisme,
spionase, dan sabotase yang mengancam keselamatan, keamanan, dan
kedaulatan nasional, termasuk yang sedang menjalani proses hukum.
Artinya BIN mempunyai wewenang melakukan penyadapan apabila
ditemukan hal-hal seperti yang diatur dalam pasal 31 huruf b UU Intelijen
Negara. Selain itu, BIN mempunyai kewenangan untuk menafsirkan suatu
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
8
kejahatan yang dapat dilakukan penyadapan berdasarkan UU Intelijen
Negara.
Berdasarkan undang-undang Intelijen Negara, tindakan penyadapan
yang dilakukan Badan Intelijen Negara, dibatasi oleh Undang-undang
Intelijen Negara Nomor 7 tahun 2011. Dalam UU Intelijen Negara 32 ayat
(3) disebutkan bahwa penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai
bukti permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan
Negeri. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Badan Intelijen Negara hanya
dapat melakukan penyadapan apabila telah mempunyai bukti permulaan
yang cukup yang berkaitan dengan masalah ancaman keselamatan dan
keamanan nasional.
Kejahatan yang masih sebagai permulaan diatur juga dalam KUHP dan
KUHAP yang mana diancam perbuatannya dengan tujuan agar dapat
dicegah terjadinya korban.5 Pasal 53 KUHP mensyaratkan bahwa adanya
percobaan melakukan kejahatan, dapat dipidana apabila telah terpenuhi niat
dan adanya pelaksanaan perbuatan. Pasal 17 KUHAP menerangkan bahwa
seseorang hanya dapat ditangkap apabila diduga keras melakukan tindak
pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Hal ini dijelaskan juga
pada pasal 1 butir 14 yang mengatakan bahwa tersangka adalah seseorang
yang karena perbuatannya, berdasarkan bukti permulaan diduga sebagai
pelaku tindak pidana. Jadi dari hal ini, bukti permulaan adalah merupakan
suatu unsur yang menjelma menjadi kesalahan untuk memenuhi syarat
5 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo, 2012 hal. 153
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
9
terjadinya suatu tindak pidana. Adagium “tiada pidana tanpa kesalahan”
(geen straf zonder schuld) mengartikan bahwa selain sifat melawan hukum,
unsur kesalahan juga merupakan unsur utama, yang berkaitan dengan
pertanggungjawaban pelaku terhadap perbuatannya. Kesalahan menurut
Simons adalah terdapatnya keadaan psikis tertentu pada seseorang yang
melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara keadaan tersebut
dengan perbuatan yang dilakukan, yang sedemikian rupa hingga orang itu
dapat dicela karena melakukan perbuatan tadi. Sedangkan menurut Van
Hamel kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psikologis,
berhubungan dengan keadaan jiwa pelaku dan terwujudnya unsur-unsur
delik karena perbuatannya. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam
hukum. Seseorang dibuktikan bersalah apabila memiliki beberapa unsur :
1. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku, dalam arti
jiwa si pelaku dalam keadaan sehat dan normal
2. Adanya hubungan batin antara si pelaku dengan perbuatannya, baik
yang disengaja (dolus) maupun karena kealpaan (culpa)
3. Tidak adanya alasan pemaaf yang dapat menghapus kesalahan6
Untuk menyatakan suatu kesalahan, harus memenuhi 3 unsur tersebut.
Apabila ketiga unsur itu dipenuhi maka dapat dinyatakan pidana. Artinya
sesorang tidak dapat dipidana apabila belum dapat dibuktikan bersalah.
Penyadapan, berdasarkan KUHAP adalah hal yang dilarang. Akan
tetapi boleh dilakukan oleh lembaga penegak hukum sesuai dengan syarat
6 Ibid, hal. 82
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
10
yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Penyadapan hanya
boleh dilakukan untuk kejahatan yang tergolong serius dan berat. Terorisme
adalah termasuk salah satu kejahatan yang yang tergolong serius dan berat.
Terorisme ini adalah salah satu kejahatan yang berbeda dengan kejahatan
yang lainnya. Faktor pembeda terorisme dengan kejahatan lainnya adalah
dari sisi motif dilakukannya kejahatan terorisme. Terorisme biasanya
dilakukan dengan motif agama, ideologi, memerdekakan diri sendiri. Hal ini
muncul dikarenakan mereka merasa adanya ketidakadilan yang merata
terhadap mereka oleh suatu kelompok tertentu, sehingga mereka
mempergunakan ideologinya untuk memberikan suatu penafsiran
representatif bahwa hak mereka telah dilanggar.
Menurut pasal 31 ayat (1) Undang-undang No.11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan bahwa, yang dimaksud
dengan intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan,
merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat
transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bersifat
publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel seperti pancaran elektromagnetik. Penyadapan seyogyanya
memang diterapkan untuk memperoleh bukti yang cukup untuk menentukan
sebuah kejahatan.
Penyadapan juga dapat melanggar Hak Asasi Manusia, disebabkan
karena pada proses penyadapan ada hal yang bersifat pribadi yang
seharusnya tidak boleh diketahui orang lain menjadi diketahui oleh orang
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
11
lain. Hal pribadi ini lah yang dimanifestasikan sebagai Hak Asasi Manusia
yang harus dihormati. Kebebasan untuk berkomunikasi yang sifatnya
pribadi adalah suatu hak yang diakui di Indonesia juga. Pasal 28F UUD
1945 disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
Setiap orang dapat menggunakan segala media untuk berkomunikasi
tanpa ada orang yang mengetahui segala yang menyangkut dengan
kepribadiannya, sedangkan penyadapan diketahui adalah suatu kegiatan
yang bertujuan untuk mengetahui hal yang bersifat pribadi orang tertentu.
Sehingga dalam hal ini seolah-olah penyadapan itu bertentangan dengan
UUD 1945. Seperti yang diketahui bahwa sumber hukum yang tertinggi di
Indonesia adalah UUD 1945. Artinya bahwa seluruh ketentuan perundang-
undangan yang berada di bawah UUD 1945 tidak boleh bertentangan
dengan UUD 1945. Apabila dalam undang-undang tersebut mengatur
sebuah aturan pidana yang bertentangan dengan UUD 1945, maka aturan
tersebut tidak berlaku dan sistem pemidanaan juga tidak berlaku.
Timbul suatu pertanyaan apakah penyadapan terhadap orang yang
sebagai permulaan diduga melakukan terorisme bukan merupakan suatu
perbuatan melawan hukum atau tidak. Memang benar dalam pasal 4
undang-undang Intelijen Negara menyebutkan bahwa intelijen melakukan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
12
pekerjaan untuk melakukan deteksi dini dalam rangka pencegahan,
penangkalan dan penanggulangan terhadap ancaman yang mengancam
kepentingan nasional. Artinya intelijen disini melakukan suatu bentuk usaha
preventif untuk mencegah suatu perbuatan yang mengancam pertahanan dan
keamanan negara. Hal ini sama halnya dengan tujuan pidana yaitu sebagai
fungsi Prevensi Umum yaitu mencegah orang melakukan kejahatan.
Namun, kebebasan untuk berkomunikasi yang sifatnya pribadi adalah
suatu hak yang diakui di Indonesia juga. Pasal 28 F UUD 1945 disebutkan
bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia.
Hukum pidana menyebutkan bahwa salah satu unsur tindak pidana
yang bersifat objektif adalah sifat melawan hukum.7 Dalam ilmu hukum,
dikenal 3 kategori perbuatan melawan hukum:
1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan
2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur
kesengajaan maupun kelalaian)
3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.8
Kasus terorisme, dapat dikelompokkan menjadi perbuatan melawan
hukum karena kesengajaan. Artinya adalah bahwa sudah ada kehendak dari
7 Teguh Prasetyo, Op.cit hal. 67 8 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
13
orang yang dituduh tersebut untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Pompe mengatakan bahwa untuk dapat dipidananya seseorang yang telah
dituduh melakukan tindak pidana, setidaknya harus memenuhi 2 syarat
yaitu:
1. Tindak pidana yang dituduhkan atau didakwakan itu harus
dibuktikan;
2. Tindak pidana itu dikatakan terbukti jika memenuhi semua unsur
yang terdapat dalam rumusannya.
Penyadapan yang dilakukan adalah sebagai upaya untuk mencegah
kegiatan terorisme sebagai permulaan pelaksanaan dari kejahatan. Namun,
untuk membuktikan adanya permulaan dari kejahatan terorisme itu, maka
semua unsur pidana dalam rumusannya harus terpenuhi. Unsur yang
dipenuhi adalah unsur yang objektif. Unsurnya antara lain adalah:
1. Apakah orang yang akan melakukan permulaan pelaksanaan
kejahatan terorisme itu mempunyai senjata api
2. Mempunyai senjata dalam jumlah yang tidak wajar
3. Penyimpanan senjata api di rumah
4. Dipunyai oleh sekelompok orang yang saling kenal satu sama lain
5. Tidak mempunyai surat izin kepemilikan senjata
6. Mempunyai bahan peledak selain daripada senjata
7. Melakukan kegiatan-kegiatan semi militer/militer di tempat-tempat
tertentu yang sama sekali tidak diketahui publik, contohnya seperti
di hutan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
14
8. Melakukan kegiatan-kegiatan semi militer/militer pada malam hari
di tempat tertentu
Apabila keseluruhan unsur keadaan di atas terpenuhi, maka dapat
diduga seseorang tersebut teribat dalam kegiatan teroris..
1. 2. Rumusan Masalah
Dari uraian Latar Belakang diatas maka terdapat dua rumusan masalah
yang dapat ditarik, yaitu:
1. Kewenangan penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara
dalam memperoleh bukti permulaan.
2. Penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara terhadap
orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme.
1. 3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian hukum ini adalah untuk:
1. Mengkaji mengenai kewenangan Badan Intelijen Negara melakukan
tidakan penyadapan dalam memperoleh bukti permulaan.
2. Mengkaji mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen
Negara terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
terorisme
1. 4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, antara lain:
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
15
1. Memberikan masukan dalam praktek hukum di Indonesia bagi
unsur penegak hukum dan terutama bagi Badan Intelijen Negara
dalam penyadapan sehingga tetap pada jalur due process of law.
2. Memberikan kontribusi teoritis dalam rangka pengembangan,
pemahaman, dan pendalaman pengetahuan ilmu hukum khususnya
ketika Badan Intelijen Negara melakukan penyadapan dalam
penanggulangan kejahatan terorisme.
3. Memberikan masukan guna pengembangan Ilmu Hukum,
khususnya dalam bidang hukum pidana terutama yang berkaitan
dengan hubungan fungsi intelijen dengan penegakan hukum pidana
dalam pemberantasan kejahatan terorisme.
4. Memberikan penjelasan tentang pentingnya fungsi intelijen dalam
pemberantasan kejahatan terorisme di Indonesia.
1. 5. Kajian Teoritis
1. 5. 1. Penyadapan
Dalam Pasal 1 Angka 19 Undang-undang nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa Penyadapan adalah
kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan
dengan cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau
jaringan komunikasi yang dilakukan melalui telepon dan/ atau alat
komunikasi elektronik lainnya.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
16
Dalam Pasal 55 huruf C Undang-undang nomor 5 tahun 1997
Tentang Psikotropika disebutkan bahwa selain yang ditentukan
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana, penyidik Polisi Negara Republik Indonesia dapat
menyadap pembicaraan melalui telepon dan/atau alat
telekomunikasi elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang
dicurigai atau diduga keras membicarakan masalah yang
berhubungan dengan tindak pidana psikotropika. Jangka waktu
penyadapan berlangsung untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Penjelasan Pasal 55 Undang-undang nomor 5 tahun 1997
Tentang Psikotropika:
“Pelaksanaan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik pembelian terselubung serta penyadapan pembicaraan melalui telepon dan/atau alat-alat telekomunikasi elektronika lainnya hanya dapat dilakukan atas perintah tertulis Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat yang ditunjuknya” Dalam pasal 12 ayat (1) Undang-undang nomor 30 tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi disebutkan
bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c
pada bagian huruf A, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang: melakukan penyadapan dan merekam
pembicaraan.
Dalam pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
17
Tindak Pidana Terorisme disebutkan bahwa berdasarkan bukti
permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pasal 26 ayat 4
penyidik berhak menyadap pembicaraan melalui telepon atau
alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk
mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana
terorisme.
Penjelasan pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang tentang
Intelijen Negara memberikan pengertian bahwa penyadapan
adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan,
mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik
menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan
nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio
frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan
dokumen lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-
undangan” adalah Undang-Undang ini. Hasil penyadapan
hanya digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk
dipublikasikan
1. 5. 2. Badan Intelijen Negara
Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 17
Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, yang dimaksud dengan
“Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
18
terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan
pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan
fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian
dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan,
dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan
nasional.” Sedangkan menurut pasal 1 angka 2 Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, yang
dimaksud dengan Intelijen Negara adalah penyelenggara
Intelijen yang merupakan bagian integral dari sistem
keamanan nasional9 yang memiliki wewenang untuk
menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara.
Badan Intelijen Negara berkedudukan sebagai koordinator
penyelenggara Intelijen Negara. Penyelenggara Intelijen Negara
lainnya, yaitu Intelijen TNI, Intelijen Kepolisian, Intelijen
Kejaksaan dan Intelijen Kementerian/lembaga pemerintah non-
Kementerian wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen.10
1. 5. 3. Bukti Permulaan
Berdasarkan Pasal 1 Butir 5 KUHAP yang dimaksud dengan
penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
9Berdasarkan penjelasan umum UU Intelijen, Keamanan nasional merupakan kondisi
dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman.
10 Pasal 28 (2) UU Intelijen
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
19
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut
cara yang diatur dalam Undang – undang ini. Fungsi penyelidikan
adalah untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana, maka fungsi penyelidikan akan berakhir
apabila telah ditemukan bukti permulaan yang cukup atau
sebaliknya. Dengan bukti permulaan yang cukup, berarti suatu
peristiwa yang semula baru dugaan dapat menampakan wujudnya
sebagai peristiwa pidana.
Tugas utama dari penyelidik dalam pengungkapan tindak
pidana terorisme mempunyai kewenangan untuk mencari dan
menemukan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana
terorisme atau tidak sehingga dapat menentukan apakah dapat
dilakukan tindakan penyidikan atau tidak.
Syarat utama dari penyelidik untuk dapat mendeteksi secara
dini tentang akan terjadinya suatu tindak pidana meliputi
kemampuan mengenai penggalangan dan pengolahan suatu
informasi tentang akan terjadi tindak pidana, sehingga korban
manusia, harta benda, dapat dicegah serta untuk menghindari
terjadinya perusakan dan pemusnahan secara massal dan mencegah
timbulnya rasa takut yang meluas di masyarakat. Kemampuan
penyelidik tersebut meliputi pengumpulan informasi, analisa
informasi, menyimpulkan informasi, dan menyajikan informasi.11
11 Moch.Faisal Salam. Motivasi Tindakan Terorisme.C.V. Mandar Maju, 2005, hal. 171
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
20
Untuk dapat mengumpulkan informasi dan barang bukti yang
sebanyak–banyaknya, penyelidik harus dapat mengusai teknik dan
taktik pengumpulan informasi dan barang bukti. Dalam tindak
pidana terorisme ketepatan dan kecepatan penyajian data akan sangat
berguna untuk mencegah terjadinya korban jiwa, karena dengan
ketepatan dan kecepatan penyajian data tersebut dapat segera
diambil tindakan.
1. 5. 4. Tindak Pidana Terorisme
Seorang Peneliti Terorisme Alex Schimid mendenifisikan
terorisme yaitu:
Terorrism is a method of combat in which random or symbolic victims serve as instrumental targets of violence. This instrumental victims share group or class characteristik which form the basis for their selection for victimization. Thorugh previos use a violance or the credible thereat violance other members of the group or class are put in a state of choronic fear (terror. This group or class, whose members sence of security is purposively undermined, is the target of terror. The victimization of target of violance is considered extranormaly by most observers from the witnessing audience on the basis of atrocity;the time (eg.peacetime) or place (not a battlefield) of victimization or the disregard for rules of combat accepted in conventional warfare. The norm violation creates an attentive audience beyond the target of terror; sectors of this audience might in turn form the main object of manipulation. The purpose of this indirect method of combat is either to immobileze secondary targets of demands (c.g a government) or target of ettention (eg,
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
21
public opinion) to changes of attitude or behaviour favouring the short or long term interest of the user of this method of combat.12
Definisi Alex Schimid menjelaskan bahwa terorisme adalah suatu
metode perang dimana korbannya dipilih secara acak dan hanya
sebagai simbolik dari target kekerasannya yang bersifat
instrumental. Melalui penggunaan kekerasan sebelumnya atau
ancaman kekerasan yang dapat menimbulkan ketakutan yang
mendalam atau kronis.
Sementara itu Brian Jenkis seperti yang dikutip Eman
Ramelan memberikan definisi terorisme sebagai the user or
thereatened used of force designed to bring about political charge.
Definisi tersebut hampir sama dengan definisi yang diberikan
Laquer yang menyatakan bahwa terorisme constitutes the
legitimate use of force to achieve a political objective by targeting
innocent people.13
Lebih lanjut definisi menurut Black’s Law Dictionary tentang terorisme yaitu :
Terrorism, “Act of terrorism“ means an activity that involes a violen act dangerous of human life that is vioalation of criminal laws of the United States or any states, or that would be a criminal violation if committed within the jurisdiction of the United State or State; and appears to be intended – (1) to intimidate or coerce a civilian population; (2) to influence the policy of government by intimidation or coercion; or (3) to
12Peter J. Van Krieken, Terrorism and the International Legal Order, T.M.C Asser Press,
Netherland, 2002, hal. 14 13Eman Ramelan, Terorisme Dalam Perspektif Hukum Internasional, yuridika, Vol.21
Nomor1, Januari – Februari 2006: 1- 12, hal. 4
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
22
effect the conduct of government by assassination or kidnapping.14 Dari rumusan diatas, maka yang dimaksud dengan Tindakan
(Act) terorisme terdapat 3 (tiga) unsur yaitu (1) mengintimidasi
penduduk sipil; (2) mempengaruhi kebijakan pemerintah; (3)
mempengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan
dan pembunuhan dengan kegiatan yang melibatkan unsur
kekerasan.
Sedangkan jika mengacu pada rujukan League of Nations
Conventions (1937) ” Terorisme adalah segala jenis tindak kriminal
dilakukan untuk melawan sebuah negara yang dimaksudkan untuk
menciptakan sebuah keadaan teror dalam mental orang atau pun
kelompok tertentu atau pun publik secara umum.”
Berdasarkan United Nations General Assembly ( resolusi
Nomor 50/186, 22 Desember 1995 ) adalah: “ Tindakan–tindakan
yang ditujukan pada penghancuran hak–hak asasi manusia,
kebebasan dasar dan demokrasi, mengancam integritas teritorial
dan keamanan suatu negara mendestibalisasikan legitimasi
pemerintahan konstitusional, perusakan terhadap pluralisme sosial
suatu masyarakat dan mempengaruhi kondisi pembangunan
ekonomi dan sosial suatu negara“.
Terorisme juga diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang -
Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
14Henry Campbell, Black Law Dictionary, West Publishing, ST. Paul Minn, 1990, hal. 1473
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
23
Pidana Terorisme. Pasal 6 Undang – Undang Nomor 15 Tahun
2003 menyatakan bahwa :
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek–obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas inter – nasional.”
Dari rumusan delik Pasal 6 tersebut disebut sebagai delik materieel.
Delik dengan perumusan materieel atau delict met materieel
omshrijving yaitu delik yang baru dianggap “voltooid met het
intreden van helt givolg” (terlaksana dengan timbulnya akibat)
yang dilarang.15
Dalam Pasal 7 Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyatakan
bahwa :
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek – obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional”
15Satochid Kartanegara, Hukum Pidana – Kumpulan Kuliah, Bagian Satu, Balai Lektur
Mahasiswa, 1970, hal. 118
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
24
Rumusan delik Pasal 7 Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diatas, disebut
juga sebagai delik formil. Delik dengan perumusan formil atau
“Delict met formele omschrijving “ yaitu delik yang dianggap telah
“voltoid“ (sepenuhnya terlaksana) dengan dilakukannya suatu
perbuatan yang dilarang.16
Dari masing-masing rumusan tindak pidana terorisme diatas
tampak jelas bahwa dalam pemahaman yang dominan dan resmi,
terorisme dilihat semata–mata sebagai tindakan yang pada tahap
akhir ditujukan untuk menghancurkan negara, artinya ia disamakan
dengan sejenis politik subversi. Dengan kata lain pendefinisian ini
lebih ditujukan untuk melindungi kepentingan dan kekuasaan resmi
negara. Tindak Pidana Terorisme dikatakan sebagai political
criminal di mana aktivitas kejahatannya dilakukan untuk tujuan-
tujuan yang bersifat ideologis. Pelaku tindak pidana terorisme
semacam ini mempunyai alasan tertentu, motivasi moral dan etis
tertentu, kepercayaan agama tertentu atau bahkan mungkin
memiliki teori ilmiah tertentu.
Tindak pidana terorisme apabila ditinjau dari modus operasi
maupun tujuan yang hendak dicapai selalu bervariasi sejalan
dengan motif yang dikehendaki oleh pelaku. Terdapat latar
belakang dan sasaran yang hendak dicapai yaitu baik untuk tujuan
16 Ibid
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
25
politik atau non politik, maupun gabungan dari keduanya dengan
skala prioritas pada kepentingan pelaku. Pada umumnya tindak
pidana terorisme dilakukan secara terencana, dilakukan oleh orang-
orang yang terlatih, sistematis, terorganisasikan, dan seringkali
bersifat lintas negara. Akibat yang ditimbulkan dari kejahatan
terorisme tidak terbatas pada timbulnya korban jiwa secara massal,
tetapi juga terjadi kerusakan dan penghancuran serta pemusnahan
harta benda, lingkungan hidup, sumber–sumber ekonomi sosial,
tetapi juga menimbulkan kegoncangan sosial politik, yang akan
berujung pada keruntuhan eksistensi suatu bangsa.
1. 6. Metode Penelitian
1. 6. 1. Tipe Penelitian
Mengingat ini ini merupakan penelitian hukum, maka metode
yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang
bertujuan untuk mencari pemecahan atas isu hukum serta
permasalahan yang timbul didalamnya, sehingga hasil yang akan
dicapai kemudian adalah memberikan preskripsi mengenai apa
yang seyogyanya atas isu yang diajukan.17 Peter M Marzuki18
dalam bukunya Penelitian Hukum, menyatakan bahwa penelitian
hukum merupakan proses untuk menemukan aturan hukum,
17Peter Mahmud Marzuki, Perlunya Undang-undang Tentang Macam Dan Harga Mata Uang
(Penelitan) Kerja Sama Dengan Bank Indonesia, Hal 2. Lihat juga Peter Mahmud Marzuki, ”Penelitian Hukum”, Yuridika, Volume 16, Nomor2, Maret 2001, hal. 103
18Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hal. 35
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
26
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi.
1. 6. 2. Pendekatan Masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan melalui statute
approach (pendekatan peraturan perundang–undangan) dan
konseptual approach (pendekatan konsep) tentang pemberantasan
kejahatan terorisme yaitu pembahasan pokok permasalahan
ditelaah berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku.
Pendekatan perundangan-undangan (statute approach) mutlak
diperlukan guna mengkaji lebih lanjut mengenai dasar hukum
wewenang dan fungsi dari intelijen dalam pemberantasan
kejahatan terorisme. Secara teoritis wewenang itu memberikan
dasar hukum untuk bertindak dan mengambil keputusan tertentu
berdasarkan wewenang yang diberikan atau melekat padanya
berdasarkan peraturan perundang-undangan.19 Perlu dilakukan
penganalisaan peraturan perundang-undangan melalui pendekatan
perundang-undangan yang menjadi dasar kewenangan tersebut.
Dengan demikian, maka pendekatan perundangan-undangan
dimaksudkan untuk melakukan kajian dan analisis terhadap
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
kewenanangan dan fungsi intelijen sebagai elemen yang dilibatkan
19 Phlipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang”, Yuridika, Fakultas Hukum Unair, Nomor 5&6,
Edisi September s/d Desember 1997, hal. 3-5
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
27
dalam pemberantasan kejahatanterorisme.
Pendekatan konseptual (conceptual approach) digunakan
untuk mengkaji dan menganalisis kerangka konseptual maupun
landasan teoritis mengenai perbuatan melawan hukum terutama
dalam hal penyadapan terhadap orang yang diduga melakukan
tindak pidana terorisme. Pendekatan konseptual dilakukan dengan
merujuk pada prinsip-prinsip hukum yang dapat ditemukan pada
doktrin-doktrin hukum maupun pandangan-pandangan para sarjana.
1. 6. 3. Sumber Bahan Hukum.
Sumber penelitian hukum dalam penelitian hukum ini, berupa
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum
primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya
mempunyai otoritas yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-
catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan.
Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen resmi, yang meliputi: buku teks, kamus hukum,
jurnal hukum termasuk yang on-line.
Dengan demikian yang menjadi bahan hukum primer di dalam
penelitian ini, adalah:
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
28
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
5. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
7. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
ICCPR
8. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen
Negara.
9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial
Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah seluruh
buku teks, kamus hukum, maupun jurnal hukum (termasuk yang
diperoleh dari internet), serta sumber lain yang dapat menunjang
penulisan ini. Prosedur dan pengolahan sumber hukum dilakukan
dengan studi kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu dengan membaca dan
memahami peraturan perundang – undangan tentang pemberantasan
kejahatanterorisme di Indonesia, buku – buku literatur, artikel,
jurnal, internet, buletin, majalah, dan bahan pustaka lain yang
menunjang penulisan. Bahan-bahan tersebut kemudian
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
29
diklasifikasikan berdasarkan pokok bahasan permasalahan yang akan
diulas dalam penulisan penelitian ini. Setelah itu bahan-bahan
tersebut diolah dan dirumuskan secara jelas, rinci dan sistematis
sesuai dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas.
1. 6. 4. Pengolahan dan Anlisis Bahan Hukum
Bahan hukum primer berupa perundang-undangan
diinventarisir dan diklasifikasi. Bahan hukum sekunder
dikumpulkan dengan cara sistem kartu catatan, yang terdiri dari
kartu ikhtisar (memuat ringkasan tulisan sesuai aslinya secara garis
besar dan pokok gagasan yang memuat pendapat asli penulis),
kartu kutipan (untuk memuat catatan pokok permasalahan), dan
kartu ulasan (berisi analisis dan catatan khusus penulis).
Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang sudah
diinventarisir diklasifikasi, kemudian ditelaah dengan pendekatan
perundang-undangan dan konseptual guna memperoleh gambaran
sinkronisasi dari semua bahan hukum untuk selanjutnya dilakukan
analisia secara normatif.
1. 7. Pertanggungjawaban Sistematika
Sistematika penelitian tesis ini disusun dalam empat bab, yang dimulai
dengan sistematika Bab I. Bab ini menjelaskan secara umum mengenai latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
30
penelitian, serta urutan sistematika penelitian. Uraian dalam Bab I
merupakan dasar pijakan bagi penelitian tesis dan juga sebagai pengantar
pembahasan bab-bab berikutnya.
Bab II merupakan jawaban atas isu hukum yang pertama, yaitu
mengenai kewenangan penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen
Negara dalam memperoleh bukti permulaan tindak pidana terorisme.
Pembahasan bab kedua ini akan menjelaskan mengenai dasar hukum yang
mengatur mengenai penyadapan oleh Badan Intelijen Negara, termasuk
didalamnya mengenai bukti permulaan tindak pidana terorisme.
Bab III merupakan jawaban atas isu hukum yang kedua, yaitu mengenai
penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara terhadap orang yang
diduga melakukan tindak pidana terorisme. Bab III akan membahas
mengenai konsep terduga terorisme dalam sistem peradilan pidana di
Indonesia sehingga sehingga diperoleh kejelasan mengenai legalitas
penyadapan oleh Badan Intelijen Negara terhadap orang yang diduga
terorisme.
Bab IV merupakan bagian penutup dari keeluruhan rangkaian telaah
dalam tesis ini. Bab ini berisi kesimpulan serta saran terhadap hasil analisis
yang dilakukan. Kesimpulan merupakan inti sari atau bagian utama dari
pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam tesis, sedangkan
saran merupakan bentuk kristalisasi atau penegasan pemikiran penulis
sebagai usulan terhadap kesimpulan yang ada.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
31
BAB II
KEWENANGAN PENYADAPAN YANG DILAKUKAN BADAN
INTELIJEN NEGARA DALAM MEMPEROLEH BUKTI PERMULAAN
2. 1. Pengaturan Penyadapan di Indonesia
Penyadapan sangat berguna sebagai salah satu cara dalam
pengungkapan kejahatan, penyadapan merupakan cara yang efektif dalam
proses penyelidikan, mengingat perkembangan modus kejahatan yang
bersifat terorganisir dan lintas negara. Penyadapan sebagai alat pencegah
dan pendeteksi kejahatan juga memiliki kecenderungan yang berbahaya
bagi hak asasi manusia, bila berada pada hukum yang tidak tepat baik
disebabkan lemahnya pengaturan maupun karena tidak adanya pengawasan.
Penyadapan dalam kerangka hukum pidana haruslah dilakukan dengan
lawful interception yang berarti suatu penyadapan dan pengawasan terhadap
aktifitas komunikasi harus dilakukan secara hukum dan dilakukan oleh
lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan yang ditentukan oleh
peraturan tertentu kepada individu maupun kelompok. Agar suatu intersepsi
itu sah secara hukum, maka harus didasarkan pada peraturan perundang–
undangan, dilaksanakan secara teknis dan prosedural.
Aspek tersebut dapat dihubungkan dengan aspek pengamanan terhadap
hasil penyadapan sebagai forensik bukti digital manakala akan diajukan
pada persidangan. Apabila aparat penegak hukum melakukan intersepsi
tidak berdasarkan atau melandaskan pada kaidah hukum yang berlaku dan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
32
atas prosedur yang jelas maka akan terjadi unlawful interception sehingga
berakibat seluruh alat bukti digital dari hasil intersepsi tersebut batal demi
hukum dan tidak memiliki kekuatan pembuktian.
Dalam berbagai referensi, ”Intercept adalah to covertly receive or listen
to a communication, refers to covert reception by a law enforcement
agency. (Terjemahan bebas: menerima atau mendengarkan komunikasi
secara diam-diam, mengacu pada penerimaan rahasia oleh lembaga penegak
hukum).20 Wiretapping sebagai bagian dari intersepsi diartikan sebagai
“Electronic or mechanical eavesdropping, done by law enfocerment officers
under court order, to listen to private conversation. Wiretapping is
regulated by federal and State Law.” (Terjemahan bebas: menguping secara
elektronik dan mekanik, dilakukan oleh petugas penegak hukum dibawah
perintah pengadilan, untuk mendengarkan percakapan pribadi. Penyadapan
diatur oleh hukum federal dan negara).21 Dalam kamus Oxford, interception
didefinisikan sebagai “to cut off from access or communication .”
(Terjemahan bebas: memotong akses atau komunikasi).
Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, definisi
penyadapan ada dalam Pasal 1 Angka 19 Undang-undang Nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika menyatakan bahwa penyadapan adalah kegiatan
atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan cara
menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi
yang dilakukan melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya.
20 Blacks Law Dictionary, Edisi 7
21 Ibid
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
33
Selanjutnya penjelasan Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dimaksud dengan
penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan,
mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan
jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran
elektromagnetis atau radio frekuensi.
Peraturan Menkomino Nomor 11/PER/M. KOMINFO/02/2006 Tentang
Teknis Penyadapan Terhadap Informasi yang berisi pedoman-pedoman
dalam melakukan penyadapan secara sah, mendefenisikan bahwa
penyadapan informasi adalah mendengarkan, mencatat, atau merekam suatu
pembicaraan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dengan
memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi tanpa
sepengetahuan orang yang melakukan pembicaraan atau komunikasi
tersebut.
Defenisi penyadapan dalam Rancangan Undang–undang Hukum Acara
Pidana dalam Pasal 83 ayat (1) menyatakan penyadapan pembicaraan
melalui telepon atau alat telekomunikasi yang lain dilarang, kecuali
dilakukan terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana serius
atau diduga keras akan terjadi tindak pidana serius tersebut, yang tidak
dapat diungkap jika tidak dilakukan penyadapan.
Di Indonesia, perlindungan atas hak privasi baru dikenal luas setelah
amandemen UUD 1945, namun ketentuan yang dapat dirujuk salah satu
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
34
bentuk perlindungan privasi di Indonesia adalah Pasal 551 KUHP. Pasal 551
KUHP menyebutkan bahwa “Barang siapa tanpa wewenang berjalan atau
berkendaraan di atas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang
memasukinya, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua
puluh lima rupiah”, Setelah reformasi Hak atas Privasi di Indonesia dijamin
perlindungannya secara eksplisit dalam berbagai peraturan perundang–
undangan dan juga Konstitusi Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 menyatakan,
”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan
dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Pasal 32 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia menyatakan:
"Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat
termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik
tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau
kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundan-gundangan."
Pasal 40 Undang-undang No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
menyebutkan bahwa:
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
35
"Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas
informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi
dalam bentuk apapun;
dimana di dalam penjelasan Pasal 40 Undang-undang No. 36 Tahun 1999
Tentang Telekomunikasi disebutkan bahwa,
"yang dimaksud dengan penyadapan dalam pasal ini adalah
kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada
jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi
dengan cara tidak sah. Pada dasarnya informasi yang dimiliki
seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga
penyadapan harus dilarang”
Pasal 31 ayat (1) Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa,
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu
Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain”.
Pasal 31 ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik disebutkan,
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat
publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
36
Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan
adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
sedang ditransmisikan.”
Jadi di satu sisi perlindungan privasi telah dijunjung tinggi tidak hanya oleh
Konstitusi di indonesia namun juga di masukkan dalam berbagai peraturan
perudang-undangan. Oleh karena itu maka instruksi atas hak ini pun harus
diatur dalam undang-undang yang tak menafikkan hak privasi tersebut.
Perlindungan hak privasi ini pun dalam hukum pidana telah ada, Lihat Bab
XXVII KUHP Tentang Kejahatan Jabatan yang mengatur larangan kepada
para pejabat yang berwenang untuk melakukan penyadapan, pengawasan,
merampas, mendapatkan informasi yang termuat didalam benda-benda yang
dapat menyimpan data-data telekomunikasi seperti surat, telegraf atau isi
percakapan telepon.
Sejumlah peraturan yang memuat aturan-aturan penyadapan dapat
dijumpai dalam peraturan – peraturan di bawah ini:
No. Peraturan Keterangan Isi Peraturan
1. Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 Tentang
Psikotropika22
Memberikan kewenangan kepada penyidik
Polri untuk melakukan penyadapan dengan
tujuan terkait tindak pidana Psikotropika. Izin
22Pasal 55 huruf c dan penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
37
ditujukan pada Kapolri dengan jangka waktu
penyadapan paling lama 30 (tiga puluh) hari,
namun tidak mengatur jangka waktu
perpanjangan.
2. Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi23
Hanya mengatur kewenangan penyidik untuk
secara spesifik bertujuan dalam rangka
mempercepat proses penyidikan.
3. Undang-Undang Nomor 36
Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi24
Mengatur mengenai kewajiban perusahaan
jasa telekomunikasi untuk menyimpan data-
data komunikasi serta perekaman terhadap
data komunikasi yang dilakukan oleh
penggunanya, sebagai bukti penggunaan
fasilitas jasa telekomunikasi dan/atau untuk
keperluan peradilan pidana.
4. Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi25
Hanya mengatur pemberian kewenangan
kepada KPK untuk melakukan penyadapan,
pengaturan lebih spesifik diatur dalam SOP
(Standart Oprasional prosedur) KPK yang
23Pasal 26 dan Pasal 30 dan penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 24Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi 25Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
38
bersifat rahasia
5. Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2003 Tentang
Advokat26
Mengatur mengenai perlindungan terhadap
penyadapan atas komunikasi elektronik serta
hak atas kerahasiaan hubungan advokat
dengan Kliennya.
6. Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007 Tentang
Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan
Orang27
Mengatur tentang kewenangan penyidik
untuk melakukan penyadapan terkait tindak
pidana perdagangan orang berdasarkan bukti
permulaan yang cukup dengan izin tertulis
kepada Ketua Pengadilan untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
7. Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi
Elektronik28
Mengatur tentang larangan penyadapan,
terkecuali penyadapan demi kepentingan
penegakan hukum atas permintaan kepolisian,
kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum
lainnya.
8. Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang
Narkotika29
Mengatur pemberian kewenangan pada
penyidik (Penyidik BNN (Badan Narkotika
Nasional) dan Penyidik Kepolisian) terkait
peredaran gelap narkotika setelah terdapat
26Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat 27Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang 28Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 29Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
39
bukti awal yang cukup dengan beberapa cara
penyadapan. Jangka waktu penyadapan paling
lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang 1
(satu) kali untuk jangka waktu yang sama,
penyadapan hanya dilaksanakan atas izin
tertulis dari Ketua Pengadilan. Undang-
Undang ini juga mengatur mengenai
penyadapan dalam keadaan mendesak, dan
dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua
puluh empat) jam Penyidik wajib meminta
izin tertulis Kepada Ketua Pengadilan Negeri.
9. Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2011 Tentang
Intelijen Negara30
Mengatur mengenai kewenangan untuk
melakukan penyadapan oleh BIN (Badan
Intelijen Negara), dengan tujuan untuk
penggalian informasi terhadap Sasaran yang
terkait dengan kegiatan yang mengancam
kepentingan dan keamanan nasional.
Penyadapan dilakukan atas perintah Kepala
BIN dan ketetapan Ketua Pengadilan Negeri,
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan dan dapat
diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
30Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
40
10. Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2011 Tentang
Perubahan Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial31
Mengatur mengenai ketentuan bahwa Komisi
Yudisial dapat meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum untuk melakukan
penyadapan dan merekam pembicaraan dalam
hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik
dan/atau Pedoman Perilaku Hakim oleh
Hakim.
11. Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2000
Tentang Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi32
Mengatur mengenai ketentuan terkait
kewenangan penyidik untuk melakukan
penyadapan. Tidak ada pengaturan lain
maupun penjelasan terkait kewenangan
tersebut.
12. Undang-undang Nomor 15
Tahun 2003 Tentang
penetapan Perpu Nomor 1
Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme, menjadi
Undang-undang33
Mengatur mengenai kewenangan penyidik,
berdasarkan bukti permulaan yang cukup,
untuk melakukan penyadapan terkait tindak
pidana terorisme. Penyadapan dilakukan atas
atas perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun, dan
harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan
kepada atasan penyidik.
31Pasal 20 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial 32Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi 33Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2002
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-undang
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
41
13. Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2000
Tentang Penyelenggaraan
Jasa Telekomunikasi34
Mengatur mengenai Permintaan informasi
dan hasil rekaman penyelenggara jasa
telekomunikasi oleh Jaksa Agung dan atau
Polri untuk tindak pidana tertentu dengan
tembusan kepada Menteri Infokom. Peraturan
Pemerintah ini juga mengatur permintaan
tertulis yang harus memuat obyek yang
direkam, masa rekaman dan priode waktu
laporan hasil rekaman. Hasil rekaman
informasi harus disampaikan secara rahasia
kepada Jaksa Agung dan atau Kepala
Kepolisian dan atau Penyidik. Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib memenuhi
permintaan perekaman informasi selambat-
lambatnya dalam waktu 1 kali 24 jam
terhitung sejak permintaan diterima. Apabila
tidak memungkinkan maka harus dulakukan
pemberitahuan selambat-lambatnya 6 (enam)
jam setelah diterimanya permintaan tersebut.
14. Peraturan Menteri Informasi
dan komunikasi Nomor 11
Mengatur mengenai Penyadapan yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum melalui
34Pasal 87 sampai dengan Pasal 89 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 Tentang
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
42
Tahun 2006 Tentang Teknis
Penyadapan Terhadap
Informasi35
alat dan/atau perangkat penyadapan
informasi. Alat dan/atau perangkat
penyadapan dan proses identifikasi sasaran
dikendalikan oleh aparat penegak hukum
yang berwenang. Penyadapan dapat dilakukan
dengan tujuan untuk keperluan penegakan
hukum, namun tindak pidana yang
dimaksudkan tidak secara spesifik disebutkan.
Hasil penyadapan bersifat rahasia.
Pengawasan terhadap penyadapan dilakukan
oleh Tim Pengawas yang dibentuk oleh
Direktur Jenderal untuk melakukan verifikasi
aspek legal dan teknis pelaksanaan
penyadapan informasi secara sah
35Peraturan Menteri Informasi dan komunikasi Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Teknis
Penyadapan Terhadap Informasi
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
43
15. Peraturan Menteri Informasi
dan Komunikasi Nomor 1
Tahun 2008 Tentang
Perekaman Informasi untuk
Pertahanan dan Keamanan
Negara36
Mengatur tentang Perekaman Informasi untuk
kepentingan pertahanan dan keamanan
negara, dilakukan atas permintaan Intelijen
Negara kepada Penyelenggara
Telekomunikasi dengan tembusan kepada
Menteri. Tata cara penyadapan diatur
berdasarkan SOP (Standar Operasional
Prosedur) yang ditetapkan oleh BIN sesuai
karekteristik kepentingannya. Seluruh
informasi bersifat rahasia dan hanya
dipergunakan oleh BIN untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan negara.
16. Peraturan Kepala Kepolisian
Republik Indonesia Nomor
5 Tahun 2010 Tentang Tata
Cara Penyadapan Pada
Pusat Pemantauan
Kepolisian Negara Republik
Indonesia37
Mengatur mengenai pedoman tata cara
permintaan penyadapan, pelaksanaan operasi
penyadapan dan pemantauan, penanganan
hasil penyadapan dan pengawasan dan
pengendalian terhadap proses penyadapan.
36Peraturan Menteri Informasi dan Komunikasi Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perekaman
Informasi untuk Pertahanan dan Keamanan Negara 37Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Tata Cara
Penyadapan Pada Pusat Pemantauan Kepolisian Negara Republik Indonesia
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
44
17. Standart Oprasional
Prosedur Komisi
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (KPK)
Bersifat Rahasia, tidak dapat diakses
18. Perkap Pidana Korupsi
(KPK)
Bersifat Rahasia, tidak dapat diakses.
Aturan-aturan mengenai izin penyadapan tergantung pada kewenangan
masing-masing lembaga, jadi otoritas pemberian ijin penyadapan lewat
masing masing regulasi yang ada. Disamping itu ruang lingkup penyadapan
tersebut hanya mengatur penyadapan yang ditujukan pada beberapa tindak
pidana tertentu pula, mengikuti lembaga negara yang dimaksudkan.
Penyadapan sebagai bagian upaya paksa adalah jalan terakhir dari suatu
upaya pembongkaran kasus, selain untuk memperkecil potensi pelanggaran
HAM, hal ini juga untuk mendorong profesionalitas dari penyidik agar
dapat bekerja lebih efektif. Prinsip dasar penyadapan, yaitu:
a. Dilakukan hanya untuk tindak pidana yang tidak dapat diungkap jika
tidak dilakukan penyadapan,
b. Proses penyadapan terhadap suatu pembicaraan dengan keterlibatan
pihak lain bukan objek penyadapan, serta penyadapan terhadap
materi pembicaraan yang bukan objek penyidikan harus
diminimalkan, dan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
45
c. Hasil penyadapan bersifat rahasia dan terbatas. Hanya dapat
digunakan pada proses persidangan dengan penggunaan minimal.
Prinsip huruf (b) dan (c) merupakan perwujudan dari asas prosedur minimal
yang harus dijunjung dalam RKUHAP. Prosedur minimal menjamin hak
dari tersangka/terdakwa atau pihak lain yang terlibat langsung dalam
pembicaraan penyadapan, penjaminan ini bertitik tolak pada perlindungan
HAM.
Secara konsep, penyadapan merupakan suatu jalan terakhir dalam
upaya suatu pengungkapan kasus, artinya ada priode dimana diketahui suatu
peristiwa hukum merupakan peristiwa hukum pidana, yang akibatnya dapat
diprediksi namun dalam pengungkapannya sulit untuk dilakukan. Dengan
alasan itu pulalah maka penyadapan diletakkan sebagai upaya pamungkas
dalam suatu penyidikan apabila dianggap suatu upaya dalam penyidikan
terhalang karena minim bukti sehingga tidak dapat mengungkap suatu
kasus.
Pencegahan ini dimaksudkan agar masyarakat terhindar dari akibat-
akibat tindak kejahatan yang akan terjadi. Untuk menghindari kejahatan
tersebut, maka negara membuat suatu kebijakan hukum guna mengantisipasi
hal tersebut. Salah satu contohnya adalah penyadapan. Penyadapan bisa
dikatakan sebagai salah satu sifat prevensi umum dari hukum pidana.
Tujuan dari hal itu adalah untuk melindungi masyarakat sipil. Dapat dilihat
bahwa dalam sistem hukum di Indonesia, untuk mencegah terjadinya
kejahatan, dan demi melindungi masyarakat sipil, orang yang masih
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
46
“diduga” berdasarkan bukti permulaan, sudah dapat dilakukan tindakan atau
proses hukum terhadap orang tersebut.
Pada komentar umum Nomor 16 ICCPR, meski hak privasi adalah
bagian dari Fundamental Rights, namun demi kepentingan publik yang
lebih luas, pelakasanaan dari hak tersebut dapat dibatasi oleh negara,
melalui peraturan perundang-undangan. Dinyatakan pada point 7 komentar
umum, “Karena semua orang hidup dalam masyarakat, perlindungan
terhadap pribadi (privacy) pada dasarnya bersifat relatif. Namun, pihak
berwenang publik yang kompeten hanya dapat meminta informasi yang
berkaitan dengan kehidupan pribadi individual sejauh diperlukan untuk
kepentingan masyarakat sebagaimana dipahami berdasarkan Kovenan.”
Artinya adalah pelanggaran privasi dari itu dapat dilakukan sejauh
diperlukan untuk kepentingan masyarakat. Kemudian dalam point 8
dinyatakan, “Bahkan dalam hal campur tangan yang sesuai dengan
Kovenan, peraturan yang relevan harus memuat secara detil dan tepat
kondisi-kondisi di mana campur tangan tersebut dapat diijinkan. Suatu
keputusan untuk melaksanakan kewenangan campur tangan semacam itu
hanya dapat dibuat oleh pihak berwenang yang ditugaskan oleh hukum, dan
berdasarkan kasus-per-kasus.” Artinya, hak privasi adalah bagian dari hak
asasi manusia yang dapat dibatasi (derogable rights), dengan sejumlah pra-
syarat tertentu, yang diatur menggunakan undang-undang.
Prasyarat inilah yang menentukan kadar daripada apakah seseorang
dapat diambil tindakan hukum oleh negara dengan cara menyadapnya
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
47
apabila diduga melakukan kejahatan atau tidak. Prasyarat ini tentu saja
berdasarkan dari pada bukti-bukti permulaan yang cukup dan tahap-tahap
dari sejauh mana perbuatan itu dilakukan dan potensi yang akan
ditimbulkan apabila kejahatan itu akan terjadi. Unsur subjektif dan unsur
objektif dari kejahatan ini adalah hal yang merupakan prasyarat dari
penentuan seseorang dapat dikenakan tindakan hukum atau tidak.
2. 2. Intelijen
Secara etimologi pengertian intelijen ialah orang yang bertugas mencari
(mengamat-ngamati) seseorang; dinas rahasia.38 Menurut International
Dictionary, intelligence is a government department or other group of people
who gather and deal with information about other countries or enemies; or
the information that is gathered.39
Dari segi terminologi, Washington Plat memberikan definisi intelijen
dalam bukunya Strategic Intelligence Production sebagaimana yang dikutip
oleh Irawan Sukarno40 :
“Intelligence is a meaning full statement derived from information which has been selected, evaluated and interpreted finally expressed so that it’s significance to current national problem clear. (Intelijen adalah suatu pernyataan yang disimpulkan dari bahan keterangan yang sudah dipilih, dinilai, diinterpretasi dan akhirnya dinyatakan sedemikian rupa sehingga jelas kepentingannya bagi persoalan-persoalan politik nasioanal)”
38Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, edisi III, cet.II, 2002), hal. 438 39Tim Editorial, Cambridge International Dictionarry of English, (London: Cambridge
University Press, 1996), hal. 740 40Irawan Sukarno, Dasar-Dasar Intelijen Strategis, (Jakarta: Markas Besar Angkatan
Bersenjata RI, Lembaga Pertahanan Nasional, 1988), hal. 9
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
48
Sedangkan kegiatan intelijen adalah suatu kegiatan yang diatur untuk
mengevaluasi dan memproses informasi untuk menguasai kemampuan
intelijen lawan, berupa ancaman, tantangan, halangan, dan gangguan, atau
bahaya yang bisa dapat merusak sesuatu kebijakan. Pengertian intelijen yang
identik dengan mata-mata sebenarnya hanyalah salah satu kesamaan
pekerjaa/tugas untuk mengumpulkan informasi bagi kebutuhan intelijen itu
sendiri. Sehingga produk intelijen antara lain, resume informasi tentang objek
penyelidikan.41
Menurut Shulsky dan Schmith pada tataran operasional, terdapat 4
(empat) hakikat intelijen42, yaitu;
1. Bagian dari sistem keamanan nasional;
2. Sistem peringatan dini;
3. Sistem manajemen informasi;
4. Sistem analisis strategis, dimana tujuannya adalah untuk mencegah
terjadinya pendadakan startegis (strategic suprises) di bidang
keamanan nasional dan melindungi keutuhan dan keberlangsungan
negara berdasarkan prinsip negara demokratis.
Maka menurut pemikiran Shulsky dan Schmitt ini, hakekat intelijen adalah
melindungi kebutuhan dan kelestarian negara berdasarkan prinsip negara
41A. C. Manulang, Menguak Tabu Intelijen, Teror, Motif, dan Rezim, Jakarta, Panta Rhei Cet.
I, 2001, hal. 4 42Ali Abdullah Wibisono dan Faisal Idris, Menguak Intelijen “Hitam” Indonesia, Ed. Andi
Widjojanto, Jakarta, Pacivis UI, 2006, hal. 14
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
49
demokratis dengan membentuk sistem peringatan dini dan sistem analisa
strategis untuk mencegah pendadakan strategis di bidang keamanan nasional.43
Mengenai karakteristik utama yang melekat pada intelijen, memiliki
kecenderungan bersifat lentur dengan orientasi wilayah kerja yang mencakup
seluruh lingkungan geostrategis suatu negara. Hal ini tentunya berbeda dengan
tentara dan kepolisian, pembentukan lembaga militer atau tentara bertujuan
untuk melindungi suatu negara dari ancaman serangan bersenjata oleh pihak
luar atau eksternal, maka kepolisian dibentuk untuk melidungi negara dari
ancaman internal, khususnya terkait dengan penegakan hukum.44
Terkait mengenai fungsi yang melekat pada intelijen, yakni: pengumpulan
(collection), analisis (analysist), kontra-intelijen (counter-intelligence), dan
operasi tertutup/rahasia (covert action), intelijen mempunyai cakupan kegiatan
yang tidak terbatas di dalam negeri saja, akan tetapi meliputi di luar negeri.
Berdasarkan fungsi dan cakupannya yang meliputi dalam dan luar negeri ini,
intelijen memiliki kewenangan khusus untuk mengatasi ancaman yang spesifik
yang mengancam keamanan nasional, terlebih lagi warga negara di suatu
negara tertentu.
Menurut Penjeleasan Umum UU Intelijen Negara, secara universal
pengertian dari Intelijen adalah :
a. pengetahuan, yaitu informasi yang sudah diolah sebagai bahan
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan;
43Ibid 44Andi Widjajanto, Cornelis Lay, & Makmur Keliat, Intelijen: Velox et Exactus, Jakarta,
Pacivis UI & Kemitraan, 2006, hal. 19
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
50
b. organisasi, yaitu suatu badan yang digunakan sebagai wadah yang
diberi tugas dan kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi dan
aktivitas Intelijen; dan
c. aktivitas, yaitu semua usaha, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan
penyelenggaraan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.
Intelijen Negara sangat berperan di dalam melakukan upaya, pekerjaan,
kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka
pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat
ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan
nasional.
Tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai,
menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan intelijen dalam rangka
memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan
bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan
eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan
keamanan nasional.
Asas yang terkandung di dalam penyelenggaraan Intelejen negara adalah,
sebagai berikut 45:
a. profesionalitas;
Yang dimaksud dengan “asas profesionalitas” adalah dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, setiap Personel Intelijen Negara
45Lihat pasal 2 Undang-undang Nomor. 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
51
mempunyai keahlian, kemampuan, dan komitmen sesuai dengan
profesinya.
b. kerahasiaan;
Yang dimaksud dengan “asas kerahasiaan” adalah dalam menjalankan
tugas dan fungsinya, aktivitas Intelijen bersifat tertutup.
c. kompartementasi;
Yang dimaksud dengan “asas kompartementasi” adalah dalam
menjalani tugas dan fungsinya, aktivitas Intelijen terpisah satu sama
lain, dan hanya diketahui oleh unit yang bersangkutan
d. koordinasi;
Yang dimaksud dengan “asas koordinasi” adalah proses harmonisasi
hubungan fungsional dan upaya sinkronisasi serta sinergi dalam
penyelenggaraan aktivitas Intelijen demi tercapainya tujuan.
e. integritas
Yang dimaksud dengan “asas integritas” adalah sikap penyelenggara
Intelijen yang didasari pada ketulusan hati, kejujuran, setia, dan
komitmen yang tinggi untuk mencapai keterpaduan, kesatuan, dan
keutuhan.
f. Netralitas;
Yang dimaksud dengan “asas netralitas” adalah sifat atau sikap tidak
berpihak dari segala bentuk pengaruh mana pun, termasuk dalam
kehidupan politik, partai, golongan, paham, keyakinan, dan kepentingan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
52
pribadi, tetapi semata-mata hanya untuk kepentingan bangsa dan
negara.
g. akuntabilitas;
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah setiap aktivitas
intelijen terukur dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan asas
demokrasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. objektivitas.
Yang dimaksud dengan “asas objektivitas” adalah sikap dan tindakan
yang didasarkan pada fakta dan tidak dipengaruhi pendapat,
pertimbangan, dan kepentingan pribadi atau golongan
Penyelenggara Intelijen Negara terdiri atas penyelenggara Intelijen Negara
yang bersifat nasional (Badan Intelijen Negara), penyelenggara Intelijen alat
negara, serta penyelenggara Intelijen kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian. Untuk mewujudkan sinergi terhadap seluruh penyelenggara
Intelijen Negara dan menyajikan Intelijen yang integral dan komprehensif,
penyelenggaraan Intelijen Negara dikoordinasikan oleh Badan Intelijen
Negara.
2. 2. 1 Badan Intelejen Negara
a. Kedudukan Badan Intelijen Negara
Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 17 Tahun
2011 Tentang Intelijen Negara, yang dimaksud dengan “Intelijen
adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
53
perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan
keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang
terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan
dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan
setiap ancaman terhadap keamanan nasional.” sedangkan menurut
pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang
Intelijen Negara, yang dimaksud dengan Intelijen Negara adalah
penyelenggara Intelijen yang merupakan bagian integral dari
sistem keamanan nasional46 yang memiliki wewenang untuk
menyelenggarakan fungsi dan kegiatan Intelijen Negara.
Menurut Hasnan Habib47, keamanan dalam arti luas
mencakup dimensi eksternal dan dimensi internal. Keamanan
nasional (national security) memberikan rasa aman, tenteram, dan
kepastian bagi suatu bangsa dalam mencapai aspirasi-aspirasinya.
Keamanan nasional dipengaruhi oleh berbagai bentuk dan sifat
ancaman yang lebih luas dari perang dan dapat bersumber dari
dalam maupun luar negeri. Yang datang dari luar umpamanya
perang dengan seluruh spektrumnya, terorisme internasional, dan
kejahatan Internasional.
46Berdasarkan penjelasan umum Undang-undang No. 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman.
47Hasnan Habib, “Lingkungan Internasi onal dan Ketahanan Nasional”, dalam Ichlasul Amal dan Atmadidy Armawi, ed., Sumbangan Ilmu Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional, Jakarta, 1995, hal. 251
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
54
Keamanan nasional adalah konsep yang abstrak, sulit
didefinisikan. Spektrumnya sangat luas, jauh lebih luas dari hanya
aspek fisik militer saja. Keamanan nasional menjadi fungsi dan
tanggung jawab pemerintah yang sangat fundamental karena
keamanan nasional merupakan kepentingan nasional yang vital.
Hal ini jika dibandingkan dengan maksud keamanan nasional di
dalam penjelasan umum UU Intelijen sangat berbeda.
Penjelasan Umum alinea 3 UU Intelijen
“Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yangmenjamin keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa,terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman”
Tujuan keamanan nasional dimaksudkan untuk menjamin
keselamatan rakyat, kedaulatan negara, keutuhan wilayah,
integritas, dan eksistensi pemerintah dan bangsa, kepentingan
nasional serta kesinambungan perjuangan bangsa. Fungsi - fungsi
keamanan nasional adalah48:
a. membangun kemampuan pertahanan;
b. memelihara keamanan negara;
c. menegakkan hukum secara paksa;
d. membina kepastian hukum;
e. membina ketentraman dan ketertiban masyarakat; dan
48Naskah akademik Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Hal. 10
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
55
f. melindungi masyarakat dari berbagai bencana, baik karena
alam, kelalaian, maupun kesengajaan
Penyelenggaraan fungsi keamanan nasional seperti yang dimaksud,
memunculkan spesialisasi, diferensiasi, dan lingkup intelijen
negara yang dimanifestasikan ke dalam :49
a. Defence intelligence mulai dari yang terbatas pada lingkup
intelijen pertempuran (combat intelligence) sampai dengan
intelijen strategis.
b. secret intelligence yang berkaitan dengan intelijen luar
negeri;
c. domestic intelligence atau security intelligence, dalam
rangka memelihara keamanan negara, khususnya dari
ancaman yang berada di dalam negeri;
d. crime and law enforcement intelligence yang berkaitan
dengan intelijen kriminal dan penegakan hukum; dan
e. intelligence for public protection, intelijen yang digunakan
dalam rangka untuk melindungi masyarakat dari berbagai
wujud bahaya.
Di dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011
Tentang Intelijen Negara menyebutkan bahwa Badan Intelijen
Negara merupakan alat Negara yang menyelenggarakan fungsi
intelijen dalam dan luar negeri. Sedangkan kedudukannya, pada
49Ibid, hal. 10
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
56
pasal 27 disebutkan bahwa “Badan Intelijen Negara sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 9 huruf a berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden”.50
Dalam penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Intelijen Negara, khususnya pada
bagian “Umum”, dijelaskan bahwa: Personel Intelijen Negara harus
mempunyai sikap dan tindakan yang professional, obyektif, dan
netral. Sikap dan tindakan tersebut mencerminkan personel
Intelijen Negara yang independen dan imparsial karena segala
tindakan didasarkan pada fakta dan tidak terpengaruh pada
kepentingan pribadi atau golongan serta tidak bergantung pada
pihak lain, tetapi semata-mata hanya untuk kepentingan bangsa dan
Negara.
Badan Intelijen Negara berkedudukan sebagai koordinator
penyelenggara Intelijen Negara. Penyelenggara Intelijen Negara
lainnya, yaitu Intelijen TNI, Intelijen Kepolisian, Intelijen
Kejaksaan dan Intelijen Kementerian/lembaga pemerintah non-
Kementerian wajib berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara.51
b. Fungsi Badan Intelijen Negara
Beradasarkan UU Intelijen Negara, dalam pasal 28 ayat (1)
Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi penyelidikan,
pengamanan, dan penggalangan sebagai berikut:
50 Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara 51Lihat Pasal 28 (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
57
1) Penyelidikan
Penyelidikan atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan,
dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah
untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah
informasi menjadi Intelijen, serta menyajikannya sebagai
bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan;
2) Pengamanan
Pengamanan terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau
melawan upaya, pekerjaan, kegiatan intelijen, dan/atau pihak
lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional;
3) Penggalangan
Penggalangan terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan,
kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan
terarah untuk memengaruhi sasaran agar menguntungkan
kepentingan dan keamanan nasional;
Dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi tersebut Badan
Intelijen Negara harus menghormati hukum, nilai-nilai demokrasi,
dan hak asasi manusia.
c. Tugas Badan Intelijen Negara
Tugas Badan Intelijen Negara adalah untuk melaksanakan
fungsi intelijen dalam dan luar negeri sebagaimana tercantum dalam
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
58
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang
Intelijen Negara. Tugas dari Badan Intelijen Negara yang dimuat
dalam Pasal 29 antara lain adalah52:
1) Melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di
bidang intelijen,
2) Menyampaikan produk intelijen sebagai bahan pertimbangan
untuk menentukan kebijakan pemerintah,
3) Melakukan perencanaan dan pelaksanaan aktivitas intelijen,
4) Membuat rekomendasi yang berkaitan dengan orang dan/atau
lembaga asing, dan
5) Memberikan pertimbangan saran, rekomendasi tentang
pengamanan penyelenggaraan pemerintahan.
d. Wewenang Badan Intelijen Negara
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal
29, Badan intelijen Negara berwenang53 :
a. Menyusun rencana dan kebijakan nasional di bidang Intelijen
secara meyeluruh,
b. Meminta bahan keterangan kepada kementrian, lembaga
pemerintah nonkementrian, dan/atau lembaga lain sesuai
dengan kepentingan dan prioritasnya,
c. Melakukan kerja sama dengan intelijen negara lain, dan
d. Membentuk satuan tugas.
52 Pasal 29, Ibid. 53 Lihat Pasal 30, Ibid,.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
59
Badan Intelijen Negara juga diberikan kewenangan melakukan
penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi
terhadap sasaran yang terkait dengan sebagaimana tercantum dalam
Pasal 31 Undang-undang nomor 17 tahun 2011 Tentang Intelijen
Negara54 :
a. Kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan
nasional, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat
lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan
lingkungan hidup dan atau;
b. Kegiatan terorisme, separatisme, spionase dan sabotase yang
mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional,
termasuk yang sedang menjalani proses hukum.
Penjelasan dalam UU Intelijen Negara yang dimaksud dengan
ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan baik
dari dalam ataupun luar negeri yang dinilai dan/atau dibuktikan
dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
kepentingan nasional, baik ideologi politik, sosial budaya dan
pertahanan keamanan. Ancaman ini, termasuk juga sebagai
kejahatan terhadap kepentingan hukum negara.
54 Pasal 30 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
60
Tindak pidana yang termasuk dalam kategori mengancam
kepentingan negara adalah tindak pidana yang diatur dalam Buku II
KUHP pada Bab I, II, III, IV, VIII, IX, dan XXVIII. Dalam buku II
KUHP dapat dilihat bahwa kejahatan yang diatur yaitu kejahatan-
kejahatan yang dilakukan terhadap negara (atau menyangkut
ketatanegaraan).55 Menurut Simons, kejahatan-kejahatan
yangterdapat dalam buku II KUHP bukanlah merupakan satu-
satunya jenis kejahatanyangdapat dipandang sebagai kejahatan
yang ditujukan terhadap kepentingan- kepentingan hukum dari
negara, karena disamping kejahatan-kejahatan tersebut masih
terdapat kejahatan lain yang dapat dimasukkan kedalam
pengertiannya. Kejahatan tersebut antara lain:
a. kejahatan yang ditujukan terhadap pegawai negeri dalam
melaksanakan tugas jabatan mereka yang sah;
b. kejahatan yang ditujukan terhadap lembaga-lembaga yang
secara langsung ada hubungannya dengan pelaksanaan
tugas-tugas kenegaraan;
c. kejahatan yang ditujukan pada pelaksanaan tugas
peradilan;
d. kejahatan yang dilakukan oleh pegawai negeri dalam
jabatan.56
55P.A.F Lamintang & Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Kepentingan Negara, Jakarta, Sinar Grafika,2006, hal. 3
56P.A.F Lamintang & Theo lamintang, Ibid hal.3
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
61
2. 3. Kewenangan Penyadapan Yang Dilakukan Oleh Badan Intelijen
Negara
Tindakan hukum setiap orang harus mempunyai kewenangan.
Kewenangan atau wewenang dalam bahasa belanda disebut “Bevoegheid”57
atau di dalam bahasa inggris disebut “Authority.” Authority dalam Black’s
Law Dictionary diartikan sebagai “Legal Power a right to command or to
act the right and power of public officers to require obedience to their
orders laufully issued in scope of their public duties”58
Kegiatan penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara
merupakan salah satu kewenangan dan Indonesia Sebagai salah satu
penganut konsep negara hukum maka setiap tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah itu harus dilandasi oleh Hukum. Kewenangan dapat diperoleh
menurut H.D.Van Wijk, ada dua prinsip utama dalam berkenaan perolehan
wewenang yaitu59 :
“Bestuursbevoegdheden rechtsreek door een wetgever worden toegekend aan een bestuursorgan. Een Bevoegheid die bij wettelijke regeling aan een besturigan was toebeeld, wordt overgerdragen aan een ander bestursorgaan” Terjemahan Bebasnya :
“Pertama adalah wewenang pemerintah langsung bersumber langsung dari pembentuk undang-undang diberikan kepada organ pemerintah. Kedua wewenangan organ pemerintah yang
57 Philiphus M. Hadjon, Wewenang, Jurnal Yuridika, Falkutas Hukum Universitas Airlangga,
No. 5&6 Tahun XII, Sept-Des, 1997, hal. 1 58 Herny Campbel, Black Law Dictionary, West Publishing, 1990, hal. 133 59H.D. Van Wijk, Hoodfdstukken Van Administratief Recht, Uitgeveruj Lemma B.V Utrecht,
1990, H. 56 sebagaimana yang dikutip di oleh Abdullah, “Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Atas Penggunaan wewenang Pemerintah dalam Rangka Pengawasan Pajak”, Disertasi, Universitas Airlangga, 2013, hal. 165
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
62
bersumber dari pembentuk undang-undang, dilimpahkan kepada organ pemerintah yang lain” Menurt H.D. Van Wijk, Terdapat 3 (tiga) macam jenis wewenang
pemerintah oleh suatu organ pemerintah yaitu 60:
a. Attributie: toekenning van een besttursbevoegheid door een wetgever
aan een bestursorgaan;
“Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat
undang-undang kepada organ pemerintah”
b. Delegatie: overdracht van een bevoegheid van het een
bestuusorgaan aan een ander;
(Delegasi adalah pelimpahan suatu wewenang pemerintah kepada
organ pemerintah yang lain)
c. Mandaat: een bestursorgaan laat zijn bevoegheid namens hem
uiyoefenen door een ander;
(Mandaat adalah suatu bawahan dari organ pemerintah
melaksanakan wewenang atas nama pemberi wewenang)
Jika dilihat dari konsep kewenangan di atas, konsep penyadapan yang
dilakukan oleh Badan Intelijen Negara adalah merupakan kewenangan
Atribusi. Kewenangan tersebut diberikan langsung oleh Undang-undang
kepada Badan Intelejen Negara.
Seperti diketahui, saat ini di Indonesia, sedikitnya terdapat sembilan
undang-undang yang memberikan kewenangan penyadapan kepada instansi
60 Ibid
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
63
penegak hukum, dengan mekanisme dan cara yang berbeda-beda.
Kesembilan peraturan perundang-undangan tersebut adalah:
1. Bab XXVII KUHP Tentang Kejahatan Jabatan,
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika,
3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi,
4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi,
5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun
2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang
disahkan menjadi Undang-undang nomor 15 tahun 2003,
6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat,
7. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang,
8. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, dan
9. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Pengaturan penyadapan ini penting diatur, karena penyadapan
merupakan salah satu cara untuk memperoleh alat bukti untuk menetapkan
seseorang sebagai tersangka. Apabila terjadi penyadapan, maka sangat jelas
adanya pembatasan atau pengurangan hak dari seseorang yaitu, hak untuk
memberikan informasi kepada orang lain atau saling bertukar informasi
dengan orang lain.
Badan Intelijen Negara adalah salah satu lembaga Negara yang
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
64
diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan berdasarkan pasal 31
UU Intelijen Negara. Secara prinsipil, dilihat dari fungsi dan
kewenangannya lembaga Intelijen Negara sudah sepatutnya diberikan
wewenang untuk melakukan intersepsi komunikasi yaitu penyadapan.
Penyadapan ini berfungsi untuk memudahkan negara dalam menyelidiki
suatu tindak kejahatan terhadap keamanan negara. Akan tetapi,
penyadapan rentan dengan pelanggaran privasi seseorang. Maka itu,
sebenarnya dalam praktek internasional, undang-undang nasional yang
mengatur mengenai kewenangan penyadapan bagi lembaga intelijen, harus
secara tegas mengatur mengenai hal-hal berikut ini:
1. Tindakan intersepsi yang dapat dilakukan,
2. Tujuan dalam melakukan intersepsi,
3. Kelompok objek dan individu yang dapat dilakukan intersepsi,
4. Batas kecurigaan atau bukti permulaan, yang diperlukan untuk
membenarkan penggunaan tindakan intersepsi,
5. Pengaturan mengenai pembatasan durasi dalam melakukan tindakan
intersepsi, prosedur otorisasi perijinan, dan
6. Pengawasan serta peninjauan atas tindakan intersepsi yang
dilakukan.
Penyadapan diatur dalam peaturan perundang-undangan di Indonesia
antara lain adalah Undang-undang Tentang Kamnas (Keamanan Nasional),
Undang-undang Tentang Narkotika, Undang-undang Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, Undang-undang Tentang Kejaksaan, Undang-
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
65
undang Tentang Terorisme, Undang-undang Tentang Kepolisian dan
Undang-undang Tentang Intelijen Negara.
Peraturan terkait dengan kewenangan penyadapan:
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 (diubah dengan undang-
undang nomor 35 tahun 2009) Tentang Narkotika
3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi
5. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2000 tentang Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi
6. Peraruran Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun
2002 Tentang Pemberantasan Tindak PidanaTerorisme
7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat
8. Peraturan Pemerintah nomor 52 Tahun 2000 Tentang
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
9. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang
10. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
11. Pasal 430 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana
12. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 11 Tahun
2006 Tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
66
Di Indonesia, ada terdapat beberapa lembaga negara yang memiliki
kewenangan penyadapan contohnya adalah KPK. Dalam Undang-undang
Nomor 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yaitu
disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam
pembicaraan. Namun penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara
berbeda dengan penyadapan yang dilakukan KPK. Penyadapan di KPK
digunakan sebagai fungsi penegakan hukum, sedangkan Badan Intelijen
Negara bukanlah menjalankan fungsi penegakan hukum.
Wewenang mengenai penyadapan, baik itu di dalam Undang-undang
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-undang Tentang
Narkotika dan Undang-undang lainnya, terdapat pengaturan regulasi
mengenai penyadapan. Regulasi ini dimaksudkan untuk memberikan
adanya kepastian hukum kepada masyarakat sipil. Berbicara mengenai
wewenang mengenai penyadapan oleh BIN, hal ini dimaksudkan agar
Intelijen bisa melakukan deteksi sejak awal dari sebuah ancaman.
Penyadapan hanya boleh dilakukan ketika ada indikasi yaitu berupa sebuah
ancaman kepada negara. Biasanya, lembaga-lembaga negara seperti
kepolisian, kejaksaan, ataupun yang lainnya diberikan kewenangan untuk
melakukan penyadapan sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya.
Tak berbeda dengan Intelijen negara yang juga diberikan kewenangan
tersebut.
Kewenangan penyadapan oleh BIN dapat dilihat yaitu menyadap,
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
67
memeriksa aliran dana, dan penggalian informasi dengan meminta
keterangan kepada kementerian lembaga pemerintah non kementerian dan
atau lembaga lain.61
Badan Intelijen Negara adalah merupakan lembaga Negara yang
diberikan kewenangan untuk melakukan kegiatan intelijen. Kegiatan
intelijen yang dilakukan Badan Intelijen Negara ini, sebagaimana
tercantum dalam pasal 10 ayat (1) UU Intelijen Negara nomor, yaitu
menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri.
Kewenangan penyadapan untuk kepentingan intelijen diatur dalam UU
Intelijen Negara, yang diatur dalam pasal 31, pasal 32 dan penjelasan pasal
32 ayat (1) serta ayat (3), sebagai berikut:
Pasal 31 UU Intelijen Negara, Selain wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 Badan Intelijen Negara memiliki wewenang
melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana, dan penggalian
informasi terhadap Sasaran yang terkait dengan62:
a. kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional
meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya,
termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan
hidup; dan/atau
61http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=267284:bin-
berwenang-lakukan-penyadapan&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91 62Pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
68
b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang
mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional,
termasuk yang sedang menjalani proses hukum.”
Pasal 32 Undang-Undang tentang Intelijen Negara63:
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan
berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
(2) Penyadapan terhadap sasaran yang mempunyai indikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan dengan
ketentuan:
a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen;
b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; dan
c. jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan
dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan
(3) Penyadapan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti
permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan Ketua
Pengadilan Negeri.
Penjelasan pasal 32 Ayat (1) UU Intelijen Negara:
“Yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan dokumen lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang ini. Hasil penyadapan hanya
63Pasal 32 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
69
digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk dipublikasikan.”64
Penjelasan pasal 32 Ayat (3) UU Intelijen Negara:
“Proses penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud dengan memperhatikan prinsip kecepatan dan
kerahasiaan”.65
Dengan demikian terdapat dua jenis penyadapan yang dilakukan
berdasarkan UU Intelijen Negara, pertama berdasarkan orang yang dicurigai
atau diduga melakukan ancaman,66 misalnya dalam pelaksanaannya hanya
beradasarkan izin Kepala Badan Intelijen Negara, fungsi Intelijen
Kepolisian Republik Indonesia izin dari Kepala Badan Intelijen Keamanan,
fungsi intelijen Kejaksaan Republik Indonesia izin dari Jaksa Muda
Intelijen, sehingga dapat menyadap pembicaraan melalui telepon dan atau
alat telekomunikasi elektronika lainnya terhadap orang yang dicurigai
tersebut. Sehingga intelijen disini melaksanakan fungsi penyelidikan.67
Dengan waktu untuk melakukan penyadapan selama 6 (enam) bulan dan
dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan, artinya tidak jelas batas
64 Penjelasan Pasal 32 Ayat (1) 65 Penjelasan pasal 32 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara 66Bedasarkan Pasal 1 angka 4, Yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap upaya,
pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan
67Bedasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengelolah informasi menjadi intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
70
waktunya. Bahwa yang kedua, jenis penyadapan yang sasarannya yang telah
mempunyai bukti permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan
Ketua Pengadilan Negeri dimana prosesnya dapat lebih cepat dan
rahasianya lebih terjaga. Dengan waktu untuk melakukan penyadapan
selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan,
artinya tidak jelas batas waktunya.
Dalam pasal 32 ayat 2 UU Intelelijen Negara, penyadapan terhadap
sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
UU Intelijen Negara dilaksanakan dangan ketentuan:
a. Untuk penyelenggaraan fungsi intelijen,
b. Atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara,
c. Jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat
diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
Dalam Pasal 32 ayat 3 UU Intelijen Negara disebutkan bahwa
penyadapan dapat dilakukan terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti
permulaan yang cukup dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan
Negeri. Meskipun demikian, penyadapan yang dilakukan oleh BIN bukan
merupakan fungsi penegakan hukum, hal itu diperjelas dalam pasal 34 UU
Intelijen Negara yang mengatakan bahwa penyadapan itu hanya dapat
dilakukan untuk penyelenggaraan fungsi intelijen, perintah kepala Badan
Intelijen Negara, tanpa melakukan penahanan/penangkapan, dan bekerja
sama dengan penegak hukum yang terkait.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
71
Ruang lingkup intelijen negara meliputi68:
a. Intelijen dalam negeri dan luar negeri;
b. Intelijen pertahanan dan/atau militer;
c. Intelijen kepolisian;
d. Intelijen penegakan hukum;dan
e. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian.
Penyelenggara Intelijen negara terdiri atas69:
a. Badan Intelijen Negara;
b. Intelijen Tentara Nasional Indonesia;
c. Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d. Intelijen kejaksaan Republik Indonesia; dan
e. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah non-kementerian.
Adapun tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi,
menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka
memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan
bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan
dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan
dan keamanan nasional.70
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disampaikan ruang lingkup
intelijen negara salah satunya intelijen penegakan hukum dan penyelenggara
intelijen negara terdiri dari 2 (dua) dari 5 (lima) adalah institusi penegak
hukum, yaitu intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
68Pasal 7 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara 69Pasal 9, Ibid 70Pasal 9, Ibid
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
72
intelijen Kejaksaan Republik Indonesia, maka dalam hal melakukan
penyadapan akan lebih membuat tidak konsisten terhadap fungsi dan tujuan
sebagai penegakan hukum ataukah sebagai intelijen negara, bahkan dengan
tidak diaturnya tata cara melakukan penyadapan dengan terang, jelas dan
tegas dalam undang- undang tersebut serta penyadapan yang dilakukan
berdasarkan kecurigaan akan terjadinya peristiwa kejahatan, sehingga akan
lebih melanggar HAM tentang privasi.
Dari akibat terlanggarnya HAM tentang privasi, hasil penyadapan
yang akan digunakan untuk alat pembuktian di depan persidangan, secara
prinsip proses hukum yang adil (due process of law) akan berakibat batal
demi hukum, maka tujuan dari sistem peradilan pidana tidak akan berjalan,
artinya tidak berjalannya penanggulangan kejahatan tersebut.
Adapun mengenai wewenang dalam penggalian informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan dengan ketentuan
a. Untuk penyelengaraan fungsi Intelijen;
b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara;
c. tanpa melakukan penangkapan dan/atau penahanan; dan,
d. bekerja sama dengan penegak hukum terkait.
Dari konstruksi norma ini, bahwa atas kerja sama yang erat dengan penegak
hukum, wewenang ini mampu terlaksana dengan efektif. Dalam melakukan
wewenang penggalian informasi BIN wajib bekerja sama dengan penyidik,71
karena penyidik memiliki serangkaian kewenangan yang diatur di dalam
71Lihat Pasal 34 ayat (2), Ibid
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
73
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ataupun hukum
acara yang lebih khusus mengatur. Dalam KUHAP Pasal 7 ayat (1) huruf e
disebutkan “penyidik mempunyai wewenang untuk melakukan pemeriksaan
dan penyitaan surat”. Apabila diperlukan penyidik memiliki kewenangan
berupa upaya paksa, seperti menangkap, menahan, menggeledah, dan
menyita. Untuk itu mekanisme kerjasama yang baik antara penyidik dengan
personil BIN yang ditugaskan untuk menjalankan wewenang penggalian
informasi akan menghasilkan hasil optimal. Berdasarkan hubungan yang
terjadi ini, tampak terjadi suatu karakteristik koordinasi dan interpendensi
kegiatan, terdapat tiga karakteristik yang harus dapat teridentifikasi pada
komunitas intelijen72.
1. Komunitas intelijen memiliki saluran komunikasi dua arah antar
dinas intelijen, saluran komunikasi antar dinas intelijen terputus,
tersumbat, atau bahkan sama sekali tidak ada dan pola
komunikasi yang saling menegaskan informasi akan
memperumit perumusan kebijakan;
2. Dinas-dinas intelijen memiliki mekanisme pertukaran informasi,
rapat koordinasi dan verifikasi. Mekanisme pertukaran informasi
yang berbasis individu atau jaringan interpersonal, bukan lembaga
akan mengakibatkan embargo atau blokade informasi antar dinas
intelijen;
3. Komunitas intelijen memiliki mekanisme operasi bersama.
72Ali Abdullah Wibisono dan Faisal Idris, Menguak Intelijen “Hitam” Indonesia, Op Cit,
hal. 62
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
74
Penggalian informasi yang dilakukan oleh BIN, harus dilakukan sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini harus benar-benar
memperhatikan hak-hak asasi manusia/warga negara atau hak-hak asasi
manusia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaaan apapun (non-
derogable right), apabila di kemudian hari ditemukan pelanggaran pada
saat pelaksanaan penggalian informasi, sesuai dengan prinsip negara
hukum, maka hal tersebut harus dipertanggungjawabkan di peradilan. Di
dalam KUHAP diatur mengenai mekanisme hukum, apabila terjadi
serangkaian tindakan aparat penegak hukum mengenai legalitas suatu
wewenang, melalui praperadilan. Jika terjadi suatu kasus penyalahgunaan
wewenang penggalian informasi atau wewenang penggalian informasi
yang menggunakan cara-cara berlawanan dengan penegakkan HAM, harus
terdapat mekanisme hukum untuk mengatasi penyalahgunaan wewenang
ini.
Pada dasarnya penggalian informasi ini dilarang dilakukan dengan
bentuk interogasi disertai penyiksaan dan/atau intimidasi, penggalian
informasi yang dimiliki oleh BIN harus dilakukan dengan cara
koordinasidan verifikasi laporan antar instansi intelijen dan penyidik
hukum. Kunci keberhasilan dari penggalian informasi adalah koordinasi
dan verifikasi berlapis (cek, cek ulang, dan cek silang) terhadap informasi
intelijen. Hal ini juga berlaku di dalam ruang lingkup intelijen luar negeri
serta intelijen pertahanan. Penggalian informasi dalam ruang lingkup
intelijen luar negeri, harus menempatkan informan-informan untuk
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
75
memperoleh langsung informasiyang cepat dan akurat.
2. 4. Bukti Permulaan Yang Diperoleh Dari Hasil Penyadapan
Kegiatan intelijen ditujukan untuk menghasilkan suatu produk
intelijen berupa laporan intelijen yang mempunyai nilai keakuratan tinggi
setelah melalui proses pengolahan dan analisa secara komprehensif yang
dilakukan oleh suatu badan resmi yang dipakai sebagai dasar pengambilan
keputusan oleh Pemerintah. Keputusan Pemerintah atas laporan intelijen
mempunyai 2 (dua) fungsi. Fungsi preventif ditujukan untuk upaya
pencegahan yang meliputi bagaimana seandainya terjadi suatu peristiwa
dan menentukan langkah yang tepat untuk menangani peristiwa tersebut.
Selanjutnya, fungsi represif yang menitik beratkan pada upaya
penyelesaian yang meliputi tindakan-tindakan konkret yang harus
secepatnya diambil agar suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum
dapat diselesaikan secepatnya.
Proses kegiatan intelijen meliputi:
a. Pengumpulan data intelijen, yang dikumpulkan dari 2 sumber
utama, yaitu sumber yang terbuka dan sumber tertutup.
b. Evaluasi dan interpretasi dan produksi dalam bentuk laporan kepada
pengambil keputusan, berupa laporan deskriptif dasar, laporan
penting, atau perkiraan spekulatif.
Pengumpulan bahan intelijen yang dilakukan dalam kegiatan intelijen
terdiri dari 5 tahap, yaitu:
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
76
1. Menyusun pertanyaan, apa yang ingin diketahui untuk dipakai
sebagai bahan pengambilan keputusan, untuk ditentukan kebutuhan
konkretnya.
2. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dengan menentukan
dimana dan dari siapa suatu informasi yang paling tepat dapat
diperoleh.
3. Produksi intelijen, dimana kumpulan data kasar dibentuk,
dievaluasi, disusun, diperiksa dan dibandingkan untuk dijadikan
jawaban terbaik atas pertanyaan awal.
4. Mengkomunikasikan pemrosesan informasi dengan pengambilan
keputusan agar benar-benar bermanfaat, informasi harus disajikan
tepat waktu, akurat dan mudah dipahami.
5. Penggunaan intelijen. Pengambil keputusan dapat mengabaikan
informasi yang disajikan, atau menggunakan informasi yang
diperolehnya sebagai dasar pengambilan tindakan selanjutnya.
Dari seluruh kegiatan intelijen bisa dipastikan bahwa salah satu
hasilnya berupa penyadapan yang mana nantinya diolah melalui pencatatan
– penilaian – analisa – integrasi - kesimpulan dan penafsiran. Sehingga
bahan keterangan yang pada mulanya masih merupakan bahan mentah
ditransformasikan menjadi Produk intelijen. Sebagai hasil dari proses
kegiatan intelijen tersebut, diperoleh suatu hasil, yaitu laporan intelijen.
Dapat kita simpulkan bahwa kegiatan pengumpulan dan pengalian
informasi yang salah satunya menggunakan penyadapan tersebut
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
77
merupakan penyadapan untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) UU Intelijen Negara.
Serangkaian kegiatan penyelenggaraan fungsi intelijen yang menggunakan
penyadapan sebagaimana dimksuddalam Pasal 32 ayat (2) UU Intelijen
Negara bisa saja secara acak akan menemukan informasi mengenai
serangkaian kegiatan berupa bukti permulaan suatu tindak pidana.
Adanya laporan intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup
sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 26 Undang–undang Nomor 15
Tahun 2003, dimana untuk penetapan dari keabsahan laporan intelijen itu
dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Negeri. Penggunaan laporan
intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup merupakan bentuk dari
investigating judge yang menjadi fungsi kontrol untuk menentukan sah atau
tidaknya laporan intelijen sebagai bukti pendukung untuk dimulainya
penyidikan kasus terorisme73.
Berdasarkan Pasal 27 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 alat bukti
pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi :
a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana
b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau
yang serupa dengan itu; dan
c. Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau
didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan
73O. C. Kaligis & Associates. Op.Cit, hal. 46
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
78
sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun
selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi
tidak terbatas pada :
1. tulisan, suara, atau gambar
2. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya
3. huruf, tanda, angka, simbol, perforasi, yang memiliki makna
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau
memahaminya.
Dari ketentuan tentang alat bukti yang terdapat dalam Pasal 27 UU
Nomor 15 Tahun 2003, maka pengaturan mengenai alat bukti pemeriksaan
tindak pidana terorisme lebih luas daripada alat bukti yang diatur oleh
KUHAP. Perluasan alat bukti tersebut nampak pada Pasal 27 huruf (b dan c)
yaitu meliputi alat bukti elektronik.
Keberadaan alat bukti elektronik ini tidak dapat dilepaskan dengan
modus operandi tindak pidana terorisme yang menggunakan tekhnologi
tinggi, baik dalam berkomunikasi maupun dalam melaksanakan tindak
pidananya. Jaringannya pun tidak sekedar lintas pulau, melainkan sudah
melintasi batas teritorial negara.74
Alat bukti yang diatur berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1)
KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
keterangan terdakwa. Apabila kelima limitasi alat bukti ini apabila
diterapkan yang mengacu secara formal legalistik/kaku dalam proses
74Didik Endro Purwolwksono, Kejahatan Terorisme, Jurnal Yuridika, Vol.20 Nomor 6, November–Desember 2005, hal. 457
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
79
pembuktian pada kasus tindak pidana terorisme dirasakan kurang dapat
mengakomodir dalam penyelesaian kasus terorisme yang mempunyai akibat
yang luar biasa dan dilakukan secara terorganisir dengan menggunakan
jaringan baik yang berskala nasional sampai internasional, sehingga dalam
praktiknya menimbulkan problematik. Disamping itu dengan hanya
menerapkan kelima limitatif alat bukti tersebut dapat menghambat dan
merugikan penegakan hukum dalam pengungkapan kasus tindak pidana
terorisme. Dikatakan dapat merugikan oleh karena hal tersebut akan
“membelenggu” hakim dalam mencari kebenaran materiil untuk
membuktikan kesalahan terdakwa.
Pengaturan penggunaan laporan intelijen sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 26 Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2003 merupakan “Lex
Specialis” dari KUHAP. Dengan demikian laporan intelijen dalam kaitan
dengan tindak pidana terorisme yang tercantum dalam Pasal 27 harus
diartikan sebagai perluasan bukti petunjuk sebagai syarat terpenuhinya
ketentuan Pasal 21 Jo. Pasal 183 KUHAP dari dua alat bukti yang cukup.
2. 4. 1. Laporan Intelijen Sebagai Bukti Permulaan Dalam Tindak
Pidana Terorisme
Operasi teroris biasanya dilaksanakan melalui kelompok
yang dilatih dan diorganisir secara khusus, tindakan pengamanan
yang ketat biasanya diberlakukan setelah sasaran operasi dipilih.
Anggota tim biasanya tidak dipertemukan sebelum pelaksanaan
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
80
latihan pendahuluan sesaat sebelum berangkat menuju sasaran.
Pengintaian biasanya dilaksanakan oleh elemen atau personel
yang bertugas khusus sebagai intelijen khusus. Untuk
memperbesar kemungkinan keberhasilan pelaksanaan operasi
lebih banyak serangan yang direncanakan dari pada yang
dilancarkan. Teroris senantiasa mencari dan mengeksploitir titik
lemah dari sasaran. Mereka seringkali menyerang sasaran yang
tidak dilindungi atau kurang pengamanannya. Karakteristik dari
operasi teroris adalah kekerasan, kecepatan dan pendadakan.75
Ada tingkatan dalam organisasi terorisme yang
menggambarkan terorisme merupakan salah satu kejahatan
terorganisir. Tingkatan–tingkatan tersebut teridiri dari:
Pertama, pemegang kendali operasi termasuk menyusun
rencana dan menetapkan tujuan, pengawas dari sebuah organisasi
teroris. Dalam suatu organisasi teroris tidak banyak yang duduk
dalam pemegang kendali dan merupakan bagian terkecil dari
kelompoknya akan tetapi memiliki pengaruh sangat besar dalam
kelompoknya.
Kedua, kader–kader aktif yang merupakan pelaksana
lapangan aksi terorisme. Kader-kader ini biasanya memiliki
keahlian khusus. Misalnya merakit bom dan menggunakan
tekhnologi informasi. Contohnya adalah Ali Imron yang diduga
75Op.Cit, hal. 48
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
81
sebagai pelaksana aksi terorisme dan sekaligus memiliki keahlian
dalam perakitan bom, dan Mubarok yang diduga sebagai
perencana dan pelaksana peledakan.
Ketiga, merupakan bagian terbesar dari organisasi teroris,
mereka disebut sebagai pendukung aktif. Tugas utama adalah
menjaga kelangsungan kegiatan kader–kader aktif di lapangan.
Untuk itu mereka bertugas untuk menjaga dan memelihara
jaringan komunikasi, menyediakan tempat persembunyian,
melaksanakan kegiatan intelijen dan menyediakan pendanaan
serta dukungan logisitik.
Empat, diduduki oleh pendukung pasif. Mereka secara tidak
langsung menjadi anggota teroris, melainkan tanpa disadari
digunakan dan dimanfaatkan untuk menunjang operasi
terorisme.76
Berdasarkan uraian diatas maka penanganan anti teroris lebih
ditekankan pada aspek kegiatan penanggulangan lebih ditujukan
untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aksi teror. Untuk itu
diperlukan intelijen yang aktif dan mampu mencegah segala
bentuk persiapan dari aksi teroris. Pengumpulan keterangan
intelijen mengenai teroris adalah hal terpenting dalam memerangi
teroris. Siapa teroris, kapan, dimana, dan bagaimana ia
76 Abdul Wahid, Sunardi, Muhamad Imam Sidik. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama,
HAM, dan Hukum, PT. Refika Aditama, 2004. hal. 96 – 97
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
82
melancarkan aksinya adalah bagian terpenting dari pengumpulan
informasi intelijen sebagai upaya pencegahan aksi teroris.
Tindak pidana terorisme yang bersifat transnasional maka
peran lembaga intelijen seringkali dilibatkan dalam penanganan
tindak pidana terorisme. Beberapa alasan yang digunakan untuk
melibatkan intelejen meliputi77:
1. Karena tindak pidana yang bersifat transnasional, artinya
kegiatan tersebut mencakup kegiatan di negara asing,
dimana aparat penegak hukum dalam suatu negara
memiliki keterbatasan untuk menanganinya, atau karena
badan–badan penegak hukum di negara asing tersebut
enggan atau tidak memiliki kapabilitas untuk membantu
negara yang menjadi korban, maka intelejen dapat
dilibatkan untuk mengkoleksi berbagai informasi
mengenai kegiatan teroris di luar negeri.
2. Pendekatan penegakan hukum menunggu sampai tindak
pidana terorisme terjadi, dari pada mencegah dan
menangkap para pelaku yang diduga akan melakukan
tindak pidana terorisme. Oleh karena itu penanganan
tindak pidana terorisme setelah terjadi tidak dapat
diterapkan dalam tindak pidana terorisme yang bersifat
transnasional.
77Laudwijk F. Paulus, Kopassus, TERORISME, Buletin Balitbang Dephan R.I www.
Dephan.go.id
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
83
Untuk memperoleh informasi intelijen dapat menggunakan
berbagai metode antara lain dengan mengirimkan agen–agen
untuk melakukan penetrasi ke dalam kelompok–kelompok
tersebut, melakukan penyadapan atas komunikasi jaringan, riset
menggunakan data–data yang diperoleh secara terbuka seperti
berita–berita dari radio, televisi, dan internet. Menurut A. C
Manullang dalam menggalang informasi secara rahasia (convert
atau clandstein) dapat digunakan cara–cara yang untuk itu bukan
hanya intelijen manusia saja yang memegang peranan penting,
melainkan menggunakan tekhnologi tinggi seperti kamera, tape
recorder tersembunyi yang dapat merekam gambar atau suara
orang yang menjadi target operasi, penggunaan orang atau mesin
berteknologi harus dilakukan sedekat mungkin dengan target
operasi intelijen agar mendapat informasi yang akurat.78
78 A. C. Manullang, Ibid
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
84
Peran intelijen:
Sumber : A.C Manullang
Dari kegiatan intelijen seperti di atas, informasi mengenai
kegiatan–kegiatan terorisme dapat diidentifikasi melalui
sensoring dan monitoring, dengan adanya sensoring dan
monitoring dapat diketahui niat, skenario, dan aksi lawan guna
mendapatkan persepsi tentang lawan persiapan dan kewaspadaan
(early warning).
Beberapa klasifikasi nilai akurasi informasi (menurut nilai
kualifikasi): Sepenuhnya dapat dipercaya (A–1, A–2, A–3 );
Niat, Skenario, dan Aksi
Lawan Mendapatkan Persepsi tentang lawan persiapan dan kewaspadaan
Anti Terrorism
Counter
Terrorism
Deteksi
Klasifikasi
Identifikasi
Netralisasi
Counter
Sobatage
Sensoring
Monitoring
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
85
Biasanya dapat dipercaya (B–1, B–2, B–3); Agak dapat
dipercaya (C–1, C–2, C–3); Biasanya tak dapat dipercaya (D–
1, D–2, D–3); Tidak dapat dipercaya (E–1, E–2, E–3); dan
Kepercayaanya tidak dapat dinilai (F-1, F–2, F–3).
Masing–masing nilai terbagi dalam tiga tingkatan (1,2,3).
Tingkatan 1 adalah lebih tinggi ”nilainya” (A-1) daripada
tingkatan 2 (A-2) dan seterusnya. Misalnya, informasi yang baru
masuk bernilai ”sepenuhnya dapat dipercaya” maka ia diberi kode
”A”. Sedangkan nilai ”A” itu sendiri masih dapat dibagi menurut
jenjang menjadi A-1, A-2, A-3 demikian seterusnya sampai
dengan F (lihat urutan diatas)79.
Dari setiap informasi yang diterima tidak langsung dapat
dijadikan suatu informasi yang bersifat lengkap, melainkan harus
melalui mekanisme dan pengolahan terlebih dahulu. Jadi setiap
informasi intelijen bukan merupakan data mentah, melainkan juga
berupa analisis, penilaian, dan perkiraan apa yang terjadi dalam
jangka pendek, menengah, dan panjang.80 Untuk menjadikan
setiap informasi intelijen maka diperlukan siklus intelijen. Siklus
intelijen adalah langkah–langkah untuk menggali,
mengumpulkan, menafsirkan kemudian menyusun sebuah
79Op.Cit, hal. 20 80Ikrar Nusa Bakti, Intelijen dan Keamanan Negara, www. Dephan.go.id
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
86
informasi yang disampaikan kepada pengguna, yakni pengambil
dan pembuat keputusan.81
Laporan intelijen tentunya didasarkan pada pengertian bahwa
material deskripsi atau laporan yang diperoleh dari berbagai
sumber seperti obsevarsi, laporan, kabar, kabar angin, foto, dan
sumber–sumber lainnya yang bila diolah akan menghasilkan
laporan. Informasi adalah bahan mentah atau bahan baku
intelijen.82
Dari setiap informasi intelijen tersebut perlu diproduksi
sehingga setiap informasi intelijen dapat bernilai. Adapun
langkah–langkah dalam memproduksi intelijen sebagai berikut :
Langkah pertama adalah Analisis (identifikasi). Informasi
aktual yang telah dinilai, dianalisa, diuraikan, digolong–
golongkan dan disortir sehingga terjadi identifikasi.
Langkah kedua adalah Integrasi. Hasil analisis diintgarasikan
dengan informasi dasar atau intelijen dasar sehingga diperoleh
hipotesis. Mungkin lebih dari satu hipotesis. Setiap hipotesis
dihadapkan pada indikasi–indikasi yang seharusnya ada. Bila
indikasi itu ada maka hipotesis dapat dianggap sah (valid)
Langkah ketiga adalah Konklusi. Dari hasil pengintegrasian
tersebut ditarik deduksi/konklusi. Deduksi direncanakan untuk
menjawab pertanyaan: apa arti informasi ini bila dihubungkan
81A.C Manullang, Op.Cit, hal. 48 82Op. Cit, hal. 48
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
87
dengan situasi musuh dan daerah operasi ? Apa arti informasi ini
bila dihubungkan dengan penggunaan samaran dan penyesatan
oleh musuh? Jawabannya akan memberikan suatu konklusi yang
dapat memberikan kemungkinan cara bertindak musuh di masa
yang akan datang (intelijen ramalan) dan untuk memelihara
perkiraan intelijen tetap aktual.83
Dari uraian diatas, intelijen merupakan suatu informasi yang
ditafsirkan dalam kerangka past, present, future. Dalam
pandangan analis intelijen tidak ada peristiwa yang terjadi tiba–
tiba atau sifatnya dadakan, karena peristiwa kemarin terkait
dengan peristiwa hari ini terkait dengan peritiwa esok. Intelijen
menyampaikan informasi bersifat analisis tentang suatu masalah
yang berdampak pada social change dan social rapid.84
Dengan demikian, intelijen harus mampu melakukan
penggalangan informasi mengenai kelompok–kelompok atau
indiviu–individu yang berencana akan melakukan tindak pidana
terorisme baik di dalam maupun di luar negeri, apa motivasinya,
siapa penyandang dana utamanya, serta apa tujuannya.
Suatu kejadian seperti pembajakan pesawat atau peledakan
bom oleh teroris, akan sangat merugikan. Karena itu suatu
pemerintah lebih baik mencegah dari pada menyelesaikannya
setelah kejadian tersebut terjadi. Penegak hukum dalam mengatasi
83Op cit, hal. 50 84Loc cit, hal. 11
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
88
akibat setelah tindak pidana selesai dilakukan, penanganannya
juga membutuhkan informasi intelijen mengenai organisasi atau
individu yang terlibat.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
89
BAB III
PENYADAPAN YANG DILAKUKAN OLEH BADAN INTELIJEN
NEGARA TERHADAP ORANG YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK
PIDANA TERORISME
3. 1. Istilah Terduga Teroris Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
Istilah terduga teroris terdapat dalam Bab VII Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan
Tidak Pidana Pendanaan Terorisme, namun Undang-undang tersebut tidak
memberikan defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan terduga terorisme.
Istilah terduga jika diartikan sebagai permulaan pelaksanaan dari niat atau
permulaan pelaksanaan dari kejahatan, maka dianggap sebagai seseorang
yang akan melakukan kejahatan. Terhadap percobaan, Moeljatno memberikan
penjelasan yaitu :
1. Batas antara percobaan yang belum dapat dihukum dengan
percobaan yang telah dapat dihukum itu terdapat diantara apa yang
disebut voerberidingshandelingen (tindakan-tindakan persiapan)
dengan apa yang disebut uitvoeringshandelingen (tindakan-tindakan
pelaksanaan).
2. Yang dimaksud dengan Voerberidingshandelingan dan
Uitvoeringshandelingan itu adalah tindakan-tindakan yang
berhubungan langsung dengan kejahatan yang dimaksud untuk
dilakukan dan telah dimulai pelaksanaannya.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
90
Pembentuk Undang-undang tidak bermaksud untuk menjelaskan lebih
lanjut tentang batas-batas tindakan-tindakan pelaksanaan
(Uitvoeringshandelingen).85 Mengenai permulaan pelaksanaan, Van
Hammel mengemukakan pendapat berdasarkan teori percobaan yang
bersifat subyektif materiil yakni telah terbentuk sikap batin yang jahat dari
si pembuat.
Menurut pendapat Simons berdasarkan teori obyektif materiil (bahwa
pada delik materiil, perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai atau
dilaksanakan/dilakukan perbuatan yang menurut sifatnya langsung dapat
menimbulkan akibat yang dilarang oleh Undang-undang tanpa memerlukan
perbuatan lain. Duynstee berpendapat mengenai teori obyektif formil,
bahwa perbuatan pelaksanaan, jika apa yang dilakukan termasuk dalam
salah satu kelakuan yang merupakan rangkaian kelakuan seperti yang
dilarang dalam rumusan delik.
Dalam menentukan adanya perbuatan permulaan pelaksanaan pada
delik percobaan, Moeljatno berpendapat bahwa terdapat 2 (dua) faktor yang
harus diperhatikan, yaitu sifat atau inti dari delik percobaan dan sifat atau
inti dari delik pada umumnya. Dengan demikian perbuatan pelaksanaan
harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu :
a. Secara obyektif, apa yang telah dilakukan terdakwa harus
mendekatkan kepada kejahatan yang dituju;
85http://www.tanyahukum.com/pidana/189/permulaan-pelaksanaan-dalam-delik-percobaan/, diakses 13 Juli 2015
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
91
b. Secara subyektif, tidak ada keragu-raguan lagi delik mana yang
dituju; dan
c. Apa yang dilakukan terdakwa itu merupakan perbuatan yang
melawan hukum.
Untuk menentukan terjadinya suatu tindak pidana, maka faktor-faktor
esensial dari kejahatan dan faktor batin adalah hal yang utama atau yang
lebih dikenal dengan istilah Actus Reus dan Mens Rea. Actus Reus atau
Criminal Act, yaitu perbuatan kriminal, merupakan salah satu bagian
essensial dari asas hukum actus non facit reum nisi mens sit rea (suatu
tindakan tidak membuat seseorang bersalah, kecuali maksud tujuan untuk
bertindaknya juga bersalah)
. Dalam hubungan ini perlu diperhatikan uraian Clark dan Marshall
sebagai berikut :
“Actus non facit reum nisi sit rea is the product of an effort to capture a theory criminal responsibility reting upon and requiring concurrence of a wrongful intent and wrongful act in a maxim”.86 (Terjemahan bebas: Actus non facit reum nisi sit rea adalah produk dari sebuah teori penilian tanggung jawab kriminal atas dan menuntut persetujuan dari sebuah tujuan yang benar-benar salah dan undang-undang yang salah). Mens rea menyangkut dengan unsur-unsur pembuat delik, yaitu sikap
batin, yang oleh pandangan monitistis tentang delik disebut unsur subyektif
suatu delik atau keadaan psikis pembuat.87 Atau dapat dikatakan bahwa
mens rea adalah unsur esensial dari kejahatan.
86 Mr. H.A Zainal Abidin Farid, Ibid, hal. 47 87 Mr. H.A Zainal Abidin Farid, Ibid, hal. 51
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
92
Perbuatan pidana (Strafbaar feit) merupakan perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain
perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatau yang sebenarnya
dialarang oleh hukum) juga perbuatan yang pasif (tidak berbuat sesuatu
yang sebenarnya dilarang oleh hukum).88
Merumuskan apa yang dimaksud dengan tindak pidana, karena asas
legalitas, mewajibkan kepada pembuat undang-undang untuk menentukan
terlebih dahulu dalam undang-undang, dan apa yang dimaksud dengan
tindak pidana harus dirumuskan secara jelas. Karenanya pula rumusan
tersebut mempunyai peranan yang menentukan mengenai apa yang dilarang
atau apa yang harus dilakukan orang.89
Asas nullum delictum noela poena sini prevea lege poenale yang
bermakna suatu perbuatan tidak dapat dihukum apabila belum ada hukum
yang mengaturnya. Hal ini merupakan wujud dari penegakan hak asasi
manusia khususnya asas praduga tak bersalah. Maka untuk menyimpulkan
seseorang telah melakukan sebuah kejahatan, maka kejahatan tersebut telah
diatur dalam perundang-undangan atau belum. Apabila sudah ada, maka
tahapan selanjutnya untuk menentukan seseorang telah melakukan suatu
kejahatan adalah terpenuhinya unsur-unsur kejahatan yang dilakukan.
Terjadinya suatu tindak pidana, harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
a. Harus ada suatu perbuatan;
88Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo, 2012, hal. 155 89Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana
Indonesia studi kasus tentang penerapan dan perkembangannya dalam yurisprudensi alumni, bandung, 2002, hal. 23
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
93
b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang ditentukan dalam
ketentuan hukum;
c. Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat
dipertanggungjawabkan;
d. Harus berlawanan dengan hukum;
e. Harus terdapat ancaman hukumannya.
Pompe mengatakan bahwa untuk dapat dipidananya seseorang yang
telah dituduh melakukan tindak pidana, ada ketentuan di dalam hukum
acara:
1. Tindakan yang dituduhkan atau didakwakan itu harus dibuktikan;
2. Tindak pidana itu hanya dikatakan terbukti jika memenuhi semua
unsur yang terdapat di dalam rumusannya.
Setelah ada kesimpulan bahwa seseorang tersebut melakukan sebuah
kejahatan, maka tahapan selanjutnya adalah menentukan mengenai sifat dan
substansi perbuatannya itu. Di sinilah terdapat dasar hukum untuk memberi
atau menjatuhkan hukuman pada seseorang. Paham sifat melawan hukum
ada 2 (dua) yaitu :
1. Perbuatan melawan hukum formil, yaitu suatu perbuatan melawan
hukum apabila perbuatan tersebut sudah diatur dalam undang-
undang. Jadi sandarannya adalah hukum yang tertulis.
2. Perbuatan melawan hukum materiil, yaitu terdapat mungkin suatu
perbuatan melawan hukum walaupun belum diatur undang-undang.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
94
Sandarannya adalah asas umum yang terdapat dalam lapangan
hukum.
Pembuat Konsep KUHP Baru 1998 menegaskan dianutnya pandangan
sifat melawan hukum materiil yang terdapat dalam pasal 17 yaitu:
“Perbuatan yang dituduhkan haruslah merupakan perbuatan yang
dilarang dan diancam pidana oleh suatu peraturan perundang-
undangan dan perbuatan tersebut juga bertentangan dengan
hukum.”
Penegasan ini dilanjutkan dalam pasal 18 yaitu :
“Setiap tindak pidana selalu bertentangan dengan pengaturan
perundang-undangan atau bertentangan dengan hukum, kecuali
terdapat alasan pembenar dan pemaaf.”
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sifat melawan
hukum tidak hanya formale wedereechtelijkheid yang diakui, tetapi juga
materiele wederrechtelijkheid.
Untuk menentukan apakah kejahatan yang dilakukan seseorang yang
diduga melakukan terorisme itu adalah sebuah kejahatan, maka perlu
dibuktikan berdasarkan deliknya. Menurut Satochid Kartanegara, unsur
delik terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur yang objektif
adalah unsur yang terdapat di luar diri manusia yaitu berupa :
a. suatu tindakan;
b. suatu akibat dan;
c. keadaaan (omstandigheid).
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
95
Unsur subjektif dari unsur-unsur dari perbuatan dapat berupa:
a. Kemampuan dapat dipertanggungjawabkan (Toerekeningvatbaarheid)
b. Kesalahan (Schuld).90
Penjelasan di atas bisa kita lihat bahwa orang yang sebagai permulaan
diduga melakukan terorisme itu, memenuhi unsur atau delik suatu
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-undang Nomor
15 Tahun 2003. Walaupun ada bukti permulaan yang cukup, pembuktian
unsur-unsur yang ada dalam pasal tersebut cukup untuk membuktikan
sesorang diduga melakukan kejahatan. Jika dilihat dari unsur-unsur tindak
pidana terorisme, maka dapat dilakukan tindakan penyadapan terhadap orang
yang diduga melakukan terorisme.
Pengertian tentang terorisme diatur dalam Pasal 6 Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa :
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek – obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas inter - nasional.” Wilkinson dalam Ensiklopedia Ilmu Kepolisian memberikan identifikasi
dengan memberikan ciri dan karakteristik terorisme sebagai berikut :
1. Sistematisasi penggunaan pembunuhan, luka–luka/kerugian,
atau ancaman untuk mencapai tujuan akhir, contoh penekanan
pemerintah, kegiatan revolusioner atau pengenalan.
90Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 10
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
96
2. Fokus, arah, dan tujuan terorisme adalah menciptakan
ketakutan, ketidaknyamanan dan panik.
3. Terorisme tidak terpisahkan secara acak dan pandang bulu.
Terorisme sengaja menyerang target warga sipil (bukan
prajurit). Strategi ini menyebarkan ketakutan, karena tidak
memiliki target khusus. Oleh karena itu tidak seorangpun akan
merasa aman, dan individu tidak dapat menghindar menjadi
korban. Strategi terorisme diarahkan pada target lunak (soft
target).
4. Terorisme menggunakan metode penghancuran liar/acak seperti
bom mobil, bom paku, dan bom ganda adalah paling disukai.
Terorisme tidak mengenal aturan atau kebiasaan dalam perang.
5. Terorisme lebih bersifat ekspresif dari kekerasan, begitupun
terorisme membutuhkan pendengar dan media. Tanpa media,
teroris merupakan latihan yang sia–sia.
6. Tindak pidana terorisme direncanakan dengan baik
dibandingkan dengan tindak pidana yang dilakukan secara
spontan oleh pelaku tindak pidana.91
Dari masing-masing rumusan terorisme diatas tampak jelas bahwa dalam
pemahaman yang dominan dan resmi, terorisme adalah sebagai aksi kejahatan
yang pada tahap akhir ditujukan untuk menghancurkan negara, artinya ia
disamakan dengan sejenis politik subversi. Dengan kata lain pendefinisian ini
91William G. Baely, Ensiklopedia Ilmu Kepolisian Edisi Bahasa Indonesia, Yayasan
pengembangan Kajian ilmu Kepolisian, Jakarta, hal. 908
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
97
lebih ditujukan untuk melindungi kepentingan dan kekuasaan resmi negara.
Kejahatan terorisme dikatakan sebagai political criminal di mana aktivitas
kejahatannya dilakukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat ideologis dan
dilakukan dengan jaringan atau kelompok.
Terorisme bukan merupakan kejahatan biasa (ordinnary crime) tetapi
lebih bersifat extra ordinary crime. Perbedaan antara kedua kejahatan
tersebut terletak pada tujuan dan cara pelaksanaannya, pada kejahatan biasa
dilaksanakan untuk suatu tujuan tertentu dan korban korban tertentu serta
menggunakan cara biasa yang dapat dilaksanakan secara perorangan atau
bersama–sama (lebih dari satu orang). Mengingat cara perbuatan itu
dilakukan secara biasa, kejahatan ini dapat dilaksanakan oleh hampir setiap
orang. Pada kejahatan extra ordinary, kejahatan dilaksanakan secara
sistematik, meluas serta terorganisir yang didalamnya terkandung adanya
perencanaan dan penggunaan sarana IPTEK, serta dengan tujuan ideologis
serta dapat mengorbankan masyarakat luas bahkan dapat menggoyahkan
tatanan sosial, budaya, hukum, ekonomi dan yang lainnya. Dengan demikian,
penanganan terhadap kejahatan terorisme tidak lagi bersifat ultimum
remedium, tapi harus primum remedium.92
Berkaitan dengan seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana
terorisme diperlukan adanya bukti permulaan yang cukup, dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana Tentang penggunaan bukti permulaan yang cukup, dirasakan kurang
92Eman Ramelan, “Terorisme Dalam Prespektif Hukum Internasional”, Yuridika, Vol. 21
Nomor 1 januari–Februari 2006 : 1 – 12, hal. 3
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
98
jelas dan kurang mampu memberi arah yang pasti sehingga dalam
perkembangan hukum diperlukan suatu formulasi khusus dalam penanganan
tindak pidana khusus seperti terorisme. Dalam Pasal 26 (1) Undang–undang
Nomor 15 Tahun 2003 menyebutkan bahwa penyidik dapat menggunakan
setiap laporan intelijen untuk memulai proses penyidikan terhadap seseorang
yang diduga keras akan melakukan kejahatan terorisme.
Data intelijen dapat digunakan sebagai awal penyidikan, dengan asumsi
bahwa semua dapat dideteksi sedari awal sebagai upaya pencegahan, dengan
demikian pihak intelijen maupun aparat keamanan negara dapat
memaksimalkan pencegahan setiap tindakan yang bepotensi menimbulkan
aksi–aksi teror di wilayah Indonesia.
Pengertian sistem menurut R. L Ackoff adalah sebagai kumpulan konsep
atau fisik yang bagian–bagiannya saling berkaitan secara konsisten.93
Pengertian Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice Syste) menurut kamus
hukum Black Law yaitu :
“Criminal Justice System is the collective institutions through which an accused offender passes until the accusations have been disposed of or the assessed punishment conclude. The system typicaly has have three components: law enforcement (police, sheriffs, marshals), the judicial process (judge, prosecutors, defence lawyers), and corrections ( prison officials, probation officers and parole officers). (Terjemahan bebas: Sistem Peradilan Pidana merupakan lembaga secara kolektif mulai dari sangkaan pelaku sampai sangkaan itu tidak terbukti atau mendapatkan hukuman. Ciri sistem ini memiliki tiga komponen: penegakan hukum (Polisi), proses peradilan (Hakim, Jaksa, Pengacara), dan koreksi (Petugas Lapas, Petugas percobaan dan Petugas pembebasan bersyarat).
93Philips D. C., Holistic Thought in Social Science, California, Stanford University, 1998, hal.
60
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
99
Barda Nawawi Arief menyebutkan Sistem Peradilan Pidana Indonesia
pada hakekatnya identik dengan sistem penegakan hukum pidana yang
merupakan sistem kekuasaan/kewenangan menegakkan hukum. Kekuasaan
atau kewenangan ini dapat diidentikkan dengan istilah kekuasaan
kehakiman.94 Sistem Peradilan Pidana Indonesia terdiri dari empat sub sistem
yaitu pelaksanaan penyidikan oleh lembaga penyidik, penuntutan oleh
lembaga penuntut umum, memeriksa, memutus dan mengadili/menjatuhkan
putusan oleh Pengadilan dan pelaksanaan hukum (eksekusi) pidana
dilaksanakan oleh Kejaksaan. Keterpaduan keseluruhan sub sistem
menciptakan sistem terpadu dalam penegakan hukum atau yang disebut
dengan istilah Sistem Peradilan Pidana terpadu (integrated criminal justice
system).
Tujuan Sistem Peradilan Pidana menurut Muladi terdiri dari tujuan
jangka pendek yaitu resosialisasi dan rehabilitasi pelaku, tujuan jangka
menengah berupa pengendalian dan pencegahan dalam konteks politik
kriminal, dan tujuan jangka panjang adalah kesejahteraan masyarakat dalam
konteks politik sosial.95
Sistem Peradilan Pidana menurut Undang–undang Nomor 8 Tahun
1981 Tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP)
merupakan sistem terpadu (integrated criminal justice system) diletakan
diatas prinsip diferensiasi fungsional. Fungsi utama dari sistem peradilan
94Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana
Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang, 1995, hal. 19-26 95Muladi, Pembinaan Narapidana dalam Kerangka Rancangan UU Hukum Pidana, Makalah,
FH. UI, 1988, hal. 79
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
100
pidana terdiri dari fungsi pembuatan Undang–undang (law making function),
fungsi penegakan hukum (law enforcement function), fungsi pemeriksaan
sidang pengadilan (function of ajudication) dan fungsi memperbaiki terpidana
(function of correction).96
Dalam perkara pidana terdapat pihak-pihak yang saling berhadapan.
Dalam sistem saling berhadapan (adversary system) pihak terdakwa dan/atau
penasehat hukumnya berhadapan dengan pihak penuntut umum yang atas
nama negara menuntut pidana terhadap terdakwa setelah melalui proses
penyidikan di Kepolisian. Tugas hakim adalah memeriksa, memutus dan
mengadili terdakwa dengan keharusan tidak berpihak pada salah satu pihak.
Sistem hukum acara pidana tidak mengenal alat bukti berupa
persangkaan, asumsi, dan spekulasi atau terduga sehingga tidak dibenarkan
menyatakan kesalahan maupun menghukum terdakwa berdasar atas
sangkaan, karena hal itu sama dengan melanggar asas praduga tak bersalah
(persumption of innocent), demikian juga hukum acara pidana memberikan
definisi terhadap seseorang pada tahap penyidikan sebagai tersangka yakni
seseorang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana dan terdakwa sebagai
seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan.
Pada setiap tingkatan pemeriksaan, status seseorang berubah sesuai dengan
alat bukti dan fakta hukum serta perbuatan yang dilakukan, karenanya dalam
penggunaan setiap alat bukti harus diuji terlebih dahulu mengenai kebenaran
96Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal. 90-91
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
101
serta kesesuaian antara fakta dan alat bukti, sehingga hakim dalam memutus
berdasarkan alat bukti yang cukup diperoleh keyakinan bahwa seorang
terdakwa benar–benar telah melakukan tindak pidana. Dengan demikian
istilah terduga tidak ada dalam KUHAP.
3. 2. Legalitas Penyadapan Badan Intelijen Negara Terhadap Orang Yang
Diduga
Kewenangan penyadapan oleh Badan Intelijen Negara bertujuan agar
intelijen dapat melaksanakan tugasnya yakni deteksi dini suatu ancaman.
Penyadapan hanya boleh dilakukan ketika adanya indikasi ancaman
yang ditujukan kepada negara. Kewenangan penyadapan oleh BIN dapat
dilihat yaitu menyadap, memeriksa aliran dana, dan penggalian informasi
dengan meminta keterangan kepada kementerian lembaga pemerintah
non kementerian dan atau lembaga lain.97
Badan Intelijen Negara adalah merupakan lembaga Negara yang
diberikan kewenangan untuk melakukan kegiatan intelijen. Kegiatan
Intelijen yang dilakukan Badan Intelijen Negara ini, sebagaimana
tercantum dalam pasal 10 ayat (1) Undang-undang Intelijen Negara,
yaitu menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri.
Kewenangan penyadapan untuk kepentingan intelijen diatur dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, yang
97http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=267284:bin-
berwenang-lakukan-penyadapan&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
102
diatur dalam pasal 31, pasal 32 dan penjelasan pasal 32 ayat (1) serta ayat
(3), sebagai berikut:
Pasal 31 Undang-Undang tentang Intelijen Negara :
Selain wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 Badan Intelijen
Negara memiliki wewenang melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran
dana, dan penggalian informasi terhadap Sasaran yang terkait dengan98:
a. kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional
meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
dan keamanan, dan sektor kehidupan masyarakat lainnya,
termasuk pangan, energi, sumber daya alam, dan lingkungan
hidup; dan/atau
b. kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang
mengancam keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional,
termasuk yang sedang menjalani proses hukum.”
Pasal 32 Undang-Undang tentang Intelijen Negara:99
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan
berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
(2) Penyadapan terhadap Sasaran yang mempunyai indikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 dilaksanakan dengan ketentuan:
a. untuk penyelenggaraan fungsi Intelijen;
b. atas perintah Kepala Badan Intelijen Negara; dan
98 Pasal 31 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara 99 Ibid , Pasal 32
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
103
c. jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat
diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
(3) Penyadapan terhadap Sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan
yang cukup dilakukan dengan penetapan ketua Pengadilan Negeri.
Penjelasan pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang tentang Intelijen Negara:
“Yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetik atau radio frekuensi, termasuk memeriksa paket, pos, surat-menyurat, dan dokumen lain. Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-undang ini. Hasil penyadapan hanya digunakan untuk kepentingan Intelijen dan tidak untuk dipublikasikan.”100 Penjelasan pasal 32 Ayat (3) Undang-Undang tentang Intelijen Negara: “Proses penetapan ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud
dengan memperhatikan prinsip kecepatan dan kerahasiaan”.101
Dengan demikian, terdapat dua jenis penyadapan yang dilakukan
menurut UU Intelijen Negara, pertama berdasarkan orang yang dicurigai atau
diduga melakukan ancaman,102 dan misalnya dalam pelaksanaannya hanya
beradasarkan izin Kepala Badan Intelijen Negara, fungsi Intelijen Kepolisian
Republik Indonesia izin dari Kepala Badan Intelijen Keamanan, fungsi
intelijen Kejaksaan Republik Indonesia izin dari Jaksa Muda Intelijen,
100Ibid, Penjelasan Pasal 32 Ayat (1) 101 Ibid, Penjelasan pasal 32 ayat (3) 102Yang dimaksud dengan ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan,
baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan. Ibid, pasal 1angka 4
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
104
sehingga dapat menyadap pembicaraan melalui telepon dan atau alat
telekomunikasi elektronika lainnya terhadap orang yang dicurigai tersebut.
Sehingga intelijen disini melaksanakan fungsi penyelidikan.103 Dengan waktu
untuk melakukan penyadapan selama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang
sesuai dengan kebutuhan, artinya tidak jelas batas waktunya. Bahwa yang
kedua jenis penyadapan yang sasarannya yang telah mempunyai bukti
permulaan yang cukup, dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan negeri
dimana prosesnya dapat lebih cepat dan rahasianya lebih terjaga. Dengan
waktu untuk melakukan penyadapan selama 6 (enam) bulan dan dapat
diperpanjang sesuai dengan kebutuhan, artinya tidak jelas batas waktunya.
Dapat dilihat bahwa penyadapan merupakan kewenangan yang diberikan
kepada intelijen apabila sudah mempunyai bukti permulaan yang cukup.
Pengaturan tentang penyadapan tak hanya diatur dalam Undang-undang
Intelijen Negara dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Dalam
pasal 32 ayat 2 bahwa penyadapan terhadap sasaran yang mempunyai
indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 undang-undang nomor 17
tahun 2011 dilaksanakan dangan ketentuan :
Untuk penyelenggaraan fungsi intelijen
a. Atas perintah Kepala Badan Intelijen
b. Jangka waktu penyadapan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat
diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
103Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas serangkaian upaya,
pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengelolah informasi menjadi intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Ibid, pasal 6 ayat (2)
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
105
Pasal 32 ayat 3 UU Intelijen Negara menyebutkan bahwa penyadapan
terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup
dilakukan dengan penetapan ketua Pengadilan Negeri, secara a contrario
dapat diartikan bahwa penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara terhadap
sasaran yang belum mempunyai bukti permulaan yang cukup dilakukan tanpa
adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Meskipun demikian,
penyadapan yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara tidak dalam
melaksanakan fungsi penegakan hukum. Hal itu diperjelas dalam pasal 34
UU Intelijen yang mengatakan bahwa penyadapan itu hanya dapat dilakukan
untuk penyelenggaraan fungsi intelijen, perintah kepala Badan Intelijen
Negara, tanpa melakukan penahanan/penangkapan, dan bekerja sama dengan
penegak hukum yang terkait. Salah satu fungsi Intelijen Negara sebgaimana
diatur dalam Pasal 6 UU Intelijen Negara ialah menyelenggarakan fungsi
penyelidikan. Penyelidikan yang dimaksud terdiri atas serangkaian upaya,
pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan
terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi
menjadi laporan intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk
bukti permulaan tindak pidana terorisme.
3. 3. Hasil Penyadapan Yang Digunakan Sebagai Bukti Permulaan Tindak
Pidana Terorisme
Hasil penyadapan yang disajikan Intelijen Negara berupa laporan
intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup sebagaimana yang tertuang
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
106
dalam Pasal 26 Undang–undang Nomor 15 Tahun 2003, memerlukan syarat
khusus untuk keabsahannya membutuhkan penetapan Ketua/Wakil Ketua
Pengadilan Negeri. Syarat khusus tersebut dalam penggunaan laporan
intelijen sebagai bukti permulaan yang cukup merupakan bentuk dari
investigating judge untuk melaksanakan fungsi kontrol dalam menentukan
sah atau tidaknya laporan intelijen sebagai bukti pendukung untuk dimulainya
penyidikan kasus terorisme.104 Penjelasan Pasal 26 Undang–undang Nomor
15 Tahun 2003 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan laporan intelijen
adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana bahwa
seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti
permulaan, patut diduga sebagai pelaku tindak pidana terorisme.
Dengan demikian ketentuan Pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 Undang–Undang
Nomor 15 Tahun 2003 yang dapat digunakan sebagai laporan intelijen berupa
laporan informasi langsung yang telah mendapatkan pengesahan oleh Kepala
Badan Intelijen Negara. Penggunaan laporan intelijen tersebut harus melalui
penetapan bahwa sudah diperoleh bukti permulaan yang cukup, harus
dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan
Negeri, hal ini ditujukan untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi laporan
intelijen, oleh karenanya proses pemeriksaan hanya dilakukan terhadap
dokumen intelijen.
Berdasarkan Pasal 27 Undang - undang Nomor 15 Tahun 2003 alat bukti
pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi:
104O.C. Kaligis & Associates. Op.Cit, hal. 46
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
107
a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana
b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu; dan
c. Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau
didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sarana,
baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas,
atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada :
1. tulisan, suara, atau gambar
2. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya
3. huruf, tanda, angka, simbol, perforasi, yang memiliki makna
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau
memahaminya.
Dari ketentuan tentang alat bukti yang terdapat dalam Pasal 27 UU
Nomor 15 Tahun 2003, maka pengaturan mengenai alat bukti pemeriksaan
tindak pidana terorisme lebih luas daripada alat bukti yang diatur oleh
KUHAP. Perluasan alat bukti tersebut nampak pada Pasal 27 huruf b dan c
yaitu meliputi alat bukti elektronik.
Keberadaan alat bukti elektronik ini tidak dapat dilepaskan dengan
modus operandi tindak pidana terorisme yang menggunakan tekhnologi
tinggi, baik dalam berkomunikasi maupun dalam melaksanakan tindak
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
108
pidananya. Jaringannya pun tidak sekedar lintas pulau, melainkan sudah
melintasi batas teritorial negara.105
Alat bukti yang diatur berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP
adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
terdakwa. Apabila kelima limitasi alat bukti ini diterapkan yang mengacu
secara formal legalistik/kaku dalam proses pembuktian pada kasus tindak
pidana terorisme dirasakan kurang dapat mengakomodir dalam penyelesaian
kasus terorisme yang mempunyai akibat yang luar biasa dan dilakukan secara
terorganisir dengan menggunakan jaringan baik yang berskala nasional
sampai internasional, sehingga dalam praktiknya menimbulkan problematik.
Disamping itu dengan hanya menerapkan kelima limitatif alat bukti tersebut
dapat menghambat dan merugikan penegakan hukum dalam pengungkapan
kasus tindak pidana terorisme. Dikatakan dapat merugikan oleh karena hal
tersebut akan “membelenggu” hakim dalam mencari kebenaran materiil untuk
membuktikan kesalahan terdakwa.
Pengaturan penggunaan laporan intelijen sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 26 Undang–undang Nomor 15 Tahun 2003 merupakan “Lex Specialis”
dari KUHAP. Dengan demikian laporan intelijen dalam kaitan dengan tindak
pidana terorisme yang tercantum dalam Pasal 27 harus diartikan sebagai
perluasan bukti petunjuk sebagai syarat terpenuhinya ketentuan Pasal 21 Jo.
183 KUHAP dari dua alat bukti yang cukup.
105Didik Endro Purwoleksono, Kejahatan Terorisme, Yuridika, Vol.20 Nomor6, November–
Desember 2005, hal. 457
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
109
Berdasarkan Pasal 1 angka 24 KUHAP, yang dimaksud dengan laporan
adalah pemberitahuan yang dilakukan oleh seorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang–undang kepada pejabat yang berwenang
tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Dengan adanya laporan intelijen sebagai alat bukti permulaan, maka setiap
alat bukti permulaan tentunya memerlukan kekuatan pembuktian untuk dapat
digunakan sebagai alat bukti.
Dari pendapat yang dikemukakan di atas penyadapan yang dilakukan
Intelijen Negara sebagai alat bukti dapat mempunyai nilai pembuktian harus
melalui lembaga Pengadilan sebagai dasar hukum yang kuat terhadap
tindakan aparat penegak hukum tidak menjadi tindakan yang sewenang–
wenang.
Prinsip bahwa penyadapan pada dasarnya merupakan pelanggaran HAM
adalah perinsip umum yang memang harus dipatrikan, sehingga dikarenakan
begitu besar potensinya dalam melanggar HAM, maka penyadapan hanya
diperuntukkan dalam upaya penegakan hukum sebagai upaya terakhir. Prinsip
pertama ini harus dijadikan batu uji yang utama dari pengaturan penyadapan.
Bunyi yang sama sebetulnya sudah tertulis dalam Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang
menyebutkan bahwa penyadapan dilarang dengan pengucualian demi
kepentingan penegakan hukum.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
110
BAB IV
PENUTUP
4. 1. KESIMPULAN
.
a. Penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara merupakan
penyelenggaraan fungsi Intelijen, diantaranya fungsi penyelidikan,
pengamanan, dan penggalangan melalui metode kerja untuk pendeteksian
dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan
penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
b. Ketentuan mengenai penyadapan yang dilakukan Badan Intelijen Negara
terhadap sasaran yang telah mempunyai bukti permulaan yang cukup,
dilakukan dengan penetapan Ketua Pengadilan negeri, secara a contrario
dapat diartikan bahwa penyadapan yang dilakukan Intelijen Negara
terhadap sasaran yang belum mempunyai bukti permulaan yang cukup
dapat dilakukan tanpa adanya penetapan Ketua Pengadilan Negeri.
4. 2. SARAN
a. Meningkatkan koordinasi dan konsolidasi tiap-tiap lembaga yang memiliki
fungsi Intelijen agar keterpaduan dalam mendapatkan informasi Intelijen
berjalan dengan baik sehingga harapan dan tujuan deteksi dini serta
pencegahan dini terwujud dengan maksimal.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
111
b. Perumusan kembali mengenai ketentuan penyadapan yang dilakukan
Intelijen Negara, sehingga tidak menimbulkan multitafsir terhadap Pasal
32 ayat (3) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen
Negara.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
DAFTAR BACAAN
Buku
Abdullah, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Atas Penggunaan wewenang Pemerintah dalam Rangka Pengawasan Pajak, Disertasi, Universitas Airlangga, 2013
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia RI, Pengkajian Hukum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Korban Terorisme, Jakarta, 2008
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, edisi III, cet.II, 2002
Farid, Mr. H.A Zainal Abidin Hukum Pidana 1, Jakarta, Sinar Grafika, 2007 Fuady Munir, Perbuatan Melawan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010 Habib, Hasnan, Lingkungan Internasi onal dan Ketahanan Nasional, dalam
Ichlasul Amal dan Atmadidy Armawi, ed., Sumbangan Ilmu Sosial Terhadap Konsepsi Ketahanan Nasional, Jakarta, 1995
Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006
Herny Campbel, Black Law Dictionary, West Publishing, 1990 ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) Kaligis, O.C. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan
Terpidana, Bandung, Alumni Lamintang, P.A.F. & Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Kepentingan Negara,
Jakarta, Sinar Grafika Manulang, A. C., Menguak Tabu Intelijen, Teror, Motif, dan Rezim, Jakarta,
Panta Rhei Cet. I, 2001 Marpaung, Leden, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika Jakarta, 2005 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2005 Masyhar, Ali Gaya Indonesia Menghadang Terorisme, Bandung, Mandar Maju,
2009 Muladi, Pembinaan Narapidana dalam Kerangka Rancangan UU Hukum Pidana,
Makalah : FH.UI, 1988 Nasakah Akademik Rancangan Undang-undang Intelijen Negara Philips D.C, Holistic Thought in Social Science, California, Stanford University,
1998 Prasetyo, Teguh Hukum Pidana, Jakarta, Raja Grafindo, 2012 Sapardjaja, Komariah Emong, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil dalam
hukum pidana Indonessia studi kasus tentang penerapan dan perkembangannya dalam yurisprudeni, alumni, bandung 2002
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
Sasangka, Hari & Rosita, Lily Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Bandung, Mandar Maju, 2003
Sukarno Irawan, Dasar-Dasar Intelijen Strategis, Jakarta, Markas Besar Angkatan Bersenjata RI, Lembaga Pertahanan Nasional, 1988
Tim Editorial, Cambridge International Dictionarry of English, London, Cambridge University Press, 1996
Wibisono, Ali Abdullah dan Faisal Idris, Menguak Intelijen “Hitam” Indonesia, Jakarta: Pacivis UI, 2006
Widjajanto, Andi, Cornelis Lay, & Makmur Keliat, Intelijen: Velox et Exactus, Jakarta Pacivis UI & Kemitraan, 2006
William G. Baely, Ensiklopedia Ilmu Kepolisian Edisi Bahasa Indonesia, Yayasan pengembangan Kajian ilmu Kepolisian, Jakarta
Jurnal
Hadjon, Phlipus M., “ Wewenang”, Jurnal Yuridika, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Nomor 5 & 6, Edisi September s/d Desember 1997
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Yuridika, Volume 16, Nomor2, Fakultas Hukum Unair Maret 2001
Purwoleksono, Didik Endro, Kejahatan Terorisme, Jurnal Yuridika, Vol.20 Nomor 6, November – Desember 2005
Ramelan, Eman, “Terorisme Dalam Prespektif Hukum Internasional” , Jurnal Yuridika, Vol. 21 Nomor1 januari – Februari 2006
Peraturan Perundang-perundangan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan ICCPR Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa
Telekomunikasi.
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN
Situs Internet
http://www.tanyahukum.com/pidana/189/permulaan-pelaksanaan-dalam-delik-percobaan/
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=267284:bin-berwenang-lakukan-penyadapan&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91
Ikrar Nusa Bakti. Intelijen dan Keamanan Negara, www.dephan.go.id Laudwijk F Paulus, Kopassus. TERORISME. Buletin Balitbang Dephan R.I,
www.dephan.go.id
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS PENYADAPAN OLEH BADAN... ROCKY TUMBUR PANDPOTAN SIAHAAN