dasar-dasar intelijen: perspektif hubungan internasional

24
UNIVERSITAS INDONESIA MAKALAH MATA KULIAH DASAR-DASAR INTELIJEN SEMESTER GASAL 2014/2015 NAMA: TANGGUH CHAIRIL NPM: 1406523963 PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN NASIONAL KEKHUSUSAN KAJIAN STRATEJIK INTELIJEN JAKARTA 2014

Upload: tangguh

Post on 01-Oct-2015

92 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan perspektif/dimensi internasional dalam kajian Dasar-Dasar Intelijen, khususnya untuk memahami bagaimana intelijen berperan dalam aktivitas-aktivitas global. Intelijen stratejik adalah bagian tidak terpisahkan dalam sebuah sistem internasional, baik dalam upaya untuk memahami permasalahan keamanan maupun nonkeamanan. Makalah ini bertujuan menjelaskan berbagai tema isu-isu utama dalam arena internasional yang memiliki keterkaitan dengan intelijen dalam masalah keamanan global.

TRANSCRIPT

  • 0

    UNIVERSITAS INDONESIA

    MAKALAH

    MATA KULIAH DASAR-DASAR INTELIJEN

    SEMESTER GASAL 2014/2015

    NAMA: TANGGUH CHAIRIL

    NPM: 1406523963

    PROGRAM PASCASARJANA

    PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN NASIONAL

    KEKHUSUSAN KAJIAN STRATEJIK INTELIJEN

    JAKARTA

    2014

  • 1

    Dasar-Dasar Intelijen: Perspektif Hubungan Internasional

    Pendahuluan

    Makalah ini dimaksudkan untuk memberikan perspektif/dimensi

    internasional dalam kajian Dasar-Dasar Intelijen, khususnya untuk memahami

    bagaimana intelijen berperan dalam aktivitas-aktivitas global. Intelijen stratejik

    adalah bagian tidak terpisahkan dalam sebuah sistem internasional, baik dalam

    upaya untuk memahami permasalahan keamanan maupun nonkeamanan. Makalah

    ini bertujuan menjelaskan berbagai tema isu-isu utama dalam arena internasional

    yang memiliki keterkaitan dengan intelijen dalam masalah keamanan global.

    Definisi "Intelijen"

    Apa itu intelijen? Michael Warner (2007) telah mengumpulkan berbagai

    definisi intelijen berdasarkan sumber dan kejelasannya. Dalam dokumen-

    dokumen resmi, Warner melihat bahwa banyak definisi intelijen menekankan

    aspek-aspek 'informasi' dari intelijen lebih dari segi organisasionalnya.1 Misalnya,

    definisi intelijen dalam Undang-Undang Keamanan Nasional Amerika Serikat

    tahun 1947 sebagai berikut.

    "'Intelijen luar negeri' adalah informasi terkait kapabilitas, intensi, atau

    aktivitas pemerintah-pemerintah negara lain atau unsur-unsurnya,

    organisasi-organisasi asing, atau orang-orang asing."2

    1 Michael Warner, "Wanted: A Definition of "Intelligence"", Center for the Study of Intelligence, CSI Publications Vol. 46 No. 3, 2007. 2 Undang-Undang Keamanan Nasional Amerika Serikat tahun 1947, 50 U.S.C. 401a.

  • 2

    Definisi intelijen dalam publikasi komersial pun seringkali menekankan

    aspek informasinya, seperti yang dikutip Warner dari bapak intelijen Amerika

    Serikat yang merupakan analis senior CIA, Sherman Kent berikut ini.

    "Intelijen, sebagaimana saya tuliskan, adalah pengetahuan yang harus

    dimiliki warga sipil berposisi tinggi dan personil militer untuk menjaga

    kesejahteraan nasional."3

    Warner mengkritik bahwa definisi yang menyetarakan intelijen dengan

    informasi adalah terlalu samar dan tidak dapat diharapkan memberikan pedoman

    nyata dalam kerja intelijen. Menurutnya, intelijen merupakan berbagai hal

    sekaligus, yaitu informasi, proses, dan aktivitas, yang dilakukan oleh 'pihak

    berwenang'. Kerahasiaan menjadi penting karena intelijen merupakan bagian dari

    'perjuangan' yang berkelanjutan antara berbagai negara. Intelijen juga mencakup

    operasi-operasi klandestin yang dilakukan untuk menyebabkan efek-efek tertentu

    di negara-negara asing. Melalui berbagai data tersebut, Warner memberikan

    definisinya sendiri tentang intelijen: "Intelijen adalah aktivitas negara yang

    rahasia untuk memahami atau memengaruhi entitas asing".4

    Dari definisi Warner di atas, diperoleh bahwa intelijen dapat bermakna

    berbagai hal sekaligus, yaitu informasi atau pengetahuan, proses atau aktivitas,

    dan pihak berwenang atau organisasi. Sebagai pengetahuan, intelijen adalah

    informasi yang sudah dikumpulkan dan dianalisis untuk kemudian disampaikan

    kepada user yang merupakan pembuat kebijakan. Dalam hal ini, intelijen terbagi

    atas intelijen dasar, intelijen aktual, dan intelijen perkiraan keadaan (kirka).

    Sebagai aktivitas, intelijen berarti kegiatan rahasia yang dilakukan negara.

    Menurut Len Scott (2004), aktivitas ini mencakup intelijen rahasia, tindakan

    terselubung (covert action), dan diplomasi klandestin.5 Covert action ini

    didefinisikan dalam direktif Keamanan Nasional tahun 1948 no. 10/2 mencakup

    3 Sherman Kent, Strategic Intelligence for American Foreign Policy (Princeton, NJ: Princeton University Press, 1949), hlm. vii. 4 Michael Warner, 2007, ibid. 5 Len Scott, "Secret Intelligence, Covert Action and Clandestine Diplomacy", Intelligence and National Security, Vol. 19, No. 2, Musim Panas 2004, hlm. 322 341.

  • 3

    propaganda; perang elektronik; tindakan langsung preventif termasuk sabotase,

    antisabotase, pengrusakan dan evakuasi; subversi terhadap negara-negara yang

    bermusuhan termasuk bantuan kepada gerakan perlawanan bawah tanah,

    kelompok-kelompok gerilya dan pembebasan pengungsi, serta dukungan terhadap

    unsur-unsur anti-Komunis lokal di negara-negara lain.6 Sementara itu, diplomasi

    klandestin adalah penggunaan dinas-dinas rahasia untuk melakukan diplomasi,

    dengan asumsi terdapat keinginan berbicara dengan musuh walaupun

    pembicaraan tidak dapat membawa kepada negosiasi. Len Scott mencontohkan

    diplomasi klandestin seperti peran CIA, GRU, dan KGB dalam Krisis Rudal Kuba

    serta peran SIS dan MI5 dalam proses perdamaian Irlandia Utara.7

    Terakhir, sebagai organisasi, intelijen berarti organisasi-organisasi dinas

    rahasia, seperti Central Intelligence Agency (CIA) di Amerika Serikat, MI6 di

    Inggris, Mossad di Israel, Inter-Services Intelligence (ISI) di Pakistan, Dinas

    Keamanan Federal (FSB) di Rusia, Bundesnachrichtendienst (BND) di Jerman,

    Kementerian Keamanan Negara di Tiongkok, Australian Secret Intelligence

    Service (ASIS) di Australia, Research and Analysis Wing (RAW) di India, dan

    Directorate General for External Security (DGSE) di Prancis. Baik sebagai

    pengetahuan, aktivitas, maupun organisasi, intelijen telah berperan penting dalam

    masalah keamanan global.

    Intelijen dalam Masalah Keamanan Global

    Intelijen dalam Perang Dunia II

    Peran intelijen dalam masalah keamanan global dapat dilihat dalam sejarah

    hubungan internasional modern. Dalam Perang Dunia II misalnya, keberhasilan

    pendaratan D-Day Tentara Sekutu pada 6 Juni 1944 merupakan hasil dari operasi

    desepsi militer yang dinamai Operasi Bodyguard. Operasi yang dimaksudkan

    untuk menyesatkan Jerman terkait tanggal dan lokasi pendaratan utama Sekutu ini

    menyebabkan Adolf Hitler menempatkan Erwin Rommel sebagai panglima

    6 Direktif Keamanan Nasional Amerika Serikat, NSC 10/2 18 Juni 1948. 7 Len Scott, 2004, ibid.

  • 4

    tentara Jerman membangun benteng pertahanan di sepanjang pantai Samudera

    Atlantik untuk mengantisipasi invasi Sekutu, tanpa mengetahui wilayah

    pendaratan sebenarnya. John Hughes-Wilson (2004) menulis bahwa Operasi

    Bodyguard dirancang oleh Staf Desepsi Sekutu yang menggunakan nama cover

    London Controlling Section (LCS) berusaha menyesatkan Jerman terkait intensi

    Sekutu terkait D-Day. Operasi Bodyguard memiliki dua tujuan, yaitu

    memperlemah kekuatan Jerman dengan membuat Hitler menyebar pasukannya ke

    seluruh Eropa, dan menunda reaksi Jerman terhadap invasi selama mungkin

    dengan membuat para perencana militer Jerman tidak yakin bahwa pendaratan

    pertama hanyalah gerak tipu. LCS pun melancarkan berbagai operasi desepsi yang

    halus, dengan distorsi yang dirancang untuk menyesatkan informasi waktu,

    tempat, dan jumlah pasukan yang akan dikirimkan. Hal ini menyebabkan intelijen

    Jerman memperoleh banyak informasi yang saling berkonflik, beberapa di

    antaranya informasi yang benar, namun tidak diketahui yang mana.8

    Seluruh desepsi yang dilancarkan LCS membuat Jerman hanya

    menempatkan 60 dari 300 divisi Angkatan Daratnya di Eropa Barat, dan hanya

    delapan divisi di antaranya yang ditempatkan di wilayah-wilayah pendaratan

    Sekutu. Sisanya tersebar di Balkan, Italia, Rusia, Prancis selatan, Denmark,

    Belanda, Norwegia, dan Pas de Calais di utara Prancis, sehingga pertahanan

    Jerman pun melemah. Lokasi-lokasi rencana pendaratan Sekutu dalam desepsi

    Operasi Bodyguard dapat dilihat dalam Gambar 1.

    Tidak hanya di pihak Sekutu, keberhasilan dan kegagalan Jepang dalam

    Perang Dunia II juga disebabkan oleh dinas-dinas intelijennya. Ken Kotani (2009)

    mengungkapkan bahwa dalam tahap-tahap awal Perang Pasifik, intelijen

    Angkatan Darat Kekaisaran Jepang mengumpulkan informasi dalam jumlah yang

    cukup banyak dan menggunakannya dalam berbagai operasi, seperti dalam

    Pertempuran Malaya, Operasi Hong Kong, dan Operasi Palembang. Intelijen

    8 Jon Hughes-Wilson, Military Intelligence Blunders and Cover-ups (Da Capo Press, 2004), hlm. 1619.

  • 5

    Angkatan Laut pun menggunakan informasi intelijen dengan baik, yang terbukti

    dari keberhasilan serangan terhadap Pearl Harbor.9

    Gambar 1 Peta rencana pendaratan Sekutu dalam desepsi Operasi Bodyguard

    Kendati demikian, Ken Kotani mengungkapkan bahwa penerapan intelijen

    oleh Angkatan Darat Kekaisaran Jepang perlahan-lahan berkurang selama perang,

    sehingga di paruh kedua perang intelijen Jepang kehilangan fungsinya. Alasannya

    adalah isu-isu kontraintelijen, seperti pemecahan kode, dan kegagalan berbagi

    informasi stratejik baik di dalam maupun di antara Angkatan Darat dan Laut.

    9 Ken Kotani, "Japanese Intelligence in WWII: Successes and Failures", NIDS Journal of Defense and Security Vol. 11 No. 2, hlm. 327.

  • 6

    Kegagalan intelijen ini yang menyebabkan berbagai kekalahan Jepang dalam

    paruh kedua Perang Pasifik.10

    Intelijen dalam Perang Dingin

    Setelah Perang Dunia II, peran intelijen dalam masalah keamanan global

    tidak surut. Memasuki masa Perang Dingin, dinas-dinas intelijen semakin

    meningkatkan aktivitasnya dalam persaingan antara negara-negara Barat dan

    negara-negara Blok Soviet, mulai dari perencanaan, pengumpulan informasi,

    analisis, hingga diseminasi yang dilakukan secara rahasia.11

    Dinas-dinas intelijen

    digunakan dalam masa Perang Dingin karena dua hal, yaitu konflik ideologi

    antara kedua Blok dan perlombaan senjata nuklir, yang menyebabkan ketegangan

    internasional dalam masa tersebut mencapai tingkat yang sangat berbahaya.

    Menurut George Blake, agen Soviet di dalam SIS, usaha intelijen kolektif oleh

    seluruh pihak menghadirkan suatu transparansi bersama hingga tingkat tertentu

    pada saat itu.12

    Dalam masa Perang Dingin, dua dinas intelijen yang berada pada garis

    depan pertempuran adalah CIA dari Amerika Serikat dan Komitet

    Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB) dari Uni Soviet. CIA dibentuk sebagai

    kelanjutan dari reformasi intelijen Amerika Serikat pasca-Perang Dunia II yang

    memisahkan intelijen dari unsur militer, di mana dinas intelijen Amerika Serikat

    sebelumnya adalah intelijen militer bernama Office of Secret Services (OSS).

    Michael Warner (2001) mengungkapkan bahwa Amerika Serikat membutuhkan

    struktur komando terpadu dan sistem intelijen yang lebih baik untuk mencegah

    terjadinya kegagalan intelijen seperti Pearl Harbor dalam Perang Dunia II.

    Amerika Serikat pun mengeluarkan Undang-Undang Keamanan Nasional 1947

    yang menerapkan prinsip-prinsip kesatuan perintah dan kesatuan intelijen serta

    membentuk Dewan Keamanan Nasional, Sekretaris Pertahanan, Kepala Staf

    10 ibid. 11 Peter Gill dan Mark Phythian, Intelligence in an Unsecure World (Polity, 2012) hlm. 7. 12 George Blake dikutip dalam R. Aldrich, The Hidden Hand: Britain, America and Cold War Secret Intelligence (John Murray, 2001).

  • 7

    Hukum, dan CIA. UU Keamanan Nasional 1947 menjadi penting karena

    ketidakpercayaan tradisional Amerika Serikat kepada keberadaan militer yang

    besar dan kekuasaan terpusat. UU ini juga menetapkan bahwa divisi intelijen

    dalam angkatan bersenjata dan departemen sipil, yang kemudian disebut

    Komunitas Intelijen, akan tetap independen dari CIA.13

    Dalam masa awal Perang Dingin, CIA menjadi perpanjangan kebijakan

    Amerika Serikat yang didominasi antikomunisme intens, termanifestasikan dalam

    doktrin containment yang dikembangkan oleh Duta Besar Amerika Serikat kepada

    Uni Soviet George Kennan, blokade Berlin, dan Perang Korea. Hal ini terlaksana

    dengan tingkat fleksibilitas tinggi karena Direktur Intelijen Pusat Allen Dulles dan

    Menteri Luar Negeri John Foster Dulles merupakan saudara. Allen Dulles juga

    merupakan perwira kunci operasi OSS di Swiss pada Perang Dunia II. Dalam

    masa ini, Uni Soviet merupakan masyarakat tertutup yang menyulitkan penetrasi

    agen-agen CIA, sehingga CIA mengompensasinya dengan menggunakan

    teknologi maju untuk mengumpulkan informasi. Contohnya, pesawat Lockheed

    U-2 menjadi pesawat pengintai generasi pertama yang dapat mengambil gambar

    dan mengumpulkan sinyal-sinyal elektronik dari ketinggian di atas pertahanan

    udara Soviet. Setelah pesawat U-2 CIA dijatuhkan rudal darat-ke-udara SA-2

    pada 1960, pesawat Lockheed SR-71 Blackbird dikembangkan untuk

    menggantikan peran pengintaian. Dalam mengoperasikan pesawat pengintai SR-

    71 dan satelit-satelit lainnya, CIA bekerjasama dengan militer membentuk

    National Reconnaissance Office (NRO), organisasi yang eksistensinya

    dirahasiakan dalam waktu lama.

    Selama periode ini, terdapat berbagai covert action yang dilakukan CIA

    terhadap gerakan-gerakan sayap kiri yang dipersepsikan sebagai komunis.

    Contohnya, CIA menggulingkan pemerintahan negara lain pertama kalinya dalam

    kudeta Iran pada 1953,14

    juga membantu usaha-usaha antikomunis di Burma,

    13 Michael Warner, Historical Perspective, Central Intelligence: Origin and Evolution (Washington, DC: CIA History Staff, Center for the Study of Intelligence, Central Intelligence Agency, 2001), hlm. 1. 14 Lihat James Risen, "Secrets of history: The CIA in Iran", The New York Times, 16 April 2000, diakses dari http://www.globalpolicy.org/empire/history/2000/0416ciairan.htm. Lihat juga Ervand Abrahamian, "The 1953 Coup in Iran", Science & Society Vol. 65, No. 2 (Musim Panas, 2001), hlm. 182215.

  • 8

    Guatemala, dan Laos. Operasi-operasi terbesar CIA dalam masa ini ditargetkan

    pada Kuba setelah penggulingan diktator Fulgencio Batista, termasuk usaha

    pembunuhan Fidel Castro dan invasi Teluk Babi,15

    juga operasi yang ditargetkan

    pada Zare untuk mendukung Mobutu Sese Seko, Presiden Zare pada

    1965 1997.16

    Di Indochina, misi CIA pertama pada 1954 memiliki nama kode Misi

    Militer Saigon di bawah pimpinan Edward Lansdale, yang berada dalam rangka

    kebijakan containment menentang pemerintahan yang bersifat komunis di bawah

    pemimpin salah satu faksi di Vietnam, Ho Chi Minh. Pada awalnya, fokus

    Amerika Serikat di Asia Tenggara adalah Laos, bukan Vietnam, di mana CIA

    melakukan operasi udara pada 1955 1974.17 Dalam masa Perang Vietnam,

    terjadi perdebatan antara Departemen Pertahanan di bawah pimpinan Robert

    McNamara dan CIA terkait dampak kerusakan yang dialami musuh, di mana

    analisis CIA tidak seoptimis analisis militer.18

    Di Tibet, program CIA terdiri atas

    plot politik, distribusi propaganda, dan pengumpulan intelijen paramiliter

    berdasarkan komitmen Amerika Serikat kepada Dalai Lama pada 1951 dan 1956

    untuk mengurangi pengaruh dan kapabilitas rezim China yang menyebarkan

    revolusi budaya hingga ke Tibet.19

    Pada pertengahan 1970-an, terjadi skandal Watergate, yaitu berbagai

    kegiatan klandestin dan ilegal yang dilakukan pemerintahan Presiden Richard

    Nixon menggunakan CIA, Federal Bureau of Investigation (FBI), dan Internal

    Revenue Service (IRS) terhadap berbagai kelompok aktivis dan tokoh-tokoh

    politik. Selama periode ini, Kongres berusaha mendapatkan hak pengawasan atas

    kantor kepresidenan Amerika Serikat dan cabang eksekutif pemerintah. Berbagai

    15

    Michael Warner, "The CIA's Internal Probe of the Bay of Pigs Affair", Center for the Study of Intelligence, Studies Archive Index Vol. 42 No. 5, 2008, dan Piero Gleijeses, "Ships in the Night: The CIA, the White House and the Bay of Pigs", Journal of Latin American Studies, Vol. 27, No. 1 (Feb., 1995), hlm. 142. 16

    David N. Gibbs, "Let Us Forget Unpleasant Memories: The US State Department's Analysis of the Congo Crisis", Journal of Modern African Studies Vol. 33 No. 1, hlm. 175180. 17 William M. Leary, "CIA Air Operations in Laos, 1955-1974", Center for the Study of Intelligence, CSI Publications Vol. 43 No. 3, 2007. 18 Harold P. Ford, "Why CIA Analysts Were So Doubtful About Vietnam", Center for the Study of Intelligence, Studies in Intelligence Vol. 40 No. 5, Semiannual Edition, 1997, No. 1. 19 "Status Report on Tibetan Operations", Office of the Historian, 26 Januari 1968, diakses dari http://history.state.gov/historicaldocuments/frus1964-68v30/d342.

  • 9

    kegiatan CIA di masa lalu terkuak, seperti pembunuhan dan usaha pembunuhan

    pemimpin-pemimpin negara asing termasuk Presiden Kuba Fidel Castro dan

    Presiden Republik Dominika Rafael Trujillo serta pengintaian dalam negeri

    ilegal terhadap warga negara Amerika Serikat. Hal ini terkuak melalui laporan

    Direktur Intelijen Pusat pada 1973 yang disebut Family Jewels tentang

    kegiatan-kegiatan ilegal CIA tersebut.20

    Artikel New York Times mengklaim CIA

    telah membunuh beberapa kepala negara asing dan secara ilegal mengintai sekitar

    7.000 warganya yang terlibat dalam gerakan anti perang. CIA juga melakukan

    eksperimen ilmiah terhadap manusia, termasuk pemberian asam lisergat

    dietilamida (LSD) secara diam-diam.21

    Terkuaknya kegiatan ilegal CIA ini membuka kesempatan bagi Kongres

    untuk meningkatan pengawasan atas operasi intelijen. Pada 1975, Kongres

    menanggapi tuduhan-tuduhan itu dengan menyelidiki CIA di Senat melalui

    Komite Church dan di Dewan Perwakilan melalui Komite Pike.22

    Selain itu,

    Presiden Gerald Ford yang naik pasca-pengunduran diri Nixon membentuk

    Komisi Rockefeller dan mengeluarkan perintah eksekutif yang melarang

    pembunuhan kepala negara asing.23

    Selain skandal Watergate pada 1970-an, penyalahgunaan kewenangan CIA

    tidak berhenti sampai situ. Pada pertengahan 1980-an, terjadi skandal Irangate, di

    mana beberapa pejabat pemerintahan senior Amerika Serikat secara rahasia

    memfasilitasi penjualan senjata ke Iran, yang merupakan subjek embargo senjata

    pada saat itu.24

    Beberapa pejabat Amerika Serikat pada saat itu berharap penjualan

    20

    "CIA's "Family Jewels" - full report", National Security Archive, diakses dari www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB222/family_jewels_full.pdf 21

    "Timeline of the C.I.A.s Family Jewels", The New York Times 26 Juni 2007, diakses dari www.nytimes.com/2007/06/26/washington/26cia-timeline.html, lihat juga "Files on Illegal Spying Show C.I.A. Skeletons From Cold War", The New York Times 27 Juni 2007, diakses dari www.nytimes.com/2007/06/27/washington/27cia.html?pagewanted=all 22

    Lihat Gerald K. Haines, "The Pike Committee Investigations and the CIA", diakses dari www.cia.gov/library/center-for-the-study-of-intelligence/csi-publications/csi-studies/studies/winter98_99/art07.html 23 Lihat hasil laporan Rockefeller Commission di history-matters.com/archive/contents/church/contents_church_reports_rockcomm.htm dan www.maryferrell.org/wiki/index.php/Rockefeller_Commission 24 "The Iran-Contra Affair 20 Years On", The National Security Archive, George Washington University, 24 November 2006, diakses dari http://www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB210/.

  • 10

    senjata akan menjamin dilepaskannya beberapa sandera dan memungkinkan agen-

    agen intelijen Amerika Serikat untuk mendanai kelompok pemberontak Contras di

    Nikaragua. Reaksi terhadap skandal Irangate ini adalah penciptaan Undang-

    Undang Otorisasi Intelijen pada 1991, yang mendefinisikan operasi terselubung

    (covert operation) sebagai misi rahasia di area-area geopolitik di mana Amerika

    Serikat tidak terlibat secara terbuka, dan membutuhkan rantai komando yang

    mengotorisasi, mencakup laporan temuan presidensial yang resmi dan informasi

    kepada Komite Intelijen di Dewan dan Senat, yang dalam keadaan darurat hanya

    membutuhkan pemberitahuan yang tepat waktu.

    Di pihak Uni Soviet, KGB merupakan hasil evolusi dari dinas intelijen

    Soviet yang terus mengalami perubahan nama dan bentuk, dari Cheka yang

    dibentuk pada 1918 hingga KGB yang dibentuk pada 1954 dan bubar seiring

    dengan kolapsnya Uni Soviet pada 1991. Menurut Robert W. Pringle (2011),

    Cheka dan KGB sendiri banyak terinspirasi oleh dinas intelijen masa Kekaisaran

    Rusia yang bernama Okhrana, yang diciptakan pada 1881/2 setelah pembunuhan

    Tsar Aleksandr II untuk menyusup ke dalam gerakan-gerakan politik oposisi di

    dalam dan luar negeri serta melakukan pembunuhan berencana kepada kelompok

    minoritas Yahudi. Okhrana mengalami kemunduran karena banyak agennya

    kemudian menjadi teroris, serta bubar seiring dengan kolapsnya Kekaisaran Rusia

    pada Revolusi 1917.25

    Pringle (2011) kemudian mengungkapkan bahwa pada masa Soviet Rusia,

    dinas intelijen mengalami evolusi dari Cheka (Komisi Luar Biasa Seluruh Rusia

    untuk Perlawanan Kontra-Revolusi dan Sabotase) pada 1918 hingga KGB

    (Komite Keamanan Negara) yang dibentuk pada 1954 dan bubar seiring dengan

    kolapsnya Uni Soviet pada 1991. Cheka dibentuk oleh Vladimir Lenin yang

    merasa bahwa revolusi Bolshevik akan gagal tanpa ada regu penembak. Tugas

    Cheka antara lain menghancurkan seluruh oposisi terhadap rezim baru,

    bertanggung jawab atas intelijen luar negeri, kontraintelijen, keamanan dalam

    25 Robert W. Pringle, Guide to Soviet and Russian Intelligence Services, The Intelligencer, Vol. 18 No. 2, Winter/Spring 2011, hlm. 51.

  • 11

    negeri, dan pengendalian perbatasan, serta mengawasi sistem kamp kerja paksa

    Gulag.26

    Pasca-Lenin, Joseph Stalin mengambil alih organisasi intelijen Soviet.

    Sebagaimana diungkapkan Pringle (2011), langkah awal yang diambil Stalin

    adalah memfokuskan aktivitas intelijen Soviet untuk anti-insurgensi, menyasar

    petani yang menolak kolektivisasi, lawan politik, dan sisa-sisa deputi Lenin.

    Kemudian, NKVDGPU ditugaskan menyediakan intelijen luar negeri untuk

    kepemimpinan Soviet, dan ditempatkan secara rahasia di berbagai negara seperti

    Inggris, Prancis, Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang. Bahkan, sebelum Jerman

    menginvasi Soviet pada 1941, intelijen Soviet telah memperingatkan Stalin,

    namun laporan tersebut ditolaknya. Akibat kesalahan tersebut, pasca-invasi

    Jerman Stalin meningkatkan jumlah intel Soviet secara signifikan.27

    Menurut Pringle (2011), pada tahun-tahun terakhirnya, Stalin menjadi

    semakin paranoid dan meningkatkan jumlah orang yang dibuang ke Gulag,

    jumlah politisi muda Partai Komunis yang dibersihkan, dan kaum Yahudi Soviet

    yang disasar. Wafatnya Stalin pada 1953 menyelamatkan banyak jiwa. Penerus

    Stalin, Nikita Khrushchev, melakukan destalinisasi dengan mengeksekusi

    pimpinan intelijen masa Stalin Lavernty Beria, membebaskan jutaan orang dari

    kamp kerja paksa dan pembuangan, mengutuk kejahatan Stalin, serta mengubah

    nama organisasi intelijen menjadi KGB dan menempatkannya di bawah kendali

    Partai.28

    Pringle (2011) kemudian mengungkapkan bahwa KGB menjadi organisasi

    intelijen yang besar yang melaksanakan fungsi-fungsi seperti CIA, FBI, NSA, dan

    intelijen militer di Amerika Serikat. Komponen-komponen penting KGB antara

    lain Direktorat Kepala I (Intelijen Luar Negeri), Direktorat Kepala II (Keamanan

    Dalam Negeri dan Kontraintelijen), Direktorat Kepala V (Pengawasan Gereja dan

    Pemberontak), Direktorat Kepala VIII dan XVI (Keamanan Komunikasi dan

    Pemecahan Kode), serta Direktorat Penjaga Perbatasan. Tugas KGB antara lain

    memata-matai negara lain, mencuri teknologi Barat, operasi propaganda, hingga

    26 loc. cit. 27 ibid., hlm. 5152. 28 ibid., hlm. 52.

  • 12

    menindas oposisi. KGB juga merekrut sumber-sumber intelijen luar negeri yang

    mengkhianati negaranya. Pada tahun-tahun terakhir Soviet, Mikhail Gorbachev

    berusaha mengerdilkan kekuatan KGB, menyebabkan unsur-unsur KGB berbalik

    menyerang Gorbachev dalam usaha kudeta Soviet pada Agustus 1991, yang

    menandai kolapsnya Uni Soviet.29

    KGB mengumpulkan informasi intelijen utamanya melalui agen, yang

    disebut intelijen manusia (HUMINT). Laporan John Kohan dari Time pada 1983

    menyebutkan bahwa KGB merupakan organisasi pengumpul informasi paling

    efektif di dunia,30

    yang melakukan spionase legal dan ilegal di negara-negara

    sasaran. Spionase legal dilakukan berbasis pada Kedutaan Besar dan Konsulat

    Soviet dan jika tertangkap dapat dilindungi dari tuntutan dengan imunitas

    diplomatik. Mata-mata yang tertangkap dipulangkan ke Uni Soviet atau

    dinyatakan sebagai persona non grata dan diusir oleh pemerintah negara sasaran.

    Spionase ilegal dilakukan tanpa imunitas diplomatik dan secara independen dari

    misi diplomatik maupun dagang Soviet, seperti dengan cover sebagai pejabat

    CIA. Pada awalnya, KGB menekankan pada mata-mata ilegal karena dapat

    menginfiltrasi sasaran dengan lebih mudah. Mata-mata KGB melakukan empat

    tipe spionase, yaitu politik, ekonomi, militer-stratejik, dan disinformasi.

    Dilakukan juga operasi-operasi intelijen aktif, kontraintelijen, dan intelijen sains-

    teknologi.

    KGB tidak hanya mengumpulkan informasi intelijen melalui agen, namun

    juga sistem intelijen sinyal (SIGINT) yang luas yang mengimbangi jaringan

    SIGINT United Kingdom United States of America Agreement (UKUSA).

    Menurut Christopher Andrew, SIGINT Soviet beroperasi melalui stasiun-stasiun

    darat di negara-negara Pakta Warsawa melalui lebih dari 50 kedutaan besar

    Soviet, satelit, pesawat, truk, kapal selam, dan kapal-kapal permukaan.

    Keberhasilan SIGINT Soviet terkait dengan HUMINT Soviet, karena pemecahan

    sistem kode dan sandi dapat dicapai dengan bantuan informasi parsial yang

    diperoleh melalui spionase. Sejak masa Okhrana, salah satu prioritas utama

    29 ibid., hlm. 5253. 30 John Kohan, "Eyes of the Kremlin", Time 14 Februari 1983, diakses dari http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,953701-6,00.html.

  • 13

    aktivitas intelijen adalah memperoleh materi-materi sandi dan dokumen-dokumen

    diplomatik untuk membantu para analis kode Rusia. Okhrana memiliki

    departemen rahasia untuk memperoleh akses ke arsip-arsip misi luar negeri

    Inggris di St. Petersburg, serta kedutaan-kedutaan besar Amerika Serikat, Swedia,

    dan Belgia. KGBGPU menghidupkan kembali serta mengembangkan teknik-

    teknik sandi Rusia masa Okhrana, sehingga awalnya berhasil menargetkan

    kedutaan-kedutaan besar Barat di ibukota negara-negara Dunia Ketiga, seperti

    Beijing dan Tehran. Pasca-kesuksesan mengembangkan SIGINT Soviet, agen-

    agen penetrasi Soviet membantu memecahkan sandi diplomatik Inggris dan

    memperoleh akses ke dokumen-dokumen Kantor Urusan Luar Negeri.31

    Andrew menekankan pentingnya bantuan agen dalam SIGINT Soviet,

    terutama dalam memenetrasi SIGINT Amerika Serikat. Pada 1950-an hingga

    1960-an, terdapat tidak kurang dari tiga agen Soviet dalam NSA dan beberapa

    defektor dari NSA. Target penetrasi Soviet lainya termasuk jaringan keluarga

    Walker di Amerika Serikat pada 1968-1984, Geoffrey Prime di markas Partai

    Konservatif Inggris CCHQ pada 1968-1978, hingga godaan agen wanita terhadap

    Marinir Amerika Serikat yang menjaga ruang sandi di Kedutaan Besar Amerika

    Serikat di Moskow.32

    Karena Perang Dingin merupakan situasi yang diciptakan oleh Amerika

    Serikat dan Uni Soviet, praktis masalah keamanan global dalam masa ini nyaris

    seluruhnya melibatkan dinas-dinas intelijen kedua negara ini, CIA dan KGB.

    Kedua dinas intelijen ini merupakan kunci perlombaan senjata yang dilakukan

    kedua negara adidaya. Melalui CIA dan KGB, kedua negara memiliki

    kemampuan memonitor persediaan senjata pihak lainnya sebagaimana dibolehkan

    dalam perundingan Strategic Arms Limitation Talks (SALT). Tanpa kemampuan

    memonitor ini, perundingan SALT tidak akan ada maknanya. Selain itu, infiltrasi

    dinas-dinas intelijen ke program-program senjata pihak lawan memungkinkan

    tiap-tiap negara mengimbangi satu sama lain. Terutama, infiltrasi Soviet ke

    31 Christopher Andrew, From the Okhrana to the KGB, Declassified Authority NND 947003, hlm. 5354. 32 ibid., hlm. 5759.

  • 14

    program nuklir Amerika Serikat membantu Soviet mengembangkan bomnya

    sendiri.

    Dalam masa Perang Dingin ini, terlihat dua pendekatan berbeda terkait

    pengumpulan informasi intelijen. Uni Soviet cenderung menggunakan HUMINT,

    tampak dari jumlah mata-mata mereka yang jauh lebih banyak dari Amerika

    Serikat. Di lain pihak, Amerika Serikat lebih menekankan pendekatan teknologi

    sebagai sumber intelijen. Hal ini dapat disebabkan sifat dari rezim di tiap-tiap

    negara, di mana masyarakat Timur yang opresif lebih sulit ditembus dengan

    infiltrasi manusia daripada masyarakat Barat yang terbuka.

    Dalam masa Perang Dingin ini, intelijen menjadi medan perang utama

    antara kedua belah pihak untuk mengungguli posisi lawannya menggunakan aksi-

    aksi rahasia, operasi psikologis, dan bentuk-bentuk subversi. Dapat dikatakan,

    Perang Dingin adalah pertempuran antara kedua organisasi intelijen ini hingga

    taraf tertentu. Kedua organisasi intelijen ini juga digunakan untuk memicu Perang

    Proksi di negara-negara lain, seperti bagaimana CIA melakukan penyalahgunaan

    wewenang dalam periode 1970-1990 untuk membunuh dan mengusahakan

    pembunuhan pemimpin-pemimpin negara asing. Kedua organisasi intelijen ini

    pun melakukan pertempuran kebudayaan dalam persaingan mencari identitas

    nasional yang bersatu. Akan tetapi, karena arsip-arsip intelijen dalam masa Perang

    Dingin masih banyak tertutup, mengalami penghancuran terorganisasi, serta

    dimanipulasi pemerintah, upaya menyimpulkan sampai sejauh mana sebenarnya

    pertempuran intelijen dalam masa tersebut masih merupakan hal yang sulit.

    Intelijen Pasca-9/11

    Dengan kolapsnya Uni Soviet, praktis tidak ada ancaman keamanan simetris

    terhadap Amerika Serikat selama beberapa tahun. Hingga akhirnya peristiwa 9/11

    terjadi. Serangan teroris pada 11 September 2001 yang dilancarkan oleh

    kelompok al-Qaeda terhadap komplek World Trade Center (WTC) di New York

    dan terhadap Pentagon, markas Departemen Pertahanan Amerika Serikat di

    Washington, D.C., menewaskan 2.966 korban jiwa. Serangan ini dilakukan al-

  • 15

    Qaeda dengan alasan kebencian atas investasi Amerika Serikat di sektor minyak

    Timur Tengah, pengaruh Barat terhadap nilai-nilai religius umat Islam, dan

    dukungan Amerika Serikat terhadap Israel. Pemerintah Amerika Serikat kemudian

    mendeklarasikan Perang Melawan Teror (War on Terror) sebagai kampanye

    militer global untuk memberangus al-Qaeda dan organisasi-organisasi militan

    lainnya. Selama lebih dari satu dekade, War on Terror menjadi isu keamanan

    global paling utama, dan hal ini juga memengaruhi isu-isu intelijen dalam

    hubungan internasional.

    Peristiwa 9/11 kemudian diatributkan sebagai kegagalan intelijen Amerika

    Serikat. Menurut Richard K. Betts (2007), seluruh fase lingkaran intelijen

    Amerika Serikat mengalami kegagalan: pengumpulan informasi gagal karena

    tidak berhasil menemukan pelaku, rencana, atau cara-cara serangan walau terdapat

    intelijen sinyal yang mengindikasikan akan adanya tindakan yang segera terjadi;

    pemprosesan dan diseminasi gagal karena berbagai informasi tidak terhubung

    sehingga sulit mengidentifikasi individu-individu yang terlibat dalam tindakan

    tersebut atau instrumen-instrumen yang akan digunakan; analisis informasi gagal

    karena tidak menemukan pola-pola yang tepat dalam menghubungkan petunjuk-

    petunjuk yang tidak lengkap. Sementara itu, pembuat kebijakan gagal karena

    sebelum peristiwa 9/11 pemerintahan George W. Bush tidak menjadikan

    terorisme sebagai prioritas tinggi sebagaimana dilakukan Komunitas Intelijen dan

    pemerintahan Bill Clinton sebelumnya, posisi koordinator nasional

    kontraterorisme dalam staf National Security Council (NSC) diturunkan, komite

    deputi tidak membahas kontraterorisme hingga tiga bulan setelah pemerintahan

    berjalan, dan komite utama tidak membahasnya hingga empat bulan setelahnya.33

    War on Terror yang dilancarkan pemerintahan Bush juga diatributkan

    sebagai kegagalan intelijen. Invasi Amerika Serikat ke Irak, yang dijustifikasi

    dengan informasi intelijen bahwa rezim Saddam Hussein di Irak memiliki senjata

    pemusnah massal, juga tidak berhasil menemukan senjata pemusnah massal

    tersebut. Kegagalan ini berdampak jatuhnya kredibilitas intelijen Amerika Serikat

    33 Richard K. Betts, Two Faces of Failure: September 11 and Iraqs Missing WMD, dalam Enemies of Intelligence: Knowledge and Power in American National Security (New York: Columbia University Press, 2007), hlm. 105114; lihat juga The 9/11 Commission Report oleh National Commission on Terrorist Attacks upon the United States.

  • 16

    serta membawa kepada perang yang sebenarnya tidak perlu dan menyebabkan

    lebih banyak korban dari peristiwa 9/11. Kali ini, kegagalan terjadi dalam

    pengumpulan dan analisis.34

    Untuk mencegah berbagai kegagalan ini terulang kembali, pada 2004

    Amerika Serikat mengeluarkan Undang-Undang Reformasi Intelijen dan

    Pencegahan Terorisme. UU tersebut membentuk jabatan Direktur Intelijen

    Nasional (DNI) yang mengambil alih sejumlah fungsi pemerintah dan Komunitas

    Intelijen yang sebelumnya ditangani oleh CIA. DNI mengelola Komunitas

    Intelijen Amerika Serikat dan berusaha mengatur lingkaran intelijen. Beberapa

    fungsi yang dialihkan dari Direktur Intelijen Pusat (DCI) yang sebelumnya

    merangkap sebagai ketua CIA ke DNI adalah penyusunan estimasi yang

    mencerminkan opini gabungan ke-16 dinas intelijen Amerika Serikat dalam

    Komunitas Intelijen dan penyusunan maklumat untuk presiden. Pada 30 Juli 2008,

    Presiden Bush mengeluarkan Executive Order 1347035

    untuk memperkuat peran

    DNI. CIA yang sebelumnya berada di atas Komunitas Intelijen saat ini berada di

    bawah DNI.36

    Di lain pihak, pasca-Perang Dingin, dinas intelijen Rusia yang sebelumnya

    hanya satu organisasi yaitu KGB dipecah menjadi berbagai dinas, antara lain yang

    paling vital adalah SVR (Dinas Intelijen Asing Rusia), FSB (Dinas Keamanan

    Federal Rusia), dan FSO (Dinas Perlindungan Federal Rusia). Menurut laporan

    kontraintelijen Barat, aktivitas intelijen Rusia telah kembali ke level pemata-

    mataan dalam masa Perang Dingin.37

    Kembali ke War on Terror. Selama lebih dari satu dekade, War on Terror

    menjadi isu keamanan global paling utama, dan hal ini juga memengaruhi isu-isu

    intelijen dalam hubungan internasional. Frederick P. Hitz (2007), Inspektur

    Jenderal CIA pada dekade 1980-an1990-an, mengungkapkan bahwa dengan

    berakhirnya Perang Dingin, dan berubahnya sumber ancaman dari Uni Soviet

    34 Betts (2007), ibid., hlm. 114121; lihat juga Robert Jervis, Reports, Politics, and Intelligence Failures: The Case of Iraq, The Journal of Strategic Studies Vol. 29, No. 1, 3 52, Februari 2006, hlm. 348. 35 Executive Order 13470, diakses dari http://fas.org/irp/offdocs/eo/eo-13470.htm. 36 Bush Orders Intelligence Overhaul, Associated Press 31 Juli 2008, diakses dari http://www.nytimes.com/aponline/washington/AP-Intelligence-Rules.html. 37 Pringle (2011), op. cit., hlm. 53.

  • 17

    hingga terorisme pasca-9/11, ada beberapa hal yang akan menjadi tantangan bagi

    spionase CIA di masa depan. Pertama, kapabilitas agensi intelijen telah berkurang

    pada periode sepuluh tahun pasca-disintegrasi Soviet (1991) hingga 9/11 (2001).

    Kedua, teknik-teknik pengumpulan informasi masa Perang Dingin tidak efektif

    lagi dengan perkembangan teknologi. Ketiga, ancaman keamanan dan kualitas

    hidup terhadap para operatif spionase semakin berbahaya. Keempat, AS kini telah

    dipersepsikan sebagai ancaman eksternal yang hanya tertarik pada sumber

    minyak. Kelima, AS tidak dapat mengendalikan secara penuh operasi mata-mata

    yang menggunakan perantara. Keenam, teknik pengumpulan SIGINT terhambat

    oleh ketidakmampuan agen-agen CIA menerjemahkan bahasa Arab. Hitz

    menyimpulkan bahwa pengumpulan intelijen kini mengikuti suatu paradigma

    baru, bukan lagi spionase klasik melainkan pelacakan jejak teroris dan senjatanya

    dengan keahlian detektif dan sumber-sumber terbuka/open source intelligence

    (OSINT).38

    Demikianlah pembahasan tentang bagaimana intelijen berperan dalam

    aktivitas-aktivitas global. Intelijen telah menjadi bagian tidak terpisahkan dalam

    sistem internasional, terutama terkait permasalahan keamanan. Perkembangan

    teoritisasi tentang pemikiran stratejik intelijen pun mengikuti perkembangan

    sejarah dunia modern dalam hubungan internasional, seperti hingga saat ini

    literatur-literatur intelijen stratejik banyak membahas bagaimana intelijen

    melakukan operasi kontraterorisme dalam rangka War on Terror yang kini

    menjadi isu keamanan global paling utama. Perkembangan teoritisasi tersebut

    dapat dilihat dalam Gambar 2.

    38 Frederick P. Hitz, The Importance and Future of Espionage, dalam Loch K. Johnson (ed.), Strategic Intelligence, Volume 2 (Westport: Praeger Security International, 2007), hlm. 9193.

  • 18

    Gambar 2 Perkembangan Teoritisasi Pemikiran Stratejik Intelijen

    Sumber Broto Wardoyo, dalam kuliah Pengantar Pemikiran Intelijen Stratejik, Universitas

    Indonesia 8 September 2014

    Intelijen dalam Hubungan Internasional di Masa Depan?

    Bagaimanakan masa depan intelijen stratejik? Berbagai literatur kini mulai

    membahas tentang peran intelijen dalam mendorong perdamaian terkait dengan

    upaya penjagaan perdamaian (peacekeeping) secara kolektif. Intelijen ini

    merupakan proses terbuka, legal, dan etis yang menyediakan dukungan keputusan

    multinasional kepada organisasi-organisasi pro-perdamaian seperti PBB dan

    organisasi nonpemerintah seperti Doctors without Borders dan International

    Committee of the Red Cross. Dukungan ini dapat membantu organisasi-organisasi

    tersebut memutuskan mandat stratejik, rencana kampanye operasional, intervensi

    taktis, dan pilihan-pilihan teknis dalam menjalankan perannya.39

    39 David Carment dan Martin Rudner (ed.), Peacekeeping Intelligence: New Players, Extended Boundaries (Oxon: Routledge, 2006); Mark Tovey (ed.), Collective Intelligence: Creating a Prosperous World at Peace (Virginia: Earth Intelligence Network, 2008).

  • 19

    Contoh kasus peran yang pertama dapat dilihat dalam sentralitas intelijen

    terkait perlombaan senjata dalam masa Perang Dingin. Dengan intelijen, baik

    Amerika Serikat dan Uni Soviet dapat memonitor jumlah senjata pihak lainnya

    yang diperbolehkan dalam Strategic Arms Limitations Talks (SALT) sehingga

    perjanjian tersebut tidak sia-sia. Infiltrasi ke dalam program-program senjata

    negara lawan juga memungkinkan Amerika Serikat dan Uni Soviet menyamakan

    tingkat persenjataannya dengan satu sama lain, hingga tercapailah apa yang

    disebut Kenneth Waltz sebagai perdamaian nuklir (nuclear peace).40

    Ilustrasi peran yang kedua dapat dilihat dalam bentuk intelijen peacekeeping

    yang menekankan informasi dari sumber terbuka, sharing intelijen multilateral

    pada berbagai tingkat, penggunaan intelijen untuk menjamin perlindungan

    kekuatan, serta interoperabilitas dan komonalitas dengan mitra-mitra koalisi dan

    organisasi nonpemerintah (NGO). Hal ini abai dilakukan dalam misi-misi

    perdamaian PBB pada 1990an, sehingga menyebabkan konsekuensi operasional

    yang problematik, misalnya UNPROFOR di Bosnia dan Herzegovina 19921995,

    UNAMIR di Rwanda 1994, dan UNOSOM di Somalia 19921995.41 Dengan

    adanya intelijen peacekeeping yang dilakukan secara kolektif, setiap orang akan

    memperoleh akses terhadap seluruh informasi dalam seluruh bahasa setiap waktu,

    sehingga merevitalisasi dan mentransformasi demokrasi. Contoh intelijen kolektif

    yang telah ada antara lain Earth Intelligence Network, rancangan arsitektur

    intelijen open source (OSINT) yang akan memfasilitasi dan memelihara seluruh

    usaha publik kolektif untuk menciptakan intelijen bersama, intelijen kolektif, dan

    organisasi pintar di tiap-tiap level.42 Rancangan ini selaras dengan berubahnya

    paradigma intelijen sekarang, bukan lagi berfokus pada spionase klasik,

    melainkan pada pelacakan jejak teroris dengan cara-cara detektif dan sumber-

    sumber open source.43

    40

    Perdamaian nuklir adalah teori yang menyatakan bahwa senjata nuklir dapat mendorong stabilitas dan mengurangi peluang eskalasi krisis. Perdamaian nuklir tercipta ketika biaya perang menjadi sangat tinggi bagi kedua belah pihak, karena keduanya memiliki kapabilitas retaliasi second strike. 41 David Carment dan Martin Rudner (ed.), ibid., hlm. 12. 42 Earth Intelligence Network diciptakan oleh Robert Steele, eks-agen klandestin CIA yang kini menjadi advokat open source intelligence (OSINT). 43 Hitz (2007), op. cit., hlm. 7594.

  • 20

    Terkait tema peran intelijen dalam mendorong perdamaian, Doron Pely dari

    Foreign Policy in Focus mengungkapkan bahwa belum ada organisasi intelijen

    dunia yang memiliki divisi Intelijen Perdamaian. Pely mengusulkan

    dibentuknya suatu departemen dalam organisasi intelijen yang akan berusaha

    menentukan seberapa jauh tindakan perdamaian di negar-negara sasaran

    merupakan peluang, bukanlah ancaman. Kebutuhan akan suatu divisi Intelijen

    Perdamaian ini semakin dirasa setelah ketidakmampuan Israel merespon inisiatif

    perdamaian Arab Saudi hingga dua kali, pada 2002 dan 2007, serta kegagalan

    pemerintahan George W. Bush merespon usulan diplomatik Iran pada 2003.

    Contoh-contoh peluang perdamaian yang gagal ini, menurut Pely, disebabkan

    kurangnya kesiapan intelijen perdamaian. Suatu divisi Intelijen Perdamaian dalam

    organisasi-organisasi intelijen dunia akan menambah sudut pertimbangan

    tambahan dan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kebijakan.44

    Sebagaimana perkembangan teoritisasi intelijen stratejik yang mengikuti

    perkembangan hubungan internasional, akankah intelijen dalam hubungan

    internasional di masa depan menuju ke arah intelijen perdamaian atau intelijen

    peacekeeping? Pertanyaan ini baru akan terjawab jika masalah keamanan global

    ke depannya berkembang ke arah perdamaian dunia.

    Bibliografi

    ___. Bush Orders Intelligence Overhaul. Associated Press 31 Juli 2008.

    http://www.nytimes.com/aponline/washington/AP-Intelligence-Rules.html.

    ___. "CIA's "Family Jewels" - full report." National Security Archive.

    www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB222/family_jewels_full.pdf

    ___. Direktif Keamanan Nasional Amerika Serikat, NSC 10/2 18 Juni 1948.

    ___. Executive Order 13470. http://fas.org/irp/offdocs/eo/eo-13470.htm.

    44 Doron Pely, Where Are the Peace-Intelligence Professionals? Foreign Policy in Focus, 22 Februari 2013, diakses dari http://fpif.org/where_are_the_peace-intelligence_professionals/.

  • 21

    ___. "Files on Illegal Spying Show C.I.A. Skeletons From Cold War." The New

    York Times 27 Juni 2007.

    www.nytimes.com/2007/06/27/washington/27cia.html?pagewanted=all

    ___. Rockefeller Commission." history-

    matters.com/archive/contents/church/contents_church_reports_rockcomm.ht

    m dan www.maryferrell.org/wiki/index.php/Rockefeller_Commission

    ___. "Status Report on Tibetan Operations", Office of the Historian, 26 Januari

    1968. http://history.state.gov/historicaldocuments/frus1964-68v30/d342.

    ___. The 9/11 Commission Report. National Commission on Terrorist Attacks

    upon the United States.

    ___. "The Iran-Contra Affair 20 Years On." The National Security Archive,

    George Washington University, 24 November 2006.

    http://www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB210/.

    ___. "Timeline of the C.I.A.s Family Jewels." The New York Times 26 Juni

    2007. www.nytimes.com/2007/06/26/washington/26cia-timeline.html.

    ___. Undang-Undang Keamanan Nasional Amerika Serikat tahun 1947, 50 U.S.C.

    401a.

    Abrahamian, Ervand. "The 1953 Coup in Iran." Science & Society Vol. 65, No. 2

    (Musim Panas, 2001).

    Aldrich, R. The Hidden Hand: Britain, America and Cold War Secret

    Intelligence. John Murray, 2001.

    Andrew, Christopher. From the Okhrana to the KGB. Declassified Authority

    NND 947003.

    Betts, Richard K. Enemies of Intelligence: Knowledge and Power in American

    National Security. New York: Columbia University Press, 2007).

    Carment, David dan Rudner, Martin (ed.). Peacekeeping Intelligence: New

    Players, Extended Boundaries. Oxon: Routledge, 2006.

    Ford, Harold P. "Why CIA Analysts Were So Doubtful About Vietnam." Center

    for the Study of Intelligence, Studies in Intelligence Vol. 40 No. 5,

    Semiannual Edition, 1997, No. 1.

  • 22

    Gibbs, David N. "Let Us Forget Unpleasant Memories: The US State

    Department's Analysis of the Congo Crisis." Journal of Modern African

    Studies Vol. 33 No. 1.

    Gill, Peter dan Phythian, Mark. Intelligence in an Unsecure World. Polity, 2012.

    Gleijeses, Piero. "Ships in the Night: The CIA, the White House and the Bay of

    Pigs." Journal of Latin American Studies, Vol. 27, No. 1 (Feb., 1995).

    Haines, Gerald K. "The Pike Committee Investigations and the CIA."

    www.cia.gov/library/center-for-the-study-of-intelligence/csi-

    publications/csi-studies/studies/winter98_99/art07.html

    Hughes-Wilson, Jon. Military Intelligence Blunders and Cover-ups. Da Capo

    Press, 2004.

    Jervis, Robert. Reports, Politics, and Intelligence Failures: The Case of Iraq.

    The Journal of Strategic Studies Vol. 29, No. 1, 3 52, Februari 2006.

    Johnson, Loch K. (ed.). Strategic Intelligence, Volume 2. Westport: Praeger

    Security International, 2007.

    Kent, Sherman. Strategic Intelligence for American Foreign Policy. Princeton,

    NJ: Princeton University Press, 1949.

    Kohan, John. "Eyes of the Kremlin." Time 14 Februari 1983.

    http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,953701-6,00.html.

    Kotani, Ken. "Japanese Intelligence in WWII: Successes and Failures." NIDS

    Journal of Defense and Security Vol. 11 No. 2.

    Leary, William M. "CIA Air Operations in Laos, 1955-1974." Center for the

    Study of Intelligence, CSI Publications Vol. 43 No. 3, 2007.

    Pely, Doron. Where Are the Peace-Intelligence Professionals? Foreign Policy in

    Focus, 22 Februari 2013. http://fpif.org/where_are_the_peace-

    intelligence_professionals/.

    Pringle, Robert W. Guide to Soviet and Russian Intelligence Services. The

    Intelligencer, Vol. 18 No. 2, Winter/Spring 2011.

    Risen, James. "Secrets of history: The CIA in Iran." The New York Times, 16

    April 2000.

    http://www.globalpolicy.org/empire/history/2000/0416ciairan.htm.

  • 23

    Scott, Len. "Secret Intelligence, Covert Action and Clandestine Diplomacy."

    Intelligence and National Security, Vol. 19, No. 2, Musim Panas 2004.

    Tovey, Mark (ed.). Collective Intelligence: Creating a Prosperous World at

    Peace. Virginia: Earth Intelligence Network, 2008.

    Warner, Michael. Historical Perspective. Central Intelligence: Origin and

    Evolution. Washington, DC: CIA History Staff, Center for the Study of

    Intelligence, Central Intelligence Agency, 2001.

    Warner, Michael. "The CIA's Internal Probe of the Bay of Pigs Affair." Center for

    the Study of Intelligence, Studies Archive Index Vol. 42 No. 5, 2008.

    Warner, Michael. "Wanted: A Definition of "Intelligence"." Center for the Study

    of Intelligence, CSI Publications Vol. 46 No. 3, 2007.