penugasan

4
Tulisan ini memang bukan kisah tentang saya dan tarbiyah, apalagi tentang dakwah kampus. Pengalaman selama satu tahun di UGM sulit untuk saya jelaskan, dengan rentang penugasan yang pendek. Pengalaman bagaimana saya mulai belajar mengenai tarbiyah. Pengalaman tentang bagaimana sebenarnya medan dakwah kampus, mulai dari kepanitiaan acara di Fakultas, koor acara di PMB Ilmy di Univ, sampai menjadi mantan Ketua OC di PMB JS. Apa yang tertulis disini justru merupakan hal yang menurut saya lebih menarik untuk saya sampaikan, tentang satu latar belakang dari beragam masalah kenapa saya memutuskan untuk disini, di tarbiyah. Islam adalah sumber dari keadilan, masa lalu sudah menunjukkan hal tersebut. Allah mengajari manusia bahwa kita semua sama dihadapan-Nya. Tauhid sendiri bermanifestasi dalam bentuk kesetaraan antar manusia, yang pada masa lalu umat muslim dengan keras memperjuangkannya. Islam telah membebaskan manusia dari tirani yang mencekat. Islam adalah dunia dimana pemimpin bersama rakyatnya menjadi sama dimata Allah. Sayang sekarang, hal tersebut telah hilang. Tidak ada yang tersisa selain penderitaan dan kesusahan. Umat Muslim telah kalah dalam berbagai aspek, dan penjajah telah menghapus sejarah umat gemilang umat ini. Bahkan banyak diantara kita yang hari ini tidak mengetahui sejarah umat sama sekali. Umat muslim kemudian mendefinisikan diri mereka sesuai dengan apa yang penjajah diktekan kepada mereka. Semenjak Kekhalifahan terakhir runtuh, rencana mereka mungkin tidak hanya untuk membuat negara-negara islam baru yang lebih kecil, namun untuk merubah sejarah dan identitas umat ini sendiri. Identitas muslim sebagai identitas pemersatu mulai dihapus, dan diganti dengan identitas-identitas yang lain. Mulai dari saat itu, kita akan melihat umat Islam dalam kacamata nasionalitas, sebagai etnis, ras, bahkan sampai ke warna kulit. Mereka yang tetap keras kepala memegang identitas Islam secara murni akan mengalami seperti apa yang dikatakan Rasulullah, mereka seperti memegang bara api yang menyala. Waktu sendiri yang menjadi saksi berapa banyak umat muslim menderita, dibunuh, kelaparan sampai mati, dan disiksa dari satu belahan bumi ke belahan bumi yang lain, untuk memastikan

Upload: arif-setya

Post on 06-Dec-2015

1 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

s

TRANSCRIPT

Page 1: Penugasan

Tulisan ini memang bukan kisah tentang saya dan tarbiyah, apalagi tentang dakwah kampus. Pengalaman selama satu tahun di UGM sulit untuk saya jelaskan, dengan rentang penugasan yang pendek. Pengalaman bagaimana saya mulai belajar mengenai tarbiyah. Pengalaman tentang bagaimana sebenarnya medan dakwah kampus, mulai dari kepanitiaan acara di Fakultas, koor acara di PMB Ilmy di Univ, sampai menjadi mantan Ketua OC di PMB JS. Apa yang tertulis disini justru merupakan hal yang menurut saya lebih menarik untuk saya sampaikan, tentang satu latar belakang dari beragam masalah kenapa saya memutuskan untuk disini, di tarbiyah.

Islam adalah sumber dari keadilan, masa lalu sudah menunjukkan hal tersebut. Allah mengajari manusia bahwa kita semua sama dihadapan-Nya. Tauhid sendiri bermanifestasi dalam bentuk kesetaraan antar manusia, yang pada masa lalu umat muslim dengan keras memperjuangkannya. Islam telah membebaskan manusia dari tirani yang mencekat. Islam adalah dunia dimana pemimpin bersama rakyatnya menjadi sama dimata Allah.

Sayang sekarang, hal tersebut telah hilang. Tidak ada yang tersisa selain penderitaan dan kesusahan. Umat Muslim telah kalah dalam berbagai aspek, dan penjajah telah menghapus sejarah umat gemilang umat ini. Bahkan banyak diantara kita yang hari ini tidak mengetahui sejarah umat sama sekali. Umat muslim kemudian mendefinisikan diri mereka sesuai dengan apa yang penjajah diktekan kepada mereka. Semenjak Kekhalifahan terakhir runtuh, rencana mereka mungkin tidak hanya untuk membuat negara-negara islam baru yang lebih kecil, namun untuk merubah sejarah dan identitas umat ini sendiri.

Identitas muslim sebagai identitas pemersatu mulai dihapus, dan diganti dengan identitas-identitas yang lain. Mulai dari saat itu, kita akan melihat umat Islam dalam kacamata nasionalitas, sebagai etnis, ras, bahkan sampai ke warna kulit. Mereka yang tetap keras kepala memegang identitas Islam secara murni akan mengalami seperti apa yang dikatakan Rasulullah, mereka seperti memegang bara api yang menyala. Waktu sendiri yang menjadi saksi berapa banyak umat muslim menderita, dibunuh, kelaparan sampai mati, dan disiksa dari satu belahan bumi ke belahan bumi yang lain, untuk memastikan identitas muslim hilang.

Umat ini diajari oleh penjajah bahwa kita kerdil, dan dengan berjalannya waktu kita sendiri telah percaya dengan hal tersebut. Untuk memahami hal tersebut, banyak kasus yang menunjukkan bagaimana rendahnya rasa perhatian seorang muslim terhadap nyawa saudaranya yang lain. Mulai dari jatuhnya Konstantinopel, runtuhnya Andalusia sampai jatuhnya korban jutaan jiwa untuk berdirinya negara buatan di Palestina sampai Pakistan, semuanya dilupakan. Tidak ada nama mereka di monumen kenangan, tidak ada peringatan tiap tahun, tidak ada ganti rugi bagi keluarga mereka, bahkan tempat tinggal, apalagi nama mereka tidak pernah disebut di Masjid-masjid pada hari Jum’at. Tulang belulang mereka yang berserakan di tanah tidak berharga untuk diingat, bahkan oleh kita.

Bandingkan dengan sikap mereka yang secara pemikiran tidak terjajah. Mereka yang secara mental tidak kalah. Misal, bagaimana kaum penjajah bereaksi setelah peristiwa 9-11. Menggemalah seisi dunia barat, menuntut untuk pembalasan. Menuntut untuk perang. Siksa semuanya yang berhubungan dengan Muslim. Dua negara mereka invasi hingga jutaan

Page 2: Penugasan

manusia meninggal. Setiap tahun, mereka mengingat nama-nama yang meninggal. Setiap nama tersebut mempunyai nilai. Monumen-monumen ditinggikan, setiap nama yang hilang dicatat, dan jutaan mengunjunginya untuk membuat kenangan mereka tetap hidup.

Sekarang di Indonesia, mungkin sedikitnya reaksi dari umat Muslim bisa disebut tidak mengejutkan. Tapi akan sangat aneh jika dengan kasus-kasus terdekat seperti di Tolikara, masih banyak tetangga kita yang belum peduli, menganggap itu bukan urusan mereka walau mereka mengaku diri mereka Islam. Hal tersebut menunjukkan pikiran mereka yang masih terjajah. Justru di negeri ini, pelaku dari kejahatan dijamu di Istana Negara. Bagaimana seorang muslim akan menghargai orang lain jika dirinya sendiri tidak dia hargai.

Islam seharusnya bisa menjadi solusi. Rasulullah sendiri dalam khutbah terakhirnya menyatakan jika kita semua sebagai manusia adalah sama dan tidak ada yang lebih mulia dari yang lainnya, kecuali dalam taqwa dan beramal sholeh. Pembelaan kepada umat muslim yang lain harus dilakukan tanpa dengan membawa diskriminasi pada sebagian yang lain.

Islam bukan hanya tentang bagaimana berhijab yang benar. Saya sendiri bangga bisa memelihara jenggot dan berusaha tidak isbal, namun topik-topik seperti panjang jenggot yang harusnya dipelihara seharusnya tidak menjadi hal yang dipermasalahkan. Pikiran muslim yang terjajah mengajari mereka kaki apa yang digunakan untuk memasuki toilet, atau dengan tangan apa mereka makan, tapi mereka tidak pernah belajar menggunakan kaki dan tangan tersebut untuk menegakkan keadilan di bumi ini.

Ketika kalangan muslim yang apolitis menggunakan pilar-pilar Islam untuk bersembunyi, saya yakin cara yang paling baik sekarang adalah bukan untuk merubah apa yang sudah mereka lakukan, tapi mendidik generasi selanjutnya sebagai muslim yang tidak hanya melakukan ritual, tapi juga muslim yang mengaplikasikan ritual tersebut ke kehidupan sehari-harinya, muslim yang tidak terjajah pikirannya. Semua jama’ah sejatinya memiliki posisinya masing-masing untuk tegaknya Islam di muka bumi.

Bagaimana Muhammadiyah dapat menguasai dunia pendidikan dengan sekolahnya dan kesehatan dengan rumah sakit. Bagaimana Nahdiyin dapat merangkul kalangan santri hingga ke pelosok desa. Bagaimana Hizbut Tahrir nantinya dapat membandingkan ayat-ayat Allah dengan hukum demokrasi yang masih terlewat. Bagaimana teman-teman Salaf dapat memurnikan Aqidah. Belum lagi dengan teman-teman yang lain, JT, JAT, Salafi Haraki, dan yang lain. Saya sendiri aktif di Tarbiyah karena disinilah saya merasa berhutang, dan sesuai saran murrabi saya terdahulu, saya memilih disini karena saya merasa bisa melakukan yang terbaik disini.

Dimanapun kita berada, masalahnya sekarang kita sekarang hidup pada masa dimana tidak ada manusia yang bisa setara dengan yang lain kecuali dia menuntut kesetaraan tersebut. Ketika kita kehilangan keberanian untuk melakukannya, maka dapat mungkin akan menyalahkan keadaan kita sendiri. Kita akan lari dari amanah yang telah diberikan kepada kita, misi kita sebenarnya, untuk membawa keadilan pada bumi ini. Tidak menggunakan ibadah untuk membawa misi tersebut, tapi justru menggunakannya untuk bersembunyi.

Page 3: Penugasan

Itu semua akan terjadi jika kita menutup pikiran terhadap dunia luar, terhadap jama’ah muslim yang siap menampung kita. Tetap bersikap “apolitis” dan terkesan cari aman. Orang yang bebas, sejatinya tidak akan membiarkan diri mereka untuk dijajah oleh pemikiran seperti itu. Hanya budak yang mau terjajah. Terjajah adalah mental mereka yang tidak bergerak, mereka yang diam ketika melihat saudara mereka tersakiti, dan keadilan tidak ditegakkan dihadapan mereka. Walau sekarang, akan sulit bagi kita untuk menemukan muslim yang tidak terjajah, ingatlah, menjadi agent of change bukanlah suatu omong kosong. Allah menuntut kita untuk merubah dunia ini, dan sudah tiba waktunya bagi umat ini untuk melakukannya lagi.

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” Qur’an, 57:25

Arif Setya Basuki ~ Geografi 2014