penuangan logam
TRANSCRIPT
DIONISIUS Y.MECHANICAL ENGINEERING STUDENTYK STATE UNIVERSITY
TERIMA KASIH KEPADA SELURUH PENULIS SUMBER REFERENSI
Yk, 2013
Dionisius Y.©Yk 2013
1
PENUANGAN LOGAM
A. Proses Pengecoran
Proses pengecoran merupakan proses manufaktur dengan memanaskan
logam hingga mencapai titik cair dan menuangkan cairan logam tersebut ke
dalam cetakan sehingga berbentuk seperti rongga cetakan. Pengecoran terdiri
dari dua jenis, antara lain ingot casting dan shape casting. Ingot casting
merupakan pengecoran dengan bentuk sederhana, di mana hasilnya
digunakan sebagai bahan baku untuk proses pengerjaan lebih lanjut seperti
rolling atau forging. Sedangkan shape casting sendiri merupakan pengecoran
dengan bentuk geometri yang lebih kompleks dan mendekati bentuk akhir
produk yang diharapkan.
Dasar dari proses pengecoran yaitu, penuangan cairan logam ke dalam
cetakan, membiarkan cairan logam untuk membeku, dan mengeluarkan hasil
pengecoran dari cetakan. Hal-hal yang diperlukan dalam pengecoran antara
lain:
1. Menyiapkan pola.
2. Membuat cetakan.
3. Mencairkan logam di dapur peleburan.
4. Menuangkan cairan logam ke dalam rongga cetakan.
5. Menunggu proses pendinginan dan pembekuan.
6. Membongkar cetakan untuk memperoleh produk
pengecoran.
7. Membersihkan kotoran pada produk pengecoran.
8. Menguji produk pengecoran.
Hasil proses pengecoran berupa net shape (bentuk akhir) dan near net
shape (mendekati bentuk akhir). Net shape adalah produk yang ukuran dan
geometri benda tersebut sesuai dengan keinginan, sehingga tidak memerlukan
proses manufaktur lagi. Sedangkan near net shape memiliki ukuran maupun
Dionisius Y.©Yk 2013
2
geometri hampir sesuai keinginan, sehingga dibutuhkan proses lebih lanjut
untuk memperoleh detail dan ukuran yang diinginkan.
Proses pengerjaan lanjutan pada near net shape adalah permesinan atau
machining/cutting. Proses permesinan meliputi bubut, frais, dan bor. Hasil
akhir permukaan dan ukuran produk dari proses permesinan juga lebih baik
daripada proses pengecoran.
B. Peralatan dan Bahan Penuangan Logam
1. Peralatan Penuangan
a. Dapur induksi.
Dapur induksi merupakan alat yang digunakan untuk melebur
logam. Proses peleburan dengan dapur induksi memiliki hasil
kemurnian dan kualitas yang tinggi. Dapur induksi menggunakan arus
bolak-balik/alternating current (AC) yang lewat melalui kumparan
tembaga sehingga menghasilkan medan magnet. Arus induksi tersebut
memanaskan dan mencairkan logam secara cepat. Selain itu gaya
medan magnet menyebabkan sebuah aksi pencampuran yang terjadi
Penutup
Kumparan tembaga
Material tahan api
Cairan logam
Gambar 1. Dapur Induksi
Sumber: Mikell P. Groover, Fundamentals of Modern Manufacturing: Materials, Processes, and Systems. 4th ed., John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, 2010, p. 247
Dionisius Y.©Yk 2013
3
pada cairan logam. Kapasitas dari dapur induksi yang digunakan
sebesar satu ton. Keunggulan dalam penggunaan dapur listrik yaitu:
Kemurnian bahan tuangan sesuai dengan komposisi yang
diharapkan.
Pengendalian suhu peleburan lebih mudah dikontrol.
Mampu memperbaiki mutu logam yang berawal dari bahan
bermutu rendah.
Mempermudah proses peleburan.
Dapat mengurangi jumlah pekerja.
Lapisan tahan api yang digunakan untuk melapisi dapur induksi
merupakan bahan yang memiliki sifat-sifat antara lain:
Kemampuan tahan api yang tinggi.
Isolator listrik yang baik.
Memiliki kestabilan kimia terhadap logam cair dan terak.
Mampu dibentuk dan dipadatkan.
Tahan aus.
b. Thermocouple.
Thermocouple merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
suhu cairan logam. Alat ini dihubungkan dengan komputer dan printer
sehingga hasil pengukuran dapat langsung dibaca oleh operator dapur
induksi pada saat proses peleburan. Apabila spesifikasi cairan logam
yang diinginkan telah terpenuhi, alat ini dapat memberikan sinyal
yang akan tercantum pada monitor serta alarm akan berbunyi.
c. Ladle.
Ladle merupakan wadah yang digunakan untuk memindahkan
dan menuangkan cairan logam dari dapur peleburan menuju cetakan
atau ladle lain. Ladle berbahan baja yang permukaan bagian dalamnya
dilapisi dengan material tahan panas. Lapisan material tahan panas
Dionisius Y.©Yk 2013
4
yang dipakai adalah tanah liat. Ada tiga macam ladle yang digunakan,
antara lain:
Crane ladle.
Crane ladle merupakan ladle yang perpindahannya
menggunakan crane. Crane ladle dikaitkan dengan pengait (hook)
pada crane, kemudian gerakannya dikontrol oleh operator. Bagian
crane ladle yaitu, roda handle pemutar, gear box, transmisi, lubang
kait, dan saluran penyalur (cerat).
Kapasitas volume dari crane ladle sekitar 400-500 liter.
Crane ladle digunakan untuk menuang cairan logam ke cetakan
berukuran besar. Selain itu crane ladle juga berfungsi sebagai
perantara dapur induksi dengan ladle lain yang berkapasitas lebih
kecil.
Ladle satu orang.
Ladle satu orang adalah ladle dengan satu buah handle yang
diangkat secara manual oleh seorang operator. Kapasitas dari ladle
jenis ini sangat kecil yaitu sekitar 4-5 liter. Oleh karena itu, ladle
satu orang berfungsi untuk menuang cetakan yang kecil.
Ladle dua orang.
Ladle dua orang adalah ladle dengan dua buah handle yang
diangkat secara manual oleh dua operator. Ladle ini berkapasitas 10
liter. Fungsi ladle dua orang untuk menuang cetakan yang cukup
besar.
2. Bahan
a. Pig iron.
Pig iron merupakan bahan baku utama pembuatan besi dan
baja. Pig iron dihasilkan dari proses peleburan bijih besi dengan
kokas sebagai bahan bakar dan batu kapur sebagai flux. Proses
Dionisius Y.©Yk 2013
5
peleburan bijih besi, kokas, dan batu kapur menggunakan blast
furnace.
b. Flux.
Flux merupakan bahan yang digunakan untuk mengikat
kontaminasi atau kotoran pada cairan logam sehingga membentuk
slag. Flux berbahan dasar limestone atau batu kapur yang dapat
bereaksi terhadap kotoran.
Dionisius Y.©Yk 2013
6
C. Kegiatan Pengecoran Logam
Industri pengecoran logam meliputi berbagai macam kegiatan. Tentu
saja kegiatan yang dilakukan ini saling berhubungan, sehingga didapat hasil
maupun produk yang berkualitas.
Pembuatan Inti(jika dibutuhkan)
Pembuatan Pola
Pembuatan Cetakan
Peleburan
Penuangan
Bahan Baku
Solidification&
Cooling
Pembongkaran Cetakan
Pembersihan&
PemeriksaanPengujian
Pengecatan
Pengerjaan Lanjut
Gambar 2. Struktur Kegiatan Pengecoran Logam
Dionisius Y.©Yk 2013
7
Berikut uraian singkat tentang kegiatan industri pengecoran logam yang
dilakukan antara lain:
1. Menyiapkan bahan baku.
Pemilihan bahan baku harus dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek teknis, sehingga memenuhi syarat sebagai
bahan baku untuk memperoleh hasil produk yang maksimal. Bahan
baku yang disiapkan antara lain untuk pembuatan cetakan pasir,
pembuatan pola, pembuatan inti, dan logam yang akan dilebur.
2. Pembuatan pola.
Pola merupakan model yang dibuat sesuai dengan bentuk produk
yang diinginkan. Pola sebaiknya dibuat dengan pertimbangan tertentu,
misal tipe pola harus disesuaikan dengan geometri dari produk yang
akan dibuat. Selain itu ukuran pola juga diperbesar untuk mengatasi
penyusutan maupun jika perlu dilakukan proses permesinan. Pola yang
dibuat dapat digunakan terus (berulang-ulang) dan bahan yang dipakai
berupa kayu, plastik, maupun logam.
3. Pembuatan inti.
Inti (core) merupakan bagian yang dimasukkan ke cetakan
apabila produk yang akan dibuat memiliki lubang atau rongga. Selain
itu inti juga dapat digunakan untuk membuat kantong pada bagian luar
coran. Inti dibuat dari pasir yang dibentuk dan diikat menggunakan
bahan perekat.
4. Pembuatan cetakan.
Jenis cetakan yang digunakan adalah cetakan sekali pakai
(expendable mold). Bahan yang digunakan sebagian besar merupakan
pasir. Namun, pasir yang dipakai harus memiliki syarat-syarat tertentu
supaya dapat dibuat atau dibentuk menjadi cetakan. Proses pembuatan
cetakan pasir dilakukan menggunakan tangan (handmade).
Dionisius Y.©Yk 2013
8
5. Peleburan logam.
Peleburan dilakukan setelah cetakan siap untuk dituang. Proses
peleburan dilakukan dengan dapur induksi. Bahan utama yang
digunakan adalah pig iron dan scrap. Selain bahan tersebut, ada bahan
tambahan yang dimasukkan yaitu flux.
6. Penuangan.
Proses penuangan dilakukan apabila logam yang dilebur telah
memiliki komposisi yang pas dan mencapai suhu yang diinginkan.
Proses penuangan dengan menggunakan alat yang dikenal dengan
istilah ladle.
7. Solidification dan cooling.
Proses ini merupakan tahap di mana cairan logam mencapai fase
cair + padat (liquid + solid) hingga padat (solid). Setelah padat, logam
dibiarkan dingin hingga mencapai suhu ruangan. Pada tahap ini logam
akan mengalami penyusutan.
8. Pembongkaran cetakan.
Proses pembongkaran dilakukan setelah logam telah padat dan
dingin. Pada coran yang besar pembongkaran dapat menggunakan
crane.
9. Pembersihan dan pemeriksaan.
Hasil coran yang telah diangkat dari cetakan kemudian
dibersihkan dari pasir yang masih menempel. Proses pembersihan
selanjutnya berupa pemotongan bagian gating system, seperti pouring
cup, sprue, runner, dan riser. Sisa hasil pengecoran tersebut dapat
digunakan sebagai bahan baku peleburan. Setelah dibersihkan, coran
diperiksa apakah terdapat cacat (defect) atau tidak.
Dionisius Y.©Yk 2013
9
10. Pengujian hasil pengecoran.
Pengujian merupakan proses pekerjaan untuk mengetahui sifat
mekanis dan kualitas hasil pengecoran. Pengujian yang dilakukan
bersifat merusak (destructive), seperti uji tarik maupun uji tekan. Oleh
karena itu, ada beberapa pemesan menambah jumlah produk pesanan
sehingga dapat digunakan sebagai sampel pengujian.
11. Pengerjaan lanjut.
Proses ini dilakukan apabila bentuk dan ukuran yang diinginkan
belum sesuai atau ada pengerjaan khusus pada coran. Proses pengerjaan
ini antara lain, menggerinda, membubut, mengefrais, dan mengebor.
Selain itu, untuk produk pengecoran tertentu juga dilakukan proses
perakitan. Sebagai contoh pemasangan pintu drainase dengan bingkai
pintu (frame).
12. Pengecatan.
Pengecatan merupakan proses pengerjaan yang dilakukan guna
meningkatkan penampilan produk pengecoran. Hal ini supaya produk
tersebut terlihat lebih menarik dan memiliki nilai tambah tersendiri.
D. Proses Penuangan Logam Cair
Proses penuangan merupakan bagian di mana rongga cetakan diisi
dengan cairan logam yang telah dilebur. Proses ini memiliki syarat yang
harus dipenuhi. Syarat-syarat ini ditinjau dari sifat dan jenis logam cair itu
sendiri, proses pemindahan atau pengangkutan cairan logam menuju cetakan,
maupun dari cetakan yang dibuat. Selain itu proses penuangan juga memiliki
parameter yang harus dicermati. Eksekusi, cara atau teknik menuang juga
harus dilakukan dengan tepat. Apabila ketentuan tersebut diabaikan, dapat
mengakibatkan kegagalan dalam pengecoran, hasil pengecoran mengalami
cacat (defect), kecelakaan kerja, serta merugikan dalam aspek ekonomi
maupun energi.
Dionisius Y.©Yk 2013
10
Setelah proses penuangan, cairan logam mengalami mekanisme
solidification (pemadatan). Dalam proses solidification terdapat hal penting,
yaitu mengenai lamanya waktu supaya logam membeku, arah pemadatan dan
proses penyusutan (shrinkage). Selama proses solidification, struktur butir
dan serat (grain structure) pada logam yang mulai padat terbentuk. Karakter
dari grain structure tersebut dipengaruhi oleh komposisi logam itu sendiri.
Oleh karena itu, agar memperoleh hasil coran yang maksimal, pekerja atau
foundrymen harus memahami dan menerapkan faktor-faktor teknis penuangan
logam.
E. Dasar Teori Penuangan
1. Penuangan Logam Cair
Proses penuangan dilakukan setelah proses peleburan. Peleburan
dilakukan menggunakan dapur induksi. Panas yang dihasilkan digunakan
untuk meningkatkan suhu logam hingga mencapai titik lebur, sehingga
mampu mengubah logam padat ke logam cair. Selain itu panas juga
digunakan untuk meningkatkan temperatur cairan logam hingga mencapai
suhu penuangan yang diharapkan.
Cairan logam kemudian dituang melalui pouring cup lalu mengalir
melewati gating system dan memenuhi seluruh rongga cetakan. Proses
penuangan berhasil dengan catatan bahwa cairan logam harus mengalir ke
dalam seluruh bagian rongga cetakan sebelum membeku. Faktor yang
memengaruhi penuangan antara lain, suhu penuangan, kecepatan
penuangan, dan karakter aliran.
a. Suhu penuangan.
Suhu penuangan merupakan suhu di mana cairan logam siap
dituang ke dalam cetakan. Hal ini sangat penting untuk mengetahui
perbedaan antara suhu penuangan dan suhu pembekuan. Sehingga
diketahui berapa besar panas yang berkurang ketika penuangan
hingga mulai pembekuan.
Dionisius Y.©Yk 2013
11
b. Kecepatan penuangan.
Kecepatan penuangan berarti kecepatan volume cairan logam
ketika proses penuangan. Apabila kecepatan terlalu rendah, cairan
logam dapat membeku sebelum mencapai seluruh rongga cetakan.
Sebaliknya, jika kecepatan terlalu tinggi dapat terjadi masalah pada
sifat aliran logam cair.
c. Karakter aliran.
Aliran fluida memiliki dua karakter yaitu aliran turbulensi
dan aliran laminar. Turbulensi merupakan sifat aliran fluida yang
tak menentu pada besar dan arah kecepatan di seluruh fluida.
Aliran turbulensi bersifat tidak tenang dan tidak teratur daripada
aliran laminar yang lebih tenang dan lancar. Pada proses penuangan
aliran turbulensi sebaiknya dihindari. Aliran turbulensi cenderung
meningkatkan pembentukan logam oksida yang bisa terjebak pada
saat pembekuan, sehingga mengurangi kualitas hasil pengecoran.
Turbulensi juga dapat menyebabkan dinding cetakan terkikis.
Kikisan tersebut berdampak pada aliran logam cair. Erosi yang
terjadi akan memengaruhi geometri hasil pengecoran.
2. Fluiditas Cairan Logam
Fluiditas (fluidity) merupakan kemampuan cairan logam untuk
mengalir ke dalam dan mengisi rongga cetakan sebelum logam tersebut
membeku. Seberapa mampu cairan logam untuk mengalir dan memenuhi
rongga cetakan perlu diketahui. Tingkat fluiditas cairan logam dapat
diketahui melalui pengujian fluiditas logam. Sifat dan tingkat mampu alir
ini merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Ada dua faktor dasar
yang terdapat pada fluiditas. Faktor tersebut antara lain, karakter cairan
logam dan parameter pengecoran logam.
Dionisius Y.©Yk 2013
12
a. Karakter cairan logam yang memengaruhi fluiditas.
Komposisi logam.
Komposisi logam memengaruhi fluiditas, khususnya mengenai
mekanisme pengerasan logam. Fluiditas terbaik diperoleh dari logam-
logam yang membeku pada suhu konstanta. Ketika pengerasan terjadi
di atas batas suhu pembekuan, maka bagian yang telah beku akan
mengganggu aliran pada bagian yang masih cair. Hal ini tentu
mengurangi fluiditas. Selain memengaruhi mekanisme pembekuan
logam, komposisi logam juga menentukan jumlah panas yang
dibutuhkan untuk memadatkan dan memadukan logam dari bentuk cair.
Panas ini dapat disebut dengan istilah heat of fusion.
Viskositas logam.
Viskositas atau kekentalan merupakan lawan dari fluiditas.
Semakin kental cairan maka fluiditas cairan tersebut semakin rendah.
Viskositas juga memiliki kepekaan terhadap suhu.
Tegangan permukaan.
Tegangan permukaan yang tinggi pada logam cair dapat
mengurangi fluiditas. Hal ini karena, lapisan oksida pada permukaan
logam cair memiliki pengaruh buruk terhadap fluiditas.
Tingkat inclusion.
Inclusion merupakan kotoran maupun pasir yang terbawa oleh
cairan logam. Inclusion memiliki dampak yang merugikan terhadap
fluiditas. Apabila cairan mengandung pasir atau kotoran, maka cairan
tersebut memiliki viskositas lebih tinggi sehingga fluiditasnya menjadi
lebih rendah.
Dionisius Y.©Yk 2013
13
Pola pemadatan.
Cara bagaimana pemadatan juga memengaruhi fluiditas. Selain
itu, fluiditas juga berbanding terbalik dengan perbedaan suhu
pembekuan. Semakin pendek perbedaan suhu pembekuan maka
semakin tinggi fluiditas cairan logam. Sebaliknya jika semakin panjang
perbedaan suhu pembekuan maka fluiditas cairan logam semakin
rendah.
b. Parameter pengecoran logam yang memengaruhi fluiditas.
Desain cetakan.
Desain dan ukuran dari gating system (sprue, runner, dan riser)
akan memengaruhi fluiditas.
Bahan dan karakter permukaan cetakan.
Cetakan yang konduktivitas termal tinggi dan permukaan kasar
memiliki fluiditas yang semakin rendah. Meskipun pemanasan pada
cetakan dapat meningkatkan fluiditas, namun hanya akan
memperlambat pendinginan. Dengan demikian, pengecoran yang
dilakukan akan menghasilkan butir-butir kasar dan tingkat kekuatan
yang rendah.
Tingkat superheat.
Superheat merupakan peningkatan suhu logam di atas titik cair.
Suhu penuangan logam yang lebih tinggi daripada suhu pada titik cair
logam akan meningkatkan waktu logam untuk tetap dalam keadaan
cair, sehingga memungkinkan logam untuk mengalir lebih lanjut
sebelum pembekuan. Namun, hal ini cenderung memperburuk masalah
pengecoran seperti pembentukan oksida, porositas gas, dan peresapan
cairan logam ke dalam pori-pori antara butir-butir pasir. Akibatnya
permukaan coran mengandung partikel pasir, sehingga membuat
permukaan coran lebih kasar.
Dionisius Y.©Yk 2013
14
Kecepatan penuangan.
Kecepatan penuangan yang semakin rendah akan mengurangi
tingkat fluiditas. Hal ini karena penuangan yang lambat akan
mempercepat pendinginan. Apabila penuangan terlalu cepat juga akan
menimbulkan turbulensi.
Perpindahan panas.
Perpindahan panas pada siklus penuangan, pembekuan, dan
pendinginan merupakan pertimbangan penting dalam pengecoran
logam. Aliran panas di lokasi berbeda merupakan gejala kompleks dan
tergantung pada beberapa faktor yang menghubungkan material coran,
cetakan, dan parameter pengecoran. Contoh pengecoran pada bagian
yang tipis, kecepatan aliran logam harus tinggi untuk menghindari
pembekuan prematur. Namun aliran logam yang terlalu cepat
menyebabkan turbulensi yang berlebih. Turbulensi dapat merusak
proses pengecoran.
3. Standar Pengujian Fluiditas Cairan Logam
Fluiditas suatu cairan logam dapat diketahui dengan membuat
cetakan berbentuk spiral atau lilitan, lalu menuangkan cairan logam yang
ingin diuji ke dalam cetakan tersebut. Prinsip dari metode tes fluiditas
spiral adalah membiarkan cairan logam agar mengalir di sepanjang saluran
spiral pada suhu ruangan. Acuan tingkat fluiditas cairan logam yang
dituang ke cetakan berbentuk spiral tersebut merupakan jarak yang dapat
ditempuh cairan logam sebelum membeku dan berhenti mengalir. Semakin
panjang lintasan yang dapat diisi oleh cairan logam, maka tingkat fluiditas
logam cair tersebut semakin tinggi. Panjang dari aliran logam yang
mengisi cetakan spiral tersebut dikenal dengan istilah indeks fluiditas
(fluidity index).
Dionisius Y.©Yk 2013
15
Hasil dari pengujian fluiditas dapat diterapkan ke proses pengecoran.
Data hasil pengujian tersebut bermanfaat sebagai acuan dan pertimbangan,
antara lain:
1. Menentukan komposisi logam.
2. Menentukan bahan cetakan.
3. Merancang cetakan dan gating system.
4. Menentukan suhu penuangan.
5. Menentukan kecepatan penuangan.
4. Solidification dan Pendinginan Logam
Solidification (pembekuan) merupakan proses perubahan bentuk cair
logam kembali ke bentuk padat. Proses solidification memiliki perbedaan
antara jenis logam murni (pure metal) dan logam paduan (alloy). Logam
murni memiliki suhu pembekuan yang konstan. Sedangkan suhu
pembekuan logam paduan tidak konstan atau berupa taksiran. Taksiran
suhu pembekuan logam paduan ini tergantung pada sistem paduan dan
komposisi paduan. Hal ini karena masing-masing unsur logam memiliki
sifat yang berbeda.
Pouring cup
Sprue
Batas aliran sebelum beku
Cetakan spiral
Gambar 10. Pengujian Fluiditas dengan Cetakan Spiral
Sumber: Mikell P. Groover, Fundamentals of Modern Manufacturing: Materials,Processes, and Systems. 4th ed., John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, 2010, p. 213
Dionisius Y.©Yk 2013
16
Tahap yang dilalui dari suhu penuangan hingga mencapai suhu ruang
yaitu, pendinginan cairan logam atau liquid cooling (liquid), pembekuan
atau freezing (liquid + solid), dan pendinginan logam padat atau solid
cooling (solid). Pembekuan dan pendinginan logam disebabkan oleh aksi
pendinginan dinding cetakan, sehingga cairan logam membentuk cangkang
padat. Laju pembekuan dan pendinginan logam ini berawal dari luar logam
menuju tengah logam. Oleh karena itu, semakin tebal suatu coran maka
semakin lama coran tersebut padat dan dingin. Selain itu kecepatan
pendinginan suatu coran juga dipengaruhi oleh sifat termal dari logam
coran tersebut untuk memindahkan panas ke cetakan.
Gambar 11. Struktur Logam Tuang Murni
Sumber: Mikell P. Groover, Ibid, 2010, p. 214
Dionisius Y.©Yk 2013
17
Pada proses solidification juga terjadi pembentukan struktur butir
maupun serat (grain structure). Gambar 11 dan 12 menunjukkan grain
structure dari logam murni dan logam paduan. Struktur dari logam hasil
penuangan memiliki kulit atau cangkang yang terbentuk karena
pendinginan cepat. Hal ini karena dinding cetakan berada pada suhu ruang
atau lebih dingin daripada suhu logam cair. Pendinginan cepat pada kulit
coran ini menghasilkan struktur yang halus dan terlihat acak. Proses
pendinginan berlanjut dan membentuk serat (grain) yang berkembang
menuju bagian tengah dari coran. Arah pembentukan serat ini berlawanan
dengan arah perpindahan panas. Arah perpindahan panas (heat transfer)
dari dalam menuju ke luar atau cetakan, sedangkan arah pembentukan
serat dari sisi paling tepi coran menuju ke dalam coran.
Pembentukan grain ke dalam terlihat seperti duri atau tulang dari
logam padat. Struktur yang terdapat pada logam murni (gambar 11)
membentuk cabang pada tengah-tengah logam dan disebut columnar
grains. Sedangkan grain structure pada logam paduan (gambar 12)
terbentuk secara terpisah. Hal ini terjadi karena komposisi logam paduan
yang tidak seimbang. Komposisi yang tidak seimbang tersebut dinyatakan
dalam hasil akhir pengecoran berupa pemisahan (segregation) elemen.
Pemisahan yang terjadi pada logam paduan dapat disebut sebagai ingot
segregation.
Gambar 12. Struktur Logam Tuang Paduan
Sumber: Mikell P. Groover, Ibid, 2010, p. 216
Dionisius Y.©Yk 2013
18
5. Penyusutan Logam
Sifat logam yang panas akan mengalami pemuaian. Ketika logam
panas mengalami proses pendinginan menuju suhu ruang, logam tersebut
akan mengalami penyusutan (shrinkage). Penyusutan logam menyebabkan
ukuran coran berubah, terjadi retakan, maupun terjadi perubahan bentuk.
Pada saat logam menuju suhu ruang (pendinginan), logam cair mengalami
tiga penyusutan berbeda:
1. Penyusutan volume saat logam mendingin dari massa cair
menuju suhu pemadatan (freezing temperature).
2. Penyusutan volume logam saat terjadi perubahan fase cair
menjadi padat. Penyusutan ini disebut solidification shrinkage.
Pada penyusutan tahap dua ini, cetakan harus ditambah dengan
cairan logam untuk mengisi susut. Ini merupakan fungsi dari
penggunaan riser.
3. Penyusutan volume dari keadaan padat menuju suhu ruang.
Penyusutan tahap tiga ini dapat diantisipasi dengan aturan
penyusutan ketika pola cetakan dirancang.
Jumlah penyusutan paling besar terjadi selama pendinginan coran
menuju suhu ruang. Besar penyusutan tergantung pada jenis logam yang
digunakan. Untuk mengurangi kerusakan coran akibat penyusutan, harus
dicermati bagaimana arah pembekuan terjadi. Selain itu aspek yang
memengaruhi proses pembekuan, seperti tingkat ketebalan dari benda
kerja, penggunaan komponen pendingin, dan sistem saluran yang
dirancang harus diperhatikan.
6. Sistem Saluran pada Cetakan Pasir
Cetakan pasir harus memiliki sistem saluran (gating system). Gating
system pada cetakan pasir adalah saluran atau jaringan untuk mengarahkan
cairan logam yang dituang agar mengalir dan mengisi seluruh rongga
cetakan. Gating system dibuat agar mampu mengantar cairan logam
Dionisius Y.©Yk 2013
19
dengan hati-hati. Gating system juga harus didesain untuk menahan
kotoran maupun terak selama penuangan.
Tujuan gating system adalah membuat cetakan terisi penuh secepat
mungkin dengan tingkat turbulensi minimal dan menyediakan sedikit
logam panas untuk mengisi (feed) coran selama pemadatan untuk
mencegah cacat penyusutan. Fungsi dari gating system pada cetakan pasir
antara lain:
Sebagai perangkap kotoran pada cairan logam.
Mencegah kerusakan pada rongga cetakan utama pada saat
penuangan.
Mencegah terjadinya pendinginan cepat.
Mencegah supaya tidak ada gas yang terjebak di dalam
rongga cetakan.
Mencegah terjadinya turbulensi cairan logam.
7. Bagian dan Ketentuan dalam Merancang Sistem Saluran
Gambar 13. Bagian dan Sistem Saluran Cetakan Pasir
Sumber: S. Kalpakjian, S.R. Schmid, dan H. Musa, Manufacturing Engineering and Technology. 6th ed. in SI units., Prentice Hall, Singapore, 2009, p. 263
Dionisius Y.©Yk 2013
20
Pouring basin (pouring cup).
Pouring basin (pouring cup) terletak di atas downsprue/sprue pada
cope cetakan. Pouring basin didesain berbentuk seperti cawan dan
digunakan sebagai lubang penuangan. Fungsi daripada pouring basin
adalah mengurangi percikan dan turbulensi cairan logam, serta
memastikan logam cair yang masuk ke sprue tidak terputus pada saat
penuangan. Selama penuangan logam cair dilakukan secara teratur pada
pouring basin, dross (campuran antara oksida dan logam) akan
mengapung dan tidak akan masuk ke rongga cetakan. Diameter pouring
basin/cup sebaiknya tiga kali ukuran diameter sprue.
Sprue.
Downsprue atau sprue adalah saluran masuk vertikal yang berbentuk
tirus di mana cairan logam akan turun mengalirinya. Bentuk tirus dari
sprue didesain agar cairan logam selalu mengalir melewati dinding sprue
(choked), sehingga tidak ada celah bagi udara untuk ikut masuk dan
terjebak ke dalam rongga cetakan maupun cairan logam. Tujuan
merancang sprue supaya aliran logam cair mencapai kecepatan yang
diperlukan. Selain itu dapat mencegah pembentukan dross yang berlebih.
Sprue juga dapat berfungsi sebagai riser untuk pengecoran-pengecoran
kecil. Aliran cepat yang menyebabkan turbulensi harus dihindari, namun
pengisian cetakan yang lebih cepat dari waktu pembekuan juga
dibutuhkan. Diameter sprue sebaiknya jangan terlalu besar.
Runner.
Runner merupakan saluran horizontal yang membawa cairan dari
downsprue menuju gate dan rongga cetakan. Runner menghubungkan
downsprue dengan gate. Posisi yang paling efektif adalah meletakkan
runner pada bagian cope cetakan. Pengecoran pada part sederhana dapat
menggunakan satu runner saja. Namun, pengecoran pada part yang
kompleks dapat menggunakan sistem runner ganda. Runner juga berfungsi
sebagai penahan dross atau campuran oksida dan logam yang terbentuk
Dionisius Y.©Yk 2013
21
pada permukaan logam, sehingga mencegah dross masuk ke rongga
cetakan.
Riser.
Riser atau feeder menurut letak penempatannya terdiri dari dua jenis,
yaitu open riser dan blind riser. Open riser terletak dipermukaan cetakan.
Riser jenis ini memiliki dua fungsi. Pertama sebagai tempat penyimpanan
(reservoir) cairan logam untuk menyuplai cairan logam tambahan pada
saat terjadi penyusutan (shrinkage) selama proses pembekuan
(solidification). Kedua sebagai indikator apabila rongga cetakan penuh.
Sedangkan jenis riser yang berada di dalam cetakan atau dikenal sebagai
blind riser hanya berfungsi sebagai reservoir saja. Riser sebagai reservoir
dapat mencegah terjadinya porosity pada hasil pengecoran. Namun, blind
riser merupakan fitur desain yang lebih baik dan mampu menjaga panas
lebih lama daripada open riser.
Aturan dasar perancangan riser :
1. Riser harus tidak membeku sebelum coran utama. Aturan ini
biasanya terpenuhi dengan menghindari penggunaan riser
berukuran kecil dan memakai riser silinder dengan rasio yang
kecil antara tinggi terhadap penampang. Riser bola merupakan
bentuk riser yang paling efektif, namun riser bola sulit untuk
dikerjakan.
2. Volume riser harus cukup besar untuk menyediakan sejumlah
logam cair yang cukup guna mengganti penyusutan pada coran.
3. Pertemuan antara coran dan riser sebaiknya tidak menghasilkan
lokasi yang panas di mana penyusutan porosity dapat terjadi.
4. Riser harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga cairan logam
dapat disalurkan menuju lokasi di mana paling diperlukan.
5. Posisi riser harus cukup tekanan untuk menggerakkan cairan
logam ke dalam lokasi cetakan di mana itu diperlukan.
Dionisius Y.©Yk 2013
22
Pemakaian riser berguna untuk logam yang memiliki berat jenis
tinggi seperti baja dan besi tuang.
6. Tekanan dari riser dapat menekan pembentukan rongga dan
mendorong rongga terisi sempurna.
7. Logam yang mengisi riser harus panas untuk mengoptimalkan
logam pengisi berdasarkan pembekuan terarah.
Gate.
Gate merupakan bagian yang menghubungkan runner dan rongga
cetakan. Berikut adalah pertimbangan dalam merancang gate:
1. Multipel gate lebih baik digunakan untuk coran berukuran besar.
Multipel gate memiliki keunggulan untuk memperbolehkan
penuangan pada suhu yang lebih rendah. Selain itu, multipel gate juga
mengurangi gradien penurunan suhu pengecoran. Hal ini karena
jumlah gate yang banyak dapat mempercepat pengisian rongga
cetakan serta mencegah cold shot dan misrun.
2. Gate sebaiknya diletakkan pada bagian yang tebal cari coran.
3. Gate paling efektif berada pada drag cetakan, dan diletakkan
menyudut berlawanan arah dengan aliran logam pada runner.
4. Pertemuan antara gate dan rongga cetakan sebaiknya dibuat fillet.
Penggunaan fillet dapat mengurangi turbulensi.
5. Panjang minimal gate sebaiknya 3-5 kali diameter gate.
6. Penampang gate sebaiknya cukup besar untuk bisa mengisi rongga
cetakan, namun juga lebih kecil daripada penampang runner.
7. Gate yang melengkung sebaiknya dihindari. Namun bila gate
melengkung diperlukan, buatlah dan letakkan sedikit bagian gate yang
lurus dekat dengan rongga cetakan.
8. Hindari desain gate yang akan memercikkan logam ke dalam rongga
cetakan.
9. Jika memungkinkan gate dapat diletakkan melewati riser.
Dionisius Y.©Yk 2013
23
10. Bersihkan gate, beri perlakuan yang sama seperti pada rongga
cetakan.
Garis pemisah (parting line).
Garis pemisah atau parting line merupakan garis atau bidang yang
memisahkan cope dan drag. Garis pemisah ini sebaiknya berupa bidang
datar daripada berupa kontur tertentu. Apabila memungkinkan garis
pemisah sebaiknya berada di ujung coran daripada di bidang datar pada
tengah coran. Hal ini agar logam cair tidak menekan keluar melalui garis
pemisah serta tidak terlihat pada garis pemisah. Penentuan garis pemisah
sangat penting karena dapat memengaruhi desain cetakan, kemudahan
mencetak, jumlah dan bentuk inti (core) yang dibutuhkan, dan gating
system. Pola dengan bagian permukaan yang kritis atau kompleks
sebaiknya diletakkan terbalik atau di bagian bawah, hal ini karena
kemungkinan besar terjadi porosity berada di bagian atas coran.
Ventilasi (vent).
Selain sistem penyaluran tidak jarang cetakan pasir dilengkapi
dengan lubang ventilasi. Lubang ventilasi berfungsi untuk melepas gas dan
udara yang ada di dalam cetakan ketika cairan logam mengalir ke dalam.
Di samping itu gas dan udara di dalam cetakan juga bisa keluar melalui
pori-pori alami pada dinding cetakan pasir tersebut.
8. Langkah Kerja Penuangan Besi Tuang
Proses peleburan.
Bahan baku peleburan berupa scrap dimasukkan ke dapur induksi,
kemudian dapur induksi tersebut dinyalakan. Peleburan logam untuk
penuangan pertama diawali dengan proses pemanasan dapur induksi
selama 3-4 jam. Pemanasan di dalam dapur juga bisa ditambah dengan
menggunakan bara api pembakaran tempurung kelapa, untuk mempercepat
proses pemanasan.
Dionisius Y.©Yk 2013
24
Proses penuangan kedua dan selanjutnya, cairan logam pada dapur
induksi saat proses peleburan dan penuangan yang pertama atau
sebelumnya harus disisakan sekitar 15-20 kg. Hal ini dilakukan sebagai
preheating, sehingga pemanasan dapat dicapai selama 45-60 menit saja.
Proses pengukuran suhu cairan logam.
Suhu penuangan pada gray cast iron antara 1380-1450 °C,
sedangkan untuk ductile cast iron antara 1455-1570 °C. Suhu penuangan
diukur dengan menggunakan thermocouple. Sampel cairan logam dituang
ke dalam cawan ukur, lalu kurva suhu penuangan dan suhu pendinginan
dapat dibaca oleh operator pada layar komputer. Apabila cairan logam siap
untuk dituang, pada layar akan menunjukkan tanda bahwa cairan siap
untuk dituang.
Proses pengikatan kotoran pada cairan logam.
Setelah suhu penuangan siap, flux dimasukkan ke cairan logam
menggunakan pencedok atau sekop. Slag yang terbentuk kemudian
diangkat dari dalam dapur. Cairan logam dalam dapur lalu dituang ke
dalam crane ladle. Sebelum digunakan, syarat crane ladle juga harus
dalam keadaan panas. Pemanasan pada crane ladle dilakukan dengan kayu
yang dibakar dan dimasukkan ke dalam crane ladle. Hal tersebut
dilakukan agar suhu cairan logam tidak turun dengan cepat.
Cairan logam yang telah dituang ke dalam crane ladle kemudian
diberi flux lagi. Pembentukan slag pada permukaan cairan logam dapat
dimanfaatkan sebagai lapisan penahan suhu cairan logam dan filter pada
saat penuangan.
Dionisius Y.©Yk 2013
25
Proses penuangan logam cair.
Bagaimana cara menuang cairan logam akan memengaruhi hasil dan
kualitas coran. Cara penuangan yang tidak tepat dapat menyebabkan
kecelakaan kerja bagi penuang itu sendiri. Beberapa teknik dasar dalam
penuangan antara lain sebagai berikut:
Penuang harus dalam keadaan tenang.
Gunakan perlengkapan keselamatan kerja sesuai standar.
Jangan menuang cairan logam yang terlalu berat
menggunakan tangan atau secara manual. Saran
penggunaan untuk ladle satu orang maksimal 18 kg, ladle
dua orang maksimal 90 kg dan apabila lebih dapat
menggunakan crane ladle.
Ketika menuang dengan ladle satu orang, tahan pemegang
cawan menggunakan lutut. Posisi salah satu tangan berada
sedekat mungkin dengan ladle, sehingga mudah untuk
mengendalikan ladle.
Ketika menuang dengan ladle dua orang, pastikan untuk
tetap kompak antara kedua penuang.
Pada cetakan berukuran besar dapat dilakukan penuangan
secara bersamaan dengan dua ladle atau lebih. Tentu saja
jumlah pembuatan pouring cup juga disesuaikan dengan
jumlah penuangan yang diinginkan. Selain itu gating system
juga harus menyesuaikan pola penuangan tersebut.
Penuangan pada cetakan dalam jumlah banyak dilakukan
berurutan dari ujung satu hingga ujung lain. Selain itu, para
penuang juga harus saling menyokong (back up).
Gunakan cawan atau tangkai yang kuat sebagai ladle.
Jaga kebersihan area penuangan dan sediakan cukup ruang
untuk pijakan serta pergerakan tubuh.
Dionisius Y.©Yk 2013
26
Lakukan penuangan dengan penerangan yang cukup, jika
kurang terang beri tepung gandum pada pouring cup supaya
target penuangan lebih tampak.
Tuang logam cair menggunakan cerat ladle dan sebisa
mungkin dekat dengan pouring cup.
Selama menuang jaga supaya pouring cup selalu penuh.
Sekali sprue tertutup logam cair, jangan mengurangi aliran
logam atau membuka celah yang menyebabkan udara bisa
masuk.
Jangan mengganggu atau memutus aliran logam.
Jaga supaya cerat penuangan bersih untuk menghindari
kotoran maupun aliran ganda dari ladle.
Gunakan logam sedikit lebih banyak, karena lebih baik sisa
daripada kurang.
Tuang logam pada saat panas, banyak hasil pengecoran
yang kurang akibat penuangan terlalu dingin daripada
penuangan terlalu panas.
Apabila keadaan logam cair pada ladle sudah tidak lagi
terang, cerah maupun panas maka jangan menuangkan
logam itu.
Bila cetakan mulai mengeluarkan/memuntahkan logam dari
pouring cup atau ventilasi, maka hentikan penuangan.
Mengisi cetakan basah yang kemudian memuntahkan
kembali dapat menimbulkan ledakan.
Bila cetakan retak dan cairan logam mulai keluar, maka
jangan menyentuh atau berusaha memperbaiki cetakan.
Dionisius Y.©Yk 2013
2727
DAFTAR PUSTAKA
Ammen, C.W. (1979). The Complete Handbook of Sand Casting. New York: TAB Books Division of McGraw-Hill.
Callister, W.D. dan Rethwisch, D.G. (2010). Materials Science and Engineering an Introduction. 8th edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Chastain, S.D. (2004). Metal Casting: A Sand Casting Manual For the Small Foundry. Vol. 1. Jacksonville, FL.
Groover, M.P. (2010). Fundamentals of Modern Manufacturing Materials, Processes, and Systems. 4th edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Gupta, H.N., Gupta, R.C. dan Mittal, A. (2009). Manufacturing Processes. 2nd edition. New Delhi: New Age International (P) Ltd., Pub.
Kalpakjian, S., Schmid, S.R. dan Musa, H. (2009). Manufacturing Engineering and Technology. 6th edition in SI units. Singapore: Prentice Hall.
Khurmi, R.S. dan Gupta, J.K. (2005). A Textbook of Machine Design. 1st multicolour edition. New Delhi: Eurasia Publishing House (Pvt.) Ltd.
M.I. Khan dan S. Haque. (2011). Manufacturing Science. New Delhi: PHI Learning Private Ltd.
Sudjana, H. (2008). Teknik Pengecoran Logam. Jilid 2. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Surdia, T. dan Chijiiwa, K. (1980). Teknik Pengecoran Logam. Cetakan ke-3. Jakarta: Pradnya Paramita, PT.
Tiwan. (2009). Modul Mata Kuliah Bahan Teknik Dasar. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.