peningkatan profesionalisme pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan

Upload: profmintarsih7969

Post on 30-May-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 Peningkatan Profesionalisme Pendidikan Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan

    1/7

    PENINGKATAN PROFESIONALISME PENDIDIKAN DALAM

    UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

    Tulisan ini dilatarbelakangi konteks pembangunan SDM dalam menjalankan

    pendidikan sesuai era globalisasi. Diyakini bahwa kualitas pendidikan yang rendah

    sebagai efek dari kesalahan dalam penyelenggaran pendidikan. Hal ini dapat

    disebabkan Visi dan misi yang tidak jelas untuk masa depan dan masih berkisar

    kuantitas tanpa kualitas. Ditambah lagi anggapan bahwa profesi pendidik masih

    dianggap bukan profesi menjadikan perhatian terhadap pendidikan semakin

    berkurang. Untuk itu tidak dapat dibantah perlunya profesionalisme pendidikan,

    khususnya pendidik yang profesional untuk perbaikan pendidikan. Makalah ini

    difokuskan pada upaya perbaikan pendidikan lewat peningkatan profesionaisme

    pendidikan, pentingnya profesionalisme pendidikan, realitas di lapangan serta

    hambatan untuk mencapainya.

    Sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan, pembahasan makalah ini

    meliputi :

    1. Pengertian Profesi, Kriteria dan Profesi Pendidik

    Berdasarkan beberapa pendapat tentang profesi, dalam makalah ini disimpulkan

    bahwa

    Profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang diinginkan atau dicita-citakan secarakhusus, bertumpu pada landasan intelektual yang dalam mencapainya memerlukan

    pendidikan dan latihan khusus, memerlukan tolak ukur, persyaratan khusus dan kode

    etik oleh suatu badan serta dapat diterapkan pada masyarakat untuk memecahkan

    suatu masalah.

    Made Pidarta (1997 : 264) memberikan tinjauan terhadap 2 arti pendidik, yaitu

    Pendidik dalam arti luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak

    dan pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan dengan sengaja

    untuk menjadi guru dan dosen. Kedua jenis ini dibedakan atas pendidikan dan waktu

    khusus untuk mencapai predikat pendidik.

    Made Pidarta (1997 : 265) menyatakan bahwa tidak diakuinya keprofesionalan para

    guru dan dosen, didasarkan atas kenyataan yang dilihat masyarakat bahwa (1) banyak

    sekali guru maupun dosen yang tidak memberi keputusan kepada mereka, dan (2)

    menurut pendapat masyarakat, pekerjaan mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja.

    Syarat sebuah profesi diberikan oleh AECT (Association for Educational

    Communication and Technology) dan dinyatakan Konvensi Nasional Pendidikan

    Indonesia I pada tahun 1988, keduanya memberikan beberapa syarat dalam

    mendefinisikan suatu profesi, secara garis besar harus ada : Latihan dan Sertifikasi,Standard dan Etika, Kepemimpinan, Asosiasi dan Komunikasi, Pengakuan Sebagai

    1

  • 8/14/2019 Peningkatan Profesionalisme Pendidikan Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan

    2/7

    Profesi, Tanggung Jawab Profesi dan Hubungan dengan Profesi Lainnya.

    Proses mendidik tidak dapat dicirikan hanya dengan adanya nasehat, dorongan

    berbuat baik, larangan dan penilaian terhadap perilaku anak. Mendidik merupakan

    pembuatan kesempatan dan situasi yang kondusif bagi perkembangan anak baik

    bakat, pribadi serta potensi-potensi lainnya. Berdasarkan pernyataan ini, mendidikharuslah dilakukan oleh orang-orang yang profesional.

    Made Pidarta (1997 : 269-271) menyatakan bahwa diperlukan hal-hal berikut untuk

    memenuhi persyaratan profesi pendidik, yaitu : Pertama, perlunya diperkenalkan

    penjelasan pengertian pendidikan bagi calon pendidik memberikan kesempatan

    berpikir untuk memahami profesi mendidik tersebut. Kedua, perlu dikembangkan

    kepada calon pendidik kriteria keberhasilan mendidik, keberhasilan ini bukan atas

    prestasi akademik pendidik namun lebih dicerminkan oleh keberhasilan mendidik

    dengan kriteria-kriteria tertentu seperti Memiliki sikap suka belajar, tahu tentang cara

    belajar dan lainnya. Ketiga, memperkenalkan perilaku di lapangan yang dapat dipilih

    beberapa di antaranya yang sesuai dengan tujuan pendidikan setiap kali tatap muka.

    2. Profesionalisme Pendidikan dan Kode Etik Guru

    Profesionalisme muncul atas dasar perkembangan masyarakat modern yang semakin

    kompleks yang menyebabkan proses pengambilan keputusan bertambah sulit,

    memerlukan informasi yang lengkap, didasari atas penguasaan terhadap pengetahuan

    serta permasalahannya dan jaminan atas penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin

    terjadi.

    Rustiyah N. K. (1989 : 174) menyatakan bahwa ada 3 alasan profesionalisme di

    bidang pendidikan mendapat pengakuan, yaitu :

    a) Lapangan kerja keguruan dan kependidikan bukan merupakan suatu lapangan kerja

    rutin yang dapat dilakukan karena pengulangan dan pembiasaan.

    b) Lapangan kerja ini memerlukan dukungan ilmu atau teori yang akan memberi

    konsepsi teoritis ilmu kependidikan dengan cabang-cabangnya.

    c) Lapangan kerja ini memerlukan waktu pendidikan dan latihan yang lama, berupa

    pendidikan dasar untuk taraf sarjana ditambah dengan pendidikan profesional.

    Selanjutnya Rustiyah N. K. (1989 : 174) menyatakan bahwa pendidik profesional

    adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional,

    yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, ikut serta dalam

    mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerja sama dengan profesi

    yang lain.

    Dalam makalah ini disinggung juga masalah kode etik yang menyangkut kepentingan

    pendidikan, diantaranya mengaitkan hubungan : (1) guru dengan murid, (2) gurudengan pemerintah (3) guru dengan orang tua murid (4) guru dengan teman sejawat,

    2

  • 8/14/2019 Peningkatan Profesionalisme Pendidikan Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan

    3/7

    (5) guru dengan diri sendiri dan (6) dengan lingkungannya serta (7) guru dengan

    profesinya.

    4. Realita Profesionalisme Pendidikan di Indonesia

    Dalam makalah ini disinggung kenyataan di lapangan tentang profesionalismependidikan di Indonesia yang belum tercapai sebagaimana diinginkan, misalnya para

    pendidik sendiri, birokrasi yang sulit, anggaran pendidikan dan gaji guru yang minim

    dan lainnya. Selain itu ketentuan hukum untuk masalah pendidikan juga masih dinilai

    belum

    Sebagian besar kebijaksanaan pendidikan di Indonesia masih berupa penerapan

    pendekatan social demand (permintaan masyarakat) yang pada orde baru dapat dilihat

    dengan terpenuhinya kebutuhan jumlah SD di Indonesia dan program Wajar 6 tahun.

    Dalam rekrutmen tenaga pendidik juga masih terlihat belum optimalnya, misalnya

    persyaratan dan ujian yang diberikan. Selain itu latar belakang pendidikan para guru

    tidak semuanya memenuhi kriteria tenaga pendidik, misalnya memiliki Akta IV.

    5. Hambatan Dalam Mewujudkan Profesionalisme Pendidikan

    Dengan diberikannya otonomi dalam peningkatan mutu pendidikan, ada beberapa

    masalah yang dihadapi, misalnya : kesan KKN semakin jelas dan transparan.

    Pelatihan dan loka karya sering disalahartikan dan disalahgunakan sebagai ajang

    rekreasi dan menambah penghasilan bagi utusan. Fenomena ini merupakan hal yang

    lumrah di masa orde baru dan sampai sekarang masih sulit ditinggalkan. Belum lagi

    dana untuk anggaran pendidikan berupa peralatan laboratorium, perlengkapan

    sekolah, serta kesejahteraan guru yang tetap mengalami kebocoran di dalam

    perjalanannya. Dilihat dari individu pendidik, kemampuan sebagai pengembang

    instruksional sampai pada tahap evaluasi masih dapat dikatakan rendah. Yang tak

    kalah beratnya adalah sistem yang ada selalu bertentangan, sehingga penerapan

    kebijaksanaan baru dijadikan ajang KKN bagi sebagian orang.

    6. Langkah Menuju Profesionalisme Pendidikan

    Untuk menuju profesionalisme pendidikan H. A. R. Tilaar (1999 : 17), menyatakan

    bahwa ada 3 ciri utama yang dapat dicermati dalam pendidikan nasional sekarang ini,

    yaitu : (1) sistem yang kaku dan sentralistik, (2) praktek KKN serta koncoisme dan

    (3) sistem pendidikan yang tidak berorientasi pada pemberdayaan rakyat. Untuk itu perlu reformasi yang dibaginya menjadi tiga bagian, yaitu :

    a) Reformasi Jangka Pendek, pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah pengikisan

    praktek tercela KKN dan koncoisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan

    nasional. Usaha tersebut bergandengan dengan usaha untuk menegakkan asas

    profesionalisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.

    b) Reformasi Jangka Menengah, salah satu prioritasnya adalah penataan sistem yang

    yang didasrkan pada prisnsip desentralisasi sehingga betul-betul memberdayakan

    masyarakat banyak yang mana isi kurikulum lebih menekankan kepada pemberdayaan

    rakyat di pedesaan dan rakyat kecil.

    3

  • 8/14/2019 Peningkatan Profesionalisme Pendidikan Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan

    4/7

    c) Reformasi Jangka Panjang, di sini perlu pemantapan sistem pendidikan nasional

    yang kokoh, terbuka, bermutu, sehingga dapat bersaing dengan bangsa-bangsa di

    kawasan regional maupun internasional.

    Profesionalisme pendidikan dapat juga diwujudkan dengan mengaplikasikan berbagai

    konsep di bidang lain dalam pendidikan. Misalnya : pendekatan sistem, kebutuhantenaga kerja, permintaan masyarakat dan pendekatan lainnya yang merupakan

    konsep-konsep di bidang ekonomi. Reformasi pemberdayaan guru dan tenaga

    kependidikan diarahkan pada kinerja sistem pendataan kebutuhan, pendidikan,

    rekrutmen, penempatan, dan pemerataan penyebarannya, serta pembinaan karir dan

    perbaikan sistem imbalan serta kesejahteraannya sebagai tenaga profesional, yang

    pengelolannya secara terdesentralisasi. Berkaitan dengan perbaikan moral, maka

    peranan pendidikan agama tidak dapat ditinggalkan.

    .Memperkokoh Kompetensi Meningkatkan Profesionalitas..

    1. Kompetensi Guru

    Secara kamusis, kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan

    (memutuskan) sesuatu. Orang yang kompeten adalah mereka yang: cakap

    (mengetahui); berwenang; berkuasa (memutuskan, menentukan) sesuatu (KBBI,

    1988: 453). Dalam proses pendidikan, terutama dalam pembelajaran, merujuk kepada

    guru. Guru adalah panglima di kelas; dari perencanaan, menentukan bahan sampai

    strategi, pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam undang undang no 14 tahun 2005 jelas

    dinyatakan bahwa setiap guru minimal memeiliki 4 kompetensi dasar yakni :

    kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi

    profesional.

    Dalam kaca pandang demikian, guru dituntut mampu merelasikan segala hal dalam

    kaitan pembelajaran dengan hal apa saja bagi kesuksesan pembelajaran. Intinya, guru

    adalah orang kompeten. Siapa pun, apa pun jabatannya, manakalah kompetensi guru

    kokoh, tidak selayaknya mengatur guru di wilayahnya. Sudahkah guru-guru kita

    sedemikian?

    Jawaban reflektifnya, bisa jadi sudah, bisa pula belum. Ingat, guru adalah tamatan

    LPTK dimana telah memenuhi persyaratan hingga berhak memiliki SIM pengajar

    (pendidik). Proses pre servise training terjalan, dan hal tersebut seharusnya diperkuat

    dengan in service training. Yang terakhir urusan Dinas Pendidikan, atau lembagasemacam LPMP, atau kemitraan diantaranya. Ilmu berkembang, teori pendidikan

    memaju, sarana dan prasarana bergerak ke arah lebih canggih, dan guru tidak dapat

    mengelak. Guru wajib difasilitasi. Sudahkah itu didapatkan oleh guru?

    Semua itu tidak mungkin manakala yang mengurus tidak berfondasi pendidikan. Guru

    bukan pampangan data statistik, proses belajar mengajar tidak sama dengan proses

    pabrik. Mendidik adalah usaha memanusiakan manusia.

    Saya sekadar mengingatkan. Guru kompeten adalah guru yang memiliki kompetensi.

    10 (sepuluh) dasar kompetensi guru adalah: (1), penguasaan materi (2), pengelolaan

    program belajar-mengajar (3), pengelolaan kelas (4), penggunaan media dan sumber(5), menguasai landasan-landasan kependidikan (0), mengelola interaksi belajar-

    4

    http://webersis.com/2008/11/17/memperkokoh-kompetensi-meningkatkan-profesinalitas-guru/http://webersis.com/2008/11/17/memperkokoh-kompetensi-meningkatkan-profesinalitas-guru/
  • 8/14/2019 Peningkatan Profesionalisme Pendidikan Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan

    5/7

    mengajar (7), menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan mengajar (8),

    mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyulusan (9), mengenal dan

    menyelenggarakan administrasi sekolah, dan (10) memahami prinsip-prinsip dan

    penafsiran hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran

    (Darmodihardjo, 1980: 4).

    Bisa pula diurai kepada generatic essentials alias kemampuan dasar umum

    (Depdikbud, 1985: 94):

    1. Rencana Pengajaran: (1) merencanakan pengorganisasian bahan pengajaran, (2)

    merencanakan pengelolaan kegiatan belajar-mengajar, (3) merencanakan pengelolan

    kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber, dan (5) merencanakan

    penilaian.

    2. Prosedur Mengajar: (1) menggunakan metode, media, dan bahan, (2)

    berkomunikasi dengan siswa, (3) mendemonstarsikan khasanah metode mengajar, (4)

    mendorong keterlibatan siswa, (5) mendemonstarsikan penguasaan mata pelajaran, (0)mengorganisasikan waktu, ruang, dan bahan, (7) melaksanakan evaluasi.

    3. Hubungan Antar Pribadi: (1) membantu mengembangkan sikap positif siswa, (2)

    bersikap terbuka dan luwes pada siswa, (3) menampilkan kegairahan dan

    kesungguhan dalam PBM, (4) mengelola interaksi pribadi dalam kelas.

    4. Evaluasi: merencanakan penilaian prestasi siswa untuk keperluan pengajaran, (2)

    melaksanakan evaluasi.

    Mengikuti perkembangan kekinian, berbasik Kurikulum Berbasis Kompetensi, dankemudia Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP) uraian dapat lebih detail,

    yang pada dasarnya para guru lebih paham. Esensinya, guru kompeten adalah guru

    yang memiliki kemampuan jelas dan pasti sebagaimana terpapar dia atas.

    Berbasik kompetensi, kita bersua status terhormat guru sebagai profesi. Pada dataran

    tersebut diapungkan guru profesional. Secara sederhana profesional: bersangkutan

    dengan profesi; memerlukan kepandaian khusus untruk menjalankannya;

    mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (KBBI, 1988: 702). Tampa

    merujuk konsep profesioanl lebih tajam, kita dapat memahami guru sebagai profesi.

    Guru berkompetensi adalah guru profesional.

    Implikasinya, semakin kokoh, semakin tinggi kompetensi guru semakin tinggi tingkat

    profesionalnya. Karena itu, pengembangan dan peningkatan profesionalitas guru

    adalah suatu keharusan. Perkembangan ilmu, dan terlebih tuntutan masyarakat, dan

    kebutuhan akan lulusan pendidikan berkualitas semakin tinggi. Pengembangan dan

    peningkatan profesionalitas guru, disamping urtusan pribadi, terlebih menjadi

    tanggung jawab Dinas Pendidikan. Wilayah ini adalah weilayah in service training.

    Implikasinya, guru tidak hanya dituntun, tetapi difasilitasi guna meningkatkan dan

    mengembangkan profesionalitasnya. Adalah kewajiban Dinas Pendidikan

    menyekolahkan, menambah ilmu dan keterampilan guru.

    5

  • 8/14/2019 Peningkatan Profesionalisme Pendidikan Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan

    6/7

    Dengan demikian, harus dipahami, tugas Dinas Pendidikan adalah memfasilitasi guru,

    bukan mengatur guru; guru perofesional. Misal, ketika guru naik pangkat, secara

    administartif wajib dilayani. Jangan dibalik, malahan diminta bayaran sekian untuk

    ini-itu, seperti pernah menjadi isu di negara tetangga, di Republik BBM.

    Sederhannya, sudah saatnya guru memulai usaha dan upaya peningkatan danpengembangan profesionalitas, baik melalui usaha pribadi, dari rajin membaca dan

    mengasah keterampialan sampai mengambil pendidikan ke jenajng lebih tinggi.

    Kedua, menuntut Dinas Pendidikan memfasilitasi peningkatan dan pengembangan

    profesionalitas minimal pada ranah kompetensi dasar.

    Jangan sampai, misalnya, ketika guru diharuskan melaksanakan KTSP tidak dibekali

    dengan pengetahuan tentang KTSP dan keterampilan mengembanghkan KTSP. Guru

    harus berani menuntut tuntunan bagaimana sih pengisian dan pengorganisasian

    fortofolio, jangan bingung sendiri. Apa pun aturan dan persyaratan tambahan yang

    dikenakan kepada guru setelah menjadi guru, merupakan kewajiban Dinas Pendidikan

    menfasilitasinya. Birokrat pendidikan adalah pelayan guru.

    Karena itu, selayaknya birokrat pendidikan orang yang memahami pendidikan. Saya

    pernah mendengar kisah lucu, calon Kepala Sekolah diuji oleh maaf tidak tega

    menulisnya. Sama kisahnya, ketika seorang teman bercerita, di suatu institusi

    pendidikan dikirimlah seorang yang tidak berbasis pendidikan pada pertemuan

    pendidikan, dan kemudian menyampaikan kepada orang-orang pendidikan;

    mengelikan, yang maaf membuat kami terbahak-bahak.

    2. Guru: The Man Behind The Gun

    Guru tidak pelak lagi adalah satu penentu kualitas pendidikan, guru profesional.

    Tuntutan masyarakat dan tanggung jawab perfesional, tidak dapat tidak, menuntut

    guru mengembangkan dan meningkatkan profesionalitas. Usaha tersebut, haruslah

    dimulai dari diri guru, dan didukung dan didayung Dinas Pendiikan, dan atau isntansi

    terkait.

    Guru, pada tahapan tertentu, adalah the man behind the gun kualitas pendidikan.

    Karena itu, gurulah yang utama dan pertama menimbang profesinalitasnya

    berdasarkan kmpetensi sebelum dinilai pihak lain.

    Simpulan

    Profesi pendidik merupakan suatu bidang yang memerlukan profesionalisme dalam

    menjalankannya. Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan diperlukan

    para pendidik yang profesional yang ditopang dengan pengelola kependidikan yang

    profesional pula dan perlu kebersamaan dalam menjalankannya. Hambatan dalam

    mewujudkan profesionalisme ini berupa masih berjalannya sistem orde baru yang

    tidak kondusif, penuh KKN dan moral yang rendah dari sebagian tenaga pendidik.

    Pencapaian profesionalisme pendidikan memerlukan tahapan-tahapan, perlu aplikasi

    bidang lain yang bersesuaian untuk kemajuan pendidikan dan pembinaan moral yang

    melibatkan pendidikan agama.

    Profesi yang Profesional walau bagaimanapun tidak mungkin akan terwujud tanpamenguatkan pertumbuhan dan perkembangan potensi sesuai dengan profesi yang

    6

  • 8/14/2019 Peningkatan Profesionalisme Pendidikan Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan

    7/7

    digelutinya, oleh karena itu 4 kompetensi dasar yang diisaratkan dalam undang

    undang mutlak harus menjadi milik setiap guru.

    7