pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap profesionalisme guru
DESCRIPTION
Skripsi Ilmu Pendidikan, khususnya manajemen pendidikan, yang menjelaskan pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap profesionalisme guruTRANSCRIPT
PENGARUH SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN TERHADAP PROFESIONALISME GURU
SMA AL-MUAWANAH CIANJUR
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Oleh ACHMAD MUHARAM NURJAMAN
NIM 1030010109008
PROGRAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SURYAKANCANA CIANJUR 2013 M/1434 H
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa dalam lingkup pendidikan yang
terkecil yaitu sekolah, guru memegang peranan yang amat penting dan strategis.
Kelancaran proses seluruh kegiatan pendidikan terutama di sekolah, sepenuhnya
berada dalam tanggung jawab para guru. Guru adalah seorang pemimpin yang
harus mengatur, mengawasi dan mengelola seluruh kegiatan proses pembelajaran
di sekolah yang menjadi lingkup tanggung jawabnya dalam menghadapi tuntunan
situasi perkembangan zaman dan pembangunan nasional, sistem pendidikan
nasional harus dapat dilaksanakan secara tepat guna dan hasil guna dalam
berbagai aspek dimensi, jenjang dan tingkat pendidikan. Keadaan semacam itu
pada gilirannya akan menuntut para pelaksana dalam bidang pendidikan
diberbagai jenjang untuk mampu menjawab tuntutan tersebut melalui fungsi-
fungsinya sebagai guru.
Seorang guru yang mengajar karena panggilan jiwanya, ada misi untuk
mengantarkan mereka (anak didiknya) kepada kehidupan yang lebih baik secara
intelektual dan sosial bukan sekedar karena profesi gurulah pekerjaan yang paling
mudah didapatkan. Maka ia akan bisa mengalirkan energi kecerdasan,
kemanusiaan, kemuliaan, dan keislaman yang besar dalam dada setiap muridnya,
bahkan sesudah ia meninggal. Guru yang mengajar dengan mental seorang
pendakwah sekaligus pengasuh, bukan dengan mental tukang teriak untuk
3
mendapat upah bulanan bernama gaji, akan mampu menyediakan cadangan energi
agar tetap lembut menghadapi murid yang membuat kening berkerut.
Guru selalu mendarma baktikan tenaga dan pikirannya demi kemajuan
pendidikan, dan mereka juga ikhlas dalam melakukannya. Guru juga tidak
menuntut balas jasa, karena pekerjaannya itu bukan bisnis yang harus ada
kalkulasi untung dan rugi. Tapi yang dituntut guru cuma satu, yakni keadilan akan
haknya sebagai warga negara, sebagai pegawai, dan sebagai pemangku profesi
yang sangat mulia dan berat sekali tanggung jawabnya.
Oleh karena itu dalam sejarah pendidikan, tentu seorang gurulah yang
paling awal muncul, baru kemudian murid dan infrastruktur lain yang terkait
dengan paradigma pengelolaannya. Setelah terciptanya pendidikan baru kemudian
berkembang kurikulum yang berkaitan dengan manajemen lembaga pendidikan,
seperti bangunan sekolah, kepala sekolah, karyawan, hingga sampai pada perdana
mentri pendidikan.
Sebuah reposisi guru sangat diperlukan karena perannya tidak lagi hanya
sebagai “pengabdi” pendidikan yang dicekoki rutinitas, tapi harus menjadi
“pendidik murni” yang mendapatkan kesempata-kesempatan yang luas untuk
mengembangkan sendiri pola pembelajarannya dan meningkatkan kualitas pribadi
sehingga bisa menghasilkan anak didik yang cerdas dan bermoral.
Dalam rangka turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, peranan guru
sangat penting sekali untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas
dan berakhlak mulia. Kita sadari, bahwa peran guru sampai saat ini masih eksis,
4
sebab sampai kapanpun posisi atau peran guru tersebut tidak akan bisa digantikan
sekalipun dengan mesin sehebat apapun, mengapa? Karena, guru sebagai seorang
pendidik juga membina sikap mental yang menyangkut aspek-aspek manusiawi
dengan karakteristik yang beragam dalam arti berbeda antara satu siswa dengan
lainnya. Banyak pengorbanan yang telah diberikan oleh seorang guru semata-mata
ingin melihat anak didiknya bisa berhasil dan sukses kelak. Tetapi perjuangan
guru tersebut tidak berhenti sampai disitu, guru juga merasa masih perlu
meningkatkan kompetensinya agar benar-benar menjadi guru yang lebih baik dan
lebih profesional terutama dalam proses belajar mengajar sehari-hari.
Pada dasarnya terdapat seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh
guru berhubungan dengan profesinya sebagai pengajar, tugas guru ini sangat
berkaitan dengan kompetensi profesionalnya. Hakikat profesi guru merupakan
suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus
sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang
pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar
bidang kependidikan.
Namun, dibalik itu semua juga tersirat suatu dilema profesi ini dimana
seringkali guru tidak menerima penghargaan ataupun perlakuan yang sebanding
dengan apa yang telah dikorbankan. Sebagai seorang yang berprofesi sebagai
seorang guru apakah yang harus kita lakukan? Bagaimana pula sebaiknya kita
menyikapi hal ini dengan lebih arif dan bijaksana? Karangan ini hanyalah sebuah
tulisan, namun dengan tulisan ini, penulis bisa berharap dapat memberikan
masukan untuk merefleksikan kembali pilihan kita.
5
Guru memegang peranan yang sangat penting dan strategis dalam upaya
membentuk watak bangsa dan mengembangkan potensi siswa dalam kerangka
pembangunan pendidikan di Indonesia. Tampaknya kehadiran guru hingga saat ini
bahkan sampai akhir hayat nanti tidak akan pernah dapat digantikan oleh yang
lain, terlebih pada masyarakat Indonesia yang multikultural dan multibudaya,
kehadiran teknologi tidak dapat menggantikan tugas-tugas guru yang cukup
kompleks dan unik.
Oleh sebab itu, diperlukan guru yang memiliki kemampuan yang
maksimal untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan diharapkan secara
berkesinambungan mereka dapat meningkatkan kompetensinya, baik kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, maupun profesional. Profesional artinya
dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan didukung oleh para petugas secara
profesional. Petugas yang profesional adalah petugas yang memiliki keahlian,
tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yanng
kuat. Untuk menguji kompetensi tersebut, pemerintah menerapkan sertifikasi bagi
guru khususnya guru dalam jabatan. Penilaian sertifikasi dilakukan secara
portofolio.
Sejumlah penelitian membuktikan bahwa guru yang profesional
merupakan salah satu indikator penting dari sekolah berkualitas. Guru yang
profesional akan sangat membantu proses pencapaian visi misi sekolah.
Mengingat strategisnya peran yang dimiliki oleh seorang guru, usaha-usaha untuk
mengenali dan mengembangkan profesionalisme guru menjadi sangat penting
untuk dilakukan.
6
Sejak tahun 2005, isu mengenai profesionalisme guru gencar dibicarakan
di Indonesia. Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup
penting, yaitu kompetensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru.
Ketiga faktor tersebut merupakan latar yang disinyalir berkaitan erat dengan
kualitas pendidikan.
Menurut Barnawi & Mohammad Arifin (2012: 28) bahwa, “Guru
profesional yang dibuktikan dengan kompetensi yang dimilikinya akan
mendorong terwujudnya proses dan produk kinerja yang dapat menunjang
peningkatan kualitas pendidikan. Guru kompeten dapat dibuktikan dengan
perolehan sertifikasi guru berikut tunjangan profesi yang memadai menurut
ukuran Indonesia. Sekarang ini, terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi,
akan tersertifikasi, telah memperoleh tunjangan profesi, dan akan memperoleh
tunjangan profesi. Fakta bahwa guru telah tersertifikasi merupakan dasar asumsi
yang kuat, bahwa guru telah memiliki kompetensi. Kompetensi guru tersebut
mencakup empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogik (2) kompetensi
profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian”.
Dengan demikian, penguasaan empat kompetensi tersebut mutlak harus
dimiliki setiap guru untuk menjadi tenaga pendidik yang profesional seperti yang
disyaratkan Undang-undang Republik Indonesia no 14 tahun 2005 tentang guru
dan dosen. Berdasarkan paparan diatas, kompetensi kepribadian merupakan salah
satu kompetensi yang harus dimiliki guru sebagai tenaga profesional. Pengertian
kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantab, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
7
mulia (Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b)
Persoalan yang muncul kemudian, bahwa guru yang diasumsikan telah
memiliki kompetensi yang hanya berlandaskan pada asumsi bahwa mereka telah
tersertifikasi, tampaknya dalam jangka panjang sulit untuk dapat
dipertanggungjawabkan secara akademik. Bukti tersertifikasinya para guru adalah
kondisi sekarang, yang secara umum merupakan kualitas sumber daya guru sesaat
setelah sertifikasi. Oleh karena sertifikasi erat kaitannya dengan proses belajar,
maka sertifikasi tidak bisa diasumsikan mencerminkan kompetensi yang unggul
sepanjang hayat. Pasca sertifikasi seyogyanya merupakan tonggak awal bagi guru
untuk selalu meningkatkan kompetensi dengan cara belajar sepanjang hayat.
Untuk memfasilitasi peningkatan kompetensi guru, diperlukan manajemen
pengembangan kompetensi guru. Hal ini perlu dipikirkan oleh berbagai pihak
yang berkepentingan, karena peningkatan kompetensi guru merupakan indikator
peningkatan profesionalisme guru itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, penulis untuk membahasnya dalam bentuk
skripsi yang berjudul: ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap
Profesionalisme Guru (Studi Kasus di SMA Al-Mu’awanah Cianjur)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasar kepada paparan dalam latar belakang masalah di atas,
permasalahan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
8
1. Bagaimanakah keadaan sarana dan prasarana pendidikan serta
profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur?
2. Apakah sarana dan prasarana pendidikan berpengaruh terhadap
profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur?
3. Berapa besar pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap
profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
medeskripsikan hal-hal sebagai berikut.
1. Keadaan sarana dan prasarana pendidikan serta profesionalisme guru SMA
Al-Muawanah Cianjur.
2. Pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap profesionalisme guru
SMA Al-Muawanah Cianjur.
3. Besarnya pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap
profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat atau kegunaan bagi
berbagai pihak bagi penulis, lembaga pendidikan, serta SMA Al-Muawanah
Cianjur.
9
1. Bagi Penulis
a. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengelolaan
manajemen sekolah, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan
sarana dan prasarana pendidikan serta profesionalisme guru.
b. Untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Manajemen Pendidikan Islam.
2. Bagi SMA Al-Muawanah Cianjur
a. Sebagai bahan evaluasi dalam upaya pengembangan manajemen
sekolah.
b. Dapat memperkenalkan eksistensi SMA Al-Muawanah Cianjur di
masyarakat luas serta dapat digunakan sebagai masukan.
3. Bagi Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Agama Islam
Universitas Suryakancana.
Sebagai tambahan referensi dan informasi, khususnya bagi akademisi
mengenai bentuk-bentuk aktivitas pengelolaan manajemen sekolah.
E. Kerangka Pemikiran
Salah satu aspek yang seyogyanya mendapat perhatian utama dari setiap
administrator pendidikan adalah mengenai sarana dan prasarana pendidikan.
Sarana pendidikan umumnya mencakup semua peralatan dan perlengkapan yang
secara langsung dipergunakan dan menunjang dalam proses pendidikan, seperti:
gedung, ruang belajar/kelas, alat-alat/media pendidikan, meja, kursi dan
10
sebagaianya. Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana adalah fasilitas yang
secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, seperti: halaman,
kebun/taman sekolah, jalan menuju ke sekolah.
Arikunto (1993:82) mengemukakan bahwa “sarana pendidikan merupakan
sarana penunjang bagi proses belajar mengajar”. Sedangkan menurut rumusan
Tim Penyusun Pedoman Pembukuan Media Pendidikan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, yang dimaksud dengan sarana pendidikan adalah ”semua
fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dan berjalan
dengan lancar, teratur, efektif dan efesien”. Arti sarana sering kali disamakan
dengan kata fasilitas. Lebih luas fasilitas diartikan sebagai segala sesuatu yang
dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan sesuatu usaha. Usaha ini dapat
berupa benda-benda maupun uang. Jadi, dalam hal ini fasilitas dapat disamakan
dengan sarana.
Secara mikro atau sempit maka kepala sekolah bertanggung jawab
masalah pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan di tingkat satuan
pendidikan yang dikelolanya. Pengelolaan tersebut mengacu kepada langkah-
langkah sistematis yang meliputi (1) perencanaan, (2) pengadaan, (3)
inventarisasi, (4) penyimpanan, (5) penataan, (6) penggunaan, (7) pemeliharaan
dan, (8) penghapusan. Mengingat pentingnya keberadaan sarana dan prasarana
pendidikan tersebut, maka pengelolaannya memerlukan perhatian dan konsistensi
yang tinggi.
11
Agar tujuan-tujuan manajemen perlengkapan bisa tercapai, ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola perlengkapan di sekolah.
Prinsip-prinsip yang dimaksud tersebut menurut Bafadal (2003) adalah (1) prinsip
pencapaian tujuan, (2) prinsip efisiensi, (3) prinsip administratif, (4) prinsip
kejelasan tanggung jawab, dan (5) prinsip kekohesifan.
Sarana dan prasarana pendidikan yang baik dan layak, dapat memberikan
pengaruh terhadap berbagai situasi pelaksanaan pendidikan di tingkat satuan
pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan memberikan peran besar terhadap
kelangsungan proses pembelajaran, kualitas pembelajaran, motivasi guru dan
siswa, serta hasil akhir dari proses pembelajaran itu sendiri.
Salah satu unsur yang diduga dipengaruhi oleh keberadaan sarana dan
prasarana pendidikan di tingkat satuan pendidikan adalah profesionalisme guru.
Profesionalisme merupakan konsep yang mengacu kepada karakteristik. Di
tingkat sekolah, profesionalisme tersebut mengacu kepada sikap dan kinerja guru.
Oleh karena itu, Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
memberikan batasan tentang profesionalisme guru dengan persyaratan bahwa
guru profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi
pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil
mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat
bersosialisasi dengan baik. Mereka harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan
jiwa, dan idealisme, (2) memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang
pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya, (3) memiliki kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya. Di samping itu, mereka juga harus (4)
12
mematuhi kode etik profesi, (5) memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan
tugas, (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja-
nya, (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesinya secara berke-
lanjutan, (8) memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesi-
onalnya, dan (9) memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum (sumber UU
tentang Guru dan Dosen).
Atas dasar pemikiran tersebut, penelitian ini memiliki paradigma sebagai
berikut.
Indikator yang digunakan pada variabel sarana dan prasarana pendidikan
adalah:
(1) prinsip pencapaian tujuan,
(2) prinsip efisiensi,
(3) prinsip administratif,
(4) prinsip kejelasan tanggung jawab, dan
(5) prinsip kekohesifan.
Sedangkan indikator yang digunakan pada variabel profesionalisme guru
adalah
(1) kompetensi pedagogik,
Sarana dan Prasarana
Pendidikan (X) Profesionalisme
Guru (Y)
13
(2) kompetensi kepribadian,
(3) kompetensi sosial, dan
(4) kompetensi profesional.
F. Hipotesis
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan pada bagian terdahulu,
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Keberadaan sarana dan prasarana pendidikan serta profesionalisme guru
SMA Al-Muawanah Cianjur adalah baik.
2. Terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap
profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur.
3. Besar pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap profesionalisme
guru SMA Al-Muawanah Cianjur di atas 50%.
G. Metode Penelitian
Penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap
Profesionalisme Guru (Studi Kasus di SMA Al-Mu’awanah Cianjur)” ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif
survey. Singarimbun (2003:3) mengemukakan bahwa penelitian survei adalah
penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Sementara itu, Sugiyono
(2004:11) mengemukakan bahwa menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini
termasuk ke dalam penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif adalah penelitian yang
14
mencari pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya. Variabel yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah (1) sarana dan prasarana pendidikan dan (2)
profesionalisme guru.
H. Lokasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Al-Mu’awanah Jl. Taifur Yusuf No. 43
Cianjur dengan populasi seluruh guru SMA Al-Muawanah Cianjur yang
berjumlah 18 orang. Mengingat jumlah populasi tersebut sedikit, maka seluruh
populasi digunakan sebagai sampel penelitian, atau dengan menggunakan sampel
sensus.
15
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Kajian Teoretis
1. Sarana dan Prasarana Pendidikan
a. Pengertian Sarana dan Prasarana
Manajemen Sarana dan prasarana pendidikan memiliki peran penting
dalam pencapaian tujuan pendidikan baik bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Perencanaan pengadaan, pemanfaatan dan pemeliraharaan sarana dan prasarana
pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen
pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan pada sekolah menengah tingkat atas
(SMA) merupakan suatu komponen yang menentukan terlaksananya kegiatan
belajar mengajar pada SMA bersamaan dengan komponen pendukung yang
lainnya.
Proses belajar mengajar dapat berlangsung jika ada pendidik, peserta
didik, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan yang mendukung. Semua faktor
merupakan sebuah siklus dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Pendidikan yang ideal sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu banyak
komponen pendidikan yang merupakan sebagai satu kesatuan sistem yang lengkap
dan terpadu untuk menggerakkan pembelajaran kepada manusia secara sempurna
16
sehingga pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat berjalan
sebagaimana yang telah direncanakan. Salah satu komponen tersebut adalah
sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
Lebih tegas lagi dalam pasal 42 bahwa “setiap satuan pendidikan wajib
memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan”.
Sedangkan pada ayat (2) menekankan bahwa setiap satuan pendidikan
wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang labora-
torium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan
jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi,
dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan.
Penjelasan di atas sejalan dengan pandangan Mulyasa (2007:49)
menyatakan bahwa:
”Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan untuk menunjang proses pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat-alat dan media pengajaran”. Adapun yang dimaksud prasarana pendidikan atau pengajaran dalam proses pembelajaran, seperti halaman sekolah, kebun sekolah, taman sekolah dan jalan menuju sekolah. Prasarana yang dimanfaatkan secara langsung untuk proses belajar mengajar di sekolah, seperti taman sekolah untuk pembelajaran biologi, halaman sekolah sekaligus sebagai lapangan olah raga dan lain sebagainya.”
17
Komponen-komponen sebagaimana yang disebutkan di atas merupakan
sarana pendidikan yang mutlak harus ada dan mempunyai standar, di samping
prasarana yang lainnya, sebagai penunjang dalam pembelajaran, hal ini, sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 1 poin 8 yaitu :
”Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.”
Berdasarkan paparan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
sarana dan prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang
secara tidak langsung menunjang proses pendidikan di sekolah. Dalam pendidikan
misalnnya lokasi atau tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, ruang dan
sebagainya. Sedangkan sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan,
bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di
sekolah, seperti: ruang, buku, perpustakaan, labolatorium dan sebagainya.
b. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dan fungsi-
fungsi manajemen itu. G.R. Terry menyatakan bahwa manajemen adalah satu
proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasi-
an, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta men-
capai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya
18
manusia dan sumber-sumber Lainnya. Jadi manajemen itu merupakan suatu
proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan Ada kaitan yang erat antara
organisasi, administrasi dan manajemen. Administrasi dan manajemen tidak dapat
dipisahkan dan harus merupakan suatu kesatuan, hanya saja kegiatannya yang
dapat dibedakan sesuai dengan perbedaan kedua wawasan. Administrasi lebih
sempit dari manajemen, dalam administrasi tercakup dalam manajemen. Secara
spesifik administrasi merupakan satu bidang dari manajemen sebab manajemen
terdiri dari enam bidang, yakni production, marketing, financial, personal, human
relation dan administrative management.
Sergiovani (1987) mengemukakan bahwa manajemen merupakan proses
pendayagunaan semua sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pendayagunaan melalui tahapan proses yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan disebut manajemen. Hal yang
sama juga berlaku bagi manajemen sarana dan prasarana pendidikan.
Dalam ruang lingkup manajemen sekolah, manajemen sarana dan
prasarana pendidikan merupakan salah satu bagian yang mutlak harus ada dalam
sistem pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan menegaskan bahwa keberlangsungan pendidikan di
Indonesia untuk mencapai standar nasional pendidikan harus dapat memenuhi
seluruh aspek dari 8 standar nasional pendidikan. Kedelapan standar tersebut
meliputi (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4)
standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6)
standar pengelolaan pendidikan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian
19
pendidikan. Berdasar kepada peraturan tersebut jelaslah bahwa keberadaan sarana
dan prasarana pendidikan merupakan salah satu aspek yang tidak boleh diabaikan.
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami maksud sarana dan
prasarana pendidikan, pendapat Mulyasa (2007:49) yang menyatakan bahwa
”sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung
dipergunakan dan untuk menunjang proses pendidikan, khususnya dalam proses
belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat-alat dan
media pengajaran”, perlu dipahami secara mendalam.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Murniati (2008:71) bahwa
”manajemen merupakan kegiatan mengatur berbagai sumber daya, baik manusia
maupun material, dalam rangka melakukan berbagai kegiatan suatu organisasi
untuk mencapai tujuan secara optimal”
Manajemen sarana dan prasarana dengan ruang lingkup pembahasannya
yaitu melakukan perencanaan terhadap kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,
inventarisasi, pemeliharaan, penghapusan, dan pengawasan, untuk dapat
memahami manajemen dengan baik dan benar, sebelumnya diperlukan adanya
persamaan persepsi tentang pengertian manajemen sarana dan prasarana, fungsi
manajemen sarana dan prasarana, proses manajemen sarana dan prasarana.
Rohiat (2009:26) menyatakan bahwa:
”Manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan yang mengatur untuk mempersiapkan segala peralatan/ material bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Manajemen sarana dan prasarana dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses belajar mengajar. Sarana dan prasarana pendidikan adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, baik secara langsung maupun
20
tidak langsung. Manajemen sarana dan prasarana merupakan keseluruhan proses peren‐canaan pengadaan, pendayagunaan, dan pengawasan sarana dan prasarana yang digunakan agar tujuan pendidikan di sekolah dapat dicapai dengan efektif dan efesien. Kegiatan manajemen sarana dan prasarana meliputi (1) perencanaan kebutuhan, (2) pengadaan, (3) penyimpanan, (4) penginventarisasian, (5) pemeliharaan, dan (6) penghapusan sarana dan prasarana pendidikan.”
Menurut Soebagio, M. S. (2001), manajemen sarana dan prasarana
merupakan proses kegiatan perencanaan, pengorganisassian, pengadaan,
pemeliharaan, penghapusan dan pengendalian logistik atau perlengkapan.
Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen
sarana dan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang sacara langsung
maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan untuk mencapai
tujuan dalam pendidikan itu sendiri.
c. Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Untuk mengatur dan mempersiapkan segala peralatan dan material yang dibu‐
tuhkan sebagai penunjang demi lancarnya proses kegiatan belajar mengajar di sekolah/
madrasah perlu adanya sumber daya manusia yang mempunyai kapasitas tentang itu.
Pengalaman yang dimiliki seseorang baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun
dalam keahlian (SDM) akan berpengaruh besar dalam melakukan perencanaan
kebutuhan, pemanfaatan sarana dan prasarana pendidikan. Ilmu manajemen mengupas
tentang usaha‐usaha manusia dalam memamfaatkan semua potensi yang ada secara
optimal guna mencapai tujuan yang diharapkan, demikian pula dalam bidang pendidikan
pada tingkat madrash Ibtidaiyah guna mencapai tujuan lembaga pendidikan tersebut
perlu ditetapkan praktek‐praktek manajemen.
21
Dubrin dalam Rasima (2007:11) menegaskan bahwa “sumber daya yang
dimaksudkan dalam manajemen dapat dibagi ke dalam empat bentuk yaitu:
(a) Human Resourse, adalah manusia yang diperlukan untuk menjalan-kan pekerjaan.
(b) Finansial resourse, merupakan uang yang dipergunakan manajer dan organisasi untuk meembiayai pekerjaan guna mencapai tujuan organisasi;
(c) Physical Resourse, merupakan barang dan bangunan termasuk bahan baku, ruang kantor, fasilitas produksi, dan peralatan kantor yang dipergunakan untuk beroperasinya suatu organisasi;
(d) Informasional resourse, merupakan data yang dipergunakan manajer dan organisasi sebagai dasar pertimbangan untuk menjalankan pekerjaan dalam mencapai tujuan organisasi.
Kemampuan manajerial kepala sekolah dalam mengoperasionalkan, meng-
gerakkan sumberdaya manusia secara maksimal dan mendayagunakan sarana dan
prasarana secara efektif, kesemuanya itu adalah sebagai faktor penunjang dalam
meningkatkan kualitas keluaran pendidikan. Atmodiwirio (2005:161) menyatakan
bahwa: “kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat
untuk menduduki jabatan struktural (kepala Sekolah). Ia adalah pejabat yang
ditugaskan untuk mengelola sekolah”.
Semakin kompleknya kebutuhan dalam menyelenggarakan pendidikan,
semakin besar akan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan, semakin majunya
pengetahuan maka semakin sistematis penataan dan pendekatan yang diperlukan.
Oleh karena itu, kepala sekolah harus menjadikan kebutuhan terhadap penerapan
manajemen dan menjalankan fungsi-fungsinya dalam bidang pendidikan.
Lebih lanjut, Suryobroto (2005:115) berpendapat bahwa: ”pada garis
besarnya manajemen sarana dan prasarana meliputi lima hal yakni: a) penentuan
22
kebutuhan, b) proses pengadaan, c) pemakaian, d) pengurus dan pencatatan, e)
pertanggungjawaban.
Dalam hal ini Bafadal (2008:27) menawarkan beberapa kriteria perencana-
an pengadaan perlengkapan sekolah sebagai berikut.
a) Perencanaan perlengkapan sekolah itu merupakan proses menetapkan dan memikirkan.
b) Objek pikir dalam perencanaan perlengkapan sekolah adalah upaya memenuhi sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan sekolah.
c) Tujuan perencanaan perlengkapan sekolah harus memenuhi prinsip-prinsip: (1) Perencanaan perlengkapan sekolah harus betul-betul merupakan
proses intelektual; (2) Perencanaan didasarkan pada analisis kebutuhan melalui studi
komprehensif mengenai masyarakat sekolah dan kemungkinan pertumbuhannya serta prediksi populasi sekolah.
(3) Perencanaan perlengkapan sekolah harus realitis, sesuai dengan kenyataan anggaran.
(4) Visualisasi hasil perencanaan perlengkapan sekolah harus jelas dan rinci, baik jumlah, jenis, merek, dan harganya.
Kriteria di atas perlu ditaati, di samping itu ada beberapa langkah pe-
rencanaan, pengadaan, perlengkapan yang perlu di perhatikan. Lebih lanjut
Bafadal (2008:29), berpendapat bahwa ada beberapa langkah perencanaan
pengadaan perlengkapan pendidikan disekolah, yaitu sebagai berikut:
a) Menampung semua usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang diajukan setiap unit kerja sekolah dan atau menginvestasikan kekurangan perlengkapan sekolah.
b) Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk peiode tertentu, misalnya untuk satu triwulan atau satu tahun ajaran.
c) Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan perlengkapan yang telah tersedia sebelumnya. Dalam rangka itu, perencana atau panitia pengadaan mencari informasi tentang perlengkapan yang telah dimiliki oleh sekolah. salah satu cara adalah dengan jalan membaca buku inventaris atau buku induk barang, Berdasarkan panduan tersebut lalu disusun rencana
23
kebutuhan perlengkapan, yaitu membuat daftar semua perlengkapan yang dibutuhkan disekolah.
d) Memadukan rencana kebutuhan dengan dana atau anggaran sekolah yang telah tersedia. Apabila dana yang tersedia tidak mencukupi untuk pengadaan kebutuhan ini maka perlu dilakukan seleksi terhadap semua kebutuhan perlengkapan yang telah direncanakan, dengan melihat urgensi setiap perlengkapan tersebut. semua perlengkapan yang urgen segera didaftar.
e) Memadukan rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan dengan dana atau anggaran yang ada. Apabila ternyata masih melebihi dari anggaran yang tersedia perlu dilakukan seleksi lagi dengan cara membuat skala peioritas.
f) Penetapan rencana pengadaan akhir.
Sucipto, Basuki Mukti (2004) berpendapat bahwa tidak dapat kita
pisahkan antara kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan sarana dan prasarana
guna menyukseskan pendidikan di sekolah. Maka hal utama yang harus dilakukan
dalam pengelolaan perlengkapan sekolah adalah pengadaan sarana dan prasarana.
Aktivitas pertama dalam manajemen sarana prasarana pendidikan adalah
pengadaan sarana prasarana pendidikan. Pengadaan perlengkapan pendidikan
biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan
pendidikan di suatu sekolah menggantikan barang-barang yang rusak, hilang, di
hapuskan, atau sebab-sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga
memerlukan pergantian, dan untuk menjaga tingkat persediaan barang setiap
tahun dan anggaran mendatang.
Kebutuhan akan sarana dan prasarana di sekolah haruslah direncanakan.
Sebagai manajer pendidikan, kepala sekolah haruslah mempunyai proyeksi
kebutuhan sarana dan prasarana untuk jangka panjang, jangka menengah, jangka
pendek. Proyeksi kebutuhan akan sarana dan prasana sekolah dibuat dengan
24
mempertimbangkan dua aspek, ialah kebutuhan aspek pendidikan di satu pihak
dan kemampuan sekolah di pihak lain.
Setelah rencana pengadaan sarana dan prasarana dibuat langkah berikut-
nya yakni pengadaan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Pengadaan sarana dan prasrana ini, bisa dilakukan dengan pembelian, meminta
sumbangan, pengajuan bantuan ke pemerintah (untuk sekolah-sekolah negeri) dan
pengajuan kepihak yayasan (untuk sekolah-sekolah swasta), pengajauan ke komite
sekolah (dewan sekolah), tukar menukar dengan sekolah lain dan menyewa.
Tim yang ditunjuk untuk melakukan pengadaan sarana dan prasarana
sekolah hendaknya membuat daftar ceklis tentang berbagai jenis sarana dan
prasarana yang akan diadakan, semua spesifikasi teknis, standar kualitas akan
mudah direalisasi dan dikontrol. Oleh karena itu, agar spesifikasi teknis, standar
kualitas dan utilitas sarana dan prasarana yang proses pengadaannya dengan
meminta sumbangan atau bantuan dari pemerintah tidak mengalami deviasi, perlu
dibuat proposal yang jelas.
Sebelum proposal diselesaikan, tim yang ditunjuk oleh sekolah melakukan
survey baik terhadap harga, merek dan kualifikasi barang yang dibutuhkan
sebagai kajian banding atas berbagai jenis barang dengan merk dan spesifikasi
teknisnya, sehingga jenis barang yang akan diminta dapat diketahui kelebihan dan
kekurangannya (standar kualitasnya). Kemampuan sekolah sangat menentukan
dalam merumuskan kebutuhannya sendiri (termasuk di dalamnya sarana dan
prasarana sekolah), dengan memenuhi aspek utilitas dan memenuhi syarat standar
kualitas.
25
d. Pemanfaatan Sarana dan Prasraana Pendidikan
Manajemen aset sekolah merupakan upaya untuk mengelola sarana-
prasarana sekolah agar nilai gunanya tidak merosot. Kata ”pemanfaatan” adalah
serangkaian kegiatan terencana dan sistematis yang dilakukan secara rutin
maupun berkala, jadi anjuran untuk memanfaatkan sarana dan prasarana
pendidikan dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1993 tentang
Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah menegaskan bahwa ”guru wajib
mengunakan perangkat atau sarana pendidikan seperti laboratorium untuk
kegiatan proses belajar mengajar dan dibarengi dengan peningkatan frekuensi
penggunaan secara maksimal”. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut
menggunakankan sarana pendidikan merupakan kewajiban.
Bafadal (2008:42) menawarkan bahwa ”ada tiga hal pokok yang perlu
dilakukan oleh personal sekolah yang akan memakai perlengkapan di sekolah,
yaitu: (a) memahami petunjuk penggunaan perlengkapan pendidikan, (b) menata
perlengkapan pendidikan, (c) memelihara, baik secara kontinyu maupun berkala
terhadap perlengkapan pendidikan.
e. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Aset sekolah, baik gedung, dan lingkungannya merupakan wahana belajar
yang perlu diperlakukan sebagai “amanah” yang perlu dikelola dengan baik.
Manajemen sekolah sepenuhnya bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan
pemeliharaan baik dalam bentuk perumusan, rincian pekerjaan, tugas serta
kegiatan adalah berdasarkan pada hirarkis organisasi, orang-orang yang memiliki
26
kesanggupan dan kemampuan melaksanakannya sebagai prasyarat bagi tercipta-
nya kerjasama yang harmonis dan optimal untuk mencapai tujuan secara efektif
dan efisien.
Kelancaran operasional pemeliharaan dilakukan sesuai dengan prosedur
yang sudah ditetapkan dan dibutuhkan organisasi pelaksana dengan ketentuan:
a) Seluruh personil mempunyai tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang
jelas dan terukur.
b) Seluruh personil merupakan bagian dari manajemen sekolah, komite sekolah,
wali murid dan masyarakat sekitarnya yang dianggap memiliki kepedulian
dan pengalaman serta memahami permasalahan dibidang bangunan gedung
beserta sarana penunjangnya.
c) Seluruh personil tersebut siap untuk mengabdikan tenaga, waktu dan pikiran
demi tujuan dalam menjaga, memelihara dan merawat gedung sekolah.
Secara makro manajemen aset ini menyangkut kegiatan inventarisasi atau
penyusunan data-base sarana-prasarana sekolah, penyusunan program peme-
liharaan, perawatan, perbaikan dan pembangunan (kembali) gedung sekolah,
perangkat dan lingkungannya. Secara mikro, manajemen aset sekolah di tingkat
sekolah sendiri menyangkut upaya pemeliharaan dan perawatan kecil yang
dilakukan oleh warga sekolah sendiri (siswa, guru, penjaga, komite sekolah,
masyarakat sekitar).
Pemeliharaan perlengkapan sekolah, seperti perabot dan peralatan kantor,
serta pengajaran dilakukan pemeliharaan secara kontinyu dan berkala agar selalu
27
dalam keadaan siap pakai. Sarana dan Prasarana sekolah yang difokuskan untuk
didata dan dilakukan kegiatan pemeliharaannya terutama: ruang kelas, ruang guru,
ruang pimpinan, perpustakaan, laboratorium (IPA), ruang UKS, tempat ibadah,
jamban (KM/WC), gudang, ruang sirkulasi dan tempat bermain/olah raga.
Tujuan kegiatan pemeliharaan Sarana dan Prasarana adalah: (a) untuk
memelihara prasarana secara berkelanjutan; (b) adanya jaminan terhadap kualitas
prasarana; (c) adanya keuntungan yang berkelanjutan dari hasil pemanfaatan
prasarana.
Dengan kata lain, pemeliharaan Sarana-Prasarana sekolah dan lingkungan-
nya dimaksudkan untuk: (a) Untuk mengoptimalkan pemakaian dan umur
bangunan, jika dilihat dari faktor ekonomis bahwa memelihara adalah untuk
mencapai efisiensi penggunaan anggaran perawatan. (b) menjamin kesiapan
operasional penggunaan gedung dan penunjangnya, sehingga kegiatan yang
dilakukan dapat optimal. (c) menjamin keandalan bangunan melalui kegiatan
pengecekan secara rutin dan teratur. (d) menjamin keselamatan orang atau siswa
yang menggunakan gedung beserta sarana penunjangnya.
Beberapa tindakan awal yang perlu dilakukan ialah sebagai berikut.
a. Membangkitkan rasa memiliki sekolah kepada seluruh siswa.
b. Membina siswa untuk disiplin dengan cara yang efektif dan di terima oleh
semua siswa.
c. Memupuk rasa tanggung jawab kepada siswa untuk menjaga dan memelihara
keutuhan dari sarana dan prasarana gedung sekolah yang ada. Siswa
28
dilibatkan dalam hal kegiatan positif yaitu: (1) Regu piket harian (2) Kegiatan
Jumat bersih (3) Lomba kebersihan kelas setahun (atau enam bulan) sekali.
d. Sarana dan prasarana gedung sekolah disiapkan secara prima sehingga tidak
mudah rusak jika digunakan secara benar.
e. Memberikan arahan/pengaruh yang dapat menyebabkan guru dan kepala
sekolah tergerak untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya secara bersama-
bersama melakukan upaya pemeliharaan.
f. Melakukan pembinaan dan kerjasama dengan masyarakat di luar sekolah.
f. Prinsip-prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Agar tujuan-tujuan manajemen perlengkapan bisa tercapai ada beberapa
prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola perlengkapan di sekolah,
prinsip-prinsip yang dimaksud tersebut menurut Bafadal (2003) adalah sebagai
berikut.
1) Prinsip Pencapaian Tujuan
Pada dasarnya manajemen sarana dan prasarana pendidikan di
sekolah diterapkan dengan maksud agar semua fasilitas sekolah dalam
keadaan kondisi siap pakai. Oleh sebab itu, manajemen sarana dan
prasarana pendidikan dapat di katakan berhasil bilamana fasilitas sekolah
itu selalu siap pakai setiap saat, apabila akan didayagunakan oleh personel
sekolah dalam rangka pencapaian tujuan proses pembelajaran di sekolah.
29
2) Prinsip Efisiensi
Dengan prinsip efisiensi semua kegiatan pengadaan sarana dan
prasarana sekolah di lakukan dengan perencanaan yang hati, sehingga bisa
memperoleh fasilitas yang berkualitas baik dengan harga yang relatif
murah. Dengan prinsip efisiensi berarti bahwa pemakaian semua fasilitas
sekolah hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat
mengurangi pemborosan. Maka perlengkapan sekolah hendaknya di-
lengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan pemeliharaannya.
Petunjuk teknis tersebut di komunikasikan kepada semua personil sekolah
yang diperkirakan akan menggunakannya. Selanjutnya, bilamana
dipandang perlu, di lakukan pembinaan terhadap semua personel.
3) Prinsip Administratif
Di Indonesia terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan
yang berkenaan dengan sarana dan prasarana pendidikan, sebagai contoh
adalah peraturan tentang inventarisasi dan penghapusan perlengkapan
milik negara. Dengan prinsip administratif berarti semua perilaku penge-
lolaan perlengkapan pendidikan di sekolah itu hendaknya selalu memper-
hatikan undang-undang, peraturan, instruksi, dan pedoman yang telah
diberlakukan oleh pemerintah. Sebagai upaya penerapannya, setiap
penanggung jawab pengelolaan perlengkapan pendidikan hendaknya me-
mahami semua peraturan perundang-undangan tersebut dan menginfor-
masikan kepada semua personel sekolah yang diperkirakan akan ber-
partisipasi dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan.
30
4) Prinsip Kejelasan Tanggung Jawab
Di Indonesia tidak sedikit adanya kelembagaan pendidikan yang
sangat besar dan maju. Oleh karena besar, sarana dan prasarananya sangat
banyak sehingga manajemennya melibatkan banyak orang. Bilamana hal
itu terjadi, maka perlu adanya pengorganisasian kerja pengelolaan
perlengkapan pendidikan. Dalam pengorganisasiannya, semua tugas dan
tanggung jawab semua orang yang terlibat itu perlu di deskripsikan dengan
jelas.
5) Prinsip Kekohesifan
Dengan prinsip kekohesifan berarti manajemen perlengkapan
pendidikan di sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja
sekolah yang sangat kompak. Oleh karena itu, walaupun semua orang yang
terlibat dalam pengelolaan perlengkapan itu telah memiliki tugas dan
tanggung jawab masing-masing, namun antara satu dengan yang lainnya
harus selalu bekerja sama dengan baik.
2. Profesionalisme Guru
a. Pengertian Profesionalisme
Dalam konteks profesionalisme terdapat tiga istilah yang dibahas, yakni
profesi, profesional, dan profesionalisme.
31
1) Profesi
Profesi adalah riwayat pekerjaan, pekerjaan (tetap), pencaharian pekerjaan
yang merupakan sumber penghidupan. Soejipto dan Raflis Kosasih
mengutip pendapat Ornnstein dan Levine menyatakan bahwa profesi
adalah jabatan, dia menulis beberapa tentang pengertian profesi yaitu (1)
melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang
hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan); (2) memerlukan bidang dan
keterampilan tertentu di luar jangkauan khayalak ramai (tidak setiap orang
dapat melakukannya); (3) memerlukan perhatian khusus dengan waktu
yang panjang.
Kata profesi dapat diketahui dari tiga sumber makna, yaitu makna
etimology, makna terminology, dan makna sociology. Secara etimologi,
profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin
profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau
ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminology, profesi
dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan
tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan
pekerjaan manual. Kemampuan mental di sini menurut Sudarwan Danim
(2002:21) adalah: “adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai
instrument untuk melakukan perbuatan praktis.” Merujuk pada definisi ini,
pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal,
meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi. Secara
sosiologi dikemukakan Carr-Saunders dalam Peter Jarvis (1992:21)
32
bahwa: “profession may perhaps be defined as an accupation bessed upon
specialized intellectual study and training. The purpose of wich is to
supply skilled service or advice to other for definite fee or salary.”
Sedangkan Cogan (1953) dalam Peter Jarvis (1992:21) memberikan
batasan “… that a profession is vacation of some practice is founded upon
an understanding of teoritical structure of some depertemen of learning or
science.” Menurut Makmun (1996:47) “profesi menunjukkan suatu
kepercayaan (to profess mean to trust), bahkan suatu keyakinan (to belief
in) atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang, dan
menunjukkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular
business).”
2) Profesional
Profesional adalah tindakan melakukan pekerjaan yang sudah dikuasai
atau telah dibandingkan baik secara konsepsional secara teknik atau
latihan. Menurut S. Prayudi A, (1979), istilah profesional dapat diartikan
pula sebagai: “usaha untuk menjalankan salah satu profesi berdasarkan
keahlian dan keterampilan yang dimiliki seseorang dan berdasarkan
profesi itulah seseorang mendapatkan suatu imbalan pembayaran berdasar-
kan standar profesinya.”
3) Profesionalisme
Istilah profesionalisme diangkat dari bahasa Inggris professionalism yang
secara leksikal berarti “sifat professional” (Sudarwan Danim, 2002:23).
33
Pandji Anoraga & Sri Suyati (1995:85) menyatakan “profesionalisme
merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang
menandai atau melukiskan coraknya suatu profesi.” Profesinalisme
mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan
atau sebagai sumber kehidupan.
Menurut Arifin (2002:78), professionalisme mengandung arti yang sama
dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang
diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Profesionalisme berarti
suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam
pekerjaan tertentu yang keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan
khusus atau latihan. Sedangkan Ahmad Tafsir (2004:16) mengatakan
profesionalisme ialah faham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan
harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orang yang profesional
adalah orang yang memiliki profesi, sedangkan profesi itu harus
mengandung keahlian artinya suatu program itu mesti dilandasi oleh suatu
keahlian khusus untuk profesi.
Profesionalisme berasal dari istilah professional yang dasar katanya adalah
profesi (profession). Makmun (1996:48) mengemukakan bahwa profesional
berarti persyaratan yang memadai sebagai suatu profesi. Selain itu menurut Tilaar
(1999) istilah profesional mengandung makna: (1) sesuatu yang bersangkutan
dengan profesi, (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (3)
mengharuskan adanya pembayaran untuk melaku-kannya (lawan amatir). Menurut
Dedi Supriyadi (1998:95) dan Sudarwan Danim (2002:22), kata professional
34
merujuk pada dua hal: Pertama, adalah orang yang menyandang sutau profesi,
orang yang biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdi diri
pada pada pengguna jasa disertai rasa tanggung jawab atas kemampuan
profesionalnya, atau penampilan seseorang yang sesuai dengan ketentuan profesi.
Kedua, adalah kierja atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan
yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja itu dimuati unsur-
unsur kiat atau seni (art) yang menjadi ciri tampilan professional seorang
penyandang profesi.
Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan
tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui
pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang
profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang profesional yang
memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga
pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa profesionalisme
merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam
pengetahuan dan teknologi dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai
kegiatan yang bermanfaat.
Mengingat pentingnya profesionalisme, dalam Hadits Shahih Al-Jamius
Shahih Bukhari Muslim dikemukakan bahwa:
Artinya “Sesungguhnya Allah tidaklah menahan ilmu dari manusia, tetapi dia akan menahan ilmu dengan ditahannya (diambilnya) para ulama, sehingga jika sudah tidak ada lagi seorang alim ahli maka manusia selalu mengangkat orang-orang yang bodoh sebagai pemimpin mereka.
35
Maka bertanyalah orang-orang, lalu dijawablah dengan tanpa ilmu, maka sesatlah mereka dan menyesatkan”. (HR. Bukhari, Muslim).
Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwasanya seorang pemimpin
haruslah orang yang mempunyai keahlian oleh karena itu dianjurkan untuk
menguasai ilmu pengetahuan agar rakyatnya atau umatnya tidak tertindas dan
mampu membawa mereka ke jalan yang lebih baik demikan juga dengan umatnya
untuk menuntut ilmu sebagai bekal ilmu pengetahuan dan penerus sebagai
pemimpin yang profesional. Guru adalah seorang pemimpin. Bahkan, lebih dari
itu, guru memiliki peran yang sangat sentral dalam membentuk pribadi-pribadi
pemimpin.
Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengertian
profesionalisme adalah suatu paham yang menciptakan dilakukannya berbagai
kegiatan kerja tertentu dalam kehidupan masyarakat dengan berbekal keahlian
yang tinggi dan berdasarkan pada rasa keterpanggilan jiwa dengan semangat
untuk melakukan pengabdian memberikan bantuan layanan pada sesama manusia
b. Karakteristik Profesi
Uraian tentang profesi, professional, profesionalisme, dan profesionalisasi
yang dikemukakan di atas sebenarnya sudah memberikan gambaran dan
penjelasan secara nyata tentang sifat-sifat khas atau karakteristik dari sebuah
profesi. Telaahan tentang karakteristik profesi telah banyak dilakukan para pakar
yang meminatinya, namun menurut Makmun (1996:48) “tidak ada kesimpulan
hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat karakteristik keprofesian.”
36
Ornstein & Levine dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi (1999:15) menyata-
kan bahwa profesi itu adalah jabatan yang memiliki beberapa karakteristik.
Ornstein & Levine mengemukakan paling sedikit ada 14 karakteristik sebuah
profesi seperti yang diuraikannya di bawah ini
a) Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b) Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
c) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
d) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
e) Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mem-punyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persya-ratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendu-dukinya).
f) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar).
g) Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang ber-hubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
i) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; relative bebas dari supervisi dalam jaba-tan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendapat klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter itu sendiri).
j) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elite’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggo-tanya (keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh Departemen Kesehatan).
l) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
37
m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan diri setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu menyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya).
n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding dengan jabatan lainnya).
Tidak berbeda jauh dengan ciri-ciri tersebut di atas, Sanusi et.al (1991)
mengemukakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:
1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial).
2. Jabatan yang menentukan keterampilan/keahlian tertentu.
3. Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
4. Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
6. Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.
7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
9. Dalam praktiknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.
10. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Oteng Sutisna (1993:303) yang mengutif pendapat More (1970) me-
nyebutkan ciri-ciri profesi adalah sebagai berikut:
1. Seorang professional menggunakan waktu penuh untuk menjalankan pekerjaannya.
2. Terikat oleh suatu panggilan hidup dan dalam hal ini memperlakukan pekerjaannya sebagai perangkat norma kepatuhan dan perilaku.
3. Anggota organisasi professional yang formal.
38
4. Menguasai pengetahuan yang berguna dan keterampilan atas dasar latihan spesialisasi atau pendidikan yang sangat khusus.
5. Terikat oleh syarat-syarat kompetensi, kesadaran prestasi, dan pengabdian.
6. Memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali.
Sementara Volmer & Mills dalam Abin Syamsuddin (1996:47) mengaju-
kan unsur-unsur essensial profesi adalah ”Suatu dasar teori sistematis, adanya
kewenangan yang diakui oleh klien; sanksi dan pengakuan masyarakat atas
kewenangan ini, adanya kode etik yang mengatur hubungan-hubungan dari orang-
orang professional dengan klien dan teman sejawat, dan adanya kebudayaan
profesi atau nilai-nilai, norma, dan lambang-lambang”.
c. Profesionalisme Guru
Dalam pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih,
dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa
aman, nyaman dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah siswa
dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang terasa
berat diterima oleh para siswa. Kondisi seperti itu tentunya memerlukan
keterampilan dari seorang guru, dan tidak semua mampu melakukannya.
Menyadari hal itu, maka penulis menganggap bahwa keberadaan guru profesional
sangat diperlukan.
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan yang
bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu menemukan jati
diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat rendah pada
pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir telah berdampak
39
buruk yang sangat luas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara (Asrorun Ni’am
Sholeh, 2006:. 9).
Mengomentari mengenai adanya keterpurukan dalam pendidikan saat ini,
penulis sangat menganggap penting akan perlunya keberadaan guru profesioanal.
Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan profesinya, tetapi
guru harus memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan tugasnya dengan
melakukan perbaikan kualitas pelayanan terhadap anak didik baik dari segi
intelektual maupun kompetensi lainnya yang akan menunjang perbaikan dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar serta mampu mendatangkan prestasi
belajar yang baik.
Menyadari akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah dalam
bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru mengemukakan bahwa
guru dalam pendidikan modern seperti sekarang bukan hanya sekedar pengajar
melainkan harus menjadi direktur belajar. Artinya, setiap guru diharapkan untuk
pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan
belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan
pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai konsekuensinya tugas dan tanggung
jawabnya menjadi lebih kompleks. Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebut
membawa konsekuensi timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjdi bagian
integral dalam kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru.
Menanggapi kondisi tersebut, Muhibbin Syah (2007: 250) mengutip pendapat
Gagne bahwa setiap guru berfungsi sebagai:
a) Designer of intruction (perancang pengajaran)
40
b) Manager of intruction (pengelola pengajaran).
c) Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa).
Dalam sebuah situs yang membahas mengenai profesionalisme dunia
pendidikan, Suciptoardi memaparkan bahwa guru diharapkan melaksanakan tugas
kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya, artinya hanya mereka
yang memang khusus telah bersekolah untuk menjadi guru, yang dapat menjadi
guru profesional.
Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan
menggambarkan profil seorang guru profesional. Suciptoardi menegaskan bahwa
guru itu adalah sebuah profesi. Sebagai profesi, memang diperlukan berbagai
syarat, dan syarat itu tidak sebegitu sukar dipahami, dan dipenuhi, kalau saja
setiap orang guru memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia
harus melakukannya dan menyadari bagaimama ia dapat melakukannya dengan
sebaik-baiknya, kemudian ia melakukannya sesuai dengan pertimbangan yang
terbaik. Dengan berbuat demikian, ia telah berada di dalam arus proses untuk
menjadi seorang profesional, yang menjadi semakin profesional.14
Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yang profesional,
penulis berpendapat bahwa guru profesional dalam suatu lembaga pendidikan
diharapkan akan memberikan perbaikan kualitas pendidikan yang akan
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dengan perbaikan kualitas
pendidikan dan peningkatan prestasi belajar, maka diharapkan tujuan pendidikan
nasional akan terwujud dengan baik.
41
Dengan demikian, keberadaan guru profesional selain untuk
mempengaruhi proses belajar mengajar, guru profesional juga diharapkan mampu
memberikan mutu pendidikan yang baik sehingga mampu menghasilkan siswa
yang berprestasi. Untuk mewujudkan itu, perlu dipersiapkan sedini mungkin
melalui lembaga atau sistem pendidikan guru yang memang juga bersifat
profesional dan memeliki kualitas pendidikan dan cara pandang yang maju.
d. Aspek-aspek Profesionalisme Guru
Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai
pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan
mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional.
Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi
profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa (2008), kompetensi yang
harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat aspek sebagai berikut.
a) Kompetensi Pedagogik
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a
dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar,
dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya (E. Mulyasa, 2008: 75).
b) Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b,
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
42
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia (E. Mulyasa, 2008:
117).
c) Kompetensi Profesioanal
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c
dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam
yang memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi standar
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan (E.
Mulyasa, 2008: 135).
d) Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah ke-
mampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan masyarakat sekitar (E.
Mulyasa, 2008: 173).
Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip
pernyataan Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan efektif
dalam mengajar apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk mendatang-
kan hasil belajar pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif tidaknya seorang
guru, Mitzel menganjurkan cara penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage,
process dan product. Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan sebagai guru
43
yang efektif apabila ia dari segi: presage, ia memiliki personality attributes dan
teacher knowledge yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang
mampu mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu
menjalankan (mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat
mendatangkan hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatang-
kan hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.
Dengan penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau ijazah
sekolah guru yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah selain pen-
didikan guru berarti nilainya di bawah standar. Berdasarkan pemahaman dari
uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mutu guru dapat diramal-
kan dengan tiga kriteria yaitu: presage, process dan product yang unsur-unsurnya
sebagai berikut.
(1) Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri
dari unsur-unsur (a) latar belakang pre-service dan in-service guru, (b)
pengalaman mengajar guru, (c) penguasaan pengetahuan keguruan, dan (d)
pengabdian guru dalam mengajar.
(2) Kriteria process (kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan
proses belajar mengajar) terdiri atas (a) kemampuan guru dalam merumus-
kan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP); (b) kemampuan guru dalam
melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas; serta (c) kemampuan
guru dalam mengelola kelas.
44
(3) Kriteria product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri dari
hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru
tersebut.
Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di
madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru tersebut
sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana guru dituntut
kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan, metode,
media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola
proses belajar mengajar, di samping itu guru juga harus mampu melaksanakan
atau membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami oleh
murid-muridnya (Alisuf Sabri, 1992: 16-18).
B. Kajian Kepustakaan
Sebagai perbandingan penelitian ini, penulis menyajikan beberapa hasil
penelitian terdahulu sebagai berikut.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Desak Nyoman Puspayani (2009) berjudul
”Kontribusi Sarana Prasarana, Layanan Administratif, Kompetensi Profesional
Guru terhadap Kepuasan Belajar (Studi Tentang Persepsi Siswa SMA Negeri
1 Sukawati)” mengungkap: (1) besaran kontribusi sarana prasarana terhadap
kepuasan belajar siswa di SMA N 1 Sukawati, (2) besaran kontribusi layanan
administratif terhadap kepuasan belajar siswa di SMA N 1 Sukawati, (3)
besaran kontribusi kompetensi profesional guru terhadap kepuasan belajar
siswa di SMA N 1 Sukawati, dan (4) besaran kontribusi antara sarana
45
prasarana, layanan administratif, kompetensi profesional guru secara bersama-
sama terhadap kepuasan belajar siswa di SMA N 1 Sukawati. Penelitian ini
menggunakan rancangan ex-post facto dengan teknik korelasional. Populasi
penelitian ini berjumlah 837 siswa. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik stratified random sampling dengan ukuran sampel
sebanyak 250 siswa.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) terdapat kontribusi sarana
prasarana terhadap kepuasan belajar siswa pada SMA N 1 Sukawati dengan
kontribusi sebesar 32,0%, (2) terdapat kontribusi layanan administratif
terhadap kepuasan belajar siswa pada SMA N 1 Sukawati dengan kontribusi
sebesar 29,6%, (3) terdapat kontribusi kompetensi profesional guru terhadap
kepuasan belajar siswa pada SMA N 1 Sukawati dengan kontribusi sebesar
39,4%, dan (4) terdapat kontribusi sarana prasarana, layanan administratif, dan
kompetensi profesional guru terhadap kepuasan belajar siswa pada SMA N 1
Sukawati dengan kontribusi sebesar 50,2%. Berdasarkan temuan hasil
penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi sarana
prasarana, layanan administratif, dan kompetensi profesional guru terhadap
kepuasan belajar siswa pada SMA N 1 Sukawati.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Eka Yuni Setyowati (2010) berjudul
”Pengaruh Kompensasi dan Sarana Prasarana Terhadap Profesionalitas Guru
SMA se-Kota Pati” bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh kompensasi
dan sarana prasarana terhadap profesionalitas guru SMA se-Kota Pati secara
simultan, mengetahui pengaruh kompensasi terhadap profesionalitas guru
46
secara parsial dan mengetahui pengaruh sarana prasarana terhadap
profesionalitas guru secara parsial. Hasil analisis regresi dengan SPSS 16. 0
menunjukkan bahwa, terdapat pengaruh secara simultan antara kompensasi
dan sarana prasarana terhadap profesionalitas guru dengan koefisien
determinasi sebesar 47,2%, terdapat pengaruh secara parsial antara
kompensasi terhadap profesionalitas guru sebesar 29,26% dan terdapat
pengaruh secara parsial antara sarana prasarana terhadap profesionalitas guru
sebesar 20,79%. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa kompensasi dan sarana prasarana secara signifikan
mempengaruhi profesionalitas guru SMA se-Kota Pati, baik secara simultan
maupun parsial. Saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini yaitu, guru
hendaknya terus meningkatkan profesionalitasnya.
C. Posisi Teoretik
Pada dasarnya penelitian tentang profesionalisme guru sangatlah banyak
telah dilakukan oleh yang lain dengan berbagai cara dan metode. Akan tetapi,
pada penelitian ini akan dibahas bagaimana posisi profesionalisme guru dikaitkan
dengan keberadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah secara umum,
terutama pengaruh keberadaan sarana dan prasarana yang ada di SMA Al-
Muawanah Cianjur.
Pada penelitian-penelitian terdahulu, pengkajian atas sarana dan prasarana
pendidikan diteliti secara parsial, khususnya yang berkaitan dengan media
pembelajaran saja. Demikian pula halnya permasalahan profesionalisme guru
47
yang hanya difokuskan terhadap profesionalisme akademik saja. Pada penelitian
ini, variabel sarana dan prasarana diteliti dalam berbagai aspek, yakni manajemen
sarana dan prasarana pendidikan yang ada di sekolah. Demikian pula halnya
dengan profesionalisme guru yang mencakup empat kompetensi guru secara
terpadu, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi pribadi, kompetensi profesi,
dan kompetensi sosial.
Atas dasar pemikiran tersebut, kerangka pemikiran yang digunakan dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Sarana dan Prasarana
Pendidikan (X)
Profesionalisme Guru (Y)
1. Prinsip pencapaian tujuan.
2. Prinsip efisiensi. 3. Prinsip administratif. 4. Prinsip kejelasan
tanggung jawab. 5. Prinsip kekohesifan
1. Kompetensi pedagogik, 2. Kompetensi kepribadian, 3. Kompetensi profesi, 4. Kompetensi soisal
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional Penelitian
Penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap
Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur” terdiri atas dua variabel,
yakni variabel sarana dan prasarana pendidikan sebagai variabel independen (X),
dan variabel profesionalisme guru sebagai variabel dependen (Y).
Agar penggunaan peristilahan pada kedua variabel tersebut tidak rancu,
maka diperlukan definisi operasional atas keduanya disertai dengan pengembang-
an masing-masing variabel secara operasional.
1. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana dan prasarana pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini ada-lah
pengelolaan manajemen sarana dan prasarana pendidikan dengan me-ngacu
kepada teori yang dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 poin 8:
”Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.”
49
Di samping itu, operasionalisasi variabel ini juga didasarkan kepada pendapat
Bafadal (2003) tentang prinsip-prinsip manajemen sarana dan prasarana, yang
kemudian dijadikan indikator penelitian ini, yakni:
a. Prinsip Pencapaian Tujuan
b. Prinsip Efisiensi
c. Prinsip Administratif
d. Prinsip Kejelasan Tanggungjawab
e. Prinsip Kekohesifan.
2. Profesionalisme Guru
Profesionalisme guru sebagai variabel dependent mengacu kepada pasal 28
ayat (3) butir (a), (b), (c), dan (d) tentang kompetensi guru. Keempat kompetensi
tersebut adalah (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c)
kompetensi profesi, dan (d) kompetensi sosial.
Berdasarkan kedua teori yang dijadikan landasan di atas, dapat disusun
operasionalisasi variabel penelitian sebagai berikut.
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel Dimensi Skala
Prinsip Pencapaian Tujuan Ordinal
Prinsip Efisiensi Ordinal
Prinsip Administratif
Sarana dan Prasarana Pendidikan (Bafadal, Ibrahim, 2003:45-48)
Prinsip Kejelasan Ordinal
50
Variabel Dimensi Skala Tanggungjawab
Prinsip Kekohesifan Ordinal
Kompetensi pedagogik Ordinal
Kompetensi kepribadian Ordinal
Kompetensi profesi Ordinal
Profesionalisme Guru (Pasal 28 ayat (2), PP 19 tahun 2005)
Kompetensi sosial Ordinal
B. Pendekatan dan Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan
terhadap Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur” ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan
salah satu pendekatan yang ada dalam penelitian. Pendekatan ini
menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel
penelitiannya. Keketatan pendekatan ini sudah terlihat dari asumsi dasar
penelitian kuantitatif. Pembahasan asumsi dasar yang dipakai dalam
penelitian kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel
sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan
dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan
validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan
pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas
hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan
51
model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan
adanya hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan
tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula
statistik yang akan digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan
makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka statistik bukan makna
secara kebahasaan dan kulturalnya.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan bagaimana
penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang bagaimana.
Dalam penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan
terhadap Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur” ini digunakan
metode deskriptif verifikasi dengan menggunakan teknik survei.
Singarimbun (2003:3) mengemukakan bahwa penelitian survei adalah
penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Sementara itu,
Sugiyono (2004:11) mengemukakan bahwa menurut tingkat eksplanasinya,
penelitian ini termasuk ke dalam penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif
adalah penelitian yang mencari pengaruh antara satu variabel dengan
variabel lainnya. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah (1)
sarana dan prasarana pendidikan dan (2) profesionalisme guru SMA Al-
Muawanah Cianjur.
C. Sumber Data Penelitian
52
Sumber data mengacu kepada populasi penelitian serta penentuan sampel
yang digunakan dalam penelitian. Populasi menurut Husaeni adalah semua nilai
baik melalui perhitungan kuantitatif maupun kualitatif, dari karakteristik tertentu
mengenai objek yang lengkap dan jelas. Ditinjau dari banyaknya anggota
populasi, maka populasi terdiri dari populasi terbatas (terhingga) dan populasi tak
terbatas (tak terhingga), dan dilihat dari sifatnya populasi dapat bersifat homogen
dan heterogen. Menurut Sugiyono (2004:4) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi yang menggunakan seluruh populasi disebut sampel total atau
sensus. Penggunaan ini berlaku jika anggota populasi relatif kecil, untuk anggota
populasi yang relatif besar bisa mengambil sampel sebagian dari anggota populasi
sesuai dengan kebutuhan penelitian.
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah staf pendidik di SMA
Al-Muawanah Cianjur yang seluruhnya berjumlah 18 orang, terdiri atas 4 orang
guru PNS yang dipekerjakan dan telah tersertifikasi, 2 orang guru honorer yang
telah tersetifikasi, 7 orang guru honorer yang belum tersertifikasi, serta 5 orang
guru yang berasal dari SMA lain dengan status menambah jam pelajaran di SMA
Al-Muawanah Cianjur.
Mengingat jumlah populasi di atas sedikit (18 orang), maka seluruh
populasi dijadikan sebagai sampel atau sensus penelitian. Seluruh responden akan
menjawab seluruh item yang terdapat pada angket yang diajukan tanpa pemilahan
dan pengklasifikasian.
53
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini data yang akan diungkap adalah ”Pengaruh Sarana
dan Prasarana Pendidikan terhadap Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah
Cianjur”. Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk skala
Likert. Adapun alasan meng-gunakan skala Likert ini untuk mengukur sikap,
pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena
sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan keputusan pembelian produk dapat
dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena itu, penggunaan skala Likert
pada penelitian ini dapat diterima.
Skala Likert yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
Penskoran pada Skala Likert
Pernyataan Bobot Penilaian Pernyataan Bobot
Penilaian
Sangat setuju Skor : 5 Sangat baik Skor : 5
Setuju Skor : 4 Baik Skor : 4
Netral Skor : 3 Netral Skor : 3
Tidak setuju Skor : 2 Tidak baik Skor : 2
Sangat tidak setuju Skor : 1 Sangat tidak baik Skor : 1
Selain penggunaan angket, pada penelitian ini juga digunakan studi
dokumentasi dan studi kepustakaan.
Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan
sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian
yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di lokasi
54
penelitian maupun di instansi lain yang ada pengaruhnya dengan lokasi penelitian.
Studi dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari lembaga
perbankan meliputi buku-buku, laporan kegiatan dan keuangan, serta dokumen
lain yang relevan dengan fokus penelitian.
Studi kepustakaan digunakan sebagai acuan teoretis atas temuan-temuan
yang diperoleh dalam penelitian.
E. Tahap-tahap Penelitian
Pada dasarnya sebagian besar para ahli mengemukakan langkah-langkah
penelitian dalam penelitian relatif hampir sama, yaitu prapenelitian, pelaksanaan,
dan pengolahan data serta menyusun laporan hasil penelitian. Oleh karena itu,
langkah-langkah penelitian merupakan bagian yang harus dipahami dan dijalan-
kan oleh peneliti.
Untuk keperluan penelitian ini, langkah-langkah penelitian yang akan
digunakan adalah sebagai berikut
1) Prasurvei. Tahap ini merupakan langkah awal dalam upaya penjajagan
dengan melakukan dialog-dialog bersama Wakil Kepala Sekolah Urusan
Kurikulum di SMA Al-Muawanah Cianjur. Gambaran yang diperoleh dari
hasil wawancara sederhana tersebut kemudian dikonsultasikan dalam
bentuk proposal penelitian kepada pembimbing.
2) Mengajukan permohonan izin pengajuan penelitian kepada Ketua Program
Studi Manajemen Pendidikan Islam, FAI, Universitas Suryakancana
55
Cianjur, serta pengajuan permohonan izin penelitian kepada Kepala SMA
Al-Muawanah Cianjur.
3) Melaksanakan penelitian sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, serta
rambu-rambu yang harus dilakukan. Penelitian dilakukan dengan
menyebarkan angket kepada seluruh guru SMA Al-Muawanah Cianjur
sesuai dengan sampel yang telah ditetapkan.
4) Melakukan analisis data hasil penelitian.
5) Menyusun laporan hasil penelitian dalam bentuk skripsi.
F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan dalam kerangka
pengembangan instrumen penelitian. Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
pengembangan instrumen penelitian secara garis besarnya adalah sebagai berikut.
1) Merumuskan definisi operasional setiap variabel penelitian hingga masing-
masing variabel memiliki batasan yang jelas mengenai aspek dan subaspek
yang akan diukur serta indikatornya masing-masing.
2) Menyusun penjabaran konsep yang akan dijadikan panduan dalam
penulisan butir-butir pertanyaan.
3) Merumuskan butir-butir pertanyaan sesuai dengan penjabaran konsep
instrumen penelitian yang telah ditetapkan.
4) Mendiskusikan perangkat instrumen dengan pembimbing untuk men-
dapatkan masukan dan pertimbangan mengenai kelayakan konstruksi,
lingkup dan redaksi dari setiap pernyataan.
56
5) Menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dengan tujuan untuk
mengukur valid tidaknya instrumen itu.
a) Teknik yang dipergunakan adalah teknik r Product Moment, yaitu
hasil perhitungan dibandingkan dengan kriteria validitas yaitu suatu
butir pernyataan dinyatakan valid jika koefesien rhitung lebih besar dari
rtabel pada taraf signifikansi α = 0,05. Rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut.
rxy = ( )( )
( ) ( )[ ] ( ) ( )[ ]2222 YYn XXn
X - XYn
∑∑∑∑∑ ∑∑
−−
Y
Keterangan:
rxy : Koefisien korelasi
n : jumlah responden
X : Jumlah skor setiap item
Y : Jumlah skor total seluruh item
(∑X)2 : Kuadrat jumlah skor item X
∑X2 : Jumlah kuadrat skor item X
(∑Y)2 : Kuadrat jumlah skor item Y
(∑Y)2 : Jumlah kuadrat skor item Y
b) Menata ulang instrumen pernyataan sesuai dengan butir-butir per-
nyataan yang valid (sahih).
c) Uji reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan koefesien
reliabilitas dari Alpha Cornbach.
57
α =
∑−
− 2
iS
2Si11k
k
Keterangan :
α = nilai koefisien reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑ Si2 = mean kuadrat kesalahan
Si2 = varians total
Hasil yang diperoleh dari ini selanjutnya dikonsultasikan dengan
tabel interpretasi nilai, seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 3.5
Pedoman untuk memberikan interpretasi nilai r
Interval Koefesien Interpretasi
0.000 - 0,199 Sangat rendah
0.200 - 0.399 Rendah
0.400 - 0.599 Sedang
0.600 - 0.799 Kuat
0.800 - 1.000 Sangat Kuat
Instrumen sebagai alat pengumpul data dalam penelitian harus
memenuhi persyaratan kesahihan (validity) dan keterandalan (realiability).
Oleh karena itu, dalam penelitian instrumen yang digunakan untuk
pengumpulan data dari penelitian terlebih dahulu diujicobakan guna menge-
tahui kesahihan dan keterandalan instrumen tersebut. Suatu instrumen dikata-
58
kan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Reliabilitas adalah
indeks yang mampu menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat di-
percaya atau dapat diandalkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan
Sugiyono, yang mengatakan bahwa hasil penelitian itu valid jika terdapat
kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi
pada objek yang diteliti.
G. Analisis Data Hasil Penelitian
1. Analisis Deskriptif Hasil Penelitian
Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur persepsi,
sikap atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah peristiwa atau
fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang telah ditetapkan oleh
peneliti. Pengolahan data secara deskriptif adalah dengan cara memperoleh
hasil perkalian dari jumlah responden dengan skor pilihan jawaban yang
diberikan. Seluruh hasil perkalian dari jumlah responden pada masing-masing
pilihan jawaban ini (pada masing-masing item) dijadikan dasar penafsiran data
hasil penelitian secara deskriptif.
Untuk mencari skor total vaiabel dalam batas-batas nilai minimum,
kuartil I, median, kuartil III, dan nilai maksimal yang dapat dicapai, dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut.
a) Menentukan skor maksimum, yaitu skor jawaban terbesar dikalikan
banyak item.
59
b) Menentukan skor minimum, yaitu skor jawaban terkecil dikalikan banyak
item.
c) Menentukan nilai median, yakni hasil penjumlahan skor maksimum
dengan skor minimum dibagi dua.
d) Menentukan nilai kuartil I, yaitu hasil penjumlahan skor minimum dengan
median dibagi dua.
e) Menentukan nilai kuartik III berupa hasil penjumlahan skor maksimum
dengan median dibagi dua.
f) Membuat skala yang menggambarkan skor minimum, nilai kuartil
pertama, nilai median, nilai kuartil ketiga, dan skor maksimum.
Skala interpretasi yang digunakan adalah sebagai berikut.
Angka 0% – 20% = Sangat lemah
Angka 21% – 40% = Lemah
Angka 41% – 60% = Cukup
Angka 61% – 80% = Kuat
Angka 81% – 100% = Sangat kuat
2. Analisis Regresi Sederhana
Analisis data diarahkan pada pengujian hipotesis yang diawali dengan
deskripsi data penelitian dari ketiga variabel dalam bentuk distribusi
frekuensi dan histogramnya serta menentukan persamaan regresinya.
60
Analisis regresei linier sederhana diawali dengan pengujian asumsi klasik
dengan persamaan regresi sebagai berikut.
Ŷ = a + bX + e
Keterangan:
Y : tingkat keberhasilan usaha nasabah
X : pembiayaan musyarakah
a : konstanta
b : koefisien regresi atau slope garis regresi Y atas X
e : epsilon, galat presiksi yang terjadi secara acak.
3. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Distribusi Data
Karena statistik parametrik berlandaskan pada asumsi bahwa data
yang akan dianalisis harus berdistribusi normal, maka dilakukan pengujian
normalitas untuk mengetahui apakah data yang dihasilkan berdistribusi
normal atau tidak. Asumsi normalitas merupakan syarat penting pada
pengujian kebermaknaan koefisien regresi. Apabila data residual dari mode
regresi tidak mengikuti distribusi normal, maka kesimpulan dari uji F dan uji
t perlu dipertanyakan karena statistik uji dalam analisis regresi diturunkan
dari data yang berdistribusi normal.
Uji normalitas distribusi data yang digunakan pada penelitian ini
adalah Kolmogorov-Smirnov Test. Dasar pengambilan keputusannya jika
thitung < ttabel maka data telah berasal dari data yang berdistribusi normal.
61
Untuk data yang banyak, data diasumsikan mendekati distribusi normal
dengan syarat data > 100.
b. Uji Asumsi Heteroskedastisitas
Persyaratan kedua dalam analisis regresi linier klasik adalah harus
tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Artinya, varian residu pada data
harus bersifat homogen atau sama. Uji heteroskedastitas dilakukan dengan
menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara variabel bebas dengan
nilai residu regresi parsialnya. Jika probabiltias kesalahan statistik atau p-
value > (α = 0,05) atau nonsignifikan, maka diputuskan tidak terjadi situasi
heteroskedastitas.
c. Uji Autokorelasi
Menurut Maurice G. Kendall (1971:8), autokorelasi akan menjelas-
kan bahwa varian residual (e) tidak saling berpengaruh. Hal ini dapat dilihat
dengan menggunakan tes dari Durbin-Watson.
Mekanisme tes Durbin-Watson (dalam Gujarati, 1993:217) ini
adalah sebagai berikut.
(1) Menentukan regresi OLS dan menentukan residual ei.
(2) Menghitung nilai d (dengan menggunakan aplikasi komputer).
(3) Untuk ukuran sampel tertentu, menghitung nilai kritis dL dan dU.
(4) Menghitung nilai d-dL dan 4-dU dan kemudian membandingkan-nya
dengan nilai d pada daerah berikut.
1 dL dU 4-dL 4-dU 4
62
4 1,660 1,660 2,340 2,340 4
Autokorelasi (+)
Tidak meyakinkan Tidak ada Autokorelasi Tidak
meyakinkan Autokorelasi
(-)
Jika nilai d terletak di antara dU dan 4-dU, maka dapat disimpulkan
tidak ada autokofrelasi dalam data. Sedangkan jika nilai d berada pada
daerah lainnya maka kesimpulan diberikan oleh gambar di atas. Untuk
mengatasi masalah autokorelasi dilakukan transformasi melalui transformasi
p = 1 – d/2 (d= nilai Durbin-Watson). Untuk menghindari data pertama yang
hilang, maka data pertama ditransformasi-kan melalui perkalian dengan √(1-
p2).
4. Pengujian Hipotesis
Sebelum digunakan sebagai dasar kesimpulan, persamaan regresi
yang diperoleh dan telah memenuhi asumsi regresi melalui pengujian di atas,
perlu diuji koefisien regresinya. Pengujian regresi ini dilakukan untuk
melihat apakah model yang diperoleh dan koefisien regresinya dapat
dikatakan bermakna secara statistik sehingga dapat diambil kesimpulan
secara umum untuk populasi penelitian.
Untuk mengetahui apakah variabel independen (X) memiliki
pengaruh terhadap variabel Y dengan tingkat keyakinan 1 – α, maka
digunakan uji t. Bentuk hipotesis statistik yang diuji adalah sebagai berikut.
Hipotesis untuk X adalah sebagai berikut.
63
HO : βi = 0 Tidak terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan
terhadap profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur.
HA : βi ≠ 0 Terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap
profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur.
Statistik Uji-t yang digunakan menggunakan rumus sebagai berikut.
thitung = βSE
β atau thitung = r 2r - 12 -n
Keterangan:
β = koefisien regresi
SEβ = standard error dari koefisien regresi
r = koefisien korelasi
n = ukuran sampel
Terdapat 2 (dua) cara pengambilan keputusan atas hasil pengujian
di atas, yakni dengan cara sebagai berikut.
1) Membandingkan nilai thitung dengan ttabel.
a) Jika thitung > ttabel, maka HO ditolak dan HA diterima.
b) Jika thitung ≤ ttabel, maka HA ditolak dan HO diterima.
2) Membandingkan nilai signifikansi dengan nilai alpha.
a) Jika nilai signifikansi (p-value) < ά, maka HO ditolak dan HA
diterima.
64
b) Jika nilai signifikansi (p-value) ≥ ά, maka HA ditolak dan HO
diterima.
Jika HO ditolak, berarti variabel independen berpengaruh secara
nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika HO ditolak,
maka variabel independen tidak bepengaruh secara nyata (signifikan)
terhadap variabel dependen.
5. Menentukan Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi dihitung untuk menentukan variabel independen
secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi
multiple diperoleh dari jumlah kuadrat regresi dan jumlah kuadrat total
dengan mengguna-kan rumus sebagai berikut.
KD = r2 x 100% atau dengan rumus:
R2 = sisa
regresi
1-k-n2
i
K2
i
RJKRJK
Y - YY - Y
=∑∑
Untuk mempermudah pengolahan dan analisis, maka dalam penelitian ini
digunakan aplikasi SPSS (Statistical Product and Service Solutions) for
Windows Release 18. Langkah ini ditempuh mengingat pengolahan data pada
paket program tersebut lebih cepat dan mempunyai tingkat ketelitian yang
lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan secara manual.
65
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Latar Penelitian
1. Letak/Riwayat Bangunan
Secara geografis sesungguhnya SMA Al-Muawanah terletak
didaerah strategis yang dapat terjangkau dari berbagai arah di kota
kecamatan Cianjur. Kondisi ini seharusnya mampu menjadi pendukung
utama dalam meningkatkan populasi serta kepercayaan masyarakat untuk
menggunakan jasa layanan pendidikan di lingkumgan SMA Al-
muawanah Cianjur.
2. Kondisi Nyata SMA Al-Mu’awanah Cianjur
Kondisi nyata yang saat ini berlangsung di SMA Al-Muawanah
Cianjur belum mencapai tahap ideal sebagaimana dikemukakan di atas.
Akan tetapi dalam beberapa aspek telah diupayakan sesuai dengan
ketentuan. Kondisi nyata sekolah tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut.
a. Sekolah belum sepenuhnya mengembangkan manajemen berbasis
sekolah karena berbagai kondisi yang melingkungi sekolah,
b. Prasarana penyelengaraan pendidikan sudah terpenuhi secara mini-
mal, tetapi belum sepenuhnya didukung oleh sarana pembelajaran
yang memadai,
66
c. Seluruh guru telah memiliki kualifikasi sesuai dengan latar belakang
pendidikan masing-masing. 5 orang guru dari 15 orang guru yang ada
telah tersertifikasi yaitu 3 orang guru PNS dan 2 orang guru tidak
tetap (honor),
d. Tenaga pendidik yang ada telah memenuhi persyaratan baik latar
belakang pendidikan maupun keterampilan yang dimiliki,
e. Kurikulum yang dimiliki oleh SMA Al-Muawanah adalah kurikulum
mandiri yang mengacu pada standar isi yang dikembangkan sesuai
dengan konteks dan kebutuhan siswa,
f. Sumber-sumber pemdanaan lain selain dari orangtua siswa, masih
bergantung pada proyek-proyek pembinaan yang diselenggarakan
oleh pemerintah pusat maupun daerah,
g. Pembelajaran yang berlangsung sudah mengacu pada kompetensi
meskipun masih terdapat kekurangan pada beberapa aspek yang
berkaitan dengan sarana pembelajaran siswa,
h. Penilaian yang dilaksanakan telah berbasis kompetensi dan berbasis
kelas,
i. Setiap kegiatan belum seluruhnya dievaluasi secara menyeluruh.
3. Visi dan Misi
Visi sekolah SMA Al-Mu’awanah Cianjur adalah sebagai berikut :
Terwujudnya warga sekolah yang religius, kreatif, inovatif, dan
berprestasi.
67
Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan visi di atas
adalah sebagai berikut.
a. Berkembangnya nilai-nilai aqidah, keimanan, dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa pada seluruh warga sekolah,
b. Terwujudnya masyarakat belajar (learning community) yang
kompetitif, kreatif, inovatif, dan kondusif pada seluruh komponen
sekolah,
c. Berprestasi dalam bidang akademis,
d. Berprestasi dalam bidang nonakademis,
e. Terwujudnya sikap profesionalisme guru serta tenaga kependidikan
lainnya,
f. Berkembangnya budaya mutu pada seluruh personal sekolah dengan
mengacu kepada Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Untuk mencapai tahapan-tahapan pencapaian indikator visi sekolah
yang telah dirumuskan, SMA Al-Mu’awanah mencanangkan misi
sebagai berikut :
Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sebagai inti dan substansi pendidikan dengan berbagai upaya
penciptaan lingkungan dan komunikasi yang kondusif.
a. Meningkatkan kualitas pendidikan dengan mewujudkan komunitas
belajar (learning community) di lingkungan siswa, guru, serta personal
sekolah lainnya,
68
b. Menumbuhkan sikap kompetitif yang sehat antarsiswa dan antarguru
untuk berprestasi,
c. Menumbuhkan sikap rasa ingin tahu terhadap berbagai fenomena
lingkungan, masyarakat, dan bangsa, terutama yang berhubungan
dengan esensi dan substansi pendidikan,
d. Mengembangkan lingkungan yang bersih, sehat, indah, nyaman,
aman, dan berwibawa,
e. Mengembangkan dan meningkatkan prestasi dalam bidang-bidang
kegiatan ekstrakurikuler yang meliputi kegiatan olah raga prestasi,
kesenian, kepramukaan, serta kegiatan siswa lainnya, baik di tingkat
kabupaten, propinsi, maupun tingkat nasional,
f. Menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan sikap
profesionalisme guru dengan memadukan secara harmonis berbagai
integritas pribadi, integritas akademik, integritas pengabdian, dan
selalu berorientasi masa depan sebagai upaya menjawab tantangan
zaman.
Untuk mencapai misi tersebut, maka ada beberapa strategi yang
diterapkan dalam pengembangan misi pendidikan di lingkungan SMA
Al-Muawanah cianjur pada dasarnya adalah mengambangkan
pemberdayaan kapasitas kelembagaan sekolah dengan meningkatkan
efektifitas dan efisiensi setiap komponen sekolah. Secara operasional,
69
strategi yang dikembangkan dalam pencapaian misi dan visi sekolah
adalah sebagai berikut :
1. Pemberdayaan setiap komponen sekolah secara proporsional yang
terdiri atas sumber daya manusia (SDM) serta kapasitas kelembaga-
annya,
2. Pembenahan dan pengembangan infrastruktur pendidikan secara
bertahap dan berkesinambungan,
3. Penerapan pembelajaran kontekstual dengan mengembangkan aneka
sumber belajar dan aneka strategi pembelajaran,
4. Pengembangan pendekatan sosial terhadap pengembangan kelemba-
gaan sekolah.
B. Hasil Penelitian
1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
a. Uji Validitas Instrumen
Dalam penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas internal,
yaitu validitas yang dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian
instrumen dengan instrumen secara keseluruhan (Arikunto, 2002:147). Dengan
kata lain sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas internal apabila setiap
instrumen mendukung misi instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkap data
dari variabel yang dimaksud. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik
korelasi item total melalui koefisien korelasi r Product Moment dari Pearson.
Data yang digunakan adalah data yang telah dinaikkan skalanya menjadi skala
70
interval. Hasil uji validitas setiap item untuk masing-masing variabel dengan
menggunakan SPSS for Windows Release 18 disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1
Hasil Uji Validitas Instrumen Sarana dan Prasarana Pendidikan (X)
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total
Correlation
Squared Multiple
Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
Item 1 33,7778 27,359 ,524 ,525 ,771
Item 2 33,5000 29,206 ,606 ,652 ,783
Item 3 33,7222 24,095 ,727 ,758 ,732
Item 4 34,3889 25,546 ,554 ,713 ,768
Item 5 33,9444 25,703 ,644 ,609 ,747
Item 6 33,7778 27,124 ,571 ,577 ,778
Item 7 33,9444 27,232 ,562 ,526 ,797
Item 8 34,0556 24,879 ,732 ,739 ,757
Item 9 33,6667 25,294 ,717 ,661 ,759
Item 10 33,7222 28,095 ,602 ,626 ,774
Validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai pada table r product
moment sebesar 0,468 pada taraf signifikansi 5% dan N = 18. Hasil pada tabel di
atas dapat ditafsirkan sebagai berikut.
1) Skor Item 1. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,524 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 1 dinyatakan
Valid.
2) Skor Item 2. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,606 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 2 dinyatakan
Valid.
3) Skor Item 3. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,727 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 3 dinyatakan
Valid.
71
4) Skor Item 4. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,554 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 4 dinyatakan
Valid.
5) Skor Item 5. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,644 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 5 dinyatakan
Valid.
6) Skor Item 6. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,571 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 6 dinyatakan
Valid.
7) Skor Item 7. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,562 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 7 dinyatakan
Valid.
8) Skor Item 8. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,732 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 8 dinyatakan
Valid.
9) Skor Item 9. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,717 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 9 dinyatakan
Valid.
10) Skor Item 10. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,602 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 10 dinyatakan
Valid.
Dasar penentuan validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai kritis
pada tabel r Product Moment pada taraf signifikansi 5% dan N=18, yakni sebesar
0,468. Pada tabel di atas pun tampak pula bahwa seluruh item memiliki validitas
cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi item yang
terletak antara 0,400 – 0,699 (Sugiyono, 2001:149).
72
Tabel 4.2
Hasil Uji Validitas Instrumen Profesionalisme (Y)
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
Item 1 31,5556 31,320 ,667 ,569 ,711
Item 2 31,7778 36,301 ,557 ,582 ,755
Item 3 32,0556 32,056 ,579 ,747 ,723
Item 4 31,3333 38,000 ,484 ,575 ,776
Item 5 31,6111 35,546 ,521 ,664 ,761
Item 6 31,5000 34,500 ,609 ,675 ,737
Item 7 31,7222 35,507 ,519 ,595 ,761
Item 8 32,0000 33,529 ,514 ,504 ,734
Item 9 32,2778 33,389 ,519 ,610 ,733
Item 10 31,6667 34,824 ,550 ,653 ,758
Validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai pada table r product
moment sebesar 0,468 pada taraf signifikansi 5% dan N = 18. Hasil pada tabel di
atas dapat ditafsirkan sebagai berikut.
1) Skor Item 1. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,667 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 1 dinyatakan
Valid.
2) Skor Item 2. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,557 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 2 dinyatakan
Valid.
3) Skor Item 3. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,579 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 3 dinyatakan
Valid.
4) Skor Item 4. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,484 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 4 dinyatakan
Valid.
73
5) Skor Item 5. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,521 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 5 dinyatakan
Valid.
6) Skor Item 6. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,609 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 6 dinyatakan
Valid.
7) Skor Item 7. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,519 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 7 dinyatakan
Valid.
8) Skor Item 8. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,514 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 8 dinyatakan
Valid.
9) Skor Item 9. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,519 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 9 dinyatakan
Valid.
10) Skor Item 10. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor Total =
0,550 > r kritis = 0,468. Dengan demikian instrumen Item 10 dinyatakan
Valid.
Dasar penentuan validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai kritis
pada tabel r Product Moment pada taraf signifikansi 5% dan N=18, yakni sebesar
0,468. Pada tabel di atas pun tampak pula bahwa seluruh item memiliki validitas
cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi item yang
terletak antara 0,400 – 0,699 (Sugiyono, 2001:149).
b. Uji Reliabilitas Instrumen
74
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana tingkat
konsistensi atau kehandalan penelitian. Uji reliabilitas dilakukan dengan
menggunakan teknik belah dua (split-half) melalui formulasi Spearman-Brown.
Hasil uji reliabilitas untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut.
Tabel 4.3
Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Sarana dan Prasarana Pendidikan (X)
Reliability Statistics
Value ,715 Part 1
N of Items 5a
Value ,754 Part 2
N of Items 5b
Cronbach's Alpha
Total N of Items 10
Correlation Between Forms ,656
Equal Length ,793 Spearman-Brown Coefficient
Unequal Length ,793
Guttman Split-Half Coefficient ,793
a. The items are: Item 1, Item 2, Item 3, Item 4, Item 5.
b. The items are: Item 6, Item 7, Item 8, Item 9, Item 10.
Koefisien Reliabilitas 10 item instrumen sarana dan prasarana pendidikan
dengan metode Split-half pada tabel 4.3 di atas menunjukkan korelasi belahan I
terhadap belahan II sebesar 0,698. Besarnya reliabilitas Guttman Split-half =
0,793. Belahan pertama terdiri 5 item dengan Alpha = 0,715 dan belahan ke dua
terdiri 5 item dengan koefisien Alpha = 0,754. Karena Rhitung = 0,793 > Rkitis
(0,700), maka kesepuluh instrumen yang digunakan pada penelitian dinyatakan
reliabel, sehingga dapat digunakan untuk mengukur variabel sarana dan prasarana.
75
Selanjutnya, hasil analisis reliabilitas instrumen dengan menggunakan
SPSS 18 for Windows Release atas data hasil penelitian variabel Profesionalisme
Guru dapat dijelaskan melalui tabel berikut.
Tabel 4.4
Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Profesionalisme (Y)
Reliability Statistics
Value ,644 Part 1
N of Items 5a
Value ,662 Part 2
N of Items 5b
Cronbach's Alpha
Total N of Items 10
Correlation Between Forms ,634
Equal Length ,796 Spearman-Brown Coefficient
Unequal Length ,796
Guttman Split-Half Coefficient ,796
a. The items are: Item 1, Item 2, Item 3, Item 4, Item 5.
b. The items are: Item 6, Item 7, Item 8, Item 9, Item 10.
Koefsien Reliabilitas 10 item instrumen Profesionalisme Guru dengan
metode Split-half pada tabel 4.4 di atas menunjukkan korelasi belahan I terhadap
belahan II sebesar 0,634. Besarnya reliabilitas Guttman Split-half = 0,796.
Belahan pertama terdiri 5 item dengan Alpha = 0,644 dan belahan ke dua terdiri 5
item dengan koefisien Alpha = 0,662. Karena Rhitung = 0,796 > Rkitis (0,700), maka
kesepuluh item instrumen yang digunakan pada penelitian dinyatakan reliabel,
sehingga dapat digunakan untuk mengukur variabel profesionalisme guru.
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kedua
instrumen penelitian reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian tentang
76
”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap Profesionalisne Guru
SMA Al-Muawanah Cianjur”.
2. Hasil Analisis Deskriptif
Untuk memperoleh gambaran tentang keadaan sarana dan prasarana
pendidikan dan profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur, pada
bagian ini diuraikan hasil tanggapan responden mengenai variabel-variabel
tersebut dalam bentuk analisis deskriptif untuk setiap indikator atas variabel
berdasarkan frekuensi jawaban responden.
Data yang digunakan pada analisis deskriptif ini adalah data primer
hasil penelitian yang diolah. Hasil analisis deskriptif ini disajikan sebagai
berikut.
a. Deskripsi Sarana dan Prasarana Pendidikan di SMA Al-Muawanah
Cianjur
Pada variabel sarana dan prasarana pendidikan ini disediakan 10
item pertanyaan yang disampaikan kepada responden yang dikembangkan
dari 4 indikator sebagaimana dikemukakan pada Bab II. Keempat indikator
tersebut adalah (1) ruang lingkup administrasi sarana prasarana, (2) proses-
proses manajemen sarana prasarana, (3) tanggung jawab kepala sekolah dan
kaitannya dengan pengurusan dan prosedur sarana-prasarana, dan (4)
pengadaan dan pendistribusian sarana dan prasarana sekolah.
Hasil penelitian selengkapnya serta analisis yang ditafsirkan adalah
sebagai berikut.
77
1) Item 1: Profesionalisme guru seringkali disorot dari ketersediaan
berbagai macam sarana prasarana.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.5 Hubungan sarana dan prasarana dengan profesionalisme
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 4 20 b. Setuju 4 8 32 c. Ragu-ragu 3 5 15 d. Tidak Setuju 2 1 2 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 69 Persentase 76,67
Analisis:
Pada item ini terdeteksi tanggapan responden sebesar 76,67%. Menurut
Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri (2006), dalam menyusun pen-
skalaan dengan metode Likert’s Summated Rating, untuk mengetahui
posisi setiap responden tentang suatu item atau variabel ditentukan oleh
skor maksimum dan skor minimum yang mungkin dicapai oleh setiap
responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek profesionalisme sering di-
hubungkan dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan berada
pada tingkat yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada grafik berikut.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100 76,67
78
2) Item 2: Sarana pendidikan merupakan penunjang bagi proses belajar
mengajar.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.6 Sarana pendidikan sebagai penunjang PBM
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 5 25 b. Setuju 4 10 40 c. Ragu-ragu 3 3 9 d. Tidak Setuju 2 0 0 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 74 Persentase 82,22
Analisis:
Tanggapan responden atas item 2 ini sebesar 82,22%. Persentase
tanggapan ini tergolong tinggi sehingga disimpulkan bahwa seluruh res-
ponden bergantung kepada keberadaan sarana dan prasarana pendidik-
an.
3) Item 3: Administrasi sarana dan prasarana pendidikan itu pada dasarnya
merupakan proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan pra-
sarana pendidikan.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100 82,22
79
Hasil Penelitian:
Tabel 4.7 Administrasi sarana dan prasarana
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 5 25 b. Setuju 4 8 32 c. Ragu-ragu 3 3 9 d. Tidak Setuju 2 2 4 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 70 Persentase 77,78
Analisis:
Persentase tanggapan responden atas item 3 terdeteksi sebesar 77,78%.
Angka persentase ini menunjukkan tingkat sedang atau cukup baik.
Artinya, sebagian besar responden memiliki asumsi yang sama dengan
konteks yang diajukan.
4) Item 4: Ketersediaan sarana dan prasarana yang kurang atau tidak
memadai akan menghambat proses belajar mengajar
Hasil Penelitian:
Tabel 4.8 Pengaruh ketiadaan sarana dan prasarana
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 2 10 b. Setuju 4 6 24 c. Ragu-ragu 3 5 15 d. Tidak Setuju 2 4 8
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100 77,78
80
e. Sangat Tidak Setuju 1 1 1 Jumlah 18 58 Persentase 64,44
Analisis:
Hasil analisis menunjukkan bahwa tanggapan responden atas keter-
hambatan proses pembelajaran akibat ketiadaan sarana dan prasarana
pendidikan sebesar 64,44%. Angka persentase ini menunjukkan tingkat
sedang.
5) Item 5: Banyaknya kasus penyalahgunaan dana administrasi sekolah,
membuat sarana dan prasarana pendidikan tidak terwujud sesuai dengan
harapan, adanya permainan uang dalam administrasi membuat pendidik-
an semakin tidak cepat mencapai titik keberhasilan.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.9 Perihal penyalahgunaan sarana dan prasarana pendidikan
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 2 10 b. Setuju 4 10 40 c. Ragu-ragu 3 4 12 d. Tidak Setuju 2 2 4 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 66 Persentase 73,33
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100
64,44
81
Analisis:
Tanggapan responden atas konten item 5 terdeteksi sebesar 73,33%.
Angka persentase ini tergolong cukup tinggi atau sedang. Artinya,
sebagian besar responden menyatakan persetujuannya bahwa penyalah-
gunaan dana sarana dan prasarana akan menghambat tujuan pendidikan.
6) Item 6: Setelah kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan dapat
terpenuhi dan tertata sesuai dengan pemakaiannya, maka perlu dibuat
peraturan bagi pengguna sarana dan prasarana tersebut.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.10 Peraturan penggunaan sarana dan prasarana
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 5 25 b. Setuju 4 7 28 c. Ragu-ragu 3 4 12 d. Tidak Setuju 2 2 4 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 69 Persentase 76,67
Analisis:
Sebanyak 76,67% responden memberikan tanggapan setuju atas adanya
peraturan penggunaan sarana dan prasarana pendidikan. Tingkat persen-
tase ini menunjukkan tingkat sedang.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100 73,33
82
7) Item 7: Tujuan dari pengelolaan sarana dan prasarana sekolah ini adalah
untuk memberikan layanan secara profesional berkaitan dengan sarana
dan prasarana pendidikan agar proses pembelajaran bisa berlangsung
secara efektif dan efisien.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.11 Tujuan pengelolaan sarana dan prasarana
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 6 30 b. Setuju 4 4 16 c. Ragu-ragu 3 4 12 d. Tidak Setuju 2 4 8 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 66 Persentase 73,33
Analisis:
Tanggapan responden atas item 7 terdeteksi sebesar 73,33%. Angka
persentase ini termasuk kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa
tanggapan responden atas konteks yang teruang pada item 7 ini cukup
baik.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100 76,67
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100 73,33
83
8) Item 8: Sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan
sekolah-sekolah Islam yang bersih, rapi, indah, sehingga menciptakan
kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun untuk berada di
sekolah Islam.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.12 Harapan penggunaan sarana dan prasarana pendidikan
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 3 15 b. Setuju 4 8 32 c. Ragu-ragu 3 4 12 d. Tidak Setuju 2 2 4 e. Sangat Tidak Setuju 1 1 1 Jumlah 18 64 Persentase 71,11
Analisis:
Tanggapan responden atas konteks item 8 adalah 71,11%. Persentase ini
termasuk ke dalam kategori sedang, yang menunjukkan bahwa tanggap-
an responden atas item 8 cukup baik.
9) Item 9: Selain dengan cara membeli, sarana dan prasarana pendidikan
sekolah juga dapat diperoleh dari hadiah atau dengan cara meminta
sumbangan kepada perorangan ataupun lembaga, yayasan, organisasi
atau badan-badan tertentu.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100 71,11
84
Hasil Penelitian:
Tabel 4.13 Sumber sarana dan prasarana pendidikan
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 7 35 b. Setuju 4 5 20 c. Ragu-ragu 3 4 12 d. Tidak Setuju 2 2 4 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 71 Persentase 78,89
Analisis:
Tanggapan responden atas item 9 terdeteksi sebesar 78,89%. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat tanggapan responden berada pada kategori
sedang. Artinya, sebagian besar responden setuju bahwa sarana dan
prasarana pendidikan sekolah juga dapat diperoleh dari hadiah atau
dengan cara meminta sumbangan kepada perorangan ataupun lembaga,
yayasan, organisasi atau badan-badan tertentu.
Pada grafik, posisi kategori tersebut digambarkan sebagai berikut.
10) Item 10: Sarana dan prasarana pendidikan sering disebut sebagai
fasilitas pendidikan.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100
78,89
85
Hasil Penelitian:
Tabel 4.13 Fasilitas pendidikan
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 4 20 b. Setuju 4 8 32 c. Ragu-ragu 3 6 18 d. Tidak Setuju 2 0 0 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 70 Persentase 77,78
Analisis:
Tanggapan responden atas isi item 10 terdeteksi sebesar 77,78%. Angka
ini menunjukkan bahwa pendapat sebagian besar responden tentang
fasilitas pendidikan sama dengan sarana dan prasarana pendidikan ber-
ada pada posisi sedang.
Jika diakumulasikan, seluruh data menunjukkan tingkat kategori persen-
tase yang sedang sebagaimana terlihat pada tabel rata-rata berikut ini.
Tabel 4.14 Rekapitulasi Data Responden Variabel Sarana dan Prasarana
Item Nomor Kategori Persentase
1 76,67
2 82,22
3 77,78
4 64,44
5 73,33
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100 77,78
86
Item Nomor Kategori Persentase
6 76,67
7 73,33
8 71,11
9 78,89
10 77,78
Rata-rata 75,222 %
Tabel 4.14 di atas memperlihatkan rata-rata persentase dari
kesepuluh item variabel sarana dan prasarana pendidikan yang men-
capai 75,222 %. Rata-rata tersebut diperoleh dari persentase kategori
masing-masing jawaban responden dengan berorientasi pada indikator
yang ada.
Menurut Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri (2006) dalam
menyusun penskalaan dengan metode Likert’s Summated Rating, untuk
mengetahui posisi setiap responden tentang suatu variabel, ditentukan
skor maksimal dan skor minimal yang mungkin dicapai oleh setiap
responden.
Dengan perolehan nilai sebagaimana terlihat pada tabel di atas,
rata-rata persentase pelaksanaan sarana dan prasarana pendidikan
menunjukkan pada skala yang sedang dan cenderung tinggi. Hal
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100 75,22
87
tersebut menandakan bahwa sekalipun belum sempurna dan sesuai
dengan kaidah yang berlaku, pengelolaan sarana dan prasarana
pendidikan di SMA Al-Muawanah Cianjur telah relatif cukup baik serta
ada kecenderungan sesuai dengan keempat dimensi yang dikemukakan.
b. Deskripsi Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur
Pada variabel profesionalisme guru ini disediakan 10 item pertanya-
an yang disampaikan kepada responden yang dikembangkan dari 4 indikator
sebagaimana dikemukakan pada Bab II. Keempat indikator tersebut adalah
(1) kompetensi pedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi
profesi, dan (4) kompetensi sosial.
Hasil penelitian selengkapnya serta analisis yang ditafsirkan adalah
sebagai berikut.
1) Item 1: Sebelum proses pembelajaran, guru menjelaskan apa yang telah
dicapai oleh siswa dari pengajaran yang telah di ajarkan.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.15 Langkah apersepsi guru
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 6 30 b. Setuju 4 5 20 c. Ragu-ragu 3 3 9 d. Tidak Setuju 2 4 8 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 67 Persentase 74,44
88
Analisis:
Tanggapan responden atas pelaksanaan apersepsi guru sebelum pembel-
ajaran menunjukkan angka persentase 74,44%. Persentase ini termasuk
ke dalam kategori sedang yang berarti sebagian besar responden setuju.
2) Item 2: Setelah proses belajar mengajar di kelas, guru menjelaskan
keterkaitannya dengan kehidupan siswa sehari-hari.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.16 Keterkaitan materi dengan kehidupan sehari-hari
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 3 15 b. Setuju 4 6 24 c. Ragu-ragu 3 6 18 d. Tidak Setuju 2 3 6 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 63 Persentase 70,00
Analisis:
Pada item 2 ini terdeteksi tanggapan responden sebesar 70%. Kategori
persentasi tanggapan ini termasuk sedang. Hal ini berarti sebagian besar
guru selalu mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-
hari.
3) Item 3: Guru menjelaskan keterampilan dan pengetahuan yang harus
siswa dikuasai setelah kegiatan belajar mengajar.
89
Hasil Penelitian:
Tabel 4.17 Penjelasan tujuan pembelajaran
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 3 15 b. Setuju 4 5 20 c. Ragu-ragu 3 4 12 d. Tidak Setuju 2 5 10 e. Sangat Tidak Setuju 1 1 1 Jumlah 18 58 Persentase 64,44
Analisis:
Pada item 3 ini terdeteksi tanggapan responden sebesar 64,44%, yang
berarti lebih dari setengah guru memberikan penjelasan tentang tujuan
pembelajaran sebelum proses pembelajaran dimulai.
4) Item 4: Guru menjelaskan pokok-pokok bahasan dalam pembelajaran
sesuai dengan urutan di buku.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.18 Penjelasan pokok-pokok bahasan
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 7 35 b. Setuju 4 5 20 c. Ragu-ragu 3 4 12 d. Tidak Setuju 2 2 4 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 71 Persentase 78,89
Analisis:
Pada item 4 ini terdeteksi 78,89% responden memberikan tanggapan
setuju bahwa mereka menjelaskan pokok-pokok bahasan pelajaran.
90
5) Item 5: Pada saat mengajar di kelas, guru membawa RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran).
Hasil Penelitian:
Tabel 4.19 Peran RPP
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 6 30 b. Setuju 4 4 16 c. Ragu-ragu 3 4 12 d. Tidak Setuju 2 4 8 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 66 Persentase 73,33
Analisis:
Pada item 5 ini terdeteksi sebanyak 73,33% responden memberikan
tanggapan bahwa mereka membawa RPP saat melaksanakan tugas
mengajar.
6) Item 6: Selain membuka buku pelajaran, guru juga membuka RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) pada saat menjelaskan pokok-
pokok pembahasan.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.20 Penggunaan RPP
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 5 25 b. Setuju 4 6 24 c. Ragu-ragu 3 5 15 d. Tidak Setuju 2 2 4 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 68 Persentase 75,56
91
Analisis:
Pada item 6 ini sebanyak 75,56% responden menyatakan bahwa mereka
membuka RPP pada saat menjelaskan pokok-pokok pembahasan materi
pembelajaran. Angka persentase ini termasuk ke dalam kategori sedang.
7) Item 7: Guru menggunakan media pada saat menjelaskan pokok
bahasan yang membutuhkan media.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.21 Kebutuhan media pembelajaran
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 5 25 b. Setuju 4 5 20 c. Ragu-ragu 3 3 9 d. Tidak Setuju 2 5 10 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 64 Persentase 71,11
Analisis:
Pada item 7 ini terdeteksi sebanyak 71,11% responden menggunakan
media pembelajaran pada saar menjelaskan materi yang memerlukan
media pembelajaran. Kategori persentase ini termasuk sedang.
8) Item 8: Jika siswa merasa jenuh, maka guru akan segera mengganti
metode pembelajaran dengan cara yang lebih menarik, sehingga siswa
tidak cepat jenuh.
92
Hasil Penelitian:
Tabel 4.22 Perubahan metode pembelajaran.
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 3 15 b. Setuju 4 5 20 c. Ragu-ragu 3 4 12 d. Tidak Setuju 2 6 12 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 59 Persentase 65,56
Analisis:
Perubahan metode dan model pembelajaran dapat saja terjadi pada saat
pembelajaran. Pada konteks ini sebanyak 65,56% responden menyata-
kannya. Angka persentase tanggapan responden ini termasuk ke dalam
kategori sedang.
9) Item 9: Siswa bebas memilih mengerjakan soal yang mana terlebih
dahulu, tetapi bobot nilai setiap soal telah dijelaskan terlebih dahulu
oleh guru.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.23 Menjawab soal ujian atau latihan
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 2 10 b. Setuju 4 4 16 c. Ragu-ragu 3 5 15 d. Tidak Setuju 2 6 12 e. Sangat Tidak Setuju 1 1 1 Jumlah 18 54 Persentase 60,00
93
Analisis:
Pada item ini hanya 60% responden memberikan tanggapan positif.
Artinya, hanya setengah lebih sedikit saja responden membenarkan
siswa mengerjakan soal-soal ujian secara acak.
10) Item 10: Siswa memperhatikan dengan baik apa yang disampaikan oleh
guru pada saat di depan kelas.
Hasil Penelitian:
Tabel 4.24 Perhatian siswa pada saat belajar.
Kriteria Skor F Nilai a. Sangat Setuju 5 6 30 b. Setuju 4 4 16 c. Ragu-ragu 3 3 9 d. Tidak Setuju 2 5 10 e. Sangat Tidak Setuju 1 0 0 Jumlah 18 65 Persentase 72,22
Analisis:
Pada item 10 ini terdeteksi sebanyak 72,22% responden memberikan
tanggapan dan menyatakan bahwa siswa memperhatikan guru pada saat
menjelaskan sesuatu di depan kelas.
Berdasarkan tanggapan yang diberikan oleh responden pada 10 item
pernyataan yang diajukan, dapat diakumulasikan posisi kategori tanggapan
sebagai berikut.
94
Tabel 4.24 Rekapitulasi Data Responden Variabel Sarana dan Prasarana
Item Nomor Kategori Persentase
1 74,44 %
2 70,00 %
3 64,44 %
4 78,89 %
5 73,33 %
6 75,56 %
7 71,11 %
8 65,56 %
9 60,00 %
10 72,22 %
Rata-rata 70,555 %
Tabel 4.14 di atas memperlihatkan rata-rata persentase dari
kesepuluh item variabel profesionalisme guru yang mencapai 70,555 %.
Rata-rata tersebut diperoleh dari persentase kategori masing-masing
jawaban responden dengan berorientasi pada indikator yang ada.
Menurut Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri (2006) dalam
menyusun penskalaan dengan metode Likert’s Summated Rating, untuk
mengetahui posisi setiap responden tentang suatu variabel, ditentukan
skor maksimal dan skor minimal yang mungkin dicapai oleh setiap
responden.
95
Dengan perolehan nilai sebagaimana terlihat pada tabel di atas,
rata-rata persentase profesionalisme guru menunjukkan pada skala yang
sedang dan cenderung tinggi. Hal tersebut menandakan bahwa sekalipun
belum sempurna dan sesuai dengan kaidah yang berlaku, pengembangan
profesionalisme guru di SMA Al-Muawanah Cianjur telah relatif cukup
baik serta ada kecenderungan sesuai dengan keempat dimensi yang
dikemukakan.
3. Analisis Regresi
a. Uji Asumsi Klasik
Analisis Regresi digunakan untuk mengukur pengaruh antara variabel
prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat. Sebelum dilakukan
analisis regresi, dilakukan uji asumsi klasik sebagai berikut.
1) Uji Normalitas Distribusi Data
Uji Normalitas data dilakukan sebelum data diolah berdasarkan
model-model penelitian yang diajukan. Uji normalitas data bertujuan
untuk mendeteksi distribusi data dalam suatu variabel yang akan
digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk membuktikan
model-model penelitian tersebut adalah data yang memiliki distribusi
normal.
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
20 40 60 80 100 70,56
96
Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov satu
arah atau analisis grafis. Berikut ini adalah hasil uji normalitas dengan
Kolmogorov-Smirnov pada variabel independen dan variabel dependen.
Tabel 4.25
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Sarana dan
Prasarana
Pendidikan
Profesionalisme
Guru
N 18 18
Mean 37,6111 35,2778Normal Parametersa,b
Std. Deviation 5,64789 6,44256
Absolute ,097 ,117
Positive ,072 ,117
Most Extreme Differences
Negative -,097 -,087
Kolmogorov-Smirnov Z ,412 ,496
Asymp. Sig. (2-tailed) ,996 ,967
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Hasil analisis Kolomogorov-Smirnov dengan nilai Z untuk Y
sebesar 0,496 dan untuk X sebesar 0,412. Asymp signifikan untuk variabel
Y dan X, secara berturut-turut adalah 0,967 untuk Y dan 0,996 untuk X.
Dari hasil tersebut nampak bahwa pada variabel Y dan X memiliki
distribusi data yang normal.
2) Uji Asumsi Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi liner kesalahan pengganggu (e) mempunyai varians yang
sama atau tidak dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk
menguji Hetero-skedastisitas dapat diketahui dari nilai signifikan korelasi
97
Rank Spearman antara masing-masing variabel independen dengan residu-
alnya. Jika nilai signifikan lebih besar dari α (5%) maka tidak terdapat
Heteroskedastisitas, dan sebaliknya jika lebih kecil dari α (5%) maka
terdapat Heteroskedastisitas. Berdasarkan perhitungan SPSS diperoleh
hasil seperti pada Tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.26
Correlations
Sarana dan
Prasarana
Pendidikan
Profesionalisme
Guru
Correlation Coefficient 1,000 -,355
Sig. (2-tailed) . ,149
Sarana dan
Prasarana
Pendidikan N 18 18
Correlation Coefficient -,355 1,000
Sig. (2-tailed) ,149 .
Spearman's
rho
Profesionalisme
Guru
N 18 18** Correlation is significant at the .01 level (2-tailed). a Listwise N = 18
Hasil pengujian korelasi Spearman pada tabel di atas menunjukkan
bahwa korelasi antara variabel X dengan nilai residual adalah tidak
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Sig = 0,149 > 0.05 sehingga
dapat diasumsikan bahwa tidak terjadi heterokesdasitas dalam model
regresi ini.
3) Uji Asumsi Autokorelasi
Uji Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk menguji
Autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Waston (DW), yaitu jika nilai
98
DW terletak antara du dan (4 – dU) atau du ≤ DW ≤ (4 – dU), berarti
bebas dari Autokorelasi. Jika nilai DW lebih kecil dari dL atau DW lebih
besar dari (4 – dL) berarti terdapat Autokorelasi. Nilai dL dan dU dapat
dilihat pada tabel Durbin Waston, yaitu nilai dL ; dU = α ; n ; (k – 1).
Keterangan : n adalah jumlah sampel, k adalah jumlah variabel, dan α
adalah taraf signifikan.
a) Perumusan hipotesis :
- Ho : ρ1 =
ρ2 =... =
ρp = 0 Non Autokorelasi (Faktor pengganggu
periode tertentu tidak berkorelasi dengan faktor pengganggu pada
periode lain).
- Ha : ρ1 =
ρ2 =
... = ρp ≠
0 Autokorelasi (Faktor pengganggu periode
tertentu berkorelasi dengan faktor pengganggu pada periode lain).
b) Kriteria pegujian :
- Jika d-hitung < dL atau d-hitung > (4-dL), Ho ditolak, berarti ada
autokorelasi.
- Jika dU < d-hitung < (4 – dU), Ho diterima, berarti tidak terjadi
autokorelasi.
- Jika dL < d-hitung < dU atau (4-dU) < d-hitung < (4-dL), maka tidak
dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi.
99
Gambar 4.2
Daerah Penerimaan & Penolakan Ho, Uji Autokorelasi
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi
SPSS 18.0 for Windows diperoleh output sebagai berikut.
Tabel 4.27
Model Summaryb
Model
R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 ,234a ,055 -,004 6,45566 1,844
a. Predictors: (Constant), Sarana dan Prasarana Pendidikan
b. Dependent Variable: Profesionalisme Guru
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai Durbin Watson (d)
sebesar 1,844. Untuk N=18 pada 2 variabel, Nilai dL pada tabel adalah
1,15759 dan nilai dU adalah 1,39133. Dengan menggunakan grafik di
atas, dapat dihitung keberadaan DW sebagai berikut.
- Nilai dL adalah 1,15759
- Nilai dU adalah 1,39133
- Nilai 4 – dU adalah 2,60867
- Nilai 4 – dL adalah 2,84241
100
Berdasarkan grafik yang dikemukakan di atas dapat diketahui
bahwa nilai DW = 1,844 berada di antara nilai dU dan 4-dU atau 1,39133
< 1,844 < 2,60867 yang berarti nilai DW berada pada daerah penerimaan
HO. Artinya, pada penelitian ini tidak terdapat autokorelasi.
b. Pembentukan Model Regresi Liniear Sederhana
Berdasarkan hipotesis yang diajukan, teknik analisis data dengan
menggunakan Analisis Regresi Sederhana dengan model persamaan sebagai
berikut.
Ŷ = a + bX + e
Keterangan:
Y : keputusan pembelian produk Mitra Emas
X : sarana dan prasarana pendidikan
a : konstanta
b : koefisien regresi atau slope garis regresi Y atas X
e : epsilon, galat presiksi yang terjadi secara acak.
Dengan menggunakan aplikasi PASW 18.0 for Windows diperoleh
taksiran regresi sebagai berikut.
Tabel 4.28 Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Model
B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 21,590 9,614 4,246 ,0391
Sarana dan Prasarana
Pendidikan
,388 ,253 ,358 2,532 ,145
a. Dependent Variable: Profesionalisme Guru
101
Berdasarkan tabel di atas dapat dibuat model regresi sebagai berikut.
Ŷ = 21,590 + 0,388X + e
Persamaan regresi yang terbentuk dapat diartikan sebagai berikut.
1) Konstanta sebesar 21,590 mengandung arti jika sarana dan prasarana
pendidikan (X) nilainya sama dengan 0, maka profesionalisme guru (Y)
nilainya sama dengan 21,590.
2) Variabel Sarana dan Prasarana Pendidikan (X) memiliki koefisien regresi
positif. Hal ini berarti jika skor Sarana dan Prasarana Pendidikan (X) naik
sebesar satu satuan, maka Profesionalisme Guru (Y) akan mengalami
peningkatan sebesar nilai koefisien regresinya, yaitu sebesar 0,388 kali
atau sebesar 38,80 %.
3) Nilai e dapat diabaikan karena telah dilakukan uji asumsi klasik yang
menyatakan bahwa seluruh data berdistribusi normal, tidak terdapat
heteroskedastisitas, serta tidak terjadi autokorelasi. Dengan demikian, nilai
e dinyatakan sama dengan 0.
c. Pengujian Hipotesis
Untuk membuktikan apakah model regresi yang telah diperoleh di atas
dapat digunakan atau tidak, akan dilakukan pengujian hipotesis dengan
menggunakan uji t.
Berdasarkan output pada tabel 4.28 dapat diketahui nilai thitung untuk X
adalah sebesar 2,532 sedangkan ttabel pada α (tingkat kekeliruan) 0,05 dan db =
102
18 – 2 = 16 untuk pengujian satu sisi adalah 2,120. Kriteria pengujian satu sisi
adalah ’tolak Ho jika thitung > ttabel’.
Karena nilai thitung (2,532) lebih besar daripada nilai ttabel (2,120) pada
tingkat kekeliruan 5% dan db = 16, maka HO ditolak dan HA diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat
pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap Profesionalisme Guru
SMA Al-Muawanah Cianjur.
d. Penentuan Koefisien Determinasi
Besar pengaruh antar kedua variabel tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4.29
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,358a ,128 ,073 5,88986
a. Predictors: (Constant), Sarana dan Prasarana Pendidikan
Tabel 4.29 di atas menunjukkan koefisien determinasi untuk variabel
Profesionalisme Guru (Y) dan sarana dan prasarana pendidikan (X) adalah
0,128. Nilai ini mengandung makna bahwa sebesar 12,80 % Profesionalisme
Guru (Y) dipengaruhi oleh sarana dan prasarana pendidikan (X). Sedangkan
sisanya sebesar 87,20 % merupakan pengaruh faktor lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.
Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa Profesionalisme Guru
SMA Al-Muawanah Cianjur dipengaruhi oleh sarana dan prasarana pendidik-
103
an. Dengan kata lain, semakin baik Sarana dan Prasarana Pendidikan dilaku-
kan, maka akan semakin baik pula Profesionalisme Guru. Sebaliknya, makin
tidak baik sarana dan prasarana pendidikan akan berakibat semakin tidak
baiknya Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur.
C. Pembahasan
1. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Manajemen Sarana dan prasarana pendidikan memiliki peran penting
dalam pencapaian tujuan pendidikan baik bersifat kuantitatif maupun
kualitatif. Perencanaan pengadaan, pemanfaatan dan pemeliraharaan sarana
dan prasarana pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam
kajian manajemen pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan pada sekolah
menengah tingkat atas (SMA) merupakan suatu komponen yang menentukan
terlaksananya kegiatan belajar mengajar pada SMA bersamaan dengan
komponen pendukung yang lainnya. Proses belajar mengajar dapat
berlangsung jika ada pendidik, peserta didik, alat pendidikan dan lingkungan
pendidikan yang mendukung. Semua faktor merupakan sebuah siklus dalam
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan
terhadap Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur” di antaranya
mengungkap kondisi sarana dan prasarana pendidikan di tingkat satuan
pendidikan, khususnya SMA Al-Muawanah Cianjur. Data informasi yang
berhasil dihimpun dari 18 responden guru mata pelajaran di SMA Al-
104
Muawanah Cianjur menunjukkan sebanyak 75,22% responden memberikan
tanggapan positif terhadap keberadaan sarana dan prasarana di SMA Al-
Muawanah Cianjur. Tingkat persentase tersebut menunjukkan kategori sarana
dan prasarana di SMA Al-Muawanah Cianjur pada tingkat yang cukup baik.
Instrumen yang digunakan untuk menghimpun data adalah angket
yang berisi 10 item. Item-item dalam instrumen ini telah dianalisis serta
dinyatakan valid dan reliabel sehingga dapat digunakan sebagai alat
pengumpul data. Validitas item pengumpul data secara keseluruhan ditentukan
oleh koefisien Alpha Cronbach yang di atas 0,700 sebagai nilai kritis, yakni
rata-rata 0,715. Kemudian nilai reliabilitas instrumen ditentukan oleh
koefisien Guttman Split-Half yang berada pada nilai 0,793 (lebih besar
daripada nilai kritis 0,700).
Hasil pengujian asumsi klasik menunjukkan bahwa pada variabel
sarana dan prasarana pendidikan dinyatakan (1) data telah berdistribusi normal
yang ditunjukkan dengan nilai Z pada uji One Sample K-S (Kolmogorov-
Simrnov) yang mencapai angka 0,412 (lebih besar daripada 0,05), (2) tidak
terjadi heteroskedastisitas yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Spearmen
rho sebesar 0,149 (lebih besar daripada 0,05), serta (3) tidak terjadi
autokorelasi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien hasil hitung DW
(Durbin-Watson) sebesar 1,844 yang berada di antara batas nilai dU dan (4-
dU).
105
2. Profesionalisme Guru
guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin
yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik, memberi rasa aman,
nyaman dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di tengah-tengah siswa
dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang
terasa berat diterima oleh para siswa.
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan
yang bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu
menemukan jati diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang sangat
rendah pada pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun terakhir
telah berdampak buruk yang sangat luas bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Variabel profesionalisme guru pada penelitian ini memberikan
gambaran bahwa 18 responden memberikan tanggapan positif terhadap tingkat
profesionalisme guru di SMA Al-Muawanah Cianjur. Tanggapan ini
ditunjukkan dengan angkat persentase sebesar 70,56% yang berarti bahwa
tingkat profesionalitas guru SMA Al-Muawanah berada pada kategori sedang
atau cukup baik.
Data tersebut dianggap valid karena telah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas instrumen yang menghasilkan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,754
serta nilai Guttman Split-Half Coefficient sebesar 0,796.
106
Selanjutnya, pada pengujian asumsi klasik variabel profesionalisme
gurr ditunjukkan bahwa (1) data telah berdistribusi normal dengan nilai Z pada
One Sample K-S sebesar 0,496 serta Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,967, (2)
tida ada gejala heteroskedastistias yang ditunjukkan dengan koefisien Sig. (2-
tailed) sebesar 0,149 (lebih besar daripada 0,05), sarta (3) tidak terjadi
autokorelasi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien hasil hitung DW
(Durbin-Watson) sebesar 1,844 yang berada di antara batas nilai dU dan (4-
dU).
3. Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap Profesionalisme
Guru SMA Al-Muawanah Cianjur
Regresi liniear sederhana yang diperoleh dengan pengujian SPSS 18.0
menghasilkan persamaan Ŷ = 21,590 + 0,388X + e yang berarti variabel
Sarana dan Prasarana Pendidikan (X) memiliki koefisien regresi positif. Hal
ini berarti jika skor Sarana dan Prasarana Pendidikan (X) naik sebesar satu
satuan, maka Profesionalisme Guru (Y) akan mengalami peningkatan sebesar
nilai koefisien regresinya, yaitu sebesar 0,388 kali atau sebesar 38,80 %.
Pengujian hipotesis menunjukkan nilai thitung untuk X adalah sebesar
2,532 sedangkan ttabel pada α (tingkat kekeliruan) 0,05 dan db = 18 – 2 = 16
untuk pengujian satu sisi adalah 2,120. Kriteria pengujian satu sisi adalah
’tolak Ho jika thitung > ttabel’. Karena nilai thitung (2,532) lebih besar daripada
nilai ttabel (2,120) pada tingkat kekeliruan 5% dan db = 16, maka HO ditolak
dan HA diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat
107
kepercayaan 95% terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap
Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur.
Besar pengaruh tersebut ditunjukkan dengan koefisien determinasi
untuk variabel Profesionalisme Guru (Y) dan Sarana dan Prasarana
Pendidikan (X) sebesar 0,128. Nilai ini mengandung makna bahwa sebesar
12,80 % Profesionalisme Guru (Y) dipengaruhi oleh Sarana dan Prasarana
Pendidikan (X). Sedangkan sisanya sebesar 87,20 % merupakan pengaruh
faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
108
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasar kepada hasil analisis atas data yang berhasil dihimpun pada
penelitian ini, diperoleh simpulan-simpulan sebagai berikut.
1. Keberadaan sarana dan prasarana pendidikan serta profesionalisme guru
SMA Al-Muawanah Cianjur adalah cukup baik. Hal ini ditunjukkan
dengan kategori persentase dari tanggapan responden pada masing-masing
variabel sebesar 75,22% dan 70,56%.
2. Terdapat pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap
profesionalisme guru SMA Al-Muawanah Cianjur. Pengaruh tersebut
ditunjukkan dengan nilai thitung sebesar 2,532 lebih besar daripada ttabel
yang sebesar 2,120.
3. Besar pengaruh sarana dan prasarana pendidikan terhadap profesionalisme
guru SMA Al-Muawanah Cianjur adalah 12,80% yang ditunjukkann
dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,128. Sedangkan, sisanya
yang sebesar 87,20 % merupakan pengaruh faktor lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.
109
B. Rekomendasi
Berdasarkan temuan-temuan selama melaksanakan penelitian, serta
keterkaitannya dengan konteks penelitian, direkomendasikan beberapa hal sebagai
berikut.
1. Sekolah sebaiknya memiliki manajemen sarana dan prasarana yang lebih
baik agar pendataan fungsi ini dapat berjalan dengan baik serta terkendali.
Inventarisasi barang yang ada di kelas (misalnya) sebaiknya dipampang-
kan pada dinding kelas yang menyatakan jumlah masing-masing inventaris
barang yang ada di kelas tersebut. Daftar inventaris barang ini diketahui
oleh penanggung jawab kelas (wali kelas), wakil kepala sekolah urusan
sarana dan prasarana, serta kepala sekolah.
2. Barang-barang sekolah merupakan barang inventaris yang harus dijaga
dan dipelihara sehingga fungsinya dapat dimaksimalkan. Pada konteks ini,
sebaiknya sekolah melakukan sistem manajemen sarana dan prasarana
dalam hal peminjaman alat-alat peraga (media pembelajaran) secara
cermat dan teliti sehingga tidak ada barang-barang sekolah yang hilang
dan tidak tentu keberadaannya.
3. Guru, sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan, sebaiknya dapat
memanfaatkan sarana dan prasarana pendidikan dengan maksimal sesuai
dengan kondisi sekolah. Jika tidak ditemukan media-media yang sesuai
dengan kebutuhan pembelajaran, sebaiknya ada upaya pengadaan media
pembelajaran serupa yang lebih sederhana tetapi fungsinya sama.
110
4. Kepala sekolah dan komite sekolah sebaiknya mampu menjalin kinerja
yang harmonis agar dapat mengembangkan proses pemberdayaan sekolah
dalam upaya mencapai sasaran mutu yang telah diprogramkan. Jalinan
kinerja ini harus meliputi berbagai aspek, terutama dalam menunjang
proses pendidikan. Komite sekolah harus mampu menjadi jembatan bagi
terlaksananya hubungan sekolah dengan dunia di luar pendidikan dalam
upaya mengembangan pendidikan yang berwawasan ke depan, berkualitas,
dan tetap menjaga nilai-nilai ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian dalam konteks yang
sama, direkomendasikan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan
memilih variabel-variabel determinan serta metode yang lebih variatif.
111
DAFTAR PUSTAKA Anwar, Moch. Idochi. (2004). Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Alisuf Sabri, Mimbar Agama dan Budaya, (Jakarta: Pusat Penelitian dan
Arikunto, Suharsimi. (1993) Organisasi dan Administrasi: Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Asrorun Ni’am Sholeh. (2006). Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta: Elsas.
Atmodiwirio, Soebagio. (2005). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Ardanizya Jaya.
Bafadal, Ibrahim (2008). Manajemen Perlengkapan Sekolah: Teori dan Aplikasinya, Jakarta : PT Bumi Aksara.
Daryanto, M. (2005). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
E. Mulyasa. (2008). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, PT. Remaja Rosda Karya: Bandung.
Gunawan, Ary (2005). Administrasi Sekolah (Administrasi Pendidikan Micro) Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Harahap, Baharuddin. (1983). Supervisi Pendidikan yang Dilaksanakan oleh Guru, Kepala Sekolah, Penilik dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Damai Jaya
Muhaimin (2004). Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-13, h.250.
Mulyasa, E. (2007). Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT Remaja Rosda karya.
Murniati, A. R, (2008). Manajemen Stratejik: Peran Kepala Sekolah dalam Pemberdayaan. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Pengabdian Pada Masyarakat IAIN, 1992, Cet. Ke-1, h. 16-18.
112
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar NasionalPendidikan, www.parlemen.ri./E3.pdf. didownload, 5 Maret 2011.
Qanun Aceh Nomor 5 Tahun 2008, Tentang Penyelenggaraan Pendidikan, Pemerintah Aceh. Banda Aceh
Rohiat (2009). Manajemen Sekolah teori dasar dan Praktek, Bandung, Refika Aditama.
Rasima (2007). Manajemen Perpustakaan Akper Aceh Selatan, tidak diterbitkan.
Surya, Muhammad. (2003). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
Sutisna, Oteng. (1993). Administrasi Pendidikan Dasar Teoritis dan Praktis Profesional. Bandung: Angkasa
Syah, Muhibbin. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suryobroto, B. (2005). Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta. PT Rineka Cipta.
Sucipto, Basuki Mukti (2004). Administrasi Pendidikan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta: Depdikbud
http://Suciptoardi.wordpress.com/2007/12/29/profesionalisme-duniapendidikan-oleh -Winarno-Surakhmad/2008/05/12/.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
113
ANGKET Variabel X
(Sarana dan Prasarana Pendidikan)
Petunjuk: 1. Pada angket ini terdapat 10 pernyataan. Pertimbangkan baik-baik setiap
pernyataan dalam kaitannya dengan pembelajaran yang baru selesai pelajari, dan tentukan kebenarannya. Berilah jawaban yang benar-benar cocok dengan pilihanmu.
2. Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan kebenarannya. Jawaban anda jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap pernyataan lain.
3. Catat respons anda pada lembar jawaban yang tersedia dengan memberi tanda silang ,dan ikuti petunjuk-petunjuk lain yang mungkin diberikan berkaitan dengan lembar jawaban. Terima kasih.
Keterangan Pilihan jawaban: 1. = Sangat Tidak Setuju (STS) 2. = Tidak Setuju (TS) 3. = Ragu-Ragu (RR) 4. = Setuju (S) 5. = Sangat Setuju (SS) 1. Profesionalisme guru seringkali disorot dari ketersediaan berbagai macam
sarana prasarana, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
2. Sarana pendidikan merupakan penunjang bagi proses belajar mengajar, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
114
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
3. Administrasi sarana dan prasarana pendidikan itu pada dasarnya merupakan proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan prasarana pendidikan, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
4. ketersediaan sarana dan prasarana yang kurang atau tidak memadai akan menghambat proses belajar mengajar, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5. Banyaknya kasus penyalahgunaan dana administrasi sekolah, membuat sarana dan prasarana pendidikan tidak terwujud sesuai dngan harapan, adanya permainan uang dalam administrasi membuat pendidikan semakin tidak cepat mencapai titik keberhasilan, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
115
6. Setelah kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan dapat terpenuhi dan tertata sesuai dengan pemakaiannya, maka perlu dibuat peraturan bagi pengguna sarana dan prasarana tersebut, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
7. Tujuan daripada pengelolaan sarana dan prasarana sekolah ini adalah untuk memberikan layanan secara profesional berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan agar proses pembelajaran bisa berlangsung secara efektif dan efisien, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
8. Sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat menciptakan sekolah - sekolah islam yang bersih, rapi, indah, sehingga menciptakan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru maupun untuk berada di sekolah islam, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
9. Selain dengan cara membeli, sarana dan prasarana pendidikan sekolah juga dapat diperoleh dari hadiah atau dengan cara meminta sumbangan kepada
116
perorangan ataupun lembaga, yayasan, organisasi atau badan-badan tertentu, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
10. Sarana dan prasarana pendidikan sering disebut sebagai fasilitas pendidikan, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas? a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
ANGKET Variabel Y
(Profesionalisme Guru)
Petunjuk: 1. Pada angket ini terdapat 10 pernyataan. Pertimbangkan baik-baik setiap pernyataan dalam kaitannya dengan pembelajaran yang baru selesai pelajari, dan tentukan kebenarannya. Berilah jawaban yang benar-benar cocok dengan pilihanmu.
117
2. Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan kebenarannya. Jawaban anda jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap pernyataan lain. 3. Catat respons anda pada lembar jawaban yang tersedia dengan memberi tanda silang ,dan ikuti petunjuk-petunjuk lain yang mungkin diberikan berkaitan dengan lembar jawaban. Terima kasih. Keterangan Pilihan jawaban: 1. = Sangat Tidak Setuju (STS) 2. = Tidak Setuju (TS) 3. = Ragu-Ragu (RR) 4. = Setuju (S) 5. = Sangat Setuju (SS) 1. Sebelum proses pembelajaran, guru menjelaskan apa yang telah dicapai oleh
siswa dari pengajaran yang telah di ajarkan, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
2. Setelah proses belajar mengajar di kelas, guru menjelaskan keterkaitannya dengan kehidupan siswa sehari-hari, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
3. Guru menjelaskan keterampilan dan pengetahuan yang harus siswa dikuasai setelah kegiatan belajar mengajar, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
118
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
4. Guru menjelaskan pokok-pokok bahasan dalam pembelajaran sesuai dengan urutan di buku, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
5. Pada saat mengajar di kelas, guru membawa RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) , apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
6. Selain membuka buku pelajaran, guru juga membuka RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) pada saat menjelaskan pokok-pokok pembahasan, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
119
e. Sangat tidak setuju
7. Guru menggunakan media pada saat menjelaskan pokok bahasan yang membutuhkan media, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
a. Sangat tidak setuju
8. Jika siswa merasa jenuh, maka guru akan segera mengganti metode pembelajaran dengan cara yang lebih menarik, sehingga siswa tidak cepat jenuh, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
9. Siswa bebas memilih mengerjakan soal yang mana terlebih dahulu, tetapi bobot nilai setiap soal telah dijelaskan terlebih dahulu oleh guru, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju
10. Siswa memperhatikan dengan baik apa yang disampaikan oleh guru pada saat di depan kelas, apakah anda setuju dengan pernyataan diatas?
120
a. Sangat setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak setuju
e. Sangat tidak setuju