penilaian kerusakan dan kehilangan pada lahan pertanian
TRANSCRIPT
PENILAIAN KERUSAKAN DAN KEHILANGAN PADA LAHAN PERTANIAN
PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI DAS GENDOL
Naskah Publikasi
Program Studi Ilmu Lingkungan Minat Studi Geo-Informasi untuk Manajemen Bencana
diajukan oleh: IQBAL PUTUT ASH SHIDIQ
10/309435/PMU/06813
Kepada SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2012
1
PENILAIAN KERUSAKAN DAN KEHILANGAN PADA LAHAN PERTANIAN
PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 DI DAS GENDOL
Oleh: Iqbal Putut Ash Shidiq 10/309435/PMU/06813
INTISARI
Merapi telah menjadi gunungapi teraktif di Indonesia dan kembali mengalami erupsi pada periode 26 Oktober hingga 5 November 2010. Erupsi tersebut dikategorikan sebagai erupsi besar dengan nilai index VEI (Volcanic Explosivity Index) mencapai empat, yang mengeluarkan + 130 juta m3 material vulkanik. Erupsi tersebut berdampak terhadap kondisi lingkungan sekitar gunungapi terutama sektor pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kerusakan dan kehilangan yang diderita sektor pertanian yang terkena dampak erupsi. Metode DaLA (Damage and Loss Assessment) digunakan untuk menilai tipe dan nilai kerusakan, serta kehilangan pada sektor pertanian yang terdampak erupsi tersebut. Beberapa komponen yang digunakan dalam penilaian kerusakan dan kehilangan, antara lain perubahan luas lahan pertanian serta perubahan jumlah produksi pertanian pada periode sebelum dan sesudah kejadian erupsi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar area pertanian mengalami kerusakan yang bersifat parsial terutama di bagian tengah hingga selatan wilayah penelitian, sedangkan sebagian kecil lokasi pertanian dengan kerusakan yang bersifat total, mengelompok di bagian utara wilayah penelitian. Berdasarkan aspek kehilangan, persentase kehilangan yang diderita oleh lahan pertanian berkisar antara 70-100%. Presentase kehilangan yang tinggi sebagian besar ditemui pada usaha pertanian kebun dan tegalan yang berlokasi di bagian utara wilayah penelitian. Kata kunci: erupsi merapi, kegiatan pertanian, damage and loss assessment
2
DAMAGE AND LOSS ASSESSMENT OF AGRICULTURAL LAND IN GENDOL WATERSHED AFTER 2010 MERAPI VOLCANO ERUPTION
By:
Iqbal Putut Ash Shidiq 10/309435/PMU/06813
ABSTRACT
Merapi has become the most active volcano in Indonesia. The last period of eruption of Merapi Volcano was occurred from October 26th until November 5th. The VEI value of the last eruption is four which describes the big and explosive type of eruption. Approximately 130 million m3 of volcanic material was released from the eruption and affecting surrounding environment especially farming activities. The purpose of this study is to measure and to analyse the impact of Merapi Volcano eruption to the farming activities. DaLA (Damage and Loss Assessment) method which developed by ECLAC is used within this study to measure the value of damage and loss of impacted farming activities. Several components used in this method are changes in the farming area and changes in the amount of farming production between pre- and post-eruption period. The results of this study show that most of the farming areas were impacted partially, which located in the centre and the south part of study area. Meanwhile, the total impacted farming area mostly located on the north part of the study area. From the other aspect, the percentage of loss suffered by farming activities ranging from 70 to 100 %. The high percentage of loss mostly found on plantation which located on the north part of study area. Keywords: Merapi Volcano eruption, farming activity, damage and loss assessment
3
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunungapi Merapi telah menjadi gunungapi teraktif di dunia, dengan lebih dari 40 kali erupsi sejak aktivitas vulkanisnya mulai dicatat dan diteliti pada tahun 1768 (Voight et al., 2000; Lavigne et al., 2000). Erupsi terakhir Gunungapi Merapi terjadi pada periode 26 Oktober hingga 5 November tahun 2010 yang lalu, dengan indeks letusan VEI (Volcanic Explosivity Index) mencapai 4 (Kasno et al., 2010; Sayudi et al., 2010). Erupsi pada tahun 2010 dicirikan dengan aktivitas luncuran awan panas (baik letusan maupun guguran) dan guguran abu vulkanik yang dominan mengarah ke bagian selatan dan tenggara terutama Kali Gendol, dengan volume material yang dikeluarkan selama proses erupsi mencapai 130 juta m3 (Sayudi et al., 2010). Selain itu akumulasi abu gunungapi dan material lepas di lereng gunungapi dapat berkembang menjadi aliran lahar saat terkena hujan dengan intensitas tinggi (Lavigne dan Thouret, 2002; Jhonson dan Lewis, 2007, Sayudi et al., 2010). Terlepas dari daerah yang rawan terhadap bahaya gunungapi, kawasan lereng Gunungapi Merapi merupakan daerah yang dipadati oleh berbagai aktivitas manusia. Penggunaan lahan pertanian (mencakup sawah irigasi, kebun, dan tegalan) telah menjadi penggunaan lahan yang mendominasi kawasan lereng Gunungapi Merapi. Kondisi ini dapat menyebabkan besarnya kerusakan dan kehilangan yang diderita sebagai dampak dari bencana gunungapi yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai dan memahami dampak dari suatu bencana adalah DaLA (Damage and Loss Assessment), yang dikembangkan oleh ECLAC (Economic Commission for Latin America and the Caribbean) pada tahun 1970-an, dan telah menjadi suatu alat aplikasi yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan dampak dari suatu bencana, serta sumber daya finansial yang dibutuhkan dalam usaha rekonstruksi dan pemulihan pascabencana (GFDRR, 2010). Metode penilaian kerusakan dan kehilangan tersebut akan diaplikasikan untuk mengetahui dampak bencana erupsi terhadap sektor pertanian. Kegiatan pertanian yang akan dinilai mencakup usaha tani kering (tegalan dan kebun) dan usaha tani dengan genangan (sawah). Sebanyak 49 dusun yang berada di sepanjang aliran Kali Gendol digunakan sebagai wilayah penelitian. Wilayah ini terbentang seluas 2929,370 hektar (Pengolahan data, 2011), mencakup 49 dusun yang termasuk ke dalam lima desa, yakni Desa Argomulyo, Desa Glagaharjo, Desa Kepuharjo, Desa Sindumartani, dan Desa Wukirsari. Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui tingkat kerusakan lahan pertanian yang terjadi pasacaerupsi Gunung Merapi 2010.
4
Untuk memenuhi tujuan umum tersebut, beberapa tujuan spesifik yang harus tercapai adalah sebagai berikut: a. Mengetahui karakteristik daerah yang terkena dampak erupsi b. Mengetahui kondisi kegiatan pertanian setelah terkena dampak erupsi c. Mengetahui karakteristik kerusakan dan kehilangan pada lahan pertanian yang
terkena dampak erupsi
Tabel 1.1 Tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian
No. Tujuan Penelitian Pertanyaan Penelitian
1. Mengetahui karakteristik daerah yang terkena dampak erupsi
a. Berapa luasan daerah yang terkena dampak erupsi?
b. Bagaimana sebaran daerah yang terkena dampak erupsi?
2. Mengetahui kondisi kegiatan pertanian setelah terkena dampak erupsi
c. Berapa luasan wilayah pertanian yang terkena dampak erupsi?
d. Bagaimana kondisi produksi dan produktivitas pertanian setelah terkena dampak erupsi?
3. Mengetahui karakteristik kerusakan dan kehilangan pada sektor pertanian pascaerupsi
a. Berapa nilai kerusakan dan kehilangan pada lahan pertanian yang terkena dampak erupsi?
b. Bagaimana distribusi spasial tingkat kerusakan dan kehilangan pada lahan pertanian yang terkena dampak erupsi?
2. METODOLOGI PENELITIAN Secara umum penelitian ini dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap survei lapang, serta tahap pengolahan dan analisis. Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan, antara lain pengumpulan dan pengolahan data-data sekunder, serta penentuan sampel. Pada tahap survei lapang dilakukan beberapa kegiatan, seperti plotting menggunakan Differential Global Positioning System (DGPS) serta wawancara. Tahap pengolahan dan analisis data mencakup analisis deskriptif kualitatif terkait dengan karakteristik wilayah terdampak, kondisi kegiatan pertanian pascaerupsi, serta nilai kerusakan dan kehilangan pada sektor pertanian pascaerupsi. Gambaran umum cara penelitian dijabarkan secara singkat pada diagram alir penelitian (Gambar 2.1). 2.1. Penentuan Titik Sampel Penelitan penilaian tingkat kerusakan dan kehilangan ini membedakan sampel penelitian menjadi dua jenis, yakni sampel fisik dan sampel pertanian. Lokasi titik sampel fisik ditentukan dengan menggunakan metode penentuan sampel bertingkat (multi-stage sampling method). Teknik sampel purposif digunakan untuk memilah antara wilayah terdampak dengan wilayah tidak terdampak. Pemilihan lokasi sebagai titik sampel hanya difokuskan pada wilayah
5
yang terdampak. Selanjutnya digunakan teknik penentuan sampel sistematik untuk menentukan lokasi titik plotting DGPS. Dengan menggunakan teknik sistematik, lokasi titik plotting DGPS ditentukan dengan jarak sejauh 500 meter antar titik. Pada tahap ini teknik purposif juga kembali digunakan untuk menentukan lokasi sampel fisik yang lebih khusus (misalnya penentuan batas luapan lahar dan perubahan kontur). Jumlah sampel fisik diperoleh sebanyak 544 sampel. Metode multi-stage sampling method kembali digunakan dalam menentukan lokasi titik sampel pertanian. Fokus pengamatan pada wilayah yang terdampak serta responden/informan kunci pada setiap dusun ditentukan dengan menggunakan teknik sampel purposif. Selanjutnya teknik snowball sampling digunakan untuk memperoleh informasi tambahan dari responden lain yang direkomendasikan oleh informan kunci. Jumlah sampel pertanian ditetapkan sebanyak 100 sampel. 2.2. Penilaian Kerusakan (Damage Assessment) Penilaian kerusakan difokuskan kepada aset-aset fisik yang terkena dampak bencana. Kerusakan diasumsikan mulai terjadi pada saat berlangsungnya bencana hingga beberapa saat setelah terjadinya bencana, yang dihitung dalam berbagai satuan unit fisik seperti m2, km2, dll (GFDRR, 2010). Nilai kerusakan merupakan biaya yang akan ditanggung untuk mengganti aset-aset fisik yang rusak. Aset-aset fisik yang akan dinilai kerusakannya adalah area tanam itu sendiri. Secara matematis, nilai kerusakan dihitung dengan menggunakan Persamaan (1).
(1) D = Nilai kerusakan pada aset-aset fisik (Damage) A = Area terdampak/luasan aset fisik yang terdampak (Affected area) P = Harga pasar yang berlaku (Price)
2.3. Penilaian Kehilangan (Loss Assessment) Penilaian kehilangan dilakukan untuk mengetahui besarnya kerugian yang diderita hingga tercapainya kondisi normal, seperti saat sebelum terjadinya bencana. Kehilangan diasumsikan akan terus terjadi hingga pemulihan dan rekonstruksi kondisi perekonomian secara menyeluruh telah tercapai (GFDRR, 2010). Kehilangan dihitung berdasarkan jumlah produksi dan produktivitas setiap jenis usaha tani. Perhitungan kehilangan memperhatikan jenis komoditi pertanian yang ditanam/dibudidayakan, hal ini dikarenakan setiap jenis komoditi pertanian mempunyai nilai pasar yang berbeda-beda.
6
Besarnya kehilangan juga ditentukan berdasarkan waktu tanam/pemeliharaan. Apabila bencana terjadi pada akhir masa tanam maka perhitungan kehilangan menjadi kehilangan total (full loss) jika komoditi pertanian hancur seluruhnya, dan kehilangan sebagian (partial loss) jika bencana hanya mempengaruhi penurunan hasil panen. Jika bencana terjadi pada awal musim tanam, maka perhitungan kehilangan menjadi full loss apabila tanam tersebut tidak dapat ditanam kembali, dan partial loss yang dihitung berdasarkan investasi yang telah dibuat hingga tanaman tersebut mencapai kondisi saat sebelum terjadinya bencana. Perhitungan kehilangan dapat dilakukan berdasarkan kehilangan produksi secara keseluruhan (full production loss), dan kehilangan produksi berdasarkan penurunan hasil panen (production loss by yield declining). Full production loss menggambarkan perbedaan hasil panen pascabencana dengan estimasi jumlah produksi pada tahun yang normal. Secara matematis, nilai kehilangan dihitung berdasarkan Persamaan (2).
(2) L = Kehilangan produksi (Loss) Ye = Estimasi produksi pada tahun/kondisi normal (Yield expected) Ya = Hasil panen pada pascabencana (Yield actual) Dalam hal yang berlainan, persentase penurunan pada rata-rata hasil panen digunakan dalam perhitungan kehilangan produksi berdasarkan hasil panen. Secara matematis, nilai kehilangan dihitung berdasarkan Persamaan (3). Nilai kehilangan dihitung menggunakan harga pasar yang berlaku (Persamaan (4)).
(3) (4)
Ly = Kehilangan produksi berdasarkan hasil panen (Loss by yield) Lv = Nilai kehilangan produksi pertanian (Loss value) p = Persentase penurunan pada rata-rata hasil panen A = Area terdampak (Affected area) Y = Rata-rata hasil panen pada tahun yg normal (Yield) P = Harga pasar yang berlaku (Price)
7
Gambar 2.1 Diagram alir penelitian
Citra Satelit IKONOS dan
Quick bird 2006 Peta
Rupabumi Data
Statistik Pertanian
Interpretasi Penggunaan
Lahan Pertanian
Kondisi umum pertanian
Peta Sebaran Abu
Vulkanik
Image Processing
Delineasi
Overlay
Telaah Pustaka
Image Processing
Citra Satelit GeoEye
Tahun 2010
Wilayah terdampak awan
panas
Dijitasi
Wilayah terdampak abu
vulkanik
Potensi Dusun
Telaah Pustaka
Batas Dusun
Titik sampel
Teknik Sampling Overlay
Wilayah terkena dampak awan panas
dan abu vulkanik
Survei terestris dengan Differential GPS
Plotting
Wawancara
Wilayah terdampak lahar
• Pola tanam • Produksi
pertanian • Lokasi pertanian
terkena dampak
Overlay
Wilayah terkena dampak erupsi
2010
Overlay
DALA
Wilayah pertanian terkena dampak
erupsi 2010
Nilai kerusakan dan kerugian pertanian pascaerupsi 2010
Perekonomian Daerah (Kecamatan Cangkringan dan
Kecamatan Pakem)
PENILAIAN TINGKAT KERUSAKAN DAN KEHILANGAN PADA LAHAN PERTANIAN
PASCAERUPSI 2010
TAHAP PERSIAPAN
TAHAP SURVEI LAPANG
TAHAP ANALISIS
= INPUT
= PROSES
= OUTPUT
Interpolasi
DEM (Digital Elevation Model)
Modelling
Estimasi bahaya lahar berdasarkan skenario
volume lahar
Estimasi nilai kerusakan berdasarkan estimasi bahaya lahar
8
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Dampak Erupsi Merapi 2010 3.1.1. Dampak Awan Panas Awan panas secara berkala terjadi pada periode 26 Oktober hingga 5 November 2010. Berdasarkan analisis laporan dan pemberitaan kejadian erupsi serta pengamatan lapang, aliran piroklastik (awan panas) terjadi pada tanggal 26 dan 28 Oktober serta pada tanggal 2, 4, dan 5 November 2010. Berdasarkan hasil interpretasi citra periode sebelum dan sesudah erupsi 2010, diketahui luasan daerah yang terkena dampak awan panas mencapai 8945,38 hektar. Dengan luasan tersebut, awan panas telah menjangkau ke segala penjuru dengan dominasi aliran menuju ke bagian tenggara melewati DAS Gendol dan DAS Opak. Wilayah jangkauan awan panas arah tenggara tersebut mencapai jarak 15 kilometer dari puncak Merapi, melewati 49 dusun dan lima desa, yaitu Desa Argomulyo, Desa Glagaharjo, Desa Kepuharjo, Desa Sindumartani, dan Desa Wukirsari. Pada wilayah penelitian, luasan area terdampak awan panas mencapai 1292,21 hektar. Beberapa dusun yang terkena dampak paling luas adalah dusun-dusun yang berada di bagian hulu DAS Gendol. Dusun-dusun tersebut antara lain Dusun Kalitengah Lor, Dusun Kaliadem, Dusun Kalitengah Kidul, Dusun Petung, dan Dusun Batur (Gambar 3.1). 3.1.2. Dampak Abu Vulkanik Berbeda dengan sebaran awan panas, dampak abu vulkanik mempunyai wilayah jangkauan yang lebih luas. Jangkauan sebaran abu vulkanik mencapai radius 33 kilometer dengan dominasi sebaran berada di bagian barat daya lereng Merapi. Berdasarkan Peta Sebaran Abu Vulkanik dan pengamatan lapang, dapat diketahui bahwa terdapat lima klasifikasi wilayah sebaran abu vulkanik menurut ketebalannya. Kelima klasifikasi tersebut, yakni 0,5 cm, 2 cm, 4 cm, 7 cm, dan 10 cm. Wilayah penelitan terkena dampak abu vulkanik secara menyeluruh, dengan kecenderungan penurunan tingkat ketebalan abu dari bagian hulu ke bagian hilir. Wilayah penelitian secara dominan dipenuhi abu vulkanik dengan ketebalan 0,5 cm, terutama di bagian lereng kaki. Abu dengan ketebalan 10 cm juga secara dominan terlihat terutama di bagian lereng atas Merapi (Gambar 3.2). 3.1.3. Dampak Lahar Banjir lahar mulai terjadi pada tanggal 4 November 2010. Aliran lahar tersebut terjadi pada empat sungai yang berhulu di Merapi, yakni Kali Gendol, Kali Opak, Kali Kuning, dan Kali Boyong. Berdasarkan hasil pengukuran lapang menggunakan Differential Global Positioning System, dan wawancara masyarakat, diketahui luas area yang terdampak oleh banjir lahar pada wilayah
9
penelitian adalah sebesar 678,98 hektar. Banjir lahar terjadi di sepanjang bantaran kali mulai dari hulu hingga hilir Kali Gendol (Gambar 3.3). Aliran lahar melewati lima desa serta 40 dusun. Rata-rata luapan banjir lahar dari bantaran sungai mencapai 287 meter di lereng bagian atas, 307 meter di lereng bagian tengah, 200 meter di lereng bagian bawah, dan 200 meter di bagian lereng kaki. Luas wilayah dusun yang terdampak oleh banjir lahar pada wilayah penelitian mencapai lebih dari 650 hektar. Kaliadem merupakan dusun dengan luasan area terdampak lahar paling luas, yakni mencapai lebih dari 98 hektar. Sedangkan Koripan merupakan dusun dengan luas daerah terdampak lahar paling kecil, yakni sebesar 1,66 hektar.
(a)
(b)
Keterangan: (a) Daerah Dusun Kaliadem
yang terkena dampak awan panas;
(b) Daerah Dusun Kalimanggis pascaerupsi, yang juga merupakan batas area terdampak awan panas
Gambar 3.1 Daerah sebaran awan panas di DAS Gendol
(Sumber: Pengolahan data, 2011; Dokumentasi penulis pada tanggal 18 Desember 2010)
Gamb(Sumbe
3.1.4 E Ssebagai dalahar terseketinggiandigunakandan 40 jutterdampakeksisting sjuta m3 ad
Jumlah dusuLuas area teSumber: Pen
bar 3.2 Isopacer: Peta Sebara
Estimasi DaSkenario lahasar estimasebut menggun (topografn dalam menta m3 (Gamk pada skensaat ini. To
dalah 1232,4
Tabel 3.
un erdampak ngolahan data
ch yang menunan Abu Vulka
ampak Lahhar yang telsi dampak launakan pera
fi) hasil surngestimasi
mbar 3.4). Bnario lahar 1otal luas are465 hektar (
.1 Jumlah dusberdasa
Eksisting38
664,68a, 2011
njukan sebaraanik 3 Novemb
har Berdaslah dikembaahar dalam angkat LAHrvei lapangdampak, ya
Berdasarkan10 juta m3 mea yang terk(Tabel 3.1).
sun dan luas warkan skenario
10 Juta m8 38 592,67
Persentavulkanikketebala
Klasifik
< 2 4 7 >
an abu vulkaniber 2010, BBP
sarkan Skeangkan olehpenelitian i
HARZ dengg. Empat skakni 10 juta
pemodelanmendekati lkena dampa
wilayah dusun o volume laha
m3 20 Juta 33 76 928,7
23%
9%
0,
ase luas area tek menurut klaannya
kasi ketebalan
<2 cm 2-4 cm 4-7 cm 7-10 cm >10 cm
ik berdasarkanPTK – Tidak
nario Voluh Wiguna (2ini. Pengemgan berdasarkenario vola m3, 20 jutan lahar terseluasan area ak dengan s
yang terdampar m3 30 Juta42
784 1121
18%
9%
,5 cm 2 cm 4 c
erdampak abusifikasi
abu
n ketebalannydipublikasika
ume 2011), digun
mbangan skerkan kepadalume lahar a m3, 30 jutebut, luasanterdampak
skenario lah
pak
a m3 40 Ju43
1,466 123
41%
%
cm 7 cm 10 cm
10
u
ya n)
nakan enario a data yang
ta m3, n area
lahar har 40
uta m3 45
32,465
m
G
Gambar 3(Sumb
Gambar 3.4 Apada wilayah
3.3 Area terdaber: Pengukur
Area terdampah penelitian (S
ampak banjir lran lapang, 20
Gla
ak banjir laharSumber: Wigu
(a)
(b)
Keterang(a) Daer
Gond 20 Se (b) Daer
Bron 28 Se
lahar di pada w011; Pengolaha
Grafik perbandahar berdasark
r berdasarkan una, 2011; Pen
Jumlah dusun
01020304050
Jum
lah D
usun
Ter
dam
pak
gan: ah terdampakdang – Dokumeptember 2010
ah terdampakngkol – Dokumeptember 2010wilayah penelan data, 2011)
dingan jumlahkan skenario v
skenario volungolahan data
10 Juta m3
20 Juta m3
33 42
Skenar
k lahar di Dusumentasi penulis0
k lahar di Dusumentasi penuli0 litian )
h dusun terdamvolume lahar
ume lahar a, 2011)
30 Juta m3
40 Juta m3
43 45
rio Volume Lahar
11
un s,
un is,
mpak
3.2. D3.2.1. D Bdampak awilayah pterutama ykebun danLor, Desa
Ga(Sumber: Pe
KegiaSawah irigaKebun Tegalan Total
Dampak ErDampak AwBerdasarkanawan panas pertanian yayang beradan tegalan yaGlagaharjo
ambar 3.5 Arengolahan dat
Tabel 3.2 Daatan pertaniaasi
rupsi Terhwan Panasn hasil pengmencapai l
ang terdama di bagianang terkenao.
ea pertanian ya, 2011; Doku
ampak piroklaan
adap Kegias Terhadapgolahan datlebih dari 8
mpak awan n utara wilaa dampak pa
yang terdampaumentasi penu
astik terhadapLuas da
atan Pertanp Pertanianta, luas wila850 hektar (panas meru
ayah penelitaling luas b
(a)
(b)
Keterang(a) Keb
Dus(b) Keb
Kepak awan panasulis pada tangg
pertanian padaerah terdam
nian n ayah pertani(Tabel 3.2)upakan kebtian (Gambberada di D
gan: bun dan tegalasun Kaliadem bun yang terdapoh s pada wilayahgal 18 Desem
da wilayah penmpak (ha)
40604235879
Sumber: Pen
ian yang te. Sebagian
bun dan tegar 3.5). Wi
Dusun Kalite
an yang terdam
ampak di Dusu
h penelitan mber 2010)
nelitian %
0,098 4,044 5,369 9,511 ngolahan data
12
rkena besar
galan, ilayah engah
mpak di
un
% 4,6
68,7 26,8 100
a, 2011
13
3.2.2. Dampak Abu Vulkanik Terhadap Pertanian Area pertanian pada wilayah penelitian seluruhnya terdampak oleh abu vulkanik. Luas area terdampak tersebut hampir mencapai 2500 hektar. Kegiatan pertanian yang secara dominan terdampak oleh abu adalah kebun, dengan luasan mencapai lebih dari 1100 hektar (Tabel 3.3). Berdasarkan ketebalannya, abu 0,5 cm secara dominan menutupi wilayah pertanian tersebut. Kondisi tersebut mengganggu kegiatan pertanian terutama persawahan yang seluruhnya tertutup oleh abu dengan ketebalan 0,5 cm (Gambar 3.6). Wilayah pertanian yang terdampak oleh abu tersebut terdapat di bagian selatan wilayah penelitian mencakup Desa Argomulyo, Desa Sindumartani, dan sebagian Desa Wukirsari.
Grafik perbandingan luas area pertanian yang terdampak oleh abu
Abu vulkanik yang terdeposit pada daun tanaman – Foto diambil pada tanggal 17 Oktober 2011
Gambar 3.6 Area pertanian yang terdampak abu vulkanik pada wilayah penelitian (Sumber: Pengolahan data, 2011; Dokumentasi penulis, 2011)
Tabel 3.3 Luas area pertanian yang terdampak abu pada wilayah penelitian
Jenis usaha tani Luas area terdampak (ha)
0,5 cm 2 cm 4 cm 7 cm 10 cm Total (ha) Sawah 796,257 0 0 0 0 796,257 Kebun 464,142 336,484 166,847 57,943 85,664 1111,086 Tegalan 211,634 101,0 173,828 86,212 17,02 589,688 Total 1472,033 437,484 340,675 144,155 102,684 2497,031
Sumber: Pengolahan Data, 2011
0
200
400
600
800
0.5 cm 2 cm 4 cm 7 cm 10 cmLuas
area
terd
ampa
k (ha
)
Tebal abu (cm)Sawah Kebun Tegalan
14
3.2.3. Dampak Lahar Terhadap Pertanian Berdasarkan hasil pengolahan data, luas area pertanian pada wilayah penelitian yang terkena dampak lahar mencapai lebih dari 440 hektar (Tabel 3.4). Kegiatan pertanian yang paling terkena dampak adalah perkebunan, dengan luas area terdampak mencapai hampir 300 hektar. Wilayah kebun yang terkena dampak lahar tersebut sebagian besar berada di Dusun Glagahmalang, Desa Glagaharjo (Gambar 3.7). Luas tegalan yang terkena dampak lahar mencapai lebih dari 50 hektar. Luasan tersebut sebagai besar juga berada di Dusun Singlar, Desa Glagaharjo. Sedangkan area persawahan yang terkena dampak lahar mencapai lebih dari 100 hektar, yang sebagian besar berada di Dusun Kayen, Desa Sindumartani.
Pra-lahar
Pasca-lahar (a) Titik sampel 548
(b) Titik sampel 551
Keterangan: (a) Area sawah yang terkena lahar
di Dusun Brongkol (b) Area sawah yang terkena lahar
di Dusun Cangkringan Gambar 3.7 Area pertanian yang terdampak oleh lahar pada setiap dusun di wilayah penelitian
(Sumber: Pengolahan data, 2011; Dokumentasi penulis pada tanggal 28 September 2011)
15
Tabel 3.4 Dampak lahar terhadap pertanian pada wilayah penelitian Kegiatan pertanian Luas daerah terdampak (ha) %
Sawah irigasi 108,047 23,57746 Kebun 299,236 65,29773 Tegalan 50,981 11,12481 Total 458,264 100
Sumber: Pengolahan data, 2011 3.3. Penilaian Kerusakan dan Kehilangan pada Kegiatan Pertanian
yang Terkena Dampak Erupsi Penilaian kerusakan dan kehilangan menggunakan metode DaLA yang dikembangkan oleh ECLAC pada tahun 1970-an. Dengan metode ini kerusakan (damage) didefinisikan sebagai biaya yang dibebankan untuk memperbaiki atau mengganti aset-aset fisik yang rusak akibat terkena bencana, sedangkan kehilangan (loss) didefinisikan sebagai biaya/beban yang akan ditanggung hingga kondisi kegiatan pertanian tersebut kembali seperti saat sebelum terkena dampak bencana. Kerusakan dan kehilangan yang diderita sebagai dampak dari suatu bencana dapat dideskripsikan berdasarkan jenis/tipe dan nilainya. Jenis/tipe kerusakan dan kehilangan ditentukan berdasarkan luas area pertanian yang rusak serta kondisi area pertanian saat ini, yang dapat dibedakan menjadi parsial dan total. Sementara itu, nilai kerusakan dan kehilangan dihitung berdasarkan biaya produksi serta harga komoditi yang sedang berlaku. Berdasarkan jenis/tipe kerusakannya, sebagian besar area pertanian pada wilayah penelitian mengalami kerusakan yang bersifat parsial (46%). Pertanian dengan kerusakan parsial tersebut didominasi oleh usaha pertanian sawah yang berlokasi di bagian selatan wilayah penelitian. Kerusakan yang bersifat parsial tersebut pada umumnya diakibatkan oleh aliran piroklastik (awan panas) dan guguran abu vulkanik. Sementara itu, persentase area pertanian dengan kerusakan total sebesar 40%, yang didominasi oleh usaha pertanian kebun. Lokasi pertanian dengan kerusakan total terlihat sedikit mengelompok di bagian utara wilayah penelitian (Gambar 3.8). Kerusakan yang bersifat total tersebut terutama diakibatkan oleh aliran piroklastik (awan panas) di bagian utara, serta aliran lahar (terutama pertanian yang berada di bantaran Kali Gendol). Berdasarkan nilai kerusakannya, terdapat tiga klasfikasi nilai kerusakan antara lain: kurang dari satu juta rupiah, antara satu hingga tiga juta rupiah, dan lebih dari tiga juta rupiah. Sebagian besar area pertanian pada wilayah penelitian (41%), menderita kerusakan dengan nilai kurang dari satu juta rupiah. Pertanian -pertanian tersebut sebagian besar merupakan sawah yang berlokasi di bagian tengah hingga selatan wilayah penelitian. Sebagian kecil usaha pertanian dengan nilai kerusakan lebih dari tiga juta rupiah, merupakan kebun-tegalan yang terlihat mengelompok di bagian utara wilayah penelitian (Gambar 3.9).
Gam
Dwilayah pdengan keberlokasi diakibatkahingga saaseluruhnykondisi skehilangandi bagian
mbar 3.8 Sebar
Ditinjau darpenelitian mehilangan pdi bagian t
an karena at ini. Adapa sudah daebelum tern total (29%utara wilay
ran lokasi per(Sumb
ri aspek kemengalami kparsial tersebtengah hinglahan perta
pun beberapapat ditanamrjadinya be%) merupakyah penelitia
rtanian dan tipber: Pengolaha
ehilangannykehilangan but didomin
gga selatan wanian yangpa lokasi memi, akan tetencana. Semkan area keban. Area pe
Grafik pberdasarpertania
(A) Aredi D
(B) Arepars
pe kerusakannyan data, 2011)
ya, sebagianyang bersifnasi oleh uwilayah pen
g belum daenunjukkantapi belum mentara itubun-tegalan rtanian ters
40%
P
A
B
perbandingan jrkan tipe kerun pada wilaya
a pertanian yaDusun Gading a pertanian yasial di Dusun Bya pada wilay)
n besar areafat parsial (saha pertannelitian. Keapat digunan luasan are
menghasilku, beberapayang terlih
sebut menga
14%
Parsial Total
jumlah dusunusakan area ah penelitian
ang terdampak
ang terdampakBrongkol
yah penelitian
a pertanian (46%). Pertnian sawah, ehilangan pakan selurua pertanian kan seperti a lokasi deat mengelomalami kehila
46%
Tidak mengalam
16
k total
k
pada tanian
yang parsial uhnya
yang pada
engan mpok angan
mi
total karenhingga saa
Gam
Kberdasarkahingga seppertanian kurang dapertanian pula beber
na lahan perat ini (Gamb
mbar 3.9 Seba
Kehilangan an nilai kehpuluh juta rpada wilay
ari lima jusawah, yanrapa lokasi
rtaniannya bar 3.40).
aran spasial ni(Sumb
pada area philangannyarupiah, dan lyah penelit
uta rupiah. ng berlokasdengan nil
secara kese
ilai kerusakanber: Pengolaha
pertanian daa, antara lalebih dari setian (35%),Area perta
si di bagianai kehilang
eluruhan bel
Grafik pberdasarpertania
(A) ArekeruKali
(B) ArekeruKali
n area pertaniaan data, 2011)
apat diklasifain: kurang epuluh juta , mengalamanian tersebn selatan wan lebih dar
34%
Tidak me
Rp1.000.
A
B
lum dapat d
perbandingan jrkan nilai kerun pada wilaya
a pertanian deusakan 1 – 3 juitengah Lor a pertanian deusakan <1 jutaimanggis
an pada wilaya)
fikasikan mdari lima jrupiah. Seb
mi kehilangbut didomi
wilayah penri sepuluh j
%
11%
ngalami kerusakan
000 - Rp3.000.000
ditanami kem
jumlah dusunusakan area ah penelitian
engan nilai uta rupiah di D
engan nilai a rupiah di Du
ah penelitian
menjadi tiga juta rupiah,bagian besargan dengan nasi oleh uelitian. Terjuta rupiah,
14%
41%
<Rp1.000.000
>Rp3.000.000
17
mbali
Dusun
usun
kelas lima r area nilai
usaha rdapat
yang
sebagian wilayah plima juta dan laharketerbatashingga are
Gamb
besar merupenelitian (Grupiah, pad
r. Akumulasan pada penea pertanian
bar 3.40 Seba
upakan areaGambar 3.4da umumnyasi materialngolahan la
n tersebut ke
aran lokasi per(Sumb
a kebun-teg41). Pertaniya terdampal vulkanik ahan tersebuembali dapa
rtanian dan tipber: Pengolaha
galan dan bian dengan ak oleh alira
pada lahaut. Dibutuhkat digunakan
Grafik pberdasarpertania
(A) ArekehiKali
(B) ArekehiKidu
pe kehilangannan data, 2011)
29%
Par
A
B
berlokasi dnilai kehila
an piroklastn pertaniankan waktu yn seperti sed
perbandingan jrkan tipe kehiln pada wilaya
a pertanian deilangan parsiaitengah Lor a pertanian deilangan total dul nya pada wila)
25%
rsial Total
di bagian teangan lebihtik (awan pn, menyebayang cukup dia kala.
jumlah dusunlangan area ah penelitian
engan tipe al di Dusun
engan tipe di Dusun Keja
ayah penelitian
46
Tidak mengalami lo
18
engah h dari panas) abkan lama
ambon
n
%
oss
Gam
4. K Ddilalui olepiroklastikwilayah pvulkanik Dominasi terutama berdampak
mbar 3.41 Seba
KESIMPULDaerah yaneh aliran pirk (awan papenelitian, tberdampakketebalan
di bagian lk pada wila
aran spasial ni(Sumb
LAN ng terkena roklastik (awanas) berdaterutama di
k secara lanabu yang
lereng kakiayah peneli
ilai kehilangaber: Pengolaha
dampak erwan panas)ampak langi bagian lengsung padterlihat padi wilayah pitian terutam
Grafik pberdasarpertania
(A) ArekehiGad
(B) ArekehiGun
n area pertanian data, 2011)
rupsi meru, abu vulkan
gsung terhaereng atas hda seluruh da wilayah penelitian. ma di bagia
14%
17%
Tidak di<5.000.0>10.000
A
B
perbandingan jrkan nilai kehin pada wilaya
a pertanian deilangan >10 ju
ding a pertanian deilangan 5-10 jngan ian pada wilay)
upakan daernik, dan ali
adap sebagihingga lerebagian wilpenelitian
Sementara an tengah d
35%
%
ketahui000
0.000
jumlah dusunilangan area ah penelitian
engan nilai uta rupiah di D
engan nilai juta rupiah di
yah penelitian
rah-daerah iran lahar. Aian daerah eng tengah.layah penel
adalah 0,5itu, aliran
dan pada wi
9%
25%
Tidak mengalami 5.000.000 - 10.00
19
Dusun
Dusun
yang Aliran
pada Abu litian. 5 cm, lahar
ilayah
%
kehilangan00.000
20
dusun yang berdekatan dengan bantaran Kali Gendol. Luas luapan aliran lahar yang besar terlihat pada bagian lereng tengah dan lereng bawah dari wilayah penelitian. Sebagai bahaya sekunder yang masih akan berlangsung, estimasi dampak lahar menggunakan skenario volume lahar juga dimasukkan dalam penelitian ini. Jenis usaha pertanian yang digunakan sebagai fokus dalam peneltian ini adalah pertanian sawah dan pertanian kebun-tegalan. Area persawahan secara dominan terlihat di bagian selatan wilayah penelitian, sedangkan area kebun-tegalan mendominasi di bagian tengah hingga utara wilayah penelitian. Sebagian besar lokasi kegiatan pertanian yang terkena dampak berada cukup dekat di sepanjang aliran Kali Gendol. Lokasi-lokasi tersebut rata-rata berjarak 50 hingga 300 meter dari bantaran kali. Wilayah pertanian yang berada di bagian tengah hingga utara mempunyai luas area kerusakan yang lebih besar daripada wilayah pertanian yang berada di bagian selatan. Kerusakan di bagian utara tersebut sebagian besar diakibatkan oleh akumulasi dampak aliran lahar yang didahului oleh aliran piroklastik (awan panas), sementara kerusakan wilayah pertanian bagian selatan hanya dipengaruhi oleh lahar serta abu dengan ketebalan 0,5 cm. Sebagian besar wilayah pertanian yang terdampak oleh erupsi belum dapat digunakan kembali hingga saat ini, terutama beberapa lokasi pertanian yang terkena aliran lahar. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah beberapa lokasi pertanian yang mengalami peningkatan hasil pertanian setelah terkena dampak erupsi berupa abu. Penilaian kerusakan dan kehilangan pada penelitian ini mengadopsi metode yang telah dikembangkan sebelumnya yakni metode DALA (Damage and Loss Assessment). Dengan menggunakan metode ini, kerusakan dan kehilangan dideskripsikan berdasarkan tipe dan nilainya. Sebagian besar area pertanian di wilayah penelitian mengalami kerusakan yang bersifat parsial (46%). Lokasi pertanian dengan kerusakan parsial tersebut terlihat mengelompok dibagian tengah hingga selatan wilayah penelitian. Nilai kerusakan lokasi-lokasi tersebut berkisar antara Rp1.000.000,- hingga Rp3.000.000,-. Kerusakan area pertanian pada lokasi-lokasi tersebut terutama disebabkan oleh aliran lahar dan abu. Berbeda dengan hal tersebut, beberapa lokasi pertanian yang terdampak secara total (40%) terlihat mengelompok di bagian utara wilayah penelitian. Nilai kerusakan lokasi-lokasi tersebut berkisar antara Rp3.500.000,- hingga Rp8.750.000,-. Sebagian besar kerusakan area pertanian tersebut diakibatkan oleh akumulasi dampak aliran lahar yang didahului oleh aliran piroklastik (awan panas). Berdasarkan sifat kehilangannya, sebagian besar area pertanian pada wilayah penelitian (46%) mengalami kehilangan yang bersifat parsial. Kehilangan parsial tersebut disebabkan karena hingga saat ini belum seluruh area
21
pertaniannya dapat ditanami kembali, atau seluruhnya dapat ditanami akan tetapi belum memberikan hasil seperti kondisi sebelum terjadinya bencana. Pertanian yang mengalami kehilangan parsial didominasi oleh usaha pertanian sawah, terutama di bagian tengah hingga selatan wilayah penelitian. Beberapa area pertanian dengan kerusakan total (29%) terlihat mengelompok di bagian tengah hingga utara. Area pertanian dengan kerusakan total tersebut didominasi oleh usaha pertanian kebun, yang disebabkan karena hingga saat ini area pertaniannya belum dapat ditanami kembali akibat terdampak oleh bahaya erupsi.
DAFTAR PUSTAKA GFDRR. 2007. Disaster Damage, Loss, and Needs Assessment – Training
Guidelines. Global Facility for Disaster Reduction and Recovery. GFDRR. 2010. Damage, Loss and Need Assessment-Guidance Notes. The
International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank, Washington DC.
Kasno, A., D. A., Suriadikarta, Abbas Id., Abdullah, Sutono, Erfandi, D., dan Santoso, E. (2010). Identifikasi Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah, dan Air di Lokasi Dampak Letusan Gunung Merapi. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Lavigne, F., Thouret, J. C., Voight, B., Suwa, H., dan Sumaryono, A. (2000). Lahars at Merapi volcano, Central Java: an overview. Journal of Volcanology and Geothermal Research 100: 423-456, Elsevier Science B. V.
Lavigne, F. dan Thouret, J. C. (2002). Sediment transportation and depostion by rain-triggered lahars at Merapi Volcano, Central Java, Indonesia. Journal of Geomorphology 49: 45-69, Elsevier Science B. V.
Sayudi, D.S., A., Nurnaning, Dj., Juliani, dan Muzani, M. (2010). Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta 2010. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Thouret, J.-C., Lavigne, F., Kelfoun, K., dan Bronto, S., (2000). Toward a revised hazard assessment at Merapi Volcano, Central Java. Journal of Volcanology and Geothermal Research 100: 479-502, Elsevier B. V.