kondisi cacing tanah (pheretima sp.) pada lahan...
TRANSCRIPT
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 1
KONDISI CACING TANAH (Pheretima sp.)
PADA LAHAN PERTANIAN YANG
MENGGUNAKAN PUPUK BERLEBIHAN
DI KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN
WONOSOBO
Amallia Puspitasari
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
pupuk kimia dan organik (kandang) berlebihan keadaan cacing tanah pada
lahan pertanian kentang yang sudah diolah sebelum dan sesudah 5 tahun
sebagai indikasi terjadinya pencemaran tanah. Penelitian ini dilakukan di
Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pengambilan
sampel tanah dilakukan secara stratified random sampling berdasarkan lama
waktu pengolahan lahan sebagai lahan kentang (<5 tahun dan >5 tahun)
dengan menggunakan pupuk kimia dan organik. Data yang diperoleh berupa
data primer, yaitu sifat fisik, kimia, dan biologi (kepadatan populasi cacing
tanah) tanah dan data sekunder yaitu teknik pengolahan lahan kentang dan
keadaan social ekonomi petani setempat yang diperoleh melalui wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan bahan organik dan pH tanah
menurun dari 7,08% menjadi 6,88% dan 5,97 menjadi 4,50 di lahan yang
sudah diolah lebih dari 5 tahun dengan penggunaan pupuk kimia (urea dan
TSP) dan pupuk organik (pupuk kotoran ayam). Penurunan kandungan bahan
organik dalam tanah dan pH tanah mengakibatkan kepadatan populasi cacing
tanah juga menurun dari 1-10 ekor/m2 menjadi 0 ekor/m2. Lahan yang sudah
diolah lebih dari 5 tahun memiliki tingkat kerusakan tanah yang lebih parah
dibandingkan lahan yang diolah kurang dari 5 tahun ditandai oleh pH tanah
yang tergolong cukup rendah (4,50-5,97), rendahnya kandungan bahan
organik dalam tanah (6,88-7,08%), dan tidak ditemukannya cacing tanah.
Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda diperoleh bahwa kegiatan
usaha pertanian dengan menggunakan pupuk kimia dan organik secara
langsung dan tidak langsung mempengaruhi kepadatan populasi cacing tanah
yang dapat mengindikasikan pencemaran tanah.
Kata kunci : Pemupukan, Cacing tanah, regresi linier berganda
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 2
EARTHWORMS (Pheretima sp.)
CONDITIONS ON THE AGRICULTURAL
LAND USE EXCESSIVE FERTILIZER IN
THE DISTRICT KEJAJAR WONOSOBO
REGENCY
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of the use of chemical
fertilizers and organic (manure) redundant about condition of earthworms on
agricultural potatoes land that has been processed before and after 5 years
as an indication of soil contamination. This research was conducted in the
District Kejajar, Wonosobo, Central Java. Soil sampling conducted stratified
random sampling based on the duration of processing land as the land of
potatoes (<5 years and >5 years) with the use of chemical and organic
fertilizers. Data obtained in the form of primary data, that is the physical,
chemical, and biological (population density of earthworms) soil and
secondary data about processing technique potatoes land and socio-
economic situation of local farmers obtained through interviews. The results
showed that the organic matter content and soil pH decreased from 7.08% to
6.88% and 5.97 to 4.50 in the land already processed more than five years
with the use of chemical fertilizers (urea and TSP) and organic fertilizer
(chicken manure). The decline in soil organic matter content and soil pH
resulted population density of earthworms also declined from 1-10
individuals/m2 to 0 individual/m2. Land that already processed more than 5
years have high levels of soil degradation is more severe than the land that
they processed less than 5 years are marked by soil pH is quite low (4.50 to
5.97), low organic matter content in the soil (6, 88 to 7.08%), and not finding
earthworms. Based on the results of multiple linear regression analysis
showed that agricultural activities using chemical and organic fertilizers
directly and indirectly affect the population density of earthworms that may
indicate contamination of the soil.
Key words: Fertilizer, earthworms, multiple linear regression
-
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 3
I. PENDAHULUAN
Dataran Tinggi Dieng,
Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo merupakan daerah
penghasil sayuran terbesar di
Kabupaten Wonosobo (Anonim,
1998). Tanaman Kentang merupakan
komuditas utama sayuran daerah
tersebut. Banyak lahan baru dicetak
dengan cara menggali bongkahan-
bongkahan batu cadas yang
menempel di lereng bukit dengan
kemiringan 25-30o (Anonim, 2002).
Cara pengolahan tanah,
pemakaian pupuk serta penggunaan
pestisida sangat besar pengaruhnya
terhadap kepadatan populasi
organisme tanah (Ghabbour et al.,
1985). Gambar 1.1. menunjukkan
pola penanaman searah kemiringan
lereng atau memotong kontur.
Gambar 1.1. Pola penanaman
searah kemiringan lereng atau
memotong kontur.
Pencemaran tanah merupakan
penurunan kualitas tanah yang
disebabkan karena terjadinya
perubahan lingkungan alami tanah.
Pencemaran yang terjadi di
Pegunungan Dieng pada umumnya
disebabkan oleh penggunaan pupuk
dengan dosis besar yang sering
dilakukan oleh petani. Berdasarkan
standar yang ditetapkan Departemen
Pertanian (2007), pupuk yang
digunakan untuk lahan pertanian
kentang seharusnya adalah 20-30
ton/ ha pupuk kotoran ayam, 200-300
kg/ha pupuk urea, dan 200-250 kg/ha
pupuk TSP, tetapi petani meng-
gunakan pupuk melebihi ukuran
normal menjadi 40 ton/ha pupuk
kotoran ayam yang masih mentah,
500 kg/ha pupuk urea dan 300 kg/ha
pupuk TSP. Faktor-faktor ini dapat
menyebabkan pencemaran tanah,
sehingga dampaknya berupa
perubahan sifat fisika dan kimia
tanah serta berkurangnya populasi
binatang tanah.
Penelitian ini menggunakan
organisme sebagai indikator
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 4
tercemarnya tanah. Adapun
organisme yang dikaji berupa cacing
tanah (Pheretima sp.). Hal ini karena
keberadaan cacing tanah dapat
meningkatkan kandungan nutrisi
pada tanah yang akan menyuburkan
tanah. Populasi cacing tanah
dipengaruhi oleh kondisi tanah
habitatnya, seperti kondisi suhu,
kelembaban, pH, salinitas, aerasi,
dan struktur tanah. Pencemaran tanah
dapat menyebabkan cacing pada
tanah mati. Selain itu, dalam
penelitian ini hanya mengkaji ada
tidaknya organisme tanah yang
berupa cacing tanah di lahan
pertanian tanaman kentang yang
menggunakan pupuk anorganik dan
organik dalam waktu lama (lebih dari
5 tahun) dengan lahan pertanian
kentang yang baru menggunakan
pestisida (kurang dari 5 tahun).
A. Tujuan Penelitian
Berpijak pada topik dan
rumusan masalah serta lingkup
kajian penelitian yang didukung oleh
konsep teori yang ada, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
(1) mengkaji pengaruh penggunaan
pupuk anorganik dan organik
pada lahan pertanian terhadap
kerusakan tanah melalui sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah
dengan indikator cacing tanah;
(2) menentukan tingkat kerusakan
tanah (pencemaran tanah) dengan
bioindikator keberadaan
organisme tanah (cacing tanah)
pada lahan pertanian kentang
yang telah diolah sebelum 5
tahun dan setelah 5 tahun sebagai
indikasi terjadinya pencemaran
akibat penggunaan pupuk
anorganik dan organik
berlebihan;
II. KERANGKA
PEMIKIRAN
Sebagian besar lahan di
Kecamatan Keajajar merupakan
lahan pertanian terutama tanaman
kentang sehingga masyarakatnya
bermata pencaharian sebagai petani.
Disisi lain penggunaan pupuk kimia
dan pestisida yang berlebih
memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan terutama keadaan
tanahnya. Pemupukan yang terus
menerus dan berlebih mengakibatkan
kondisi fisik, kimia dan biologi tanah
terganggu.
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 5
Perubahan kondisi fisik
tanah diantaranya adalah struktur
tanah akan lebih remah sehingga
tanaman akan lebih mudah rebah
yang akan mengakibatkan tanah
mudah longsor. Selain kerusakan
fisik tanah juga mengakibatkan
perubahan kondisi kimia dan biologi
tanah. Penggunaan pupuk yang
kurang tepat dan berlebihan akan
mengakibatkan perubahan ke-
seimbangan ekologi organisme tanah
terutama Cacing tanah. Hal ini
dikarenakan cacing tanah akan
membantu meningkatkan nutrisi
dalam tanah.
III. METODE
Penelitian yang berjudul ”
Kondisi Cacing tanah (Pheretima
sp.) Pada Lahan Pertanian yang
menggunakan pupuk berlebihan di
kecamatan Kejajar Kabupaten
Wonosobo. Berdasarkan hasil
wawancara dan survai lapangan
lokasi penelitian yang dipilih adalah
lahan pertanian kentang yang baru
digunakan sebagai lahan pertanian
kentang dan lebih dari 5 tahun.
Gambar 3.1 menunjukkan lokasi
Kecamatan Kejajar.
Gambar 3.1. Peta Administrasi Kecamatan Kejajar
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 6
A. Pengambilan Sampel
Penentuan titik sampel pada
penelitian kali ini adalah dengan
menggunakan teknik stratified
random sampling, dimana wilayah
penelitian berupa lahan pertanian
baru digunakan sebagai lahan
tanaman kentang (< 5 tahun) dan
yang telah lama digunakan sebagai
lahan pertanian kentang (> 5 tahun)
dengan menggunakan pupuk. Dari
masing-masing lahan diambil tiga
titik sampel dimana setiap sampel
akan dilakukan pengujian dengan 3
kali ulangan. Pengambilan sampel
tanah yang diuji di laboratorium
dilakukan dengan memperhatikan
kedalaman tanah. Kedalaman tanah
yang akan disampling sekitar 5-10
cm. Hal ini karena pada kedalaman
tersebut merupakan lapisan seresah
yang banyak mengandung bahan
organik sesuai dengan Petunjuk
Teknis Pengamatan Tanah, Balai
Penelitian Tanah (Anonim, 2004).
B. Analisis Tingkat Kepadatan
Populasi Cacing Tanah Sebagai
Bioindikator Pencemaran Tanah
Pengamatan kepadatan
populasi cacing tanah dilakukan pada
lahan pertanian yang baru digunakan
sebagai lahan pertanian kentang (< 5
tahun) dan yang telah lama
digunakan sebagai lahan pertanian
kentang (> 5 tahun) dengan
menggunakan pupuk. Masing-masing
lahan terdiri dari tiga titik
pengamatan dimana pada tiap titik
pengamatan dilakukan tiga kali
ulangan dan tiap ulangan berupa
petak seluas 1x1 m.
Penentuan kepadatan populasi cacing
tanah dilakukan dengan metode
pemberian skor terhadap kepadatan
populasi cacing ditunjukkan pada
Tabel 3.1.
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 7
Tabel 3.1. Skor Kepadatan Populasi
Cacing Tanah
Sumber: Bierman, 2007 & OSU,
2009 dimodifikasi sesuai dengan
kondisi di lapangan.
Pengujian signifikansi skoring
cacing tanah dilakukan dengan uji t
dan pengambilan kesimpulan
dilakukan berdasarkan nilai
probabilitas (≤ 0,05). Perhitungan uji
t dijelaskan dalam rumus sebagai
berikut:
Catatan:
t = nilai t hitung
r = nilai koefisien
korelasi
n = jumlah sampel
Kriteria pengujian
1) Jika t hitung ≥ t table maka
H0 ada di daerah
penolakan, berarti Ha
diterima artinya nilai
konstanta variabel
independen adalah
signifikan.
2) Jika t hitung ≤ t table maka
H0 ada di daerah
penerimaan, berarti Ha
ditolak artinya nilai
konstanta variabel
independen tidak
signifikan.
C. Analisis Pengaruh Faktor
Kondisi Tanah Tercemar terhadap
Populasi Cacing Tanah
Analisis yang digunakan
untuk mengetahui pengaruh sifat
fisik-kimia tanah terhadap ke-
beradaan cacing tanah yaitu analisis
regresi linier berganda. Persamaan
No. Skor Keterangan
1 0
Sangat buruk, tidak
ditemukan cacing, kotoran,
dan lubang cacing di tanah
(0 ekor/m2)
2 1
Buruk, ditemukan cacing
dalam jumlah sangat
sedikit (1-5 ekor/m2)
3 2
Agak buruk, ditemukan
cacing dalam jumlah
sedikit (6-10 ekor/m2)
4 3
Sedang, ditemukan cacing
dalam jumlah cukup,
begitu juga dengan kotoran
dan lubang cacing di tanah
(11-30 ekor/m2)
5 4
Baik, ditemukan cacing
dalam jumlah yang banyak
(31-250 ekor/m2)
6 5
Sangat baik, ditemukan
cacing dalam jumlah yang
melimpah (>250 ekor/m2)
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 8
regresi linier berganda yang
digunakan dirumuskan sebagai
berikut (Sugiono, 2007):
Y= β0 + β1X1 + β1X1 + β2X2 + β3X3 +
β4X4+ β5X5 + β6X6
Catatan:
Y = kepadatan populasi cacing
tanah; X1 = pH tanah; X2 =
kandungan bahan organik (%); X3 =
N total (%); X4 = P tersedia (ppm);
X5 = K tersedia (%); X6 = lama
pengolahan tanah; β0 = intersep; β1-6
= Koefisien regresi
Untuk mengetahui apakah
persamaan regresi linier berganda
tersebut dapat dioperasionalkan atau
dinyatakan valid, dilakukan uji ke-
layakan terhadap hubungan antar-
variabel bebas menggunakan empat
uji asumsi klasik statistik terhadap
persamaan regresi linier berganda,
yaitu: uji asumsi multi-kolinieritas,
uji asumsi autokorelasi, uji asumsi
normalitas, dan uji asumsi homo-
skedastisitas.
1. Uji asumsi klasik Multi-
kolinieritas, terjadi jika koefisien
korelasi antar variabel bebas lebih
besar dari 0,60 (pendapat lain:
0,50 dan 0,90). Dikatakan tidak
terjadi multikolinieritas jika
koefisien korelasi antar variabel
bebas lebih kecil atau sama
dengan 0,60 (r < 0,60).
2. Uji asumsi Normalitas, dihasilkan
apabila distribusi data normal,
maka analisis data dan pengujian
hipotesis digunakan statistik
parametrik.
3. Uji asumsi Klasik Autokorelasi,
ukuran dalam menentukan ada
tidaknya masalah autokorelasi
dengan uji Durbin-Watson
(DW), dengan ketentuan sebagai
berikut:
Terjadi autokorelasi positif jika
DW di bawah -2 (DW < -2).
Tidak terjadi autokorelasi jika
DW berada di antara -2 dan +2
atau -2 < DW +2
4. Uji Asumsi Klasik Homos-
kedastisitas, terjadi jika titik-titik
hasil pengolahan data pada
diagram pencar (scatter plot)
menyebar di bawah ataupun di
atas titik origin (angka 0) pada
sumbu Y dan tidak mempunyai
pola yang tertentu.
Selain uji regresi, untuk
mengetahui keeratan hubungan antar
variabel independen dengan populasi
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 9
cacing tanah dilakukan analisis
korelasi Pearson. Untuk menguji
signifikansi konstanta dari setiap
variabel independen dilakukan uji t
dan pengambilan kesimpulan
dilakukan berdasarkan nilai
probabilitas (≤ 0,05).
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Lahan Pertanaman
Kentang di Kecamatan Kejajar
Penentuan titik sampel pada
penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik stratified
random sampling. Parameter yang
menjadi pertimbangan dalam
menentukan titik sampel diantaranya
adalah bentuk lahan, penggunaan
lahan, jenis tanah, dan kontur. Selain
itu, akses jalan juga menjadi
pertimbangan agar memudahkan
peneliti dalam mencapai titik sampel
yang dituju. Hal ini dapat
ditunjukkan pada Gambar 4.1 di
bawah ini.
Gambar 4.1. Peta Satuan Lahan Penelitian
Hasil wawancara dengan
petani penggarap lahan pertanaman
kentang menunjukkan bahwa pupuk
digunakan pupuk kandang (berasal
dari kotoran ayam) dan pupuk kimia
sintetis (Urea dan TSP). Berdasarkan
rujukan Departemen Pertanian, dosis
pupuk yang dianjurkan untuk
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 10
budidaya tanaman kentang adalah
20-30 ton/ ha pupuk kotoran ayam,
200-300 kg/ha pupuk urea, dan 200-
250 kg/ha pupuk TSP, tetapi petani
menggunakan pupuk melebihi
ukuran normal menjadi 40 ton/ha
pupuk kotoran ayam yang masih
mentah, 500 kg/ha pupuk urea dan
300 kg/ha pupuk TSP.
B. Fisik-Kimia Tanah Akibat
Pemupukan
Pada petak pengamatan suhu dan
kelembaban tanah tidak me-
nunjukkan perbedaan antara lahan
yang sudah diolah lebih dari 5 tahun
dengan yang sudah diolah kurang
dari 5 tahun Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Analisis Sifat Fisik-Kimia
Tanah pada Lahan yang diolah
kurang dan lebih dari 5 tahun
Catatan:
Lokasi 1: Pengolahan lahan selama 8 tahun; Lokasi 2: Pengolahan lahan selama 6
tahun;Lokasi 3: Pengolahan lahan selama 8 tahun; Lokasi 4: Pengolahan lahan
selama 2 tahun;Lokasi 5: Pengolahan lahan selama 1 tahun; Lokasi 6: Pengolahan
lahan selama 2 tahun.
No.
Sifat Fisik-
Kimia
Tanah
Hasil Analisis
Lokasi
1
Lokasi
2
Lokasi
3
Lokasi
4
Lokasi
5
Lokasi
6
1 Suhu (0C) 18.0 18.0 18.0 18.0 18.0 18.0
2
Kelembaban
(%) 44.5 44.5 44.5 44.5 44.5 44.5
3 pH 4.52 4.50 4.69 5.79 5.97 5.62
4
Bahan
Organik (%) 6.89 6.88 6.92 7.03 7.08 6.97
5 N total (%) 0.54 0.54 0.54 0.50 0.48 0.49
6
P tersedia
(me/100 g) 0.39 0.39 0.39 0.37 0.36 0.38
7
K tersedia
(%) 0.22 0.22 0.22 0.20 0.19 0.20
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 11
Analisis pengukuran pH
tanah menunjukkan hasil bahwa
lahan yang diolah lebih dari 5 tahun
(Lokasi 1,2,3) memiliki tanah yang
lebih asam (pH lebih rendah) yaitu
4,52, 4,50, dan 4,69 dibandingkan
lokasi 4, 5, dan 6 yang baru diolah
kurang dari 5 tahun (pH 5,79, 5,97,
dan 5,62). Penurunan pH tanah
tersebut diakibatkan oleh peng-
gunaan pupuk anorganik (kimia) dan
pupuk organik (kandang) secara
berlebihan dalam jangka waktu yang
lebih lama. Pemberian pupuk kimia
yang mengandung unsur N (Urea)
dalam jumlah yang besar selain dapat
meningkatkan kadar nitrogen di
dalam tanah, juga dapat meng-
akibatkan tanah menjadi asam.
Analisis kandungan bahan
organik menunjukkan bahwa lahan
yang sudah diolah lebih dari 5 tahun
(lokasi 1, 2, dan 3) memiliki
kandungan bahan organik lebih
rendah daripada lahan yang baru
diolah kurang dari 5 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa lama waktu
penggunaan lahan untuk kegiatan
pertanian mempengaruhi kandungan
bahan organik. Bila lahan ditanami
terus menerus, maka kadar bahan
organik tanah makin lama akan
menurun karena digunakan untuk
keperluan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Kegiatan
pemupukan juga berpengaruh
terhadap penurunan bahan organik di
dalam tanah. Pada umumnya, kadar
C-organik tanah menurun seiring
dengan meningkatnya dosis pupuk
urea yang diberikan. Penurunan
kadar C-organik tanah ini me-
nunjukkan bahwa aktivitas
mikroorganisme untuk merombak
pupuk organik meningkat sejalan
dengan meningkatnya pupuk urea
yang diberikan. Selain itu, penurunan
bahan organik dalam tanah juga
dapat disebabkan oleh laju
dekomposisi bahan organik yang
berlangsung cepat akibat suhu udara
dan tanah serta curah hujan yang
tinggi. Curah hujan yang tergolong
tinggi di Kecamatan Kejajar, juga
dapat mengakibatkan pencucian
bahan organik terlarut.
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 12
C. Tingkat Kepadatan Populasi
Cacing Tanah sebagai
Bioindikator Pencemaran
Tanah
Hasil identifikasi cacing
tanah pada petak pengamatan
menunjukkan keberadaan cacing
tanah jenis Pheretima sp. pada lahan
yang baru diolah sebagai lahan
pertanian. Hal ini karena pada lahan
tersebut belum terjadi penumpukan
residu pupuk dan pengolahan tanah
yang relatif lama. Lain halnya pada
lahan pertanian yang sudah lebih dari
5 tahun pengolahan tidak ditemukan
cacing tanah. Hal ini dapat
ditunjukan pada Gambar 4.2.dan
Tabel 4.2.
Gambar 4.2. Lahan pertanian
kentang yang baru diolah ( < 5
tahun) dan Cacing tanah Pheretima
sp. (kiri); Lahan pertanian kentang
yang telah diolah > 5 tahun dan tidak
ditemukan cacing (kanan).
Berdasarkan Tabel 4.2.
terdapat perbedaan yang signifikan
antara petak pengamatan di lahan
yang sudah diolah lebih dari 5 tahun
dengan petak pengamatan di lahan
yang diolah kurang dari lima tahun.
Cacing tanah dijumpai pada lokasi 4,
5, dan 6, yaitu pada lahan yang baru
diolah kurang dari 5 tahun.
Berdasarkan hasil analisis sampel
tanah diperoleh bahwa lokasi
tersebut memiliki pH tanah
mendekati 6, dimana nilai pH
tersebut cocok untuk habitat cacing
tanah yang memerlukan tanah
sedikit asam sampai netral (pH 6-
7,2).
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 13
Tabel 4.2. Rekapitulasi skoring
keberadaan cacing
tanah
Titik
Sampel Skoring
Titik
Sampel Skoring
(Olah
Lahan > 5
thn)
(Olah
Lahan < 5
thn)
I.1.1 0 IV.1.1 2
I.1.2 0 IV.1.2 2
I.2.1 0 IV.1.3 2
I.2.2 0 IV.2.1 1
I.3.1 0 IV.2.2 1
I.3.2 0 IV.2.3 1
II.1.1 0 IV.3.1 1
II.1.2 0 IV.3.2 1
II.2.1 0 IV.3.3 1
II.2.2 0 V.1.1 2
II.3.1 0 V.1.2 2
II.3.2 0 V.2.1 2
III.1.1 0 V.2.2 1
III.1.2 0 V.3.1 1
III.1.3 0 V.3.2 1
III.2.1 0 VI.1.1 1
III.2.2 0 VI.1.2 1
III.2.3 0 VI.2.1 1
III.3.1 0 VI.2.2 1
III.3.2 0 VI.3.1 0
III.3.3 0 VI.3.2 0
Rerata 0b 1.19a
Keterangan: angka yang diikuti
huruf yang sama dalam
satu baris tidak
menunjukkan beda nyata
berdasarkan uji t pada
taraf 5%.
Selain itu, kandungan bahan
organik yang lebih tinggi di lokasi
4,5, dan 6 dapat mendukung habitat
cacing tanah, sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Soepardi (1983)
bahwa tanah dengan bahan organik
tinggi merupakan habitat yang
disukai oleh cacing tanah.
Kegiatan pengolahan tanah
meliputi pembersihan tanah, pen-
cangkulan, pembuatan lubang,
garitan tanah serta pembukaan dan
penimbunan lahan akan mengganggu
habitat binatang tanah termasuk
cacing tanah terutama yang hidup di
permukaan tanah. Hal ini dibuktikan
oleh rendahnya densitas populasi
cacing tanah pada lokasi 1,2, dan 3
dimana telah dilakukan pengolahan
lahan yang lebih lama daripada
lokasi 4,5,dan 6 (Tabel 4.2).
Keberadaan cacing tanah
dipengaruhi oleh sifat fisik-kimia
tanah sebagai habitatnya. Rendahnya
populasi cacing tanah (tidak
ditemukan sama sekali) di lokasi 1,2,
dan 3 disebabkan oleh perubahan
sifat fisik-kimia tanah akibat
pengolahan tanah secara intensif
dalam jangka waktu yang lama (lebih
dari 5 tahun) dengan menggunakan
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 14
pupuk kimia dan organik.
Penggunaan pupuk kimia dan
organik dalam jumlah berlebih dan
jangka waktu yang lama akan
berakibat pada menurunnya pH dan
kandungan bahan organik tanah.
Tanah yang terlalu masam dan bahan
organik yang rendah mengakibatkan
tanah tidak kondusif untuk habitat
cacing tanah, sehingga cacing tanah
tidak dapat beradaptasi kemudian
beremigrasi atau mati.
Cacing tanah dijumpai pada
lokasi 4, 5, dan 6, yaitu pada lahan
yang baru diolah kurang dari 5 tahun.
Berdasarkan hasil analisis sampel
tanah diperoleh bahwa lokasi tersebut
memiliki pH tanah mendekati 6,
dimana nilai pH tersebut cocok untuk
habitat cacing tanah yang me-
merlukan tanah sedikit asam sampai
netral (pH 6-7,2). Selain itu,
kandungan bahan organik yang
lebih tinggi di lokasi 4,5, dan 6
dapat mendukung habitat cacing
tanah, sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Soepardi (1983)
bahwa tanah dengan bahan organik
tinggi merupakan habitat yang
disukai oleh cacing tanah.
D. Analisis Pengaruh Faktor
Kondisi Tanah Tercemar
terhadap Populasi Cacing
Tanah
Pengaruh faktor kondisi tanah
tercemar oleh penggunaan pupuk
berlebihan terhadap densitas populasi
cacing tanah dianalisis dengan
menggunakan analisis regresi linier
berganda. Berdasarkan hasil uji
multikolinieritas penelitian ini,
diperoleh nilai koefisien collinearity
statistics tolerance berkisar antara
0,063-0,243 yang berarti lebih besar
dari derajat signifikansi yang di-
tetapkan yaitu 5% atau 0,05,
sedangkan semua nilai VIF (variance
inflation faktor) masing-masing
variabel bebas mempunya nilai
antara 4,115-15,873 yang besarnya
kurang dari 20 (Tabel 4.3). Dengan
demikian persamaan regresi linier
berganda valid untuk digunakan.
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 15
Tabel 4.3. Nilai R square, Tolerance, dan VIF variabel bebas
Gambar 4.3. Normal P-P Plot Regression Standardized Residual
Persamaan regresi linier berganda
dinyatakan terbebas dari autokorelasi
apabila nilai Durbin-Watson (DW)
terletak diantara -2<DW<2. Pada
penelitian ini, hasil perhitungan nilai
Durbin-Watson menunjukkan angka
1,860938 yang artinya nilai tersebut
terletak diantara -2 dan +2. Dengan
demikian persamaan regresi linier
berganda valid untuk digunakan.
Hasil pemrosesan data
menunjukkan hasil bahwa persebaran
data variabel bebas dalam penelitian
ini mengikuti garis lurus diagonal
pada diagram P-P Plot of
Standardized Residual yang berarti
persebaran datanya mengikuti
kriteria distribusi normal (Gambar
4.3).
Variabel
bebas pH
bahan
organik
N
total
P
tersedia
K
tersedia
Lama
pengolahan
tanah
R square 0.937 0.757 0.769 0.885 0.879 0.884
Nilai
Tolerance 0.063 0.243 0.231 0.115 0.121 0.116
VIF 15.873 4.115 4.329 8.696 8.264 8.621
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 16
Dengan demikian persamaan
regresi linier berganda valid untuk
digunakan. Sedangkan hasil uji
homoskedastisitas penelitian ini
menunjukkan sebaran titik-titik yang
acak dan tidak berpola yang artinya
terjadi homoskdastisitas (Gambar
4.4).
Gambar 4.4. Scatterplot hubungan antara nilai variansi hasil penelitian dengan
variansi hasil prediksi.
Tabel 4.4. Analisis Regresi Linier Berganda Pengaruh Pengolahan Lahan dan
Kondisi Tanah yang Tercemar terhadap Populasi Cacing Tanah
derajat
bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
hitung Pr>F
Regresi 8 18.93 2.37 34.56
6.98E-
14 *
Error 35 3.19 0.09
Total 43 22.12
Keterangan: * menunjukkan beda nyata berdasarkan uji anova pada taraf 5%
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 17
Koefisien
regresi
Standard
Error
t
hitung
P-
value Keterangan
Intersep 1.827 7.446 0.245 0.808
Variabel
Independen
pH
0.644
0.287
2.241
0.031
*
Bahan
Organik
(%)
0.205 0.955 0.214 0.831
N total 8.553 3.015 2.837 0.008 *
P tersedia -33.420 13.183 -2.535 0.016 *
K tersedia 13.304 9.128 1.458 0.154
Lama
pengolahan
lahan
-0.104 0.046 -2.231 0.032 *
Keterangan: * menunjukkan koefisien regresi yang signifikan berdasarkan uji t
pada taraf 5%
Berdasarkan hasil uji regresi
linier berganda, diperoleh hasil
bahwa koefesien regresi yang
signifikan adalah variabel indepen
pH, N total, P tersedia, dan lama
pengolahan lahan, sehingga di-
peroleh persamaan sebagai berikut:
Y= 0,644 X1 + 8,533 X3 – 33,420 X4
– 0,104 X6 ; R2 = 0,73
Catatan:
Y = densitas populasi cacing
tanah; X1 = pH tanah; X2 =
kandungan bahan organik (%); X3 =
N total (%); X4 = P tersedia (ppm);
X5 = K tersedia (%); X6 = lama
pengolahan tanah.
Persamaan tersebut me-
nunjukkan bahwa lama pengolahan
tanah dan faktor tanah berupa N
total, P-tersedia dalam tanah, dan pH
tanah berpengaruh terhadap densitas
populasi cacing tanah sebesar 73%
dan 27% dipengaruhi oleh variabel
bebas lain yaitu kandungan bahan
organik dan K tersedia.
Analisis korelasi Pearson
menunjukkan adanya hubungan yang
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 18
erat antar semua variabel independen
(pH tanah, kandungan bahan organik,
N total, P tersedia, K tersedia, dan
lama pengolahan tanah) dengan
densitas populasi cacing tanah.
Berdasarkan nilai koefisien korelasi
Pearson diperoleh bahwa kandungan
bahan organik dan pH tanah
berkorelasi positif dengan populasi
cacing tanah dengan nilai r=0,75 dan
r=0,89. Selain korelasi positif,
diperoleh juga korelasi negatif antara
N total, P tersedia, K tersedia, dan
lama pengolahan lahan dengan
populasi cacing tanah dengan nilai
berturut-turut r=-0,53, r=-0,76, r=-
0,66, dan r=-0,82.
V. KESIMPULAN
1. Pengolahan tanah dengan
menggunakan pupuk kimia dan
organik selama lebih dari 5 tahun
secara signifikan menurunkan pH
dari 5,97 menjadi 4,50 dan
kandungan bahan organik tanah
dari 7,08% menjadi 6,88%.
2. Penurunan pH dan kandungan
bahan organik akibat pengolahan
tahan dengan menggunakan
pupuk berlebihan berpengaruh
pada penurunan populasi cacing
tanah (Pheretima sp.) pada lahan
yang sudah digunakan sebagai
pertanaman kentang selama lebih
dari 5 tahun dari 5 ekor/m2
menjadi 0 ekor/m2.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1998. Laporan Tahunan
Kabupaten Wonosobo.
Wonosobo.
Anonim. 2002. Inventarisasi Data
Teknis Kawasan Dieng
Kabupaten Wonosobo.
Wonosobo.
Anonim. 2004. Petunjuk Teknis
Pengamatan Tanah. Balai
Penelitian Tanah. Bogor.
Bierman, P. 2007. Ohio Soil Health
Card. Centers at Piketon,
Ohio State Univ.
<http://www.ag.ohio-
JURNAL REKAYASA LINGKUNGAN VOL.16/NO.2/OKTOBER 2016 Page 19
state.edu/-pre>. Diakses
tanggal 25 Agustus 2014.
Ghabbour, S. I., J.P.C. Da Fonseca,
W.Z.A. Mikhail, and S.H.
Shakir. 1985. Differentation
of Soil Fauna in Desert
Agriculture of the Mariut
Region . Biol Fort Soil. 1: 9-
14.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri
Tanah. Bogor: 85-107; 547-
554.
Sugiono. 2007. Metode Penelitian
Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Alfabeta.