i03_beny jambi_kajian identifikasi dan klasifikasi tingkat kerusakan lahan akibat kebakaran hutan...

Upload: beny

Post on 30-May-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    1/61

    DEPARTEMEN KEHUTANAN DAN PERKEBUNANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

    BALAI TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAIAlamat : Jl. Ahmad-Yani Pabelan PO.BOX. 295 Surakarta. 57102

    BTPDAS

    09 34.5

    03 2000

    LAPORAN

    KAJIAN IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TINGKAT

    KERUSAKAN LAHAN AKIBAT KEBAKARAN HUTAN

    DENGAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG

    PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI

    PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

    KAWASAN BARAT INDONESIA

    1999/2000

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    2/61

    ii

    KAJIAN IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TINGKAT

    KERUSAKAN LAHAN

    AKIBAT KEBAKARAN DENGAN TEKNIK

    PENGINDERAAN JAUH DAN SIG

    Oleh :

    Beny Harjadi, C.Nugroho, S.P. dan Teguh Setiaji

    RINGKASAN

    Lahan bekas kebakaran berakibat kurangnya unsur hara, hilangnya humus ataubahan organik dari tanah serta rusaknya sifat fisik dan kimia tanah bagi pertumbuhantanaman. Pemanfaatan kembali lahan tersebut sesuai dengan peruntukkan semuladiperlukan tenggang waktu lama dan pengolahan tanah yang memadai. Kajian inidimaksudkan untuk melihat permasalahan lahan dan identifikasi penyebab kebakaran

    juga tingkat kerusakannya. Lokasi penelitian terletak di Kota Jambi Propinsi Jambi, berdasarkan indeks

    peta rupa bumi skala 1:25.000 sampai 1:50.000, kota Jambi terletak pada koordinat103o 30 00 BT - 104o 45 00 BT dan 1o 15 00 LS - 2o 00 00 LS. Pada lahan bekaskebakaran dideteksi dengan menggunakan empat citra yaitu 2 dari citra Landsat(Landsat 1,2,3 satu skene dan Landsat TM satu kwadran) serta 2 citra NOAA.

    Kondisi lokasi Jambi pada kawasan dan diluar kawasan hutan sebagian besarbergambut. Daerah bergambut berjenis tanah Organosol (Histosols) dan Glei humusdengan tebal solum diatas 200 cm. Sedangkan pada tanah an-organik (mineral)sebagian besar berjenis tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisols).

    Fisiografi lahan dengan topografi datar (0-8%) yang berdekatan dengan laut.

    Sebagian besar daratan bertopografi berombak sampai berbukit (8-25%). Ketinggiantempat antara 0 - 75 m dpl (dari permukaan laut). Curah hujan berkisar antara 2000 -2500 mm/th dengan tipe iklim A menurut Schimdt dan Ferguson.

    Daerah yang terbakar di Jambi seluas 19.306,07 ha, meliputi kawasan hutan6.673,27 ha dan diluar kawasan hutan 12.632,80 ha. Kawasan hutan yang terbakartermasuk didalamnya hutan lindung (500 ha), hutan produksi (5.417,27 ha), tamannasional (572 ha), dan taman hutan raya (130 ha). Selanjutnya diluar kawasan hutanyang terbakar meliputi Perkebunan (7.211,80 ha), Transmigrasi (1.464 ha), dan Lahanmasyarakat (3.457 ha).

    Asal api kebakaran dimungkinkan dari beberapa sebab, antara lain : Ladangmasyarakat, Pembakaran dalam rangka pembersihan badan jalan, Penebangan kayu liar

    atau perambah hutan, Percikan dari perkebunan yang berbatasan, Menyala tiba-tibatanpa sebab yang jelas, Bukaan peladang (berpindah), dan Pembakaran disengaja.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    3/61

    iii

    Pemantauan atau deteksi kondisi lahan bekas terbakar dengan menggunakancitra satelit akan semakin akurat jika dipenuhi beberapa syarat sebagai berikut : menggunakan citra satelit yang terbaru. menggunakan citra satelit yang pengambilan gambarnya dilakukan pada musim

    panas (bulan April sampai September).

    relatif sedikit distorsi gangguan atmosfer (awan, hujan dll) atau pada batas yangmasih dapat ditolerir ( < 10%).Kanal 2 pada Landsat TM tahun 1992 merupakan kanal dinamis yang dapat

    memantau obyek muka bumi secara sempurna, walaupun masing-masing kanal memilikikepekaan yang berbeda. Sedangkan citra Landsat TM tahun 1997 untuk kanal 6 dankanal 3 merupakan kanal yang dinamis untuk memantau daerah rawan terbakar danpenutupan vegetasi.

    Hasil klasifikasi berbantuan menunjukkan bahwa kondisi Jambi taun 1992 dan1997 sebagian besar lahan pertanian (25 % dan 38 %) dan selanjutnya hutan sekunder(41,4 % dan 32,7 %). Perbedaan pada kondisi tahun 1992 dan 1997 untuk Hutan primerdan Semak belukar. Dimana semak belukar meningkat atau bertambah dari 15,6 %

    menjadi 21,3 %. Sedangkan hutan primer dari tahun 1992 ke 1997 menurun dari 17,6 %menjadi 7,9 %. Hal tersebut mengindikasikan adanya penebangan kayu pada hutan primer besar-besaran dan selanjutnya ditinggalkan merana menjadi semak belukartanpa ada pengelolaan lebih lanjut.

    Prosentase besarnya lokasi yang terbakar berat yaitu sebesar 19% (79.864 ha),terbakar ringan 38% (159.728 ha), dan tidak terbakar 43% (180.744 ha). Prosentasekerusakan menyebar atau pada daerah yang mengalami kebakaran berat, hanya terjadi pada daerah gambut. Selanjuntnya Kampung, Gambut, Tegal dan Hutan masing-masing telah mengalami kebakaran pada tingkat ringan dan sedang yaitu sebesar :Kampung (22% dan 6%), Gambut (8% dan 14%), Tegal (9% dan 12%) serta Hutan (4%dan 6%).

    Kata Kunci : Kebakaran, Citra Landsat, GIS, Gambut, Hutan, Klasifikasi Citra

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    4/61

    iv

    KATA PENGANTAR

    Maksud kegiatan kajian berikut untuk Identifikasi lahan dan Klasifikasi tingkat

    kerusakan dalam rangka inventarisasi potensi lahan yang tersisa serta besarnya kerugian

    material dan kerusakan lahan. Hal tersebut dimaksudkan pengelolaan rehabilitasi lahanbekas kebakaran agar dapat berfungsi secara lestari dan optimal kembali sesuai dengan

    peruntukkannya.

    Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka dengan telah selesainya laporan

    tentang KAJIAN IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI TINGKAT KERUSAKAN LAHAN

    AKIBAT KEBAKARAN DENGAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG kami

    ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

    1. Atasan Langsung Kegiatan Pengkajian dan Penerapan Hasil PenelitianBTPDAS Surakarta, Ir. Djoko Tri Hardjanto beserta Staf yang telahmembantu pengalokasian dana dan koordinasinya, sehingga penelitian inidapat selesai tepat pada waktunya.

    2. Seluruh Staf dan Karyawan HPH dan HPHTI di Jambi, Dinas KehutananTingkat I Jambi dan Dinas Perkebunan Tingkat I Jambi, serta Kanwil

    Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Jambi, BIPHUT dan BRLKT Jambi,atas segala dukungan yang telah diberikan sehingga kegiatan survai dapatterlaksana dengan baik.

    3. Tim yang telah menyusun dan menyelesaikan kajian ini, antara lain : Ir.Beny Harjadi, MSc dan Ir. C.Nugroho, S.P., MSc. yang telah menulis

    laporan ini dan kegiatan lainnya, Teguh Setiaji, S.Hut. dan R.BambangWMP serta rekan-rekan lain yang terlibat secara langsung maupun tidaklangsung kegiatan di kantor dan juga survai di lapangan.

    4. Seluruh StafBTPDAS yang telah mendukung kelancaran penyelesaian teknismaupun non teknis sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.

    Akhirnya laporan berikut tidak terlepas dari segala kekurangannya, sehingga

    saran dan kritik dalam rangka meningkatkan kualitas penelitian dimasa yang akan datang

    sangat kami harapkan.

    Kepala Balai,nnnnn

    Dr.Ir.D.Mulyadhi, MSc.NIP. 080 057 527

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    5/61

    v

    DAFTAR ISI

    Hal

    RINGKASAN. iiKATA PENGANTAR iv

    DAFTAR ISI.. vDAFTAR TABEL.. viDAFTAR GAMBAR.. viiiDAFTAR LAMPIRAN.. ix

    I. PENDAHULUAN.. 1

    A. Latar Belakang.. 1

    B. Maksud dan Tujuan.. 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA 4

    A. Sinyal Radiometri 4 1. Distorsi Citra Satelit.. 4

    2. Tampilan Refleksi Permukaan dengan Panjang Gelombang. 6

    3. Histogram Refleksi Spektral Obyek Muka Bumi.. 8

    4. Band Spektral untuk Obyek Tanah dan Vegetasi.. 10

    B. Analisa Citra Satelit. 12

    1. Histogram Perbaikan Warna Tampilan Citra. 12

    2. Pengkelasan Secara Metrik 14

    3. Klasifikasi Berbantuan dan Tidak Berbantuan. 16

    III. METODOLOGI. 17

    a. Informasi Sumber Data Dasar 17

    b. Parameter yang diamati.. 19

    c. Survai Lapangan 19

    d. Analisa Data... 19

    e. Pemetaan.. 20

    IV. DESKRIPSI LOKASI 22

    A. Lokasi Jambi. 22

    B. Lokasi Kebakaran. 25

    1. PT.Putra Duta Indah Wood (PDIW) 332. PT. Wirakarya Sakti (WKS).. 35

    3. PT. Dyera Hutan Lestari (DHL) 35

    4. PT. Wanakasita Nusantara (WKN) . 37

    5. PT. Rimba Karya Indah (RKI) 37

    V. PELAKSANAAN KEGIATAN.. 38

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    6/61

    vi

    1. Studi Literatur dan Pembuatan RPTP 38

    2. Persiapan dan Inventarisasi Kebutuhan Peta 38

    3. Deliniasi Peta 39

    4. Survai Utama dan Pengambilan Sampel.. 39

    5. Analisa Citra Satelit dan Aplikasi SIG 40 6. Analisa Sampel dan Data. 41

    7. Survai Akhir dan Evaluasi 41

    8. Pembuatan Data Base, Pemetaan dan Pelaporan. 41

    VI. HASIL DAN

    PEMBAHASAN..

    42

    A. Penyebab Kebakaran dan Penanggulangannya 42

    B. Kerugian Akibat Kebakaran 43

    C. Hasil Analisa Citra Landsat TM.. 46

    D. Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan.. 51

    E. Identifikasi Kerusakan Lahan.. 55

    F. Klasifikasi Tingkat Kerusakan dan Besarnya Kerugian 57

    G. Inventarisasi Kondisi Lahan Bekas Terbakar.. 61

    V. KESIMPULAN.. 64

    A. Kesimpulan. 64

    B. Saran 65

    DAFTAR PUSTAKA.. 66

    LAMPIRAN. 67

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    7/61

    vii

    DAFTAR TABEL

    Hal

    1. Titik-titik Lokasi Kejadian Kebakaran di Jambi Tahun 1997 232. Karakteristik Citra Tahun 1992 dan 1997. 233. Kondisi Lahan Sebelum dan Setelah Kejadian Kebakaran di Jambi. 324. Citra Satelit Landsat 1, 2, 3 Tahun 1992 485. Citra Satelit Landsat TM Tahun 1997 496. Klasifikasi Tak Berbantuan Citra Landsat Tahun 1992 dan 1997. 537. Hasil Klasifikasi Berbantuan Citra Landsat tahun 1992 dan 1997 578. Tingkat Kerusakan Lahan dari Hasil Analisis Klasifikasi Berbantuan.. 579. Inventarisasi Kondisi Lahan Bekas Terbakar 61

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    8/61

    viii

    DAFTAR GAMBAR

    Hal

    1. Distorsi Citra Satelit : Adanya Transmisi, Absorbsi, dan Refleksi Obyek.. 52. Tampilan Refleksi Permukaan dengan Panjang Gelombang.. 73. Histogram Refleksi Spektral Obyek Muka Bumi 94. Band Spektral untuk Obyek Tanah dan Vegetasi 135. Histogram Perbaikan Warna Tampilan Citra.. 156. Pengkelasan Secara Metrik. 177. Contoh Satelit Pemantau Cuaca dan Pengamatan Sumber Daya Bumi.. 188. Sinyal Reflektan yang Diwujudkan dari Nilai Digital Sebagai Ciri

    Spesifik Karakter Obyek di Muka Bumi.. 219. Citra Landsat Seperempat Skene 2410. Kebakaran Terbesar di Jambi Tahun 1997 Seluas 19.306,07 Hektar.. 2511. Hot Spot Kebakaran Bulan Juli 1997 2612. Hot Spot Kebakaran Bulan Agustus 1997 2713. Prosentase Kawasan Hutan Terbakar di Jambi Tahun 1997 3114. Prosentase Hutan Produksi Terbakar, di Jambi Tahun 1997 3115. Prosentase Kebakaran diluar Kawasan Hutan, di Jambi Tahun 1997.. 3416. Prosentase Kebakaran Lokasi Perkebunan, di Jambi Tahun 1997 3417. Lokasi Kebakaran Tahun 1997 Milik HPH dan HPHTI di Jambi 3618. Citra Landsat Beberapa Lokasi Kebakaran Berdasarkan Informasi Hot

    Spot Citra NOAA. 44

    19. Gabungan Citra Landsat 1992, Peta HPH dan Citra NOAA 1997 di Jambi. 4720. Prosentase Perubahan Penutupan Lahan di Jambi dari Tahun 1992 sampai

    1997.. 54

    21. Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan 5622. Prosentase Luas pada Masing-Masing Tingkat Kerusakan Akibat

    Kebakaran 58

    23. Citra Landsat Hasil Klasifikasi Berbantuan pada Liputan Kebakaran. 62DAFTAR LAMPIRAN

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    9/61

    ix

    Hal

    1. Prosentase Kebakaran Milik HPHTI, di Jambi Tahun 1997 672. Prosentase Kebakaran pada Unit Pemukiman Transmigrasi Tahun 1997 673. Data Tekstur Tanah dan Sifat Kimia Tanah di PT. WKS (Wana Kasita

    Nusantara).68

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    10/61

    x

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kebakaran besar yang melanda kawasan hutan dan sekitarnya meliputi sebagian

    besar Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya telah menimbulkan kerugian yang amat besar.

    Disamping itu juga berdampak pada kerusakan lingkungan akibat kabut asap, selanjutnya

    untuk reklamasi atau penanaman kembali tanaman hutan memerlukan waktu yang lama

    dalam rangka menciptakan iklim mikro seperti keadaan sebelumnya.

    Berbeda dengan bencana yang disebabkan oleh hama dan penyakit, kebakaran

    hutan dapat memusnahkan atau berkurangnya hutan dalam waktu singkat dan satuan luas

    dengan jumlah kerugian yang besar. Sebagai contoh pada kebakaran hutan yang terjadi

    pada tahun 1983 telah memusnahkan 3,6 juta hektar di Kalimantan mengakibatkan

    kerugian negara sebesar US $ 5,6 Milyar sampai 7,4 Milyar (SubDit Kebakaran Hutan

    Ditjen PHPA, 1998). Kebakaran hutan disamping telah menyebabkan bencana kerugian

    beribu-ribu hektar dan kehilangan produksi hasil hutan yang tinggi juga terjadi gangguan

    asap dari bahan terbakar yang akan mengganggu kesehatan penduduk.

    Kebakaran hutan sejak awal tahun sembilan puluhan terjadi setiap tahun, dimana

    luas kebakaran hutan terkecil terjadi pada tahun 1996 seluas 6.705,58 hektar dan terluas

    pada tahun 1997 seluas 201.145,55 hektar (Subdit Kebakaran Hutan Ditjen PHPA, 1998).

    Kebakaran hutan tidak hanya terjadi pada kawasan hutan saja tetapi telah merembet ke

    daerah sekitarnya yaitu meliputi : Pertanian lahan kering, Budidaya pertanian, Pertanian

    transmigran, Penanaman, Pemukiman transmigrasi, Daerah penghutanan kembali, Kebun

    karet dan Hutan alam.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    11/61

    xi

    Tahun 1997 merupakan tahun keprihatinan bagi Indonesia, dimana musim

    kemarau menjadi lebih panjang dan lebih kering dari biasanya sebagai dampak dari

    gejala cuaca yang lebih dikenal dengan istilah El-Nino. Kemarau panjang dan kering ini

    mengakibatkan kebakaran lahan (hutan dan non hutan) serta menimbulkan gangguan

    asap yang meluas kemana-mana bahkan sampai ke negara tetangga.

    Salah satu propinsi di Indonesia yang menjadi korban El-Nino adalah propinsi

    Jambi. Berdasarkan laporan para pemegang HPH yang disampaikan kepada Kanwil

    Dephutbun propinsi Jambi, pada tahun tersebut lahan di Propinsi Jambi yang terbakar

    seluas 19.305.27 ha meliputi kawasan hutan dan diluar kawasan hutan.

    Akibat yang ditimbulkan dari lahan bekas kebakaran adalah berkurangnya unsur

    hara, hilangnya humus atau bahan organik dari tanah serta rusaknya sifat fisik dan kimia

    tanah bagi pertumbuhan tanaman. Sehingga untuk pemanfaatan kembali lahan tersebut

    sesuai dengan peruntukkan semula diperlukan tenggang waktu lama dan pengolahan

    tanah yang memadai.

    Bertitik tolak dari permasalahan lahan bekas kebakaran maka diperlukan suatu

    Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan

    dengan Teknik Penginderaan Jauh dan SIG. Kajian tersebut dimaksudkan untuk

    melihat permasalahan lahan dan identifikasi penyebab kebakaran maupun juga tingkat

    kerusakannya sehingga dapat diklasifikasikan tingkat kemampuan lahan untuk

    pengelolaan dimasa mendatang. Adapun teknik yang dikembangkan dalam kajian ini

    adalah memadukan antara hasil analisa gambar dari citra satelit dengan dukungan variasi

    data lapangan serta aplikasi komponen SIG.

    B. Maksud dan Tujuan

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    12/61

    xii

    Maksud kajian ini adalah untuk Identifikasi lahan dan Klasifikasi tingkat

    kerusakan dalam rangka inventarisasi potensi lahan bekas terbakar serta besarnya

    kerugian material dan kerusakan lahan. Hal tersebut dimaksudkan pengelolaan

    rehabilitasi lahan bekas kebakaran agar dapat berfungsi secara optimal kembali sesuai

    dengan peruntukkannya.

    Tujuan kegiatan kajian ini lebih rinci, antara lain :

    a) Identifikasi kerusakan lahanb) Klasifikasi tingkat kerusakan dan besarnya kerugianc) Inventarisasi kondisi lahan bekas terbakar.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    13/61

    xiii

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Sinyal Radiometri

    1. Distorsi Citra Satelit

    Distorsi citra satelit disebabkan oleh kejadian alam khususnya atmosfer yang

    tidak dapat dihindarkan tapi perlu diperhitungkan dalam melakukan koreksi radiometri

    setiap citra satelit. Gangguan atau distorsi oleh atmosfer tersebut adalah adanya

    gangguan transmisi, absorbsi, dan refleksi (Gambar 1).

    Semakin tinggi sinar yang ditransmisi maka akan semakin menurun sinar yang

    direfleksikan, hal tersebut masih harus dilihat besarnya absorbsi pada setiap panjang

    gelombang tertentu. Absorbsi sinar terendah pada panjang gelombang sinar sekitar 1000

    nm. Sebaliknya tertinggi pada panjang gelombang sinar 500 nm.

    Dengan adanya transmisi, absorbsi dan refleksi oleh atmosfer pada sinar yang

    dipancarkan matahari dan ditangkap oleh satelit akan menyebabkan distorsi citra satelit

    yang dihasilkan. Distorsi yang disebabkan oleh perubahan intensitas sinar yang

    tertangkap oleh satelit dilakukan dengan koreksi radiometri. Dengan koreksi radiometri

    diharapkan sinar pantulan yang dihasilkan pada saat analisa radiometri dapat sesuai

    dengan pola umum untuk masing-masing obyek setiap kanal.

    Koreksi radiometri berbeda dengan koreksi geometri yang ditekankan pada

    pembetulan intensitas pencahayaan yang tertangkap dan didudukkan pada kondisi normal

    dengan kegiatan normalisasi citra yang dapat dilakukan dengan format yang telah ada

    atau menggunakan model buatan tertentu (Tejasukmana, 1998).

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    14/61

    xiv

    2. Tampilan Refleksi Permukaan dengan Panjang Gelombang

    Refleksi permukaan akan dipantulkan sempurna pada kondisi muka bumi

    dengan topografi yang relatif datar (Gambar 2). Sebaliknya sinar tidak akan dipantulkan

    pada kondisi topografi yang sangat bergelombang (kasar). Semakin sempurna pantulan

    sinar yang tertangkap satelit maka akan semakin mendekati dengan kondisi asli yang

    sebenarnya di lapangan. Sebaliknya semakin tidak ada pantulan sinar yang direfleksikan

    dan diterima oleh satelit maka akan menyebabkan kehilangan informasi karena gambar

    yang tampak adalah gelap (hitam).

    Perbedaan antara Band X (3-4 cm) dengan Band L (15-30 cm) akan berpengaruh

    terhadap sinar refleksi yang dikembalikan. Dimana dengan semakin panjangnya panjang

    gelombang walaupun kondisi lahannya kasar masih dimungkinkan untuk dipantulkan

    secara sempurna. Sebaliknya semakin rendah panjang gelombang yang rendah sinar

    refleksi akan dipantulkan secara sempurna untuk daerah yang benar-benar datar.

    Kondisi yang amat sangat kasar memungkinkan sinar pantulan tidak akan

    dikembalikan sama sekali untuk sinar dengan panjang gelombang yang relatif panjang

    (Band L). Sinar yang tidak dikembalikan mengakibatkan gambar yang terekam relatif

    gelap atau hitam, sehingga obyek membentuk bayangan hitam yang tidak nampak pola

    maupun teksturnya.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    15/61

    xv

    3. Histogram Refleksi Spektral Obyek Muka Bumi

    Refleksi spektral sebagai sinyal setiap obyek penutupan lahan atau penggunaan

    lahan tertentu mencirikan dengan baik perbedaan kenampakan sinar radiometri.

    Sehingga dengan demikian setiap kenampakan obyek muka bumi yang telah ditunjukkan

    oleh sinyal tersebut akan mempermudah memilahkan antara penamaan obyek satu

    dengan obyek lainnya (Gambar 3).

    Sebagai contoh untuk perbedaan antara tanah dalam keadaan terbuka dengan air

    dan salju maupun perbedaannya dengan tanah yang ada vegetasinya. Begitu juga

    vegetasi tersebut dapat dibedakan antara vegetasi sehat dengan yang sakit. Pendeteksiaan

    tersebut akan semakin mudah untuk citra satelit yang memiliki banyak kanal/band untuk

    satu kali proses perekaman gambar (Girard dan Girard, 1989).

    Walaupun demikian citra dengan sedikit kanal pun sudah cukup untuk

    membedakan antara obyek satu dengan obyek lainnya. Sebagai contoh untuk citra satelit

    SPOT memiliki tiga kanal dengan bentang sinar refleksi pada sinar tampak yaitu untuk

    kanal 1 (biru), kanal 2 (hijau), dan kanal 3 (merah). Sehingga yang perlu diperhatikan

    hanya histogram refleksi spektral pada kisaran sinar tampak saja. Dari gambar

    histogram tersebut dapat dilihat bahwa ke tujuh obyek dapat dibedakan secara nyata

    antara salju, vegetasi tanpa klorofil, vegetasi klorofil, vegetasi sakit, air berputar, air dan

    tanah. Pola refleksi sinyal spektral berlaku secara umum untuk semua obyek yang ada

    dimuka bumi. Sedangkan untuk jenis yang lebih spesifik tidak berbeda jauh dengan pola

    refleksi spektral yang berlaku secara umum.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    16/61

    xvi

    4. Band Spektral untuk Obyek Tanah dan Vegetasi

    Setiap satelit akan memiliki kepekaan band/kanal yang berbeda dan skala citra

    yang berbeda pula. Misalnya untuk Landsat MSS menggunakan kanal 4, 5, 6 dan 7

    sedangkan Landsat TM menggunakan kanal 1,2,3,4,5, dan 7 (Gambar 4). Semakin

    banyak kanal yang dimiliki oleh setiap citra maka akan semakin sempurna deteksi setiap

    obyek muka bumi. Sebagai contoh untuk citra satelit SPOT yang hanya memiliki kanal

    1, 2, dan 3 maka hanya mampu mendeteksi obyek bumi pada sinar tampak. Sedangkan

    Landsat mampu mendeteksi obyek diluar sinar tampak yaitu menggunakan kanal Infra

    Merah. Begitu juga untuk NOAA-AVHRR yang hanya memiliki 2 kanal hampir tidak

    dapat mengidentifikasikan obyek penutupan lahan secara sempurna. Disamping itu

    NOAA juga memiliki skala rendah, tetapi cakupan satu skene cukup luas, dan frekwensi

    pengambilan setiap hari 2 kali, mengakibatkan NOAA salah satu satelit yang baik untuk

    memantau perubahan kondisi secara amat sangat cepat khususnya perubahan iklim/cuaca.

    Perbedaan jendala-jendala panjang gelombang karena kapasitas jumlah kanal

    yang berbeda untuk masing-masing satelit akan mengakibatkan perbedaan refleksi sinar

    yang dihasilkan untuk setiap jenis obyek. Dari rentang panjang gelombang dan jumlah

    kanal yang dimiliki untuk citra satelit Landsat nampaknya memiliki kapasitas yang

    paling besar, yaitu mampu mendeteksi daerah yang tidak nampak oleh kasat mata karena

    malam hari atau sebab lain serta dapat memantau daerah yang memiliki potensi untuk

    terjadinya kebakaran yang ditangkap oleh kanal termik (Soemarsono, 1998).

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    17/61

    xvii

    B. Analisa Citra Satelit

    1. Histogram Perbaikan Warna Tampilan Citra

    Perbaikan citra satelit sebelum dilakukan analisis dengan komputer dimulai

    dengan perbaikan penampilan gambar citra satelit dengan berbagai fasilitas yang ada

    antara lain kejelasan, kontras, dan tingkat keabuan (Gambar 5). Penggambaran dinamik

    mengandung : histogram, LUT dari penggambaran, dan histogram penggambaran

    kembali. Selanjutnya karakteristik zone interes terdiri dari : penggambaran dinamik dan

    binarisasi.

    Tingkat inisial dan tingkat final memiliki nilai dari 0 sampai 255 yang

    menunjukkan grid tingkat keabu-abuan gambar tampilan. Dimana selalu membentuk

    kurva binari yaitu ada satu titik puncak dan dua titik ekstrim rendah (minimal) dan

    ekstrim tinggi (maksimal). Karakteristik zone interes yang selalu membentuk binarisasi

    dan menggambarkan pola dinamik merupakan karakter umum untuk setiap histogram

    pada saat melakukan perbaikan pada pembetulan tampilan warna pada citra satelit.

    Perbaikan dapat dilakukan satu kanal per kanal atau sekaligus semua kanal

    bersamaan. Untuk itu perlu juga diketahui bahwa Landsat 1, 2, 3 memiliki kaptor RBV

    ( Return Beam Vidicon) yang memiliki 3 Band (Kanal) dan satu kaptor MSS

    ( Multispectral Scanning System) dengan 4 band spektral yang beresolusi 56 x 79 m.

    Selanjutnya Landsat 4 dan 5 dengan kaptor yang sama pada MSS dengan band yang

    sama. Disamping itu ada kaptor TM (Thematic Mapper) dengan 7 band spektral : Band

    1 (450-520 nm), Band 2 (530-610 nm), Band 3 (620-690 nm), Band 4 (780-910 nm),

    Band 5 (1,57-1,78 m), Band 6 (10,4-12,6 m), dan Band 7 (2,10-2,35 m).

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    18/61

    xviii

    2. Pengkelasan Secara Metrik

    Pengkalasan secara metrik dapat ditempuh dengan 4 cara, yaitu (Gambar 6):

    a. Pengkelasan Quadratik

    Perhitungan menunjukkan kondisi ideal untuk

    Q = 1/p

    . -1

    Titik-titik untuk jarak yang sama dalam satu kelas terletak elipsoid memusat pada

    barisentrikkelas. Sumbu dari elipsoid paralel terhadap arah utama dari kabut untuk

    tiap-tiap kelas. Fungsi deskriminan pada kasus ini adalah jaraknya sendiri. Aturan

    keputusan konsisten terhadap tindakan satu titik citra pada kelas dimana jarak

    tersebut adalah minimum.

    b. Pengkelasan ElliptikKondisi sebelumnya ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut :

    qp = 1/p. (p)1/p

    Titik-titik pada jarak yang sama dalam suatu kelas terletak elipsoid memusat pada

    barisentrik kelas. Sumbu dari elipsoid paralel pada sumbu koordinat, dan

    panjangnya proporsional pada penyebaran. Aturan keputusan adalah sama dengan

    sebelumnya.

    c. Pengkelasan Barisentrik

    Pada beberapa algoritme kita definisikan untuk setiap kelas pada suatu kombinasi

    linier untuk distribusi penyebaran nyata yang berbeda atribut.

    d. Pengkelasan Berdekatan Tetangga

    Jarak yang digunakan eucludien, tanpa hipotesa pada distribusi atributnya. Jika

    diantara K lebih dekat bertetangga dari X (dalam ruang atribut), berada untuk suatu

    mayoritas mutlak titik yang terkait dengan contoh kelas Cq, dan titik X ditandai pada

    kelas Cq.

    e. Pengkelasan dengan Pendekatan Aritmatik

    Kelas didefinisikan oleh adanya data digital pada ruang atribut. Definisi domain pada

    setiap kelas dapat terbentuk oleh beberapa pasangan data digital. Metode ini

    digunakan sebagai tindakan interaktif.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    19/61

    xix

    3. Klasifikasi Berbantuan dan Tidak Berbantuan

    Mengolah data spektral dan tekstural dalam dimensi n.

    Kegiatan klasifikasi diawali dengan pemilihan obyek yang diperlukan, misalnya

    hutan dan berbantuan hutan serta jenis hutan. Klasifikasi terdiri dari dua metode :

    a) Klasifikasi tak berbantuan (Unsupervised Classification)Manfaat :

    sarana memperoleh gambar piktoral piksel yang belum terklasifikasikan estimasi parameter klasifikasi Maximum likelihood/Kesamaan maksimum

    b) Klasifikasi Berbantuan (Supervised Classification)1. klasifikasi dengan jarak minimum terhadap nilai rerata

    (minimum distance to means classification)

    2. klasifikasi batas minimum-maksimum(parallelipipedclassification)

    3. klasifikasi kesesuaian maksimum(maximum-likelihood/gaussianclassification).

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    20/61

    xx

    III. METODOLOGI

    a. Informasi Sumber Data Dasar

    Bahan dan Alat yang diperlukan antara lain : Citra Satelit, Foto Udara, Peta-

    peta, ARC-Info dan Erdas-Imagine. Adapun keperluan data dasar sebagai data sekunder

    untuk keperluan perencanaan sebelum melakukan identifikasi di lapangan, antara lain

    berupa citra satelit, beberapa peta, foto udara, dan berbagai sumber laporan. Citra NOAA

    untuk mendeteksi pada saat kebakaran telah terjadi, sedangkan citra SPOT atau Landsat

    untuk menganalisa, identifikasi dan klasifikasi kerusakan lahan setelah kebakaran.

    Perbedaan wahana citra satelit SPOT, Landsat dan NOAA dapat dilihat pada Gambar 7.

    Mengingat keunikan dan kekomplekan kondisi di Indonesia diperlukan juga

    beberapa informasi berupa peta-peta lokasi antara lain : Peta kawasan rawan, Peta

    ketersediaan pemadaman (alam atau buatan), Peta jalur evakuasi, dan Peta lain yang

    diperlukan sebelum, saat dan setelah kebakaran.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    21/61

    xxi

    METEOSAT 13.000 km

    NOAA 3.000 km

    LANDSAT 180 km

    1. Eropa 1977-19842. Geostationer 35.800 km3. Tetap/statis4. 30 menit sekali5. Vertikal6. Lebar 13.000 km7. Kanal 3 Band8. Resolusi/piksel 2,5-5 km

    9. 1:2.000.000-1:8.000.00010. Meteorologi & Agroklimat

    1. USA tahun 1978-19832. Orbit Heliosinkron 850 km3. Keliling 16 hari4. Berulang 12 jam sekali5. Vertikal6. Lebar 3.000 km7. Kanal 5 Band8. Resolusi/piksel 1 - 3 km

    9. 1:500.000-1:2.000.00010. Agroklimat & Bioklimat

    1. USA tahun 1972-19842. Heliosinkron 700-900 km3. Keliling 16-18 hari4. Periode ulang 16-18 hari5. Vertikal6. Lebar liputan 180 km7. Kanal 4 Band

    8. Resolusi 79 x 56 m9. 1:100.000-1:200.00010. Identifikasi kultur

    1. USA tahun 1982-19842. Orbit Heliosinkron 700 km3. Waktu keliling 16 hari4. Putaran ulang 16 hari5. Vertikal6. Lebar liputan 180 km7. Kanal 7 Band

    8. Piksel 30 m & 120 m (Band 6)9. 1:100.000-1:500.00010. Identifikasi kultur,

    Kartografi Tematik

    1. Perancis tahun 1986-19972. Orbit Heliosinkron 632 km3. Keliling 26 hari4. Periode ulang 26-35 hari5. Vertikal dan Oblik (Miring)6. Lebar liputan 60 km7. 3 Band XS & 1 Band P

    8. 20 m XS dan 10 m P9. 1:50.000-1:200.000 XS

    1:25.000-1:100.000 P10. Bioklimat, Identifikasi kultur,

    Kartografi tematik,Kartografi topografi

    1. Asal negara & Tahun pembuatan2. Orbit dan Altitude (Ketinggian)3. Waktu tempuh keliling Bumi4. Pengulangan lokasi yang sama5. Sudut pandang

    6. Luas pandang pengamatan7. Jumlah band spketral8. Resolusi (Ukuran Piksel/Elemen)9. Skala Peta10. Bidang penggunaan

    Meteosat

    NOAA

    Landsat

    1,2,3,4,5

    Landsat

    4-5

    SPOT

    WAHANA

    METEOSAT : Meteorologi SatelitLANDSAT :Land satelitNOAA :National Oceanographic and Atmospheric AdministrationSPOT : Satelit Probatoire Pour lObservation de la TerreGeostationer : Keliling bumi secara berulang dan tetapHeliosinkron : Keliling selaras dengan sinar matahari

    Gambar 7. Contoh Satelit Pemantau Cuaca dan Pengamatan Sumber Daya Bumi

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    22/61

    xxii

    b. Parameter yang diamati

    Parameter yang diamati meliputi areal yang terbakar dan tingkat kerusakan,

    meliputi : deliniasi areal yang terbakar

    deliniasi tingkat kerusakan klasifikasi tingkat kerusakan

    c. Survai Lapangan

    Sebelum Survai lapangan didahului dengan konsultasi ke beberapa instansi

    yang terkait dan orientasi menyeluruh daerah yang akan dikunjungi dengan citra

    satelit resolusi tinggi (Landsat atau SPOT). Survai lapangan dimasudkan untuk

    melengkapi data SIG dengan inventarisasi, identifikasi dan klasifikasi kerusakan dan

    jumlah kerugian.

    d. Analisa Data

    Analisa data, berupa data citra satelit untuk deteksi bekas kebakaran hutan dan

    identifikasi serta klasifikasi tingkat kerusakan, selanjutnya analisa data lapangan

    dengan berbagai informasi tentang inventarisasi potensi lahan dan kesesuaian

    pengembangan jenis tanaman baru dalam rangka aplikasi SIG.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    23/61

    23

    Dasar yang dipergunakan untuk analisa berpedoman pada sinyal radiometri

    masing-masing obyek dimuka bumi (Gambar 8). Data yang dikumpulkan di lapangan

    meliputi beberapa hal antara lain :

    1. Identifikasi kerusakan lahan 2. Pengukuran areal yang terbakar 3. Klasifikasi tingkat kerusakan hutan 4. Menghitung kerugian secara ekonomis 5. Inventarisasi kondisi fisik lahan.

    e. Pemetaan

    Penyajian kajian selain dalam bentuk laporan juga diwujudkan dalam bentuk

    Peta yang merupakan hasil dari analisa citra satelit dengan aplikasi SIG sebagai

    pelengkap informasi data lapangan.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    24/61

    B (Xi, Yi

    Citra Liputan Penelitiandipotong dari Skenecitra SPOT Multispektralukuran 60 km x 60 km

    234 235 236 237 238 239

    235 35 35 99 99 99 9

    237 35 36 36 99 102

    236 35 35 35 99 99 9

    238 35 36 99 102 102

    Kanal Biru

    Kanal Hijau

    Kanal Merah

    99

    Piksel

    99

    Piksel

    99

    Piksel

    Titik Koordinat Xi,YiXi : AbsisYi : Ordinat

    Garis Linier : Relief Topografi Panjang GarisGaris Poligon : Perimeter Luas PoligonGambaran Tiga Dimensi Kontur Relief

    XS1 XS2 XS3

    XS3

    XS2

    XS1

    XS1

    XS3

    XS2

    Biru

    Hi au

    Merah

    Nilai DigitalCitra Li utan

    Piksel = Kolom x Garis

    Piksel/Elemen

    M (Xi, Yi)

    20 cm

    HISTOGRAM WARNAKoreksi Tampilan : Kontras Kecerahan Warna

    Histogram RadiometriTi a Kanal

    Dua Kanal

    Setiap Obyek dicirikan olehsinyal Reflektan yang berbeda

    Nilai digital merupakan sinarpantulan yang ditangkap satelit

    Kolom = 3365

    Garis = 3001

    Gambar 8. Sinyal Reflektan yang Diwujudkan dari Nilai Digital Sebagai Ciri SpesifikKarakter Obyek di Muka Bumi

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    25/61

    xxv

    IV. DESKRIPSI LOKASI

    A. Lokasi Jambi

    Penelitian tentang Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan

    Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik Penginderaan Jauh dan SIG dilaksanakan di

    kota Jambi, Propinsi Jambi, Sumatra. Lokasi tersebut mewakili daerah yang terbakar di

    Sumatra dan terletak pada koordinat lintang dan bujur sebagai berikut : 1o 15 00 LS - 2o

    00 00 LS dan 103o 30 00 BT - 104o 45 00 BT.

    Kondisi lokasi Jambi pada kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan

    sebagian besar bergambut dan berdekatan dengan laut selat berhala. Pada daerah

    bergambut, berjenis tanah Organosol dan Glei humus dengan tebal solum diatas 200 cm.

    Sedangkan pada tanah an-organik (mineral) sebagian besar berjenis tanah Podsolik

    Merah Kuning (Ultisols).

    Fisiografi lahan dengan topografi datar (0-8%) berdekatan dengan laut,

    sedangkan menjorok kearah daratan bertopografi berombak sampai berbukit (8-25%).

    Ketinggian tempat antara 0-75 m dpl (dari permukaan laut). Curah hujan berkisar antara

    2000 - 2500 mm/th dengan tipe iklim A menurut Schimdt dan Ferguson. Kota Jambi

    dilewati sungai Batanghari, sehingga memiliki wilayah DAS Batanghari dan sekitarnya,

    selanjutnya sungai tersebut bercabang dua muara menuju ke selat berhala.

    Kebakaran hutan yang terjadi pada kawasan hutan meliputi hutan produksi,

    reboisasi dan taman nasional serta alang-alang. Beberapa titik-titik lokasi kebakaran

    hutan antara lain (Tabel 1) :

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    26/61

    xxvi

    Tabel 1. Titik-titik Lokasi Kejadian Kebakaran di Jambi Tahun 1997

    Lokasi Kebakaran Pemilik Koordinat Titik Mercator

    HPH X Y

    1. PT. Putra Duta Indah Wood PT. PDIW -1324511,757 -173791,3602.

    PT. Dyera Hutan Lestari PT. DHL -1339686,695 -142429,821

    3. PT. Wira Karya Sakti PT. WKS -1424666,347 -114609,1024. PT. Wana Kasita Nusantara PT. WKN -1408985,578 -162663.0725. PT. Rimba Karya Indah PT. RKI -1345250,839 -205658,730

    Penetapan lokasi kebakaran pada kawasan hutan tersebut berdasarkan laporan

    dari para pemilik HPH maupun HPHTI. Selanjutnya lokasi titik-titik kebakaran tersebut

    sebagai sampel kejadian kebakaran untuk mendeteksi daerah lain yang belum dilaporkan

    atau termonitor. Dalam rangka analisa citra satelit pada lokasi bekas kebakaran (Tabel

    2) menggunakan citra Landsat tahun 1992 dan 1997 dengan karakter citra sebagai berikut

    :

    Tabel 2. Karakteristik Citra Tahun 1992 dan 1997

    Parameter Citra Landsat 1992

    Koordinat Mercator

    Citra Landsat 1997

    Koordinat UTM

    1. Koordinat Sudut X Y X Y Kiri Atas -1470191,161 -59979,325 256.182 0.500 Kiri Bawah -1506105,181 -232467,787 51.636 -2943.500 Kanan Atas -1287586,074 -85776,720 3404.728 -14.110 Kanan Bawah -1324511,757 -258771,012 3222.098 -2958.110

    2. Ukuran :Panjang (p)Lebar (l)Perimeter (P)Luas (L)

    185 km185 km740 km

    3.422.500 ha

    30 km30 km120 km

    90.000 ha

    2. Jumlah Kanal/Band 3 73. Bulan Pengambilan Juli Agustus

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    27/61

    xxvii

    4. Tampalan 1 Skene 1 Kwadran (1/4 Skene)Disamping itu lokasi kebakaran tahun 1997 juga merambah ke daerah diluar

    kawasan hutan yaitu didaerah Transmigrasi, Perkebunan dan Lahan Masyarakat. Dari

    peta liputan Landsat skala 1 : 5.000.000 bahwa lokasi tersebut terletak pada baris 61 dan

    kolom 125 untuk citra Landsat wilayah yang terkena musibah kebakaran .

    1015-11

    Kuala

    Mendahara

    1015-12

    Lembur

    Luar

    1014-51

    KampungLama

    1014-52

    MuaraSabak

    1014-53

    NipahPanjang

    1014-54

    SungaiLokan

    1014-41

    Sangeti

    1014-42

    Suak

    Kandis

    1014-15

    Jebug

    1014-25

    Air hitam

    Laut

    1014-13

    Jambi

    1014-14

    Bangsa

    1014-23

    Simpang

    Kubu

    1014-24

    Benuh

    Kanan

    1014-32

    Sungai

    Terusanluar

    0914-32

    Betubang

    1014-11

    Tempino

    1014-12

    Sungai

    Medak

    1014-21

    Sungai

    Merang

    1014-31

    Teluk

    Benuang

    1013-43

    Bayung

    Lencir

    1013-44

    Muara

    Mendak

    1013-53

    Muara

    Merang

    Gambar 9. Citra Landsat Seperempat Skene dan Peta Topografi

    Lokasi diatas pada Citra Landsat Skene (satu Kwadran) atau seperempat

    bagian dari satu tampalan normal citra Landsat yang berukuran 185 x 185 km. Gambar

    9, seperempat bagian skene tersebut dapat ditutupi Peta Topografi skala 1:25.000

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    28/61

    xxviii

    sebanyak 9 lembar. Dalam hal ini kedudukan citra satelit selalu miring karena mengikuti

    jalur orbit satelit (Circulaire dan Elliptique).

    B. Lokasi Kebakaran

    Lokasi liputan kebakaran hutan tahun 1997 terbesar di Sumatra yaitu di Jambi

    dapat dilihat dari citra Landsat (Gambar 10). Titik api kebakaran (hot spot) dari citra

    NOAA bulan Juli 1997 (Gambar 11)dan Agustus 1997 (Gambar 12). Data kebakaran

    yang terjadi di kota Jambi tahun 1997 untuk lahan pada kawasan hutan dan diluar

    kawasan hutan sebesar 19.305,27 hektar dengan perincian sebagai berikut :

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    29/61

    xxix

    a. Di dalam kawasan hutan = 6.673,27 ha

    1. Hutan Lindung = 500,00 ha2. Hutan Produksi = 5.471,27 ha

    a. HPH : PT Putra Duta Indah Wood = 2.400,00 hab. HPHTI : - PT. Wana Perintis = 100,27 ha

    - PT.Dyera Hutan Lestari = 1.600,00 ha- PT.Wana Multi Wisesa = 22,00 ha- PT.Wira Karya Sakti = 238,00 ha- PT.Wana Kasita Nusantara = 423,00 ha

    c. Reboisasi = 221,00 had.Alang-alang/Semak = 467,00 haf. HPK (Hutan produksi Konversi)

    PT. Rimba Karya Indah= 350,00 ha

    3. Taman Nasional = 572,00 ha4. Taman Hutan Raya = 130,00 ha

    Total Kebakaran 1+2+3+4 = 6.673,27 hab. Di luar kawasan hutan

    I. Perkebunan = 7.211,80A. Kabupaten Batanghari = 4.026,80B. Kabupaten Tanjung Jabung = 300,00C. Kabupaten Sorolangun Bangko = 1.804,00D. Kabupaten Bungo Tebo = 1.081,00

    II. Transmigrasi = 1.464,00A. Kuamang Kuning SP 7 A = 350,00B. Kuamang Kuning Unit 15 = 44,00C. Kuamang Kuning Unit 16 = 120,00D. Kuamang Kuning Unit 19 = 630,00E. Simpan Pandan = 40,00F. PT. Ricky Kurniawan KP = 100,00G. PT. Agrowiyana = 30,00

    III. Lahan Masyarakat = 3.957,00Total Kebakaran 1+2+3 = 12.632,00

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    30/61

    xxx

    Kawasan hutan 36% (6.673,27 ha) dan diluar kawasan hutan 64% (12.632,80

    ha). Hutan produksi paling banyak mengalami kebakaran yaitu 5.821,27 ha, diikuti oleh

    Taman Nasional (572 ha), Hutan Lindung (500 ha) dan Taman Hutan Raya (130 ha),

    Gambar 13.

    Kebakaran hutan produksi tahun 1997 terbesar pada wilayah HPH seluas 2400

    hektar dan paling sedikit pada daerah reboisasi seluas 221 ha, diantaranya urutan

    kebakaran yang terbesar adalah HPHTI ( Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri)

    seluas 2.383,27 ha, alang-alang dan semak-semak (467 ha) dan HPK ( Hutan Produksi

    Konversi) seluas 350 hektar (Gambar 14).

    Kebakaran HPHTI terluas terjadi pada PT.DHL (Dyera Hutan Lestari) seluas

    1600 ha dan terendah milik PT.WMW (Wana Multi Wisesa) seluas 22 ha. Perseroan

    Terbatas (PT) diantaranya adalah dari yang terbesar berurutan milik PT.WKN (Wana

    Kasita Nusantara) seluas 423 ha, PT.WKS (Wira Karya Sakti) seluas 238 ha, dan PT.

    WP (Wana Perintis) seluas 100,27 ha (Lampiran 1). Dari kelima HPH yang telah

    mengalami kebakaran hutan pada tahun 1997, rata-rata telah mengalami perubahan

    kondisi fisik lahan, yaitu adanya pemadatan tanah sehingga aerasi tidak sempurna akibat

    terhambatnya permeabilitas dan drainase (Tabel 3).

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    31/61

    xxxi

    Tabel 3. Kondisi Lahan Sebelum dan Setelah Kejadian Kebakaran di Jambi.

    PERUSAHAAN

    HPH

    KONDISI SEBELUM

    KEBAKARAN TAHUN 1992

    KONDISI SESUDAH

    KEBAKARAN TAHUN 1997

    1. PT.PDIW Jenis tanah Organosol dan Gleihumus dengan kandungan

    geologi tanah Aluvium (Resen)

    dan tufa volkan, memiliki tebal

    solum 200 cm.

    Bekas kebakaran sulit ditanami

    karena masih banyak C-organik

    yang belum mengalami

    pematangan/dekomposisi akibat

    sebagian jasad renik mati

    2. PT.WKS Bentuk lahan Dataran dan

    Aluvium dengan jenis tanah

    Ultisol, regolit dalam, tesktursilty clay loam warna kecoklatan

    Penanaman kembali tumbuh

    agak lambat karena Top soil

    hilang tererosi dan terjadinyapemadatan lahan berbukit

    3. PT. DHL Sebagian lahan merupakan

    tanah gambut (Histosol) dan

    sebagian tanah mineral (Ultisol),

    dengan bencana kebakaran

    terbesar.

    Kebakaran terbesar di Jambi

    menyebabkan rusaknya plasma

    nutfah dan struktur tanah besar

    serta adanya pemadatan tanah

    4. PT.WKN Lahan berbukit dengan batuan

    beku yang telah melapuk ada

    erosi permukaan, tanah masam,

    tekstur lempung liat berdebu.

    Kebakaran relatif kecil namun

    tanah kehilangan top soil dan

    permeabilitas lambat karena

    pemadatan

    5. PT. RKI Tanah gambut (Histosol) dengan

    solum lebih dari 200 cm, dengan

    tingkat kematangan Fibrist.

    Seresah mudah terbakar.

    Bekas lahan gambut yang

    terbakar sulit untuk ditanami

    kembali, apalagi pada saat lahan

    tergenang.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    32/61

    xxxii

    Kejadian kebakaran diluar kawasan hutan adalah di Perkebunan seluas 7.211,8

    ha dan diikuti lahan masyarakat (3.957 ha) dan Transmigrasi (1.464 ha), Gambar 15.

    Kebakaran terbesar di Perkebunan tahun 1997 terjadi pada Kabupaten Batanghari seluas

    4.026 ha, dan diikuti Kabupaten Sorolangun Bangko (1.864 ha), Kabupaten Bungo Tebo

    (1.081 ha) dan paling sedikit terkena musibah kebakaran adalah Kabupaten Tanjung

    Jabung (300 ha), Gambar 16.

    Kebakaran lokasi Transmigrasi terluas terjadi pada UPT (Unit Pemukiman

    Transmigrasi) di Kuamang Kuning unit 19 (630 ha) dan yang terendah adalah PT.

    Agrowiyana (30 ha). Berturut-turut dari yang terbesar kebakaran terjadi pada UPT

    Kuamang Kuning SP 7A (350 ha), Kuamang Kuning unit 15 (194 ha), Kuamang Kuning

    unit 16 (120 ha), dan PT.Ricky Kurniawan KP (100 ha) dan Simpan Pindan (40 ha),

    Lampiran 2.

    1. PT.Putra Duta Indah Wood (PDIW)

    Terletak di BKPH Tanjung, KPH. Batanghari, Kec. Kumpeh, Kab. Batanghari,

    Prop. Jambi. PT. PDIW memiliki areal berhutan 49.150 hektar dan yang tidak berhutan

    seluas 11.850 hektar. Fisiografi lahan terletak pada ketinggian tempat 0 -10 m dpl dan

    topografi datar (0-8%) seluas 61.000 hektar.

    Curah hujan 2.071 mm/th, tipe iklim A (Schimdt dan Ferguson) dengan

    penyebaran merata pada DAS Batanghari meliputi Sub DAS Kumpeh dan Sub DAS Air

    hitam laut. Debit air sungai Air hitam laut, sungai kumpeh dan sungai Benu berkisar dari

    1,33 sampai 18 m3/detik. Geologi tanah mengandung batuan tufa volkan seluas 451.750

    hektar dan Aluvium (Resen) seluas 15.250 hektar. Jenis tanah Organosol dan Glei

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    33/61

    xxxiii

    humus dengan tebal solum rata-rata 200 cm. Dari keseluruhan HPH milik PT. PDIW

    tercatat areal bekas tebangan (ABT) = 4630 hektar dan virgine = 4220 hektar, dengan

    luas kawasan hutan yang terbakar = 2750 hektar.

    2. PT. Wirakarya Sakti (WKS)

    Terletak di Kabupaten Tanjung Jabung, kabupaten Batanghari, total luas

    251.228 hektar. Tanaman yang terbakarAcasia mangium yang berjarak tanam 2 x 3 m

    umur 2 tahun dengan kerugian ditaksir Rp. 7.500.000,-/hektar. Lahan bekas terbakar

    memiliki kondisi fisik lahan sebagai berikut : Bentuk lahan Dataran dan Alluvium-

    Colluvium, batuan beku telah mengalami pelapukan lanjut, jenis tanah Ultisols, memiliki

    kelerengan A sampai B (0-8%), tidak ada erosi dan tidak ada bangunan konservasi tanah,

    kemasaman tanah sangat masam, lapisan sub-soil kelihatan, dan kedalaman regolit sangat

    dalam, tekstur tanah Silty Clay Loam, warna tanah merah kecoklatan, dengan struktur

    tanah Blocky dan Granuler besar. (A36/P, Iw, Ult, A/B, 0, 0, pH =4, Sub Soil, R > 200

    cm, SiCl, Merah coklat, Sb/g, Gb). Lampiran 3, Data Tekstur Tanah dan Sifat Kimia

    Tanah di PT. WKS (Wira Karya Sakti) dan Gambar 17, lokasi kebakaran milik HPH di

    Jambi.

    3. PT. Dyera Hutan Lestari (DHL)

    Wilayah HPH PT. Dyera Hutan Lestari seluas 2103 hektar dengan tanaman

    utama jelutung. Luas kebakaran 1769 hektar termasuk tanaman umur 2 tahun seluas 600

    hektar, sedangkan tanaman yang dapat diselamatkan seluas 244 hektar. Sumber api

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    34/61

    xxxiv

    kebakaran berasal dari : penyadap jelutung yang bermalam dan membuat api serta

    pembakaran lahan penduduk dipinggir sungai Batanghari yang berbatasan dengan PT.

    DHL.

    4. PT. Wanakasita Nusantara (WKN)

    Luas wilayah WKN 8.873 hektar, yang terbakar seluas 423 hektar dengan

    tanaman pokok Sengon, Gmelina, Jati dan Alang-alang. Kondisi tanah pada daerah

    terbakar dan tidak terbakar adalah sebagai berikut :

    Terbakar I : Bentuk lahan berbukit, batuan beku telah melapuk lanjut, dengankelerengan sedang (15-25%), erosi permukaan, tidak ada teras, ditumbuhi alang-

    alang, KPL kelas III, tekstur lempung liat berdebu.

    Terbakar II : bentuk lahan berbukit, batuan beku melapuk lanjut, lereng agak miring(8-15%), erosi permukaan, tidak berteras, tanah masam, Ultisol dengan tekstur

    lempung liat berdebu.

    Tidak terbakar : bentuk lahan berbukit, batuan beku lapuk lanjut, Ultisol, lereng agakdatar (4-8%), tanpa teras, masam, dan tekstur lempung liat berdebu.

    5. PT. Rimba Karya Indah (RKI)

    Terletak di Rengas Sumpung seluas 78.000 hektar dengan tanaman jenis

    Dipterocarpaceae antara lain : Jelutung, Rengas, Meranti, Ramin dll. Kebakaran seluas

    350 hektar pada lahan gambut Fibristdengan kedalaman solum > 200 cm.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    35/61

    xxxv

    V. PELAKSANAAN KEGIATAN

    1. Studi Literatur dan Pembuatan RPTP

    Studi literatur dengan mengumpulkan bahan bacaan dalam bentuk literatur,

    tulisan ilmiah, berbagai informasi terbaru yang terkait dengan teknik penginderaan jauh

    (Remote Sensing) dan sistem informasi geografi (Geographic Information System).

    Tulisan-tulisan tersebut tetap harus ada relevansinya dengan judul penelitian untuk

    menjaga kesinambungan ilmu dari satu periode ke periode berikutnya.

    Proposal yang telah dibuat ditambah dengan informasi terbaru dari berbagai

    media : buku, internet, elektronik, media massa dll, kemudian disusun RPTP (Rencana

    Penelitian Tingkat Peneliti). Dalam RPTP dijelaskan secara detil kegiatan satu kaitannya

    dengan kegiatan lainnya, sehingga semua Peneliti dan Teknisi dapat melaksanakan

    kegiatan penelitian dengan berpedoman pada RPTP.

    2. Persiapan Inventarisasi Kebutuhan Peta

    Persiapan yang dilakukan sebelum penelitian dimulai adalah menyiapakan

    bahan dan alat serta personil yang akan terlibat dalam kegiatan dan pemilihan lokasi.

    Disamping itu juga dalam kegiatan persiapan melakukan inventarisasi kebutuhan

    perlengkapan yang sudah maupun yang belum dimiliki serta menginventarisir kebutuhan

    peta. Peta-peta yang diperlukan antara lain Peta : Peta Adminstrasi, Peta Topografi, Peta

    Tanah, Peta Geologi, Peta Situasi, dll.

    3. Deliniasi Peta

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    36/61

    xxxvi

    Kegiatan pertama delineasi peta adalah membatasi daerah yang menjadi wilayah

    penelitian, dan membatasi daerah sesuai dengan penggunaan lahan atau penutupan lahan.

    Dalam penelitian ini dibatasi juga pada citra satelit untuk daerah yang terkena kebakaran

    dengan informasi hot spot dari citra NOAA yang menggambarkan titik-titik kebakaran

    dan penyebarannya.

    Deliniasi pada citra satelit juga dapat dilakukan untuk keperluan pembatasan

    Catcment Area (DAS), klasifikasi penutupan lahan dll. Dari batas-batas yang telah

    dibuat disesuaikan dengan tujuannya pada citra satelit dapat disimpan dalam file

    tersendiri dengan tambahan AOI (Area of Interest). File AOI tersebut dapat diterapkan

    pada citra atau peta yang lain jika diperlukan.

    4. Survai dan Pengambilan Sampel

    Sebelum survai seharusnya ada kegiatan orientasi yaitu untuk melihat

    ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di lokasi dan mendata daerah yang mudah

    dan sulit dijangkau. Namun dalam kegiatan penelitian ini langsung diadakan survai yaitu

    setelah konsultasi dengan berbagai pihak yang terkait baik yang berkedudukan di Pusat,

    Perwakilan maupun di Daerah.

    Survei lapangan dilakukan dengan bantuan tenaga setempat sebagai pemandu.

    Pada lokasi yang terlalu jauh atau sulit dijangkau maka harus tinggal di lokasi/lapangan,

    sebaliknya untuk daerah yang mudah dijangkau dapat dicapai dari Kota Propinsi ke

    Lokasi.

    5. Analisa Citra Satelit dan Aplikasi SIG

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    37/61

    xxxvii

    Analisa citra satelit diawali dengan perbaikan penampilan citra satelit yang

    meliputi pembetulan dalam hal warna, kejelasan, dan kontras. Setelah itu baru dilakukan

    beberapa koreksi untuk menyamakkan georeferensi dan mengeliminir atau manganulir

    distorsi. Kegiatan koreksi citra satelit meliputi dua hal, yaitu :

    a. Koreksi Geometri : dengan peta baku atau citra satelit yang sudah georeferensi

    b. Koreksi Radiometri : dengan menghilangkan gangguan bandatau garis.

    Aplikasi SIG dengan menerapkan sistem informasi geografi kedalam citra

    satelit. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan deliniasi (digitasi peta), transformasi,

    komposisi, dan ploting peta. Dalam hal ini untuk digitasi peta HPH atau peta topografi

    untuk memperjelas jalan atau sungai yang tidak nampak pada citra satelit karena lebarnya

    kurang dari 30 m (batas minimal ukuran piksel untuk citra Landsat adalah 30 x 30 m).

    6. Analisa Sampel dan Data

    Analisa sampel yang sudah terkumpul dari pengamatan langsung di lapangan

    dipadukan untuk membantu dalam kegiatan klasifikasi citra satelit berbantuan. Dimana

    dengan klasifikasi berbantuan ditetapkan sampel lapangan yang telah didatangi sebagai

    sampel dalam klasifikasi, yang nantinya akan diterapkan untuk seluruh kenampakkan

    penutupan lahan pada citra satelit.

    Data dimaksud dapat berupa numerikatau deskriptif, yang meliputi data sekunder (dari

    instansi atau perusahaan hutan) dan data primer (pengumpulan langsung di lapangan).

    7. Survai Akhir dan Evaluasi

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    38/61

    xxxviii

    Survai akhir dalam rangka melengkapi survai terdahulu jika ada hal-hal yang

    belum diselesaikan atau masih ada sebagian data yang masih perlu dilengkapi.

    Bersamaan dengan survai akhir atau pada kesempatan lain dilakukan evaluasi untuk

    melihat tingkat akurasi data yang telah terkumpul dengan data sebenarnya di lapangan,

    menganalisis metode, dan memperbaikinya dikemudian hari jika masih banyak

    kelemahan. Disamping itu juga tujuan dari evaluasi adalah untuk menciptakan kegiatan

    yang jauh lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan atau kekurangan yang pernah

    dialami sebelumnya.

    8. Pembuatan Data Base, Pemetaan dan Pelaporan

    Dari data yang terkumpul dilakukan pemasukan kedalam data base untuk

    keperluan analisis GIS maupun citra satelit. Pemetaan dilakukan jika semua kegiatan

    diatas telah dilakukan dengan baik khususnya dalam persiapan pembuatan peta dari

    digitasi, koreksi, analisis, data base, komposisi dan lain sebagainya.

    Setelah semua data dan gambar terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk

    laporan yang memuat tentang metodologi, hasil dan pembahasan serta kesimpulan dan

    saran

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    39/61

    xxxix

    VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Penyebab Kebakaran dan Penanggulangannya

    Sumber api penyebab terjadinya kebakaran dimungkinkan berasal dari :

    1. Ladang masyarakat

    2. Pembakaran dalam rangka pembersihan badan jalan

    3. Penebang kayu liar dan perambah

    4. Percikan api dari perkebunan yang berbatasan

    5. Menyala tiba-tiba

    6. Bukaan peladang (berpindah)

    7. Pembakaran disengaja

    Pada dasarnya kebakaran hutan disebabkan 3 faktor yaitu kesengajaan, kelalaian

    dan pengaruh alam. Kesengajaan yaitu pada saat orang membuka ladang, perkebunan,

    membakar ilalang untuk perburuan dan seterusnya. Kelalaian terjadi secara tidak

    disengaja seperti oleh puntung rokok, obor, api anggun, api dapur dan sebagainya.

    Kejadian-kejadian tersebut timbul dan berkembang menjadi kebakaran hutan biasanya

    terjadi pada saat kemarau panjang dan kering, dimana bahan bakar untuk terjadinya api

    telah tersedia dalam jumlah teramat besar dan luas jangkauannya.

    Sumber api dapat berasal dari tempat-tempat yang mempunyai tingkat interaksi

    dengan aktivitas manusia cukup tinggi, juga dapat berasal dari gejala alam yang timbul

    seperti petir/kilat. Oleh karena itu dalam upaya pencegahannya perlu pendekatan kepada

    masyarakat dengan pendidikan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran dan

    kewaspadaan masyarakat guna mencegah terjadinya kebakaran hutan khususnya bagi

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    40/61

    xl

    masyarakat yang bermukim disekitar hutan maupun perikehidupannya berkaitan erat

    dengan hutan, disamping pendekatan-pendekatan lain secara kebijakan dan kelembagaan.

    Lebih penting dari hal tersebut adalah perlunya dilakukan pendekatan kesejahteraan bagi

    masyarakat sekitar hutan.

    B. Kerugian Akibat Kebakaran

    Secara umum dampak kebakaran dapat memberikan keuntungan maupun

    kerugian. Kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran ini, meskipun secara teoritis ada

    juga keuntungannya, sangatlah besar, baik secara sosial, ekonomi maupun ekologi.

    Bahkan karena besarnya dampak tersebut, kebakaran hutan sudah dianggap sebagai

    bencana nasional, baik akibat oleh api secara langsung maupun gangguan tidak langsung

    oleh asap yang ditimbulkannya (Gambar 18).

    Kerugian yang ditimbulkan secara ekonomi (finansial) mungkin bisa dihitung

    oleh perusahaan-perusahaan sebagai mana telah dilaporkan oleh PT. Dyera Hutan Lestari

    bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran diperkirakan telah mencapai 4,7 milyar

    rupiah (berdasarkan akumulasi biaya). Sementara PT.Wira Karya Sakti diperkirakan

    mencapai 2,26 milyar rupiah dan PT. Putra Duta Indah Wood untuk keluasan 2.750 ha

    yang dilaporkan, kerugian yang diderita dalam invesatasi sebesar 475 juta rupiah.

    Secara ekonomi kerugian timbul dari akibat terhentinya proses/kegiatan

    produksi, musnahnya investasi serta nilai tegakan hutan (stumpage value) itu sendiri.

    Sementara itu secara sosial maupun secara ekologi kerugian tersebut tidak terhitung lagi,

    seperti hilangnya fungsi hutan, khususnya hutan alam, sebagai sumber daya alam dan

    sumber daya hayati.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    41/61

    xli

    Terbakarnya hutan berarti musnah pula sumber plasma nutfah yang menurut

    perhitungan S.R.Aiken dan C.H.Leigh dalam Yatim, W. dalam Lubis (1992), mencakup

    40-50% dari sekitar 10 juta spesies makhluk bumi. Selain itu juga berakibat pada

    rusaknya lingkungan hidup serta sistem-sistem penyangga kehidupan seperti sistem

    hidro-orologis, filtrasi udara serta permasalahan-permasalahan lingkungan lainnya.

    Belum lagi dampak ikutan yang timbul seperti polusi udara (asap), erosi tanah terus

    menerus, perusakan sifat fisik tanah, dan hilangnya sebagian unsur kimia tanah serta

    peningkatan sedimentasi aliran sungai.

    Secara ekologis kebakaran hutan juga memberikan arti positif bagi kehidupan

    dan telah menjadi suatu bagian dari berbagai ekosistem alamiah. Pada tingkat komunitas,

    kebakaran juga memainkan berbagai fungsi untuk memelihara proses ekologi seperti

    misalnya mempengaruhi penganeka ragaman jenis, kelas umur, tipe vegetasi, serta

    komunitas tanaman. Disamping itu juga membantu dalam mendaur ulang zat hara

    dengan peningkatan kadar C-Organik serta mempercepat proses dekomposisi.

    Dari sudut pandang sosial-ekonomi, kebakaran hutan dalam skala kecil selama

    ini telah dimanfaatkan manusia dalam mempermudah upaya pembukaan lahan,

    khususnya untuk kepentingan perladangan maupun perkebunan. Cara ini bahkan menjadi

    cara yang paling mudah, murah dan cepat bila, dibandingkan dengan sistem/cara lainnya

    misalnya pembukaan/pembersihan lahan secara mekanis bisa mencapai 6-8 juta/hektar

    (untuk perkebunan).

    C. Hasil Analisa Citra Landsat TM

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    42/61

    xlii

    Deteksi daerah rawan kebakaran menggunakan empat citra yaitu 2 dari citra

    Landsat (Landsat 1,2,3 satu skene dan Landsat TM satu kwadran) serta 2 citra NOAA,

    dimana (lihat Gambar 19):

    1. Landsat 1,2,3 bulan Juli tahun 1992 dengan 3 kanal, menunjukkan kondisi

    lahan sebelum terbakar

    2. Landsat TM bulan Agustus tahun 1997 dengan 7 kanal, menampakkan

    kondisi lahan setelah terbakar

    3. Citra NOAA bulan Juli dan Agustus tahun 1997, menginformasikan hot spot

    (titik api) puncak kebakaran yang terjadi pada bulan Agustus 1997.

    Citra Landsat TM memiliki resolusi 30 x 30 m untuk semua kanal, kecuali kanal

    6 dengan resolusi 120 x 120 m. Sedangkan citra NOAA memiliki resolusi rendah dengan

    ukuran piksel 1,1 - 1,4 km.

    Citra satelit tersebut dalam format gambar raster 2 buah citra Landsat dan 2 buah

    citra NOAA. Disamping itu juga didukung oleh data gambar vektor untuk melengkapi

    informasi wilayah penguasaan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dan HPHTI (Hak

    Pengusahaan Hutan Tanaman Industri). Kedua format tersebut dapat saling dipindahkan

    dari raster ke vektor atau sebaliknya, namun demikian masih dalam keadaan format yang

    berbeda pun dapat juga saling ditumpang-tindihkan setelah dilakukan transformasi

    dengan kedudukan georeferensi yang sama. Sedangkan untuk operasi matematika antara

    2 gambar perlu disamakan formatnya terlebih dahulu.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    43/61

    xliii

    Data citra Landsat tahun 1992 kondisi awal citra sebelum dilakukan analisis

    antara citra Landsat 1, 2, 3 dengan ukuran 7706 garis x 6795 piksel dan citra Landsat TM

    tahun 1997 dengan ukuran 3500 garis x 2944 piksel (Tabel 4) :

    Tabel 4. Citra Satelit Landsat 1,2,3 Tahun 1992

    Kanal 1 Kanal 2 Kanal 3

    Minimum 1 9 6

    Median 53 77 26

    Maximum 255 255 255

    Mode 45 69 25

    Rerata 55,85 74,33 29,78

    Standard Deviasi 29,20 26,48 13,58

    Titik tengah antara 1 sampai 255 adalah 128, yaitu merupakan kondisi ideal

    dengan semua wilayah tergambar secara jelas, ditunjang lagi dengan standard deviasi

    yang semakin kecil akan mengurangi bias dari obyek yang ditampilkan. Pernyataan

    tersebut dapat disimpulkan bahwa kanal 2 merupakan kanal dinamis yang dapat

    memantau obyek muka bumi secara sempurna, walaupun masing-masing kanal memiliki

    kepekaan yang berbeda. Misalnya kanal 1 diperuntukan dalam menganalisa tanah

    keadaan bera, kanal 2 untuk menganalisis vegetasi dan kanal 3 untuk pengamatan badan

    air (sungai, waduk dll). Citra Landsat TM tahun 1997 untuk kanal 6 dan kanal 3

    merupakan kanal dinamis, memantau daerah rawan terbakar dan penutupan vegetasi

    (Tabel 5).

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    44/61

    xliv

    Tabel 5. Citra Satelit Landsat TM Tahun 1997

    Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 5 Band 6 Band 7

    Minimum 99 35 33 40 14 1 1

    Median 132 49 50 79 60 27 17

    Maximum 255 113 143 140 255 187 255Mode 131 50 54 75 44 26 12

    Rerata 131,27 49,41 50,06 80,73 63,59 27,51 19,93

    Std.Deviasi 12,73 5,71 7,43 9,53 19,66 2,97 10,75

    Hasil klasifikasi tak berbantuan menunjukkan bahwa ada sebagian yang belum

    dapat dikelaskan, sedangkan untuk jenis penutupan lahan lainnya dapat dilihat pada

    Tabel 6.

    Tabel 6. Klasifikasi Tak Berbantuan Citra Landsat Tahun 1992 dan 1997

    No Citra Landsat 1,2,3 Tahun 1992

    1 Skene = 4 Kuadran

    Citra Landsat TM Tahun 1997

    1 Kuadran = Skene

    Penutupan

    Lahan

    Jumlah

    Piksel

    Luas

    (ha)

    Penutupan

    Lahan

    Jumlah

    Piksel

    Luas

    (ha)

    0. Non kelas 16374247 1.473.682 Non Kelas 1000960 90.0861. Badan air 3963464 356.712 Badan air 1596979 143.7282. Semak belukar 5176701 465.903 Hutan gambut 1652691 148.7423. Hutan gambut 9638621 867.476 Tegalan 1731814 155.8634. Hutan kering 9104260 819.383 Semak Belukar 1506642 135.5985. Non hutan 7281006 655.291 Hutan kering 1754790 157.9316. Awan 823971 74.157 Non Hutan 1060124 95.411

    Setiap piksel citra Landsat memiliki ukuran 30 x 30 m, sehingga luasan terkecil

    per piksel sama dengan 900 m2 atau 0,09 hektar.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    45/61

    xlv

    Citra satelit dari dua tahun pengambilan gambar tidak terletak pada daerah yang

    sama, karena pada saat kebakaran tahun 1997 hanya tinggal skene (satu kwadran) yang

    masih nampak jelas tanpa gangguan awan. Sebagian besar kota Jambi pada bulan

    Agustus tahun 1997 saat puncak terjadinya kebakaran masih banyak tertutup awan dan

    asap kebakaran hutan. Namun demikian kedua citra satelit tersebut dapat

    diperbandingkan untuk keadaan lahan yang tidak terbakar (tahun 1992) dengan yang

    terbakar (tahun 1997) secara umum, yaitu perihal : luas dan tingkat kerusakan lahan,

    penurunan sifat fisik tanah, dan menurunnyaplasma nutfah.

    Daerah kebakaran tidak selamanya dapat dipantau dengan citra satelit dengan

    resolusi tinggi seperti citra SPOT atau citra Landsat untuk beberapa alasan, antara lain :

    1. Pada saat kejadian kebakaran, sehingga masih banyak kabut dan awan

    2. Sudah melewati satu musim sehingga sudah mulai ditumbuhi semak belukar

    3. Citra satelit dengan beda waktu yang terlalu lama dengan saat kejadian kebakaran

    sudah mengalami banyak perubahan.

    Dengan demikian citra satelit resolusi tinggi yang sesuai untuk pengamatan

    daerah bekas kebakaran mencakup :

    a. citra satelit memiliki banyak kanal termasuk didalamnya kanal infra merah yaitu

    untuk citra Landsat TM (Thematic Mapper).

    b. diambil setelah kejadian kebakaran berlangsung, tetapi gangguan kabut atau awan

    sudah tidak ada lagi

    c. tidak terjadi pada saat musim hujan karena intensitas cahaya matahari rendah dan

    gangguan awan masih banyak (> 25%).

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    46/61

    xlvi

    Analisa citra satelit sebaiknya menggunakan citra Landsat atau SPOT untuk

    tahun yang terbaru, hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari perbedaan yang terlalu

    jauh antara saat kebakaran dengan kondisi lapangan yang telah mengalami banyak

    perubahan. Begitu juga untuk informasi dari citra NOAA disesuaikan dengan bulan

    kejadian kebakaran dan ketersediaan citra satelit Landsat atau SPOT, kalau bisa pada

    bulan dan tahun yang sama saat kebakaran terjadi.

    D. Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan

    Lokasi kebakaran pada saat kejadian hanya dapat dilihat penyebaran dan

    luasannya dengan pemantauan citra satelit NOAA. Sedangkan citra Landsat tidak dapat

    menangkap karena gangguan oleh kabut sudah melebihi 25%, sehingga tidak

    dimungkinkan untuk diamati lagi. Pengamatan lokasi kebakaran dengan citra Landsat

    dilakukan pada saat sebelum dan setelah terjadinya kebakaran untuk membandingkan dua

    keadaan tentang :

    tingkat kerusakan lahan penyebaran daerah kebakaran tingkat penurunan kesuburan tanahSetelah kebakaran ditunjukkan oleh daerah yang relatif terbakar pada

    pengamatan Landsat bulan Agustus tahun 1997. Sementara pada bulan Agustus setelah

    terjadinya puncak kebakaran masih banyak yang mengeluarkan asap untuk wilayah yang

    mengalami bencana kebakaran besar-besaran. Sehingga citra tahun 1997 seluas 1

    kwadran hanya mampu menangkap daerah terbakar yang tidak terlalu luas yaitu pada

    daerah pemukiman penduduk dan perkebunan kelapa sawit serta lokasi transmigrasi.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    47/61

    xlvii

    Selanjutnya dari pengamatan lapangan diperoleh perbedaan yang nyata antara

    daerah bekas terbakar dari pengamatan fisik lapangan adalah sebagai berikut :

    terjadinya pemadatan tanah struktur tanah membongkah besar-besar berkurangnya pori-pori mikro aerasi dan drainase terhambat.Pada kurun waktu satu tahun kondisi tersebut pulih kembali, sehingga bahaya

    akibat kebakaran yang dikatakan akan berpengaruh terhadap sifat fisik tanah, namun

    yang jauh lebih penting adalah berpengaruh terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan

    kerugian lainnya, yaitu :

    @ polusi asap yang menyebabkan gangguan udara dan pernafasan

    @ iklim mikro setempat

    @ kerugian material dan non material

    @ kerusakanplasma nutfah.

    Hasil klasifikasi berbantuan untuk citra Landsat tahun 1992 dan 1997 (Tabel 7),

    lokasi tersebut tidak tepat sama karena sebagian besar wilayah Jambi tahun 1997 tertutup

    kabut, sehingga yang nampak jelas tinggal skene (1 kwadran).

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    48/61

    xlviii

    Tabel 7. Hasil Klasifikasi Berbantuan Citra Landsat Tahun 1992 dan 1997

    Penggunaan Citra Landsat Tahun 1992 Citra Landsat Tahun 1997

    Lahan Smpl

    Piksel

    %

    Klasf

    Total

    Piksel

    Luas

    (Ha)

    Smpl

    Piksel

    %

    Klasf

    Total

    Piksel

    Luas

    (Ha)

    Laut Dalam 125192 100.00 1168808 105192.7 - - - -

    Laut Dangkal 97824 100.00 2355145 211963.1 - - - -

    Lahan Pertanian 41166 96.72 8193837 737445.3 36500 99.88 3537993 318419.4

    Hutan Primer 84625 92.99 5703228 513290.5 21516 99.65 739735 66576.15

    Hutan Sekunder 38420 89.24 13410551 1206950 7758 100.00 3047085 274237.7

    Semak Belukar 110448 94.73 5056454 455080.9 20881 99.69 1978227 178040.4

    J U M L A H 35888023 3229922 9303040 837273.6

    Hasil klasifikasi berbantuan menunjukkan bahwa kondisi Jambi sebagian besar

    lahan pertanian (25 % dan 38 %) dan selanjutnya hutan sekunder (41,4 % dan 32,7 %).

    Perbedaan pada kondisi tahun 1992 dan 1997 untuk Hutan primer dan Semak belukar.

    Dimana semak belukar meningkat atau bertambah dari 15,6 % menjadi 21,3 %.

    Sedangkan hutan primer dari tahun 1992 ke 1997 menurun dari 17,6 % menjadi 7,9 %

    (Gambar 20). Hal tersebut mengindikasikan adanya penebangan kayu pada hutan

    primer besar-besaran dan selanjutnya ditinggalkan merana menjadi semak belukar tanpa

    ada pengelolaan.

    Analisis citra satelit, deteksi daerah kebakaran lebih mudah diamati dengan

    menggunakan kanal infra merah dibandingkan dengan kanal pada sinar tampak. Kanal

    infra merah tersebut meliputi Infra Merah Dekat (IMD/Kanal 4), Infra Merah Tengah

    (IMT/Kanal 5) dan Infra Merah Panas (IMP/Kanal 6). IMP mampu mengamati daerah

    bekas (baru saja) terbakar selama tidak ada gangguan asap karena produksi dari bara api

    kebakaran hutan.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    49/61

    xlix

    E. Identifikasi Kerusakan Lahan

    Dalam mengidentifikasi kondisi lahan pada lokasi bekas terbakar tahun

    1997, tidak dimungkinkan untuk mengamati seluruh wilayah Jambi. Hal tersebut

    disebabkan hanya terdapat wilayah skene yang terlihat dengan jelas bekas terjadinya

    kebakaran tanpa ada gangguan asap dan kabut serta awan. Seperempat skene atau satu

    kwadran citra Landsat tahun 1997 yang masih nampak dengan jelas tanpa ada gangguan

    yang berarti.

    Dari hasil analisa klasifikasi berbantuan, maka dapat ditampilkan pada

    Gambar 21, yaitu berupa grafik daerah yang terbakar (ringan dan berat) serta daerah

    yang tidak terbakar (gangguan asap). Identifikasi kerusakan lahan disini ada 3 kategori

    yaitu :

    Kerusakan sedikit, untuk lahan yang tidak mengalami kebakaran Kerusakan sedang, untuk lahan yang mengalami kebakaran ringan Kerusakan menyebar, untuk lahan yang mengalami kebakaran berat.Prosentase besarnya lokasi yang terbakar berat yaitu sebesar 19% (79.864

    ha), terbakar ringan 38% (159.728 ha), dan tidak terbakar 43% (180.744 ha). Prosentase

    kerusakan menyebar atau pada daerah yang mengalami kebakaran berat, hanya terjadi

    pada daerah gambut. Dimana pada saat kebakaran yang terjadi pada tahun 1997, lahan

    tersebut berlangsung lama dan sulit dicegah, sehingga kebakaran merembetnya pada

    daerah sekitarnya. Akibat kebakaran yang berlangsung lama tersebut maka lahan

    mengalami kerusakan total, antara lain ditunjukkan sulitnya ditanami kembali karena

    sifat fisik dan kimia tanah berubah menjadi tidak menguntungkan bagi tanaman.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    50/61

    T id ak T e r ba k a r

    T e r ba k a r R i n g a n

    T e r ba k a r B e r a t

    4 3

    3 8

    1 9

    0

    5

    1 0

    1 5

    2 0

    2 5

    3 0

    3 5

    4 0

    4 5

    Gambar 21. Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    51/61

    F. Klasifikasi Tingkat Kerusakan dan Besarnya Kerugian

    Hasil kalsifikasi berbantuan citra satelit Landsat tahun 1997 secara

    keseluruhan ditampilkan pada Tabel 8. Dari tabel tersebut dapat dilihat tingkat

    kerusakan lahan yang terkait dengan luasan wilayah daerah yang terbakar.

    Tabel 8. Tingkat Kerusakan Lahan dari Hasil Analisis Klasifikasi Berbantuan

    Kondisi Tingkat Penutupan Lokasi Kebakaran Prosen

    Kebakaran Kerusakan Lahan JumlahPiksel

    Luas

    (Ha)

    (%)

    1. Tidak ada Sedikit Kampung 1038459 93461 22

    43 % 180744 ha Gambut 386001 34740 8

    Tegal 427127 38441 9

    Hutan 179442 16150 4

    2. Ringan Sedang

    38 % 159728 ha Kampung 282297 25407 6

    Gambut 663411 59707 14

    Tegal 544415 48997 12

    Hutan 276550 24890 6

    3. Berat Menyebar

    19 % 79864 ha Gambut 872698 78543 19

    JUMLAH 4670400 420336 100

    Kondisi kerusakan lahan dapat dilihat pada Gambar 22, yaitu untuk Kampung

    meliputi wilayah perkotaan paling banyak tidak mengalami kebakaran yaitu 22% atau

    mengalami kebakaran dengan tingkat ringan pada wilayah Transmigrasi sebesar 6%.

    Sebaliknya daerah yang mengalami kebakaran terluas dengan tingkat kerusakan

    menyebar hampir keseluruh wilayah hanya terjadi pada daerah gambut.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    52/61

    K a m p u n g

    ( B 0 )

    G a m b u t

    ( B 0 )

    K a m p u n g

    ( B 1 )

    G a m b u t

    ( B 2 )

    T e g al

    ( B 0 )

    G a m b u t

    ( B 1 )

    T e ga l

    ( B 1 )

    2 2

    8

    6

    1 9

    9

    1 4

    1 2

    0

    5

    1 0

    1 5

    2 0

    2 5

    K a m p u n g

    ( B 0 )

    G a m b u t

    ( B 0 )

    K a m p u n g

    ( B 1 )

    G a m b u t

    ( B 2 )

    T e g al

    ( B 0 )

    G a m b u t

    ( B 1 )

    T e ga l

    ( B 1 )

    Gambar 22. Prosentase Luas pada Masing-masing Tingkat Kerusakan Akibat Kebakaran

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    53/61

    Hal tersebut dapat dimaklumi karena pada kondisi di lapangan pada saat

    terjadinya kebakaran maka lahan gambut sulit dipadamkan. Api yang nampak pada

    permukaan gambut sudah tidak kelihatan, ternyata bara api masih selalu membara terus

    pada bawah permukaan lahan. Sehingga kebakaran pada lahan gambut berlangsung

    paling lama dan menyebar keberbagai wilayah. Keadaan tersebut menyebabkan lahan

    gambut yang mengalami kebakaran akan mengalami kerugian yang berat dan menyebar.

    Kerusakan tersebut tidak hanya pada rusaknya plasma nutfah, tetapi juga kondisi sifat

    fisik dan kimia tanah yang mengakibatkan dekomposisi lahan gambut semakin

    terhambat.

    Keadaan yang terlihat di lapangan, bahwa pada lahan bekas kebakaran didaerah

    gambut, sulit ditanami kembali. Dimana setiap dilakukan penanaman kembali maka pada

    saat air pasang tanaman akan mati dan tidak bisa tumbuh kembali. Namun demikian

    pada lahan gambut juga dimungkinkan ada kerusakan hanya tingkat sedang karena

    kejadian kebakaran relatif ringan, hal tersebut ditandai masih adanya tanaman yang

    tumbuh setelah kebakaran berlangsung, yaitu sebesar 14%.

    Penutupan lahan untuk kategori Tegal disini meliputi lahan pertanian dan

    pekarangan, sebagian tidak mengalami kebakaran (9%) sedangkan yang mengalami

    kebakaran ringan sebesar 12%. Lahan mineral lainnya yang ada penutupan lahan

    dimaksukkan pada lahan hutan yaitu relatif sedikit mengalami kebakaran ringan yaitu

    sebesar 6% dan tidak mengalami kebakaran 4%. Sehingga pada lahan hutan yang

    meliputi lahan perkebunan pada tanah mineral relatif mengalami kerusakan ringan.

    Sehingga bekas lahan kebakaran pun masih dimungkinkan untuk ditanami kembali, tanpa

    mengalmi hambatan yang berarti, karena penurunan kondisi tanah hanya pada sifat fisik

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    54/61

    lx

    lahan yang sedikit mengalami perubahan, antara lain : struktur menggumpal, drainase

    terhambat dan permeabilitas lambat, pori mikro dan makro berkurang sehingga aerasi

    tidak berjalan dengan sempurna. Besarnya kerugian yang telah terjadi pada daerah

    kebakaran dapat dikalsifikasikan menjadi tiga bagian :

    1. Kerusakan ringan, yaitu yang tidak mengalami kebakaran tetapi mengalami

    gangguan intensitas pencahayaan matahari, sehingga fotosintesa tanaman agak

    terganggu sehingga sebagian tanaman kekurangan klorofil dan sebagian lagi mati

    karena tidak cukup menyediakan sari makanan bagi tumbuhan tersebut. Kerugian

    secara rupiah relatif kecil sehingga tidak dapat dihitung secara finansial, namun

    banyak kerugian lain yang diderita antara lain menyangkut gangguan lingkungan

    yaitu adanya asap dan kabut yang menyebabkan penduduk susah bernafas dan

    sesak nafas, inipun juga tidak dapat dihitung secara nominal.

    2. Kerugian sedang, yaitu telah mengalami kebakaran tetapi tidak meluas karena

    pada tingkat kebakaran ringan, terjadi pada lahan mineral baik pada hutan, tegal

    maupun perkampungan, dengan besarnya kerugian ditaksir dari banyaknya

    investasi yang telah ditanamankan per hektar, maka telah mengalami kerugian

    sebesar Rp. 15 juta rupiah.

    3. Kerugian menyebar, yaitu telah mengalami kebakaran berat pada hampir

    seluruh lahan dan berlangsung lama, sehingga sulit untuk diperbaiki kembali.

    Sehingga kerugian yang terjadi tidak hanya investasi yang telah ditanamkan tapi

    juga biaya untuk reklamasi kembali, serta prasarana Lory dan Rel kereta pada

    daerah gambut. Sehingga kerugian yang diderita untuk memulihkan kembali pada

    kondisi semula diperkirakan perlu biaya sebesar Rp 45 juta.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    55/61

    lxi

    G. Inventarisasi Kondisi Lahan Bekas Terbakar

    Inventarisasi kondisi lahan bekas terbakar, pada 4 kelas penutupan lahan yaitu

    Kampung, Gambut, Tegal dan Hutan masing telah mengalami kebakaran pada tingkat

    ringan dan sedang yaitu sebesar : Kampung (22% dan 6%), Gambut (8% dan 14%),

    Tegal (9% dan 12%) serta Hutan (4% dan 6%). Kebakaran berat hanya terjadi pada

    lahan gambut yaitu sebesar 19% (Tabel 9 dan Gambar 23).

    Tabel 9. Inventarisasi Kondisi Lahan Bekas Terbakar

    Tingkat Kondisi Lahan Tingkat Luas (Ha)

    Kebakaran Terbakar Kerusakan Kerusakan

    1. Tidak Ada Tanah Mineral, sebagian

    besar ordo Ultisol,

    mengalami penurunan

    fotosintesa akibat

    berkurnagnya intensitas

    cahaya matahari.

    Sedikit, tidak langsung

    terbakar tetapi kena dampak

    dari kebakaran berupa asap

    dan kabut

    180.744

    2. Ringan Tanah Mineral dan sedikit

    Tanah Gambut dengankondisi kerusakan lahan

    tetapi dimungkinkan dapat

    diperbaiki lagi

    Sedang, terkena kebakaran

    tetapi relatif tidak menyebardan mudah dideteksi sumber

    api kebakaran, sehingga api

    dapat segera dipadamkan

    159.728

    3. Berat Tanah Gambut, pada

    Kawasan hutan gambut

    dengan ordo tanah

    Histosol

    Menyebar, merembet secara

    sporadis dan sulit dideteksi

    perpindahan api penyebab

    kebakaran, karena merembes

    dibawah permukaan lahan

    gambut

    79.864

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    56/61

    lxii

    Gambar 23. Citra Landsat Hasil Klasifikasi Berbantuan Pada Liputan Kebakaran

    Masing-masing kondisi lahan bekas terbakar dapat diinventarisir seperti pada,

    dimana kerusakan lahan ada tiga kategori yaitu kerusakan ringan, sedang dan menyebar

    dan identik dengan tingkat kebakaran ringan, sedang dan berat. Lahan yang mengalami

    kerusakan ringan akan mengalami pemulihan kembali secara berangsur-angsur dengan

    berhentinya api penyebab kebakaran dan hilangnya asap atau kabut yang menyelimuti

    wilayah Jambi dan sekitarnya.

    Kerusakan sedang dengan tingkat kebakaran ringan mengalami penyebaran yang

    tidak terlalu luas, dan api penyebab kebakaran dapat dideteksi perkembangan apinya

    sehingga mudah dalam melakukan pemadaman maupun pencegahan agar tidak menjalar

    kemana-mana. Selanjutnya untuk kerusakan menyebar pada tingkat kebakaran berat,

    sulit dilakukan pencegahan dan pemadaman, sehingga langkah yang dilakukan hanya

    membuat sekat-sekat bakar dengan membuat sumur-sumur untuk menampung air dan

    menghentikan menjalarnya api. Upaya pemadaman hampir tidak berarti sama sekali,

    karena setiap kali api penyebab kebakaran mati dipermukaan lahan gambut, tapi dibawah

    lahan tersebut selalu masih ada api yang menjalar ke wilayah sebelahnya. Jika semua

    usaha tidak dapat lagi dilakukan, maka tinggal menunggu waktu hujan yang berlangsung

    lama dan menggenangi lahan gambut pada waktu lama. Jika hujan hanya memiliki

    jumlah dan intensitas rendah dan berlangsung sebentar, maka api dibawah lahan gambut

    masih dapat hidup kembali.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    57/61

    lxiii

    VII. KESIMPULANA. Kesimpulan

    Data kebakaran yang terjadi di kota Jambi tahun 1997 untuk lahan pada kawasan

    hutan dan diluar kawasan hutan sebesar 19.305,27 hektar. Kawasan hutan 36% (6.673,27

    ha) dan diluar kawasan hutan 64% (12.632,80 ha).

    Akibat dari kejadian kebakaran hutan disamping kerugian material yang jauh

    lebih penting adalah bahaya pencemaran lingkungan dan kerugian lainnya, yaitu :

    @ polusi asap yang menyebabkan gangguan udara dan pernafasan

    @ iklim mikro setempat

    @ kerugian material dan non material

    @ kerusakanplasma nutfah.

    Deteksi daerah kebakaran pada analisis citra satelit lebih mudah diamati dengan

    menggunakan kanal infra merah dibandingkan dengan kanal pada sinar tampak. Kanal

    infra merah tersebut meliputi Infra Merah Dekat (IMD/Kanal 4), Infra Merah Tengah

    (IMT/Kanal 5) dan Infra Merah Panas (IMP/Kanal 6).

    Prosentase besarnya lokasi yang terbakar berat yaitu sebesar 19% (79.864 ha),

    terbakar ringan 38% (159.728 ha), dan tidak terbakar 43% (180.744 ha). Prosentase

    kerusakan menyebar atau pada daerah yang mengalami kebakaran berat, hanya terjadi

    pada daerah gambut. Selanjuntnya Kampung, Gambut, Tegal dan Hutan masing-masing

    telah mengalami kebakaran pada tingkat ringan dan sedang yaitu sebesar : Kampung

    (22% dan 6%), Gambut (8% dan 14%), Tegal (9% dan 12%) serta Hutan (4% dan 6%).

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    58/61

    lxiv

    B. Saran

    Pemantauan (deteksi) kondisi lahan bekas terbakar akan semakin akurat jika

    dipenuhi beberapa syarat sebagai berikut :

    A. menggunakan citra satelit Landsat yang terbaruB. menggunakan citra satelit yang pengambilan gambarnya dilakukan pada

    musim kemarau/panas (bulan April sampai September).

    C. relatif sedikit distorsi gangguan atmosfer (awan, hujan dll) pada batas yangmasih dapat ditolerir ( < 10%)

    Kendala yang menghambat atau kurang sempurnanya penyelesaian kajian

    tersebut, agar dihindari dikemudian hari adalah :

    Kesulitan menjangkau masuk ke lokasi pada daerah yang masih terjadikebakaran, karena suhu udara yang meningkat cukup tinggi.

    Lokasi bekas kebakaran sudah mengalami banyak perubahan, karena selangwaktu kebakaran dengan survai yang dilakukan terlalu lama.

  • 8/14/2019 I03_Beny Jambi_Kajian Identifikasi dan Klasifikasi Tingkat Kerusakan Lahan Akibat Kebakaran Hutan dengan Teknik PJ dan SIG

    59/61

    lxv

    DAFTAR PUSTAKA

    CEMAGREF dan ENGREF, 1995. Traitement dimages Support de Cours,

    Laboratoire C