pengujian agregat
Embed Size (px)
DESCRIPTION
teknim sipilTRANSCRIPT

BAB III
PENGUJIAN AGREGAT
3.1 Tinjauan Pustaka
3.1.1. Pengertian Agregat
Yang dimaksud agregat adalah butiran-butiran mineral yang jika
dicampurkan dengan PC dan air akan menghasilkan beton. Agregat dalam
pengertiannya ada dua macam, yaitu agregat halus dan agregat kasar. Agregat halus
dapat berupa pasir alam sebagai hasil dari desintegrasi alami dari batuan atau
berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu. Begitu juga dengan
agregat kasar dapat berupa kerikil sebagai hasil dari disintegrasi dari batuan atau
berupa batu pecah yang diperoleh dari pecahan batuan oleh mesin atau alami.
Umumnya agregat kasar merupakan agregat dengan gradasi besar, ukuran
besar butirannya berkisar lebih dari 5 mm. Sedangkan ukuran butir lebih kecil dari
5 mm dikategorikan sebagai agregat halus.
3.1.2. Jenis Agregat Menurut Fungsi dan Berat Jenis
Terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Agregat Ringan
a. Banyak digunakan untuk beton pracetak ringan.
b. Berat isi untuk agregat kasarnya berkisar antara 350 – 850 kg/m3.
c. Berat isi untuk agregat halus berkisar antara 750 – 1100 kg/m3.
d. Jenis agregat ini biasanya mempunyai sifat tahan panas, sebab bahannya
berasal dari batuan yang telah mengalami pemanasan.
e. Agregat ringan biasanya berpori, sehingga mempunyai daya serap yang
tinggi dan kedap suara.
f. Berat jenis agregat ringan kurang dari 2 gr/cm3
2) Agregat Normal Biasa
a. Biasanya digunakan untuk pembuatan beton secara umum.
b. Berat isinya berkisar antara 2300 – 2500 kg/m3.

c. Dalam penggunaannya sebelum dipakai harus dicuci dahulu untuk
menghilangkan kotoran yang melekat.
d. Jika agregat ini berasal dari sungai atau laut maka kadar cloridanya harus
kurang dari 1 % untuk beton struktural.
e. Berat jenis agregat normal lebih besar atau sama dengan 2 gr/cm3.
3) Agregat Berat
a. Pemakaiannya untuk beton yang tahan terhadap radiasi dan digunakan
untuk perlindungan terhadap Sinar-X, Beta, Gamma dan Neutron.
b. Berat isinya antara 4000 – 5000 kg/m3.
c. Kelemahannya adalah mempunyai sifat pengerjaan yang sulit, juga
pencegah terhadap segregasi dan work abilitynya lebih sulit.
d. Berat jenis untuk agregat lebih besar dari atau sama dengan 3,0 gr/cm3.
3.1.3. Sifat Fisik Agregat
Sifat-sifat fisik agregat antara lain :
1) Bulat
Agregat jenis ini biasanya berasal dari sungai dan mempunyai rongga udara
minimum 33 %. Ikatan antar butiran kurang kuat sehingga ikatannya lemah,
oleh karena itu agregat ini tidak cocok untuk beton mutu tinggi maupuan
perkerasan jalan.
2) Bersudut
Bentuk ini tidak beraturan, mempunyai sudut yang tajam dan permukanya
kasar. Agregat ini mempunyai rongga udara antara 38 % - 40 %. Ikatan antar
butiran baik, sehingga daya lekatnya baik pula. Agregat jenis ini baik untuk
membuat beton mutu tinggi maupun lapis perkerasan jalan.
3) Pipih
Agregat pipih ialah agregat yang memiliki perbandingan ukuran terlebar dan
tertebal pada butiran lebih dari 3, Agregat jenis ini berasal dari batu-batuan
yang berlapis.

4) Memanjang
Butir agregat dikatakan memanjang jika perbandingan ukuran yang terpanjang
dan terlebar lebih dari 3. Butir yang terlalu pipih dan yang terlalu panjang tidak
boleh melebihi 15 %.
3.1.4. Komponen yang Merugikan Agregat
1) Bahan padat yang melekat pada lempung, tanah liat atau batu tidak akan
diizinkan dalam jumlah banyak karena akan:
a) Memperbanyak pemakaian air
b) Mengurangi pengikatan semen atau mengurangi penggabungan agregat
dengan semen.
2) Bahan organik dan humus
Jika bahan ini terdapat pada agregat maka bahan tersebut akan mengganggu
proses hidrasi.
3) Komponen Garam
Seperti Cl, Sulfur, CO3, PO4. Komponen tersebut jika bereaksi secara kimiawi
akan memperlambat pengikatan, sehingga mengurangi kekuatan dan
mengalami kehancuran. Kadar Cl harus kurang dari 25 % agar tidak terjadi
korosi pada tulangan.
4) Agregat yang reaktif terhadap alkali.
Agregat ini akan menyebabkan retak pada beton sebagai pengembangan dari
campuran beton. Agregat ini biasanya mengandung silika aktif seperti batu
kapur, batuan beku dan opal. Pencegahannya dapat dilakukan pula dengan
membubuhkan bahan teras ke dalam beton.
3.1.5. Persyaratan Umum Agregat
Persyaratan menurut PBI 71 yaitu:
1) Agregat Halus
a. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butir agregat
halus bersifat kekal yang artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh
cuaca seperti hujan dan matahari.

b. Agregat halus tidak mengandung lumpur lebih dari 5 % (ditentukan
terhadap berat kering). Jika melebihi 5 % maka agregat harus dicuci.
c. Agregat halus harus terdiri dari butir yang beraneka ragam dan bila diayak
dengan ayakan tertentu harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Sisa di atas ayakan 4 mm minimum harus 2 % berat.
b) Sisa di atas ayakan 1 mm minimum harus 10 % berat.
c) Sisa di atas ayakan 0,25 mm harus antara 80-85 % berat.
d. Agregat halus tidak boleh mengandung kadar organik terlalu banyak, hal
ini dapat dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams Harder dengan
menggunakan larutan NaOH.
2) Agregat kasar
a. Agregat kasar harus terdiri dari butir yang keras dan tidak berpori. Agregat
kasar yang mengandung butir pipih hanya dapat dipakai apabila butir
tersebut tidak melampaui 20 % dari berat agregat seluruhnya. Butir agregat
kasar harus bersifat kekal yang artinya tidak pecah atau hancur karena
pengaruh cuaca atau matahari.
b. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 %. Lumpur
adalah bagian yang dapat lolos ayakan 0,063 mm, jika kadar lumpur lebih
dari 1 % maka harus dicuci.
c. Tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak beton seperti alkali.
d. Harus terdiri dari butir yang beraneka ragam besarnya dan jika diayak
harus memiliki syarat sebagai berikut:
a) Sisa di atas ayakan 31,5 mm harus 0 % berat.
b) Sisa di atas ayakan 4,0 mm antara 90-5 % berat.
c) Selisih antara sisa komulatif di atas dua ayakan tersebut maksimal
adalah 60 % dan minimum adalah 10 % berat.
e. Besar butir agregat maksimal tidak boleh lebih dari 1/5, jarak terkecil
antara bidang samping dari cetakan, 1/3 dari total plat, 3/4 dari jarak bersih
minimum diantara batang atau berkas tulangan.
3) Agregat Campuran

Susunan butir agregat campuran untuk beton mutu K 225 dan mutu yang
lebih tinggi harus dilakukan analisa ayak dengan ukuran: 31,5; 6; 8; 4; 2; 1;
0,5; 0,25. Dari ukuran tersebut didapat beberapa zona batuan yang mempunyai
karakteristik tersendiri, yaitu:
1) Zona I : Daerah yang tidak baik, diperlukan terlalu banyak semen dan air.
2) Zona II : Daerah baik, tetapi diperlukan yerlalu banyak seman dan air
dibandingkan dengan zona III.
3) Zona III : Daerah yang baik sekali.
4) Zona IV : Daerah yang baik untuk ukuran susunan butir diskontinu
5) Zona V : Daerah tidak baik terlalu sulit dikerjakan.
3.1.6. Berat Jenis pada Agregat
Berat jenis kering hasil dari mesin pengering di definisikan sebagai
perbandingan berat di udara dari satuan volume dari bahan-bahan yang tidak kedap
air (termasuk pori-pori yang kedap maupun tidak kedap air) kepada berat di udara
dari air pada volume yang sama.
Berat jenis jenuh dengan permukaan kering dapat didefinisikan sebagai
perbandingan dari berat bahan yang tidak kedap air di udara dalam keadaan jenuh
air dengan permukaan kering kepada berat air dengan volume yang sama di udara.
Pengujian berat jenis sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya dua kali, karena
sebenarnya ukuran partikel yang berbeda mungkin mempunyai berat jenis yang
berbeda pula. Dari beberapa pengujian kemudian diambil rata-ratanya.
Ukuran Agregat Berat Jenis SpesifikPenyerapan % dari berat
kering
37,5 – 19 2,55 0,3
19 – 9,5 2,52 0,8
9,5 – 4,75 2,45 1,5
4,75 ke bawah 2,60 1,0

3.1.7. Daya Serap Air pada Agregat
Daya serap adalah persentase berat air yang mampu diserap oleh agregat.
Karena adanya udara yang terjebak dalam agregat atau karena dekomposisi mineral
pembentuk tertentu oleh perubahan cuaca, maka terbentuklah pori-pori. Volume
pori-pori berkisar antara 0 – 20 % dari volume butirnya. Pori-pori tersebut mungkin
menjadi reservoar air bebas di dalam agregat.
Dalam pengujian menggunakan agregat dalam keadaan jenuh permukaan
kering, jika agregat dalam keadaan jenuh kering muka ditimbang (Wjkm), kemudian
dipanaskan dalam oven dengan suhu 1050 C sampai berat tetap, lalu berat
ditimbang (Wk) maka kadar air agregat pada keadaan SSD (Kjkm ).
Kjkm = (Wjkm - Wk) / Wk x 100 %
Pada agregat normal kemampuan menyerap air pada agregat sekitar 1 – 2 %.
3.1.8. Kadar Air
Ada 4 kondisi kandungan air dalam agregat
1) Kering kerontang (kering oven)
Kondisi ini dapat dicapai dengan cara pengeringan agregat di dalam oven
selama 24 jam pada suhu 1050 C – 1100 C.
2) Kering udara
Agregat yang bagian luarnya kering, tetapi tetapi didalam masih terdapat
air. Agregat kondisi ini terdapat di lapangan bila dijemur.
3) Jenuh permukaan kering (JPK) atau saturated surface dry (SSD)
Agregat yang bagian dalam jenuh air sedangkan diluar kering. Keadaan
teoritis yang ideal yang biasanya dipakai untuk dasar perhitungan campuran
beton.
Hal-hal yang menyebabkan keadaan jenuh air dijadikan sebagai standar:
a. Keadaan agregat yang hampir sama dengan keadaan agregat dalam beton

b. Kadar air di lapangan pekerjaan lebih banyak yang mendekati keadaan SSD
daripada kering oven.
4) Lembab (basah)
Bagian dalam batuan jenuh air dan diluar basah (perendaman selama 24
jam) Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai kadar air:
a. Kadar air yang diizinkan didalam agregat berkisar antara 1 – 5 %
b. Jika kadar air dalam agregat rendah, maka berat jenis agregat tinggi dan
mutu agregat baik sehingga penggunaan agregat akan optimal.
c. Kadar air pada agregat akan mempengaruhi campuran beton nantinya.
3.1.9. Kekerasan atau Keausan
Untuk mengetahui kekuatan agregat adalah dengan uji kekerasan dengan cara
pembebanan. Jika jumlah yang hancur lebih banyak, maka kekuatan agregat
rendah. Semakin kecil nilai kekerasan maka semakin baik pula untuk bahan jalanan
dan bahan bangunan. Kekerasan agregat adalah ketahanan agregat akibat dari
penggunaan yang akan menyebabkan terjadinya keausan dan pengikisan.
Ada beberapa pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan
atau keausan.
1) Uji tekan Los Angeles
Pengujian dengan cara benturan dari agregat dengan bola baja dengan
kecepatan konstan selama 20 menit, dari pengujian ini lalu akan dihitung nilai
kekerasan yang biasanya dinyatakan dalam satuan persen (jumlah yang hancur)
Syarat menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1971 – NI – 2
adalah agregat kasar tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50 %.
2) Uji tekan Rudolf
Pengujian dengan bejana penguji Rudolf dengan beban penguji 20 ton,
dimana harus dipenuhi syarat-syarat menurut Peraturan Beton Bertulang
Indonesia (PBI) 1971 – NI – 2 adalah sebagai berikut:

Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 mm – 19 mm lebih dari 24 %
berat. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19 mm – 30 mm lebih dari 22 %
berat.
3) Uji tekan Roquel
Pengujian ini jarang digunakan dan prinsipnya hampir sama dengan uji
tekan Rodolf.
3.1.10. Pengelompokkan Agregat
Dalam teknologi beton agregat yang digunakan pengelompokannya ditinjau
berdasarkan asalnya
1) Agregat Alam
Agregat alam pada umumnya menggunakan bahan baku batu alam atau
hasil penghancurannya. Jenis batu alam yang baik untuk agregat adalah batuan
beku, selain itu jenis batu endapan (metamorf) juga bisa dipakai meskipaun
kualitasnya kurang baik. Batuan yang baik untuk agregat adalah butiran-butiran
yang keras, kompak, tidak pipih, kekal.
Agregat alam dibedakan dalam tiga kelompok yaitu :
a. Kerikil dan pasir
Jenis ini merupak hasil penghancuran oleh alam dari batuan
induknya. Kerikil dan pasir yang terbawa oleh arus dan mengendap di
suatu tempat pada umumnya berbentuk bulat. Endapan-endapan kerikil
dan pasir biasanya terdapat di darat, hal itu karena peristiwa yang terjadi
pada masa lampau seperti banjir atau sungai mengering. Agregat ini
bentuknya berubah-ubah dan tidak homogen. Oleh karena itu, dalam
pemakainya dalam beton memerlukan perhatian khusus, karena perubahan
susunan butiran agregat sangat berpengaruh terhadap sifat beton yang
dibuat.
b. Agregat batu pecah

Kekerasan batu pecah pada umumnya lebih baik daripada agregat
pasir dan kerikil alam. Dalam proses pemecahan dilakukan dua kali agar
mendapatkan butiran yang baik, bentuknya pipih. Dalam pemakainya batu
pecah membutuhkan air yang banyak karena permukaanya relatif luas.
Kekuatan beton dengan batu pecah relatif lebih tinggi, karena daya lekat
perekat pada permukaan batu pecah lebih baik daripada butiran yang halus.
c. Agregat batu apung
Batu apung merupakan agregat alamiah yang ringan, penggunaan
batu apung harus terbebas dari debu vulkanik halus dan bahan-bahan yang
buak vulkanik, misalnya lempung. Batu apung memiliki sifat isolasi panas
yang baik.
2) Agregat Buatan
Agregat buatan merupakan suatu agregat yang dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi kekurangan agregat alam. Contoh agregat buatan antara lain ;
a. Klinker dan breeze
merupakan bahan yang dibakar sempurna, massanya mengeras dan
berinti, serta terisi sedikit bahan yang mudah te rbakar. Sedangkan breeze
merupakan bahan residu yang kurang keras dan kurang baik pembakarannya,
sehingga mengandung lebih banyak bahan yang mudah terbakar. Agregat ini
biasany digunakan untuk membuat blok dan pelat untuk penyekat dalam dan
tembok interior lainnya. Agregat yang berasal dari bahan-bahan yang
mengembang tanah liat dan batu tulis yang terjadi secara alamiah dapat
digunakan untuk membuat bahan berpori yang ringan, dengan permukaan yang
berbentuk sel-sel dengan pemanasan sampai suhu 10000 C – 12000 C.
b. Coke breeze
Adalah hasil tambahan dari sisa bakaran bahan bakar batu arang yang
kurang sempurna pembakaranya. Dibuat dari tanah liat (shale) yang dibakar.
c. Hydite
Dibuat dari tanah liat (shale) yang dibakar mendadak dalam dapur
berputar pada suhu tinggi.
d. Lelite

Dibuat dari batu metamorpora atau shale yang mengandung senyawa
karbon yang dibakar pada suhu ( 15500 C).
3.1.11. Bahan Organik
Bahan organik adalah zat-zat yang berasal dari bahan-bahan tanaman yang
telah membusuk dan muncul dalam bentuk humus yang berisi asam-asam organik.
Bahan-bahan tersebut biasanya memberikan pengaruh yang merugikan terhadap
mutu beton, baik terhadap beton segar maupun beton keras. Pengaruh terhadap
beton segar, misalnya terhadap kemudahan pengerjaan, terhadap lekatan, terhadap
jumlah pemakaian air. Sedangkan pengaruhnya terhadap beton keras adalah akan
menghambat proses hydrasi semen, oleh karena itu akan memperlama pengerasan
dan akan mengurangi kekuatan beton.
Akan tetapi tidak semua bahan organik berpengaruh jelek terhadap beton
sehingga perlu dilakukan pengujian. Menurut ASTM cara pengujiannya adalah
dengan cara kalorimetrik. Pada pengujian ini zat organik dinetralkan dengan soda
api (NaOH) dan warna cairan yang terjadi dibandingkan dengan warna standar.
Warna yang lebih tua dari warna standar atau yang coklat atau hitam menunjukkan
adanya banyak zat organik. Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan warna
ini dapat juga dipakai, asal kekuatan tekan adukan agregat tersebut pada umur 7
dan 28 hari tidak kurang dari 98 % dari kekuatan adukan agregat yang sama tetapi
dicuci dalam larutan 3 % NaOH yang kemudian dicuci sampai bersih dengan air
pada umur yang sama.
Tanah Liat, Lumpur dan butiran-butiran halus lainnya.
Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % (ditentukan
terhadap berat kering). Yang lumpur, tanah liat adalah butiran-butiran yang dapat
melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar lumpur melampaui 5 % maka agregat
hakus perlu dicuci.

3.2 Pengujian Kadar Air Agregat Halus dan Kasar
3.2.1. Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, anda dapat :
1) Menentukan kadar air agregat.
2) Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian kadar air agregat.
3) Menggunakan perlatan dengan terampil.
3.2.2. Dasar Teori
Kadar air agregat adalah perbandingan antara berat air yang dikandung agregat
dengan berat agregat dalam keadaan kering. Jumlah air yang terkandung di dalam
agregat perlu diketahui, karena akan mempengaruhi jumlah air yang diperlukan di
dalam campuran beton. Agregat yang basah (banyak mengandung air), akan
membuat campuran juga lebih basah dan sebaliknya.
3.2.3. Alat dan Fungsinya
1
2
3
Oven
untuk mengeringkan benda uji
Neraca Analitik Digunakan untuk menentukan berat
benda uji yang akan digunakan untuk pengujian 1. Atur timbangan agar
angkanya menunjuk kan angka 0 setelah diletakkan cawan di
atasnya dengan Cawan digunakan sebagai
tempat benda uji pada waktu
dikeringkan dalam oven

3.2.4. Prosedur Pelaksanaan
1) Timbang berat Talam atau Cawan ( W1 )
2) Masukkan benda ui ke dalam Talam atau Cawan dan timbang beratnya ( W2 )
3) Hitung berat benda uji ( W3 = W2 – W1 )
4) Keringkan benda uji berikut dengan Talam atau Cawan di dalam oven dengan
suhu (110 ± 5) °C, sampai beratnya tetap
5) Timbang berat Talam atau Cawan dan benda uji setelah dikeringkan ( W4 )
6) Hitung berat benda uji kering oven ( W5 = W4 – W1 ).
3.2.5. Proses Perhitungan
Keterangan :
W3 = berat benda uji semula (gram)
W4 = berat benda uji kering oven (gram)
3.3 Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus
3.3.1 Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, anda dapat :
1) Menentukan kadar air agregat
2) Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian kadar air agregat
3) Menggunakan perlatan dengan terampil.
3.3.2 Dasar Teori
Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregat dan massa air
dengan volume sama pada suhu yang sama. Sedangkan penyerapan adalah
kemampuan agregat untuk menyerap air dalam kondisi kering sampai dengan
kondisi jenuh permukaan kering ( SSD = Saturated Surface Dry ).

3.3.3 Alat dan Fungsinya
1
2
3
4
Digunakan untuk mengukur suhu dalam bejana.
untuk mengeringkan benda uji
Digunakan untuk menentukan berat
benda uji yang akan digunakan untuk
pengujian.
Riffle Sample untuk membagi agregat menjadi dua bagian yang sama
Termometer
Oven
Neraca Analitik

5
6
7
8 Ayakan
untuk mengayak benda uji
Cawan
digunakan sebagai wadah
untukmengeringkan benda uji di dalam
oven
Krucut terpancung & penumbuk
digunakan untuk menentukan
keadaan SSD agregat halus
untuk menenetukan volume air
Gelas Ukur

3.3.4 Prosedur Pelaksanaan
1) Menimbang berat silinder dan plat alas (C).
2) Benda uji dimasukan ke dalam silinder sebanyak 3 (tiga) lapis.
3) Benda uji dipadatkan pada tiap lapis dengan alat penumbuk sebanyak 25 kali.
4) Permukaan benda uji diratakan dan ditimbang berat silinder berisi benda uji
dan plat alas (D).
5) Menghitung berat benda uji semula (A = D – C)
6) Plunyer diletakkan di atas permukaan benda uji, harus diperhatikan agar
plunyer tidak mendesak silinder.
7) Kemudian dimasukan ke dalam mesin tekan yang mempunyai daya tekan 40
ton dengan kecepatan tekan 4 ton/ menit.
8) Benda uji dikeluarkan dari silinder, kemudian disaring dengan saringan
ukuran 2,36 mm, dan timbang berat material yang tertahan pada saringan
tersebut.
3.3.5 Proses Hitungan
a.Berat Jenis Kering (bulk dry specific grafity)
b. Berat Jenis Jenuh Permukaan Kering / SSD
c.Berat Jenis Semu (Apparent specific Grafity)
d. Penyerapan / Absorpsi

3.4 Pengujian Berat Isi Agregat Halus dan Kasar
3.4.1 Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, anda dapat :
1) Menentukan kadar air agregat
2) Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian kadar air agregat
3) Menggunakan perlatan dengan terampil.
3.4.2 Dasar Teori
Berat isi atau disebut juga sebagai berat satuan agregat adalah rasio antara berat
agregat dan isi/volume.berat isi agregat diperlukan dalam perhitungan behan
campuran beton,apabila jumlah bahan ditakar dengan ukuran volume.
3.4.3 Alat dan Fungsinya
1) Timbangan dengan ketelitian 0,1 % dari berat contoh
2) Talam berkapasias cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat

3) Tongkat pemadat dengan diameter 15mm,panjang 60cm dengan ujung
bulat,sebaiknya terbuat dari baja tahan karat
4) Mistar perata (straight edge)
5) Sendok/sekop
6) Wadah mould baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat
pemegang,
3.4.4 Prosedur Pelaksanaan
1) Berat Isi Lepas
a. Timbang dan catatlah beratnya wadah /mould baja ( W1 )

b. Masukan benda uji dengan hati hati agar tidak terjadi pemisahan butir
butir,dengan ketinggian maksimum 5 (lima) cm di atas wadah dengan
menggunakan sendok atau sekop sampai penuh
c. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
d. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji ( W2 )
e. Hitung berat benda uji ( W3 = W2 - W1 )
2) Berat isi padat dengan cara penusukan
a. Timbang dan catatlah beratnya wadah /mould baja ( W1 )
b. Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal.Setiap lapis
dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan secara merata
c. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
d. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji ( W2 )
e. Hitung berat benda uji ( W3 = W2 - W1 )
3) Berat isi padat dengan cara penggoyangan
a. Timbang dan catatlah beratnya wadah /mould baja ( W1 )
b. Isilah wadah dengan benda uji dalan tiga lapis yang sama tebal
c. Padatkan setiap lapisan dengan cara menggoyang-goyangkan wadah seperti
berikut :
d. Letakkan wadah di atas tempat yang kokoh dan datar,angkatlah salah satu
sisinya kira kira setinggi 5cm,kemudian lepaskan
e. Ulangilah hal tersebut di atas pada posisi berlawanan,dan padatkan setiap
lapis sebanyak 25 kali untuk setiap sisi
f. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar perata
g. Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji ( W2 )
h. Hitung berat benda uji ( W3 = W2 - W1 )
3.4.5 Perhitungan

Keterangan :
W3= Berat material yang diuji (kg)
V = Isi wadah (dm3)
3.5 Pengujian Kadar Organik Agregat Halus
3.5.1 Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, anda dapat :
1) Menentukan kadar organik agregat halus.
2) Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian kadar organik agregat halus.
3) Menggunakan peralatan dengan terampil.
3.5.2 Dasar Teori
Kadar organik agregat adalah bahan-bahan organic yang terdapatdi dalam pasir
yang dapat menimbulkan efek merugikan terhadap mutu molar dan mutu beton.
3.5.3 Peralatan
1) Tabung / botol kaca yang dilengkapi dengan skala isi.
2) Gelas ukur

3) Larutan NaOH 3%
3.5.4 Prosedur Pelaksanaan
1) Isikan agregat halus yang di uji kedalam botol.
2) Tambahkan larutan sodium hidroksida 3% kurang lebih sebanyak 2/3 isi botol.
3) Tutup botol sampai rapat, kemudian dikocok selama 10 menit.
4) Diamkan selama 24 jam.
5) Amati warna cairan diatas permukaan agregat halus yang ada dalam botol dan
bandingkan warnanyadengan larutan pembanding.
6) halus cukup rendah sehingga baik digunakan pada pekerjaan sipil. {Pasir Zona II}
3.6 Pengujian Gradasi Butiran Halus dan Kasar
3.6.1 Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, anda dapat :
1) Menentukan kadar air agregat
2) Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian kadar air agregat
3) Menggunakan perlatan dengan terampil.
3.6.2 Dasar Teori
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan gradasi/ pembagian butir
agregat halus dan agregat kasar dengan menggunakan saringan.Gradasi agregat
adalah distribusi ukuran butiran dari agregat.Bila butir-butir agregat mempunyai

ukuran yang sama (seragam) ,maka volume pori akan besar.Sebaliknya bila ukuran
butir-butirnya bervariasi akan terjadi volume pori yang kecil .Hal ini karena butiran
yang kecil ,akan mengisi pori diantar butiran yang lebih besar,sehingga pori-porinya
menjadi sedikit,dengan kata lain kemampuanya tinggi.
Pada agregat untuk pembuatan mortar atau beton,diinginkan suatu butiran
yang kemampuanya tinggi,karena volume porinya sedikit dan ini berarti hanya
membutuhkan bahan pengikat sedikit saja.
3.6.3 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,2%,kapasitas maksimum 25 kg
b. Alat Pemisah contoh (Riffle sampler).

c. Talam/ nampan
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai dengan
(110±5) °C.
e. Satu set ayakan standart untuk agregat halus.
f. Satu set ayakan standart untuk agregat kasar.

g. Kuas,sikat kuningan
3.6.4 Prosedur Pelaksanaan
a. Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu (110±5)°C,sampai beratnya tetap.
b. Saring benda uji lewat susunan ayakan dengan ukuran saringan paling besar
ditempatkan paling atas.Pengayakan ini dilakukan dengan tangan atau meletakan
susunan ayakan pada mesin penggetar / penggguncang, dan digetarkan /
digoncangkan selama 15 menit.
c. Bersihkan masing-masing ayakan,dimulai dari ayakan teratas dengan
kuas.Perhatikan ! Penyikatan jangan terlalu keras,sekedar menurunkan debu yang
mungkin pada ayakan.
d. Timbang berat agregat yang tertahan di atas masing –masing lubang ayakan.
e. Hitung prosentase berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing ayakan
terhadap berat total benda uji.

3.6.5 Perhitungan
Prosentase berat benda uji yang tertahan diatas saringan/ ayakan adalah
3.7 Pengujian Keausan Agregat Kasar dengan Mesin Los Angeles
3.7.1 Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, kita dapat :
1) Menentukan nilai persen keausan agregat kasar
2) Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian keausan agregat kasar.
3) Menggunakan peralatan secara terampil.
3.7.2 Dasar Teori
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan atau kekuatan
agregat kasar terhadap keausan dengan menggunkan mesin los angeles. Ketahanan
atau kekuatan agregat akan membatasi kekuatan beton yang dapat dicapai bilamana
kekuatan agregat tersebut kurang atau kira-kira sama dengan kekuatan beton yang
direncanakan. Namun demikian biasanya sebagian besar agregat yang tersedia,
kekuatanya masih lebih besar dari kekuatan beton.
Nilai keausan agregat dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus
lewat saringan no.12 terhadap berat semula dalam persen.
3.7.3 Peralatan
1) Mesin Los Angeles

a. Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter
71cm (28”), panjang dalam 50cm (20”). Silinder bertumpu pada dua poros
pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar. Silinder
berlubang untuk memasukan benda uji penutup lubang terpasang dengan rapat
sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Dibagian dalam silinder
terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9cm (3,56”).
2) Timbangan dengan ketelitian 5 gram.
3) Saringan no.12 dan saringan –saringan lainya seperti tercantum dalam tabel 7.1

4) Talam/nampan
5) Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu unutk memanasi sampai dengan
(100±5)°C.
6) Bola – bola baja dengan diameter rata – rata 4,68 cm (17/8”) dan berat masing-
masing antara 390-445 gram.
7) Kuas, sikat kuningan.

3.7.4 Prosedur Pelaksanaan
1) Benda uji dan bola-bola baja dimasukan dalam mesin Los Angeles.
2) Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm, 500 putaran untuk gradasi A,
B, C, dan D dan 1000 putaran untuk gradasi E, F, dan G.
3) Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin, kemudian disaring
dengan saringan no.12, butiran yang tertahan diatasnya dicucibersih selanjutnya
dikeringkan dalam oven dengan suhu (110±5)°C sampai berat tetap.
3.7.5 Perhitungan
Prosentase keausan agregat kasar adalah sebagai berikut :
Keterangan :
A : Berat benda uji semula (gram)
B : Berat benda uji tertahan saringan no.12 (gram)
3.8 Pengujian Kekerasan Agregat Kasar
3.8.1 Tujuan
Setelah melakukan percobaan ini, kita dapat :
1) Menentukan nilai persen kekerasan agregat kasar.
2) Menjelaskan prosedur pelaksanaan pengujian kekerasan agregat kasar.
3) Menggunakan peralatan secara terampil.
3.8.2 Dasar Teori
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan nilai kekerasan agregat kasar
terhadap pembebanan. Kekerasan agregat adalah daya tahan agregat terhadap

kerusakan akibat penggunaan dalam konstruksi. Sifat – sifat kekerasan dari agregat
penting untuk diketahui bilamana agregat akan digunakan sebagai material bahan
bangunan dan jalan.
Nilai kekerasan agregat dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan
aus lewat saringan 2,36 mm terhadap berat semula dalam persen.
3.8.3 Peralatan
1) Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.
2) Satu set alat untuk pengujian kekerasan yang terdiri dari :
a. silinder diameter 115 mm dan tinggi 180 mm.
b. alas terbuat dari piat baja.
c. plenyer/ pengarah beban.

3) Saringan dengan ukuran 12,7mm, 9,5mm dan 2,36mm.
4) Talam/nampan
5) Oven (pengering) yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi
sampai (110±5)°C.
6) Alat pemadat dengan ukuran 9,5 mm dan tinggi 610 mm.

7) Mesin penekan dengan daya beban 40 ton, kecepatan tekan 4 ton/menit.
3.8.4 Prosedur Pelaksanaan
a. Timbang berat silinder dan plat alas (C)
b. Benda uji dimasukan ke dalam silinder berlapis sebanyak 3 lapis.
c. Padatkan benda uji pada tiap lapis dengan alat penumbuk sebanyak 25 kali.
d. Ratakan permukaan benda uji dan timbang berat silinder berisi benda uji dan plat
alas (D) dan plunyer berada diatasnya.
e. Hitung berat benda uji semula (A = D – C)
f. Tempatkan plunyer di atasnya permukaan benda uji harus diperhatikan agar
plunyer tidak mendesak silinder.

g. Kemudian masukan kedalam mesin tekan yang mempunyai daya tekan 40 ton
dengan kecepatan tekan 4 ton/menit.
h. Keluarkan benda uji dari silinder, kemudian disaring denagn saringan ukuran 2,36
mm dan ditimbang berat material yang tertahan pada saringan tersebut (B).
3.8.5 Perhitungan
Prosentase kekerasan agregat kasar adalah sebagai berikut :
Keterangan :
A = berat benda semula (tertahan saringan 9,5 mm) (gram)
B = berat benda uji yang tertahan saringan 2,36 mm (gram)