pengolahan lanjutan _ultimate diposal
DESCRIPTION
mahasiswa stitek balik diwa makassarTRANSCRIPT
Mata kuliah : Pemanfaatan Limbah Hasil Perikanan
Dosen : Wayan Kantun.M.P
PENGOLAHAN LANJUTAN (Ultimate disposal)
DISUSUN OLEH :
SYAHRUL EFFENDI
NIM : STK 17026
PROGRAM STUDY : TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI KELAUTAN (STITEK)
BALIK DIWA MAKASSAR
2010
BAB I
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rah-
mat-Nya jualah sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang ber-
judul “Pengolahan lanjutan (ultimate disposal)”sebagai salah satu tugas dari mata ku-
liah “Pemanfaatan LImbah Hasil Perikanan”
Dengan selesainya penyusunsn makalah ini penyusun mengucapkan banyak terima
kasih atas bimbingannya baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :
1. Bapak Drs.Muh.Akmal M.si selaku ketua I (satu) Sekolah Tinggi Ilmu Kelau-
tan (STITEK) Balik Diwa Makassar
2. Bapak Wayan Kantun.M.P selaku ketua II (Dua) dan sekaligus dosen dari ma-
ta kuliah “Pemanfaatan Limbah Hasil Perikanan”
3. Reken-reken Mahasiswa,khususnya mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Pe-
rikanan
4. Serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah
ini
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesem-
purnaan.Untuk itu penyusun mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang
sifatnya membangun.Akhirnya besar harapan penyusun,agar makalah ini dapat dija-
dikan bahan acuan dimasa mendatang khususnya dalam bidang perikanan.
Makassar, Maret,2010
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB. I KATA PENGANTAR………………………………………………………..
BAB .II. PENDAHULUAN…………………………………………………………..
BAB. III A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN……………………………………………………………….
C. RUMUSAN MASALAH………………………………………………
BAB. IV PEMBAHASAN
PENGOLALAN LANJUTAN ( ULTIMATE DIPOSAL )
1. Proses pemekatan (thickening/concentration) …………………………
2. Penstabilan( Solidification/Stabilization)……………………………….
3. Proses pengaturan ………………………………………………………
4. Proses pengeringan (De-wateringanddrying)…………………………..
5. Proses pembuangan akhir (Diposal)……………………………………
6. Pengurangan kadar air (De-Watering) …………………………………
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN………………………………………………………..
B. SARAN………………………………………………………………...
BAB. VI . PENUTUP……………………………………………………………….
BAB. VII. DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
BAB. VIII. LAMPIRAN…………………………………………………………….
BAB II
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini makin banyak limbah-limbah dari pabrik,rumah tang-
ga,perusahaan, kantor-kantor, sekolah dan sebagainya yang beripa cair,padat bahkan
berupa zat gas dan semuanya itu berbahaya bagi kehidupan kita.tetapi ada limbah
yang lebih berbahaya lagi yang disebut dengan limbah B3(bahan berbahaya dan bera-
cun)
Pengertian limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa
(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan be-
racun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta kon-
sentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat me-
rusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
BAB III
A. LATAR BELAKANG
Meningkatnya penggunaan bahan berbahaya dan beracun pada berbagai kegia-
tan, antara lain pada kegiatan perindustrian, pertambangan, kesehatan dan juga kegia-
tan rumah tangga Adanya kebutuhan industri penghasil limbah B3 - terutama sekitar
Jakarta - terhadap kesediaan fasilitas pengolahan dan penimbunan limbah B3 yang
berwawasan lingkungan Meningkatnya upaya pengendalan pencemaran udara dan
pengendalian pencemaran air yang akan menghasilkan lumpur atau abu yang berba-
haya dan beracun. Indonesia merupakan salah satu negara tujuan tempat pembuangan
limbah.
B. TUJUAN
a. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengolahan limbah hasil perikanan dan mengetahui cara peng
b. Memberikan informasi mengenai cara Pengolahan lanjutan (ultimate disposal
c. Menembah wawasan mengenai dampak dan cara pengolahan limbah
C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan limbah?
2. Apayang dimaksud dengan pengolahan lanjutan (diposal)?
3. Sebutkan pengklasifikasian limbah ?
BAB IV
PEMBAHASAN
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang
paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization,
dan incineration.
1. ChemicalConditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. TU-
juan utama dari chemical conditioning ialah:
o menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam
lumpur
o mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
o mendestruksi organisme patogen
o memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang ma-
sih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada
proses digestion
o mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam kea-
daan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:
1.Concentratiothickening
Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah
dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya diguna-
kan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Taha-
pan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi ka-
dar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler
gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggu-
nakan proses flotation pada tahapan awal ini.
1. Proses pemekatan (thickening/concentration)
Proses pemekatan pada lumpur Bertujuan untuk mengurangi volume lumpur
yang akan diolah dengan pemadatan atau meningkatkan kandungan padatan
2. Penstabilan( Solidification/Stabilization)
Penstabilan adalah proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif)
dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta un-
tuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan
sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif-
Penstabilan bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancur-
kan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian
secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung
dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel
koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan
bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi.
Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi
dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada ta-
hapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treat-
ment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation, se-
lain itu juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabi-
lisasi dapat didefinisikan sebagai. Kedua proses tersebut seringkali terkait
sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama.
Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi
6 golongan, yaitu:
1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah
dibungkus dalam matriks struktur yang besar
2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi
bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada
tingkat mikroskopik
3. Precipitation
4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia
pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkan-
nya ke bahan padat
6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi
senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hi-
lang sama sekali
Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur
(CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah
metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai
solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-
03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
3 Proses pengaturan
Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B-3 dilaksanakan di dalam
unit kegiatan industry Teknologi pengolahan setempat (on-site) dilaksanakan den-
gan menggunakan salah satu atau beberapa jenis teknologi berikut:
limbah lumpur B-3: perlakuan lumpur & chemical conditioning
Incineration (metode thermal)
penanganan limbah padat atau lumpur B-3
disposal (land fill dan injection well).
solidification (stabilisasi)
solidification (stabilisasi)
4. Proses Pengeringan (De-wateringanddrying)
De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kan-
dungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada
tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan
adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.
5. Proses Pembuangan Akhir (Diposal)
Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terja-
di sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan compost-
ing. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop
land, atau injection well..Pembuangan tanpa rencana sangat membahayakan
lingkungan.Di antara beberapa pabrik membuang limbah padatnya ke sungai
karena diperkirakan larut ataupun membusuk dalam air. Ini adalah perkiraan
yang keliru, sebab setiap pembuangan bahan padatan Sebagian dari limbah B3
yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus
berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir yang banyak
digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug) dan disposal well (sumur
pembuangan). Di Indonesia, peraturan secara rinci mengenai pembangunan la-
han urug telah diatur oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPED-
AL) melalui Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Landfill untuk penimbunan limbah B3 diklasifikasikan menjadi tiga jenis yai-
tu: (1) secured landfill double liner, (2) secured landfill single liner, dan (3) landfill
clay liner dan masing-masing memiliki ketentuan khusus sesuai dengan limbah B3
yang ditimbun.
Dimulai dari bawah, bagian dasar secured landfill terdiri atas tanah setempat,
lapisan dasar, sistem deteksi kebocoran, lapisan tanah penghalang, sistem pengumpu-
lan dan pemindahan lindi (leachate), dan lapisan pelindung. Untuk kasus tertentu, di
atas dan/atau di bawah sistem pengumpulan dan pemindahan lindi harus dilapisi
geomembran. Sedangkan bagian penutup terdiri dari tanah penutup, tanah tudung
penghalang, tudung geomembran, pelapis tudung drainase, dan pelapis tanah untuk
tumbuhan dan vegetasi penutup. Secured landfill harus dilapisi sistem pemantauan
kualitas air tanah dan air pemukiman di sekitar lokasi agar mengetahui apakah
secured landfill bocor atau tidak. Selain itu, lokasi secured landfill tidak boleh
dimanfaatkan agar tidak beresiko bagi manusia dan habitat di sekitarnya.
Pembuangan Limbah B3 (Disposal)
Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 antara lain :
Landfill (lahan urug)
Disposal well (sumur pembuangan/injeksi)
Disposal well (sumur pembuangan/injeksi)
4. Pengurangan kadar air (De-Watering)
watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan
air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini
umumnya De-ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah dry-
ing bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.
Pengurangan kadar air dilakukan secara bertahap, yaitu :
mengurangi kadar air lumpur: (i) dari 99% menjadi 97% pada tahap A dan (ii)
97% menjadi 85% pada tahap C.
pengadukan pada tahap B berfungsi mengatur kondisi yang memudahkan
proses pengurangan kadar air pada tahap C.
proses pengeringan lumpur selanjutnya adalah pengeringan yang umumnya
dilakukan dengan cara filtrasi ( sand filter, vacuum filtration, pressure filtra-
tion ), penguapan dengan bantuan sinar matahari ( drying beds ), dan mobile
dewatering unit .
Karakteristik yang menggambarkan kinerja proses pengurangan kadar air dengan
cara filtrasi pada lumpur dinyatakan sebagai:
specific restance untuk proses filtrasi ( r )
capillary suction time (cst).
Specific resistance adalah parameter yang umum digunakan
untuk menentukan karakteristik proses de-watering (filtrasi) limbah lumpur.
Gravity Thickening
Proses ini umumnya digunakan sebagai pretreatment sebelum lumpur diolah
lebih lanjut ke proses de-watering lainnya. Prinsip dasar yang digunakan pa-
da proses ini adalah pengendapan secara gravitasi. Pada proses ini, lumpur di-
biarkan untuk mengendap pada bidang yang memiliki
surface loading sekitar 300 sampai dengan 500 m3/m2.d.
Dengan proses ini primary sludge
dapat dipekatkan pada 150 kg/m2.d dengan kandungan padatan sekitar 10%.
Untuk meningkatkan efisiensi proses, biasanya ditambahkan chemical condi-
tioners . Hal penting yang harus diperhatikan pada proses ini adalah timbulnya
bau akibat proses an-aerobik.
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemi-
sahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil
dan mudah menguap
Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flo-
kulasi
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan
dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa
lumpur dari hasil proses tersebut
Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan di-
gested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cu-
kup stabil dan banyak mengandung padatan organik.
Limbah B3 dikarakterisasikan berdasarkan beberapa parameter yaitu total sol-
ids residue (TSR), kandungan fixed residue (FR), kandungan volatile solids (VR),
kadar air (sludge moisture content), volume padatan, serta karakter atau sifat B3 (tok-
sisitas, sifat korosif, sifat mudah terbakar, sifat mudah meledak, beracun, serta sifat
kimia dan kandungan senyawa kimia).
Contoh limbah B3 ialah logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg,
dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan sebagainya. Cd di-
hasilkan dari lumpur dan limbah industri kimia tertentu sedangkan Hg dihasilkan dari
industri klor-alkali, industri cat, kegiatan pertambangan, industri kertas, serta pemba-
karan bahan bakar fosil. Pb dihasilkan dari peleburan timah hitam dan accu. Logam-
logam berat pada umumnya bersifat racun sekalipun dalam konsentrasi rendah. Daftar
lengkap limbah B3 dapat dilihat di PP No. 85 Tahun 1999: Pengelolaan Limbah Ba-
han Berbahaya dan Beracun (B3). Silakan klik link tersebut untuk daftar lengkap
yang juga mencakup peraturan resmi dari Pemerintah Indonesia.
Penanganan atau pengolahan limbah padat atau lumpur B3 pada dasarnya da-
pat dilaksanakan di dalam unit kegiatan industri (on-site treatment) maupun oleh pi-
hak ketiga (off-site treatment) di pusat pengolahan limbah industri. Apabila pengola-
han dilaksanakan secara on-site treatment, perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
jenis dan karakteristik limbah padat yang harus diketahui secara pasti agar tekno-
logi pengolahan dapat ditentukan dengan tepat; selain itu, antisipasi terhadap je-
nis limbah di masa mendatang juga perlu dipertimbangkan
jumlah limbah yang dihasilkan harus cukup memadai sehingga dapat menjustifi-
kasi biaya yang akan dikeluarkan dan perlu dipertimbangkan pula berapa jumlah
limbah dalam waktu mendatang (1 hingga 2 tahun ke depan)
pengolahan on-site memerlukan tenaga tetap (in-house staff) yang menangani
proses pengolahan sehingga perlu dipertimbangkan manajemen sumber daya
manusianya
peraturan yang berlaku dan antisipasi peraturan yang akan dikeluarkan Pe me-
rintah di masa mendatang agar teknologi yang dipilih tetap dapat memenuhi
standar
Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah
hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solu-
si final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memin-
dahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat
mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi
memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 da-
pat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlu-
kan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating
value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsung-
nya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat
diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk
membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit,
single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari
semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat terse-
but dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan
resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal
tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Penge-
masan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan.
Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki
kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang
tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang mudah
meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam harus dapat
menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam
atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga
memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah
jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengala-
mi penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas
pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki
aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.
Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik
harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan
limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas
2×2 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak
antara limbah yang tidak kompatibel. Bangunan penyimpan limbah harus dibuat den-
gan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung den-
gan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik,
terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sis-
tem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan
penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang mudah dilepas untuk memudah-
kan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi.
Mengenai pengangkutan limbah B3, Pemerintah Indonesia belum memiliki
peraturan pengangkutan limbah B3 hingga tahun 2002. Namun, kita dapat merujuk
peraturan pengangkutan yang diterapkan di Amerika Serikat. Peraturan tersebut
terkait dengan hal pemberian label, analisa karakter limbah, pengemasan khusus, dan
sebagainya. Persyaratan yang harus dipenuhi kemasan di antaranya ialah apabila
terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran
limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki
kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan.
Limbah gas yang mudah terbagak harus dilengkapi dengan head shields pada
kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah
kenaikan suhu yang cepat. Di Amerika juga diperlakukan rute pengangkutan khusus
selain juga adanya kewajiban kelengkapan Material Safety Data Sheets (MSDS) yang
ada di setiap truk dan di dinas pemadam kebarakan.
Secured Landfill. Faktor hidrogeologi, geologi lingkungan, topografi, dan faktor-
faktor lainnya harus diperhatikan agar secured landfill tidak merusak lingkungan.
Pemantauan pasca-operasi harus terus dilakukan untuk menjamin bahwa badan air
tidak terkontaminasi oleh limbah B3.
Deep Injection Well. Pembuangan limbah B3 melalui metode ini masih mejadi kon-
troversi dan masih diperlukan pengkajian yang komprehensif terhadap efek yang
mungkin ditimbulkan. Data menunjukkan bahwa pembuatan sumur injeksi di Ameri-
ka Serikat paling banyak dilakukan pada tahun 1965-1974 dan hampir tidak ada su-
mur baru yang dibangun setelah tahun 1980.
Sumur injeksi atau sumur dalam (deep well injection) digunakan di Amerika Serikat
sebagai salah satu tempat pembuangan limbah B3 cair (liquid hazardous wastes).
Pembuangan limbah ke sumur dalam merupakan suatu usaha membuang limbah B3
ke dalam formasi geologi yang berada jauh di bawah permukaan bumi yang memiliki
kemampuan mengikat limbah, sama halnya formasi tersebut memiliki kemampuan
menyimpan cadangan minyak dan gas bumi. Hal yang penting untuk diperhatikan
dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta hidrogeologi wi-
layah setempat.
Limbah B3 diinjeksikan se dalam suatu formasi berpori yang berada jauh di bawah
lapisan yang mengandung air tanah. Di antara lapisan tersebut harus terdapat lapi-
san impermeable seperti shale atau tanah liat yang cukup tebal sehingga cairan
limbah tidak dapat bermigrasi. Kedalaman sumur ini sekitar 0,5 hingga 2 mil dari
permukaan tanah.
Tidak semua jenis limbah B3 dapat dibuang dalam sumur injeksi karena
beberapa jenis limbah dapat mengakibatkan gangguan dan kerusakan pada sumur
dan formasi penerima limbah. Hal tersebut dapat dihindari dengan tidak mema-
sukkan limbah yang dapat mengalami presipitasi, memiliki partikel padatan, dapat
membentuk emulsi, bersifat asam kuat atau basa kuat, bersifat aktif secara kimia,
dan memiliki densitas dan viskositas yang lebih rendah daripada cairan alami da-
lam formasi geologi.
Hingga saat ini di Indonesia belum ada ketentuan mengenai pembuangan
limbah B3 ke sumur dalam (deep injection well). Ketentuan yang ada mengenai
hal ini ditetapkan oleh Amerika Serikat dan dalam ketentuan itu disebutkah bahwa:
Dalam kurun waktu 10.000 tahun, limbah B3 tidak boleh bermigra-
si secara vertikal keluar dari zona injeksi atau secara lateral ke titik temu den-
gan sumber air tanah.
Sebelum limbah yang diinjeksikan bermigrasi dalam arah seperti disebutkan di
atas, limbah telah mengalami perubahan higga tidak lagi bersifat berbahaya
dan beracun.
Oleh karena itu kita pengelolaan limbah B3 harus sesuai dengan prosedur
yang ada. Sehingga tidak menimbulkan efek yang negatif bagi masyarakat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah ber-
bagai jenis limbah akan dihasilkan.
Pengolahan lanjutan (ultimate disposal).Beberapa proses yang sering digunakan
pada tahap ini diantaranya adalah sebagai berikut :
Proses pemekatan
Proses penstabilan
Proses pengaturan
Proses pengurangan air
Proses pengeringan
Proses pembuangan
Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 antara lain :
Landfill (lahan urug)
Disposal well (sumur pembuangan/injeksi)
Disposal well (sumur pembuangan/injeksi)
Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemi-
sahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil
dan mudah menguap
Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasidan flokula-
si
Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn
lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari
hasil proses tersebut
B. SARAN
Masyarakat masih banyak yang kurang memahami mengenai cara mengolah sam-
pah atau limbah yang ada di sekitar mereka,untuk itu sebaiknya pemerintah mem-
berikan sedikit penyuluhan tentang cara mengolah limbah khususnya daerah-
daerah yang rawan limbah seperti kota-kota besar yang ada di seluruh Indonesia
BAB VI
PENUTUP
Dengan selesainya penyusunan makalah ini,penyusun berharap semoga dapat me-
nambah wawasan bagi para pembaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya
tentang pengolahan limbah.
LAMPIRAN
Parameter Konsentrasi (mg/L)
COD 100 – 300
BOD 50 – 150
Minyak nabati 5 – 10
Minyak mineral 10 – 50
Zat padat tersuspensi (TSS) 200 – 400
pH 6.0 – 9.0
Temperatur 38 – 40 [oC]
Ammonia bebas (NH3) 1.0 – 5.0
Nitrat (NO3-N) 20 – 30
Senyawa aktif biru metilen 5.0 – 10
Sulfida (H2S) 0.05 – 0.1
Fenol 0.5 – 1.0
Sianida (CN) 0.05 – 0.5
Batasan Air Limbah
Kendaraan pengangkut limbah
Tumpukan Limbah Padat
Tumpukan Limbah Padat
Tumpukan Limbah Padat
Diagram dari hirarki limbah.
Komposisi Sampah Domestik & Persen Penanganannya
DAFTAR PUSTAKA
www.limbahcair.com/
Phttp://www.lenn-biz.com/
TL 4002 Rekayasa Lingkungan 2009 Program Studi Teknik Lingkungan ITB
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan_sampah
Akhmad Sholikhin, Smk Negeri 2 Temanggung.Pengolahan Limbah B3