pengkajian manajemen laporan pertanggungjawaban kepala daerah.doc

27
PENGKAJIAN MANAGEMEN LAPORAN PERTANGGUNGJAWAB KEPALA DAERAH I. PENDAHULUAN Sejalan dengan amanat UU No. 22 Tahun 1999, kebijakan otonomi daerah diberikan dengan memberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah, disamping prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat serta pengembangan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 1 Wewenang merupakan faktor penting dan mendasar dalam hal pembentukan regulasi dan atau keputusan tata usaha negara (KTUN). Dalam kepustakaan hukum administrasi, soal wewenang selalu menjadi bagian penting dan bagian awal hukum administrasi, karena obyek hukum administrasi adalah wewenang pemerintahan (bestuursbevoegdheid). 2 Dalam konsep hukum publik, wewenang merupakan konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi. 3 Dalam hukum tata negara, wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Dengan demikian dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan erat dengan kekuasaan. 4 Sebagai suatu konsep hukum publik, wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen, yaitu : a. Pengaruh; b. Dasar Hukum; c. Konformitas Hukum. 5 Komponen pengaruh bermakna bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum. Komponen dasar hukum bermakna bahwa wewenang itu harus selalu dapat ditunjuk dasar hukumnya dan komponen konformitas hukum, bermakna adanya standar wewenang yakni standar umum (untuk semua jenis wewenang) dan adanya standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu). 6 Ruang lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang untuk membuat keputusan pemerintahan (besluit), tetapi juga semua wewenang dalam rangka melaksanakan tugasnya. 7 Wewenang pemerintahan perolehannya dapat terjadi dengan : atribusi, delegasi, mandat dan atau karena kerja sama. 8 Suatu produk hukum yang tidak didasarkan atas wewenang secara tepat dan benar, dapat berakibat produk 1

Upload: sri-nur-hari

Post on 17-Sep-2015

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I

PENGKAJIAN MANAGEMEN

LAPORAN PERTANGGUNGJAWAB KEPALA DAERAH

I. PENDAHULUAN

Sejalan dengan amanat UU No. 22 Tahun 1999, kebijakan otonomi daerah diberikan dengan memberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada Daerah, disamping prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat serta pengembangan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 1

Wewenang merupakan faktor penting dan mendasar dalam hal pembentukan regulasi dan atau keputusan tata usaha negara (KTUN). Dalam kepustakaan hukum administrasi, soal wewenang selalu menjadi bagian penting dan bagian awal hukum administrasi, karena obyek hukum administrasi adalah wewenang pemerintahan (bestuursbevoegdheid).2 Dalam konsep hukum publik, wewenang merupakan konsep inti dalam hukum tata negara dan hukum administrasi.3 Dalam hukum tata negara, wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht). Dengan demikian dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan erat dengan kekuasaan.4Sebagai suatu konsep hukum publik, wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen, yaitu :

a. Pengaruh;

b. Dasar Hukum;

c. Konformitas Hukum.5Komponen pengaruh bermakna bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum. Komponen dasar hukum bermakna bahwa wewenang itu harus selalu dapat ditunjuk dasar hukumnya dan komponen konformitas hukum, bermakna adanya standar wewenang yakni standar umum (untuk semua jenis wewenang) dan adanya standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu).6 Ruang lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang untuk membuat keputusan pemerintahan (besluit), tetapi juga semua wewenang dalam rangka melaksanakan tugasnya.7 Wewenang pemerintahan perolehannya dapat terjadi dengan : atribusi, delegasi, mandat dan atau karena kerja sama.8Suatu produk hukum yang tidak didasarkan atas wewenang secara tepat dan benar, dapat berakibat produk hukum yang bersangkutan cacat hukum, yang nota bene dapat berakibat batal, baik batal mutlak, batal demi hukum maupun dapat dibatalkan.

Penggunaan wewenang secara tidak tepat dan tidak benar tersebut dapat terjadi antara lain karena :

a. Tidak bersendikan wewenang (on bevoegdheid);

b. Sewenang-wenang (willekeur);

c. Menyalahgunakan wewenang (detournement de pavoir);

d. Melampui batas wewenang (ultra vires)

Salah satu bentuk pengembangan peran dan fungsi DPRD adalah dengan cara pemilihan dan penetapan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah melalui proses yang seluruhnya dilaksanakan oleh DPRD, serta melalui pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD.9Pada prinsipnya pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan kewajiban Pemerintah Daerah untuk menjelaskan kinerja penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat.10Untuk menjaga kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan daerah, pada prinsipya masa jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah 5 (lima) tahun. Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Kepala Daerah kepada DPRD bersifat sebagai laporan pelaksanaan tugas (progress report). Oleh karena itu pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Kepala Daerah kepada DPRD bukanlah merupakan wahana untuk menjatuhkan Kepala Daerah, akan tetapi lebih merupakan wahana untuk penilaian dan perbaikan kinerja penyelenggaraan pemerintahan Daerah.11Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD tidak semata-mata dimaksudkan sebagai upaya untuk menemukan kelemahan pelaksanaan pemerintahan daerah, melainkan juga untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktifitas dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan fungsi pengawasan DPRD terhadap jalannya pemerintahan.12Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD meliputi pertanggungjawaban akhir tahun anggaran, akhir masa jabatan dan hal tertentu. Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pertanggungjawaban akhir masa jabatan merupakan pertanggungjawaban selama masa jabatan Kepala Daerah, sedangkan pertanggunjawaban hal tertentu merupakan pertanggungjawaban atas dugaan tindak pidana.13

Untuk menjamin kesungguhan Kepala Daerah dan perangkat daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangan yang dibebankan, Kepala Darah harus membuat Rencana Strategi (Renstra) atau Dokumen Perencanaan lainnya yang disepakati bersama dengan DPRD sebagai tolok ukur penilaian pertanggungjawaban Kepala Daerah.14II. DEMOKRATISASI PEMERINTAHAN

Kepustakaan yang membahas tentang demokratisasi pemerintahan memaparkan bahwa keterbukaan sebagai salah satu syarat minimum demokrasi pemerintahan yang merupakan suatu conditio sine qua non. Salah satu diantaranya adalah buku yang berjudul : Beginselen van de democratische rechtsstaat yang ditulis Prof. M.C. Burkens, et al. Dalam tulisannya tersebut dipaparkan tentang syarat minimum untuk adanya demokrasi dua persyaratan penting diantaranya adalah :

a. Badan Perwakilan Rakyat mempengaruhi pengambilan keputusan melalui sarana (mede) beslissings recht (hak untuk ikut memutuskan) dan atau melalui wewenang pengawasan;

b. Asas keterbukaan dalam pengambilan keputusan dan sifat keputusan yang terbuka.15Tanpa keterbukaan tidak mungkin ada peran serta masyarakat. Berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang peran serta masyarakat antara lain :

UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk dapat memahami dan mempertajam konsep keterbukaan dan peran serta masyarakat dalam pembentukan regulasi dan keputusan tata usaha negara (KTUN) dan praktek penyelenggaraan pemerintahan, kiranya dipandang perlu untuk dilakukan pendekatan perbandingan (comparative approach) dengan hukum tata negara dan hukum administrasi Belanda.

Keterbukaan baik openheid maupun openbaarheid (openheid adalah suatu sikap mental berupa kesediaan untuk memberi informasi dan kesediaan untuk menerima pendapat pihak lain; dan openbaarheid menunjukkan suatu keadaan) sangat penting artinya bagi pembentukan regulasi dan KTUN serta pelaksanaannya yang baik dan demokratis. Dengan demikian keterbukaan dipandang sebagai suatu asas ketatanegaraan mengenai pelaksanaan wewenang secara layak (staatsrechtelijk beginsel van behoorlijke bevoegdheidsuitoefening).16Dalam hukum tata negara dan hukum administrasi, keterbukaan merupakan asas penyelenggaraan pemerintahan yang bertumpu atas asas demokrasi (partisipasi). Demokrasi perwakilan telah lama dirasakan tidak memadai. Dalam konsep demokrasi partisipasi rakyat mempunyai hak untuk ikut memutuskan (medebeslissingsreht) dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan (besluitvormingsproces).17Dalam praktek pemerintahan di Belanda sebagai pelaksanaan asas keterbukaan mula-mula melalui asas fair play sebagai salah satu apa yang disebut algemene beginselen van behoorlijk bestuur (asas-asas umum pemerintahan yang baik). Dengan lahirnya Wet Openbaarheid van Bestuur (WOB) yang efektif sejak tanggal 1 Mei 1980, asas fair play dimasukkan dalam WOB tersebut. Dalam WOB dibedakan adanya dua macam keterbukaan pemerintahan, yakni keterbukaan aktif dilaksanakan oleh atau atas prakarsa pemerintah, sedangkan keterbukaan pasif dilaksanakan atas prakarsa warga masyarakat.18Dalam WOB Belanda hanya diatur mengenai keterbukaan informasi sebagai landasan atau dasar hubungan antara pemerintah dan rakyat, sedangkan pada dasarnya keterbukaan pemerintahan tidak hanya menyangkut keterbukaan informasi saja, melainkan juga meliputi keterbukaan sidang-sidang badan perwakilan rakyat, keterbukaan prosedur dan keterbukaan register.19Keterbukaan dalam sidang-sidang badan perwakilan rakyat berkaitan dengan fungsi pengawasan yang dimiliki badan perwakilan rakyat. Keterbukaan dalam pengambilan keputusan-keputusan politik memungkinkan pengawasan dan bagi pembuat keputusan akan mendorong sikap berhati-hati dalam pengambilan keputusan.20Peraturan tata tertib DPR RI mengatur asas keterbukaan sidang DPR sebagaimana tertuang dalam Keputusan DPR RI No. 10/DPR-RI/III/82-83, dalam pasal 96 ayat (1) disebutkan :

Rapat Paripurna, Rapat Paripurna Luar Biasa, Rapat Komisi, Rapat Gabungan Komisi, dan Rapat Panitia Khusus pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali apabila rapat yang bersangkutan atau Badan Musyawarah memutuskan rapat tersebut bersifat tertutup.

Disamping itu hal yang penting ialah adanya saluran bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasinya melalui DPR. Demikian pula ketentuan tentang dengar pendapat umum (vide Pasal 59 ayat (4) c) merupakan sarana yang patut untuk dioptimalkan, sehingga pembentukan peraturan perundang-undangan dan perumusan kebijakan publik lainnya betul-betul mengikut sertakan masyarakat.21Keterbukaan informasi yang dibedakan atas keterbukaan aktif dan keterbukaan pasif berkaitan dengan dokumen-dokumen pemerintahan. Keterbukaan informasi memungkinkan dalam batas-batas tertentu bagi masyarakat untuk mengetahui dokumen-dokumen pemerintahan. Fiksi hukum yang menyatakan bahwa : setiap orang dianggap mengetahui undang-undang, tidaklah ada artinya apabila undang-undang tidak di publikasikan secara luas.22Keterbukaan prosedur berkaitan dengan besluitvormingsprocedures dan salah satu dari besluit yang sangat penting adalah beschikking atau keputusan tata usaha negara.23

Keterbukaan prosedur memungkinkan masyarakat melakukan : ikut mengetahui (meewetten), ikut bermusyawarah (meespreken), ikut memikirkan (meedenken), ikut memutuskan dalam rangka pelaksanaan (meebeslissen) dan berhak ikut memutus (medebeslissingsrecht).24Asas-asas tersebut harus dituangkan dalam prosedur pengambilan keputusan pemerintahan, baik yang menyangkut perencanaan, kebijakan, maupun pembentukan peraturan perundang-undangan.25Keterbukaan register di Indonesia dikenal antara lain dalam hukum kadaster, yakni keterbukaan buku tanah. Keterbukaan seperti itu disatu pihak memang memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hak atas tanah yang sudah didaftarkan, dan disamping itu memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap hak-hak tanah yang sudah didaftarkan.26Keterbukaan merupakan pelaksanaan asas demokrasi bahkan merupakan conditio sine qua non asas demokrasi. Keterbukaan memungkinkan partisipasi masyarakat secara aktif dalam menilai dan mengkritisi pertanggungjawaban Bupati.27Keterbukaan dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat, kiranya merupakan prioritas pemikiran untuk mendapatkan perhatian khusus, agar dapat diujudkan segera dalam proses hubungan antara pemerintah dan rakyat. Pembangunan yang hanya menempatkan posisi hukum sebagai sarana, diragukan kemampuannya untuk mewujudkan negara hukum RI, karena perwujudan negara hukum yang hakiki adalah usaha mewujudkan cita hukum (recht idee).28, oleh karenanya layak kiranya hukum diperankan sebagai panglima.

Dengan demikian prinsip keterbukaan dapat dijadikan tolok ukur terhadap berbagai perbuatan pemerintahan, dalam hal ini dapat digunakan untuk menilai dan mengkritisi kinerja pemerintahan daerah. Dengan tidak diterapkannya prinsip keterbukaan terhadap kebijakan dan kinerja pemerintahan, maka kondisi tersebut menunjukkan adanya indikasi KKN, karena tidak memberikan kesempatan kepada publik untuk berperan serta melakukan fungsi pengawasan, agar kegiatan dan kinerja pemerintahan yang bersangkutan dapat berdaya guna dan berhasil guna.

III. PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENGKRITISI KINERJA PEMERINTAHAN DAERAH

Pada prinsipnya peran serta masyarakat berkaitan dengan asas keterbukaan. Tanpa keterbukaan tidak mungkin ada peran serta masyarakat. Seperti telah dipaparkan bahwa dalam hukum tata negara dan hukum administrasi, keterbukaan merupakan asas penyelenggaraan pemerintahan yang bertumpu atas asas demokrasi (partisipasi). Tanpa mengurangi makna demokrasi perwakilan yang dewasa ini masih merupakan fiksi hukum sebagai lembaga penyalur aspirasi rakyat, namun dalam realitasnya telah lama dirasakan tidak memadai. Dalam konsep demokrasi partisipasi, rakyat mempunyai hak untuk memutuskan (medebeslessingrecht) dalam proses pengambilan keputusan pemerintahan (besluitvormingsproces), termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan mengenai laporan pertanggungjawaban Bupati.

Dalam suatu sistem pemerintahan yang demokratis, keterbukaan prosedur berkaitan dengan besluitvormingsprocedures, dan salah satu dari besluit yang sangat penting adalah beschikking atau keputusan tata usaha negara (KTUN).

Keterbukaan prosedur memungkinkan masyarakat melakukan partisipasi dalam bentuk : ikut mengetahui (meewetten), ikut bermusyawarah (meespreken), ikut memikirkan (meedenken), ikut memutuskan dalam rangka pelaksanaan (meebeslissen), dan berhak ikut memutuskan (medebeslissingsrect) atas suatu regulasi atau KTUN, termasuk penilaian terhadap pertanggungjawaban Bupati.

Dalam bidang hukum pidana, peran serta masyarakat telah diatur secara konkret sebagai berikut :

(1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi;

(2) Peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk :

a. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;

b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;

c. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;

d. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;

e. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal :

1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c tersebut diatas;

2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan disidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.29IV. MEKANISME PENILAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH

1. Beberapa Pengertian

a. Menilai berarti menimbang, yakni sesuatu kegiatan untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan keputusan.30b. Kepala Daerah dalam hal ini Bupati / Walikota dan atau Gubernur dalam menjalankan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab kepada DPRD.

c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah DPRD Kabupaten / Kota dan atau Propinsi.

d. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu perkiraan (rencana) keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD.

e. Rencana Strategik (Renstra) atau Dokumen Daerah lainnya yang disahkan oleh DPRD dan Kepala Daerah, adalah rencana lima tahunan yang menggambarkan visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan daerah.

f. Laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran (LP-ATA) adalah laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selama satu tahun anggaran, yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD berdasarkan tolok ukur Renstra;

g. Laporan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LP-AMJ) adalah laporan Kepala Daerah kepada DPRD atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selama masa jabatan Kepala daerah berdasarkan tolok ukur Renstra;

h. Laporan Pertanggungjawaban untuk Hal Tertentu (LP-HT) adalah laporan atau perbuatan pribadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang diduga mengandung unsur tindak pidana sewaktu-waktu selama masa jabatan;

i. Komisi Penyelidik Independen (KPI) adalah suatu Komisi atau Panitia independen yang dibentuk oleh Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri dan atau yang dibentuk Oleh Mendagri dan Otda atas nama Presiden, yang bertugas menyelidiki alasan dan penyebab penolakan pertanggungjawaban Kepala Daerah.312. Pertanggungjawaban Bupati (Ilustrasi Pertanggungjawaban Kepala Daerah)

Dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai Kepala Daerah, Bupati bertanggungjawab kepada DPRD. Pertanggung jawaban Bupati disampaikan dalam bentuk :

a. Laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran (LP-ATA);

b. Laporan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LP-AMJ);

c. Laporan Pertanggungjawaban untuk Hal Tertentu (LP-HT).

Pertanggungjawaban Bupati dinilai berdasarkan tolok ukur Renstra. Setiap daerah wajib membuat Renstra dalam bentuk Perda, dalam tempo satu bulan setelah Kepala Daerah dilantik.322.1. Laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran (LP-ATA)

LP-ATA merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dalam bentuk perhitungan APBD berikut penilaian kinerja berdasarkan tolak ukur Renstra. LP-ATA dibacakan oleh Bupati didepan Sidang Paripurna DPRD, paling lambat 3(tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Dokumen LP-ATA setelah dbacakan oleh Bupati, kemudian diserahkan kepada DPRD, kemudian dilakukan penilaian oleh DPRD sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku dan dalam tempo paling lambat 1 (satu) bulan setelah dokumen LP-ATA diserahkan, penilaian tersebut harus selesai. Apabila sampai dengan 1 (satu) bulan sejak penyerahan dokumen, penilaian DPRD ternyata belum selesai, maka LP-ATA tersebut dianggap diterima.33Ada dua kemungkinan hasil penilaian DPRD terhadap LP-ATA yang diajukan oleh Bupati, yakni LP-ATA diterima atau kemungkinkan yang kedua LP-ATA ditolak.

LP-ATA dapat ditolak apabila terdapat perbedaan yang nyata antara rencana dengan realisasi APBD, yang merupakan penyimpangan yang alasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan tolok ukur Renstra. Penilaian LP-ATA dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD, dan harus mendapat persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir dan mencakup seluruh Fraksi.342.1.1. Revisi Laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran

Apabila LP-ATA ditolak oleh DPRD, maka Bupati wajib melengkapi dan atau menyempurnakan LP-ATA yang bersangkutan dalam tempo paling lambat 30 (tiga puluh) hari. Apabila Bupati tidak melengkapi dan atau menyempurnakan dokumen LP-ATA dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari, DPRD dapat mengusulkan pemberhentian Bupati kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur.35

DPRD melakukan penilaian atas LP-ATA yang telah disempurnakan paling lambat 1 (satu) bulan setelah LP-ATA tersebut diserahkan kepada DPRD. Ada kemungkinan juga LP-ATA yang telah disempurnakan dapat ditolak oleh DPRD, apabila dalam LP-ATA yang telah disempurnakan itu masih tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan tolok ukur Renstra. Penilaian DPRD atas LP-ATA yang telah disempurnakan, dilaksanakan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD. Penolakan DPRD atas LP-ATA yang telah disempurnakan hanya dapat diputuskan atas persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah yang hadir dan mecakup seluruh fraksi.36Apabila LP-ATA Bupati ditolak untuk keduakalinya, DPRD mengusulkan pemberhentian Bupati kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur.37

2.1.2. Komisi Penyelidik Independen

Dalam hal LP-ATA ditolak untuk kedua kalinya Gubernur membentuk Komisi Penyelidik Independen untuk Kabupaten, yang terdiri dari para ahli yang berkompeten, independen, non partisan yang kredibilitasnya diakui oleh masyarakat, dan berdomisili di wilayah Propinsi setempat, dengan jumlah anggota Komisi paling banyak 7 (tujuh) orang.38 Komisi tersebut bertugas membantu Pemerintah untuk menilai kesesuaian keputusan penolakan DPRD terhadap LP-ATA yang dbuat oleh Bupati dengan peraturan perundangan yang berlaku. Hasil penilaian atas LP-ATA Bupati oleh Komisi disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Masa tugas Komisi berakhir setelah proses pertanggungjawaban Bupati dinyatakan selesai. Apabila Komisi menilai keputusan DPRD atas penolakan LP-ATA Bupati telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, usul pemberhentian Bupati yang bersangkutan diteruskan kepada Menteri Dalam negeri dan Otnomi Daerah untuk disahkan.39

Apabila Komisi menilai keputusan DPRD atas penolakan LP-ATA Bupati ternyata tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, Menteri Dalam negeri dan Otonomi Daerah membatalkan keputusan DPRD tersebut. Dengan dibatalkannya keputusan DPRD atas penolakan LP-ATA Bupati, maka :

a. Usul pemberhentian Bupati yang bersangkutan dinyatakan ditolak;

b. DPRD merehabilitasi nama baik Bupati yang bersangkutan.402.2. Laporan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LP-AMJ)

LP-AMJ merupakan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang merupakan kinerja Bupati selama masa jabatan Bupati, berdasarkan tolok ukur Renstra. LP-AMJ dibacakan oleh Bupati di depan sidang Paripurna DPRD, paling lambat 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Bupati. Setelah dibacakan oleh Bupati, dokumen LP-AMJ diserahkan kepada DPRD, untuk selanjutnya dilakukan penilaian sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundangan yang berlaku. Penilaian DPRD atas LP-AMJ Bupati disampaikan paling lambat selesai 1 (satu) bulan setelah dokumen LP-AMJ diterima oleh DPRD. Apabila sampai dengan 1 (satu) bulan setelah diterimanya dokumen LP-AMJ oleh DPRD, ternyata DPRD belum dapat memutuskan penilaiannya, maka LP-AMJ yang bersangkutan dianggap diterima.41LP-AMJ Bupati dapat ditolak, apabila terdapat perbedaan yang nyata antara pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang merupakan penyimpangan yang alasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan tolok ukur Renstra. Penilaian atas LP-AMJ Bupati dilaksanakan dalam Rapat Parpurna DPRD yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD. Penolakan DPRD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir, yang terdiri dari seluruh Fraksi. Apabila LP-AMJ Bupati ditolak, maka Bupati dan Wakil Bupati yang bersangkutan tidak dapat dicalonkan kembali sebagai calon Bupati dan calon Wakil Bupati untuk masa jabatan berikutnya.422.3. Laporan Pertanggungjawaban untuk Hal Tertentu (LP-HT)

LP-HT merupakan keterangan sebagai wujud pertanggungjawaban Bupati yang berkaitan dengan dugaan atas perbuatan pidana Bupati dan atau Wakil Bupati yang oleh DPRD dinilai dapat menimbulkan krisis kepercayaan publik yang luas. Bupati atau Wakil Bupati dapat dipanggil oleh DPRD atau dengan inisiatif sendiri untuk memberikan keterangan atas dugaan perbuatan pidana. Pemanggilan Bupati dalam hal ada dugaan melakukan perbuatan pidana, dilakukan atas permintaan sekurang-kurangnya 1/3 (sepertiga) dari seluruh anggota.43DPRD mengadakan Sidang Paripurna untuk membahas keterangan yang disampaikan Bupati dan atau Wakil bupati atas dugaan telah melakukan perbuatan pidana, paling lambat 1 (satu) bulan sejak Bupati dan atau Wakil Bupati memberikan keterangan. DPRD dapat membentuk Panitia Khusus (PANSUS) untuk menyelidiki kebenaran keterangan yang disampaikan Bupati dan atau Wakil Bupati. Berdasarkan hasil penyelidikan PANSUS, DPRD dapat mengambil kebuputusan untuk menerima atau menolak keterangan Bupati atau Wakil Bupati untuk hal tertentu.44Apabila DPRD menolak keterangan Bupati dan atau Wakil Bupati sehubungan dengan adanya dugaan telah melakukan perbuatan pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada pihak yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelidikan dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah bagi Bupati. Apabila Bupati dan atau Wakil Bupati berstatus sebagai terdakwa, Menteri Dalam Negeri dan otonomi Daerah memberhentikan sementara Bupati dan atau Wakil Bupati dari jabatannya. Apabila keputusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menyatakan Bupati dan atau Wakil Bupati tidak bersalah, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah mencabut pemberhentian sementara serta merehabilitasi nama baik Bupati dan atau Wakil Bupati.45

3. Beberapa Aspek Pertanggungjawaban Kepala Daerah

Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999, kebijakan otonomi daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah, disamping prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat serta pengembangan peran dan fungsi DPRD. Salah satu bentuk pengembangan peran dan fungsi DPRD adalah melalui pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD.

Pada dasarnya pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan kewajiban Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menjelaskan kinerja penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat.

Khusus mengenai laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran (LP-ATA) Kepala Daerah terdiri atas :

a. Laporan Perhitungan APBD;

b. Nota Perhitungan APBD;

c. Laporan Aliran Kas;

d. Neraca Daerah.

Keempat aspek tersebut dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur Renstra, yang didasarkan pada indikator :

a. Dampak: bagaimana dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai berdasarkan manfaat yang dihasilkan.b. Manfaat:bagaimana tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah masyarakat, maupun pemerintah.c. Hasil:bagaimana tingkat pencapaian kinerja yang diharapkan terwujud berdasarkan keluaran (output) kebijakan atau program yang sudah dilaksanakan.d. Keluaran:bagaimana bentuk produk yang dihasilkan langsung oleh kebijakan atau program berdasarkan masukan (input) yang digunakan.e. Masukan:bagaimana tingkat atau besaran sumber-sumber yang digunakan sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi dan sebagainya.46V. MANAJEMEN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH

1. Manajemen Strategis Laporan Pertanggungjawaban

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun dengan menggunakan kinerja. Hal ini berarti bahwa penyusunan APBD didasarkan atas prinsip-prinsip manajemen strategis.47

Tata cara pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD, pada prinsipnya adalah sebagai berikut :

a. Pertanggungjawaban Kepala Daerah dinilai berdasarkan Renstra;

b. Setiap daerah wajib menetapkan Renstra dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah Kepala Daerah dilantik;

c. Renstra ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda).48Dengan demikian dapat diketahui urgensi dipergunakannya Renstra dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam manajemen strategis dikenal adanya dua varian utama, yakni :

a. Penyusunan Rencana Strategis;

b. Penyusunan Manajemen Kinerja.

Dasar pengukuran kinerja pelayanan yang diberikan oleh Pemda adalah adanya perencanaan strategis (Renstra) yang menjadi dasar bagi kegiatan Pemda. Perencanaan strategis merupakan bagian dari manajemen strategis. Evaluasi dari pelaksanaan manajemen strategis adalah Manajemen Kinerja. Konsep manajemen kinerja adalah sebagai dasar dalam mengukur atau mengevaluasi kinerja pelaksanaan Pemda.49

Perencanaan strategis meliputi tahapan-tahapan, yakni : visi, misi, nilai, asumsi, analisis strategis dan pilihan, faktor kunci keberhasilan, tujuan organisasi, sasaran organisasi, strategi organisasi (kebijakan program dan kegiatan), perencanaan strategis pertama, kedua dan seterusnya.50

Manajemen kinerja meliputi tahapan-tahapan, yakni : perencanaan pengukuran dan evaluasi kinerja, penentuan akuntabilitas publik, pemantauan dan balikan (feed back).51

2. Orientasi Manajemen Strategis Pemda

Manajemen strategis mempunyai 3 (tiga) tujuan utama, yakni :

a. Menginginkan tumbuhnya perubahan di berbagai bidang secara terus menerus;

b. Menekankan pada pencapaian hasil kegiatan (outcome) dan keluaran (output);

c. Meningkatnya kemampuan pengukuran kinerja (performance).52Dengan demikian dapat diketahui bahwa manajemen strategis lebih berorientasi pada hasil kegiatan (outcome) dan keluaran (output), yang meliputi pengertian-pengertian sebagai berikut :

a. Pelayanan yang benar;

b. Mutu pelayanan yang baik;

c. Kenyamanan terhadap masyarakat yang dilayani;

d. Akuntabilitas.533. Orientasi Manajemen Kinerja Pemda

Manajemen kinerja beorientasi pada perumusan dan penetapan pengukuran kinerja terhadap implementasi perencanaan strategis guna akuntabilitas serta memonitor hasilnya guna evaluasi maupun balikan (feed back).54

4. Urgensi Dan Aspek Akuntabilitas Pemda

Urgensi dari suatu akuntabilitas yakni bahwa menjadi kewajiban seseorang / badan hukum atau pimpinan kolektif suatu organisasi untuk mempertanggungjawabkan dan menjelaskan kinerja dan atau tindakannya, kepada pihak-pihak yang mempunyai hak untuk meminta jawaban serta penjelasan atas seluruh tindakannya.55

Keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan misi organisasi dapat diukur melalui evaluasi terhadap kinerja yang dihasilkan.56

Kinerja bermakna sebagai hasil kerja suatu organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan strategis, kepuasan pihak yang dilayani serta kontribusinya terhadap lingkungan strategis.57

Akuntabilitas mengandung 3 (tiga) aspek utama, yakni :

a. Aspek akuntabilitas manajerial yang berfokus pada efisiensi dalam mengalokasikan sumber daya manajemen, antara lain : tenaga kerja, dana, aset, dan sumber daya lainnya;

b. Aspek akuntabilitas proses yang fokus pertanggungjawabannya pada strategi dan kebijakan yang digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang ditempuh, mulai dari proses perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, sampai dengan evaluasi serta tindakan-tindakan koreksinya untuk dicocokkan sesuai tidaknya dengan misi organisasi.

c. Aspek akuntabilitas program, yang fokusnya adalah pada pencapaian hasil kegiatan instansi, sudah atau belum memberikan kepuasan / kenyamanan kepada pihak yang dilayani, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan serta memberikan dampak positif kepada kemajuan masyarakat.585. Kebijakan Dan Strategi Organisasi Pemda

Kebijakan adalah kumpulan keputusan mengenai :

a. Pedoman pelaksanaan tindakan atau kegiatan tertentu;

b. Pengaturan mekanisme tindakan untuk mencapai tujuan atau sasaran;

c. Penciptaan situasi yang mengarah kepada kondisi-kondisi untuk menciptakan dukungan dalam implementasi.59Untuk melaksanakan strategi diperlukan kebijakan dari pimpinan organisasi.

Tujuan dan sasaran merupakan sesuatu yang esensial yang ingin dicapai oleh organisasi. Cara untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut dinamakan strategi organisasi, yang merupakan suatu proses keputusan untuk memilih alternatif cara terbaik dalam upaya pencapaian tujuan dan sasaran tersebut.60

6. Rencana Operasional Kebijakan Pemda

Penetapan kebijakan suatu organisasi termasuk didalamnya Pemda, umumnya dituangkan dalam bentuk rencana operasional.

Kebijakan tersebut bervariasi, antara lain berupa :

a. Kebijakan publik yang berdampak pada masyarakat;

b. Kebijakan alokasi sumber daya organisasi;

c. Kebijakan teknis sesuai dengan kewenangan organisasi yang bersangkutan;

d. Kebijakan pelayanan masyarakat.617. Indikator Kinerja Pemda

Yang dimaksud dengan indikator kinerja yaitu ukuran kuantitatif maupun kualitatif yang dapat menggambarkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan organisasi (Pemda), baik pada tahap perencanaan (ex-ante), tahap pelaksanaan (on going), maupun tahap setelah kegiatan selesai (ex-post).62

Indikator kinerja organisasi (Pemda), berkaitan dengan persyaratan sebagai berikut :

a. Spesifik dan jelas, hal ini bermanfaat untuk menghindari kesalahan interpretasi;

b. Terukur secara obyektif, baik secara kuantitatif maupun kualitatif;

c. Relevan, dalam arti dapat digunakan untuk menangani aspek-aspek yang urgen;

d. Dapat menunjukkan keberhasilan, baik masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat, maupun dampak;

e. Fleksibel dan sensitif terhadap perubahan pelaksanaan;

f. Efektif, dalam arti bahwa datanya mudah diperoleh, diolah, dianalisis dengan biaya yang tersedia.63Indikator kinerja organisasi (Pemda) bervariasi, antara lain :

a. Indikator kinerja masukan (input), yakni segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat menghasilkan keluaran yang ditentukan, misalnya : dana, informasi, SDM, kebijakan dan lain sebagainya;

b. Indikator kinerja proses, yakni segala besaran yang menunjukkan upaya untuk mengolah masukan (input) menjadi keluaran (output);

c. Indikator kinerja hasil (outcome), yakni segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran (output) kegiatan pada jangka menengah (efek langsung);

d. Indikator kinerja manfaat, yakni segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan;

e. Indikator kinerja dampak, yakni pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator, berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.64Standar kinerja merupakan ukuran tingkat kinerja yang diharapkan tercapai dan yang dinyatakan dalam suatu pernyataan kuantitatif. Penetapan standar kinerja organisasi (Pemda) dapat bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku, keputusan manajemen, pendapat para ahli, atau atas dasar pengalaman dari pekerjaan yang sama tahun-tahun sebelumnya.65

Standar kinerja yang baik harus memenuhi persyaratan, antara lain : dapat dicapai (attainable) dalam kondisi yang ada, ekonomis, mudah diterapkan, konsisten, menyeluruh meliputi seluruh aktivitas yang terkait, mudah dimengerti (understandable), terukur (measureable) dan presisi, stabil dalam kurun waktu yang cukup lama, dapat diadaptasi dalam berbagai keadaan, didukung peraturan yang berlaku (legitimate), fokus kepada pihak yang dilayani, dapat diterima sebagai pembanding oleh pihak-pihak terkait.66

8. Pengukuran Kinerja Pemda

Dalam mengukur kinerja organisasi (Pemda) perlu diperhatikan unsur-unsur kunci, antara lain :

a. Perencanaan strategis yang menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi pencapaiannya;

b. Pengembangan sistem pengukuran yang relevan;

c. Pelaporan hasil secara formal;

d. Penggunaan informasi.67Pengukuran kinerja organisasi (Pemda) dapat dilakukan dengan langkah-langkah :

a. Membandingkan realisasi kinerja dengan yang direncanakan dikalikan 100 %;

b. Menetapkan bobot setiap indikator kinerja yang menyangkut masukan, proses, keluaran, hasil, jumlah, keuntungan, dan dampak dalam %;

c. Menghitung nilai capaian indikator kinerja dengan cara : capaian indikator kinerja dalam % dikalikan dengan bobot indikator kinerja dalam % dibagi 100 %. Hasil perhitungan adalah besarnya nilai capaian indikator kinerja dalam %.68Dengan demikian secara konkret dapat diketahui bahwa penetapan capaian indikator kinerja organisasi (Pemda) dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Rencana dibagi dengan realisasi = capaian indikator kinerja (%);

b. Capaian indikator kinerja dikalikan dengan bobot indikator kinerja = nilai capaian indikator kinerja.69Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan cara membandingkan : kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan, kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan kinerja tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, kinerja nyata dengan standar kinerja.709. Manajemen Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan salah satu kewajiban Kepala Daerah untuk dilaksanakan, baik karena kedudukannya sebagai pimpinan pemerintahan dalam sistem administrasi negara kesatuan Republik Indonesia. Pengaturan mengenai pelaporan tersebut tidak hanya dalam rangka desentralisasi, tetapi juga sekaligus mengatur laporan dalam rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan, yang bertujuan untuk mengetahui perkembangannya dan sebagai bahan untuk pembinaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan pemerintahan di daerah.71Substansi dari pelaporan penyelenggaraan pemerintahan daerah menyangkut seluruh proses manajemen pemerintahan dan pembangunan daerah yang meliputi : perencanaan, penetapan kebijakan, pelaksanaan, pengendalian, pembiayaan, koordinasi, pelestarian, penyempurnaan dan pengembangannya.72Gubernur, Bupati dan Walikota wajib menyampaikan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Presiden melalui Mendagri. Untuk pelaporan pemerintahan Kabupaten dan Kota tembusannya disampaikan kepada Gubernur. Laporan Gubernur meliputi pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sedangkan laporan Bupati / Walikota meliputi pelaksanaan desentralisasi, tugas pembantuan dan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan desa atau keseluruhan.73Laporan disampaikan secara berkala sekali dalam setahun, atau setiap saat, terutama dalam keadaan force majeur, apabila diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan apabila diminta oleh Presiden.74Dalam laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah sekurang-kurangnya menggambarkan hal-hal sebagai berikut :

a. Dasar hukum;

b. Kebijakan umum pemerintah daerah;

c. Rencana kegiatan / program kerja dalam rangka pelaksanaan;

d. Sasaran yang ditetapkan;

e. Uraian pelaksanaan;

f. Hasil yang telah dicapai;

g. Dampak dan pelaksanaan kegiatan;

h. Hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan;

i. Jumlah dan sumber dana yang digunakan.75Berkaitan dengan adanya laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut, Mendagri membentuk Tim Evaluasi Laporan Kepala Daerah untuk melakukan penilaian terhadap laporan Gubernur dan Bupati / Walikota. Hasil evaluasi disampaikan kepada Presiden dengan tembusan kepada departemen atau lembaga pemerintah non departemen technis terkait.76Pelaksanaan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut melalui sistem informasi pelaporan, yang dapat dilakukan secara manual dan atau menggunakan teknologi informasi. Berkaitan dengan itu maka pemerintah berkewajiban membangun sistem informasi pelaporan dan sistem evaluasi secara khusus, yang kemudian diikuti oleh Pemda dengan membangun sub-sistem informasi pelaporan yang terintegrasi dengan sistem pelaporan yang dibangun oleh Pemerintah.77VI. PENUTUP

Dari berbagai uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa :

(1) Dalam konsep hukum publik, wewenang diartikan sebagai kekuasaan hukum.

(2) Visi dan misi wewenang DPRD dalam penilaian laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah adalah dalam rangka kontrol dan mengukur keberhasilan kinerja pemerintah daerah, dikaitkan dengan APBD dan Renstra.

(3) Keterbukaan merupakan prasarat utama untuk terwujudnya peran serta masyarakat dalam rangka pengawasan dan penilaian terhadap kinerja dan pertanggungjawaban Kepala Daerah;

(4) Manajemen strategis dan manajemen kinerja merupakan konsep dasar dalam penilaian laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah;

(5) Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah, minimal memuat : dasar hukum, kebijakan umum, program kerja, sasaran, uraian pelaksanaan, hasil, dampak, hambatan, permasalahan, jumlah dan sumber dana yang digunakan.

Catatan :

1PP No. 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah, Penjelasan Umum

2Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, dalam Yuridika No. 5 dan 6 Tahun XII, Sep-Des 1997, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 1997, hal. 1

3F.A.M. Stroink-J.G. Steenbeek, Inleiding in het Staats-Administratiefrecht, Samson, 1983, hal. 26, Philipus M. Hadjon, ibid., hal. 1

4Henc van Maarseven, Bevoegdheid, dalam P.W.C. Akkormans et al., Algemene Begrippen van Staatsrecht, Tjeenk Willink, Zwolle, 1985, hal. 47, Philipus M. Hadjon, ibid., hal. 1

5Henc van Maarseven, ibid., hal. 49, Philipus M. Hadjon, ibid., hal. 1

6Philipus M. Hadjon, ibid., hal. 1-2

7ibid., hal. 2

8ibid., hal. 2

9PP No. 108 Tahun 2000, Penjelasan Umum, op. cit.,10ibid.,11ibid.,

12ibid.,

13ibid.,

14ibid.,15M.C. Burkens, et al., Beginselen van de democratische rechtsstaat, W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle in samenwerking met het Nederlands Institut voor Sociale en Economisch Recht, NISER, 1990, hal. 82, Philipus M. Hadjon, Keterbukaan Pemerintahan dan Tanggung Gugat Pemerintah, makalah disampaikan pada seminar Hukum Nasional ke-VI dengan thema Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Jakarta, 12-15 Oktober 1999, hal. 3

16P. De Haan, et al., Bestuursrecht in Sociale Rechtsstaat, deel 2 Bestuurshandelingen en waarborgen, Kluwer Deventer, 1986, hal. 122, Philipus M. Hadjon, 1999, op. cit., hal. 4

17P. De Haan, et al., ibid., hal. 140, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 6

18Van Wijk-Konijnenbelt, Hofstukken van administratiefrecht, vijfde druk, Vuga, 1984, S-Gravenhage, 1984, hal. 42, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 6

19P. De Haan, et al., op. cit., hal. 124, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 6

20M.C. Burkens, et al., op. cit., hal. 94, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 6-7

21Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 7

22Duk-Loeb-Nicolai, Bestuursrecht, Bowar-boek, 1981, hal. 157, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 7

23Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 9

24P. De Haan, et al., op. cit., hal. 138, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 8

25Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 8

26P. De Haan, et al., op. cit., hal. 137, Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 9

27Philipus M. Hadjon, 1999, ibid., hal. 9

28ibid.,29UU No. 31 Tahun 1999, op. cit., Pasal 41

30Darji Darmodiharjo dan Sidharta, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Indonesia, PT. Gramedia Utama, Jakarta, hal. 210

31PP No. 108 Tahun 2000, op. cit., Pasal 1

32ibid., Pasal 2 jis. Pasal 3 jis. Pasal 4

33ibid., Pasal 5 jo. Pasal 6

34ibid., Pasal 7

35ibid., Pasal 8

36ibid., Pasal 9

37ibid., Pasal 10

38ibid., Pasal 11 jo. Pasal 12

39ibid., Pasal 13 jo. Pasal 14

40ibid., Pasal 15 jo. Pasal 16

41ibid., Pasal 17 jo. Pasal 18

42ibid., Pasal 19 jo. Pasal 20

43ibid., Pasal 21 jo. Pasal 22

44ibid., Pasal 23 jo. Pasal 24

45ibid., Pasal 25 dan Pasal 26

46ibid., Penjelasan Pasal 5

47PP No. 105 Tahun 2000 Tentang Pengolahan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Pasal 8

48PP No. 108 Tahun 2000, op. cit., Pasal 4

49I Made Suwandi, 2001, Sistem Dan Mekanisme Pelaporan Pertanggung Jawaban Kepala Daerah (Sebagai Implikasi dari UU 22 / 1999, PP 108 / 2000, PP 105 / 2000 dan PP 56 / 201), makalah, Jakarta, hal. 8

50ibid.,51ibid.,52ibid.,53ibid., hal. 8-954ibid., hal. 955ibid.,56ibid.,57ibid., hal. 1058ibid., hal. 9-1059ibid., hal. 1060ibid.,61ibid.,62ibid.,63ibid., hal. 1164ibid., hal. 11-1265ibid., hal. 1266ibid.,67ibid.,68ibid., hal. Hal. 1369ibid.,70ibid.,71PP No. 56 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Penjelasan Umum

72I Made Suwandi, op. cit., hal. 1473PP No. 56 Tahun 2001, op. cit., Pasal 2 dan Pasal 374ibid., Pasal 475 ibid., Pasal 676 ibid., Pasal 777 ibid., Pasal 9 dan Pasal 10

Daftar Pustaka :

Akkormans, P.W.C., et al., 1983, Algemene Begrippen van Staatsrecht, Tjeenk Willing, Zwolle

Burkens, M.C., et al., 1990 Beginselen van de democratische rechtsstaat, W.E.C. Tjeenk Willing, Zwolle

Darji Darmodiharjo dan Sidharta, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Indonesia, PT. Gramedia Persada Utama, Jakarta.

De Haan, P. et al., 1986Bestuursrecht in Sociale Rechtsstaat, deel 2 Bestuurshandelingen en waarborgen, Kluwer DeventerHadjon, Philipus M., 1999, Keterbukaan Pemerintahan dan Tanggung Gugat Pemerintah, makalah disampaikan pada seminar Hukum Nasional ke-VI dengan thema Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Republik Indonesia, 12-15 Oktober 1999, JakartaKonijnenbelt, Van Wijk, 1984, Hofstukken van administratiefrecht, vijfde druk, Vuga.

Nicolai-Duk-Loeb, 1981, Bestuursrecht, Bowar-boekStroink, F.A.M-Steenbeek, J.G., 1983, Inleiding in het Staats-Administratiefrecht, Samson

Suwandi, I Made, 2001, Sistem Dan Mekanisme Pelaporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Sebagai Implikasi UU 22 / 1999, PP 108 / 2000, PP 105 / 2000 dan PP 56 / 2001, Jakarta.

Jurnal/Majalah

Indonesian Law and Administration Review, vol. 1 1995, No. I

Rapport v.d. Commissie inzake algemene bepalingen van administratiefrecht 1984, Algemene Bepalingen van Administratiefrecht, Samson.

Yuridika, 1997, No. 5 dan 6 Tahun XII, Sep-Des 1997, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya

Peraturan Perundang-Undangan

UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang

UU No. 23 Rahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

PP No. 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

PP No. 108 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah

PP No. 56 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Keputusan DPR RI No. 10/DPR-RI/III/82-3 Tentang Tata Tertib DPR RI

117