penggunaan private military company oleh negara...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGGUNAAN PRIVATE MILITARY COMPANY OLEH NEGARA
TUGAS KARYA AKHIR
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
MIRZA AKMARIZAL GHAZALY 1006694486
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
DEPOK JUNI 2014
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGGUNAAN PRIVATE MILITARY COMPANY OLEH NEGARA
TUGAS KARYA AKHIR
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
MIRZA AKMARIZAL GHAZALY 1006694486
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
DEPOK JUNI 2014
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
ii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tugas Karya Akhir ini adalah hasil karya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Mirza Akmarizal Ghazaly
NPM : 1006694486
Tanda Tangan :
Tanggal : 10 Juni 2014
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Karya Akhir ini diajukan oleh:
Nama : Mirza Akmarizal Ghazaly
NPM : 1006694486
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Judul Tugas Karya Akhir : Penggunaan Private Military Company oleh Negara
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Broto Wardoyo, S.Sos., M.A. (.........................)
Penguji : Edy Prasetyono, Ph.D. (.........................)
Ketua Sidang : Dra. Nurul Isnaeni, M.A. (.........................)
Sekretaris Sidang: Andrew W. Mantong, S.Sos., M.Sc. (.........................)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 10 Juni 2014
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Dalam kajian Hubungan Internasional, terutama studi terhadap pertahanan
dan keamanan, secara tradisional aktor yang menjadi objek analisis hanya negara.
Aktor-aktor selain negara cenderung dianggap tidak memiliki peran signifikan,
bahkan diabaikan dalam studi tersebut. Namun penulis melihat bahwa seiring
perkembangan zaman, muncul aktor-aktor pertahanan selain negara yang secara
bertahap menguat dan mengambil peran yang cukup signifikan untuk dikaji dan
diperhitungkan dalam dinamika keamanan dan pertahanan global. Salah satu aktor
non-negara baru tersebut adalah entitas perusahaan penyedia jasa militer yang
dikenal dengan sebutan Private Military Company (PMC).
PMC merupakan aktor swasta berbentuk perusahaan yang bergerak di
bidang keamanan dan pertahanan. Perusahaan ini merupakan bentuk aktor militer
non-negara yang digerakkan oleh kebutuhan berbagai negara terhadap bantuan
dalam sektor tersebut, baik secara material maupun berupa konsultasi
perencanaan. Sebagai gantinya, negara dapat memberikan pembayaran terhadap
pihak yang telah menyediakan jasa tersebut. Keberadaan aktor militer non-negara
yang digerakkan oleh motif finansial ini akan menjadi elemen signifikan dalam
hubungan internasional dan dinamika pertahanan dan peperangan.
Tugas karya akhir ini mengamati perkembangan PMC sebagai aktor
pertahanan dan keamanan selain negara sejak berakhirnya periode Perang Dingin
serta dampak pertumbuhan dan penggunaannya terhadap otoritas negara. Penulis
berargumen bahwa dengan menggunakan jasa PMC dalam berbagai fungsi
pertahanan dan keamanan, maka negara akan mendorong pertumbuhan aktor
tersebut yang pada akhirnya berpotensi melemahkan otoritas negara. Penulis
melihat keberagaman dalam jenis dan jasa yang ditawarkan masing-masing PMC
yang akan menyebabkan peran dan dampak yang berbeda pada masing-masing
penggunaannya. Kondisi ini menyebabkan penulis menganggap bahwa PMC tidak
dapat dikaji sebagai entitas-entitas yang seragam, namun harus diakui dan dilihat
perbedaan karakter dan fungsinya.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
v Universitas Indonesia
Diperlukan adanya pemahaman mengenai jenis-jenis PMC serta fungsinya
agar dampak dari penggunaan masing-masing jenis PMC dapat dianalisis dengan
lebih mendalam. Selain itu, pemahaman ini juga dapat membantu dengan dasar
kajian maupun pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait penggunaan
PMC oleh negara. Pemahaman ini diperlukan mengingat karakter PMC sebagai
perusahaan yang berinteraksi dengan negara pada sektor pertahanan dan
keamanan yang cenderung dianggap sensitif.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih memiliki banyak kekurangan,
sehingga saran dan kritik untuk membantu memperbaiki tulisan ini akan penulis
terima dengan senang hati. Penulis berharap agar Tugas Karya Akhir dapat
menjadi masukan dan penambah wawasan bagi semua pihak dari sudut pandang
ilmiah di kajian terkait, terutama bagi pihak-pihak yang akan melanjutkan
penelitian dalam tema yang terkait.
Depok, 10 Juni 2014
Mirza Akmarizal Ghazaly
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
vi Universitas Indonesia
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa kepenulisan pada Tugas Karya Akhir ini tidak lepas
dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh sebab itu, di kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Broto Wardoyo, S. Sos., M.A. selaku dosen pembimbing tugas karya
akhir yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran di tengah
kesibukannya untuk membimbing penulis dalam menyusun dan
menyelesaikan Tugas Karya akhir ini.
2) Edy Prasetyono, Ph.D. selaku penguji ahli yang telah memberikan kritik
serta masukan yang tidak hanya bermanfaat bagi penulis untuk
memperbaiki tugas karya akhir ini, tetapi juga bagi kajian terhadap PMC
secara umum.
3) Nurul Isnaeni, M.A dan Andrew W. Mantong, M.Sc. selaku Ketua
Sidang dan Sekretaris Sidang, sekaligus pengajar mata kuliah Colloquium
yang telah mengajarkan penulis untuk menulis literature review sebagai
bentuk tugas karya akhir. Terima kasih juga telah membantu penulis
dalam merumuskan rencana penulisan tugas karya akhir melalui kritik dan
masukan yang diberikan.
4) Evi Fitriani, M.A., Ph.D. selaku Kepala Departemen Hubungan
Internasional sekaligus pembimbing akademis.
5) Kedua orang tua penulis, A. Gani Ghazaly Akman dan Rahmasari
Nasution yang telah memberikan dukungan moral dan material bagi
penulis sampai saat ini. terima kasih juga pada kedua adik penulis,
Tatyana Anindia Ramadhani dan Kevin Abdulaziz atas dukungan dan
semangatnya.
6) Keluarga besar Departemen Hubungan Internasional FISIP Universitas
Indonesia, khususnya seluruh staff pengajar yang telah memberikan ilmu
dan bimbingan selama 4 tahun masa perkuliahan penulis. Penulis merasa
sangat beruntung dapat memperoleh ilmu dari pengajar-pengajar dengan
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
vii Universitas Indonesia
kapabilitas luar biasa. Kemudian seluruh jajaran staff Departemen
Hubungan Internasional yang sangat membantu penulis dalam hal
administrasi.
7) Teman-teman HI UI angkatan 2010: Mireille Marcia, Binar Sari
Suryandari, Syafiq Al-Madihidj, Sigit Suryo Nugroho, dan Kresna Aria
Latief yang telah menjadi teman diskusi serta bertukar literatur selama
proses penulisan tugas karya akhir ini. tanpa bantuan mereka, penulis akan
mengalami kesulitan untuk menyusun tugas karya akhir dengan
keterbatasan ilmu dan literatur yang penulis miliki. Santi Hapsari
Paramitha sahabat dekat sekaligus teman curhat selain persoalan
akademis. M. Adhiatma Akosah, Marchio Irfan G.S., M. Naufal V.,
Nadira Titalia, Tia Ayuningtyas dan Caroline Widagdo, Abiet Saputra,
Irfan Surya A., Arlan Hardiyan, dan Johan A.P., Aulia Adila, Clara Mas
Sittasari, Sasya Amanda, Aisha Rasidilla, Florida Petresia A., Samuel
Pablo, dan M. Waffaa Kharisma yang telah sama-sama berjuang dan
bersenang-senang selama empat tahun masa perkuliahan. Serta teman-
teman HI 2010 lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu.
8) Lupitha Sanitya Handani yang terus menerus memberikan dukungan moral
dan motivasi kepada penulis, serta mau menemani kapanpun
membutuhkan refreshing dari kegiatan penyusunan tugas karya akhir.
9) Senior-senior HI 2008 dan 2009, OK Fachru H., Iqbal Harahap, Adi
Pratama, Citra Nandini, Natalia Rialucky, Ryan Abraham, Pandu Satrio,
M. Arif, Mikha Benanta, dan Dian Aditya yang telah membimbing sejak
tahun pertama perkuliahan penulis, dan.
10) Keluarga besar panitia PNMHII ke-25, Fadhil M. Ar-Ridha, Reza
Andhika, Rechelle Rumawas, Christian Guntur, Ismail Wonggo, Elida
Dwicahyani, Siti Aisyah, Denia Ghaissani, Omar Wonggo, serta seluruh
staff dan LO yang telah membantu menyukseskan acara tersebut bersama
penulis.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
viii Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mirza Akmarizal Ghazaly
NPM : 1006694486
Program Studi : Sarjana Reguler - Ilmu Hubungan Internasional
Departemen : Hubungan Internasional
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis karya : Tugas Karya Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Penggunaan Private Military Company oleh Negara
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format- kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 10 Juni 2014
Yang menyatakan
(Mirza Akmarizal Ghazaly)
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
ix Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Mirza Akmarizal Ghazaly
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Judul : Dampak Penggunaan Private Military Company oleh Negara
Perubahan dalam dinamika keamanan internasional sejak akhir abad ke-20
memicu kemunculan aktor baru dalam sektor keamanan dan pertahanan yang
berbentuk perusahaan. Aktor yang dikenal dengan nama Private Military
Company (PMC) ini menyediakan jasa kekuatan dan keahlian militer serta
komponen pendukung dalam operasi militer. Kemunculan aktor ini kemudian
menantang monopoli negara dalam sektor militer, dan melalui kerjasama yang
dilakukan dengan negara, juga dapat mempengaruhi otoritas negara. Tulisan ini
dibuat untuk menganalisis sejauh mana PMC dapat mempengaruhi otoritas
negara, melalui kajian terhadap literatur-literatur yang membahas mengenai
dampak penggunaan PMC oleh negara.
Kata Kunci: Negara, Privatisasi, Private Military Company, Otoritas
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
x Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Mirza Akmarizal Ghazaly
Study Program : International Relations Studies
Title : The Impact of Private Military Company Employment toward
State
The transformation on global security environment after the end of Cold
War and the 9/11 attack on World Trade Center spur the growth of a new actor
that works in security and defense sectors. These actors are companies that
generate profit by providing military-grade security and defense power and
expertise to the market, known as Private Military Companies. These companies
possess the ability to affect state’s authority through their interaction. This paper
intends to examine and analyze how far these PMCs able to affect state’s
authority by analyzing literatures that explain the impact of PMC growth and
usage by state.
Key words: State, Privatization, Private Military Company, Authority
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
xi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH........................... viii ABSTRAK.......................................................................................................... ix ABSTRACT........................................................................................................ x DAFTAR ISI....................................................................................................... xii DAFTAR TABEL............................................................................................... xiii DAFTAR DIAGRAM, GAMBAR, DAN GRAFIK .......................................... xiii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................1 1.2 Identifikasi Topik dan Permasalahan Topik ...........................................2 1.3 Tujuan dan Signifikansi Tulisan .............................................................3 1.4 Deskripsi Pengaturan Literatur................................................................3 BAB 2. PRIVATE MILITARY COMPANY DAN OTORITAS NEGARA ...5 2.1 Transformasi Dinamika Keamanan Internasional dan Private Military Company .................................................................................................5 2.1.1 Transformasi Dinamika Keamanan Internasional..........................5 2.1.2 Private Military Company .............................................................9 2.2 Otoritas Negara........................................................................................16 2.3 Dampak Kerja Sama Negara Dengan PMC............................................18 2.3.1 Dampak Politik ..............................................................................18 2.3.2 Dampak Ekonomi ..........................................................................28 2.4 Pertumbuhan PMC dan Otoritas Negara..................................................35 2.4.1 Indikator Politik .............................................................................37 2.4.2 Indikator Ekonomi .........................................................................39 2.5 Analisis Dampak Berdasarkan Karakter Negara Klien dan jenis PMC...41 2.5.1 Combat ...........................................................................................41 2.5.2 Training..........................................................................................43 2.5.3 Consulting ......................................................................................45 2.5.4 Logistic...........................................................................................47 BAB 3. KESIMPULAN ....................................................................................49 DAFTAR REFERENSI....................................................................................62
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
xii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi Dampak Penggunaan PMC Terhadap Negara..................35 Tabel 3.1 Pemetaan Literatur Mengenai Dampak Penggunaan PMC oleh .......
Negara Maju.......................................................................................50 Tabel 3.2 Pemetaan Literatur Mengenai Dampak Penggunaan PMC oleh ......
Negara Berkembang...........................................................................52 DAFTAR GRAFIK Grafik 3.1 Tingkat Pengaruh Sektor Kerja Sama PMC terhadap Otoritas
Negara pada Penggunaan PMC oleh Negara Maju ...........................55 Grafik 3.2 Tingkat Pengaruh Sektor Kerja Sama PMC terhadap Otoritas ........
Negara pada Penggunaan PMC oleh Negara Berkembang ...............58
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Private military company merupakan aktor swasta berbentuk perusahaan
yang bergerak di bidang keamanan dan pertahanan. Perusahaan ini merupakan
bentuk aktor militer non-negara yang digerakkan oleh kebutuhan berbagai negara
terhadap bantuan dalam sektor tersebut, baik secara material maupun berupa
konsultasi perencanaan. Sebagai gantinya, negara dapat memberikan pembayaran
terhadap pihak yang telah menyediakan jasa tersebut. Keberadaan aktor militer
non-negara yang digerakkan oleh motif finansial ini akan menjadi elemen
signifikan dalam hubungan internasional dan dinamika pertahanan dan
peperangan.
Aktor militer non-negara yang bersifat komersil telah mengalami
transformasi, baik dari segi nama maupun struktur dan fungsinya. Aktor yang
dalam sejarah dikenal dengan istilah mercenary, pada abad ke-20 mengalami
transformasi menjadi private military company (PMC). Tumbuhnya PMC pada
akhir abad ke-20 ini dipicu oleh tiga faktor, yaitu: (1) berakhirnya Perang Dingin,
(2) memudarnya garis batas antara militer dan rakyat sipil dalam peperangan, dan
(3) adanya kecenderungan privatisasi oleh negara pada berbagai sektor.1 Ketiga
faktor tersebut menunjukkan terjadinya transformasi dalam peperangan, yang
memungkinkan aktor non-militer dapat terlibat dalam peperangan sebagai rekan
negara. Kondisi ini kemudian memicu pembentukan entitas ekonomi yang
bergerak dalam bidang pertahanan dan peperangan yang berbentuk perusahaan.
Perusahaan ini dapat menyediakan jasa yang sebelumnya hanya dapat dilakukan
oleh negara dan angkatan bersenjatanya, yang kemudian disebut sebagai PMC.2
1 Peter W. Singer, “Outsourcing War,” Foreign Affairs 84, no.2 (2005): 120. 2 Carlos Ortiz, Private Armed Forces and Global Security: A Guide to the Issues (Santa Barbara: Praeger, 2010). 43.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Dalam perkembangannya, PMC tidak hanya berperan dalam peperangan
dan operasi militer negara tetapi juga dalam perumusan strategi dan pembangunan
postur pertahanan. PMC tidak hanya berperan sebatas menyediakan persenjataan
dan personel yang dapat dipekerjakan negara klien tetapi juga mencakup
pelatihan, konsultasi, serta jasa-jasa pendukung pertahanan dan operasi militer.
Perluasan fungsi ini kemudian meningkatkan keterlibatan PMC dalam urusan
militer yang sebelumnya dikuasai sepenuhnya oleh negara. Peningkatan
keterlibatan PMC dalam fungsi pertahanan dan militer negara ini menunjukkan
bahwa penggunaan PMC memiliki pengaruh terhadap fungsi dan otoritas negara.
Literature review ini akan mengkaji literatur-literatur yang menjelaskan
dampak yang ditimbulkan oleh PMC terhadap otoritas negara, melalui perannya
sebagai rekan kerja sama negara dalam sektor pertahanan. Tulisan ini akan
memaparkan ragam definisi dan karakteristik PMC dari literatur-literatur yang
telah ada, serta dampak yang ditimbulkan penggunaan PMC terhadap negara.
Dampak tersebut akan dikategorisasikan untuk melihat bagaimana PMC
mempengaruhi otoritas sebuah negara.
1.2 Identifikasi Topik dan Permasalahan Topik
Dari latar belakang tersebut dapat dilihat terdapat keterlibatan PMC dalam
dinamika pertahanan dan keamanan negara, yang menunjukkan bahwa PMC juga
memiliki peran dalam hubungan internasional. Fungsi pertahanan dan keamanan
yang secara tradisional dimonopoli oleh negara mengalami privatisasi, yang
kemudian memungkinkan dilibatkannya aktor swasta yang bersifat korporasi
seperti PMC. Keterlibatan PMC ini kemudian dapat mempengaruhi otoritas
negara, serta interaksi berbagai aktor dalam dinamika keamanan dan pertahanan
internasional. Atas dasar tersebut, pertanyaan yang berusaha dijawab melalui
tulisan ini adalah “bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh kerjasama negara
dengan PMC dalam sektor pertahanan dan keamanan terhadap otoritas negara
tersebut?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis melakukan kajian
terhadap literatur-literatur yang membahas mengenai dampak yang ditimbulkan
dari penggunaan PMC. Dampak-dampak yang ditemukan kemudian akan menjadi
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
3
indikator untuk melihat seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh
penggunaan PMC terhadap otoritas negara..
1.3 Tujuan dan Signifikansi Penulisan
Literature review ini bertujuan untuk melihat dampak yang ditimbulkan
oleh penggunaan PMC terhadap otoritas negara melalui kajian terhadap literatur-
literatur yang membahas mengenai PMC. Terdapat beberapa macam kelompok
pemikiran yang mengkaji ada atau tidaknya pengaruh yang ditimbulkan oleh
penggunaan PMC terhadap negara. Tetapi analisis yang dilakukan memiliki
perspektif yang berbeda, menganalisis aspek yang berbeda, dan memiliki
kesimpulan yang bersifat absolut, antara ada atau tidak sama sekali. Kajian ini
bertujuan untuk mempertemukan beragam kajian mengenai dampak penggunaan
PMC tersebut, lalu menganalisis dan menyimpulkan temuan dari literatur-literatur
tersebut sehingga terlihat seberapa jauh pengaruh yang ditimbulkan jika semua
faktor tersebut diperhitungkan.
Tulisan ini akan menjadi sebuah sumbangan dalam kajian mengenai
perkembangan PMC dan dampak penggunaannya yang masih terus berkembang.
Tulisan ini dapat menjadi dasar bagi kajian dan penelitian lebih lanjut mengenai
PMC dan penggunaannya, serta hubungannya dengan negara. Selain itu, tulisan
ini juga dapat dijadikan pedoman dan pertimbangan dalam perumusan kebijakan-
kebijakan negara yang berkaitan dengan PMC, khususnya bagi Indonesia.
1.4 Deskripsi Pengaturan Literatur
Kajian literatur ini akan diawali dengan mengumpulkan karya-karya
akademis yang relevan untuk menjelaskan mengenai PMC baik yang berupa
jurnal maupun buku, dalam bentuk fisik maupun digital. Kajian ini akan melihat
kemunculan PMC serta kepentingan negara dalam sektor pertahanan. Selain itu,
kajian ini menjelaskan jenis-jenis PMC yang ada, serta dampak yang ditimbulkan
oleh penggunaan PMC oleh negara. Dampak penggunaan PMC tersebut kemudian
akan diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu dampak politik dan ekonomi
yang ditimbulkan oleh penggunaan PMC terhadap otoritas negara. Setelah
dikelompokkan, dampak tersebut kemudian akan dipetakan berdasarkan tipe PMC
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
4
yang dipekerjakan, serta dianalisis sejauh mana dampak yang ditimbulkan oleh
masing-masing tipe PMC terhadap otoritas negara.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 5
BAB 2
Private Military Company dan Otoritas Negara
Kemunculan PMC sebagai aktor selain negara yang memiliki kemampuan
untuk menggunakan kekerasan, dan dapat mendapat legitimasi untuk melakukan
hal tersebut, ini dipicu oleh transformasi dinamika keamanan internasional pada
abad ke-20. Terjadinya berbagai konflik serta berubahnya karakter negara dalam
menyikapi dan melaksanakan peperangan menyebabkan diperlukannya cara lain
untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak terhadap keamanan dan kapabilitas
untuk mengakhiri konflik. kondisi ini kemudian memicu munculnya perusahaan
yang dapat menyediakan jasa tersebut.
2.1 Transformasi Dinamika Keamanan Internasional dan Private Military
Company
2.1.1 Transformasi Dinamika Keamanan Internasional
Berakhirnya Perang Dingin merupakan salah satu faktor yang menjadi
pemicu berkembangnya industri PMC. Pada masa Perang Dingin, baik Amerika
Serikat maupun Uni Soviet memiliki kepentingan untuk menjadi pelindung bagi
negara lain untuk menjadi sekutu dari negara tersebut. Salah satu cara yang
dilakukan oleh kedua negara tersebut beserta sekutunya adalah dengan
memberikan bantuan persenjataan serta personel militer kepada negara-negara
Dunia Ketiga.3 Ketika Perang Dingin tersebut berakhir, kompetisi negara-negara
besar untuk menjadi pelindung politik dan keamanan negara lain berakhir,
sehingga kebijakan untuk membantu militer negara lain tidak lagi menjadi poin
penting dalam kebijakan luar negeri yang berakibat dihentikannya bantuan-
bantuan militer dari kedua Blok. Menghilangnya pelindung politik ini juga
menyebabkan munculnya konflik-konflik di negara berkembang yang sebelumnya
3 Mark Fulloon, “Private Military Companies: The New Condottieri,” Social Alternatives 31, no. 1 (2013): 50
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
6
dicegah oleh keberadaan kekuatan salah satu superpower.4 Berakhirnya kompetisi
dua superpower serta meningkatnya jumlah konflik di negara-negara Dunia
Ketiga tersebut menyebabkan diharuskannya negara-negara Dunia Ketiga yang
mengalami konflik harus beradaptasi untuk menghadapi konflik tersebut, terutama
untuk memperoleh tambahan kekuatan militer yang dapat memberikan mereka
kemenangan dalam konflik tersebut.5 Kebutuhan ini kemudian memunculkan
peluang tumbuhnya industri baru untuk memenuhi kebutuhan negara terhadap
keamanan dan kekuatan militer, yaitu industri keamanan dan militer yang bersifat
swasta yang mendasari terbentuknya PMC. Pada awalnya, industri ini hanya
bergerak pada pengamanan domestik namun secara perlahan mulai terlibat dalam
pengamanan aset perusahaan asing, pembangunan pertahanan negara, serta
intervensi kemanusiaan.
Peristiwa lain yang memicu pertumbuhan PMC adalah peristiwa 11
September 2001, yang menandai dimulainya kebijakan Amerika Serikat dalam
memerangi terorisme secara global, serta dimulainya kembali pemberian bantuan
militer oleh Amerika Serikat kepada negara-negara lain, terutama di kawasan
Timur Tengah. Pada periode pasca Perang Dingin, terjadi penurunan kekuatan
militer serta intensitas bantuan militer dari negara-negara besar termasuk Amerika
Serikat. Namun serangan terhadap gedung World Trade Center di Amerika
Serikat pada 11 September 2001 menyebabkan Amerika memiliki kepentingan
untuk memerangi terorisme secara global. Skala peperangan yang bersifat global
serta penurunan jumlah personel dan persenjataan yang telah dilakukan Pasca
Perang Dingin menyebabkan Amerika Serikat dan Sekutunya tidak lagi memiliki
kapabilitas militer yang memadai untuk membantu banyak negara serta
melakukan operasi dalam ruang lingkup yang luas. Kondisi ini kemudian menjadi
peluang bagi PMC untuk muncul membantu Amerika dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.6
4 Christopher Kinsey, Corporate Soldiers and International Security: The Rise of Private Military Companies (London: Routledge, 2006), 111. 5 Ibid., 96. 6 Ibid., 109.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
7
Selain berakhirnya Perang Dingin dan peristiwa 9/11, faktor lain yang
memicu munculnya aktor keamanan non-negara adalah semakin kaburnya garis
batas antara sipil dan militer dalam peperangan sebagai dampak diperbantukannya
pihak sipil dalam berbagai aspek pertempuran. Singer menjelaskan bahwa
perkembangan teknologi peperangan yang terjadi mengubah karakteristik perang
secara umum.7 Peperangan yang sejak lama menekankan jumlah pasukan dan
strategi mendapat tambahan komponen penghitungan baru yaitu teknologi.
Kemampuan teknologi untuk meningkatkan kapabilitas militer negara
menyebabkan peperangan menjadi memerlukan penggunaan teknologi tinggi,
yang memerlukan keahlian khusus untuk dioperasikan dan dirawat. Keahlian ini
lebih mudah diperoleh dengan mempekerjakan tenaga dari sektor swasta, baik
sebagai pelaksana maupun pelatih dan pendidik personel militer, sehingga
kemudian terjadi keterlibatan sektor swasta dalam peperangan. Selain untuk
mengoperasikan dan merawat perlengkapan berteknologi maju tersebut, peran
sipil dalam peperangan juga diperlukan untuk mengumpulkan dan mengolah
informasi serta memanfaatkan teknologi informasi.8
Disamping diperlukannya keterlibatan sipil tersebut, terdapat pula
transformasi yang meningkatkan kemungkinan terjadinya konflik dengan
intensitas rendah. Faktor tersebut antara lain adalah distribusi persenjataan
infanteri secara global. Berbagai kelompok dapat mengakses persenjataan
infanteri berharga relatif murah, yang kemudian memungkinkan kelompok
manapun yang memiliki uang untuk memperoleh kapabilitas militer, meskipun
terbatas. Singer kemudian melihat kondisi ini mendorong pertumbuhan konflik
dan kriminalitas, yang bahkan tidak didasari motif ideologi. Motif ekonomi
seperti perebutan sumber ekonomi tertentu menjadi cukup untuk melakukan
pertempuran antar kelompok, yang menciptakan kondisi konflik berorientasi
profit. Kondisi tersebut mendukung pertumbuhan aktor-aktor keamanan non-
7 P. W. Singer, “Corporate Warriors: The Rise of The Privatized Military Industry and Its Ramifications for International Security,” International Security 26, no. 3 (2002):, 195. 8 Ibid., 196.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
8
negara termasuk PMC, karena mereka dapat memperoleh profit melalui
pertempuran tersebut.9
Privatisasi10 merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan negara
untuk memenuhi kebutuhan dalam suatu sektor secara lebih baik. Privatisasi dapat
dijelaskan sebagai penyerahan aset atau fungsi negara untuk dikelola atau
dijalankan oleh sektor swasta. Opsi ini muncul dengan asumsi bahwa perusahaan
swasta akan menjalankan suatu tugas dengan lebih efisien dibandingkan dengan
apabila tugas tersebut dilakukan oleh negara. Negara dianggap tidak terlalu
mementingkan efisiensi dikarenakan pemilik modal, dalam hal ini warga negara
sebagai pembayar pajak, tidak terlalu terpengaruh dengan kerugian maupun
keuntungan secara langsung. Ketiadaan insentif ini kemudian menyebabkan
fungsi yang dijalankan aparatur negara akan dilakukan dengan tidak maksimal
dan efisien.11
Dalam kepemilikan secara swasta, pemilik modal akan merasakan
langsung keuntungan dan kerugian yang dialami perusahaan yang menyebabkan
pemilik-pemilik modal tersebut akan berusaha lebih keras untuk memaksimalkan
keuntungan dan menghindari kerugian. Kondisi seperti ini akan menyebabkan
pemilik modal memiliki kepentingan untuk memastikan perusahannya dapat
memenuhi kebutuhan klien dengan menggunakan modal dengan lebih efektif
sehingga dapat menghasilkan profit. Kepentingan untuk mendapatkan profit
tersebut akan mendorong perusahaan swasta untuk bekerja secara lebih efisien
dibandingkan perangkat milik negara.12
9 Ibid., 196-197. 10 Steve H. Hanke, “Privatization: Theory, Evidence, and Implementation,” Proceedings of the Academy of Political Science 35, no. 4 (1985): 101. Secara sederhana, privatisasi dijelaskan sebagai penyerahan aset atau fungsi negara untuk dikelola atau dijalankan oleh aktor swasta. Dalam konteks penyerahan fungsi negara untuk dijalankan oleh aktor swasta, mekanisme penyerahan hak tersebut dilakukan melalui pembentukan kontrak antara negara dengan entitas swasta terkait. 11 Ibid., 103. 12 Ibid., 102.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
9
Selain persoalan mengenai efisiensi, terdapat faktor lain yang mendorong
privatisasi pertahanan dan pertumbuhan PMC. Berakhirnya Perang Dingin
menyebabkan terjadinya perubahan pada dinamika pertahanan internasional.
Terjadi transformasi dimana persoalan keamanan global yang ada tidak lagi dalam
bentuk peperangan dakam skala besar. Angkatan bersenjata pada masa ini
diharuskan untuk dapat merespon konflik dalam skala yang lebih kecil, termasuk
perang saudara, namun tetap memiliki kesiapan apabila diperlukan untuk
menghadapi peperangan besar.13 Perubahan karakter keamanan internasional ini
menuntut transformasi dalam karakter aktor-aktornya, yang salah satu akibatnya
adalah terlibatnya perusahaan-perusahaan dengan spesialisasi fungsi beragam
yang dilibatkan dalam operasi militer serta postur pertahanan negara.
Selain itu, terdapat tekanan pada negara untuk mengurangi kekuatan
militernya secara perlahan. Tekanan ini muncul tidak hanya dari anggapan bahwa
kekuatan militer yang begitu besar tidak diperlukan lagi dan justru menjadi
ancaman, tetapi juga kebutuhan untuk mengalokasikan anggaran yang digunakan
untuk menjalankan dan memelihara kekuatan militer tersebut ke sektor lain.
Pengurangan personel serta keinginan untuk mengurangi anggaran pertahanan
tanpa melemahkan pertahanan negara secara signifikan ini kemudian mendorong
pemerintah negara-negara untuk mencari alternatif lain dalam membangun
pertahanan. Salah satu opsi yang ditemukan adalah melalui privatisasi pertahanan
dan militer.
2.1.2 Private Military Company
All studies and accounts of PMSCs begin with the problem of simple
definition: they are ambiguous or polymorphous entities – a mix of old and
new, public and private; slippery, and hard to pin down analytically14
PMC memiliki bentuk yang tidak rigid sehingga menimbulkan beberapa
permasalahan ketika dikaji. Beberapa permasalahan yang sering diungkapkan
13 Kinsey, Corporate Soldiers and International Security, 96. 14 Kateri Carmola, Private Security Contractors and New Wars: Risk Law and Ethics (London: Routledge, 2010), 9.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
10
dalam kajian mengenai PMC adalah kenyataan bahwa mereka sulit dihitung
sehingga angka jumlah perusahaan, nilai kontrak yang dimiliki, serta apa yang
mereka kerjakan selalu dijelaskan dalam bentuk estimasi. Kondisi ini disebabkan
oleh keengganan perusahaan-perusahaan tersebut untuk memberikan laporan yang
dapat diakses publik, serta belum mapannya peraturan yang mengharuskan
mereka untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, terdapat ketidakjelasan
mengenai siapa yang menjadi pengambil keputusan tertinggi, baik dalam
hubungan kerjasama dengan negara klien maupun dengan perusahaan lain yang
terlibat dalam kontrak. Terdapat ketidakjelasan apakah PMC dapat mengambil
keputusan secara independen, atau hanya dapat melakukan jika mendapat
persetujuan dari negara. Permasalahan ketiga muncul karena mereka tidak
memiliki latar belakang yang mendukung penjelasan mengenai bentuk organisasi
mereka.15 Mereka tidak dapat menjelaskan apa sebenarnya perusahaan ini, jasa
apa yang dapat mereka sediakan dan bagaimana mereka muncul dan menjadi
aktor yang berperan sebagai penyedia jasa pertahanan dan keamanan.
Permasalahan ini muncul karena PMC merupakan entitas yang baru, yang tidak
ingin disamakan dengan aktor militer non-negara lain yang pernah ada.
Salah satu bukti dari ketiadaan definisi yang mapan ini ditunjukkan
dengan perdebatan mengenai pemberian nama terhadap entitas ini.16 Entitas ini
pada awalnya dikenal dengan sebutan PMFs (Private Military Firms), yang lebih
umum dikenal sebagai PMC (Private Military Company). Dalam
perkembangannya, muncul pula istilah PSCs (Private Security Companies)
sebagai upaya menghilangkan citra agresif dari aktor ini. Kemudian berkembang
pula istilah PMSC (Private Military and Security Company) yang merujuk pada
entitas yang memiliki fungsi PMC dan PSC secara bersamaan. Namun demikian
istilah PMC masih menjadi sebutan yang paling populer digunakan untuk
menyebutkan entitas ini.
15 Ibid., 10. 16 Ibid., 11.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
11
Mengutip Protokol 1 Tambahan dalam Konvensi Jenewa tahun 1997,
aktor baru dapat dikatakan sebagai mercenary setelah memenuhi enam kondisi,
yaitu:
(a) direkrut secara khusus dari dalam atau luar negeri untuk terlibat dalam
sebuah konflik bersenjata;
(b) terlibat secara langsung dalam pertempuran;
(c) memiliki keterlibatan dalam konflik dengan motivasi utama untuk
memperoleh keuntungan pribadi, serta dijanjikan oleh salah satu pihak
dalam konflik kompensasi yang lebih besar dari kompensasi yang
dijanjikan pada kombatan dengan posisi dan fungsi setara dalam angkatan
bersenjata negara tersebut.
(d) tidak memiliki kewarganegaraan salah satu pihak yang terlibat dalam
konflik, dan tidak bertempat tinggal dalam wilayah salah satu pihak dalam
konflik;
(e) bukan merupakan anggota angkatan bersenjata salah satu pihak dalam
konflik; dan
(f) tidak diutus oleh negara lain, yang tidak terlibat dalam konflik, sebagai
bagian dari angkatan bersenjata negara tersebut.17
Dari penjelasan tersebut, terdapat beberapa poin yang membedakan
mercenary dengan PMC. Pertama, tidak semua PMC terlibat secara langsung
dalam kontak senjata. Poin ini akan dijelaskan melalui penjelasan terhadap
tipologi PMC dalam bagian selanjutnya. Kedua, sebagian besar personel PMC
yang terlibat memiliki kewarganegaraan salah satu pihak yang terlibat, baik sejak
awal, maupun pemberian sebagai imbalan atas keterlibatan dalam sebuah operasi
17 “Article 47 Protocol Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949, and Relating to the Protection ofVictims of International Armed Conflicts (Protocol I), 8 June 1977,” International Committee of the Red Cross, 5 April 2014, <http://www.icrc.org/ihl/WebART/470-750057>.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
12
militer.18 Ketiga, PMC seringkali dipekerjakan oleh negara sebagai komponen
pendukung yang terintegrasi dengan angkatan bersenjata negara tersebut.
Ketiadaan satu dari enam butir identifikasi mercenary dalam aturan diatas
sudah cukup untuk membuat PMC tidak dapat dikategorikan sebagai mercenary
sehingga keterlibatannya dalam peperangan dan operasi militer bukan merupakan
bentuk penggunaan mercenary.19 Kondisi ini kemudian menyebabkan PMC
menjadi sebuah entitas baru dalam dinamika pertahanan dan keamanan
internasional yang berbeda dari mercenary. Baik mercenary maupun PMC
merupakan bagian dari apa yang disebut sebagai Non-Governmental Security
Forces, yaitu aktor-aktor selain pemerintah yang terlibat dalam isu keamanan dan
militer.20 Pengelompokan ini mencakup mercenary, PMC, bahkan kelompok
mafia. Namun kesamaan antara keduanya sebagai aktor keamanan non-negara
yang memiliki motif ekonomi menyebabkan PMC masih sering dianggap sebagai
bentuk baru mercenary sehingga, dalam beberapa kondisi, norma anti-mercenary
diterapkan dalam menghadapi PMC termasuk dalam perdebatan akademis.21
Mark Fulloon menjelaskan bahwa PMC merupakan wajah baru dari aktor
keamanan yang pernah ada, namun aktor tersebut bukanlah mercenary melainkan
penyedia jasa militer swasta di Italia pada masa Renaissance yang dikenal sebagai
Condottieri.22 Kesamaan antara PMC dan Condottieri, serta faktor yang
membedakan mereka dari mercenary, adalah adanya kontrak sebagai dasar kerja
sama, disiplin serta organisasi yang lebih mapan, dan dipekerjakan secara formal
yang memungkinkan pengguna jasa untuk memiliki kekuatan militer tambahan.23
Kesulitan terbesar untuk membedakan PMC dari mercenary muncul akibat
belum adanya definisi yang mapan untuk menjelaskan karakteristik masing-
18 David Isenberg, Shadow Force: Private Security Contractors in Iraq (Connecticut: Praeger Security International, 2009), 7. 19 Ibid., 6-7. 20 Ibid., 62. 21 Kevin A. O’Brien, “PMCs, Myths and Mercenaries: The Debate on Private Military Companies,” The RUSI Journal 145, no.1 (2000): 61. 22 David Shearer, “Outsourcing War,” Foreign Policy 112 (1998): 69 23 Fulloon, “Private Military Companies,” 50
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
13
masing. Selain itu, terdapat kemungkinan PMC untuk menyediakan jasa yang
sama dengan mercenary meskipun tidak selalu demikian. Hal ini kemudian
membuat PMC sering dianggap sama dengan mercenary.24 Kondisi ini kemudian
menempatkan norma pengaturan mengenai mercenary sebagai norma yang
digunakan untuk mengatur PMC dan penggunaannya. Ketiadaan norma atau
hukum yang mengikat PMC, manakala dia dibedakan dari mercenary,
memberikan celah bagi terjadinya tindakan-tindakan yang melanggar hukum
humaniter internasional.25
PMC yang saat ini ada tidak memiliki fungsi yang seragam dalam
pertahanan dan tidak menjual jasa yang sama. P. W. Singer memberikan
klasifikasi PMC menjadi tiga kategori berdasarkan posisi mereka dalam medan
pertempuran, yang dijelaskan melalui tipologi tip-of-the-spear.26 Tipologi
menggunakan analogi sebuah tombak yang terdiri dari tiga bagian untuk
mengklasifikasikan jenis unit dalam pertempuran berdasarkan lokasi dan
fungsinya. Bagian ujung tombak merupakan unit yang terletak di garis depan
pertempuran dan berhadapan dengan lawan. Semakin ke pangkal, maka letak unit
akan menjadi semakin jauh dari pertempuran. Singer menggunakan tipologi yang
sama untuk mengklasifikasikan PMC yang ada berdasarkan posisi dan fungsinya
dalam pertempuran.
Tipe pertama yang dijelaskan oleh Singer adalah tipe Military Provider
Firms, yang dijelaskan sebagai ujung dari tombak. Perusahaan tipe ini merupakan
PMC yang memiliki keterlibatan di lapangan dalam sebuah pertempuran, baik
dengan terlibat dalam kontak senjata maupun melalui kendali dan komando atas
pasukan milik negara. PMC jenis ini terlibat di garis terdepan dalam pertempuran
pada umumnya melalui pelibatan personel mereka dalam kontak senjata. Contoh
PMC yang termasuk tipe ini adalah Executive Outcome dan Sandline
24 Ibid., 49. 25 Emanuella-Chiara Gillard, “Business Goes to War: Private Military/ Security Companies and International Humanitarian Law,” International Review of the Red Cross 88, no. 863 (2006): 528. 26 Singer, “Corporate Warriors,” 201-202.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
14
International.27 Namun Singer menjelaskan bahwa untuk dikategorikan sebagai
Military Provider Firms, sebuah PMC tidak harus terlibat dalam kontak senjata
secara langsung. Singer menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan yang
menyediakan jasa pengintaian dan pengawasan secara taktis juga dapat
dikategorikan sebagai Military Provider Firms.
Tipe kedua adalah Military Consulting Firms, gagang dari tombak, yang
menyediakan jasa konsultasi dan pelatihan. Perusahaan jenis ini juga dapat
berperan dalam fungsi dan restrukturisasi militer suatu negara dengan
memberikan analisis strategis, operasional, dan organisasi yang dilatarbelakangi
oleh keberadaan ahli di bidang tersebut dalam perusahaan yang terkait. Perbedaan
mendasar antara PMC tipe pertama dan kedua terletak pada keterlibatan mereka
dalam pertempuran. Meskipun sama-sama dapat mempengaruhi pertimbangan
strategis dan taktis dari klien, PMC tipe kedua hanya bertanggung jawab dalam
memberikan saran dan pelatihan terhadap klien namun tidak terlibat dalam
pertempuran seperti PMC tipe pertama. Contoh PMC yang tergolong sebagai
PMC tipe kedua adalah Military Professional Resources Inc. (MPRI).28
Tipe PMC ketiga, pangkal dari tombak, yaitu Military Support Firms.
Perusahaan jenis ini tidak terlibat dalam perumusan strategi dan taktik dari klien,
serta pelaksanaannya seperti PMC jenis pertama atau kedua. Perusahaan jenis ini
lebih terlibat dalam menyediakan jasa pendukung operasi militer seperti bantuan
logistik, transportasi, dan bantuan teknis lain. Contoh PMC yang termasuk tipe ini
antara lain Halo Group, Vinell, dan Ronco.29
Perbedaan tipe PMC tersebut juga berpengaruh pada jenis klien yang
menggunakan jasa mereka sehingga target pasar mereka pun berbeda. PMC jenis
pertama lebih sering bekerja dengan klien negara yang tidak memiliki kapabilitas
militer yang memadai dalam suatu konflik. Hal ini dikarenakan negara tersebut
memiliki kebutuhan akan tenaga manusia dan persenjataan dalam konflik yang
27 Isenberg, Shadow Force, 25. 28 Ibid. 29 Ibid.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
15
lebih mendesak. Tipe PMC kedua pada umumnya memiliki klien yang melakukan
pembangunan pertahanan dan militer jangka panjang. Sedangkan klien dari PMC
jenis ketiga pada umumnya merupakan negara yang keterlibatan dalam sebuah
konflik atau operasi militer jangka panjang sehingga memerlukan bantuan dalam
aspek-aspek pendukung. Singer juga menjelaskan bahwa PM dimungkinkan untuk
memiliki dua kategori fungsi atau lebih. Hal tersebut dapat terjadi sebagai bentuk
perluasan sektor usaha perusahaan, atau sebagai bentuk adaptasi untuk
menjalankan fungsi awalnya. Contoh dari PMC seperti ini adalah DynCorp, yang
pada awalnya berperan sebagai PMC tipe kedua yang membantu pelatihan
personel keamanan, namun juga menyediakan bantuan non-kombat seperti misi
search and rescue. Ketika fungsi pendukung tersebut menempatkan personel
DynCorp dalam situasi berbahaya, maka personelnya dapat pula memiliki
kapabilitas dan fungsi pertempuran.30
Klasifiksasi milik Singer ini akan melewatkan perbedaan PMC
berdasarkan fungsi perusahaan, serta mengabaikan perbedaan karakter dari PMC
yang ada. Perbedaan karakter dan dampak dari penggunaan PMC dapat lebih
terlihat jika PMC dibagi berdasarkan fungsi dari perusahaan tersebut, yang secara
sederhana dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu: 1) tempur (combat);
2) pelatihan (training); 3) konsultasi (consulting), dan; 4) logistik (logistic).
Dengan membagi PMC berdasarkan empat kategori ini, maka analisis terhadap
dampak dari penggunaan masing-masing jenis PMC dapat dianalisis dan
dipetakan dengan lebih baik.
Yang dimaksud dengan PMC dengan fungsi combat adalah PMC yang
menyediakan jasa berupa bantuan pasukan dan persenjataan. PMC tipe ini
memiliki keterlibatan dalam pertempuran secara langsung. Secara umum, PMC
dengan fungsi ini sama dengan PMC tipe pertama dalam klasifikasi milik Singer.
PMC dengan fungsi training merupakan PMC yang dipekerjakan untuk
membantu negara untuk melatih personel angkatan bersenjata negara. PMC tipe
ini akan berperan dalam membantu negara melatih angkatan bersenjata negara
30 Kinsey, Corporate Soldiers and International Security, 25
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
16
tersebut agar dapat memiliki kemampuan untuk menjalankan fungsinya dengan
baik. Sedangkan fungsi consulting merupakan PMC yang berperan sebagai
konsultan bagi negara dalam merencanakan dan menjalankan kebijakan
pertahanan negara. PMC tipe ini diposisikan sebagai pihak ahli yang dianggap
dapat membantu negara merumuskan kebijakan pertahanan yang lebih baik.
Sedangkan tipe keempat, yaitu PMC dengan fungsi logistic merupakan PMC yang
memiliki fungsi menyediakan jasa-jasa dan barang pendukung operasi militer.
Secara umum PMC tipe ini dapat disamakan dengan PMC tipe ketiga dalam
klasifikasi milik Singer.
Terdapat beberapa perbedaan antara klasifikasi baru yang ditawarkan ini
dengan klasifikasi milik Singer. Pertama, klasifikasi ini didasarkan oleh fungsi
dari PMC dalam operasi militer dan postur pertahanan negara, berbeda dengan
klasifikasi Singer yang lebih menekankan perbedaan dalam posisi PMC di medan
pertempuran. Kedua, klasifikasi baru ini melihat fungsi combat memiliki karakter
taktis dan strategis, yang membedakannya dengan klasifikasi PMC tipe pertama
dalam klasifikasi Singer. Ketiga, jika fungsi pelatihan dan konsultasi diletakkan
dalam satu klasifikasi yang sama dalam klasifikasi milik Singer, maka dalam
klasifikasi baru ini, keduanya dipisahkan menjadi dua klasifikasi yang berbeda.
Pemisahan ini dilakukan untuk mengeaskan adanya perbedaan karakter dan
dampak antara keduanya, yang dapat luput dari pengamatan jika kedua fungsi
tersebut dianggap sebagai satu tipe.
2.2 Otoritas Negara
Salah satu penyebab dikaitkannya privatisasi sektor pertahanan dan militer
dengan melemahnya otoritas negara adalah konsepsi Max Weber mengenai
negara sebagai entitas yang memiliki monopoli atas penggunaan kekerasan yang
terlegitimasi. Secara tradisional, penggunaan kekerasan yang terlegitimasi hanya
dapat dilakukan oleh negara sebagai fungsi pertahanan dan menjaga
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
17
keamanannya.31 Ketika karakter negara diperlakukan sebagai sumber legitimasi
dan otoritas, maka kemunculan aktor yang memiliki karakter mirip dengan negara
ini akan menantang otoritas dan legitimasi negara. Kemunculan PMC sebagai
aktor non-negara yang dapat menggunakan kekerasan serta menjalankan fungsi
pertahanan dan militer menimbulkan pertanyaan mengenai apakah mereka tidak
memiliki otoritas sama seperti mercenary atau mereka memiliki otoritas dengan
memperoleh sebagian otoritas negara.
Menurut Sarah Percy, melalui kajian yang ia lakukan terhadap penulis-
penulis lain, ketika membicarakan mengenai PMC dan otoritas negara, maka
komponen utama yang paling sering dikaji adalah bagaimana PMC
mempengaruhi monopoli dan kendali negara terhadap penggunaan kekerasan atas
nama dan dalam wilayahnya.32 Percy melihat besarnya signifikansi komponen ini
dalam otoritas negara dengan menunjukkan bahwa beberapa penulis seperti
Singer dan Avant memfokuskan kajian terhadap pengaruh penggunaan PMC
terhadap negara pada faktor ini.
Menurut Rodney Bruce Hall dan Thomas J. Biersteker, konsep otoritas
mengacu pada kemampuan mengekspresikan power yang terinstitusionalisasi.
Lebih dari sekedar ekspresi dan penggunaan power, Hall dan Biersteker
menekankan diperlukan adanya legitimasi agar kemampuan tersebut dapat
dikatakan sebagai otoritas. Diperlukannya legitimasi ini menunjukkan bahwa
dalam konsep otoritas terdapat persetujuan dan kepatuhan terhadap suatu pihak.33
Pengakuan dan kepatuhan tersebut muncul dengan dasar kepercayaan objek,
terhadap sebuah entitas. Dalam kasus otoritas negara, maka kepercayaan dan
kepatuhan yang dimaksud adalah kepercayaan dan kepatuhan warga negara
terhadap pemerintah.
31 Karl Dusza, “Max Weber’s Conception of the State,” International Journal of Politics, Culture, and Society 3, no.1 (1989): 75-76. 32 Sarah Percy, Mercenaries: The History of a Norm in International Relations (Oxford: Oxford University Press, 2007), 4-6. 33 Rodney Bruce Hall & Thomas J. Biersteker, The Emergence of Private Authority in Global Governance (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), 4-5.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
18
Otoritas juga dapat dijelaskan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
pihak lain untuk melakukan sesuatu. Dalam memutuskan untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu, aktor rasional dianggap akan melakukan pertimbangan
terhadap berbagai alasan. Joseph Raz kemudian menjelaskan otoritas sebagai
kemampuan untuk mempengaruhi aktor lain, baik dengan memberikan alasan
untuk melakukan sesuatu, ataupun alasan untuk tidak menghiraukan alasan lain
sehingga aktor lain tersebut melakukan sesuatu.34 Selain itu, otoritas juga
dianggap dapat menyebabkan aktor untuk mengabaikan pertimbangan-
pertimbangan rasional tersebut.
Berdasarkan pemaparan tersebut, otoritas negara dapat dipahami sebagai
kemampuan negara untuk mengendalikan penggunaan kekerasan atas nama dan
dalam wilayahnya. Selain itu, otoritas negara juga dapat dipahami sebagai
kemampuan negara untuk dipatuhi oleh warga negaranya. Pemerintah negara
tersebut dapat membuat warga negaranya patuh serta menerima dan melakukan
apa yang diperintahkan negara sebagai bentuk pengakuan atas legitimasi
pemerintahan tersebut. Kepercayaan terhadap legitimasi pemerintahan ini juga
dibantu dengan keyakinan terhadap kapabilitas dari pemerintahan negara tersebut.
Selain kemampuan untuk mengatur warga negaranya, otoritas negara juga dapat
dipahami sebagai kemampuan negara untuk menolak diatur oleh entitas asing.
Entitas asing yang dimaksud adalah institusi internasional, perusahaan
multinasional, atau negara lain.
2.3 Dampak Kerjasama Negara dengan PMC
2.3.1 Dampak Politik
Seperti telah dijelaskan di bagian awal bab ini, beberapa ahli melihat
transformasi dalam dinamika keamanan, terutama sejak periode mendekati
berakhirnya Perang Dingin, memicu pertumbuhan PMC. Kemunculan PMC
34 Joseph Raz, The Authority of Law: Essays on Law and Morality (New York: Oxford University Press Inc., 1979), 21-22.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
19
sebagai aktor keamanan selain negara ini kemudian dapat mempengaruhi negara
dalam berinteraksi dan menjalankan fungsinya, yang kemudian dapat
menyebabkan transformasi karakter negara tersebut. Selain itu, kemunculan PMC
ini juga dapat memberikan pengaruh pada pemahaman terhadap dinamika
keamanan global.
Kecenderungan privatisasi fungsi negara, deregulasi pasar, serta military
downsizing yang dilakukan oleh negara merupakan hal-hal yang dapat memicu
pertumbuhan PMC untuk memenuhi kebutuhan kemanan dan militer negara.35
Pada gilirannya, pertumbuhan PMC ini menyebabkan negara melihat tidak ada
kebutuhan untuk mempertahankan kekuatan militer seperti pada pada periode
yang lalu. Penggunaan PMC mendorong negara untuk melakukan downsizing
secara lebih lanjut, apalagi hal tersebut juga memperbesar kemungkinan
terjadinya efisiensi anggaran pertahanan.
Pertumbuhan permintaan dan dependensi terhadap PMC, dalam konteks
negara-negara Barat, juga dipicu oleh kepentingan untuk tetap terlibat dalam
merancang keamanan global. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan publik
menjadi lebih sadar akan biaya mobilisasi pasukan dan toleransi terhadap korban
jiwa tidak sebesar dulu. Negara-negara Barat kemudian melihat PMC sebagai
alternatif sebagai pasukan yang dapat dimobilisasi tanpa mendapat sorotan dari
warga negaranya. Penggunaan PMC oleh Amerika Serikat, misalnya, memberikan
keuntungan karena jika operasi militer berhasil dilaksanakan dengan baik pujian
tetap diberikan pada negara namun operasi gagal negara tidak disalahkan.36
Penggunaan PMC, dalam jangka panjang, dapat menyebabkan penurunan
kapabilitas militer negara. Hal ini dikarenakan PMC dapat menyerap sumber daya
yang dimiliki oleh negara. Penggunaan PMC dalam jangka panjang dapat
berdampak mengganggu monopoli negara dalam sektor militer. Kondisi ini akan
35 Kinsey, Corporate Soldiers and International Security, 64. 36 Ibid., 96.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
20
menyebabkan melemahnya kapabilitas militer negara yang dianggap akan
menyebabkan melemahnya kedaulatan negara.37
Penggunaan PMC dapat menyerap kekuatan angkatan bersenjata negara
secara sistematis.38 Kebutuhan PMC atas individu dengan kemampuan militer
yang memadai menempatkan militer dan mantan personel militer negara sebagai
lahan rekrutmen mereka. Salah satu cara yang digunakan oleh PMC adalah
dengan menawarkan kompensasi yang besar, bahkan lebih besar dari posisi setara
di angkatan bersenjata negara asal target rekrutmen tersebut. Pada beberapa
negara, yang memerbolehkan personel militer untuk berhenti dari militer, faktor
insentif ini dapat memicu perpindahan individu-individu dari militer negara
menjadi pasukan PMC. Sebagai dampak dari hal tersebut, negara akan mengalami
kekurangan personel militer, dan menjadi membutuhkan bantuan dari PMC.
Melihat kemungkinan ini, dapat dilihat bahwa PMC dapat memulai usaha dengan
menyerap kemampuan militer negara untuk dijual kembali.
PMC kemudian berkembang menjadi aktor yang terlibat dalam pelatihan
keamanan, baik militer maupun polisi. Privatisasi dalam pelatihan keamanan ini
terlihat selama beberapa tahun terakhir, terutama oleh Amerika Serikat. Selain
menggunakan jasa aktor swasta untuk memberikan pelatihan keamanan bagi
personel negaranya, Amerika Serikat juga menggunakan jasa mereka untuk
menjadi perantara Amerika Serikat dalam melatih dan membangun kapabilitas
keamanan negara Afghanistan dan Irak.39 Patrick Cullen melihat diversifikasi
dalam pelatihan keamanan ini sebagai hal yang perlu dikaji, karena PMC
merupakan dampak sekaligus agen yang memicu pemisahan pelatihan keamanan,
terutama militer, dari angkatan bersenjata milik negara melalui tiga mekanisme.
Pertama, terjadi pluralisasi dalam penyedia fungsi pelatihan militer, yang
melihat fungsi ini sebagai komoditas jasa yang dapat diperoleh di pasar. Cullen
37 Singer, “Outsourcing War,”: 128-129. 38 Ibid. 39 Patrick Cullen, “The Transformation of Private Military Training,” dalam Military Advising and Assistance: From Mercenaries to Privatization, 1815-2007, ed. Donald Stoker (London: Routledge, 2008), 239.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
21
melihat kondisi seperti ini akan menyebabkan negara menjadi sekedar
‘pelanggan’ yang tidak lagi melihat keahlian militer sebagai hal yang hanya
dimiliki oleh angkatan bersenjata.40 Negara kemudian akan mencari pemilik
keahlian ini selain angkatan bersenjatanya untuk melengkapi atau memperkuat
ketersediaan keahlian tersebut ke sektor swasta. Kedua, aktor yang membutuhkan
pelatihan militer juga mengalami pluralisasi. Cullen melihat globalisasi dan
peristiwa 9/11 memunculkan jenis ancaman yang mengaburkan batasan militer
dan polisi, sehingga diperlukan jasa keamanan yang memiliki kapabilitas dari
keduanya. Dalam kondisi seperti ini, beberapa institusi negara milik Amerika
Serikat memilih menggunakan jasa PMC untuk memberikan pelatihan, yang
secara tradisional dapat dilihat sebagai pelatihan militer, agar personel keamanan
institusi tersebut memiliki kapabilitas untuk menghadapi ancaman baru tersebut.41
Ketiga, kerjasama antara PMC dan negara dalam memberikan pelatihan militer ini
kemudian menempatkan keduanya sebagai aktor yang terlibat dalam rekonsepsi
keamanan yang semakin mengaburkan batasan tradisional antara militer dan polisi
melalui pembentukan metode pelatihan yang menggabungkan pelatihan militer
dan polisi.42
Privatisasi dalam pelatihan militer dan polisi ini menunjukkan bahwa
negara dapat melihat PMC sebagai aktor yang lebih ahli dari, atau setidaknya
sama ahlinya dengan, angkatan bersenjata negara dalam hal pemahaman dan
pelatihan keamanan. Cullen melihat kondisi ini sebagai faktor kunci yang
menyebabkan fungsi pelatihan militer tidak lagi dapat dipandang sebagai jasa
yang hanya disediakan dan dikonsumsi oleh negara dan perangkat militernya.
Ketika dilibatkan dalam pelatihan tersebut, PMC dapat menyebabkan transformasi
dalam konsepsi pelatihan keamanan melalui cara-cara yang telah dijelaskan oleh
Cullen. Transformasi dalam pelatihan ini kemudian akan mempengaruhi
pemahaman angkatan bersenjata serta komponen-komponen negara terhadap
keamanan dan kapabilitas untuk menyediakan keamanan tersebut.
40 Ibid., 240. 41 Ibid. 42 Ibid.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
22
Dalam konteks negara-negara non-Barat, kondisi kemanan di wilayah
yang rentan konflik, misalnya di Afrika, menyebabkan upaya mengembalikan
keamanan dan ketertiban menjadi salah satu kepentingan utama. Permasalahan
keamanan publik ini tidak dapat diselesaikan dengan mengembalikan atau
meningkatkan kemampuan negara dalam menggunakan kekuatan bersenjata
karena sebagian besar kekerasan di Afrika yang terjadi dengan persetujuan negara
justru merupakan kekerasan yang terburuk. Perlu sebuah solusi lain untuk
menciptakan dan mengatur keamanan publik di beberapa negara Afrika selain
penguatan militer negara dan pelibatan aktor swasta menjadi pilihan yang dapai
diambil.
Ada empat alasan mengapa penggunaan PMC dapat menciptakan
keamanan publik.43 Pertama, PMC dapat berperan menghentikan cycles of
violence, baik dengan membantu negara, maupun dengan berperan menjadi pihak
ketiga yang melakukan intervensi. Kedua, PMC dianggap sebagai aktor yang
terhormat serta beroperasi dalam pasar yang sensitif dan terpolitisasi. Kondisi
tersebut akan mendorong PMC untuk menjalankan fungsinya dengan baik demi
menjaga reputasinya. Ketiga, adanya anggapan bahwa beberapa pasukan negara di
Afrika tidak memiliki kapabilitas yang cukup untuk bekerja sendiri. Keempat,
adanya pragmatisme dalam praktik penggunaan PMC di Afrika. Beberapa pihak
sangat bergantung terhadap jasa PMC sehingga penggunaan PMC tidak dapat
dilarang dan harus diatur oleh badan tertentu.
Meski demikian, penggunaan PMC di negara-negara Afrika juga bukan
tanpa masalah, misalnya apa yang oleh Leander disebut sebagai dynamics in the
market of force.44 Sebagai aktor dalam pasar, PMC digerakkan oleh motif
keuntungan finansial, sehingga tidak aneh jika PMC memiliki karakter ingin terus
memperbesar profit yang diperoleh melalui usahanya. PMC memiliki kemampuan
dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut karena PMC sekaligus merupakan
aktor yang dapat menciptakan permintaan atas jasanya. Kemampuan tersebut
43 Anna Leander, “The Market for Force and Public Security: The Destabilizing Consequences of Private Military Companies,” Journal of Peace Research 42, no. 5 (2005): 607-611. 44 Ibid., 611-612.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
23
dimiliki PMC sebagai akibat dari statusnya yang dipandang sebagai pakar bidang
keamanan. Status tersebut tidak hanya memberikan PMC kemampuan untuk
mendefinisikan keamanan melalui kapasitasnya sebagai konsultan keamanan
negara, tetapi juga mendorong peningkatan permintaan terhadap jasanya.
Kemampuan menciptakan permintaan tersebut, ditambah dengan belum adanya
regulasi yang mapan, menyebabkan PMC dapat tetap beroperasi meskipun telah
melakukan pekerjaan yang seharusnya menurunkan reputasinya. Idealnya, PMC
hanya mau bekerjasama dengan pihak yang memiliki legitimasi, karena statusnya
sebagai perusahaan yang legal. Namun pada kenyataannya dalam berbagai situasi
konflik di Afrika, terdapat kesulitan untuk menentukan pihak mana yang memiliki
legitimasi. Kesulitan tersebut menyebabkan PMC cenderung mengabaikan prinsip
ini, dan mau bekerjasama dengan salah satu pihak atas dasar pertimbangan selain
legitimasi tersebut. Kondisi seperti ini tidak mempengaruhi status PMC, dimana
pengabaian atas prinsip tersebut seperti diabaikan atau bahkan dimaafkan, dan
PMC tersebut dapat beroperasi seperti biasa.
Dinamika pasar ini kemudian memunculkan keinginan PMC untuk terlibat
dalam pemerintahan untuk mencapai dua kepentingan yang memungkinkan PMC
untuk terus beroperasi dan memperbesar keuntungan. Kepentingan pertama
adalah untuk melemahkan pasukan negara tersebut. Selain untuk meningkatkan
kebutuhan akan jasa PMC, lemahnya pasukan negara dapat menyebabkan
pengalihan sumber daya, baik finansial maupun manusia, ke sektor swasta.
Kepentingan kedua adalah untuk menciptakan cakupan keamanan oleh negara
yang penuh dengan lubang sehingga dimungkinkan terjadinya kekerasan. Dua
kepentingan ini menunjukkan bahwa dinamika pasar ini menyebabkan PMC
memiliki keinginan untuk melemahkan kapabilitas pengamanan publik baik dari
segi kualitas maupun cakupan wilayah.
Terlepas dari pro dan kontra penggunaan PMC di Afrika, Shearer menilai
bahwa pada umumnya penggunaan PMC di Afrika memiliki tujuan untuk
meningkatkan kapabilitas militer negara klien. Dalam kajiannya terhadap aktivitas
PMC di Afrika, Shearer, menyimpulkan bahwa PMC bertujuan untuk
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
24
memberikan negara klien kapabilitas untuk mengakhiri dan mencegah terjadinya
konflik kembali.45
Dalam kasus Irak, Bjork dan Jones menilai penggunaan PMC dalam
rekonstruksi pasca konflik sangat dibutuhkan untuk melindungi organisasi dan
pihak asing yang berada di Irak untuk membantu proses rekonstruksi dan sangat
rentan menjadi target serangan pihak-pihak tertentu. Ada dua faktor yang
mendorong kondisi tersebut, yaitu: tidak adanya ketertiban serta belum
terbentuknya pemerintahan yang mapan dan tidak adanya pengamanan dari
pasukan negara lain yang terlibat dalam operasi di Irak.46 Hal ini mendorong
organisasi dan pihak asing tersebut melihat PMC sebagai alternatif penyedia jasa
keamanan bagi mereka.
Namun demikian, keterlibatan PMC ini juga dapat menghambat proses
rekonstruksi yang dilakukan. Dalam kasus Irak, masih ada intervensi oleh pihak
asing sehingga masih terdapat personel militer negara asing untuk menjaga
keamanan publik di Irak, yang mencakup perlindungan terhadap organisasi dan
perusahaan asing yang dilibatkan dengan persetujuan negara tersebut. Personel
militer ini tidak dapat memenuhi kebutuhan pengamanan organisasi dan
perusahaan internasional yang terlibat dalam proses rekonstruksi sehingga
organisasi dan perusahaan internasional tersebut melibatkan PMC untuk
mengamankan mereka. Personel PMC, seperti halnya militer negara asing yang
bertugas di Irak, juga memiliki senjata yang sama dan menyebabkan kesulitan
dalam membedakan keduanya. Hal ini berdampak pada dimungkinkannya terjadi
kesalahpahaman yang berujung pada kontak senjata antara organisasi kriminal
maupun kelompok tertentu di Irak dengan PMC ini. Dengan kata lain, PMC bisa
menjadi target serangan karena serupa dengan pasukan asing yang ada di Irak.
Tidak hanya secara pasif, PMC juga dapat menyebabkan konflik karena
karakter mereka sebagai perusahaan yang hanya mementingkan keamanan klien
45 Shearer, “Outsourcing War,” 70. 46 Kjell Bjork dan Richard Jones, “Overcoming Dilemmas Created by the 21st Century Mercenaries: Conceptualising the Use of Private Security Companies in Iraq,” Third World Quarterly 26, no. 4/5 (2005): 779.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
25
dan bukan keamanan publik.47 Karakter ini menyebabkan PMC dapat mengambil
tindakan yang dianggap perlu untuk mengamankan kliennya, termasuk melakukan
penyerangan atau menggunakan kekerasan terhadap kelompok-kelompok yang
dianggap mengancam keamanan kliennya. Kemungkinan-kemungkinan seperti ini
mengindikasikan keberadaan PMC dapat mengganggu proses rekonstruksi dan
konsolidasi keamanan pasca konflik.
Motivasi penggunaan PMC tidak senantiasa bertalian dengan upaya untuk
menciptakan keamanan seperti dalam kasus Afrika dan rekonstruksi pasca konflik
di Irak. Motif yang berbeda akan muncul ketika kajian dilakukan terhadap negara
maju seperti Amerika Serikat atau Kanada. Dalam kasus Amerika Serikat,
penggunaan PMC dapat menjadi perantara atau proxy negara tersebut dalam
konflik sehingga negara tersebut tidak perlu terlibat langsung. Hal ini dapat
disebabkan oleh faktor kecaman internasional untuk melakukan mobilisasi
pasukan atau keengganan untuk menempatkan pasukan nasional, yang merupakan
warga negara, dalam situasi yang berbahaya.48
Kondisi tersebut mendorong adanya pemahaman PMC identik dengan
mercenary. Cameron melihat bahwa banyak penulis yang menolak anggapan
bahwa PMC merupakan mercenary, namun tidak dapat menjelaskan apa status
mereka jika mereka bukan mercenary.49 Kondisi ini menyebabkan terjadinya
ketidakjelasan status personel PMC yang kemudian dicoba dijelaskan oleh
Cameron melalui kerangka hukum humaniter internasional. Meski demikian,
identifikasi yang dilakukan Cameron hanya dapat bersifat kasuistik dimana tidak
dimungkinkan terjadi generalisasi dari hasil identifikasi tersebut sebagai akibat
dari perbedaan karakter dari kontrak dan kinerja PMC dalam masing-masing
konflik. Lebih lanjut, Cameron menjelaskan bahwa meskipun identifikasi
mengenai karakter PMC ini telah dilakukan, terdapat kesulitan untuk mengatur
47 Ibid., 782-783. 48 Shearer, “Outsourcing War”: 70. 49 Lindsey Cameron, “Private Military Companies: Their Status Under International Humanitarian Law an Its Impact on Their Regulation,” International Review of the Red Cross 88, no.863 (2006): 575.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
26
mengenai apa saja yang boleh dilakukan oleh personel PMC, sehingga perangkat
peraturan yang dapat mengatur perilaku PMC sulit untuk dibentuk. Pengaturan ini
diperlukan agar dapat menjadi panduan dan batasan bagi perilaku dan fungsi
PMC, sehingga dapat dibentuk sebuah standar karakter dan fungsi PMC.
Dalam kasus di Kanada, Spearing menjelaskan bahwa privatisasi
pertahanan merupakan bentuk penyesuaian kembali atau rebalancing antara
sektor publik dan swasta yang terjadi pada sektor keamanan. Rebalancing yang
dimaksud merupakan pergeseran pembagian sektor mana yang menjadi wilayah
operasi negara dan sektor mana yang menjadi wilayah operasi individual atau
pihak swasta.50 Meskipun kemudian kekuatan bersenjata Kanada akan lebih
banyak melibatkan pihak swasta, pemerintah tetap terlibat dalam membentuk dan
mengawasi pihak-pihak swasta ini sehingga negara tetap berperan penting dalam
pertahanan meskipun telah dilakukan privatisasi.
Pada awalnya Kanada tidak menghendaki privatisasi pertahanan
dikarenakan adanya anggapan bahwa warga sipil tidak seharusnya dimobilisasi
dalam jumlah besar serta tidak bertanggung jawab atas faktor-faktor penting
dalam keberhasilan sebuah operasi militer. Selain itu, operasi militer juga
dianggap lebih baik diserahkan kepada pihak yang memiliki patriotisme dan rela
berkorban demi negara, dibanding diserahkan kepada pihak yang hanya
digerakkan dengan motif profit finansial. Faktor lain yang tidak mendorong
privatisasi pertahanan di Kanada adalah keadaan privatisasi ini menyebabkan
keamanan negara Kanada diserahkan kepada aktor swasta yang dimotivasi oleh
kepentingan komersil dan bukan kepentingan negara Kanada sehingga pemerintah
dianggap menyebabkan keamanan Kanada menjadi bergantung pada kepentingan
pasar.51
Privatisasi pertahanan baru menjadi opsi yang dipertimbangkan oleh
pemerintah Kanada pada tahun 1994. Pada tahun itu, hutang Kanada diperkirakan
50 Ibid., 1111. 51 Christopher Spearin, “Not a “Real State”? Defence Privatization in Canada,” International Journal 60, no. 4 (2005): 1093.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
27
mencapai lima ratus milyar dollar Kanada sehingga pemerintah Kanada
memutuskan untuk melakukan penghematan anggaran dalam berbagai sektor,
termasuk dalam sektor pertahanan.52 Tuntutan untuk menghemat anggaran ini
ditanggapi Departemen Pertahanan Kanada (DND) dengan melakukan
transformasi yang mencakup privatisasi berbagai fungsi dalam pertahanan.
Privatisasi yang dilakukan oleh DND pada awalnya hanya terbatas pada fungsi-
fungsi pendukung operasi sedangkan fungsi utama masih dipegang oleh negara.
Privatisasi ini terus meningkat hingga akhirnya aktor swasta benar-benar
dilibatkan dalam fungsi utama pertahanan.
Peran PMC dalam pembentukan persepsi keamanan global mengalami
penguatan secara signifikan. Østensen menjelaskan bagaimana PMC tidak hanya
berinteraksi dengan negara tetapi juga dengan PBB yang merupakan institusi
internasional. Interaksi antara PMC dengan PBB tidak hanya terjadi ketika PMC
dikontrak langsung oleh PBB. Interaksi ini juga dapat terjadi ketika PMC menjadi
rekan kerjasama negara yang diberi mandat oleh PBB. Keberadaan interaksi ini
kemudian menempatkan PMC sebagai salah satu aktor dalam pengaturan
keamanan global (global security governance), yang kemudian memberikan
kesempatan pada PMC untuk mempengaruhi operasi peacekeeping yang
dilakukan oleh PBB dan mempengaruhi pemahaman mengenai keamanan secara
umum.53 Kemampuan tersebut muncul karena PMC dilibatkan dalam melatih
personel dan merumuskan strategi, sehingga mereka dapat membentuk karakter
personel keamanan melalui transfer kemampuan dan ide. Selain itu, PMC juga
dapat terlibat dalam pengumpulan informasi, sehingga mereka mampu menyeleksi
informasi yang diterima PBB untuk membentuk opini dan menentukan agenda
keamanan global.
Penggunaan jasa PMC oleh PBB memiliki kecenderungan untuk
mengubah persepsi mengenai operasi peacekeeping yang dilakukan oleh PBB.
Hal tersebut memungkinkan adanya transformasi peace dalam peacekeeping yang
52 Ibid., 1096. 53 Åse Gilje Østensen, “In The Business of Peace: The Political Influence of Private Military and Security Companies on UN Peacekeeping,” International Peacekeeping 20, no. 1 (2013): 35.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
28
semula barang publik menjadi hanya milik sebagian kelompok.54 Hal ini terjadi
karena PMC sebagai korporasi memiliki kecenderungan untuk hanya memuaskan
kebutuhan pihak-pihak yang membayar kontrak mereka sehingga pihak-pihak
yang tidak membayar akan dianggap kurang penting.
Keterlibatan PMC dalam operasi peacekeeping PBB ini menempatkan
mereka sebagai salah satu aktor dalam pengaturan keamanan global. Posisi
tersebut memungkinkan mereka melakukan transformasi pemahaman dan agenda
keamanan global, yang kemudian dapat mempengaruhi pemahaman dan agenda
keamanan negara-negara anggota PBB tersebut.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dilihat bahwa dampak politik dari
penggunaan PMC oleh negara berkaitan dengan pengaruh yang ditimbulkannya
terhadap negara dan dinamika keamanan internasional. PMC muncul menjadi
aktor selain negara yang dapat menggunakan kekerasan secara terlegitimasi,
sehingga monopoli negara dalam hal tersebut tidak lagi terjadi. Jasa dan
kapabilitas militer tidak lagi menjadi barang eksklusif dan dapat diakses oleh
entitas selain negara. Penggunaan PMC dapat menghindarkan negara dari
pengawasan dan kendali internasional maupun publik, sehingga negara dapat tetap
menjalankan upaya mencapai berbagai kepentingannya yang berkaitan dengan
mobilisasi pasukan. Namun penggunaan PMC ini juga berpotensi melemahkan
negara dengan menyerap kemampuan negara dalam mengambil dan menjalankan
kebijakan yang berkaitan dengan sektor keamanan negara tesebut.
2.3.2 Dampak Ekonomi
Perubahan dari segi ekonomi dilihat sebagai salah satu faktor utama dalam
penerapan kebijakan penggunaan PMC untuk memenuhi kebutuhan keamanan
negara. Sebagai implementasi dari kebijakan privatisasi, penggunaan PMC
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran pertahanan
negara. Selain itu, penggunaan PMC diharapkan dapat menyediakan kekuatan
pertahanan dan keamanan dalam waktu yang lebih singkat jika memang
54 Ibid.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
29
diperlukan. Karakter PMC sebagai perusahaan menimbulkan risiko-risiko
tersendiri. Keinginan untuk mendapatkan profit dapat menurunkan reliabilitas
penggunaan PMC, dimana PMC dapat bekerja tidak sesuai kontrak atau justru
meningkatkan pengeluaran negara. Namun demikian, permintaan terhadap jasa
PMC tidak serta-merta menurun
Fulloon menjelaskan bahwa kemunculan PMC menjadi industri bernilai
tinggi didorong oleh tingginya permintaan atas jasa mereka. pertumbuhan ini
didorong oleh pergeseran kecenderungan negara untuk memilih menggunakan
jasa PMC. Kecenderungan ini muncul karena jasa keamanan dan militer yang
disediakan oleh PMC dapat diakses dengan mudah oleh beragam aktor, termasuk
aktor selain negara seperti perusahaan.55 PMC dapat menyediakan kapabilitas
militer bagi pihak yang mampu membayar jasanya, sehingga dapat dikatakan
keberadaan PMC mempermudah konversi kekuatan ekonomi menjadi kekuatan
militer.
Ada dua faktor yang menyebabkan meningkatnya jumlah dan nilai industri
PMC.56 Pertama, kecenderungan negara dan aktor-aktor non-negara, seperti
perusahaan minyak dan tambang, untuk lebih menerima penggunaan jasa PMC
dalam melindungi diri dari ancaman tertentu karena lebih mudah memperoleh jasa
pengamanan yang dapat diandalkan melalui penggunaan PMC. Kondisi kedua
yang memicu pertumbuhan industri PMC adalah berakhirnya Perang Dingin.
Vacuum of power yang terjadi akibat berakhirnya perseteruan dua Blok
superpower tersebut menyebabkan dihentikannya bantuan militer dari masing-
masing blok, serta timbulnya konflik-konflik yang sebelumnya dapat dicegah
dengan keberadaan bantuan militer tersebut. Kondisi ini meenyebabkan
meningkatnya permintaan atas jasa militer yang dapat disediakan oleh PMC
Avant menjelaskan bahwa penggunaan PMC lebih memiliki dampak
politik dibandingkan dampak ekonomi. Melalui outsourcing pertahanan yang
dilakukan Amerika Serikat, misalnya, pemerintah dapat mengurangi kemampuan
55 Fulloon, “Private Military Companies,” 49. 56 Ibid., 50.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
30
Kongres untuk mengatur pengambilan keputusan yang dilakukan oleh eksekutif
negara. Pada sistem pemerintahan Amerika Serikat, mobilisasi pasukan nasional
memerlukan persetujuan dari kongres. Namun penggunaan PMC dapat tidak
memerlukan persetujuan kongres sehingga lebih mudah untuk dimobilisasi. Selain
itu, penggunaan PMC dianggap akan mendapat lebih sedikit perhatian media jika
dibanding mobilisasi pasukan nasional sehingga masyarakat tidak mengetahui
keadaan sebenarnya.57
Namun, Avant juga menjelaskan dampak ekonomi penggunaan PMC yang
tidak seefektif teorinya. Terdapat beberapa risiko dari penggunaan PMC oleh
negara yang justru akan menurunkan efisiensi penggunaan anggaran pertahanan
negara.58 Pertama, karakter swasta dari PMC ini menunjukkan adanya tujuan
mencari profit, yang kemudian menyebabkan biaya finansial PMC, meskipun
memiliki biaya politik yang lebih rendah, dapat menjadi lebih tinggi dibandingkan
dengan menggunakan tentara nasional. Avant memberikan contohh kasus
pengunaan jasa perusahaan Kellogg, Brown & Root (KBR) yang dianggap tidak
memberikan penghematan biaya secara signifikan dalam kontrak disribusi logistik
pada operasi militer Amerika Serikat di wilayah Balkan. Perusahaan ini juga
kembali mempersulit Amerika Serikat karena menetapkan tagihan yang tinggi
untuk kontrak distribusi bahan bakar dalam operasi militer di Irak.59 Permasalahan
finansial ini kemudian berpotensi menimbulkan permasalahan kedua, yaitu:
reliabilitas. Untuk menghemat biaya yang dikeluarkan, PMC yang dipekerjakan
oleh pemerintah dapat menurunkan lebih sedikit personel atau personel yang
diturunkan memiliki kapabilitas yang kurang baik yang kemudian akan berakibat
pada tidak maksimalnya manfaat yang diperoleh di lapangan.
Mathieu dan Dearden menjelaskan bagaimana PMC tumbuh menjadi
industri bernilai tinggi sebagai akibat dari tingginya permintaan terhadap jasa
57 Deborah Avant, “The Privatization of Security and Change in the Control of Force,” International Studies Perspective 5 (2004): 155. 58 Avant, “Contracting for Services in U.S. Military Operations,” PS: Political Science and Politics 40, no. 3 (2007): 458. 59 Avant, “The Privatization of Security,” 155.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
31
mereka serta dependensi yang dapat mereka ciptakan. Keberadaan PMC dapat
membantu negara membangun kekuatan militernya melebihi batasan-batasan
kekuatan militer yang perlu dimilikinya. Pada negara maju, terdapat norma-norma
yang menekan kemampuan militer negara. Selain mengurangi jumlah pasukan dan
persenjataannya, negara juga diminta untuk mengurangi anggaran pertahanannya
hingga ke batas yang dianggap tidak berlebihan. Di samping itu, menguatnya
pengaruh opini publik terhadap keputusan pemerintah semakin mempersulit
negara untuk membangun angkatan bersenjata yang kuat. Dalam kondisi ini,
keberadaan PMC dapat dimanfaatkan oleh negara untuk menangani konflik-
konflik yang dianggap memiliki biaya terlalu tinggi.60 Hal ini dapat terjadi karena
keberadaan serta nilai kontrak negara dengan PMC lebih tidak transparan dan
accountable dibanding nilai anggaran pertahanan negara jika dipergunakan secara
konvensional.
Mathieu dan Dearden menjelaskan keberadaan PMC sebagai kekuatan
ekonomi baru lebih terlihat pada pasar lain dari jasa mereka, yaitu negara kecil
yang terlibat dalam konflik. Negara-negara ini tidak memiliki kapabilitas militer
yang cukup untuk mengakhiri konflik tanpa bantuan pihak lain. Berakhirnya
Perang Dingin menyebabkan intensitas bantuan negara maju terhadap negara kecil
dalam penanganan konflik menjadi berkurang sehingga kemudian negara-negara
ini beralih kepada jasa PMC sebagai alternatif. Namun, kondisi ini justru
memberikan keunggulan PMC terhadap pemerintahan dan perekonomian negara-
negara tersebut. Penggunaan PMC untuk menyelesaikan konflik di negara-negara
tersebut menunjukkan kecenderungan bahwa perdamaian yang dihasilkan tidak
akan bertahan lama jika pihak lawan tidak ditekan secara terus-menerus. Untuk
melakukan penekanan tersebut, klien akan terus bergantung pada kemampuan
PMC untuk menjadi kekuatan militernya sehingga tercipta dependensi negara
terhadap PMC. Jika melihat karakter PMC sebagai aktor yang memiliki
kepentingan mencari profit dari keberlangsungan konflik, serta fakta bahwa
beberapa PMC merupakan bagian dari perusahaan yang juga bergerak di bidang
60 Fabien Mathieu dan Nick Dearden, “Corporate Mercenaries: The Threat of Private Military & Security Companies,” Review of African Political Economy 34, no. 114 (2007): 749.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
32
lain seperti intelijen, teknologi, dan energi, PMC memiliki kepentingan dan
kemampuan untuk menciptakan dependensi ini untuk mengeksploitasi
perekonomian negara tersebut.61
Ortiz menjelaskan kesulitan dalam mengatur perilaku PMC sebagai
dampak dari belum mapannya regulasi mengenai PMC sebagai managerial
imperfections. Terminologi tersebut mencakup dampak negatif yang dapat terjadi
sebagai akibat dari loophole dalam status dan pola relasi antara PMC dan
pemerintah. Salah satu isu utama yang menjadi pembahasan Ortiz adalah
penggunaan PMC untuk meningkatkan efisiensi sehingga permasalahan yang
dijelaskan kemudian merupakan faktor-faktor yang dapat mengurangi aspek
tersebut dalam penggunaan jasa PMC oleh pemerintah.62
Ortiz mengemukankan beberapa permasalahan lain, selain masalah
peningkatan biaya yang diperlukan, yang sudah dapat dipahami secara umum.
Permasalahan pertama muncul pada aspek pembentukan kontrak antara kedua
pihak tersebut. Dalam proses tender, terdapat kecenderungan diberikannya
perlakuan khusus terhadap perusahaan tertentu yang dapat disebabkan oleh dua
faktor.63 Pertama adalah kemungkinan terjadinya lobby yang diperkuat oleh
hubungan perusahaan dengan salah satu aktor pembuat kebijakan. Kedua, terdapat
pertimbangan mengenai keamanan dan rahasia negara sehingga ada
kecenderungan untuk memilih kontraktor yang sudah pernah bekerjasama
sebelumnya dibandingkan kontraktor baru. Dua faktor tersebut kemudian dapat
menyebabkan tidak dihiraukannya pertimbangan mengenai efisiensi kinerja
dengan berbagai alasan.
Permasalahan kedua terjadi pada proses eksekusi kontrak dimana terdapat
hambatan dalam pengawasan atas kinerja PMC di lapangan. Minimnya
pengawasan terhadap PMC dapat memberi ruang bagi PMC untuk tidak
menjalankan kontrak dengan sebaik mungkin. Terlepas dari disengaja atau tidak,
61 Ibid., 750. 62 Ortiz, Private Armed Forces and Global Security, 128-131. 63 Ibid., 129.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
33
komitmen memenuhi kontrak juga dipengaruhi oleh pertimbangan risiko di
lapangan. Lemahnya komitmen tersebut dapat menyebabkan tidak efisiennya
penggunaan jasa PMC jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.
Permasalahan selanjutnya ada pada fase pasca kontrak yang mencakup aspek
evaluasi dan proses penyelesaian sengketa. Kinerja PMC pada umumnya tidak
melalui proses evaluasi sehingga terdapat kecenderungan untuk tidak
menghiraukan kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan selama tujuan awal
negara klien tercapai. Apabila terjadi sengketa, terutama antara kontraktor yang
memiliki basis operasi berbeda dengan negara klien, terjadi kecenderungan untuk
tidak menyelesaikan sengketa tersebut yang disebabkan oleh adanya perbedaan
yurisdiksi serta belum mapannya peraturan internasional mengenai PMC.
Menurut Hanke, privatisasi di bidang pertahanan dapat dilakukan untuk
menghemat anggaran pertahanan negara. Hal ini dikarenakan aktor swasta dapat
beroperasi dengan tenaga manusia yang lebih sedikit, kontrak yang fleksibel, dan
tingkat kerja yang lebih stabil.64 Perusahaan swasta dapat beroperasi dengan
tenaga manusia yang lebih sedikit dibandingkan dengan jika fungsi tersebut
dilakukan oleh negara, karena mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan
rekrutmen yang lebih terspesialisasi. Tenaga yang lebih terspesialisasi ini
kemudian akan menurunkan kebutuhan pegawai sehingga menurunkan
pengeluaran untuk gaji personel tersebut.
Penggunaan PMC dapat meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran
karena adanya dinamika keamanan global yang berubah. Menurut Isenberg, sektor
keamanan merupakan salah satu sektor yang cocok jika dijalankan dengan
mekanisme public-private partnership. Isenberg melihat sektor keamanan
memiliki fluktuasi permintaan yang sangat tajam sehingga akan lebih efisien jika
menggunakan jasa PMC.65 Penggunaan PMC dapat melalui kontrak jangka
pendek dimana kekuatan militer yang besar dapat diperoleh hanya untuk waktu
tertentu, yaitu ketika diperlukan. Meskipun biaya yang digunakan untuk
64 Hanke, “Privatization,” 107-108. 65 Isenberg, Shadow Force, 15.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
34
membayar jasa PMC dapat lebih mahal, kontrak tersebut dapat diakhiri ketika
tidak lagi diperlukan.
Mekanisme seperti ini dianggap akan lebih baik dan efisien jika
dibandingkan dengan membangun kekuatan militer negara dan memeliharanya
sepanjang tahun.66 Pemeliharaan yang dimaksud adalah perhatian yang harus
diberikan negara terhadap aset militernya seperti gaji dan tunjangan-tunjangan
bagi personel angkatan bersenjatanya. Dengan menggunakan PMC, negara dapat
memperkecil angkatan bersenjatanya namun dapat memperoleh kekuatan yang
cukup besar hanya jika diperlukan.
Selain dampak-dampak politik, Singer juga melihat dampak ekonomi dari
penggunaan PMC melalui metode yang dapat digunakan untuk membayar jasa
mereka. Singer melihat terdapat negara yang sangat membutuhkan bantuan
kekuatan militer untuk mengakhiri sebuah konflik namun tidak memiliki
kemampuan ekonomi untuk membangun kekuatan militer maupun membayar jasa
PMC.67 Negara-negara seperti ini memiliki opsi lain, yaitu dengan menjanjikan
kendali atas sumber daya ekonomi tertentu seperti tambang dan sumber minyak
setelah konflik berakhir dan klien mereka menang. Mekanisme seperti ini dapat
terjadi meskipun negara tidak memiliki kendali atas sumber daya tersebut atau,
dengan kata lain, kendali atas aset tersebut berada pada pihak lawan. Dengan
mekanisme seperti ini, PMC akan bekerja bagi negara untuk mengamankan
pembayaran mereka karena mereka hanya akan mendapat pembayaran ketika
negara klien menang dan berhasil mengambil alih sumber daya ekonomi
tersebut.68
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dilihat dampak ekonomi dari
penggunaan PMC berkaitan dengan penggunaan anggaran pertahanan oleh
negara. Tujuan awal dari penggunaan PMC adalah untuk mengkonversikan
kekuatan ekonomi menjadi kekuatan militer serta peningkatan efisiensi
66 Ibid. 67 Singer. “Corporate Warriors,” 207. 68 Ibid.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
35
penggunaan anggaran pertahanan negara. Namun karakter PMC sebagai entitas
dengan orientasi keuntungan finansial, serta kesulitan dalam mengawasi dan
mengatur perilaku mereka menyebabkan penggunaan PMC dapat berbalik
menurunkan efisiensi penggunaan anggaran tersebut. Jika yang terjadi adalah
penurunan efisiensi penggunaan anggaran, maka biaya yang diperlukan untuk
membayar jasa PMC dapat menjadi terlalu besar bagi kemampuan negara, yang
dapat berujung pada dihisapnya sumber daya ekonomi negara oleh PMC.
Jika melihat pemaparan literatur yang membahas mengenai dampak politik
dan ekonomi dari penggunaan PMC, maka secara sederhana dampak penggunaan
PMC terhadap negara dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Dampak Penggunaan PMC Terhadap Negara
2.4. Pertumbuhan PMC dan Otoritas Negara
Dengan melihat berbagai penjelasan mengenai konsep negara dan otoritas,
serta dampak yang ditimbulkan oleh penggunaan PMC, otoritas negara dapat
dijelaskan sebagai kemampuan negara untuk menggunakan power secara
terlegitimasi, baik ke dalam maupun ke luar wilayah negaranya. Selain itu,
otoritas negara juga dijelaskan sebagai kemampuan negara untuk mempengaruhi
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
36
aktor lain tanpa koersi maupun persuasi atas dasar pengakuan atas legitimasi
pemerintahan negara tersebut. Penjelasan mengenai konsep otoritas tersebut,
secara implisit, menjelaskan bahwa otoritas negara juga dapat diartikan
kemampuan negara untuk menolak pengaruh aktor atau institusi lain dalam
menjalankan pemerintahan. Penjelasan tersebut mengindikasikan otoritas negara
sebagai kemampuan negara untuk mengatur pemerintahan yang mencakup
kepatuhan warga negaranya serta kebebasan dari pengaruh entitas asing.
Dengan demikian, penguatan otoritas negara dapat diartikan sebagai
semakin terlindungnya kemampuan negara untuk menjalankan pemerintahan dan
mengambil keputusan dikarenakan melemahnya kemampuan berbagai faktor yang
dapat membatasi maupun melemahkan kemampuan tersebut. Otoritas negara
dikatakan melemah ketika negara tidak lagi dapat menjalankan pemerintahan dan
mengambil keputusan secara independen dikarenakan berbagai faktor. Penguatan
dan pelemahan otoritas negara tersebut berkaitan dengan keberadaan legitimasi
pemerintahan tersebut. Kondisi ini kemudian menyebabkan otoritas negara, dalam
konteks privatisasi pertahanan, dapat dilihat melalui dampak yang ditimbulkan
oleh privatisasi pertahanan, dalam hal ini kemunculan dan pertumbuhan PMC,
terhadap otoritas negara secara langsung maupun terhadap legitimasi
pemerintahan negara tersebut.
Dampak PMC yang akan mempengaruhi otoritas negara dapat dilihat
melalui pengaruhnya terhadap beberapa karakter negara yang dapat dianggap
sebagai indikator legitimasi dan otoritas negara. Analisis terhadap indikator-
indikator tersebut akan dibagi menjadi dua, yaitu: indikator politik dan ekonomi.
Indikator politik yang digunakan antara lain adalah monopoli dan kendali atas
penggunaan kekerasan, kemampuan untuk membentuk tatanan keamanan, serta
batasan-batasan politik sedangkan indikator ekonomi yang digunakan adalah
pengaruh terhadap pengeluaran negara, kendali atas perumusan anggaran, serta
kemungkinan pengambilalihan aset ekonomi negara.
Konsep otoritas ini berkaitan erat dengan penilaian kapabilitas negara
dalam berbagai sektor mengingat otoritas berkaitan erat dengan kemampuan
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
37
negara untuk berdiri secara independen. Penguatan otoritas negara terjadi jika
negara menjadi semakin independen dan berperan signifikan dalam pengambilan
keputusan dan pelaksanaan kebijakan. Kondisi ini terjadi karena negara dapat
bertindak tanpa perlu khawatir otoritasnya akan melemah. Sedangkan otoritas
negara dikatakan melemah ketika negara tersebut menjadi semakin dependen, atau
menjadi tidak signifikan, dalam pengambilan keputusan tersebut.
2.4.1 Indikator Politik
Beberapa akademisi melihat penggunaan kekerasan sebagai komponen
esensial dalam pembentukan negara. Max Weber melihat bahwa negara
merupakan entitas yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekerasan yang
terlegitimasi sehingga aktor selain negara tidak memiliki legitimasi dalam
penggunaan kekerasan. Namun, tren privatisasi sektor pertahanan menyebabkan
perlunya kajian ulang terhadap definisi tersebut. Negara tidak lagi menjadi satu-
satunya aktor yang dapat menggunakan kekerasan secara terlegitimasi, karena
dalam beberapa kasus terdapat aktor lain yang dapat menggunakan kekerasan
secara terlegitimasi. Sekilas terdapat kesamaan antara otoritas dan koersi. Namun
keduanya memiliki perbedaan dalam penekanan, dimana koersi menekankan pada
penggunaan power, sementara otoritas menekankan keberadaan power serta
legitimasi untuk menggunakannya. Dalam kasus privatisasi pertahanan, aktor
non-negara dapat menggunakan kekerasan secara terlegitimasi ketika memperoleh
legitimasi dari otoritas lain, misalnya diberikan oleh negara, sebagai akibat dari
kerja sama antara aktor tersebut dengan aktor yang memiliki otoritas. Ketika yang
terjadi adalah pemberian otoritas tersebut, otoritas dan legitimasi secara natural
masih dipegang penuh oleh negara namun negara dapat memilih untuk melakukan
otorisasi terhadap aktor lain untuk menjalankan fungsinya. Kondisi ini
menyebabkan otoritas suatu negara tidak dapat dilihat berdasarkan apakah negara
tersebut memiliki monopoli atas penggunaan kekerasan, tetapi lebih kepada
apakah negara tersebut memiliki kendali atas penggunaan kekerasan yang terjadi
di wilayahnya.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
38
Analisis terhadap otoritas suatu negara berdasarkan komponen tersebut
akan melihat sejauh mana negara dapat mengendalikan penggunaan kekerasan di
wilayahnya atau atas nama negaranya. Otoritas berada penuh pada negara ketika
negara memegang kendali penggunaan kekerasan atas nama negaranya.
Sedangkan penurunan kemampuan negara dalam mengendalikan penggunaan
kekerasan atas nama negara dapat diartikan sebagai melemahnya otoritas negara.
Otoritas sebuah negara juga dapat dilihat melalui kapabilitas militer
negaranya. Meskipun dikatakan bahwa otoritas berbeda dengan koersi, dan
kekuatan militer lebih dekat dengan koersi, kapabilitas militer negara
mempengaruhi apakah negara dapat menjaga keamanan negaranya, bahkan
berperan dalam menjaga keamanan regional dan global. Menciptakan keamanan
nasional merupakan salah satu fungsi dasar negara yang harus dipenuhi sehingga
kemampuan untuk menciptakan keamanan tersebut akan mempengaruhi
legitimasi sebuah pemerintahan. Suatu negara dapat dikatakan melemah
otoritasnya ketika pembentukan tatanan keamanan nasionalnya dipengaruhi,
bahkan ditentukan, oleh aktor selain negara tersebut. Sebaliknya, otoritas negara
dapat dikatakan menguat ketika negara memperoleh kemampuan untuk menjadi
aktor signifikan, dan mampu membatasi peran aktor lain, dalam penciptaan
keamanan tersebut.
Dalam konteks batasan-batasan politik, kebebasan suatu negara dalam
mengambil keputusan pada umumnya dibatasi oleh kontrol publik maupun norma
internasional. Batasan-batasan ini bertujuan untuk mengatur agar otoritas negara
menjadi terbatas dan perilaku negara tersebut dapat dikendalikan. Terdapat dua
batasan utama, yaitu batasan domestik dan batasan internasional. Batasan
domestik yang dimaksud merupakan pengawasan dan kontrol publik terhadap
kebijakan pemerintah. Meskipun secara sederhana kendali publik dianggap hanya
terdapat pada negara demokrasi, penerimaan publik terhadap legitimasi suatu
pemerintahan tetap berpengaruh bahkan pada negara non-demokrasi. Kondisi ini
menyebabkan otoritas negara akan dipengaruhi oleh penerimaan publik.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
39
Sedangkan batasan internasional yang dimaksud adalah institusi-institusi
internasional. Meskipun belum ada institusi yang mapan terkait PMC dan
penggunaannya, perilaku negara secara umum dapat diikat melalui institusi lain,
misalnya PBB. Ketika negara memiliki otoritas terhadap pemerintahannya,
institusi internasional hanya akan berperan sebagai batasan-batasan yang
membebaskan perilaku negara selama batasan tersebut tidak dilanggar. Ketika
sebuah institusi mengatur perilaku negara dengan lebih detail, maka terlihat
perpindahan kekuasaan mengambil keputusan dalam pemerintahan negara
tersebut dari negara menuju institusi tersebut. Kondisi ini memperlihatkan bahwa
seberapa jauh negara mempertahankan otoritasnya dapat dilihat melalui relasi
negara tersebut dengan institusi internasional terkait.
2.4.2 Indikator Ekonomi
Indikator ekonomi pertama yang digunakan adalah bagaimana pengaruh
yang ditimbulkan oleh penggunaan PMC terhadap pengeluaran negara. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, otoritas berkaitan dengan kapabilitas negara,
dalam kasus ini kapabilitas ekonomi. Kekuatan ekonomi dapat memberikan
negara kemampuan negara untuk mengatur perekonomiannya, baik dari segi
pendapatan maupun pengeluaran. Selain itu, keberadaan PMC memungkinkan
negara untuk mengubah kekuatan ekonomi negaranya menjadi kekuatan militer
yang memperkuat keterkaitan antara kekuatan ekonomi sebuah negara dengan
kapabilitas militernya.
Terdapat dua kemungkinan dampak penggunaan PMC terhadap
pengeluaran negara. Kemungkinan pertama adalah penggunaan PMC akan
mengurangi pengeluaran negara, baik akibat prinsip efisiensi anggaran dan
mencari profit maupun dengan menjadi pasukan berbasis kontrak yang
menyebabkan negara tidak perlu memelihara kekuatan dan menggaji pasukan
nasional dalam jumlah besar. Kemungkinan kedua adalah penggunaan PMC
justru meningkatkan pengeluaran negara. PMC dapat meningkatkan pengeluaran
negara sebagai bayaran atas kemampuan militer yang lebih baik maupun
kemampuan menyediakan kekuatan militer dalam waktu singkat dan jumlah
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
40
besar. Selain itu, peningkatan pengeluaran juga dapat terjadi ketika PMC
memperpanjang kontrak, baik dengan peningkatan kerjasama maupun melalui
kesengajaan untuk tidak segera menyelesaikan operasi militer atau konflik yang
terjadi.
Indikator ekonomi kedua yang digunakan adalah apakah PMC tersebut
dapat mempengaruhi proses perumusan anggaran negara dan seberapa jauh
kemampuan mempengaruhi tersebut. Pengaruh yang dimaksud bukan pengaruh
yang timbul melalui negosiasi dalam status klien kerjasama antara PMC dengan
negara tetapi pengaruh yang disebabkan oleh dependensi negara terhadap PMC
atau kemampuan PMC untuk mengatur perilaku negara. Ketika proses perumusan
anggaran negara dipengaruhi oleh aktor lain, dalam kasus ini PMC, maka terlihat
penurunan independensi negara yang menunjukkan melemahnya otoritas negara.
Indikator ketiga yang digunakan adalah seberapa besar kemungkinan PMC
tersebut mengambil alih aset ekonomi negara seperti sumber minyak dan gas serta
pertambangan. Indikator ini memiliki kesamaan dengan indikator pertama, yaitu
keduanya berkaitan dengan seberapa besar biaya yang diperlukan oleh negara
untuk membayar jasa PMC. Namun demikian indikator ke tiga sangat berkaitan
dengan tipe PMC yang digunakan. Ketika melihat klasifikasi PMC yang
dilakukan oleh Singer, maka akan terlihat bahwa masing-masing PMC memiliki
kecenderungan tipe negara klien yang berbeda. PMC tipe pertama dikatakan
memiliki klien yang membutuhkan tambahan kekuatan militer dalam waktu dekat,
sehingga disimpulkan cenderung merupakan negara berkembang. PMC tipe kedua
dijelaskan cenderung memiliki klien yang berupa negara yang ingin melakukan
transformasi militer jangka panjang. Sedangkan PMC tipe ketiga dikatakan
cenderung memiliki klien negara maju yang terlibat dalam operasi militer yang
berlangsung cukup lama, sehingga memerlukan bantuan dalam berbagai sektor
pendukung.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
41
2.5 Analisis Dampak Berdasarkan Karakter Negara Klien dan jenis PMC
Jika melihat klasifikasi atas jenis PMC berdasarkan peran dan fungsi
perusahaannya, terdapat empat jenis PMC yaitu tipe combat, training, consulting,
dan logistik. Pembedaan PMC berdasarkan fungsi ini kemudian dapat
menunjukkan perbedaan dampak masing-masing fungsi perusahaan terhadap
otoritas negara.
2.5.1 Combat
Jika dilihat berdasarkan klasifikasi PMC berdasarkan fungsinya, PMC
yang terlibat secara langsung dalam pertempuran dikategorikan sebagai PMC tipe
combat. Ketika dilibatkan dalam fungsi ini, manfaat utama dari penggunaan PMC
adalah memberikan tambahan sumber daya manusia dan persenjataan agar negara
dapat memenangkan pertempuran. Selain itu, terdapat manfaat lain seperti
menjadi konsultan taktis di lapangan melalui tenaga yang berpengalaman dan
memiliki keahlian lebih yang mereka kumpulkan. Ketika otoritas dilihat sebagai
kemampuan menggunakan power yang terlegitimasi, serta merupakan hal yang
berbeda dari koersi maupun persuasi, kemungkinan adanya dampak penggunaan
PMC tipe combat terhadap otoritas negara yang sangat kecil. Penggunaan PMC
tipe combat akan lebih dekat pada konsep koersi sehingga tidak dapat
dikategorikan sebagai komponen otoritas.
Kemungkinan pengaruh PMC terhadap otoritas negara muncul ketika
akses terhadap pasukan PMC menjadi faktor pendorong pengurangan jumlah
pasukan nasional. Jika pasukan milik PMC dianggap dapat meningkatkan
efisiensi anggaran serta menghindari korban pasukan nasional maka terdapat
kemungkinan negara akan memilih untuk lebih bergantung pada penggunaan
pasukan PMC. Pengurangan jumlah personel pasukan nasional ini akan
berdampak pada sebagian personel pasukan nasional yang berpindah menjadi
anggota PMC karena kemampuan yang dimiliki hanya kemampuan militer
ataupun karena motif finansial akibat PMC yang menawarkan gaji yang lebih
besar dari negara. Kondisi seperti ini akan menyebabkan terhisapnya kemampuan
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
42
militer negara dalam jangka panjang yang disebabkan oleh kebijakan negara
untuk menggunakan pasukan PMC.
Pengurangan penggunaan dan personel pasukan nasional secara umum
juga dapat mencegah penolakan publik terhadap pemerintah karena dianggap
mengurangi kemungkinan diletakannya warga negara dalam bahaya. Meskipun
terdapat kemungkinan pasukan PMC juga merupakan warga negara, terdapat
kecenderungan publik untuk lebih dapat menerima penggunaan aktor swasta ini
dibanding penggunaan pasukan nasional.
Selain itu, kemungkinan pengaruh penggunaan PMC tipe pertama pada
otoritas negara adalah ketika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh PMC
tersebut baik akibat kesulitan dalam pengawasan PMC tersebut oleh negara
ataupun kesulitan dalam mengatur perilaku mereka. Penempatan pasukan milik
PMC sebagai komponen signifikan maupun komponen utama dimungkinkan
dalam operasi militer modern ketika mobilisasi pasukan nasional menjadi lebih
sulit akibat berbagai faktor. Ketika pasukan ini menjadi komponen utama, mereka
akan beroperasi atas nama negara pengirim. Namun, pasukan PMC akan lebih
sulit diawasi dan diatur oleh negara pengirim dibanding pasukan nasional
sehingga jika pasukan tersebut melakukan pelanggaran maka pelanggaran tersebut
akan dipandang sebagai atas nama negara pengirim. Meskipun negara dapat
menghindar dari disalahkan atas pelanggaran yang dilakukan oleh PMC,
legitimasi negara dapat tetap terancam. Ketika terjadi pelanggaran oleh PMC
maka ketidakmampuan negara untuk mengatur penggunaan kekerasan atas
namanya akan terlihat. Pelanggaran tersebut juga akan memicu reaksi dan opini
negatif dari publik dan internasional terhadap negara yang dapat mengancam
legitimasi pemerintahan tersebut.
Ketika dipekerjakan di wilayah konflik untuk melindungi pihak tertentu,
PMC tipe pertama dapat mengganggu proses peacekeeping di suatu negara
sebagai akibat dari kontraknya. PMC melihat pemenuhan kontrak, untuk
mengamankan pembayaran, sebagai prioritas dibanding keamanan negara tersebut
sehingga dimungkinkan terjadinya penggunaan kekerasan terhadap lawan untuk
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
43
melindungi klien. Jika terjadi, penggunaan kekerasan ini dapat menghambat
terjadinya proses peacekeeping yang sedang dilakukan, dan memicu kembalinya
konflik.
Mengingat fungsi utama dari PMC tipe pertama adalah menyediakan
kekuatan militer, terdapat dua kemungkinan pengaruh penggunaannya terhadap
pengeluaran negara. Pertama, PMC jenis ini dapat meningkatkan pengeluaran
negara sebagai imbalan atas disediakannya kekuatan militer negara. Kedua, PMC
tipe ini dapat mengurangi pengeluaran negara dengan memungkinkan negara
memotong anggaran untuk memelihara kekuatan pasukan nasional. PMC tipe
pertama ini juga memiliki kecenderungan untuk hanya terlibat di lapangan dan
tidak terlibat dalam perumusan strategi pertahanan sehingga tidak memiliki
kemampuan untuk terlibat dalam perumusan anggaran pertahanan negara secara
langsung.
PMC tipe pertama ini memiliki kemungkinan paling tinggi untuk
diberikan kontrol atas aset ekonomi negara. Kemungkinan ini muncul dari
karakter klien PMC tipe ini yang cenderung merupakan negara berkembang yang
terlibat dalam konflik dan membutuhkan tambahan kekuatan militer dengan
segera. Negara-negara seperti ini merupakan negara yang cenderung tidak
memiliki kemampuan untuk membayar jasa PMC secara langsung tetapi melalui
pemberian hak mengolah sumber ekonomi tertentu setelah konflik dimenangkan
oleh klien. Metode seperti ini terjadi pada penggunaan PMC oleh rezim-rezim
yang memiliki kemampuan finansial lemah seperti di Papua New Guinea, Angola,
dan Sierra Leone untuk memperoleh jasa PMC, yaitu dengan memberikan hak
mengelola sumber minyak dan pertambangan pada perusahaan-perusahaan
tersebut.69
2.5.2 Training
PMC tipe kedua atau tipe training ini berperan sebagai aktor yang
melakukan pelatihan militer. Ketika dipekerjakan sebagai pemberi pelatihan
69 Singer. “Corporate Warriors,” 207.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
44
militer, PMC tipe ini akan berperan dalam pembentukan keahlian dan karakter
personel angkatan bersenjata sebuah negara melalui pendidikan dan pelatihan
yang dilakukan. Kondisi seperti ini menyebabkan PMC berkesempatan untuk
menanamkan ide dan persepsi mengenai keamanan dan pertahanan kepada
personel angkatan bersenjata negara. Jika terjadi demikian, maka PMC tipe ini
berkesempatan untuk membentuk pemahaman dan perilaku militer negara tidak
hanya pada jajaran atas, tetapi juga pada jajaran personel angkatan bersenjata.
PMC tipe ini cenderung tidak terlibat dalam operasi militer secara
langsung, sehingga PMC tipe ini tidak memiliki potensi untuk medapat kendali
atas penggunaan kekerasan atas nama negara. Selain itu, PMC tipe ini juga
cenderung tidak memiliki keterkaitan dengan batasan-batasan politik nasional
maupun internasional. Kondisi ini disebabkan oleh belum ditemukannya kasus
penggunaan PMC tipe ini yang menempatkan penggunaannya sebagai poin yang
perlu mendapat perhatian khusus. PMC tipe ini dapat menjadi salah satu metode
meningkatkan kemampuan militer suatu negara melalui pelatihan oleh personel-
personel dengan keahlian dan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan. Melalui
pelatihan tersebut PMC dapat melakukan penanaman doktrin dan mempengaruhi
karakter personel dan postur pertahanan sebuah negara.
Secara ekonomi, penggunaan PMC yang dipekerjakan sebagai pelatih
angkatan bersenjata hanya akan terjadi jika pelatihan yang dapat diberikan oleh
PMC tersebut dilihat sebagai pelatihan dengan kualitas yang lebih baik.
Pandangan akan perbedaan kualitas ini memungkinkan negara mau membayar
mahal jasa mereka, dengan asumsi membayar lebih untuk mendapat kualitas
lebih. Pandangan seperti itu dapat menyebabkan negara dengan sengaja
meningkatkan pengeluaran mereka untuk memperoleh pelatihan yang lebih baik.
PMC tipe ini tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perumusan
anggaran secara langsung, namun dapat membentuk persepsi dan pemahaman
personel-personel yang dilatih mengenai penggunaan anggaran pertahanan. Hal
ini menyebabkan secara tidak langsung PMC tipe ini dapat mempengaruhi
penggunaan anggaran pertahanan suatu negara di masa yang akan datang.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
45
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, negara berkembang yang
menggunakan PMC seperti di kawasan Afrika cenderung hanya mengunakan
PMC tipe combat. Hal tersebut menyebabkan secara tidak langsung PMC tipe ini
cenderung tidak akan bekerja sama dengan negara berkembang, tetapi memiliki
klien negara yang sudah cukup stabil dan memiliki keinginan untuk meningkatkan
kekuatan pertahanan negaranya. sebagai akibatnya, PMC tipe ini memiliki
kemungkinan pengambilalihan aset ekonomi negara yang cukup kecil.
2.5.3 Consulting
PMC tipe ketiga menurut klasifikasi PMC berdasarkan fungsinya, yaitu
tipe consulting, berperan sebagai konsultan strategis bagi negara. PMC ini akan
berperan membantu negara merumuskan strategi pertahanan, termasuk
penggunaan anggaran pertahanan dengan lebih baik. Selain itu, PMC jenis ini
juga dapat dilibatkan dalam pelatihan pasukan serta pembangunan kekuatan
militer negara. PMC tipe kedua ini akan lebih mungkin untuk terlibat dalam
kontrak yang memiliki jangka waktu lebih panjang sehingga lebih dapat
berpengaruh pada otoritas negara.
Dalam perannya sebagai konsultan strategi keamanan bagi negara, PMC
jenis ini akan lebih terlibat dalam perencanaan operasi militer. Negara akan tetap
menjadi aktor utama dalam eksekusi operasi militer tersebut, yang sebenarnya
menunjukkan PMC tipe ini cenderung tidak mengganggu monopoli negara dalam
penggunaan kekuatan militer. Namun, keterlibatannya dalam perumusan strategi
menunjukkan PMC jenis ini memiliki kendali atas penggunaan kekuatan militer
tersebut.
PMC tipe kedua ini dipekerjakan dengan asumsi dasar bahwa mereka
merupakan ahli bidang keamanan dan pertahanan sehingga terdapat kemungkinan
negara akan menuruti PMC tipe ini. Kemungkinan yang dapat terjadi adalah PMC
akan menjadi aktor yang berperan dalam dalam mendefinisikan rencana
pembangunan pertahanan yang ideal, serta situasi keamanan yang ada. Dalam
kapabilitas ini, PMC dapat menentukan bagaimana negara harus membangun
pertahanan, strategi apa yang harus digunakan, serta siapa saja yang harus terlibat.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
46
Poin ketiga tidak hanya mencakup apakah harus melibatkan negara lain melalui
pengaturan keamanan tetapi juga apakah PMC harus terus terlibat dalam strategi
tersebut. Kemampuan seperti ini menyebabkan PMC tipe kedua ini dapat
mengatur perilaku negara pada berbagai pengambilan keputusan di sektor
keamanan dan pertahanan.
Secara umum, PMC tipe ketiga ini tidak menjalankan fungsi yang dapat
memperoleh respon negatif dari dunia internasional maupun warga negara klien.
PMC tipe kedua ini hanya bertindak sebagai konsultan negara sehingga yang
bertindak tetap negara serta pasukan nasionalnya. Permasalahan dapat muncul jika
dalam jangka panjang kebijakan-kebijakan yang disarankan oleh PMC dan
dilakukan oleh negara menyebabkan negara menjadi agresif atau, setidaknya,
sangat berfokus pada pembangunan kekuatan militer. Kondisi seperti ini dapat
memperoleh kecaman, baik secara internasional maupun domestik, yang
kemudian mengancam legitimasi pemerintahan tersebut.
Sebagai konsultan strategi, PMC tipe ini dapat terlibat dalam proses
perumusan anggaran negara, terutama pada negara-negara yang memiliki tujuan
awal penggunaan PMC untuk melakukan peningkatan efisiensi anggaran. PMC
dapat membantu negara merumuskan anggaran yang lebih efisien namun hal ini
berarti akan ada aktor eksternal yang terlibat dalam perumusan anggaran tersebut.
Keberadaan PMC ini tidak hanya mempengaruhi nilai dan alokasi anggaran
pertahanan tetapi secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi perumusan
anggaran sektor lain. Berkaitan dengan pengeluaran negara, PMC tipe ini pada
umumnya dipekerjakan untuk meningkatkan efisiensi anggaran sehingga pada
awalnya mereka akan memberikan layanan tersebut. Namun, dalam jangka
panjang, karakter swasta dari perusahaan ini dapat menyebabkan mereka
mempengaruhi negara untuk meningkatkan nilai kontrak mereka dan efisiensi
anggaran klien bukan lagi menjadi kepentingan mereka.
Keterlibatan mereka dalam perumusan anggaran pertahanan negara serta
kecenderungan mereka untuk memiliki klien negara maju menyebabkan PMC tipe
ini memiliki kemungkinan kecil dalam pengambilalihan aset ekonomi negara.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
47
PMC tipe ini akan memperoleh pembayaran langsung karena kliennya cenderung
merupakan negara yang memiliki kemampuan ekonomi yang memadai. Pada
kasus penggunaan jasa PMC tipe ini di negara berkembang, PMC tipe ini
dipekerjakan untuk membantu perumusan strategi serta melatih kapabilitas negara
untuk mengatur keamanan negaranya, sebagai perwakilan atau utusan pihak
ketiga. Dalam kondisi tersebut, makan pembiayaan dapat dilakukan oleh pihak
yang mempekerjakan tersebut. Contoh kasus seperti ini terjadi pada penggunaan
jasa Northrop Grummon Information dan MPRI dalam program Global Peace
Operation Initiative (GPOI).70 Program ini didanai oleh Amerika Serikat dengan
tujuan untuk melatih kapabilitas pertahanan dan keamanan berbagai negara,
terutama negara di Afrika.71 Dalam kasus tersebut, MPRI dan Northrop Grummon
Information akan diberi peran sebagai konsultan dalam merancang struktur dan
pemahaman negara-negara tersebut mengenai situasi keamanan. Kondisi ini akan
menyebabkan negara-negara yang menjadi rekan
2.5.4 Logistic
PMC tipe keempat, yaitu tipe logistic, tidak terlibat langsung dalam aspek
taktis maupun strategis pertempuran. PMC tipe ini berperan dengan memberikan
bantuan pada sektor pendukung pertempuran seperti penyediaan, distribusi
logistik, dan transportasi. PMC tipe ini dapat membantu negara melalui
penyediaan logistik dalam pertempuran dalam waktu yang lebih singkat dan
penggunaan biaya yang lebih efisien. PMC tipe ini cenderung tidak memiliki
kapabilitas penggunaan kekerasan ataupun kekuatan militer karena perlindungan
selama mereka menjalankan tugas dapat diberikan oleh pasukan nasional negara
klien. Penggunaan PMC tipe ini sebagai pendukung operasi militer negara juga
cenderung dapat diterima, bahkan tidak diperhatikan oleh publik maupun entitas
asing.
70 Østensen, “In the Business of Peace,” 38. 71 US Department of State, Global Peace Operation Initiative, http://www.state.gov/t/pm/ppa/gpoi/index.htm (diakses pada 23 Mei 2014)
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
48
Permasalahan dapat muncul jika PMC tipe ini dipekerjakan ketika
pertempuran berlangsung, misalnya untuk menyediakan transportasi pasukan serta
distribusi logistik. PMC tipe ketiga ini tidak memiliki kapasitas mempengaruhi
perumusan anggaran ataupun kemungkinan untuk dapat memperoleh kendali atas
aset negara. Akan tetapi PMC tipe ini dapat mempersulit negara dengan tidak
menjalankan fungsinya, sehingga tujuan penggunaan jasa PMC untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran negara klien tidak terjadi. Sebagai
perusahaan, PMC tipe ini tetap memiliki pertimbangan cost-profit yang dapat
menyebabkan mereka meninggalkan pekerjaan jika cost dinilai terlalu besar.
Kondisi tersebut dapat memperbesar pengeluaran negara klien, baik untuk
meningkatkan insentif agar PMC mau menjalankan tugasnya maupun untuk
mencari pengganti PMC tersebut. Contoh kasus seperti ini adalah penggunaan
jasa perusahaan KBR, seperti yang dijelaskan oleh Avant, yang tidak berhasil
menyebabkan peningkatan efisiensi anggaran seperti yang dijanjikan, dan bahkan
memperbesar pengeluaran negara. KBR memberikan harga tinggi untuk jasa
distribusi bahan bakar dalam operasi militer Amerika Serikat di Iraq berdasarkan
pertimbangan cost-profit yang mereka lakukan. Pihak Amerika Serikat kemudian
akan menyetujui harga tersebut karena kebutuhan akan jasa distribusi bahan bakar
ini menempatkan mereka dalam posisi membutuhkan KBR menjalankan
kontraknya dengan baik.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 49
BAB 3
KESIMPULAN
Aktor militer swasta bukan merupakan fenomena baru dalam dinamika
keamanan dan hubungan internasional. Aktor ini mengalami evolusi, berawal dari
mercenary, condottieri, hingga kemudian menjadi entitas berbentuk korporasi
yang dikenal sebagai private military company. Kemunculan PMC serta
perkembangannya sejak akhir abad ke-20 merupakan dampak dari privatisasi
fungsi negara, yang juga dimungkinkan oleh beberapa faktor lain seperti
peningkatan keterlibatan aktor sipil dalam peperangan serta berakhirnya Perang
Dingin. Kemunculan PMC ini kemudian dilihat sebagai fenomena yang menguji
legitimasi serta otoritas negara karena PMC muncul sebagai aktor yang dapat
menjalankan fungsi negara.
Dari literatur-literatur yang ditemukan, dapat terlihat perbedaan karakter
negara klien mempengaruhi pola interaksi antara negara dengan PMC, yang
kemudian juga akan menyebabkan dampak yang berbeda terhadap negara.
perbedaan ini akan dilihat dengan membagi karakter negara menjadi dua, yaitu
negara maju dan berkembang. Beberapa dampak penggunaan PMC terhadap
otoritas negara hanya terjadi pada penggunaan PMC oleh negara berkembang,
seperti negara-negara Afrika, dan beberapa dampak lain hanya terjadi pada
penggunaan PMC oleh negara maju seperti Amerika Serikat.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
50
Tabel 3.1 Pemetaan Literatur Mengenai Dampak Penggunaan PMC oleh Negara Maju
POLITIK EKONOMI LO
GIS
TIC
• D
apat
ber
balik
m
enin
gkat
kan
peng
elua
ran
nega
ra (A
vant
, 20
04 &
200
7)
CO
NSU
LTIN
G
• M
elem
ahka
n ka
pabi
litas
dan
ca
kupa
n fu
ngsi
kea
man
an n
egar
a de
ngan
tuju
an m
empe
role
h pr
ofit
mak
sim
al (L
eand
er, 2
005)
•
Tran
sfor
mas
i kon
sep
dan
pela
ksan
aan
oper
asi p
eace
keep
ing
(Øst
ense
n, 2
013)
• A
kses
terh
adap
kek
uata
n m
ilite
r ya
ng b
esar
nam
un ta
npa
haru
s m
elap
orka
n pa
da p
ublik
(Mat
hieu
&
Dea
rden
, 200
7)
• Pe
nghi
lang
an p
ertim
bang
an
men
gena
i efis
iens
i dal
am
pem
bent
ukan
kon
trak
(Orti
z,
2010
) •
Dap
at b
erba
lik m
enin
gkat
kan
peng
elua
ran
nega
ra (A
vant
, 200
4 &
200
7)
TRA
ININ
G
• M
engh
ilang
nya
mon
opol
i neg
ara
dala
m
pela
tihan
mili
ter;
Plur
alis
asi p
enan
aman
do
ktrin
per
taha
nan
(Cul
len,
200
8)
• Pe
rges
eran
pem
bagi
an
fung
si p
ublik
-sw
asta
, in
dika
si te
rjadi
nya
reba
lanc
ing
(Spe
arin
, 20
05)
• Pe
mot
onga
n pe
ngel
uara
n ak
ibat
sp
esia
lisas
i PM
C
(Han
ke, 1
985)
•
Peng
hila
ngan
pe
rtim
bang
an m
enge
nai
efis
iens
i dal
am
pem
bent
ukan
kon
trak
(Orti
z, 2
010)
CO
MB
AT
• M
endo
rong
pen
urun
an k
ekua
taan
m
ilite
r neg
ara;
Mob
ilisa
si y
ang
lebi
h da
pat d
iterim
a pu
blik
(Kin
sey,
200
6)
• Pe
rges
eran
sum
ber d
aya
man
usia
dar
i an
gkat
an b
erse
njat
a ne
gara
men
uju
PMC
(Sin
ger,
2005
) •
Aks
es te
rhad
ap p
asuk
an se
lain
an
gkat
an b
erse
njat
a ne
gara
(She
arer
, 19
98)
• K
esul
itan
men
gatu
r per
ilaku
di m
edan
pe
rtem
pura
n ak
ibat
ket
iada
an p
erat
uran
(C
amer
on, 2
006)
• Mem
perm
udah
aks
es te
rhad
ap k
ekua
tan
mili
ter (
Fullo
on, 2
013)
• M
ekan
ism
e ko
ntra
k; N
egar
a tid
ak h
arus
m
emili
ki k
ekua
tan
mili
ter y
ang
besa
r se
panj
ang
tahu
n (I
senb
erg,
200
9)
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
51
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, dapat
dilihat bagaimana literatur yang membahas mengenai penggunaan PMC oleh
negara maju melihat PMC tipe combat dapat berperan menguatkan maupun
melemahkan kapabilitas militer negara, yang kemudian mempengaruhi otoritas
negara. Literatur-literatur ini melihat adanya kemungkinan PMC tipe combat
mencegah pelemahan otoritas negara dan ada pula kemungkinan penggunaannya
melemahkan otoritas negara. Pada kajian terhadap penggunaan PMC tipe training
oleh negara maju, dapat terlihat kecenderungan literatur-literatur melihat bahwa
secara ekonomi, penggunaan PMC tipe ini memiliki kemungkinan
menguntungkan atau merugikan negara yang sama besar. Namun pada kajian
terhadap dampak politiknya, dapat terlihat bahwa penggunaan PMC tipe training
dapat memangkas otoritas negara dalam pelatihan militer dan penanaman doktrin,
yaitu dengan berpindahnya kemampuan tersebut kepada PMC.
Dalam kajian dampak penggunaan PMC tipe consulting oleh negara maju,
terlihat bahwa literatur-literatur yang ada melihat dampak penggunaan PMC yang
melemahkan otoritas negara lebih banyak dari dampak yang mencegah pelemahan
otoritas negara. Secara umum, pelemahan terjadi karena PMC tipe ini akan
dipandang sebagai aktor yang lebih ahli mengenai kondisi dan kebijakan
pertahanan dan keamanan global, sehingga dapat mempengaruhi, bahkan
mengatur, perilaku negara dalam perumusan dan eksekusi kebijakan di sektor
tersebut. sedangkan pada kajian penggunaan PMC tipe logistic oleh negara maju,
dapat dilihat bahwa literatur yang ditemukan hanya melihat dampak ekonomi dari
penggunaan PMC tipe ini, yaitu potensinya untuk justru meningkatkan
pengeluaran negara.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
52
Tabel 3.2 Pemetaan Literatur Mengenai Dampak Penggunaan PMC oleh Negara
Berkembang
POLITIK EKONOMI
LOG
ISTI
C
• D
apat
ber
balik
m
enin
gkat
kan
peng
elua
ran
nega
ra
(Ava
nt, 2
004
& 2
007)
•
Kes
ulita
n pe
ngaw
asan
di
med
an p
erte
mpu
ran
yang
mem
ungk
inka
n PM
C m
enga
baik
an
kont
rak
(Orti
z, 2
010)
CO
NSU
LTIN
G
• M
elem
ahka
n ka
pabi
litas
dan
ca
kupa
n fu
ngsi
ke
aman
an n
egar
a de
ngan
tuju
an
mem
pero
leh
prof
it m
aksi
mal
(L
eand
er, 2
005)
•
Tran
sfor
mas
i ko
nsep
dan
pe
laks
anaa
n op
eras
i pe
acek
eepi
ng
(Øst
ense
n, 2
013)
TRA
ININ
G
• M
engh
ilang
nya
mon
opol
i neg
ara
dala
m p
elat
ihan
m
ilite
r; Pl
ural
isas
i pe
nana
man
dok
trin
perta
hana
n (C
ulle
n,
2008
) •
Perg
eser
an
pem
bagi
an fu
ngsi
pu
blik
-sw
asta
, in
dika
si te
rjadi
nya
reba
lanc
ing
(Spe
arin
, 20
05)
• Pe
nghi
lang
an
perti
mba
ngan
m
enge
nai e
fisie
nsi
dala
m p
embe
ntuk
an
kont
rak
(Orti
z, 2
010)
CO
MB
AT
• A
kses
terh
adap
pas
ukan
sela
in a
ngka
tan
bers
enja
ta n
egar
a (S
hear
er, 1
998)
•
Gan
ggua
n da
lam
pro
ses r
ekon
stru
ksi
perd
amai
an (B
jork
dan
Jone
s, 20
05)
• K
esul
itan
men
gatu
r per
ilaku
di m
edan
pe
rtem
pura
n ak
ibat
ket
iada
an p
erat
uran
ya
ng m
apan
(Cam
eron
, 200
6)
• A
kses
terh
adap
kek
uata
n m
ilite
r yan
g be
sar n
amun
tanp
a ha
rus m
elap
orka
n pa
da p
ublik
(Mat
hieu
& D
eard
en, 2
007)
• Mem
perm
udah
aks
es te
rhad
ap k
ekua
tan
mili
ter (
Fullo
on, 2
013)
• P
erda
mai
an y
ang
tidak
dap
at b
erta
han
lam
a, se
hing
ga m
enim
bulk
an d
epen
dens
i (M
athi
eu &
Dea
rden
, 200
7)
• Pem
baya
ran
sete
lah
konf
lik d
imen
angk
an
deng
an m
enye
rahk
an k
enda
li at
as su
mbe
r da
ya e
kono
mi t
erte
ntu
(Sin
ger,
2005
)
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
53
Sedangkan dalam kajian dampak penggunaan PMC terhadap otoritas
negara pada kasus penggunaan PMC dengan klien negara berkembang, dampak
yang berbeda akan ditemukan. Literatur-literatur yang melihat penggunaan PMC
tipe combat oleh negara berkembang, melihat PMC tipe ini dapat memberikan
tambahan kekuatan militer bagi negara klien. Akan tetapi dampak yang dapat
ditimbulkan oleh penggunaan PMC tersebut memberatkan negara klien,
khususnya dalam hal ekonomi. Negara berkembang dianggap akan mengalami
kesulitan yang lebih besar dari negara maju dalam mengatur perilaku PMC seperti
ini, dikarenakan modal ekonomi milik negara ini yang relatif lebih lemah. Lebih
lanjutnya, penggunaan PMC tipe ini dapat melemahkan kapabilitas ekonomi
negara klien lebih jauh.
Dalam kajian terhadap penggunaan PMC tipe training oleh negara
berkembang, literatur yang ditemukan melihat dampak yang mungkin terjadi
sama dengan dampak yang mungkin terjadi pada penggunaan PMC tipe ini oleh
negara maju, yaitu pengambilalihan fungsi negara dalam pelatihan dan
penanaman doktrin militer pada personel angkatan bersenjata negara klien.
Sedangkan pada kajian penggunaan PMC tipe consulting, literatur yang
ditemukan hanya melihat sedikit dampak yang dapat ditimbulkan oleh
penggunaan PMC tipe ini oleh negara berkembang, dikarenakan minimnya kasus
dan kemungkinan penggunaan PMC tipe ini oleh negara berkembang. Temuan ini
sesuai dengan pendapat Singer yang melihat penggunaan PMC oleh negara
berkembang cenderung melibatkan PMC yang berperan dalam pertempuran
secara langsung. Sedangkan pada kajian terhadap penggunaan PMC tipe logistic,
kemungkinan dampak yang terjadi dalam penggunaannya oleh negara
berkembang secara umum sama dengan dampak yang dapat terjadi pada
penggunaan PMC tipe ini oleh negara maju, yaitu potensi terjadinya peningkatan
pengeluaran akibat inefisiensi penggunaan PMC. Namun pada negara
berkembang, kemungkinan terjadinya dampak tersebut lebih besar dikarenakan
kekuatan ekonomi negara yang relatif lebih lemah dari negara maju, yang
kemudian menyebabkan negara akan lebih sulit menjanjikan insentif yang cukup
besar bagi PMC untuk emmenuhi kontraknya.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
54
Berdasarkan analisis tersebut dapat terlihat perbedaan fokus kajian
dampak penggunaan PMC berdasarkan fungsi perusahaan dan karakter negara
klien. Pada negara maju, kajian terhadap dampak penggunaan PMC
dititikberatkan pada dampak politiknya. Sedangkan pada negara berkembang,
kajian lebih melihat dampak ekonomi dari penggunaan PMC tersebut.
Pada negara maju, dampak yang ditimbulkan oleh PMC dengan fungsi
combat dapat berpengaruh secara dua arah terhadap otoritas negara, yaitu dapat
meningkatkan maupun melemahkan. Sedangkan pada PMC dengan fungsi
logistik, secara umum tidak ditemukan pengaruh berarti terhadap otoritas negara.
potensi pelemahan otoritas negara terjadi ketika yang dipekerjakan adalah PMC
dengan tipe training dan consulting. Dua tipe PMC ini dapat memberikan
pengaruh terhadap postur pertahanan negara, baik dalam pelatihan maupun dalam
proses perumusan kebijakan. Meskipun dalam sektor dan melalui cara yang
berbeda, keduanya dapat mengambil alih peran negara dalam membangun postur
pertahanan serta perumusan kebijakan yang terkait dengan sektor pertahanan,
yang mengindikasikan dilemahkannya otoritas negara.
Sedangkan pada negara berkembang, seperti yang telah dijelaskan oleh
Singer, PMC yang dipekerjakan cenderung lebih dititikberatkan pada PMC yang
memiliki peran dalam pertempuran secara langsung, yaitu PMC fungsi combat.
Negara berkembang dijelaskan memiliki kecenderungan rendah untuk
mempekerjakan PMC tipe training dan consulting, meskipun kemungkinannya
tetap ada. contohnya adalah pada proses rekonstruksi perdamaian di daerah
Balkan dan Afrika melalui program GPOI Amerika Serikat, yang mempekerjakan
PMC untuk membantu negara-negara berkembang di kawasan tersebut dalam
membangun aparatur pertahanan dan keamanan negaranya. Pada penggunaan jasa
PMC tipe combat oleh negara berkembang, terjadi pelemahan otoritas yang
disebabkan oleh dependensi negara terhadap PMC yang tercipta akibat kebutuhan
akan kekuatan militer PMC untuk menyelesaikan maupun mencegah terjadinya
konflik. Ketika hubungan seperti ini terjadi, PMC dapat mengambil alih peran
militer negara sebagai instrumen penyedia keamanan yang lebih dipercaya. Selain
itu, PMC juga menjadi dapat menyerap kekuatan ekonomi negara klien yang
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
55
kemudian akan melemahkan kapabilitas klien, sehingga memperburuk dependensi
yang tercipta.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengaruh penggunaan PMC
terhadap otoritas negara dapat dilihat melalui beberapa indikator. Indikator politik
yang digunakan adalah kendali atas penggunaan kekerasan, kemampuan untuk
membentuk tatanan keamanan, serta batasan-batasan politik. Sedangkan indikator
ekonomi yang digunakan adalah pengaruh terhadap pengeluaran negara, kendali
atas perumusan anggaran, serta kemungkinan pengambilalihan aset ekonomi
negara.
Sumbu vertikal pada grafik tersebut menunjukkan tingkatan otoritas
negara. Semakin ke atas berarti semakin kuat otoritas negara atau, dengan kata
lain, semakin rendah intrusi PMC untuk melemahkan otoritas negara. Pelemahan
otoritas negara sampai habis sebagai dampak penggunaan PMC sangat sulit
terjadi dikarenakan otoritas negara tidak hanya bergantung pada sektor pertahanan
dan keamanan, serta perekonomian negara tersebut.
Grafik 3.1 Tingkat Pengaruh Sektor Kerja Sama PMC terhadap Otoritas Negara pada
Penggunaan PMC oleh Negara Maju
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
56
Pada kasus penggunaan PMC oleh negara maju, PMC dengan fungsi
combat memiliki dampak yang cenderung netral. Di satu sisi, penggunaan PMC
tipe combat oleh negara maju dapat memberi tambahan kekuatan militer pada
negara, serta memangkas pengeluaran khususnya pada periode negara tidak
terlibat konflik. Akan tetapi kesadaran masyarakat yang relatif lebih tinggi pada
negara maju menyebabkan pengawasan dan kontrol publik yang lebih baik,
sehingga penggunaan PMC tipe combat, yang dianggap paling dekat dengan
bentuk penggunaan mercenary tradisional, dapat menyebabkan respon negatif dari
publik. Respon negatif seperti ini dapat mengancam legitimasi pemerintahan pada
negara maju. Dalam jangka panjang PMC tipe ini dapat menyerap kekuatan
angkatan bersenjata negara, baik sumber daya manusia maupun alokasi
anggarannya, yang kemudian dapat menyebabkan meningkatnya kebutuhan
negara terhadapa jasa PMC. Secara ekonomi, penggunaan PMC seperti ini
memungkinkan negara untuk memangkas pengeluaran pertahanan negara pada
periode tanpa konflik, namun dapat pula menjadi sarana mengkonversikan
kekuatan ekonomi menjadi kekuatan militer melalui pembelian barang dan jasa
yang disediakan oleh PMC. Kondisi seperti ini menyebabkan PMC tipe ini dapat
berdampak mengurangi maupun meningkatkan pengeluaran pertahanan negara.
Sedangkan pada penggunaan PMC tipe training, PMC dapat menjadi
alternatif bahkan mengambil alih peran negara dalam melatih dan menanamkan
doktrin terhadap angkatan bersenjata. Hal ini dapat menyebabkan PMC memiliki
kontribusi yang lebih besar dalam pembentukan postur dan karakter aparatur
pertahanan negara tersebut. Penggunaan PMC tipe ini cenderung tidak dipandang
sebagai permasalahan penting sehingga penggunaan PMC tipe ini cenderung
ditoleransi baik oleh publik maupun oleh institusi internasional dan negara lain.
Secara ekonomi, PMC tipe ini akan meningkatkan pengeluaran negara dengan
harapan akan memberikan pelatihan angkatan bersenjata dengan kualitas yang
lebih baik. PMC tipe ini tidak memiliki keterlibatan dalam perumusan anggaran
serta potensi pengambilalihan aset yang rendah.
Dalam penggunaan PMC tipe consulting oleh negara maju, PMC tersebut
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi negara dalam beberapa aspek seperti
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
57
perumusan strategi keamanan serta rencana pembangunan pertahanan.
Kemampuan tersebut menyebabkan PMC dapat mengatur perilaku negara dalam
aspek-aspek terkait. Meskipun PMC tipe ini cenderung tidak mengganggu
monopoli negara dalam pengunaan kekerasan, mereka dapat mempengaruhi dan
mengendalikan penggunaan kekerasan tersebut. Keterlibatan PMC pada
perumusan strategi ini cenderung tidak menjadi masalah bagi publik maupun
negara lain serta institusi internasional sehingga tidak mengganggu otoritas negara
dalam aspek ini. Gangguan dapat terjadi jika negara melakukan tindakan yang
dapat dikecam oleh pihak-pihak tersebut karena menuruti saran dari PMC. Negara
dapat menuruti saran PMC ketika PMC tersebut dipandang sebagai aktor yang
lebih ahli dalam hal pertahanan dan keamanan.
Pada kasus penggunaan PMC tipe logistic oleh negara maju, hubungan
kerja sama ini cenderung tidak mempengaruhi otoritas negara secara politik,
karena PMC hanya terlibat sebagai penyedia maupun distributor logistik maupun
jasa pendukung lain. Permasalahan yang dapat muncul dalam hubungan kerja
sama seperti ini hanya jika penilaian PMC atas medan pertempuran menyebabkan
perusahaan tersebut memilih untuk tidak melaksanakan kontraknya. Kondisi ini
kemudian akan menyebabkan penggunaan anggaran menjadi tidak seefisien
rencana awal dan pengeluaran tambahan harus dilakukan sebagai upaya mencegah
atau mengatasi permasalahan tersebut.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
58
Grafik 3.2 Tingkat Pengaruh Sektor Kerja Sama PMC terhadap Otoritas Negara pada
Penggunaan PMC oleh Negara Berkembang
Penggunaan PMC tipe combat merupakan jenis penggunaan PMC yang
paling umum dilakukan oleh negara berkembang. Kondisi ini disebabkan oleh
adanya kebutuhan peningkatan kekuatan militer bagi negara-negara berkembang
yang sedang terlibat konflik. Penggunaan PMC tipe ini akan meningkatkan
kapabilitas militer negara, namun dengan kondisi pemerintahan yang belum
mapan seperti yang umumnya ditemukan pada negara berkembang yang terlibat
konflik, kendali atas penggunaan kekerasan tersebut akan melemah. Secara
umum, pemerintahan seperti ini akan mengabaikan opini publik maupun batasan
internasional, karena melihat upaya mencapai kondisi keamanan yang lebih stabil
sebagai prioritas. Secara ekonomi, PMC tipe ini akan meningkatkan pengeluaran
negara sebagai upaya meningkatkan kapabilitas militer negara. Namun kondisi
negara yang memiliki kekuatan ekonomi yang relatif lebih lemah, terdapat
kemungkinan PMC dibayar dengan pemberian kendali atas aset ekonomi negara.
Pada kasus negara berkembang, penggunaan PMC tipe training cenderung
dilakukan oleh negara maju sebagai subjek, dan negara berkembang menjadi
objeknya. Secara umum, penggunaan PMC tipe ini menunjukkan bahwa
pengambilan keputusan dilakuan oleh entitas selain negara, tetapi oleh negara
asing maupun PMC sebagai utusan negara tersebut. Kondisi seperti
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
59
inimenunjukkan bahwa kendali atas penggunaan kekerasan di wilayah negara
objek dapat berpindah pada aktor lain.
Angka 1 pada grafik dampak politik penggunaan PMC tipe consulting
oleh negara berkembang tidak menunjukkan bahwa penggunaan PMC tipe
tersebut tidak mempengaruhi otoritas negara secara politik. Angka tersebut
menunjukkan bahwa tidak ditemukan literatur yang membahas mengenai dampak
politik penggunaan PMC tipe tersebut oleh negara berkembang. Kondisi tersebut
menyebabkan analisis mengenai apakah penggunaan PMC tipe tersebut tersebut
dapat mempengaruhi otoritas negara secara politik tidak dapat dilakukan.
Sedangkan secara ekonomi, analisis terhadap dampak penggunaan PMC tipe ini
terhadap otoritas negara dilakukan melalui kajian terhadap literatur-literatur yang
membahas mengenai dampak ekonomi penggunaan PMC, yang dapat terjadi pada
otoritas negara tanpa dipengaruhi oleh jenis PMC yang dipekerjakan. Dampak
umum seperti peningkatan pengeluaran serta kemungkinan pengambilalihan aset
ekonomi negara dapat terjadi pada kasus penggunaan PMC tipe ini jika dilakukan
oleh negara berkembang.
Pada kasus penggunaan PMC tipe logistic oleh negara berkembang,
dampak yang dapat ditimbulkan cenderung sama dengan penggunaan PMC tipe
ini oleh negara maju. Penggunaan PMC tipe ini cenderung tidak memiliki
pengaruh politik terhadap otoritas negara yang signifikan. Sedangkan dampak
ekonomi yang dapat ditimbulkan hanya potensi peningkatan pengeluaran yang
terjadi jika PMC tersebut tidak menajalankan kontrak dengan baik.
Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan PMC
oleh negara memiliki tingkat dampak yang berbeda terhadap otoritas negara
berdasarkan jenis PMC serta karakter negara klien. Secara umum, penggunaan
PMC pada negara maju memiliki dampak politik yang lebih signifikan dibanding
dampak ekonominya. Hal yang berbeda ditemukan pada penggunaan PMC oleh
negara berkembang, dimana dampak ekonominya terlihat lebih signifikan. Namun
terdapat kesamaan pada keduanya, yaitu penggunaan PMC tipe consulting
memiliki potensi melemahkan otoritas negara dengan lebih jauh dibanding tipe
PMC lainnya. sedangkan penggunaan PMC tipe logistic memiliki potensi
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
60
pengaruh yang paling kecil. Secara umum dapat disimpulkan pula bahwa
penggunaan PMC oleh negara berkembang memiliki potensi pelemahan otoritas
negara yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh perbandingan kapabilitas
ekonomi serta political dan social capital negara berkembang yang lebih rendah
dibandingkan dengan negara maju.
Dalam kaitannya dengan Indonesia, penggunaan PMC oleh Indonesia
memiliki kemungkinan dampak pelemahan otoritas yang lebih tinggi. Indonesia
tidak sedang terlibat dalam konflik dengan pihak manapun, sehingga penggunaan
PMC tipe combat cenderung tidak terjadi. Namun keberadaan PMC tipe combat
dapat menjadi opsi ketika Indonesia suatu saat terlibat dalam konflik dan
memerlukan tambahan kekuatan militer. Jika hal ini terjadi, Indonesia harus
memperhatikan betul kekuatan ekonomi negara untuk memastikan negara
memiliki kapabilitas ekonomi yang cukup untuk membentuk dan menyelesaikan
kontrak dengan seperlunya, sehingga kemungkinan-kemungkinan penyerapan
kekuatan ekonomi negara dengan lebih jauh dapat dihindari.
Meskipun lebih sering dikategorikan sebagai negara berkembang,
Indonesia lebih mungkin mempekerjakan PMC tipe training dan consulting
dikarenakan terdapat kecenderungan Indonesia untuk memiliki rencana
pertahanan dan keamanan yang berhubungan dengan upaya membangun kekuatan
pertahanan negaranya. Kondisi ini mengharuskan Indonesia mengkaji dan
memahami dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan PMC
dengan dua fungsi tersebut terhadap negara, melalui kajian mengenai dampak
penggunaan dua tipe PMC tersebut terhadap negara maju. Hal ini dikarenakan
dampak-dampak tersebut merupakan dampak dari penggunaan PMC yang lebih
mungkin dilakukan oleh Indonesia.
Selain kecenderungan penggunaannya yang lebih rendah, penggunaan
PMC tipe combat tidak dianjurkan bagi Indonesia yang dianggap belum memiliki
social dan political capital yang memadai. Jika PMC yang memiliki kapabilitas
combat muncul dalam dinamika pertahanan Indonesia, kemungkinan yang terjadi
adalah perusahaan-perusahaan ini berkembang menjadi aktor yang berperilaku
seperti warlord, yaitu pemilik pasukan yang dapat bergerak dengan motif personal
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
61
tanpa dapat diatur oleh negara. kondisi seperti ini justru dapat meningkatkan
kerentanan terhadap konflik dan mempermudah terjadinya konflik.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia 62
DAFTAR REFERENSI Avant, Deborah.“Contracting for Services in U.S. Military Operations.” PS: Political Science and Politics 40, no. 3 (2007): 457-460. ______. “The Privatization of Security and Change in the Control of Force.” International Studies Perspective 5 (2004): 153-157. Bjork, Kjell dan Richard Jones. “Overcoming Dilemmas Created by the 21st Century Mercenaries: Conceptualising the Use of Private Security Companies in Iraq.” Third World Quarterly 26, no. 4/5 (2005): 777-796.
Cameron, Lindsey. “Private Military Companies: Their Status Under International Humanitarian Law an Its Impact on Their Regulation.” International Review of the Red Cross 88, no.863 (2006): 573-598. Carmola, Kateri. Private Security Contractors and New Wars: Risk Law and Ethics. London: Routledge, 2010. Cullen, Patrick. “The Transformation of Private Military Training,” dalam Military Advising and Assistance: From Mercenaries to Privatization, 1815-2007, disunting oleh Donald Stoker, 239-252. London: Routledge, 2008. Dusza, Karl. “Max Weber’s Conception of the State.” International Journal of Politics, Culture, and Society 3, no.1 (1989): 71-105. Fulloon, Mark. “Private Military Companies: The New Condottieri.” Social Alternatives 31, no. 1 (2013): 49-52. Gillard, Emanuella-Chiara. “Business Goes to War: Private Military/ Security Companies and International Humanitarian Law.” International Review of the Red Cross 88, no. 863 (2006): 525-572.
Hall, Rodney Bruce dan Thomas J. Biersteker. The Emergence of Private Authority in Global Governance. Cambridge: Cambridge University Press, 2004. Hanke, Steve H. “Privatization: Theory, Evidence, and Implementation.” Proceedings of the Academy of Political Science 35, no. 4 (1985): 101- 113.
International Committee of the Red Cross. Protocol Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949, and Relating to the Protection ofVictims of International Armed Conflicts (Protocol I), 8 June 1977. http://www.icrc.org/ihl/WebART/470-750057 (diakses pada 5 April 2013). Isenberg, David. Shadow Force: Private Security Contractors in Iraq. Connecticut: Praeger Security International, 2009. Kinsey, Christopher. Corporate Soldiers and International Security: The Rise of Private Military Companies. London: Routledge, 2006.
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
63
Leander, Anna. “The Market for Force and Public Security: The Destabilizing Consequences of Private Military Companies.” Journal of Peace Research 42, no. 5 (2005): 605-622.
Mathieu, Fabien dan Nick Dearden. “Corporate Mercenaries: The Threat of Private Military & Security Companies.” Review of African Political Economy 34, no. 114 (2007): 744-755. O’Brien, Kevin A. “PMCs, Myths and Mercenaries: The Debate on Private Military Companies.” The RUSI Journal 145, no.1 (2000): 59-64. Ortiz, Carlos. Private Armed Forces and Global Security: A Guide to the Issues. Santa Barbara: Praeger, 2010. Østensen, Åse Gilje. “In The Business of Peace: The Political Influence of Private Military and Security Companies on UN Peacekeeping.” International Peacekeeping 20, no. 1 (2013): 33-47.
Raz, Joseph. The Authority of Law: Essays on Law and Morality. New York: Oxford University Press Inc., 1979.
Shearer, David. “Outsourcing War.” Foreign Policy 112 (1998): 68-81. Singer, Peter W. “Corporate Warriors: The Rise of The Privatized Military Industry and Its Ramifications for International Security.” International Security 26, no. 3 (2002): 186-220.
______. “Outsourcing War.” Foreign Affairs 84, no.2 (2005): 119-132. Spearin, Christopher. “Not a “Real State”? Defence Privatization in Canada.” International Journal 60, no. 4 (2005): 1093-1112. US Department of State. Global Peace Operation Initiative, http://www.state.gov/t/pm/ppa/gpoi/index.htm (diakses pada 23 Mei 2014)
Penggunaan private..., Mirza Akmarizal Ghazaly, FISIP UI, 2014