implementasi capability based planning dalam rma (revolution in military affairs) di indonesia

12
Avezia Geby - 120140202004 1 Abstract—Tulisan ini membahas tentang bagaimana mengimplementasikan Capability Based Planning yang terkait dengan akuisisi pertahanan dalam proses Revolution in Military Affair (RMA) yang ada di Indonesia. Dalam tulisan ini, akan dibahas mengenai bagaimana seharusnya pemilihan serta perencanaan kekuatan pertahanan dilihat dari perspektif capability based planning. RMA sendiri berarti adanya transformasi pertahanan yang menyeluruh baik dalam sisi doktrin, strategi, organisasi dan teknologi. Salah satu bentuk nyata RMA adalah Minimum Essential Force (MEF). CBP akan mengidentifikasi komponen=komponen RMA melalui kapabilitas yang dimiliki oleh Indonesia. Index TermsRevolution in Military Affair (RMA), Capability Based Plannig (CBP), akuisisi pertahanan, Minimum Essential Force (MEF), industri pertahanan I. PENDAHULUAN Indonesia yang terletak di antara dua benua, berbatasan langsung dengan sepuluh negara di wilayah laut dan tiga negara di wilayah darat merupakan sebuah negara dengan posisi yang sangat strategis. Posisi strategis ini tentu memberikan banyak dampak positif, namun juga tidak sedikit dampak negatif yang muncul terutama dalam keamanan wilayah. Luas dan letak wilayah Indonesi membuat Indonesia harus lebih teliti dan cermat dalam menyusun rencana strategis pertahanan. Kondisi lingkungan strategis sekitar Indonesia juga mempengaruhi bagaimana Indonesia harus menyusun strategi pertahanannya. Luasnya wilayah Indonesia tersebut berimplikasi ancaman yang dihadapi Indonesia, beberapa diantaranya adalah keamanan wilayah perbatasan yang juga memengaruhi Artikel ini ditulis untuk memenuhi persyaratan UAS Mata Kuliah Akuisisi Penulis, Avezia Geby Ariane, merupakan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ekonomi Pertahanan, Universitas Pertahanan Indonesia. Penulis sebelumnya menempuh pendidikan S1 di jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Katolik Parahyangan. dinamika hubungan Indonesia dengan beberapa negara tetangga. Seiring dengan globalisasi yang telah menjadi sebuah fenomena yang mengubah seluruh aspek kehidupan manusia baik sistem sosial, ekonomi, politik bahkan hingga aspek kehidupan terkecil dari seorang individu, ancaman kedaulatan dan keutuhan wilayah menjadi sebuah ancaman yang bersifat multidimensional. Perkembangan negara-negara di dunia yang menciptakan situasi tidak menentu dan sulit diprediksi memaksa setiap negara untuk semaksimal mungkin memastikan keutuhan wilayahnya serta stabilitas negaranya. Perubahan setiap aspek kehidupan atas modernisasi, perkembangan teknologi, globalisasi menimbulkan banyak ancaman dalam bentuk baru seperti terorisme, ancaman lintas perbatasan, perkembangan senjata nulkir, penyelundupan barang ilegal dan lain-lainnya. Sejalan dengan munculnya perubahan bentuk ancaman terhadap sebuah negara, pola pertahanan masing-masing negara pasti akan berubah seiring dengan berjalannya waktu. Melihat berbagai macam bentuk ancaman yang ada, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia harus segera membangun postur pertahanan negara dengan lebih serius sebagai satu bentuk detterence terhadap kawasan. Pembangunan postur pertahanan yang baik dimulai dengan penyusunan strategi dan pembentukan komponen utama yang kuat, dalam hal ini adalah TNI. Reformasi dalam TNI dimulai pasca reformasi dengan munculnya TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang berisi tentang pemisahan tugas serta fungsi dari TNI dan POLRI. Keetapan MPR tersebut diperkuat dengan adanya UU Nomor Mengimplementasikan Capability Based Planning Dalam Revolution in Military Affairs di Indonesia Avezia Geby Ariane, 120140202004, Program Studi Ekonomi Pertahanan Universitas Pertahanan Indonesia

Upload: avezia-gabby-ariane-laupa

Post on 04-Sep-2015

85 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Capability Based Planning (CBP) dalam Revolution in Military Affairs (RMA) di Indonesia. CBP dilakukan dalam perencanaan peremajaan alutsista dan kaitannya dengan pemenuhan MEF

TRANSCRIPT

  • Avezia Geby - 120140202004

    1

    AbstractTulisan ini membahas tentang bagaimana

    mengimplementasikan Capability Based Planning yang terkait dengan akuisisi pertahanan dalam proses Revolution in Military Affair (RMA) yang ada di Indonesia. Dalam tulisan ini, akan dibahas mengenai bagaimana seharusnya pemilihan serta perencanaan kekuatan pertahanan dilihat dari perspektif capability based planning. RMA sendiri berarti adanya transformasi pertahanan yang menyeluruh baik dalam sisi doktrin, strategi, organisasi dan teknologi. Salah satu bentuk nyata RMA adalah Minimum Essential Force (MEF). CBP akan mengidentifikasi komponen=komponen RMA melalui kapabilitas yang dimiliki oleh Indonesia.

    Index Terms Revolution in Military Affair (RMA), Capability Based Plannig (CBP), akuisisi pertahanan, Minimum Essential Force (MEF), industri pertahanan

    I. PENDAHULUAN Indonesia yang terletak di antara dua benua,

    berbatasan langsung dengan sepuluh negara di wilayah laut

    dan tiga negara di wilayah darat merupakan sebuah negara

    dengan posisi yang sangat strategis. Posisi strategis ini tentu

    memberikan banyak dampak positif, namun juga tidak sedikit

    dampak negatif yang muncul terutama dalam keamanan

    wilayah. Luas dan letak wilayah Indonesi membuat Indonesia

    harus lebih teliti dan cermat dalam menyusun rencana strategis

    pertahanan. Kondisi lingkungan strategis sekitar Indonesia

    juga mempengaruhi bagaimana Indonesia harus menyusun

    strategi pertahanannya.

    Luasnya wilayah Indonesia tersebut berimplikasi

    ancaman yang dihadapi Indonesia, beberapa diantaranya

    adalah keamanan wilayah perbatasan yang juga memengaruhi

    Artikel ini ditulis untuk memenuhi persyaratan UAS Mata Kuliah Akuisisi Penulis, Avezia Geby Ariane, merupakan mahasiswa Pascasarjana

    Program Studi Ekonomi Pertahanan, Universitas Pertahanan Indonesia. Penulis sebelumnya menempuh pendidikan S1 di jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Katolik Parahyangan.

    dinamika hubungan Indonesia dengan beberapa negara

    tetangga. Seiring dengan globalisasi yang telah menjadi

    sebuah fenomena yang mengubah seluruh aspek kehidupan

    manusia baik sistem sosial, ekonomi, politik bahkan hingga

    aspek kehidupan terkecil dari seorang individu, ancaman

    kedaulatan dan keutuhan wilayah menjadi sebuah ancaman

    yang bersifat multidimensional. Perkembangan negara-negara

    di dunia yang menciptakan situasi tidak menentu dan sulit

    diprediksi memaksa setiap negara untuk semaksimal mungkin

    memastikan keutuhan wilayahnya serta stabilitas negaranya.

    Perubahan setiap aspek kehidupan atas modernisasi,

    perkembangan teknologi, globalisasi menimbulkan banyak

    ancaman dalam bentuk baru seperti terorisme, ancaman lintas

    perbatasan, perkembangan senjata nulkir, penyelundupan

    barang ilegal dan lain-lainnya. Sejalan dengan munculnya

    perubahan bentuk ancaman terhadap sebuah negara, pola

    pertahanan masing-masing negara pasti akan berubah seiring

    dengan berjalannya waktu.

    Melihat berbagai macam bentuk ancaman yang ada,

    tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia harus segera

    membangun postur pertahanan negara dengan lebih serius

    sebagai satu bentuk detterence terhadap kawasan.

    Pembangunan postur pertahanan yang baik dimulai dengan

    penyusunan strategi dan pembentukan komponen utama yang

    kuat, dalam hal ini adalah TNI. Reformasi dalam TNI dimulai

    pasca reformasi dengan munculnya TAP MPR Nomor

    VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan

    Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang berisi

    tentang pemisahan tugas serta fungsi dari TNI dan POLRI.

    Keetapan MPR tersebut diperkuat dengan adanya UU Nomor

    Mengimplementasikan Capability Based Planning Dalam Revolution in Military Affairs

    di Indonesia Avezia Geby Ariane, 120140202004, Program Studi Ekonomi Pertahanan

    Universitas Pertahanan Indonesia

  • Avezia Geby - 120140202004

    2

    3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara serta UU Nomor 34

    Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

    Dalam upaya modernisasi militer, perlu adanya

    perumusan kebijakan penganggaran untuk pembelanjaan

    pertahanan yang bisa memenuhi kebutuhan pertahanan. TNI

    sebagai komponen utama pertahanan memerlukan suatu

    perencanaan pembangunan kekuatan yang matang. Karena itu

    disusunlah MEF atau Minimum Essential Forces sebagai

    standar kekuatan pokok dan minimum TNI. Secara realita

    MEF dibangun untuk merefleksikan kekuatan optimal

    pemberdayaan sumber daya nasional yang ada dan dibangun

    sesuai dengan kemampuan sumber ekonomi nasional. 1

    Pemenuhan MEF dibagi dalam tiga Renstra (rencana

    strategis), Renstra I pada tahun 2009-2014, Renstra II pada

    tahun 2015-2019, dan Renstra III pada tahun 2020-2024. Saat

    ini Indonesia sudah memasuki Renstra II untuk pembangunan

    kekuatan pertahanan. Fokus Renstra II ada pada penambahan

    kapabilitas militer Indonesia. Kementerian Pertahanan sangat

    fokus terhadap penyelesaian proyek kapal selam Changbogo

    dan pesawat tempur IFX/KFX dengan Korea Selatan.2 Selain

    itu, Angkatan Darat sedang mengembangkan Medium Battle

    Tank bersama Turki. Kementerian Pertahanan juga dalam misi

    penggantian pesawat tempur F-5 yang akan dipensiunkan.

    Calon pengganti pesawat tempur F-5 masih menjadi

    pertimbangan antara pesawat Sukhoi Su-35, Dassault Rafale,

    dan JAS Grippen.3

    Pemenuhan Minimum Essential Forces adalah sebuah

    bentuk dari transformasi militer yang konkrit secara teknologi.

    Penggunaan kemajuan teknologi dalam meningkatkan

    kapabilitas kekuatan militer merupakan bentuk dari Revolution

    in Military Affairs (RMA). Kemajuan teknologi dalam RMA

    berarti sama dengan adanya transformasi dalam pertahanan

    Indonesia. Kemajuan teknologi militer yang dimiliki Indonesia

    disesuaikan dengan kapabilitas yang dimiliki oleh Indonesia

    dilihat baik secara ekonomi maupun beberapa faktor lain.

    1 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 19 Tahun 2012 2Jakarta Greater, 2013, Minimum Essential Forces Tahap II,

    http://jakartagreater.com/minimum-essential-force-tni-tahap-2-2015-2019/, diakses tanggal 1 Mei 2015

    3Liputan 6, 2014, Mengenal pesawat tempur Eurofighter yang dibidik Indonesia, http://news.liputan6.com/read/2127946/mengenal-pesawat-tempur-eurofighter-yang-dibidik-indonesia, diakses tanggal 1 Mei 2015

    Perencanaan berdasarkan kapabilitas atau Capability Based

    Planning (CBP) dilakukan dalam proses RMA karena melihat

    dinamika lingkungan dan ancaman yang tidak lagi bisa

    melihat perencanaan lewat Threat Based Planning (TBP).

    Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk

    mengatahui bagaimana mengimplementasikan Capability

    Based Planning (CPB) dalam Revolution in Military Affairs

    (RMA) di Indonesia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk

    melihat adanya kesenjangan antara kondisi ancaman, situasi

    kawasan, kemajuan teknologi serta transformasi di bidang

    pertahanan yang sedang dialami oleh Indonesia. Dalam tulisan

    ini, akan diidentifikasi faktor-faktor apa yang seharusnya bisa

    diperhatikan lebih dalam untuk perencanaan postur pertahanan

    jangka panjang. Selama ini perencanaan pembelian barang

    militer terkesan bersifat spontan, padahal yang dimaksud

    dengan Renstra I, II, dan III dalam MEF bertujuan untuk

    merencanakan secara strategis kapabilitas komponen utama

    pertahanan Indonesia.

    Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif

    dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Penulis akan

    melakukan hubungan antar variabel untuk dianalisa. Sumber

    data yang digunakan adalah sumber data sekunder berupa

    artikel, jurnal ilmiah, serta buku. Alat analisis dalam penelitian

    ini adalah model defense planning yang menggunakan

    capability based planning. Dimana dalam teorinya,

    penggunaan CBP dalam perencanaan memiliki ciri-ciri

    lingkungan strategis yang lebih dinamis, ancaman yang tidak

    terprediksi, skenario ancama yang tidak spesifik, garis batas

    dan aktor yang semakin kabur, hubungan antar instansi yang

    harus semakin kuat serta pilihan strategi yang direncanakan

    harus seimbang. CBP menarik untuk menjadi alat analisa

    untuk revolution in military affairs yang terjadi di Indonesia.

    Lingkup penelitian transformasi militer dibatasi pada

    sejak munculnya UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan

    Negara hingga sekarang saat masa pemenuhan MEF Renstra

    tahap II.

  • Avezia Geby - 120140202004

    3

    II. TINJAUAN PUSTAKA Pembahasan capability based planning (CBP) dalam

    revolution in military affairs (RMA) bukan yang pertama.

    Meskipun dalam beberapa judul penelitian tidak secara

    eksplisit menjelaskan bagaimana CPB mempengaruhi

    perencanaan dalam RMA, namun dapat dipastikan

    perencanaan berdasarkan kapabilitas selalu muncul dalam

    transformasi pertahanan.

    Penelitian pendahulu yang pertama berjudul The

    Canadian Forces and the Revolution in Military Affairs: A

    Time for Change, ditulis pada tahun 2001 oleh Gary Garnett,

    Vice Chief of the Canadian Defense Staff.4 Garnett meneliti

    bahwa dewasa ini, pergerakan dunia yang semakin dinamis

    mengharuskan militer juga semakin berkembang lebih

    dinamis. Capability based planning digunakan sebagai

    persektif dasar untuk pengurangan personil dan penambahan

    teknologi hingga penyusunan Strategy 2020, sebuah petunjuk

    pelaksanaan rencana pembangunan pertahanan Kanada hingga

    tahun 2020. Garnett juga menyatakan bahwa memiliki

    perencanaan yang berdasarkan kapabilitas dapat dengan tepat

    mengalokasikan sumber daya yang dimiliki dengan strategi

    yang akan dijalankan.

    Garnett melanjutkan bahwa RMA yang terjadi di

    setiap negara pasti berbeda bentuknya, namun pada umumnya

    pasti perubahan utama akan muncul dalam strategi pertahanan

    negara tersebut. Perspektif CBP dalam RMA yang terjadi di

    Kanada secara langsung mengubah Defense Planning

    Guidance milik Canadian Force, yang untuk pertama kalinya

    memberikan arahan formal untuk Canadian Joint Task List

    terhadap skenario kekuatan yang berdasarkan kapabilitas.

    Menurut Garnett dalam jurnal yang ditulisnya, Canadian

    Force pada saat itu sedang bertransformasi menuju sebuah

    kekuatan yang lebih efektif dan berkelanjutan.

    Selain penelitian yang dilakukan oleh Garnett,

    penelitian lain oleh Gary Chapman, 2003, berkata bahwa

    RMA memiliki definisi yang berbeda-beda5, namun jika

    diperhatikan kembali sebetulnya RMA terfokus pada

    4 Garnett, 2001, The Canadian Forces and the Revolution in Military

    Affairs: A Time for Change, Canadian Military Journal. 5 Chapman, 2003, An Introduction to the Revolution in Military Affairs,

    XV Armaldi Conference on Problems in Global Security

    teknologi yang maju dengan biaya yang diharapkan lebih

    sedikit karena mengurangi jumlah personel dan

    memperbanyak jumlah teknologi.

    Selain itu, terdapat pembahasan perencanaan

    berdasarkan kapabilitas dalam RMA pada

    Secara teoritis, RMA dijelaskan oleh Steven Metz

    dan James Kievit6 dalam Strategy and the Revolution in

    Military Affairs: From Strategy to Policy, bahwa gagasan

    RMA pertama kali muncul di Uni Soviet dengan nama

    Military Technical Revolution pada akhir tahun 1970an. Lalu

    berkembang menjadi RMA di AS yang pada akhirnya juga

    berfokus pada perkembangan teknologi. Metz dan Kievit

    menyatakan bahwa RMA dapat meningkatkan kefektifan

    perang dengan cara perubahan empat hal secara simultan,

    yaitu: perubahan teknologi; perkembangan sistem; inovasi

    operasional; dan adaptasi organisasional. Namun pada

    akhirnya, terdapat prioritas utama yang pasti akan dipilih yaitu

    perubahan dalam teknologi militer.

    Metz dan Kievit kembali menjelaskan bahwa pada

    akhirnya definisi RMA akan berubah sesuai dengan

    kapabilitas masing-masing. Semakin jauh RMA berkembang

    dalam sebuah negara, semakin banyak nilai positif dan

    negatifnya. Semakin besar bentuk teknologi militer yang

    dikembangkan, dalam konteks AS, semakin banyak

    pertanyaan yang muncul untuk AS dan semakin berkembang

    bentuk ancaman yang ada dalam lingkungannya. Yang

    terpenting menurut Metz dan Kievit adalah bagaimana

    pemerintah menghubungkan setiap komponen dalam RMA

    yaitu strategi, teknologi dan organisasional lalu

    mengimplementasikannya ke dalam kebijakan yang sesuai

    dengan kapabilitas AS.

    RMA sendiri memiiki transformasi seiring dengan

    berjalannya kondisi ancaman. Fokus RMA di AS pada awal

    tahun 1990an berbeda dengan fokus RMA saat ini. Paul K.

    Davis, dalam artikelnya yang berjudul Military

    Transformation? Which Transformation, and What Lies

    6 Metz & Kievit, 1995, Strategy and the Revolution in Military Affairs:

    From Strategy to Policy , http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/ssi/stratrma.pdf, pp. 3-12

  • Avezia Geby - 120140202004

    4

    Ahead?7 Karena itu berdasarkan persepktif CBP, Kementerian

    Pertahanan harus segera berganti mindset dari perencanaan

    ancaman yang terskenario ke dalam sebuah perencanaan yang

    fokus kepada kapabilitas yang dibutuhkan saat krisis dan

    konflik. Pendekatan berdasarkan kapabilitas yang dimiliki

    sangat dibutuhkan dalam hal fungsional, seperti apa saja yang

    dibutuhkan untuk menyerang musuh, bagaimana kapabilitas

    kita jika kita menyerang dalam kondisi tertentu, teknologi

    seperti apa yang dapat kita kembangkan sesuai dengan

    kapabilitas kita, hal tersebut seharusnya dapat dipetakan

    kembali oleh pemerintah dalam menyusun setiap

    kebijakannya.

    Dalam paparannya di bahan ajar Revolusi Krida

    Yudha dan Kalkulasi Strategis, Idil Syawfi8 menjelaskan

    bahwa RMA di Indonesia terdiri dari empat komponen yaitu

    teknologi, doktrin, organisasi, dan strategi. Dimana keempat

    komponen tersebut memiliki hubungan saling

    berkesinambungan.

    Gambar 1: Komponen dalam RMA

    Hubungan dari keempat komponen tersebut jika

    direncanakan sesuai dengan kapabilitas akan membawa

    7 Davis, 2011, Military Transformation? Which Transformation, and What

    Lies Ahead?, National Security Research Division Journal, pp. 11-41 8 Syawfi, 2012, Revolusi Krida Yudha dan Kalkulasi Strategis, Bahan

    Ajar Mata Kuliah Politik Pertahanan Indonesia, Universitas Katolik Parahyangan, 20 Mei 2012

    Indonesia menuju transformasi pertahanan Indonesia di masa

    yang akan datang. Pemenuhan MEF menjadi salah satu

    komponen penting di dalam RMA. Seperti yang diutarakan

    oleh Davis sebelumnya, Syawfi uga mengutarakan bahwa

    RMA berubah sesuai dengan kondisi negara dimana RMA itu

    berproses. Keempat komponen yang ada dalam RMA juga

    akan mengubah fokusnya, sesuai dengan kapabilitas yang

    dimiliki oleh negara tersebut agar dapat terpenuhi.

    Gambar 2: RMA Roadmap

    Gambar 2 menunjukkan garis besar perkembangan

    transformasi militer yang diharapkan tercapai pada tahun

    2050. Dimulai dari jaman Orde Baru dimana militer masih

    terlibat dalam bisnis dan politik, sehingga muncul istilah

    tentara bisnis. Lalu maju ke arah reformasi sektor keamanan

    yang ditandai dengan TAP MPR mengenai pemisahan tugas

    dan fungsi TNI serta Polri, hingga UU TNI No. 34 Tahun

    2004. Selanjutnya pada MEF yang dimulai dari tahun 2009

    dan diharapkan akan tercapai pada tahun 2024, sampai kepada

    transformasi penuh kekuatan pertahanan Indonesia pada tahun

    2050.

    Model analisa penelitian ini berdasarkan beberapa

    teori yang telah dijelaskan di dalam subbab ini bisa

  • Avezia Geby - 120140202004

    5

    digambarkandengan:

    III. CAPABILITY BASED PLANNING DALAM REVOLUTION IN MILITARY AFFAIRS

    Penerapan RMA bukanlah sebuah hal yang mudah

    karena RMA akan berpengaruh secara simetris kepada

    doktrin, strategi, dan postur pertahanan yang dimiliki oleh

    Indonesia. Dalam Peraturan Menteri Pertahanan No. 15 Tahun

    2009 mengenai Pembinaan Teknologi dan ndustri Pertahanan,

    RMA dipertimbangkan sebagai rujukan dalam pembinaan

    teknologi dan industri pertahanan.

    Dalam subbab sebelumnya dijelaskan bahwa MEF

    merupakan sebuah bentuk capability based planning dalam

    RMA yang harus dicapai pada tahun 2024. Hal tersebut

    berdasarkan uraian yang terdapat pada Kebijakan Umum

    Pertahanan Negara melalui Peraturan Presiden No. 7 Tahun

    2008. Berdasarkan Perpres tersebut, pembangunan komponen

    utama didasarkan kepada konsep pertahanan berbasis

    kapabilitas (capability based defense). Dalam Buku Putih

    Pertahanan, terdapat beberapa faktor utama mengapa

    pertahanan negara dirancang berdasarkan kapabilitas, yaitu:9

    1. Perkiraan ancaman terhadap Indonesia dan

    segala kepentingannya, yakni ancaman yang

    menjadi domain fungsi pertahanan, termasuk

    tugas-tugas pelibatan pertahanan yang sah

    2. Strategi Pertahanan Negara yang

    menyinergikan pertahanan militer dan

    pertahanan nirmiliter sebagai satu kesatuan

    pertahanan negara yang utuh dan

    menyeluruh.

    3. Tingkat penangkalan yang memenuhi

    standar penangkalan agar dapar menangkal

    ancaman yang diperkirakan

    9 Buku Putih Pertahanan Indonesia, 2008, hal. 119

    4. Tingkat probabilitas kerawanan tertinggi

    bagi Indonesia yang menjadi sumber-sumber

    ancaman atau sumber-sumber konflik di

    masa datang

    5. Luas wilayah dan karakteristik geografi

    Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau

    dengan wilayah perairan yang luar dan

    terbuka

    6. Kemampuan rasional negara dalam

    membiayai pertahanan negara, termasuk

    dalam pembangunan kapabilitas pertahanan

    negara dengan tidak mengorbankan sektor-

    sektor lain.

    Dalam hal ini, MEF dianggap sebagai sebuah

    perencanaan yang mampu menjamin kepentingan strategis

    pertahanan yang mendesak. 10 Pengadaan alutsista dalam

    pemenuhan MEF merupakan sebuah bentuk prioritas

    penambahan kekuatan pokok minimal dan mengganti alutsista

    yang tidak layak pakai. Seperti yang sebelumnya dijelaskan

    dalam subbab I, fokus Renstra II tahun 2015-2019 adalah

    pemenuhan penambahan alutsista untuk matra darat, laut dan

    udara yang dimana salah satunya adalah penggantian pesawat

    F-5 dengan pesawat baru.

    Perencanaan kekuatan pertahanan berdasarkan

    kapabilitas atau CBP sebetulnya merupakan alternative dari

    perencanaan berdasarkan ancaman (threat based planning).

    CBP memiliki karakteristik yang lebih rasional karena

    dinamika perencanaannya lebih responsive kepada

    ketidakjelasan kondisi ancaman. CBP cenderung berfokus

    kepada pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan dan

    dibutuhkan dibandingkan dengan peralatan apa yang akan

    kita ganti. Namun hal tersebut kembali lagi kepada

    bagaimana output yang diinginkan oleh sebuah negara. Karena

    pendekatan yang digunakan berdasarkan kapabilitas, maka

    outcome dari CBP haruslah berupa strategi yang terus dapat

    berkembang sesuai dengan kapabilitas yang ada.

    Dalam Guide to Capability Based Planning yang

    dibuat oleh Tripartite Technical Cooperation Program antara

    10 Luthfi, 2012, Implementasi Revolution in Military Affairs Dalam

    Kebijakan Pertahanan Indonesia, pp. 61-62

    RMA Perubahan

    strategi, teknologi, doktrin, organisasi

    CBP Transformasi kekuatan

    pertahanan

  • Avezia Geby - 120140202004

    6

    Inggris, AS, Kanada, Australia, dan New Zealand,11 dijelaskan

    bahwa ada beberapa langkah dasar dalam CBP seperti pada

    gambar di bawah ini

    Gambar 3: Skema CBP dalam kebijakan pertahanan

    Dalam skema di atas, dijelaskan bahwa skema

    dimulai dengan bimbingan menyeluruh, lalu bergerak kearah

    mengidentifikasi perbedaan kapabilitas, mencari opsi dan

    berakhir dengan perencanaan yang terjangkau. Yang perlu

    diperhatikan dalam hal ini adalah kebanyakan alutsista

    memiliki fungsi ganda bagi beberapa matra sekaligus, karena

    itu dalam perencanannya, seharusnya ada komunikasi yang

    terarah bagi setiap matra dalam hal perencanaan alutsista.

    Untuk mengimplementasikan CBP dengan baik, harus

    terbentuk struktur manajemen dan pembagian tanggung jawab

    yang baik terlebih dahulu. Setelah itu, beberapa langkah

    11 Tritartite Technical Cooperation Program, 2011, Guide to Capability

    Based Planning, pp. 3-4

    dilakukan oleh Tripartite Technical Cooperation Program12,

    yaitu:

    1. Stakeholder Identification &

    Involvements : stakeholder akan

    mengontrol informasi, sumber daya dan

    otoritas terhadap pelaksanaan perencanaan

    sehingga harus diikutsertakan ke dalam

    proses yang akan berlangsung

    2. Inputs to Capability Based Planning:

    Informasi yang dibutuhkan dalam

    pelaksanaan CBP adalah (namun tidak

    terbatas kepada) tujuan, konteks isi,

    kendala, batasan, karakteristik tertentu

    3. Partition Design: Dalam pelaksanaan CBP

    lebih mudah untuk diidentifikasi dan

    dilaksanakan dalam bentuk-bentuk

    kecil/partisi sehingga lebih mudah

    penangannya jika ada kendala.

    4. Use of Scenario: meskipun CBP bersifat

    dinamis, namun dalam pelaksanaannya

    tetap digunakan skenario untuk

    menggambarkan hubunga antara kebijakan

    dan tujuan kapabilitas

    5. Capability Goals: pengaturan tujuan

    penting untuk dilaksanakan agar terlihat

    hingga tingkatan mana tujuan yang

    diinginkan harus tercapai

    6. Capability Assessment: penilaian dalam

    CBP penting dilakukan untuk melihat

    apakah tujuan yang dimaksud sesuai dengan

    semua faktor lainnya

    7. Development and Costing of Force

    Development Options: merupakan suatu

    langkah utama dalam mencocokkan

    capability mismatches dengan affordable

    capability

    8. Balance of Investment: evaluasi

    keseimbangan harga yang dikeluarkan dan

    12 Tritartite Technical Cooperation Program, 2011, Guide to Capability

    Based Planning, pp. 11-17

  • Avezia Geby - 120140202004

    7

    investasi yang akan didapatkan

    9. Presentation of Result: presentasi terhadap

    output yang dihasilkan dari CBP

    10. Audit Trail

    11. Future Issues for Capability Based

    Planning

    Kesebelas langkah diatas adalah rekomendasi

    bagaimana seharusnya CBP dilakukan dalam sebuah

    pengadaan

    IV. ANALISA Berdasarkan beberapa bagian sebelumnya dalam

    penelitian ini, telah dijelaskan tentang bagaimana MEF

    menjadi bagian dari RMA karena MEF merupakan sebuah

    gebrakan baru dari Kementerian Pertahanan pada tahun 2009

    agar komponen utama pertahanan memiliki kemampuan

    minimal. Secara realita MEF dibangun untuk merefleksikan

    kekuatan optimal pemberdayaan sumber daya nasional yang

    ada dan dibangun sesuai dengan kemampuan sumber ekonomi

    nasional (Permenhan No. 19 Th. 2013) MEF merupakan suatu

    bentuk pembanguna kekuatan Komponen Utama menuju ideal

    dengan tahapan-tahapan tertentu. Bisa dikatakan bahwa MEF

    adalah sebuah rencana pembangunan kekuatan pertahanan

    Indonesia yang tahu diri dengan anggaran pertahanan

    Indonesia yang setiap tahunnya tidak pernah lebih dari 1%

    APBN.

    Pengadaan Alutsista untuk meningkatkan kapabilitas

    pertahanan negara sesuai dengan rencana strategis yang telah

    disusun seringkali terkendala banyak hal salah satunya adalah

    keterbatasan APBN untuk alokasi anggaran pertahanan. Dari

    seluruh negara ASEAN, Indonesia menempati tempat ketiga

    terbawah dengan anggaran pertahanan paling kecil diantara 10

    negara ASEAN lainnya. Melihat kemampuan Indonesia yang

    tidak sebesar negara-negara lainnya, seharusnya pemerintah

    melihat dan mengkaji ulang bagaimana cara perencanaan dan

    pengadaan alutsista. Dalam hal ini, yang terpenting jika

    menggunakan perpektif capability based planning adalah

    seberapa jauh kegunaan alutsista tersebut dan apakah mampu

    Indonesia dalam membelinya. Seperti yang disebutkan akhir-

    akhir ini dalam pembelian pesawat pengganti F-5 Tiger.

    Selama ini fokus pemerintah hanya kepada berapa besar harga

    dari pesawat pengganti tersebut, bagaimana perawatannya

    serta apakah Indonesia bisa mendapatkan jumlah yang sama

    sesuai dengan yang digantikan. Pada pendekatan CBP,

    pembelian pesawat tempur pengganti F-5 Tiger bisa dianalisa

    dengan konteks akuisisi. Dimana apakah pemelian pesawat

    pengganti itu memiliki sumber anggaran yang besar atau kecil,

    harus membeli baru atau bekas yang akan diretrofit,

    bagaimana bentuk pembiayaannya, apakah ada skema lain dari

    cara pembeliannya, bagaimana value for money yang

    dihasilkan oleh pesawat pengganti tersebut jika Indonesia

    membeli dalam jumlah tertentu, apakah ada manfaat dual-use

    baik untuk kegunaan militer dan kegunaan sipil, dan yang

    terpenting adalah apakah Indonesia benar-benar membutuhkan

    pesawat pengganti dengan spesifikasi tertentu itu. Banyak hal

    yang dapat mempengaruhi pembelian alutsista baru dan

    terkadang hal tersebut dikesampingkan hanya karena beberapa

    faktor lain yang tidak signifikan.

    Beberapa hal lain dalam perencanaan alutsista yang

    sering terlupakan adalah apakah Indonesia bisa mendapatkan

    transfer teknologi dari hasil pembelian alutsista tersebut.

    Penguatan industri pertahanan juga menjadi suatu bentuk

    peningkatan kapabilitas kekuatan pertahanan yang harus

    dikembangkan. Sempat beberapa saat modernisasi alutsista

    TNI selalu terhambat oleh embargo beberapa negara, dengan

    adanya peningkatan kapabilitas industri pertahanan dalam

    pembuatan alutsista, hal tersebut diharapkan tidak terjadi lagi.

    Dalam Perpres No. 42 Tahun 2010, dijelaskan bahwa Industri

    Pertahanan adalah industri nasional yang produknya baik

    secara sendiri maupun kelompok atas penilaian Pemerintah

    dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemenuhan sarana

    pertahanan. Dimana seharusnya industri pertahanan bisa

    digunakan secara maksimal untuk kepentingan pertahanan.

    Ketertinggalan industri pertahanan Indonesia seharusnya bisa

    ditindaklanjuti lebih jauh agar tercipta kemandirian sistem

    persejataan.

    Keseriusan Pemerintah dalam melakukan revitalisasi

    industri pertahanan juga dilakukan dengan melengkapi

    berbagai regulasi terkait dengan industri pertahanan.

  • Avezia Geby - 120140202004

    8

    Pemerintah berharap dengan revitalisasi tersebut industri

    pertahanan dapat menghasilkan alat utama, sistem

    persenjataan, dan berbagai alat pendukungnya yang sesuai

    dengan teknologi yang berkembang sehingga memberikan

    sumbangan terhadap kemandirian sarana pertahanan. Selain

    itu, melalui revitalisasi ini industri pertahanan diharapkan

    menghasilkan berbagai teknologi yang sesuai dengan karakter

    dan cara perang mutakhir. Kebijakan industri pertahanan

    dibuat dengan harapan akan adanya kemandirian pada

    pertahanan Indonesia seperti yang tercantum dalam hakikat

    pertahanan negara. Pembangunan saat ini dilihat dari dinamika

    strategis yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka

    panjang. MEF merupakan rencana strategis jangka panjang

    yang tertuang dalam pembangunan yang dibagi setiap lima

    tahun. Bisa dikatakan MEF merupakan sebuah kebijakan

    sadar diri pemerintah Indonesia terhadap kemampuan untuk

    meningkatkan pertahanan yang terkendala anggaran. Dengan

    adanya KKIP, pemenuhan MEF diharapkan akan lebih

    terencana dan terstruktur sehingga tercipta postur pertahanan

    Indonesia dengan kondisi alutsista yang dapat memberikan

    daya gentar dan daya tangkal maksimal.

    Dalam rangka untuk merealisasikan MEF, KKIP

    menyusun blueprint yang menjadi perpaduan program antara

    KKIP, Kemhan, dan Dewan Riset Nasional untuk rencana

    pengembangan alutsista. KKIP sebagai pihak yang mengambil

    kebijakan dalam industri pertahanan, Kemhan/TNI sebagai

    pengguna yang memahami rencana pembangunan kekuatan

    pokok dan kekuatan idealnya, Dewan Riset Nasional yang

    akan membidangi penelitian dan pengembangan bersifat riset

    terapan. Cetak biru yang disusun oleh KKIP menunjukkan

    adanya sasaran pada setiap tahapan pembangunan industri

    pertahanan dalam jangka waktu tertentu dan koordinasi

    dengan lembaga tertentu. MEF dengan setiap renstra sudah

    memiliki blueprint tersendiri terhadap sejauh mana

    pembangunan kekuatan pertahanan dan lembaga mana saling

    bekerja sama dalam pembangunan tersebut. Penyusunan

    blueprint KKIP ini merupakan suatu bentuk CBP pada tahap

    capability assessment, dimana ada pengkajian ulang antara

    perencanaan dan faktor-faktor lain yang ada dalam

    perencanaan tersebut.

    Dalam hal doktrin dan strategi, sebetulnya sudah

    disebutkan dalam buku putih pertahanan Indonesia tentang

    konsep pertahanan berbasis kapabilitas. Namun dalam

    kenyataannya, pertahanan Indonesia masih cenderung bersifat

    threat based planning, dimana Indonesia masih menunggu

    ancaman seperti apa yang akan dihadapi dengan skenario

    menghadapi ancaman yang terbatas. Seiring dengan kondisi

    lingkungan yang semaki dinamis, doktrin pertahanan akan

    mengalami perubahan dengan kemajuan teknologi dan

    komunikasi. Dalam buku Doktrin Pertahanan Negara,

    disebutkan bahwa perang pada abad ke-21 mengandalkan

    keunggulan teknologi persenjataan, profesionalisme prajurit

    dan manajemen yang modern. Doktrin Pertahanan Negara

    mengakui bahwa RMA yang berkembang pesat,

    mempengaruhi konsepsi pertahanan di bidang doktrin, strategi

    pertahanan, serta postur dan kebijakan pertahanan di setiap

    negara. Respon Indonesia terhadap RMA dalam melakukan

    penangkalan adalah melakukan kemandirian dalam bidang

    teknologi, terutama teknologi militer yang diharapkan berefek

    terhadap daya tangkal bangsa. Dalam strategi penangkalan ini,

    teknologi memiliki peranan penting karena substansi RMA

    yang paling menonjol adalah teknologi.13

    Pelaksanaan perubahan doktrin kembali bergantung

    kepada teknologi yang dimiliki. Menurut Doktrin Tri Dharma

    Eka Karma (Tridek) 2010, penguasaan teknologi akan

    berperan penting dalam pelaksanaan strategi TNI dalam

    menangkal ancaman militer. Dengan penguasaan teknologi,

    pembangunan kekuatan dapat diarahkan kepada terwujudnya

    kualitas dan kuantitas prajurit yang profesional, andal, dengan

    alutsista yang modern serta organisasi yang efektif. Kekuatan

    sepeti itulah yang diinginkan oleh TNI untuk melakukan

    penangkalan ancaman militer.

    Dalam hal organisasi, perencanaan berdasarkan

    kapabilitas dapat terlihat dalam postur setiap matra. Sistem

    yang digunakan pada TNI sekarang sudah penuh dengan

    teknologi, sehinggal tidak perlu memiliki banyak personel.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan

    teknologi yang mengubah karakter dan cara berperang telah

    mengubah organisasi dalam tubuh militer untuk menyesuaikan

    13 Doktrin Pertahanan Negara, 2007, pp. 81

  • Avezia Geby - 120140202004

    9

    diri. Perubahan yang terjadi pada TNI adalah perubahan

    sistem dari padat personel menjadi padat teknologi serta

    adanya perubahan peningkatan kemampuan unit-unit militer

    sesuai dengan kemajuan teknologi.

    V. KESIMPULAN DAN SARAN Perpektif capability based planning (CBP) dalam

    revolution in military affairs (RMA) pada pertahanan

    Indonesia memiliki banyak tantangan yang harus segera

    ditindaklanjuti. Karena pendekatan yang digunakan

    berdasarkan kapabilitas yang dimiliki, seharusnya pemerintah

    dapat memilihi mana hal yang bisa menjadi prioritas utama

    dan mana hal yang bisa dikesampingkan terlebih dahulu. Hal

    ini utamanya dalam pemenuhan MEF sebagai bentuk konnrit

    dari transformasi militer menuju militer yang lebih modern.

    Dengan pembangunan postur pertahanan kekuatan pokok

    minimum (MEF) yang akan dicapai selama 15 tahun,

    Indonesia telah meletakkan fondasi bagi terselenggaranya

    postur ideal pertahanan di masa depan. Meskipun MEF tidak

    secara instan membuat kekuatan pertahanan Indonesia

    meningkat drastis, namun tahapan yang dirancang dapat

    mempermudah untuk mengevaluasi tercapai atau tidaknya

    pembangunan postur pertahanan ini.

    Selain dengan perencanaan pengadaan alutsista dari

    luar, ada baiknya jika pemerintah lebih memperhatikan juga

    industri pertahanan dalam engeri yang dapat digunakan untuk

    meningkatkan kapabilitas kekuatan pertahanan Indonesia.

    Pembentukan Komite Kebijakan industri Pertahanan yang

    berlandaskan Peraturan Presiden No. 42 tahun 2010 yang

    diperbaharui dengan Perpres No. 59 Tahun 2013, merupakan

    sebuah harapan untuk lebih memfokuskan diri pada industri

    pertahanan dalam negeri. Latar belakang dibentuknya KKIP

    adalah untuk menyelaraskan antara kebutuhan alutsista TNI

    dengan kemampuan produksi industri pertahanan nasional

    (Kemenkumhan, 2011). Jadi setiap kebijakan industri

    pertahanan akan dirumuskan terlebih dahulu oleh KKIP

    sebelum kebijakan diambil. Hal ini perting dilakukan untuk

    memastikan kapabilitas setiap alutsista yang dihasilkan

    ataupun dibeli dalam bentuk joint production.

    Salah satu cara untuk mengejar ketertinggalan dalam

    penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam alat dan

    sistem persenjataan, kegiatan penelitian dan pengembangan

    (litbang/research and development) peralatan pertahanan yang

    mendukung kepada pemenuhan kekuatan pokok minimum

    sangatlah penting disamping pengembangan industri

    pertahanan dalam negeri. Kemenristek sendiri sudah

    memasukkan rencana pengembangan litbang inhan pada

    Agenda Riset Nasional (ARN) periode 2015-2019.14 Untuk

    mendukung ketersediaan alutsista yang mempunyai daya

    detterence tinggi dan sejalan dengan program Komite

    Kebijakan Industri Pertahanan, maka penguasaan Iptek

    pertahanan dan keamanandimaksudkan untuk mendorong

    kemandirian dalam teknologi pendukung daya gerak,

    teknologi pendukung daya gempur, Komando,

    Kendal, Komunikasi, Komputer, Informasi, Pengamatan dan

    Pengintaian (K4IPP), teknologi pendukung dan alat

    perlengkapan khusus, kajian strategis hankam, dan sumber

    daya pertahanan. Untuk itu, pada kurun waktu 2015- 2019

    penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek pertahanan

    dan keamanan difokuskan pada pesawat tempur, kapal

    perang/kapal selam, roket balistik dan kendali, kendaraan

    tempur, radar, elektronika pertahanan, pesawat Udara Nir

    Awak (UAV), dan munisi kaliber besar.15

    Didukung dengan beberapa kebijakan yang sudah

    ada, pemerintah sebaiknya bisa memanfaatkan kebijakan-

    kebijakan tersebut untuk memaksimalkan transformasi

    pertahanan Indonesia dengan mengimplementasikan CBP.

    Tanggung jawab besar ada pada pemerintah karena seperti

    yang tercantum dalam bagan di subbab sebelumnya, puncak

    dari CBP adalah government guidance.

    Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa RMA

    yang ada di Indonesia masih bersifat terbatas. Salah satu

    bentuk RMA yang paling konkrit adalah MEF. Meskipun

    tidak secara formal menyatakan bahwa transformasi

    pertahanan Indonesia merujuk kepada RMA, namun beberapa

    14 Jakarta Greater, 2014, Kemenristek Susun Agenda Riset Nasional (ARN)

    perode 2015-2019, http://jakartagreater.com/kemenristek-susun-agenda-riset-nasional-arn-periode-2015-2019/, diakses pada tanggal 2 Mei 2015

    15 Ibid.

  • Avezia Geby - 120140202004

    10

    bukti empiris menyatakan bahwa terjadi beberapa perubahan

    dan pembangunan postur pertahanan. Dalam analisis dokumen

    didapatkan bahwa CBP menjadi latar belakang bagi

    Pemerintah untuk melaksanakan transformasi postur

    pertahanan. Kenyataannya CBP tidak mudah dilakukan karena

    pengimplementasian perencanaan berdasarkan kapabilitas

    berarti harus mengubah banyak mindset yang sebelumnya

    sudah berkembang lama. CBP dari setiap negara memang

    berbeda, namun setidaknya terdapat sedikit kesamaan dalam

    CBP di RMA setiap negara, semua berawal dari perubahan

    struktur organisasi dan terjadi peningkatan teknologi militer.

    Perubahan yang dilakukan oleh Kementerian

    Pertahanan dan TNI adalah dengan meniitikberatkan pada

    efektivitas dan pemanfaatan teknologi. Secara umum,

    penataan organisasi terkait perkembangan teknologi dilakukan

    dengan cara perampingan sehingga menjadi efektif dan

    berbasis kinerja. Selain itu, kebijakan signifikan dikeluarkan

    dengan perubahan sistem padat personel menjadi padat

    teknologi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

    penggunaan teknologi yang mengubah karakter dan cara

    berperang telah mengubah organisasi dalam tubuh militer

    untuk menyesuaikan diri

  • Avezia Geby - 120140202004

    11

    REFERENCES Sumber buku: [1] Wahyuni, S, Qualitative Research Method: Theory ans Practice,

    Jakarta: Salemba Empat, 2012, pp. 121-123 [2] Yusgiantoro, P, Ekonomi Pertahanan: Teori dan Praktik, Jakarta:

    Gramedia Pustaka Utama, 2014.

    Sumber reports: [3] -- Guide to Capability-Based Planning, Tripartite Technical

    Cooperation Program, Washington, Washington DC Sumber handbooks: [4] NATO Research and Technology Board: Panel On Studies, Analysis and

    Simulation (SAS), Handbook in Long Term Defense Planning, 2001. Sumber journals : [5] Davis, P. (2011), Military Transformation? Which Transformation, and

    What Lies Ahead?, National Security Research Division Journal, pp. 11-41

    [6] Garnett, G. (2001) The Canadian Forces and the Revolution in Military Affairs: A Time for Change, Canadian Military Journal.

    [7] Metz & Kievit, (1995) Strategy and the Revolution in Military Affairs: From Strategy to Policy, http://www.au.af.mil/au/awc/awcgate/ssi/stratrma.pdf, pp. 3-12

    Sumber conference paper: [8] Chapman, G. (2003) An Introduction to the Revolution in Military

    Affairs, XV Armaldi Conference on Problems in Global Security Sumber thesis: [9] Luthfi, M., Implementasi Revolution in Military Affairs Dalam

    Kebijakan Pertahanan Indonesia M.S. thesis, FISIP, UI., Depok., Jabar, 2012.

    Sumber lain: [10] Jakarta Greater, (2013), Minimum Essential Forces Tahap II,

    http://jakartagreater.com/minimum-essential-force-tni-tahap-2-2015-2019/, diakses tanggal 1 Mei 2015

    [11] Jakarta Greater, (2014), Kemenristek Susun Agenda Riset Nasional (ARN) perode 2015-2019, http://jakartagreater.com/kemenristek-susun-agenda-riset-nasional-arn-periode-2015-2019/, diakses pada tanggal 2 Mei 2015

    [12] Liputan 6, (2014) Mengenal pesawat tempur Eurofighter yang dibidik Indonesia, http://news.liputan6.com/read/2127946/mengenal-pesawat-tempur-eurofighter-yang-dibidik-indonesia, diakses tanggal 1 Mei 2015

    [13] Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No. 19 Tahun 2012 [14] UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara [15] UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia [16] Doktrin Pertahanan Negara [17] Postur Pertahanan Negara [18] Buku Putih Pertahanan Negara

  • Avezia Geby - 120140202004

    12