penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe make a match...

22
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Ada lima unsur yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok:1) positive interdepedence, 2) interaction face to face, 3) adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok, 4) membutuhkan keluwesan, 5) meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah (proses kelompok) 2.1.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Robert (E. Slavin,2009:4) menyatakan bahwa Make A Macth adalah metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran”.Menurut Eggen and Kauchah (dalam Trianto, 2009: 59) “Pembelajaran Make A Match merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.Sedangkan Isjoni (2009: 14) mengemukakan bahwa “Pembelajaran Make A Match merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuanya berbeda”. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Make A Match adalah metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang tingkat kemampuanya berbeda untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama dengan cara mencari pasangan. 2.1.2. Konsep Dasar Kelompok Make A Match 2.1.2.1. Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi bantuan sehingga ada interaksi promotif 2.1.2.2. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik

Upload: buiquynh

Post on 28-Apr-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Ada lima unsur yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan

kerja kelompok:1) positive interdepedence, 2) interaction face to face, 3) adanya

tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok, 4)

membutuhkan keluwesan, 5) meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam

memecahkan masalah (proses kelompok)

2.1.1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Robert (E. Slavin,2009:4) menyatakan bahwa ” Make A Macth adalah metode

pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk

saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran”.Menurut

Eggen and Kauchah (dalam Trianto, 2009: 59) “Pembelajaran Make A Match

merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja

secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama”.Sedangkan Isjoni (2009:

14) mengemukakan bahwa “Pembelajaran Make A Match merupakan strategi

belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

kemampuanya berbeda”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Make A Match

adalah metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil yang tingkat kemampuanya berbeda untuk saling membantu satu sama

lainnya dalam mempelajari materi pelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara

berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama dengan cara mencari pasangan.

2.1.2. Konsep Dasar Kelompok Make A Match

2.1.2.1. Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling

memberikan motivasi bantuan sehingga ada interaksi promotif

2.1.2.2. Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi

pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik

Page 2: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

7

tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui

siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan

bantuan.

2.1.2.3. Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis

kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui

siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

2.1.2.4. Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk

memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

2.1.2.5. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti

kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, memercayai orang lain,

dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

2.1.2.6. Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan

pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi

masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok

2.1.2.7. Guru memerhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam

kelompok- kelompok belajar

2.1.2.8. Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan

interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

2.1.3. Model-Model Make A Match

Dalam pembelajaran kooperative terdapat beberapa variasi model yang

dapat diterapkan, yaitu: STAD (Student Team Achieverement Division), Jigsaw,

TGT (Teams Games Tournaments), GI (Group ffh Trio Exchange, Group Resume.

Dari beberapa teknik di atas, peneliti menggunakan model Make A Match

dalam penelitian. Hal ini disebabkan karena model Make A Match dapat

digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu

Pengetahuan Sosial, Matematika, Agama dan Bahasa. Selain itu, model Make A

Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan dan banyak di`kembangkan.

Page 3: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

8

2.1.4. Hakikat Make A Match

Menurut Isjoni (2009:68) ”Make A Match adalah suatu model pembelajaran

dimana guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan

membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih

bermakna.

Menurut Anita Lie(2002:68) menyatakan bahwa:

”Model Make A Match digunakan dalam pengajaran membaca, menulis,

mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam model ini, guru memperhatikan skemata

atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan semata

agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan

sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan

untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi”.

Menurut Aronson(2008)menyatakan bahwa:

“Make aMatch is a cooperative learning strategy that enables each student of a

“home” group to specialize in one aspect of a learning unit. Students meet with

members from other groups who are assigned the same aspect, and after

mastering the material, return to the “home” group and teach the material to

their group members”.

Artinya Make A Match adalah strategi pembelajaran kooperatif yang

memungkinkan setiap siswa dari rumah kelompok untuk mengambil spesialisasi

dalam satu aspek dari suatu unit belajar. Siswa bertemu dengan anggota dari

kelompok lain yang ditugaskan aspek yang samadan setelah menguasai materi

kembali ke kelompok rumah dan mengajarkan materi kepada anggota kelompok

mareka.

Menurut Slavin (2007) mengemukakan bahwa “Teknik Make A Match

adalah belajar dan diajar oleh teman sendiri yang mana siswa tertentu dalam suatu

kelompok diharuskan memahami suatu konsep tertentu”.

Sedangkan Menurut Melvin L.Silberman (2009:180)” :

Page 4: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

9

”Model Make A Match serupa dengan pertukaran kelompok dengan kelompok,

namun ada satu perbedaan penting yakni tiap siswa mengerjakan sesuatu. Make A

Match merupakan alternative menarik bila ada materi belajar yang bisa dibagi-

bagi dan bila bagian-bagiannya harus diajarkan secara berurutan. Tiap siswa

mempelajari sesuatu yang bila digabungkan dengan materi yang dipelajari oleh

siswa lain, membentuk kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang padu”.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, Kooperati fmodel

Make A Match adalah suatu teknik dimana guru memperhatikan latar belakang

pengalaman siswa dalam membantu mengaktifkan siswa agar bahan pelajaran

menjadi lebih bermakna dalam suasana gotong royong dan siswa mempunyai

banyak kesempatan untuk mengolah informasi dalam meningkatkan keterampilan

berkomunikasi dengan cara belajar dan diajar oleh teman sendiri yang mana siswa

tertentu dalam kelompok diharuskan memahami suatu konsep tertentu dengan

pertukaran kelompok dengan kelompok, namun tiap siswa mengerjakan sesuatu

materi belajar yang telah dibagi-bagi dan bagianya harus diajarkan secara

berurutan, tiap siswa harus mempelajari sesuatu yang bila digabungkan dengan

materi yang dipelajari oleh siswa lain kemudian membentuk kumpulan

pengetahuan atau keterampilan yang padu.

2.1.5. Ciri-ciri Kooperatif model Make A Match

Menurut Aronson (2009) menyatakan bahwa ”Compared with traditional

teaching methods, the jigsaw classroom has several advantages, Most teachers

find jigsaw easy to learn, Most teachers enjoy working with it, It can be used with

other teaching strategies, It works even if only used for an hour per day, It is free

for the taking

Artinya bahwa dibandingkan dengan metode pengajaran tradisional, kelas

jigsaw memiliki beberapa keunggulan, kebanyakan guru menemukan jigsaw

mudah dipelajari, kebanyakan guru senang bekerja dengan itu, hal ini dapat

digunakan dengan strategi pengajaran lainnya, ia bekerja bahkan jika hanya

digunakan selama satu jam per hari, hal ini bebas untuk mengambil.

Page 5: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

10

Adapun ciri-ciri yang membedakan antara Kelompok belajar Kooperatf

model Make A Match dengan Kelompok Belajar Konvensional adalah sebagai

berikut:

Tabel 2.1

Perbedaan kelompok belajar konvensional dengan kelompok

belajar CooperativeLearning model Make A Match

Kelompok Belajar Konvensional Kelompok belajarKooperatif

model Make A Match

Guru sering membiarkan adanya siswa yang

mendominasi kelompok atau

menggantungkan diri pada kelompok

Siswa diharuskan bertanggung

jawab dalam mempelajari

materinya sehingga tidak

menggantungkan diri pada

kelompok

Akuntabilitas individual sering diabaikan

sehingga tugas-tugas sering didorong oleh

salah seorang anggota kelompok sedangkan

anggota kelompok lainnya hanya

mendompleng keberhasilan

Semua anggota kelompok

bekerja sama dalam kelompok

ahli untuk mempelajari materi

Kelompok belajar biasanya homogen Struktur tim kelompok belajar

heterogen dengan 5-6 orang

anggota menggunakan pola

kelompok asal dan kelompok

ahli

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh

guru atau kelompok dibiarkan untuk

memilih pemimpinya dengan cara masing –

masing

Tidak ada siswa yang sebagai

pemimpin hanya sebagai

pengatur agar proses diskusi

tidak keluar dari konteks

Keterampilan sosial sering tidak secara

langsung diajarkan

siswa mempelajari materi dalam

kelompok ahli kemudian

membantu anggota kelompok

asal mempelajari materi

Pemantauan melalui observasi dan

intervensi sering tidak dilakukan oleh guru

pada saat belajar kelompok sedang ber-

langsung

Penilaian yang dilakukan berva-

riasi dapat berupa tes

Guru sering tidak memper-hatikan proses

kelompok yang terjadi

Guru memperhatikan siswa yang

belum tuntas untuk diberi

bantuan

Page 6: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

11

2.1.6. Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif Model Make AMatch

Perintahkan siswa untuk kembali ke posisi semula dalam rangka membahas

pertanyaan yang masih tersisa guna memastikan pemahaman yang akurat.

Menurut Anita Lie (2002: 68) , langkah-langkah Kooperatifmodel Make A Match

antara lain:

a. Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat

bagian.

b. Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan

mengenai topic yang akan dibahas dalam bahan pelajaran.

c. Siswa dibagi dalam kelompok berempat.

d. Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama.

e. Siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian mereka masing-masing.

f. Siswa saling berbagi mengenai bagian yang diibaca/dikerjakan masing-

masing.

Langkah-langkah Kooperatif model Make A Match menurut Melvin L. Silberman

(2006: 180) adalah sebagai berikut:

a. Pilihlah materi belajar yang bias dipecah menjadi beberapa bagian

b. Hitunglah jumlah bagian yang hendak dipelajari dan jumlah siswa.

Bagikan secara adil berbagai tugas kepada berbagai kelompok siswa.

c. Setelah waktu belajar selesai, bentuklah kelompok-kelompok belajar ala

jigsaw. Kelompok tersebut terdiri dari perwakilan tiap kelompok belajar di

kelas.

d. Perintahkan anggota kelompok jigsaw untuk mengajarkan satu sama lain

apa yang telah mereka pelajari

Diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran. Diskusi dilakukan

antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

Menurut Trianto (2002: 72), langkah-langkah pembelajara Kooperatif model

Make A Match:

a. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotatanya 5-6

orang)

Page 7: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

12

b. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah

dibagi-bagi menjadi beberapa subbab

c. Setiap anggota kelompok membaca subbab yang ditugaskan dan

bertanggung jawab untuk mempelajarinya

d. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari subbab yang sama

bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya

e. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas

mengajar teman-temanya

f. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan

berupa kuis individu

Make A Match II dikembangkan oleh Slavin. Dalam belajar kooperative

Jigsaw tipe II, siswa dikelompokan secara heterogen dalam kemampuan. Siswa

diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari.

Masing-masing anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi ahli

(expect) pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan

mempelajari materi, ”ahli” dari kelompok berbeda berkumpul untuk

mendiskusikan topik yang sama dari kelompok lain sampai mereka menjadi ”ahli”

di konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke kelompok semula untuk

mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya. Terakhir

diberikan tes atau assessment yang lain pada semua topik yang diberikan.

Langkah-langkah pembelajaran Make A Match II :

a. Orientasi. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan diberikan.

Siswa diminta belajar konsep secara keseluruhan untuk memperoleh

gambaran keseluruhan dari konsep.

b. Pengelompokan. Guru membagi kelompok yang isi tiap-tiap grupnya

heterogen

c. Pembentukan dan pembinaan kelompok expert. Setiap kelompok

diharapkan bisa belajar topik yang diberikan dengan sebaik-baiknya

sebelum ia kembali ke dalam grup sebagai tim ahli”expert”.

Page 8: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

13

d. Diskusi (Pemaparan) kelompok ahli dalam grup. Peserta didik ahli dalam

konsep tertentu ini, masing-masing kembali dalam grup semula. Salah satu

anggota grup mempresentasikan keahlianya kepada grupnya masing-

masing. Proses ini diharapkan akan terjadi sharing pengetahuan antar

mereka.

e. Tes (Penilaian). Dalam hal ini, guru memberikan tes tulis untuk dikerjakan

oleh siswa yang memuat seluruh konsep yang didiskusikan.

f. Pengakuan kelompok. Penilaian pada pembelajaran ini berdasarkan pada

skor peningkatan individu, tidak didasarkan pada skor akhir yang

diperoleh siswa.

Dari berbagai pendapat, maka dapat digambarkan bagan langkah-langkah

diskusi Make A Match:

Gambar 2.2 Bagan Proses Diskusi Make A Match

Diskusi Pembagian Materi

A B

C D

A B

C D

A B

C D

A B

C D

A B

C D

A B

C D

A A A

A A A

B B B

B B B

C C C

C C C

D D D

D D D

A B

C D

A B

C D

A B

C D

A B

C D

A B

C D

A B

C D

Dari keterangan bagan di atas, dapat dijelaskan secara rinci langkah-langkah

pelaksanaan cooperative model Make A Match :

Diskusi Pendalaman Materi

Diskusi Share

Page 9: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

14

a. Persiapan diskusi Make A Match

Dalam persipan diskusi Make A Match, kegiatan yang dilakukan adalah

guru menganalisis materi (analisis konsep), guru menemukan materi

prerequisite, guru membahas materi prerequisite terlebih dahulu, guru

mengelompokan materi yang sebanding, guru membagi kelompok

sejumlah materi.

b. Diskusi Pembagian Materi

Dalam diskusi pembagian materi, kegiatan yang dilakukan adalah guru

membagi kelompok sejumlah materi, siswa mendapatkan materi sendiri-

sendiri, guru membagi materi dengan pertanyaan fokus, siswa membaca

materi sesuai dengan tugas pembagianya.

c. Diskusi Pendalaman Materi

Dalam diskusi pendalaman materi, kegiatan yang dilakukan adalah siswa

melakukan diskusi pendalaman materi, guru melibatkan diri ke kelompok-

kelompok, guru mendorong siswa menemukan substansi esensial.

d. Uji Kompetensi Diskusi

Dalam langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah siswa mengerjakan

ujian kompetensi diskusi, guru memperbaiki melalui diskusi dengan guru,

guru memberikan pengayaan kepada siswa.

e. Diskusi Share

Dalam langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah siswa bertukar

pendapat dengan teman dalam satu kelompok, siswa berusaha

menerangkan materinya ke kelompoknya, guru memberikan masukkan.

f. Refleksi

Dalam langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah siswa menyampaikan

kesan terhadap pembelajaran, siswa mencatat atau membuat rangkuman

tentang apa yang telah dipelajari.

g. Uji Kompetensi Individu

Dalam langkah ini, kegiatan yang dilakukan adalah guru memberikan uji

kompetensi secara individu, guru melaksanakan remidi bagi siswa yang

Page 10: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

15

belum tuntas, guru memberikan pengayaan

1.7.Kelebihan dan Kelemahan Kooperative Model Make A Match

Kelebihan Kooperative model Make A Match; 1) meningkatkan rasa

tanggungjawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan pembelajaran orang

lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga

harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada anggota

kelompoknya yang lain, 2) meningkatkan kerjasama secara kooperatif untuk

mempelajari materi yang ditugaskan, 3) dapat mengembangkan tingkah laku

kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa, dan dapat mengembangkan

kemampuan akademis siswa, 4) interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif

dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual

siswa, 5) dapat memperbaiki hubungan antar suku dan etnis dalam kelas

multibudaya dan memperbaiki hubungan antara siswa normal dan siswa

penyandang cacat.

Kelemahan Kooperative Model Make A Match adalah :1) prinsip utama

pola pembelajaran ini adalah pembelajaran oleh teman sendiri, ini akan menjadi

kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami suatu konsep yang akan

didiskusikan bersama dengan siswa lain, 2) dirasa sulit meyakinkan siswa untuk

mampu berdiskusi menyampaikan materi kepada teman, jika siswa tidak punya

rasa percaya diri, 3) awal penggunaan model ini biasanya sulit dikendalikan,

biasanya butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model

pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik, 4) aplikasi model ini pada kelas yang

besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit.

2.1.8. Memahami Bacaan

Anderson,dkk (1985) dalam Sabarti Achiadah M.K, dkk

( 1992:22 ) memandang membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna

suatu tulisan. Sedang Robert dan Wilson dalam Sabarti Achiadah M. K. dkk

(1992:23 ) menyimpulkan bahwa membaca merupakan suatu proses

Page 11: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

16

penerjemahan tanda-tanda dan lambang-lambang ke dalam makna serta

pemanduaan makna baru kedalam sistim kognitif dan afektif yang telah dimiliki

pembaca.

W.J.S Poerwodarminto ( 1976:71 ) dalam Drs. Muchlisoh dkk (1992:119)

mengatakan bahwa membaca yaitu melihat sambil melisankan suatu tulisan

dengan tujuan memahami isinya.

Sedang pendapat Dr. Henry Guntur Tarigan (1983:2 ) dalam Drs.

Muchlisoh (1992:119 ) bahwa mengungkapkan membaca yaitu proses

pemerolehan pesan yang disampaikan oleh seorang penulis melalui tulisan.

Pendapat lain dikemukakan oleh A.S Broto (…;58 ) dalam Drs. Muchlisoh

(1992:119 ) bahwa membaca yaitu mengucapkan lambang bunyi.

Dengan demikian hakikat membaca sebenarnya adalah untuk memahami

hasil karya tertulis memerlukan penghayatan dan pemahaman isi dari tulisan

tersebut

.

2.1.9. Pengertian Media

Secara harfiah kata ‘media’ yang dalam bahasa latin disebut medium berarti

perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari

pengirim kepada penerima. Banyak para pakar yang memberi batasan tentang

media.Assosiation of Education and Communication Technology (AECT)

membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk

menyampaiakan pesan dan informasi.Selain itu Gagne (1970) menyatakan, bahwa

media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat

merangsang kegiatan belajar.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa media pendidikan

adalah alat atau bahan yang digunakan dalam proses pengajaran atau

pembelajaran (2002: 726). Ruseffendi (1982) menyatakan bahwa media

pendidikan adalah perangkat lunak (soft ware) dan atau perangkat keras (hard

ware) yang berfungsi sebagai alat belajar dan alat bantu belajar.

Sementara itu Brown, dkk (dalam Pengembangan Bahan dan Media

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia: Bahan PTBK Guru Mapel Bahasa dan

Page 12: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

17

Sastra Indonesia.Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat

Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, hal. 18) membuat

klasifikasi media pembelajaran yang sangat lengkap yang mencakup sarana

belajar (equipment for learning) , sarana pendidikan untuk belajar (educational

media for learning), dan fasilitas belajar (facilities forlearning). Sarana belajar

mencakup tape recorder, radio, OHP, video player, televisi, laboratorium

elektronik, telepon, kamera, dan lain-lain.

Sarana pendidikan untuk belajar mencakup buku teks, buku penunjang,

ensiklopedi, majalah, surat kabar, kliping, program TV, program radio, gambar

dan lukisan, peta, globe, poster, kartun, boneka, papan planel, papan tulis, dan

lain-lain. Fasilitas belajar mencakup gedung, kelas, ruang diskusi, laboratorium,

studio, perpustakaan, tempat bermain, dan lain-lain.

Dari berbagai sumber dan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat berfungsi sebagai alat bantu

belajar siswa sehingga siswa dapat lebih mudah untuk mempelajari materi

pelajaran. Dengan kata lain, ketepatan guru dalam memilih dan menggunakan

media pembelajaran akan menentukan keberhasilan pembelajaran. Hal tersebut

terjadi karena siswa akan lebih terbantu dalam mempelajari dan memahami materi

pelajaran.

2.1.10. Klasifikasi Media Pembelajaran

Menurut Briggs (1986: 23) mengemukakan bahwa media pembelajaran ada 13

bagian yaitu : a) objek, b) model, c) suara, d) langsung, e) rekaman, f) audio, g)

media cetak, h) pembelajaran terprogram, i) papan tulis, j) media transparan, k)

film rangkai, l) film bingkai, m) film televisi dan gambar.

Sedangkan Amir Hamzah Sulaiman (Nyoman S. Degeng 1993: 5)

menggolongkan media sebagai berikut: a) Alat-alat audio, alat-alat yang

menghasilkan bunyi atau suara. b) Alat-alat visual yaitu alat-alat yang dapat

memperlihatkan bentuk atau rupa yang kita kenal sebagai alat peraga.

Alat-alat visual dibedakan menjadi:

Page 13: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

18

a. Alat-alat visual dua dimensi yang dibagi-bagi menjadi alat-alat visual dua

dimensi pada bidang yang tidak transparan dan alat-alat visual dua dimensi

pada bidang transparan dan

b. Alat-alat visual tiga dimensi.

Sementara Rudy Bratz dalam Arief S. Sadiman (1986:20)

mengklasifikasikan media pembelajaran, yaitu : a) media audio visual gerak,

b) media audio visual diam, c) media audio visual semi gerak, d) media visual

gerak, e) media visual diam, f) media semi gerak, g) media audio dan h)

media cetak. Selanjutnya Gagne dalam Arief S. Sadiman (1986: 23)

mengklasifikasikan media pembelajaran, yaitu a) benda didemonstrasikan, b)

komunikasi lisan, c) media cetak, d) gambar diam, e) gambar gerak, f) film

bersuara, dan g) mesin belajar. Masih banyak lagi yang dikemukakan oleh

para ahli, secara umum mereka berpendapat media pendidikan dapat

diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : visual, audio dan audio visual.

Berdasarkan uraian tentang klasifikasi media pembelajaran di atas, maka media

Baba termasuk media cetak.Media cetak biasanya diartikan sebagai bahan yang

diproduksi melalui percetakan professional atau pun produksi sendiri.Penggunaan

media cetak ada beberapa keuntungan dan kelemahannya. Keuntungan media

cetak adalah : a) media cetak relative murah; b) penggunaannya mudah; c) lebih

luwes dalam pengertian mudah digunakan, dibawa atau dipindahkan.

Kelemahannya dari media cetak adalah : a) jika tidak dirancang dengan baik

membosankan; dan b) kurang memberikan suasana yang hidup.

2.1.11. Fungsi Media Pembelajaran

Menurut Derek Rowtree dalam Imam Supardi (1987: 11) fungsi media

pembelajaran sebagai berikut:

a. Membangkitkan motivasi belajar.

b. Menyediakan stimulus belajar bagi siswa.

c. Membantu siswa untuk mengulang atau mempelajari kembali pelajaran

yang telah diterima.

d. Dapat memberikan umpan balik dengan segera baik siswa maupun guru.

Page 14: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

19

Sedangkan menurut Nyoman S. Degeng (1993:24) secara garis besar fungsi

media pembelajaran sebagai berikut:

a. Menghindari terjadinya verbalisme.

b. Membangkitkan minat/motivasi.

c. Menarik perhatian siswa.

d. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan ukuran.

e. Mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar.

f. Mengaktifkan pemberian rangsangan untuk belajar.

Berdasarkan fungsi-fungsi di atas selanjutnya dapat dikemukakan bahwa

fungsi media pendidikan adalah : a) mengurangi verbalisme, b) mengatasi

keterbatasan ruang, waktu dan ukuran, c) dapat memberikan umpan balik dengan

segera baik siswa maupun guru dan d) mengefektifkan pemberian rangsangan

untuk belajar.

2.1.12. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan salah satu sarana untuk lebih

mengefektifkan dalam proses belajar mengajar di sekolah, ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam pemilihan media, yang perlu diperhatikan antara lain:

tujuan, ketepatgunaan, keadaan siswa, ketersediaan, mutu teknis dan biaya yang

tersedia dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Tujuan: pendidikan yang dipilih hendaknya menunjang tujuan pengajaran

yang telah dirumuskan.

b. Ketepatgunaan: jika materi yang kita pelajari sesuai dengan tujuan yang

telah dirumuskan, maka guru harus memilih media yang sesuai.

c. Keadaan: harus sesuai keadaan, kemampuan siswa dan besar kecilnya

kelas.

d. Ketersediaan: ada atau tidaknya media yang diperlukan apabila mungkin

guru membuat sendiri.

e. Mutu teknis: harus betul-betul sesuai dan cocok untuk dugunakan sebagai

alat Bantu di sekolah.

f. Biaya: biaya yang dikeluarkan sesuai dengan hasil yang dicapai.

Page 15: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

20

Sedangkan menurut Dick Caray dalam Arief S. Sadiman (1986:36) hal-hal yang

menjadi kriteria dalam pemilihan media pendidikan adalah sebagai berikut:

a. Kesesuaian dengan tujuan perilaku belajar.

b. Ketersediaan sumber setempat.

c. Ketersediaan dana, tenaga, fasilitas untuk membeli dan memproduksi.

d. Keluwesan, keaktifan, ketahanan media untuk waktu yang lama.

e. Efektifitas biaya dalam jangka waktu yang panjang.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa kriteria pemilihan media

pembelajaran perlu memperhatikan antara lain : tujuan, keadaan, ketersediaan

sumber setempat, mutu teknis dan dana.

2.2.1 Media Pembelajaran Kartu Kata

Media pembelajaran adalah alat atau materi lain yang menyajikan bentuk

informasi secara lengkap dan dapat menunjang proses belajar mengajar. Kartu

Kata yang dimaksud dalam tulisan ini adalah satu jenis media yang kartu

berukuran 4 cm x 5 cm, yang ditulis dengan kata-kata.Kata-kata tersebut

selanjutnya dibuka dan disebarkan, siswa disuruh untuk membaca setelah

dirangkai menjadi suatu kalimat.

Membaca lancar yang dimaksud dalam tulisan ini adalah salah satu jenis

membaca yang dilakukan secara lancar.Tujuan kegiatan membaca adalah agar

pembaca memahami suatu kalimat dan dapat membaca dengan intonasi kalimat

yang tepat dan ketepatan membaca huruf per huruf. Soedarso (1988) menjelaskan

bahwa dalam membaca lancar terkandung di dalamnya pemahaman yang cepat

pula, bahkan pemahaman inilah yang menjadi pangkal penolakan pembahasan,

bukannya kecepatan.

Kesalahan umum yang sering dilakukan oleh seseorang dalam membaca

adalah mereka terlalu menekuni detail sehingga kehilangan ide sentralnya.

Menemukan ide pokok suatu paragraf atau bacaan adalah kunci untuk mengerti

apa isi bacaan. Lebih lanjut Soedarso menjelaskan bahwa pada hakikatnya,

membaca lancar adalah keterampilan memilih isi bahan yang harus dibaca sesuai

dengan tujuan kita, yang ada relevansinya dengan kita, tanpa membuang-buang

Page 16: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

21

waktu untuk menekuni bagian-bagian lain yang tidak kita perlukan. Karena

kebiasaan yang salah yang kita bawa dari kecil ketika kita belajar membaca, cara

membaca kita menjadi lambat. Keadaan tersebut dipacu oleh beberapa kebiasaan

yang salah, di antaranya vokalisasi ,gerakan bibir, gerakan kepala, menunjuk

dengan jari, regresi dan subvokalisasi. Vokalisasi atau membaca dengan bersuara,

menggerakkan bibir, menunjuk kata demi kata dengan jari, dan menggerakkan

kepala dari kiri ke kanan, seperti dilakukan semasa kanak-kanak, merupakan

kebiasaan yang menghambat kecepatan membaca. Dengan menggerakkan bibir

ataupun bersuara (mengucapkan kata demi kata) kecepatan membaca menjadi

amat berkurang, yaitu hanya seperempatnya jika kita membaca secara diam.

Kecepatan menjadi berkurang karena orang lebih memperhatikan pengucapannya

daripada menangkap ide yang terkandung dalam sebuah tulisan.

Dijelaskan oleh Rose bahwa mata menerima informasi jauh lebih cepat

daripada telinga.Oleh karena itu, kita tidak boleh ‘mendengar’ perkataan dalam

benak kita ketika kita sedang membaca.Apabila hal tersebut tetap kita lakukan

berarti kita benar-benar telah melambatkan pembacaan kita.Kita hanya dapat

‘mendengar’ perkataan sekitar 250 kata per menit, tetapi kita dapat melihat kata

dengan kecepatan 2.000 kata per menit atau lebih. Hal sama dijelaskan juga oleh

Hernowo (editor) dalam Quantum Reading: Cara Cepat dan Bermanfaat untuk

Merangsang Munculnya Potensi Membaca (2005: 142). Hal yang sama juga

terjadi pula ketika seseorang menggerakkan kepala dan menunjuk teks bacaan

dengan tangan. Hal ini disebabkan gerakan mata serta proses di otak jauh lebih

cepat daripada gerakan kepala dan tangan itu. Lebih lanjut Soedarso menjelaskan

bahwa kebiasaan-kebiasaan yang melibatkan fisik itu dapat diatasi bahkan

dihilangkan asalkan pada diri siswa kita latihkan cara-cara penanggulangannya.

Waktu yang kita gunakan untuk menghilangkan kebiasaan-kebiasaan negatif

tersebut sekitar dua minggu.

Hambatan lain yang sulit diatasi adalah regresi atau mengulangi pembacaan

beberapa kata ke belakang. Ditegaskan lagi oleh Rose (dalam K.U.A.S.A.I Lebih

Cepat Pembelajaran Accelerated Learning, karya terjemahan Femy Syahrani)

bahwa dengan membaca ulang seperti itu berarti kecepatan membaca

Page 17: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

22

seseorangakan terpotong sepertiganya (1999: 68). Hal sama dijelaskan oleh

Hernowo (editor) dalam Quantum Reading: Cara Cepat nan Bermanfaat untuk

Merangsang Munculnya Potensi Membaca (2005: 143). Kebiasaan regresi ini

disebabkan melamun atau kurang berkonsentrasi sewaktu membaca. Dengan kata

lain, secara mental siswa mengerjakan hal lain di tempat lain sementara ia sedang

membaca di sini. Kebiasaan beregresi akan dapat dihilangkan dengan

memanfaatkan media ‘teks berjalan’. Huruf-huruf yang cepat menghilang

membuat siswa bergegas menyelesaikan pembacaan sehingga mereka tidak

berkesempatan melakukan regresi (mengulang).

Dari uaraian di atas dapat kita ambil simpulan tentang manfaat menggunakan

media pembelajaran kartu katasecara langsung atau tidak langsung beberapa

kebiasaan salah tersebut akan dapat dihilangkan atau paling tidak dikurangi.

Dengan demikian diharapkan akan terjadi peningkatan kemampuan membaca

sekaligus peningkatan keberhasilan pembelajaran membaca lancar.

2.2.2. Kelebihan Kartu Kata

Dalam penggunaan Kartu Kata ini, apabila sesuai dengan materi yang diajarkan,

situasi dan kondisi siswa, guru dan kelas maka banyak kelebihannya yaitu antara

lain:

a. Siswa bersungguh-sungguh mempelajari materi pelajaran.

b.Dengan kata-kata itu akan memperkuat asosiasi.

c.Siswa memiliki keterampilan yang diajarkan.

d.Menambah kepercayaan diri terhadap siswa. (Sudaryo, dkk, 1991: 48)

2.2.2.1. Kekurangan Kartu Kata

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dalam penggunaan Kartu

Kata, maka hal-hal yang menjadi kekurangn / kelemahan kartu kataini harus

diperhatikan, yaitu antara lain:

a. Siswa hanya mau belajar jika ditugaskan saja

b. Apa bila siswa kurang dalam persipan, membuat:

1. Suasana menakutkan, takut salah, panik pada waktu ditanya.

Page 18: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

23

2. Siswa yang belum siap mungkin membuat mereka tidak masuk sekolah.

c. Waktu yang terbatas, membuat tidak dapat giliran bagi semua pelajar.

d. Membutuhkan bahan /alat yang cukup di dalam melatih/latihan keterampilan

sesuai sasaran yang dicapai.

Tabel 2.3

Langkah penerepan metode Make A Match dengan kartu kata

TAHAPAN AKTIVITAS KETERANGAN

Pendahulua

n

1. Guru mengajak semua siswa berdo’a

bersama-sama.

2. Menyiapkan alat dan media pembelajaran

yang digunakan.

3. Mengkondisikan kelas.

4. Mengecek kehadiran siswa.

5. Menuliskan tujuan pelajaran

6. Melakukan appersepsi yaitu dengan

menampilkan gambar di depan kelas

Inti Eksplorasi:

1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran

yang akan dicapai

2. Guru menjelaskan materi pembelajaran

dengan menggunakan media yang telah

disiapkan guru berupa gambar.

3. Guru melakukan tanya jawab dengan

siswa.

4. Guru menyiapkan beberapa kartu yang

berisi beberapa konsep atau topik yang

cocok untuk sesi review, satu bagian kartu

soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

Elaborasi :

1. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu

Page 19: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

24

yang bertuliskan soal/jawaban.

2. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari

kartu yang dipegang.

3. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang

cocok dengan kartunya yang dipegangnya.

4. Setiap siswa yang dapat mencocokkan

kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

5. Jika siswa tidak dapat mencocokkan

kartunya dengan kartu temannya (tidak

dapat menemukan kartu soal atau kartu

jawaban) akan mendapatkan hukuman,

yang telah disepakati bersama.

6. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar

tiap siswa mendapat kartu yang berbeda

dari sebelumnya, demikian seterusnya.

7. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau

3 siswa lainnya yang memegang kartu

yang cocok.

Konfirmasi :

1. Guru melakukan kegiatan refleksi

2. Guru dan siswa menyimpulkan pelajaran

bersama-sama

3. Siswa mengerjakan soal evaluasi yang

diberikan guru, soal evaluasi tersebut

dikerjakan secara individu

4. Guru memberikan saran dan nasihat

Penutup 1. Guru mengajukan pertanyaan materi yang

diajarkan.

2. Siswa mengumpulkan tugas sesuai materi

yang diajarkan.

3. Guru menutup kegiatan dengan berdoa.

Page 20: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

25

a. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Aminah(2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Keterampilan

Membaca Lancar melalui Permainan Kartu Kata pada Siswa Kelas I Sekolah

Dasar SDN Petompon 02 Semarang” menyatakan bahwa kesulitan belajar

membaca lancar yang dialami peserta didik,beraneka macam, sesuai dengan

tingkatan kelas dan kompetensi dasar dari masing-masing dan teknik remedial

teaching yang diberikan oleh guru kurang bervariasi dan mengakibatkan peserta

didik mudah jenuh dalam mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia.

Somantri Tisep Dali (2011) tentang “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Dalam Mata Pelajaran B.Indonesia Melalui Model Pembelajaran Make A Match”

mengemukakan bahwa teknik Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar

B. Indonesia kelas 2, hal ini dapat dibuktikan pada hasil belajar siswa yang

meningkat. Pada siklus satu mengalami peningkatan nilai rata-rata 9,4 angka yaitu

dari nilai rata-rata 55 sebelum penerapan model pembelajaran Make a Match

menjadi 64,4. Padasiklus II terjadi hasil belajar siswa mencapai rata-rata 80,88,

dan ketuntasan belajar mencapai 76%.

Riswati (2011) Pembelajaran Cooperatif Learning Tipe Make a Match

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPS Materi Kegiatan

Ekonomi di Indonesia. Mengemukakan bahwa hal ini terlihat dari meningkatnya

nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa. Hasil penelitian tindakan

kelompok yang telah dilaksanakan, pada siklus 1 nilai rata-rata kelompok siswa

meningkat menjadi 65,7 dengan ketuntasan belajar mencapai 68% (23 dari 34

siswa mencapai KKM). Sedangkan pada siklus II nilai rata-rata kelompok

lebih meningkat menjadi 78,8 dengan ketuntasan belajar sebesar 88% (29 dari 34

siswa mencapai KKM).

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mempunyai persamaan, yaitu sama-

sama meneliti kesulitan belajar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Akan

tetapi, penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan subjek penelitian kelas II

SD Negeri 2 Kutosari Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen

Page 21: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

26

b. Kerangka Berfikir

Didalam penelitian ini sebagai variabel masalah adalah hasil belajar

Bahasa Indonesia sedangkan sebagai variabel tindakan adalah penggunaan

Kartu Kata. Maka berdasarkan kajian teori kerangka berpikir di atas diduga

bahwa melalui pemanfaatan Kartu Kata dapat meningkatkan hasil belajar

Bahasa Indonesia kompetensi dasar memahami bacaan. Hal tersebut dapat

dilihat dari bentuk Penelitian Tindakan Kelas seperti skema berikutini :

Gambar 2.2. Kerangka berpikir PTK dari kondisi awal sampai akhir.

Penjelasan Gambar

i. Kondisi Awal

Kondisi ini adalah kondisi dari hasil tes formatif siswa kelas II dan

berdasarkan hasil pengamatan peneliti melaksanakan kegiatan belajar mengajar

menggunakan metode pembelajaran yang sehari-hari ternyata hasilnya sangat

rendah. Maka perlu mengadakan perubahan cara ataupun bentuk lain yang dapat

meningkatkan hasil belajar.

ii. Tindakan

Setelah melihat kenyataan bahwa hasil belajarnya rendah maka pada kegiatan

ini peneliti sebagai guru melakukan kegiatan belajar mengajar menggunakan alat

peraga kartu kata dalam perbaikan pembelajaran, sehingga kegiatan guru selaku

pengajar dalam melaksanakan pembelajarannya langsung mengumpulkan data

Menggunakan metode make a

match denganmedia kartu kata

dalampembelajaran Bahasa

Indoesia

Hasil Belajar Bahasa

Indonesia rendah

maka perlu adanya

penggunaan solusi lain

Guru:

Belum menggunakan

media kartu kata dalam

pembelajaran Bahasa

Indoenesia

Hasil belajar meningkat

KONDISI

AWAL

TINDAKAN

KONDISI

AKHIR

1. Siswa aktif

2. Lebih mudah

memahami

3. Presentasi nilai

naik.

4. Kegiatan lebih

menyenangkan

n

Page 22: Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8053/2/T1_262012627_BAB II.pdf · Match juga cocok untuk semua kelas atau tingkatan

27

untuk tindakan perbaikan pembelajaran berikutnya yang dibantu oleh teman sejawat

selaku observer untuk mengamati kegiatan belajar mengajar.

Pada kegiatan ini peneliti menggunakan tahapan-tahapan (siklus), yaitu

direncanakan dengan menggunakan 2 siklus.Siklus I sebagai perbaikan

pembelajaran dari kondisi awal dan siklus II sebagai tindakan dan perbaikan

pembelajaran dari siklus I Setiap siklus menggunakan langkah-langkah

perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi diri.

iii. Kondisi Akhir

Dalam kondisi akhir ini merupakan dugaan dari peneliti setelah melakukan

tindakan perbaikan pembelajaran. Dengan menggunakan Kartu Kata dan

melakukan perencanaan yang matang serta melakukan tindakan perbaikan tersebut

diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat sesuai dengan yang diharapkan

Dengan penggunaan kartu kata dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

yang tepat dan menarik, akan memotivasi minat belajar siswa, media

merupakan perantara pesan, dan siswa kelas II, berdasarkan perkembangan

belajar menurut Peaget masih dalam tah

c. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori yang diuraikan di atas maka patut diduga bahwa

penggunaan model membelajaran kooperatif tipe Make A Match berbantuan

media kartu kata dapat meningkatkan kemampuan memahami bacaan bagi siswa

kelas II SD Negri 2 Kutosari Kecamatan Kebumen Semester 2 Tahun Pelajaran

2012/2013.