penggunaan antihistamin dalam dermatolog1 revisi

Upload: dwi-nuraktafiani-syaing

Post on 03-Mar-2016

58 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

DERMATOLOGI

TRANSCRIPT

2

PENGGUNAAN ANTIHISTAMIN DALAM DERMATOLOGIDwi Nur Akta Fiani Syaing, Nelly Herfina DahlanI. PendahuluanHistamin dan serotonin (5-hidroksitriptamin) didapatkan pada banyak jaringan, memiliki efek fisiologis dan patalogis yang kompleks melalui berbagai subtipe reseptor, dan sering kali dilepaskan setempat. Histamin dan serotonin bersama dengan peptide endogen, prostaglandin, dan leukotrien kadang-kadang disebut autokid atau hormon lokal. Histamin dihasilkan oleh bakteri yang mengkontaminasi ergot. Pada awal abad ke-19, Histamin dapat diisolasi dari jaringan hati dan paru-paru segar. Histamin juga ditemukan pada berbagai jaringan tubuh, oleh karena itu diberi nama Histamin (histos=jaringan). Hipotesis mengenai peran fisiologis Histamin didasarkan pada adanya persamaan antara efek Histamin dan gejala-gejala syok anafilaktik dan trauma jaringan. Meskipun didapatkan perbedaan diantara spesies, pada manusia Histamin merupakan mediator yang penting pada reaksi alergi tipe segera (immediate) dan reaksi inflamasi; selain itu Histamin memiliki peran penting dalam sekresi asam lambung; dan berfungsi sebagai suatu neurotransmitter dan neuromodulator.1Sewaktu diketahui bahwa Histamin mempengaruhi banyak proses fisiologik dan patalogik, maka dicarikan obat yang dapat mengantagonis efek Histamin. Epinefrin merupakan antagonis fisiologik pertama yang digunakan. antara tahun 1937-1972, beratus-ratus antihistamin ditemukan dan sebagian digunakan dalam terapi, tetapi efeknya tidak banyak berbeda. Antihistamin misalnya antergan, neoantergan, difenhidramin, dan tripelenamin dalam dosis terapi efektif untuk mengobati edema, eritem dan pruritus tetapi tidak dapat melawan efek hipersekresi asam lambung akibat histamin. Antihistamin tersebut digolongkan dalam antihistamin penghambat reseptor H1 (AH1). Sejak Bovet dan Staub (1937) menemukan ikatan amin berisi ether phenolic yang bersifat antagonis terhadap efek Histamin pada reseptor H1, maka bahan tersebut kemudian dikembangkan menjadi bahan obat antihistamin tahun 1940. Antihistamin yang aman dan efektif untuk pengobatan pertama kali dilaporkan oleh Bovet dan Walthert (1944) yang menggunakan mepyramine (phenothrazine) dan O leary menggunakan diphenhydramine untuk pengobatan urtikaria kronik. 1,2Fakta menunjukan antihistamin ini tidak seluruhnya bisa menghambat efek histamin di mukosa lambung, hal ini menunjukkan adanya reseptor Histamin lain yang kemudian dikenal sebagai reseptor H2. Disusul dengan didapatkannya reseptor H3 pada jaringan sistem saraf pusat, saraf perifer dan bronkus serta reseptor Hic yang bekerja sebagai messenger intraseluler berperan dalam pertumbuhan sel yang penerapannya di bidang dermatologi belum diketahui, Sesudah tahun 1972, ditemukan kelompok antihistamin baru, yaitu buriramid, metiamid dan simetid yang dapat menghambat sekresi asam lambung akibat Histamin. Kedua jenis antihistamin ini bekerja secara kompetetif, yaitu dengan, menghambat antihistamin dan reseptor H1 dan H2.1,2II. DEFINISIHistamin merupakan salah satu mediator yang dilepaskan sel mast dan basofil dan berperan penting dalam patogenesis penyakit alergi, termasuk urtikaria.1 Pada urtikaria, histamin yang dilepaskan akan menimbulkan vasodilatasi yang menimbulkan red flare atau kemerahan dan peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga dalam beberapa menit dan terjadi pembengkakan kulit setempat yang berbatas jelas.3Antihistamin (AH) adalah zat yang digunakan untuk mencegah atau menghambat kerja Histamin pada reseptornya. Antihistamin secara luas telah digunakan sebagai pengobatan dalam bidang dermatologi, terutama antihistamin H1 dan H2. Secara umum, AH dapat menghambat efek yang ditimbulkan oleh Histamin, yaitu menghambat vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang secara klinis berupa eritem, urtika dan rasa gatal. Antihistamin yang sering digunakan yaitu; klorferamin, difenhidramin, hidroksizin, loratadin, cetirizin dan feksofenadin.4Antihistamin adalah zat yang digunakan untuk mencegah atau menghambat kerja histamin pada reseptornya. Histamin sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu histos yang berarti jaringan, adalah autakoid yang berperan penting pada aktivitas organ tubuh baik pada proses yang fisiologis maupun patologis.4III. MEKANISME KERJA HISTAMINHistamin merupakan 2-(4-imidazoil) etilamin, didapatkan pada tanaman maupun jaringan hewan serta merupakan komponen dari beberapa racun dan sekret sengatan binatang. Histamin dibentuk dari asam amino L-histidin dengan cara dekarboksilasi oleh enzim histidin dekarboksilase, dan memerlukan piridoksal fosfat sebagai kofaktor.1Histamin bekerja dengan menduduki reseptor tertentu pada sel yang terdapat pada permukaan membran. Dewasa ini didapatkan 3 jenis reseptor Histamin H1, H2, H3; reseptor tersebut termasuk golongan reseptor yang berpasangan dengan protein G. pada otak, reseptor H1, dan H2 terletak pada membran pascasinaptik, sedangkan reseptor H3 terutama prasipnatik.1Aktivasi reseptor H1, yang terdapat pada endotel dan sel otot polos, menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan sekresi mukus. Sebagian dari efek tersebut mungkin diperantarai oleh peningkatan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) di dalam sel. Histamin juga berperan sebagai neurotransmiter dalam susunan saraf pusat.1Reseptor H2 didapatkan pada mukosa lambung, sel otot jantung, dan beberapa sel imun. Aktivasi reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung. Selain itu juga berperan dalam menyebabkan vasodilatasi dan flushing. Histamin menstimulasi sekresi asam lambung, meningkatkan kadar cAMP dan menurunkan kadar cGMP, sedangkan antihistamin H2 menghambat efek tersebut. Pada otot bronkus aktivasi reseptor H1 oleh Histamin menyebabkan bronkokontriksi reseptor H2 akan menyebabkan relaksasi.1Reseptor H3 berfungsi sebagai penghambat umpan balik pada berbagai sistem organ. Aktivasi reseptor H3 yang didapatkan di berbagai daerah di otak mengurangi pelepasan transmiter baik Histamin maupun norepinefrin, serotonin dan asetilkolin. Meskipun agonis reseptor H3 berpotensi untuk digunakan antara lain sebagai gastroprotektif, dan antagonis reseptor H3 antara lain berpotensi untuk digunakan sebagai antiobesitas, sampai saat ini belum ada agonis maupun antagonis reseptor H3 yang diizinkan untuk digunakan di klinik.1IV. KLASIFIKASI ANTIHISTAMINHistamin sudah lama dikenal karena merupakan mediator utama timbulnya peradangan dan gejala alergi. Mekanisme kerja obat antihistamin dalam menghilangkan gejala-gejala alergi berlangsung melalui kompetisi dengan menghambat histamin berikatan dengan reseptor H1 atau H2 di organ sasaran. Histamin yang kadarnya tinggi akan memunculkan lebih banyak reseptor H1. Reseptor yang baru tersebut akan diisi oleh antihistamin. Peristiwa molekular ini akan mencegah untuk sementara timbulnya reaksi alergi.5Reseptor H1 diketahui terdapat di otak, retina, medula adrenal, hati, sel endotel, pembuluh darah otak, limfosit, otot polos saluran nafas, saluran cerna, saluran genitourinarius dan jaringan vaskular. Reseptor H2 terdapat di saluran cerna dan dalam jantung. Sedangkan reseptor H3 terdapat di korteks serebri dan otot polos bronkus. Di kulit juga terdapat reseptor H3 yang merupakan autoreseptor, mengatur pelepasan dan sintesis histamin. Namun, peranan dalam menimbulkan gatal dan inflamasi masih belum jelas.5Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas yaitu menghambat Histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat antihistamin dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 (antihistamin 1, AH1) dan reseptor H2 (AH2).6Antihistamin H1 generasi pertama yaitu klorfeniramin, siproheptadin, difenhidramin, hidroksizin, tripenelamin. Antihistamin H1 generasi kedua yaitu akrivastin, azelastin, setirizin, desloratadin, ebastin, feksofenadin, levosetirizin, loratadin, dan mizolastin. Antihistamin H1 generasi ketiga terdiri dari feksofenadin, noraztemizole dan deskarboetoksi loratadin (DCL). Antihistamin H2 terdiri dari simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.3A. Antihistamin tipe H-1Seperti yang telah disebutkan sebelumnya antihistamin H1 memiliki 3 generasi. Antihistamin generasi pertama, kedua, dan ketiga. Perbedaan utama antara generasi pertama dan kedua obat antihistamin H1 adalah kecenderungan dalam menyebabkan efek samping terhadap sistem saraf pusat (SSP). Sifat lipofilik dari antihistamin generasi pertama memungkinkan untuk menembus sawar otak sehingga menimbulkan efek sedatif sedangkan antihistamin generasi kedua memiliki efek sedatif yang lebih ringan karena distribusinya kurang lengkap pada SSP. Sedangkan antihistamin generasi ketiga merupakan metabolit antihistamin generasi kedua. Tujuan mengembangkan antihistamin generasi ketiga adalah menyederhanakan farmakokinetik dan metabolismenya, serta menghindari efek samping yang berkaitan dengan obat sebelumnya.31. AH-1 generasi I (klasik/sedatif)Yang termasuk golongan ini adalah: a. Alkilamin (propilamin) : bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat dan tanat, deksbromfeniramin maleat, deksklorfeniramin maleat, dimentinden maleat, tripolidin hidroklorida, feniramin maleat/pirilamin maleatb. Etanolamin (Aminoalkil eter) :karbioksamin maleat, difenhidramin sitrat dan hidroklorida, doksilamin suksinat, embramin hidroklorida, mefenhidramin metilsulfat, trimetobenzamin sitrat, dimenhidrinat, klemastin fumaratc. Etilendiamin : mepiramin maleat, pirilamin maleat, tripenelamin sitrat dan hidroklorida, antazolin fosfatd. Fenotiazin : dimetotiazin mesilat, mekuitazin, metdilazin dan metdilazin hidroklrida, prometazin hidroklorida dan teoklat, trieprazin tartrate. Piperidin : azatadin maleat, siproheptadin hidroklorida, difenilpralin hidroklorida, fenindamin tartratf. Piperazin : hidroksizin hidroklorida dan pamoat (fitzpatrick)4

Rumus bangun Antihistamin pada umumnya

DifenhidraminTripelenamin

CiproheptadinHidroksizin

KlorfeniraminPrometazin2. AH-1 non sedatif (AH-1 GENERASI II dan III ) Beberapa AH-1 yang diperkenalkan dalam 2 dekade terakhir ditemukan dengan cara menyaring beberapa komponen dan secara kimia berhubungan AH-1 generasi yang lama. Sebagai contoh misalnya: akrivastin berhubungan dengan tripolidin, cetirizine adalah metabolit dari hidroksizin, levocetirizin adalah enantiomer dari cetirizin, desloratadin adalah metabolik dari terfenadin. 4a. AH 1 generasi II Yang termasuk golongan ini adalah:1) Akrivastin2) Astemizole3) Cetirizin4) Loratadin5) Mizolastin6) Terfenadin7) Ebastin4

Rumus bangun

Cetirizineb. AH-1 generasi IIIYang termasuk golongan ini adalah:1) Levocetirizin2) Desloratadin3) Fexofenadin4

Rumus bangunFexofenadineDesloratadineLevocetirizine B. Antihistamin tipe H-2Yang termasuk golongan ini adalah :1. Simetidin2. Ranitidin3. Famotidin4. Nizatidin4Rumus bangun

NizatidineV. FARMAKODINAMIK DAN FARMAKOKINETIKA. Antihistamin tipe H1 Klasik Antihistamin tipe H1 bekerja sebagai competitif inhibitor terhadap histamin pada reseptor jaringan, sehingga mencegah histamin berikatan dan mengaktivasi reseptornya. Ikatannya antara antihistamin dan reseptornya bersifat reversibel dan dapat digantikan oleh histamin dalam kadar yang tinggi. Dengan menghambat kerja dari histamin, terjadi berbagai pengaruh yang ditimbulkan antihistamin, yaitu menghambat peningkatan permeabilitas kapiler dan edema yang disebabkan oleh histamin serta menghambat vasokonstriksi. Obat ini lebih efektif jika diberikan sebelum pelepasan histamin. Pada pemberian awal, antihistamin dapat mencegah edema dan pruritus selama reaksi hipersensitivitas, sehingga banyak keuntungan yang didapat jika digunakan untuk pencegahan urtikaria kronik idiopatik. Antihistamin tipe H1 klasik ini juga memiliki aktivitas antikolinergik, efek anastesi lokal, antiemetik, dan anti mabuk perjalanan. Beberapa antihistamin tipe H1 mempunyai kemampuan untuk menghambat reseptor -adrenergik atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat lain mempunyai efek antiserotonin. 4Setelah pemberian secara oral, antihistamin akan diabsorbsi dengan baik dalam saluran cerna. Efeknya dapat terlihat dalam 30 menit, mencapai konsentrasi puncak plasma dalam 1-2 jam, dan dapat bertahan 4-6 jam, dan beberapa obat lainnya dapat bertahan lebih lama. Antihistamin tipe H1 dimetabolisme oleh sistem enzim sitokrom hepar P450 (CYP) CYP3S4, dikonjugasi membentuk glukuronida dan hampir seluruhnya diekskresikan ke urin setelah 24 jam pemberian. 4Antihistamin tipe H1 generasi I digunakan untuk menghilangkan pruritus, pengobatan urtikaria akut, urtikaria kronis, angioedema dan reaksi alergi kulit lainnya temasuk reaksi obat. Apabila salah satu dari kelompok antihistamin tipe H1 tidak efektif, maka dapat diganti dengan obat dari kelompok yang lain. Antihistamin tipe H1 digunakan untuk terapi pruritus pada penderita dermatitis atopik. Efeknya berhubungan dengan menekan ansietas dan sedasinya. Pruritus yang disebabkan hal lain, seperti dermatitis kontak alergi dan bentuk lain dermatitis, liken planus, gigitan nyamuk dan pruritus yang terjadi sekunder karena penyakit lain atau yang bersifat idiopatik, juga dapat dihilangkan dengan penggunaan antihistamin tipe H1.4Kontraindikasi pemberian obat ini adalah pada bayi baru lahir atau bayi prematur, kehamilan, ibu menyusui, glaukoma sudut sempit, retensi urin, dan asma. 4Panduan penggunaan antihistamin tipe H1 wanita hamil terbatas. Sebagian besar antihistamin tipe H1 pada wanita hamil oleh United States of Food and Drug Administration (FDA) digolongkan sebagai kategori B atau C.4Sifat lipofilik dari antihistamin AH1 klasik menyebabkan distribusi jaringan yang luas dan dapat melewati sawar darah otak, plasenta dan air susu ibu, karena itu dapat memberikan efek pada:1. Sistem saraf pusatKomplikasi tersering pada orang dewasa adalah depresi SSP, sedasi dan pusing. Pada anak-anak dan orang tua dapat terjadi: kecemasan, iritabilitas, insomia, tremor dan mimpi buruk. Bangkitan dapat terjadi, walaupun jarang. Pernah dilaporkan terjadinya diskinesia wajah dan mulut pada penggunaan kombinasi antihistamin-dekongestan. 2. GastrointestinalDapat terjadi mual, muntah, anoreksia, konstipasi dan diare. 3. JantungTakikardia, disritmia, hipotensi yang bersifat sementara 4. GenitourinariaDisuria, disfungsi ereksi, retensi urin 5. DarahKlorfeniramin dapat menebabkan pansitopenia, agranulositosis, trombositopenia, leukopenia dan anemia aplastik. 6. KulitReaksi kulit yang dapat terjadi berupa dermatitis, petekie, fixed drug eruption dan fotosensitif.7. Efek samping lainnyaTerdapat efek samping antikolinergik yang dapat berupa muka merah, dilatasi pupil, hipertermia kekeringan pada membran mukosa dan penglihatan yang buram. 4Efek depresi SSP akan semakin meningkat apabila antihistamin tipe H1 diminum bersamaan dengan alkohol atau obat lain yang bersifat depresif terhadap SSP seperti diazepam. Antihistamin kelompok fenotiazin menghambat dan sebaliknya epinefrin mempunyai efek vasosupresi. Kontra indikasi pemberian antihistamin tipe H1 adalah penderita yang mendapat inhibitor monoamine oksidase, seperti isokarboksazid, nialamid, moklobemid, ranilsipromin, fenelzim.4

B. Antihistamin H1 Non SedatifAntihistamin tipe H1 non sedatif merupakan antagonis dari histamin pada reseptor H1,berikatan secara tidak kompetitif, tidak mudah diganti oleh histamin, dilepaskan secara perlahan dan kerjanay lebih lama. Antihistamin H1 non sedatif ini kurang bersifat lipofilik, sangat sedikit menembus sawar darah otak, dan lebih mengikat reseptor H1 di perifer secara lebih spesifik. Walaupun golongan ini sering dikatakan nonsedasi, obat-obat ini tetap dapat menyebabkan efek sedasi, namun dalam banyak penelitian dikatakan insidensi sedasi jauh lebih sedikit dibandingkan antihistamin H1 klasik, demikian pula efek antikolinergiknya lebih jarang terjadi dibanding antihistamin H1 klasik. Salah satu penelitian yang membandingkan efek sedasi dari 4 macam antihistamin nonsedatif yang berbeda, yaitu loratadin, akrivastin, setirisin dan feksofenadin, didapatkan hasil loratadin paling tidak menyebabkan sedasi, kemudian secara berurutan diikuti oleh feksofenadin, akrivastin dan setirisin. Setirisin memiliki efek anti inflamasi seperti hambatan aktivasi eosinofil, neutrofil, limfosit dan kemotaksis dengan jalan menghambat:1. Adhesi leukosit ke endotel2. Efek kemotaksis sehingga terjadi migrasi melalui jaringan ke tempat radang3. Aktivasi sel radang/ pelepasan mediator4. Ekspresi adhesi molekul oleh endotel/sel target4Antihistamin tipe H1 non sedatif diabsorbsi dari saluran cerna dan mencapai puncak konsetrasi plasma dalam 2 jam. Obat tersebut dapat menghilangkan urtikaria dan reaksi eritema sekitar 1-24 jam. Terfenadin, astemisol, loratadin, aktivastin, mizolastin, ebastin dan oksatomid dimetabolisme di hepar melalui sistem enzim sitokrom P450 3A4 dalam hepar. Setirisin, feksofenadin, dan desloratadin tidak dimetabolisme dalam hepar.4Astemisol mempunyai efek jangka panjang dibandingkan dengan AH-1 yang lain. Astemisol mempunyai afinitas lebih besar terhadap reseptor H1 sehingga khasiat anti urtikaria masih dapat berlangsung 4 minggu setelah obat dihentikan. Waktu paruh eliminasi setirisin dan feksofenadin pada anak-anak sama dengan dewasa yaitu 7-8 jam.4Antihistamin tipe H1 non sedatif digunakan terutama untuk pengobatan rinitis alergi dan urtikaria kronis. Kotraindikasi terhadapa kehamilan, ibu menyusui.Antihistamin ini memiliki efek sedasi dan antikolinergik yang sedikit, sehingga memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan antihistamin tipe H-1 klasik.41. Sistem saraf pusatDalam beberapa penelitian dikatakan tefenadin, astemizol dan loratadin memiliki efek sedasi yang lebih rendah dibandingkan antihistamin H1 klasik.2. KardiovaskularEfek samping kardiovaskular berupa fibrilasi ventrikel, pemanjangan interval QT serta aritmia ventrikular torsades de pointes yang berhubungan dengan pemakaian astemizol dan terfenadin. Kelainan ini dapat terjadi terutama pada wanita dan penderita dengan kelainan jantung organik yang sebelumnya telah ada (seperti iskemia, kardiomiopati), aritmia, ataupun penderita dengan gangguan elektrolit (seperti hipokalemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia)3. HeparHepatotoksisitas jarang terjadi, namun dilaporkan adanya kasus hepatitis yang berhubungan dengan penggunaan terfenadin selama 5 bulan. Peningkatan serum transaminase dengan kadar ringan sampai sedang dapat terjadi.4. KulitFotosensitivitas, urtikaria, erupsi makulopapular, eritema serta pengelupasan kulit tangan dan kaki. Selain itu juga dilaporkan adanya reaksi fotoalergi dan alopesia yang diduga berhubungan dengan penggunaan terfenadin. Dilaporkan juga suatu kasus psoriasis yang mengalami eksaserbasi selama menggunakan terfenadin.5. Efek samping lainnyaDilaporkan adanya sakit kepala, mual, kekeringan pada mukosa mulut dan beberapa efek antikolinergik lainnya, namun insidensinya sangat rendah. Karena terbatasnya penelitian pada manusia, penggunaan antihistamin non sedasi pada wanita hamil dan ibu menyusui sebaiknya dihindari.4Perpanjangan interval QT dapat terjadi pada penderita yang mengkonsumsi terfenadin bersamaan dengan ketokonazol dan itrakonazol, antibiotik makrolid, seperti eritromisin dan klaritromisin, troleandomisin, lovastatin, protease inhibitor dan flavonoid, seperti naringin dalam grapefruit juice.4Obat-obatan lain yang dapat berpengaruh pada peningkatan kadar antihistamin serum dan yang memiliki risiko kardiovaskular adalah Human Immunodeficiency Virus-1 (HIV-1) protease inhibitors, Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) antidepresant, seperti quinin, zileuton.4VI. Obat Anti HistaminA. Klorfeniramin Antihistamin sedatif dari golongan alkilamin yang paling poten dan stabil. Setelah pemberian dosis tunggal per oral, klorfeniramin diabsorbsi dengan baik dan cepat pada saluran pencernaan, mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 30-60 menit, melalui metabolisme pertama di hati dan di mukosa saluran pencernaan selama proses absorbsi, kemudian didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk susunan saraf pusat. Sebanyak 50% dari dosis yang diberikan diekskresikan terutama melalui urin dalam waktu 12 jam dalam bentuk asal dan metabolitnya. 4Lama kerja dari klorfeniramin adalah 4-6 jam. Dosis yang diberikan 4-6 mg peroral dapat diberikan 3-4x/hari, dengan dosis maksimal 24 mg per hari baik pada anak-anak dan dewasa.Sediaan:1. Klorfeniramin elixir, 2 mg/5ml: 120 ml, 480 ml 2. Klorfeniramin tablet 2 mg dan 4 mg 3. Klorfeniramin retarded tablet 8 mg dan 12 mg4B.DifenhidraminDifenhidramin adalah derivat etanolamin yang sering digunakan dalam praktek sehari-hari, diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral. Obat ini mengalami metabolisme pertama di hati, dan hanya 40%-60% dari dosis pemberian yang mencapai sirkulasi sistemik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh, termasuk sistem saraf pusat. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu kurang lebih 1-5 jam dan bertahan selama 2 jam. Waktu paruh bervariasi dari 2,4 sampai 10 jam.4Difenhidramin tidak dapat diberikan secara subkutan, intradermal atau perivaskular karena sifatnya yang iritatif dan dapat menyebabkan nekrosis setempat pada pemberian secara subkutan dan intradermal. Difenhidramin tidak dapat menembus jaringan kulit yang intak pada pemberian secara topikal, bahkan dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas.4Dosis pemberian adalah 25 mg-50 mg per oral, dosis maksimal 300 mg/hari, dengan lama kerja 4-6 jam. Pemberian 100 mg atau lebih dapat menyebabkan hipertensi dan takikardia.4Sediaan :1. Difenhidramin kapsul 25 dan 50 mg2. Difenhidramin elixir (12,5 mg/5 ml): 120 cc, 480 cc3. Difenhiramin injeksi (50 mg/ml) : 1 ml ampul4. Difenhidramin spray : 60 ml4

C.HidroksizinHidroksizin merupakan derivat dari piperazin, sering digunakan sebagai transquilizer, sedatif, antipruritus dan antiemetik. Kadar plasma biasanya dicapai dalam 2-3 jam setelah pemberian per oral, dengan waktu paruh 6 jam kemudian diekskresikan ke dalam urin. Hidroksizin merupakan obat pilihan untuk pengobatan dermatografisme dan urtikaria kolinergik, dapat digunakan sendirian ataupun kombinasi dengan antihistamin lainnya untuk manajemen pengobatan urtikaria kronis, urtikaria akut, dermatitis kontak, dermatitis atopik dan pruritus yang diinduksi oleh histamin. Lama kerja dari obat ini adalah 6-24 jam dengan dosis pemberian 10 mg sampai 50 mg peroral, setiap 4 jam.4Sediaan:1. Hidroksizin tablet 10 mg, 25 mg, 50 mg dan 100 mg2. Hiroksizin injeksi 25 mg/ml, 50 mg/ml3. Hidroksizin sirup 10 mg/5ml: 240 ml, 480 ml4D.LoratadinLoratadin adalah trisiklik piperidin long acting yang mempunyai aktivitas yang selektif dengan efek sedatif dan antikolinergik yang minimal pada dosis yang direkomendasikan, merupakan antihistamin yang mempunyai masa kerja yang lama. Metabolik utamanya, deskarboetoksi-loratadin, adalah biologikal aktifnya.4Loratadin cepat diabsorbsi setelah pemberian dosis 10 mg, sekali sehari dan mencapai konsentrasi plasma maksimum dalam 1-1,5 jam. Eliminasi waktu paruhnya sekitar 8-11 jam, diekskresikan melalui urine 40%, feses 42% dan air susu 0,029%. Loratadin diindikasikan untuk rinitis alergi dan urtikaria kronik idiopatik pada pasien diatas 6 tahun. Loratadin mempunyai efek terhadap fungsi dari miokardial potasium channel tetapi tidak menyebabkan disritmia jantung.4Loratadin merupakan long acting antihistamin dengan lama kerja 24 jam. Dosis yang direkomendasikan 10 mg dosis oral, pada anak-anak (< 30 kg) adalah 5 mg/kg BB dosis tunggal. Meskipun loratadin tidak mempunyai kontraindikasi pada penderita hati dan ginjal kronis, disarankan untuk mengurangi dosis yang diberikan.4Sediaan:1. Loratadin sirup (1 mg/ml): 480 ml 2. Loratadin tablet 10 mg3. Loratadin reditabs 10 mg4E.CetirizineMerupakan metabolit karboksil asid dari hidroksin. Obat ini pada manusia hanya mempunyai transformasi metabolik yang minimal menjadi bentuk metabolit aktif dan obat ini terutama diekskresi lewat urin. Karena cetirizin cepat diabsorbsi dan sedikit yang dimetabolisme, dan juga diekskresi lewat urin, maka dosis obat ini harus dikurangi pada pasien dengan gangguan ginjal.4Kadar puncak plasma dicapai dalam 1 jam dan waktu paruh plasma sekitar 7 jam, diekskresikan dalam urine sebanyak 60% dan feses 10%. Cetirizin dapat menghambat eosinofil, netrofil dan basofil dan menghambat IgE serta menurunkan prostaglandin D2. Cetirizin diindikasikan untuk terapi urtikaria kronik di Amerika Serikat. Beberapa studi kemudian mendukung khasiat cetirizin untuk kondisi ini dan juga ditemukan khasiatnya untuk terapi cold urtikaria.4Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa 10 mg/hari (maksimal 20 mg) dosis tunggal, pada anak-anak adalah 0,3 mg/kgBB sedangkan pada pasien dengan gangguan ginjal kronik dan hepar dosis yang diberikan adalah 5 mg/hari. Lama kerja dari cetirizin adalah 12-24 jam.4Sediaan:1. Cetirizin tablet 5 mg, 10 mg2. Cetirizin sirup 5mg/ml: 120 ml4

F. FeksofenadinFeksofenadin, metabolit aktif utama dari terfenadin, merupakan reseptor kompetitif antagonis H-1 yang selektif dengan sedikit atau tanpa efek samping antikolinergik dan non sedatif, serta bersifat non kardiotoksik.4Feksofenadin diabsorbsi cepat setelah pemberian dosis tunggal atau dua kapsul 60 mg dengan waktu rata-rata mencapai konsentrasi plasma maksimum 1-3 jam setelah pemberian per oral. Feksofenadin terikat pada protein plasma sekitar 60-70%, terutama pada albumin dan 1-acid gylcoprotein. Waktu paruh feksofenadin adalah 11-15 jam, diekskresikan sebanyak 80% pada urine dan 12% pada feses.4Feksofenadin diindikasikan pada penderita rinitis alergi dan urtikaria idiopatik kronis. Pemberian feksofenadin bersama antibiotik golongan makrolid dan obat anti jamur golongan imidazol tidak menunjukkan adanya interaksi obat sehingga tidak terdapat pemanjangan interval QT.4 Sediaan :1. Feksofenadin kapsul 30 dan 60 mg2. Feksofenadin tablet 60 mg4

Tabel 1. Pemberian dosis antihistamin H13No.FormulaDosis

Generasi pertama antihistamin H1

1.KlorfeniraminTablet 2,4,8,12 mg

Sirup 2mg/5ml Dewasa : 4mg 3x sehari, 5x sehari: 8-12mg 2x sehariUmur 6-11th : 2mg setiap 4-6 jam

2.SiproheptadinTablet 4mg Sirup 2mg/5ml Dewasa : 4mg 3x sehari, 5x sehari Umur : 2-6th: 2mg 2x sehari, 3x sehari

3.Difenhidramin Tablet 25,50 mg Sirup 12,5mg/5ml Sirup 50mg/15ml Sirup 6,25 mg/5mlSirup 12,5mg/5ml

Dewasa : 25-50mg selama 4-6 jamUmur 6-12th :12,5-25mg selama 4-6 jamUmur