pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai kejang demam...
TRANSCRIPT
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU
MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK DI
PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR 2012
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
Nur Afida Fauzia
NIM: 109103000046
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 September 2012
Nur Afida Fauzia
iii
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU MENGENAI KEJANG
DEMAM PADA ANAK DI PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR TAHUN 2012
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Nur Afida Fauzia
NIM: 109103000046
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Yanti Susianti, SpA dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU
MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK DI PUSKESMAS CIPUTAT
TIMUR 2012 yang diajukan oleh Nur Afida Fauzia (NIM: 109103000046), telah
diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada. Laporan
penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, September 2012
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS
Pembimbing 1
dr. Yanti Susianti, SpA
Pembimbing 2
dr. Mukhtar Ikhsan, SpP(K), MARS
Penguji 1
dr. Risahmawati, PhD
Penguji 2
dr. Siti Nur Aisyah J, PhD
PIMPINAN FAKULTAS
DEKAN FKIK UIN
Prof. Dr(hc). dr. MK. Tadjudin, SpAnd
KAPRODI PSPD FKIK UIN
Dr. dr. Syarief Hasan Luthfie, SpKFR
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan ke haribaan Nabi Muhammad SAW yang telah
membuka wawasan ummat manusia dari jaman Jahiliyah ke jaman Islamiyah
yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.
Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian
yang berjudul, “Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Mengenai Kejang
Demam di Puskesmas Ciputat Timur 2012” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam menyelesaikan laporan penelitian ini, penulis tentunya
mendapatkan banyak kendala dan hambatan. Untuk mengatasi kendala dan
hambatan tersebut penulis mendapat bantuan, dukungan dan pengarahan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Para pembimbing riset penulis, dr. Yanti Susianti, SpA dan dr. Mukhtar
Ikhsan, SpP(K), MARS yang telah mengarahkan dan memberi perhatian
kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
2. drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD selaku penanggung jawab riset Program
Studi Pendidikan Dokter 2009
3. Orang tua penulis, Ayahanda Fatchul Umam dan Ibunda Yulianti Amiina
yang selalu memberi semangat dan motivasi, dan mendukung penulis dalam
pendidikan di kedokteran.
4. Kakak-kakak penulis, Fathi Nashrullah, Shofia Aniisa, dan Husna Lathiifa
yang selalu mendoakan dan mendukung penulis selama ini.
vi
5. Sahabat-sahabat satu kelompok riset, Alvin Rifqy, Salwa, Ayu Wilda
Ainusyifa, dan Ayu Indriyani Munggaran yang selalu mendukung,
memberikan ide-ide dan semangat dalam berlangsungnya penelitian ini.
6. Teman yang telah membantu dalam pengambilan data di Puskesmas,
Syukran, dan juga telah banyak mendengar keluhan-keluhan penulis dan
selalu memberi semangat.
7. Teman-teman PSPD 2009 beserta seluruh staf pengajar dari Program Studi
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hiayatullah Jakarta yang ikut membantu dan memberi dukungan dalam
penelitian ini.
8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian
ini yang tidak mungkin disebutkan satu per satu.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga laporan penelitian ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan,
dapat dijadikan pelajaran bagi adik-adik penulis selanjutnya serta dapat
menambah pengetahuan kita semua.
Jakarta, September 2012
Penulis
vii
ABSTRAK
Nur Afida Fauzia. Pendidikan Dokter. PENGETAHUAN, SIKAP, DAN
PERILAKU IBU MENGENAI KEJANG DEMAM PADA ANAK DI
PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR TAHUN 2012.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis tersering pada anak yaitu
dengan prevalensi bervariasi antara 2-5%. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai kejang
demam pada anak di Puskesmas Ciputat Timur tahun 2012. Penelitian bersifat
deskriptif analitik dengan metode cross-sectional, teknik pengambilan sampel
secara consecutive-sampling dan pengambilan data dilakukan dengan kuesioner.
Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012 di Puskesmas Ciputat Timur,
Tangerang Selatan. Sampel berjumlah 106 orang, 73 orang (68.3%) berada pada
usia 25-35 tahun, 93 orang (87.7 %) sebagai ibu rumah tangga, 58 orang (54.7 %)
memiliki tingkat pendidikan sedang, dan 45 orang (42.5 %) memiliki tingkat
pendapatan sedang. Sebanyak 68 orang (64.2%) memiliki pengetahuan baik, 84
orang (79.2%) memiliki sikap baik, dan sebanyak 61 orang (57.5%) memiliki
perilaku sedang mengenai kejang demam pada anak. Dengan uji hipotesis yaitu
uji chi-square, terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan responden
dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak dengan p<0.05
(p=0.036).
Kata kunci: Pengetahuan, sikap, perilaku, ibu, kejang demam, Puskesmas Ciputat
Timur
ABSTRACT
Nur Afida Fauzia. Medical Education Study Programme. KNOWLEDGE,
ATTITUDE AND BEHAVIOR OF MOTHERS AGAINTS FEBRILE SEIZURE IN
CHILDREN IN PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR, YEAR 2012.
Febrile seizure was the most neurological disorder in children with
prevalency varies between 2% to 5%. The aims of this research was to determine
the level of knowledge, attitude, and behaviour of women againts febrile seizure in
children in Puskesmas Ciputat Timur, year 2012. This was a descriptive and
analitic research performed utilizing cross-sectional method. The sampling
technic was performed consecutively called consecutive-sampling. While the data
acquisition was based on the written questionnaire. This data acquisition has
been undertaken on June and July 2012 in Puskesmas Ciputat Timur, Tangerang
Selatan. The sample size was 106 women, 73 of them (68.3%) between 25–35 year
of age, 93 of them (87.7%) household wife, 58 of them (54.7%) with moderate
education, and 45 of them (42.5%) have moderate income. Some of them, 68
women (64.2%) have good knowledge, 84 of them (79.2%) with good attitude and
61 of them (57.5%) have moderate level to behave against febrile seizure. Chi-
square test is applied to test its hypothesis. There are significant relationship
viii
between the knowledge of sample and her behaviour againts febrile seizure upon
her children with p value < 0.05 (p=0.036).
Keywords: Knowledge, attitude, behavior, febrile seizures, mother, Puskesmas
Ciputat Timur
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................. ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2
1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................................... 2
1.3.2. Tujuan Khusus .............................................................................................. 3
1.4. Manfaat penelitian ............................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4 2.1. Definisi Demam ............................................................................................... 4
2.2. Definisi Kejang Demam ................................................................................... 4
2.3. Insiden Kejang Demam .................................................................................... 5
2.4. Faktor Risiko Kejang Demam .......................................................................... 5
2.5. Klasifikasi Kejang Demam .............................................................................. 6
2.5.1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) .................................... 6
2.5.2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure) ................................. 6
2.6. Patofisiologi Kejang Demam ........................................................................... 7
2.7. Gejala Klinik Kejang Demam .......................................................................... 9
2.8. Prognosis Kejang Demam .............................................................................. 10
2.9. Penatalaksanaan Kejang Demam ................................................................... 11
2.9.1. Penatalaksanaan Saat Kejang ...................................................................... 11
2.9.2. Pemberian Obat Pada Saat Demam............................................................. 12
2.9.3. Pemberian Obat Rumat ............................................................................... 13
2.10. Reaksi Orang Tua terhadap Kejang Demam ................................................ 14
2.11. Teori Pengetahuan, Sikap, Perilaku, dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya................................................................................................. 15
2.12. Kerangka Konsep ......................................................................................... 16
2.13. Definisi Operasional..................................................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 19
x
3.1. Jenis Penelitian ............................................................................................... 19
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 19
3.3. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 19
3.4. Variabel Penelitian ......................................................................................... 20
3.5 Cara Kerja ...................................................................................................... 21
3.6. Managemen Data ........................................................................................... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ................................... 22 4.1. Hasil dan Pembahasan Penelitian................................................................... 23
4.1.1. Analisis Univariat........................................................................................ 23
4.1.1.1. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan ...................................... 24
4.1.1.2. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik.......................... 25
4.1.1.2. Sebaran Responden Berdasarkan Sikap .................................................. 26
4.1.1.3. Sebaran Responden Berdasarkan Sikap Spesifik .................................... 27
4.1.1.4. Sebaran Responden Berdasarkan Perilaku .............................................. 28
4.1.1.5. Sebaran Responden Berdasarkan Perilaku Spesifik ................................. 29
4.1.2. Analisis Bivariat .......................................................................................... 32
4.1.2.1. Hubungan Karakteristik Responden dengan Pengetahuan Kejang Demam
Pada Anak ............................................................................................................. 32
4.1.2.2. Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap Ibu Mengenai Kejang
Demam pada Anak ................................................................................................ 33
4.1.2.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Perilaku kejang demam pada
anak ....................................................................................................................... 34
4.1.2.4. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden dengan Perilaku Ibu
Mengenai Kejang Demam Pada Anak .................................................................. 35
4.1.2.5. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Sikap Ibu Mengenai Kejang
Demam Pada Anak ................................................................................................ 35
4.2. Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 22
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 37 5.1. Simpulan ........................................................................................................ 37
5.2 Saran ................................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39 Lampiran 1 ............................................................................................................ 41
Lampiran 2 ............................................................................................................ 42
Lampiran 3 ............................................................................................................ 47
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Usia, Pendidikan,
Pekerjaan Dan Pendapatan Keluarga. ....................................................................23
23
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ...................................................24 24
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik .....................................25 25
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap .............................................27 27
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Spesifik ...............................27 27
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku ..........................................................28 28
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Cara Penilaian
Suhu Anak Saat Demam ........................................................................................29
29
Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku cara Penanganan
awal terhadap Demam pada anak ...........................................................................30
30
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Cara Penilaian
Kejang Demam Pada Anak ....................................................................................31
31
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Penanganan Awal
Kejang Demam Pada Anak ....................................................................................31
31
Tabel 4.11 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pengetahuan
kejang demam pada anak .......................................................................................32
32
Tabel 4.12 Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap Ibu
Mengenai Kejang Demam pada Anak ...................................................................33
33
Tabel 4.13 Hubungan Karakteristik Responden dengan perilaku kejang
demam pada anak ...................................................................................................34
34
Tabel 4.14 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden dengan Perilaku
Ibu Mengenai Kejang Demam Pada Anak .............................................................35
45
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38,4°C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut
pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.1
Kejang demam adalah kelainan neurologis tersering pada anak dan biasanya
terjadi pada anak umur 6 bulan – 5 tahun dengan puncak onset kira-kira pada
umur 14-18 bulan.2
Prevalensi kejang demam pada anak berumur kurang dari lima tahun di
Amerika Serikat dan Eropa Barat berjumlah antara 2% sampai 5%. Kejadian di
tempat lain di dunia bervariasi antara 5-10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di
Guam, 0.35% di Hongkong, dan 0.5-1.5% di China.3
Faktor pemicu kejang demam yang utama adalah demam itu sendiri.
Demam yang dapat menimbulkan kejang bisa demam karena infeksi apa saja.
Contohnya infeksi saluran pernapasan atas, gastroenteritis, infeksi saluran kemih,
otitis media akut, infeksi virus, dan demam setelah imunisasi.4
Kejang demam dibagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Anak-anak yang mengalami kejang demam sederhana
tidak memiliki peningkatan risiko kematian. Pada kejang demam yang kompleks,
yang terjadi sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh suhu <39° C dikaitkan dengan
angka kematian 2 kali lipat selama 2 tahun pertama setelah terjadinya kejang.
Dibandingkan dengan populasi umum, anak-anak dengan kejang demam memiliki
angka kejadian epilepsi yang lebih sering (2% vs 1%).2
Kejang yang lebih dari 15
menit diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap.1,3
Sekitar sepertiga dari anak yang mengalami kejang demam mengalami
kekambuhan. Menurut suatu penelitian, risiko kejang berulang pada 1 tahun
pertama sebanyak 25%, dan meningkat menjadi 30% pada tahun kedua.5
2
Kejang pada anak adalah peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Akibat terjadinya kejang demam pada anak dapat menimbulkan
gangguan psikologis yaitu, ansietas (kecemasan berlebihan), depresi, perasaan
bersalah, ketakutan akan berulangnya kejang, ketakutan akan berlanjutnya kejang
menjadi penyakit epilepsi, dan kekhawatiran pada demam yang tidak terlalu
tinggi. Kecemasan orangtua ini harus dikurangi dengan edukasi yang efektif.3-4,6
Edukasi kesehatan yang efektif hanya bisa ditetapkan berdasarkan
pemahaman yang kuat dari pengetahuan yang berlaku, sikap, dan penerapannya
dalam sebuah komunitas (Knowledge, Attitude, Practice). Oleh karena itu,
diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan
perilaku ibu mengenai kejang demam dan penanganan awal yang tepat.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada sub bab latar belakang masalah, dapat
dirumuskan sebagai berikut:
“Bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu mengenai
kejang demam di Puskesmas Ciputat Timur?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu
mengenai kejang demam pada anak di Puskesmas Ciputat Timur mengenai kejang
demam.
3
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui karakteristik ibu yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Timur.
Untuk mengetahui hubungan usia, tingkat pendidikan, dan tingkat
pendapatan keluarga dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu
terhadap kejang demam di Puskesmas Ciputat Timur.
Untuk mengetahui perilaku ibu dalam menyikapi demam pada anak.
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap ibu
dengan tingkat perilaku ibu terhadap kejang demam di Puskesmas Ciputat
Timur.
1.4. Manfaat penelitian
Memberi pengetahuan bagi subjek penelitian tentang kejang demam.
Memberi gambaran kepada dinas kesehatan setempat mengenai
pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu tentang kejang demam.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Demam
Suhu tubuh normal adalah berkisar antara 36,6˚C - 37,2˚C. Suhu oral
sekitar 0,2 – 0,5˚C lebih rendah dari suhu rektal dan suhu aksila 0,5˚C lebih
rendah dari suhu oral. Suhu tubuh terendah pada pagi hari dan meningkat pada
siang dan sore hari. Pada cuaca yang panas dapat meningkat hingga 0,5˚C dari
suhu normal. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan
keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas.3
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh di atas normal, yaitu di atas
37,2˚C (99,5˚F) sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus
yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam sangat berguna sebagai
pertanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya tingginya demam
mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Dengan peningkatan suhu
tubuh juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri maupun
virus.3
2.2. Definisi Kejang Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam ini terjadi pada 2%-4% anak berumur 6 bulan –5 tahun.1-3,7
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi. Epilepsi adalah kejang yang berulang tanpa demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus
dipertimbangkan misalnya infeksi sistem saraf pusat (SSP), atau epilepsi yang
kebetulan terjadi bersama demam.7
5
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefalitis, atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat.7
2.3. Insiden Kejang Demam
Prevalensi kejang demam pada anak berumur kurang dari lima tahun di
Amerika Serikat dan Eropa Barat berjumlah antara 2% sampai 5. Kejadian di
tempat lain di dunia bervariasi antara 5-10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di
Guam, 0.35% di Hongkong dan 0.5-1.5% di China. Di antara anak yang
mengalami kejang demam, 70-75% mengalami kejang demam sederhana, 20-25%
mengalami kejang demam kompleks, dan sekitar 5% mengalami kejang demam
simtomatik.3
Kejang demam lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Hal ini
dikarenakan kematangan otak terjadi lebih dulu pada anak perempuan daripada
anak laki-laki.3
2.4. Faktor Risiko Kejang Demam
Faktor pemicu kejang demam yang utama adalah demam itu sendiri.
Demam yang dapat menimbulkan kejang bisa demam karena infeksi apa saja.
Infeksi saluran pernapasan atas yang paling sering dikaitkan dengan kejang
demam. Penyebab lain yaitu gastroenteritis, khususnya yang disebabkan oleh
bakteri Shigella sp. dan Campylobacter jejuni, infeksi saluran kemih yang sedikit
lebih jarang tetapi mungkin terjadi, otitis media akut, infeksi virus, dan
immunisasi.4
Faktor risiko lain adalah adanya riwayat kejang demam pada saudara
kandung dan orang tua, yang menunjukkan adanya kecenderungan genetik. Selain
itu, faktor lainnya adalah perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.8
6
2.5. Klasifikasi Kejang Demam
2.5.1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)
Kejang demam sederhana adalah kejang yang terjadi pada saat demam,
umumnya terjadi dalam waktu kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti
sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan
80% di antara seluruh kejang demam.6
Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana,
kejang timbul bukan disebabkan oleh infeksi, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang
tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang
akut, dan sebagainya. Penderita yang sebelumnya pernah mengalami demam yang
sangat tinggi tetapi tidak mengalami kejang, maka pada kejang yang terjadi
berikutnya harus dipikirkan kemungkinan penyebab selain kejang demam.6
Kejang demam sederhana akan muncul ketika suhu sedang meningkat
dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya
bahwa anak menderita demam. Kejang pada kejang demam sederhana selalu
berbentuk umum, biasanya bersifat tonik–klonik seperti kejang grand mal atau
kadang–kadang hanya kaku umum atau mata mendelik tiba-tiba. Kejang dapat
juga berulang, tetapi sebentar dan masih dalam waktu 16 jam peningkatan suhu
tubuh.6
2.5.2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam kompleks adalah kejang dengan salah satu ciri berikut :5
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang demam kompleks adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak
tidak sadar. Kejang demam kompleks terjadi pada 8 % kejang demam . Kejang
7
fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang
parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % di antara anak
yang mengalami kejang demam.5
2.6. Patofisiologi Kejang Demam
Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya
dengan baik susunan saraf pusat (korteks serebri). Untuk mempertahankan
kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air.9
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam
adalah lipid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran
sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl
-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na
+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang
terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah
oleh adanya:9
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau
aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.
8
Pada keadan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.9
Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah
kejang.9
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38°C. Pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40°C atau lebih.9
Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah. Dalam
penanggulangan kejang perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita
mengalami kejang.9
Beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari
kejang demam, yaitu:9
Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.
Cepatnya kenaikan suhu.
Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.
Metabolisme meningkat, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga
sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.
9
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai
dengan apnea dan meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot rangka. Hal ini menyebabkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis laktat
karena metabolisme anaerobik. Aktivitas otot yang meningkat dapat
menyebabkan denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh semakin tinggi.
Gangguan peredaran darah yang terjadi mengakibatkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan menimbulkan edema otak. Semua hal ini
menyebabkan metabolisme otak meningkat dan berlanjut menjadi kerusakan
neuron otak.9
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi risiko adanya serangan
epilepsi yang spontan di kemudian hari. Jadi kejang demam yang berlangsung
lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9
2.7. Gejala Klinik Kejang Demam
Kejang demam terjadi pada dengan kenaikan suhu yang cepat dan
biasanya terjadi pada suhu tubuh mencapai 39 °C atau lebih. Tipe kejang
menyeluruh, tonik–klonik selama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan
periode mengantuk pasca kejang. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi,
seperti mata mendelik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan
sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal. 7.9
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan observasi
menyeluruh. Ketika demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit,
tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab kejang
demam. Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari
8% berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
10
neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparese sementara (hemiparese Todd) yang
berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti hemiparese yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama.7,9
2.8. Prognosis Kejang Demam
Prognosis kejang demam umumnya baik dan tidak menyebabkan
kematian, jika ditangani dengan cepat dan tepat. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Penelitian lain secara retrospektif melaporkan terjadinya kelainan neurologis pada
sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang
lama atau kejang berulang baik umum atau fokal (kejang demam kompleks).
Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10
menit, biasanya diduga telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap.7,10
Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi :7
- Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.
Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
- Epilepsi (Risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah).
- Kelainan motorik.
- Gangguan mental dan belajar.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kejang demam
akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang
demam adalah :4,7
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga.
b. Usia kurang dari 12 bulan.
c. Temperatur yang rendah saat kejang.
d. Cepatnya kejang setelah demam.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
11
berulangnya kejang demam hanya 10% - 15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.5,7
Kemungkinan komplikasi kejang demam lainnya adalah terjadinya
epilepsi di kemudian hari. Faktor risiko menjadi epilepsi adalah:3,4,7
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing–masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4%-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.7
2.9. Penatalaksanaan Kejang Demam
2.9.1. Penatalaksanaan Saat Kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg.7,11
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
di bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.7,11
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila
12
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.3
Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.7,11
2.9.2. Pemberian Obat Pada Saat Demam
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen
5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.7
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30 %-60 % kasus, begitu
pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5°
C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, irritable, dan sedasi
yang cukup berat pada 25%-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin
pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.7
13
c. Pemberian kompres
Menurut IDAI, pemberian kompres air hangat dapat melebarkan pembuluh
darah perifer sehingga dapat terjadi pengeluaran panas. Mengompres anak saat
demam dengan air dingin atau alkohol akan membuat vasokonstriksi pembuluh
darah sehingga sulit terjadi pengeluaran panas melalui evaporasi dan radiasi. 12
2.9.3. Pemberian Obat Rumat
a. Indikasi pemberian obat rumat
a. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu) :7
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, dan
hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit merupakan
indikasi pengobatan rumat.Kelainan neurologis tidak nyata misalnya
keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.7
b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
14
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek.7
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40 %-50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun
asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-
40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2
dosis.7
2.10. Reaksi Orang Tua terhadap Kejang Demam
Orangtua seringkali dilanda kepanikan saat melihat anaknya kejang
demam. Reaksi orangtua terhadap kejang demam dapat dibagi menjadi dua, yaitu
reaksi fisik dan psikologis. Gejala fisik yang dirasakan orangtua pasien adalah
dispepsia, anoreksia dan gangguan tidur. Sedangkan gejala psikologis adalah
ansietas (kecemasan berlebihan), depresi, kemarahan, perasaan bersalah,
ketakutan akan berulangnya kejang, ketakutan akan berlanjutnya kejang menjadi
penyakit epilepsi, dan kekhawatiran pada demam yang tidak terlalu tinggi.4,6
Edukasi Pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan beberapa cara di antaranya :3,7
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang berulang.
d. Pemberian obat untuk mencegah kemungkinan kejang berulang memang
efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
15
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang : 3,7
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Melonggarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun ada kemungkinan
lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih.
2.11. Teori Pengetahuan, sikap,, Perilaku, dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah usia, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi,
lingkungan, sosial-budaya, dan lain-lain.13
Sikap adalah bentuk evaluasi atau perasaan seseorang terhadap suatu objek
yaitu perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau obyek. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,
orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi, atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu.13-14
16
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat
diamati langsung dari maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku adalah pengetahuan, sikap,, keyakinan,
kepercayaan, adanya niat, dukungan dari lingkungan, fasilitas, dan lain
sebagainya.14
2.12. Kerangka Konsep
Keterangan bagan : Variabel dependen yang diteliti
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Karakteristik ibu:
Usia
Pendidikan
Pendapatan
Keluarga
Pengetahuan, sikap,, Prilaku
Tentang
Kejang demam pada Anak
16
2.13. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur
1. Usia Lamanya hidup responden yang dihitung
dalam tahun sejak lahir sesuai KTP sampai
saat penelitian tahun
Wawancara Kuesioner Ordinal Univariat
1. 15-24 tahun
2. 25-35 tahun
3. 36-49 tahun
Bivariat
1. <30 tahun
2. >30 tahun
2. Pendidikan Jenjang pendidikan formal terakhir responden
yang mencakup tingkat SD, SMP, SMU, dan
Perguruan Tinggi.
Wawancara Kuesioner Ordinal Univariat
1. Rendah: buta huruf/ tidak pernah sekolah,
tamat/ tidak tamat SD dan yang sederajat,
tamat/tidak tamat SMP dan yang sederajat.
2. Sedang: tamat/ tidak tamat SMU dan yang
sederajat.
3. Tinggi: tamat/ tidak tamat perguruan tinggi.
Bivariat
1. Rendah : (buta huruf/ tidak pernah sekolah,
tamat/ tidak tamat SD dan yang sederajat,
tamat/tidak tamat SMP dan yang sederajat)
2. Tinggi : (tamat/ tidak tamat SMU dan yang
sederajat, tamat/ tidak tamat perguruan
tinggi)
3. Pendapatan
Keluarga
Hasil dari pekerjaan yang dilakukan anggota
keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga dalam satu bulan. Apabila suami
dan istri bekerja, pendapatan masing-masing
dijumlahkan.
1. Pendapatan rendah yaitu di bawah 1.500.000
per bulan
2. Pendapatan sedang yaitu 1.500.000 sampai
2.500.000 per bulan
3. Pendapatan tinggi yaitu di atas 2.500.000
per bulan
17
4. Pekerjaan Kegiatan rutin yang dilakukan dalam upaya
mendapatkan pendapatan untuk pemenuhan
kebutuhan hidup keluarga.
Wawancara Kuesioner Ordinal a. Ibu rumah tangga
b. Karyawan
c. Guru
d. Bidan/ petugas kesehatan
e. Wiraswata
f. Lain-lain
5. Pengetahuan Segala informasi yang diketahui berkaitan
dengan proses observasi, pembelajaran
ataupun penelitian. Yang diteliti adalah
pengetahuan responden tentang kejang
demam pada anak..
Wawacara Kuesioner Ordinal 1. Pengetahuan baik bila jumlah nilai skor > 17
2. Pengetahuansedang bila jumlah skor 14-16
3. Pengetahuan kurang bila jumlah nilai skor
<14.
6. Sikap Kecenderungan yang dipelajari untuk
bertingkah laku secara konsisten terhadap
seseorang, sekelompok orang, suatu objek.
Yang ingin diteliti adalah sikap responden
tentang kejang demam pada anak melalui
beberapa pernyataan mengenai kejang
demam melalui kuesioner.
Wawancara Kuesioner Ordinal a. Baik bila jumlah nilai skor > 9
b. Sedang bila jumlah skor 7-8
c. Kurang bila jumlah nilai skor <7.
7. Perilaku Tindakan atau kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk pemenuhan kebutuhan
tertentu berdasarkan pengetahuan,
kepercayaan, nilai dan norma kelompok yang
bersangkutan serta merupakan konsekuensi
logis (ideal dan normatif) dan eksistensi
pengetahuan budaya atau pola pikir yang
dimaksud. Hal yang ingin diteliti adalah
perilaku responden terhadap penilaian dan
penanganan kejang demam pada anak.
Wawancara Kuesioner Ordinal a. Baik bila jumlah nilai skor > 7
b. sedang bila jumlah skor 4-6
c. kurang bila jumlah nilai skor <4.
19
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian berupa penelitian cross-sectional, penelitian dilakuan
secara deskriptif-analitik, dengan pengisian kuesioner untuk mengetahui
gambaran pengetahuan, sikap, dan di Puskesmas Ciputat Timur Tahun 2012.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012 di Puskesmas Ciputat
Timur Kecamatan Ciputat Tangerang Selatan.
3.3. Populasi dan Sampel
1. Populasi target adalah seluruh ibu yang berusia subur (18-49 tahun) yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Ciputat Timur Kecamatan Ciputat
Tangerang Selatan.
2. Populasi terjangkau adalah seluruh ibu yang berusia subur (18-49 tahun)
yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat Timur pada bulan Juni-Juli 2012.
3. Sampel penelitian adalah ibu-ibu yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat
Timur dan telah masuk kriteria inklusi.
a. Kriteria inklusi
1. Ibu yang berusia subur yaitu berada di antara 18-49 tahun.
2. Ibu yang telah menikah dan mempunyai anak berusia 0-6
tahun.
3. Ibu yang telah setuju dijadikan responden penelitian
b. Kriteria eksklusi
1. Ibu yang mempunyai gangguan jiwa.
2. Kuesioner yang tidak terisi dengan lengkap.
20
4. Cara pengambilan sampel adalah dengan non-probability sampling yaitu
consecutive sampling.
5. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus:15
Keterangan :
α = 0,05 ; jadi Zα = 1,96
p = 50%
L = 10%
q = 1- p
Jadi estimasi besar sampel minimal adalah sebanyak 96 orang. Estimasi
besar sampel dengan estimasi drop out 10% sebanyak 106 orang, jadi sampel
yang dibutuhkan adalah 106 orang.
3.4. Variabel Penelitian
Variabel bebas :
Usia ibu.
Pendidikan ibu.
Pendapatan keluarga.
Variabel terikat :
Pengetahuan ibu mengenai kejang demam.
Sikap ibu mengenai kejang demam.
Perilaku ibu mengenai kejang demam.
Ketika menghubungkan antara pengetahuan ibu mengenai kejang demam
dengan perilaku ibu, yang bertindak sebagai variabel bebas adalah pengetahuan
ibu mengenai kejang demam, dan yang bertindak sebagai variabel terikat adalah
perilaku ibu mengenai kejang demam.
21
3.5 Cara Kerja
1. Menentukan pertanyaan penelitiaan.
2. Mengidentifikasi variabel penelitian.
3. Menentukan populasi target, populasi terjangkau.
4. Menentukan besar dan cara pengambilan sampel.
5. Mengembangkan instrumen pengumpulan data.
6. Pengumpulan data
a. Menjelaskan kepada subjek penelitian tujuan dan cara kerja.
b. Meminta persetujuan subjek untuk dijadikan sampel dalam
penelitian.
c. Meminta subjek penelitian untuk mengisi kuesioner.
d. Memandu subjek penelitian dalam mengisi kuesioner.
3.6. Managemen Data
Data yang terkumpul pada penelitian ini akan dilakukan analisis univariat
dan bivariat. Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi
responden dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan jumlah dan ukuran
persentase masing-masing kelompok.
Pada analisis bivariat akan dilakukan uji statistik chi-square dengan
derajat kebebasan pada alpha 5%, jika tidak memenuhi syarat uji chi-square maka
akan dilakukan penggabungan sel.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2012 di Puskesmas
Ciputat Timur. Responden penelitian adalah ibu-ibu pengunjung puskesmas
Ciputat Timur yang telah memenuhi kriteria inklusi sebanyak 106 responden.
4.1. Keterbatasan Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional. Pada
penelitian cross sectional terkadang ditemukan bias temporal ambiguity yaitu
tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat (kausalitas), hubungan yang ada
hanya menunjukkan adanya keterkaitan saja (asosiasi).
Kerangka konsep pada penelitian ini hanya menghubungkan faktor-faktor
yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan variabel dependen, sehingga
masih ada kemungkinan variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep
seperti jumlah anak atau pengalaman ibu mengenai kejang demam sebelumnya.
Secara teoritis banyak faktor yang berhubungan dengan pengetahuan,
sikap, dan perilaku ibu. Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana peneliti
maka penelitian ini hanya meneliti beberapa variabel yang berhubungan yaitu
faktor umur, pendidikan, dan pendapatan keluarga. Kuesioner yang dirancang
sebagai instrumen penelitian ini juga mempunyai keterbatasan karena pertanyaan
bersifat tertutup (disediakan alternatif jawaban), sehingga tidak dapat menggali
informasi lebih banyak lagi.
Pada penelitian ini terdapat fakta bahwa masih banyak ibu yang
mempercayai mitos-mitos mengenai penanganan kejang demam dan masih
banyak ibu yang berpengetahuan rendah mengenai demam dan kejang demam.
23
4.2. Hasil dan Pembahasan Penelitian
4.2.1. Analisis Univariat
Setelah dilakukan analisis univariat dari hasil penelitian pengetahuan,
sikap, dan perilaku ibu terhadap kejang demam pada anak di Puskesmas Ciputat
Timur tahun 2012, diperoleh gambaran sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Golongan Usia, Pendidikan,
Pekerjaan Dan Pendapatan Keluarga.
Variabel Karakteristik Jumlah Persentase (%)
Usia Responden 15-24 tahun 21 19.8
25-35 tahun 73 68.9
36-49 tahun 12 11.3
Pendidikan Pendidikan rendah 39 36.8
Pendidikan sedang 58 54.7
Pendidikan tinggi 9 8.5
Pekerjaan Ibu rumah tangga 93 87.7
Karyawan 5 4.7
Wiraswasta 5 4.7
Guru 2 1.9
Pembantu RT 1 0.9
Pendapatan
keluarga Pendapatan rendah 41 38.7
Pendapatan sedang 45 42.5
Pendapatan tinggi 20 18.9
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari seratus enam responden, maka
diketahui dari tabel 4.1 bahwa pada umumnya responden berusia 25-35 tahun
yaitu sebanyak 73 orang (68.9%), usia 15-24 tahun sebanyak 21 orang (19.8%),
dan usia 36-49 tahun sebanyak 12 orang (11.3%). Saat pengolahan data,
didapatkan rata-rata usia responden adalah 30 tahun. Hal ini sesuai dengan target
responden penelitian ini, yaitu ibu-ibu usia subur yang memiliki anak balita.
Responden memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu sebanyak 58 orang
(54.7 %), sebanyak 39 orang (36.8%) memiliki tingkat pendidikan rendah, dan
sebanyak 9 orang (8.5%) memiliki tingkat pendidikan tinggi.
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa mayoritas responden (87.7%) adalah ibu
rumah tangga. Sebanyak 5 orang responden (4.7%) yang bekerja sebagai
karyawan, 5 orang responden (4.7%) berwiraswasta, dan sisanya 2 orang
24
responden (1.9%) bekerja sebagai guru, serta 1 orang (0.9%) bekerja sebagai
pembantu rumah tangga.
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa sebanyak 45 responden (42.5%) memiliki
pendapatan sedang, 41 responden (38.7%) memiliki pendapatan rendah, dan 20
responden (18.9%) memiliki pendapatan tinggi.
Menurut penelitian serupa yang dilakukan Pohan ITS pada tahun 2010
dengan sampel 90 orang, karakteristik responden adalah 45 responden (50%)
berada pada usia 21-25 tahun, 49 orang (54.4%) berpendidikan terakhir di jenjang
SMA, 75 orang (82.2%) sebagai ibu rumah tangga.16
Dalam hal pendidikan
terakhir dan pekerjaan responden, penelitian Pohan ITS sesuai dengan penelitian
ini.
4.2.1.1. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan responden tentang kejang demam pada anak dilihat dari
pertanyaan dalam kuesioner mengenai kejang demam. Pertanyaan terdiri dari 10
pertanyaan. Skor tertinggi 20 dan skor terendah 10.
Untuk pengolahan lebih lanjut, maka skor nilai pengetahuan responden
tersebut dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu baik, sedang, dan buruk.
Pengetahuan baik bila jumlah skor ≥ 17, pengetahuan sedang bila jumlah skor 14-
16 dan pengetahuan kurang bila jumlah skor <14. Berdasarkan pengkategorian
tersebut, maka dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4. 2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan Jumlah Persentase (%)
Pengetahuan baik 68 64.2
Pengetahuan sedang 38 35.8
Pengetahuan kurang 0 0.0
Jumlah 106 100.0
Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden (64.2%)
yaitu sebanyak 68 responden memiliki pengetahuan baik tentang kejang demam
pada anak, sebanyak 35.8% yaitu sebanyak 38 responden memiliki pengetahuan
25
sedang, dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan kurang. Secara
umum tingkat pengetahuan ibu tentang kejang demam pada anak adalah baik.
Menurut penelitian serupa yang dilakukan oleh Pohan ITS pada tahun
2010, sebanyak 81 responden 90% memiliki pengetahuan baik tentang kejang
demam pada anak, dan hanya 9 responden (10%) yang memiliki pengetahuan
sedang tentang kejang demam pada anak.16
Hal ini sesuai dengan penelitian ini.
4.2.1.2. Sebaran Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik
Pengetahuan responden diukur menggunakan kuesioner dengan
pertanyaan-pertanyaan spesifik tentang kejang demam pada anak. Sebaran
responden berdasarkan jawaban pertanyaan tentang pengetahuan responden
tampak pada tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Spesifik
No Item Pertanyaan Benar Salah
n (%) n (%)
1 Mengetahui definisi demam 77 72.6 29 27.4
2 Mengetahui bahwa demam tinggi dapat menimbulkan
kejang demam
98 92.5 8 7.5
3 Mengetahui penyakit yang paling sering
menyebabkan kejang demam pada anak
74 69.8 32 30.2
4 Mengetahui bahwa kejang demam merupakan
kelainan yang hanya dialami bayi dan balita
46 43.4 60 56.6
5 Mengetahui bahwa kejang demam dapat berulang jika
demam kembali
82 77.4 24 22.6
6 Mengetahui bahwa kejang demam dapat
meningkatkan risiko penyakit epilepsi atau ayan
58 54.7 48 45.3
7 Mengetahui bahwa kejang demam umumnya tidak
berbahaya dan tidak menimbulkan kematian
24 22.6 82 77.4
8 Mengetahui bahwa kejang demam bukan suatu
penyakit keturunan
76 71.7 30 28.3
9 Mengetahui penanganan awal kejang demam 99 93.4 7 6.6
10 Mengetahui bahwa kejang demam dapat dan perlu
dicegah
102 96.2 4 3.8
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pertanyaan yang paling banyak
dijawab benar adalah bahwa kejang demam dapat dan perlu dicegah yaitu
sebanyak 102 orang (96.2%). Pertanyaan yang paling banyak dijawab salah
26
adalah bahwa kejang demam umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
kematian yaitu sebanyak 82 orang (77.4%).
Sebanyak 77 responden (72.6%) menjawab benar definisi suhu saat
demam dan sebanyak 29 orang (27.4%) menjawab salah definisi suhu saat
demam. Sebanyak 98 responden (92.5%) menjawab benar bahwa demam tinggi
dapat menimbulkan kejang. Sebanyak 74 responden (69.8%) menjawab benar
penyakit yang paling sering menyebabkan kejang demam. Akan tetapi sebagian
besar responden yaitu sebanyak 60 responden (56.6%) menjawab salah bahwa
kejang demam hanya terjadi pada bayi dan balita. Hal ini dapat disebabkan karena
responden yang menyalahartikan antara penyakit ayan atau epilepsi dengan kejang
demam.
Menurut penelitian serupa yang dilakukan Pohan ITS pada tahun 2010,
sebanyak 100% yaitu 90 responden menjawab benar mengenai penyebab kejang
demam, sedangkan sebanyak 53 responden 58.9% menjawab salah tentang
frekuensi kejang demam.16
Penelitian yang dilakukan Tarigan dkk, 2006
menyebutkan bahwa responden terbanyak yaitu 31% menjawab batas demam
adalah >37.5 °C.17
4.2.1.2. Sebaran Responden Berdasarkan Sikap
Sikap responden tentang kejang demam pada anak dilihat dari beberapa
pernyataan dalam kuesioner mengenai kejang demam pada anak. Pernyataan
terdiri dari 5 pernyataan. Skor pernyataan responden tertinggi 10 dan skor
terendah 5. Untuk pengolahan lebih lanjut, maka skor sikap responden tersebut
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu baik, sedang, dan buruk. Sikap baik
bila jumlah skor ≥ 9 , sikap sedang bila jumlah skor 7-8 dan pengetahuan kurang
bila jumlah skor < 7. Berdasarkan pengkategorian tersebut, maka dapat dilihat
pada tabel 4.8 di bawah ini.
27
Tabel 4. 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap
Sikap Jumlah Persentase (%)
Sikap baik 84 79.2
Sikap sedang 20 28.9
Sikap kurang 2 1.9
Jumlah 106 100.0
Pada tabel 4.6 terlihat bahwa sebesar 79.2 % responden yaitu 84 orang
memiliki sikap yang baik terhadap pernyataan tentang kejang demam. Sebanyak
20 responden (28.9%) memiliki sikap sedang dan sebanyak 2 responden (1.9%)
memiliki sikap kurang. Secara umum sikap responden tentang masalah kejang
demam pada anak cukup baik.
Menurut Pohan ITS pada penelitiannya tahun 2010 menyebutkan bahwa
sikap responden yang baik tentang kejang demam memiliki persentase cukup
tinggi yaitu sebesar 72.2% (65 orang), sikap sedang sebanyak 24.4% (22 orang),
dan sikap kurang sebanyak 3.3% (3 orang).16
Hal ini sesuai dengan penelitian ini.
4.2.1.3. Sebaran Responden Berdasarkan Sikap Spesifik
Tabel 4. 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Spesifik
No Item Pernyataan Setuju Tidak Setuju
n (%) n (%)
1 Setiap demam akan meyebabkan kejang 32 30.2 74 69.8
2 Demam di atas 38 °C dapat memicu terjadinya
kejang demam
88 83 18 12
3 Mengukur suhu badan anak saat demam adalah
cara yang tepat mengantisipasi kejang demam
98 92.5 8 7.5
4 Kejang demam merupakan masalah serius oleh
karenanya membutuhkan penanganan secepatnya
101 95.3 5 4.7
5 Anak yang mengalami kejang demam perlu
diberikan obat lain selain obat penurun panas
65 61.3 41 38.7
Dari tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yaitu
sebanyak 101 responden (95.3) setuju bahwa kejang demam merupakan masalah
serius dan harus mendapatkan penanganan secepatnya. Sebanyak 98 orang
(92.5%) setuju bahwa pengukuran suhu badan anak saat demam adalah cara yang
paling tepat untuk mengantisipasi kejang demam. Sebanyak 41 orang (38.7%)
28
tidak setuju anak yang mengalami kejang demam perlu diberikan obat lain selain
obat penurun panas. Sebanyak 74 orang (69.8%) tidak setuju bahwa setiap demam
akan menyebabkan kejang.
Pada penelitian Pohan ITS tahun 2010 pernyataan yang paling banyak
dijawab dengan sikap positif adalah pernyataan bahwa anak yang mengalami
kejang demam perlu diberikan obat lain selain obat penurun panas yaitu sebanyak
78 orang (86,7%). Sebanyak 49 orang (54,4%) bersikap tidak setuju pada
pernyataan bahwa setiap demam akan meyebabkan kejang.16
4.2.1.4. Sebaran Responden Berdasarkan Perilaku
Perilaku responden tentang kejang demam pada anak dilihat dari beberapa
pernyataan dalam kuesioner mengenai penilaian dan penanganan awal kejang
demam. Pertanyaan terdiri dari 5 pernyataan. Skor pernyataan responden tertinggi
10 dan skor terendah 0.
Untuk pengolahan lebih lanjut, maka skor perilaku responden tersebut
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu baik, sedang, dan buruk. Perilaku baik
bila jumlah skor ≥ 7, perilaku sedang bila jumlah skor 4-6, dan perilaku kurang
bila jumlah skor < 4. Berdasarkan pengkategorian tersebut, maka dapat dilihat
pada tabel 4.9 di bawah ini.
Tabel 4. 6 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku
Perilaku responden Jumlah Persentase (%)
Perilaku baik 36 34.0
Perilaku sedang 61 57.5
Perilaku kurang 9 8.5
Total 106 100.0
Pada tabel 4.6 terlihat bahwa sebanyak 61 responden (57.5%) responden
memiliki perilaku sedang tentang kejang demam pada anak. Sebanyak 36
responden (34%) responden memiliki perilaku yang baik dan sisanya yaitu 9
responden (8.5%) memiliki perilaku kurang tentang kejang demam pada anak.
29
Secara umum sebagian besar responden berperilaku sedang tentang kejang demam
pada anak.
Pada penelitian Pohan ITS tahun 2010 terdapat 42 responden (46,7%)
berperilaku baik mengenai kejang demam pada anak, sedangkan perilaku yang
sedang sebanyak 38 responden (42,2 %) dan perilaku yang kurang sebanyak 10
responden (11,1%).16
Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian ini dimana
sebagian besar responden berperilaku sedang mengenai kejang demam pada anak.
4.2.1.5. Sebaran Responden Berdasarkan Perilaku Spesifik
Perilaku responden diukur menggunakan kuesioner dengan pernyataan
spesifik mengenai perilaku responden tentang upaya penanganan kejang demam
pada anak. Pada setiap pertanyaan responden dipersilahkan untuk memilih
jawaban lebih dari satu. Sebaran responden berdasarkan perilaku responden
tentang upaya penanganan kejang demam pada anak tampak pada tabel 4.7, 4.8,
4.9, dan 4.10.
Tabel 4. 7 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Cara Penilaian Suhu Anak
Saat Demam
Perilaku Jumlah Persentase (%)
Mengukur dengan termometer 74 69.8
Meraba kening anak 32 30.2
Dari tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden (69.8%)
berpendapat bahwa cara yang paling baik untuk menilai suhu anak adalah dengan
memakai termometer. Dan sebanyak 32 responden (30.2%) memilih untuk
meraba kening anak sebagai cara yang paling baik untuk menilai suhu anak.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tarigan dkk, pada tahun 2006 dengan
sampel 100 orang, didapatkan 38 responden merasakan demam melalui telapak
tangan, 77 menjawab lokasi untuk merasakan demam adalah dahi.17
Pada
penelitian Pohan ITS tahun 2010, sebanyak 50 responden (55.2%) mengukur suhu
anak dengan meraba kening anak.16
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian ini
30
karena sebanyak 74 responden (69.8%) yang mengukur suhu demam anak dengan
termometer.
Tabel 4. 8 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku cara Penanganan
awal terhadap Demam pada anak
Perilaku Jumlah Persentase (%)
Mengompres dengan air dingin 25 23.6
Mengompres dengan air hangat 46 43.4
Mengompres dengan alkohol 2 1.9
Meminumkan obat penurun panas 92 86.8
Dari tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yaitu 92
orang (86.8%) meminumkan obat penurun panas pada saat anak demam. Sebagian
besar responden yaitu 46 orang (43.4%) juga berperilaku baik dengan
mengompres badan anak saat demam dengan air hangat. Sebanyak 25 responden
(23.6%) mengompres anaknya dengan air dingin dan hanya sebanyak 2 responden
(1.9%) mengaku mengompres anaknya dengan alkohol.
Menurut penelitian Dwijaya A pada tahun 2012 tentang gambaran
pengetahuan, sikap, dan pada pemberian parasetamol sebagai penatalaksanaan
awal demam di kelurahan Tegal, Medan, sebanyak 77 responden (77%)
berpengetahuan sedang dan 64 responden (64%) memiliki sikap sedang, serta 82
responden (82%) berperilaku baik.18
Hal ini sesuai dengan penelitian ini, sebanyak
92 responden (86.8%) memberikan anak yang sedang demam obat penurun panas.
Pada penelitian yang dilakukan Damayati TT pada tahun 2008 di ruang
rawat inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan sampel 34 orang, diambil
kesimpulan bahwa sebagian besar pengetahuan ibu tentang demam dalam kategori
sedang, perilaku kompres sebagian besar dalam kategori baik yaitu kompres
dengan air hangat. Dan terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang
demam dengan perilaku kompres.19
Hal ini sesuai dengan penelitian ini dimana
sebanyak 46 responden (43.4%) mengompres anaknya dengan air hangat.
Menurut penelitian Tarigan dkk di Medan tahun 2006 menemukan bahwa
47 responden (47%) mengaku diedukasi oleh dokter untuk kompres menggunakan
31
air dingin dan hanya 22 responden (22%) mengaku dianjurkan dokter untuk
kompres menggunakan air hangat.17
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian ini
karena sudah banyak ibu yaitu 46 responden (43.4%) yang mengompres anaknya
dengan air hangat dan hanya sedikit ibu yaitu 25 responden (23.6%) yang
mengompres anaknya dengan air dingin.
Tabel 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Cara Penilaian Kejang
Demam Pada Anak
Perilaku Jumlah Persentase (%)
Seluruh badan bergerak-gerak (kelojotan) 47 44.3
Mata mendelik ke atas 73 68.8
Badan kaku 43 40.5
Anak menangis keras 17 16.0
Dari tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa hanya 17 orang responden (16 %)
berpendapat bahwa anak menangis keras adalah tanda-tanda dari kejang.
Sebanyak 73 responden (68.8%) berpendapat bahwa mata mendelik ke atas
merupakan tanda-tanda dari kejang. Sebagian responden telah menjawab benar
tentang penilaian kejang demam pada anak. Tidak ditemukan penelitian lain yang
dapat mendukung atau menyanggah penelitian dalam hal penilaian kejang pada
anak.
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Penanganan Awal Kejang
Demam Pada Anak
Perilaku Jumlah Persentase (%)
Menjauhkan dari benda berbahaya 12 11.3
Melonggarkan pakaian anak 16 15.0
Membawa ke RS atau Klinik terdekat 83 78.3
Memasukkan sendok yang dililit kain ke
mulutnya 54 50.9
Memasukkan kopi 22 20.7
Menyiram dengan air dingin 2 1.9
Dari tabel 4.10 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden
(78.3%) yaitu 83 orang memilih untuk membawa anaknya ke Rumah Sakit atau
Klinik dokter terdekat jika terjadi kejang demam pada anak. Sesuai dengan
penelitian Tarigan dkk bahwa 70 responden (70%) mengaku bahwa hal yang
32
paling ditakutkan responden bila anak demam adalah jika terjadi kejang. Oleh
karena itu, orang tua memilih untuk langsung membawa anaknya ke Rumah sakit
atau Klinik dokter terdekat.17
Hanya 12 responden (11.3%) yang memilih untuk menjauhkan anaknya
dari benda berbahaya saat anak mengalami kejang demam. Dan hanya 16
responden (15%) yang memilih untuk melonggarkan pakaian anak saat anak
mengalami kejang demam. Sebagian responden yaitu 54 orang (50.9 %) memilih
untuk memasukkan sendok yang dililit kain ke mulutnya. Dan 22 responden
(20.7%) memilih untuk memasukkan kopi ke mulut anak saat kejang. Hanya 2
responden (1.9%) memilih untuk menyiram anak dengan air dingin jika terjadi
kejang demam pada anak. Tidak ditemukan penelitian lain yang dapat mendukung
atau menyanggah penelitian dalam hal penanganan awal kejang pada anak.
4.2.2. Analisis Bivariat
4.2.2.1. Hubungan Karakteristik Responden dengan Pengetahuan Kejang
Demam Pada Anak
Tabel 4. 11 Hubungan Karakteristik Responden dengan Pengetahuan kejang
demam pada anak
Karakteristik Responden
Pengetahuan
X2 p
value sedang Baik
N % N %
Usia <30 th 22 37.3 37 62.7 0.120 0.729
Usia >31 th 16 34.0 31 66.0
Pendidikan rendah 14 35.9 25 64.1 0 0.994
Pendidikan tinggi 24 35.8 43 64.2
pendapatan rendah 15 36.6 26 63.4
1.177 0.555 pendapatan sedang 14 31.1 31 68.9
pendapatan tinggi 9 45.0 11 12.8
X2= chi-square
Pada tabel 4.11 ditampilkan hasil uji chi-square untuk melihat hubungan
antara karakteristik responden dengan pengetahuan responden tentang kejang
demam pada anak. Tidak terdapat hubungan antara usia responden dengan
33
pengetahuan responden dengan p>0.05 (p=0.729). Tidak ditemukan penelitian
lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.
Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah
menerima informasi sehingga diharapkan pengetahuan, sikap, dan perilaku akan
lebih baik. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna
antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang kejang demam pada
anak dengan p>0.05 (p=0.994). Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung
atau menyanggah hal ini.15,16
Dalam memenuhi kebutuhan primer dan sekunder, keluarga dengan status
ekonomi baik lebih mudah mencari informasi sebagai kebutuhan sekunder
daripada keluarga dengan status ekonomi rendah. Akan tetapi dalam penelitian ini
tidak ditemukan hubungan bermakna antara tingkat pendapatan keluarga dengan
pengetahuan ibu tentang kejang demam pada anak dengan p>0.05 (p=0.555).
Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.15,16
4.2.2.2. Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap Ibu Mengenai
Kejang Demam pada Anak
Tabel 4. 12 Hubungan Karakteristik Responden dengan Sikap Ibu Mengenai
Kejang Demam pada Anak
Karakteristik Responden
Sikap
X2
p value sedang-kurang Baik
n % n %
Usia <30 th 14 23.7 45 76.3 0.716 0.398
Usia >31 th 8 17.0 39 83.0
Pendidikan rendah 10 25.6 29 74.4 0.896 0.344
Pendidikan tinggi 12 17.9 55 82.1
pendapatan rendah 9 22.0 32 78.0 0.058 0.809
pendapatan sedang-tinggi 13 20.0 52 79.2
X2= chi-square
Pada tabel 4.12 ditampilkan hasil uji chi-square untuk melihat hubungan
antara karakteristik responden dengan sikap responden tentang kejang demam
pada anak. Pada awalnya dilakukan uji chi-square dengan tabel 2x3 dan tidak
34
memenuhi syarat uji chi-square sehingga dilakukan penggabungan sel yaitu sikap
sedang dan kurang digabung menjadi satu. Tidak terdapat hubungan antara usia
responden dengan sikap responden dengan p>0.05 (p=0.398). Tidak terdapat
hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan sikap responden dengan
p>0.05 (p=0.344). Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan responden
dengan sikap responden dengan p>0.05 (p=0.809). Tidak ditemukan penelitian
lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.
4.2.2.3. Hubungan Karakteristik Responden dengan Perilaku Kejang
Demam pada Anak
Tabel 4. 13 Hubungan Karakteristik Responden dengan Perilaku Kejang Demam
pada Anak
Karakteristik
Responden
Perilaku
X2
p value sedang-kurang Baik
n % n %
Usia <30 th 38 64.4 21 35.6 0.158 0.691
Usia >31 th 31 68.1 15 31.9
Pendidikan rendah 29 74.4 10 25.6 0.896 0.344
Pendidikan tinggi 41 61.2 26 38.8
pendapatan rendah 27 65.9 14 34.1
0.192 0.909 pendapatan sedang 29 64.4 16 35.6
pendapatan tinggi 14 70.0 6 30.0
X2= chi-square
Pada tabel 4.13 ditampilkan hasil uji chi-square untuk melihat hubungan
antara karakteristik responden dengan perilaku responden tentang kejang demam
pada anak. Pada awalnya dilakukan uji chi-square dengan tabel 2x3 dan tidak
memenuhi syarat uji chi-square sehingga dilakukan penggabungan sel yaitu
perilaku sedang dan kurang digabung menjadi satu. Tidak terdapat hubungan
antara usia responden dengan perilaku responden dengan p>0.05 (p=0.691). Tidak
terdapat hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan perilaku
responden dengan p>0.05 (p=0.344). Tidak terdapat hubungan antara tingkat
pendapatan responden dengan perilaku responden dengan p>0.05 (p=0.909).
Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung atau menyanggah hal ini.
35
4.2.2.4. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden dengan Perilaku Ibu
Mengenai Kejang Demam Pada Anak
Tabel 4. 14 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden dengan Perilaku Ibu
Mengenai Kejang Demam Pada Anak
Karakteristik
Responden
Perilaku
X2 p
value sedang-kurang baik
n % n %
Pengetahuan sedang 30 42.9 40 57.1 4.402 0.036
Pengetahuan baik 8 22.2 28 77.8
Sikap sedang-kurang 14 63.6 8 36.4 0.071 0.789
Sikap baik 56 55.5 28 33.3
X2= chi-square
Pada tabel 4.14 ditampilkan hasil uji chi-square untuk melihat hubungan
antara pengetahuan responden dengan perilaku responden tentang kejang demam
pada anak. Pada awalnya dilakukan uji chi-square dengan tabel 2x3 dan tidak
memenuhi syarat uji chi-square sehingga dilakukan penggabungan sel yaitu
perilaku sedang dan kurang digabung menjadi satu. Terdapat hubungan bermakna
antara pengetahuan responden dengan perilaku responden tentang kejang demam
pada anak dengan p<0.05 (p=0.036).
Ketika melihat hubungan antara sikap dengan perilaku responden tentang
kejang demam pada anak, dilakukan uji chi-square dengan tabel 3x3 dan tidak
memenuhi syarat uji chi-square sehingga dilakukan penggabungan sel yaitu sikap
sedang dan kurang digabung menjadi satu dan perilaku sedang dan kurang
digabung menjadi satu. Tidak terdapat hubungan bermakna antara sikap
responden dengan perilaku responden tentang kejang demam pada anak dengan
p>0.05 (p=0.789). Tidak ditemukan penelitian lain yang mendukung atau
menyanggah hal ini.
4.2.2.5. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Sikap Ibu Mengenai
Kejang Demam Pada Anak
36
Tabel 4.15 Hubungan Pengetahuan Responden dengan Perilaku Ibu Mengenai
Kejang Demam Pada Anak
Karakteristik Responden
Sikap
X2
p value sedang-kurang baik
n % n %
Pengetahuan sedang 8 21.2 30 78.9 0.003 0.955
Pengetahuan baik 14 20.6 58 79.4
X2= chi-square
Ketika melihat hubungan antara sikap dengan perilaku responden tentang
kejang demam pada anak, dilakukan uji chi-square dengan tabel 2x3 dan tidak
memenuhi syarat uji chi-square sehingga dilakukan penggabungan sel yaitu
perilaku sedang dan kurang digabung menjadi satu. Tidak terdapat hubungan
bermakna antara pengetahuan responden dengan sikap responden tentang kejang
demam pada anak dengan p>0.05 (p=0.955). Tidak ditemukan penelitian lain
yang mendukung atau menyanggah hal ini.
37
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Responden berada pada usia 25-35 sebanyak 73 orang (68.3%),
memiliki tingkat pendidikan sedang sebanyak 58 orang (54.7 %), ibu
rumah tangga sebanyak 93 orang (87.7 %), dan tingkat pendapatan
sedang sebanyak 45 orang (42.5 %).
2. Responden sebanyak 68 orang (64.2%) memiliki pengetahuan yang
baik mengenai kejang demam pada anak. Akan tetapi sebanyak 29
orang (27.4%) tidak mengetahui definisi demam, sebanyak 60 orang
(56,6%) tidak mengetahui bahwa kejang demam hanya terjadi pada
bayi dan balita, sebanyak 48 orang (45.3%) tidak mengetahui bahwa
kejang demam dapat meningkatkan risiko penyakit epilepsi, dan
sebanyak 82 orang (77.4%) tidak mengetahui bahwa kejang demam
umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan kematian.
3. Responden sebanyak 84 orang (79.2%) memiliki sikap yang baik
mengenai kejang demam pada anak. Akan tetapi sebanyak 32 orang
(30.2%) setuju bahwa setiap demam akan menyebabkan kejang, dan
sebanyak 41 orang (38.7%) tidak setuju bahwa anak yang mengalami
kejang demam perlu diberikan obat lain selain obat penurun panas
4. Responden sebanyak 61 orang (57.5%) memiliki perilaku sedang
mengenai kejang demam pada anak. Sebanyak 83 orang (78.3%)
memilih untuk membawa anaknya ke Rumah Sakit atau Klinik dokter
terdekat jika terjadi kejang demam pada anak. Akan tetapi, sebanyak
54 orang (50.9%) memilih untuk memasukkan sendok yang dililit kain
38
ke mulut anak, dan 22 orang (20.7%) memilih untuk memasukkan
kopi ke mulut anak saat kejang.
5. Responden sebanyak 92 orang (86.8%) meminumkan obat penurun
panas pada saat anak demam.
6. Tidak terdapat hubungan antara karakteristik responden yaitu usia,
tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan keluarga dengan
pengetahuan, sikap, dan mengenai kejang demam pada anak dengan
p> 0.05.
7. Terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan responden dengan
perilaku responden tentang kejang demam pada anak dengan p<0.05
(p=0.036).
5.2 Saran
1. Puskesmas diharapkan dapat membuat program penyuluhan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan definisi demam dan kejang demam,
penilaian demam, penilaian kejang demam dan penanganan awal
kejang demam pada anak. Dan diharapkan dapat membantah mitos-
mitos yang ada mengenai penanganan awal kejang demam pada anak.
2. Bagi kedokteran komunitas dalam rangka meningkatkan kualitas
kesehatan komunitas secara menyeluruh, diperlukan peningkatan
upaya promotif dan preventif kepada masyarakat yang berhubungan
dengan masalah kejang demam pada anak.
3. Bagi peneliti lain perlu penelitian lanjutan dengan memasukkan
kemungkinan-kemungkinan faktor lain yang lebih berpengaruh, dan
pada populasi yang lebih besar.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Hendarto SK. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM,
Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran. 1982;27:h. 6–8.
2. Haslam RHA. Sistem saraf. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB.
Wahab AS, editors. Nelson: ilmu kesehatan anak Vol 3Ed 15. Jakarta: EGC.
2000;h.2059-60.
3. Tejani NR, Bachur, RG. 2010. Pediatric, Febrile Seizure. Cited at [28 Mei
2011] at http://emedicine.medscape.com/article/801500-overview#a0199
4. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatric
diagnosis and treatment LANGE. The McGraw-Hill Companies: 2007;17:h.
642-7.
5. Berg, AT, Shinnar S, Hauser WA, et al. A prospective study of recurrent
febrile seizures. N Engl J Med 1992;327:1122-7.
6. Jones T, Jacobsen SJ. Childhood febrile seizures: overview and
implications. Int J Med Sci 2007; 4(2): 110-114.
7. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang
demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta. 2006:h. 1–14.
8. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, et al. Neurologi anak. Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius
FK Universitas Indonesia;2000.h. 434–7.
9. Staf Pengajar IKA FKUI. Buku ajar kesehatan anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;1995.h. 15-25.
10. Saharso D. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya; 2006:h. 271-
3.
40
11. WHO, DEPKES RI, IDAI. 2009. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit.
Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota.
Jakarta.2009:16.
12. Pujiarto PS. Demam pada anak, Majalah Kedokteran Indonesia. 2008;58:h.
9.
13. Fitriani S. Promosi kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011;h. 119-40.
14. Notoatmodjo, S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta. 2007;h. 43-64.
15. Muhammad V, Suharyono S, Sri R, Titi S, Hariarti. Studi Cross-Sectional.
Sudigdo S, Sofyan I. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: CV
Sagung Seto. 2002;h. 96-108.
16. Pohan ITS. Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu mengenai
kejang demam pada anak di kelurahan tembung tahun 2010.
17. Terapul T, Chairul AH, Syamsidah L. Pengetahuan, sikap, dan orangtua
tentang demam dan pentingnya edukasi 0leh dokter. Sari Pediatri.
2007:8(3);27–31.
18. Dwijaya A. Gambaran pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu dalam
pemberian parasetamol kepada anak sebagai penatalaksanaan awal demam
di Kelurahan Tegal Sari Mandala II Kecamatan Medan Denai Medan Tahun
2011.
19. Damayati TT. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang demam dengan
perilaku kompres di ruang rawat inap RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
2008.
41
Lampiran 1
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nur Afida Fauzia
Tempat & tanggal lahir : Bandung, 11 April 1992
Alamat : Jl. Kebon Kopi Gg. Nurul Huda 314
Cibeureum Bandung
Riwayat Pendidikan :
TK Berdikari
: 1996-1997
SDN Cibeureum XI : 1997-2003
Mts. Islam Ngruki : 2003-2006
Madrasah Aliyah Al-Mukmin Ngruki : 2006-2009
42
Lampiran 2
Kuesioner Penelitian
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU TENTANG KEJANG
DEMAM DI PUSKESMAS CIPUTAT TIMUR
Petunjuk :
1. Isilah identitas pribadi anda
2. Pilih dan isilah jawaban yang menurut Anda benar.
No. Kuesioner :
1. Nama :
2. Usia : tahun
3. TTL :
4. Alamat :
5. Pekerjaan :
a. Ibu Rumah Tangga
b. Karyawan
c. Guru
d. Bidan/Petugas Kesehatan
e. Wiraswasta
f. Lain-lain
6. Pendidikan :
a. Tidak pernah sekolah
b. Tidak tamat SD
c. Tamat SD
d. Tamat SMP
e. Tamat SMA
f. Tamat Perguruan Tinggi
7. Penghasilan/bln
1) Suami Rp.
2) Istri Rp.
3) Anggota Keluarga lain Rp.
8. Jumlah Anak :
9. Umur Anak : bulan/tahun
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Alamat :
Menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini, tanpa adanya
paksaan dari pihak manapun. Saya akan menjawab seluruh pertanyaan yang
diberikan oleh peneliti dengan jujur dan apa adanya.
, 2012
( )
43
Pengetahuan
1. Pada suhu berapa anak disebut demam?
a. <37° C
b. >38° C
2. Apakah demam tinggi dapat menimbulkan kejang?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah kejang demam sering disebabkan oleh radang infeksi telinga atau
radng tenggorokan?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah kejang demam hanya terjadi pada bayi dan balita?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anak yang pernah mengalami kejang demam dapat mengalami
kejang kembali?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anak yang pernah mengalami kejang demam dapat menderita
penyakit epilepsi (ayan) dikemudian hari?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah kejang demam dapat mengakibatkan kematian?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah kejang demam adalah penyakit keturunan?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah anak yang mengalami kejang akibat demam harus segera dibawa
ke rumah sakit?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah kejang demam bisa dicegah agar tidak kambuh kembali?
a. Ya
b. Tidak
Sikap
No. Pertanyaan Setuju Tidak
Setuju
1. Setujukah Anda setiap demam akan menyebabkan
kejang?
2. Setujukah Anda bahwa kejang demam timbul pada
suhu lebih dari 38°C?
3. Setujukah Anda untuk selalu mengukur suhu badan
anak saat demam untuk mengantisipasi kejang
44
demam?
4. Setujukah Anda bahwa kejang demam merupakan
masalah serius dan harus mendapatkan penanganan
secepatnya?
5. Setujukah Anda jika anak yang mengalami kejang
demam perlu diberi obat lain selain obat penurun
panas?
Perilaku
1. Bagaimana cara yang paling tepat untuk menilai anak sedang mengalami
demam?
a. Mengukur suhu dengan meraba kening anak
b. Membandingkan suhu anak dengan suhu ibu
c. Mengukur suhu dengan termometer
2. Apa yang ibu lakukan jika anak ibu mengalami demam? (jawaban boleh
lebih dari satu) a. Mengompres dengan air dingin
b. Mengompres dengan air hangat
c. Mengompres dengan alkohol
d. Meminumkan obat penurun panas
e. Jawaban lain _____________________
3. Bagaimana cara menilai bahwa anak sedang mengalami kejang? (jawaban
boleh lebih dari satu) a. Seluruh badan bergerak-gerak (kelojotan)
b. Mata mendelik keatas
c. Badan kaku
d. Anak menangis keras
e. Jawaban lain __________________
4. Apa yang Ibu lakukan jika anak Ibu mengalami kejang? (jawaban boleh
lebih dari satu) a. Menjauhkannya dari benda-benda berbahaya
b. Menaruh sendok yang dililit kain di mulutnya
c. Memasukkan kopi
d. Melonggarkan pakaiannya
e. Menyiram dengan air dingin
f. Membawa ke rumah sakit
g. Jawaban lain ________________
5. Apa yang Ibu lakukan apabila anak masih kejang walaupun telah diberi
obat penurun panas dan obat anti kejang?
a. Membiarkan kejang berhenti sendiri
b. Segera membawa ke Rumah Sakit/dokter terdekat
c. Semua jawaban di atas salah
45
46
47
Lampiran 3
kelompok usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 15-24 21 19.8 19.8 19.8
25-35 73 68.9 68.9 88.7
36-50 12 11.3 11.3 100.0
Total 106 100.0 100.0
kelompokusia2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <30 59 55.7 55.7 55.7
>31 47 44.3 44.3 100.0
Total 106 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid pendidikan rendah 39 36.8 36.8 36.8
pendidikan sedang 58 54.7 54.7 91.5
pendidikan tinggi 9 8.5 8.5 100.0
Total 106 100.0 100.0
2 kategori pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid pendidikan rendah (tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP)
39 36.8 36.8 36.8
pendidikan tinggi (tamat SMA, tamat PT)
67 63.2 63.2 100.0
Total 106 100.0 100.0
kategori pendapatan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid pendapatan rendah 41 38.7 38.7 38.7
pendapatan sedang 45 42.5 42.5 81.1
pendapatan tinggi 20 18.9 18.9 100.0
Total 106 100.0 100.0
kategori pengetahuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid sedang 38 35.8 35.8 35.8
baik 68 64.2 64.2 100.0
Total 106 100.0 100.0
kategori nilai sikap
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid kurang 2 1.9 1.9 1.9
sedang 20 18.9 18.9 20.8
baik 84 79.2 79.2 100.0
Total 106 100.0 100.0
48
kategori nilai perilaku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid kurang 9 8.5 8.5 8.5
sedang 61 57.5 57.5 66.0
baik 36 34.0 34.0 100.0
Total 106 100.0 100.0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Guru 2 1.9 1.9 1.9
ibu ruma 93 87.7 87.7 89.6
Karyawan 5 4.7 4.7 94.3
pembantu 1 .9 .9 95.3
Wiraswas 5 4.7 4.7 100.0
Total 106 100.0 100.0
Crosstab
kategori pengetahuan
Total sedang baik
kelompokusia2 <30 Count 22 37 59
Expected Count 21.2 37.8 59.0
% within kelompokusia2 37.3% 62.7% 100.0%
>31 Count 16 31 47
Expected Count 16.8 30.2 47.0
% within kelompokusia2 34.0% 66.0% 100.0%
Total Count 38 68 106
Expected Count 38.0 68.0 106.0
% within kelompokusia2 35.8% 64.2% 100.0%
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square .120a 1 .729
Continuity Correctionb .020 1 .887
Likelihood Ratio .120 1 .729
Fisher's Exact Test .839 .444
Linear-by-Linear Association .119 1 .730
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,85.
b. Computed only for a 2x2 table
49
Crosstab
kategori pengetahuan
Total sedang baik
2 kategori pendidikan pendidikan rendah (tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP)
Count 14 25 39
Expected Count 14.0 25.0 39.0
% within 2 kategori pendidikan
35.9% 64.1% 100.0%
pendidikan tinggi (tamat SMA, tamat PT)
Count 24 43 67
Expected Count 24.0 43.0 67.0
% within 2 kategori pendidikan
35.8% 64.2% 100.0%
cTotal Count 38 68 106
Expected Count 38.0 68.0 106.0
% within 2 kategori pendidikan
35.8% 64.2% 100.0%
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square .000a 1 .994
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .000 1 .994
Fisher's Exact Test 1.000 .578
Linear-by-Linear Association .000 1 .994
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,98.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
kategori pengetahuan
Total sedang baik
2 kategori pendapatan pendapatan rendah
Count 15 26 41
Expected Count 14.7 26.3 41.0
% within 2 kategori pendapatan
36.6% 63.4% 100.0%
pendapatan sedang-tinggi
Count 23 42 65
Expected Count 23.3 41.7 65.0
% within 2 kategori pendapatan
35.4% 64.6% 100.0%
Total Count 38 68 106
Expected Count 38.0 68.0 106.0
% within 2 kategori pendapatan
35.8% 64.2% 100.0%
50
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square .016a 1 .900
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .016 1 .900
Fisher's Exact Test 1.000 .531
Linear-by-Linear Association .016 1 .901
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,70.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
2kategorisikap
Total sedang-kurang baik
kelompokusia2 <30 Count 14 45 59
Expected Count 12.2 46.8 59.0
% within kelompokusia2 23.7% 76.3% 100.0%
>31 Count 8 39 47
Expected Count 9.8 37.2 47.0
% within kelompokusia2 17.0% 83.0% 100.0%
Total Count 22 84 106
Expected Count 22.0 84.0 106.0
% within kelompokusia2 20.8% 79.2% 100.0%
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square .716a 1 .398
Continuity Correctionb .366 1 .545
Likelihood Ratio .725 1 .395
Fisher's Exact Test .474 .274
Linear-by-Linear Association .709 1 .400
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,75.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
2kategorisikap
Total sedang-kurang baik
2 kategori pendidikan pendidikan rendah (tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP)
Count 10 29 39
Expected Count 8.1 30.9 39.0
% within 2 kategori pendidikan
25.6% 74.4% 100.0%
pendidikan tinggi (tamat SMA, tamat PT)
Count 12 55 67
Expected Count 13.9 53.1 67.0
% within 2 kategori pendidikan
17.9% 82.1% 100.0%
Total Count 22 84 106
Expected Count 22.0 84.0 106.0
% within 2 kategori pendidikan
20.8% 79.2% 100.0%
51
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square .896a 1 .344
Continuity Correctionb .487 1 .485
Likelihood Ratio .879 1 .349
Fisher's Exact Test .457 .241
Linear-by-Linear Association .887 1 .346
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,09.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
2kategorisikap
Total sedang-kurang baik
2 kategori pendapatan pendapatan rendah Count 9 32 41
Expected Count 8.5 32.5 41.0
% within 2 kategori pendapatan
22.0% 78.0% 100.0%
pendapatan sedang-tinggi
Count 13 52 65
Expected Count 13.5 51.5 65.0
% within 2 kategori pendapatan
20.0% 80.0% 100.0%
Total Count 22 84 106
Expected Count 22.0 84.0 106.0
% within 2 kategori pendapatan
20.8% 79.2% 100.0%
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square .058a 1 .809
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .058 1 .810
Fisher's Exact Test .811 .497
Linear-by-Linear Association .058 1 .810
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,51.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
2 kategori perilaku
Total sedang-kurang baik
kelompokusia2 <30 Count 38 21 59
Expected Count 39.0 20.0 59.0
% within kelompokusia2 64.4% 35.6% 100.0%
>31 Count 32 15 47
Expected Count 31.0 16.0 47.0
% within kelompokusia2 68.1% 31.9% 100.0%
Total Count 70 36 106
Expected Count 70.0 36.0 106.0
% within kelompokusia2 66.0% 34.0% 100.0%
52
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square .158a 1 .691
Continuity Correctionb .036 1 .849
Likelihood Ratio .158 1 .691
Fisher's Exact Test .837 .425
Linear-by-Linear Association .156 1 .693
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,96.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
2 kategori perilaku
Total sedang-kurang baik
2 kategori pendidikan pendidikan rendah (tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP)
Count 29 10 39
Expected Count 25.8 13.2 39.0
% within 2 kategori pendidikan
74.4% 25.6% 100.0%
pendidikan tinggi (tamat SMA, tamat PT)
Count 41 26 67
Expected Count 44.2 22.8 67.0
% within 2 kategori pendidikan
61.2% 38.8% 100.0%
Total Count 70 36 106
Expected Count 70.0 36.0 106.0
% within 2 kategori pendidikan
66.0% 34.0% 100.0%
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square 1.905a 1 .168
Continuity Correctionb 1.363 1 .243
Likelihood Ratio 1.949 1 .163
Fisher's Exact Test .205 .121
Linear-by-Linear Association 1.887 1 .170
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,25.
b. Computed only for a 2x2 table
53
Crosstab
2 kategori perilaku
Total sedang-
kurang baik
kategori pendapatan pendapatan rendah Count 27 14 41
Expected Count 27.1 13.9 41.0
% within kategori pendapatan
65.9% 34.1% 100.0%
pendapatan sedang Count 29 16 45
Expected Count 29.7 15.3 45.0
% within kategori pendapatan
64.4% 35.6% 100.0%
pendapatan tinggi Count 14 6 20
Expected Count 13.2 6.8 20.0
% within kategori pendapatan
70.0% 30.0% 100.0%
Total Count 70 36 106
Expected Count 70.0 36.0 106.0
% within kategori pendapatan
66.0% 34.0% 100.0%
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-square .192a 2 .909
Likelihood Ratio .194 2 .908
Linear-by-Linear Association .059 1 .809
N of Valid Cases 106
kategori pengetahuan * 2 kategori perilaku Crosstabulation
2 kategori perilaku
Total sedang-kurang baik
kategori pengetahuan sedang Count 30 8 38
Expected Count 25.1 12.9 38.0
% within kategori pengetahuan 78.9% 21.1% 100.0%
baik Count 40 28 68
Expected Count 44.9 23.1 68.0
% within kategori pengetahuan 58.8% 41.2% 100.0%
Total Count 70 36 106
Expected Count 70.0 36.0 106.0
% within kategori pengetahuan 66.0% 34.0% 100.0%
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square 4.402a 1 .036
Continuity Correctionb 3.550 1 .060
Likelihood Ratio 4.594 1 .032
Fisher's Exact Test .053 .028
Linear-by-Linear Association 4.360 1 .037
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,91.
b. Computed only for a 2x2 table
54
kategori pengetahuan * 2kategorisikap Crosstabulation
2kategorisikap
Total sedang-kurang baik
kategori pengetahuan sedang Count 8 30 38
Expected Count 7.9 30.1 38.0
% within kategori pengetahuan 21.1% 78.9% 100.0%
baik Count 14 54 68
Expected Count 14.1 53.9 68.0
% within kategori pengetahuan 20.6% 79.4% 100.0%
Total Count 22 84 106
Expected Count 22.0 84.0 106.0
% within kategori pengetahuan 20.8% 79.2% 100.0%
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square .003a 1 .955
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .003 1 .955
Fisher's Exact Test 1.000 .571
Linear-by-Linear Association .003 1 .955
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,89.
b. Computed only for a 2x2 table
2kategorisikap * 2 kategori perilaku Crosstabulation
2 kategori perilaku
Total sedang-kurang baik
2kategorisikap sedang-kurang Count 14 8 22
Expected Count 14.5 7.5 22.0
% within 2kategorisikap 63.6% 36.4% 100.0%
baik Count 56 28 84
Expected Count 55.5 28.5 84.0
% within 2kategorisikap 66.7% 33.3% 100.0%
Total Count 70 36 106
Expected Count 70.0 36.0 106.0
% within 2kategorisikap 66.0% 34.0% 100.0%
Chi-square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-square .071a 1 .789
Continuity Correctionb .000 1 .989
Likelihood Ratio .071 1 .790
Fisher's Exact Test .804 .488
Linear-by-Linear Association .071 1 .790
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,47.
b. Computed only for a 2x2 table
55
Lampiran