pengertian pengawasan
TRANSCRIPT
a. PENGERTIAN PENGAWASAN
Tak dapat disangkal bahwa masing-masing fungsi pimpinan
berhubungan erat satu sama lain. Hal ini akan lebih jelas, bila kita
ingat bahwa sesungguhnya fungsi pimpinan yang lima itu, yaitu
merencanakan, pengorganisasian, penyusunan, memberi perintah
dan pengawasan adalah prosedur atau urut-rutan pelaksanaan
dalam merealisasi tujuan badan usaha.
Perencanaan berhubungan erat dengan fungsi pengawasan,
karena dapat dikatakan rencana itulah sebagai standar atau alat
pengawasan bagi pekerjaan yang sedang dikerjakan. Demikianpun
fungsi pemberian perintah berhubungan erat fengan fungsi
pengawasan, karena sesungguhnya pengawasan itu merupakan
follow up dari perintah-perintah yang sudah dikeluarkan.
Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya
dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan
pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Tujuan utama dari
pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan
menjadi kenyataan.
Uraian-uraian tentang hal ini adalah sebagai berikut:
Menurut Sondang P. Siagian (2006:107) bahwa:
“Pengawasan adalah proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya”.
Selanjutnya, menurut Sarwoto (2001:83) bahwa:
‘Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-
pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil
yang dikehendaki”.
Sedangkan menurut Sujamto (2001:19) bahwa:
“Pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai
kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan kegiatan, apakah
sesuai dengan yang semestinya atau tidak”.
Dan keempat rumusan definisi pengawasan tersebut di atas, dapat di ambil
beberapa makna inti tentang pengawasan yakni bahwa:
1. Pengawasan merupakan proses kegiatan pengamatan terhadap seluruh
kegiatan organisasi.
2. Melalui pengawasan, kegiatan-kegiatan di dalam organisasi akan dinilai
apakah berjalan sesuai dengan rencana atau tidak.
3. Pengawasan adalah salah satu fungsi dan wewenang pimpinan pada berbagai
tingkatan manajemen di dalam suatu organisasi.
4. Pengawasan harus dilakukan secara konsisten dan berlanjut sehingga gerak
organisasi dapat diarahkan kepada pencapaian tujuan secara efektif dan
efisien.
5. Dalam melakukan pengawasan diperlukan standar penilaian sebagai alat
evaluatif terhadap kegiatan-kegiatan yang diawasi.
Berkaitan dengan topik pembahasan di dalam proposal ini, maka pengawasan
yang di maksud adalah pengawasan terhadap disiplin kerja pegawai pada Inspektorat
Kabupaten Pangkep dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehari-hari.
pengawasan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah mereka bekerja sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
b. JENIS-JENIS PENGAWASAN
Dalam praktik manajemen dikenal ada beberapa jenis pengawasan. Menurut
Sujamto (2001:76-79) jenis-jenis pengawasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan langsung
2. Pengawasan tidak langsung
3. Pengawasan ektern
4. Pengawaan intern
5. Pengawasan prepentif
6. Pengawasan represif
7. Pengawasan formal
8. Pengawasan informal
9. Pengawasan umum
10. Pengawasan fungsional
Pengertian masing-masing jenis pengawasan tersebut di atas, dijelaskan oleh
Sujamto sebagai berikut:
1. Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara
mendatangi dan melakukan pemeriksaan di tempat terhadap obyek yang
diawasi. Contoh bentuk pelaksanaan pengawasan langsung ini yaitu jika
seorang pimpinan atau atasan mendatangi seorang pegawai stafnya yang
sedang bekerja dan melakukan penilaian tentang pelaksanaan tugasnya.
2. Pengawasan tidak langsung adalah kebalikan dan jenis pengawasan langsung,
yaitu pengawasan yang dilakukan tanpa mendatangi obyek yang diawasi
tetapi banya memeriksa laporan tentang obyek pengawa1an yang
disampaikan kepada pengawas. Misalnya seorang pimpinan memeriksa
daftar absensi kehadiran bawahan atau laporan pelaksanaan pekerjaan
bawahan yang disampaikan kepada pimpinan.
3. Pengawasan ektern berarti pengawasan yang dilakukan oleh aparat
pengawasan dan luar organisasi. Misalnya pengawasan yang dilakukan oleh
Dirjen Pengawasan Keuangan Negara terhadap salah satu departemen. Jadi
tidak dilakukan oleh badan pengawasan dan departemen itu sendiri.
4. Pengawasan intern berarti pengawasan yang dilakukan oleh unit/pejabat
pengawasan dan organisasi sendiri. Misalnya pengawasan yang dilakukan
oleh petugas direktorat kepada departemen itu sendiri.
5. Pengawasan prepentif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum
pelaksanaan kegiatan. Ini berarti bahwa obyek pengawasan tersehut adalah
rencana yang telah disusun, yang dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
suatu hal atau kejadian yang tidak diinginkan.
6. Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan
dilaksanakan. Jadi kebalikan dan pengawasan prepentif. Dalam praktik, jenis
pengawasan ini dapat dilihat misalnya pada pengawasan terhadap produk
hukum atau keputusan pemerintah yang telah dikeluarkan, disarankan untuk
ditinjau kembali.
7. Pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh instansi/pejabat
yang berwewenang (resmi) baik yang bersifat intern maupun ekstern.
Misalnya seorang pejabat Inspektorat rnelakukan pemeriksaan dalam
lingkungan departemennya atau instansi yang ada di dalam jajaran
departemennya.
8. Pengawasan informal adalah pengawasan yang dilakukan oeh masyarakat,
baik langsung maupun tidak langsung. Contoh bentuk pengawasan ini yaitu
laporan atau pengaduan masyarakat rnengenai adanya penyimpangan yang
dilakukan oleh aparat pemerintah.
9. Pengawasan umum adalah pengawasan terhadap seuruh aspek pelaksanaan
tugas pokok organisasi. Jadi bukan hanya pengawasan terhadap beberapa
aspek tertentu saja.
10. Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang
diadakan khusus untuk membantu pimpinan (manajer) dalam menjalankan
fungsi pengawasan dilingkungan organisasi yang dipimpinnya. Misalnya
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau di singkat BPKP yang
diadakan untuk mernbariu Presiden dalarn menjalankan pengawasan umum
atau penguasaan atau pengurus keuangan serta pengawasan pembangunan
yang menjadi tanggung jawab Presiden. Contoh lain misalnya suatu
badan/lembaga yang fungsinya melakukan pengawasan terhadap suatu
organisasi tertentu (BPKP terhadap suatu departemen).
c. PRINSIP-PRINSIP PENGAWASAN
Untuk mendapatkan suatu sistem pengawasan yang efektif,
maka perlu dipenuhi beberapa prinsip pengawasan. Dua prinsip
pokok, yang merupakan suatu conditio sine qua non bagi suatu
sistem pengawasan yang efektif. Prinsip pokok pertama merupakan
suatu keharusan, rencana itu merupakan standar atau alat
pengukur daripada pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan.
Demikianpun prinsip pokok kedua merupakan suatu keharusan yang
perlu ada agar sistem pengawasan itu memang benar-benar dapat
efektif dilaksanakan. Selain kedua prinsip pokok diatas, maka suatu sistem
pengawasan haruslah pula mengandung prinsip-prinsip berikut:
1. Dapat mereflektir sifat-sifat dan kebutuhan-kebutuhan dari kegiatankegiatan
yang harus diawasi.
2. Dapat dengan segera melaporkan penyimpangan –penyimpangan.
3. Fleksibel.
4. Dapat mereflektir pola organisasi.
5. Ekonomis.
6. Dapat dimengerti.
7. Dapat menjamin diadakannya tindakan korektif.
Oleh karenanya, agar sistem pengawasan itu benar-benar efektif artinya dapat
merealisasi tujuannya, maka suatu sistem pengawasan setidak-tidaknya harus dapat
dengan segera melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari rencana. Oleh
karena itulah, suatu sistem pengawasan yang efektif harus dapat segera
penyimpangan-penyimpangan, sehingga berdasarkan penyimpagan-penyimpagan itu
dapat diambil tindakan untuk pelaksanaan selanjutnya agar pelaksanaan keseluruhan
benar-benar dapat sesuai atau mendekati apa yang direncanakan sebelumnya. Suatu
sistem pengawasan adalah efektif, bilamana sistem pengawasan itu memenuhi prinsip
fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat dipergunakan,
meskipun terjadi perubahan-peruban terhadap rencana diluar dugaan. Misalnya
sesuatu pekerjaan direncanakan selesai dalam waktu 25 hari, berarti bahwa ukuran
yang dipergunakan disini tidaklah mengandung prinsip fleksibel. Ia baru memenuhi
prinsip demikian, jika misalnya direncanakan bahwa pekerjaan itu diselesaikan dalam
waktu seratus jam mesin kerja. Berhubung rusaknya mesin-mesin tidak dimasukkan
dalam perhitungan, yang berarti bahwa pengawasan itu mengandung prinsip
fleksibilitas. Titik berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada manusia, sebab
manusia itulah yang melakukan kegiatan-kegiatan dalam badan usaha atau dalam
organisasi bersangkutan. Ini berarti bahwa dengan suatu sistem pengawasan
penyimpangan yang terjadi dapat ditunjukan pada pola organisasi bersangkutan
(Kahar, 2009).
d. MAKSUD DAN TUJUAN PENGAWASAN
Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan,
penyimpangan, ketidaksesuaian, penyelewengan dan lainnya yang ridak sesuai dengan
ketentuan atau rencana yang telah ditetapkan.
Berkaitan dengan peningkatan disiplin kerja pegawai, maka pengawasan
dimaksudkan untuk memperbaiki penyimpangan disiplin yang dilakukan oleh pegawai
sehingga sikap dan perilakunya dalam bekerja sehari-hari sesuai dengan peraturan
disiplin pegawai yang berlaku.
Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara
berdayaguna (efisien) dan berhasil guna (efeictif), sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.
Dalam hubungan dengan disiplin kerja pegawai, maka pengawasan yang
dilakukan bertujuan produktifitas kerja pegawai bermanfaat bagi organisasi dan
frekuensi pelanggaran disiplin dapat ditekan seminimal mungkin.
Dalam melaksanakan waskat. penting diperhatikan oleh pengawasan adalah
prinsip-prinsip pengawasan yaitu meliputi:
1. Waskat pada dasarnya dilakukan secara berjenjang, namun demikian setiap
pimpinan pada saat-saat tertentu dapat melakukan pengawasan pada setiap
jenjang yang ada dibawahnya.
2. Waskat harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan secara sadar dan wajar
sebagai salah satu fungsi manajemen yang penting dan tidak terpisahkan dan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi.
3. Waskat lebih diarahkan pada pencegahan terjadinya penyimpangan. Oleh
karena itu perlu adanya petunjuk yang jelas yang dapat mencegah terjadinya
penyimpangan. Dalam pelaksanaan fungsi manajemen perlu dilakukan
Waskat untuk menjamin agar tujuan dicapai secara efisien dan efektif.
Berbagai kegiatan memerlukan pula pengawasan dalarn rangka
penyempurnaan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi.
Lebih dan itu pengawasan juga dipergunakan untuk rnenyempurnakan sistem
pengawasan.
4. Waskat harus bersifat membina. Oleh karena itu, kriteria adanya
penyimpangan harus didasarkan pada kriteria yang jelas dan penyimpangan
tersebut harus dideteksi secara dini.
Agar pelaksanaan pengawasan berjalan dengan baik dan hasilnya memuaskan
hagi organisasi, maka syarat-syarat pengawasan yang secara umum dapat
dipergunakan menurut Handayaningrat (2005:150) adalah sebagai berikut:
1. Menentukan standar pengawasan yang baik dan dapat dilaksanakan.
2. Menghindarkan adanya tekanan dan paksaan yang nenyebabkan
penyimpangan dam tujuan pengawasan itu.
3. Melakukan koreksi terhadap rencana yang akan dipakai untuk mengadakan
perbaikan dan penyempurnaan rencana yang akan datang.
Berkaitan dengan hal di atas, maka beberapa cara yang baik dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang diawasi untuk
memberikan keterangan yang jelas dan ikut memecahkan hal-hal yang
mempengaruhinya.
2. Menghargai hasil-hasil pekerjaan pihak-pihak yang diawasi.
3. Melakukan suatu kerjasama agar diperoleh saling pengertian, saling percaya
rnernpercayai dan bersifat memberikan pendidikan.
Untuk mencapai efektif dan efisien pelaksanaan segala jenis bentuk pengawasan,
perlu di tempuh suatu proses tertentu yang mengatur rangkaian langkah-langkah yang
di tempuh oleh si pengawas dalam melakukan pengawasan. Tahap-tahap pelaksanaan
pengawasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan standar atau dasar untuk pengawasan
2. Meneliti basil yang di capai
3. Membandingkan pelakanaan dengan standar dan menetapkan perbedaannya
(bilamana ada perbedaan)
4. Memperbaiki penyimpangan dengan tindakan-tindakan korektif