pengertian anastesi
TRANSCRIPT
PENGERTIAN ANASTESI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa"
danaesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri berbagai tindakan
meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di operasi
maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat,
pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.
PEMBAGIAN ANASTESI
1. ANASTESI UMUM
Adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anastesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.
Cara pemberian anastesi umum:
a. Parenteral (intramuscular/intravena)
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anastesi.b. Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan singkat.
c. Anastesi Inhalasi
Yaitu anastesi dengan menggunakan gas atau cairan anastesi yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (denganO2) dankonsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.
Stadium AnestesiGuedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium
(stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:
a. Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampaihilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat
analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakanpembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini
b. Stadium IIStadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.
c. Stadium III
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Stadium I I I dibagi menjadi 4 plana yaitu:1) Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi
gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai menurun).
2) Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidakmenurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.
3) Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot semakin menurun).
4) Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostalparalisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat menurun).
d. Stadium IV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.
Obat-obat anestesi umum
a. Tiopenthal :
1) Bubuk berbau belerang, berwarna kuning, dalam ampul 500/1000 mg. Dilarutkan dengan aquades sampai konsentrasi 2,5%. Dosis 3-7 mg/kgBB.
2) Melindungi otak oleh karena kekurangan O2.
3) Sangat alkalis, nyeri hebat dan vasokonstriksi bila disuntikkan ke arteri yang menyebabkan nekrosis jaringan sekitar.
b. Propofol:
1) Dalam emulsi lemak berwarna putih susu, isotonic, dengan kepekatan 1%. Dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB, rumatan 4-12mg/kgBB/jam, sedasi perawatan intensif 0,2mg/kgBB. Pengenceran hanya dengan Dextrosa 5%.
2) Dosis dikurangi pada manula, dan tidak dianjurkan pada anak dibawah 3 thn dan ibu hamil.
c. Ketamin:
1) Kurang disenangi karena sering takikardi, HT, hipersalivasi, nyeri kepala. Paska anestesi mual, muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Dosis bolus iv 1-2mg/kgBB, im 3-10mg/kgBB.
2) Dikemas dalam cairan bening kepekatan 5%, 10%, 1%.
d. Opioid:
1) Diberikan dosis tinggi, tak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk pasien dengan kelainan jantung.
2) Untuk induksi dosis 20-50mg/kgBB, rumatan dosis 0,3-1 mg/kgBB/mnt.
Untuk memberikan cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-vena di punggung tangan, di dalam pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah kubiti. Pada anak kecil dan bayi digunakan punggung kaki, depan mata kaki atau di kepala. Bayi bari lahir digunakan vena umbilikus.
2. ANASTESI LOKAL/REGIONAL
Adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai hilangmya kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dengan tekhnik:a. Anastesi Permukaan
Yaitu pengolesan atu penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa, seperti mata, hidung atau faring.
b. Anastesi Infiltrasi
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disekitar tempat lesi, luka dan insisi.
c. Anastesi Blok
Penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misal saraf oksipital dan pleksus brachialis, anastesi spinal, anastesi epidural, dan anestesi kaudal.Pada anestesi spinal, anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarakhnoid.
1) Anastesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas dengan
memasukkan anestesi local dalam rung subarachnoid di tingkat lumbal (biasanya
L4 dan L5). Cara ini menghasilkan anesthesia pada ekstermitas bawah, perenium
dan abdomen bawah. Untuk prosedur fungsi lumbal, pasien dibaringkan miring
dalam posisi lutut-dada. Teknik steril diterapkan saat melakukan fungsi lumbal
dan medikasi disuntikkan melalui jarum. Segera setelah penyuntikan, pasien
dibaringkan terlentang. Jika diinginkan tingkat blok yang secara relative tinggi,
maka kepala dan bahu pasien diletakkan lebih rendah.
Penyebab agens anastetik dan tingkat anesthesia bergantung pada jumlah
cairan yang disuntikkan, posisi pasie setelah penyuntikan, dan berat jenis agens.
Jika berat jenis agens lebih berat dari berat jenis cairan serebrospinal (CSS), agens
akan bergerak keposisi dependen spasium subarachnoid, jika berat jenis agens
anastetik lebih kecil dadri CSS, maka anasteti akan bergerak menjauh bagian
dependen. Perbatasan ini dikendalikan oleh ahli anestesi. Secara umum, agens
yang digunakan adalah prokain, tetrakain (Pontocaine), dan lidokain (Xylokain).
Dalam beberapa menit, anestesia dan paralisis mempengaruhi jari-jari kaki
dan perineum dan kemudian secara bertahap mempengaruhi tungkai dan
abdomen. Jika anestetik mencapai toraks bagian atas dan medulla spinalis dalam
konsentrasi yang tinggi, dapat terjadi paralisis respiratori temporer, parsial atau
komplit. Paralisis oto-otot pernapasan diatasi dengan mempertahankan respirasi
artificial sampai efek anestetik pada saraf respiratori menghilang. Mual, muntah
dan nyeri dapat terjadi selama pembedahan ketika digunakan anestesia spinal.
Sebagai aturan, reaksi ini terjadi akibat traksi pada berbagai struktur, terutama
pada struktur di dalam rongga abdomen. Reaksi tersebut dapat dihindari dengan
pemberian intarvena secara simultan larutan teopental lemah dan inhalasi oksida
nitrat.
Indikasi
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai
bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus
seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul,
bedah obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil
dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi
lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan
tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi neuropati, prior spine surgery,
nyeri punggung, penggunaan obat-obatan preoperasi golongan AINS, heparin
subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, serta a resistant surgeon.
Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed
concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan
untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga
adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
adalah penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin
parsial (PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.
Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan
operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan
tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki
permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai
dengan 30G. obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain,
lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran
obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat
lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat
ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari
area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang
sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki berat
jenis 1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan
duk steril juga harus disiapkan. Jarum spinal. Dikenal 2 macam jarum spinal,
yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti ujung bamboo runcing (Quincke-
Babcock atau Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre).
Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca
penyuntikan spinal.
Teknik Anestesi Spinal
Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi.
2. Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebrata lumbalis (interlumbal).
3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.
4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater, dan lapisan subaraknoid.
5. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.
6. Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri saat
penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine, meningitis, cedera
pembuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal total.
Pengkajian keperawatan yang dilakukan setelah anestesia spinal, selain
memantau tekanan darah, perawat perlu mengobservasi pesien dengan cermat dan
mencatat waktu saat perjalanan sensasi kaki dan jari kembali. Jika sensasi pada
jari kaki telah kembali sepenuhnya, pasien dapat dipertimbangkan telah pulih dari
efek anestetik spinal.
2) Blok Epidural
Anestesia epidural dicapai dengan menyuntikkan anestetik local ke dalam
kanalis spinalis dalam spasium sekeliling durameter. Anestesia epidural memblok
fungsi sensori, motor dan otonomik yang mirip, tetapi tempat injeksinya yang
membedakannya dari anestesi spinal. Dosis epidural lebih besar disbanding dosis
yang diberikan selama anestesi spinal karena anestesi epidural tidak membuat
kontak langsung dengan medulla atau radiks saraf. Keuntungan dari anestesi
epidural adalah tidak adanya sakit kepala yang kadang disebabkan oleh
penyuntikan subarachnoid. Kerugiannya adalah memiliki tantangan teknik yang
lebih besar dalam memasukkan anestetik ke dalam epidural dan bukan ke dalam
spasium subarachnoid. Jika terjadi penyuntikan subarachnoid secarA tidak
sengaja selama anestesi epidural dan anestetik menjalar ke arah kepala, akan
terjadi anestesia spinal “tinggi”. Anestesia spinal tinggi dapat menyebabkan
hipotensi berat dan depresi atau henti napas. Pengobatan untuk komplikasi ini
adalah dukungan jalan napas, cairan intravena, dan penggunaan vasopresor.
3) Blok Pleksus Brakialis
Blok pleksus brakialis menyebabkan anestesia pada lengan.
4) Anestesia Paravertebral
Anestesia paravertebral menyebabkan anestesia pada saraf yang mempersarafi
dada, dindind abdomen dan ekstremitas.
5) Blok Transakral (Kaudal)
Blok transakral menyebabkan anestesia pada perineum dan kadang abdomen
bawah.
d. Anastesi Regional Intravena
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan torniquet pneumatik.