pengendalian tindakan, personel, dan budaya

32
SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN “Pengendalian Terhadap Tindakan, Personel, dan Budaya” disusun oleh : Widiyanti Novita Wildam A31113329 Khaerunnisa Nur Fatimah S. A31113510 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Upload: widiyanty-novita-wildam

Post on 16-Feb-2016

1.005 views

Category:

Documents


247 download

DESCRIPTION

akuntansi, sistem pengendalian manajemen

TRANSCRIPT

Page 1: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

“Pengendalian Terhadap Tindakan, Personel,

dan Budaya”

disusun oleh :

Widiyanti Novita Wildam A31113329

Khaerunnisa Nur Fatimah S. A31113510

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2015

Page 2: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

Pengendalian Tindakan, Personel dan Budaya

Pengendalian hasil bukan hanya satu-satunya bentuk pengendalian.

Perusahaan dapat menambah atau mengganti pengendalian hasil dengan bentuk

pengendalian lainnya dengan tujuan untuk membuat karyawan bertindak sesuai

dengan yang diharapkan perusahaan. Salah satu jenis pengendalian, pengendalian

tindakan, ialah memastikan karyawan melakukan (atau tidak melakukan) tindakan

tertentu yang dinilai dapat menguntungkan (merugikan) perusahaan. Meskipun

pengendalian tindakan lazim digunakan dalam perusahaan, tetapi wujud

pengendalian ini tidak selalu efektif untuk setiap situasi. Pengendalian tindakan

hanya tepat digunakan ketika manajer mengetahui tindakan apa yang diinginkan

(tidak diinginkan) dan bisa memastikan bahwa tindakan yang diinginkan (tidak

diinginkan) tersebut terjadi (tidak terjadi). Kedua, pengendalian personel,

didesain untuk membuat karyawan dapat melakukan tugas yang diinginkan engan

memuaskan secara mandiri karena mereka adalah karyawan yang

berpengalaman,jujur, dan bekerja keras.

Pengendalian Tindakan

Pengendalian tindakan adalah bentuk paling langsung dari pengendalian

manajemen karena meliputi pengambilan langkah-langkah tertentu untuk

memastikan karyawan bertindak sesuai dengan keinginan perusahaan dengan

membuat tindakan karyawan sendiri sebagai fokus pengendalian. Pengendalian

tindakan memiliki empat bentuk dasar yaitu :

Pembatasan perilaku

Penilaian Pratindakan

Akuntabilitas Tindakan

Redundansi

Page 3: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

Pembatasan Perilaku

Pembatasan perilaku merupakan sebuah bentuk pengendalian tindakan yang

bersifat “negative” atau “memaksa”. Pembatasan perilaku membuat karyawan

mustahil, atau setidaknya lebih sulit, untuk melakukan hal-hal yang seharusnya

tidak dilakukan. Pembatasan dapat diterapkan secara fisik atau administrative.

Sebagian besar perusahaan menggunakan beragam bentuk pembatasan fisik,

termasuk mengunci meja, memasang kata sandi untuk computer, membatasi akses

karyawan ke area-area tertnetu. Misalnya tempat dimana perusahaan menyimpan

informasi sensitive dan inventaris berharga milik perusahaan.

Pembatasan Administratif

Pembatasan administrative dapat pula digunakan untuk membatasi

kemampuan karyawan untuk melaksanakan seluruh atau hanya sebagian porsi dari

tugas maupun tindakan terntentu. Suatu bentuk umum dari pengendalian

administrative mencakup pembatasan otoritas dari pengambilan keputusan.

Bentuk umum lain dari pengendalian administrative biasanya merujuk

pada pemisahan tugas. Hal ini meliputi memcah tugas yang diperlukan untuk

menyelesaikan pekerjaan yang perlu penanganan khusus, sehingga tidak

memungkinkan seseorang atau setidaknya menyulitkan seseorang, untuk

menyelesaikan tugas tertentu seorang diri.

Pemisahan tugas adalah salah satu syarat dasar dari pengendalian internal,

yaitu suatu istilah yang berorientasi pada pengendalian yang digunakan oleh

mereka yang bekerja dibidang auditing. Akan tetapi efektivitas dari pemisahan

tugas ini dikatakn terbatas, sebab pemisahan tugas tidak dapat menghilangkan

kemungkinan terjadinya kolusi secara menyeluruh, sepertia diantara mereka yang

bertugas menerima cek dan yang bertanggung jawab terhadap entri pembayaran.

Terkadang pembatasan fisik dan administrative dapat dikombinasikan

dengan suatu istilah yang biasa disebut poka-yokes yang dirancang untuk

membuat suatu proses atau system menjadi foolproof. Poka-yoke adalah tahapan

yang dibangun kedalam sebuah proses untuk mencegah terjadinya penyimpangan

Page 4: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

(deviasi) dari urutan tahap yang benar ; yakni suatu tindakan tertentu harus

diselesaikan terlebih dahulu sebelum lanjut ke tahap berikutnya. Contoh

mekanisme sederhana dari poka-yoke ialah dipasangnya saklar dipintu oven

microwave sehingga oven tidak dapat beroperasi apabila pintu oven itu terbuka.

Kesalahan yang sama poka-yoke yang berfungsi untuk mencegah kesalahan ini

dapat pula dibangun kedalam beberapa proses perangkat lunak idiot-proof pada

laptop atau pada alat-alat handheld di kokpit pesawat, alih-alih memperbolehkan

mereka untuk mengkalkulasikan penghitungansebelum terbang secara manual

yang rawan kesalahan.

Penilaian Pratindakan

Penilaian pratindakan mencakup adanya penyelidikan kritis terhadap

rencana tindakan pada para karyawan yang dikendalikan. Penilai dapat

menyetujui atau tidak menyetujui tindakan yang diajukan, meminta dilakukannya

modifikasi atau perubahan, maupun meminta agar pernecanaannya dirancang

lebih seksama lagi sebelum memberikan persetujuan akhir. Bentuk umum dari

penilaian pratindakan berlangsung selama proses pernecanaan dan penganggaran

yang ditandai oleh berbagai level penilaian terhadap tindakan dan anggaran yang

direncanakan pada level organisasi yang lebih tinggi.

Akuntabilitas Tindakan

Akuntabilitas tindakan ialah meminta karyawan untuk bertanggung jawab

atas tindakan yang mereka lakukan. Agar bisa diterapkan dengan baik,

pengendalian akuntabilitas tindakan membutuhkan hal-hal berikut :

Mendefinisikan tindakan apa yang dapat diterima maupun yang tidak

dapat diterima.

Mengomunikasikan definisinya kepada karyawan

Mengobservasi atau jika tidak melacak apa yang terjadi

Memberikan imbalan kepada tindakan yang baik atau memberikan

hukuman kepada tindakan yang menyimpang dari norma.

Page 5: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

Walau pengendalian akuntabilitas tindakan akan menjadi sangat

efektif jika tindakan-tindakan yang diinginkan dikomunikasikan

dengan baik, komunikasi saja tidak cukup untuk membuat

pengendalian berjalan efektif. Orang-orang yang dipengaruhi atau

dikontrol harus memahami apa saja yang disyaratkan dalam

bekerja dan menyakini bahwa tindakan mereka akan diperhatikan

dan diberi imbalan atau hukuman.

Tindakan dapat dilacak dengan berbagai cara. Tindakan

karyawan dapat langsungdiobservasi dan dilakukan terus-menerus

oleh pangawas langsung pada lini produk. Hal ini disebut

pengawasan atau pemantauan langsung.

Akuntabilitas tindakan biasanya diterapkan dengan disertai

penguatan negative. Maksudnya, tindakan-tindakan tetentu lebih

diidentikkan dengan hukuman dibandingkan dengann imbalan.

Sebagai contoh, perushaan manufaktur biasanya mengadakan

“insentf negative” yang menetapkan bahwa karyawan yang

terlambat pada giliran kerja mereka tidak akan mendapat bonus

harian dan mereka yang tidak datang kerja saat gilirannya tidak

akan mendapat bonus mingguan.

Redundansi

Redundansi, yang meliputi penugasan lebih banyak karyawan (atau

peralatan) untuk melakukan suatu tugas dibandingkan jumlah yang sesungguhnya

dibutuhkan, atau setidaknya menyediakan karyawan (atau peralatan) cadangan,

juga dapat dikatakan sebagai pengendalian tindakan sebab hal ini dapat

meningkatkan kemungkinan akan terselesaikannya tugas dengan memuaskan.

Redundansi biasa terjadi di fasilitas komputer, fungsi keamanan, dan operasi-

operasi penting lainnya. Namun, redundansi jarang dipakai di area kerja lain

karena biayanya yang mahal. Terlebih, penugasan lebih dari satu orang karyawan

untuk tugas yang sama biasanya menimbulkan konflik, frustrasi, dan/atau rasa

bosan.

Page 6: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

Pengendalian Tindakan dan Masalah Pengendalian

Pengendalian tindakan dapat berjalan baik karena, sama halnya dengan

tipe pengendalian lain, pengendalian tindakan berhubungan dengan satu atau lebih

dari tiga masalah dasar pengendalian. Tabel 3.1 menunjukkan tipe-tipe masalah

yang diakibatkan oleh masing-masing pengendalian tindakan.

Pembatasan perilaku mulanya efektif untuk menghilangkan masalah

motivational. Karyawan yang mungkin sempat tergoda untuk terlibat dalam

perilaku yang tidak diinginkan dapat terhindar untuk berbuat demikian.

Penilaian pratindakan dapat berhubungan dengan tiga masalah

pengendalian. Karena penilaian ini sering melibatkan komunikasi kepada

karyawan mengenai hal apa saja yang diinginkan oleh perusahaan, maka penilaian

ini pun dapat membantu meringankan kurangnya pengarahan dalam perusahaan.

Penilaian ini juga dapat memberikan motivasi, sebab ancaman akan

dilaksanakannya penilaian terhadap tindakan karyawan biasanya menuntut adanya

perhatian ekstra dalam persiapan proposal biaya, anggaran, atau perencanaan

tindakan. Penilaian pratindakan juga bisa dengan melakukan mitigasi dampak

pembatasan perorangan yang berpotensi merugikan, sebab penilai yang bagus

dapat menambah kepiawaiannya jika diperlukan. Penilaian ini dapat mencegah

terjadinya kesalahan maupun tindakan merugikan lainnya.

Pengendalian akuntabilitas tindakan dapat pula berhubungan dengan

semua masalah pengendalian. Rincian mengenai tindakan yang diinginkan dapat

membantu mengarahkan dan mengurangi ragam pembatasan perorangan akibat

keterampilan atau pengalaman yang tidak mencukupi. Adanya imbalan dan

hukuman membantu memberi motivasi.

Penerapan redundansi relatif terbatas. Redundansi awalnya efektif dalam

membantu menyelesaikan tugas khusus jika terdapat keraguan mengenai apakah

karyawan yang ditugaskan untuk pekerjaan tersebut benar-benar termotivasi untuk

melakukan pekerjaan secara memuaskan, ataukah ia memang mampu untuk

melakukannya.

Page 7: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

Tabel 3.1 Masalah Pengendalian yang disebabkan oleh jenis pengendalian

tindakan

Jenis

Pengendalian

Tindakan

Masalah Pengendalian

Kurangnya

Pengarahan

Masalah

Motivasi

Pembatasan

Perorangan

Pembatasan

PerilakuX

Penilaian Pra

tindakanX X X

Akuntabilitas

TindakanX X X

Redundansi X X

Sumber : K.A. Merchant. Modern Management Control System; Text and

Cases (Upper Saddle River. NJ. Prentice Hall. 1998, Hlm. 30

Pencegahan Versus Deteksi

Pengendalian tindakan dapat juga diklasifikasikan berdasarkan apakah

pengendalian ini ditujukan untuk mencegah atau untuk mendeteksi perilaku yang

tidak diinginkan. Dibuatnya pembedaan ini terbilang penting karena pengendalian

yang mencegah munculnya tindakan yang tak diinginkan, ketika pengendalian

berjalan dengan efektif, merupakan bentuk pengendalian yang paling kuat sebab

dapat mencegah timbulnya biaya dan kerusakan akibat perilaku yang tak

diinginkan tersebut. Tipe pengendalian tindakan dengan deteksi berbeda dari tipe

pengendalian dengan pencegahan, yakni pengendalian dengan deteksi

diaplikasikan sesudah perilaku terjadi. Akan tetapi, pengendalian tipe ini akan

berjalan dengan efektif jika deteksi dibuat secara tepat waktu dan juga jika deteksi

berhasil menghentikan perilaku serta berhasil mengoreksi dampak-dampak dari

tindakan yang merugikan. Selain itu, deteksi dini terhadap tindakan yang

merugikan itu sendiri bersifat preventative (dapat mencegah); deteksi ini bisa

Page 8: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

menyurutkan niat seseorang untuk sengaja melibatkan diri dalam perilaku yang

tak diinginkan.

Sebagian besar pengendalian tindakan bertujuan untuk mencegah perilaku

yang tidak diinginkan, kecuali pengendalian akuntabilitas tindakan. Walau

pengendalian akuntabilitas tindakan didesain untuk memotivasi karyawan agar

berperilaku dengan pantas, tapi tidak dapat dipastikan apakah tindakan yang

pantas itu terus dilakukan hingga bukti dari tindakan tersebut telah terkumpul.

Namun, jika pengumpulan bukti dilangsungkan bersamaan dengan kegiatan, sama

halnya dengan pengawasan langsung, maka pengendalian akuntabilitas tindakan

dapat mendekati keadaan hal-hal tak diinginkan tersebut sesuai dengan yang

diharapkan dapat dicegah. Tabel 3.2 menunjukkan contoh permasalahan umum

dari pengendalian tindakan yang diklasifikasikan berdasarkan tujuannya (untuk

mencegah atau mendeteksi masalah).

Kondisi Menentukan Efektivitas Pengendalian Tindakan

Pengendalian tindakan tidak dapat digunakan dengan efektif pada setiap

situasi. Pengendalian tindakan hanya efektif ketika kedua kondisi ini ada, yaitu:

1. Perusahaan dapat menentukan tindakan apa yang diinginkan (tidak

diinginkan); dan

2. Perusahaan dapat memastikan bahwa tindakan yang diinginkan (tidak

diinginkan) terjadi (tidak terjadi).

Tabel 3.2 Contoh Pengendalian Tindakan Yang Diklasifikasikan

Berdasarkan Tujuan

Tipe

Pengendalian

Tindakan

Tujuan Pengendalian

Pencegahan Deteksi

Pembatasan

Perilaku

Mengunci aset

berharga

Membagi Tugas

Tidak tersedia

Page 9: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

Penilaian Pra

tindakan

Persetujuan biaya

Penilaian

anggaran

Tidak tersedia

Akuntabilitas

Tindakan

Kebijakan pra

spesifikasi terkait

dengan harapan

akan imbalan dan

hukuman

Audit internal yang berorientasi pada

kepatuhan konsiliasi kas, penilaian

rekan kerja

Redundansi Menugaskan

banyak orang

untuk satu tugas

penting

Tidak tersedia

Sumber : K.A. Merchant. Modern Management Control System; Text and

Cases (Upper Saddle River. NJ. Prentice Hall. 1998, Hlm. 31

Pemahaman mengenai tindakan yang diinginkan

Kurangnya pemahaman mengenai tindakan apa yang diinginkan

merupakan kendala yang paling membatasi dilangsungkannya pengendalian

tindakan.

Pemahaman mengenai perilaku tindakan yang diinginkan dapat dicari atau

dipelajari dengan dua cara, yaitu:

1) Menganalisis pola tindakan dalam situasi khusus atau situasi yang mirip

sepanjang waktu untuk mengetahui tindakan apa yang memberikan hasil

yang terbaik

2) Mendapatkan informasi dari orang lain,khususnya untuk keputusan

strategis. Dalam hal ini seorang konsultan dapat menjadi informan dengan

pengetahuan mendetail akan cara pelaksanaan yang terbaik.

Tindakan yang meminta pertanggung jawaban

karyawan,sesungguhnya,merupakan tindakan yang akan mengarah pada

Page 10: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

kemungkinan pencapaian tertinggi akan satu atau lebih tujuan perusahaan,atau

setidaknya implementasi strategi yang dapat dikejar perusahaan.

Kemampuan untuk memastikan bahwa tindakan yang diinginkan sudah

dilakukan

Perusahaan harus mampu mematikan atau mengobservasi bahwa tindakan

yang diinginkan sudah dilakukan. Kemampuan ini bervariasi diantara

pengendalian tindakan yang berbeda.

Efektivitas dari pembatasan perilaku dan penilaian pratindakan bervasiasi secara

langsung dengan reliabilitas alat fisik atau prosedur administratif yang dimiliki

perusahaan untuk memastikan bahwa tindakan yang diinginkan (tidak diinginkan)

sudah dilakukan (tidak dilakukan).

Pelacakan tindakan sering memberikan tantangan signifikan

yang harus dihadapi dalam membuat pengendalian akuntabilitias tindakan

berjalan efektif. Biasanya beberapa tindakan dapat dilacak meskipun ketika

tindakan karyawan tidak dapat diobservasi langsung.

Ketetapan merujuk pada jumlah kesalahan dalam indicator yang

digunakan untuk mengetahui tindakan apa saja yang telah dilakukan.

Objektivitas atau terbatas dari bias, turut menjadi masalah sebab laporan

tindakan yang dibuat oleh mereka yang tindakannya sedang dikendalikan belum

tentu bisa diandalkan. Personel yang berorientasi pada proyek dan penjualan

sering diminta untuk membuat laporan pribadi (self report) tentang bagaimana

mereka menghabiskan waktu mereka.

Barangkali untuk menutupi kinerja mereka yang buruk atau untuk

menyamarkan waktu pribadi, hal ini relatif mudah bagi mereka untuk melaporkan

bahwa sebagian besar waktu mereka digunakan untuk aktivitas yang produktif.

Kebanyakan perusahaan menggunakan pengawas langsung dan auditor internal

untuk mengadakan pengecekan objektivitas pada laporan tersebut. Tanpa

objektivitas, pihak manajemen tidak dapat memastikan apakah laporan tindakan

mencerminkan tindakan yang sesungguhnya dilakukan, dan laporan akan

kehilangan nilainya sebagai alat pengendalian.

Page 11: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

Ketepatan waktu dalam melacak tindakan juga penting. Jika pelacakan

tidak tepat waktu, intervensi tidak mungkin dilakukan sebelum terjadinya

kerugian. Terlebih, banyak dampak motivasional dari umpan balik yang hilang

ketika pelacakan secara signifikan tertunda.

Terakhir, penting kiranya bahwa tindakan yang meminta

pertanggungjawaban individu dapat dimengerti. Walaupun karyawan agaknya

dapat dengan mudah memahami ketentuan untuk datang ke tempat kerja tepat

waktu atau tidak melakukan tindak pencurian, memahami dan bertindak dalam

kepatuhan penuh secara konsisten sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang

tertulis dalam buku prosedur, tapi hal ini sebetulnya lebih menantang. Penelitian

forensik menyatakan bahwa kecelakaan sering kali disebabkan oleh kurangnya

pemahaman karyawan akan (dan karenanya, sesuai dengan) semua detail prosedur

yang diperlukan.

Menerapkan pengendalian tindakan ketika salah satu dari kualitas pelacakan

tindakan tidak dapat tercapai akan berakibat pada munculnya dampak-dampak

yang tidak diinginkan (hal ini akan didiskusikan lebih lanjut di Bab 5). Namun,

seperti pengendalian hasil, pengendalian tindakan biasanya tidak dapat dibuat

sempurna, atau setidaknya memerlukan biaya yang cukup besar untuk

membuatnya mendekati sempurna. Akibatnya, perusahaan menggunakan

pengendalian personel dan budaya untuk membantu mengisi kesenjangan yang

ada. Pengendalian ini memotivasi karyawan untuk mengendalikan perilaku

mereka sendiri (pengendalian personel) maupun untuk mengendalikan perilaku

orang lain (pengendalian budaya).

Pengendalian Personel

Pengendalian personel membangun kecenderungan alami karyawan untuk

mengendalikan atau memotivasi diri mereka sendiri. Pengendalian personel

memiliki tiga tujuan. Pertama, beberapa pengendalian personel membantu

mengklarifikasikan harapan. Pengendalian ini membantu memastikan bahwa tiap

karyawan memahami apa yang diinginkan perusahaan. Kedua, beberapa

pengendalian personel membantu memastikan bahwa tiap karyawan mampu

Page 12: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

melakukan pekerjaan dengan baik; bahwa mereka mempunyai kemampuan

(seperti pengalaman, kepandaian) dan sumber daya (seperti informasi dan waktu)

yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Ketiga, beberapa pengendalian

personel meningkatkan kemungkinan bahwa tiap karyawan akan terlibat dalam

self-monitoring. Self-monitoring terbilang efektif sebab kebanyakan orang

memiliki hati nurani yang membimbing mereka untuk melakukan hal yang baik

dan mampu melahirkan perasaan positif akan rasa hormat kepada diri sendiri

(self-respect) dan kepuasan saat mereka melakukan pekerjaan dengan baik serta

menyaksikan keberhasilan perusahaan. Self-monitoring telah didiskusikan dalam

literatur manajemen dengan berbagai label, termasuk motivasi intrinsik dan

loyalitas.

Pengendalian personel dapat diimplementasikan melalui (1) seleksi dan

penempatan, (2) pelatihan, dan (3) desain pekerjaan dan resourcing. Dengan kata

lain, menemukan orang yang tepat untuk melakukan pekerjaan tertentu, melatih

mereka, dan memberikan mereka lingkungan kerja yang baik serta sumber daya

yang dibutuhkan, cenderung dapat meningkatkan kemungkinan akan

dilakukannya pekerjaan dengan baik.

Seleksi dan penempatan

Perusahaan mencurahkan seluruh waktu dan upaya untuk menyeleksi dan

menempatkan karyawan. Sebuah literatur mempelajari dan menjelaskan cara

terbaik untuk mencapainya. Umumnya isi dalam literatur tersebut menjelaskan

peramal-peramal kesuksesan yang mungkin, seperti pendidikan, pengalaman,

keberhasilan masa lalu, dan kepribadian serta keterampilan sosial.

Seleksi karyawan sering meliputi pengecekan referensi terhadap karyawan

baru, yang dalam beberapa tahun terakhir telah ditingkatkan oleh banyak

perusahaan sebagai respons terhadap meningkatnya kekhawatiran akan keamanan

tempat kerja.

Sistem yang otomatis juga memberikan petunjuk mengenai pertanyaan

yang akan diajukan pada saat wawancara, jawaban apa yang dicari, dan bahkan

Page 13: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

saran yang akan diberikan kepada mereka yang diwawancarai. Semakin banyak

teknik seleksi karyawan yang canggih telah dikembangkan dan digunakan.

Beberapa perusahaan telah memilih untuk menganalisis tulisan tangan dari

karyawan yang potensial atau menggunakan tes poligraf sebagai upaya untuk

menyingkirkan karyawan yang rawan bekerja dengan buruk. Walau evaluasi ini

terbilang mahal, tapi biaya dan kerugiannya jauh lebih kecil dibandingkan

kerugian yang akan ditanggung perusahaan bila mempekerjakan karyawan yang

“kurang sesuai” dengan perusahaan.

Pelatihan

Pelatihan adalah cara umum lainnya untuk meningkatkan kemungkinan

karyawan melakukan pekerjaan dengan baik. Pelatihan dapat memberikan

informasi yang bermanfaat mengenai tindakan atau hasil seperti apa yang

diharapkan oleh perusahaan dan cara terbaik untuk melaksanakan suatu tugas.

Pelatihan dapat juga memberi dampak motivasional yang positif sebab karyawan

dapat diberikan rasa profesionalisme yang lebih besar, dan mereka sering kali

lebih terpancing untuk melakukan pekerjaan dengan baik jika pekerjaan tersebut

mereka pahami.

Banyak perusahaan menggunakan program pelatihan formal, seperti dalam

pengaturan ruang kelas, untuk meningkatkan keterampilan personal mereka.

Faktor-faktor seperti manajemen profesional dan otonomi keputusan

membutuhkan, atau perlu disertai dengan pelatihan untuk membantu

mengembangkan keterampilan manajer agar dapat bekerja dengan baik.

Banyak pelatihan dilakukan secara informal, misalnya dengan

mengadakan pendampingan karyawan.

Desain pekerjaan dan persediaan sumber daya yang dibutuhkan

Cara lain untuk membantu karyawan bertindak tepat ialah memastikan

bahwa pekerjaannya dirancang untuk memungkinkan karyawan yang termotivasi

dan berkualitas untuk meraih sukses. Beberapa perusahaan tidak memberikan

kesempatan kepada semua karyawan untuk berhasil. Beberapa pekerjaan terlalu

Page 14: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

kompleks. Tenaga penjualan mungkin diberikan banyak tugas untuk ditangani

dengan efektif. Karyawan juga memerlukan adanya seperangkat sumber daya

khusus untuk mereka agar dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Kebutuhan

akan sumber daya sangat terspesifikasi pada pekerjaan, tapi di dalamnya juga bisa

meliputi hal-hal seperti informasi, peralatan, persediaan, dukungan staf, bantuan

keputusan, maupun kebebasan interupsi. Pada perusahaan yang lebih besar,

khususnya, terdapat kebutuhan besar akan transfer informasi antar-entitas dalam

perusahaan, sehingga koordinasi dari tindakan dan keputusan yang tepat waktu

dan efisien dapat dipertahankan. Tujuan pelatihan dan cara pemberian pelatihan

juga turut menyertakan dan memfasilitasi ditransfernya pengetahuan, pengalaman,

dan praktik terbaik.

Pengendalian Budaya

Pengendalian budaya didesain untuk mendukung pemantauan bersama

(mutual monitoring); sebuah tekanan kuat dari suatu kelompok terhadap individu

yang menyimpang dari norma dan nilai kelompok. Pada beberapa budaya

kolektivis seperti Jepang, insentif untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat

mempermalukan diri sendiri dan keluarga merupakan hal yang terpenting.

Demikian halnya di beberapa negara, terutama di Asia Tenggara, kesepakatan

bisnis kadang disetujui hanya dengan persetujuan verbal. Dalam contoh ini,

kewajiban sosial dan moral yang dominan lebih kuat dibandingkan kontrak secara

legal.

Namun, pengendalian budaya yang kuat yang ditimbulkan oleh proses

pemantauan bersama juga terdapat dalam perusahaan tunggal. Pengendalian

budaya akan bekerja paling efektif jika anggota kelompok memiliki keterikatan

sosial dan emosional antara satu sama lain.

Budaya dibangun di atas tradisi, norma, kepercayaan, nilai, idiologi, sikap, dan

cara berprilaku bersama. Budaya perusahaan relatif tetap dari waktu ke waktu,

Page 15: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

meski tujuan dan strategi beradaptasi seperlunya terhadap perubahan kondisi

bisnis.

Budaya yang kuat dan fungsional memengaruhi karyawan untuk bekerja sama

dalam model yang sinergis, namun meski pengarahan dan kekompakan

memberikan manfaat tertentu, budaya yang kuat terkadang dapat menjadi sumber

terjadinya inersia yang dapat menghalangi perubahan dan adaptasi yang

diperlukan dalam lingkungan yang berkembang cepat.

Budaya perusahaan dapat dibentuk dalam banyak cara, baik lewat kata maupun

contoh, meliputi kode etik, penghargaan kelompok, transfer antarperusahaan,

pengaturan fisik dan sosial, tone at the top.

Kode Etik

Kebanyakan perusahaan dengan ukuran di atas minimal berupaya untuk

membentuk budaya perusahaan mereka melalui kode tingkah laku, kode etik,

kredo perusahaan, atau pernyataan misi, visi, ataupun filosofi manajemen.

Dokumen tertulis yang formal tersebut memberikan pernyataan umum akan nilai

perusahaan, komitmen kepada pemegang kepentingan, dan keinginan pihak

manajemen mengenai bagaimana seharusnya perusahaan berfungsi.

Kode di desain untuk membantu karyawan memahami perilaku apa yang

diharapkan meski tidak ada peraturan spesifik; itupun kodenya lebih didasarkan

pada prinsip dibandingkan hanya didasarkan pada peraturan.

Kode ini dapat meliputi pesan penting mengenai dedikasi terhadap kualitas

maupun kepuasan pelanggan, perlakuan yang adil pada karyawan dan pelanggan,

keamanan karyawan, inovasi, pengambilan resiko, ketaatan pada prinsip etis,

komunikasi yang terbuka, dan kesediaan untuk berubah.

Page 16: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

Agar efektif, pesan yang dimasukkan dalam pernyataan ini harus diperkuat

melalui sesi pelatihan formal dan melalui diskusi informal atau pertemuan

pendampingan antara karyawan dan pengawasnya.

Bentuk kode tingkah laku dapat bervariasi antarperusahaan. Selain pernyataan

kebijakan umum yang dielaborasi seperlunya oleh hamper semua kode tingkah

laku, beberapa kode memberikan panduan isu tertentu. Jika panduan demikian

disertakan, maka rincian perilaku akan dapat menunjukan bentuk pengendalian

akuntabilitas tindakan karena karyawan yang melanggar akan mendapat teguran.

Beberapa kode etik tidak berhasil karena kode tidak didukung oleh kepemimpinan

yang kuat dan tone from the top yang tepat. Manajemen puncak tidak

berkomitmen pada kode ini, terlebih lagi, memberikan contoh buruk dengan

melakukan tindakan yang tidak tepat.

Kode etik yang didesain dengan cerdas dan diimplementasikan secara fungsional

cenderung sangat diperlukan oleh perusahaan untuk mencoba dan membentuk

perilaku yang diinginkan.

Imbalan Kelompok

Penyediaan imbalan atau insentif yang didasarkan pada pencapaian

kolektif juga mendukung pengendalian budaya. Rencana insentif yang berdasar

pada pencapaian kolektif tersebut bias berwujud dalam berbagai bentuk. Contoh

umumnya ialah bonus, pembagian laba (profit-sharing) atau pembagian

keuntungan (gain-sharing) yanf memberikan kompensasi berdasarkan pada kinerja

perusahaan atau entitas secara keseluruhan (alih-alih secara individu) berkenaan

dengan, keuntungan atau reduksi biaya (cost reductions).

Menurut Sarah McCartney-Fry, “ Kenaikan suku bunga dalam… bisnis (yang)

dimiliki oleh karyawan secara substansial atau mayoritas, (sebab) perusahaan

yang dimiliki bersama mahir dalam mengelola inovasi dan perubahan serta

didukung oleh tingginya keterlibatan karyawan yang produktif.

Page 17: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

Bukti menunjukkan bahwa perencanaan insentif yang didasarkan pada kelompok

menciptakan budaya “kepemilikan” dan “keterlibatan” terhadap keuntungan

bersama antara perusahaan dan karyawannya.

Imbalan kelompok dapat memberi dampak positif terhadap motivasi, meski

pengaruhnya tidak langsung. Imbalan kelompok dapat mendorong terciptanya

kerja sama, pelatihan di tempat kerja untuk karyawan baru, dan pengadaan

tekanan dari rekan kerja terhadap karyawan agar ikut aktif bekerja demi kebaikan

kelompok.

Imbalan kelompok secara esensial mampu mendelegasikan pemantauan perilaku

karyawan kepada teman kerja karyawan. Ini merupakan esensi dari pemantauan

bersama.

Pendekatan lain untuk membentuk budaya perusahaan

a. Transfer antarperusahaan atau rotasi karyawan

Membantu menyebarkan budaya dengan memperbaiki sosialisasi

karyawan dalam perusahaan, dan menghambat terciptanya tujuan dan

pandangan yang saling bertentangan. Transfer juga berpotensi untuk

memitigasi penipuan karyawan dengan mencegah karyawan “terlalu

familiar” dengan entitas, aktivitas, teman kerja, dan atau tarnsaksi

tertentu.

b. Pengaturan fisik

Pengaturan fisik berupa rencana kantor, arsitektur, dan dekor interior,

serta pengaturan sosial seperti penggunaan baju, kebiasaan yang

dilembagakan, perilaku, dan kosa kata, dapat pula membantu membentuk

budaya perusahaan.

Page 18: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

c. Tone at the top

Dengan mengatur tone at the top yang tepat, manajemen dapat

membentuk budaya. Pernyataan bahwa mereka harus konsisten dengan

tipe budaya yang sedang mereka coba untuk ciptakan, dan yang penting,

tindakan dan perilaku mereka harus konsisten dengan pernyataan mereka.

Pengendalian Personel/Budaya dan Masalah Pengendalian

Secara bersamaan, pengendalian personel/budaya mampu menangani

semua masalah pengendalian meskipun, seperti yang terlihat dalam Tabel 3.3,

tidak semua tipe pengendalian dalam kategori ini bisa bekerja efektif untuk

menangani tiap tipe masalah. Masalah akan kurangnya pengarahan dapat

diminimalkan, sebagai contoh, dengan merekrut orangyang sudah berpengalaman,

dengan menyediakan program pelatihan, maupun dengan menugaskan orang baru

untuk bekerja dalam kelompok yang akan memberikan pengarahan yang baik.

Masalah motivasional, yang mungkin terhitung sedikit dalam perusahaan dengan

budaya yang kuat, dapat diminimalkan di perusahaan lain dengan mempekerjakan

orang-orang yang bermotivasi tinggi atau dengan menugaskan orang untuk

bekerja dalam kelompok yang akan cenderung membuat mereka menyesuaikan

diri dengan norma kelompok. Pembatasan perorangan dapat pula dikurangi

melalui satu atau lebih tipe pengendalian personel, khususnya seleksi, pelatihan,

dan penyesuiaan sumber daya yang dibutuhkan.

Efektivitas Pengendalian Personel/Budaya

Semua perusahaan bergantung kepada karyawannya sampai batas tertentu

untuk mengarahkan dan memotivasi diri mereka. Beberapa sistem pengendalian

perusahaan didominasi oleh pengendalian personel. Pengendalian budaya dapat

pula mendominasi sistem pengendalian lewat pengendalian

Page 19: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

TABEL 3.3 Masalah pengendalian yang disebabkan oleh berbagai cara

untuk mempengaruhi pengendalian personel dan budaya

Kurangnya

Pengarahan

Masalah

Motivasi

Pembatasan

Perorangan

Cara yang mempengaruhi

pengendalian personel

Seksi dan penempatan

Pelatihan

Desain kerja dan penyediaan sumber

daya yang dibutuhkan

Cara yang mempengaruhi

pengendalian budaya

Kode etik

Imbalan berdasarkan kelompok

Transfer antar perusahaan

Pengaturan fisik

Tone at the top

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

Sumber : K.A. Merchant. Modern Management Control System; Text and

Cases (Upper Saddle River. NJ. Prentice Hall. 1998, Hlm. 30

Pengendalian personel/budaya memiliki keunggulan yang khas dibandingkan

pengendalian hasil dan tindakan. Pengendalian ini dapat digunakan pada hampir

semua kondisi sampai batas tertentu; biayanya seringkali lebih rendah

dibandingkan bentuk-bentuk pengendalian yang lebih menonjol; dan

pengendalian personel/budaya mungkin menimbulkan efek samping merugikan

yang lebih sedikit. Selain itu, pengendalian personel/budaya yang “lunak” juga

dipandang “logis secara ekonomis”.

Page 20: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

Namun, derajat efektif atau tidaknya pengendalian personel/budaya berbeda-beda

pada tiap individu, kelompok, komunitas, dan masyarakat. Beberapa orang lebih

jujur daripada yang lainnya, dan beberapa komunitas dan masyarakat memiliki

ikatan emosional yang lebih kuat di antara anggotanya. Budaya yang “terlalu

kuat” bisa pula merugikan, khususnya ketika mereka perlu perubahan.

Page 21: pengendalian tindakan, personel, dan budaya

DAFTAR PUSTAKA

Kenneth A. Merchant, Wim A. Van der Stede. Edisi 3. Sistem Pengendalian

Manajemen : Pengukuran Kinerja, Evaluasi, dan Insentif. Jakarta : Salemba

Empat: