pengenalan motif batik dengan rotated wavelet filter dan neural network
DESCRIPTION
JST dengan matlabTRANSCRIPT
-
MAKALAH SIDANG TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
1 Bernardinus Arisandi - 5107100054
PENGENALAN MOTIF BATIK DENGAN ROTATED
WAVELET FILTER DAN NEURAL NETWORK Bernardinus Arisandi - Nanik Suciati - Arya Yudhi Wijaya
Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email : [email protected]
Batik merupakan kriya tekstil yang menjadi
kekayaan intelektual dari bangsa Indonesia dan
telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 2
Oktober 2009. Namun, bagaimana
perkembangannya dan jenis apa saja yang
membedakan batik dari negara lain masih belum
banyak masyarakat Indonesia sendiri yang
mengetahui. Dengan adanya metode pengenalan
pola sangatlah reliable diterapkan pada
pengenalan motif batik. Dalam tugas akhir ini
diimplementasikan ekstraksi fitur menggunakan
Rotated Wavelet Transform. Selanjutnya, hasil
ekstraksi akan dikelompokan ke dalam motifnya
menggunakan metode klasifikasi Neural
Network. Kedua metode ini merupakan metode
yang telah terbukti efektif dalam menganalisis
tekstur.
Penggunaan Neural Network varian Multi
Layer Perceptron untuk mengklasifikasi fitur
motif batik yang didekomposisi dengan
transformasi wavelet memberikan hasil yang
cukup akurat. Dari hasil uji coba bisa
disimpulkan bahwa akurasi tertinggi dicapai
100% untuk dataset testing data sama dengan
training data dan dicapai 78,26% untuk dataset
testing data yang berbeda dengan training data.
Kedua akurasi didapat pada nilai learning rate
0.8, menggunakan momentum 0.9 , pada jumlah
komposisi node hidden layer [40 10 1] di level
dekomposisi ke-5.
Kata kunci: pengenalan motif batik, rotated
wavelet filter, Daubechies-4, neural network,
multi layer perceptron.
1. PENDAHULUAN
Perhatian yang telah dilakukan untuk melakukan inventaris data batik sebenarnya telah dilakukan beberapa peneliti seperti oleh IAIC [1]. Meskipun demikian, banyak kendala dalam melakukan pengklasifikasian data batik. Kendala ini dikarenakan data batik tidak seluruhnya diklasifikasikan berdasarkan jenis motif tetapi berdasarkan nama daerah pembuatan. Oleh karenanya dalam tugas akhir ini, dikembangkan sebuah perangkat lunak yang dapat mengenali batik berdasarkan klasifikasi jenis motifnya..
Paper Texture Image Retrieval using Rotated Wavelet Filter oleh Manesh Kokare, Biswas, dan Chatterji [3] berhasil membuktikan rotated wavelet memiliki tingkat akurasi sebesar 79% untuk mengenali 116 citra tekstur. Pada
buku Digital Image Processing Using Matlab oleh Gonzalez ,Wood dan Eddins [4] memberikan pengertian bahwa wavelet mempunyai kehandalan yang lebih jika dibandingkan fourier transform dalam menganalisis image spatial dan frequency characteristic. Karena sebab inilah, Rotated Wavelet Transform menjadi metode yang sesuai untuk tahap Ekstraksi Fitur pada pengenalan motif batik.
Pada tahap Klasifikasi, diperlukan metode yang dapat menampung seluruh hasil dekomposisi Rotated Wavelet Transform. Proses klasifikasi inilah yang menganalisis dan mempelajari hasil output untuk menentukan suatu citra input termasuk dalam jenis yang mana. Salah satu metode terbaik adalah Neural Network Multi-Layer Perceptron yang berhasil diterapkan pada Wavelet Packet Multi-layer Perceptron for Chaotic Time Series Prediction [5]. Dengan Multi Layer Perceptron, sistem mampu mengatasi massive paralelisme hasil dekomposisi wavelet dengan lebih cepat.
2. BATIK DAN PENGGOLONGANNYA Menurut pengertian buku H. Santosa
Doellah [6], Batik adalah sehelai wastra yaitu sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan digunakan dalam acara tradisional, beragam hias pola batik dibuat menggunakan teknik celup rintang dengan malam atau lilin batik sebagai bahan perintang warna. Sedangkan pengertian motif batik adalah suatu kerangka bergambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik dapat disebut juga corak batik atau pola batik.
Motif batik terbagi menjadi dua kelompok besar, yakni motif geometri dan non-gemetri , lihat Tabel 1. Pada buku Danar Hadi karangan H. Santosa Doellah [6], terdapat motif terakhir pada pola non geometri yaitu motif pola khusus. Motif khusus memuat motif yang tidak dapat dimasukan ke dalam kelas yang lain. Motif ini banyak mempertemukan dua atau lebih motif lain yang digabung menjadi satu motif baru sehingga sulit jika diklasifikasikan. Oleh karena sebab inilah batik pola khusus masuk menjadi batasan aplikasi dan tidak dimasukkan dalam kelas pengenalan.
-
MAKALAH SIDANG TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
2 Bernardinus Arisandi - 5107100054
Tabel 1. Penggolongan Motif Batik
Motif Geometri Nama Motif Deskripsi Contoh Batik
Parang Pola ini terdiri atas satu atau lebih ragam hias yang tersusun membentuk garis-garis sejajar dengan sudut miring 45o. Terdapat ragam hias berbentuk belah ketupat sejajar dengan deretan ragam hias utama pola parang, disebut mlinjon.
Parang Barong, Parang Kesit Barong, Parang Surakarta
Ceplok motif batik yang didalamnya terdapat gambar-gambar segi empat, lingkaran dan segala variasinya dalam membuat sebuah pola yang teratur.
Ceplok Indramayu, Sidamukti, dan Sembagen
Lereng Pada dasarnya sama dengan pola parang tetapi memiliki perbedaan pada tidak adanya hias mlinjon dan hias gareng.
Liris Cemeng, Lereng Madura, dan Liris Indramayu
Motif Non-Geometri Semen Ragam hias utama yang merupakan ciri pola semen adalah
meru. Hakikat meru adalah lambang gunung atau tempat tumbuhan bertunas atau bersemi sehingga motif ini disebut dengan semen, yang diambil dari kata dasar semi.
Semen Rante, Semen Gajah Birawa, Semen Surakarta
Lung-Lungan Sebagian besar motif lung-lungan mempunyai ragam hias utama serupa dengan motif semen. Berbeda dengan pola semen, ragam hias utama lung-lungan tidak selalu mengandung ragam hias meru.
Alas-alasan Kupu, Lung-lungan Ukel, Lung-lungan Merak
Buketan Pola buketan mudah dikenali melalui rangkaian bunga atau kelopak bunga dengan kupu-kupu, burung, atau berbagai satwa kecil mengelilinginya
Buket Isen Latar, Snow white, Buketan Pekalongan
Pola Khusus Motif khusus memuat motif yang tidak dapat dimasukan ke dalam kelas yang lain. Motif ini banyak mempertemukan dua atau lebih motif lain yang digabung menjadi satu motif baru sehingga sulit jika diklasifikasikan.
Tambal, Banji, Lung-lungan dengan Lereng
3. TRANSFORMASI WAVELET
Wavelet adalah fungsi yang memenuhi persyaratan matematika tertentu yang mampu melakukan dekomposisi terhadap sebuah fungsi tunggal. Wavelet digunakan untuk mendefinisikan ruang multiresolusi [4]. Pengembangan untuk kasus sinyal pada dimensi 2-D biasanya dilakukan dengan menerapkan struktur bank filter secara terpisah terhadap sinyal citra. Digunakan sebuah Low-Pass Filter atau LPF (L) dan High Pass Filter atau HPF (H).
LPF dan HPF memiliki dua tipe yakni dekomposisi dan rekonstruksi. Mengacu pada Kokare, Biswas, dan Chatterji [3], wavelet filter yang digunakan untuk mengekstraksi fitur adalah tipe dekomposisi dengan varian wavelet Daubechies-4. LPF dan HPF pada Daubechies-4 memiliki panjang sebanyak 8 koefisien. LPF dan HPF dari Daubechies-4 dapat dilihat pada tabel 2 sedangkan proses dekomposisi Daubechies-4 dijelaskan pada Gambar 1.
Tabel 2. Low Pass Filter (L) dan High Pass
Filter (H) L [-0.230377813308855 0.714846570552542
-0.630880767929590 -0.027983769416983 0.187034811718881 0.030841381835987 -0.03288301166698 -0.010597401784997 ]
H [-0.01059740178499 0.0328830116669829 0.030841381835987 -0.187034811718881 -0.02798376941698 0.630880767929590 0.714846570552542 0.230377813308855 ]
Gambar 1. Proses dekomposisi Daubechies-4
level 2
-
MAKALAH SIDANG TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
3 Bernardinus Arisandi - 5107100054
Pada data masukan f(x,y) yang berupa
matriks dari citra akan didekomposisi menjadi empat subbidang domain (H) dengan bank filter :
1. Hll (LPF-LPF) Image Approximation. 2. Hlh (LPF-HPF) Image Horizontal Detail 3. Hhl (HPF-LPF) Image Vertical Detail 4. Hhh (HPF-HPF) Image Diagonal Detail
Setiap subbidang merupakan representasi dari frekuensi terhadap arah yang spesifik. Subbidang ini didapatkan dari hasil konvolusi terhadap bank filternya dan mengalami proses downsampling. Downsampling merupakan proses penghilangan nilai matriks dengan index ganjil dan mengambil matriks yang berindeks genap.
Setiap sub bidang memenuhi fungsi:
:,(,)= ,() j,s(y)
:,(,)= ,() j,s(y)
:,(,)= ,() j,s(y) :,(,)= ,() j,s(y) dimana r,s Z , dan j adalah level
downsampling, adalah koefisien tap wavelet induk dan adalah nilai diskrit dari fungsi skala resolusi yang didefinisikan pada fungsi 1-D. Pada setiap level dekomposisi, bidang Hll akan didekomposisi menjadi empat bidang dan begitu juga untuk level selanjutnya.
4. ROTATED WAVELET FILTER
Pada Rotated Wavelet Filter, wavelet filter awal akan dirotasi sebesar 45o dan frekuensi domain akan menjadi seperti Gambar 3. Manesh Kokare *, P.K. Biswas, dan Chatterji [3] membuktikan bahwa menggunakan filter yang dirotasi sebsesar 45o akan memperlihatkan karakteristik motif yang lebih jelas pada setiap bidang yang terdekomposisi
Dari penelitian inilah maka dipilih metode dengan menggabungkan fitur hasil Diskrit Wavelet Transform (DWT) dan Rotated Wavelet Transform (RWT) untuk memberikan karakteristik yang lebih baik dibandingkan menggunakan metode secara terpisah. Konsekuensi dari metode ini adalah tahap ekstraksi fitur yang lebih lama dan panjang fitur lebih banyak. Namun hasil akurasi yang diteliti dapat mendapatkan nilai yang lebih optimal. DWT+RWT menghasilkan akurasi 5% lebih besar daripada fitur DWT saja dan 12,2% lebih besar dari RWT saja.
5. ENERGI DAN STANDART DEVIASI Untuk mengidentifikasi motif perlu dihitung
terlebih dahulu energi dan standart deviasi dari setiap subbidang. Energi tersebut berupa koefisien yang merupakan ciri dari bidang wavelet yang telah didekomposisi. Energi dan standart deviasi ditulis dalam persamaan 2 dan 3:
Energi :
......( 2 )
Standart Deviasi:
[
]
1/2..( 3 )
Dimana M x N adalah besaran bidang
wavelet terdekomposisi, X(i,j) adalah koefisien wavelet pada setiap bidang dan (i,j) adalah nilai mean dari koefisien wavelet.
Nilai inilah yang akan dimasukan dalam database untuk menjadi fitur ekstraksi untuk setiap level dekomposisi. Level dekomposisi optimal pada level llima sehingga panjang fitur total adalah ((2 fitur x 4 bidang) x 5 level) = 40
Gambar 2. Diskrit Wavelet Filter dekomposisi level 1
Gambar 3. Rotated Wavelet Filter dekomposisi level 1
-
MAKALAH SIDANG TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
4 Bernardinus Arisandi - 5107100054
6. PENGENALAN BATIK BERBASIS ROTATED WAVELET FILTER DAN
NEURAL NETWORK
Proses pengenalan batik dengan menggunakan rotated wavelet filter dan neural network dijelaskan tahap per tahap seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram Alur Sistem Pengenalan Motif Batik
A. DATASET
Dataset yang digunakan berjumlah 228, yang terbagi menjadi dataset training sebanyak 182 citra dengan jumlah kelas yaitu 6 dan dataset testing 46 buah dengan jumlah kelas yang sama. Dataset training merupakan kumpulan data citra batik yang diambil dari koleksi buku Danar Hadi karangan H. Santosa Doellah (2002) [2]. Untuk motif batik khusus tidak dimasukan karena memiliki unsur modernisasi, sehingga seperti yang telah dibahas pada batasan permasalahan tugas akhir ini motif yang dimasukan adalah parang, semen, lung-lungan, ceplok, lereng dan buketan. Sedangkan dataset testing diambil dari buku batik Hamidin A.S.[13] sebanyak 46 citra batik atau 25 % dari dataset training.
B. PREPROSES
Tujuan dari preprosesing adalah objek batik siap untuk diekstraksi fitur dengan wavelet transform. Masukan dari tahap ini adalah citra batik yang telah bertipe data uint8. Langkah yang pertama kali dilakukan dengan melakukan grayscale image kemudian me-rezise ukuran image ke 128 x 128 pixel. Proses merubah citra berwarna menjadi citra grayscale dapat dilakukan sesuai pada Persamaan 4
3
bluegreenredgrayscale
........(4)
Gambar 5. Contoh Preproses Citra Batik
C. EKSTRAKSI FITUR Algoritma ekstraksi dimulai dari
pengambilan data hasil preproses. Data preproses merupakan matriks uint8 128 x 128 yang dikonvolusi dengan wavelet filter kemudian di-downsampling. Empat koefisien dari konvolusi inilah yang menjadi matriks hasil RWT. Untuk level selanjutnya data yang menjadi masukan adalah koefisien LL atau yang disebut Image Approximation. Hasil ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 6.
Hasil dari Wavelet Transform berupa koefisien wavelet dan bukan fitur yang akan dijadikan nilai yang unik pada setiap citra batik. Untuk identifikasi motif diperlukan fitur energi dan standart deviasi dari setiap koefisien wavelet di setiap subbidang. Dengan fitur Energi dan Standart Deviasi tersebut digunakan secara bersamaan menunjukan hasil akurasi retrieval yang lebih baik dibanding menggunakan fitur tersebut secara terpisah. Rumus pada Persamaan 2 dan Persamaan 3 digunakan untuk menghitung nilai Energi dan Standart Deviasi.
Mulai
Data Batik
Preproces
Ekstraksi RWT+DWT
Hitung Energi & Standart
Deviasi
Training
Simpan Network
Dan Dataset Fitur
Mulai
Image Query
Preproces
Ekstraksi RWT+DWT
Hitung Energi & Standart
Deviasi
Testing
Denormalisasi
Tampilkan Kelas
Perhitungan Similaritas
Normalisasi Fitur
Selesai
Normalisasi Fitur
OnlineOffline
Ekstraksi Fitur
Klasifikasi MLP
-
MAKALAH SIDANG TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
5 Bernardinus Arisandi - 5107100054
Gambar 6. Hasil dekomposisi RWT 5 level
Energi = 249.055525718299 Standart Deviasi= 65.7555645512
Nilai inilah yang dimasukan dalam database untuk menjadi fitur untuk setiap level dekomposisi. Mengacu pada penelitian Kokare, Biswas, dan Chatterji [3], level dekomposisi optimal pada level lima sehingga panjang fitur adalah ((2 fitur x 4 bidang) x 5 level) = 40. Penelitian meraka pun membuktikan nilai akurasi lebih tinggi 5% jika fitur dari RWT dan DWT digabung sehingga total panjang fitur setiap citra batik adalah 80 fitur.
D. KLASIFIKASI MULTI LAYER
PERCEPTRON
Klasifikasi pada neural network terdiri dari dua proses yaitu training dan testing. Alur training dimulai dari pengambilan dataset dari ekstraksi fitur beserta nilai 182 target motif yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Sebelum melakukan training, fitur dan target dinormalisasi sehingga memiliki nilai minimal -1 dan maksimal 1.
Metode yang digunakan dalam training adalah Metode Penurunan Gradien dengan Momentum. Metode pelatihan yang sederhana dengan kecepatan iterasi yang cepat. Dengan adanya momentum, perubahan bobot tidak hanya didasarkan atas error yang terjadi setiap 1 iterasi tetapi juga dengan memperhitungkan perubahan bobot dari iterasi sebelumnya. Setelah selesai training network yang telah terbentuk disimpan dalam bentuk .mat dalam matlab sehingga dalam aplikasi tidak perlu melakukan tainning kembali melainkan pemanggilan testing saja.
Secara teori, jaringan dengan sebuah hidden
layer sudah cukup bagi MLP untuk mengenali pasangan input dan target. Akan tetapi penambahan jumlah hidden layer seringkali membuat pembelajaran lebih efektif, walaupun dengan waktu yang lebih lama. Dalam penelitian Texture Classification by Wavelet Packet
Signatures[12], jumlah hidden layer yang disarankan adalah tiga hidden layer. E. SIMILARITAS
Data keluaran yang dihasilkan dari sistem yang diharapkan ini adalah nama motif suatu citra batik apakah termasuk dalam kelas parang, semen, lung-lungan, ceplok, lereng, atau buketan. Data keluaran yang kedua adalah nilai similaritas citra yang merupakan hasil penghitungan jarak antara prediksi kelas hasil NN dengan nilai kelas yang terdekat dengan rumus fuzzy similarity yang dapat dilihat pada rumus 5. 1-| | x 100 ...(5) F. AKURASI
Penghitungan akurasi sebagai tolak ukur evaluasi dalam sistem dapat diperoleh dengan menggunakan recognition rate seperti pada Persamaan 6. Dimana dari recognition rate tersebut kemudian akan dihitung prosentase total pengenalannya.
Recognition Rate =
100% ........( 6)
7. UJI COBA DAN EVALUASI
Pada subbab ini akan dibahas evaluasi dari rangkaian hasil uji coba yang telah dilakukan. Mulai dari uji coba pertama yang mencoba pengaruh learning rate sampai pada uji coba keempat yang mecoba pengaruh level dekomposisi.
Tabel 3 memberikan rangkuman hasil uji coba yang dilakukan pada pengaruh Learning Rate. Nilai optmial diperoleh pada learning rate 0.8 dengan nilai akurasi 96,15% untuk testing training data dan 50% untuk testing dengan testing data.
Tabel 3. Evaluasi dengan Uji Coba Pengaruh
Learning Rate Learning Rate
Akurasi dataset training
Akurasi dataset testing
Waktu (Detik)
0.1 79,67% 41,30% 28 0.5 86,26% 45,65% 36 0.8 96,15% 50% 30
-
MAKALAH SIDANG TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
6 Bernardinus Arisandi - 5107100054
Semakin besar learning rate maka rentang untuk menentukan perubahan bobot dalam neural network semakin besar dan berpengaruh dengan kedekatan fitur kepada kelas yang lain. Saat learning rate kecil maka perubahan bobot semakin kecil dan kedekatan pola ke kelas lain dari inisial target juga semakin jauh. Dari hasil uji coba pertama terlihat learning rate optimum pada 0.8 yang memberikan pengertian juga bahwa pola nilai pada fitur dataset memiliki rentang yang hampir sama rata membuat pola semakin sulit dikenali jika hanya menggunakan learning rate yang kecil.
Uji coba kedua yang dilakukan merupakan bentuk uji coba untuk mencari nilai momentum dengan nilai akurasi yang terbesar dengan mengaplikasikan nilai learning rate yang diperoleh pada uji coba pertama. Pengaruh Momentum pada akurasi aplikasi ditunjukan pada Tabel 4. Dengan nilai akurasi terendah pada momentum 0.1 dan nilai akurasi terbesar pada momentum 0.9.
Proses pembelajaran MLP dengan variasi momentum digunakan selain untuk mempercepat proses training juga digunakan untuk mencapai akurasi yang optimum namun dengan melihat keseimbangan nilai learning rate dan momentum. Pada percobaan sebelumnya dengan learning rate yang sama namun momentum yang berbeda memiliki nilai akurasi yang berbeda, ini membuktikan dengan menetapkan nilai learning rate saja sistem belum mencapai optimal. Penambahan momentum digunakan untuk menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat data fitur yang sangat berbeda. Apabila beberapa data fitur terakhir yang dimasukan pada neural network memiliki pola yang jauh berbeda, maka perubahan bobot dilakukan semakin kecil. Nilai dari momentum berbanding lurus dengan akurasi.
Tabel 4. Evaluasi dengan Uji Coba Pengaruh Momentum
Momentum Akurasi dataset training
Akurasi dataset testing
Waktu (Detik)
0.1 93,9% 43,47% 27 0.5 97.8% 54,3% 25 0.9 100% 78,26% 28 Uji coba ketiga adalah bentuk uji coba untuk
mencari komposisi jumlah node dengan nilai akurasi yang terbesar dengan mengaplikasikan nilai learning rate yang diperoleh pada uji coba pertama dan momentum yang diperoleh pada uji coba kedua. Digunakan sampel komposisi jumlah node yang dipakai yaitu; [160 80 1], [80 10 1], dan [20 10 1]. Dimana komposisi ini digunakan untuk jumlah node setiap layer pada hidden layer. Pengaruh jumlah node hidden layer
terhadap akurasi aplikasi ditunjukan pada Tabel 5. Dengan nilai akurasi terbesar diperoleh pada komposisi [20 10 1]. Berdasar pada Analysis Of Hidden Nodes For Multi-Layer Perceptron
Neural Networks [10], tidak ada kepastian tentang berapa banyak jumlah node yang paling optimal. Dalam neural network jumlah node bergantung pada keunikan pola setiap dataset.
Tabel 5. Evaluasi dengan Uji Coba Pengaruh
Jumlah Node Jumlah Node
Akurasi dataset training
Akurasi dataset testing
Waktu (Detik)
[160 80 1] 13,7% 15,2% 72 [80 10 1] 67,58% 47,3 % 32 [20 10 1] 100% 78,26% 28
Uji coba yang terakhir merupakan uji coba
dengan mengevaluasi level dekomposisi terbaik yang dapat diaplikasikan pada sistem ini. Melalui Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa level dekomposisi terbaik dapat diperoleh pada level 5. Hasil ini membuktikan bahwa kesimpulan dari penelitian Manesh Kokare, P.K. Biswas, B.N. Chatterji [3] benar dan dapat diaplikasikan pada pengenalan motif batik.
Tabel 6. Evaluasi dengan Uji Coba Pengaruh
Level Dekomposisi Level Wavelet
Akurasi dataset training
Akurasi dataset testing
Waktu (Detik)
Level 5 100% 78,26% 28
Level 4 79,12% 54,34% 26
Level 3 68,7% 47,8% 23
Uji coba parameter dilakukan secara
heuristik dimana setiap uji coba menggunakan nilai variabel yang optimal dari hasil uji coba sebelumnya sehingga diharapkan hasil yang diperoleh adalah yang paling optimal pada uji coba terakhir. Evaluasi yang dapat disimpulkan pada keempat uji coba tersebut adalah diperoleh akurasi tertinggi 100% untuk testing data sama dengan training data dan 78,26% untuk testing data yang berbeda dengan training data, dimana kedua akurasi didapat pada nilai learning rate 0.8, menggunakan momentum 0.9 , pada jumlah komposisi node hidden layer [40 10 1] dan didekomposisi pada level ke-5.
8. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang bisa diambil dalam tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan transformasi Rotated Wavelet Filter dalam ekstraksi fitur pengenalan batik cukup efektif untuk menghasilkan citra
-
MAKALAH SIDANG TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
7 Bernardinus Arisandi - 5107100054
dekomposisi khususnya dalam representasi citra detail diagonal.
2. Penggunaan Neural Network varian Multi Layer Perceptron untuk mengklasifikasi fitur motif batik yang dikombinasikan dengan transformasi wavelet memberikan hasil yang cukup akurat.
3. Representasi vektor fitur dengan dekomposisi level 5 lebih efektif daripada dekomposisi pada level dibawahnya.
4. Dari hasil uji coba bisa disimpulkan bahwa akurasi tertinggi yaitu 100% untuk data testing sama dengan data training dan dicapai 78,26% untuk data testing yang berbeda dengan data training. Kedua akurasi didapat pada nilai learning rate 0.8, menggunakan momentum 0.9, pada jumlah komposisi node hidden layer [40 10 1] di level dekomposisi ke-5.
Saran-saran untuk pengembangan tugas akhir ini lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan data citra batik yang lengkap
dari dinas kebudayaan dan pariwisata nasional.
2. Adanya proses seleksi untuk motif batik yang memiliki unsur modern atau pola khusus yang tidak dapat diklasifikasi berdasarkan kerumitan motif.
3. Pengembangan aplikasi ke sistem pengenalan isen-isen dalam batik yang juga mempengaruhi definisi dari setiap motif tidak hanya dibedakan dengan melihat pola batik tapi juga ragam hias yang mengisi di dalamnya.
4. Penilitian lebih lanjut untuk menggunakan algoritma training neural network yang lain seperti algoritma Lavenberg Marquard (TRAINLM) dan Gradient Descent with Adaptive learning rate backpropagation (TRAINGDA).
9. DAFTAR PUSTAKA
[1] IACI (Indonesian Archipelago Culture
Initiatives). Motif dari kawasan Jawa. Juni 2011. .
[2] Richard Duda, Peter E, dan David G Stork. 2000. Pattern Classification (Second Edition).
[3] Manesh Kokare, P.K. Biswas, B.N. Chatterji. 2007. Texture Image Retrieval Using Rotated Wavelet Filters. Department of Electronics and Electrical Communication Engineering, Indian Institute of Technology, India.
[4] Gonzalez ,Wood dan Eddins. 2004. Digital Image Processing Using Matlab. Prentice Hall.
[5] Teo ,K.K., Wang, L., Lin ,Z.. 2001. Wavelet Packet Multi-layer Perceptron for
Chaotic Time Series Prediction: Effects of
Weight Initialization. School of Electrical and Electronic Engineering Nanyang Technological University.
[6] H. Santosa Doellah. 2002. Batik : Pengaruh Zaman dan Lingkungan. Batik Danar Hadi Solo.
[7] Veronica S. Moertini & Benhard Sitohang. 2005. Algorithms of Clustering and Classifying Batik Images Based on Color,
Contrast and Motif. Department of Informatics Engineering Bandung Institute of Technology.
[8] Wikipedia. Definisi Jaringan Saraf Tiruan. Mei 2011. .
[9] Ani1 K. Jain, Jianchang Mao, K.M. Mohiuddin. 1996. Artificial Neural Networks: A Tutorial. IEEE Document Transactions.
[10] Chang Jou, Shih-Shien You, Long-Wen Chang. 1994. Analysis Of Hidden Nodes For Multi-Layer Perceptron Neural
Networks. Department of Computer Science, National Tsing Hua University, Hsinchu, Taiwan.
[11] Jong Jek Siang. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya
menggunakan Matlab. Penerbit Andi. [12] Andrew Laine dan Jian Fan. 1993.
Texture Classification by Wavelet Packet
Signatures. IEEE Transactions On Pattern Analysis And Machine Intelligence, Vol. 15, No. 11.
[13] Hamidin A.S..2010. Batik : Warisan Budaya Asli Indonesia. Narasi Yogyakarta.
-
MAKALAH SIDANG TUGAS AKHIR PERIODE JULI 2011
8 Bernardinus Arisandi - 5107100054