pengenaan pbb sektor pedesaan-perkotaan

Upload: apa-apaan

Post on 01-Mar-2016

248 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pbb p2

TRANSCRIPT

Pengenaan pbb sektor pedesaan dan perkotaan

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah11.3 Tujuan2BAB II PEMBAHASAN32.1 Pengenaan PBB Sektor Perdesaan Dan Perkotaan32.2 Penerapan Klasifikasi Bumi dan/atau Bangunan dalam Penghitungan PBB92.3 Perbandingan UU PBB dengan UU PDRD232.4 Analisa Kasus dan Pembahasan29BAB III PENUTUP403.1 Kesimpulan403.2 Saran40DAFTAR PUSTAKA41

ii

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi dan bangunan. Keadaan subyek tidak ikut menentukan besarnya pajak. PBB dikenakan terhadap objek pajak berupa tanah dan/atau bangunan yang didasarkan pada asas kenikmatan dan manfaat, dan dibayar setiap tahun. PBB pengenaannya didasarkan pada Undang-Undang No.12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 tahun 1994. Namun demikian dalam perkembangannya PBB sektor pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 77 sampai dengan Pasal 84 mulai tahun 2010. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, Pemerintah Daerah wajib mengelola PBB sektor pedesaan dan perkotaan paling lambat tanggal 01 Januari 2014 sehingga Direktorat Jenderal Pajak tidak boleh lagi mengurus PBB sektor pedesaan dan perkotaan sejak tanggal tersebut. Dalam praktek pengalihan PBB P2 ini banyak kendala yang ditemui seperti data yang kurang update, Sumber Daya Manusia Pengelola PBB P2 di Pemerintah Daerah yang masih terbatas dari sisi kuantitas maupun kualitas, serta masalah administrasi lainnya. Dengan adanya peralihan PBB P2 ke Pemerintah Daerah diikuti dengan dibentuknya Perda yang menaungi pelaksanaan pemungutan PBB P2. Namun, peraturan tersebut belum terlaksana dengan sempurna karena keterbatasan waktu dan sumber daya dalam mempersiapkan pengalihan PBB P2 ke daerah. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah untuk menjadikan pengalihan PBB P2 ke Pemerintah Daerah sampai kepada tujuan awalnya. 1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana cara penentuan besar PBB terutang sektor pedesaan dan perkotaan?2. Bagaimana perbedaan UU PBB dengan UU PDRD dalam penentuan PBB terutang sektor pedesaan dan perkotaan?3. Bagaimana implementasi peralihan PBB P2 ke daerah?1.3 Tujuan1. Untuk menentukan besar PBB terutang sektor pedesaan dan perkotaan.2. Untuk menjelaskan perbedaan UU PBB dengan UU PDRD dalam penentuan PBB terutang sektor pedesaan dan perkotaan.3. Untuk menunjukkan implementasi peralihan PBB P2 ke daerah.

41

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengenaan PBB Sektor Perdesaan Dan PerkotaanObjek sektor perkotaan dibagi dalam objek yang berbentuk sebagai berikut :Objek pajak sederhana atau yang disebut sebagai objek pajak standarPengertian dari standar disini adalah untuk objek pajak yang berupa tanah dan bangunanan dengan bentuk tidak berlantai banyak atau paling tinggi berlantai 4. Biasanya fungsi bangunan berupa untuk rumah tinggal, rumah toko, tumah kantor, perumahan real estate yang tidak bersifat khusus, misalnya seperti dibawah ini :Rumah mewah.Tanah dan bangunan dibangun dengan perencanaan khusus dengan biaya diatas Rp. 475.000 permeter persegi dalam lingkungan yang mewah dan biasanya nilai jualnya diatas Rp. 1000.000.000.Rumah susun sederhanaRumah susun sederhana bertingkat tidak lebih dari 4 lantai dan biasanya dibangun oleh perum perumnas atau swasta tetapi dengan biaya tidak lebih dari Rp. 275.000 per meter persegi dan luas sub unit tidak lebih dari 54 m2.Rumah susun mewah/apartemen.Tanah dan bangunan dibangun dengan mewah, bertingkat tinggi atau merupakan pencakar langit dengan biaya pembangunan diatas Rp. 475.000 per m2 dan biasanya terletak pada lokasi central business district yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Klasifikasi, Penggolongan, dan Ketentuan Nilai Jual Bumi Kelompok AKelasPenggolongan, Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)Nilai Jual (Rp/M2)

123

1> 3.000.000 s/d 3.200.0003.100.000

2> 2.850.000 s/d 3.000.0002.925.000

3> 2.708.000 s/d 2.850.0002.779.000

4> 2.573.000 s/d 2.708.0002.640.000

5> 2.444.000 s/d 2.573.0002.508.000

6> 2.261.000 s/d 2.444.0002.352.000

7> 2.091.000 s/d 2.261.0002.176.000

8> 1.934.000 s/d 2.091.0002.013.000

9> 1.789.000 s/d 1.934.0001.862.000

10> 1.655.000 s/d 1.789.0001.722.000

11> 1.490.000 s/d 1.655.0001.573.000

12> 1.341.000 s/d 1.490.0001.416.000

13> 1.207.000 s/d 1.341.0001.274.000

14> 1.086.000 s/d 1.207.0001.147.000

15> 977.000 s/d 1.086.0001.032.000

16> 855.000 s/d 977.000916.000

17> 748.000 s/d 855.000802.000

18> 655.000 s/d 748.000702.000

19> 573.000 s/d 655.000614.000

20> 501.000 s/d 573.000537.000

21> 426.000 s/d 501.000464.000

22> 362.000 s/d 426.000394.000

23> 308.000 s/d 362.000335.000

24> 262.000 s/d 308.000285.000

25> 223.000 s/d 262.000243.000

26> 223.000 s/d 262.000243.000

27> 178.000 s/d 223.000200.000

28> 142.000 s/d 178.000160.000

29> 142.000 s/d 142.000128.000

30> 91.000 s/d 114.000103.000

31> 73.000 s/d 91.00082.000

32> 55.000 s/d 73.00064.000

33> 41.000 s/d 55.00048.000

34> 31.000 s/d 41.00036.000

35> 23.000 s/d 31.00027.000

36> 17.000 s/d 23.00020.000

37> 12.000 s/d 17.00014.000

38> 8.400 s/d 12.00010.000

39> 5.900 s/d 8.4007.150

40> 4.100 s/d 5.9005.000

41> 2.900 s/d 4.1003.500

42> 2.000 s/d 2.9002.450

43> 1.400 s/d 2.0001.700

44> 1.050 s/d 1.4001.200

45> 760 s/d 1.050910

46> 550 s/d 760660

47> 410 s/d 550480

48> 310 s/d 410350

49> 240 s/d 310270

50> 170 s/d 240200

> 170140

Klasifikasi, Penggolongan, dan Ketentuan Nilai Jual Bumi Kelompok BKelasPenggolongan, Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)Nilai Jual (Rp/M2)

123

1> 67.390.000 s/d 69.700.00068.545.000

2> 65.120.000 s/d 67.390.00066.255.000

3> 62.890.000 s/d 65.120.00064.000.000

4> 60.700.000 s/d 62.890.00061.795.000

5> 58.550.000 s/d 60.700.00059.625.000

6> 56.440.000 s/d 58.550.00057.495.000

7> 54.370.000 s/d 56.440.00055.405.000

8> 52.340.000 s/d 54.370.00053.355.000

9> 50.350.000 s/d 52.340.00051.345.000

10> 48.400.000 s/d 50.350.00049.375.000

11> 46.490.000 s/d 48.400.00047.445.000

12> 44.620.000 s/d 46.490.00045.555.000

13> 42.790.000 s/d 44.620.00043.705.000

14> 44.000.000 s/d 42.790.00041.895.000

15> 39.250.000 s/d 41.000.00040.125.000

16> 37.540.000 s/d 39.250.00038.395.000

17> 35.870.000 s/d 37.540.00036.705.000

18> 34.240.000 s/d 35.870.00035.055.000

19> 32.650.000 s/d 34.240.00033.445.000

20> 31.100.000 s/d 32.650.00031.875.000

21> 29.590.000 s/d 31.100.00030.345.000

22> 28.120.000 s/d 29.590.00028.855.000

23> 26.690.000 s/d 28.120.00027.405.000

24> 25.300.000 s/d 26.690.00025.995.000

25> 23.950.000 s/d 25.300.00024.625.000

26> 22.640.000 s/d 23.950.00023.295.000

27> 21.370.000 s/d 22.640.00022.005.000

28> 20.140.000 s/d 21.370.00020.755.000

29> 18.950.000 s/d 20.140.00019.545.000

30> 17.800.000 s/d 18.950.00018.375.000

31> 16.690.000 s/d 17.800.00017.245.000

32> 15.620.000 s/d 16.690.00016.155.000

33> 14.590.000 s/d 15.620.00015.105.000

34> 13.600.000 s/d 14.590.00014.095.000

35> 12.650.000 s/d 13.600.00013.125.000

36> 11.740.000 s/d 12.650.00012.195.000

37> 10.870.000 s/d 11.740.00011.305.000

38> 10.040.000 s/d 10.870.00010.455.000

39> 9.250.000 s/d 10.040.0009.645.000

40> 8.500.000 s/d 9.250.0008.875.000

41> 7.790.000 s/d 8.500.0008.145.000

42> 7.120.000 s/d 7.790.0007.455.000

43> 6.490.000 s/d 7.120.0006.805.000

44> 5.900.000 s/d 6.490.0006.195.000

45> 5.350.000 s/d 5.900.0005.625.000

46> 4.840.000 s/d 5.350.0005.095.000

47> 4.370.000 s/d 4.840.0004.605.000

48> 3.940.000 s/d 4.370.0004.155.000

49> 3.550.000 s/d 3.940.0003.745.000

50> 3.200.000 s/d 3.550.0003.375.000

Klasifikasi, Penggolongan, dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan Kelompok AKelasPenggolongan, Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)Nilai Jual (Rp/M2)

123

1> 1.034.000 s/d 1.366.0001.200.000

2> 902.000 s/d 1.034.000968.000

3> 744.000 s/d 902.000823.000

4> 656.000 s/d 744.000700.000

5> 534.000 s/d 656.000595.000

6> 476.000 s/d 534.000505.000

7> 382.000 s/d 476.000429.000

8> 348.000 s/d 382.000365.000

9> 272.000 s/d 348.000310.000

10> 256.000 s/d 272.000264.000

11> 194.000 s/d 256.000225.000

12> 188.000 s/d 194.000191.000

13> 136.000 s/d 188.000162.000

14> 128.000 s/d 136.000132.000

15> 104.000 s/d 128.000116.000

16> 92.000 s/d 104.00098.000

17> 74.000 s/d 92.00083.000

18> 68.000 s/d 74.00071.000

19> 52.000 s/d 68.00060.000

20> 52.00050.000

Klasifikasi, Penggolongan, dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan Kelompok BKelasPenggolongan, Nilai Jual Permukaan Bumi (Tanah)Nilai Jual (Rp/M2)

123

1> 14.700.000 s/d 15.800.00015.250.000

2> 13.600.000 s/d 14.700.00014.150.000

3> 12.550.000 s/d 13.600.00013.075.000

4> 11.550.000 s/d 12.550.00012.050.000

5> 10.600.000 s/d 11.550.00011.075.000

6> 9.700.000 s/d 10.600.00010.150.000

7> 8.850.000 s/d 9.700.0009.275.000

8> 8.050.000 s/d 8.850.0008.450.000

9> 7.300.000 s/d 8.050.0007.675.000

10> 6.600.000 s/d 7.300.0006.950.000

11> 5.850.000 s/d 6.600.0006.225.000

12> 5.150.000 s/d 5.850.0005.500.000

13> 4.500.000 s/d 5.150.0004.825.000

14> 3.900.000 s/d 4.500.0004.200.000

15> 3.350.000 s/d 3.900.0003.625.000

16> 2.850.000 s/d 3.350.0003.100.000

17> 2.400.000 s/d 2.850.0002.625.000

18> 2.000.000 s/d 2.400.0002.200.000

19> 1.666.000 s/d 2.000.0001.833.000

20> 1.366.000 s/d 1.666.0001.516.000

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena PajakMulai 1 Januari 2001 NJOPTKP untuk setiap daerah ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- untuk tiap Wajib Pajak (WP). Apabila WP mempunyai lebih dari satu Objek Pajak maka yang mendapatkan NJOPTKP hanya satu objek, yaitu yang nilainya paling tinggi.Tarif Pajak Bumi Dan BangunanTarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas Objek Pajak adalah tarif tunggal yaitu sebesar 0,5%.Persentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut :1. Objek pajak perkebunan adalah 40%Objek pajak kehutanan adalah 40%Objek pajak pertambangan adalah 40%Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):apabila NJOP-nya Rp1.000.000.000,00 adalah 40%apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20%

2.2 Penerapan Klasifikasi Bumi dan/atau Bangunan dalam Penghitungan PBBContoh kasus1. Objek perumahan: Luas Bumi 1.000 m2 dengan nilai jual Rp 840.000,00/m2. Nilai jual tanah tersebut termasuk kelas A 17 dengan nilai jual Rp 802.000,- /m2 Luas Bangunan 400 m2 dengan nilai jual Rp 1.000.000,00/m2. Nilai jual bangunan tersebut termasuk kelas A 2 dengan nilai jual Rp 968.000,- /m2Penghitungan PBB-nya : Jumlah NJOP bumi 1.000 x Rp 802.000,- = Rp 802.000.000,- Jumlah NJOP Bangunan 400 x Rp 968.000,- = Rp 387.200.000,- NJOP sbg dasar pengenaan = Rp 1.189.200.000,- NJOPTKP = Rp12.000.000,- NJOP untuk penghitungan PBB = Rp 1.177.200.000,- NJKP 40% x Rp 1.177.200.00 = Rp 470.880.000,- PBB yang terutang 0,5% x Rp 470.480.000,- = Rp 2.354.400,- (Dua juta tiga ratus lima puluh empat ribu empat ratus rupiah)

Sebuah objek pajak memiliki luas tanah 302 m2 yang masuk dalam kelas A-05 dengan NJOP per m2 sebesar Rp. 2.508.000 maka NJOP tanah adalah Rp. 757.416.000 dan untuk bangunan seluas 146 m2 kelas A-01 tarif Rp. 1.200.000 NJOP. NJOP tanah dan bangunan adalah sebesar Rp. 932.616.000. maka PBB yang terutang sebesar? (asumsi tarif PBB P2 0,3% dan NJOPTKP untuk PBB P2 adalah Rp. 20.000.000)Menurut UU PBBNJOP Bumi: Rp. 757.416.000NJOP Bangunan: Rp. 175.200.000 +NJOP Bumi dan Bangunan : Rp. 932.616.000NJOP TKP: Rp. 12.000.000 -NJOP untuk perhitungan PBB: Rp. 920.616.000NJKP =20% x Rp. 920.616.000: Rp. 184.123.000PBB terutang = 0,5% x Rp. 184.123.000 : Rp. 920.616 : Rp. 920.600Menurut UU PDRDNJOP Bumi: Rp. 757.416.000NJOP Bangunan: Rp. 175.200.000 +NJOP Bumi dan Bangunan : Rp. 932.616.000NJOP TKP: Rp. 20.000.000 -NJOPKP: Rp. 912.616.000PBB terutang = 0,3% x Rp. 912.616.000: Rp. 2.737.848 : Rp. 2.727.800Kasus pengenaan PBB perkotaan (Pkt) objek pajak Rp 1.000.000.000Ibu Ida seorang usahawati sukses memiliki tanah dan rumah di perumahan mewah Permata Biru di Jakarta Pusat dengan data sebagai berikut (? (asumsi tarif PBB P2 0,3% dan NJOPTKP untuk PBB P2 adalah Rp. 20.000.000):Objek PajakLuas (m2)Harga perolehan (Rp)

Bumi7002.300.000.000

Bangunan300800.000.000

Harga Perolehan (Bumi dan banngunan)3.100.000.000

Hitung PBB terutangnya!JawabObjek PajakLuas (m2)Harga perolehan (Rp)Harga per m2 (Rp)KelasNJOP per m2 (Rp)

Bumi7002.300.000.0003.285.714,29I B-503.375.000

Bangunan300800.000.0002.666.666,67II B-172.625.000

Penghitungan menurut UU PBBTanah: 700 m2 x Rp. 3.375.000= Rp 2.362.500.000Bangunan: 300 m2 x Rp. 2.625.000= Rp. 787.500.000NJOP tanah dan banngunan= Rp. 3.150.000.000NJOP TKP= Rp. 12.000.000NJOP untuk perhitungan PBB= Rp. 3.138.000.000NJKP = 40% x Rp. 3.138.000.000= Rp. 1.255.200.000PBBTerutang =0,5% x Rp. 1.255.200.000= Rp. 6.276.000Penghitungan menurut UU PDRDMenurut UU PDRDNJOP Bumi dan Bangunan = Rp. 3.150.000.000NJOP TKP= Rp. 20.000.000 -NJOPKP= Rp. 3.130.000.000PBB terutang = 0,3% x Rp. 3.130.000.000= Rp. 9.390.000

Pengenaan PBB untuk rumah mewah >Rp. 1.000.000.000 beserta fasilitas mewahDrs. Iwan Persada MM mempunyai sebidang tanah dan rumah mewah di Pondok Indah dengan data sebagai berikut :a. Tanah seluas 1000 m2 dengan harga perolehan Rp. 5.500.000.000b. Bangunan seluas 300 m2 dengan harga perolehan Rp. 2.000.000.000c. Taman yang indah 200 m2 dengan harga perolehan Rp. 30.000.000d. Kolam renang 250 m2 dengan harga perolehan Rp. 300.000.000e. Pagar mewah dengan pintu elektrik dan hiasan berukir di depan sepanjang :depan 20 m; samping dan belakang sepanjang 120 m beton bertulang, tembok bata dilapis luar dalam dengan keramik, objek pajak sesuai dengan penafsiran penilai swasta dari PT. Satya Darma diperkirakan sebesar Rp. 150.000.000 ((asumsi tarif PBB P2 0,3% dan NJOPTKP untuk PBB P2 adalah Rp. 20.000.000)Jawab:Penghitungan dalam ribuan rupiahPenhitungan berdasarkan UU PBBNoUraianLuas (m2)Harga per m2 (Rp)KelasKonversi NJOP (Rp)Jumlah Nilai Jual Pengenaan (Rp)

1Tanah 1.000 Rp 5.500 Kel. B-45 Rp 5.625 Rp. 5.625.000

2Bangunan 300 Rp 6.667 Kel. B-10 Rp 6.950 Rp. 2.085.000

3Taman 200 Rp 150 Kel. A-13 Rp 162 Rp. 32.400

4Kolam renang 250 Rp 1.200 Kel. A-1 Rp 1.200 Rp. 300.000

5Pagar mewah 140 Rp 1.071 Kel. A-1 Rp 1.200 Rp. 168.000

6Jumlah NJOP T&BRp. 8.210.400

7NJOP TKPRp. 12.000

8NJOPKPRp. 8.198.400

9PBB TerutangRp. 3.279.360

PBB Terutang 0,5% x Rp. 3.279.360Rp. 1.639.700

Jadi, PBB terutang adalah Rp. 16.397.000Penghitungan menurut UU PDRDNoUraianLuas (m2)Harga per m2 (Rp)KelasKonversi NJOP (Rp)Jumlah Nilai Jual Pengenaan (Rp)

1Tanah 1.000 Rp 5.500 Kel. B-45 Rp 5.625 Rp. 5.625.000

2Bangunan 300 Rp 6.667 Kel. B-10 Rp 6.950 Rp. 2.085.000

3Taman 200 Rp 150 Kel. A-13 Rp 162 Rp. 32.400

4Kolam renang 250 Rp 1.200 Kel. A-1 Rp 1.200 Rp. 300.000

5Pagar mewah 140 Rp 1.071 Kel. A-1 Rp 1.200 Rp. 168.000

6Jumlah NJOP T&BRp. 8.210.400

7NJOP TKPRp. 20.000

8NJOPKPRp. 8.190.400

9PBB terutang 0,3% x Rp. 8.190.400Rp. 24.571,2

Rp. 24.571.200

Subjek dan Objek PBB Rumah SusunSebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 1 UU Nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun, bahwa yang dimaksudkan dengan rumah susun adalah bangunan bertingkat dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.Selanjutnya dalam pasal 46 ayat (1) diatur bahwa hak kepemilikan atas satuan rumah susun (sarusun) merupakan hak milik atas sarusun yang bersifat perorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Jadi, kepemilikan atas Satuan Rumah Susun terdiri dari :1. Hak perseorangan atas satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah atau pribadi.2. Hak bersama atas bagian dari bangunan rumah susun.3. Hak bersama atas benda4. Hak bersama atas tanah.Tujuan adanya peraturan akan kepemilikan Rumah Susun adalah sebagai berikut.1. Sebagai Dasar Pemisahan pemberian Hak guna penerbitan Sertifikat Kepemilikan2. Untuk menentukan Hak dan Kewajiban dari Subjek/Penghuni/PemilikObjek PBB P2 yang dikenakan terhadap rumah susun meliputi tanah (yang terdiri dari tanah bersama) dan bangunan (yang terdiri dari bangunan masing-masing unit dan bangunan bersama). a) Luas tanah sebagai objek PBB P2 dihitung secara proporsional atas seluruh luas tanah yang ada, baik yang dipakai sebagai dasar bangunan maupun tanah lainnya diluar dasar bangunan yang dapat dipergunakan secara bersama-sama oleh pemilik atau penghuni rusun.b) Luas unit bangunan masing-masing biasanya ditunjukkan oleh tipe masing-masing rumah susun. Misalnya untuk rusun tipe 21 berarti luas bangunan unit seluas 21 . Luas bangunan bersama dihitung secara proporsional atas seluruh luas bangunan bersama.Nilai Perbandingan Proporsional Pasal 46 ayat (2) UU No.20 Tahun 2011 mengatur bahwa hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan atas Nilai Perbandingan Proporsional.Tujuan ditetapkannya Nilai Perbandingan Proporsional (Share Value) adalah untuk mengetahui nilai masing-masing pemilik satuan rumah susun terhadap bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama dengan lingkungan rumah susun secara keseluruhan.Rumus Nilai Perbandingan Proporsional (NPP)a) Berdasarkan Luas :NPP = b) Berdasarkan Nilai Bangunan :NPP = = Keterangan:a= Luas Bangunanb= Nilai per bangunanc= Penyusutan/ Depresiasik= Jumlah tiap tipe

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemisahan bagian saat penilaian rumah susun, yaitu :1. Nilai Tanah = 2. Nilai Bangunan = Pemisahan antara bangunan yang dimiliki secara individual dengan bangunan bersama. 3. Struktur Utama Bangunan = 4. Komponen Penutup = Berdasarkan spesifikasi dan kondisi masing-masing unit bangunan yang dinilai5. Fasilitias Bangunan = Lift, tangga, langit-langit, kolam renang dan sebagainya adalah millik bersama.Nilai bangunan bersama =

Contoh Soal Perhitungan PBB untuk Rumah SusunSebuah rumah susun di Surabaya diperoleh data sebagai berikut.1. Berdiri di atas tanah seluas 5000 , kelas A-33 dengan Nilai Jual Rp. 3.100.000/2. Rumah susun terdiri dari a) 100 unit bangunan tipe 21 @Luas 21 , jumlah = 2100 b) 100 unit bangunan tipe 36 @Luas 36 , jumlah = 3600 c) 50 unit bangungan tipe 45 @Luas 45 , jumlah = 2250 Jadi, luas bangunan unit hunian total adalah= 7950 NJOP bangunan tersebut sebesar Rp 4.200.000/ 3. Bangunan bersama (tangga, emper, dll), luas= 1000 NJOP kelas 10 Rp 4.200.000/ 4. Bangunan Sarana (Jalan, Tempat Parkir, dll), luas= 1000 5. Dengan asumsi tarif PBB P2 yang berlaku di kota Surabaya sebesar 0,1% untuk NJOP sampai dengan Rp1.000.000.000 dan 0,2% untuk NJOP di atas Rp1.000.000.000. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp20.000.000 per wajib pajakHitunglah PPB Satuan Rumah Susun tersebut menurut UU PDRD!

1. NJOP Tanah = 5000 x Rp 3.100.000 = Rp 15.500.000.0002. NJOP Bangunana. Hunian = 7950 x Rp 4.200.000= Rp 33.390.000.000b. Bersama = 1000 x Rp 4.200.000= Rp 4.200.000.000c. Sarana = 1000 x Rp 4.200.000= Rp 4.200.000.000Jumlah NJOP Bangunan= Rp 41.790.000.000Tipe 21 NPP = = NJOP Tanah= NPP x NJOP tanah keseluruhan = x Rp 15.500.000.000= Rp 40.943.396 NJOP Bangunan Bersama = x Rp. 41.790.000.000= Rp 110.388.679 NJOP Tanah+Bangunan = Rp 151.332.075NJOPTKP= Rp 20.000.000NJOP KP= Rp 131.332.075PBB Terutang = 0,1% x Rp 131.332.075= Rp 131.332 Dibulatkan= Rp 131.300Tipe 36 NPP = = NJOP Tanah= NPP x NJOP tanah keseluruhan = x Rp 15.500.000.000= Rp 70.188.679 NJOP Bangunan = x Rp. 41.790.000.000= Rp 189.237.735NJOP Tanah+Bangunan = Rp 259.426.414NJOPTKP= Rp 20.000.000NJOP KP= Rp 239.426.414

PBB Terutang = 0,1% x Rp Rp 239.426.414= Rp 239.426Dibulatkan= Rp 239.400Tipe 45 NPP = = NJOP Tanah= NPP x NJOP tanah keseluruhan = x Rp 15.500.000.000= Rp 87.735.849 NJOP Bangunan = x Rp. 41.790.000.000= Rp 236.547.169NJOP Tanah+Bangunan = Rp 324.283.018NJOPTKP= Rp 20.000.000NJOP KP= Rp 304.283.018PBB Terutang = 0,1% x Rp 304.283.018= Rp 304.283Dibulatkan= Rp 304.200

Hitunglah PPB Satuan Rumah Susun tersebut menurut UU PBB!

3. NJOP Tanah = 5000 x Rp 3.100.000 = Rp 15.500.000.0004. NJOP Bangunand. Hunian = 7950 x Rp 4.200.000= Rp 33.390.000.000e. Bersama = 1000 x Rp 4.200.000= Rp 4.200.000.000f. Sarana = 1000 x Rp 4.200.000= Rp 4.200.000.000Jumlah NJOP Bangunan= Rp 41.790.000.000Tipe 21 NPP = = NJOP Tanah= NPP x NJOP tanah keseluruhan = x Rp 15.500.000.000= Rp 40.943.396 NJOP Bangunan Bersama = x Rp. 41.790.000.000= Rp 110.388.679 NJOP Tanah+Bangunan = Rp 151.332.075NJOP TKP= Rp 12.000.000NJOP Untuk Perhitungan PBB= Rp 139.332.075NJKP = 20% x Rp 139.332.075= Rp 27.866.415PBB Terutang = 0,5% x Rp 27.866.415= Rp 139.332 Dibulatkan= Rp 139.300Tipe 36 NPP = = NJOP Tanah= NPP x NJOP tanah keseluruhan = x Rp 15.500.000.000= Rp 70.188.679 NJOP Bangunan = x Rp. 41.790.000.000= Rp 189.237.735NJOP Tanah+Bangunan = Rp 259.426.414NJOP TKP= Rp 12.000.000NJOP Untuk Perhitungan PBB= Rp 247.426.414NJKP = 20% x Rp 247.426.414= Rp 49.485.282PBB Terutang = 0,5% x Rp 49.485.282= Rp 247.426 Dibulatkan= Rp 247.400Tipe 45 NPP = = NJOP Tanah= NPP x NJOP tanah keseluruhan = x Rp 15.500.000.000= Rp 87.735.849 NJOP Bangunan = x Rp. 41.790.000.000= Rp 236.547.169NJOP Tanah+Bangunan = Rp 324.283.018NJOP TKP= Rp 12.000.000NJOP Untuk Perhitungan PBB= Rp 312.283.018NJKP = 20% x Rp 312.283.018= Rp 62.456.604PBB Terutang = 0,5% x Rp 62.456.604= Rp 312.283 Dibulatkan= Rp 312.300

Contoh Soal Perhitungan PBB ApartemenSebuah apartemen berlantai 14 dengan jumlah unit sebanyak 70 (@200 ) berdiri di atas tanah seluas 25000 dengan fasilitas bangunan berupa sebuah kolam renang seluas 80 , area parker 6000 , dan sebuah taman serta area bermain untuk anak-anak seluas 250 . Salah satu unit yang berada di lantai 2 akan dijula. Spesifikasi bangunan ini datanya adalah sebagai berikut.a. Penutup lantai = marmer local (bangunan standar keramik)b. Langit-langit= Tripleks semprotc. Pelapis dinding= Walpaper kualitas 1d. Fasilitas lainnya= AC Split 4 unit dan listri 5500 watt e. harga pasaran menurut brooker dan pengembang untuk objek yang mirip bandingannya adalah apartemen dalm keadaan baru yaitu Rp 45.500.000.000,00 dengan biaya struktur utama 30% dari biaya pembuatan baruf. data pendukung yang terkumpul yaitu:1) Nilai pasar tanah sekitar apartemen tersebut adalah Rp 800.000 per m2.2) Harga pasaran material keramik adalah Rp 78.000 per m2.3) Harga material marmer Rp 120.000 per m2.4) Harga terpasang langit-langit triplek Rp 35.000 per m2.5) Harga material wallpaper Rp 60.000 per m2.6) Harga pasaran AC Split terpasang adalah Rp 3.000.000 per unit7) Biaya pembuatan baru (RCN) per m2, untuk kolam renang adalah Rp 350.000. untuk area parkir Rp 80.000 dan untuk taman Rp 65.000.8) NPP untuk properti subjek adalah 1/70 atau 0,01429.

Nilai Properti:

NJOP Tanah= 25.000 m2 x 0,01429 x Rp 800.000= Rp 285.800.000,00

NJOP BangunanKonstruksi Utama= 30% x 0,01429 x Rp 45.500.000.000= Rp 195.058.500,00

Komponen PenutupDinding= 200 m2 x Rp 60.000= Rp 12.000.000,00Langit-Langit= 200 m2 x Rp 35.000= Rp 7.000.000,00Lantai= 200 m2 x Rp 120.000= Rp 24.000.000,00Sub Total= Rp 43.000.000,00

FasilitasAC Split= @4 Rp 3.000.000= Rp 12.000.000,00Listrik= 5,5 Kva x Rp 360.000= Rp 1.980.000,00Sub Total= Rp 13.980.000,00NJOP Bangunan= Rp 252.038.500,00

Penyusutan 5% (asumsi)=(Rp 12.601.925,00)

Nilai Indikasi Rata-rata= Rp 239.436.575,00

Fasilitas Bersama:Kolam Renang= 80 m2 x Rp 350.000= Rp 28.000.000,00Area Parkir= 6.000 m2 x Rp 80.000= Rp 480.000.000,00Taman= 250 m2 x Rp 65.000= Rp 16.250.000,00= Rp 524.250.000,00

NPP 0,01429

Nilai Hak atas Fasilitas= Rp 7.491.532,00

Nilai Untuk Kepemilikan satu unit apartemen adalah:NJOP TanahRp 285.800.000,00NJOP BangunanRp 239.436.575,00NJOP FasilitasRp 7.491.532,00Nilai HakRp 532.728.107,00Dibulatkan= Rp 532.700.000,00NJOP TKP= Rp 12.000.000,00NJOP untuk perhitungan PBB= Rp 520.700.000,00NJKP 20% x Rp 520.700.000= Rp 104.140.000,00PBB Terutang 0,5% x Rp 104.140.000= Rp 520.700,00

Jadi, PBB yang dikenakan yaitu sebesar Rp 520.700,00

Keterangan:NJKP 20% sesuai dengan PP 25/2002 karena hak pribadi atas objek bernilai < Rp 1.000.000.000,00

Tatacara dan peraturan pengenaan PBB tersebut berlaku paling cepat tahun 2011 dan paling lambat tahun 2013 sejalan dengan amandemen UU PDRD 28/2009 tanggal 15 September 2009 mengenai pengalihan PBB P2 ke sektor Perdesaan dan Perkotaan.Sebagaimana perubahan tersebut maka: tarif berubah dari 0,5% menjadi maksimal 0,3% dari NJKP NJOP TKP setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 yang kemudian diubah menjadi paling rendah Rp 10.000.000,00 per OP NJKP yang ditetapkan dalam UU PBB sebesar 20% - 100% tidak digunakan lagi menurut UU PDRD

Contoh:Pengenaan PBB terhadap Bapak Ahmad yang mempunyai harta tetap (Tanah dan Rumah) yaitu sebagai berikut:Objek PajakLuas (m2)Harga/Nilai Pasar (Rp/ m2)NJOP (Rp/ m2)

Bumi/Tanah800300.000240.000.000

BangunanTamanPagar (1,5m x 120m)400200180350.00050.000175.000140.000.00010.000.00031.500.000181.500.000

NJOP Bumi dan Bangunan= Rp 421.500.000,00NJOP TKP= Rp 10.500.000,00NJOP KP= Rp 411.500.000,00PBB (UU PDRD) 0,3% x Rp 411.500.000= Rp 1.234.500,00

Sebuah apartemen di Jakarta Selatan terdiri dari 100 unit tipe 70 m, 75 unit tipe 90 m, 50 unit tipe 120 m. Luas Bangunan Bersama 500 m. Biaya pembuatan bangunan hunian Rp4.000.000/m setelah dikonversi menjadi kelas B14 = Rp.4,2 jt/m. Bangunan bersama Rp 3.000.000/m setelah dikonversi menjadi kelas B16 = Rp.3,1 jt/m. Luas Bumi (tanah) 5.000 m dengan harga tanah/m Rp.5.000.000 setelah dikonversi menjadi kelas A46 = Rp. 5.095.000. Diketahui NJOPTKP Rp 10 juta. Berapakah jumlah PBB terutang untuk tiap-tiap tipe apartemen apabila dimiliki oleh WP yang berbeda-beda.

Jawab :Penghitungan NJOP tanah dan bangunan untuk setiap hunian dilakukan secara proporsional berdasarkan luas masing-masing hunian.Jumlah Luas Lantai Bangunan Hunian : 100 unit x 70 m2 75 unit x 90 m2 50 unit x 120 m2Luas Lantai Bangunan Hunian

NJOP Bumi : 5000 m2 x Rp. 5.095.000

NJOP Bangunan : Hunian = 19.750 m2 x Rp. 4.200.000Bersama = 500 m2 x Rp. 3.100.000= 7.000 m2= 6.750 m2=6.000 m2+=19.750 m2

= Rp. 25.475.000.000

= Rp. 82.950.000.000= Rp. 1.550.000.000 Rp. 84.500.000.000

Penghitungan PBB Terutang Apartemen Tipe 70 Berdasarkan UU PBB :NJOP Bumi : 70/19.750 x Rp. 25.475.000.000

NJOP Bangunan : 70/19.750 x Rp. 84.500.000.000NJOP Bumi dan BangunanNJOP TKPNJOP untuk perhitungan PBBNJKP 20%PBB terutang = 0,5% x Rp. 75.956.962= Rp. 90.291.139

=Rp. 299.493.671= Rp. 389.784.810=Rp. 10.000.000= Rp. 379.784.810= Rp. 75.956.962=Rp. 379.785

Penghitungan PBB Terutang Apartemen Tipe 70 Berdasarkan UU PDRD :NJOP Bumi : 70/19.750 x Rp. 25.475.000.000

NJOP Bangunan : 70/19.750 x Rp. 84.500.000.000NJOP sebagai DPP PBBNJOP TKPNJOP KPPBB terutang = 0,3% x Rp. 379.784.810= Rp. 90.291.139

=Rp. 299.493.671= Rp. 389.784.810=Rp. 10.000.000= Rp. 379.784.810= Rp.1.139.354

Penghitungan PBB Terutang Apartemen Tipe 90 Berdasarkan UU PBB :NJOP Bumi : 90/19.750x Rp. 25.475.000.000

NJOP Bangunan :90/19.750 x Rp. 84.500.000.000NJOP bumi dan bangunanNJOP TKPNJOP untuk perhitungan PBBNJKP 20%PBB terutang = 0,5% x Rp. 98.230.380= Rp. 116.088.608

=Rp. 385.063.291= Rp. 501.151.899=Rp. 10.000.000= Rp. 491.151.899= Rp. 98.230.380= Rp.491.152

Penghitungan PBB Terutang Apartemen Tipe 90 Berdasarkan UU PDRD :NJOP Bumi :90/19.750 x Rp. 25.475.000.000

NJOP Bangunan : 90/19.750 x Rp. 84.500.000.000NJOP sebagai DPP PBBNJOP TKPNJOP KPPBB terutang = 0,3% x Rp. 491.151.899= Rp. 116.088.608

=Rp. 385.063.291= Rp. 501.151.899=Rp. 10.000.000= Rp. 491.151.899= Rp.1.473.456

Penghitungan PBB Terutang Apartemen Tipe 120 Berdasarkan UU PBB :NJOP Bumi : 120/19.750 x Rp. 25.475.000.000

NJOP Bangunan : 120/19.750 x Rp. 84.500.000.000NJOP bumi dan bangunanNJOP TKPNJOP untuk perhitungan PBBNJKP 20%PBB terutang = 0,5% x Rp. 131.640.506= Rp. 154.784.810

=Rp. 513.417.722= Rp. 668.202.532=Rp. 10.000.000= Rp. 658.202.532= Rp. 131.640.506=Rp.658.202

Penghitungan PBB Terutang Apartemen Tipe 120 Berdasarkan UU PDRD :NJOP Bumi : 120/19.750 x Rp. 25.475.000.000

NJOP Bangunan : 120/19.750 x Rp. 84.500.000.000NJOP sebagai DPP PBBNJOP TKPNJOP KPPBB terutang = 0,3% x Rp. 658.202.532= Rp. 154.784.810

=Rp. 513.417.722= Rp. 668.202.532=Rp. 10.000.000= Rp. 658.202.532= Rp.1.974.608

2.3 Perbandingan UU PBB dengan UU PDRD

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah merupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Bentuk kebijakan tersebut dituangkan ke dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal ini adalah titik balik dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan. Dengan pengalihan ini maka kegiatan proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan pelayanan PBB-P2 akan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota).Tujuan Pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah sesuai dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah:1. meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah2. memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah),3. memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi dengan memperluas basis pajak daerah,4. memberikan kewenangan kepada daerah dalam penetapan tarif pajak daerah, dan5. menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran dan pengaturan pada daerah.Tabel Perbandingan PBB pada Undang-undang PBB dengan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi DaerahUU PBBUU PDRD

SubjekOrang atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasa dan/atau memanfaatkan atas bangunan(Pasal 4 Ayat 1)Sama(Pasal 78 ayat 1 & 2)

ObjekBumi dan/atau bangunan(Pasal 2)Bumi dan/atau bangunan,kecualikawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan(Pasal 77 Ayat 1)

TarifSebesar 0,5%(Pasal 5)Paling Tinggi 0,3%(pasal 80)

NJKP20% s.d. 100% (PP 25 Tahun 2002 ditetapkan sebesar 20% atau 40%)(Pasal 6)Tidak Dipergunakan

NJOPTKPSetinggi-tingginya Rp12 Juta(Pasal 3 Ayat 3)Paling Rendah Rp10 Juta(Pasal 77 Ayat 4)(paling tinggi Rp24 jutamulai tahun 2012)

PBB TerutangTarifxNJKPx (NJOP-NJOPTKP)0,5% x 20% x (NJOP-NJOPTKP) atau0,5% x 40% x (NJOP-NJOPTKP)(Pasal 7)Max:0,3% x (NJOP-NJOPTKP)(Pasal 81)

Keterangan:DJP masih bertanggung jawab melaksanakanPBB P2sampai31 Desember2013sepanjang tidak dilaksanakan oleh Kab/Kota berdasarkan Perda. Namun mulaitahun 2014 pengelolaanPBB menjadi tanggung jawab Kab/Kota.

Sumber: Materi Presentasi Pengalihan PBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah, Direktorat Jenderal Pajak. Agustus 2011

TambahanPenerimaan dari PBB 100% akan masuk ke pemerintahkabupaten/kota. Saat dikelola oleh Pemerintah Pusat (DJP)pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan bagiansebesar 64,8%.Ketentuan yang bisa dijadikan acuanoleh kabupaten/kota dalam mempersiapkanpengelolaan PBB-P2Dalam mempersiapkan diri untuk mengelola PBB-P2,kabupaten/kota dapat berpedoman pada Undang-Undang PDRD dan Peraturan Bersama Menteri Keuangandan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan PersiapanPengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai PajakDaerah.Selain itu Direktur Jenderal Pajak juga telah menerbitkanPeraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2010tentang Tata Cara Persiapan Pengalihan PBB Perdesaandan Perkotaan sebagai Pajak Daerah

Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah kini mempunyai tambahan sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari Pajak Daerah, sehingga saat ini Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari sebelas jenis pajak, yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, dan Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Matriks penambahan jenis Pajak Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel berikut ini:Tabel Perbedaan Jenis Pajak Kabupaten/Kota pada UU No.34/2000 dengan UU No. 28/2009UU 34/2000UU 28/2009

1.Pajak Hotel2.Pajak Restoran3.Pajak Hiburan4.Pajak Reklame5.Pajak Penerangan Jalan (PPJ)6.Pajak Parkir7.Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C1.Pajak Hotel2.Pajak Restoran3.Pajak Hiburan4.Pajak Reklame5.Pajak Penerangan Jalan6.Pajak Parkir7.Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (perubahan nomenklatur)8.Pajak Air Tanah (pengalihan dari Prov)9.Pajak Sarang Burung Walet (baru)10.PBB Pedesaan & Perkotaan (baru)11.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (baru)

Sumber: Materi Presentasi PengalihanPBB-P2 dan BPHTB sebagai Pajak Daerah, Direktorat Jenderal Pajak. Agustus 2011Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke seluruh pemerintahan kabupaten/kota dimulai paling lambat 1 Januari 2014. Kota Surabaya merupakan kota pertama yang menerima pengalihan pengelolaan PBB-P2. Dengan demikian Pemerintah Kota Surabaya menjadi pilot project bagi pelaksanaan pengalihan pengelolaan penerimaan dari sektor PBB-P2. Keberhasilan pemerintah Kota Surabaya dalam mengelola penerimaan dari sektor PBB-P2 dapat menjadi contoh dan acuan bagi pemerintah kabupaten/kota lainnya.Kemudian, agar terciptanya kelancaran dalam pengelolaan PBB-P2, pemerintah kabupaten/kota harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:1. Kebijakan NJOP agar memperhatikan konsistensi, kesinambungan dan keseimbangan antar wilayah2. Kebijakan tarif PBB, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat3. Menjaga kualitas pelayanan kepada WP, dan4. Akurasi data subjek dan objek pajak dalam SPPT tetap terjagaContoh Perbedaan Perhitungan Perbedaan Perhitungan PBB berdasarkan UU PBB dan UU PDRD

Sekilas bisa kita lihat perbedaan SPPT berdasarkan UU PBB dan UU PDRD, untuk PBB yang masih dikelola DJP menggunakan dasar UU PBB dan ketika dikelola oleh Pemerintah Daerah maka harus menggunakan dasar UU PDRD.

Contoh Hitung PBB berdasarkan UU PBB

Contoh Hitung PBB berdasarkan UU PDRD

Perbedaan tersebut.1. Pada perhitungan NJOP bumi terlihat bahwa berdasarkan UU PBB yang tentunya sudah didukung dengan peraturan dibawahnya (Permenkeu dll), terhadap NJOP per m2 dibuat klasifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk menyederhanakan sistem perhitungan karena faktanya memang nilai tanah sangat bervariasi. Sedangkan pada UU PDRD belum Nampak adanya klasifikasi tersebut yang artinya Pemerintah Daerah diberi kesempatan untuk memilih apakah menggunakan Klasifikasi yang sudah digunakan oleh UU PBB atau menggunakan Klasifikasi lain atau bahkan tidak menggunakan klasifikasi. Perlu diperhatikan tujuan klasifikasi adalah untuk menyederhanakan sistem yang pastinya harus mengelola data yang sangat banyak karena jumlah objek dan subjek PBB pada umumnya berjumlah ratusan ribu.2. Untuk perhitungan NJOP Bangunan nampak sekali perbedaannya, yaitu berdasarkan UU PBB hanya ditampilkan Luas Bangunan serta kelasnya sehingga didapatkan NJOP Bangunan, dalam perhitungan ini nilai taman dan pagar sudah dikonversi ke dalam nilai bangunan per m2. Sedangkan berdasarkan UU PDRD perhitungan NJOP bangunan jelas-jelas dipisah antara peruntukan bangunan dan garasi, taman serta pagar. Hal ini memberikan konsekwensia. Perlu diputuskan segera tentang digunakannya klasifikasi atau tidak.b. Jika keputusannya menggunakan klasifikasi maka masih mungkin menggunakan peraturan lama untuk klasifikasi bangunan dan garasi namun untuk pagar dan tanaman perlu penyesuaian yang berarti karena harus membuat sistem perhitungan tersendiri terhadap nilai taman dan pagar.c. Terhadap Bumi* dan Bangunan* yang artinya bumi dan atau bangunan yang digunakan secara bersama juga tetap perlu diperhatikan.3. Pada perhitungan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sekilas memiliki perbedaan, namun pada poin ini sebenarnya tidak terdapat perbedaan karena di sistem perhitungan berdasarkan UU PBB sudah dibuat logika bahwa objek PBB yang tidak terdapat bangunan secara otomatis tidak diberikan NJOPTKP dengan alasan NJOPTKP sudah diberikan di Objek lainnya yang dikuasai oleh Wajib Pajak. Sedangkan pada perhitungan PBB berdasarkan UU PDRD dibuat lebih jelas bahwa NJOPTKP hanya dikenakan pada objek PBB yang terdapat bangunan hanya saja perlu diperhatikan bahwa NJOPTKPhanya dapat diberikan kepada salah satu objek yang dikuasai oleh Wajib Pajak.4. Pada Perhitungan berikutnya akan kita ditemui istilah NJKP. Pada perhitungan berdasarkan UU PBB, ditetapkan sebesar 20% untuk objek Pajak yang memiliki Total NJOP kurang dari 1 Miliar dan 40% untuk Objek Pajak yang memiliki Total NJOP 1 miliar ke atas. Dari hasil perhitungan itu dikalikan tarif yang berlaku berdasarkan UU PBB yaitu sebesar 5% sehingga diperolehNilai PBB yang harus dibayar. Adapun berdasarkan UU PDRD, istilah NJKP sudah tidak digunakan lagi sehingga perhitungan menjadi lebih sederhana yaitu Nilai Jual Objek Pajak Pajak Kena Pajak langsung dikalikan tarif (maksimal 0.3%) sehingga diperolehNilai PBB yang harus dibayar.

Peraturan Terkait:Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Peraturan Bersama Menteri Keuangan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah.Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2010 tentang Tata Cara Persiapan Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah.

2.4 Analisa Kasus dan Pembahasan

AWAL BABAK BARU PENGELOLAAN PBB-P2

Ngabang.Kabupaten Landak telah mengambil langkah-langkah dalam rangkapersiapan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah mulai 1 Januari 2014. Salah satunya denganmengadakan kegiatan Pelatihan dan Bimbingan Teknis Pengelolaan PBB-P2 yang mengambil tempat di Hotel Hanura Ngabang dan berlangsung selama dua hari mulai tanggal 17-18 Desember 2012. Penyelenggaraan kegiatan ini merupakan hasil kerjasama antara Dinas Pendapatan Kabupaten Landak, Kanwil DJP Kalimantan Barat, KPP Pratama Sanggau dan KP2KP Ngabang. Peserta yang hadir terdiri dari Camatse-Kabupaten Landak yang didampingi Kasi Pendapatan dan staf kecamatan serta petugas dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Landak.Direktorat Jenderal Pajak khususnya Kanwil DJP Kalimantan Barat dan KPP Pratama Sanggau senantiasa berupaya memberikan bimbingan terkait persiapan pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah. Hal senada dikatakan Petrus Martono, Kepala Bidang Duktekkon selaku Pjs Kepala Bidang Kerjasama Ekstensifikasi dan Penilaian Kanwil DJP Kalimantan Barat dalam sambutannya di awal acara. Kami harap kerjasama yang telah terjalin dapat lebih intensif dan apabila dibutuhkan bimbinganteknis yang lebih detail dan menyeluruh, kami siap mengakomodasi," imbuhnya. Ia menambahkan bahwa pengalihan PBB-P2 ini bertujuan untuk meningkatkanlocal taxing, sehingga proporsi penerimaan pajak 100% akan diterima oleh Pemerintah Daerah. Tahapan pengalihan pengelolaan PBB-P2 ini termasuk pengalihan piutang pajak sehingga diperlukan data piutang pajak yangupdatedan dapat dimanfaatkan. Terkait dengan piutang ini, kendala yang dihadapi adalah adanya selisih jumlah pembayaranyang berhubunganpermasalahan dalam sistem karena database yang belum lengkap. Kami minta bantuan untuk klarifikasi data sehingga diharapkan pada bulan Oktober 2013, data piutang merupakan data yang sudah valid," pungkasnya.Sementara itu Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Landak Drs. Alexander, M.Si menekankan bahwa dalam meningkatkan penerimaan daerah melalui pajak daerah khususnya PBB-P2 terdapat berbagai faktor yang berpengaruh, sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah daerah untuk tetapmenjadikanPBB-P2 sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Landakyang potensial. Dengan menjadi Pajak Daerah, PBB-P2 diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap penerimaan dalamanggaran pendapatan dan belanja daerahKabupatenLandak setiap tahunnya. Dengan masih terdapatnya berbagai potensi PBB-P2, daerah dituntut untuk lebih cerdas menyikapi segala kondisi dan persoalan yang muncul di daerah. perkembangan dan kemajuan daerah sangat bergantung kepada kemampuan Pemerintah Daerah dengan seluruh komponen masyarakat dalam menggali potensi yang dimiliki dan memanfaatkan setiap peluang yang ada.Penerimaan dari sektor pajak menjadi kata kunci yang selalu digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan ekonomi baik dalam skala nasional, regional maupun lokal. Penerimaan daerah dari sektor pajak dipandang mampu menjadipendongkrak penerimaan pendapatan daerah danpendorong akselerasi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat secara lebih luas.Persiapan pengalihan pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan ini, lanjutnya, perlu dilakukan secara bertahap dan terencana karena terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memerlukan biaya yang tidak sedikit serta persiapan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. mengacu pada batas waktu pengalihan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah per 1 Januari 2014, serta melihat kemampuan dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) pengelola PBB-P2 yang ada baik ditingkat kabupaten dan di tingkat kecamatan yang masih sangat terbatas dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Perlu upaya yang sangat serius untuk mempersiapkan SDM yang ada agar memiliki kompetensi dalam pengelolaan pemungutan PBB-P2 sebagai pajak daerah khususnya di Kabupaten Landak. Menyadari kondisi tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Landak dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah melakukan langkah-langkah percepatan terutama dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM), dengan salah satunya adalah mengadakan pelatihan dan bimbingan teknis pengelolaan pemungutanPBB-P2 yang dilaksanakan pada hari ini sebagai bagian dari upayatransfer knowledgePBB-P2 dari pajak pusat menjadi pajak daerah. Dengan adanya pelatihan dan bimbingan teknis ini dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pemahaman bagi pengelola pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaanPBB-P2baik ditingkat kabupaten maupun ditingkat kecamatan agar pada saat penyerahan ke daerahper1Januari 2014 nanti tidak lagi mengalami kendala-kendala dan hambatan-hambatan terutama yang tekait dengan sumber daya manusianya, harapnya.Bertindak sebagai narasumber dalam kegiatan ini adalahtim gabungan dari Kantor Wilayah DJP Kalimantan Barat yang terdiri dari Agus Setiawan, Ari Joko Cahyono, Agus Mardiyanto, Yuliardo, Irfan Budiman, M. Taufik dan Mahendro Pribadi W. Materi yang disampaikan meliputi PBB secara umum, Pendataan dan Pemetaan, Sistem Informasi Geografis, Penagihan, Pelayanan, SISMIOP dan Pengolahan Data.Dalam sesi diskusi, beberapa permasalahan di lapangan terkait pengelolaan PBB-P2 antara lain disampaikan oleh Camat Menjalin, Drs. Theotimus, siklus pengelolaan PBB-P2 mulai dari kegiatan pendataan, klasifikasi sampai penyampaian SPPT tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi ini menyebabkan data yang muncul merupakan data-data yang tidakupdatemeskipun sudah dilakukan verifikasi, ujarnya. Permasalahan lainnya, seperti diungkapkan olehSilvanus S. S.Sos,Camat Jelimpo, bahwa dalam penetapan NJOP bumi dan NJOP Bangunan hendaknya mempertimbangkankemampuan masyarakat dalam membayar pajak.Kegiatan ini resmi ditutup oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Landak, Drs. Alexander, M.Si . Setelah dua hari kita melaksanakan bimbingan teknis atau pelatihan diharapkan adanya kesamaan persepsi atau cara pandang yang sama bagi kita selaku aparatur yang terlibat dalam pengelolaan pemungutan PBB-P2 ini, yang mana pada 1 januari 2014 nanti, suka atau tidak suka,senang atau tidak senang, pajak bumi dan bangunan sektor perdesaan dan perkotaan ini harus kita pungut dan dikelola sendiri oleh pemerintah kabupaten/kota,"ujarnya.Oleh karena itu langkah yang kita persiapkan adalah dengan menyatukan persepsi terhadap pengelolaan PBB sektor perdesaan dan perkotaan melalui bimtek atau pelatihan yang secara bergiliran dan kontinyu akan kita lakukan. Dengan adanya bimtek pengelolaan PBB sektor perdesaan dan perkotaan ini juga diharapkan kepada ktia semua, agar dapat menginformasikan atau mengkomunikasikan kepada semua masyarakat kita ( dalam hal ini tentunya sebagai wajb pajak ) mengenai informasi-informasi yang benar terkait dengan PBB ini, sehingga semakin hari masyarakat kita semakin menjadi masyarakat yang taat pajak.Sebagaimana diketahui bahwa pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang di pungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya. Dasar pengenaan pajak dalam PBB seperti Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP ) yang ditentukan berdasarkan harga per wilayah dan ditetapkan setiap tahun (sampai dengan 2013/2014 oleh Menteri Keuangan, dan untuk selanjutnya akan ditetapkan oleh Kepala Daerah.Alexander mengingatkan hal penting yang perlu dikuasaipara kolektor (fiskus)yaituteknik atau cara berkomunikasi kepada wajib pajak, karena dalam hal perpajakan secara umum, yang perludiketahui adalah adanya respon (perilaku) dari wajib pajak, baik itu perilaku positif maupun perilaku negatif. Perilaku positif ini yang kita harapkan, namun yang menjadi masalah adalah perilaku negatif dari wajib pajak, berupa penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak, sehingga menimbulkan hambatan-hambatan yang dapat terjadi dalam pemungutan pajak, yang mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara maupun kas daerah,pungkas Alexander.Disadari bahwa kegiatan Bimbingan Teknis ini belum cukup dalam menambah wawasan di bidang perpajakan secara sekaligus, namun paling tidak diharapkan dapat menyamakan persepsi dan menambah kesiapan dalam rangka menyongsong pengalihan PBB-P2 di Kabupaten Landak. (c-env)Diposkan10th January 2013olehkp2kpngabang

Pembahasan :1. Pengalihan PBB-P2 ini bertujuan untuk meningkatkanlocal taxing, sehingga proporsi penerimaan pajak 100% akan diterima oleh Pemerintah Daerah.Dengan pajak 100% yang diterima Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ini diharapkan akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi keberlangsungan pemerintahan dan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut. Pengalihan PBB P2 dari pusat ke daerah melalui UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) ini membuka peluang bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk menambah pendapatan daerah mereka menjadi 100% (naik 35,2%) dari sebelumnya hanya 64,8% menurut UU Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Akan tetapi, dalam pelaksanaannya di dunia nyata tidak semua daerah merasakan kenaikan pendapatan dari penerimaan PBB P2 ini. Sebagai contoh jika kita bandingkan penerimaan dari PBB P2 di Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi dapat kita dilihat bahwa dengan berlakunya UU PDRD pendapatan Pajak PBB P2 di sebagian besar daerah tingkat II di Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan sedang sebagian besar daerah tingkat II di Provinsi Jambi mengalami peningkatan penerimaan.

Sumber : http://eddiwahyudi.com/tag/Pemerintah Daerah/ (Data diolah dari realisasi penerimaan PBB P2 tahun 2010)Jika dilihat dari kondisi wilayah, untuk provinsi Sumatera Barat sebagian besar daerahnya masing sangat mengandalkan penerimaan PBB P2 dari bagi rata 6,5% dan insentif 3,5%. Artinya terjadi ketimpangan yang sangat besar antara realisasi penerimaan murni dan tambahan bagi hasil dari daerah lain. Akibatnya ketika penerapan UU PDRD seluruh bagi rata yang selama ini diperoleh dari bagian daerah lain sebesar 2,5-3 miliar setahun akan hilang.Kondisi berbeda terjadi di Provinsi Jambi. Provinsi Jambi ternyata selama ini merupakan salah satu provinsi yang menyalurkan sebagian penerimaan PBB P2 ke daerah lain. Sehingga ketika penerapan UU PDRD, untuk sebagian besar Kabupaten/Kota di provinsi ini justru dalam jangka pendek sudah dapat menikmati peningkatan penerimaan PBB P2. Hal ini juga bisa dilihat dari pertumbuhan sektor properti di kedua provinsi tersebut yang cukup mencolok.Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah masalah biaya pengelolaan PBB P2 (collection cost). Biaya pengelolaan yang selama ini ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat dengan berlakunya UU PDRD maka pemerintah daerah secara otomatis akan menanggungnya. Artinya dimungkinkan ada daerah yang biaya pengelolaannya nanti akan lebih besar dibandingkan dengan hasil pemungutannya.Selain itu kemampuan dan ketersediaan Sumber Daya Manusia pengelola PBB P2 juga harus menjadi perhatian dalam masalah ini, karena belum semua Kabupaten/Kota memiliki SDM yang memadai untuk melaksanakan pengelolaan PBB P2 ini sehingga masih perlu dilakukan update knowledge dan pendampingan dari pusat dalam pelaksanaan pengelolaannya.Jadi, menurut penulis sebenarnya pengalihan PBB P2 menjadi pajak daerah memiliki tujuan yang baik agar Pemerintah Daerah lebih mandiri dalam mengelola keuangan daerahnya dan kesejahteraan masyarakat dapat lebih ditingkatkan karena masyarakat akan enggan membayar pajak jika pelayanan publik dari Pemerintah tidak diperbaiki. Akan tetapi pengalihan ini masih kurang memperhatikan ketersediaan Sumber Daya Manusia yang akan melakukan pengelolaan PBB P2 di daerah, sehingga masih terdapat banyak daerah yang belum mampu melakukan pengelolaan dengan baik karena kekurangan tenaga pengelola yang ahli dibidangnya.2. Tahapan pengalihan pengelolaan PBB-P2 ini termasuk pengalihan piutang pajak sehingga diperlukan data piutang pajak yangupdatedan dapat dimanfaatkan. Terkait dengan piutang ini, kendala yang dihadapi adalah adanya selisih jumlah pembayaranyang berhubunganpermasalahan dalam sistem karena database yang belum lengkap.Salah satu masalah yang timbul dari perilaku negatif wajib pajak adalah timbulnya piutang pajak. Dimana pemerintah pusat memberikan data piutang pajak ini kepada Pemerintah Daerah, baik melalui rekap piutang PBB-P2, CD backup piutang PBB-P2, serta data oracle SISMIOP piutang PBB-P2. Sayangnya data piutang yang diberikan pemerintah pusat ini tidak jarang terjadi ketidakcocokan jumlah piutang wajib pajak antara ketiga data tersebut. Hal ini dikarenakan kurang update-nya data yang diberikan pusat ke daerah sehingga pengelola PBB P2 di daerah haruslah kembali melakukan update data dengan menghapus piutang pajak yang sudah daluwarsa sehingga validitas data lebih baik lagi. 3. Kemampuan dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) pengelola PBB-P2 yang ada baik di tingkat kabupaten dan di tingkat kecamatan yang masih sangat terbatas dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Perlu upaya yang sangat serius untuk mempersiapkan SDM yang ada agar memiliki kompetensi dalam pengelolaan pemungutan PBB-P2 sebagai pajak daerah.Dari segi SDM, para pegawai Pemerintah Daerah harus memahami betul teknis PBB. Hal ini merupakan hal yang urgen dan tidak mudah untuk dilaksanakan. Menurut para ahli pertanahan, PBB itu merupakan ilmu yang sangat sulit, rumit, dan memerlukan biaya tinggi.Pegawai Pemerintah Daerah harus mengetahui teknis PBB, antara lain adalah karena mereka harus mengetahui data PBB. Dikhawatirkan, data PBB yang telah dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak selama puluhan tahun akan rusak apabila pengelolanya tidak mengerti tentang teknis PBB. Padahal, data PBB adalah data yang multifungsi. Contohnya adala NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) sebagai dasar pengenaan PBB. Ada 14 instansi yang menggunakan NJOP PBB untuk berbagai keperluan. Penggunaannya antara lain adalah sebagai dasar pengenaan BPHTB, PPN membangun sendiri, PPh Final, ganti rugi terhadap rumah yang digusur, dasar tarif pengurusan sertifikat dan balik nama serta kepentingan lainnya.Maka apabila Pemerintah Daerah membuat NJOP PBB yang tidak sesuai, maka dikhawatirkan akan terjadi kegoncangan di daerah. Terbatasnya ketersediaan SDM pengelola PBB-P2 dikarenakan beberapa faktor seperti kurangnya kecepatan daerah dalam menanggapi pengalihan PBB-P2 sehingga dalam enam tahun ini rata-rata daerah hanya memiliki beberapa tenaga terdidik di bidang PBB-P2. Mahalnya biaya pendidikan tenaga pengelola PBB-P2 juga bisa menjadi alasan tidak mampunya Pemerintah Daerah mengirimkan calon tenaga pengelola untuk dididik secara langsung oleh ahlinya, contohnya melalui kerjasama antara Pemerintah Daerah dan Kementerian Keuangan melalui pendidikan program Diploma I Penilai PBB P2 dan Diploma I Operator Console Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang menghabiskan dana sebesar 35 juta rupiah per peserta didiknya (http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/388795-latih-ratusan-pegawai-Pemerintah Daerah--ditjen-pajak-gandeng-stan) menyebabkan Pemerintah Daerah tidak mampu mengirimkan banyak calon tenaga pengelola PBB-P2.Pelatihan yang dilakukan selama beberapa hari di daerahpun dirasakan belum terlalu memadai untuk mempelajari teknis pengelolaan PBB-P2 karena Pemerintah Daerah harus belajar dari awal mengenai PBB-P2 ini agar bisa melakukan pengelolaan yang baik.Maka pendampingan yang dilakukan tenaga ahli dari Kementerian Keuangan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dari masalah SDM ini. Selain itu, penerimaan Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan di bidang ini sangat diharapkan kedepannya karena setahu penulis baru Provinsi DKI Jakarta yang telah melakukan perekrutan calon Pegawai pengelola PBB P2 melalui rekrutmen CPNS sedang daerah lainnya masih melakukan proses pelatihan pegawai untuk mendapatkan SDM pengelola PBB P2.Selain itu, memanfaatkan tenaga pensiunan Pegawai PBB Ditjen Pajak yang ada di seluruh Indonesia juga dapat dilakukan dalam rangka membantu meningkatkan kemampuan para pengelola melalui pendampingan sebagai konsultan. Diharapkan pemberdayaan tenaga pensiunan Pegawai PBB tersebut dapat meringankan beban dalam mengatasi masalah SDM.4. Siklus pengelolaan PBB-P2 mulai dari kegiatan pendataan, klasifikasi sampai penyampaian SPPT tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kondisi ini menyebabkan data yang muncul merupakan data-data yang tidakupdatemeskipun sudah dilakukan verifikasi.Masalah lemahnya sistem pengelolaan basis data objek, subjek dan wajib pajak serta lemahnya sistem administrasi dan pelayanan kepada masyarakat wajib pajak berkaitan dengan masalah ketidaksiapan daerah. Kesalahan data objek pajak. Hal ini dapat berupa data objek pajak yang double , atau tidak terdaftar sama sekali. Hal ini dapat disebabkan karena kesalahan data yang memang sudah ada sejak data tersebut dikelola oleh Ditjen Pajak, karena virtual office, ataupun human error.Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain adalah adalah dengan menerapkan Sistem Pajak Online, sehingga memudahkan wajib pajak untuk mengisi data objek pajak yang dimiliki dan memudahkan proses perekaman data serta meminimalisir kemungkinan terjadinya human error seperti penginputan data atas objek pajak yang sama lebih dari satu kali.5. Dalam penetapan NJOP bumi dan NJOP Bangunan hendaknya mempertimbangkankemampuan masyarakat dalam membayar pajak.

NJOP yang terlalu tinggi menyebabkan masyarakat enggan membayar pajak karena tingginya pajak yang harus dibayarkan. Sedangkan jika NJOP yang ditetapkan terlalu rendah maka akan mengakibatkan kurang validnya data PBB P2 tersebut karena NJOP Bumi sendiri ditentukan berdasarkan transaksi jual beli yang wajar sehingga walaupun masyarakat membayar PBB P2 lebih rendah namun apabila terjadi ganti rugi bumi oleh pemerintah maka harga bumi untuk daerah tersebut menjadi rendah karena mengikuti nilai tanah yang sesuai NJOP. Sehingga Pemerintah daerah harus benar-benar melakukan pendataan nilai tanah di suatu daerah dan menetapkan NJOP pada harga pasar wajarnya agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam hal ini. Karena sepengetahuan penulis ada berbagai instansi yang menggunakan data NJOP tersebut.

6. Adanya respon (perilaku) dari wajib pajak, baik itu perilaku positif maupun perilaku negatif. Perilaku positif ini yang kita harapkan, namun yang menjadi masalah adalah perilaku negatif dari wajib pajak, berupa penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak, sehingga menimbulkan hambatan-hambatan yang dapat terjadi dalam pemungutan pajak, yang mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara maupun kas daerah.Menurut kelompok kami, terjadinya perilaku negatif WP terjadi akibat buruknya mekanisme komunikasi dan kualitas pelayanan dari pihak Pemerintah Daerah sendiri dalam menyikapi tindakan WP. Mekanisme yang repot serta minimnya sarana informasi untuk mempermudah akses pemungutan atau terkait tagihan PBB membuat WP menjadi malas dan apatis menanggapi pemungutan PBB sekalipun itu adalah kewajiban. Sehingga konsekuensi dari penerapan sanksi atas tindakan pidana terkait penghindaran atau tidak terbayarnya tagihan PBB tersebut adalah denagn membuat sosialisasi yang sesuai dan mekanisme serta pelayanan yang lebih baik. Sehingga fair dalam hal melaksanakan sanksi karena kita sudah berusaha sebaik mungkin untuk mengajak WP memenuhi kewajiban pemungutan PBB.

7. Masalah yang pertama dan utama dalam Pengalihan PBB P2 ke Pemerintah Daerah ini adalah banyaknya Pemerintah Daerah yang tidak siap dalam menerima tanggung jawab dalam pengalihan PBB P2. Mereka rata-rata belum siap dari segi SDM, organisasi , sarana dan prasarana. Beberapa Kota/Kabupaten besar di Indonesia, seperti DKI Jakarta, Surabaya, dan Banyuwangi memang sudah siap, karena mereka siap secara SDM dan sarana prasarana. Selain itu, kota-kota besar memiliki potensi penerimaan PBB yang sangat besar karena banyaknya objek pajak yang potensial, nilai jual atau perolehan yang tinggi karena tingginya IKK, infrastruktur yang baik, dan merupakan pusat kegiatan bisnis. Seperti yang kita tahu, bahwa biaya pemungutan PBB amat tinggi, tetapi dengan tingginya potensi penerimaan PBB, maka pendapatan daerah akan meningkat dengan signifikan. Akan tetapi, hal ini bertolak belakang dengan kota-kota dan kabupaten-kabupaten kecil yang potensi penerimaan PBB-nya rendah. Dengan biaya pemungutan yang besar, tetapi potensi penerimaan yang kecil, otomatis pendapatan daerah tersebut dari PBB sangat kecil. Bahkan, hal ini berpotensi merugikan daerah tersebut. Yang pertama, hal ini dapat terjadi apabila banyaknya keberatan, pengurangan, dan gagal bayar. Yang kedua, apabila pendapatan daerah tersebut dari PBB P2 yang dipungut sendiri tidak seberapa apabila dibandingkan dengan Dana Bagi Hasil PBB dari pusat yang biasa diterima sebelum dilaksanakannya pengalihan melalui UU PDRD.Sebenarnya masalah ketidaksiapan ini disebabkan oleh dua hal. Yang pertama adalah karena pemerintah pusat terlalu terburu-buru dalam melakukan pengalihan PBB P2, sementara banyak Pemerintah Daerah yang belum siap. Yang kedua adalah karena banyak Pemerintah Daerah tidak mempersiapkan diri selama jangka waktu 5 tahun yang diberikan oleh UU PDRD. Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Memang, hal ini akan memakan biaya yang besar. Seharusnya sebelum menerima kebijakan pengalihan ini, sebaiknya pemerintah kabupaten/kota melakukan sosialisasi terlebih dulu. Lebih penting lagi, perlu ditekankan bahwa semua pelayanan yang diberikan tidak dipungut biaya alias gratis.Untuk daerah yang banyak terdapat properti potensial, sebaiknya dilakukan pendirian KP PBB hingga ke tingkat kelurahan, serta dilakukan pendirian KP PBB yang mengadopsi KPP Pratama. Hal ini ditujukan untuk memperluas cakupan pelayanan dan cakupan penggalian potensi, tentunya dengan mempertimbangkan biaya yang harus disediakan.Untuk daerah yang potensi penerimaan PBB nya kecil, sebaiknya kebijakan / Perda pengenaan PBB nya menyesuaikan dengan kondisi, dan memfokuskan pengenaan PBB pada properti-properti yang signifikan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir biaya pemungutan PBB tersebut.Sedangkan untuk panduan prosedur pelaksanaannya, secara organisasional, adalah dengan melakukan kajian pada Pedoman Umum Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang diterbitkan oleh DJPK.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanBerdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.1. Penentuan besar PBB terutang berdasar UU PBB:TarifxNJKPx (NJOP-NJOPTKP)Keterangan: Tarif sebesar 0,5% Presentase NJKPapabila NJOP-nya Rp1.000.000.000,00 adalah 40%apabila NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00 adalah 20% Tarif NJOP TKP setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00Penentuan besar PBB terutang berdasar UU PDRD:Max:0,3% x (NJOP-NJOPTKP)Dengan NJOP TKP paling rendah sebesar Rp 10.000.000,002. Perbedaan penentuan PBB P2 berdasarkan UU PBB dan UU PDRD terletak pada subjek, objek, tarif, penentuan NJKP, dan NJOPTKP.3. Implementasi dalam peralihan UU PBB pada UU PDRD ini ternyata belum semua daerah siap karena Pemerintah Pusat yang terlalu terburu-buru dalam melaksanakan peralihan ini dan Pemerintah Daerah yang tidak mempersiapkan dengan baik selama jangka waktu yang diberikan oleh Pemerintah Pusat, namun ada beberapa daerah besar yang memang sudah siap dengan peralihan ini karena mereka sudah mempunyai SDM, organisasi, sarana dan prasarana yang cukup.3.2 SaranMenurut Penulis, sebaiknya pihak pemerintah pusat utamanya Direktorat Jenderal Pajak melakukan langkah-langkah yang efektif untuk membantu Pemerintah Daerah dalam menerima pelimpahan PBB P2 ini, karena sebagian besar Pemerintah Daerah dirasa belum siap baik dari sisi sumber daya manusia, sistem administrasi, sarana dan prasarana. Penulis berharap Direktorat Jenderal Pajak melakukan pendampingan, dan pihak Pemerintah Daerah pun juga bersiap-siap untuk mempelajari ilmu baru yaitu penilaian dan bersungguh-sungguh dengan mewujudkan suatu dasar hukum yang mendasari pengenaan PBB P2 ini yaitu Perda. Penulis berharap, ke depannya, seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia sudah menerapkan pengenaan PBB P2 di daerahnya masing-masing, dan pendapatan Pemerintah Daerah dari sektor PBB P2 bisa meningkat.DAFTAR PUSTAKA

http://kangsoleh.blogspot.com/2011/04/perbedaan-perhitungan-pbb-berdasarkan_04.htmlhttp://www.pajak.go.id/?lang=idekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/07/28/penyerahan-pbb-ke-Pemerintah Daerah-sebaiknya-ditunda-383394.htmldispenda-bwi.blogspot.com/2012/11/peluang-dan-tantangan-pengalihan-pbb-p2.htmlhttp://www.djpk.depkeu.go.id/attachments/article/249/Penelitian_Analisa%20Dampak%20Pengalihan%20BPHTB_TADF_2012.pdfeddiwahyudi.com/2010/12/31/mulai-1-januari-2011-bphtb-telah-resmi-menjadi-pajak-daerah/jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/viewFile/510/453www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Pedoman_Umum_Pengelolaan_PBB_P2.pdfetd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=69357&obyek_id=4https://www.academia.edu/3623724/Pengalihan_PBB-P2_dan_BPHTB_Sebagai_Pajak_Daerahhttp://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2014/01/24/menyikapi-pengalihan-pbb-p2-ke-pemerintah-daerah-627064.htmlhttp://www.merdeka.com/uang/pengelolaan-basis-data-pajak-pbb-oleh-Pemerintah Daerah-lemah.htmlhttp://dannydarussalam.com/wp-content/uploads/2014/07/14Reportase_PenerapanSistemPajakOnlinediJakarta_secured.pdf