pengembangan perikanan ikan terbang (cypselurus spp) di ... · neiayan telah melakukan opemi...
TRANSCRIPT
Alat tangkap ikan terbang dan telur ikan terbang
ikan terbang dan telur ikan terbang ditangkap dengan aIat sederhana
menggunakan perahu Bago atau kapal/pemhu pattorani. Ikan terbang dapat
tertangkap dengan giiinet, juga dengan bubu hanyut pakkaja. Telur ikan terbmg
tertangkap dengan pakkoja dan alat & n a p bali+buIe.
Alat penangkapan gill net khususnya untuk menangkap ikan terbang ukuran
kecil clan besar yang belum memilah a m sudah melakukan p m i j ahan. lkan terbang
melakukan pemijahan diseki tar perairan yang jernih, dekat daerah up welling
banyak apungan kayu dan rumput laut Sargassum, daerah tersebut tempat pemijahan
ikan terbang.
Pakkaja dan bale-bde diopemikan beysangan atau seri di fuhhg ground
memijah ikan terbaag. Tujuan utarna memakai alat tangkap pukkaja dm bale-&ale ini
memgkap telur ikan terbang. Setiztp kapdlperahu pattorani dapat membawa $
bak-bale sekitar 40$1000 lembar. S a t ini pskkaja sudah tidak popular
penggunaannya dan operasi penangkapan telur ikan terbang diganti kan oleh bale-bale.
Pakkaja dibawa dalam operasi penangkapan sekitar 4-10 buah. Prrkkaja dapat
menangkap ikan terbang be- telurnya. Pukkaja &ah berupa bubu berbentuk
selinder dengan dua buah mulutnya. Pada kedua mulut tresebut diberikan untaian atau
juraian daun-daun kelapa. Ketika ikan terbang mau melepaskan telumya pa&
109 daun-daun kelapa tersebut dia sembari berenang kembali dm masuk kedalam
pakkaja dan tidak dapat ke1uar lagi dm terperangkap didaIamnya.
Sedangkap bale-bale adalah k p a tirai yang dikrikan daun kelapa
dm bentuknya h p a plat datar. Ikan terbang telah meietakkan telur-klur di
bale-bale tersebut, lepas kembali ke perairan. Bentuk pakkaja dm bale-bale
pada Gambar 2 dm 3 pada Lampiran berikut.
Setiap kapd pattorani dapat membawa pakkaja 4- 1 0 buah dan bale-
bale sekitar 300 -1000 lembar. Jumlah yang dibawa tergantung dari besar
perahdkapal paftorani yang dioperasikan. Alat tangkap bale-bale lebih
ringan dm febih efisien dan dalarn operasi, dapat dibawa lebih banyak dan
lebih ramah lingkungan. Sejak tahun 1973 dd 1979 diopersikan adalah
pakkaja. Pada tahun 1980 bale-bale diintrodusir oleh nelayan dan saat ini
opemsionilnya lebih rnemasyarakat pada nelayan telur ikan terbang .
Alat tangkap ikan terbang dan telur ikan terbang dan daerah-daerah
operasinya di Sulawesi Selatan (Tabel 5)
110 Tabel 5. Alat tangkap ikan terbang dan teIurnya di Sulawesi Selatm
No
1 2
Sumber : Hasil Suwey 1999.
Alat tangkap telur ikan terbang.
Alat tangkap ikan terbang
3
Perahu bago dan kapaVpemhu pattorani addah merupakan perahu
penangkap ikan. Namun kapaYpmhu pafforani adalah kapal yang khusus
digunakan untuk menangkap ikan terbang dan tetur ikan terbang. Kapal ini terdiri
Daerab yang Menggunakannya.
Perahu Bago, gill n d o p a l Pattorani dan
dari kayu dm pembuatannya dibuat di Takalar dan Bulukumba Sulawesi Selatan.
Saat ini pembuat kapal teIah tumbuh dan terda~at didesa nelayan di Sulawesi
Selatan tidak terpusat di daerah Bulukumba sajs Iagi. Kapal phinisi memang
pusatnya di Bulukurnba Sulawesi Selatan.
Alat pakkuja dan bale-bale serta kapdperahu pattorani urnumnya dibuat
oleh pembuat kapal di Desa Pdlalakkang Galesong Utara TMar . Personil yang
berasal dari Bulukumba merantau didesa ini dan kawin dengan gadis desa serta
berusaha sebagai pembuat kapal di Kabupaten Takdar. Di Kabupaten TakaIar ada
sekitar 1 0 pembuat kapd kayu yang w n m y a berasal dari daerah Bulukumba.
Alat penangkapan ikan terbang dapat diklasifhsikan kepada 3 bentuk
sesuai dengan tujuan penangkapannya yaitu:
(I) Alat tangkap yang hanya bertujuan menangkap telur ikan terbang. Alat
ini disebut bubu hanyut tanpa wadah berupa plat datar, bale-bale. Seperangkat
bambu disusun segi empat 40-50 cm lebamya dan panjangnya 100-1 50 cm. Dicelah
~akkrrj . . Perahu Bago, gill net Dan alat tangkap lain
Kapal Pattorani, bale- Selayar Takalar,
bale, pakkaja Perahu bago, balebale dm pakkaja
Mamuju, Majene, Polmas, Bone, B m , Pangkep, Pinrang. Dan Makassar.
111 bambu datar disusun daun kelapa. Dalarn operasi penangkapannya dengan
bale-bale ini tujuannya adalah dengan menangkap telur ikan tehang saja,
sedangkan ikannya lepas lagi ke habitatnya.
(2) Tangkapan telur dan ikan terbang dengan bubu hanyut (Pukkaja) yaitu
seperangkat bambu yang dibuat berbentuk sangkar, yang ujung-ujungnya diberi
perangkap kerucut barnbu dm diberi untaian dam kelapa yang menjurai di kedua
ujung mulut bambu hanyut pakkaja tersebut, Alat pukkaja ini ikan terbang
tertagkap dan juga telurnya diperoleh yaitu yang meletakkan telurnya pada untaian
daun kelapa. Bale-bale dan pakkaja ini setiap tripnya selarna satu bulan yang
dilakukan selarna 7 bulan mulai April dan berakhir bulan Oktober setiap tahunnya.
(3) Alat tangkap gill fief yang tujum pamngkapannya adalah untuk
menmgkap ikan terbang. Ikan terbang ymg tetangkap pada saat musim ikan
terbang dan jika m u s h ikan kembung dm layang maka yang tertangkap adalah
ikan lain tersebut. Tujuan penangkapan dengan gill net ini untuk ikan terbang
tidaklah khusus seperti bale-bale dan pakkaja. Pzda Tabel 5 terdapat daerahnya ,
dan ukurannya disajikan pada Lampiran
Operasi Penangkapan ikan terbang dan telur ikan terbang
Alat tangkap gill net untuk menangkap ikan terbang operasinya hanya
sehari saja. Operasi penangkapan dilakukan di sekitar pinggiran paparan benua
merupakan daerah ikan terbang. Ikan terbang muda dm dewasa yang belum
memijah adalah sekitar pinggiran Selat Makassar dan daerah pinggiran pantai Pulau
Selayar, Kabupaten Selayar.
112 lkEtn terbang yang ditangkap di Selayar, Mamuju, d m Majene dan pinggiran
Selat Makassar umumnya menggunakan alat tan* gill net. Operasi penarlgkapan
yang dilakukan nelayan dalam satu irip hanya sa tu hari. Musirn penangkapan ikan
terbang u m m y a terjadi pada m u s h penghujan, yaitu p& bulan Oktober dd
Pebruari setiap tsthunnya. Sedangkan m u s h memijah ikan terbang pada bdan April
s/d Oktober setiap tahunnya. Ikan-ikan yang memijah tersebut pergi dari pinggiran
pantai menuju spawning ground nya yaitu di perairan jernih Spawning ground
diduga banyak fitoplankton sebagai makanan jika ikan terbang mudanya teIah
berkembang di daerah tersebut.
Daerah ikan terbang di Indonesia ada sekitar 1 1 lokasi yaitu: (1) Selat t
Makassar. (2) Laut Flores. (3) Laut Arafuru. (4) Laut Cina SeIatan. (5) P e r a h
Laut Sumatera Barat dan (6) Peraim Selatan Jawa Lautan Hindia.(7) Perairan
Sabang Ujung Pulau Sumatera. (8) Timur perairan Sulawesi Utara. (9) Laut Banda
sekitarnya (1 0) Laut Halrnahera (1 1) Perairan utara Jayapura.
Musim penangkapan telur ikan terbang terjadi pada m u s h kernarau yaitu
sekitar bulan April dd bulan September dan daerah penangkapannya adalah
dilokasi spawning ground Daerah ymg banyak memanfaatkan daerah spawning
ground yang digunakan untuk menangkap telur ikan terbang adalah nelayan ikan
terbang Desa Pallalakkang Galesong Utara Kabupaten Taldar. Daerah fahing
ground rnereka adalah Selat Makassar dan perairan Laut Flores.
Saat ini nelayan di daerah Mamuju dan Majene sudah mulai usaha
penangkapan telur ikan terbang, namun upayanya masih relatif sedikit. Total
penangkapan urnumnya daerah Kabupaten Takalar merupakan 90 % Iebih sebagai
penghasil telur ikan terbang di ~ulawesi Selatan. Ikan tcrbang yang tertangkap
adalah ikan yang melakukan pimijahan. Tanda kondisi ikan adalah terlihat dari
113 testis ikan terbang jantan. Berdasarkan pengamatan masih diperoleh sisa sperma
berwarna putih pada bagian saluran pelepasan sperma. Pada ikan terbang betina
mash terdapat sisa-sisa telur pada bagian belakang ovarium dan pada bagian
pelepasan telur berwama kemerahan atau kekuningan. Berdasarkan Efendi
(1997) tipe emijahan ikan terbang ini termasuk kategori B dari empat tipe
pemijahan ikan. Tipe B ini yaitu pemijahan berlangsung satu kali setahun tetapi
dalam waktu yang lama (Maret sldSeptember) setiap tahmya
. Ikan terbang ini bersifat pelagophils dan plrytophih yaitu m e l e t a h
telurnya tumbuhan atau benda yang terapung (Nikolsky, 1963). Cara meletakkan
telurnya tersebut inisiati f menggunakan pakkuja dm Bale-bak digunakan.
Telur ikan terbang lebih berat dari massa air. Adanya upaya untuk
melengketkan telurnya pada benda terapung adalah salah satu cam untuk dapat
mengapung. Mengapung dipermukaan air agar proses penetasannya terjadi oleh
panas perrnukaan air laut. Telur ikan terbang (Exocoetus) tidak memiliki
gelembung minyak. Selaput luar diliputi oleh umbai yang berupa benang. Umbai
tersebut berkembang paling lebat pada telur yang melengket dan menempel pada
algae dan benda terapung atau melekat satu sama lainnya.
M u s h penangkapan dilakukan pada awal kemarau setiap tahunnya. Pada
saat ini dilakukan persiapan unhk melaut seperti perbailcan kapdperahu patioraai,
persiapan bahan pangan dan untuk sesajian. Pada awal bulan Mei sekitar 50 %
neiayan telah melakukan opemi penangkapan dan puncaknya pada buian Jdi dan
Agustus telah mencapai 100 % dan setelah itu mengalami p e n m a n . Pada bulan
Oktober sudah tinggal sekitar 1 0 % dm pada bdan Nopember sudah 0 % tidak ada
nelayan i kan terbang yang menangkap ikan terbang.
114 Pada Tabel 6 disajikan jurnlah perahu/kapaI paitomni yang beropermi setiap
tahunnya dan periode mereka melakukan operasi penangkapan Mam satu operasi
penangkpan telur ikan terbang dari furking bme nelayan pattoruni Galesong
Utara Takalar dari 1500 pemhuhpal.
Tabel 6. Periode nelayanplzftsroni deham menangkap Telur ikan terbang di Kabupaten ~ a k a l i Sdsel per tahw
3
Periode trip per awal mulai Apd. I
Jumlah Perahu 1500 dari SuIsel I Trip 1 bulan April Trip 2 bulan Mei Trip 3 bulan Jnni Trip 4 bulan Juli
Trip 5 bulan Amstus
Sumber: Survey tahun 1998,1999,2(
-
10 % (150 kapal ) SO % ( 750 kapal) 60 % ( 900 bpa1)
100 % (1 500 kapal ) 100 % (1500 kapaI )
Trip 6 buloln September Trip 7 bdan Oktober
ata diproyebikan
80 % ( 1200 kapaI) 10 % (150 kapal )
Sebuah kapaYperahu pattorani menangkap telur ikan terbang
,00,2001 [@
menggunakan 2-3 orang sawi satu (1) orang ponggawa lout. Tanggung jawab
sawi adalah tunduk dan patuh pada perintah juragan Iaut.
J d a h tenaga kerja ini semakin sedikit h e m setelah pemhdkapal
menggunakan mesin sebagai penggerak menggantikm layar. Pada saat menggunakan
layar rnemakai tenaga sawi sekitar I 0-1 4 jiwa dan ponggawu laut satu orang. Saat
ini setelah menggunakan tenaga p e n g g h y a mesh tenaga kerja yang digunakan
2-3 orang sawi dan ponggawa laid satu orang.
Adapun tugas dari setiap neiayan dm ponggawa lrrut tersebut disajikan pada
115 Tabel 7. Tugas dan tanggung jawab setiap sawi dm ponggawa lauf
Dalarn melakukan Operasi Penangkapan telur ikan terbang
Sumber: Survey pada tahun 1999
Dari data pada Tabel. 7 di atas menunjukkan efisiensi dm pekerja
Tug= dan tanggung jawab masing-madng.
Sebagai juru masak (pekedaan utama) setting dm Hauling serta menjemur telur ikan terbang digeladak Kapal Sebagai juru mesin (pekerjaan utarna) se#ing dan Hauling.(selingan) Pembantu utama dengan melakukan penyediaan Makanan beserta Juru mask, setting, serta Menjemur ikan terbang sebagai tug,= utarnanya. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan operasi Penmgkapan telur ikan terbang, dan keselamatan Pelayaran, keberhasilan penan*pan dan lainnya.
No
1
2
3
4
semakin ditingkatkan sehingga ddam melakukan operasi pemgkapan telur ikan
Job dari Pekerja
Sawi (nelayan 1 )
Sawi2
Sawi3
Ponggawa laut
terbang dapat optimal dan efisien. Tenaga kerja yang dipakai semuanya addah dari
rumpun keluarga pemi li k kapal (ponggawa darat). Hubungan darah dan pertalian
saudara sangat dipentingkan dalam memilih karyawan. Hal ini dapat menyebabkan
kerukunan dan kearnanan di desa tersebut terpelihara dengan baik. Perbedaan
tingkat sosial ekonomi antar penduduk desa terlihat agak rendah. Nelayan ikan
terbang di Galesong Utara ini pada umumnya juga berprofesi sebagai petani. Bd
ini terlihat dari jurnlah persawahan di daerah ini relatif luas. Mulai musim hujan
mereka melakukan aktivitas ke sawah atau ladang dan ketika musim penangkapan
telur ikan terbang, maka mereka terus mulai melakukannya. Distribusi pekerjaan
dalam melakukan aktivitas melaut di daerah ini &ah sebagai benkut, disajikan
pada Tabel 8 benkut ini.
Tabel 8. Urutan Pekerj aan Nelayan ikan terbang dan waktu setiap pekerjaan
Jenis Kegiatan berurut sesuai Tujuan penangkapab telar iksn
Lama kegiatan setiap kegiatan. 1' terbang
Mernesan perahu ataurnemperbaiki 1 bufan ( 30 hari) kapal/Perahu panorani, mesin dlsbnya.
Persiapan melaut, ijin dari lurah, Pawang, rnelakukan pesta sesaj ian
Persiapan perbekalan melaut Melakukan operasi pencarian
1-2 minggu ( sekitar 10 hari)
2-3 hari 2-3 hari setiap tripnya
Penangkapan telur ikan terbang. Melakukan operasi penangkapan 30 hari ( 1 bdan setiap tripnya)
Telur ikan terbang dilokasi Istirahat sebentar di fihing base
kegiatan lain. I Survei : Di lokast fiibing base 2000
d
1-2 hari Persiapan melaut lagi pada musim
Penangkap telur ikan terbang Selesai dan menambat perahu atau Menjual perahunya ke tempat lain,
Atau mengoperasikan untuk
1-3 hari
Tidak terbatas waktu hingga masa Penangkapan telur ikan terbang kembdi pada tahun benkutnya
117 Untuk melakukan urutan-urutan peke jaan dibuat network jaringan kerja atau
CPM sehingga optimalisasi usaha itu dapat dilakukan yaitu untuk memperpendek
aktivitas untuk jangka waktu penyelesaan. Suatu CPM dapat membantu untuk : ( I )
Menentukan bagian yang penting. (2). ldenti fikasi kegiatan secara tern menerw. (3)
Alokasi dari pegawai (4) Menghitung biaya total proyek dan mengatur j adwal.
Gambar 19. Network CPM rangkapan Telur ikan terbang di Selat Makassar dan Laut Flores
Aktivitas Perkerjaan Upaya Hari I Sebelumnya
A Mulai 17
H G 2 . l H 3 Total Total Effort 85
. .
Sumber: Data survey 1998,1999 dan 20W
Kemungkinao Iin tasan
A-B-E-G- 14-1
A-C-G-H-I
A-D-G-H-I
Daya hari yang terjodi.
70 hari
57 hari
65 hari
Lintasan kritis yaitu A-C-G-H-I sebesar 57 hari
Jadi jadwal minimum persiapan penangkapan telur ikaa terbang &ah 57 hari.
Pola kegiatan usaha penangkapan telur ikan krbang dan Desa Pallalakkang
Galesong Utara Takalar adalah sebagai berikut (1) Berangkat dari fcskifig base pada
sore hari menjelmg malam (2) Nelayan menuju @hing grourcd set elah berangkat satu
hari atau dm hari perjalanan. (3) Setelah diketahui bahwa daerah tersebut merupakan
daerah fshing ground telur ikan terbang memijah maka mulai siang hari dilakukan
setting. (4) Setting dilakukan sekitar jam .12.00-18.00 Sore. (5) Keesokan harinya
sekitar jam 9.00-1 0.00 mulai balebale dan pakkaja tersebut ditarik Cara pen&
bale-bale dan pakkaja tersebut yaitu dengan mengarahkan perahu ke daerah bale-bale
dan seraya rncngangkatnYa. Proses peng&gkatan harus hati-hati dm perahu terus
mengikuti daerah tempat bale-bale dengan cara menggerakkan kapal perlahan-Man.
Diusahakan tidak terjadi goyangan, agar telur ikan terbang yang melengket tidak lepas
dari bale-bale yang bersangkutan (6) Setelah diketahui bahwa dari uji coba pertama
settii~g dan hauling tersebut hasil telur ikan terbang dapat diperoleh sekitar 3-10 kg,
maka daerah tersebut dijadikan sebagai daerah penangkapan berikutnya. (7) T e h ikan
terbang yang terkumpul kemudian dijemur diatas geladak kapal, sernbari mulai setting
dilakukan kembali. Usaha setting dan hauling dilakukan hrulang-uIang sembari
mencari terus daerah spawning ground ikan terbang di frhing ground yang
krsangkutan. (8) Apabila persediaan makanan sudah diperkirakan habis dan lama
operasi sudah harnpir 30 hari dan hasil yang dipexoleh juga sudah cukup me&,
maka nelayan bersiap pulang ke fLhing base. (9) Usaha penangkapan tern dilakukan
lagi pada bulan berikut , sampai habis waktu masa memijah ikan terbang di daerah
tersebut.
Lingkngan Fishing ground telur ikan terbang dan ikan terbang
Penangkapan ikan terbang di Sulawesi Selatan terletak di Selat Makassar dan
laut F l o ~ s , yaitu pada posisi 3"- 5" LS dan 117"- 119" BT, Nessa et al., (1977). Data
primer 1998-1999 posisi itu masih lebih luas lagi yaitu mencakup 2"-8" LS dan 115"-
1 2 1 BT. Potensi penangkapan telur ikan terbang berada disekitar 3'-7" LS dan 1 1 79
119' BT. Kawasan memijah ikan terbang di Laut Flores adalah sekitar 6'-8' LS clan
116"-120' BT. Kawasan memijah ikan terbang di Selat Makassar adalah sekitar 4"-6'
LS dan 1 15°-1180 BT.
Nelayan di Kabupaten TakaIar Sulawesi Selatan mulai melakukan
penangkapan relw ikan terbang setelah dua hari dua malam berlayar mengikuti angin,
tetapi saat ini nelayan sudah jxang yang menggunakan layar. Dengan rnesin motor
nelayan bergerak selama satu hari satu malam. Penangkapan yang paling sering
dikunjungi para nelayan pattorani ini adalah perairan di sekitar Pulau Selayar, Pulau
Doangan Ca'di; Pulau Sabaru; Pulau Dewakan, Pulau Jalamu, Pulau Sumange, dan
Doang-doangan. Kadang-kadang sampai ke PuIau Masalina Kabupaten Polmas, yaitu
terietak diantara Pulau Selayar dan Perairan di Kabupaten Marnuju. Nelayan bahkan
melakukan penangkapan di Pulau Bangkaluang yang terletak diperbatasan Selat
Makassar dm Laut Jawa ( Data primer 1998- 1999).
Pemiijahan berkisar 33 - 34,5 %o; temperatur 25,5 -30,5" C; oksigen terlarut
3,6-5,l ppm : kecerahan sekitar 1 1-2 1 meter serta kecepatan arus sekitar 0,2 1 ds.-0,24
d s . Ketinggian gelombang 1-2 m. tingginya Penmgkapan dengan alat tangkap
brrle-bale yang memij ah dan j uga telur-telurnya lengket pada juraian kelapa. Sedangkan
dengan pokkajn telur dan ikan dapat tertangkap bermaan, narnun jumlah pnkkajn
sudah sedikit digunakan nelayan.
Peta daerah fishing ground atau daerah spawning grond telu t i kan terbang
di Selat Makassar dan Laut Flores disajikan pada Gambar 20 berikut.
Gambar 20. Peta Spawning ground ikan terbang di Selat Makassar dan Laut Flores
121 Data primer hasil sample tangkapan telur ikan terbang dan ikan terbang
Data hasil tangkapan telurikan terbang dari 30 unit kapal pmangkap teIur
ikan terbang. Data setiap trip dari kapal-kapal penangkap telur ikan terbang
disajikan pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Data hasil sample tangkapan telur ikan terbang selama musirn tangkap
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 20 1 Tanpa Nama 40 240
15 16 17 18 19
1 21 1 Tanpa Nama 40 300
Nama Perahmapal Pattorani
Bahtera Jaya Bumi Bahari Tanpa Nama Kelana Jaya
Tanpa Nama Bakti Jaya
Bahtera Bahtera abadi Tanm Nama
Hasil Tangkapan per trip per
pemhuhprl 32 35 37 28
22 23 24 25 26 27
Tangkapan telur ikan terbang per
musim 140 150 140 160
25 34 32 33 37
200 167 250 140 2 10 215 135 255 254 247
Ridho Ilahi Tanpa Nama Tanpa Fama Kurnia Ifahi
Kurnia llham Jaya Indra Jaya
Tan pa Narna Jaya Bakt i
Nikmat llahi 198 200 2 10 205 230
Tanpa Nama Tanpa Nama
Maj u Bahtera Maju
Kurnia Bahtera Tanpa Nama
3 1 35 40 34 29 3 1 30 25 34 30
35 37 40 45 35 40
28 29 30
Sumber : Data Primer 1999 dan 2000.
280 240 265 240 140 265
28 29 35
Tanpa Narna Tanpa Narna Tanpa Nama.
200 205 2 18
Ikan terbang yang mernijah yang tertangkap dengan pakkaja , sudah dibawa
Sawi dan dijual di pasar tradisional didesa yang bersangkutan dan pasar Terong
Makassar dalam bentuk ikan terbang kering dm asin. TabeI 10 berikut .ini
disaj ikan kisaran panjang ikan terbang yang memijah.
Tabel 1 0. Pmjang ikan terbang memijah dari Selat Makassar dan Laut Flores
(1- Kelompok panjang Ikan 1 Jumlah ikan terbang yrng di 1
Sumber: Data Primer 1999 dan 2000. Ket: N =Cortoh yang diambil dari daemh penelitian
1 2
5 ) Iiasil tslngkmrpsln telur ikan terbang dari Sulawesi SeIatan
Hasil tangkapan telur ikan terbang yang dikurnpulkan mulai dari tahun
1 968 s/d 200 1 dari berbagai sumber disajikan dalam Tabel 1 1 berikut.
terbang yang diukur. 1645-167,5 mm 161,O-169,9 mm
amati. N =30 N 4 5
Tabel 1 1. Hasil tehr ikan terbang di SuIawesi Selatan dari tahuu 1968 dd 200 1
No Tahun Produksi I Kisaran Produksi (ton) I 1 2 3 4 5 6 7 8 - 9 10 f 1 12 13 14 15 16 17 18
1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 2982 1984 1985 1986
3,80 22,40 85,40 99,40 116,lO 124,SO 154,50 70,08 I13,OO 140,OO 160,OO 122,OO 2 16,06 156,OO 175,40 339,80 228,30
19 20 2 1 22 23 24 25 26 27 28 29 30 3 1 32 33
Sumber : Statistik Kanwil Perdapgan dari tahm 1969 dd 200 1 &LON-LIPI 1985
9 1988 1989 1990 1991 1 992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
250,92 273,67 292,86 362,62 303,86 267,5 8 274,92 299,17 170,33 435,17 464,77 468,70 504,70 458,60 420,20
Satu kilogram teIur ikan terbang terdapat sebesar 896.410 butir telur ikan
terbang. JumIah ini adalah dari telur ikan terbang kering dan belurn diolah oleh
eksportir. Satu ekor ikan terbang betina yang memijah menghasilkan telur antam
4000 sld 9000 butir telur. Jumlah populasi ikan terbang yang memijah dan
telurnya tertanglmp adalah perkalian dari jumlah telur yang tertangkap pada tahun
yang bersangkutan dalam ton dibagi dengan jumlah kisaran butir teIur yang
dikeluarkan oleh seekor ikan terbang betina. Untuk menentukan populasi ikan
terbang yang memijah ymg telurnya tertangkap dipexoleh adalah dari rumus 19.
Dari nunus ini hanya diperoleh populasi ikan terbang yang memijah. Ikan terbang
yang memijah ini, apabila diperhitungkan dua pertiga dari jumlah ikan terbang
dewasa dari populasi ikan terbang didaerah yang bersangkutan adalah ikan terbang
betina yang memijah, maka populasi iketn terbang adalah sebesar dua pertiga
ditambah satu pertiga dan ditarnbah populasi yang tidak terduga..
Kajian stok hanya disajikan data dari minimalisasi dm
maksirnalisasi populasi ikafi terbang yang memijah ymg berasal dari telurnya yang
tertangkap dengan bale-bale dan pakkaju. Untuk itu disajikan pada Tabel 12
berikut ini.
Data tabel 12 diatas telurnya tertangkap setiap populasi ikan terbang yang
mernijah. Sedangkan popdasi ikan terbang didaerah Selat Makassar dan Laut
Flores yang sebenarnya masih sulit diduga ketepatamya. Kesulitan ini didasarkan
menduga populasi telur (sampling ) telur belum mencerminh popuplasi
sebenarnya dialam. Mendeteksi dengan metode survey akustik, juga mengalami
kendala teknis, karena ruaya ikan terbang didaerah permukaan. Deteksi transducer
dilakukan mulai kedalarnan dua meter dari permukaan.
Semakin banyak kapaVperahu pattorani, maka semakin banyak nelayan
yang beropermi melakukan penangkapan ikan terbang. Sarnpai saat ini usaha y h g
dilakukan nelayanlpengusaha penangkapan ikan terbang masih diatas Break Even
Point. Artinya usaha ini masih layak secara ekonomi.
Semakin banyak kapdperahu pattorani yang beroperasi,. peningkatan
jumlah kapdperahu pattorani yang menangkap telur ikan terbang ini bahwa secara
ekonorni usaha saat ini masih layak dan diminati masyar&at nelayan. Masyarakat
Galesong Utara terampil melakukan usaha telur ikan terbang ini . Telur ikan terbang
yang merupakan peruaya di laut (Meanodrom), i h terbang ini merupakan ikan
pelagis yang jika ikaq memijah mencari tempat yang cocok dengan perkembangan
larvanya kelak. Oleh sebab kapdperahu paMoroni mencarinya di sekitar up
welling di perairan yang jernih.
(6) KapaUperahu pat lomi sekitar 112 kapal kaprl tahun 1968 meningkat.
Tabel 13. Kapal/perahu Patiorani,dan trip penangkapan telur ikan terbang di Laut Flores dan Selat Makassar
Jurnlah kapal pnlYorani pada awal rnulanya usaha penangkapan telur
ikan terbang ini beroperasi hanya sekitar 1 12 kapd pada tahun 1968. Pada tahun
2001 ini jumlahnya telah mencapai 1500 unit. Perkembangkan data ini addah (
Tabel 13) diatas. Jumlah minimum trip penangkapan pada tahun 1968 dd 1980
adalah 3 trip dm maksirnum adalah 4 trip. Hal ini terjadi disebabkan lama
perjalanan dengan menggunakan layar agak merelahkan nelayan. Sehingga dalam
operasi penangkapan neIayan hanya melakukan dengan wakh 3 sampai 4 trip
Mam semusim penangkapan telur i h terbang.
Setelah memakai mesin sebagai tenaga penggeraknya maka operasi
minimum dilakukan empat kali dan maksimumnya 6 Mi. Walaupun ada yang
tujuh kali. Nelayan yang melakukan operasi 58mpai 7 kali adalah nelayan yang
mengusai fuhing groundnya dengan sangat baik. Tidak semua nelayan ikan
terbang dapat melakukan ha1 yang sama dengan itu.
Nelayan yang menguasai kondisi spawning ground ikan terbang di
selat Makassar dm Laut Flores dengan menggunakan indera penciuman dan
pengalaman lapangan. Indera penciuman dan pengamatan lapangan sangat *ran
dalam upayanya menentukan damah penangkapm telur ikan terbang.
Penaburan dedak halus dari sekam padi, adanya Sargassurn serta
penciuman dan pemakaian kata serta bacaan khusus, rnerupakan upaya yang
dilakukan porzggawa la&. Karena dia lah sebagai fahing master yang menentukan
tercapainya keberhasilan penangkapan telur ikan terbang. Tanda dam disekitar
lokasi merupakan pengamatan yang harus diketahui dengan baik oleh ponggawa
laut.
Lama setting bale-bale diperairan menentukan juga hasil produksi
telur ikan terbang. Hal ini juga tergantung kepada adanya ikan terbang yang
memijah dilokasi yang bersangkutan. Kondisi adanya ikan terbang yang
melakukan pernijahan tersebut yang menentukan jumlah hasil telur yang diperoleh
nelayan. Lama pernbenaman bale-bale di frhiltg ground sekitar 19 jam sekdi
operasi. Jurnlah pernbenaman bale-bale juga ditentukan oleh jurnlah trip yang
digunakan oleh nelayan. Trip yang digunakan ada trip minimum dan trip
maksimum. Trip minimum yaitu j d a h yang paling sedikit yang dilakukan oIeh
nelayan ikan terbang, sedangkan jumlah trip maksimum addah jumlah trip y m g
terbanyak dilakukan nelayan. Sejak tahun 1968 s/d 1980 nelayan pada umumnya
melakukan penangkapan maksimum hanya empat trip. Hal ini disebabkan tenaga
penggerak kapallperahu yang mereka gunakan adalah dengan tenaga layar, dm
memakai angin. Saat ini usaha penangkapan telur ikan terbang sudah memakai
tenaga mesin, yang pakai bahan bakar.
Jumlah yang dibawa oleh setiap kapaUperahu pattorani tergantung
dari besaran kapal, sekitar 300 sampai 1000 buah bale-bale. Karena perkiraan
semakin banyak bale-bale yang dioperasikan maka telur yang dihasilkan dibawa
semakin banyak, menurut prediksi awal. Narnun ha1 ini tidak selalu mengandung
kebenaran, karena bayak faktor-faktor lainnya yang mempengaruhin ya. Perkiraan
jumlah bnle-bale yang dioperasikan ini diisajikan pada Tabel 14 berikut ini.
Tabel 14.Bale-Me menangkaptelur ikan terbang di b u t Flores & Selat Makassar
Sumber Data sekunder dan primer 1998-2001 (DioIah 2002)
Dari Tabel 14 diatas adalah perkiraan lama operasi dm jumlah bale-bale
y ang digunakan. Mengetahui produksi telur ikan terbang yang dihasilkan dalam
rangka untuk mencari MSY dan model Bionomic model perikanan tangkap telur
ikan terbang di kawasan Selat Makassar dan Laut Flores. Data bale-bale diatas
dibuat dari tahun 2980. Karena sejak saat itu baru diadopsi alat baru tersebut.
Tahun Jumlah Bale-Bale minimum
Jumlah kapaVperahu
Lama oparasi Ba&- Bale (Jam) per hari
Sebelumnya hanya menggunakan pakkaja. Dengan adopsi bale-bale dan upaya itu
terus rnemasyarakat pemakaiannya.
(7) Cara bale-bale dan mengatur boeyance force dan singking force
Setelah bertemu dengan daersth operasi penangkapan, maka mulai bale-bale
diturunkan satu per satu sesuai dengan arah datangnya angin. Apabila apungan
terlalu tinggi, maka dibuat pembenarn agar agak tenggelarn sedikit bale-baIc yang
bersangkutan. Dari sekitar 10 buah atau lebih dibuat satu buah pembenam dari batu.
Apabila sudah tenggelam agak sedikit. Pada Gambar 2 1. Perhitungan bouyance
force dan singking force ada pada lampirm 5.
Gambar 2 1. Posisi pemberat dan bale-bale dalam menangkap telur ikan terbang
(8) Opemi Penangman tel- terbamg kering untak ebpor.
Telur ikan terbang yang setelah ditangkap diljemur d i m gel&&
k q d same kering. Dijemur sekihr 2 sampai 3 bati setelah ditangkap dm setelah
itu & s i p ditempat kering dengan kamq plastik. Kadar air sekitar nilai 12 %
sampi 14 %. Telur &an terbmg dengan tali umbsi b y a dijemur diatas geld&
kapal dm setelah itu d i e di karung plastiEr dijual ke ekprt ir di Makassar.
Eksprtir mengolah lagi telur ikan terbang dengan kadar air 12 % d d 14 %
tersebut. Telur ikan terbmg tersebut dijemur sekitar satu hari iagi, kemudh
but& telur ikan t h g dilepskm dari benaag umbainya ymg melilit di atasnya.
SeteIah telepas kemudian ditampih, sehhgga bersih dm tidak mempunyai debu
atau kotoran diatamya. Setelah itu baru diwadahi kedalam peti telur k i n terbang
ukuran 40 x 30 x 30 cm, atau sekitar ukumi 15 s/d 20 kg per ptinya Kemudian
dimasukkrmn kedalm kontainer dern siap untuk diekspor ke negara Jepmg,
Gambaran telur ymg siap untuk ekspor adalah seperti terlihst pda
Gambar 22 bedcut ini. S w a n telur dm proses pengolabmya disajikan pads
lampiran 21
Telur ikan terbang yang tehh diproses tersebut dikeringkan !agi
sehingga kadar airnya rendah Dihampkan selama proses penghiman tidak tumbuh
jamur atau tidak membusuk atau proses pengeringan sempuma. Pomses
pengeringaanya disajikan pada lampiran.
Gambar 22. TeIur ikan terbang yang siap diekpor di packing di CV Shar Laut. benvarna kekuningan dan berwama kecoklatan (foto Sihotang. s )
Telur yang berbentuk benang-benang sehingga diolah sehingga bespisah
antara telurnya dengan benangnya. Kemudian telur y m g sudah lepad darl benang
dijemur Eagi sehingga telur tidak Iembab lagi. Warna-wma telur bervariasi sesuai
dengan karakteristik pengambilannya yang benvama agak kecoklatan diambil dari
laut yang agsk teremdam dm dipisddcan dengan yang kekunungm. Semua telur
ini dijemur sampai kering sampai kadar air lebih dari 14 %. Kemudian disimpan
dipeti antara kuning dm agak knvarna kecoklatan.
Di Sulawesi Selatan ikan terbang (Cypselurus spp) dikenal dengan
nama tuing-tuing (Makassar), torani (Bugis) dan tourani (Mandar). Jkan ini
termasuk jenis ikan pelagis kecil yang dikepal dengan namaflying frsh
Sistematika ikan terbang menurut Nelson (1976 ) adalah sebagai berikut
Phylum Chordata ; Sub phylum Vertebrata; Super kelas Gnathosmata; Kelas
Osteichthyes; Sub Kelas Actinopterigii; Infra Kelas Teleostei; Divisio Enteleostei;
Sub Ordo Exocoetidei; Famili Exocoetidae; Sub Famili Exocotidae; Genus
C ypselwus; Spesies Cypselurus Spp.
Sedangkan Weber dan de Beaufort (1 922) mengklasifikasi kan ikan terbang
yang diternukan diperairan tropis ke ddarn Phylum Chordata; Sub Phylum
Vertebrata; Kelas Pisces Sub Kelas Teleostei; Ordo Sygenthonatha, Sub Ordo
Exocotidae ; Genus Cypselurus dengan spesies Cypseliirrrs spp.
Saanin ( I 968) menyatakan bahwa ikan torani ter~nasu k I:amili Exocoetidae
empat genera yaitu : Paraexcoetus, Evolantia, Exococtus dan C ypselun~s da11
s pesies Cypselurus spp..
Pada ikan terbang yang termasuk fail i Exocoetidae ~ncngandung enam
genera yang terdapat pads semua lautan; kecuali Fodiatar tidak terdapat di
. , . .
Menurut Nelson (1984), sisternatika ikan terbang dibagi ke dalam delapan
genera yaitu C'ypselurus, Cheilopogon, Hirundicthys; Prognichtys; Danichtys;
Exocoitus ; Fodiator dan Pnrexocmtus, yang spesiesnya sckitar 48 spesies.
Banyaknya spesies ikan terbang tersebut dengan adaptasi dengan
lingkungan yang berbeda tersebut; memunghkan daya pulihnya cepat dan positif
terhadap kelestarian sumber daya ikan terbang.
Morfologi ikan terbang memiliki ha1 yang spesifik. Tubuhnya bdat
memanjang seperti cerutu atau oblong, agak termanfat pada bagian samping. Kedua
rahangnya sama panjang. Rahang bawah agak Iebih- menonjol terutama pada
individu muda dari Genera Oxyporhamphm dm Fodiator. Sirip pectoral panjang
yang merupakan adaptasi agar bisa terbang melayang diudara terbuka. Sirip
pectoral ini mengandung banyak duri lemah sehingga rnemperkuat struktur sayap
ketika melakukan penerbangan di udara. Duri petama tidak bercabang. Sirip ventral
panjang atau pendek, tertanam pada bagian abdominal dengan enam buah duri
lemah yang bercabang. Sirip ekor bercagak dengan bagian bawah lebih panjang.
Garis lateral terdapat dibagian bawah tubuh. Sisik sikloid berukuran relatif lebih
besar dan mudah lepas. Giginya kscil, tumbuh pada kedua rahang.
Pada beberapa spesies CypseIurrcs spp, gigi-giginya tumbuh pada palatin
dan lidah. Ukuran sirip, panjang kepala, tinggi serta lebar tubuh juga beragam dm
hd ini tergantung dari umur i h terbang tersebut Parin 1960 ddam hutomo et al,,
1985 dan identifikasi Sihotang ( 1 998-2000).
HABITAT DAN SEBARAN GEOGRAFIK
Sebaran geografis ikan terbang, adalah hidup dalam lapisan permukaan laut
tropis dan subtropis dari Samudera Pasifik, Samudera Hindia dan Samudera
Atlantik serta lautan disekitamya. Sebarannya telah disajikan pada Tabel 1.
Sebarannya di paling utara di Samudera Pasifik, perairan Jepang sarnpai pantai
Kalifomia, Samudera Atlantik dari Brazilia sampai Tanjung Harapan,
Tasmania, Selandia Baru sarnpai pmtai Chili. Sebaran ikan terbang ini
dibatasi oleh isoterm 20°C. Ikan terbang yang tahm terbadap suhu dingin yaitu
Qpselurus heterolurus; Cypseiurru pinn aii-barbarus d m Progn ich tys rondelatii,
yang sarnpai ke bagian utara Hokkaido di Samudera Pasifik, Selat Channel. Selatan
Norwegia di Samudera Atlantik. Jumlah spesies terbanyak ada di wilayah
khatdistiwa dm makin ke selatan atau ke utara, makin sedikit spesiesnya (Parin
1960).
Tidak kurang dari 16-20 spesies terdapat ikan terbang diperairan Filipina;
10 spesies di Selatan Cina; 25 spesies di perairan Jepang dm Korea; 20 spesies di
bagian tengah Samudera Pasiftk, 13 spesies dipulau Hawaii, 10 spesies di Australia
; Amerika serikat sebanyak 12 spesies.
Bruun (1935) dm Breeder (1938) telah mendapatkan 17 spesies, yang 16
spesies diantaranya didapatkan di bagian barat dan 12 spesies dibagian timur, 6
spesies di Laut Tengah, satu spesies lndo Pasifik yaitu Partrcocoetus mento-mento
masuk rnelalui Terusan Suez.
Smith (1 953); Bruun (1 935) dalarn Hutomo et al,. (1 985) hanya melaporkan
5 spesies di Afdca, 8 spesies di Madagaskar dan Afrika Timur; dua spesies di Laut
Merah dan dua spesies dan Laut Arab. Menurut Munro (1955) dalarn Hutomo et
a],. (1985) delapan spesies menghuni perairan sekitar India dm Srilangka. Di
Indonesia dari 11 daerah habitat ikan terbang diperkirakan ada 18 sampai 19
spesies ikan terbang yang mendiami daerah Indonesia ( Survei Sihotang 1998-
2000)
Ikan terbang yang paling banyak dipelajari adalah di Samudera Atlantik
(Bruun 1 935 dan Breeder 1 93 8) telah mendapatkan 17 spesies, 16 spesies diperoleh
dari bagian Barat dan 12 spesies dari bagian timur.
Menurut Weber dan de Beaufort (1 922) tidak kurang dari 16 sampai 20
spesies ikan terbang terdapat diperbatasan Samudera Hindia dan Pztsifik.
Di Samudera Pasifik adalah daerah yang kaya ikan terbang, yaitu sekitar 40
spesies yang menghuninya, khususnya diperairan Indonesia, Filipina, Jepang
bagian Selatan dan Oceania (Hutorno et al,. 1 985)
Habitat ikan terbang yang paling dominan di dunia adalah dikawrtsan
Samudera Pasi fik, yang ditemui sekitar 40 spesies yang menghuninya, menye bar
terutarna di perairan Indonesia, Filipina, Jepang dan Oceania. Kawasan ini
merupakan pusat penyebaran ikan terbang yang potensial di dunia.
Menurut Dwiponggo et al. (1983) bahwa perairan Indonesia baru
diternukan sekitar 18 spesies ikan terbang yang menyebar dari perairan Sabang
Aceh sampai perairan Irian Jaya (Papua).
Menurut Nessa et al,. (1991) spesies ikan terbang yang terdapat di Selat
Mak- dm Laut Flores ada sekitar enam spesies dan daerah ini merpakan habitat
ikan terbang yang prospektif Enm spesies tersebut adalah Cypseluru
oxyceph a1 rrs, Cypselurus swadonson , Cypseiur us roiciIopterus, Cypsefurus
ultiiJlinnis, Cypselurus oph usth opous, Cypselurus n igricans .
Habitat ikan terbang di Indonesia terdapat di sekitar Up Welling dan
perairan jemih terdapat apungan kayu, sargassum dan rumput Iaut lainnya dan
daerah tersebut adalah [I) Selat Makassar. (2) Laut Sulawesi. (3) Laut Flores. (4)
Laut Banda (5) Laut Sawu. (6) Perairan Padang. (7) Samudera lndonesia pada
perairan selatan fulau Jawa. (8) Perairan utara Aceh. (9) Perairan Amfuru. (1 0)
Perairan Maluku. (1 1) Perairan utara Irian Jaya (Papua).
Habitat ikan terbang di Selat Makassar dan Laut Flores terdapat pada posisi
berikut yaitu pada posisi 3' - 5' LS dm 117' -1 19' BT. Daerah kawasan ini
merupakan habitat &an terbang, yaitu daerah yang jernih di sekitar up welIing dan
bznyak ditemukan apungan potongan kayu dan Satgassum serta jenis rumput laut.
Habitat ikan terbang yang memijah adalah dipemiran Selat Makassar dan Laut
Flores disektar perairan Pulau Kdukuang Kabupaten Pangkep, Perairan Pulau
Selayar bagian timur, sekitar perairan Banggai Kabupaten Maj ene, perairan Pulau
Doangan Ca'di, perairan Doangan Lompo, perairan Pulau Pamantuan, Pulau
Jalarnu, Pulau Sumange, Pdau Doang-doangan, juga sarnpai perairan Wasalina
Kabupaten Polmas dm perairan Kabupaten Mamuju. Habitat ikan terbang juga
terdapat sarnpai batas perairan Pulau Bangkauluang yang terletak di perbatasan
Selat Makassar dan Laut Jawa Survei dan Wawancara Sihotang dengan Nelayan
Galesong Utara 1998-2000).
Dengan habitat clan penyebaran yang relatif luas tersebut, maka
kekhawatiran akan kepunahan ikan terbang &an berkurang &bat penangkapan
telur ikan terbang tersebut. Hal yang paling penting addah mengetahui hactching
rate dan volume yang masih tersisa yang memijah dari populasi telur ikan terbang
yang tertangkap. Hal yang penting lainnya adalah upaya perlindungan habitat
pemijahan ikan terbang dari pencemaran lingkungan seperti tumpahan rninyak dan
pencemaran.
TF,LUR, PEMIJAHAN dorn FEKUNDITAS IKAN TERBANG
Telur ikan terbang jenis Cypsefurw oxycepkalus mempunyai umbai pada
seluruh perm- telurnya Umbai tersebut sding berhubungan antara satu telur
dengan telur lainnya. Adanya umbai yang mirip benang ini digunakan untuk
menempelkan atau mengikatkan telur pada benda terapung seperti Sargassum dan
rumput laut jenis lainnya,daun kelapa atau potongan kayu.
Diameter telur ikan terbang (Cypselurus oqcephalus ) yang sudah matang
berkisar 1,49- 1,79 mm.tTkuran telur ikan terbang ukuran 1,49-1,79 rnm tersebut
meiupakan diameter telur ikan terbang yang matang, sedangkan telur ikan terbang
yang rnasih muda berdiarneter 0,09 4 , 2 9 mm dan ukuran ini telur yang masih
dalam j aringan ovari . Diameter telur ikan terbang dapat dipengaruhi 01 eh salinitas
lingkungan perairan, misalnya ikan terbang di Laut Utara berkisar antara 0,82 -1,23
mm. Artinya didaerah yang salinitasnya agak rendah maka diameter telurnya
mengecil. Ikan terbang di h u t Baltik berkisar antara 1,23 - 1,68 mm ( Rasss dalam
Nikolsky, 1 963). Selanjutnya dijelaskan bahwa adanya perbedaan diameter telur
tersebut, masing-masing disebabkan adanya perbedaan adaptasi telur terhadap
lingkungan perairan seperti salinitas. Hal ini memungkinkan telur ikan terbang
akan memperoleh daya apung yang sebanding dengan kondisi salinitas didaerah
tersebut.
Selain itu variasi diameter telur juga dipengaruhi oleh ketersediaan
makanan, umur ikan terbang, spesies ikan terbang dan lingkungan habitatnya.
Variasi diameter telur ikan terbang menurut jenisnya akan menghasilkan fekunditas
yang berbeda. Nenurut penelitian Nessa et al. (1 977) terhadap berbagai spesies ikan
terbang adalah sebagai berikut (1) Cypsefurrrs oxyccpkalrcs memiliki fekunditas
3292 -9293 butir. (2) Cypselurm alripennir 963 - 5222 butir, (3) Cypselurus
microprerus 963-1608 butir. Perbedaan fekunditas dari tiga spesies tersebut
berkisar 4933 - 8220 butir. Dari telur Cypselurrus oxycepkalus yang dianalisa dari
tingkat kematangan gonad TKG TV dari kberapa sampel ikan terbang betina dari
h u t Flores ditemukan sebanyak 4000 butir sampai 9000 butir per ekornya. Jumlah
4000 butir adalah nilai mitlimurmya dan jumlah 9000 butir adalah jurnlah
maksimumnya sehingga menentukan nilai populasi ikan terbang y ang memijah
didasarkan dari nilai 4000 butir dan BOO0 butir tersebut.
Telur yang sehat ditandai oleh permdam telur yang bersih dan tidak
ditemukan hama maupun penyakit. Sedangkan telur yang telah dibuahi ditandai
adanya gelembung minyak pada bagian dalam telur, dan pada sisi luar telur
kelihatan transparan atau jernih (Survei Sihotang 1998-2000).
Tseng dan Poon (1 982) menyatakan bahwa telur ikan yang telah dibuahi
berbentuk agak lonjong, transparan. Sedangkan telur yang tidak dibuahi
rnempunyai cincin yang berbeda, yaitu seluruh bagian telur berwama gelap dan
gelembung rninyak tidak kelihatan serta pemukaan telur tidak bersih dan banyak
ditemukan jenis protozoa yang melekat pada pemukaan telur.
Badasarkan seleksi telur pada uji coba pemijahan dan penetasan telur ikan
terbang yang dilakukan oleh Ali (1992) menunjukkan bahwa telur ikan terbang
sebagian besar belum sempat dibuahi. Hanya sekitar 30-40 % te1ur ikan terbang
yang diperoleh yang terbuahi. Telur ikan terbang tersebut diperoleh dari Laut Fores
clan Selat Makassar. Rcndahnya tingkat pembuahm telur ikan terbang ini diduga
karena terjadinya penggumpaian telur disebabkan tali umbai d ing melilit antara
satu telur dengan telur Iainnya Aspek lainnya adalah adanya selaput mirip sutera
yang menghubungkan antar telur ikan terbang tersebut. Dalam kondisi seperti ini
hanya telur yang sebelah luar saja yang sempat terbuahi oleh sel sperma.
Sedangkan telur ikan terbang yang berada pada gumpalan dalam lilitan umbai tidak
dapat dijangkau oleh sel sperma ikan terbang. Hal lain adalah dapat disebabkan
adanya arus d m gelombang yang relatif besar sehingga sperma yang dilepaskan
oleh ikan jantan akan terbawa arus dan gelombang tanpa sempat membuahi telur
ikan terbang yang dilepaskan induknya.
Tabel 15. Fekunditas spesies ikan terbang dari Laut Flores Selat Makassar.
fekunditas total ikan terbang dari spesies Cypselurur oxycephalus (Bleeker)
Fekunditas (Butir) r
Cvaselurus mceakalus 13 393-6293 1
No
' 1 r 2
3 4 5
disajikan pada Tabel 16 berikut ini.
Lokasi spesies
Selat Makassar
Sumber: Ali {1981) dan modiiikasi Sih0tang.S 1999
Selat Makassar Selat Makassar
-
Cypselurrcs. Furcutm (970- 522 5 ) Cypselurus ialt~ennis (968-5322)
Selat Makassar I Oxyporhanphus micropterm (693 - 1 608) Laut Flores f Cypselurus oxycephalu (3 700-9220)
Tabel 16. Fekunditas total h terbang ~ ~ S C I Z U I L T Oqxephakrr (Bleeker) dari Laut Flores Sulawesi Selatan
I No 1 PanjangTotal 1 Berat (gram ) 1 Fekunditas Total I
Dari penelitian Ali (1981) dm Sihotang 1999 bahwa ikan jantan
Cypselurrrs oxycepkalus pada kisaran panjang total 1 80-23 1 mm selalu ditemukan
individu yang telah memijah. kan betina yang telah memijah pada ukuran panjang
total dari 170 -230 mm. Frekuensi tertinggi ikan jantan dan betina yang telah
memijah terdapat pada ukuran 190-208 rnm panjangnya Umumnya ikan terbang
yang tatangkap di h u t Flores adalah kelornpok yang telurnya sudah masak (
tingkat kematangan IV). Uran betina di Selat Makassar yang telah memijah pada
bulan Juni dan presentase tertinggi pada bulan Juli dan Agustus dm terus menurun
sampai pada bulan September.
Menurut Nessa et a1. (1977) bahwa CUpscIurus oxycepkalus di h u t Flores
sudah mulai memijah sebelum bulan Juni. Hal ini terlihat bahwa pada bulan Mei
musim penangkapan telur ikan terbang sudah dimulai.
1 (mm)
9 10
49.9 53.6 58.1 58.5 58.1 58.7 64. 1 65.3
1 2 3 4 5 6 7 8
(Butir) 4935 6148 7668 5994 7980 7845 8240 8786
189 196 197 198 199 203 206 206
Sumber Ali (1981) modifikasi Sih0tang.S (1999)
207 207
69.0 I 9240 70.5 9270
Ikan yang tertangkap adalah ikan yang melakukan pemijahan. Tanda ikstn
tersebut terlihat dari testis ikan terbang jantan, yaitu masih diperoleh sisa sperma
berwarna putih pada saluran pclepasan sperms Pada ikan betina masih dipemleh
sisa telur pada bagian belakang ovarium dan pada bagiau pelepasan telur berwarna
kemerahan atau kekuningan (survei pendahuluan 1 998). Berdasarkan Efendie
(1 997) tipe pemijahan ikan terbang ini, term& kategori B yaitu dari empat tipe
pemijahan ikan. Tipe B ini yaitu pemijahan berlangsung satu kali ddam setahun
tetapi dalam waktu yang lama yaitu Mei sarnpai dengan September dan sarnpai
Oktober.
Berdasarkan caia pemijahanya ikan terbang termasuk golongan ikan
pelagopIryLs dm phytophyis, yaitu ikan ymg meletakkan telumya pada tumbuhan
atau benda yang terapung (Nikolsky, 1960).
SIKLUS IKAN TERBANG Dl LAUT FLORES DAN SELAT MAKASSAR
Ikan terbang adalah oseanodrorn yaitu ikan yang hidup di laut dan
mengadakan ruya di laut. Ikan ini termasuk ikan pelagis kecil yang hidup
dipermu kaan atau pengembara di samudera dekat permukaan. Narnun
pengembaraannya hanya disekitar pantai dan mendekdti daerah oceani k.
Meletakkan telur di apungan kayu atau rumput laut Sargassum. Sifatnya
pelagophils atau phyrophils y aitu ikan yang melekatkan telurnya pada tumbuhan
atau benda terapung di permukaan Iaut (Nikolky, 1963). I kan terbang melengketkan
telurnya pada Sargassum dan rumput laut lainnya serta potongan apungan kayu di
perairan yang relatif jernih dengan daerah up welling*
l kan terbang bergerak cepat dalam habitatnya, bergerak dalam air dengan
cara terbang dengan jarak yang jauh. Pada bulan Pebruari i mereka beruaya per
kelompok dari bagian utara Sulawesi ke Selat Makassar. Ikan ierbang berenang dari
Selatan Sulawesi sekitar April sampai dengan Juni, menuju daerah pemijahannya di
Laut Flores dan Selat Makassar. I kan terbang melanjutkan ke arah t irnur, beberapa
mengarah ke utara clan yang lainnya mengarah ke Selatan sampai Laut Banda
(Dwiponggo et.al,. 1981) dan juga ada yang ke Laut Flores.
Berdasarkan Efendi. I (1977) tipe pemijahan ikan terbang ini termasuk
kategori B dari empat tipe pemijahan ikan. Tipe B ini yaitu pemijahan berlangsung
satu kali satu tahun. Waktu pemijahannya dalam musim keparau di Laut Flores
dan Selat Makassar yaitu berlangsung dari bulan Maret sarnpk dengan September.
Prabhu ( 1 956) mempelajari perioritas pemijahan ikan tropik seperti
CypseIurus oligolepis (Bleeker) ikan terbang . Pemij ahan ikan ada empat
kelompok. Kelompok ikan terbang temasuk tipe B, yaitu pemijahan berlangsung
satu kali ddam satu tahun tetapi dalam waktu yang lama, lebih lama dari tipe A.
Pemijahan tipe ini ditemukan pada ikan Cypselurus oligolepis. Kadang ada dua
kelompok telur yang sama tahap kematangannya. Ikm terbang adalah ikan
pelagophiis berpijah dipemiran bebas atau terbuka dimana telur hasil pemijahmn ya
akan melayang. Hal tersebut bergantung kepada berat jenis telur ikan yang
ditentukan oleh kandungan butir minyak di dalam telur dan kebiasaan tempat
memijah. Setelah berpij ah ikan ini tidak rnemperhatikan bakd keturunannya dan
semua telur yang dikeluarkan ditinggalkan di daerah pemijahan.
Ikan terbang adalah merupakan single kohort menurut Khokiatting (1 988)
dalam Resosudarmo (1995); siklus hidupnya hanya sekitar 18 bulan atau kalau
sebelum mengalami mortalitas dapat meldnkan satu kali pemijahan.
Sebagaimana diketahui bahwa ruaya merupakan salah satu mata rantai daur
hidup ikan. Menurut Cushing (1 968) bahwa ruaya dari daerah pemijahan
dinamakan denatant. Ada dua macarn ruaya dari daerah pemijahan ke daerah
pembesaran dilakukan oleh an& ikan dan m y a dari daerah pemijahan ke daerah
stok yang dilakukan oleh ikan dewas Ruaya ini biasanya bergerak searah dengan
arm. Ruaya contmnatunf adalah ruaya ke daerah pemijahan yang bergeraknya
menantang a s . Tetapi ada ikan yang mengadakan ruaya pemijahan tidak
seluruhnya contranatant, sebagian dari padanya dilakukan dengan ruaya denatant.
Pergerakan ruaya ikan ke daerah pemijahan mengandung tujuan
penyesuaian dan peyakinan tempat yang paling menguntungkan untuk
perkembangan teiur larva. Ikan terbang melakukan.ruaya kedaerah perairan yang
jemih dekat dengan daerah up wiling adalah untuk keberhasilan penetasan telur
dan ketersediaan makanan uutuk larvanya kelak. Sejak telur dibuahi m p a i
menetas terus menjadi larva merupakan saat yang kritis, karena tidak dapat
menghindarkan diri dari semgan predator. Jadi ruaya pemijahan mengandung
pengaruh langsung berhubungan dengan proses rekruitmen dan mortalitas.
Salah satu bagian dari ruaya pemijahan ialah reproductive homing yaitu
kembaliaya ilum ke daerah asal kelahinm sebelum mmgadalran &roduksi. Hal ini
untuk kelangsungan hidup individu a&u populasi. Hal ini agar berhasilnya
reproduksi dengan penyediaan kawan perkawinan dalarn kondisi fisiologi yang
baik, &era. pemijahandan tempat yang baik untuk peletakan telur untuk
terpelihamnya keturunannya.
Proses ruaya pemijahan ikan terbang di Selat Makassar dan Laut Flores
dapat dijelaskm pada Gambar 23 berikut ini.
Gambar 23. Pemijahan ikan terbang di Selat Makassar dan Laut FIore~
Adult Siock
onrranutanc
B
Spa wrtirzg Area Nursery Area
TeIur ikan terbang yang menetas didaerah spawning area menjadi larva
seraya mengikuti arus mengadakan perjalanan dari daerah Hurseg ground ke
daerah ikan dewasa. Setelah musim memijah dan ikan terbang tersebut mencari
daerah tempat pemijahannya yang dahulu dm melakukan pemijahanya disana.
Demikianiah berlangsung sekali setahun secara terus menerus. Diperkirakan
pemijahannya hanya sekali seumur hidupnya dan seterusnya akan mengalami
mortalitas.
Siklus hidup ikan terbang yang lamanya sekitar 18 bulan . Atau dapat
dikatakan bahwa harapan hidupnya, mencapai seki tar satu setengah tahun dan
kemudian dia akan mengdami kernatian. Kematian alami ikan terbang saat ini ada
dua aspek yaitu kematian disebabkan @king mortal* dan s e n e k t rnorfaIity.
Kemungkinan senescent mortuli2y peluangnya besar, karena dimakan oleh
predator. Siklus hidup 18 bulm tersebut dapat disajikan pada Tabei 17 berikut ini.
Tabel 1 7. Perkiraan daur hidup ikan terbang di Selat Makassar dan Laut Flores
I No I SpesllikDsi jenjnng hidup Uun terbnng. I Perkembangan I
Sumber: Kriteria daur hidup ikaa terbang & KboUtting (1988) dalam Resosudamo (1995).
&an terbang yang dipijahkan pada buIm April s/d September setiap
tahunnya maka telur akan menetas dm menjadi Iarva ikan terbang. Waktu ini
dijalani selama 3 bdan dan berada di daerah nursery ground. Kemudian menjadi
juvenile ikan terbang seraya mencari feeding groundnya sekitar perairan pantai
perairan pantai Sulawesi Selatan dm juga perairan pantai Flores dan kisaran
umumya sekitar 8 bulan, Ikan terbang ini sudah siap memijah dan mengadakan
oseanodrorn mencari tempat pemijahannya vang benunur 1 1 bulan. Dan kemudian
setelah rnelakukan pernijahan ikan terbang yang bersangkutan mencari tempat
feeding groundnya lagi dm setelah itu mengalami kematian alami atau f i i t z g
mortality di sekitar pantai.
KONDISI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN IKAN
TERBANG DI GALESONG UTARA KAB. TAKALAR.
Letak Geografis, Sebaran Penduduk dan Tenaga Kerja
Kabupaten Takalar secara geografis terietak 5'3' -5O.38' Lintang
Selatan dan 1 19O.22' - I 19',34' Bujur Timur. Batas-batasnya Sebelah Utara dengan
Kota Makassar dan Kabupaten Gowa, Sebelah Timur dengan Kabupaten Jeneponto
dan Gowa, Selatan dengan laut Flores dan Barat dengan Selat Makassar. Luas-
w ilayah kabupaten Takalar 566,5 1 Krn , secara adiministrasi pemerintahan terbagi
menjadi 7 kecamatan yang terdiri dari 73 Desdkelurahan. Luas daerah menurut
Kecamatan, dan jumlah penduduk di Kabupaten Takalar disajikan pada Tabel 18
berikut:
l'abel 18. Kecamatan, luas jumlah Penduduk Tahun 2000 di Kabupaten Takalar.
Surnbel- BPS. Knb. Takalar 2001
- . - - - - - % terhadllp
.
1 7,74 13,17
1534- -. . 37,47
7,77 - .. - 3,84 4,4? - lO0,OO 1
Luas Area (KM 2,
100,50 74,05 88,07 212.5 44,O
21,75 25,3 1
266,5 1
No
1 2 3 4 5 6 7
~ u m ~ a h - Penduduk
3 1.708 24.708 23.646 38.0436 40.078 36.41 5 26.798
221.789 1
~ e c a mati;
Mangarabombang Mappakasunggu
Polombangkeng Selatan polombanRke'ng Utara
Galesong Selatan Galesong Utara
Perwakjlan Pattalasang Fi(abupaten Takalar.
Apabila dilihat dari sebaran penduduk, pa& umumnya tersebar merata
pada tujuh kecamatan yang ada di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
Perbandingan jumlah laki dan perempuan serta pertumbuhan penduduknya juga
sudah dibawah Z % per ,Kabupaten Takalar. Sebaran pertumbuhan, sex ratio
disaj ikan pada Tabel 1 9 berikut ini.
Tabel 19. Sex Ratio dan penduduk per kecarnatan di Kab. Takalar tahun 2000
Kecamatan
Mappasunggu Polombangkeng Selatan Polombangkeng Utara
Gdesong Selatan Galesong Wars
Kepadatan penduduk yang tertinggi adalah di Galesong Utara yaitu
sebanyak 1.674 jiwa per km persegi. Hal ini disebabkan daerah ini padat, nelayan
Jumlah Wanita
% Pertumbuban Penduduk 4
Tahun Terahir
Perwakilan Pattalassang Kab. Takalar
dan kegiatan utama mereka adalah melaut. Kegiatan industri lainnya adalah
kegiatan tambahan jika setelah dilakukan mehut. Selain kegiatan melaut, pada
umumnya masyarakat di Galesong Utara melakukan kegiatan industri kecil dm
13.057 12,405 20.263 20.795 27.522
JumIah Pria
Sumber : BPS Kab. Takalar 2001 (Diolab kembali 2002:
5.93 1 1 16,257
Jumlah
Rumah Tangga
0,54 0,33 0,33 0,84 0.58 0,3
0,68
11.651 11.241 18.173 19.283 17.693
5.180 5.247 8.480 9.122 7.691
12.591 105.532
5.93 1 48.665
bertani disawah. Kegiatan industri kecil masyarakat di Galesong Utara pada Tabel
20 beriht.
T;tbel20. Perusahaan Industri Kecil di desa Nelayan Kabupaten Takalar
Sumber: Data Kecamatan GalesongUtara tahun 2000 (Diolah 2002)
Pada umumnya pekerjaan perempuan dalarn industri kscil di
Gaiesong Utara adalah pembuatan ikan pindang, pertenman Gedogan. Sedangkan
pembuatan Pukat, anyaman barnbu, meubel kayu, pembuatan barn bata pembuatan
perahu, penjahit , bengkel dan pertukangan kayu dikerj akan oleh laki-laki. Daerah
penelitian ini adalah daerah f~hing base nelayan ikan terbang yaitu di Kecamatan
Galesong Utara. Dari sembilan desa di Kecamatan Galesong Utara yang merupakan
desa pantai ada tujuh desa yaitu : (I) Desa Pdalakkang. (2) Desa Bonto Sunggu.
(3) Dcsa Tarnasaju. (4) Desa Bonto Lebang. ( 5 ) Desa Tamdate. (6) Pakkabba. (7)
Aeng Bau-batu. Yang bukan desa pantai yaitu Desa Bonto Lanra dan
Pahasanggang Beru.
Pekerjaan masyarakat di Kecarnatan Galcsong Utara pada Tabel 21.
Tabel 21 .Pekerjaan menurut Rumah tangga di Gdesong Utara desa tahun 1999
I I 1 1 I 1 I 1 Sumber : Kecamatan GalesongUtara hbun 2000. (Diohh 2002)
Kegiatan pembuatm j aring, pembuatan ikan pindang dikategorikan
sebagai kegiatan nelayan masyarakat. Pada tabel 2 1 diatas umurnnya disajikan
adalah kegiatan utama. Karena hirearkis jabatan dalarn kegiatan nelayan juga
mengalami tingkatan dm setelah itu kegiatan utamanya berubah dan mereka tidak
rnenganggur. Semua bekerja dengan profesi masing yang berbeda. Profesi tadinya
nelayan sekarang berubah ada yang mejadi tukang meubel, pedagang d m petmi
serta kegiatan lainnya. Tingkatan herarkis nelayan dapat disajikan pada subbab
berikut ini.
Hinarkis Jabatan Nelayan dan Proses menjadi Nelayan ikan terbang
Kegiatan nelayan di daerah flsirhg base dilakukan menurut Irebiasam tunrn
t e m w . Anak nelayan biasanya membantu orang tua mereka merajut jaring,
melakukan pemancingan, memperbaiki perahu, membuat bale-bale dan melakukan
aktivitas perikanan dan kelautan lainnya. Maka jiwa dan karakteristik ke
bahrtriaannya muncul dan terbiasa melakukan pekerjaan di laut. Setelah mereka
dewasa, apabila tidak bekerja ditempat Iain, maka s a d saudaranya akan
mengupayakan, alat tangkip baru dan meyediakan lapangan ke j a bagi angkatan
kerj a baru tersebut. ' Proses seleksi menj adi nelayan dilakukan i kut bantu nelayan
yang dikategorikan sebagai sawi. Setelah jadi sawi terarnpil dan berpengalaman,
kemudian meningkat statusnya menjadi ponggawu lout, dan setelah lama mejadi
ponggawa laud dm telah terkumpul modal buat usaha nelayan, maka ponggawa
taut tersebut pensiun dari kegiatan melaut dan profesinya berubah menjadi
ponggawa darat, ini peke jaannya tidak lagi melakukan operasi penangkapan,
tetapi mengurus usaha penangkapannya dan berusaha lain seperti jadi tukang
meubel, menjadi pedagang, menjadi petani dan pekerjaan lain. Pada Tabel 22
benkut ini disajikan hirearkis nelayan ikan terbang dan persyaratan yang dipenuhi
oleh nelayan yang bersangkutan.
Tabel 22. Menjadi nelayan ikan terbang serta persyaratannya .
Sawi
No
1
Ponga wa Durat
airarkis Nelayan ikan terbang
Pembantu Sa wi
Persyaratan yang hams dipemuhi
Harus patuh terhadap perintah ponggawa laut. Mengikuti pantangan yang disarankan selma. Melakukan operasi penangkapan telur ikan terbang rajin bekeja selama meIaut, tidak boleh krkelahi selarna operasi penangkapan telur &an terbang . Patuh sama perintah ponggawa lauf, rajin bekerja tunduk pa& perintah ponggawa laut, bekerjasama yang baik sesama sawi. Tidak berkelahi diantm para sawi. Tekun melaksanakan tugas masing. Y ang telah diperintahkm ponggawa laud. Sawi mesin bertanggung jawab terhadap perjalanan perahu melaut, sawi tukang masak bertanggung jamb terhadap masakan di kapal, dan operasi penangkapan semuanya bertanggung. Berhasil dalam meIakukan operasi penangkapan telur ikan terbang; m e n g d u i mekanisme cuaca, mengetahui lokasi fihing ground$pawning ground dan mengetahui fenomena playaran, bertanggung jawab terhadap keselarnatan pelayaran, bertanggung jawab terhadap kapd dm anak buah kapaI yang dibawa, pintar membaca mantera yang telah disepakati oleh nelayan telur ikan terbang.
Bertanggung jawab terhadap biaya operasi penangkapan telur ikan terbang, bertanggung j awab terhadap kondisi sosial ekonomi keluarga nelayan sa wi dan ponggawa laut yang rnenjalankan perahunya, bertanggung j awab terhadap upacara sesajen dan pengurusan urusan surat-swat dalam melakukan penangkapan telur ikan terbang.
I 1 1 I Svmber: Nelayan teIur ikan terbang dari fwhing bare tahun 1998-2000
Sarana Ekonomi Sosial masyankat Galesong Utara
Sarana ekonomi dan sosial di Galesong Utara merupakan sarana untuk
men ingkatkan kesej ahteraan masyarakat di kawasan tersebut. Pada TabeI 23
disaj i kan jumlah sarana dan prasaranan ekonomi dan sosial.
Tabel 23. Sarana dan Prasarana Ekonomi dan Sosial masyarakat I999 - No -
1 - 2 3 4 - 5
- 6 - 7 8 - 9 -
10 -
Sum ~ber: Galesong Utara dalam angka (2000) diolah (2002)
Sarana ekonomi lainnya seperti motor , mobil dan perahukapal belum
tecidentifikasi secara utuh, karena proses perpindahan kepem i I i kann ya sering
berubah. Perahukapal penangkap ikan sering rnereka jual jika teIah selesai
menangkap ikan. Atau d iterlantarkan saja didaerah fihing base setelah operasi
penangkapan telur ikan terbang selesai dilakukan. Sehingga jumlah perahuIkapa1
penangkap ikan terbang hanya sekitar 1500 buah. Kenderaan roda empat ada 125
unit, dan motor ada 300 unit. Kepemilikannya belum didata secara pasti.
Sistem bagi hasil perikanan telur ikan terbang di Takalar
Sistem bagi hasi1 perikanan telur ikan terbang di Galeslong Utara Kab.
Takalar Sulawesi Selatan jika diprosentasikan yaitu adalah sebagai berikut. Operasi
penangkapan telur ikan terbang pada ditanggung oleh pemilik kapal dan alat,
Pungguwa lar!t dan sawi pada umurnnya memperoleh pendapatan dari hasil usaha
setelah dikurangi biaya operasional. Presentasi yang terbesar pada umumnya
diperoleh pemitik sebesar 60 %. Kerusakan perahu dan alat pada umumnya
ditanggung oleh pemilik. Ponggawa laut (Nakhoda dan fwking master)
memperoleh 20 % dari hasil bersih. Hail bersih adalah pendapatan dikurangi biaya
operasional . Sedangkan biaya perbaikan adalah tanggung jawab pemilik. Bagian
pendapatan sawi adalah 20 % dari hasil bersih telur ikan terbang diperoleh. Adapun
h i 1 pancingan atau basil usaha diluar sistem penangkapan teIur ikan terbang
adalah milik dari sawi yang bersangkutan. Sawi tersebut rnelakukan pemancingan
ikan diluar sistern kerja penangkapm telur ikan texbang, hasil miliknya.
femilik perahu dan dat pada umumnya relatif solider dan baik terhadap
ponggawa laut dan sawi tersebut. Kalau ada kesusahan atau ada keperluan
mendadak pada umumnya pernilik (Ponggawu darai) selalu membantu
karyawannya yang bersangkutan. Upaya sding menolong ini sangat kentara di
Galesong Utara. Karena dalarn memilih karyawan addah dari keluarga terdekat
yang masih ada hubungan sanak famil dengan pemilik kapal. Bagi hasil
penangkapan telur ikan terbang disajikan pada Tabel 24 berikut.
Tabel 24. Bagi hasil usaha penangkapan telur ikan terbang di
Galesong Utara
No [ Spesillcnsi Individu Penerima I
1 I Pemilik kapal dan alat (1 orang).
1 I Ponggawa Laut (1 Orang )
I I Total
3
I
Sumber : Data Primer Galesong Utara T
Sawi (ABK): 1 orang juru mesin. (50 % dari bagian mereka ) 1 orang tukang masak(30 %' dari bagian mereka), 1 orang pembantu unym(20 % dari bagian mereka)
Diterima
20% Bagian ini dibagi
tiga 50% juru mesin,
30% tukang masak,dan
20 % pembantu umum.
Biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kapal adalah : (1) Biaya sesajen
jika akan melaut. (2) Biaya operasiod melaut. (3) Biaya perbaikan kapal ,
reparasi mesin dan alat tangkap. (4) Biaya pengurusan swat-swat . ( 5 ) Biaya
pemasaran . (6) Biaya lainnya yang tidak terduga misalnya biaya berobat sawi
dm pongga wn taut, serta biaya musibah kernunglunan rnenimpa karyawannya.
Semua biaya itu dikeluarkan oleh pemilik kapal. Dia addah bekas
nelayan, clan mengakumulakan hasilnya dan statusnya naik menjadi pengsaha
5
dan tidak kelaut lagi. Umumnya umur ponggawa darat ini diatas 45 tahun.
100 %
kalar Sulawai Selatan (1999-2001)
Pesta Sesajian hendak operasi penangkapan telur ikan terbang
Pesta sesajim dilakukan masyarakat nelayan ketika melepas kapal, melaut
dan jika memperoleh rezki k i l tangkap yang melimpah di luar kebiasaan.
Tetangga, orang miskin terdekat diundang untuk melakukan upacara sesajian dan
makan dirumah tempat sejajian. Pawang yang membacakan doa tersebut
didatangkan serta diberikan honor. Honor yang diberikan pada pawang urnumnya
antara Rp 50.000. smpai dengan Rp 100.000 sekali melhkan sesajian.
Pawang berdoa agar kapal yang akan berangkat beroperasi dan nelayan
penangkapan telur ikan terbang seIamat dan berhasil. Doa dibacakan serta ditaburi
air dm bunga ke kapal dan nelayan.
Pondok sesajian dipinggir pantai Galesong Utara Takalar sebanyak 20
buah. Saat ini pertentangan antara kelompok yang mempertahankan sesajim dm
menolak sesajian tersebut sewkin tinggi, sebab menganggap menydahi aman
agama. S M t i s m e Islam dan Hindu inilah yang menyebabkan hal itu dianut.
Narnun dalam usaha penangkapan, pola sesajian secara psikologis dalarn usaha
menangkap telur ikan di laut positif, karena fenomena di laut bermacam
kejadiannya d m mereka aman jika telah melakdcan sesajian. Hal inilah yang
menyebabkan pola sesajian melaut itu masih tetap utuh dan terj aga.
Pranata Sosial dan Sbtem Usrha Penangkapan telur ikorn terbang*
Masyarakat nelayan Galesong Utara Kab. Takalar, kehidupan umumnya
terkait dengan tiga aspek Hukum yaitu , Hukum Adat, Hukum Islam dan Hukum
Negara, serta ketentuan lain yang bersifat mum yang sering berkaitan dengan
faktor kebiasaan dan bersifat mistis. Antara hukum adat, kebiasaan IeIuhur dan
Islam sering timbul sinlrritisasi dalam kehidupan sehari seperti sesajian dan juga
dalarn melakukan penangkapan telur ikan terbang. Hukum negara juga berIaku
ddam ha1 perijinan dan upaya konservasi.
Sistern kekerabaL yang dianut adalah sistem bilateral atau parental yang
mengikuti garis keturunan orang tua (Bapak d m Ibu ). Namun garis kehmmm
itu tidak berujud kepada sistem marga seperti di Tapanuli dan Tanah Toraja.
Pada umumnya hubungan kekerabatan tersebut lebih t d a t kepada pemilihan
pekerjaan, karena itu biia seorang ponggawa darat membuka usaha baxu atau
menambah unit penangkapan ikan yang baru dm rnemutuhkan tenaga kerja yang
baru, maka terlebih dahulu mereka rnengukmkan mencari keluarga dekatnya.
Sehingga dalam pemilihan tenaga sawi dari keluarga dekatnya. Sistem ini terns
meningkat kepada sistem perkawinan, dimana sistem perkawinan adalah
indagami, yaitu perkawinan dilakukan dalam rumpun keluarga. Orang tua yang
memiliki anak Iaki umumnya melakukan pendekatan dengan orang tua yang
memiliki anak perempuan dan jika ditanyakan bahwa kedua anaknya suku sarna
suka maka proses perkawinanpun dilanjutkan. Berkembangnya interaksi mtar
muda dan banyaknya interaksi dengan masyarakat luar, dan juga tingkat
pendidikan generasi mudanya semakin baik dan lebih tinggi dibandingkan
dcngm orang tua rnereka, maka saat ini pola kawin antar kelwga sudah mulai
agak memudar. Dari data primer statistik di Galesong Utara kasus Desa
Pallalakkang bahwa perkawinan lndogami hanya terjadi pada rnasyarakat yang
terlalii kuat memegang adat dm kepercayaan leluhmya. Perkawinan indogami
yang tejadi sekitar 2- 1 0 % dari peristiwa perkawinan dari tahun 1 990 dd 2000.
h u t adalah gantungan harapan masyarakat nelayan di Galesong Utara.
Kehidupan mereka dari laut telah memberikan tingkat kesejahteraan yang relatif
baik dibandingkan dengan desa nelayan di Takalar. Daerah peftanian yang
xelatif baik membuat mereka cukup pangan. b u t adalah untuk pernenuhan
investasi dan kebutuhan ekonnmi lahya, seperti membangun rumah, pesta
nikah, membeli kenderaan, menyekolahkan a d , serta untuk pengembangan alat
penangkapan ikan terbang . Berdasarkan strata tingkat sosial ekonomi masyarakat
Gdesong Utara bahwa pemilik kendersan roda dua sebanyak 300 unit dm
kenderam roda empat ada 1 25 unit. Pemilikan kapdperahu pattorani sekitar 20-
30 % dari penduduk desa pantsti di Galesong Utara. Jurnlah kapall perahu
penangkap ikan di desa pantai Galesong Utara sebanyak 1 700 unit yang dimiIi ki
oleh sekibr 400 orang penpaha perkanan.
Perahulkapal Puttorani dan Bago adalah merupakan alat pencari nafkah
keluarga yang paling utama bagi nelayan ikan terbang. Sejak ekspor telur ikm
terbang tahun 1973 ke Jepang dilakukan, maka perekonomian di kawasan
Galesong Utara meningkat relatif lebih baik.
Keterikatan antara snwi dengan ponggawa durat dan ponggawa latit
sangat erat. Apabila ada kernahan atau kekurstngm dalarn kehidupan seharian,
para sawi meminjam kepada ponggawa &rat. Pembayarannya diperhitungkan
ketika musim penangkapan ikan terbang tiba.
Ilmu pelayaran dan navigasi serta pola penangkapan telur ikan terbang
diperoleh secara alamiah dengan hirun-temurun dari satu ponggawa Iaut atau
para pendahulunya. Percakapan dm diskusi tentang ha1 melaut pada umumnya
diperbinciillgkan di mesjid dan ketika pertemuan desa, diantara ponggawa dmat
dan ponggawa lout. Prrtktis pada umurnnya diperoleh dari laut ketika meIakukan
operasi penangkapan ikan. Sa wi yang mengikuti operasi penangkapan telur ikan
terbang, jika trampil dan cukup umur, statusnya meningkat menjadi ponggawa
lnut dm menerapkan pengetahuan pendahulunya. Pengetah- hujan, badai dan
acah pelayamn dengan melihat bintang dilangit dan arah matahari untuk
menentukan posisi utara dm selatan.
Lokasi frhing ground telur ikan terbang diketahui bedasarkan
penciuman dan pengalaman. Adanya bau yang khas dan daerah tersebut suhu
airnya agak relatif panas dari perairan sekitarnya serta jernih, maka mereka
memastikan bahwa lawasan tersebut merupakan daerah penangkapan telur h
terbang,dan daerah mernijah ikan terbang. Ikan terbang yang akan memijah
masyarakat nelayan pattorani menaburkan dedak haius disekitarnya, karena
didaerah tersebut, apabiia diketahui banyak apungan ddak halus, maka
diharapkan akan merangsang ikan terbang memijah. Umumnya rumput laut
diletakkan di bale-bale beserta dam kelapa, karena rumput laut memiliki bau
yang khas bagi ikan terbang sehingga melepaskan telurnya pada rumput laut.
Hubungan antara rnasyarakat nelayan ikan terbang merupakan
rnasyarakat yang teratur secara internal. PoIa kepangkatan dalam struktur
perikanan ikan terbang addah berdasarkan pengalaman dan ketekunan serta
tingkat kecerdasan sawi. Suwi yang dianggaap telah memiliki pengetahuan
tentang playaran dan penangkapan akan mengambil alih posisi ponggawu laut.
Posisi ini juga muncul apabila ada penambahan alat tangkap bani.
Aturan yang bersiklus ini, umumnya tunduk kepada hukum adat, berupa
pantangan melanggar ketentuan tersebut.
Apabila dalam operasi penangkapan belum berhasil optimal, sedangkan
persediaan pangan sudah habis, umurnnya mereka pasrah dm itu merupakan
nasib yang tidak perlu disesali. Faktor alm, seperti adanya p e n w a n produksi
tidak mereka yakini kebenaramya, kmm dari 1500 kapal ymg menangkap telur
ikan terbang di Galesong Utara Takalar, ada behrapa kapai yang memperoleh
pengbasilan yang lebih banyak dari kapal lainnya Jadi faktor keberuntungan
merupakan faktor yang mereka yakini. B h faktor oceanografi, biolagi, faktor
keberadaan manusia atau faktor lingkungan. Bedasarkan data penangkapan
bahwa daerah penangkapan mereka sernakin jauh yang tadinya hanya sekitar
daerah Selayar, Bantaeng dm sekitarnya. Saat ini daerah penangkapan sudah
iebih jauh sampai perbatasan Selat Makassar dan Laut Jawa. Adanya ~ z k i dan
faktor keberuntungan ini sangat mereka yakini, bahwa siapa yang diberi rezki
oIeh y m g Maha Kuasa dialah yang memperolehnysl. Faktor kondisi dam dan
kondisi perubahan dam tidak merupakan faktor yang diyakini mereka. Faktor
musim timur adalah musirn bertelur ikan terbang mereka yakini, makanya pa&
nusirn itu dilakukan pemgkapan telur ikan terbang. Pada musim hujan ikan
terbang berhenti memijah, rnereka berhenti melakukan penangkapan telur ikan
terbang, karena ti& ada lagi telur yang diperoleh. Musim hujan juga tidak
mendukung karena gelombang besar dan tidak aman untuk melakukan operasi
penangkapan &an.
~elembagnac Usnhr Perikrnan Ikan Terbsng
Kelembagaan Usaha KUD sudah dicoba diperankan oleh pemerintah
dikawasan neIayan, namun belum banyak peransnnya. Koperasi yang terbentuk
sebanyak lima buah dengan jumiah anggota sebanyak 361 0 orang (Tabel 23).
Kurangnya peran Koperasi ini disebabkan kelernbagaan informal yang
fleksibelitasnya tkggi dan hubungan kekerabatan antara sawi dengan juragan
teIah terjdin dengan hubungan kekeluargaan dm kekerabatan yang relatif kuat.
Usaha meminjarn dan sebagainya terjalin dengan baik, karena apabila kebutuhan
yang rnendesak, maka sawi dan sesama nelayan sudah bisa saling membantu dan
tanpa kehadiran koperasi sistem ekonomi sudah berjalan dengan baik. Sistem
meminj am usaha lainnya relatif sudah erat, sehingga organisasi usaha Koperasi
kurang berperan di kawasan Galesong Utara Takalar. Sistem kelembagaan
informal antma eksportir telur ikan terbang dengan ponggawa darat telah cukup
mapan dan saling menguntungkan. Kepercayaan ini sangat erat dengan prinsip
keija yang saling menguntungkan Selama 20-30 tahun kerjasama antara
ponggawa darat dengan eksportir telah terjalin baik yang sulit untuk diputus.
Apabila sisternnya terputus, maka aka- terjadi kekacauan ddam sistem ekspor,
dm hal ini dapat rnerusak sistem pemasaran telur ikan terbang dalam beberapa
waktu.
Eksprtir telur ikan terbang telah menciptakan sistem yang rapih dan
d i n g tergantung, dengan keterbukaan. Satu eksportir yang peranannya cukup
besar dalam ekspor telur ikan terbang yaitu CV. Sumber Laut. Peranan yang
bsar ini disebabkan C.V Sumber h u t memiliki sekitar 110 unit kapal
penangkap telur ikan terbang (Sekitar 9 % dari total 1500 unit kapaVperahu
pa#orano di Galesong Uhra T M a r dan keterbukaan sistem informasi dan juga
usahanya yang menguntungkan nelayan.
Peranan swasta dan kerernbagaan masyarakat yang relatif mapan tersebut,
sulit mengembangkan peranan koperasi dengan sistem dm manajemen yang
masih kaku dm belum profesional. Peranan usaha swasta yang cukup profesional
dalam rnenangani ekspor telur ikan terbang, dan peranannya ikut berusaha
melakukan penangkapan telur ikan terbang dan hubungannya yang erat dengan
petnbeli Jepang cukup besar perannya dalam mengembangkan ekspor perikanan
dari Sulawesi Selatan.
Pembentukan koperasi nelayan perlu dilakukan dengan pembinaan yang
bertahap dan dengan tnekanisme yang fleksibel dan tidak birokratis agar tingkat
kesejahteraan nelayan dan mmyarakat dapat ditingkatkan melalui mekanisme
pembinaan dari pemerintah. Upaya kemandirian ekonomi juga perlu dibuat agir
mekanisme harga d m prolehan keuntungan nelaym dengan efisisensi dan
efektivitas sistem &pat meningkatkan kinerja nelayan.
Efisiensi usaha, efektivitas sistem koperasi dapat memfungsikan sistem
kekerabatan yang erat tersebut dengan forrnalisasi usaha dan teknologi inforrnasi,
agar keuntungan terbesar dapat dinikrnati nelayan. Upaya kearah itu perlu
dilaku kan pembinaan sikap mental dan j iwa kewimusahaan yang kom prehensi f,
baik itu pembina dan juga nelayan.
Pembuatan sarana dan prasarana yang menunjang perikanan ikan terbang
oleh pnerintah sangat diperlukan, misalnya sarana lambat kapal, sarana
penjudan kebutuhan melaut, sarana menjual solar, oli bahan bakar , sarana
pemeliharaan mesin, sarana penjualan onderdil dan, sehingga efckti v i tas melaut
dapat lebih tinggi.
4.3 KONDISX EKONOMI TELUR DAN IKAN TERBANG
Model Bioekonomi statik
Model B ioekonom i stati k penangkapan i kan biasanya didasarkan
pada model biologi Schaefer (1954, 1957) dari Gordon (1954) , Clark (1985).
Kemud ian persamaan tersebut sebagai model Gordon-Schaefer. Men uru t Gordon
(1 954) asurnsi dasar yang digunhn dalam model ini adalah permintaan telur
ikan hasil tangkapan dm penawaran adalah elastis sempurna.
Harga telur ikan terbang dan biaya marginal upaya penangkapan,
menentukm manfaat marginal dari telur ikan terbang hasil tangkapan bagi
masyuakat; dan biaya sosial marginal upaya penangkapan (Munro dan Scott
1984). Asumsi tersebut, rnaka total permintaan dari usaha total peenerimaan C
dapat digambarkan pada Tabel 25 berikut ini. Harga yang diterima ponggawa
&rut adalah Up 150.000 per kg. atau sekitar 15 $ US per kg.
Tabe125. Penerham nelayan telur ikan terbang dari tahun 1 968 dd 200 1
Sumkr : Dinas Paikanan Sulsel,Data Statistik Sulstl; Perdagangan Sulsel dari tahun 1969 dd 2002. Data survey 200 1 ; Sumberdaya ikan terbang LON LIP1 1985. Hutorno, el a!. Data dari Litetatur di Unhas, IPB dm BPS.
Tabel 25 diatas adalah ni1ai tukar uang p g berlaku saat ini (2002).
Semua tahun sejak tahun 1971 sampi dengan tahun 2001 dikonfmasikan
dengan data yang tertera sesuai harga yang berlaku saat ini, nilai tersebut
merupakan hasil kotor dari penjualan yang diperoleh.
Untuk menentukan biaya operasiod dilihat dulu jumlah investasi yang
ditammkan ddam usaha operasi telur ikan terbang. Jumlah satu unit kapal
penangkap telur ikan terbang addah Tabel 26 berilcut ini.
Tabel 26.Biaya satu kapdperahu Patfurmi dengan perangkat alat tangkap
telur ikan terbang di Galesong Utara Takalar
Sumber : Data Primer 2000-2001
Untuk satu tahun operasi penangkaprtn sebanyak 4-5 trip untuk telur ikan
terbang. Satu trip dilakukan 20 hari sampai 30 hari. Mesin sebagai tenaga
penggerak, maka kebutuhan oli, bahan bakar, diperlukan.
Operasi penangkapan telur ikan terbang umumnya dilakukan sebanyak 5
trip. Penangkapan dilakukan pada mush thur (April sld September ). Puncak
produksi musirn pemijahan ikan terbang sekitar Juli sampai dengan Agustus
setiap tahunnya dm pada s a t ini semua nelayan telur ikan terbang melakukan
operasi penangkapan.
Pmmgkapan telur ikm terbang per trip dab sebagai befikut Tabel 27.
- Tabel 27. Biaya satu trip tangkap telur ikan terbang di Galesong Utara Takalar
Unit Kebutuhan Jumlah BiayalHarga (Rp)
Sumber: Data Primer 2000.-2001
Satu trip biaya operasi penangkapan telur ikan terbang sebesar Rp
1.035.000,-. Selama satu bulan tersebut nelayan ikan terbang setiap hari
melakukan selting dan hauling dalam menangkap teIw ikan terbang. Pendapatan
yang diperoleh dapat dirinci dari hasil pengamatan lapangan. Operasional
diperoleh dari biaya rata per trip dan ditambah dengan biaya penyusutan dat dan
bahan penangkapan. Hasii tersebut diperoleh total ~nerimaan yang diperoleh
dikurangi dengan biaya operasioanal d m biaya penyusutan alat tangkap.
Untuk menen- biaya penyusutan kapai dan alat penangkapau, maka
diperhitungkan biaya pengurangan m a dm prasarana yang bersangkutan.
Biaya penyusutan adalah sebagai berikut :
Tabel 28. Biaya penyusutan unit kapallpmhu Pattorani dengan perangkat alat
tmgkap telur ikan terbang di Galesong Utara Takalar
ApabiIa diperhitungkan biaya operasional d m biaya penyusucan per kapal
dengan peralatan tangkapnya, maka biaya yang dikelwkan oleh pengusaha
penangkapan telur ikan terbang adalah sebesar biaya operasional ditambah
dengan biaya penyusutan. Apabila ddam satu periode musim penangkapan
dilakukan selama 5 trip maka biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp
5.1 75.000,- ditambah biaya penyusutan per tahun sebesar 4 sampai 6 juta rupiah,
yaitu menjadi sekitar Rp 9- 1 1 juta per tahun. Biaya h i ditanggung oleh pemilik
kapal diperoleh dari pembagian h i 1 operasi penangkapan telur ikan terbang
sebesar 60 % dari hasil bersih.
Apabila pemeliharaan alat relatif baik malca dapat dilakukan pengiritan
biaya penyusutan sekitar sebesar Rp 3 Juta per tahun. Sedangkan hasil operasi
dari setiap trip usaha tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4, Dmi 30 sampel data
yang dikumpulkan. Ada sekitar 6.300 kg telur ikan terbang dengan rataan sebesar
21 0 kg per musim tangkap. Harga yang diberikan eksportir adalah sebesar 15
U S $ per kg, maka diperoleh 3147,5 US $ atau setara dengan Rp. 31.475.000,-
No Komoditas
1. Kapal Kayu
2. Mesin kapai 3. Daun kelapa dan alat
Biaya (Rp).
12.000.000. - 12.000.000
500.000
Umur Pakat ( tahun ) 5 -1 0
8-10 - 1-2
4. Bahan bale-bale & 5. TaliiTernali 6. Pesta Perahu. Total Biaya Penyusutan
per tahun
Penyuautan Per Tahun (Rp)
1.200.000-2.400.000
I.200.000-1.500.000 250.000-500.0W ---
2-3 3-4 -
1000.000 500.000 1000.000
33.333 -500.000 425.000-166.667
1.00.000 6.066.667-3.908.333
permusim. Usaha penangkapan telur ikan terhang diperoleh profri yaitu xbagai
Tabel 29. Profit rata-rata yang diperoleh pengusaha helayan ikan terbang di Galesong Utara Takalar
Pendapatan ponggawa darat sebesar 60 peisennya dari pendapatan kotor
dikurangi dengan biaya operasional yaitu : Rp 31.475.000 - Rp.
5.1 75.000=Rp.26.300.000, dengan pmlehan ponggawa &rat sebesar yaitu 60
% x Rp 26.300.000,- = Rp. 15.780.000,-.
Profit maksimum diperoleh dari perolehan ponggawa darai dikurangi
biaya penyusutan minimum yaitu:Rp 1 5.780.000-Rp 4.000.000=Rp 1 1.780.000
Profit minimum diperoleh yaitu perolehan sebesar 60 % dikurangi biaya
penyusutan maksimum yaitu : Rp. 15.780.000 - Rp 6.000.000 Rp 9.780.000,-.
Jadi perolehan pengusaha rata-rata adalah bmkisar antara Rp 9 juta sampai
dengan Rpl2 juta rupiah ddam mush penangkapan telur ikan terbang dari satu
unit kapdperahu pattorani Apabila rurnus 24 dalam proposal diperoleh sebagai
TR = (P)h(t) dimana TR adalah total penerimaan, P adalah harga; ht adalah
jumlah hasil tangkapan. Maka total penerimaan disajikan pada larnpiran.9
Penerimaan bersih yaitu hasil keuntungan usaha penangkapan ( a )
dengan nunus berikut ini : x = TR - TC = P. h(t) - C. E. dimana x keuntungan
I
I
Jumlah Biaya (Rp) 31.475.000 5.175.000
4.000.000 6.000.000 15.780.000 1 1.780.000 9.780.000 11.780.000 9.780.000
No 1 2
3 4 5 6 7 8 9
Biaya yang dikeluarkan Pendapatan Kotor
Biaya Operasi
Biaya Penyusutan minimum Biaya Penyusutan maksimum
Pendapatan ponggawa darat (60%) Profit dari penyusutan minimum
Profit dikurangi penyusutan maksirnurn Profit maksimum Profd minlmum
bersih. Asumsi bahwa h = q X. E. X = Stock sumkdaya ikan terbang; E =
Upaya penangkapan. C=Biaya per lmit penangkapan. Maka dalam model
bioekonomi statik manfaat dari penangkapan adalah sebagai b&t :
x = P qXE - C.E atau A =[(PqX.-C).E].
Apabila dikaji dari total data telur ikan terbang dinyatalm sebagai X
yaitu stok sumberdaya telur ikan terbang. Sedangkan stok surnberdaya ikan
terbangnya yang mengeluarkan telur adalah diperoleh dari telur yang d i h a s i h .
Populasi ikan terbang dari telmya yang tertangkap dinyatakan &lam Tabel 12.
Penerimaan yang diperoleh dari total produksi relatif sulit maka
perhitungan dari sarnpel yang diperoleh yaitu yang tertera pada tabel 29.
Dari rat.-rata total permusim penangkapan telur ikan terbang diperofeh
2 1 0 kg dari setiap perahu. DiperoIeh pendapatan kotor sebesar Rp. 3 1 -500.000,
selarna musim penangkapan telur ikan terbang ini sebesar Rp 5.1 75 -000,-.
Maka keseimbangan MScY tingkat enort yang optimal diperoleh pada
level B =OataU it =[P( u E-19 E ~ ) - C . E ] =O. P a E - P . B . E 2 = c . ~ ; a t a u
E M~~~ =. [( a .P- C ) / (P@ ) 1. Keseimbangan bionlassa pada tingkat eflort yang
optimal diperoleh pada saat ;K = 0 atau Xa .= C / P E; sementara itu
keseimbangan pada tingkat MEY diperoleh pada level turunan dari keuntungan
per upaya penangkapan dengan nilai nol, sehingga turunan berikut :
[ a n l a E ] = n = [ P . h - C . E ] = [ P ( ~ E - # . E ~ ) - c . E ] ~ ~ ~
'iurunan pertama dari rumus ini yaitu X I a .E = a.P - 213.P.E = 0. Tingkat
keseimbangm MEY maka upaya sebesar itu diperoleh E ME^ [( a.P- C ) /
2 P -P)I.
Dalarn usaha penangkapan telur ikan terbang ini termasuk open access
fuheriar dimana tidak ada batasan untuk nelayan masuk dalam usaha perikanan
ini, maka nelayan perorangan akan melanjutkan usaha penangkapan telur ikan
terbang sampai mencapai MSY, hingga MscY atau mencapai @en Access
equilibrium, dimana TC sama dengan TR. Meskipun demikian tidak ada
ekonomi yang hilang, karena personil nelaym teIur ikan terbang sampai
mencapai tingkat MESY. Hal ini disebabkan benefif-cosf f o d situasi ini
diharapkan tidak terjadi, karena secara realitas terjadi ads tiga situasi dalam
kondisi ini, yaitu: Pertama adanya perikanan yang tradisional, khususnya
perikanan telur ikan terbang, yang seringkali Total Cost dari aktivitas
penangkapan dapat lebih rendah , k a r m labour cost tidak dihitung seperti pada
perikanan yang komersial, sehingga hasil dari f~hing eflort dinyatakan sebagai
A Sharing Poverty Equilibrium yaitu pada fishing effort terj adi peningkatan
dari MecY hingga mencapai tingkat SPE, dimana individu nelayan tidak akan
memperoleh Iaba tetapi te jadi proses pemiskinm karena catch per unit eflurt
akan menurun. Kedua yaitu terjadinya penurunan kesempatan kerja ddam
perilcanan ikan terbang yang kpengaruh terhadap nelayan atau tenaga kerja di
Indonesia. Ketiga yaitu adanya kekurang perhatian nelayan ikan terbang karena
terjadinya pengurangan stock ikan terbang tersebut karena disebabkan tekanan
terhadap perikanan ini y ang sangat tinggi.
Jika kegiatan usaha ikan terbang dengan intensifikasi sangat tinggi pada
dilakukan dengan Shared Poverty Equilibrium , dilanjutkan pada fishing area
bahwa perikanan ikan terbang akan hilang .
Jika kegiatan usaha ikan terbang dengan intensifikasi yang sangat tinggi
dilakukan dengan Shared Poverty Equilibrium dilanjutkan pada flhing area
perikaaan ikan terbang akm hilang s e p h menghilmgnya ikan terubuk
di Bagan Siapi-api Riau atau berhrangnya ikan lemuru di Selat Bali dan sekitar
Banyuwangi.
Efisiensi Penangkapan teIur ikan terbang
Efisiensi teknis penangkapan telur ikan terbang cara pemeliharaan
kapahya dan jenis bahan dat kapal yang digunakan serta sistem pemakaiannya.
Efisiensi teknis pemgkapan telur ikan terbang ini didekati formula yang
ditmmkan hasil oul pul/ input yang diperoleh seIama satu tahun dan biaya
operasi yang dikeluarkan. Diperoleh rumusan sebagai berikut :
N = [ ( A.E) I (C + B + P) ] x 100 % (lihat rumus 36 ) dan rumus
berikutnya yaitu : A=UIrH (rumus 37) serta C = G + F + P (rumus 38).
Rumus efisiensi teknis kapal pattorani setelah memperoleh hasil dari
beberapa kategori data y m g disebutkan diatas. Data unt& efisiensi teknis
tersebut yaitu
F = Rp. 500.000,- (Nilai sisa perahu)
C = Rp. 27. 000.000,
B = Rp. 5.150.000,
E = Rp. I0 tahun.
A = Rp. 3 1.475.000,
Data tersebut dihasilkan efisiensi perahu penangkap telur ikan terbang
' adalah sebagai berikut :
[(Rp3 I -475 .OCO)/tahunx 1 Otahun)/(Rp27.000.00DtRp5 1.500.000+Rp2.700.000x
100 % = [(310.475.000)/ 81.900.000)] x 100 % = 400 %.
Jadi efisiensi kapallperahu pattorani dalam menangkap te1ur ikan terbang masih
relatif tinggi yaitu 400 % &lam 10 tahun. Setiap tahunnnya efisiensi
penangkapan kapal peaaflgkap telur ikan terbang tersebut mencapai 40 %.
Masih layak dioperasikan di Takalar Sulawesi Selatan.
Skala usaha dan Analisa Break Event Point
Analisis skala usaha ini dibuat yaitu mengkaji BEP (Break Event Point)
merupakan cara mengetahui volume produksi berapa usaha perikanan teIur ikan
terbang tidak mengalami kerugian memperoleh lab. Hal ini bertujuan
mengendalikan operasi yang sedang berj alan sehingga antara realisasi dengan
rencana usaha dapat ditentukan secara baik.
BEP= LBiayatetapl(1 -Biaya VariabeY Penjualan)] atau
BEP=[Biaya tetap x volume produksi Penjualan -Biaya variabel]
sehingga diperoleh sebagai berikut : BEP = [ Rp 27.000.000 1 I - Rp
5.150.000131.475.000 ] = [ 27.000.000 / 1-5/61 = [ 27.000.0001 116 ] = Rp
176.000.000.-. Dengan ussha yang diperoleh sebesar Rp 176.000.000,- maka
usaha dari perikanan ikan terbang akan memperoleh titik impas, atau titik pulang
pokok usaha. Menggumkan modal dan menggunakan biaya variabel yang
jumlahnya sekitar seperenam dari total hai l penjualan dari operasi tahun yang
bersangkutan. Atau perhitungan lain addah sebagai berikut :
BEP = [Rp 27.000.000 x 2 10 kg 1 Rp.3 1.450.000- 5.150.000 ]
= [Rp. 27.000.000 x 2 10 kg Rp 26.300.000 ]
= [0.9 x 210 kg = 1890 kg
Prduksi 1890 kg telur ikan terbang, maka BEP atau titik pulaclg pokok
dicapai oleh perusahaan penangkapan teIur ikan terbang tersebut. Apabila harga
telur ikan terbang telah mencapai Rp. 1 50.000 per kg maka bila dikaitkan dengan
jumlah yang diperoleh adalah sekitar Rp 150.000 x 1.900 kg (dibulatkan)= Rp.
245.000.000. Jadi lebih menguntungkan hasil langsung dengan analisa langsung
apabila dengan perhitungan tepatnya sekitar Rp243.5 000.000.
Pendekatan Price Policy Untuk telur I h n Terbang
Instrumen utarna perilcanan ikan terbang yaitu price policy dalam intervensi
pemerintah. Kenyataanya , dalarn jangka pmjang, pertumbuhan dalam perhnan
dan industri sangat berkurang. Situasi harga komditas pada harga domestik
adalah sebesar Rp 1 50.000 - / kg ( $ 15 /kg) per kilogram maka apabila harga ini
disesuaikan dengan harga saat ini maka perkembangan harga berdrtsarkan rumus
4 1 adalah sebagai yang tertera pada Tabel 25.
Pasar telur ikan terbang adalah pasar ekspor, maka berkaitan dengan nilai
tukar dollar atau mata uang s ing lainnya. Jika dirubah dalam nilai tukar darn
negeri dengan menggunakan laju perubahan nilai tukar menjadi rumus 42 berikut
maka nilai NPC (Nominal Protection Coeflihnf) adalah sebagai berikut : maka
diperoleh nilai Gross NPC.i = [ pd.i./ pb.i ] =[ Rp 150.000/ Rp 250.000 1 .9 .2
Hubungan yang sama dapat dinyatakan sebagai laju nominal dari suatu
nilainya yaitu [ 0.2 -1 ) x 100 = -08 x 100 < 1 yaitu -80 < 1 maka producer atau
konsumen tidak menerima harga yang lebih tinggi.
Nominal Protection Coemcient dapat diukur pada tingkat mtai
produksi dan konsumsi, dimana Efcctive Protection Coeficient yang
komoditinya adalah telur ikan terbang adalah ratio dari nilai tambah dari
domestic price kepada border price. Perbedaan NPC dan nilai EPC
menghasilkan harga dan biaya perdagangan input pada perhitungan yang
kontinu. Dalarn kegiatan usaha ini nelayan memperoleh harga dari eksportir.
Harga ditentukan oleh kondisi pasar negara Jepang. Oleh sebab itu margin yang
diperoleh tertentu karena margin yang diperoleh ditentukan oleh biaya
pengolahan, biaya angkutan, biaya penyimpanan dan bunga bank yang berlaku.
Estirnasi harga telur ikan terbang pada border ditentukan oleh harga pada border
ditarnbah biaya penanganan ditambah biaya transpor dari border ke pasar
dikurangi biaya margin pada setiap kegiatan tersebut. Bahwa nilai NPC memiliki
nilai < 1 dan untuk konsumen, sehingga tidak perlu di intervensi harga yang
berlaku masih kondisi wajar. Nilai pajak ekspor untuk komoditas ini tidak ada
sehingga nilai yang diperoleh nelayan addah optimal dari ketentuan pasar yang
ada. EPC yang komoditinya teiur ikan terbang adaiah ratio dari nilai tambah dari
harga domestik kepada nilai tambah dari border price. . Perdagangan diantara
NPC clan nilai EPC yang menghasilkan harga clan biaya perdagangan input
kedalarn perhitungan yang kontinu. Jika EPC meliputi input, ha1 ini potensial
dan lebih banyak meliputi pendugaan dari stsuktur proteksi dari intervensi. Usaha
telur ikan terbang ini adalah usaha nelayan yang mentpakan barang ekspor.
Usaha melindungi perikanan ikan terbang ini hanya terbatas kepada usaha untuk
proteksi lingkungan dan perlunya keseimbangan lingkungan dm eliminasi
overfihing. Nilai EPC juga dapat dinyatakan sebagai nilai EPR yaitu Effective
rateofprotecton. EPC=[Rp 150.000 - Rp 25.000 J I [ Rp 250.000- Rp 75.000 1
= [ Rp 125 -000 1 1 75.000 ] = 5/7 = 0.7. Jika EPC > 1 , maka domestic producer
akan menerima sumberday a mereka dm akan memberikan intervensi yang
diinginkan, mereka akan senang menerima proteksi positive. Jika EPC < 1 yaitu
sebesar 0.7 maka penerimaan strukture bahwa kenyataannya producer &pat
menerima kondisi ini, karena clapat menerima harga yang lebih tinggi. Usaha
perikanan telur ikan terbang ini terkait deagan berbagai sektor intermedite dan
utama serta perdagangan. Usaha perdagangan seperti dat bale-bale dan kapal,
bahan bakar dan makanan serta kebutuhan melaut dm lainnya. Usaha pendukung
seperti penanganan pengolahan, transportasi, perbailcan alat dan kapd, asuransi
dan pesta, prosesing, tenaga kerja, jasa keuangan. Usaha utama yang melakukan
penangkapan, kebutuhan pangan melaut, tenaga kerja trampil dm tidak trampil ,
pembuat kapal dan mesin serta alat tangkap lainnya.
Adanya analisis pasar tunggal yang tidak aggregate, karena komaditas
telur ikan terbang ini adalah mempakan p a r tunggal saat ini. Kebutuhan tetur
ikan terbang ini adalah kebutuhan sekunder, bahkan tertier sehingga
kebutuhannya bukan kebutuhan pokok, sehingga permintaamya dapat dikatdcan
konstan setiap tahun. Karena prduksi yang banyak mengakibatkan harganya
menurun, sedangkan produksi yang sedikit harganya meningkat. Oleh sebab itu
kurva pasokan dan kurva. .Kurva permintaan dapat disajikan berikut hi, seperti
pada Gambar 11 yang diperahami dengan mgka. Pasokan dm pmintaan
ditunjukkan pada kurva pasokan Sd dan kurva permintam d, serta kurva pasokan
negara importir dari negara lain sperti penghasil telur selain telur ikan terbang
seperti telur caviar d m telur ikan lainnya yang bernilai Sw, yang berlaku
horizontal disebabkan negara pengimpor memiliki pasar dunia yang kecil.
Karena nilai tarif ekspor dari Indonesia untuk telur ikan terbang ini adalah no1
maka domestic price adalah sama harganya dipasar impor Jepang. Perbedaan
harga hanya terjadi diretailer yang bervariasi di negm Jepang yang
bersangkutan dengan nil ai Pb, dan konsumer menginginkan nilai pembayaran
dengan jumlah Q4. Pada harga yang relatif rendah produsen domestik
menginginkan pasokan hanya pada jumlah QI , dan tertinggal pada 44-41 harus
dipasok telur ikan terbang dari Indonesia. Perlu dketahui bahwa upaya produksi
teiur ikan terbang tidak bisa dipacu melebihi kapasitas n o d , karena produksi
telur ikan terbang pada umumnya konstan naiknya dan bisa saja terjadi
penunman produksi telur seperti pada tahun 1995 dan 1975 menurun dari
kapasitas normalnya. Tahun 1995 terjadi penurunan tetapi tahun berikutnya
ierjadi peningkatan dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Pada harga tinggi
konsurner mengurangi pembelian telur ikan terbang sehingga pada komoditi ini
diinginkan pada jumlah 43. Sehingga k e t h producer domestik merespon pada
-harga yang lebih tinggi dan meningkat pada 42. Jumlah impor dibatnsi harga
Q3Q2 pengurangan konsumsi dan pengembangan konsumsi . Namun kejadian
pada telur ikan terbang yang diporoduksi Indonesia (Sulsel) tidak pernah terjadi
penurunan permintaan ekspor. Setiap ada produksi telur iIran terbang, semuanya
diterima dinegara importir yaitu negara Jepang.
Produksi telur ikan terbang ketentuannya tidak dikenakan tarif ekspor
oleh pemerintah Indonesia, sehingga mekanisme perdagangan ditentukan aspek
kondisi dan s i m i pasoka pmhtaan &ti negara imprtir, yaitu negara Jepang.
Telur ikan terbang merupakan makanan selingan mtuk pesta yang
b e m a a n dengan hidangan minuman sake-nya di negara Jepang. Makanan ini
santapan para elit direstoran mewah di negara Jepang.
Perhitungan Catch Per Unit Effort (CPUE) Telur Ikan Terbang
Apabila dikaji CPUE telur ikan terbang sejak tahun 1968 samapi 2001
terus mengalami fluktuasi sesuai kondisi populasi ikan terbangnya. CPUE telur
ikan terbang dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti kondisi iklim, kondisi
lingkungan serta pencemaran, predator d m aspek lainnya, termasuk aktifitas /
penangkapan telur pada tahun sebelumnya. Penunman produksi telur ikan yang
drastis terjadi pada tahun 1975 dan tahun 1995 perlu dianalisa tentang kondisi
iklim dm lingkungan pada saat itu. Perhitungan CPUE Tabel 3 0.
Tabel 30.Hasil tangkapan, upaya penangkap dan hasil tangkapan per unit . . upaya telur ikan terbang di Selat Makassar dan Laut FIores.
Sumber: BPS Takahr 1968-2002, Diaas DKP Takalar dan Sulsel196& 2002
Hasil pengamatan data primer pendapatan penangkapan telur ikan
terbang pada tahun 1999 dan tahun 2000 setiap tripnya hanya sekitar 35 kg,
(CPUE), berdasarkan data pada mumnya relatif tinggi yaitu sekitar 74.78 kg
d m 64.37 kg. Diperkirakan bahwa banyak dari kapal yang menangkap telur ikan
terbang rnemperoleh Iebih besx dari hasil pengamatan yang diamati yaitu hanya
sebanyak 3 0 unit kapal. Sedangkan kapallperahu pattorani j umlahnya sekitar
1300 sampai 1425 unit pada tahun tersebut. CPUE telur ikan terbang yang
terendah terjadi pada hhun 1995 yaitu sekiktar 30.15 kg d m tahun 1975 sekitar
36.88 kg. Setiap unit kapal pattorani juga masih layak operasi, yaitu masih
mencapai diatas BEP.
Perkembangan grafik CPUE disajikan pada gambar berikut ini. Produksi
telur rneni&kat secara gradual, waIaupun terjadi peningkatan menurut tahun.
Sedangkan effort terjadi peningkatan secara bertahap sesuai dengan upaya
penangkapan setiap tahunnya, Sedangkan CPUE cenderung terjadi fluktuasi, dan
kecenderungan fluktuasi tersebut menurun. Gambaran pada g r d ~ k disajikan
pada Gambar 25 berikut ini.
Gambar 25. Catcth,effort dan CPUE i
r m ~ t - m - m , - r : c c h f i % Tahun
3 . 8 !I 22.4 85.4 1 99.4 j 116.1
- Effort 4.4q
Estimasi Penangkapan Ikan.
Model Produksi Cob6 Douglas telur dan Ikan Terbang.
Estimasi pemgkapan ikan dikategorikan sebagai upaya untuk
memprediksi hasil tangkapan telur ikan terbang, dengan MSY, dan Opthum
Sustainable Yield kajian sistem &pa, model hierarkis pengembangan
pefikanan ikan terbang. Model pengembangan penangkapan telur ikan terbang
didasarkan hal-ha1 berikut ini yaitu : Mode P d u k s i dari Cobb Douglas (Gujarat '
1978) yang dimodifrkasi sesuai dengan faktor yang mempengaruh produksi telur
ikan terbang yaitu :
Dimana Q = Produksi. telur ikan terbang dari h i 1 penangkapan dengan
Bale-bale , ikan terbang dengan pakkuja di Selat Makassar dan Laut FIores. B =
Jumlah bde-bale yang dioperasikan X= Populasi ikan terbang (yang telurnya
dilepaskan dan tertangkap). T= Lama setting balebale dari setiap operasi
peasngbpan telur ikan terbang (jam). E = Jumlah tenaga kerja (nelayan dalam)
menangkap telur &an terbang ; a, 8 , y , o = Koefisien regresi dari peubah
yang rnempengamhi produksi telur ikan terbang.
Bentuk tranforrnasi linearnya adal& sebagai berikut dengan m u s
berikut ini yaitu Log Q= a,Log B + PLogX +"I LogT+ uLogE (rumus 35 ).
Tabel 3$ berikut ini adalah data untuk perhitungan rumus 34 dan 35.
Data yang disaj ikan adalah tentang fenomena rumus yang disebutkan terdahulu
yaitu : Q(yaitu perkembangan produksi telur ikan terbang) yang ditangkap
dengan bale-bale; Bljumlah bale-bale yang dioperasikan dalam unit); X (adalah
populasi ikan terbang yang diestimasi dari telumya yang dilepaskan dari telur
yang tertangkap);T( yaihl lama setting bale-bale setiap pemgkapan telur ikan
terbang dalam jam); E(tenaga kerja nelayan dalam rnenangkap telur ikan terbang,
(alpha,betha,gamma , thetha ) koefisien regresi dari peubah yang
mempengaruhi produksi telur ikan terbang.
Tabel 3 1. Perhitugan nilai prodbi telur ikan terbang yang Tertangkap
31 32 33 34
X (Populasi ikan terbang)
4.18E+07 2.46E+O8
9394 E + 05 1.10€+10
12771 E+05 137228 E+05 16995 E+ 05
B (Bale- &Id)
100800 135000. 169200 203400 237600 2711800 306000
No
1 2 3 4 5 6 7
Sumbtr: Datm Lapaagan, Seknndu dan Analisr tahun 2002.
1998 1999 2000 2001
T (Setting bale-bub)
8512 11400 14288 17176 20064 22952
Tahun
1968 1969 1970 1971 1 972 1 973 1 974
E (Nelayan)
336 450 752 678 792
, 906
Q (Prudu ksi
1 3.80 22.4 85.4 99.4 116.1 124.8 154.5 25840 1 1020
468.5 504.7 458.6 420.2
51 535 E +05 5551 7 E +05 50446 E +05 46222 E +05
1156500 1215000 1282500 1350000
97660 102600 108300 114000
3855 4050 4275 4500
Analisa agar dapat dievaluasi dalam estimasi statistik pada rumus 34 dan
35,disejajarkan dengan sebelum tahun 1980 sehingga data tersebut diasumsikan
bahwa data yang digunakan juga terdiri dari tahun 1968 d d 1980 sudah
beroperasi bale-bale. Bale -bak memasyarakat oleh nelayan ikan terbang pada
tahun 1980. Perlakukan ini dan dengan berkembangnya upaya lingkungan maka
masyarakat nelayan rnemulai peralatan ini dengan banyak. Tahun 1980 peralatan
ini memasyarakat penggunaannya dimasyarakat nelayan dan saat itu alat ini
banyak digunakan dan hampir semua nelayan telah mengguakan alak tangkap
bale-bale ini menangkap telur ikan terbang spawning ground ikan terbang.
Berikut ini disajikan tabel 32 tentang multiple regresi dari data yang
dir~asukkan dalam rumur 34 dan nimus 35 adalah sebagai berikut:
Tabel 32 Multiple regresi dari persarnaan Cobb douglas
M-ON Listwise Deletion of Missing Data Equation Number 1 Dependent Variable Q.
31ok Number 1. Method enter
Variable (s) Entered on Step Number 1 X
2 E 3 BI Multiple R 0.96900 R. Square 0.93897 Adjusted R Square 0.93286 Standard Error 35 54975
Analysis of Vamnce.
DF Sum of Squares Mean Square Regression 3 583266.80214 194422.26738 Residual 30 37913.54550 1263.78485 1 F=153.84127 Signif F 0.000 I
(Lama bal operasi)
: X (Estimasi Pop. lkan terbmg dari data telur tertangkap.
SL (bale-bale') E (Tenaga T Keja)
I Variables in the Eauation
Variable B SE B Beta T SigT Bl -1.IOE-04 1.553E-04 4.1263 13 4.709 0.4837 E 0.035050 .015378 0.40335 1 2.283 0.0297 x 3.42 E46 4.451E-07 0.731 7384 7.688 0.000
(Constant) -22.85386 20.7997 14 -1.099 0.2806
Variables not in the equation - -
I Variable Beta in Partial Min Toler T Sig T T 0.00000 End Blok Number 1 Tolerance = 1.00 e-04 Limits reached.
Data yang ada diasumsikan digunakan sejak tahun 1 968 dd 200 1 .Data
tahun I968 sarnpai dengan 1979-data telur ikan terbang yang tertangkap dengan
alat tangkap pakkaja. Sejak tahun I980 sampai saat ini (2001) digunakan
dengan alat tangkap bale-bale. Maka nilai dalam perhi tungan popu lasi ikan
terbang yang diestimasi dari telurnya yang dilepaskan dari telur yang tertangkap
(X).Nilai B jumlah bale-bale yang dioperasikan dalam unit. Sedangkan tenaga
kerja yang beroperasi dalam kegiatan penangkapan telur ikan terbang tersebut
relatif sama sejak menggunakan mesin kapal dalam menangkap telur ikan
terbang. Sejak saat itu upaya untuk menangkap ikan terbang sudah tidak ada,
karena ikan terbang tidak tertangkap memakai bale-bale. Ikan terbang
terperangkap sejak memakai pakkaja.
Usaha penangkapan menggunakan bale-bak sejak isu lingkungan
merebak, maka dengan tidak menangkap ikan terbangnya diasumsikan akan
bertefur lagi setelah lepas. Namun dengan pola bertelur satu kali seumur
hidupnya yaitu dengan umur (if@ expexiancy) yaitu sekitar 18 bulan dm
diperkirakan dalam hidupya rnernijah dalarn satu kali dari setelah itu mengalami
kematian alarniah (senescent mortal&).
Data yang disajikan pada tabel 33 berikut ini adalah untuk perhitungan
dalarn rumus 34 dan 35. Data disajikan adalah sejak tshun 1980 -200 1 yang telah
dilogaritmakan nilainya agar berbetuk linear dm diandisa dengan regresi linear.
TabeI 3 3. Data produksi, tenaga kerja dan jumlah ikan terbang populasi
ikan terbang dan lama operasi bale-bale
Ket : LogQ= Nilai produhi telur ikan terbang L& E= en& ke rja pensngkapan telur ikan terbang LogX = Populasi ikan t e m g diestimasi dari telumva
yang dilepaskan dari telur vang tertangkap Log B = Jumlah balsbale vang dioperasikan Log T = Lama setting bale-bale dari setiap operasi penangkapan
terbang da1arn jam
Log B 5.241 5.262
LogT 6.519303 6.541205
No "
1980 1981
Log X 7.742 7.519
Log Q 2.41664 2.19312
Log E 3.3865 3.3874
Deskripsi statistiknya tabel 33, berikut pada tabel 34 berikut ini.
Tabel 34. Deskripsi statistika dari produksi tenaga kerja, bale-bale dan
populasi ilcan terbmg dinyatakan dalam bentuk logaritme.
Data yang disajikan pada tabel 35 berikut ini dalam bentuk
logaritme agar membuat linear fungsi yang ada dapat diIakukm Data tahun
1980 sampai tahun 200 1 yaitu dengan contoh data ada 22 unit. Standar deviasi
deskripsi bagian produksi telur ikm terbang tersebut untuk log T, log B, log E
adalah relatif sama nilainya. Hd ini disebabkan jumlah bale-bale (B), tenaga
kerja (E) dan lama seffing dari bale-bale (T) umunmya diperoleh dari perkalian
standard dengan operasi produksi telur ikan terbang . P d u k s i telur ikan terbang
(Q) diperoleh dari jumlah ikan terbang (X) jumlah bale-bak (B), lama setting
dari baie-bale (T), tenetga kerja yang mengoperasikan bale-bale (E). Korelasi
setiap komponen pada Tabel 3 5 berikut ini.
Tabel 35. Kegiatan produksi telur ikan terbang di Selat Makassar, Laut Flores
Tabel 35 diketahui bahwa korelasi hubungan deskripsi kegiatan dalam
produksi telur ikan terbang, korelasi dan nilai yang terkecil 0.0 1 8 dan nilai yang
terbesar dengan nilai 1.000,dari jumlah sampel data sebanyak 22 unit setiap
kasus deskripsi proses produksi telur ikan terbang Metode enter, maka varibel
entered yaitu log E dan Log X dengan tolerance yang diapai mencapai limits
0.000 dengan dependent variabel log Q. Model dari summary dijelaskan
benkut .(Tabel 36).
'Tabel 3 6. Model produksi telur ikan terbang dengan dependent variabel Log Q.
:et : Model nomor 1 dd 4 merupakan predictors: (constant), Log E, Log X Model dari nomor 5 dd 10 adalah dari dependen, variable Log Q
Melihat kategori ha1 tersebut dijelaskan andisis statistiknya dengan
model ANOVA disajikan pada Tabel 37 berikut.
Tabel 37. Analisa statist& ANOVA model produksi telur ikan terbang
No Model
- - --
Keterangan : a = Predictors (Constant), Log E, Log X B a Dependent VariabeI Log Q
1 2 3
. Mengetahui adisis ANOVA dari model produksi telur ikan terbang,
Sum of Sauares
perlu model regresi linearnya. Model regresi linear h i menyangkut sekelompok
peubah diantaranya seperti jumlah slat, tenaga ke rja dan lamanya operasi
M
Regression Residual
Total
penangkapan serta populasi ikan terbang terdapat sualu hubungan dasar yang
2 ------- 19 21
0.268 0.194 0.462
tidak dapat terpisahkan. Memperoleh persamaan regresinya dengan persamaan
Mean Sauare
dibuat suatu regresi linear. Regresi linear berganda dari berbagai variabel yang
0.134 0.01 024
F Slg.
13.068 0.000'
mempengaruhi dari produksi telur ikan terbang. Namun dari analisa yang diolah
dengan program SPSS, bahwa nilai koefisien yang keluar dari persamaan
multiregresi addah log X dm log E, atau populasi ikan terbang (X) dan tenaga
kerja (E). Lama perendaman alat bale-bale (T) dan jumlah bale-bak (B). Nilai
koefisiennya dari variabel independent yang keluar hanya X dan E sedangkan
dua lagi tidak keluar. Dapat disajikan pada Tabel 38 berikut.
Tabel 38. Koefisien untuk multiregresi produksi telur ikan terbang
Kondisi tersebut, maka dari persamaan multiregresi logaritme tersebut
tidak memasukkan B dan T. Tidak masuknya nilai koefisien B dan koefisien T,
m u n g h tidak berpengmhya nilai karena nilai korelasinya dua nilai hi
maksimum dalarn ha1 ini. Dalarn persarnaan benkut ini nilai a, p, y , o ; untuk membuat suatu hubungan produksi telur ikan terbang yang hubungan dasar
yang utuh, karena perbedaan peubah terdapat korelasi yang terendah, sekitar
O . U l 8 . Maka persamaan multiregresi yaitu :
Logy= u.1 -I- a2LogX + pLogT+ yLogE -t uLogB
LogQ=Constant+ a 2 LogX + /3 LogT+ 7 LogE+ cr LogB
Log Q = -1.834 + 0.192 Log X + Log T + 0.784 Log E + a Log B
Nilai 13, dm u ti& diperoleh dari pengolahan SPSS sehingga dari
persamaan dapat dijelaskan krikut ini:
Log Q= -1.834 + (0.192 x 7.792 ) + 0 + (0.784 x 3.5505) + 0
= 2.445656 (data tahun 1988)
Sedangkan data pada tabel log Q pada tahuu 1988 sekitar = 2.46668.
Nilai yang diperoleh dikatakan relatif sama dengan perhitungan yang diperoleh
dengan data ha i l tangkapan data. Dapat dikatakan bahwa pengaruh lama
perendaman atau pengolahan pemgkapan dan jumlah balebale Log X dan
Log E dengan nilai kepercayaan 95 % sebagai berikut (Tabel 39).
Tabel 39. Nilai selang kepercayaan dari koefisien Log X dan Log E
Nilai kuefisien model korelasi dan zero order, partial dan part, serta
kolineariti statistika yaitu toleransi dan VIF dari dependent variable yaitu log Q.
Sebab itu penentuan koefisien adalah sebagai berikut ini.(Tabel40)
Tabel 40. Coefficient dari mode1 produksi telur &an terbang
I N O / Model 1 Correlation I Colinearity Statistik I
Variabel yang menentukan Log T dm Log B dalarn Excluded Variable
1
2
3
adalah sebagai berikut, dalam excluded variables yang disajikan pada Tabel 41
berikut ini.
a,= Dependent Variable: Lag Q.
Constant
LogX LogE
Tabel. 41 .Excluded vatiablesb . (T dan B) produksi telw ikan terbang.
Zero Order
---- 0.45
0.701
Koefisien korelasi dari kegiatan tersebut dibuat dengan data Log E dan
Log X. Data dibuat dengan dependent variabel sebagai berikut, Tabel 42 .
Partial Part Tolerance VIF
0.414
0.687 0.614 0.946 1.057
Ket: a). Predictors in the model :( Constant). Log E, Log X b) Dependent variable: Log Q.
Collinearty Statistics Tolerance
7.14505 7.14BO5
No
1 2
Sig
0.265 -0.265
Beta I n 20.081 20.081
Model
'Log T LogB
Parcirml C
0.264 0.262
L
1.15 1.15
VIF
1.3997 1.4E+00
Minimum Tolerance 7.I4E-05 :7.14E05
Takl. 42.Coejfficient CorreIationf) data X , E dari produksi telur ikan terbang
a*= Dependent Vnrlabte: Log Q.
No 2 3 4
Analis-is daIarn membuat suatu adisis Coilinerrdo diugnostim disajikan
tabel 43 berikut.
1 .OOO. -0.232
Corelations Lop, E Corelations Lon X
Tabel 43. Cdlimearity ~ iagnos l ld ) telur i kan terbang di Selat Makasar laut FIores
-0.132 1.000
Covarians Log E Covarians LoaX
. . .. .
a. Dependent variable: b g Q
3.6 1 E-02 4.26E-03
Casewise Diagnostics dan produksi telur ikan terbang, pengarub. dari
populasi ikan terbangnya dominan mempengaruhi dependent variabel yaitu Q
dibuat dinyatakan sebagai M k u t (Tabel 44 ).
9.34E-03
Variance Pro ortion E Dimensiens Eig-envalue I Conditions
Index
Tabel 44. C u e Diagnostics Dependent Variabel & ikan terbang (X) produksi.
Keterangan:a).~ependent vnriabel :Log Q.b)When values arc missing the subtitud mean has been
used in the stmtistieal omp put at ion^
Menganalisa residual statistics, persarnaan produksi telur ikan terbang,
dengan dependent variabel adalah : Log Q, dan indevenden variabel adalah
Log X,Log B, Log E ,Log T, anal~sa residual statitics nya adalah (Tabel 45).
Tabel 45. Analisis residual statistics a' dari pmduksi telur ikan terbang
Analisis persamaan statistik multiregresi olahan SPSS windows. Kajian
ini dapat membantu fenomena praduksi. Hasil penangkapm dengan bale-bak
Kategori
Predicted Value
Residul
Sed.Predicted Value
Std.Residul
dapat di sem purnakan, khususnya pexhi tungan didaemh memij ah.
'Ket: a)Dcpendent Variable : Log Q
Rataan
2.4798
1.82E-16
0.000
0.000
Persamaan produksi diperolah koefien multiregresi hanya dengan dua
Minimum
2.2625
-0.2483
-1.926
-2.455
buah dari variabel independent X dan E. Nilai multiregresi dengan nilai
StdDwiation
0.1 129
9.62-E0.2
1.000
0.95 1
Marimurn
2.65 12
0.5 19
1.519
1.52 1
koefisien = 0.192 d m = 0.784, =-1.834. Adanya ketidak munculan
N
22
22
22
22
koefisien disebabkan optimasi korelasi tersebut.
4.4 PENGEMBANGAN TELUR IKAN TERBANG DI SULAWESI SELATAN MENURUT KERANGKA KEWA WORK CEIVTERED ANALYSIS (WCA)
Kerangka Kerja WCA
Kerangka kerja WCA dimjikom dalam program pengembangan telur ikan
terbang disajikan sebagai berikut :
Garnbar ,26. Enam Elemen Dalarn Kerangka Keja Work Centered Analysis
CUSCOMERS
PRODUcrS
PENGEMBANGAN IKAN TERBANG
PARICIPANT INFORM AS1
/ \
1
Kerangka kerja WCA terdiri dari enam elemen yang d i n g berhubungan
sebagai berikut :
+ Customer (konsumen internal dan e k s t d dari sistem ke ja).
Konsumen internal dan eksternal dari sistem kerja adalah orang-orang
yaag menerima dan menggmakm output dari sistem kerja. Konsumen
internal adalah orang yang berada di sistem usaha perikanan telur ikan
terbang yang berusaha menghasilkan produk telur ikan terbang dan
membuat nilai tambahnya yang digunakan oleh konsumen eksternal.
Konsumen ekstemal adalah orang yang mengkomumsi telur ikan
terbang dm produk ikan terbang yang merupakan out~ut dari sistem
kerja usaha telur ikan terbang.
+ Product (barang atau jasa ymg dihasilkan ileh sistem kerja)
Produk adalah output yang dihasilkan sistem kerja Terdiri atas
informasi, benda fisik berupa telur dan ikan terbang, serta jasa,
+ Bwirsess process ( langkah-langkah dalam proses bisnis )
Proses bisnis adalah serangkaian langkah atau kegiatan yang
rnefiggunakan, orang, inforrnasi, dan surnberdaya lain untuk
rnenciptakan nilai baik bagi konsumen internal maupun eksternal.
+ Pu&ipan& ( pelaku dalam sistem kerja )
Pelaku dalam sistem kerja adalah orang yang melakukan peke jaan
dalam usaha teiur dan ikan terbang.
4 Informaiion , adalah informmi yang digmakan atau dihasitkan dalsun
sistem kerja.
+ Technology , addah teknologi yang digunakan dalam sistem kerja
usaha telur ikan terbang.
Tanda panah dengan dua arah tersebut menunjukkan bahwa keenarn
komponen tersebut d i n g berkaitan. Terjadinya perubahan pada salah satu
komponen dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada komponen-komponen
yang lain bahkan seluruh komponen.
Perspektif Meninjau Sistem Kerjot,.
Enam elemen dalam kerangka kerja WCA menyedialcan cara yang mudah
untuk meringkas sistem &a, meliputi sistim infomasi yang mendukungnya.
Untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik tentang sistem yang menerapkan
teknologi dan informasi, perlu juga untuk meninjau sistem dari lima p p e k t i f
yang berbeda. K e l h perspektif tersebut adalah sebagai berikut :
1 . Architecture (arsitekture)
Menentukan b a g h a sistem yang ada yang diusulkan beroperasi
secara mekanis dengan meringkits komponennya, bagaimana
kornponen tersebut terhubungkan, dan bagaimana komponen tersebut
beroperasi bersama dalam usaha telur ikan terbang.
2. Performance (keragaan)
Menggam barkan keragaan sistem kerj a, komponennya, at au produk
telur ikan terbang dioperasikan.
3. 1Zfrarlrucfurt (infmmhm)
Sumbdaya manusia dan sumbdaya teknis pada apa telur ikan
tefbang bergantung dan berbagi dengan sistem kerja yang lainnya.
4. ConfRlcf ( kon teks)
Adalah bidang organisasi, kompetisi, teknis dan peratwan dimana
sistem beroperasi didalarnnya, meliputi stakeholder eksternal,
kebijakan, praktek dan budaya organisasi, kompetisi dan perahran
yang mempenganihi sistem usaha telur ikaxl terbang.
5. Risk (resiko)
Adalah kejadian yang dapat diduga menyebabkan kegagalan d a r n
usaha telur ikan terbang.
Isu-isu yang ditimbulkm lima perspektif untuk memahami sistim kerja
usaha prikman telur ikan terbang yaitu disaj ikan pda Tabel 46. berikut.
Tabel 46. Perspektif dm isu-isu kunci dalam WCA
No 1
Performance
In frmtructure [--I
- - - - - - - - - - I A p h h hal-hal yang dapat diduga menyebabkan kerja lid& efisien, (
Perspektif Arch aea%re (arsitektur)
Bagaimana komponen tersebut beroperasi &mama. ? Seberapa bagus komponen tersebut beropemi secara individual ? Seberapa bagus sistem pekerjaan dilakmakan ? B apimana sisttm seharusnya beroperasi. Infras!xkture apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh sistem ? Bagaimana i nh tuk tu r tersebut menciptakan peluang maupun ham-
Conid (Konteks)
1 I atau menyebabkan kerusakan dalam produk yang bar=?. 1 Sumber : Alter, 1999.
Isu-isu Kunci Komponen apa saja yang terdapt di dalam sistem yang rnd-
kerja dan siapa yang rnenggunah prod& yang dihasilkan ? Bagaimana setiap komponen tersebut terhubungkan 7.
batan. ? Apakah pengaruh dari konteks orpisasi dm teknis 7.
Bagaimana konteks tersebut menciptakan peluang maupun hnrnhamn-
Metode Work- Centered Analysis
Metade Work-Centeted Analysis merupakan kombinasi antara tiga
kerangka keja dalam meninjau sistem dalam bisnis. Tabel berikut ini
rnenunjukkan bagaimma metode WCA rnengkombinasikan ide dari kerangka
kerja WCA, kelima perspektif, dan analisis sistem menjadi sepuluh isu yang
digunakan ketika kita b e e bagairnana memperbaiki sistem kerja
Tabel 47. Sepduh Isu Dalam Metode Work Centered Analysis
Langkah Analisis Sistem 1. Mendefinisikan masalah 2. Menggambarkan sistem
4. Menentukan apa yang harus
Isu-hu Yang Sesuai Isu 1 : Definisi masalah Isu 2 : Perbaikan dari perubahan produk
kerj a-ianR ada. 3. Mendesain perbaikan
Sistem kerja Isu 5 : Perbailcan untuk informasi yang lebih baik Isu 6 : Perbaikan untuk teknologi yang lebih baik Isu 7 : Perbaikan infrastruktur Isu 8 : Perbaikan yang berhubungan dengan
Konteks bisnis
Isu 3 : Perbailcan dari perubahan proses Isu 4 : Perbaikan yang berhubungan dengan pelaku
Isu 9 : Perbaikan untuk pengurangan resiko. Isu 10 : Rekomendasi
I dilakukan. S u m k : Alter, 1999
Anahis Sistem Dengaa Menggunmthn Kerangka Kerja Work-Centered
Analysis (WCA)
Kersngka kerja WCA digunakan untuk mengmalisis suatu sistem kerja
tertentu dalam situasi bisnis tertentu. Kerangka kerja WCA terdiri dari 6elemen
yaitu : (1) Konsumen. (2) Prod&. (3) Produsen Bisnis. (4) Pelaku. (5) Informasi.
(6) Teknologi.
Sistem kerja pengelofaan persediaan p d u k telur ikan terbang riapat
dibagi menjadi beberapa subsitem yaitu : Subsistem Pra Produksi, Subsistem
Produksi, Subsistem Pengolahan, Subsistem Pemaaamn.
Untuk meninjau subsistem-subsistem tersebut maka komponen-komponen
dalarn masing-masing subsisten tersebut akan dipecah-pecah sesuai dengan
kerangka kerj a WCA yang digunakan dalarn penelitian ini .
Subsistem Pm Produksi
Subsistem Pra Produksi ini menggarnbarkan pemesanan atau perbaikan
kapal kepada pembuat atau perbaikan kapal, pemesanan alat tangkap bale-bale
serta perangkat lainnya Pemesanan mesin kapal atau pemesanan, serta pedatan
lainnya, serta kebutuhan untuk melaut . Subsistem Pra Produksi ini membutuhkan daftar permintaan barang
seperti kebutuhan melaut, yang terdiri dari peralatan alat tangkap dm kebutuhan
pangan serta obat-obatan.
Kerangka kerja Work - Centered Analysis untuk subsistem Pra Produksi
yaitu disajikan pada Gambar berikut ini.
Bagian Pembelian (Buyer) \
Produk ?I Daftar permintam barang kebutuhan melaut
kebuhlhan stlarna musim penangkapan telur ikan t e h n g
Proses Bisnis
Tmsaksi bisnis kebutuhan pangan dan obat-obatan melaut Transaksi bisnis alat tangkap clan perbaikan kapal pattorani Proses bisnis semua kebutuhan menangkap telur ikad terbang
Informasi Teknologi \
/ Toko dan masyardat Dafhr kebutuhan Telepon clan bulet~
Pemilik kapal pattorani Toko dan masyarakat \ Gambar 27. Kerangka Kerja Work-Centered A s untuk Subsistem Pra
Produksi pemngkapan telur ikan terbang
Subsistem Produksi
Subsistem produksi ini adalah kegiatsn penangkapan telur ikan terbang di
daerah fuhing groundnya. Kegiatan dalarn subsistem produksi ini addah
pembagian kerja antara masing-masing sawi dan ponggawa laut yang berlaku
selama pelayaran selama sekitar satu trip (satu bulan). Kerangka kerja Work - Centered Analysis untuk Subsistem Produksi adalah pada Gambar 28 berikut.
Pedagang eksportir
Produk \ Telur ikan terbang berbentuk kering yang belurn diolah. Ikan terbang bentuk kering. \
Proses Bisnia \ Transaksi bisnis telur ikan terbang dengan pedagang
Transaksi bisnis ikan terbang dengan pedagang & konsumen \ / Pelaku Informasi Teknologi \
/ Nelayan & Pedagang Jumlah nelayan Telepon Angkutan & yang rnernorm Pedagang & masarakat Fax & Komputer. \
Gambar 2 8. Kerangka Kerj a Work-Centered Analysis untuk Subsistem Produhi Penangkapan TeIur Ikan Terbang
Subsistem PengoIahan.
Subsistem Pengolahan ini terdiri dari pengolahan setelah ditangkap di
daerah fmhing groundnya dengan menjemur hingga kadar air tertentu sehingga
telur tersebut dapat disimpan dengan baik sekitar satu minggu sebelum dijual ke
pedagang eksportir. Setelah itu diolah lagi oleh eksportir dengan pemisahan
benang-benang pada telur hingga berbentuk butiran telur &an terbang dengan
kadar air di bawah 1 4 '1, hingga p e n g e p h dan siap diekspor. Kerangka kerja
Work-Centered Analysis untuk adalah sebagai berikut.
( Gambar 29 )
Pedagang eksportir telur ikan terbang
di Makassar / \ Produk
Telur ikan terbang yang didistribusikan nelayan Telur ikan terbang yang masih tersimpan
di daerah nelayan \ Proses Bisnis \
* Penjualan Telur Ikan Terbang yang kering Dikirim ke pengolahan tefur ikan terbang eksprtir \ / Pelaku Informasi
Teknologi \ / N e layan Penangkapfiengolah * Sistem pengolahan yang bai k B ulet in
EksportirlMasyarakat Pengolah Telur kuaIitas baik Telepon & Fax * Kornputer \
Gambar 29. Kerangka Ke j a Work-Centered Analysis untuk subsistem Pengolahan te1ur ikan terbang
Subsistem Pemasaran
Pemasatan telur ikan terbang mulai dari nelayan pattorani, pedagang
pengumpul, eksportir sampai ke importir di Jepang, ke retailer telur ikan terbang,
ke konsumennya di restoran sake di Jepang. Tetapi informasi tentang distribusi di
negara imprtir tidak dilihat, dan hanya berdasarkan informasi dari internet.
Subsistem pemasaran sarnpai tingkat eksportir di Makassar. Berikut ini disajikan
subsistem pemasaran telw ikan terbang di Makassar. ( Gambar 30 )
Konsumen telur terbang di Jepang \
Telur ikan terbang yang didistribusikan nelayan
Telur ikan terbang yang masih tersimpan di daerah nelayan
Prom Bisnis
Penjualan Telur Ikm Terbang yang kering oleh Dikirirn telur ikan tehang ke Jepang
Pelaku Informasi Teknologi
Nelayan Pwangkap Kebutuhan pelanggan Buletin EksportirlMasyarakat Telur ikan terbang yg baik Telepon & Fax
Pengolah / Komputer \ Garnbar. 30 Kerangka Kerja Work-Centered Analysk untuk subsistem
Pemasaran telur ikan terbang