pengembangan pendekatan tes kebahasaan dan sastra

81
PENGEMBANGAN PENDEKATAN TES KEBAHASAAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai suatu pembelajaran, pembelajaran bahasa dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pembelajaran yang telah diidentifikasi dan dirumuskan berdasarkan telaah mendalam terhadap kebutuhan yang perlu dipenuhi. Hal ini diupayakan tercapai melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang secara matang dirancang dan diselenggarakan secara sungguh-sunguh. Proses pembelajaran dilansanakan dengan menggunakan bahan ajar dan pelatihan yang terpilih dan disusun secara teliti demi pencapaian tujuan. Upaya memastikan ketercapaian tujuan yang telah dirumuskan dilakukan dengan melaksanakan ragkaian evaluasi sebagaimana telah dirancang. Faktor inilah yang mendudukkan evaluasi sebagai bagian dari desain pembelajaran memiliki fungsi amat penting. Bermula dari tujuan yang harus dicapai untuk memenuhi sejumlah kebutuhan, serangkaian kegiatan dirancang dan diselenggarakan. Tujuan pembelajaran, proses kegiatan pembeljaran, dan evaluasi hasil kegiatan saling terkait dalam satu pola hubungan yang erat. Suatu kompnen penyelenggaraan pembelajaran terdahulu memengaruhi bahkan menentukan penyenggaraan komponen berikutnya. Dalam pembelajaran bahasa, kemampuan bahasa reseptif, menyimak dan membaca merupakan komponen dasar yang amat berpengaruh terhadap ketercapaian komponen kemampouan bahasa produktif berikutnya, dalam hal ini berbicara dan menulis.

Upload: mariam-ulfa-suryadi

Post on 23-Oct-2015

86 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

PENGEMBANGAN PENDEKATAN TES KEBAHASAAN

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sebagai suatu pembelajaran, pembelajaran bahasa dilaksanakan untuk mencapai sejumlah

tujuan pembelajaran yang telah diidentifikasi dan dirumuskan berdasarkan telaah mendalam terhadap

kebutuhan yang perlu dipenuhi. Hal ini diupayakan tercapai melalui serangkaian kegiatan pembelajaran

yang secara matang dirancang dan diselenggarakan secara sungguh-sunguh. Proses pembelajaran

dilansanakan dengan menggunakan bahan ajar dan pelatihan yang terpilih dan disusun secara teliti

demi pencapaian tujuan. Upaya memastikan ketercapaian tujuan yang telah dirumuskan dilakukan

dengan melaksanakan ragkaian evaluasi sebagaimana telah dirancang. Faktor inilah yang

mendudukkan evaluasi sebagai bagian dari desain pembelajaran memiliki fungsi amat penting.

Bermula dari tujuan yang harus dicapai untuk memenuhi sejumlah kebutuhan, serangkaian kegiatan

dirancang dan diselenggarakan. Tujuan pembelajaran, proses kegiatan pembeljaran, dan evaluasi hasil

kegiatan saling terkait dalam satu pola hubungan yang erat. Suatu kompnen penyelenggaraan

pembelajaran terdahulu memengaruhi bahkan menentukan penyenggaraan komponen berikutnya.

Dalam pembelajaran bahasa, kemampuan bahasa reseptif, menyimak dan membaca merupakan

komponen dasar yang amat berpengaruh terhadap ketercapaian komponen kemampouan bahasa

produktif berikutnya, dalam hal ini berbicara dan menulis.

Evaluasi bahasa pada umumnya lebih dikaitkan secara terbatas dengan tingkat keberhasilan

pembelajaran yang telah diselengarakan. Evaluai tingkat keberhasilan berbahasa seringkali dikaitkan

dengan tingkat keberhasilan pembelajara dalam bentuk nilai yang diperoleh dari guru pada masa

tertentu, terutama di akhir satuan waktu belajar. Meskipun pemahaman tersebut tidak keliru,

pencapaian tingkat keberhasilan pembelajar sebenarnya hanyalah meruakan sebagian dari tujuan

sekaligus kegunaan dari hasil evaluasi.

Bagi komponen penyelenggara pembelajaran nilai yang dicapai pembelajar merupakan tingkat

keberhasilan pembelajaran yang dicapai oleh pembelajar. Bagi guru nilai merupakan unjuk kerjanya

dalam mengelola kegiatan pembelajaran dan interakasi dengan pembelajar. Maka, akan bijaksana

manakala guru memerhatikan tingkat pemahaman pembelajar tentang materi yang disampaikannya

dalam proses layanan pembelajaran. Guru dapat melakukan telaah terhadap unjuk kerjanya untuk

menganalisis tahap perencanaan, proses layanan pembelajaran,dan pengevaluasian yang dilakukannya.

Page 2: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Hasil evaluasi digunakan sebagai umpan balik bagi komponen awal dan layanan proses

pembelajarannya.

Sasaran penyelenggaraan evaluasi kemmapuan bahasa adalah kemampuan menggunakan bahasa secara

produktif, dalam hal ini anah menymak, berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan menyimak

mengacu pada kemampuan memahami informasi lisan yang disampaikan pihak lain, kemampuan

berbicara merujuk pada kemampuan menguyngkapkan pikiran dan isi hati melalui rangkaian kata-kata

yang dilisankan, kemampuan membaca menunjuk pada kemampuan memahami maksud dan pikiran

orang lain yang diungkapkan melalui tulisan, dan kemampuan menulis mengacu pada kemampuan

mengungkapkan pikiran dan isi hati secara tertulis. Kemampuan menyimak an membaca

terklasifikasikan dalam kemamouan bahasa pasif-reseptif, sedangkan kemampuan berbicara dan

menulis termasuk dalam klasifikasi kemampuan bahasa aktif-produktif.

Kemyataan yang sering terjadi di lapangan adalah kebelumtepatan media penilaian sebagaimana yang

seharusnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh tes kompetensi kebahasaan belum berjalan dengan baik

dan benar, guru menguasai materi, namun belum menerapkan tes kompetensi kebahasaan dengan

benar, guru kurang memahami tes kompetensi kebahasaan dengan baik dan benar, serta kurang

mengembangkan diri ke arah yang dimaksud, tes kebahasaan hanyalah formalitas rangkaian langkah

program administratif yang harus dipenuhi, tes kompeensi kebahasaan kurang mengenai sasaran yang

tepat sesuai dengan konten yang dimaksud, kajian teoretis tentang tes kompetensi kebahasaan belum

begitu banyak dikuasai guru dan belum dipraktikkan sehingga baru sebatas teoretis namun aplikatifnya

masih belum banyak dimengerti.

1.2 Tujuan

Persoalan aplikasi teori tes kompetensi kebahasan dikaji dengan maksud:

1.2.1 Memahami konsep dasar tes kompetensi kebahasaan ranah menyimak.

1.2.2 Memahami konsep dasar tes kompetensi kebahasaan ranah berbicra

1.2.3 Memahami konsep dasar tes kompetensi kebahasaan ranah membaca

1.2.4 Memahami konsep dasar tes kompetensi kebahasaan ranah menulis

1.2.5 Mangaplikasikan teori tes kompetensi kebahasaan ranah menyimak.

1.2.6 Mangaplikasikan teori tes kompetensi kebahasaan ranah berbicara

Page 3: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

1.2.7 Mangaplikasikan teori tes kompetensi kebahasaan ranah membaca

1.2.8 Mangaplikasikan teori dasar tes kompetensi kebahasaan ranah menulis

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Bagaimanakah aplikasi tes kompetensi kebahasaan ranah menyimak?

1.3.2 Bagaimanakah aplikasi tes kompetensi kebahasaan ranah berbicara?

1.3.3 Bagaimanakah aplikasi tes kompetensi kebahasaan ranah membaca?

1.3.4 Bagaimanakah aplikasi tes kompetensi kebahasaan ranah menulis?

II. PEMBAHASAN

2.1 Kajian Konseptual

2.1.1 Pendekatan Tes Bahasa

Tes kompetensi bahasa memusatkan perhatian pada hasil pemikiran ilmu bahasa pada

pengukuran tingkat penguasaan kemampuan berbahasa. Dalam kajian dikenal adanya beberapa cara

pandang dan unsur yang dianggap penting sesuai dengan perkembangan ilmu. Tes bahasa mengenal 5

bentuk pendekatan: 1) pendekatan tradisional; 2) pendekatan diskret; 3) pendekatan integratif; 4)

pendekatan pragmatik; dan 5) pendekatan komunikatif.[2]

1) Pendekatan Tradisional

Pendekatan tes bahasa tradisional melakukan tes tidak berdasarkan patokan atau rambu-rambu baku

tentang jenis kemampuan bahasa yang dijadikan sasran, cara mengetes, dan bagaimana cara

menilainya. Semuanya diserahkan kepada penyelenggara tes. Biasanya pendekatan tradisonal lebih

menguatamakan tes tata bahasa sebagaimana proses pembelajarannya. Dalam oenerapannya tes bahasa

pendekatan tradisional lebih banyak diwarnai dengan berbagai bentuk subjektivitas dalam pemilihan

kemampuan berbahasa yang dijadikan sasaran, penetapan bahan dan isi tes, serta cara penilaiannya.

2) Pendekatan Diskret

Discrete point test: tes yang hanya menekankan/ menyangkut satu aspek kebahasaan pada satu waktu.

Tiap butir tes hanya untuk mengukur satu aspek kebahasaan: fonologi, morfologi, sintaksis, kosakata.

Tes diskret juga dapat menyangkut tes keterampilan berbahasa. Dasar pemikiran tes diskret (juga dalam

hal pengajaran) adalah teori strukturalisme (linguistik) dan behaviorisme (psikologi). Kedua teori itu

Page 4: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

beranggapan bahwa keseluruhan dapat dipecah-pecah ke dalam bagian-bagian atau, keseluruhan adalah

jumlah dari bagian-bagian. Tiap bagian tersebut (kebahasaan dan keterampilan) dapat diajarkan dan

diteskan secara terpisah. Pembelajaran dan pengujian kebahasaan dalam teori ini mengabaikan konteks.

Pandangan bahwa teori tes diskret dapat memecah-mecah unsur kebahasaan dan menghadirkannya

dalam keadaan terisolasi, dianggap sebagai kelemahan tes diskret yang paling mencolok . Orang tidak

mungkin belajar bahasa dalam situasi yang mutlak diskret dan terisolasi (tanpa konteks). Lagi pula

dalam hal belajar bahasa, keseluruhan belum tentu sama jumlah dari bagian-bagian Ada kompetensi

yang harus dimiliki seseorang yang di luar kebahasaan (: pendekatan komunikatif). Kompetensi

komunikatif memprasyaratakan kompetensi-kompetensi lain selain unsur bahasa, misalnya kompetensi

sosial (faktor sosio-kultural). Faktor sosio-kultural memegang peran penting dalam menunjang

kompetensi omunikatif seseorang. Tes diskret gagal untuk mengukur kompetensi komunikatif yang

justru memprasyaratkan adanya keterlibatan banyak unsur kebahasaan dan faktor yang di luar bahasa.

Persoalan yang muncul adalah apakah tes diskret tidak perlu lagi dipergunakan di sekolah untuk

mengukur kadar keberhasilan belajar bahasa siswa? Teori baru dibangun atau sebagai reaksi teori

sebelumnya; yang baru tak dapat sama sekali meninggalkan yang lama. Pendekatan komunikatif dalam

pembelajaran bahasa tak dapat sama sekali meninggalkan pandangan strukturalisme. Dalam tahap awal

pembelajaran bahasa bagi orang dewasa, pengajaran unsur struktural bahasa masih amat dibutuhkan.

Orang tidak akan bisa begitu saja diajak berbicara bahasa asing sebelum memiliki pengetahuan tentang

sistem bahasa itu. Artinya, pengajaran unsur bahasa masih diperlukan. Jika pengajaran unsur struktur

masih dilakukan, tes diskret mau tidak mau masih juga diperlukan atau minimal untuk tujuan remidial

3) Pendekatan Integratif

Integrative test merupakan bentuk tes yang mengukur lebih dari unsur kebahasaan atau satu

keterampilan berbahasa dalam satu waktu. Dalam tes integratif, ada beberapa unsur kebahasaan atau

keterampilan berbahasa yang harus harus dilibatkan, dan itu dipadukan. Dalam satu kali tes minimal

ada dua aspek/keterampilan yang diukur. Aspek-aspek kebahasaan tidak saling dipisahkan, melainkan

dipadukan sehingga ada keterkaitan antarunsur/antarketerampilan. Bahasa yang alamiah bukanlah

kumpulan dari unsur-unsur bahasa semata. Dalam tes keterampilan bahasa, bahkan akan lebih baik jika

juga mempertimbangkan aspek konteks. Tes integratif memang sudah memadukan beberapa unsur

kebahasaan, tetapi belum tentu kontekstual. Tes yang kontekstual lazimnya bersifat

Page 5: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

pragmatik/komunikatif. Tes pragmatik/komunikatif pasti integratif, tetapi tes integratif belum tentu

pragmatik

Tes integratif yang tidak kontekstual masih terisolasi, mirip-mirip dengan tes diskret, belum

mencerminkan penggunaan bahasa yang alamiah. Berbagai tes unsur kebahasaan yang diteskan

minimal berada dalam konteks kalimat, atau konteks yang lebih besar. Dilihat dari sudut pembelajaran

bahasa dewasa ini, tes integratif terlihat lebih menjanjikan daripada tes diskret. Walau demikian,

pemilihan tes haruslah disesuaikan dengan pendekatan, metode, dan teknik, bahkan juga bahan

pembelajaran, yang dipergunakan dalam pembelajaran bahasa di kelas

4) Tes Pragmatik

Tes pragmatik berangkat dari pandangan bahwa bahasa adalah alat berkomunikasi, maka seseorang

dinyatakan memiliki kompetensi berbahasa adalah jika mampu mempergunakan bahasa itu dalam

konteks yang sesungguhnya. Tes pragmatik merupakan pendekatan dalam tes keterampilan berbahasa

untuk mengukur seberapa baik pembelajar mampu mempergunakan elemen bahasa sesuai dengan

konteks berbahasa yang sesungguhnya

Tes pragmatik adalah prosedur/tugas yang menuntut pembelajar menghasilkan urutan unsur bahasa

sesuai dengan pemakaian bahasa secara nyata, dan sekaligus menuntut pembelajar menghubungkannya

dengan konteks ekstralinguistik. Dalam tes pragmatik tak ada lagi tes struktur/kosakata secara

tersendiri, tetapi semua unsur kebahasaan terlibat dan langsung dikaitkan dengan unsur ekstralinguistik

sekaligus. Dalam kehidupan berbahasa ada dua hal yang terlibat: konteks linguistik dan ekstralinguisik.

Konteks linguistik: bahasa sebagai lambang verbal dengan segala unsurnya

Konteks ekstralinguistik merupakan dunia atau sesuatu yang di luar bahasa, sesuatu yang disampaikan

lewat media bahasa. Dalam kehidupan berbahasa terdapat hubungan sistematis dan timbal-balik antara

kedua konteks tersebut. Ada berbagai hal di luar bahasa yang berpengaruh terhadap pemilihan wujud

bahasa dalam berkomunikasi, dan itulah yang disebut sebagai faktor penentu atau pragmatik. Faktor

pragmatik/faktor penentu ada banyak jenisnya, misalnya siapa yang berkomunikasi, apa tujuan

komunikasi, masalah yang dikomunikasikan, tingkat formalitas ketika komunikasi terjadi, dan lain-lain.

Tes pragmatik mengukur kemampuan berbahasa pembelajar dalam konteks yang sesungguhnya.

Namun, itu harus ada kesesuaian dengan metode pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa haruslah

menekankan pada kemampuan berbahasa, bukan sistem bahasa. Dengan begitu ada keselarasan antara

model pembelajaran dan model penilaian. Namun, pada praktiknya tidak mudah mengreaikan

Page 6: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

pembelajaran bahasa yang benar-benar kontekstual dan komunikatif. Artinya, pembelajaran

“penggunaan bahasa”, kemampuan berbahasa, masih saja artifisial, namun itu sudah lebih baik

daripada yang benar-benar diskret dan terisolasi. Tes pragmatik yang masih berwujud penggunaan

dalam konteks artifisial juga sudah lebih baik daripada yang benar-benar diskret yang hanya bertujuan

mengukur pengetahuan tentang sistem bahasa.

Ada banyak model dan contoh, dan salah satunya adalah tes tes cloze (cloze test). Tes jenis ini baik

dipakai untuk pemahaman bacaan; tes pemahaman wacana dengan tes objektif berkorelasi secara

positif dengan hasil tes cloze. Tes cloze adalah tes yang berupa pengisian kembali kata-kata ke-n yang

sengaja dihilangkan dalam sebuah wacana. Kata-kata yang dihilangkan biasanya kata yang ke-5, ke-6,

ke-7. Untuk dapat mengisi tempat-tempat kosong, pembelajar harus memahami makna wacana. Teknik

penyekoran: teknik kata eksak (jawaban siswa harus sama dengan kata asli yang dihilangkan) dan

teknik kelayakan konteks (jawaban siswa tidak harus persis dengan kata asli sepanjang dimungkin

secara konteks)

Teknik kelayakan konteks lebih menguntungkan; semua kata yang mempunyai peluang sebagai

jawaban benar diperingkat (diskala; 1-4). Tes cloze juga baik untuk menilai tingkat kesulitan wacana

bagi pembelajar level tertentu: jika jawaban benar siswa ≥75%, wacana itu tergolong mudah; jika

≤20% wacana tersebut tergolong sulit. Jika yang diteskan itu sampel dari wacana yang panjang, hasil

tes itu mencerminkan tingkat kesulitan wacana secara keseluruhan.

5) Tes Komunikatif

Sebenarnya ada tumpang-tindih antara tes pragmatik dan tes komunikatif; bahkan tak jarang keduanya

disamakan. Keduanya sama-sama berpandangan bahwa pembelajaran dan tes bahasa haruslah

berangkat dari penggunaan bahasa yang sesungguhnya, bukan tes tentang sistem bahasa dan dalam

keadaan terisolasi. Kedua jenis tes ini sama-sama menekankan pentingnya tes kemampuan berbahasa

(kinerja bahasa, performansi bahasa), dan bukan tes terhadap unsur-unsur bahasa (diskret). Tampaknya,

adanya perbedaan itu lebih disebabkan oleh penamaan yang diberikan oleh orang yang berbeda. Tes

komunikatif atau tes kompetensi komunikatif terlihat lebih ketat memprasyaratkan adanya konteks

pemakaian bahasa.

Tes komunikatif dilakukan sejalan dengan penggunaan pendekatan komunikatif dalam pembelajaran

bahasa. Pendekatan ini menekankan pada pembelajaran bahasa sesuai dengan fungsi-fungsi bahasa

untuk keperluan berkomunikasi. Penggunaan bahasa (atau komunikasi dengan bahasa) dapat bersifat

Page 7: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

aktif-reseptif (menyimak, membaca) dan aktif-produktif (berbicara, menulis). Dalam sebuah tes

komunikatif terlibatkan semua aspek bahasa (whole language) sebagaimana halnya orang

berkomunikasi yang juga melibatkan seluruh unsur kebahasaan. Penggunaan bahasa yang otentik

(authentic language) menjadisemacam keniscayaan, dan itu juga terlihat dalam tes bahasa. Bahasa

otentik adalah bahasa yang dijumpai dalam penggunaan bahasa yang sesungguhnya dalam

berkomunikasi sehari-hari. Hal yang demikian sebenarnya juga menjadi tuntutan tes pragmatik.

Wujud tes komunikatif adalah tes pemahaman dan penggunaan bahasa dalam konteks yang jelas; jadi

ia berupa tes kemampuan berbahasa (skills). Konteks haruslah dikreasikan sedemikian rupa dengan

melibat berbagai faktor penentu sehingga pembelajar tahu apa wujud bahasa yang mesti dipergunakan

sesuai dengan konteks itu. Misalnya, tes pemahaman terhadap sebuah dialog (menyimak), maka harus

dapat dikenali siapa yang berbicara, bagaimana situasi, topik pembicaraan, dan lain-lain. Tes terhadap

komponen bahasa, misalnya kosakata atau struktur, jika diperlukan, boleh dilakukan tetapi tetap harus

berdasarkan konteks; hal ini misalnya terkait dengan tujuan remidial . Artinya, kosakata dan struktur itu

diambil dari konteks tertentu. Dalam tes prakomunikatif, terutama dalam tes pembelajaran bahasa

asing, tes komponen kebahasan tentu masih diperlukan.

6) Tes Otentik

Sebagaimana halnya portofolio, sejak era KBK/KTSP, penilaian otentik (authetic assessment) kini

sedang naik daun. Dalam arti disarankan dan banyak digunakan untuk mengukur hasil pembelajaran

khususnya pembelajaran bahasa. Portofolio juga merupakan salah bentuk penilaian otentik. Penilaian

otentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa

dalam rangkaian KBM dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya

berdasarkan hasil akhir (produk) saja.

Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama KBM sehingga penilaiannya haruslah

dilakukan selama dan sejalan dengan berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Sejalan dengan teori

Bloom, penilaian haruslah mencakup ranah kognitif,afektif, dan psikomotorik. Cara penilaian juga

bermacam-macam, nontes dan tes dan kapan saja Misalnya dengan cara: tes (ulangan), penugasan,

wawancara, pengamatan, angket, catatan lapangan/harian, portofolio, dan lain-lain. Penilaian yang

dilakukan lewat berbagai cara (model), menyangkut berbagai ranah, serta meliputi proses dan produk

inilah yang kemudian disebut sebagai penilaian otentik. Otentik dapat berarti dan sekaligus menjamin

objektivitas, bersifat nyata dan konkret, benar-benar hasil tampilan siswa, serta akurat dan bermakna.

Page 8: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Tes otentik dapat dimaknakan bermaca-macam, tergantung oleh siapa dan untuk lingkup apa, namun

umumnya bersifat saling melengkapi. Penilaian otentik menunjuk pada pemberian tugas kepada

pembelajar untuk menampilkan kemampuannya mempergunakan bahasa target secara bermakna dan

kemudian dinilai. Authentic assessment: a form of assessment in which students are asked to perform

real-world tasks that demonstrate meaningful application of essential knowledge and skills (John

Mueller, 2008). Authentic assessment: performance assessment call upon the examinee to demonstrate

specific skills and competencies, that is, to aplly the skills and knowledge they have mastered (Richard

J. Stiggins, 1987).[3]

Bagaimana Tes Tradisional dengan Tes Otentik?

Penilaian tes tradisional lebih banyak menanyakan penguasaan pengetahuan lewat bentuk-bentuk tes

objektif. Karakteristik tes tradisional menurut Mueller (2008): misi sekolah adalah mengembangkan

warga negara yang produktif. Untuk menjadi warga negara produktif, seseorang harus menguasai

disiplin keilmuan dan keterampilan tertentu. Maka, sekolah mesti mengajarkan siswa disiplin keilmuan

dan keterampilan tersebut. Untuk mengukur keberhasilan pembelajaran, guru harus mengetes siswa

untuk mengetahui tingkat penguasaan keilmuan dan keterampilan itu. The curriculum drives

assessment; the body of knowledge is determined first.

Karakteristik tes otentik: misi sekolah adalah mengembangkan warga negara yang produktif . Untuk

menjadi warga negara produktif, seseorang harus mampu menunjukkan penguasaan melakukan sesuatu

secara bermakna dalam dunia nyata. Maka, sekolah mesti mengembangkan siswa untuk dapat

mendemonstrasikan kemampuan/keterampilan melakukan sesuatu. Untuk mengukur keberhasilan

pembelajaran, guru harus meminta siswa melakukan aktivitas tertentu secara bemakna yang

mencerminkan aktivitas di dunia nyata. Assessment drives the curriculum; the teachers first determine

the tasks that student will perform to demonstrate their mastery.

Traditional Test Authentic Assessment

Selecting a Response Performing a Task

Contrived Real-life

Recall/Recognition Construction/Application

Teacher-structured Student-structured

Indirect Evidence Direct Evidence

Page 9: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Lantas Mana yang Lebih Baik Digunakan?

John Mueller (2008) dalam Nurgiantoro (2009) menyebutkan sedikitnya ada empat alasan mengapa

kita perlu menggunakan penilaian otentik: 1) Authentic Assessments are Direct Measures; 2) Authentic

Assessments Capture Constructive Nature of Learning; 3) Authentic Assessments Integrate Teaching,

Learning and Assessment; dan 4) Authentic Assessments Provide Multiple Paths to Demonstration.[4]

Authentic Assessment: Students are asked to perform real-world tasks that demonstrate meaningful

application of essential knowledge and skills

Langkah-langkah pertimbangan pengembangan penilaian otentik dapat dilakukan dengan menjawab

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

Tes Otentik Kebahasaan

Penilaian otentik hasil pembelajaran bahasa tentulah juga terkait dengan fungsi bahasa yang

sebagai sarana berkomunikasi. Jadi, ia lebih terkait penilaian kompetensi komunikatif daripada

kompetensi linguistik. Dalam penilaian model ini, siswa dituntut untuk benar-benar menghasilkan

bahasa sebagaimana halnya dalam komunikasi sehari-hari dengan mempertimbangkan berbagai faktor

pragmatik. Faktor pragmatik itu bermacama-macam: situasi (tingkat keformalan penuturan, tujuan,

lawan tutur, substansi tuturan, saluran komunikasi, dll.). Dalam situasi nyata, orang berbahasa tidak

sekadar demi bahasa itu sendiri, melainkan karena ada sesuatu yang ingin dikomunikasika.

Jadi, faktor gagasan (substansi penuturan) yang terkandung dalam penuturan mesti ada dan

harus dipertimbangkan dalam penilaian. Selain itu, tingkat keformalan (formal—nonformal) juga amat

menentukan. Dari sinilah kemudian muncul istilah: berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Baik

berarti sesuai dengan faktor pragmatik, benar sesuai dengan kaidah. Namun, yang lebih disarankan

untuk diujikan di sekolah dalam bentuk tugas-tugas yang harus dilakukan siswa/mhs adalah produksi

bahasa yang benar. Lewat cara itu pengetahuan kebahasaan (kompetensi linguistik) siswa/mhs

Page 10: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

sekaligus dapat diketahui. Penggunaan bahasa Indonesia secara baik umumnya sudah teruji di luar

kelas.

Dengan demikian, penilaian ketepatan penggunaan bahasa, sekaligus juga berarti ketepatan

gagasan atau kebermaknaan. Tanpa keduanya, itu hanya berati belajar berbahasa dalam situasi

terisolasi, dan itu belum tentu dengan realitas kehidupan berbahasa di masyarakat atau, minimum

belum teruji. Pengungkapan hasil belajar bahasa tersebut sebenarnya dapat dilakukan dalam semua

mata kuliah. Bahkan juga lewat mata-mata kuliah nonkebahasaan dan kesastraan, misalnya lewat

berbagai tugas menulis. (Sebetulnya tugas-tugas menulis untuk mata-mata kuliah umum dapat juga

dipakai sebagai salah satu sumber data penilaian kemampuan berbahasa mahasiswa. . Namun, yang

paling praktis dan terlihat lebih konkret adalah lewat mata-mata kuliah keterampilan berbahasa. Jadi,

dapat secara lisan atau tertulis.

Bagaimana perbandingan bobot penyekoran antara unsur bahasa dan gagasan? Secara sederhana

penilaian berbahasa secara otentik dapat dibedakan secara dikhotomis ke dalam unsur bentuk (bahasa)

dan isi (gagasan). Jawabannya adalah tergantung level pembelajar yang akan dinilai dan jenis karya

yang dinilai. Semakin tinggi level mereka, misalnya mahasiswa tingkat tinggi, semakin tinggi pula skor

bobot unsur gagasan. Jenis karya seperti skripsi dan laporan penelitian, bobot unsur gagasan mestinya,

lebih tinggi. Tugas mengarang yang bertujuan melatih kemampuan menulis siswa/mhs, bobot unsur

bahasa yang lebih tinggi, atau minimun sama

Perbandingan unsur bahasa dan gagasan itu misalnya: 75: 25; 70:30; 65:35; 60:40; 55: 45; 50:50;

45:55; 40:60; 35:65; 30:70; 25:75; 20:80.

Unsur substansi (isi, gagasan) dan bentuk (aspek kebahasaan dan ejaan) tersebut haruslah

dirinci ke dalam sub-subunsur. Sub-subunsur ini merupakan kriteria dan atau indikator yang secara

nyata akan dinilai tingkat capaiannya. Tiap kriteria diikuti skor yang menunjukkan tingkat capaian,

misalnya 1-5. Untuk memudahkan penilaian biasanya digunakan rubrik. Rubrik adalah sebuah skala

penyekoran (scoring scale) yang dipergunakan untuk menilai kinerja subjek didik untuk tiap kriteria

terhadap tugas-tugas tertentu. Rubrik dapat digunakan untuk menilai berbagai tampilan kinerja

berbahasa siswa, termasuk kinerja bersastra. Ada bermacam model rubrik, dan di bawah dicontohkan

rubrik untuk untuk menilai kemampuan berbicara.

Masalah yang Sering Muncul

Page 11: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Tes bahasa seperti apa atau yang bagaimana yang mesti kita kembangkan? Jika telah muncul teori atau

cara baru, teori/cara sebelumnya sering terlihat tidak cocok atau ketinggalan. Pada prinsipnya, semua

jenis tes di atas dapat dipergunakan tergantung pada tujuan (kompetensi!) yang akan diukur

capaiannya. Dalam kasus jenis bahasa, penamaan itu sebenarnya mengandung unsur tumpang tindih,

tergantung siapa yang mempergunakannya mula-mula. Bukankah sebenarnya tes pragmatik, tes

komunikatif, dan tes otentik mempunyai banyak kesamaan

Tes tradisional pun dapat digunakan secara berdampingan dengan tes otentik. Di fakultas bahasa dan

sastra, mahasiswa tidak hanya dibelajarkan mempergunakan bahasa, tetapi juga pengetahuan tentang

bahasa (mhs harus menguasai sistem bahasa target). Sistem bahasa target (kompetensi linguistik) =

disiplin keilmuan = tepat dites dengan cara tradisional. Kemampuan mempergunakan bahasa target

secara meaningful (kompetensi komunikatif) = proficient at performing meaningful the tasks = tepat

dites dengan cara otentik. Jadi, tergantung mata kuliah yang diampu masing-masing dosen: MK

keilmuan atau MK keterampilan.

Tes yang dipergunakan di sekolah atau PT mestinya tidak lepas dari kurikulum yang sedang berlaku.

Dewasa ini di dunia pendidikan Indonesia, orang baru bersibuk-sibuk ria dengan KBK/KTSP.

Kurikulum tersebut menekankan pentingnya capaian kompetensi untuk melakukan sesuatu sesuai

dengan mata pelajaran . Jadi, tekanannya adalah proficient at doing something, dan itu berarti (=)

penggunaan tes otentik ditekankan. Jadi, mata-mata kuliah yang lebih bernuansa teori, di samping

mempergunakan tes-tes tradisional, ada baiknya juga memberikan tugas-tugas tertentu yang bernuansa

tes otentik. Mata-mata kuliah keterampilan tentu harus mempergunakan tes otentik, tetapi untuk

keperluan diagnosis & perbaikan kesalahan, tes kompetensi linguistik (teoretis) dapat juga

dimanfaatkan.

Tes Sastra

Walau bermediakan bahasa, teks kesastraan tidak semata-mata berurusan dengan bahasa, karena ada

unsur-unsur lain, misalnya keindahan, yang mesti juga diapresiasi. Unsur-unsur lain itu hanya dapat

diperoleh, dirasakan, atau dinikmati jika kita/mhs/siswa membaca secara langsung teks kesastraan .

Maka, tugas dan penilaian yang berkaitan dengan pembacaan langsung teks-teks itu harus menjadi

prioritas utama. Tugas dan tes harus ditekankan pada hal-hal yang menuntut siswa untuk benar-benar

“memperlakukan” teks-teks kesastraan. Istilah memperlakukan dapat dioperasionalkan menjadi:

Page 12: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

membaca, memahami, memparafrase, menganalisis, menuliskan kembali, membuat, menulis resensi,

dll tergantung indikator yang dibuat. Ada baiknya setiap mata kuliah mewajibkan mhs harus membaca

dan membuat laporan sekian puluh teks kesastraan. Selain itu, penilaian lewat karya nyata mhs,

misalnya lewat publikasi di media massa, harus sudah diketengahkan.

Untuk kegiatan pembelajaran & penilaian di kelas, kita dihadapkan pada kenyataan teks-teks

kesastraan lazimnya panjang shg tidak mudah “memperlakukan”-nya di sekolah, kecuali puisi. Untuk

itu, tugas-tugas yang “memperlakukan” novel, cerpen, cer1ta klasik, drama yang relatif panjang

sebaiknya dilakukan di luar jam pelajaran sebagai tugas rumah. Tugas yang diberikan harus jelas, harus

mengapakan teks kesastraan itu dan sedapat mungkin melibatkan berbagai genre (fiksi, puisi, cerita

lama, teks drama). Misalnya: meringkas cerita/membuat sinopsis, menganalisis unsur karakter/moral,

membuat parafrase, menulis dengan sudut pandang lain, menulis resensi, dll termasuk menghadiri

pementasan drama atau baca puisi di tempat tertentu. Hasil kerja siswa sebagian harus dibaca dan

diberi tanggapan. Tanggapan tidak menyalahkan siswa karena akan mematikan motivasi, tetapi lebih

mempertanyakan argumentasi. Penilaian kesastraan haruslah diusahakan yang berkadar apresiatif tinggi

atau paling tidak sedang walau dengan bentuk ujian objektif (PG).

2.1.2 Bentuk-bentuk tes kebahasaan

Sesuai dengan ranah keterampilan berbahasa, bentuk tes kebahasaan diterapkan dalam keterampilan

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

2.1.2.1 Tes Menyimak

2.1.2.1.1 Konsep Menyimak

Dalam kegiatan sehari-hari, menyimak adalah salah satu kegiatan yang sangat penting selain

keterampilan yang lainnya. Kegiatan menyimak juga dapat menambah ilmu atau wawasan yang belum

dimiliki di antaranya melalui radio, tv, atau langsung dari nara sumbernya. Jadi menyimak memegang

peranan penting setelah itu barulah keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Dalam proses

belajar mengajar, menyimak sering diabaikan karena tanpa diajarkan pun keterampilan ini dilakukan.

Sebenarnya apabila kita memahami konsep menyimak, apapun yang dilakukan tampaknya selalu ada

proses menyimaknya. Kenyataan ini terjadi di segala sektor kehidupan. Melalui proses menyimaklah

seseorang mengenal konsep segala informasi baik berupa ilmu pengetahuan maupun hal-hal lain yang

belum kita kenal.

Page 13: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Dalam kegiatan belajar-mengajar, kita ketahui bahwa kompetensi yang dimiliki guru Sekolah

Menengah Pertama sudah ada karena guru SMP adalah mata pelajaran, artinya setiap guru hanya

bertanggung jawab pada satu mata pelajaran atau bidang studi saja. Berangkat dari dasar pemikiran ini

seharusnya guru pada jenjang ini dapat menghasilkan anak didik yang lebih baik sesuai dengan harapan

masyarakat. Tetapi apa yang kita lihat di lapangan sekarang? Kemampuan anak didik kita jauh dari

harapan yang diharapkan, khususnya dalam kemampuan menyimak. Apakah penyebabnya?

Apakah karena kompetensi guru yang terbatas mengakibatkan pada proses belajar-mengajar kurang

baik sebab guru tidak dapat menentukan mana yang betul dan yang salah, atau siswa kurang meminati

pelajaran Bahasa Indonesia karena tanpa belajar pun siswa sudah mengetahuinya. Sebaiknya guru

dalam melakukan proses belajar-mengajar harus mempunyai kompetensi dan menguasai metode,

pendekatan, atau teknik sebab apabila guru tidak memiliki kemampuan tersebut di atas maka proses

pembelajaran yang dilaksanakan akan gagal. Artinya konsep yang akan disampaikan atau yang harus

dikuasai siswa tidak jelas. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis mencoba memaparkan teori

menyimak yang harus dikuasai oleh seorang guru Bahasa Indonesia agar saat melakukan proses

pengajaran dapat berhasil dengan baik.

2.1.2.1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan utama dari makalah ini adalah untuk memberikan atau gambaran dasar-dasar untuk

memperoleh keterampilan menyimak yang bersifat reseptif agar siswa guru yang diajak menyimak

dengan mudah daopat memahami apa yang dimaksudkan oleh pembicaranya. Oleh sebab itu dalam

menyimak hal yang pertama yang harus diperhatikan adalah konsentrasi, pengalaman, dan

pengetahuan.

Latihan menyimak dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan dalam memehami ilmu yang

lainnya karena dengan menyimaklah seseorang mendapatkan informasi baik dari TV, radio, maupun

langsung dari nara sumber. Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari keterampilan menyimak adalah

lancar berbicara sebab seseorang lancar berbicara apabila ia mempunyai pengetahuan dan pengalaman

yang luas.

Dengan demikian, keterampilan menyimak akan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat pada

umumnya dan siswa pada khususnya. Sebab dengan keterampilan menyimak akan mengembangkan

Page 14: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

kesanggupan kita untuk dapat mempengaruhi orang lain dalam mengembangkan kontrol sosial yang

diinginkan.

2.1.2.1.3 Pengertian Menyimak

Menyimak menurut Tarigan, adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan

dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi,

menangkap isi serta memahami makna komunikasi yang disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran

atau bahasa lisan. Underwood mendefinisikan menyimak adalah kegiatan mendengarkan atau

memperhatikan baik-baik apa yang diucapkan orang, menangkap dan memahami makna dari apa yang

didengar. Jadi dengan demikian menyimak adalah keterampilan dalam mencari makna dari bunyi-bunyi

dan pola-pola kalimat yang sampai ke telinga.

Bauer mengemukakan menyimak adalah kemampuan seseorang untuk menyimpulkan makna suatu

wacana lisan yang didengar tanpa harus menerjemahkan kata demi kata. Selanjutnya Urbana

mengatakan menyimak adalah suatu proses penulisan bahasa yang dimaknai ke dalam pikiran

(Listening the process by which spoken language is converted to meaning in the mind). Jika demikian,

maka menyimak adalah proses bahasa yang terdiri dari bunyi-bunyi yang dimaknai atau dipahami yang

diproses lewat pikiran atau syaraf pendengaran seseorang.

2.1.2.1.4 Tahap–Tahap Menyimak

Secara garis besar terdapat sembilan tahap menyimak, mulai dari yang tidak berketentuan sampai

kepada yang bersungguh-sungguh. Adapun tahap-tahapnya adalah sebagai berikut.

1) Menyimak secara sadar

Menyimak ini bersifat berkala, hanya terjadi saat siswa merasakan terlibat langsung dalam

pembicaraan.

2) Menyimak berseling atau ada gangguan

Menyimak ini terjadi saat siswa mendengarkan secara intensif tetapi bersifat sementara atau dangkal.

3) Setengah mendengarkan

Saat mendengarkan, siswa menunggu kesempatan untuk mengekspresikan isi hatinya, mengutarakan

apa yang terpendam dalam hatinya.

4) Menyimak bersungguh-sungguh

Menyimak secara asyik dan nyata selama pemahaman pasif yang sesungguhnya.

Page 15: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

5) Menyimak sekali-kali

Pada saat menyimak, perhatian penyimak bergantian dengan keasyikan dengan gagasan yang

dikandung oleh kata-kata sang pembicara ke dalam hati dan pikiran penyimak.

6) Menyimak sosiatif

Pada saat menyimak, penyimak mengingat pengalaman pribadi sehingga sang penyimak benar-benar

tidak memberikan reaksi terhadap pesan yang disampaikan oleh pembicara.

7) Menyimak secara berkala

Saat menyimak reaksi penyimak terhadap pembicara secara berkala dengan membuat komentar atau

membuat pertanyaan.

8) Menyimak secara saksama

Menyimak secara saksama dan sungguh-sungguh mengikuti jalan pikiran sang pembicara.

9) Menyimak secara aktif

Menyimak untuk mendapatkan serta menemukan pikiran dan pendapat sang pembicara (Tarigan, 1989,

4 ).

2.1.2.1.5 Sasaran Menyimak

Maksud utama menyimak menurut Logan adalah untuk menangkap, memahami atau menghayati pesan

ide gagasan yang tersirat pada bahan simakan. Tujuan yang bersifat umum tersebut dapat dipecah-

pecah menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek tertentu yang ditekankan. Adapun tujuan

menyimak menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut.

1) Mendapatkan fakta

Mendapatkan fakta dapat dilakukan melaui penelitian, riset, eksperimen, dan membaca. Cara lain yang

dapat dilakukan adalah menyimak melalui radio, tv, dan percakapan.

2) Menganalisis fakta

Fakta atau informasi yang telah terkumpul dianalisis. Kaitannya harus jelas pada unsur-unsur yang ada,

sebab akibat yang terkandung di dalamnya. Apa yang disampaikan penyimak harus dikaitkan dengan

pengetahuan dan pengalaman penyimak dalam bidang yang sesuai.

3) Mendapatkan inspirasi

Page 16: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Dapat dilakukan dalam pertemuan ilmiah atau jamuan makan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan

ilham. Penyimak tidak memerlukan fakta baru. Mereka yang datang diharapkan untuk dapat

memberikan masukan atau jalan keluar berkaitan dengan masalah yang dihadapi.

4) Menghibur diri

Para penyimak yang datang untuk menghadiri pertunjukkan sandiwara, musik untuk menghibur diri.

Mereka itu umumnya adalah orang yang sudah jenuh atau lelah sehingga perlu menyegarkan fisik,

mental agar kondisinya pulih kembali.

2.1.2.1.6 Jenis-jenis Menyimak

Menurut Dawson dalam Tarigan (2004) jenis menyimak dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian,

yaitu:1) menyimak ekstensif; dan 2) menyimak intensif.

1) Menyimak ekstensif

Menyimak ekstensif merupakan kegiatan menyimak yang berhubungan dengan hal-hal yang umum dan

bebas terhadap suatu bahasa. Dalam prosesnya di sekolah tidak perlu langsung di bawah bimbingan

guru. Pelaksanaannya tidak terlalu dituntut untuk memahami isi bahan simakan. Bahan simakan perlu

dipahami secara sepintas, umum, garis besarnya saja atau butir-butir yang penting saja.

Jenis menyimak ekstensif dapat dibagi empat: a) menyimak sekunder, yaitu menyimak sejenis

mendengar secara kebetulan, maksudnya menyimak dilakukan sambil mengerjakan sesuatu; b)

menyimak estetik, yaitu kegiatan menymak yang memosisikan penyimak duduk terpaku menikmati

suatu pertunjukkan misalnya, lakon drama, cerita, puisi, baik secara langsung maupun melalui radio.

Secara imajinatif penyimak ikut mengalami, merasakan karakter dari setiap pelaku; c) menyimak pasif,

yaitu penyerapan suatu bahasa tanpa upaya sadar yang biasanya menandai upaya penyimak pada saat

belajar dengan teliti; dan d) menyimak sosial, yaitu kegiatan menyimak yang berlangsung dalam situasi

sosial, misalnya orang mengobrol, bercengkrama mengenai hal-hal menarik perhatian semua orang dan

saling menyimak satu dengan yang lainnya, untuk merespon yang pantas, mengikuti bagian-bagian

yang menarik dan memperlihatkan perhatian yang wajar terhadap apa yang dikemukakan atau

dikatakan orang.

2) Menyimak intensif

Menyimak untuk jenis ini bahan-bahan yang disimak harus dipahami serta dirinci, diteliti dan lebih

mendalam. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan, bimbingan dari guru. Adapun yang tergolong

menyimak intensif ada lima yaitu a) menyimak kritis, yaitu menyimak dengan cara ini bertujuan untuk

Page 17: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

memperoleh fakta yang diperlukan. Penyimak menilai gagasan, ide, informasi dari pembicara; b)

menyimak konsentratif, yaitu kegiatan untuk menelaah pembicaraan/hal yang disimaknya. Hal ini

diperlukan konsentrasi penuh dari penyimak agar ide dari pembicara dapat diterima dengan baik; c)

menyimak kreatif, yaitu kegiatan menyimak yang mempunyai hubungan erat dengan imajinasi

seseorang. Penyimak dapat menangkap makna yang terkandung dalam puisi dengan baik karena ia

berimajinasi dan berapresiasi terhadap puisi itu; d) menyimak interogatif, yaitu kegiatan menyimak

yang menuntut konsentrasi dan selektivitas, pemusatan perhatian karena penyimak akan mengajukan

pertanyaan setelah selesai menyimak; dan e) menyimak eksploratori, yaitu menyimak penyelidikan,

sejenis menyimak dengan tujuan menemukan hal-hal baru yang menarik, informasi tambahan

mengenai suatu topik, dan isu, pergunjingan atau buah bibir yang menarik.

2.1.2.1.7 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Menyimak

Menurut Tarigan (2006) ada empat faktor untuk menentukan keberhasilan menyimak yaitu:

1) Faktor Pembicara

Ada enam tuntutan yang harus dipenuhi pembicara yaitu a) penguasaan materi, dalam arti pembicara

harus menguasai materi yang akan disampaikan. Pembicara dalam menyampaikan materi harus

menguasai, memahami, menghayati apa yang disampaikan pada penyimak; b) berbahasa baik dan

benar, dalam oengertian pembicara dalam menyampaikan isi pembicaraan harus menggunakan ucapan

yang jelas, intonasi yang tepat, kalimat yang sederhana dan istilah yang tepat. Selain itu isi

pembicaraan harus sesuai dengan tarap penyimaknya; c) percaya diri, maksudnya pembicara harus

percaya diri, tampil dengan mantap serta menyakinkan penyimak; d). berbicara sistematis, dalam arti

pembicaraan yang disampaikan harus sistematis dan bahan yang disampaikan mudah dipahami; e) gaya

menarik, dengan maksud pembicara harus tampil menarik dan simpatik, tidak bertingkah laku

berlebihan karena akan membuat penyimak beralih dari isi pesan ke tingkah laku yang dianggap aneh;

dan f) kontak dengan penyimak, maksudnya dalam berbicara, pembicara harus kontak dengan

penyimak dan menghargai, menghormati serta menguasai para penyimak.

3) Faktor Pembicaraan, maksudnya topik yang dikemukakan harus aktual sehingga pembicaraan

yang disampaikan terasa baru atau hangat, karena ini akan menarik dan diminati oleh penyimaknya, Di

sisi lain materi yang dibicarakan bermakna dan berguna bagi penyimaknya Dalam hal ini setiap materi

yang disampaikan tidaklah semua bermakna bagi penyimaknya, ini tergantung dari kebutuhan

penyimaknya. Slain itu gagasan disampaikan secara sistematis sehingga mudah dipahami oleh

Page 18: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

penyimaknya.Faktr berikutnya adalah seimbang, dalam arti taraf kesukaran pembicaraan harus

seimbang dengan taraf kemampuan

4) Situasi, maksudnya berhubungan dengan aspek ruangan atau tempat, waktu, suasana, dan

peralatan. Dalam menyimak, ruangan perlu diperhatikan yaitu ruangan yang memenuhi persyaratan.

Misalnya penerangan, tempat duduk, tempat pembicara, luas ruangan dan alat-alatnya. Waktu sangat

penting dalam menyimak karena ini akan mempengaruhi si penyimak. Pilihlah waktu yang tepat

misalnya; pada pagi hari saat menyimak masih segar dan rileks. Suasana dan lingkungan yang tenang

serta nyaman sangat mempengaruhi proses menyimak. Apabila suasana kurang tenang, maka proses

penyimakan pun kurang berhasil dengan baik. Peralatan yang digunakan dalam menyimak harus

mudah dioperasikan karena kalau tidak dapat digunakan dan tidak baik akan mengganggu penyimak.

5) Penyimak, maksudnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut diri si penyimak,

yaitu kondisi, konsentrasi, tujuan, dan minat. Dalam menyimak, kondisi dan mental penyimak harus

baik karena ini sangat menunjang dalam menyimak. Penyimak harus memusatkan perhatian terhadap

bahan simakan. Hindari hal-hal yang mengganggu konsentrasi penyimak. Dalam menyimak, penyimak

harus mempunyai tujuan agar dalam merumuskan tujuan secara tegas mempunyai arah dan keinginan

dalam menyimak. Penyimak dalam menyimak harus berminat atau berusaha meminati. Bahan yang

disimak dikembangkan melalui bimbingan dan latihan yang intensif.

2.1.2.1.8 Ciri-ciri Penyimak yang Baik

Setiap manusia yang lahir dalam keadaan yang normal tentu sudah mempunyai potensi yang baik untuk

menyimak. Potensi ini perlu dipupuk dan dikembangkan melalui bimbingan dan latihan yang intensif.

Tetapi kebiasaan menyimak yang baik hendaknya dipahami oleh seorang penyimak, sehingga dapat

menghilangkan kebiasaan-kebiasaan tidak baik yang mereka lakukan dalam proses menyimak.

Menurut Anderson berikut ini ciri-ciri penyimak yang baik adalah siap secara fisik dan mental,

konsentrasi, bermotivasi tinggi, objektif, menyimak secara uutuh, selektif, tidak mudah terganggu,

tidak emosional, cepat menyesuaikan diri dengan pembicara, bisa merangkum inti pembicaraan,

mampu memberikan penilaian, dan bersedia mendengarkan tanggapan.

Penyimak yang baik ialah penyimak yang betul-betul mempersiapkan diri untuk menyimak. Ia

memiliki kesiapan fisik dan mental misalnya, dalam kondisi yang sehat, tidak lelah, mental stabil, dan

pikiran jernih. Penyimak yang baik dapat memusatkan perhatian dan pikirannya terhadap apa yang

disimak. Bahkan ia dapat menghubungkan bahan yang disimak dengan apa yang sudah diketahui.

Page 19: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Penyimak yang baik mempunyai motivasi atau mempunyai tujuan tertentu. Misalnya; ingin menambah

pengetahuan, ingin mempelajari sesuatu. Ada tujuan atau motivasi ini tentunya untuk memotivasi

penyimak untuk sungguh-sungguh menyimak.

Penyimak yang baik adalah penyimak yang selalu tahu tentang apa yang sedang dibicarakan dan

sebaiknya penyimak selalu menghargai pembicara, walaupun pembicara kurang menarik

penampilannya atau sudah dikenal oleh penyimak. Penyimak yang baik akan menyimak secara utuh

atau keseluruhan. Si penyimak tidak hanya menyimak yang disukai tetapi menyimak secara

keseluruhan. Penyimak yang baik dapat memilih bagian-bagian yang dianggap penting dari bahan

simakan. Tidak semua bahan simakan diterima begitu saja, tetapi ia dapat menentukan bagian yang

dianggap penting. Penyimak yang baik tidak mudah terganggu oleh suara-suara yang lain di luar bunyi

yang disimaknya. Andaikata ada gangguan yang membedakan perhatiannya, dengan cepat ia kembali

kepada bahan yang disimaknya. Penyimak yang baik adalah penyimak yang menghargai pembicara.

Penyimak tidak boleh menganggap remeh terhadap pembicara. Penyimak yang baik dapat dengan cepat

menduga ke arah mana pembicaraan bahkan mungkin ia dapat menduga garis besar isi pembicaraan.

Penyimak yang baik dapat menyimak dengan baik terhadap pokok pembicaraan serta dapat

mengendalikan emosinya dan tidak mencela pembicara.

Penyimak yang baik mencoba mengadakan kontak dengan pembicara. Misalnya dengan

memperhatikan pembicara, memberikan dukungan kepada pembicara melalui mimik, gerak atau

ucapan tertentu. Penyimak yang baik dapat menangkap isi pembicaraan atau bahan simakan. Misalnya

dengan membuat rangkuman dan menyajikan atau menyampaikannya sesudah selesai menyimak.

Namun perlu diingat, selama menyimak jangan hanya asyik membuat catatan-catatan. Apabila

mencatat semua yang diucapkan atau semua yang disampaikan pembicara, sehingga pesan pembicara

tidak lagi dapat dipahami. Penyimak yang baik ialah proses penilaian terhadap materi yang

disampaikan. Pada saat ini penyimak mulai menimbang, memeriksa, membandingkan apakah pokok-

pokok pikiran yang dikemukakan si pembicara dikaitkan atau dihubungkan dengan pengalaman atau

pengetahuan si penyimak, sehingga ia dapat menilai kekuatan bahan simakan tersebut. Bagian terakhir

dari proses menyimak ialah mengevaluasi bahan simakan. Penyimak mengemukakan tanggapan atau

reaksi misalnya, dengan mengemukakan komentar. Reaksi akan terlihat dalam bentuk bahasa dan

terpancar dari ucapan-ucapan yang pendek seperti; wah, menarik sekali, bagus, setuju, sependapat dan

sebagainya.

Page 20: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

2.1.2.1.9 Cara Meningkatkan Prilaku Menyimak

Menurut Mc. Cabe dan Bender dalam Tarigan, ada beberapa langkah untuk meningkatkan keterampilan

menyimak, antara lain menerima keanehan sang pembicara. Penyimak rela atau mau menerima

keanehan atau keganjilan yang terdapat pada penampilan pembicara. Penyimak juga tidak berpura-

pura menyimak pikirannya telah melayang ke mana-mana. Pilihlah tempat yang memungkinkan untuk

menyimak lebih baik, jangan memilih tempat duduk dekat pintu tempat para partisipan keluar masuk.

Dalam menyimak sebaiknya apa yang disimak harus dicatat inti-intinya saja. Catatan yang baik dan

bermutu tidak tergantung pada panjangnya catatan, tetapi pada ketepatan memilih butir-butir gagasan

yang penting dalam kalimat.

Menetapkan tujuan khusus dalam menyimak akan membantu kita memusatkan perhatian pada kegiatan

menyimak. Andaikata kita menyimak mempunyai tujuan menangkap garis besar argumen utama sang

pembicara, maka sebaiknya kita memusatkan perhatian ke arah yang dituju. Kecepatan dalam

menyimak jauh lebih cepat daripada kecepatan berbicara. Oleh karena itu perlu direncanakan

penggunaan waktu secara diferensial. Arahakanlah penyimakan kepada sang pembicara dan

ramalkanlah ide-idenya yang baru. Gunakanlah waktu semaksimal mungkin untuk menyimak

pembicaraan yang sedang berlangsung. Dalam menyimak harus disadari kadangkala kita mereaksi

emosional, ini dapat mempengaruhi kegiatan menyimak. Oleh sebab itu kita harus menahan emosi

dengan cara memusatkan perhatian pada pembicaraan yang sedang berlangsung. Dalam menyimak

biasakanlah berlatih menyimak bahan atau materi sulit yang diutarakan pembicara. Perluaslah wawasan

dengan menerima tantangan karena dengan tantangan maka pengetahuan akan bertambah.

Menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang pertama kali dikuasai anak sebelum menguasaai

keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Keterampilan menyimak pada hakikatnya lebih

bersifat kognitif dengan aspek yang lebih tinggi. Kemampuan ini mencakup menerima, menganalisis,

memahami, dan menyimpulkan informasi lisan yang disampaikan dalam bahasa target.

Teknik evaluasi yang dapat dilakukan dipaparkan berikut.

1) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu informasi sederhana (fonem, nama sesuatu, jumlah,

keadaan sesuatu, peristiwa, dan lain-lain)

2) Menyebutkan/menuliskan kembali deskripsi atau uraian suatu peristiwa, benda, keadaan, sebab

akibat, dan lain-lain.

3) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu hal (kelahiran, pengalaman kawan-kawan, dan lain-lain).

Page 21: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

4) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu cerita.

5) Menyimpulkan suatu percakapan.

6) Menjawab suat pertanyaan dari suatu soal (objektif, esai berstuktural, atau esai bebas).

7) Menyimpulkan tema dan unsur-unsur lainnya dari sebuah cerita.

8) Memperbaiki ucapan-ucapan yang salah yang tidak sesuai dengan bahasa target.

Tes menyimak adalah tes yang tidak hanya untuk mengetahui apakah seseorang mendengarkan atau

tidak, tetapi juga untuk mengukur kemampuan seseorang memahami bahasa lisan yang didengarnya.

Sampel yang disimakkan dalam tes ini dapat berupa satu kalimat perintah, pertanyaan, atau pernyataan

tentang fakta; juga berupa simulasi percakapan singkat atau uraian wacana ekspositori. Namun, apapun

hakikat sampel itu, peserta tes (subjek) dituntut secara serentak (simultan) menanggapi ”sinyal”

fonolofis, gramatikal, dan leksikal; dengan jawaban mereka menunjukkan sejauh mana mereka dapat

menangkap makna dari unsur yang disinyalkan bila digunakan dalam komunikasi verbal

(Harris,1969;35).

Tes menyimak dapat disesuaikan dengan tingkatannya, yaitu tes menyimak tingkat marjinal atau

deskriptif, tes menyimak tingkat apresiatif, tes menyimak tingkat komprehensif, tes menyimak tingkat

kritis, dan tes menyimak tingkat terapis. Tes menyimak tingkat marjinal bertujuan untuk mengetahui

tingkat kepekaan pebelajar dalam membedakan suara dan untuk mengembangkan kepekaan pada

komunikasi nonverbal. Tes menyimak apresiatif bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan

pebelajar dalam menangkap dan memehami bahan simakan yang berhubungan dengan perasaan dan

emosi sehingga dalam pelaksanaannya, pebelajar diberi bahan simakan yang bersifat

menyenangkan,misalnya: drama, puisi, lagu, cerita, dan sebagainya.

Tes menyimak komprehensif bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman pebelajar terhadap pesan

yang disimak. Tes menyimak kritis bertujuan untuk mengetahui pemahaman pebelajar terhadap bahan

simakan yang dilanjutkan dengan memberi evaluasi, sedangkan tes menyimak terapis bertujuan untuk

menyembuhkan seseorang, yang biasa dilakukan oleh seorang psikolog.

2.2 Tes Berbicara

2.2.1 Pengantar

Page 22: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Berbicara adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa. Aspek-aspek keterampilan bahasa lainnya

adalah menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara

dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.

Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembicara yang baik mampu

memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu

memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan. Berbicara dan menyimak

merupakan kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya berkaitan dengan bunyi bahasa. Dalam berbicara

seseorang menyampaikan informasi melalui suara atau bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak

seseorang mendapat informasi melalui ucapan atau suara. Berbicara dan menyimak merupakan dua

kegiatan yang tidak dapat di-pisahkan, kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian

pula kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara. Keduanya sama-sama penting dalam

komunikasi.

Manusia adalah mahluk sosial. Manusia baru akan menjadi manusia bila ia hidup dalam lingkungan

manusia. Kesadaran betapa pentingnya berbicara dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat dapat

mewujudkan bermacam aneka bentuk. Lingkungan terkecil adalah keluarga, dapat pula dalam bentuk

lain seperti perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga, dan sebagainya.

Setiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan

perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula menyampaikan

informasi-informasi yang diterimanya. Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai

kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga, dialog selalu

terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan antara anak-anak itu sendiri. Di luar lingkungan

keluarga juga terjadi pembicaraan antara tetangga dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan

kerja, teman perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di

pertemuan-pertemuan, bahkan terkadang terjadi adu argumentasi dalam suatu forum. Semua situasi

tersebut menuntut agar kita mampu terampil berbicara.

Berbicara berperan penting dalam pendidikan keluarga. Tata krama dalam pergaulan diajarkan secara

lisan. Adat kebiasaan, norma-norma yang berlaku juga seringkali diajarkan secara lisan. Hal ini berlaku

dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Berbicara merupakan keterampilan dalam

menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Penggunaan bahasa secara lisan dapat

pula dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung

Page 23: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

adalah sebagai berikut: (a) pelafalan; (b) intonasi; (c) pilihan kata; (d) struktur kata dan kalimat; (e)

sistematika pembicaraan; (f) isi pembicaraan; (g) cara memulai dan mengakhiri pembicaraan; dan (h)

penampilan.

Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan.

Kegiatan menyimak didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling

melengkapi dan berpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon,

tanya-jawab, interview, dan sebagainya. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi, tidak

ada gunanya orang berbicara bila tidak ada orang yang menyimak. Tidak mungkin orang menyimak

bila tidak ada orang yang berbicara. Melalui kegiatan menyimak siswa mengenal ucapan kata, struktur

kata, dan struktur kalimat.

Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat produktif, ekspresif

melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif

melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi. Bahan pembicaraan sebagian

besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin sering orang membaca semakin banyak informasi

yang diperolehnya. Hal ini merupakan pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan

kembali informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara.

Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua kegiatan itu berfungsi

sebagai penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan berbicara disalurkan melalui

bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan menulis disalurkan melalui bahasa

tulis. Informasi yang digunakan dalam berbicara dan menulis diperoleh melalui kegiatan menyimak

ataupun membaca. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan dalam kegiatan berbicara

menunjang keterampilan menulis. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan menunjang

keterampilan berbicara.

2.2.2 Bentuk Keterampilan Berbicara

Berdasarkan kegiatan komunikasi lisan, cakupan kegiatan berbicara sangat luas. Daerah cakupan itu

membentang dari komunikasi lisan yang bersifat informal sampai kegiatan komunikasi lisan yang

bersifat formal. Semua kegiatan komunikasi lisan yang melibatkan pembicara dan pendengar termasuk

daerah cakupan berbicara.

Page 24: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Daerah cakupan berbicara meliputi kegiatan komunikasi lisan sebagai berikut: (1) berceramah, (2)

berdebat, (3) bercakap-cakap, (4) berkhotbah, (5) bertelepon, (6) bercerita, (7) berpidato, (8)

bertukar pikiran, (9) bertanya, (10) bermain peran, (11) berwawancara, (12) berdiskusi, (13)

berkampanye, (14) menyampaikan sambutan, selamat, pesan, (15) melaporkan, (16) menanggapi, (17)

menyanggah pendapat, (18) menolak permintaan, tawaran, ajakan, (19) menjawab pertanyan, (20)

menyatakan sikap, (21) menginformasikan, (22) membahas, (23) melisankan (isi drama, cerpen, puisi,

bacaan), (24) menguraikan cara membuat sesuatu, (25) menawarkan sesuatu, (26) meminta maaf, (27)

memberi petunjuk, (28) memperkenalkan diri, (29) menyapa, (30) mengajak, (31) mengundang, (32)

memperingatkan, (33) mengoreksi, (34) tanya-jawab.[5]

2.2.3 Bentuk Tes Kemampuan Berbicara

Tes berbicara merupakan tes berbahasa untuk mengukur kemampuan testi dalam berkomunikasi

dengan bahasa lisan.

Tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara adalah sebagai berikut:

1) Tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar

Bentuk tes ini di sajikan dengan memberikan rangsangan berupa perangkat gambar yang merupakan

satu rangakaian cerita, dan testi diminta untuk menjawab pertanyaan sehubungan dengan rangkaian

gambar atau menceritakan rangakaian gambar.

2) Wawancara

Dipakai untuk mengukur kemampuan testi menggunakan bahasa dalam berkomunikasi. tes ini bisa

dipakai apabila testi memiliki kemampuan berbahasa yang cukup mewadahi.

3) Bercerita

Kemampuan berbicara yang berbentuk berbicara dapat dilakukan dengan cara meminta testi untuk

mengungkapkan sesuatu (pengalamannya atau topik tertentu).

4) Diskusi

Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan testi menyampaikan pendapat, mempertahankan

pendapat, serta menanggapi ide atau pikiran yang disampaikan oleh peserta diskusi yang lain secara

kritis.

5) Ujian terstruktur

Page 25: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Dapat dilakukan dengan cara membaca kutipan, mengubah kalimat, dan membuat kalimat. Dengan

tujuan untuk menguji kemampuan testi dalam menggunakan bahasa lisan.

2.2.4 Penilaian Kemampuan Berbicara

Penilaian kemampuan berbicara dapat dilakukan secara aspektual yaitu penilaian kemampuan oleh

aspek-aspek tertentu yang bersifat diskrit. penilaian komperhensif merupakan penilaian yang

difokuskan pada keseluruhan kemampuan berbicara secara menyeluruh, tidak dipotong-potong.

Keterampilan berbicara sangat komplek karena tidak hanya menuntut pemahaman terhadap masalah

yang akan diinformasikan, tetapi juga menuntut kemampuan menggunakan perangkat kebahasaan dan

nonkebahasaan. Evaluasi keterampilan berbicara dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan pebelajar

dalam menggunakan bahasa target secara lisan untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan

keberadaannya.

Teknik evaluasi yang dapat digunakan dipaparkan berikut.

1. Mengucapkan huruf, nama, keadaan dalam bahasa target.

2. Menceritakan kembali dialog, cerita, peristiwa yang didengar atau yang dibaca.

3. Menceritakan gambar.

4. Melakukan wawancara.

5. Menyampaikan pengalaman, peristiwa, ilmu pengetahuan seecara lisan.

6. Menjawab pertanyaan sederhana dan komplek.

7. Bermain peran.

Tes berbicara umumnya dianggap tes yang paling sukar. Salah satu sebabnya adalah bahwa hakikat

keterampilan berbicara itu sendiri sukar didefinisikan. Pengalaman dalam kenyataan menunjukkan

bahwa ada orang yang disebut pendiam, ada juga yang banyak bicara, tetapi kalau berbicara,

kualitasnya ditinjau dari segi pilihan kata, tata bahasa, dan penalarannya, orang yang termasuk banyak

bicara tadi belum tentu lebih baik. Orang yang pandai atau berpendidikan tinggi juga belum tentu

pembicara-annya lancar dan mudah dipahami.

Tes berbicara dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya tes jawaban terbatas, teknik

terbimbing, dan wawancara tentu saja semua itu dilaksanakan secara lisan dan individual. Dapat juga

Page 26: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

tes berbicara dilaksanakan secara tertulis dengan bentuk objektif yang dapat menunjukkan bukti-bukti

tidak langsung mengenai kemampuan bebicara seseorang. Hanya saja, tes bentuk ini kurang valid.

Nurgiyantoro (2009) membagi tes berbicara berdasarkan kriteria, yaitu (1) kriteria

penyelenggaraannya, dan (2) kriteria tingkatan yang dites. Berdasarkan kriteria penyelenggaraannya,

tes berbicara dibedakan menjadi dua, yakni: (a) tes berbicara secara terkendali, dan (b) tes berbicara

bebas. Berdasarkan kriteria tingkatan yang dites, tes berbicara dibedakan menjadi tiga, yakni: (a) tes

berbicara tingkat ingatan, (b) tes berbicara tingkat pemahaman, dan (c) tes berbicara tingkat penerapan.

2.3 Tes Kompetensi Kebahasaan Membaca

2.3.1 Pendahuluan

Tes biasanya diartikan sebagai alat yang dipergunakan untuk mendapatkan data terhadap seseorang

yang dinilai. Tes digunakan untuk memperoleh informasi tentang seseorang yang juga dipergunakan

untuk maksud pendidikan. Kegiatan membaca ada bermacam-macan di antaranya membaca cepat,

membaca sekilas, membaca keras, dan membaca pemahaman. Pembedaan jenis membaca itu dapat

didasarkan atas tujuannya atau teknisnya. Dalam tulisan ini, membaca yang dimaksud adalah membaca

pemahaman, atau membaca untuk memahami isi bacaan.

Bentuk tes membaca pemahaman meliputi; (1) tes membaca pemahaman literal, (2) tes membaca

pemahaman interpretatif, dan (3) tes pemahaman membaca kritis.

Tes kemampuan berbahasa yang bersifat aktif reseptif pada hakikatnya merupakan kemampuan atau

proses decoding, kemampuan untuk memahami bahasa yang dituturkan oleh pihak lain. Pemahaman

terhadap bahasa yang dituturkan oleh pihak lain tersebut dapat melalui sarana bunyi atau sarana tulisan.

Yang pertama merupakan kegiatan menyimak, sedangkan yang kedua adalah kegiatan membaca.

Tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa memahami isi atau

informasi yang terdapat dalam bacaan. Sebagaimana tujuan membaca yang telah dikemukakan

Anderson dalam Tarigan (2004) bahwa ada tujuh tujuan membaca yaitu: (1) membaca untuk

memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for facts), (2) membaca untuk memperoleh

ide-ide utama (reading for main ideas), (3) membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi

cerita (reading for sequence or organization), (4) membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi

(reading for inference), (5) membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan

Page 27: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

(reading for classify), (6) membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading for evaluate), dan (7)

membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).

Dengan demikian, maka bacaan atau wacana yang diujikan hendaklah yang mengandung informasi

yang menuntut untuk dipahami. Oleh karena itu, seorang guru sebagai evaluator dalam menguji

kemampuan membaca harus benar-benar mampu memilih bacaan yang layak untuk diujikan.

2.2.2 Aspek Tes Kemampuan Membaca

Secara umum wacana yang layak diambil sebagai bahan tes kemampuan membaca tidak berbeda

halnya dengan tes kompetensi kebahasaan yang lain, dan secara khusus juga tidak berbeda dengan

kemampuan menyimak. Dalam tes kemampuan membaca kita harus mempertimbangkan bahan dan

tingkatan tes kemampuan membaca.

2.2.2.1 Bahan Tes Kemampuan Membaca

Pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi tingkat kesulitan, panjang pendek, isi, dan

jenis atau bentuk wacana.

1) Tingkat kesulitan wacana

Tingkat kesulitan wacana terutama ditentukan oleh kekompleksan kosa kata dan struktur. Semakin sulit

dan kompleks kedua aspek tersebut akan semakin sulit wacana yang bersangkutan. Demikian pula

sebaliknya. Secara umum orang mengatakan bahwa wacana yang baik untuk bahan tes kemampuan

membaca adalah wacana yang tingkat kesulitannya sedang, atau yang sesuai dengan tingkat

kemampuan siswa.

2) Isi wacana

Isi wacana yang baik adalah yang sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa, minat, kebutuhan atau

menarik perhatian siswa. Isi wacana dapat mengembangkan sikap dan nilai-nilai pada diri siswa,

misalnya dengan menyediakan bacaan yang berkaitan dengan sejarah perjuangan bangsa, pendidikan

moral pancasila, kehidupan beragama, berbagai karya seni, berbagai ilmu pengetahuan popular, dan

sebagainya. Di pihak lain kita juga perlu selektif, menghindari bacaan-bacaan yang bersifat kontra atau

masih bersifat controversial. Misalnya, bacaan yang bersifat menentang (kontra) pemerintah,

kehidupan beragama dan bermasyarakat secara pancasilais, nilai-nilai yang kita yakini betul

kebenarannya, atau secara umum bacaan yang tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia.

3) Panjang pendek wacana

Page 28: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Wacana yang diteskan sebaiknya tidak terlalu panjang. Beberapa wacana yang pendek lebih baik

daripada sebuah wacana yang panjang, sepuluh butir tes dari tiga atau empat wacana lebih baik

daripada hanya dari sebuah wacana panjang. Dengan wacana yang pendek, kita dapat membuat soal

tentang berbagai hal, jadinya lebih komprehensif. Di samping itu, secara psikologis siswa pun lebih

senang pada wacana yang pendek, karena tidak membutuhkan waktu banyak untuk membacanya dan

wacana pendek tampaknya lebih mudah.

4) Bentuk-bentuk wacana

Wacana yang dipergunakan sebagai bahan tes kemampuan membaca, bisa berupa wacana yang

berbentuk prosa (narasi), dialog (drama), ataupun puisi. Wacana bentuk prosa yang diambil bisa berupa

karya fiksi atau nonfiksi, dapat dikutip dari buku-buku karya sastra, buku literatur, buku pelajaran,

majalah, jurnal, surat kabar, dan sebagainya. Jika kita bermaksud mengukur kemampuan siswa

memahami bacaan secara kritis, sebaiknya kita memilih bacaan-bacaan yang memungkinkan untuk

maksud tersebut. Wacana bentuk dialog, bisa berupa kutipan dari suatu naskah drama, baik juga

dipergunakan sebagai bahan bacaan tes kemampuan membaca. Bahkan wacana bentuk dialog inilah

sebenarnya paling dekat dengan bahasa lisan seperti yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Puisi sebagai salah satu bentuk karya seni yang mengandung pesan atau informasi juga baik sebagai

bahan tes kemampuan membaca. Dibanding dengan prosa, pada umumnya orang memandang bahwa

puisi lebih sulit dipahami, dan sebagai bahan tes pemahaman bacaan tidak lebih banyak digunakan.

Penuturan dalam puisi tidak bersifat langsung, lebih banyak mempergunakan bentuk metafora.

2.2.2.2 Tingkatan Tes Kemampuan Membaca

Penekanan tes kemampuan membaca adalah kemampuan untuk memahami informasi yang terkandung

dalam wacana. Kegiatan ini memahami informasi itu sendiri sebagai suatu aktivitas kognitif dapat

dilakukan atau dibuat secara berjenjang, sebagaimana ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S.

Bloom adalah: 1. Tingkat ingatan (C1); 2. Tingkat pemahaman (C2); 3. Tingkat penerapan (C3); 4.

Tingkat analisis (C4); 5. Tingkat sintesis (C5); dan 6. Tingkat evaluasi (C6). Berikut akan dibicarakan

dan dicontohkan tingkatan-tingkatan tes kognitif yang dimaksud dalam tes kemampuan membaca.

1) Tes Kemampuan Membaca Tingkat Ingatan

Tes kemampuan membaca pada tingkat ingatan (C1) sekedar menghendaki siswa untuk menyebutkan

kembali fakta, definisi, atau konsep yang terdapat di dalam wacana yang diujikan. Oleh karena fakta,

Page 29: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

definisi, atau konsep yang terdapat di dalam wacana itu dapat ditemukan dan dibaca berkali-kali. Pada

hakikatnya tes tingkat ingatan tersebut hanya sekedar mengenali, menemukan, dan memindahkan fakta

yang ada pada wacana ke lembar jawaban yang dituntut.

Contoh:

Pemindahan unsur-unsur kebahasaan dari satu bahasa ke bahasa yang lain dapat menimbulkan

pengaruh positif, negatif, dan netral. Pemindahan secara positif terjadi jika unsur bahasa yang diterima

mempunyai kesamaan dengan bahasa penerima dan menghasilkan penampilan yang benar serta

membantu kelancaran komunikasi. Pemindahan yang bersifat menguntungkan inilah yang disebut

pemungutan. Pemindahan yang bersifat negatif terjadi jika unsur-unsur kebahasaan yang diterima tidak

mempunyai kesamaan dengan bahasa penerima dan menghasilkan tindak berbahasa yang tidak benar

karena terjadi dislokasi struktural, dan menyebabkan terjadinya gangguan komunikasi yang

disampaikan. Pemindahan yang bersifat negatif inilah yang disebut interferensi. Pemindahan yang

bersifat netral terjadi jika pemindahan unsur-unsur kebahasaan itu tidak memengaruhi kelancaran atau

hambatan komunikasi dalam bahasa penerima.

Contoh butir-butir tes ingatan

1) Sebutkan tiga macam dampak pemindahan unsur-unsur kebahasaan antarbahasa!

2) Pemindahan secara positif terjadi jika ….

3) Pemindahan bersifat menguntungkan disebut ….

4) Pemindahan yang bersifat negatif disebut ….

5) Pemindahan yang bagaimanakah yang disebut netral?

Contoh butir tes ingatan bentuk pilihan ganda

Pemindahan unsur-unsur kebahasaan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain yang menyebabkan

terjadinya dislokasi struktur disebut ….

a. pemungutan

b. interferensi

c. netral

d. hambatan

e. disfungsional

Page 30: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

2) Tes Kemampuan Membaca Tingkat Pemahaman

Tes kemampuan membaca pada tingkat pemahaman (C2) menuntut siswa untuk dapat memahami

wacana yang dibacanya. Pemahaman yang dilakukan pun dimaksudkan untuk memahami isi bacaan,

mencari hubungan antarhal, dan sebagainya.

Butir tes kemampuan membaca untuk tingkat pemahaman ini belum tergolong sulit, masih dalam

aktivitas kognitif tingkat sederhana walau sudah lebih tinggi dari sekedar kemampuan ingatan.

Penyusunan tes hendaknya tidak dilakukan sekedar mengutip kalimat dalam konteks secara verbatim,

melainkan dibuat parafrasenya. Dengan demikian, siswa tidak sekedar mengenali dan mencocokkan

jawaban dengan teks saja, melainkan dituntut untuk dapat memahaminya. Kemampuan siswa

memahami dan memilih parafrase secara tepat merupakan bukti bahwa siswa mampu memahami

bacaan yang diujikan.

Contoh tes tingkat pemahaman dari wacana bentuk dialog

Tin : Ton, selamat ya! Saya ikut berbangga atas keberhasilan ujianmu.

Ton : Terima kasih, Tin! Semua ini terjadi karena adanya dorongan dari berbagai pihak. Dan kau,

terlebih lagi.

Tin : Ah kau ini, ada-ada saja. Apa rencanamu kini? Mau mendaftar kuliah di mana?

Ton : Itulah masalahnya, Tin! Sebetulnya aku sangat berminat. Tapi, aku sadar keadaan orang tuaku.

Lagi pula, apakah hanya dari bangku perkuliahan saja yang menjamin masa depan kita?

Tin : Tentu saja tidak, Ton! Tetapi, sayang kalau kau tak berkuliah. Bukankah NEM-mu tertinggi di

sekolahmu?

Ton : Apa gunanya NEM tinggi, Tin, jika kita tak mampu mengatasi masalah sendiri? Bukankah ada

seribu jalan untuk sampai di Mekah?

Contoh butir-butir tes pemahaman bentuk jawaban singkat.

1) Kapankah kira-kira dialog antara Ton dan Tin di atas dilakukan?

2) Mengapa Ton tidak dapat memenuhi keinginannya untuk berkuliah?

3) Jalan hidup apakah kira-kira yang akan ditempuh Ton?

Contoh butir-butir tes pemahaman bentuk pilihan ganda.

1) Ton tidak dapat memenuhi keinginannya berkuliah disebabkan ….

a) Menyadari keadaan orang tuanya yang miskin.*

Page 31: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

b) Banyak cara hidup yang dapat ditempuh selain berkuliah.

c) Perkuliahan bukan satu-satunya yang menjamin kehidupan masa depan.

d) Ingin menunjukkan bahwa ia dapat menyelesaikan persoalannya sendiri.

e) Keingintahuan bisa mengalahkan segalanya.

Bagaimana sikap Ton terhadap NEM-nya yang tertinggi?

a. Tidak meyakini bahwa perkuliahan merupakan satu-satunya jalan yang menjamin kehidupan masa

depan.

b. Menunjukkan bahwa dia dapat menyelesaikan masalah sendiri dengan tidak perlu selalu

mendambakan berkuliah.

c. NEM yang tinggi sudah tentu menjamin bahwa yang bersangkutan dapat mengatasi permasalahan

sendiri.

d. Menyadari betul bahwa cara dan jalan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

e. Tak begitu pedjuli dengan Nem tertinggi.

3) Tes Kemampuan Membaca Tingkat Penerapan

Tes tingkat penerapan (C3) menghendaki siswa untuk mampu menerapkan pemahamannya pada situasi

atau hal yang lain yang ada kaitannya. Demikian pula halnya dengan tes kemampuan membaca. Siswa

dituntut untuk mampu menerapkan atau memberikan contoh baru, misalnya tentang suatu konsep,

pengertian, atau pandangan yang ditunjuk dalam wacana. Kemampuan siswa memberikan contoh,

demonstrasi, atau hal-hal lain yang sejenis merupakan bukti bahwa siswa telah memahami isi wacana

yang bersangkutan.

Contoh:

Wacana yang diujikan, misalnya, adalah wacana yang dikutip pada tes tingkat ingatan di atas.

Untuk mengukur apakah siswa benar-benar memahami perbedaan konsep pemungutan, interferensi,

dan pemindahan yang bersifat netral, kita dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan aplikatif, misalnya

dengan meminta siswa mencari atau mengenali contoh-contoh konkret bentuk kebahasaan yang

dimaksud.

Contoh butir-butir soal yang dimaksud misalnya sebagai berikut:

Page 32: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

1. Berikan contoh masing-masing tiga buah adanya struktur dan kosa kata bahasa asing yang telah

dipungut (diserap) ke dalam bacaan Indonesia!

2. Tunjukkan tiga kalimat bahasa Indonesia yang mengalami proses interferensi struktur bahasa asing!

3. Buatlah contoh tiga buah kalimat bahasa Indonesia yang mengalami proses interferensi struktur

bahasa Jawa!

Contoh butir soal tes penerapan bentuk pilihan ganda

Kalimat berikut yang tidak mengandung unsur interferensi struktur dari bahasa asing adalah …

A. Kantor di mana ayah bekerja terletak di kota lain.

B. Daerah lereng Merapi dari mana sayur-sayuran didatangkan berudara sejuk.

C. Terima kasih kepada Saudara pengacara yang mana telah memberikan waktu kepada saya.

D. Minat para tamatan SLTA untuk menjadi mahasiswa dari tahun ke tahun meningkat.

E. Mengapa kamu belum melegalisir ijazahmu?

4) Tes Kemampuan Membaca Tingkat Analisis

Tes kemampuan membaca pada tingkat analisis (C4) menuntut siswa untuk mampu menganalisis

informasi tertentu dalam wacana, mengenali, mengidentifikasi, atau membedakan pesan dan atau

informasi, dan sebagainya yang sejenis. Aktivitas kognitif yang dituntut dalam tugas ini lebih dari

sekedar memahami isi wacana. Pemahaman yang dituntut adalah pemahaman secara lebih kritis dan

terinci sampai bagian-bagian yang lebih khusus.

Kemampuan memahami wacana untuk tingkat analisis antara lain berupa kemampuan menentukan

pikiran utama dan pikiran-pikiran penjelas dalam sebuah alinea, menentukan kalimat yang berisi

pikiran utama, jenis alinea berdasarkan letak kalimat utama, menunjukkan tanda penghubung

antaralinea, dan sebaginya. Berikut contoh beberapa tes tingkat analisis yang dimaksud.

Contoh:

Shahab yang meneliti masyarakat Betawi melihat bahwa wanita mempunyai kesempatan amat terbatas

dalam peningkatan pendidikan. Hal itu disebabkan keterbatasan fasilitas pendidikan di Jakarta dan

kondisi ekonomi mereka. Walau ada peningkatan sikap terhadap arti pendidikan, perubahan itu

belumlah memadai. Situasi ini menjadi lebih buruk karena kawin usia muda dianggap lebih penting

dari pendidikan.

Page 33: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Ia mengatakan bahwa pendidikan jelas meningkatkan posisi wanita. Sebab, pendidikan membekali

pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan dalam kehidupan modern yang memungkinkan mereka

bisa bersaing dengan pria. Tetapi hanya segelintir wanita Betawi yang mengenyam pendidikan tinggi.

Kebanyakan mereka pergi ke sekolah-sekolah agama, namun tak dapat mengubah posisi mereka karena

tidak mendapatkan bekal yang dibutuhkan untuk memainkan peran dalam kehidupan modern.

Contoh butir-butir tes pemahaman bacaan tingkat analisis

1. Apa pikiran utama alinea pertama wacana di atas?

2. Tunjukkan kalimat yang memuat pikiran utama pada linea kedua!

3. Dilihat dari segi penempatan pikiran utama, sama atau berbedakah jenis kedua alinea di atas?

4. Tunjukkan kata (-kata) tertentu yang menandai hubungan antaralinea pertama dan kedua!

Contoh butir-butir tes pemahaman bacaan tingkat analisis dalam bentuk pilihan ganda

Ide pokok alinea pertama terletak pada kalimat ….

a. Wanita mempunyai kesempatan amat terbatas dalam peningkatan pendidikan.*

b. Keterbatasan fasilitas pendidikan di Jakarta dan kondisi ekonomi mereka.

c. Ada peningkatan sikap terhadap arti pendidikan.

d. Kawin usia muda dianggap lebih penting dari pendidikan.

e. Usia perkawinan mempengaruhi kebahagiaan keluarga.

Dilihat dari segi penempatan ide pokok, alinea kedua di atas termasuk alinea yang bersifat ….

a. induktif

b. deduktif

c. deduktif-induktif

d. menyebar

e. campuran

5) Tes Kemampuan Membaca Tingkat Sintesis

Tes kemampuan membaca pada tingkat sintesis (C5) menuntut siswa untuk mampu menghubungkan

dan atau menggeneralisasikan antara hal-hal, konsep, masalah, atau pendapat yang terdapat di dalam

Page 34: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

wacana. Aktivitas tingkat sisntesis ini berupa kegiatan untuk menghasilkan komunikasi yang baru,

meramalkan dan menyelesaikan masalah. Aktivitas kognitif tingkat sintesis merupakan aktivitas tingkat

tinggi dan kompleks. Tes yang diberikan pun menuntut kerja kognitif yang tidak sederhana, maka tidak

setiap siswa mampu berpikir atau mengerjakan dengan baik.

Hasil kerja kognitif tingkat sintesis menunjukkan cara dan proses berpikir siswa. Oleh karena itu,

berbeda halnya dengan tes-tes kognitif tingkatan sebelumnya, dalam tes tingkat sintesis dimungkinkan

sekali adanya berbagai jawaban siswa yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Tes ini dalam

rangka melatih dan mengukur kemampuan siswa untuk memikirkan secara kritis dan mencari

penyelesaian masalah secara logis.

Contoh:

Wacana yang diujikan, misalnya adalah wacana pertama yang dikutip untuk tes tingkat analisis di atas.

Contoh butir-butir tes yang diujikan kepada siswa misalnya sebagai berikut;

1) Apa yang mungkin terjadi seandainya masyarakat Betawi, khususnya kaum wanita, mau menunda

usia perkawinannya?

2) Bagaiman kita dapat memanfaatkan tenaga segelintir wanita Betawi yang sempat mengenyam

pendidikan tinggi itu untukmemajukan tingkat pendidikan kaumnya?

3) Jika tingkat pendidikan kaum wanita Betawi relatif lebih tinggi, benarkah hal itu akan mengangkat

posisi mereka?

4) Bagaimanakah kita dapat memanfaatkan sekolah-sekolah agama untuk memberikan pengetahuan

dan keterampilan tertentu seperti yang diberikan di sekolah-sekolah umum?

Oleh karena itu, tes tingkat sintesis juga dimaksudkan untuk menilai cara dan proses berpikir siswa, tes

esai lebih tepat daripada tes objektif. Tes esai memungkinkan siswa untuk menunjukkan kemampuan

berpikirnya yang kreatif, kemampuan penalaran, kemampuan menghubungkan berbagai fakta dan

konsep, menggeneralisasikan, dan sebagainya.

6) Tes Kemampuan Membaca Tingkat Evaluasi

Page 35: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Tes kemampuan membaca pada tingkat evaluasi (C6) menuntut siswa untuk mampu memberikan

penilaian yang berkaitan dengan wacana yang dibacanya, baik yang menyangkut isi atau permasalahan

yang dikemukakan maupun cara penuturan wacana itu sendiri. Penilaian terhadap isi wacana misalnya

berupa penilaian terhadap gagasan, konsep, cara pemecahan masalah, dan bahkan menemukan dan

menilai bagaimana pemecahan masalah yang sebaiknya.

Tes tingkat ini sangat baik untuk melatih dan mengukur cara dan proses berpikir siswa. Oleh karena itu,

tes bentuk esai yang memungkinkan siswa berpikir dan bernalar secara kreatif lebih tepat daripada tes

bentuk objektif. Berikut dicontohkan butir-butir tes tingkat evaluasi.

Contoh:

Wacana yang diujikan, misalnya, adalah wacana yang dikutip pada tes tingkat ingatan di atas.

Contoh butir-butir tes yang diujikan sebagai berikut:

1) Menurut pendapat Anda dapatkah kita menekan pemindahan unsur-unsur kebahasaan yang bersifat

negatif, dan sebaliknya mengusahakan pemindahan yang bersifat positif?

2) Usaha-usaha apakah yang kiranya baik ditempuh untuk menghindari adanya sifat interferensi

kebahasaan?

3) Menurut pendapat Anda apakah bahasa yang dipergunakan dalam wacana di atas memenuhi

kriteria bahasa Indonesia baku?

Tes esai tingkat evaluasi memungkinkan siswa menunjukkan kemampuan berpikir dan bernalar secara

kreatif, dan dimungkinkan sekali adanya perbedaan jawaban di antara siswa. Hal itu berarti tidak hanya

ada satu jawaban tertentu yang betul, melainkan bisa saja beberapa jawaban yang berbeda sama-sama

betul karena sama-sama dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria “betul” ditentukan berdasarkan

ketepatan isi, pengorganisasian (pengungkapan) isi, penyimpulan, kelogisan, alasan, dan ketepatan

bahasa. Oleh karena itu, penilaian terhadap tes esai ini bersifat sangat kompleks, dan ada kalanya sulit

dihindarkan adanya unsure subjektivitas penilai.

Dalam melaksanakan tes kemampuan membaca kita harus mempertimbangkan bahan dan tingkatan tes

kemampuan membaca. Pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi tingkat kesulitan,

panjang pendek, isi, dan jenis atau bentuk wacana. Tingkatan tes kognitif kemampuan membaca,

meliputi: 1. Tingkat ingatan (C1); 2. Tingkat pemahaman (C2); 3. Tingkat penerapan (C3); 4. Tingkat

analisis (C4); 5. Tingkat sintesis (C5); dan 6. Tingkat evaluasi (C6).

Page 36: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

2.4 Tes Menulis

Manulis diartikan sebagai aktivitas pengekspresian ide, gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam

lambang-lambang kebahasaan Kemampuan menulis yang merupakan keterampilan berbahasa

produktif lisan melibatkan kemampuan : penggunaan ejaan, penggunaan kosa kata, penggunaan

kalimat, penggunaan jenis komposisi, penentuan ide, pengolahan ide, pengorganisasian ide. Kesemua

inilah yang diukur dalam kemampuan menulis.

2.4.1 Bentuk Tes Menulis

Secara umum, bentuk tes yang digunakan dalam tes menulis dapat berupa tes objektif dengan berbagai

variasinya (untuk tingkat ingatan dan pemahaman) dan tes sujektif dengan berbagai variasinya (untuk

tingkat penerapan ke atas).

Ragam bentuk tes subjektif yang digunakan dalam tes menulis dapat dipaparkan sebagai berikut.

1) Tes menulis berdasarkan rangsangan visual

Bentuk tes menulis berdasarkan rangsangan visual dilakukan dengan cara disajikan gambar atau film

yang membentuk rangkaian cerita, dan testi diminta untuk membuat karangan berdasarkan gambar atau

film yang telah diberikan.

2) Tes menulis berdasarkan rangsangan suara

Bentuk tes ini dilaksanakan dengan cara disajikan suara yang dapat berbentuk ceramah, diskusi atau

tanya jawab, baik yang berupa rekaman suara maupan langsung.

3) Tes menulis dengan rangsangan buku

Bentuk tes ini dilakukan dengan cara menyajikan teks bacaan, dan testi diminta untuk membuat

karangan berdasarkan teks yang telah dibacanya. Bentuk tugas yang harus dikerjakan testi dapat berupa

membuat ringkasan/rangkuman, membentuk resensi, atau membuat kritik.

4) Tes menulis laporan

Bentuk tes ini dilakukan dengan cara meminta testi untuk membuat laporan kegiatan yang pernah

dilakukan (mengikuti khotbah jum’ah, mengikuti seminar/diskusi, mengikuti Darmawisata, atau

kegiatan perkemahan) atau kegiatan penelitian sederhana yang telah dilakukan.

5) Tes menulis surat

Bentuk tes ini dilakukan dengan cara : testi diminta untuk menulis sebuah surat.

6) Tes menulis berdasarkan tema tertentu

Page 37: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Bentuk tes ini dilakukan dengan cara : disajikan sebuah atau beberapa topik dan testi diminta untuk

membuat suatu karangan berdasarkan topik yang telah ditentukan.

7) Tes menulis karangan bebas

Tes ini dilaksanakan dengan cara meminta testi untuk membuat karangan dengan tema dan sifat

karangan yang ditentukan sendiri oleh testi (peserta tes).

Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang melibatkan berbagai kemampuan dan keterampilan secara

terpadu. Tujuan pembelajaran menulis dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) siswa mampu

mengungkapkan unsur-unsur kebahasaan, seperti ejaan, kosakata, struktur kalimat, dan pemakaian

paragraph, dan (2) siswa mampu mengungkapkan gagasannya dalam bentuk tulisan yang sesuai dengan

konteks (pragmatik).

Tes kemampuan menulis juga ada beberapa macam. Hal ini disamping disebabkan oleh adanya tahapan

dalam pengajaran menulis, juga karena ada banyak faktor yang dapat dinilai, seperti mekanis, kosakata,

tata bahasa, ketetapan isi, diksi, retorika, logika, dan gaya (Madsen, 1983:101). Tompkins (dalam

Ramli, 1998) mengatakan bahwa tes menulis dapat disikapi dalam dua aspek, yakni sebagai tes proses

(tes menulis sebagai proses) dan tes produk (tes menulis sebagai produk). Oleh karena itu disarankan

agar tes menggunakan postofolio, yaitu koleksi segala dokumentasi dan aktivitas siswa yang

menunjukkan usaha, kemajuan, dan pencapaian siswa dalam satu atau beberapa bidang tertentu yang

dapat digunakan sebagai alternatif atau pelengkap kegiatan tes.

Cara langsung untuk mengukur kemampuan menulis seseorang adalah dengan menyuruh seseorang itu

menulis. Akan tetepi, tes bentuk esai ini banyak kelemahannya. Di samping itu, kemampuan menulis

juga dapat diukur dengan tes objektif. Baik tes bentuk esai maupun bentuk objektif mempunyai

kelebihan dan kekurangan. Apalagi jumlah peserta tes besar jumlahnya, tes objektif akan lebih

baik.Kemampuan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang melibatkan aspek

penggunaan bahasa dan pengolahan isi. Masalah yang berkembang sehubungan dengan kegiatan

menulis adalah pengetahuan dasar terhadap performansi atau kemampuan menulis.

Keterampilan menulis merupakan kiat menggunakan pola-pola lisan dalam menyampaikan suatu

informasi. Dalam menulis, orang tidak hanya dituntut menguasai materi yang akan ditulis, tetapi juga

mempu menggunakan perangkat kebahasaan secara tertulis. Penggunaan perangkat kebahasaan secara

tertulis menjadi inti kegiatan menulis sebab penggunaan perangkat bahasa tulis berbeda dengan

penggunaan perangkat kebahasaan secara lisan.

Page 38: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Evaluasi keterampilan menulis bertujuan mengetahui kemampuan pebelajar dalam menyampikan ide,

perasaan, dan pikirannya, serta menggunakan perangkat bahasa target secara tulis.

Teknik evaluasi yang dapat digunakan dipaparkan berikut.

1. Menulis huruf, nama, peristiwa, dan keadaan yang diperdengarkan, diperlihatkan, dan bicara.

2. Menyampaikan kembali secara tertulis suatu cerita, dialog, peristiwa yang didengar atau dibaca.

3. Menuliskan cerita berdasarkan gambar atau rangkaian gambar.

4. Melaporkan pengalaman, peristiwa, pekerjaan, atau perjalanan secara tulis.

5. Menjawab pertanyaan sederhana atau komplek secara tulis.

6. Membuat karangan berdasarkan tema tertentu.

7. Menggunakan ejaan dan tanda baca secara tetap.

Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang melibatkan berbagai kemampuan dan keterampilan secara

terpadu. Tujuan pembelajaran menulis dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) siswa mampu

mengungkapkan unsur-unsur kebahasaan, seperti ejaan, kosakata, struktur kalimat, dan pemakaian

paragraph, dan (2) siswa mampu mengungkapkan gagasannya dalam bentuk tulisan yang sesuai dengan

konteks (pragmatik).

Tes kemampuan menulis juga ada beberapa macam. Hal ini di samping disebabkan oleh adanya

tahapan dalam pengajaran menulis, juga karena ada banyak faktor yang dapat dinilai, seperti mekanis,

kosakata, tata bahasa, ketetapan isi, diksi, retorika, logika, dan gaya (Madsen, 1983:101). Tompkins

(dalam Ramli, 1998) mengatakan bahwa tes menulis dapat disikapi dalam dua aspek, yakni sebagai tes

proses (tes menulis sebagai proses) dan tes produk (tes menulis sebagai produk). Oleh karena itu

disarankan agar tes menggunakan postofolio, yaitu koleksi segala dokumentasi dan aktivitas siswa

yang menunjukkan usaha, kemajuan, dan pencapaian siswa dalam satu atau beberapa bidang tertentu

yang dapat digunakan sebagai alternatif atau pelengkap kegiatan tes.

Cara langsung untuk mengukur kemampuan menulis seseorang adalah dengan menyuruh seseorang itu

menulis. Akan tetepi, tes bentuk esai ini banyak kelemahannya. Di samping itu, kemampuan menulis

juga dapat diukur dengan tes objektif. Baik tes bentuk esai maupun bentuk objektif mempunyai

kelebihan dan kekurangan. Apalagi jumlah peserta tes besar jumlahnya, tes objektif akan lebih baik.

2.4.2 Menulis Sebagai Proses

Menulis merupakan aktivitas pengekspresian ide, gagasan, pikiran atau perasaan dalam lambang

kebahasaan. Kegiatan ini melibatkan aspek penggunaan tanda baca dan ejaan, penggunaan diksi dan

Page 39: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

kosakata, penataan kalimat, pengembangan paragraph, pengolahan gagasan serta pengembangan model

karangan. Murray (1978) mendeskripsikan menulis Sebagai proses penemuan dan penggalian ide-ide

untuk dikespresikan, dan proses ini dipengaruhi oleh pengetahuan dasar yang dimilikinya.

1) Tes Kosa Kata

Istilah kosa kata dapat diartikan sebagai semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa, kekayaan kata

yang dimiliki seseorang dalam suatu bahasa, kata-kata yang dipakai dalam suatu bidang tertentu, daftar

kata yang disusun dalam kamus beserta penjelasannya

a) Bahan Tes Kosa Kata

Persoalan yang banyak dihadapi guru dalam menyusun tes kosa kata terletak pada pemilihan bahan

atau pemilihan kosa kata mana yang akan diteskan. Secara umum dapat dinyatakan bahwa bahan tes

kosa kata adalah semua kosa kata yang terdapat dalam suatu bahasa, baik yang digunakan dalam

keterampilan reseptif maupun produktif. Secara khusus pemilihan bahan tes kosa kata perlu

mempertimbangkan faktor tingkat dan jenis sekolah tingkat kesulitan kosa kata aktif dan pasif, serta

kosa kata umum / khusus / ungkapan.

Faktor-faktor pemilihan bahan tes kosa kata akan dapat memenuhi harapan, dalam arti sesuai dengan

keperluan. Faktor pertama yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan bahan tes kosa kata adalah

untuk siapa tes kosa kata itu disusun. Dengan diketahuinya untuk siapa tes kosa kata disusun, akan

diketahui dengan pasti kosa kata yang akan diteskan. Jika pemilihan dan penentuan kosa kata disarkan

pada buku pelajaran yang digunakan, ada berapa faktor yang perlu dipertimbangakan antara lain :

a. Belum tentu semua jenis sekolah memiliki buku pelajaran yang secara khusus disusun untuk

sekolah yang bersangkutan.

b. Mendasarkan diri pada buku pelajaran semata berarti membatasi pengetahuan siswa pada buku

tersebut, padahal kosa kata yang digunakan jauh lebih banyak dibandingakan yang terdapat dalam buku

pelajaran.

c. Penilaian kosa kata dalam buku-buku pelajaran belum tentu sesuai dengan tingkat kognitif siswa

yang didasarkan pada penelitian yang mantap.

Penilaian kosa kata yang akan diteskan hendaknya juga mempertimbgangakn tingkat kesulitannya,

dalam arti terlalu mudah atau terlalu sulit. Salah satu pertimbangan yang dapat dipakai adalah tingkat

Page 40: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

kekerapan/keseringan pemakaian kosa kata, semakin sering dipakai suatu kosa kata dapat dipandang

mudah dan sebaliknya semakin jarang dipakai suatu kosa kata dianggap sulit.

Kosa kata aktif dimaksud adalah kosa kata yang dipakai dalam keterampilan produktif (untuk

berbicara dan menulis), sedangkan untuk kosa kata pasif merupakan kosa kata yang digunakan dalam

keterampilan reseptif ( menyimak dan membaca ).

Kosa kata umum adalah kosa kata yang dipakai dalam semua bidang, kosa kata khusus merupakan

kosa kata yang hanya dipakai dalam bidang-bidang tertentu, dan ungkapan atau istilah merupakan kosa

kata yang memiliki makna tertentu dalam bidang tertentu.

b) Ragam Tes Kosa Kata

Tes kosa kata tingkat ingatan menuntut testi untuk mengingat kembali makna kata,

sinonim/antonym/hiponim/polisemi suatu kata. Tes kosa kata tingkat pemahaman menuntut testi untuk

dapat memahami makan, pengertian, serta masud suatu kata/istilah/ungkapan. Tes kosa kata tingakat

penerapan menuntut testi untuk dapat memilih dan menerapkan kata-kata, istilah atau ungkapan

tertentu dalam suatu wacana secara tepat atau mempergunakannya dalam wacana. Tes kosa kata tingkat

analisis menutut testi untuk menganalisis, baik terhadap kosa kata yang diujikan maupun terhadap

wacana yang menjadi konteksnya.

2) Tes Struktur

Tes struktur dapat diartikan sebagai tes kebahasaan yang difungsikan untuk mengukur kemampuan testi

dalam memahami dan menggunakan kalimat. Secara umum bentuk tes yang digunakan dalam tes

struktur tatabahasa berupa tes bentuk subjektif dan bentuk objektif. Secara teprinci tes yang digunakan

dalam tes struktur tatabahasa dapat dikemukakan seperti berikut :

a. Melengkapi kalimat dengan kata atau kelompok kata yang tersedia. Misalnya ada sebuah

pernyataan yang belum lengkap karena sepatah kata atau lebih dihilangkan, selanjutnya pernyataan itu

diikuti dengan beberapa kata atau kelompok kata Sebagai pilihan. Tugas testi memilih kata atau

kelompok kata yang tepat, sehingga pernyataan tersebut menjadi lengkap.

b. Memilih kalimat dalam bentuk ini disajikan beberapa kalimat, dan testi diminta untuk memilih satu

di antaranya ( yang benar atau yang salah ).

c. Menyusun kembali kalimat yang kacau susunannya. Jenis ini biasanya dipakai untuk menguji hal-

hal yang berkaitan dengan urutan kata dalam kalimat. Penyusunan soal dilakukan dengan cara kata-kata

Page 41: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

ditempatkan pada urutan yang tidak sebenarnya, dan testi diminta untuk memilih beberapa

kemungkinan jawaban yang benar.

III. APLIKASI TES KOMPETENSI BERBICARA DALAM BERPIDATO

3.1 Pengantar

Pembelajaran keterampilan berbicara bentuk berpidato merupakan materi yang amat penting dan

fundamental untuk diberikan kepada pembelajar dalam proses pembelajarannya. Bentuk keterampilan

berpidato secara kurikuler menjadi materi pokok keterampilan berbahasa aktif-produktif.

Pidato adalah suatu ucapan dengan susunan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak.

Contoh pidato yaitu seperti pidato kenegaraan, pidato menyambut hari besar, pidato pembangkit

semangat, pidato sambutan acara atau event, dan lain sebagainya. Pidato yang baik dapat memberikan

suatu kesan positif bagi orang-orang yang mendengar pidato tersebut. Kemampuan berpidato atau

berbicara yang baik di depan publik / umum dapat membantu untuk mencapai jenjang karir yang baik.

Pidato umumnya melakukan pidato dengan tujuan 1) mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti

kemauan kita dengan suka rela; 2) memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain; dan 3)

Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur sehingga orang lain senang dan puas

dengan ucapan yang kita sampaikan.

Berdasarkan pada sifat dari isi pidato, pidato dapat dibedakan menjadi 1) pidato pembukaan, adalah

pidato singkat yang dibawakan oleh pembaca acara atau MC, 2) pidato pengarahan adalah pdato untuk

mengarahkan pada suatu pertemuan; 3) pidato sambutan, yaitu merupakan pidato yang disampaikan

pada suatu acara kegiatan atau peristiwa tertentu yang dapat dilakukan oleh beberapa orang dengan

waktu yang terbatas secara bergantian; 4) pidato peresmian, adalah pidato yang dilakukan oleh orang

yang berpengaruh untuk meresmikan sesuatu; 5) pidato Laporan, yakni pidato yang isinya adalah

melaporkan suatu tugas atau kegiatan; dan 6) pidato pertanggungjawaban, adalah pidato yang berisi

suatu laporan pertanggungjawaban.

Teknik atau metode dalam membawakan suatu pidatu di depan umum, 1) metode menghafal, yaitu

membuat suatu rencana pidato lalu menghapalkannya kata per kata; 2) metode sertamerta, yakni

membawakan pidato tanpa persiapan dan hanya mengandalkan pengalaman dan wawasan. Biasanya

dalam keadaan darurat tak terduga banyak menggunakan tehnik serta merta; 3) metode naskah, yaitu

Page 42: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

berpidato dengan menggunakan naskah yang telah dibuat sebelumnya dan umumnya dipakai pada

pidato-pidato resmi.

Sebelum memberikan pidato di depan umum, ada baiknya untuk melakukan persiapan, antara lain 1)

wawasan pendengar pidato secara umum; 2) mengetahui lama waktu atau durasi pidato yang akan

dibawakan; 4) menyusun kata-kata yang mudah dipahami dan dimengerti; 5) mengetahui jenis pidato

dan tema acara; dan 6) menyiapkan bahan-bahan dan perlengkapan pidato, dan lain-lain.

Skema susunan suatu pidato yang baik secara berurutan adalah 1) pembukaan dengan salam pembuka;

2) pendahuluan yang sedikit menggambarkan isi; 3) isi atau materi pidato secara sistematis : maksud,

tujuan, sasaran, rencana, langkah, solusi, dan lain-lai; 4) penutup (kesimpulan, harapan, pesan, salam

penutup).

Aplikasi teori penilaian terhadap keterampilan berpidato berkaitan dengan proses pembelajaranya.

Berikut ini contoh RPP dengan materi keterampilan berpidato.

3.2 Aplikasi dalam Layanan Pembelajaran

3.2.1 Contoh RPP

UNIT 5 IPTEK

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Nomor 13

1. IDENTITAS SEKOLAH, SK, KD, INDIKATOR, ALOKASI WAKTUNAMA SEKOLAH SMA

XAVERIUS 1 PALEMBANG

MATA PELAJARANBahasa Indonesia

KELAS /SEMESTER XII (dua belas) / 1 (satu)

PROGRAM IPA/IPS

ASPEK PEMBELAJARAN Membaca

STANDAR KOMPETENSI Menyampaikan gagasan secara lisan dalam bentuk berpidato

KOMPETENSI DASAR Menyampaikan gagasan secara lisan dalam bentuk berpidato dengan isi,

bahasa, dan penyampaian yang baik dan benar.

INDIKATOR 1. Menyampaikan gagasan yang berbobot dalam

Page 43: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

2. Menyampaikan gagasan yang berbobot secara lisan secara sistematis

3. Menyampaikan gagasan yang aktual dan objektif

4. Menyampaikan gagasan secara lisan dengan intonasi yang sesuai

5. Menyampaikan gagasan secara lisan dengan artikulasi yang benar

6. Menyampaikan gagasan secara lisan dengan aksentuasi yang tepat

7. Menyampaikan gagasan secara lisan dengan jeda yang tepat

8. Menyampaikan gagasan secara lisan dengan sikap dan santun yang sesuai

9. Menyampaikan gagasan secara lisan dengan pandangan yang baik

10. Menyampaikan gagasan secara lisan dengan ekspresi yang tepat

ALOKASI WAKTU 8 x 45 menit ( 4 pertemuan)

2. TUJUAN PEMBELAJARAN

TUJUAN

Siswa mampu berpidato tanpa teks dengan isi, bahasa, dan penampilan yang baik dan benar.

MATERI POKOK PEMBELAJARAN

1. Konsep kegiatan berpidato (pengertain, metode, hal-hal teknis penampilan berpidato)

2. Contoh naskah pidato

3. Cara membacakan naskah pidato

4. Menyusun naskah pidato sesuai dengan tujuan

5. Cara menguasai bahan pidato

6. Praktik berpidato

3. METODE PEMBELAJARAN

Presentasi

Page 44: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Diskusi Kelompok Mendiskusikan sputar konsep berpidato dengan teman sebangku

Inquiri

v Tanya Jawab Mengajukan pertanyaan kepada guru tentang hal-hal yang berhubungan dengan

kegiatan berpdato

v Penugasan 1. Menyusun naskah pidato

2. Melakukan pengamatan dan memberikan penilaian siswa lain berpidato

v Demontrasi /Pemeragaan Model 1. Audio visual contoh berpidato yang baik, dibuka dari

youtube lewat hotspot sekolah.

2. Pengurus OSIS/PPSK di kelas masing-masing.

4. KEGIATAN PEMBELAJARANTAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN

PEMBUKA

(Apersepsi) Pertemuan ke-1 (30 menit)

1. Guru menayangkan cuplikan rekaman pidato dokumentasi dari youtube, misalnya pidato Presiden

dalam suatu acara kenegaraan dan mengajak siswa untuk mencermatinya.

2. Siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan tanggapannya atas unjuk kemampuan pidato

tersebut. Dengan panduan pertanyaan, tanggapan diarahkan pada intonasi, artikulasi, aksentuasi, jeda,

dan ekspresi.

3. Guru menyatakan bahwa keterampilan berpidato sangat penting dan siapa pun suatu saat akan

melakukannya sehingga perlu bagi siswa untuk belajar cara berpidato yang menarik.

Page 45: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

INTI Pertemuan ke-1 ( 60 menit)

1. Siswa mendiksuikan macam-macam teknik atau metode berpidato.

2. Guru atau siswa (model) yang ditunjuk membacakan teks pidato yang terpilih sementara siswa

yang lain mencermatinya.

3. Siswa berdiskusi menjawab sejumlah pertanyaan untuk menanggapi kemampuan berpidato yang

telah ditampilkan. Kemudian wakil kelompok mempresentasikan tanggapannya di depan kelas.

4. Siswa menyumbang pendapat untuk merumuskan hal-hal penting yang perlu diperhatikan saat

berpidato.

5. Guru memberikan tabel penilaian keterampilan berpidato di depan kelas untuk semua siswa.

6. Siswa menyiapkan teks pidato, dibuat di rumah, menandai bagian-bagian penting yang perlu

mendapat penekanan, dan berlatih membacakannya dalam kelompok. Naskah pidato diarahkan ke pola

persuasif, disiapkan secara tekstual dan dikumpulkan dalam print out sebelum tampil dalam durasi

waktu 3 menit.

Pertemuan ke-2 ( 90 menit)

Praktik pidato di depan kelas.

1. Guru membimbing siswa membuat tabel penilaian bagi siswa yang tampil berpidato

2. Secara bergantian berdasar undian, semua siswa berpidato di depan kelas tanpa teks.

3. Dengan menggunakan pedoman penilaian yang dibagikan guru, semua siswa di kelas ikut

memberikan penilaian setiap penampil di Buku Latihan-nya.

4. Guru menyampaikan ulasan, menyebutkan siswa yang sudah bagus unjuk kemampuannya dengan

menunjukkan kelebihan-kelebihannya.

5. Guru memberikan masukan atau saran kepada siswa yang penampilannya belum bagus.

Pertemuan ke-3-4 (165 menit)

1. Siswa berpidato di depan kelas tanpa teks secara bergiliran sesuai dengan undian.

2. Siswa melakukan pengamatan teman yang berpidato serta memberikan penilaian sesuai dengan

pedoman.

Page 46: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

3. Siswa secara bergantian memberikan tanggapan atas teman yang berpidato di depan kelas.

4. Siswa bersama guru menyimpulkan hal-hal yang perlu dilakukan dan dihindari dalam penampilan

berpidato pada setiap kali pertemuan berakhir.

PENUTUP

(Internalisasi dan refleksi)

Pertemuan ke-3-4 ( 15 menit)

1. Siswa menjawab 10 soal Kuis Uji Teori untuk me-review konsep-konsep penting tentang

berpidato yang telah dipelajari

2. Siswa merefleksikan nilai-nilai serta kecakapan hidup (live skill) yang bisa dipetik dari

pembelajaran dan ditulis di Buku Latihan masing-masing.

3. Guru memberi semangat siswa untuk terus berlatih berpidato dan menerima peluang setiap kali

diminta untuk berpidato

5. SUMBER BELAJARV Pustaka rujukan § Buku Kumpulan Naskah Lomba Pidato Pelajar

2006: Bangkitlah Pemuda! Ayo Lawan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta: Direktorat

Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas)-KPK.

§ Aktif dan Kreatif Berbahasa Indones-ia untuk kelas XII SMA/MA program IPA dan IPS karya Adi

Abdul Somad dkk. dalam Buku Sekolah Elektronik via Depdiknas.go.id

§ Komposisi karya Gorys Keraf terbitan Nusa Indah, Ende-Flores.

§ Argumentasi dan Narasi karya Gorys Keraf terbitan Nusa Indah Ende-Flores.

V Material: VCD, kaset, poster kaset/cd/vcd rekaman pidato (dari dokumentasi sekolah)

Mediacetak dan elektronik Hotspot: http://smax-1_plg.sch.id

Website internet http://kasdiharyanta-kasdih.blogspot.com

Page 47: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Narasumber

V Model peraga Pengurus OSIS/PPSK di kelas siswa yang masih aktif

Lingkungan

6. PENILAIAN

TEKNIK DAN BENTUK vV Tes Lisan

vV Tes Tertulis dalam bentuk kuis

vV Observasi Kinerja/Demontrasi

vV Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas menyusun naskah pidato.

vV Pengukuran Sikap

vV Penilaian diri

INSTRUMEN /SOAL

1. Tugas untuk membacakan teks pidato

2. Tugas untuk menanggapi pembacaan teks pidato

3. Daftar tabel pengisian hasil pengamatan

4. Daftar pertanyaan kuis uji teori untuk mengukur pemahaman siswa atas konsep-konsep yang telah

dipelajari.

5. Praktik berpidato

RUBRIK/KRITERIA PENILAIAN/BLANGKO OBSERVASI Lembar rubrik penilaian kinerja

berpidato (Terlampir-Lampiran 1)

Page 48: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Mengetahui, Palembang, Juli 2011

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Dra. Lucia Chia Drs. Kasdi Haryanta

_____________________________________________________________________________

3.3 Proses Penilaian:

3.3.1 Bentuk tes : Praktik berpidato tanpa teks

3.2.2 Sarana tes : Materi topik berpidato yang disampaikan seminggu sebelum diteskan agar siswa

menyusun naskah pidato. Dirasi waktu tes per siswa 3 menit.

3.3.3 Kriteria Penilaian: Rubrik Penilaian => terlampir-Lampiran 1

3.4 Hasil Penilaian => terlampir dalam Lampiran 2 (Daftar Nalai Kelas XII IPA 1 dan Kelas

XII IPA 2).

3.5 Sistem pengolahan skor ke dalam nilai: menggunakan PAP sehingga siswa jelas dan mengejar

target masing-masing dengan KKM= 75. Klasifikasi nilai adalahNo. Skor Kualifikasi

1 86-95 Amat baik

2 75-85 Baik

3 65-74 Cukup

4 55-64 Kurang cukup

5 41-54 Amat kurang cukup

IV. PENUTUP

Page 49: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Pembelajaran bahasa dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pembelajaran yang telah

diidentifikasi dan dirumuskan berdasarkan telaah mendalam terhadap kebutuhan yang perlu dipenuhi.

Hal ini diupayakan tercapai melalui serangkaian kegiatan pembelajaran yang secara matang dirancang

dan diselenggarakan secara sungguh-sunguh.

Tujuan pembelajaran, proses kegiatan pembelajaran, dan evaluasi hasil kegiatan saling terkait dalam

satu pola hubungan yang erat. Suatu komponen penyelenggaraan pembelajaran terdahulu memengaruhi

bahkan menentukan penyenggaraan komponen berikutnya. Dalam pembelajaran bahasa, kemampuan

bahasa reseptif, menyimak dan membaca merupakan komponen dasar yang amat berpengaruh terhadap

ketercapaian komponen kemampouan bahasa produktif berikutnya, dalam hal ini berbicara dan

menulis.

Evaluai tingkat keberhasilan berbahasa seringkali dikaitkan dengan tingkat keberhasilan pembelajara

dalam bentuk nilai yang diperoleh dari guru pada masa tertentu, terutama di akhir satuan waktu belajar.

Bagi komponen penyelenggara pembelajaran nilai yang dicapai pembelajar merupakan tingkat

keberhasilan pembelajaran yang dicapai oleh pembelajar. Bagi guru nilai merupakan unjuk kerjanya

dalam mengelola kegiatan pembelajaran dan interakasi dengan pembelajar. Maka, akan bijaksana

manakala guru memerhatikan tingkat pemahaman pembelajar tentang materi yang disampaikannya

dalam proses layanan pembelajaran. Guru dapat melakukan telaah terhadap unjuk kerjanya untuk

menganalisis tahap perencanaan, proses layanan pembelajaran,dan pengevaluasian yang dilakukannya.

Hasil evaluasi digunakan sebagai umpan balik bagi pendidikan dan layanan proses pembelajarannya.

Daftar Pustaka

Ariani, Farida. 2006. Keterampilan Menyimak. Depdiknas Ditjen PMPTK PPPG Bahasa.

Djiwandono, M.S. 2008. Tes Bahasa, Pegangan bagi Pengajar Bahasa. Jakarta: Indeks.

Maidar, Arsyad G. 1994. Bahasa dan Proses Pengejaran Menyimak. Jakarta: Departemen P dan K

Ditjen Dikdasmen. PPPG Bahasa.

Page 50: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra

Kamidjan dan Suyono. 2000. Menyimak. Jakarta: Depdiknas-Ditjen Dikdasmen Direktorat Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama.

Keraf. Gorys. 2001. Komposisi. Ende-Flores: Nusa Indah Percetakan Arnoldus

Keraf. Gorys. 1998. Narasi dan Argumentasi. Ende-Flores: Nusa Indah Percetakan Arnoldus.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.

Ridwan. 2010. “Tes Kemampuan Membaca”. Dalam http://ikfaiz.wordpress.com/2010/10/07/tes-

kemampuam-membaca/, Diakses 4 Desember 2011, pukul 23.35 WIB.

Safari. 2002. Pengujian dan Penilaian Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: PT Kartanegara.

Tarigan, Henry Guntur. 1987. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

___________________. 2004. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

___________________. 2006. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Page 51: Pengembangan Pendekatan Tes Kebahasaan Dan Sastra