pengembangan modul pembelajaran matematika …digilib.unila.ac.id/55107/3/tesis tanpa bab...

91
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PQ4R UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA (Tesis) HERLIN NOVALIA MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: phammien

Post on 28-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PQ4R UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KREATIF DAN KEMANDIRIAN

BELAJAR SISWA SMA

(Tesis)

HERLIN NOVALIA

MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRACT

MATHEMATICAL LEARNING MODULES DEVELOPMENTS BY

USING PQ4R STRATEGIES TO IMPROVE HIGH SCHOOL'S

STUDENTS' CREATIVE THINKING SKILLS AND

SELF-REGULATED LEARNING

By

Herlin Novalia

This research is a research development that aims to find out the mathematics

module development model that using PQ4R strategy and observing the

improvement of creative thinking skills and self-regulated learning by using

mathematics learning module and applying PQ4R strategy. The subjects of this

study were XI grade students of SMA N 6 Bandar Lampung. The results of the

preliminary study indicate the need to develop a learning module. The preparation

and development of modules is done by drafting modules and all components

based on module writing guidelines. The validation results show that the module

has met the media and material feasibility standards. The results of limited trials

in small groups indicate that modules are included in the excellent category. The

results of the field test in this study were mathematical modules on polynomial

material for high school level. The research data was obtained through

instruments of creative thinking skills and self-regulated learning scale. The

proportion test results towards the effectiveness of modules usage show the

students have met the minimum completeness criteria in the creative thinking

skills. Self- regulated learning student after using the mathematics module does

not show a significant change.

Kata kunci : Creative thinking, self-regulated learning, and module.

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PQ4R UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KREATIF DAN KEMANDIRIAN

BELAJAR SISWA SMA

Oleh

Herlin Novalia

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk

mengetahui model pengembangan modul matematika dengan strategi PQ4R serta

melihat peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa

SMA. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 6 Bandar Lampung.

Hasil studi pendahuluan menunjukkan adanya kebutuhan untuk dikembangkan

modul pembelajaran. Penyusunan dan pengembangan modul dilakukan dengan

menyusun draft modul dan semua komponennya berdasarkan panduan penulisan

modul. Hasil validasi menunjukkan bahwa modul telah memenuhi standar

kelayakan media dan materi. Hasil uji coba terbatas pada kelompok kecil

menunjukkan bahwa modul termasuk dalam kategori sangat baik. Hasil uji

lapangan dalam penelitian ini berupa modul matematika pada materi polinomial

untuk jenjang SMA. Data penelitian uji coba terbatas pada kelompok besar

diperoleh melalui instrumen kemampuan berpikir kreatif dan skala kemandirian

belajar siswa. Hasil uji proporsi peningkatan kemampuan berpikir kreatif dengan

menggunakan modul menunjukkan siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan

minimal. Kemandirian belajar siswa setelah menggunakan modul matematika

tidak menunjukkan perubahan yang signifikan

Kata kunci : berpikir kreatif, kemandirian belajar, dan modul pembelajaran.

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI PQ4R UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KREATIF DAN KEMANDIRIAN

BELAJAR SISWA SMA

Oleh

HERLIN NOVALIA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA

pada

Program Pascasarjana Pendidikan Matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabaru, Tanjung Karang pada tanggal 6 November 1989.

Penulis merupakan putri tunggal dari bapak Herson dan ibu Halifah.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD N 1 Rajabasa Raya pada

tahun 2002. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Al-Kautsar

Bandar Lampung pada tahun 2005. Dan Sekolah Menengah Atas (SMA)

diselesaikan di SMA Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2008.

Tahun 2008, penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan pendidikan matematika,

FKIP UNILA melalui jalur SNMPTN. Penulis menyelesaikan studi S-1 nya pada

tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis bekerja di BT/BS Medika selama 6 bulan.

Kemudian pada tahun 2014- 2017, penulis diminta bekerja di SMA N 6 Bandar

Lampung sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) mata pelajaran matematika. Penulis

melanjutkan karirnya bekerja di SMA DCC Global sebagai wakil kepala sekolah

bagian kesiswaan pada tahun 2017 hingga sekarang.

MOTO

Hidup sekali, Bermanfaat bagi umat

Persembahan

Dengan Mengucap Syukur Kepada Allah SWT

Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada :

Bak yang telah mendidik, mencurahkan kasih sayang, materi, tenaga, pikiran, dan waktu, serta selalu mendoakan kebahagiaan dan

keberhasilanku.

Suami yang sepenuhnya memberikan dukungan penuh dan semangatnya padaku.

Siswa-siswiku yang telah memberikan banyak sekali pengalaman belajar

di kelas.

Almamater Universitas Lampung tercinta.

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Pengembangan Modul Pembelajaran Matematika dengan

Menggunakan Strategi PQ4R untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan

Kemandirian Belajar Siswa SMA” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

magister pendidikan matematika pada program pascasarjana pendidikan matematika,

Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku pembimbing utama sekaligus

pembimbing akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran,

dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini;

2. Ibu Dr. Asmiati, M.Si., selaku pembimbing kedua atas kesediaan memberikan

bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian tesis ini;

3. Ibu Dr. Een Haenilah, M.Pd., selaku penguji utama pada ujian tesis. Terima kasih

untuk masukan dan saran-saran pada seminar proposal terdahulu;

ii

4. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd. selaku ketua program studi Magister

Pendidikan Matematika sekaligus validator modul pembelajaran yang telah

memberikan saran dan komentar;

5. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku validator modul pembelajaran yang telah

memberikan saran dan komentar;

6. Bapak dan Ibu dosen pascasarjana pendidikan matematika FKIP Universitas

Lampung yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada Penulis;

7. Bapak dan Ibu staf administrasi Universitas Lampung;

8. Bapak Mansurdin, S.Pd., selaku kepala SMA N 6 Bandar Lampung yang telah

memberikan izin untuk dapat melaksanakan penelitian ini;

9. Seluruh guru matematika SMA N 6 Bandar Lampung yang telah memberikan

sumbang pemikiran untuk penulisan tesis ini;

10. Frendi Fitra Mardana, S.Pd., sebagai pengamat kegiatan pembelajaran di kelas

selama penelitian;

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan

tetapi sedikit harapan semoga tesis yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat.

Aamiin.

Bandar Lampung,23 Desember 2018

Penulis

Herlin Novalia

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ........................................................................................ v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 11

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 11

D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 12

E. Definisi Operasional ......................................................................... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Berpikir Kreatif ............................................................. 14

B. Kemandirian Belajar ........................................................................... 19

C. Modul Pembelajaran ........................................................................... 31

D. Strategi PQ4R ..................................................................................... 36

E. Kerangka Pikir .................................................................................... 40

F. Hipotesis .............................................................................................. 46

III. METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Tempat Penelitian ............................................................ 47

B. Jenis Penelitian ................................................................................... 48

C. Prosedur Penelitian dan Pengembangan ............................................. 49

D. Instrumen Penelitian ........................................................................... 57

E. Teknik Analisis Data ........................................................................... 66

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Pengembangan .......................................................... 71

1. Hasil Tahap Pendahuluan ............................................................ 71

2. Hasil Tahap Perencanaan ............................................................ 74

3. Hasil Pengembangan Produk ....................................................... 75

4. Hasil dan Analisis Uji Coba Terbatas .......................................... 78

a. Ahli Materi dan Ahli Media ................................................... 78

b. Kelompok Kecil ..................................................................... 88

Halaman

iv

c. Kelompok Besar .................................................................... 89

1. Hasil Observasi terhadap Guru ........................................ 90

2. Hasil Observasi Kegiatan Siswa ...................................... 91

3. Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ................................ 92

4. Kemandirian Belajar Siswa ............................................. 98

B. Pembahasan ....................................................................................... 101

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................................ 114

B. Saran ........................................................................................................... 114

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Polinomial............................... 533.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif ................................ 603.3 Kriteria Validitas Instrumen .................................................................... 623.4 Validitas Instrumen Berpikir Kreatif....................................................... 623.5 Kriteria Tingkat Kesukaran ..................................................................... 643.6 Perolehan Indeks Tingkat Kesukaran ...................................................... 643.7 Interpretasi Nilai Daya Pembeda............................................................. 653.8 Perolehan Indeks Daya Pembeda ............................................................ 663.9 Interval Nilai Tiap Kategori Penilaian .................................................... 684.1 Bagian-Bagian Modul ............................................................................. 754.2 Kategori Penilaian Komponen Hasil Validasi Ahli Materi ..................... 794.3 Kategori penilaian Komponen Hasil Validasi Ahli Media...................... 874.4 Rekapitulasi Skor Skala Uji Coba Kelompok Kecil................................ 904.5 Rekapitulasi Ketercapaian RPP dengan Penelitian ................................. 914.6 Skor Awal Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa ..................................... 934.7 Skor Awal Perindikator Kemampuan Berpikir Kreatif ........................... 944.8 Skor Akhir Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa..................................... 944.9 Skor Akhir Perindikator Kemampuan Berpikir Kreatif .......................... 954.10 Skor Awal Kemandirian Belajar Siswa................................................... 1004.11 Skor Awal Perindikator Kemandirian Belajar......................................... 1004.12 Skor Akhir Kemandirian Belajar Siswa .................................................. 1014.13 Skor Akhir Perindikator Kemandirian Belajar ........................................ 101

Halaman

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Langkah-Langkah Metode Penelitian Pengembangan .............................. 50

3.2 Desain Eksperimen One-Group Pretest - Postest Design ......................... 57

4.1 Sampul Modul MGMP Matematika .......................................................... 74

4.2 Sampul Modul Hasil Pengembangan......................................................... 76

4.3 Tidak Terdapat Kata Pengantar Sebagai Pembuka Materi ........................ 80

4.4 Penulis Menambahkan Kalimat Pengantar ................................................ 80

4.5 Latihan Soal Belum Menunjang Terbentuknya Kemampuan

Berpikir Kreatif Siswa .............................................................................. 81

4.6 Soal Telah Direvisi Menjadi Soal yang Mampu Menunjang

Kemampuan Berpikir Siswa ...................................................................... 81

4.7 Kalimat yang Digunakan Bukan Merupakan Kalimat Efektif .................. 82

4.8 Kalimat Telah Direvisi Menjadi Kalimat Efektif ...................................... 82

4.9 Penggunaan Kata-Kata Tidak Baku........................................................... 83

4.10 Penggunaan Kata-Kata Tidak Baku Telah Diperbaiki .............................. 83

4.11 Penggunaan Kata-Kata Tidak Baku Telah Diperbaiki .............................. 84

4.12 Telah Disediakan Kolom Rangkuman yang Akan Diisi Sendiri

oleh Siswa .................................................................................................. 84

4.13 Telah Disediakan Peta Konsep yang Akan Diisi Sendiri oleh Siswa ........ 85

4.14 Telah Disediakan Uji Materi Prasyarat...................................................... 86

4.15 Tulisan pada Halaman Judul Belum Terlihat Jelas atau Terlalu Kecil ...... 88

4.16 Hasil Perbaikan Sampul Modul ................................................................. 88

4.17 Batas Margin Terlalu Sempit ..................................................................... 88

4.18 Hasil Perbaikan Margin ............................................................................. 88

4.19 Variasi Jenis Huruf Terlalu Banyak .......................................................... 89

4.20 Hasil Perbaikan Variasi Huruf ................................................................... 89

4.21 Guru Membagikan Modul Pembelajaran................................................... 91

4.22 Aktivitas Siswa Berdiskusi dan Bertanya .................................................. 92

4.23 Contoh Kreativitas Siswa Satu dan yang Lainya Saat Membuat Peta

Konsep Sendiri........................................................................................... 96

4.24 Jawaban Siswa pada Modul ....................................................................... 96

4.25 Lanjutan Jawaban Siswa pada Modul ...................................................... 97

4.26 Jawaban Siswa Lain untuk Permasalahan dalam Modul ........................... 97

4.27 Lanjutan Jawaban Siswa Lain untuk Permasalahan dalam Modul ............ 98

4.28 Permasalahan dan Jawaban dalam Modul untuk Mengetahui

Kepekaan Siswa ......................................................................................... 98

1

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini, kreativitas memegang peranan yang sangat penting dalam segala bidang

kehidupan. Berbagai alasan tentang ukuran kesuksesan di dunia diawali dari

sebuah kreativitas yang dihasilkan dalam inovasi pengembangan produk ataupun

jasa. Persaingan bukan lagi tentang sebuah pencapaian prestasi tertentu melainkan

persaingan daya kretivitas yang tinggi dalam pengembangan dan inovasi.

Sehingga, alasan ini memperkuat pemahaman bahwa yang seharusnya

dimaksimalkan adalah kreativitas.

Kesadaran akan hal ini pula selaras dengan tujuan pendidikan nasional dalam

undang-undang tahun 2003 nomor 20 pada pasal 3, yaitu “mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

Setiap individu memiliki potensi menghasilkan kreativitas. Potensi itu ada karena

setiap individu memiliki kemampuan untuk berpikir kreatif. Namun, kemampuan

berpikir kreatif ini tidak mutlak dari sifat yang diturunkan dari orang tua.

Kemampuan berpikir kreatif pada diri seseorang ini dapat dikembangkan dan

2

dilatih melalui proses pembelajaran. Salah satunya adalah dalam pembelajaran

matematika.

Matematika adalah ilmu yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

ilmu. Sesuai dengan lampiran Permendikbud nomor 59 tahun 2014 matematika

yang menyatakan bahwa matematika adalah ilmu universal yang berguna bagi

kehidupan manusia, mendasari perkembangan teknologi modern, berperan dalam

berbagai ilmu, dan memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika

diajarkan sejak usia dini hingga jenjang perguruan tinggi. Fungsi pembelajaran

matematika adalah sebagai media atau sarana dalam mencapai kompetensi.

Matematika juga digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan persoalan dalam

dunia kerja atau kehidupan sehari-hari. Namun, harus disesuaikan dengan

perkembangan siswa agar tercapai hasil yang diinginkan. Matematika juga dapat

membentuk pola pikir siswa.

Fakta yang terjadi di Indonesia adalah kemampuan matematika masih sangat perlu

perbaikan. Berdasarkan hasil studi internasional yaitu Trends in International

Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011 yang digagas oleh OECD,

menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia sangat tidak memuaskan. TIMSS

merupakan studi yang meneliti tentang literasi matematika dan sains. Fakta lain

ditunjukan pula dari laporan PISA menunjukkan bahwa posisi Indonesia tiap

empat tahun selalu berada pada urutan akhir dari negara-negara lainnya. Laporan

terakhir Indonesia menempati posisi ke-63 dari 72 negara yang mengikuti survei

PISA dalam bidang matematika (OECD,2018). Hal ini menjadi refleksi bagi guru-

3

guru matematika untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas sesuai

dengan tuntutannya.

Pemeran utama pembelajaran adalah guru. Guru harus memahami tanggung jawab

untuk mendidik siswa dalam mengembangkan kemampuan hardskill ataupun

softskill. Guru juga memiliki tanggung jawab agar mampu mengembangkan

kemampuan tersebut agar siswa siap menghadapi tantangan global di kehidupan

sebenarnya. Hal ini berarti diperlukan guru-guru yang mampu mengelola

pembelajaran dengan baik, mengembangkan pembelajaran secara inovatif, media

yang sesuai, bahan ajar yang mudah digunakan, atau apapun yang dibutuhkan

dalam pembelajaran di kelas agar lebih baik.

Dalam mengelola pembelajaran guru harus menggunakan cara seefektif mungkin.

Guru haruslah memiliki daya kreativitas dan inovatif. Guru yang kreatif dan

inovatif adalah guru yang mampu mengkreasi berbagai upaya agar siswanya

menjadi pribadi yang kreatif pula. Guru mencari berbagai strategi pembelajaran

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswanya. Namun, agar upaya

tersebut lebih optimal guru harus memahami keadaan dan karakteristik siswanya.

Dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki guru dalam kelas serta

pemahaman mengenai siswanya, akan mudah bagi guru menemukan cara yang

efektif jika ditinjau dari kemampuan yang diharapkan pada siswa.

Siswa sebagai penerus bangsa menjadi objek utama dalam pendidikan, yang

kemampuan softskill atau hardskill-nya harus dikembangkan. Seperti yang telah

dipaparkan sebelumnya, yaitu saat ini siswa berkemampuan berpikir kreatif dan

mandiri merupakan salah satu tujuan yang diharapkan sebagai penerus bangsa.

4

Siswa disiapkan agar mampu secara mandiri menghadapi berbagai persoalan dan

tantangan global di masa yang akan datang. Siswa juga harus mampu berpikir

kreatif agar mampu memecahkan persoalan dalam kehidupan nyata.

Pada dasarnya siswa telah memiliki karakter yang terbagi dalam tiga aspek, yaitu

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini sesuai dengan Bloom (1956) yang

mengatakan bahwa setiap anak mengalami perkembangan dari tiga aspek yaitu,

aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kognitif berkaitan dengan kegiatan

mental dalam memperoleh, mengolah, mengorganisasi, dan menggunakan

pengetahuan. Afektif berkaitan dengan perasaan atau emosi. Sedangkan

psikomotorik merupakan aktivitas fisik yang berkaitan dengan proses

mental. Ketiga aspek tersebut sangat menentukan kualitas siswa.

Aspek kognitif adalah kemampuan intelektual seseorang dalam berpikir, mengeta-

hui dan memecahkan masalah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut

Bloom (1956), segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk dalam

ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir,

termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,

menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan berpikir kreatif.

Salah satu aspek kognitif yang sangat penting dan sudah diuraikan sejak awal

permasalahan ini kemampuan berpikir kreatif. Mengingat kemampuan berpikir

kreatif sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti Alexander

(Mahmudi, 2008) yang menyatakan bahwa kesuksesan hidup individu sangat

ditentukan oleh kemampuannya untuk secara kreatif menyelesaikan masalah, baik

dalam skala besar maupun kecil. Pentingnya kemampuan ini juga diutarakan oleh

5

De Bono (McGregor, 2007) untuk meningkatkan kualitas hidup, mendesain

sesuatu, menyelesaikan masalah, sampai mengkreasi perubahan dibutuhkan

kemampuan yang kreatif.

Selain dalam kehidupan nyata kemampuan berpikir kreatif menjadi hal yang

selalu disinggung dalam cara seorang belajar. Penyebabnya adalah dalam

pembelajaran terjadi yang namanya belajar. Piaget (Ginsburg dan Opper, 1988)

mengemukakan belajar sebagai kegiatan untuk memperoleh dan menemukan

struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat digunakan dalam berbagai

keadaan. Pendapat ini menekankan pada kita bahwa dalam belajar akan ditemukan

struktur pemikiran seseorang.

Sejauh ini kemampuan berpikir kreatif matematis siswa masih sangat butuh

perhatian. Hal ini ditunjukkan pada prestasi siswa dalam menyelesaikan soal-soal

PISA, yaitu soal-soal tipe HOT (high order thingking) telah menunjukkan bahwa

kemampuan anak-anak Indonesia hanya menguasai kemampuan di level

pemahaman saja. Siswa tidak terbiasa berhadapan dengan soal-soal HOT. Soal-

soal tersebut adalah soal-soal yang membutuhkan kemampuan berpikir di level

lebih tinggi seperti kemampuan berpikir kreatif.

Fakta lain bahwa kemampuan berpikir kreatif masih perlu diperbaiki dengan

menganalisis hasil observasi pendahuluan yang dilakukan penulis di Bandar

Lampung, yaitu SMA N 6 Bandar Lampung. Penulis melakukan uji coba soal

yang mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu mengukur kemampuan

berpikir kreatif siswa. Penulis memperoleh hasil yang sangat jauh dari yang

diharapkan. Hasil analisis yang dilakukan oleh penulis terhadap indikator berpikir

6

berpikir kreatif yaitu, kelancaran, keluwesan, keaslian, kerincian, dan kepekaan.

Soal diujikan terhadap 30 orang siswa. Siswa yang menjawab dengan jawaban

tunggal dan benar ada 24 orang, sisanya menjawab dengan jawaban lain tetapi

belum benar. Variasi jawaban yang diberikan siswa belum terlihat. Perbedaan

bentuk soal ataupun jawaban yang diinginkan membuat siswa malas untuk

menyelesaikannya.

Selain itu pembelajaran di SMA N 6 Bandar Lampung memang belum efektif.

Hasil observasi juga menunjukkan bahwa guru belum mampu mengorganisasikan

pembelajaran secara optimal sehingga siswa kurang termotivasi untuk giat belajar.

Guru belum memilih strategi dan media belajar yang tepat bagi siswa dalam

pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.

Masalah lain yang timbul selain aspek kognitif adalah dari aspek afektif siswa.

Hasil pengamatan pada observasi pendahuluan menunjukkan ketergantungan

siswa pada guru sehingga siswa cenderung meminta contoh kepada guru terlebih

dahulu agar mereka dapat menyelesaikannya. Siswa tidak memiliki inisiatif untuk

bisa memahami dengan sendirinya. Siswa tidak terbuka tentang kelemahan-

kelemahan mereka ketika memahami pembelajaran. Siswa juga tidak terbiasa

menerima kritikan atau saran teman. Keadaan menunjukkan bahwa siswa tidak

mandiri.

Berdasarkan pengamatan itu maka penulis merasa perlu untuk mengembangkan

kemandirian siswa dalam belajar di samping kemampuan berpikir kreatif. Aspek

ini seringkali diabaikan dalam mengembangkan kemampuan siswa selain aspek

kognitif atau aspek psikomotorik sebagai aspek utama. Namun, telah diuraikan

7

sebelumnya bahwa pada kurikulum terbaru yaitu, kurikulum 2013 dalam rumusan

standar kelulusan pendidikan dasar dan menengah, dimensi afektif menjadi

perhatian utama. Dalam undang-undang tersebut, terdapat aspek mandiri, yang

selanjutnya disebut sebagai kemandirian, menjadi kemampuan yang ingin dicapai

dalam pendidikan dan ditingkatkan sebagai pendukung kemampuan aspek

kognitif siswa.

Berdasarkan hasil analisis angket pengungkapan kebutuhan guru dalam lampiran

A.2 yang diberikan kepada tiga guru mata pelajaran matematika. Penulis melihat

bahwa tidak digunakan modul dalam pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik siswa. Modul yang digunakan adalah modul hasil musyawarah guru

mata pelajaran matematika yang belum diperbaiki desain ataupun penyampain

isinya yang tidak lagi relevan dengan kondisi siswa sekarang.

Hal lain yang ditemukan yaitu guru juga masih menggunakan buku yang beredar

secara nasional tetapi siswa tidak diwajibkan memiliki. Siswa yang tidak memiliki

motivasi membaca semakin menjauhi yang namanya buku matematika. Hal ini

menjadi penghambat kegiatan pembelajaran. Guru juga menggunakan buku-buku

usang yang berbasis kurikulum 2006. Buku-buku itu masih desain kuno yang

tidak membuat siswa tertarik untuk mempelajarinya. Adapula guru yang

menggunakan buku berbasis kurikulum 2013 yang diperoleh dari kemendikbud

tetapi siswa tidak mampu beradaptasi dengan penyajian materi didalamnya.

Penyajian dari buku yang digunakan belum dapat mengembangkan kemampuan

berpikir tingkat tinggi atau membuat siswa mampu belajar secara mandiri.

Berdasarkan beberapa buku yang digunakan guru, dapat dikatakan bahwa buku

8

pegangan guru atau siswa belum mampu meningkatkan kemampuan yang ingin

dicapai.

Penulis juga mengunjungi perpustakaan sekolah, jumlah buku teks yang tersedia

masih kurang memenuhi. Jika dilakukan pencetakan ulang, maka tentunya akan

menghabiskan biaya yang cukup banyak mengingat jumlah siswa setiap satuan

angkatan cukup banyak. Hal ini menjadi salah satu penghambat untuk menunjang

proses pembelajaran.

Guru membutuhkan sebuah bahan ajar yang mudah diperbanyak dan tidak

membebankan siswa. Guru membutuhkan bahan ajar yang tidak setebal buku teks

agar ringan biaya untuk memperbanyak dan dibawa kemanapun oleh siswa.

Penggunaan bahan ajar yang dikembangkan ini akan menjadi salah satu ragam

bentuk pembelajaran di kelas. Sehinnga proses pembelajaran akan lebih bervariasi

dari segi strategi, penggunaan bahan ajar, metode, dan model pembelajaran.

Harapannya pembelajaran di kelas pun tidak akan membosankan.

Guru juga membutuhkan bahan ajar yang baru yang sesuai dengan karakteristik

anak masa kini sebagai salah satu upaya meragamkan bentuk pembelajaran di

kelas. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan dalam angket yang diberikan, yaitu

ketiga guru matematika di SMA N 6 Bandar Lampung setuju dengan

pengembangan modul pembelajaran matematika. Harapan mereka modul tersebut

dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar

siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru membutuhkan modul

untuk membantu guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan

kemandirian belajar siswa.

9

Lebih lanjut hasil analisis angket pengungkapan kebutuhan siswa menunjukan

bahwa semua siswa yang diberikan angket mengalami kesulitan dalam

mempelajari materi polinomial/suku banyak atau materi lain yang secara mandiri.

Selama ini setelah mempelajari sebuah buku, siswa tetap tidak bisa dihadapkan

dengan soal-soal berpikir tingkat tinggi. Dengan kata lain, bahan ajar yang

digunakan siswa tidak mengembangkan siswa berpikir kreatif. Siswa

membutuhkan bahan ajar alternatif untuk memahami materi

polinomial/sukubanyak atau materi yang lain. Demikian siswa membutuhkan

pengembangan modul pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan

berpikir kreatif siswa.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahan ajar yang digunakan sesuai

kebutuhan dalam penelitian ini adalah modul pembelajaran. Modul pembelajaran

adalah satuan program belajar mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa

sendiri secara perseorangan atau diajarkan siswa kepada dirinya sendiri atau self-

instruction (Winkel, 2009:472). Sementara Vembriarto (1993:20) juga

menyatakan bahwa modul pembelajaran sebagai paket pengajaran yang memuat

satu unit konsep daripada bahan pelajaran. Berdasarkan pendapat-pendapat

tersebut dapat dikatakan bahwa modul adalah paket bahan ajar yang dapat

digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan, yaitu mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar secara efektif.

Selain pernyataan perlunya pengembangan bahan ajar, strategi dalam

pembelajaran juga menjadi pertimbangan agar sesuai dengan bahan ajar yang

digunakan. Peran guru adalah bertanggung jawab pada ruang kelas dalam

10

mengajak siswanya agar bersama-sama mencapai tujuan. Strategi pembelajaran

yang sesuai dengan karakteristik siswa dan bahan ajar yang tersedia seharusnya

ditentukan oleh guru. Oleh karena itu, guru perlu menemukan pengembangan-

pengembangan bahan ajar, media, ataupun strategi pembelajaran. Sehingga upaya

yang dilakukan efektif dalam mengembangkan kemampuan yang diharapkan

dalam tujuan pendidikan.

Salah satu inovasi strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemandirian

belajar adalah strategi Preview, Question, Read, Reflect, Recite, Review (PQ4R).

Strategi PQ4R ini merupakan tahapan-tahapan langkah yang dilakukan dalam

memahami sebuah bacaan. Menurut Anderson (1990:211), strategi PQ4R yang

dikembangkan oleh Thomas dan Robinson (1972) ini merupakan salah satu

bagian dari strategi elaborasi yang mempunyai langkah dengan urutan Preview,

Question, Reflect, Recite, Review. Dalam tahap-tahap pembelajaran, strategi ini

cocok untuk mengembangkan kemandirian belajar. Konten yang akan diisikan

dalam modul ini juga diharapkan dapat mengembangkan kemampuan kognitif

seperti berpikir kreatif siswa.

Berdasarkan masalah dan kemungkinan solusi yang bisa digunakan, penulis

melanjutkan langkah untuk mengembangkan bahan ajar yang relevan, yaitu modul

pembelajaran matematika dengan strategi PQ4R. Pertimbangannya adalah bahwa

modul dengan strategi PQ4R sesuai dengan teori konstruktivis. Modul dengan

strategi PQ4R dapat digunakan siswa secara mandiri tanpa harus selalu

melibatkan guru. Sehingga penulis berpendapat bahwa pengembangan modul

11

pembelajaran dengan menggunakan strategi PQ4R efektif digunakan untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah penelitian

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah model pengembangan modul pembelajaran matematika dengan

strategi belajar PQ4R?

2. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian

belajar dengan penggunaan modul pembelajaran matematika dengan strategi

belajar PQ4R?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui proses dan hasil pengembangan modul pembelajaran matematika

dengan strategi PQ4R.

2. Mengetahui efektivitas modul pembelajaran matematika dengan menggunakan

strategi PQ4R ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian

belajar siswa SMA.

12

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Secara teori penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sumbangsih

pemikiran dan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya terkait

pengembangan modul matematika bagi siswa SMA.

2. Secara praktik penelitian ini menghasilkan produk yang diharapkan dapat

digunakan dalam pembelajaran matematika di SMA dan menjadi bahan

perbandingan untuk perbaikan produk penelitian selanjutnya.

E. Definisi Operasional

1. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa merupakan keberdayaaan siswa

dalam menghasilkan gagasan atau ide yang baru, lancar, luwes, dan terperinci

serta memiliki kepekaan ketika menghadapi permasalahan matematika.

2. Kemandirian belajar adalah suatu sikap siswa dalam memahami dan

menyelesaikan persoalan dengan inisiatif, mampu merasakan kebutuhan akan

belajar karena memiliki tujuan belajar, mampu memilih dan menggunakan

strategi/sumber belajar, dan mampu bekerja sama dengan orang lain, serta

mampu belajar sendiri dan mengontrol diri.

3. Modul pembelajaran adalah bahan belajar tertulis yang disusun secara siste-

matis, menarik, memiliki tujuan tertentu, dan dapat digunakan dalam waktu

tertentu sehingga pembacanya dapat belajar secara mandiri akan materi yang

disajikan.

4. Strategi PQ4R merupakan strategi membaca yang meliputi enam langkah

utama yakni preview (membaca selintas dengan cepat), question (bertanya),

13

read (membaca), reflect (refleksi), recite (membuat intisari), dan review

(mengulang secara menyeluruh), sehingga berpotensi membantu siswa

mengingat apa yang mereka baca, dan dapat membantu pembelajaran di kelas

yang dilaksanakan dengan kegiatan membaca buku, bahan ajar, atau modul

sehingga siswa dapat memahami konsep yang dipelajari.

5. Efektivitas dapat diartikan ukuran keberhasilan dalam pembuatan suatu produk

pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan sesuai

dengan kriteria tertentu.

14

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Berpikir Kreatif

Kemampuan berpikir kreatif yang merupakan salah satu kemampuan dari aspek

kognitif siswa. Aspek kognitif merupakan aspek yang menekankan pada

kemampuan intelektual siswa dalam berpikir, pada ranah perkembangan berpikir

taksonomi Bloom (Krathwohl, 2002). Dalam pembelajaran, siswa sangat

memerlukan kemampuan ini untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Kreatif dan kreativitas memiliki hubungan yang erat, karena kreativitas

merupakan hasil dari pemikiran seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir

kreatif. Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan Novalia (2015) yaitu kreativitas

diciptakan oleh individu yang kreatif. Kreatif melibatkan kemampuan untuk

mengembangkan sesuatu yang baru, bervariasi, dan ide yang unik (Forrester,

2008). Sementara kreativitas adalah produk atau hasil pemikiran manusia dalam

proses memikirkan gagasan ketika menghadapi persoalan atau masalah (Noer,

2009). Demikian, seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kreatif selalu

berusaha memperoleh suatu ide/gagasan yang baru untuk menyelesaikan ketika

dihadapkan dengan permasalahan.

Kemampuan berpikir kreatif siswa adalah suatu keberdayaan siswa dalam

menggunakan ide pemikiran yang baru ketika diberikan suatu permasalahan.

15

Martin (2009) berpendapat bahwa mampu menghasilkan ide dan cara baru untuk

menghasilkan suatu produk adalah mampu berpikir kreatif. Pernyataan yang sama

diungkapan oleh Mcgregor (2007) yaitu berpikir kreatif adalah berpikir yang

arahnya untuk memperoleh suatu wawasan, pendekatan, perspektif, dan cara baru

ketika menghadapi sesuatu. Pada umumnya, kemampuan berpikir kreatif siswa

merupakan suatu potensi siswa dalam proses menggunakan ide atau gagasan yang

baru ketika berimajinasi untuk menghadapi berbagai persoalan.

Kemampuan berpikir kreatif siswa penting untuk dikembangkan, terutama dalam

pembelajaran matematika. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk mata pelajaran

matematika di jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu bertujuan agar siswa

memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, serta kemampuan

bekerja sama (depdiknas, 2006). Mengikuti aturan ini, penulis mengartikan bahwa

dalam pembelajaran matematika harus dirancang sedemikian rupa agar berpotensi

menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

Sebelum merancang suatu pembelajaran matematika yang mampu mengem-

bangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, ada indikator-indikator kemampuan

berpikir kreatif yang perlu diketahui. Menurut Holland (Mann, 2005) aspek-aspek

pada kemampuan berpikir kreatif adalah yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian,

elaborasi, dan sensitivitas. Hal ini sedikit berbeda dengan yang diungkapkan oleh

Isaksen (1998) yang mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif merupakan

suatu konstruksi ide yang menekankan pada aspek kelancaran, keluwesan,

kebaruan, serta ke kerincian. Sementara Torrance dan Guiford (Munandar,

16

2009:64) berpendapat kemampuan berpikir kreatif itu meliputi kemampuan

seperti kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi atau keterincian.

Sehingga, penulis menyimpulkan bahwa kriteria-kriteria berpikir kreatif ada

empat yaitu, keaslian, keluwesan, kebaruan, serta keterincian.

Selanjutnya penulis menjelaskan tentang aspek-aspek dalam mengukur

kemampuan berpikir kreatif siswa yang akan digunakan pada penelitian ini

menurut Munandar, yaitu sebagai berikut.

1. Kelancaran

Aspek ini diukur dengan kriteria-kriteria seperti mencetuskan banyak gagasan

dalam pemecahan masalah, memberikan banyak jawaban dalam menjawab suatu

pertanyaan, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal,

bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain.

2. Keluwesan

Aspek ini diukur dengan kriteria-kriteria seperti menghasilkan gagasan

penyelesaian masalah atau jawaban suatu pertanyaan bervariasi, dapat melihat

suatu msalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, menyajikan suatu konsep

dengan cara yang berbeda-beda.

3. Keaslian

Aspek ini diukur dengan kriteria-kriteria seperti memberikan gagasan yang baru

dalam menyelesaikan masalah atau jawaban yang lain dari yang sudah biasa

dalam menjawab suatu pertanyaan dan membuat kombinasi-kombinasi yang tidak

lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.

17

4. Kerincian

Aspek ini diukur dengan kriteria-kriteria seperti mengembangkan atau

memperkaya gagasan orang lain serta menambahkan atau memperinci suatu

gagasan sehingga tambah meningkatkan kualitas gagasan tersebut.

5. Kepekaan

Aspek ini diukur dengan kriteria-kriteria seperti kepekaan terhadap masalah-

memiliki kepekaan terhadap langkah-langkah jawaban yang mengarah kepada

tujuan/hasil akhir.

Setelah mengetahui karakteristik kemampuan berpikir kreatif, ada banyak alat

atau instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir

kreatif siswa. Torrance (Munandar, 2009:58) menyusun tes yang digunakan untuk

mengukur kemampuan berpikir kreatif berbentuk verbal dan figural, tes ini

dinamakan dengan Torrance Test of creativity Thinking (TTCT). Kemudian

bentuk tes Torrance ini pertama kali diadaptasi di Indonesia oleh Munandar

(2009:58). Tes yang dilakukan Torrance atau Munandar ini merupakan tes yang

mengukur keluwesan, keaslian, dan kelancaran dalam berpikir.

Tes lainnya yang sering digunakan oleh para peneliti terdahulu adalah dengan

pemberian soal open-ended. Seperti Pehkonen (1997) yang mengukur

kemampuan berpikir kreatif dengan memberikan soal open-ended. Getzles dan

Jackson (Silver, 1997) juga mengukur kemampuan berpikir kreatif dengan

memberikan soal terbuka open endeed. Soal-soal open-ended yang diberikan

dianggap memberikan jawaban-jawaban yang beragam pada masing-masing

siswa.

18

Dari penelitian yang dilakukan oleh Noer (2007), diketahui bahwa untuk

mengukur kemampuan berpikir kreatif, siswa dapat diberikan soal uraian

berbentuk open-ended (Noer, 2007). Berdasarkan penelitian itu disimpulkan

bahwa pembelajaran open-ended dapat mengembangkan kemampuan berpikir

kreatif. Sejalan pula dengan Sharp (2004) yang menyarankan kepada pendidik

untuk membuat perilaku siswa berani berperilaku kreatif melalui tugas yang tidak

hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar (banyak/semua jawaban benar).

Dengan demikian, soal berbentuk open-ended bisa digunakan untuk mengukur

kemampuan berpikir kreatif yang selanjutnya akan digunakan oleh penulis

sebagai instrumen tes penelitian ini.

Dalam mengukur aspek kemampuan berpikir kreatif harus disesuaikan dengan

aspek yang akan diukur. Ide penelitian ini diadaptasi dari Noer (2007), sehingga

penulis merumuskan tingkatan dalam indikator kemampuan berpikir kreatif untuk

instrumen tes yang akan digunakan terdiri dari 4 tingkat yang dimulai dari

terendah yaitu skor 0 dan tertinggi dengan skor 4. Rumusan tersebut adalah

kelancaran, keluwesan, keaslian, dan kerincian.

B. Kemandirian Belajar

Berbeda dengan kemampuan berpikir kreatif siswa yang menekankan kemampuan

kognitif, aspek lainnya yaitu aspek sikap seringkali diabaikan oleh guru. Contoh

sikap siswa yang mampu belajar secara mandiri. Namun, sampai saat ini, belajar

mandiri masih dikenal sebagai salah satu metode pembelajaran. Banyak orang

yang belum memahami dengan benar tentang pengertian belajar mandiri, bahkan

19

dalam akademisi. Contoh nyata adalah pengalaman penulis sendiri, yaitu masih

banyak kalangan akademisi (mahasiswa), yaitu rekan-rekan penulis, memahami

bahwa belajar mandiri itu adalah masalah belajar individual, belajar sendiri, atau

belajar jarak jauh tanpa adanya guru. Berdasarkan pengalaman itu maka penulis

menguraikan tentang makna belajar mandiri serta kemandirian belajar menurut

beberapa tokoh.

Menurut Wedemeyer (1963) belajar mandiri adalah cara belajar yang memberikan

derajat kebebasan, tanggung jawab, dan kewenangan yang lebih besar kepada

siswa dalam melaksanakan dan merencanakan kegiatan-kegiatan belajarnya.

Pendapat ini menekankan bahwa terdapat kebebasan bagi siswa untuk mengatur

kegiatan belajarnya sendiri dengan memiliki tanggung jawab kepada diri sendiri.

Lebih rinci lagi Rowntree (1992), mengutip pernyataan Lewis dan Spenser (1986)

menjelaskan bahwa belajar mandiri adalah adanya komitmen untuk membantu

siswa memperoleh kemandirian dalam menentukan keputusan sendiri tentang

tujuan atau hasil belajar yang dicapai, materi ajar dan tema yang akan dipelajari,

sumber-sumber belajar serta metode yang akan dipelajari, kapan, bagaimana serta

dalam hal apa keberhasilan yang akan diuji. Ini berarti bahwa untuk belajar

mandiri siswa harus memiliki sebuah komitmen dan cara-cara tertentu untuk

tujuan yang akan dicapai.

Hampir sama dengan penjelasan Knowless (1975) yang mengatakan bahwa

belajar mandiri adalah suatu proses dimana individu mengambil inisiatif dengan

atau tanpa bantuan dari orang lain untuk mendiagnosa kebutuhan belajarnya

sendiri, merumuskan atau menentukan tujuan belajarnya sendiri, mengidentifikasi

20

sumber-sumber belajar, memilih dan melaksanakan strategi belajarnya, serta

mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Penulis menjadikan penjelasan ini sebagai

beberapa indikator untuk mengukur skala kemandirian belajar siswa ditambah

beberapa indikator yang lainnya.

Penulis juga mengutip penjelasan menurut Mujiman (2008:7), belajar mandiri

adalah kegiatan belajar yang diawali dengan kesadaran adanya masalah, disusul

dengan timbulnya niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk

menguasai sesuatu kompetensi yang diperlukan guna mengatasi masalah.

Pendapat ini dimaknai bahwa belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang

didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna

mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan betul pengetahuan atau

kompetensi yang telah dimiliki. Misalnya motif untuk menguasai suatu konsep

matematika. Sebuah motif dalam diri seseorang akan mendorongnya untuk belajar

salah satu konsep matematika secara bersama ataupun sendirian sesuai dengan

gaya belajar mereka untuk mencapai tujuan meraka.

Berikut ini merupakan batasan belajar mandiri menurut Mujiman:

a. Kegiatan belajar mandiri yang aktif merupakan kegiatan belajar yang memiliki

ciri keaktifan siswa, keterarahan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan.

b. Motif, atau niat, untuk menguasai sesuatu kompetensi adalah kekuatan

pendorong kegiatan belajar secara intensif, persistem, terarah dan kreatif.

c. Kompetensi adalah pengetahuan, atau ketrampilan, yang dapat digunakan

untuk memecahkan masalah.

21

d. Dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa mengolah informasi yang

diperoleh dari sumber belajar, sehingga menjadi pengetahuan ataupun

keterampilan baru yang dibutuhkannya.

e. Tujuan belajar hingga evaluasi hasil belajar, ditetapkan sendiri oleh siswa.

Haris memberikan batasan mengenai belajar mandiri seperti itu dapat disebut

sebagai Self Motivated Learning. Seseorang yang sedang menjalankan kegiatan

belajar mandiri lebih ditandai dan ditentukan, oleh motif yang mendorongnya

belajar. Bukan oleh kenampakan fisik dari kegiatan belajarnya. Siswa tersebut

secara fisik bisa sedang belajar sendirian, belajar kelompok dengan kawan-

kawannya atau bahkan sedang dalam situasi belajar klasikal dalam kelas

tradisonal. Akan tetapi, bila motif yang mendorong kegiatan belajarnya adalah

motif untuk menguasai sesuatu kompetensi yang ia inginkan, maka ia sedang

menjalankan belajar mandiri.

Berdasarkan penjelasan para ahli yang telah diuraikan, belajar mandiri

memungkinkan siswa belajar secara mandiri dari bahan cetak, siaran maupun

bahan rekaman yang telah terlebih dahulu disiapkan, istilah mandiri menegaskan

bahwa kendali belajar serta keluwesan waktu maupun tempat belajar terletak pada

siswa yang belajar. Dengan demikian, belajar mandiri sebagai metode yang dapat

didefinisikan sebagai suatu siswa, dalam hal ini adalah siswa, yaitu siswa yang

memposisikan diri sebagai penanggung jawab, pemegang kendali, pengambil

keputusan atau inisiatif dalam memenuhi dan mencapai keberhasilan belajarnya

sendiri dengan atau tanpa bantuan dari orang lain. Penulis menyimpulkan bahwa

22

kemandirian belajar adalah suatu sikap yang dimiliki oleh siswa yang mampu

belajar mandiri dengan tolak ukur tertentu.

Pentingnya kemandirian belajar juga mengarahkan penulis untuk memahami ciri-

ciri siswa yang mampu belajar mandiri. Metode belajar yang sesuai dengan

kecepatan sendiri juga disebut belajar mandiri atau belajar dengan mengarahkan

diri sendiri. Meskipun istilah tersebut mempunyai arti yang berbeda, diantara ciri-

ciri yang penting bagi siswa secara umum adalah sebagai berikut:

1. Piramid Tujuan

Telah disinggung di atas bahwa dalam belajar mandiri terbentuk struktur tujuan

belajar (yang identik dengan struktur kompetensi) berbentuk piramid. Besar dan

bentuk piramid sangat bervariasi di antara para siswa. Sangat banyak faktor yang

berpengaruh. Di antaranya adalah kekuatan motivasi belajar, kemampuan belajar,

dan ketersediaan sumber belajar. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa semakin

kuat motivasi belajar, semakin tinggi kemampuan belajar, dan semakin tersedia

sumber belajar. Secara umum dapat dikatakan, bahwa keadaan ini menunjukkan

kemungkinan semakin tingginya kualitas kegiatan belajar, dan semakin

banyaknya kompetensi yang diperoleh.

2. Sumber dan Media Belajar

Belajar mandiri dapat menggunakan berbagai sumber dan media belajar. Guru,

tutor, kawan, pakar, praktisi,dan siapapun yang memiliki informasi dan

ketrampilan yang diperlukan siswa dapat menjadi sumber belajar. Paket-paket

23

belajar yang berisi self instruction materials, buku teks, hingga teknologi

informasi lanjut, dapat digunakan sebagai media belajar dalam belajar mandiri.

Ketersediaan sumber dan media belajar turut menentukan kekuatan motivasi

belajar. Apabila sumber dan bahan belajar tersedia dalam jumlah dan kualitas

yang cukup di dalam mesyarakat, kegiatan belajar mandiri menjadi terdukung.

Lebih-lebih bila penguasaan kompetensi yang bermanfaat bagi kehidupan

masyarakat mendapatkan reward yang sepadan, maka belajar mandiri akan

berkembang menjadi bagian dari budaya masyarakat.

3. Tempat Belajar

Belajar mandiri dapat dilakukan di sekolah, di rumah, di perpustakaan, di warnet,

dan di mana pun tempat yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar.

Akan tetapi, memang ada tempat-tempat belajar tertentu yang paling sering

digunakan siswa, yaitu rumah dan sekolah. Lingkungan belajar di tempat-tempat

tersebut perlu mendapatkan perhatian, sehingga siswa merasa nyaman melakukan

kegiatan belajar.

4. Waktu Belajar

Belajar mandiri dapat dilaksanakan pada setiap waktu yang dikehendaki siswa, di

antara waktu yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Masing-masing siswa

memiliki preserensi waktu sendiri-sendiri, sesuai dengan ketersediaan waktu yang

ada padanya.

24

5. Tempo dan Irama Belajar

Kecepatan belajar dan intensitas kegiatan belajar ditentukan sendiri oleh siswa,

sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kesempatan yang tersedia.

6. Cara Belajar

Siswa memiliki cara belajar yang tepat untuk dirinya sendiri. Ini antara lain terkait

dengan tipe siswa, apakah ia termasuk auditif, visual, kinestetik, atau tipe

campuran. Siswa mandiri perlu menemukan tipe dirinya, serta cara belajar yang

cocok dengan keadaan dan kemampuannya sendiri.

7. Evaluasi Belajar

Evaluasi hasil belajar mandiri dilakukan oleh siswa sendiri. Dengan

membandingkan antara tujuan belajar dan hasil yang dicapainya, siswa akan

mengetahui sejauh mana keberhasilannya. Hasil selfevaluation yang dilakukan

berulang-kali akan turut membentuk kekuatan motivasi belajar yang lebih lanjut.

Pada umumnya kegagalan yang terus menerus dapat menurunkan kekuatan

motivasi belajar. Sebaliknya keberhasilan-keberhasilan akan memperkuat

motivasi belajar.

Sedangkan menurut Basri (1998), bahwa ciri-ciri belajar mandiri, yaitu dapat

menerima kenyataan hidup, berpikir sehat dan maju, dapat membahagiakan orang

lain, perbuatan dan keputusannya berdasarkan pertimbangan rasio yang obyektif,

tanpa mengabaikan perasaan bila perlu, bersifat fleksibel, dapat menerima

penguasa dan peraturan, dapat bekerja sama dengan orang lain, dapat berprestasi,

25

cara bekerja mengarang keefektifan dan efisien, mempunyai pendirian yang

konsisten.

Kemp (1994) menyebutkan ciri khusus program belajar mandiri yang bermutu

meliputi hal-hal berikut :

1. Kegiatan belajar untuk siswa dikembangkan dengan cermat dan rinci.

Pembelajaran berlangsung dengan baik apabila bahan disusun menjadi

langkah-langkah yang terpisah dan kecil, masing-maing membahas satu konsep

tunggal atau sebagian dari bahan yang diajarkan. Besar langkah bisa berbeda-

beda, namun urutannya perlu diperhatikan dengan teliti.

2. Kegiatan dan sumber guruan dipilih dengan hati-hati dengan memperhatikan

sasaran guruan yang dipersyaratkan.

3. Penguasaan siswa terhadap setiap langkah harus diperiksa sebelum ia

melanjutkan ke langkah berikutnya.

4. Apabila muncul kesulitan, siswa mungkin perlu mempelajari lagi atau meminta

bantuan guru. Jadi, siswa secara terus-menerus ditantang, harus menyelesaikan

kegiatan yang diikutinya, langsung mengetahui hasil belajar atau usahanya, dan

merasakan keberhasilan.

Selain itu terdapat pula syarat-syarat dalam belajar mandiri, diantaranya adanya

motivasi belajar. Untuk melakukan belajar aktif, motivasi belajar merupakan

syarat yang harus dikembangkan dahulu. Tanpa motivasi belajar yang cukup kuat

untuk menguasai sesuatu kompetensi, belajar mandiri tidak mungkin dijalankan

tetapi sebaliknya, belajar mandiri diperkirakan akan dapat menumbuhkan

motivasi belajar.

26

Pengembangan motivasi belajar merupakan bagian tersulit dalam penyiapan dan

penumbuhan kemampuan belajar mandiri, sebab upaya pengembangan motivasi

belajar mempersyaratkan ketersediaan informasi tentang untung-ruginya belajar

dan kemampuan siswa mengolah informasi tersebut dengan benar.

Informasi tentang keuntungan dan kerugian melakukan kegiatan belajar, untuk

menguasai sesuatu kompetensi, harus tersedia selengkap dan setepat mungkin,

agar siswa dapat mengetahui dengan baik keuntungan yang akan ia dapatkan,

beban yang ia harus tanggung, kesesuaian antara kompetensi yang akan dia akan

dapatkan dengan kebutuhannya, apakah pemilikan kompetensi itu akan dapat

memenuhi kebutuhannya, pakah ia memiliki kemampuan yang diperlukan untuk

belajar dan menguasai kompetensi itu, dan apakah kegiatan belajar itu kira-kira

akan memberikan rasa senang atau tidak, rasa senang dapat timbul apabila

pengalaman belajar yang lalu memberikan hasil baik dan cukup memuaskan.

Semua informasi itu diperlukan untuk membangun kekuatan motivasi belajar.

Kekuatan motivasi akan cukup kuat bila analisisnya terhadap informasi

menghasilkan jawaban-jawaban affirmative atau positif. Apabila kekuatan

motivasinya cukup besar, ia akan memutuskan untuk belajar guna mendapatkan

kompetensi yang dijanjikan oleh kegiatan itu. Bila kekuatan motivasinya lemah, ia

akan memutuskan untuk tidak belajar guna mencapai kompetensi itu. Dengan kata

lain, informasi yang lengkap dan tepat ia akan belajar, atau tidak belajar guna

mencapai kompetensi itu.

27

Syarat kedua adalah harusnya ada masalah yang menarik dan bermakna bagi

siswa. Masalah harus riil, actual dan memiliki kaitan dengan kehidupan. Hal ini

bertujuan untuk memudahkan siswa untuk mencari jawabannya. Siswa pun lebih

semangat untuk memecahkan masalahnya. Belajar mandiri ini memberikan

kebebasan kepada siswa untuk mencari, mengidentifikasikan, memecahkan,

mencari solusi, membandingkan, dan menilai sesuatu masalah yang berkaitan

dengan dirinya.

Selain motivasi dan adanya masalah, syarat lain yaitu menghargai pendapat siswa.

Masih banyak sekali pembelajaran yang mana guru mendominasi kelas, sebagian

siswa menerima apa yang diperintahkan oleh guru. Padahal banyak siswa yang

memiliki kemampuan yang berbeda-beda, dan banyak juga siswa yang aktif,

kreatif, dinamis, idealis yang merupakan hasil dari belajar mandiri siswa tersebut.

Syarat terakhir agar siswa memiliki kemampuan belajar mandiri adalah peran

guru. Peran-peran guru diantaranya, yaitu guru sebagai demonstrator,

oraganisator, motivator, pengarah, dan transmitter. Sehingga akan kemampuan

siswa dalam belajar secara mandiri akan mudah tercapai.

Guru sebagai demonstrator. Dalam peranannya sebagai demonstrator hendaknya

guru senantiasa mengembangkan (Usman, 2006). Mengembangkan disini

bermakna khusus yaitu meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang

dimilikinya. Hal ini sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Guru sebagai organisator. Peran ini memposisikan guru sebagai pengelola

akademik, silabus, jadwal pelajaran, dll. Komponen yang berkaitan dengan

28

kegiatan pembelajaran, semua diorganisasikan dengan sedemikian rupa, sehingga

dapat mencapai efektivitas, dan efisien belajar pada diri siswa. (Sardiman, 1990)

Guru sebagai motivator. Guru hendaknya bukan hanya sebagai guru tetapi perlu

juga memposisikan diri sebagai motivator. Peranan guru sebagai motivator ini

penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan, antusias siswa, dan

pengembangan kegiatan belajar.

Guru sebagai pengarah. Guru harus mampu memberikan arahan kepada siswa.

Dalam hal ini, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar

siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

Peran guru yang terakhir adalah sebagai transmitter. Dalam proses pembelajaran,

guru juga hendaknya mampu bertindak sebagai penyebar kebijaksanaan

pendidikan dan pengetahuan. Sehingga dapat menjadi contoh bagi siswa.

Dari segi proses, belajar mandiri memberikan otonomi kepada siswa dalam

menentukan arah atau tujuan belajarnya, sumber belajar, program belajar, dan

materi yang dipelajarinya. Belajar mandiri ini memiliki upaya untuk

mengembangkan kebesaran kepada siswa dalam mendapatkan informasi dan

pengetahuan yang tidak dikendalikan oleh orang lain. Tidak semua siswa

menyukai cara belajar seperti ini. Ada sebagian siswa yang lebih menyukai belajar

dengan diatur atau dikendalikan oleh guru dan sebagian lainnya lebih suka diatur

oleh dirinya sendiri dengan metode belajar mandiri. Proses belajar mandiri akan

membawa perubahan positif terhadap intelektualitas mereka dan mampu berdiri

sendiri, serta menjadi dirinya sendiri. Guru bukan pengendali dalam proses

29

belajar, akan tetapi guru hanya sebagai penasehat yang memberikan pengarahan

kepada siswa.

Sementara itu, menurut Johnson (2007) dalam proses belajar mandiri ini ada

beberapa langkah-langkah yang akan dilakukan oleh siswa baik satu orang atau

kelompok, yaitu pertama menetapkan tujuan. Siswa memilih atau berpartisipasi

dalam memilih, untuk bekerja demi sebuah tujuan penting, baik yang tampak

maupun yang tidak tampak, yang bermakna bagi dirinya maupun orang lain.

Tujuan bukanlah akhir dan semuanya. Tujuan itu akan memberikan kesempatan

untuk menerapkan keahlian profesional akademik kedalam kehidupan sehari-hari.

Saat siswa mencapai tujuan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari, proses

tersebut membantu mereka mencapai standar akademik yang tinggi.

Proses selanjutnya adalah membuat rencana belajar menetapkan langkah-langkah

untuk mencapai tujuan mereka. Merencanakan disini meliputi melihat lebih jauh

ke depan dan memutuskan bagaimana cara untuk berhasil. Rencana yang

diputuskan siswa tergantung pada apakah mereka ingin menyelesaikan masalah,

menentukan persoalan, atau menciptakan suatu proyek. Rencana yang dibuat

seseorang bergantung pada tujuannya. Baik tujuan tersebut melibatkan

penyelesaian masalah, menyelesaikan persoalan tersebut, semuannya

membutuhkan pengambilan tindakan, mengajukan pertanyaan, membuat pilihan,

mengumpulkan dan menganalisa informasi, serta berfikir secara kritis, dan kritis.

Kemampuan untuk melakukan hal-hal tersebut memungkinkan keberhasilan

pembelajaran mandiri.

30

Ketiga, adalah proses mengikuti rencana dan mengukur kemajuan diri. Dari

semula, siswa tidak hanya menyadari tujuan mereka, tetapi mereka juga harus

menyadari keahlian akademik mereka yang harus dikembangkan serta kecakapan

yang diperoleh dalam proses belajar mandiri. Selain proses tersebut mereka harus

mampu mengevaluasi seberapa baik rencana mereka telah dilaksanakan.

Proses selanjutnya adalah membuahkan hasil akhir. Siswa mendapatkan suatu

hasil baik yang tampak maupun yang tidak tampak bagi mereka. Ada ribuan cara

untuk menampilkan hasil-hasil dari pembelajaran mandiri. Yang paling jelas

adalah sebuah kelompok mungkin menghasilkan portofolio, dan dapat pula

memberikan informasi menggunakan grafik, tampil untuk mempresentasikan hasil

belajar mereka dan siap dikomentari oleh siswa yang lainnya.

Proses terakhir, yaitu menunjukkan kecakapan melalui penilaian autentik. Para

siswa menunjukkan kecakapan terutama dalam tugas-tugas yang mandiri dan

autentik. Dengan menggunakan standar nilai dan penunjuk penilaian untuk

menilai portofolio, jurnal, presentasi, dan penampilan siswa sehingga guru dapat

memperkirakan tingkat pencapaian siswa. Sebagai tambahan penilaian autentik

menunjukkan sedalam apakah pembelajaran yang diperoleh siswa dari

pembelajaran mandiri tersebut. Proses belajar mandiri adalah proses yang kaya,

bervariasi, dan menantang. Keefektifan bergantung bukan hanya pada

pengetahuan dan dedikasi siswa, tetapi juga dedikasi dan keahlian guru.

Setelah menguraikan pengertian, ciri-ciri, syarat-syarat, peran guru, serta proses

agar anak mampu memiliki kemandirian belajar, penulis membatasi indikator-

indikator pencapaian kemandirian belajar. Indikator-indikator tersebut adalah

31

memiliki inisiatif belajar, mampu mendiagnosa kebutuhan belajar, menetapkan

tujuan belajar, memilih dan menggunakan sumber serta menerapkan strategi

belajar apa yang sesuai, belajar secara sendiri (mandiri), bekerja sama dengan

orang lain, dan mampu mengontrol diri sendiri. Indikator-indikator kemandirian

belajar telah dibakukan dalam instrumen skala kemandirian belajar siswa.

C. Modul Pembelajaran

Salah satu bahan ajar cetak dalam pembelajaran yang sering digunakan adalah

modul. Menurut Purwanto dkk. (2007:9) modul merupakan bahan belajar yang

dicetak dan dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan

dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari

secara mandiri dalam satuan waktu tertentudan berfungsi sebagai bahan ajar agar

pembaca menguasai kompetensi yang dituntut oleh kegiatan pembelajaran yang

diikutinya. Sejalan pula dengan Suprawoto (2009:2) yang menyatakan bahwa

modul adalah sarana pembelajaran dalam bentuk tertulis/cetak yang disusun

secara sistematis, dimana didalamnya terdapat materi, metode, tujuan

pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar atau indikator pencapaian

kompetensi, serta petunjuk kegiatan belajar mandiri (self instructional) sehingga

dapat berfungsi untuk memberikan kesempatan kepada siswa belajar mandiri dan

menguji diri sendiri melalui latihan yang disajikan dalam modul.

Penelitian pengembangan pendidikan memfokuskan kajiannya pada bidang desain

atau rancangan, baik itu berupa model desain dan desain bahan ajar atau produk

misalnya media. Trianto (2009:234) menyebutkan bahwa media pembelajaran

adalah media yang dapat digunakan secara efektif dalam proses pembelajaran

32

yang terencana. Media pembelajaran tidak hanya meliputi media komunikasi

elektronik yang kompleks, tetapi juga bentuk sederhana, seperti slide, foto,

diagram buatan guru, objek nyata, dan kunjungan ke luar kelas. Dilihat dari

bentuk dan cara penyajiannya, media pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai

multimedia yang merupakan penyampaian menggunakan berbagai jenis bahan

belajar yang membentuk unit atau paket, misalnya modul (Sanjaya, 2012:121).

Modul merupakan salah satu media cetak yang memuat rumusan tujuan yang

harus dicapai, materi pelajaran yang harus dikuasai, cara mempelajarinya, tugas-

tugas yang harus dikerjakan oleh siswa, sampai pada bahan evaluasi yang harus

dikerjakan untuk mengukur keberhasilan siswa mencapai tujuan (Sanjaya,

2012:257). Modul ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara

mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (Majid, 2008:176).

Terdapat beberapa kelebihan menggunakan modul sebagai media individual,

yaitu: (1) Pembelajaran bisa dilakukan siswa kapan saja dan dimana saja; (2)

Pembelajaran dilakukan setahap demi setahap; dan (3) Siswa dapat belajar sesuai

dengan kecepatannya masing–masing. Selain kelebihan menggunakan modul,

juga terdapat kekurangan, yaitu: (1) Modul hanya dapat digunakan oleh siswa

yang sudah dapat membaca dengan baik; dan (2) Pembelajaran dapat efektif jika

siswa sudah memiliki kesadaran belajar sebagai proses perubahan perilaku karena

adanya pengalaman (Sanjaya, 2012).

Untuk mengembangkan modul yang baik, diperlukan penstrukturan modul yang

bertujuan untuk memudahkan siswa mempelajari materi. Satu modul dibuat untuk

mengajarkan suatu materi yang spesifik agar mencapai kompetensi tertentu.

33

Struktur penulisan suatu modul berdasarkan Depdiknas (2008) dibagi dalam

beberapa bagian sebagai berikut:

1. Bagian Pembuka

a) Judul, yaitu bagian yang menggambarkan secara umum dan perlu menarik

dan memberi gambaran tentang materi yang dibahas.

b) Daftar isi, yaitu bagian yang menyajikan topik-topik yang dibahas. Topik-

topik tersebut diurutkan berdasarkan urutan materi dalam modul sehingga

siswa dapat melihat secara keseluruhan topik-topik apa saja yang tersedia dari

nomor halaman yang tersedia.

c) Peta informasi, bagian ini perlu disertakan dalam modul. Pada daftar isi akan

terlihat topik apa saja yang dipelajari, tetapi tidak terlihat kaitan antar topik

tersebut. Pada peta informasi akan diperlihatkan kaitan antar topik-topik

dalam modul.

d) Daftar tujuan kompetensi yaitu, bagian membantu siswa untuk mengetahui

pengetahuan, sikap, atau keterampilan apa yang dapat dikuasai setelah

menyelesaikan pelajaran.

e) Uji materi prasyarat, bagian yang memberitahukan kepada siswa

keterampilan atau pengetahuan awal apa saja yang diperlukan untuk dapat

menguasai materi dalam modul. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan

pretes. Pretes bertujuan untuk memeriksa apakah siswa telah menguasai

materi prasyarat untuk mempelajari materi modul.

34

2. Bagian Inti

a) Pendahuluan/tinjauan umum materi, merupakan bagian yang berfungsi untuk:

memberikan gambaran umum mengenai isi materi modul, meyakinkan siswa

bahwa materi yang akan dipelajari dapat bermanfaat bagi mereka, meluruskan

harapan siswa mengenai materi yang akan dipelajari, mengaitkan materi yang

telah dipelajari dengan materi yang akan dipelajari, memberikan petunjuk

bagaimana mempelajari materi yang akan disajikan.

b) Hubungan dengan materi atau pelajaran yang lain. Materi pada modul

sebaiknya lengkap, dalam arti semua materi yang perlu dipelajari tersedia

dalam modul. Bila materi tersebut tersedia pada buku teks maka arahan

tersebut dapat diberikan dengan menuliskan judul dan pengarang buku teks

tersebut.

c) Uraian materi, yaitu uraian yang merupakan penjelasan secara terperinci

tentang materi yang disampaikan dalam modul. Apabila materi yang akan

dituangkan cukup luas, maka dapat dikembangkan ke dalam beberapa

Kegiatan Belajar (KB). Setiap KB memuat uraian materi, penugasan, dan

rangkuman. Di dalam uraian materi setiap kegiatan belajar baik susunan dan

penempatan naskah, gambar, maupun ilustrasi diatur sedemikian rupa

sehingga informasi mudah mengerti.

d) Penugasan, bagian modul yang perlu untuk menegaskan kompetensi apa yang

diharapkan setelah mempelajari modul. Penugasan juga menunjukan kepada

siswa bagian mana dalam modul yang merupakan bagian penting.

e) Rangkuman yaitu, bagian dalam modul yang menelaah hal-hal pokok dalam

modul yang telah dibahas. Rangkuman diletakkan pada bagian akhir modul.

35

3. Bagian Penutup

a) Glossary atau daftar istilah yang berisikan definisi-definisi konsep yang

dibahas dalam modul. Definisi tersebut dibuat ringkas dengan tujuan untuk

mengingat kembali konsep yang telah dipelajari.

b) Tes akhir yaitu, merupakan latihan yang dapat siswa kerjakan setelah

mempelajari suatu bagian dalam modul. Aturan umum untuk tes akhir adalah

tes tersebut dapat dikerjakan oleh siswa dalam waktu sekitar 20% dari waktu

mempelajari modul. Jadi, jika suatu modul dapat diselesaikan dalam tiga jam

maka tes akhir harus dapat dikerjakan oleh peserta belajar dalam waktu

sekitar setengah jam.

c) Indeks, adalah bagian yang memuat istilah-istilah penting dalam modul serta

halaman di mana istilah tersebut ditemukan. Indeks perlu diberikan dalam

modul supaya siswa mudah menemukan topik yang ingin dipelajari.

Beberapa penelitian tentang pengembangan modul telah dilakukan diantaranya

oleh Astiti, dkk (2014); Devita, dkk (2013); Lestari dan As’ari (2013); Somasa

(2013); dan Dewi (2014). Hasil penelitian Astiti, dkk (2014); Devita, dkk (2013);

dan Somasa (2013) menunjukkan bahwa modul dapat meningkatkan hasil belajar.

Lestari dan As’ari (2013) menunjukkan bahwa modul dapat meningkatkan

motivasi belajar matematika siswa dalam menyelesaikan soal cerita berbahasa

inggris. Selanjutnya hasil penelitian Dewi (2014) menunjukkan bahwa modul

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

Secara garis besar, hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa dengan

menggunakan modul, siswa dapat belajar secara mandiri, kapan pun dan di mana

36

pun. Kurangnya sumber belajar selain buku teks dan LKS dapat disiasati dari

pemakaian modul sehingga modul dapat membantu siswa memahami materi yang

dijelaskan oleh guru saat pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran juga tidak

lagi terpusat pada guru dan siswa dapat mengingat materi yang diajarkan dengan

baik karena siswa membangun pemahamannya sendiri. Hal ini menjadikan

pembelajaran menjadi lebih menarik dan efektif bagi siswa.

D. Strategi PQ4R

Strategi PQ4R bernaung di bawah teori kontruktivisme. Mathews (Suparno,

1997:17) mengatakan konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang

menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Konsep ini bermakna bahwa PQ4R merupakan strategi yang bisa membentuk

kemampuan kognitif dari diri sendiri.

Strategi PQ4R dikembangkan oleh Thomas dan Robinson pada tahun 1972

merupakan juga salah satu strategi elaborasi (Anderson, 2007). Menurut Purwanto

dkk. (2007), elaborasi adalah suatu proses dengan menambahkan perincian

informasi sehingga informasi baru akan menjadi lebih bermakna, oleh karena itu

membuat pengkodean lebih mudah dan lebih memberi kepastian. Sehingga,

strategi PQ4R dapat diterapkan dalam pembelajaran agar informasi baru menjadi

lebih berarti.

Beberapa peneliti terdahulu mengatakan PQ4R adalah salah satu strategi dalam

membaca. Onukwufor (Anderson,1990) mengungkapkan tentang strategi

membaca seperti PQ4R sering digunakan peneliti sebagai strategi untuk

37

mengingat materi dalam buku teks. Demikian, membaca sangat ditekankan dalam

strategi PQ4R.

Terdapat dua karakteristik strategi PQ4R, yaitu: (1) Mengacu pada perilaku dan

proses berpikir, termasuk proses memori dan metakognitif yang secara langsung

terlibat dalam menyelesaikan tugas saat proses pembelajaran; dan (2)

Mengajarkan siswa untuk belajar atas kemauan sendiri melalui kegiatan

mendiagnosa suatu pembelajaran tertentu, memilih strategi belajar untuk

menyelesaikan tugas yang dihadapi, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam

situasi belajar sampai masalah terselesaikan.

Strategi ini memiliki kelebihan dan kelemahan dalam pelaksanannya. Kelebihan

strategi PQ4R adalah (1) dapat membantu siswa yang daya ingatannya lemah

untuk menghafal konsep–konsep pelajaran; (2) mudah diterapkan pada semua

jenjang pendidikan; (3) mampu membantu siswa dalam meningkatkan

keterampilan proses bertanya dan mengomunikasikan pengetahuannya; serta (4)

dapat menjangkau materi pelajaran dalam cakupan yang luas. Sedangkan

kelemahannya adalah (1) sangat sulit dilaksanakan jika sarana seperti buku siswa

(buku paket) tidak tersedia di sekolah; (2) tidak efektif dilaksanakan pada kelas

dengan jumlah siswa yang telalu besar karena bimbingan guru tidak maksimal

terutama dalam merumuskan pertanyaan.

PQ4R adalah singkatan yang dibentuk dari enam langkah kegiatan untuk

memahami ketika membaca suatu bacaan. Langkah-langkah strategi PQ4R

meliputi preview, question, read, reflect, recite, dan review (Aeu, 2011). Dalam

38

bahasa Indonesia, enam langkah yang dimaksud adalah, membaca sekilas,

bertanya, membaca, merefleksikan, merenungkan, dan menceritakan kembali.

Burton (2007) menguraikan langkah-langkah PQ4R sebagai berikut.

1. Tahap Preview

Pada tahap ini,dilakukan sebelum kegiatan membaca, sehingga memungkinkan

bagi siswa untuk memahami tentang apa yang dikenalkan topik itu,

mendiskusikan dan mencari apa yang sudah diketahui tentang materi, dan

bagaimana pandangan mereka. Pada tahap ini juga memungkinkan siswa untuk

mempelajari kosa kata yang mungkin baru dan asing. Siswa juga dapat melihat

struktur bacaan teks dan mengidentifikasi setiap aspek yang dapat membantu

dengan membaca, misalnya ilustrasi, tabel atau grafik. Kemungkinan lainnya

yaitu siswa membahas tentang sumber teks, misalnya buku, koran, internet,

majalah, dokumen resmi.

2. Tahap Question

Pada tahap ini mendorong siswa untuk merumuskan beberapa pertanyaan yang

mungkin dapat dijawab berdasarkan informasi dalam teks. Ini mungkin saja

menjadi fakta tetapi juga harus kritis dan evaluatif dalam membuat pertanyaan.

Pertanyaan tersebut bisa berupa, apa yang menjadi tujuan pernyataan dalam hal

ini? setujukah siswa dengan bacaan? Atau apakah ada cara lain?

Jadi, di tahap ini siswa diarahkan pada apa yang akan mereka pelajari?

Penyusunan pertanyaan disini ditekankan pada pertanyaan matematika.

39

3. Tahap Read

Tahap ini mengarahkan siswa agar membaca penuh tentang sebuah bacaan. Ada

banyak strategi dalam membaca bisa antara lain, dalam kelompok besar,

kelompok kecil, atau berpasangan dengan teman.

4. Tahap Reflect

Tahap reflect membimbing siswa untuk merefleksikan teks bacaan dengan

menemukan jawaban atas pertanyaan diatur dalam tahap preview;

mengidentifikasi topik bacaan untuk setiap bagian dari teks bacaan; menyarankan

ilustrasi cocok jika tidak terdapat satu pun pada teks bacaan.

5. Tahap Recite

Tahap ini mendorong siswa untuk berbicara tentang teks bacaan, misalnya: tanpa

melihat buku atau catatan yang telah dibuat, berpasangan atau berkelompok,

memaparkan bagian yang berbeda dari sebuah teks bacaan dengan yang lain. Jika

ini sulit,baca ulang bagian-bagian yang penting. Ketika menjelaskan sesuatu

kepada orang lain seseorang tersebut akan dapat diketahui apakah orang tersebut

telah sepenuhnya mengerti atau belum; dan mendiskusikan teks bacaan dan

membuat peta pikiran tentang poin-poin penting yang dapat mengaktifkan memori

visual dan menyoroti kesenjangan-kesenjangan yang ada dalam teks bacaan.

6. Tahap Review

Tahap terakhir adalah mengulas. Pada tahap ini membimbing siswa untuk kembali

ke teks bacaan yang sudah dipelajari selama waktu tertentu, misalnya dengan

40

mengingatkan kosakata baru yang telah dibaca dan dipahami; meminta siswa

untuk memperlihatkan hasil ringkasan dari kegiatan membaca dan mengeceknya

kembali dengan akal pikiran; meminta siswa untuk menyampaikan poin-poin

penting dari teks bacaan, secara lisan ataupun tulisan; meminta siswa dengan

membaca teks lagi secara individu, untuk memantau kemandirian belajar mereka.

Namun, untuk mengidentifikasi setiap aspek yang perlu pengembangan lebih

lanjut. Ini akan bertindak sebagai penilaian formatif.

Penelitian tentang penerapan strategi PQ4R dalam pembelajaran matematika telah

dilakukan oleh Pujawan (2005). Hasil penelitiannnya menunjukkan bahwa strategi

PQ4R dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa. Selain itu,

tanggapan siswa terhadap implementasi model tersebut tergolong positif.

E. Kerangka Pikir

Seseorang dikatakan kreatif karena memiliki kemampuan berpikir kreatif.

Seseorang itu memiliki kemampuan untuk menghasilkan suatu gagasan baru.

Mampu memikirkan lebih dari satu cara dalam menyelesaikan permasalahan.

Mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. Mampu mengkontruksi

ide dalam menyelesaikan masalah biasa hingga yang rumit.

Kemampuan berpikir kreatif merupakan keberdayaaan dalam menghasilkan suatu

gagasan atau ide yang baru, secara lancar, luwes, dan terperinci serta peka

terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Berpikir kreatif dapat muncul jika

dipicu dengan pemberian masalah yang memancing seseorang untuk memikirkan

penyelesaian masalah tersebut dari sudut pandang yang tidak biasa orang lain

41

lakukan. Hal ini akan menjadi tantangan bagi seseorang yang ingin menyelesaikan

masalah tersebut. Untuk menyelesaikan tantangan tersebut, seseorang

memerlukan pengalaman yang mereka miliki sebagai dasar pemecahan masalah.

Jika mereka pernah menyelesaikan masalah yang serupa atau menguasai konsep

prasyarat yang diperlukan, siswa akan memiliki kemampuan dalam mengolah

masalah yang diberikan dengan cara yang tidak biasa.

Kemampuan berpikir kreatif bukanlah kemampuan yang muncul dengan

sendirinya, melainkan kemampuan yang harus dikembangkan. Ada banyak cara

untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Salah satunya adalah dalam

pembelajaran matematika. Matematika merupakan suatu cabang ilmu yang

memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir manusia, salah

satunya adalah kemampuan berpikir kreatif. Dalam sebuah pembelajaran

matematika, kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan dengan pemberian

permasalahan matematika.

Pembelajaran matematika dapat memberikan ruang untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif matematika. Pembelajaran matematika yang mampu

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif bukan hanya pembelajaran yang

terjadi di ruang kelas bersama guru. Hal ini karena kemampuan berpikir kreatif

tidak hanya digunakan pada saat pembelajaran di dalam kelas saja tetapi di dalam

kehidupan yang sebenarnya. Proses terjadinya belajar dapat dilakukan dimana saja

dan tanpa ada guru yang mengawasi. Misalnya, ketika siswa diberikan

permasalahan matematika di luar pembelajaran dalam ruang kelas. Siswa tetap

harus mengegunakan kemampuan berpikir kreatif. Siswa harus memiliki suatu

42

sikap inisiatif dalam memahami dan menyelesaikan permasalahan matematika.

Siswa harus mampu merasakan kebutuhan akan belajar dan memiliki tujuan

belajar. Siswa juga harus mampu memilih dan menggunakan strategi/sumber

belajar, dan mampu bekerja sama dengan orang lain. Siswa harus mampu belajar

sendiri dan mengontrol diri. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kemandirian

belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.

Kesesuaian bahan ajar untuk menunjang pembelajaran matematika yang berpusat

pada kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa menjadi alasan

bagi guru untuk mengembangkan suatu bahan ajar. Bahan ajar yang sesuai untuk

mengembangkan kemandirian belajar adalah sebuah modul. Bahan ajar tersebut

sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik dan harus menjangkau siswa yang

berkemampuan matematis tinggi maupun rendah. Oleh karena itu, diperlukan

sebuah pengembangan bahan ajar modul sebagai sarana untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa.

Modul pembelajaran adalah sumber belajar yang memerlukan banyak kegiatan

membaca. Untuk memfasilitasi modul yang memiliki karakteristik membaca

secara mandiri diperlukan suatu strategi yang mendukung proses membaca dari

modul tersebut. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan adalah

strategi PQ4R.

Strategi PQ4R merupakan salah satu strategi membaca yang digunakan untuk

membantu siswa mengingat apa yang mereka baca, dan dapat membantu proses

pembelajaran di kelas yang dilaksanakan dengan kegiatan membaca sumber

43

belajar seperti modul. Sehingga, modul pembelajaran bisa disusun mengikuti

strategi dalam PQ4R atau dikembangkan berbasis strategi PQ4R.

Modul pembelajaran matematika yang dikembangkan adalah dengan

menggunakan strategi PQ4R. Ini artinya dalam penggunaannya modul

pembelajaran matematika ini menggunakan strategi PQ4R. Singkatan dari PQ4R

merupakan langkah-langkah dari strateginya yaitu, preview (membaca modul

sebelumnya), question (membuat pertanyaan dalam), read (membaca penuh

modul), recite (membuat catatan tentang modul), reflect (merefleksikan isi

modul), dan review (melihat kembali yang dipelajari dalam modul). Sehingga,

dengan strategi ini pengembangan serta penggunaan modul akan efektif jika

ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa.

Preview merupakan langkah pertama strategi PQ4R yang bermakna kegiatan

membaca modul pembelajaran selintas. Siswa dapat mulai membaca dari judul,

sub judul, kalimat awal atau kalimat akhir suatu pembahasan materi. Langkah ini

melatih siswa untuk mengeksplorasi yang akan mereka pelajari sebelum

mempelajari suatu materi. Selain itu, siswa akan belajar untuk menggeneralisasi

informasi yang baru diperolehnya. Hal ini membantu siswa dalam

mengembangkan kepekaan siswa, salah satu subtansi kemampuan berpikir kreatif.

Selain itu, siswa akan memunculkan tujuan belajar dengan memahami garis besar

materi, salah satu subtansi kemandirian belajar. Hal ini akan memandu siswa

memperkuat suatu materi akan dipelajari selanjutnya

44

Langkah selanjutnya, adalah question yang berarti bertanya atau membuat

pertanyaan. Dalam modul, siswa difasilitasi suatu wadah untuk menuangkan

pertanyaan-pertanyaan yang muncul setelah membaca selintas materi keseluruhan.

Siswa dimintai untuk bertanya tentang sesuatu yang asing dalam modul

pembelajaran, atau mengenai tujuan pembelajaran,dan lain-lain. Pada saat

memunculkan suatu pertanyaan mereka akan membuat pertanyaan atas yang

tidak diketahui ataupun akan mempertanyakan apakah informasi telah cukup atau

belum untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini merupakan salah satu subtansi

kemampuan berpikir kreatif. Dalam membuat pertanyaan siswa tidak bergantung

pada teman atau guru tetapi harus memunculkan pertanyaan sendiri. Tidak

bergantung kepada orang lain merupakan salah satu subtansi kemandirian belajar.

Langkah ketiga adalah read yang artinya membaca. Siswa harus membaca secara

penuh untuk mengetahui jawaban atas hal yang pertanyaan-pertanyaan mereka.

Dalam modul pembelajaran telah memuat semua materi yang menuntun siswa

dapat belajar secara mandiri dan guru membimbing siswa dalam proses tersebut.

Pada tahap ini, siswa mulai mengidentifikasi konsep–konsep baru yang

ditemukannya. Kegiatan ini akan membantu siswa mengidentifikasi dan

menetapkan kebenaran konsep dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

Modul pembelajaran juga memuat contoh dan latihan secara mandiri. Dalam

penyajian materi disediakan permasalahan-permasalahan matematika yang

mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.

Langkah keempat adalah recite yang bermakna membuat suatu rincian/ringkasan.

Rincian yang dimaksud adalah rincian atas apa yang telah dibaca sepenuhnya.

45

Siswa diminta membuat ringkasan atau rincian yang mereka pelajari dalam modul

pembelajaran. Di tahap ini akan secara jelas memperlihatkan kemampuan siswa

meringkas secara terperinci. Siswa bertanggung jawab dan mempunyai kesadaran

sendiri untuk mengungkapkan kembali yang mereka pahami serta menambah

gagasan lain yang bisa meningkatkan kualitas gagasan awal dengan pemikiran dan

bahasa mereka sendiri.

Langkah terakhir adalah reflect yang berarti mengulas kembali atau merefleksikan

apa yang diperoleh dari proses membaca. Langkah ini sebenarnya tidak terpisah

dari langkah sebelumnya, tetapi merupakan komponen pendukung dari langkah

membaca tersebut. Saat membaca, siswa tidak hanya mengingat atau menghafal,

tetapi juga memahami informasi dan merepresentasikan informasi tersebut dengan

cara mengaitkan dengan materi sebelumnya atau mencoba memecahkan masalah

yang diberikan di modul dengan cara yang beragam. Selain mengeksplorasi

informasi yang ada, siswa juga dapat memeriksa kebenaran konsep dari langkah

reflect ini. Hal ini akan membantu siswa untuk mengklarifikasi kesalahan konsep

dan menetapkan kesimpulan tentang masalah yang telah diselesaikan pada tahap

sebelumnya. Langkah ini dapat meningkatkan kontrol diri melalui penguasaan

pengalaman selama proses membaca materi pada modul. Pada tahap ini juga

siswa akan menilai sejauh mana pencapaian kinerjanya selama proses

pembelajaran. Jika selama latihan siswa tersebut berhasil mengerjakan dengan

baik, maka pada tahap ini kepercayaan dirinya akan semakin tinggi karena

pengalaman sebelumnya dalam mengerjakan latihan.

46

F. Hipotesis

Berlandaskan teori yang dipaparkan, hasil penelitian yang relevan, dan kerangka

pikir yang disusun oleh penulis, sehingga penulis merumuskan hipotesis bahwa

pengembangan modul pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi

PQ4R efektif jika ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian

belajar siswa. Penulis beranggapan dasar bahwa faktor lain yang mempengaruhi

kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa, selain modul

pembelajaran matematika dianggap memiliki kontribusi yang sama.

47

III. METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 6 Bandar Lampung pada semester

genap tahun pelajaran 2016/2017. Subjek studi pendahuluan dan pengumpulan

data adalah guru yang mengajar matematika di kelas XI, siswa kelas XI, dan kelas

XII. Sementara subjek lain sebagai sumber informasi adalah siswa kelas XI IPA 3

dan XII IPA 1. Subjek validasi modul pembelajaran dalam penelitian ini adalah 2

orang ahli yang terdiri atas ahli materi dan ahli media yang merupakan dosen

program pascasarjana Universitas Lampung.

Subjek uji coba terbatas pada kelompok kecil adalah 5 orang siswa kelas XI IPA

2, yaitu kelas XI yang belum pernah mempelajari materi polinomial. Sedangkan

untuk subjek uji coba terbatas pada kelompok besar adalah seluruh siswa kelas XI

IPA 3 sebanyak 23 siswa. Siswa kelas XI IPA 3 juga menjadi subjek pada

pengumpulan data studi pendahuluan. Siswa kelas XI IPA 3 ini memiliki

kemampuan berpikir kreatif dan memiliki kemandirian belajar yang heterogen.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian pengembangan mengikuti alur Borg dan Gall

(2003: 571) dengan langkah-langkah, yaitu (1) Research and information

48

collecting (penelitian dan pengumpulan informasi), (2) Planning (merencanakan),

(3) Develop preliminary form of product (mengembangkan produk awal), (4)

Preliminary field testing (uji coba product awal), (5) Main product revision (revisi

produk awal), (6) Main field testing (uji coba lapangan terbatas), (7) Operational

product revision (revisi produk operasional), (8) Operational field testing (uji

lapangan operasional), (9) Final product revision (revisi terhadap produk akhir),

(10) Dissemination and implementation (desiminasi dan implementasi produk).

penelitian ini menghasilkan produk pengembangan berupa modul pembelajaran

matematika pada materi polinomial atau suku banyak untuk meningkatkan

kemampuan berpikir kreatif dan kemampuan belajar siswa. Adapun langkah-

langkah penelitian ini dibatasi hanya sampai pada tahap ketujuh.

Tahapan dalam penelitian pengembangan ini yaitu menganalisis masalah,

merancang produk atau pengembangan produk. Kemudian dilakukan validasi oleh

validator yang mumpuni dan berkompeten dibidangnya, yaitu ahli materi dan ahli

media atau desain. Pada penelitian ini, perangkat pembelajaran yang

dikembangkan berupa bahan ajar yang mampu memfasilitasi peserta didik dalam

pembelajaran yaitu dalam modul pembelajaran. Modul tersebut divalidasi oleh

ahli materi dan ahli media. Setelah lulus validasi, modul pembelajaran dilakukan

pengujian respon ketertarikan dan keterbacaan pada uji coba terbatas dalam

kelompok kecil, yaitu terhadap 5 orang siswa. Kemudian modul pembelajaran,

digunakan dalam kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 6 Bandar Lampung.

Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk menghasilkan atau mengembangkan

suatu produk. Produk yang dihasilkan yaitu modul pembelajaran yang akan

dipakai dengan menggunakan strategi PQ4R.

49

Penelitian pengembangan yang diadaptasi dari model yang dikembangkan oleh

Bord and Gall ini, digambarkan dalam langkah-langkah atau alur dalam gambar

3.1 sebagai berikut:

Gambar 3.1 Langkah-langkah Metode Penelitian dan Pengembangan

Langkah-langkah atau alur dalam penelitian dan pengembangan ini dibatasi yaitu

hanya sampai langkah revisi produk uji coba produk (langkah ke-7), mengingat

waktu dalam pengembangan modul yang digunakan. Pada penelitian ini, validasi

desain atau produk dilakukan oleh tim ahli, pendidik bidang studi, dan 5 peserta

didik saja. Uji pemakaian dibatasi, yaitu pada uji coba terbatas (kelompok kecil)

hanya dilakukan pada satu sekolah saja.

C. Prosedur Penelitian dan Pengembangan

Berdasarkan gambar 3.1 prosedur penelitian pengembangan yang dilakukan

penulis diuraikan sebagai berikut.

1. Studi Pendahuluan dan Pengumpulan Data

Pada tahap ini, penulis melakukan studi pendahuluan melalui studi pustaka, studi

lapangan, dan survei untuk menganalisis kebutuhan siswa dan guru terhadap

produk yang akan dikembangkan. Penulis melakukan studi lapangan dengan

Reserch and

information

collecting

Planning Develop

primary form

of product

Preliminary

field

Operational

Field Testing

Operation

Product

revision

Main field

Testing

Main Product

Revision

50

memberikan observasi langsung dan penyebaran angket kepada guru. Penulis juga

melakukan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran yang selama ini

dilakukan terkait kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa.

Selain itu, penulis memberikan angket kepada guru dan siswa untuk mengetahui

tingkat kebutuhan terhadap produk yang akan dikembangkan.

Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan buku teks yang digunakan dan

buku teks kurikulum 2013, serta modul hasil terbitan tim MGMP matematika

sekolah tersebut. Kemudian penulis mengkaji buku-buku tersebut sebagai acuan

penyusunan dan pengembangan modul. Selanjutnya melakukan observasi dan

pemberian angket terhadap 3 guru yang mengajar di kelas XI IPA. Hal ini

mengetahui kesulitan apa saja yang sering dialami siswa dalam pemakaian buku

teks dan modul pembelajaran tersebut.

2. Perencanaan Desain Produk (Penyusunan Modul)

Pada tahap perencanaan ada tiga hal yang akan dilakukan penulis yaitu, memilih

KD (Kompetensi Dasar), menentukann indikator berdasarkan KD yang dipilih,

serta menyusun GBIM (Garis – Garis Besar Isi Modul). Penjelasan lengkap

mengenai kegiatan yang dilakukan penulis dalam perencanaan produk adalah

sebagai berikut.

a. Memilih KD

Pada pemilihan KD mata pelajaran matematika kelas XI IPA semester 2 yang

pada pelaksanaannya dilakukan menggunakan modul pembelajaran untuk materi

polinomial/sukubanyak. Sebagai acuan, KD yang telah ditetapkaan sebagai acuan,

51

yaitu menguraikan konsep dan menganalisis sifat operasi aljabar pada polinomial

serta menerapkannya dalam menyelesaikan masalah matematika; menguraikan

aturan perkalian dan pembagian polinomial dan menerapkan teorema sisa dan

pemfaktoran polinomial dalam menyelesaikan masalah matematika; memecahkan

masalah nyata menggunakan konsep teorema sisa dan faktorisasi dalam

polinomial; dan memecahkan masalah nyata dengan model persamaan kubik dan

menerapkan aturan dan sifat pada polinomial.

b. Menentukan Indikator berdasarkan KD yang dipilih.

Setelah memilih KD, penulis menentukan indikator yang akan digunakan dalam

penyusunan modul. Indikator yang akan digunakan dalam penyusunan modul

pembelajaran ini dapat dilihat dalam tabel 3.1.

c. Menyusun Garis-Garis Besar Isi Modul (GBIM).

GBIM ini berisi tentang sasaran atau siswa, rumusan indikator dan tujuan

pembelajaran berdasarkan KD, materi atau isi pelajaran, dan strategi penilaian.

GBIM dirumuskan dalam tabel

3. Pengembangan Produk Awal

Pada tahapan ini, penulis memulai dengan melakukan persiapan rancangan/outline

dari GBIM dan mengacu pada acuan kompetensi dasar dan indikator yang dipilih.

Kompetensi dasar dan indikator yang telah ditentutkan oleh penulis dapat dilihat

pada tabel 3.1 berikut ini.

52

Tabel 3.1 Kompetensi Dasar dan Indikator Materi Polinomial

No Kompetensi Dasar Indikator

3.1

Mendeskripsikan konsep

dan menganalisis sifat

operasi aljabar pada poli-

nomial dan mene-

rapkannya dalam me-

nyelesaikan masalah ma-

tematika.

Mendeskripsikan konsep operasi aljabar pada polinomial.

Menganalisis sifat operasi aljabar pada polinomial.

Menerapkan konsep sifat operasi aljabar untuk

menyelesaikan masalah matematika.

3.2

Mendeskripsikan aturan

perkalian dan pembagian

polinomial dan menerap-

kan teorema sisa dan dan

pemfaktoran polinomial

dalam menyelesaikan ma-

salah matematika.

Mendeskripsikan teorema sisa.

Menerapkan teorema sisa dalam penyelesaian masalah

matematika.

Mendeskripsikan pemfaktoran polinomial.

Menerapkan pemfaktoran polinomial dalam penyelesaian

masalah matematika.

4.1

Memecahkan masalah

nyata menggunakan kon-

sep teorema sisa dan

faktorisasi dalam polino-

mial.

Mengidentifikasi masalah nyata yang berhubungan dengan

konsep teorema sisa dan pemfaktoran polinomial.

Memecahkan masalah nyata menggunakan konsep

teorema sisa dan pemfaktoran polinomial.

4.2

Memecahkan masalah

nyata dengan model persa-

maan kubik dan mene-

rapkan aturan dan sifat

pada polinomial.

Mendeskripsikan konsep persamaan kubik.

Mengaitkan persamaan kubik dengan aturan dan sifat

polinomial.

Memecahkan masalah nyata menggunakan konsep

persamaan kubik.

Mendeskripsikan konsep jumlah dan hasil kali akar-akar

polinomial.

Menggunakan konsep jumlah dan hasil kali akar-akar

polinomial dalam masalah aljabar.

Setelah menentukan kompetensi dasar dan indikator, penulis menentukan materi

dan penilaian. Penyusunan dan konsep disesuaikan agar relevan dengan strategi

PQ4R. Berikut ini penerapan konsep PQ4R yang digunakan dalam modul

pembelajaran.

a) Preview

Preview merupakan kegiatan siswa membaca selintas dengan cepat sebelum mulai

membaca modul pembelajaran. Pada tahap ini, disajikan sebuah peta konsep

mengenai materi yang akan dilengkapi oleh siswa. Siswa harus membuat konsep

atau mengisi sendiri bagian-bagian yang belum lengkap dengan judul-judul atau

53

sub-judul dalam modul yang selanjutnya akan dibahas secara terperinsi pada tahap

Read, Reflect. Alasan peta konsep harus diisi oleh siswa secara mandiri adalah

siswa akan membuka halamam-halaman berikutnya secara sekilas untuk

mengetahui judul-judul atau subjudul materi. Sehingga siswa mampu secara

mandiri memiliki pengetahuan umum sebelum akan mempelajari modul.

b) Question

Question merupakan kegiatan siswa mengajukan pertanyaan–pertanyaan untuk

setiap materi yang ada pada modul. Pada tahap Question ini, siswa diminta

merumuskan pertanyaan atau permasalahan yang muncul dalam benak mereka.

Dalam modul ini tahap “question” juga terdapat dalam soal-soal atau kegiatan.

Sehingga arahan mereka tentang tujuan mereka belajar akan lebih terfokus.

c) Read dan Reflect

Read kegiatan siswa membaca secara menyeluruh setiap informasi–informasi

yang disampaikan dalam modul. Sementara itu, tahap reflect merupakan kegiatan

siswa mengulas dan merefleksi pemahaman . Dari tahap ini secara tidak langsung

telah memfasilitasi siswa untuk memecahkan permasalahan yang mereka ajukan

di tahap sebelumnya. Modul ini juga menyediakan latihan soal untuk dapat

digunakan sebagai bahan refleksi terkait pemahaman siswa terhadap materi.

d) Recite

Merupakan kegiatan siswa mengingat kembali informasi yang telah dipelajari

dengan cara menyatakan butir-butir yang penting (membuat rangkuman). dalam

54

modul ini, siswa diminta untuk membuat rangkuman sendiri dari masing-masing

sub-bab dan dengan cara mereka sendiri.

e) Review

Review merupakan kegiatan siswa mengingat kembali dengan membaca

rangkuman yang telah dibuat. Siswa juga menyelesaikan soal evaluasi di bagian

akhir modul. Judul evaluasi akhir diberi judul “utak atik otak”. Judul unik ini

menurut penulis akan membuat siswa tertarik dan tertantang untuk mengasah dan

melakukan evaluasi. Tujuan evaluasi ini adalah agar siswa benar-benar

memahami materi disajikan tentang apa yang telah mereka pelajaridalam modul.

Langkah berikutnya adalah penulisan dan editing hasil dari validasi. Validasi yang

dilakukan dengan memberikan lembar penilaian modul kepada ahli materi dan

ahli desain. Modul pembelajaran dengan menggunakan strategi PQ4R yang telah

disusun oleh penulis kemudian divalidasi oleh para ahli, yaitu ahli materi dan ahli

desain yang berkompeten dibidangnya melalui lembar validasi modul

pembelajaran. Selain itu, lembar validasi diberikan kepada lima orang peserta

didik. Modul pembelajaran yang telah divalidasi oleh ahli materi dan desain

kemudian direvisi secara terus menerus sesuai dengan saran dan masukan dari

validator.

4. Uji Coba Terbatas

Dalam uji coba terbatas penulis melakukan beberapa uji, seperti uji ahli materi

dan media, uji kelompok kecil , dan uji kelompok besar.

55

a. Uji Ahli Materi dan Media

Produk awal yang telah dikembangkan akan diujikan dengan ahli melalui

pengisian angket. Uji ahli yang dilakukan meliputi uji ahli materi dan uji ahli

media.

b. Uji Kelompok Kecil

Produk awal yang telah diuji ahli diujikan pula pada uji kelompok kecil. Uji

kelompok kecil ditujukan kepada kelas XII IPA 1 dengan asumsi telah mampu

memberikan respon baik secara rasional. Pertimbangan pengambilan subjek ini

juga karena kelas tersebut telah mendapatkan materi polinomial atau suku banyak

ketika mereka berada di kelas XI. Uji kelompok kecil bertujuan untuk

mengetahui ketertarikan modul pembelajaran secara individu. Uji ini dilakukan

dengan memberikan angket kepada siswa yang menjadi subjek uji coba.

Dalam angket yang digunakan, penulis menyusun pernyataan-pernyatan untuk

mengetahui bagaimana respon keterbacaan, ketertarikan, dan tanggapan terhadap

modul pembelajaran matematika yang dikembangkan dengan strategi PQ4R.

c. Uji Kelompok Besar

Uji kelompok besar modul ini dilakukan setelah revisi untuk mengetahui

peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa. Uji coba

ini akan dilakukan pada kelas sampel yang telah dipilih. Sebelum dan sesudah

menggunakan modul, siswa diberikan instrumen untuk mengetahui perubahan dan

peningkatan kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa.

56

Desain eksperimen yang digunakan dalam uji kelompok besar adalah One-Group

Pretest-Postest Design, yang terdiri dari satu kelompok eksperimen tanpa ada

kelompok kontrol. Desain ini membandingkan kemampuan berpikir keatif dan

kemandirian belajar siswa pada hasil pretes (sebelum menggunakan modul) dan

hasil postes (setelah menggunakan modul). Desain eksperimen tersebut dapat

dilihat pada gambar 3.2 berikut:

Keterangan:

O1 : nilai pretes

X : perlakuan

O2 : nilai postes

5. Revisi Produk

Pada tahap ini penulis melakukan perbaikan pada tiap jenis pada uji coba terbatas,

yaitu uji ahli materi, uji ahli media, uji kelompok kecil, dan uji kelompok besar.

Hasil akhir produk pengembangan modul pembelajaran dengan strategi PQ4R

dilampirkan pada lembar lampiran C.35.

C. Instrumen Penelitian

Pada penelitian pengembangan ini akan digunakan instrumen yang terdiri dari dua

jenis yaitu instrumen tes dan nontes. Instrumen tes berupa soal kemampuan

berpikir kreatif materi polinomial. Instrumen nontes berupa angket kebutuhan

guru dan siswa, angket respon siswa, dan skala kemandirian belajar.

O1 ― X ― O2

Gambar 3.2 Desain Eksperimen One-Group Pretest - Postest Design

57

1. Instrumen Studi Pendahuluan

Instrumen yang digunakan pada saat studi pendahuluan berupa angket

pengungkapan kebutuhan guru dan siswa akan modul pembelajaran matematika

pada materi polinomial untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan

kemandiriaan belajar siswa. Pada angket pengungkapan kebutuhan juga memuat

hasil observasi pendahuluan dengan melihat dokumentasi kelengkapan

perpustaakaan di sekolah dan penggunaan media atau sumber belajar dalam RPP

(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dibuat oleh guru mata pelajaran

matematika. Lembar pengungkapan kebutuhan guru dan peserta didik dapat

dilihat pada lampiram A.1

2. Instrumen Uji Ahli Materi dan Media

Instrumen yang digunakan dalam uji validasi modul pembelajaran diserahkan

kepada ahli materi dan ahli media. Instrumen yang diberikan berupa pernyataan

skala likert, dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat baik, baik, cukup baik,

kurang baik. Instrumen juga dilengkapi dengan komentar dan saran.

Kriteria yang menjadi penilaian dari ahli materi meliputi beberapa aspek yaitu,

kelayakan isi, kelayakan penyajian, penilaian bahasa, dan strategi PQ4R.

Selanjutnya, yang menjadi penilaian dari ahli media yaitu, kelayakan kegrafikan

dan kelayakan bahasa. Kelayakan kegrafikan dalam penilaian ahli media meliputi

ukuran modul, desain sampul modul, dan desain isi modul. Kelayakan bahasa

dalam penilaian ahli media meliputi lugas, komunikatif, interaktif, kesesuaian

dengan perkembangan peserta didik, kesesuaian dengan kaidah bahasa, dan

58

penggunaan istilah, simbol, maupun lambang. Kriteria penilaian oleh kedua ahli

bertujuan untuk memudahkan penilaian. Adapun kisi-kisi, deskripsi, serta butir-

butir penilaian oleh kedua ahli selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.3, B.4,

B.5, dan B.6.

3. Instrumen Uji Kelompok Kecil

Instrumen pada saat uji coba kelompok kecil berupa angket. Angket menggunakan

skala empat yaitu berupa pilihan sangat tidak setuju (sts), tidak setuju (st), setuju

(s), sangat setuju (st). Penulis melampirkan kisi-kisi dan instrumen angket lembar

respon siswa terhadap modul pembelajaran pada lampiran B.7 dan B.8.

4. Instrumen Uji Kelompok Besar

Instrumen uji kelompok besar yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis

instrumen yaitu dari kemampuan kognitif dan afektif. Dari segi kemampuan

kognitif yaitu berupa instrumen kemampuan berpikir kreatif siswa dan afektif

yaitu skala kemandirian belajar.

a. Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif

Dalam menyusun instrumen kemampuan berpikir kreatif ada beberapa tahap yang

dilakukan. Pertama, penulis menentukan kompetensi dasar dan indikator

pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku di sekolah yang akan diteliti.

Kemudian penulis memilih materi. Dalam penelitian ini penulis memilih materi

polinomial atau suku banyak kelas XI IPA semester genap. Selanjutnya, penulis

menyusun kisi-kisi dan dan dilanjutkan membuat instrumen kemampuan berpikir

59

kreatif pada materi polinomial. Secara lengkap kisi-kisi dan instrumen

kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat pada lampiran B.3 dan B.4.

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif

Indikator Reaksi terhadap soal Skor

Kelancaran

Memberikan gagasan yang tepat dan cepat saat menyelesaikan soal

dan menjawab dengan benar 4

Memberikan gagasan yang tepat dan cepat saat menyelesaikan soal

tetapi mennyelesaikan dengan jawaban salah 3

Memberikan gagasan yang tepat tetapi tidak sampai selesai 2

Memberikan gagasan yang tidak tepat dan cepat saat menyelesaikan

soal 1

Tidak memberikan penyelesaian 0

Keluwesan

Menyajikan jawaban dengan berbagai gagasan dan menjawab

dengan benar 4

Menyajikan jawaban dengan berbagai gagasan tetapi

mennyelesaikan dengan jawaban salah 3

Menyajikan jawaban dengan sedikit gagasan tetapi memberikan

penyelesaian dengan jawaban benar 2

Menyajikan jawaban dengan sedikit gagasan tetapi memberikan

penyelesaian dengan jawaban benar 1

Tidak memberikan penyelesaian 0

Keaslian

Memberikan gagasan yang baru dan membuat kombinasi berbeda

dalam menyelesaikan masalah dan penyelesaian benar 4

Memberikan gagasan yang baru dan membuat kombinasi berbeda

dalam menyelesaikan masalah dan penyelesaian salah 3

Memberikan gagasan biasa dan tidak membuat kombinasi berbeda

dalam menyelesaikan masalah dan penyelesaian benar 2

Memberikan gagasan biasa dan tidak membuat kombinasi yang

berbeda dalam menyelesaikan masalah dan penyelesaian salah 1

Tidak memberikan penyelesaian 0

Kerincian

Menambahkan gagasan yang diberikan alasan dan memberikan

penyelesaian dengan benar 4

Menambahkan gagasan yang diberikan alasan dan memberikan

penyelesaian dengan salah 3

Menambahkan gagasan yang diberikan tetapi tidak memberikan

alasan dan memberikan penyelesaian dengan benar 2

Menambahkan gagasan yang diberikan tetapi tidak memberikan

alasan dan memberikan penyelesaian dengan salah 1

Tidak memberikan penyelesaian masalah 0

Kepekaan

Memberikan jawaban/gagasan beragam dan benar 4

Memberikan jawaban/gagasan beragam tetapi salah 3

Memberikan jawaban/gagasan tidak beragam tetapi benar 2

Memberikan jawabn /gagasan yang tidak beragam dan salah 1

Tidak memberikan jawaban 0

Skor atau data diperoleh dengan melakukan penilaian terhadap kemampuan

berpikir kreatif siswa. Penilaian terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa

dilakukan untuk menilai setiap indikator dan mentotal jumlah skor yang diperoleh.

60

Pedoman penilaian atau penskoran yang digunakan adalah pedoman penskoran

yang telah didaptasi dari Noer (2012). Pedoman penilaian dalam penelitian ini

disajikan dalam tabel 3.2.

Sebelum melakukan uji coba terbatas, penulis melakukan uji validitas soal,

reliabilitas, tingkat kesulitan, dan daya pembeda terhadap instrumen kemampuan

berpikir kreatif yang digunakan. Pengujian ini dilakukan terhadap kelas siswa

kelas XI berjumlah 20 siswa. Kelas yang digunakan adalah kelas yang bukan

merupakan kelas uji coba pada kelompok besar. Instrumen ini digunakan sebagai

alat pegumpul data sebelum (pretes) dan sesudah uji coba (postes) pelaksanaan uji

coba pada kelompok besar. Berikut ini merupakan hasil perhitungan serta

analisisnya.

1. Validitas

Validitas yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pada validitas isi dan

validitas butir soal. Validitas isi dari instrumen kemampuan berpikir kreatif dapat

diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam kemampuan

komunikasi matematika dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.

Instrumen dikategorikan valid adalah instrumen yang sesuai dengan KD dan

indikator yang diukur. Untuk mengetahui validitas butir soal, dilakukan

perhitungan dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment sebagai

berikut.

∑ ∑ ∑

√{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }

61

Dasar pengambilan keputusan yaitu, jika r hitung > r tabel, maka instrumen atau

item soal berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dinyatakan valid.

Perhitungan rxy secara lengkap dapat dilihat pada lampiran B.8. Perolehan r tabel

adalah 1,734 pada uji 2 sisi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa semua butir

soal memperoleh r hitung > r tabel. Interpretasi hasil perhitungan rxy berdasarkan

kriteria Arikunto (2008:9), yaitu sebagai berikut.

Tabel 3.3 Kriteria Validitas Instrumen

Nilai r Interpretasi

0,81 – 1,00 Sangat Tinggi

0,61 – 0,80 Tinggi

0,41 – 0,70 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

0,00 – 0,20 Sangat Rendah

Perolehan rxy, interpretasi kriteria korelasi, dan validitas instrumen tes

kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Validitas Instrumen Berpikir Kreatif

Jenis Tes No.

Soal rxy

Interpretasi

Koefisien Korelasi Validitas

Tes Kemampuan

Berpikir Kreatif

1 0,95 Sangat Tinggi Valid

2 0,90 Sangat Tinggi Valid

3 0,97 Sangat Tinggi Valid

4 0,96 Sangat Tinggi Valid

5 0,86 Sangat Tinggi Valid

Berdasarkan interpretasi validitas instrumen, maka semua soal memiliki validitas

tinggi. Semua butir soal dinyatakan valid yang berarti bahwa dari segi validitas

Keterangan:

rxy : koefisien relasi

N : jumlah responden yang diuji

X : skor setiap item

Y : skor seluruh item responden uji coba

62

semua soal bisa dijadikan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian yang

dilakukan.

2. Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali

ketika mengukur objek yang sama akan memberikan hasil data yang sama.

Perhitungan reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha, yaitu:

(

) (

)

Menurut pendapat Sudijono (2008:209) suatu instrumen dikatakan baik apabila

memiliki nilai reliabilitas ≥ 0,70. Penulis memperoleh indeks reliabilitas 0,95.

Indeks ini ≥ 0,70. Perhitungan lengkap dapat dilihat pada lampiran B.9. Sesuai

dengan pendapat Sudijono tersebut, instrumen dikatakan memiliki reliabilitas

yang sangat baik. Dengan demikian, dari segi reliabilitas setiap butir soal layak

digunakan sebagai pengumpul data dalam pelaksananaan uji coba penelitian.

3. Tingkat Kesukaran

Sudijono (2008: 372) menyatakan bahwa suatu instrumen dikatakan baik jika

memiliki tingkat kesukaran sedang, yaitu tidak terlalu sukar ataupun tidak terlalu

mudah. Rumus perhitungan tingkat kesukaran dan kriteria yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

Keterangan:

r11 : nilai reliabilitas instrumen

n : banyak butir soal

∑𝜎𝑖 : jumlah varians dari tiap-tiap item soal

𝜎𝑡 : varians total

63

Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

0,00 ≤ TK ≤ 0,15 Sangat Sukar

0,16 ≤ TK ≤ 0,30 Sukar

0,31≤ TK ≤ 0,70 Sedang

0,71 ≤ TK ≤ 0,85 Mudah

0,86 ≤ TK ≤ 1,00 Sangat Mudah

Sudijono (2008:372)

Perhitungan tingkat kesukaran instrumen pada penelitian ini, selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran B.10.

Tabel 3.6 Perolehan Indeks Tingkat Kesukaran

No. Soal Indeks TK Interpretasi

1 0,65 Sedang

2 0,65 Sedang

3 0,68 Sedang

4 0,69 Sedang

5 0,56 Sedang

Perolehan indeks tingkat kesukaran dan interpretasi setiap soal disajikan dalam

tabel 3.7 . Dari tabel 3.7 dapat dilihat bahwa semua soal memiliki tingkat

kesukaran dengan kriteria sedang. Sehingga dari segi tingkat kesukaran semua

soal instrumen kemampuan berpikir kreatif telah layak digunakan sebagai

pengumpul data dalam penelitian ini.

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran

JT : jumlah skor siswa pada butir-butir yang diperoleh

IT : skor maksimum perolehan siswa pada butir soal

64

4. Daya Pembeda

Daya pembeda suatu instrumen adalah kemampuan butir soal yang dapat

digunakan sebagai pembeda antara peserta tes yang memiliki kemampuan yang

rendah, sedang, dan tinggi. Daya beda dapat diketahui dengan melihat besar atau

kecilnya tingkat diskriminasi. Perhitungan rumus daya pembeda dalam penelitian

ini menggunakan rumus:

(Sudijono: 2008:120)

Hasil perhitungan daya pembeda secara lengkap dapat dilihat pada lampiran B.11.

Sedangkan untuk mengiterpretasikan indeks angka daya pembeda yang diperoleh

dari hasil perhitungan, penulis menggunakan kriteria pada tabel 3.8.

Tabel 3.7 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Negatif ≤ DP ≤ 0,09 Sangat Buruk

0,10 ≤ DP ≤ 0,19 Buruk

0,20 ≤ DP ≤ 0,29 Agak Baik, perlu direvisi

0,30 ≤ DP ≤ 0,49 Baik

DP ≥ 0,50 Sangat Baik

Sudijono (2008:121)

Hasil perolehan indeks daya pembeda dan interpretasinya ditunjukkan pada tabel

3.9. Berdasarkan tabel 3.9 soal nomor 1 dan 3 berada dalam kriteria sangat baik.

Kriteria baik ditunjukkan oleh nomor 2, 4, dan 5. Hal ini berarti bahwa dari segi

daya pembeda semua soal instrumen kemampuan berpikir kreatif telah layak

digunakan dalam uji coba penelitian.

Keterangan:

DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

IA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

65

Berikut ini disajikan perolehan indeks daya pembeda instrumen kemampuan

berpikir kreatif. Berdasarkan hasil uji validitas soal, reliabilitas, tingkat kesukaran,

dan indeks daya pembeda dapat disimpulkan bahwa instrumen pretes atau postes

kemampuan berpikir kreatif yang dibuat oleh penulis telah layak digunakan untuk

mengumpulkan data dalam uji coba terbatas.

Tabel 3.8 Perolehan Indeks Daya Pembeda

No. Butir Soal Nilai DP Interpretasi

1 0,74 Sangat Baik

2 0,65 Sangat Baik

3 0,68 Sangat Baik

4 0,62 Sangat Baik

5 0,60 Sangat Baik

b. Skala Kemandirian Belajar

Skala kemandirian belajar pada penelitian ini mengukur delapan indikator, yaitu

inisiatif belajar, mendiagnosis kebutuhan belajar, menetapkan tujuan belajar,

memilih dan menggunakan sumber, memilih dan menetapkan strategi belajar,

belajar mandiri, bekerja sama dengan orang lain, dan mengontrol diri. Skala

kemandirian belajar siswa pada penelitian ini mengacu dan mengadaptasi pada

skala kemandirian belajar siswa yang dibakukan oleh Yoseva (2016).

Instrumen ini digunakan untuk mengetahui kemandirian belajar sebelum dan

sesudah siswa menggunakan modul pembelajaran yang telah dikembangkan

dengan menggunakan strategi PQ4R. Perolehan skor kemandirian belajar sebelum

dan sesudah menggunakan modul selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.29.

Skala kemandirian belajar dibuat dengan skala likert yang menggunakan

pernyataan positif dan negatif. Pilihan jawaban yang digunakan dalam skala ini

66

adalah sangat setuju (ss), setuju (s), tidak setuju (st), dan sangat tidak setuju (sts).

Pedoman penskoran untuk pernyataan positif secara berturut-turut diberikan skor

4, 3, 2, dan 1. Sedangkan pernyatan negatif diskoring secara berturut-turut

diberikan skor 1, 2, 3, dan 4. Penulis menghitung skor kemandirian belajar setiap

indikator kemandirian belajar. Hal ini dilakukan dengan pemahaman bahwa

indikator satu dan lainnya memberikan makna yang berbeda.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini diuraikan berdasarkan jenis instrumen

yang digunakan dalam setiap tahapan penelitian pengembangan.

1. Teknik Analisis Data Studi Pendahuluan

Data studi pendahuluan berupa hasil observasi dan angket dianalisis secara

deskriptif sebagai latar belakang diperlukannya bahan ajar. Hasil review berbagai

buku teks, modul, RPP, serta KD matematika SMA juga dianalisis secara

deskriptif sebagai acuan untuk menyusun media.

2. Teknis Analisis Data Kelayakan

Data yang diperoleh saat validasi modul dengan strategi PQ4R adalah hasil

penilaian validator terhadap modul melalui lembar skala kelayakan. Analisis yang

dilakukan berupa deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif berupa

komentar dan saran dari validator dideskripsikan secara kualitatif. Sedangkan data

kuantitaif yaitu diperoleh dari pernyataan yang menggunakan skala likert.

Perhitungan sesuai dengan ketentuan yaitu, untuk kategori kurang baik dengan

67

skor 1, kategori cukup baik dengan skor 2, kategori baik dengan skor 3, dan

kategori sangat baik dengan skor 4. Skor yang didapat dijadikan sebagai data yang

kemudian dideskripsikan secara kualitatif.

Pada penelitian ini, penulis mengikuti langkah-langkah menyusun kriteria

penilaian sebagai berikut.

1) Menentukan jumlah interval kelas, yaitu 4,

2) Menentukan rentang skor, yaitu skor maksimum dan skor minimum,

3) Menghitung panjang kelas (p), yaitu rentang skor dibagi jumlah kelas,

4) Menyusun kelas interval dimulai dari skor terkecil sampai terbesar.

Kategori penilaian dan interval nilai setiap kategori ditunjukan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.9 Interval Nilai Tiap Kategori Penilaian

No Kategori Penilaian Interval Nilai

1 Sangat Baik (S min + 3p) < S ≤ S maks

2 Baik (S min + 2p) < S < (S min + 3p – 1)

3 Kurang (S min + 3p) < S < (S min + 2p – 1)

4 Sangat Kurang (S min) < S (S min + p – 1)

Keterangan :

S : Skor Responden

p : Panjang Interval Kelas

Smin : Skor Terendah

Smax : Skor Tertinggi

3. Teknis Analisis Data Uji Coba Terbatas pada Kelompok Kecil

Teknik analisis data uji kelas kecil adalah dengan mendeskripsikan hasil

perolehan data melalui angket respon siswa. Uji coba pada kelompok kecil

dilakukan terhadap 5 siswa kelas XI yang bukan merupakan kelas uji coba

kelompok besar. Angket respon siswa yang menggunakan skala likert dengan

68

ketentuan skor dihitung dari tingkat persetujuan siswa dengan angka 1, 2, 3, dan 4.

Semakin besar angka yang dipilih maka semakin besar persetujuan siswa terhadap

pernyataan dalam angket. Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif sesuai

setiap indikator pernyataan dalam angket.

4. Teknik Analisis Data Uji Coba Terbatas pada Kelompok Besar

Pada penelitian ini, penulis melakukan teknik analisis dengan membagi ke dalam

kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa, yaitu sebagai berikut.

(a) Kemampuan Berpikir kreatif Siswa

Pengambilan data ini dilakukan dengan memberikan instrumen berupa soal-soal

berpikir kreatif. Pengambilan data diperoleh dari sebelum (pretes) dan sesudah

(postes) siswa menggunakan modul pembelajaran yang dikembangkan dengan

strategi PQ4R. Setelah memperoleh skor pretes dan postes kemampuan berpikir

kreatif siswa, penulis menghitung persentase pencapaian skor dalam sebuah

interval penilaian yang disesuaikan dengan kriteria pada tabel 3.9. Selanjutnya,

penulis menghitung tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa yang dicapai untuk

setiap indikator. Penulis juga mengkorversi skor indikator kemampuan berpikir

kreatif ke dalam bentuk persentase dan menginterpretasikan kemampuan berpikir

kreatif secara deskriptif.

Sementara untuk mengambil kesimpulan bagaimana efektivitas penggunaan

modul pembelajaran ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif siswa, penulis

melakukan uji proporsi (binomial test). Hipotesis yang digunakan adalah sebagai

berikut.

69

H0 : persentase siswa yang mendapat nilai minimal 65 kurang dari atau sama

dengan 70%

H1 : persentase siswa yang mendapat nilai minimal 65 lebih dari 70%.

Untuk menghitung nilai statistik uji binomial menurut walker (2011:24) adalah

sebagai berikut.

(

)

Keterangan:

p : banyaknya siswa yang mendapat nilai minimal 65

k : peluang setiap siswa mendapat nilai minimal 65

n : jumlah sampel

Uji binomial dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 23. Kriteria

pengujian yang dipakai adalah terima H0 jika nilai signifikansi lebih dari 0,05

(Sundayana, 2014:102).

(b) Kemandirian Belajar Siswa

Pengambilan data ini dilakukan dengan memberikan instrumen berupa angket

skala kemandirian belajar. Pengambilan data diperoleh dari sebelum (pretes) dan

sesudah (postes) siswa menggunakan modul pembelajaran yang dikembangkan

dengan strategi PQ4R. Setelah memperoleh skor pretes dan postes kemandirian

belajar siswa, penulis menghitung persentase pencapaian skor dalam sebuah

interval penilaian yang disesuaikan dengan kriteria pada Tabel 3.10.

Selanjutnya, dengan cara yang sama dengan kemampuan berpikir kreatif siswa

penulis menghitung kemandirian belajar siswa yang dicapai untuk setiap

indikator. Penulis juga mengkorversi skor indikator kemandirian belajar ke dalam

bentuk persentase dan menginterpretasikannya secara deskriptif.

70

Sementara untuk mengambil kesimpulan bagaimana efektivitas penggunaan

modul pembelajaran ditinjau dari kemandirian belajar siswa, penulis melakukan

uji proporsi (binomial test) seperti dari kemampuan berpikir kreatif siswa.

Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut.

H0 : persentase siswa yang mendapat skor minimal 80 kurang dari atau sama

dengan 85%

H1 : persentase siswa yang mendapat skor minimal 80 lebih dari 85%.

Untuk menghitung nilai statistik uji binomial menurut Walker (2011:24) adalah

sebagai berikut.

(

)

Keterangan:

p : banyaknya siswa yang mendapat skor minimal 80

k : peluang setiap siswa mendapat skor minimal 80

n : jumlah sampel

Uji binomial dilakukan dengan bantuan perangkat lunak SPSS 23. Kriteria

pengujian yang dipakai adalah terima H0 jika nilai signifikansi lebih dari 0,05

(Sundayana, 2014:102).

114

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Proses pengembangan modul pembelajaran matematika dengan strategi PQ4R

ini dilakukan dengan mengadaptasi model penelitian pengembangan dari Borg

dan Gall, langkah-langkah yang dilakukan dibatasi hanya sampai pada langkah

kelima. Modul yang dikembangkan merupakan integrasi modul dengan strategi

PQ4R yang dirancang sistematis agar dapat memfasilitasi dan memudahkan

siswa dalam mempelajari materi

2. Produk pengembangan modul pembelajaran dengan strategi PQ4R efektif

ditinjau dari kemampuan berpikir kreatif dan kemandirian belajar siswa

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan, penulis memberikan saran sebagai berikut.

1. Perlu dilakukan apersepsi atau penguasaan kelas yang baik agar pembelajaran

dengan modul pembelajaran yang menggunakan strategi PQ4R optimal

diterapkan oleh guru.

2. Perlu dilakukan pengembangan modul atau media pembelajaran lainnya yang

berkelanjutan dan terus menerus yang sesuai dengan karakteristik siswa dan

zaman.

115

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1993. Belajar yang Mandiri dan Sukses. Solo: CV. Aneka Ilmu.

Asiae University (AeU). (2011). Course Overview. Tersedia: http//www.learning

domain.com. [25Oktober 2015]

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anwar, Ilham. 2010. Pengembangan Bahan Ajar. Bahan Kuliah Online. Bandung:

Direktori UPI.

Australian Indonesia Partnership. (2008). Quality Assurance Capacity Building of

Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan dan Balai Keagamaan. Jakarta:

Bindiklat.

Bloom, B., Englehart, M. Furst, E., Hill, W., & Krathwohl, D. (1956). Taxonomy

of educational objectives: The classification of educational goals.

Handbook I: Cognitive domain. New York, Toronto: Longmans, Green.

Borg, W. R. & Gall, M. D. (2003). Educational Research: an Introcustion (7thed).

New York: Longman.

Brookfield, S. D. 2000. Understanding and Facilitating Adult Learning. San

fransisco: Josey-bass Publiser

Anderson, James E. 1990. Public Policymaking. Houghton Mifflin, Boston.

Tersedia:http://trove.nla.gov.au/work/5597378?q&sort=holdings+desc&_=1

452218045292&versionId=6517570 [25Oktober 2015]

Depdiknas. 2006. Permendiknas No.23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi

Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP.

_________. 2008. Penulisan Modul. Jakarta: Depdiknas.

Erkki Pehkonen, Helsinki 1997. The State-of-Art in Mathematical Creativity.

Tersedia: http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a1.pdf [6 Oktober

2015]

Forrester, Julie C. 2008. Thinking Creatively; Thinking Critically. Paper at Asian

Social Science. Riviera Gardens, Tsuen Wan, New Territories, Hong Kong

SAR, China.

116

Ginsburg, Opper. 1988. Piaget’s Theory of Intellectual Development. Edisi ke-3.

NJ Prentice Hall: Englewood Cliffs.

Grieshober, W. E. 2004. Continuing a Dictionary of Creativity Terms &

Definition. New York: International Center for Studies in Creativity State

University of New York College at Buffalo. Tersedia: www.buffalostate.edu/

orgs/cbir/ReadingRoom/theses/Grieswep.pdf. [27 Juli 2015].

Hake, R.R. 1999. Analizing Change/Gain Scores. Tersedia: http://www.physics.in

diana.edu /~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [17 November 2015]

Hermann, Holstein. 1987. Schuler Lernen Selbstanding: Situationen Lernen im

Sc.hulunterricht. Diterjemahkan oleh: Soeparno. Murid belajar mandiri:

situasi belajar mandiri dalam pelajaran sekolah. Bandung: Remadja Karya.

Johnson, David dan Roger, Johnson. 2000. Cooperatif Learning Methods : A

Meta Analisis. Miresota: Miresota University.

Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching and Learning. Diterjemahkan oleh:

Ibnu Setiawan. Bandung : Mizan Learning Center.

Krathwohl, David R. 2002. A Revision of Bloom’s Taxonomy. Ohio State

University. Tersedia: http://www.unco.edu/cetl/sir/stating_outcome/

documents/Krathwohl.pdf [12 Juli 2015]

Mahmudi, Ali. 2008. Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif. Palembang:

UNSRI. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Ali%20

Mahmudi,%20S.Pd,%20M.Pd,%20Dr./Makalah%2001%20KNM%20UNS

RI%202008%20_Pemecahan%20Masalah%20&%20Berpikir%20Kreatif.pd

f [20 Mei2015]

Mann, E. L. 2005. Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of

Mathematical Creativity in Middle School Students. Disertasi University of

Connectitut. Tersedia: http://www.gifted.uconn.edu/siegle/Dissertations/

Eric%20Mann.pdf [19 juli 2015].

Martin. 2009. Convergent and Divergent Thinking. Tersedia: www.eruptingmind.

com/convergent-divergent-creative-thinking/ [23 Juli 2015]

Munandar, Utami. 2009. Pengembangan kreativitas Anak Berbakat. Jakarta :

Rineka Cipta.

McGregor, D. 2007. Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open

University Press Tersedia: http://vct.qums.ac.ir/Portal/File/ShowFile.aspx?

ID=fae78dc7-c1fd-4133-8dec-54f961a0ec5d [13 Juli 2015]

Michie, James. 2011. What is Independent Learning. Edisi b. Tersedia:

jamesmichie.com/blog/2011/10/what-is-independent-learning/ [13/09/2015]

117

Mullis, Ina V.S, Michael O. Martin, Piere Foy, Alka Arora. 2012. TIMSS 2011

International Results in Mathematics. USA : IEA

Novalia, herlin. 2015. Keterampilan Berpikir Kreatif Dalam Pembelajaran

Matematika. Semarang: Prosiding SNMPM, Universitas Diponegoro.

Noer, S. H. 2007. Pembelajaran Open-Ended untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematik dan Kemampuan Berpikir Kreatif

(Penelitian Eksperimen pada Siswa Salah Satu SMP N di Bandar Lampung)

Tesis Sps UPI: Tidak Diterbitkan

Noer, S.H. 2009. KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS Apa,

Mengapa, dan Bagaimana? Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional

Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA.

Paulina Pannen, Dina Mustofa, dan Mestika Sekarwinahyu. 2001.

Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta : PAU-PPAI, Universitas

Terbuka.

Purwanto, Aristo Rahadi, dan Suharto Lasmono. 2007. Pengembangan Modul.

Jakarta : Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan

Departemen Pendidikan Nasional.

Rochester Institute of Technology. 2000. Effective teaching techniques for

distance learning. Tersedia: http://www.rit.edu/~609www/ch/faculty/self-

reg.htm [14 september2015]

Smaldino, Sharon E., Lowther, Deborah L., Russel, James D., “Instructional

Technology and Media for Learning (Ninth Edition)”, (NJ: Pearson

Education Inc., 2008)

Sharp, Caroline. 2004. Developing young children’s creativity. Tersedia:

www.nfer.ac.uk/nfer/publications/55502/55502.pdf. [10 Juli 2015]

Silver, E. A. 1997. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical

Problem Solving and Problem Posing. Zentralblatt für Didaktik der

Mathematik (ZDM) – The International Journal on Mathematics Education.

Tersedia di: http://www.emis.de/journals/ZDM/zdm973a3.pdf. ISSN 1615-

679X. [1 Agustus 2015]

Soejanto, Agus. 1979. Bimbingan ke Arah Belajar Sukses. Jakarta : Rineka Cipta.

Sundayana, R. 2014. Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suprawoto, N. A. 2009. Mengembangkan Bahan Ajar dengan Menyusun Modul.

Tersedia: http://www.scribd.com/doc/16554502/Mengembangkan-Bahan-

Ajar-dengan-Menyusun-Modul Diakses [20 oktober 2015].

118

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta :

Kanisius.

Thomas, E. L., & Robinson, H. A. 1972. Improving memory in every class: A

sourcebook for teachers. Boston: Allyn and Bacon.

UNDP. 2008. Human Development Report 2007/2008. New York. UNDP.

Tersedia di: http://hdr.undp.org/sites/default/files/reports/268/hdr_2007

2008_en_complete.pdf [2 November 2015]

Vembrianto. 1993. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.

Winkel. 2009. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta : Media Abadi.

Zaini, Muhammad. 2009. Pengembangan Kurikulum Konsep, Implementasi

Evaluasi dan Inovasi. Yogyakarta: teras.