pengembangan kelembagaan - cinta produk dalam negeri

41
TUGAS TAKE HOME UAS PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN “Cinta Produk Dalam Negeri” Disusun oleh: Mutiara Syahrir (071111019) DEPARTEMEN ADMINISTRASI PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012-2013

Upload: herlambang-bagus

Post on 12-Jun-2015

4.376 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

TUGAS TAKE HOME UAS

PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

“Cinta Produk Dalam Negeri”

Disusun oleh:

Mutiara Syahrir (071111019)

DEPARTEMEN ADMINISTRASI

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2012-2013

Page 2: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat serta hidayah-Nya saya

dapat menyelesaikan tugas Pengembangan Kelembagaan “Cinta Produk Dalam Negeri” sebagai

tugas akhir mata kuliah tersebut tahun ajaran 2012-2013.

Akhir-akhir ini marak pengkonsumsian produk-produk luar negeri yang merajalela di

masyarakat Indonesia sehingga bagi para produsen-produsen tanah air mengalami kerugian hingga

ada sebagian yang gulung tikar. Padahal dalam segi kualitasnya produk lokal kita juga tidak kalah

jauh dengan produk luar negeri yang banyak beredar. Maka dari itu ajakan untuk cinta produk dalam

negeri ini menjadi sangat penting bagi kita karena juga merupakan sikap cinta tanah air. Pemerintah

pun juga harus turut andil dalam perannya menjalankan program ini.

Akhir kata izinkanlah saya mengutip pepatah lama “Tak Ada Gading yang Tak Retak”, “Tak Ada

Mawar yang Tak Berduri”. Demikian pula dengan makalah ini yang jauh dari kata sempurna sehingga

saran dan kritik yang membangun tetap saya nantikan demi kesempurnaannya makalah ini.

Surabaya, Juni 2013

2

Page 3: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

PENDAHULUAN

Cinta produk Indonesia dapat menjadi gambaran betapa besarnya rasa cinta masyarakat pada

bangsa ini. Bayangkan, ketika seluruh rakyat Indonesia dengan penuh kesadaran mengkonsumsi

produk-produk buatan lokal di tengah derasnya arus barang impor dari luar negeri. Secara tak

langsung, konsumsi yang begitu besar akan meningkatkan pendapatan pengusaha lokal bahkan

pendapatan nasional. Diharapkan pula dengan keuntungan tersebut pelaku usaha akan terus

meningkatkan mutu produk-produknya sebagai timbal balik dari kepercayaan publik dalam negeri.

Selain itu, permintaan produk lokal yang tinggi tentu menuntut peningkatan jumlah produksi yang

juga akan membuka lapangan pekerjaan baru bagi jutaan rakyat Indonesia. Beberapa hal di atas

mungkin hanya sebagian kecil dari pentingnya rasa cinta tanah air yang diwujudkan dengan “Cinta

Produk Dalam Negeri”.

Agaknya kita perlu belajar dari masyarakat Jepang yang sangat loyal terhadap barang-barang

buatan negaranya meskipun tidak sedikit barang dari luar negeri yang masuk. Karena mereka

percaya dengan membeli produk dalam negeri adalah suatu cara membantu negaranya untuk

menjadi bangsa yang besar.

Namun begitupun seharusnya pelaku usaha di tanah air bisa lebih memahami keinginan

masyarakat kita yang tidak mau “ditipu” dengan dijualnya suatu barang yang harganya tidak

sebanding dengan mutunya. Maka perlu bagi para pelaku usaha untuk senantiasa meningkatkan

mutu dan pelayanan terhadap konsumen dalam negeri, sehingga masyarakat tidak akan ragu

memilih untuk menggunakan produk-produknya.

Pemerintah juga tidak boleh lepas tangan, dalam hal ini peran pemerintah sebagai teladan

sangat diharapkan. Karena bagaimana mungkin masyarakat diminta untuk mencintai produk dalam

negeri kalau pejabat pemerintahan sendiri ternyata lebih senang memakai produk-produk luar

negeri.

Kata “mencintai” terasa memiliki arti bahwa ada keterpaksaan dan dorongan dari pihak lain

untuk melakukan hal-hal yang diinginkan, namun masyarakat harus menimbulkan rasa cinta nya

sendiri pada produk lokal bukan hanya sekedar “mencintai” produk dalam negeri tapi rasa tersebut

harus muncul di dalam benak masyarakat seperti hal nya rasa nasionalisme. Aku “Cinta Produk

Dalam Negeri”, bagaimana denganmu?

3

Page 4: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................................ 2

Pendahuluan ............................................................................................................................... 3

Daftar Isi ...................................................................................................................................... 4

Latar Belakang Masalah ................................................................................................................ 5

Pembahasan ............................................................................................................................... 7

Unsur-Unsur Pelembagaan (Model Universum Kelembagaan Esman) ......................................... 16

Social Marketing ......................................................................................................................... 19

Model System ............................................................................................................................ 26

J.CO: Produk Lokal Kualitas Internasional ...................................................................................... 27

Daftar Pustaka ........................................................................................................................... 30

4

Page 5: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

LATAR BELAKANG MASALAH

Pemilihan topik untuk mengajak para masyarakat Indonesia untuk Cinta Produk Dalam Negeri

menjadikan hal tersebut penting. Melihat masyarakat Indonesia yang sangat konsumtif di era global

saat ini membuat pola perilaku mereka cenderung untuk mengarah ke westernisasi. Sehingga saat

ini banjir produk luar negeri di pasar domestik terus berlangsung. Situasi ini menuntut kepedulian

konsumen, pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat Indonesia untuk saling bahu–membahu

bekerja sama memprioritaskan penggunaan produk Indonesia. Perlu dilakukan langkah terpadu

untuk mengajak masyarakat dan pihak-pihak terkait agar lebih mencintai produk Indonesia.

Setiap negara berkeinginan membuka diri terhadap arus lalu lintas barang dan jasa

internasional, Dengan adanya perdagangan bebas tampaknya menjadi kebutuhan bagi negara-

negara di dunia, ASEAN Forum Trade Agreement - China merupakan bentuk skema dimana dapat

melakuan perdagangan bebas dalam suatu area/wilayah, Skema mewujudkan AFTA - China melalui:

penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-

hambatan non tarif lainnya. Oleh karena itu, hubungannya dengan AFTA bahwa Indonesia

merupakan salah satu tujuan dari pasar itu sendiri. Sudah mafhum produk-produk China

menawarkan dengan harga yang murah.

Salah satu ancaman produk kita adalah membanjirnya produk-produk China. Produk-produk

China yang masuk ke Indonesia dengan harga yang sangat murah. Tentu saja konsumen akan

memilih produk-produk yang murah meskipun dengan kualitas yang sedang. Namun dalam jangka

panjang justru akan mengancam produk dalam negeri.

Kita tau bahwa batik menjadi produk domestik yang ngetren saat ini. Namun seperti yang kita

ketahui potensi pasar batik di Indonesia ini juga dilirik oleh China. Produk batik mereka pun

menyerbu pasar batik kita. Hal ini terjadi mulai tahun 2008, tahun di mana kita belum terikat

perjanjian AFTA plus China. Lalu bagaimana nasib batik domestik kita sekarang ? Ketika produk China

bisa dengan mudahnya membanjiri pasar kita dengan harga yang jauh lebih murah dari produk

domestik ?

Saya mengutip dalam beberapa sumber bahwa tingginya serbuan impor, terlihat dari tingginya

prosentase pertumbuhan nilai impor dibanding ekspor. Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS)

mencatat, sepanjang semester I/2010, impor non migas tumbuh 46,52% atau setara USD46,77

Miliar dari total impor yang meningkat 51,99% setara USD62,89 miliar dibanding periode yang

5

Page 6: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

sama tahun sebelumnya. Sementara ekspor non migas hanya tumbuh 38,37% setara USD59,36

miliar dari total ekspor 44,83% atau USD72,52 miliar.

Dalam periode yang sama, nilai impor berdasar golongan penggunaan barang mengalami

peningkatan untuk semua golongan. Impor barang konsumsi misalnya, meningkat sebesar 61,14%,

bahan baku/penolong sebesar 55,90%, dan barang modal sebesar 35,91%.

Demikin hal-hal tersebut diatas saya kemukakan mengapa saya mengambil topik untuk “Cinta

Produk Dalam Negeri” di karenakan kekhawatiran yang banyak muncul bahwasanya masyarakat kita

haruslah memiliki rasa cinta tanah airnya untuk membeli produk-produk dalam negeri yang

kualitasnya tidak kalah jauh juga dengan produk luar negeri lainnya.

6

Page 7: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

PEMBAHASAN

Kita sering merasa lebih berkelas ketika memakai produk berlabel luar negeri, buatan rumah

fashion ternama, dan sekali lagi, "pokoknya luar negeri. "Ternyata, banyak produk dalam negeri yang

jadi pemasok merk-merk mahal dan terkenal dari luar negeri. Salah satu pernyataan ini diungkap

oleh Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat.

Dalam satu kesempatan, Ade mengakui, "Rata-rata produk garmen kita semua itu sudah go

international, khusus garmen sampai puluhan merek. Dibuatnya di Bandung, ada yang subkontrak,

ada yang terima order langsung dari pemegang merek."

Pernyataan itu memang benar adanya. Industri garmen yang berlokasi di Bandung ternyata

menjadi pemasok untuk merk mahal seperti Hugo Boss, Giorgio Armani, Guess, dan masih banyak

lainnya. Produk hasil garmen lokal ini ternyata sudah menembus pasar Amerika Serikat, Hollywood,

dan beberapa negara maju lainnya.

Kenapa negara-negara maju itu tertarik menggunakan barang lokal untuk merk dagang

mereka yang mendunia? Bukankah orang Indonesia sendiri mengatakan bahwa produk lokal

merupakan barang kelas dua atau bahkan kelas tiga?

“Kita ekspor ke Amerika cukup besar, hampir US$ 6 miliar, dan itu naik terus. Kualitas kita

bagus, jahitannya lebih rapi, harganya miring. Baju kita banyak diminati orang sana, mungkin

termasuk artisnya juga,” papar Ade. Pernyataan tersebut tidak sesuai dengan anggapan banyak

orang yang mindsetnya sudah terkontaminasi dengan nama besar brand luar negeri.

Tidak hanya brand besar serta selebriti dunia, ternyata banyak juga atlit dunia yang

menggunakan produk indonesia untuk perlengkapan mereka. Sudah seharusnya kita sebagai bangsa

Indonesia, lebih mencintai produk dalam negeri, karena brand dunia pun sudah mengakui kualitas

barang lokal kita.

Jangan lagi ada gengsi dan merasa menggunakan brand luar negeri adalah suatu keharusan.

Apa bedanya beli tas di Singapura dengan tas buatan lokal di Cibaduyut? Toh, dua barang tersebut

berasal dari pabrik yang sama di Indonesia, bukan?

Namun, banyak juga yang bertanya-tanya mengapa penjualan produk lokal kita dibilang

menurun dibandingkan dengan produk-produk luar negeri lainnya. Beberapa masalah yang timbul

7

Page 8: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

akibat kurangnya minat masyarakat Indonesia atas konsumsinya dalam produk dalam negeri dapat

disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1. Kurangnya Mutu Produk Dalam Negeri Dibandingkan dengan Produk Impor

Dari sudut pandang sumber daya manusia, sebenarnya kualitas orang-orang Indonesia tidak

kalah dibandingkan dengan orang-orang di negara-negara maju, jika saja benar-benar mau belajar.

Hal ini terbukti dengan banyaknya tokoh-tokoh dan cendikiawan yang berasal dari negara kepulauan

terbesar di dunia ini. Namun kemauan saja tidak cukup, fasilitas pendukungnya pun harus mumpuni.

Hal inilah yang harus menjadi sorotan. Bahwa dalam proses belajarnya, orang-orang Indonesia

belum mendapatkan fasilitas yang memadai, belum maksimalnya akses informasi dari masyarakat di

pedalaman. Serta yang tidak boleh dilupakan juga adalah asupan gizi sebagian besar masyarakat

yang jauh dari pemenuhannya karena alasan ekonomi. Beberapa gambaran diatas menjadi mata

rantai permasalahan yang saling terkait yang membuat kualitas orang-orang Indonesia lebih rendah

jika dibandingkan dengan orang-orang di negara-negara maju.

Kualitas masyarakat yang rendah juga berakibat pada rendahnya mutu atau kualitas produk

(barang maupun jasa) yang dihasilkan. Hal ini karena belum maksimalnya penerapan sebuah

teknologi dalam proses produksi. Kebanyakan masyarakat hanya mengandalkan pengalaman saja

tanpa diiringi penguasaan konsep dan teknologi yang membuat tidak maksimalnya proses produksi.

Permasalahan yang selanjutnya adalah dalam menjalankan proses produksinya, pelaku usaha

di tanah air selalu dibayang-bayangi masalah finansial atau pendanaan proses produksi. Untuk

menyelesaikan masalah ini, pemerintah telah memberikan bantuan dengan mengucurkan dana

usaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Namun, yang harus disoroti adalah bahwa bantuan-

bantuan yang ditujukan kepada kalangan pengusaha kecil dan menengah itu belum termanfaatkan

dengan maksimal. Karena ternyata dalam penyalurannya, bantuan tersebut banyak yang salah

sasaran. Sehingga wajar saja bila pengusaha kecil dan menengah tidak dapat berbuat banyak untuk

menyikapi masalah pedanaan ini. Secara tidak langsung keadaan ini mengganggu proses produksi

yang membuat mereka lebih memilih untuk menekan biaya produksi hingga seminimal mungkin.

Misalnya saja dengan menggunakan bahan baku yang kualitasnya dibawah standar yang seharusnya

serta penggunaan teknologi konvensional yang membuat proses produksi tidak maksimal.

Dua permasalahan klasik diatas merupakan sebagian kecil dari hambatan-hambatan yang

membuat produk-produk dalam negeri menjadi lebih rendah mutunya jika dibandingkan dengan

produk-produk yang diproduksi negara-negara maju. Hal ini tentunya menjadi ancaman serius bagi

8

Page 9: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

pelaku usaha nasional karena kita telah memasuki gerbang perdagangan bebas. Sedangkan pada

perdagangan bebas itu diharapkan barang-barang produksi anak bangsa mampu menyaingi produk

luar yang masuk ke Indonesia sehingga dapat tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

2. Kurangnya Kesadaran dan Kebanggaan Untuk Menggunakan Produk Dalam Negeri

Sudah menjadi rahasia umum bahwa produk buatan Indonesia berkelas lebih rendah

dibandingkan dengan produk luar negeri. Masyarakat Indonesia umumnya telah melakukan

pengaturan pada pola pikir mereka bahwa produk asal luar negeri selalu atau bahkan selamanya

akan memiliki kualitas yang lebih bagus dibandingkan produk dalam negeri. Dan karena kecintaan

mereka terhadap produk luar negeri, mereka rela merogoh saku dalam-dalam untuk sebuah produk

luar negeri. Hal tersebut bertolak belakang dengan produk dalam negeri yang memiliki image buruk

bahkan sangat buruk di mata konsumen (masyarakat Indonesia.red). Jangankan untuk merogoh saku

dalam-dalam, merogoh di permukaan saku pun sepertinya masyarakat enggan kalau uang itu hanya

untuk membeli sebuah barang produksi dalam negeri. Tidak sedikit dari mereka yang bahkan

berpikir bahwa membeli barang produksi dalam negeri sama saja dengan membuang uang.

Ada beberapa alasan yang menjadi faktor utama masyarakat Indonesia lebih memlilih produk

luar negeri. Sebagian dari mereka berasumsi bahwa produk luar negeri memiliki kualitas yang lebih

bagus. Mungkin pengibaratan kualitas produk luar negeri dan produk dalam negeri bagaikan langit

dan bumi. Sangat signifikan! Sebagian lagi berdalih bahwa produk luar negeri itu lebih elit dan

berkelas yang diukur dari segi kualitas atau mungkin juga dari negara asal produk tersebut. Tidak

sedikit yang beranggapan bahwa produk yang berasal dari negara-negara di Eropa lebih berkelas

dibanding produk yang berasal dari negara-negara di kawasan Asia.

Menurut para pecandu produk luar negeri, yang membuat produk dalam negeri terpuruk

adalah tidak sebandingnya harga dengan kualitas produk dalam negeri. Alasan mereka bahwa

produk dalam negeri memiliki kualitas rendah tetapi dipatok dengan harga yang cukup tinggi.

Berbeda dengan produk luar negeri yang mereka anggap sebanding antara kualitas dan harganya.

Walaupun memiliki harga yang relatif lebih mahal, tetapi mereka tidak segan mengorbankan uang

yang lebih banyak untuk barang tersebut.

Sebenarnya banyak alasan yang seharusnya membuat masyarakat Indonesia lebih memilih

produk dalam negeri. Pertama, membeli produk dalam negeri secara langsung dan tidak langsung

akan meningkatkan kesejahteraan para pekerja lokal. Mengapa? Karena semakin banyak permintaan

akan produk dalam negeri akan semakin meningkatkan beban pekerja dan itu berarti akan

meningkatkan pula upah yang mereka terima. Kedua, membeli produk dalam negeri dapat

9

Page 10: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

membantu mengurangi jumlah pengangguran. Apabila permintaan produk dalam negeri meningkat,

maka untuk memenuhi pertambahan jumlah permintaan, produsen kemungkinan akan menambah

jumlah pekerjanya. Dengan kata lain kembali terbuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat yang

masih menganggur. Ketiga, membeli produk dalam negeri berarti meningkatkan pendapatan negara.

Alasan terakhir adalah dengan membeli produk dalam negeri akan menentukan jati diri bangsa. Hal

itu merupakan salah satu wujud cinta kita kepada Indonesia, sebagai warga negara yang baik.

Mungkin banyak yang tidak mengetahui bahwa tidak semua produk dalam negeri memiliki

kualitas yang lebih rendah, misalnya buah-buahan. Sebenarnya membeli buah lokal itu memberikan

lebih banyak manfaat. Cita rasa buah lokal yang lebih enak dan nutrisinya lebih optimal karena dijual

dalam keadaan segar. Harganya pun lebih terjangkau. Selain itu kita ikut mencegah pemanasan

global karena mengurangi jumlah pemakaian kapal kargo yang mengangkut buah-buahan impor dan

tentu saja kualitas buah lokal lebih baik.

Banyak pula yang akan tercengang ketika mereka mengetahui bahwa banyak perusahaan

barang-barang berlabel luar negeri menggunakan jasa orang Indonesia untuk membuat produk

mereka. Seperti tas dan sepatu, banyak orang Indonesia yang bekerja sama dengan produsen luar

negeri. Mereka membuat sepatu atau tas kemudian dikirimkan ke luar negeri, lalu di sana diberikan

label dan dijual kembali kepada konsumen (yang kemungkinan orang Indonesia) dengan “judul”

barang produksi luar negeri. Padahal barang tersebut dibuat di Indonesia. Artinya barang buatan

orang Indonesia tidak selamanya berkelas rendah. Produsen luar negeri saja mengakui kualitas

barang buatan orang Indonesia, mengapa kita sendiri yang notabene masyarakat Indonesia

sepertinya berat untuk mengakui kelebihan itu? Gengsikah?

Tidak banyak pula dari masyarakat kita yang menyadari betapa bangsa ini telah kecanduan

produk luar negeri. Saat ini barang-barang kebutuan sehari-hari mulai dari makanan, minuman,

pakaian, barang elektronik, alat tulis-menulis, sampai korek api pun merupakan barang impor.

Apalagi setelah diberlakukannya sistem perdagangan bebas. Produsen dalam negeri seakan

tertimbun oleh barang impor hingga tak mampu lagi berproduksi karena kalah bersaing dengan

produk luar negeri.

Bukannya produsen dalam negeri menawarkan produk berkualitas lebih rendah, tapi belum

sempat mereka mengembangkan dan memperbaiki kualitas produk yang mereka tawarkan, produk-

produk impor telah masuk dan memporak-porandakan istana perdagangan yang mereka bangun

secara perlahan. Seandainya mereka memiliki waktu untuk memperbaiki produksi mereka, pasti

akan mereka lakukan. Karena perbaikan kualitas produk mereka tidak hanya memberikan kepuasan

10

Page 11: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

bagi konsumen mereka, tetapi juga mendatangkan keuntungan yang lebih besar bagi mereka. Tetapi

sebelum hal itu terjadi, produsen raksasa luar negeri datang sebagai rival mereka dalam berdagang

di negeri sendiri.

Lihatlah yang terjadi pada Korea Selatan yang 40-an tahun lalu tidak ada apa-apanya

dibandingkan dengan Indonesia. Tapi sekarang ‘level’ mereka bahkan berada jauh di atas Indonesia.

Mereka mampu menjadi produsen barang raksasa yang cukup berpengaruh di Asia. Hal itu tentu saja

tidak terlepas dari peranan masyarakat Korea Selatan sendiri. Mereka lebih bangga dan meras lebih

elit bila menggunakan produk buatan negara mereka sendiri.

Hal yang sama juga terjadi pada Jepang. Negara yang terpuruk, bahkan dapat dikatakan mati

ketika dibombardir oleh tentara sekutu pada tahun 1945. Tahun yang sama ketika Indonesia

memproklamirkan kemerdekaannya. Masyarakat Jepang hampir anti dengan produk impor. Mereka

akan tetap mengonsumsi produk dari negara mereka sendiri walaupun harganya lebih mahal dan

kualitas lebih rendah. Tetapi dengan tindakan seperti itu justru membangkitkan semangat produsen

dalam negeri untuk memberikan yang lebih baik bagi para konsumen mereka. Hal ini merupakan

apresiasi atas kesetiaan mereka untuk tetap menggunakan produk dalam negeri. Sehingga Jepang

berhasil melahirkan banyak perusahaan raksasa yang memiliki pengaruh besar di Asia bahkan dunia.

Barang-barang mereka yang bermerk Sony, Honda, Suzuki, dan Kawasaki menjadi barang kelas elit di

Indonesia. Dan sekarang Jepang muncul sebagai salah satu negara maju di Asia.

Bila kedua negara di atas dibandingkan dengan Indonesia, seharusnya ketiga negara berada di

level keelitan yang sama. Tapi pada kenyataannya, Indonesia tertinggal jauh di bawah mereka.

Khususnya dari segi perdagangan, Indonesia hanya bisa ‘gigit jari’ atas prestasi yang mampu diraih

Jepang dan Korea Selatan. Indonesia bahkan menjadi negara yang cukup konsumtif dalam

menggunakan barang-barang kedua negara tersebut.

Padahal jika Indonesia mau dan berusaha untuk mencari titik cerah seperti ketika Korea

Selatan masih berada di masa suram atau ketika Jepang berusaha bangkit dari keterpurukan, pasti

bisa. Khususnya dalam menghargai produk hasil karya anak negeri. Korea Selatan dan Jepang bisa

seperti sekarang karena masyarakatnya menghargai negara mereka. Mereka mencintai apa yang ada

di negara mereka. Mereka bangga berdiri di atas kaki mereka sendiri, dengan menggunakan barang-

barang dari negara mereka. Tidak seperti Indonesia yang malah merasa elit dan berkelas ketika

menggunakan produk luar negeri. Jangankan bangga, memiliki rasa cinta dan menghargai produk

dari negara mereka sendiri tidak.

11

Page 12: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

Masyarakat Indonesia terlalu gengsi untuk menggunakan produk dalam negeri. Mereka

merasa lebih elit ketika mereka menggunakan sepatu bermerk Adidas atau Puma ketimbang hanya

mengalaskan kaki mereka dengan bungkusan kaki berlabel Cibaduyut. Mereka merasa lebih berkelas

ketika laptop yang mereka gunakan bergambar Apple ketimbang mereka mengetik dengan Zyrex.

Bahkan tidak sedikit dari mereka merasa berlevel lebih tinggi ketika membayar dengan dolar

ketimbang rupiah.

Kapan negara ini bisa maju kalau masyarakatnya saja justru merasa lebih bangga, lebih elit,

lebih berkelas, dan berlevel tinggi ketika mereka dibalut produk bermerk luar negeri? Kapan

produsen dalam negeri bisa maju dan melakukan revolusi terhadap produk mereka kalau tidak ada

yang mau membeli produk mereka? jawaban untuk kedua pertanyaan di atas adalah ‘tidak kan

pernah terjadi’, kalau masyarakat Indonesia masih menggantung tinggi gengsinya untuk

menggunakan produk dalam negeri. Sebuah negara tidak akan pernah maju ketika masyarakatnya

tidak mencintai negara mereka sendiri.

Negara kita tidak akan dipandang masyarakat dunia kalau kita sendiri enggan untuk

memandang negara kita. Produk dari negara kita tidak akan sama derajatnya dengan produk Korea

Selatan dan Jepang apalagi Eropa, kalau kita tidak memulai untuk mencintai produk itu apa adanya.

Karena suatu hal yang luar biasa selalu dimulai dengan hal biasa. Dengan bangga dan cinta

menggunakan produk Indonesia suatu saat bukan tidak mungkin industri Indonesia akan merangkak

naik seperti yang terjadi pada Jepang dan Korea Selatan.

3. Kurangnya Perhatian Pemerintah Pada Produk Dalam Negeri

Peran pemerintah dalam hal memajukan produk dalam negeri sudah pasti sangatlah

penting. Sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk mengampanyekan slogan “cinta produk

Indonesia”. Meminta konsumen agar lebih memilih produk buatan dalam negeri dan mendorong

pelaku bisnis (ritel) untuk lebih mengutamakan menjual produk dalam negeri. Namun, jangan

sampai itu hanya jargon belaka. Rakyat diminta mencintai produk dalam negeri sementara para

pejabat sendiri justru lebih suka menggunakan produk dari luar negeri.

Jika pejabat publik, yang seharusnya jadi panutan, justru lebih suka menggunakan produk luar

negeri, bagaimana bisa meminta masyarakat mencintai produk negeri sendiri? Demikian pula

produsen, jika mereka sendiri lebih mencintai produk luar negeri, bagaimana mungkin

mengharapkan konsumen Indonesia mencintai produk buatan mereka?

12

Page 13: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

Pemerintah maupun asosiasi pengusaha, harus menerapkan standardisasi produk. Sebelum

produk dalam negeri dipasarkan, harus memenuhi standar kualitas tertentu. Standar kualitas produk

untuk pasar dalam negeri dengan produk untuk ekspor haruslah sama. Artinya, mereka harus

memberi nilai atau penghargaan yang sama bagi konsumen di tanah air dengan konsumen di luar

negeri. Jangan karena hanya untuk kebutuhan lokal, lantas menganggap remeh soal kualitas. Seolah-

olah kualitas pas-pasan sudah cukup untuk konsumen lokal. Hal ini merupakan sebuah kekeliruan

yang sangat besar.

Apalagi di era pasar bebas, produk dari berbagai belahan dunia sudah membanjiri negeri kita

sehingga konsumen memiliki banyak pilihan. Produsen nasional harus bisa bersaing dengan

menghasilkan produk berkualitas bagus, inovatif, dan harga bersaing. Sehingga masyarakat tidak

merasa seolah-olah dipaksa membeli produk dalam negeri atau bahkan dianggap “berdosa” karena

tidak mencintai produk dalam negeri. Sebab, tak ada yang mau dirugikan dengan membeli produk

berkualitas rendah.

Demikian pula para pegawai negeri sipil (PNS). Mereka juga manusia normal yang memiliki

selera sendiri. Tentu pemerintah tidak bisa memaksa mereka melalui peraturan yang mewajibkan

memakai produk dalam negeri. Pemerintah harus bisa membuktikan bahwa produk dalam negeri,

misalnya produk A, B, C, dan seterusnya, memang memiliki kualitas sebanding (atau bahkan lebih

baik) dibanding produk serupa dari luar negeri.

Tetapi pemerintah justru tidak memberikan teladan yang baik kepada rakyat , contohnya pada

tahun 2008 diadakan acara buka puasa bersama di istana negara . Sangat disayangkan sekali hampir

semua menteri yang menghadiri acara tersebut memakai sepatu produksi luar negeri. Ironis

memang, di tengah kampanye “cinta produk Indonesia” justru pejabat negara memberikan contoh

yang tidak baik.

Konsumen Indonesia juga perlu dilibatkan atau diberi kesempatan ikut berpartisipasi dalam

menilai produk dalam negeri. Konsumen akan loyal terhadap produk dalam negeri bila mereka

merasa produk itu benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka dari segi kualitas, harga, dan

inovasi. Supaya pasar kita yang sangat besar ini tidak justru lebih dinikmati para produsen dari luar

negeri.

Selain itu pemerintah saat ini merasa sudah cukup puas dengan segala sesuatu yang sudah kita

milki, sehingga pemerintah tidak sigap dalam mematenkan produk tersebut . Dengan sikap

pemerintah yang seperti itu, dewasa ini banyak sekali produk-produk dalam negeri yang tanpa kita

13

Page 14: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

sadari sudah dipatenkan oleh negara lain. Alhasil produk-produk dalam negeri tersebut menjadi

milik negara lain .

Dengan sikap pemerintah yang seperti itu sudah pasti rakyat sangatlah kecewa, terkesan

pemerintah tidak menjaga aset yang sudah lama dimiliki oleh negara ini . Inilah salah satu sikap

pemerintah yang justru bertentangan dengan kampanye yang sudah di galakkan yaitu “lestarikan

aset dalam negeri” .

Rakyat pun bingung dengan sikap pemerintah. Rakyat dihimbau untuk melestarikan aset yang

ada tetapi pemerintah tidak memberikan contoh yang sesuai dengan apa yang di galakan.

Bagaimana rakyat bisa menjalankan apa yang digalakkan oleh pemerintah sedangkan pemerintah

sendiri tidak menunjukkan contoh yang riil kepada rakyat .

Dengan sikap pemerintah yang kurang sigap, pasti akan memberikan dampak yang buruk bagi

negara kita. Antara lain menurunnya omset pengusaha dalam negeri yang secara otomatis

menurunkan devisa negara, kemudian hilangnya aset negara karena pemerintah tidak tegas dalam

hal mematenkan aset yang telah dimiliki sehingga negara lain dengan mudah mengambilnya.

Dampak lainnya yaitu adanya ketergantungan dengan produk luar negeri, berkurangnya

kepercayaan masyarakat terhadap produk dalam negeri, hingga jumlah pengangguran meningkat.

Masalah ini bukan mutlak kesalahan pemerintah saja, tapi kita pun sebaiknya introspeksi diri

dalam hal ini. Masih banyak masyarakat yang gengsi apabila harus membeli atau menggunakan

produk dalam negeri. Karena kebanyakan produk luar negeri mempunyai mutu yang lebih baik dari

produk dalam negeri sendiri.

Meskipun sikap pemerintah terkesan plin-plan, rakyat justru harus mempunyai kesadaran

sendiri untuk melestarikan aset yang sudah ada. Mungkin dengan sikap rakyat seperti itu

pemerintah dapat bercermin pada sikap rakyatnya sendiri.

Perpres No 54 Tahun 2010

Baru-baru ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pengganti

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah. Dalam Peraturan Presiden tersebut ditekankan priorisasi penggunaan produk-produk

dalam negeri sebagai bagian dari optimalisasi pemanfaatan produk dalam negeri.

14

Page 15: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

Penekanan tersebut setidaknya dibahas dalam porsi yang cukup luas, Terdapat empat pasal,

yakni Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, dan Pasal 99, yang terangkum dalam Bab VII tentang Penggunaan

Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri membahas masalah penggunaan produk dalam negeri.

Dalam ayat (1) Pasal 96 misalnya disebutkan, setiap Kementerian/Satuan Kerja Perangkat

Daerah/Institusi lainnya wajib melaksanakan beberapa hal dalam pelaksanaan pengadaan

barang/jasanya. Hal-hal dimaksud adalah memaksimalkan penggunaan barang/jasa hasil produksi

dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional dalam pengadaan barang/jasa;

memaksimalkan penggunaan penyedia barang/jasa nasional; dan memaksimalkan penyediaan

paket-paket pekerjaan untuk usaha mikro dan usaha kecil termasuk koperasi kecil.

Terkait ketentuan penggunaan produk/jasa dalam negeri seperti dijabarkan pada Pasal 96, Pasal

97 ayat (1) menyebutkan, itu dilakukan sesuai besaran komponen dalam negeri pada setiap

barang/jasa yang ditunjukan dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Dalam ayat

selanjutnya ditegaskan, penggunaan produk dalam negeri wajib digunakan bila terdapat penyedia

barang/jasa yang menawarkan barang/jasa dengan nilai TKDN ditambah nilai Bobot Manfaat

Perusahaan (Nilai BMP) paling sedikit 40%.

Optimasi penggunaan produk/jasa dalam negeri dalam Pasal 96 juga ditegaskan dengan

priorisasi pemilihan penyedia antara penyedia lokal dan asing. Dalam ayat (5) pasal tersebut

ditegaskan bahwa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa diupayakan agar penyedia barang/jasa

dalam negeri bertindak sebagai penyedia barang/jasa utama, sedang penyedia barang/jasa asing

dapat berperan sebagai sub Penyedia Barang/Jasa sesuai kebutuhan.

Kondisi pengecualian priorisasi barang/jasa produk asing seperti melalui impor hanya terjadi

dalam tiga kondisi. Ketiganya yaitu barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri;

spesifikasi teknis barang yang diproduksi di dalam negeri belum memenuhi persyaratan; dan atau,

volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan.

Bahkan dalam proses impornya, penyedia barang/jasa yang melaksanakan pengadaan harus

semaksimal mungkin menggunakan jasa pelayanan yang ada di dalam negeri. Sebut saja dalam

proteksi jasa asuransi, angkutan, ekspedisi, pembiayaan perbankan, dan pemeliharannya.

Alhasil, terbitnya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pengganti Keputusan Presiden

Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang

banyak menekankan priorisasi pemanfaatan produk dalam negeri menjadi pangkal harapan bagi

optimasi penggunaan produk barang/jasa domestik.

15

Page 16: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

Namun, pangkal harapan itu pun sangat bergantung kesadaran lembaga-lembaga publik

menjadikan aturan tersebut sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasanya. Bila

tidak, kehadirannya akan menjadi sia-sia.

UNSUR-UNSUR PELEMBAGAAN (MODEL UNIVERSUM KELEMBAGAAN

ESMAN)

Lembaga

Kepemimpinan

Kelompok orang yang secara aktif terlibat dalam merumuskan doktrin dan program

lembaga.

Mengarahkan aktifitas-aktifitas lembaga.

Menetapkan dan membina hubungan dengan lingkungannya.

Kepemimpinan disini adalah pemerintah. Dimana pemerintah memiliki peran yang cukup

besar dalam melaksanakan program “Cinta Produk Dalam Negeri” ini.

Doktrin

Nilai-nilai / tujuan-tujuan/ metode-metode operasional yang mendasai tindakan.

Menggambarkan citra dan harapan-harapan yang dituju.

Bisa berwujud “visi dan misi”.

Telah ditetapkan adanya Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam Peraturan Presiden tersebut ditekankan

priorisasi penggunaan produk-produk dalam negeri sebagai bagian dari optimalisasi pemanfaatan

produk dalam negeri.

Program

Terjemahan doktrin menjadi pola-pola tindakan nyata.

Merupakan out put dari lembaga.

16

Page 17: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

Program-program “Cinta Produk Dalam Negeri” dapat dituangkan dalam berbagai kegiatan-

kegiatan seperti pameran batik atau alat-alat musik tradisional atau dapat pula diadakan seminar-

seminar enterpreneurship dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dari enterpreneur-

enterpreneur muda.

Sumber-Sumber Daya

Input berupa SDM, dana, sarana fisik dan teknologi yang dibutuhkan lembaga dalam

menjalankan aktifitasnya. Input disini adalah produsen-produsen yang menghasilkan produk-produk

dengan kualitasnya yang baik.

Struktur Internal

Struktur organisasi / lembaga berupa wewenang formal dan informal, pembagian kerja,

saluran komunikasi, dan berbagai proses baru yang dibuat untuk keberlangsungan kegiatan dalam

program “Cinta Produk Dalam Negeri”.

Kaitan-Kaitan

Kaitan-kaitan yang Memungkinkan (Enabling Linkages)

Enabling Linkages merupakan kaitan yang menghubungkan lembaga dengan organisasi-

organisasi, kelompok-kelompok, individu-individu yang berwenang, yang memungkinkan lembaga

tersebut untuk beroperasi dan berlanjut.

Kaitan-kaitan yang memungkinkan disini adalah kaitan-kaitan dengan stakeholders yang

menentukan legitimasi kewenangan dan perolehan sumber daya lembaga.

Kaitan Fungsional (Functional Linkages)

Functional Linkages merupakan kaitan yang menghubungkan lembaga dengan sumber input

dan pemanfaat out put. Contoh sumber input adalah kaitan dengan universitas dalam pengadaan

tenaga ahli. Pemanfaat output adalah masyarakat penerima benefit (target group).

Kaitan fungsional disini adalah lembaga pendidikan yang menyediakan sumber daya manusia

untuk kemudian dimanfaatkan dalam mengolah sumber daya yang ada. Sehingga produk-produk

yang dihasilkan mampu untuk bersaing dengan produk luar negeri.

Kaitan Normatif (Normative Linkages)

17

Page 18: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

Normative Linkages merupakan kaitan yang menghubungkan nilai-nilai lembaga dengan nilai-

nilai/norma lingkungannya. Normative linkages ini diperlukan terutama bagi lembaga-lembaga yang

membawa nilai-nilai/norma-norma baru, karena dari kaitan ini dapat diperoleh

dukungan/tantangan.

Kaitan Tersebar (Diffusion Linkages)

Diffusion Linkages merupakan kaitan-kaitan yang menghubungkan dengan orang-orang atau

kelompok-kelompok yang tidak teridentifikasi secara formal, namun mampu mempengaruhi atau

berpengaruh.

Kaitan tersebar disini adalah orang-orang atau pihak-pihak yang terkait seperti hal nya orang-

orang yang memiliki kepuasan tersendiri terhadap suatu produk sehingga akan mengajak orang-

orang yang lain untuk menggunakan produk tersebut. Sehingga peran-peran seperti itu sangatlah

penting dalam program “Cinta Produk Dalam Negeri” untuk banyak menarik masyarakat luas melalui

“omongan” (mulut ke mulut).

18

Page 19: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

SOCIAL MARKETING

Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat)

Strenght

Mengapa menggunakan produk dalam negeri ? beberapa alasan mengungkapkan mengapa

kita sebagai masyarakat Indonesia tidak menggunakan produk dalam negerinya sendiri.

1. Pendapat Dermawansyah ( pemilik toko kebaya dan gaun shop )

Produk dalam negeri sebenarnya berkualitas baik, namun sering sekali orang terkecoh dengan

brand "Made in Indonesia" padahal tidak sedikit pula produk kita yang diekspor ke luar negeri. Lihat

saja busana batik dan kebaya yang sudah dipasarkan ke luar negeri. Dalam bidang makanan, juga

terdapat produk-produk yang diekspor ke luar negeri. Di kota saya (Medan) terdapat sebuah

perusahaan besar yang bergerak di bidang pengalengan seafood seperti udang, kepiting, cumi, dll.

Produk tersebut utamanya juga dipasarkan ke luar negeri. Kopi dan sambal khas Indonesia juga

dapat kita temui di beberapa lokasi luar negeri.

Baru-baru ini di bidang persenjataan, PT. Pindad Indonesia juga telah memperkenalkan

senjata berkualitas tinggi. Jadi kita tak perlu mengimpor senjata. Beberapa merek laptop Indonesia

seperti X-Ware dan Zyrex juga terbukti baik dan mampu bersaing dengan merek-merek luar negeri.

Paling tidak ada 5 alasan mengapa kita menggunakan produk dalam negeri:

1. Harga lebih terjangkau dengan kualitas yang baik.

2. Meningkatkan devisa negara.

3. Mengurangi pengangguran.

4. Meningkatkan rasa cinta dan bangga dengan produk/budaya Indonesia.

5. Mengurangi efek pemanasan global (soalnya produk luar negeri melewati transportasi yang

sangat jauh, hal ini tentu saja menjadi pemicu efek tersebut).

2. Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) memperoleh Anugrah Cinta Karya

Bangsa, dalam kategori penggunaan produksi dalam negeri.

Kementerian ESDM mempunyai proyek-proyek besar, di bidang Migas, Batu bara, Minerba

dan Kelistrikan, serta Energi Baru dan Terbarukan. Dan semua proyek tersebut menggunakan

produksi dalam negeri. Menteri menambahkan, pihaknya memastikan proyek-proyek besar itu

menggunaklan konten dalam negeri, baik untuk infrastruktur dan suprastrukturnya. Lebih lanjut,

19

Page 20: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

Menteri menjelaskan, kalau proyek-proyek besar tersebut menggunakan produksi dalam negeri,

maka sub-sub proyek itu pasti akan menggunkan produksi dalam negeri dari perusahaan kecil.

Menteri menguatkan, bahwa semua industri di lingkungan ESDM menggunakan produksi dalam

negeri, dan hasilnya mendapatkan penghargaan sebagai pemenang pertama penggunaan produk

dalam negeri tingkat kementerian.

Weakness

Permasalahan tentang kurangnya minat masyarakat Indonesia dalam membeli produk anak

bangsa bukan semata-mata disebabkan oleh kecintaan kami pada merek luar negeri melainkan

karena kurangnya perhatian produsen terhadap keinginan konsumen: tidak memberikan barang

yang bermutu, tidak menyediakan layanan purna jual, serta kurang mampu mengemas, menjual,

produk yang baik. Produk buatan Indonesia yang dijual di dalam negeri sering bermutu rendah

dibandingkan dengan yang dijual di luar negeri.

Opportunity

Peluang yang besar untuk melaksanakan program ini salah satunya adalah dengan bantuan

dari pemerintah itu sendiri. Pemerintah menindaklanjuti permasalahan yang ada dengan melakukan

analisis terhadap sektor industri yang terancam dengan pemberlakuan ACFTA melalui metode

analisis Revealed Comparative Advantage dan indikator makroekonomi lainnya maka muncul

228 Tarif Line dari 12 sektor yaitu sektor Industri besi dan baja, tekstil dan produk tekstil, mesin,

elektronik, Kimia anorganik, petrokimia, furniture, kosmetik, jamu, alas kaki, produk industri kecil,

dan sektor industri maritim. Sektor-sektor tersebut dirasakan akan mengalami dampak pelemahan

apabila ACFTA tetap diimplementasikan secara penuh tanpa penundaan.

Oleh karena itu, berbagai langkah telah ditempuh Pemerintah sebagai upaya menyikapi

pemberlakuan penuh ASEAN-China FTA. Diantaranya mengirimkan surat kepada Sekretaris Jenderal

ASEAN pada tanggal 31 Desember 2009 yang menyatakan bahwa Indonesia tetap pada

komitmennya, namun terdapat beberapa sektor yang bermasalah, untuk itu ingin melakukan

pembahasan. Kemudian mengingat permasalahan yang dihadapi bersifat lintas sektor, maka

dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian telah dibentuk Tim Koordinasi

Penanggulangan Hambatan Perdagangan dan Industri pada tanggal yang sama untuk melakukan

pembahasan bersama berbagai usaha di tanah air.

Pembahasan sektoral ini bertujuan untuk memetakan kondisi masing-masing sektor secara

akurat, mengidentifikasi permasalahan secara jelas, dan menyusun rekomendasi kebijakan yang

20

Page 21: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

tepat untuk mengatasi masalah yang dihadapi sektor yang bersangkutan. Tim teknis yang dibentuk

fokus kepada penguatan daya saing global, pengamanan pasar domestik, serta penguatan ekspor.

Threat

Sejak ditandatanganinya perjanjian ASEAN Free Trade Area (AFTA)-Cina pada Januari 2010,

Indonesia sudah memasuki fase globalisasi. Persaingan pasar bebas yang tidak mungkin dapat

dihindari oleh Indonesia membawa serentetan kekhawatiran akan masa depan perekonomian

negara ini.

Ketidaksiapan Indonesia menghadapi AFTA-Cina yang merupakan program pasar bebas ini

membuat produk-produk dalam negeri Indonesia semakin terpuruk. Banyaknya produk-produk luar

negeri yang masuk ke Indonesia, secara perlahan mengubah pola pikir masyarakat terhadap produk-

produk dalam negeri.

Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang merasa lebih berkelas ketika bisa menggunakan

produk terkemuka dunia dan kemudian memamerkannya kepada orang lain. Sri Nuryanti, mahasiswi

Universitas Negeri Yogyakarta dalam artikel berjudul “Cinta Produk Dalam Negeri Digemborkan,

Kualitas Tak Mencapai Standar” mengatakan, kebiasaan menggunakan produk luar negeri secara

terus-menerus bukan saja akan mengubah pola pikir bangsa Indonesia, tapi juga akan mengubah

pola budaya bangsa Indonesia.

Ia menambahkan, peranan penting pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam memajukan

produk-produk dalam negeri sehingga dapat dicintai oleh masyarakat Indonesia sendiri.

“Alangkah baiknya pemerintah bukan hanya menuntut masyarakat untuk selalu menggunakan

produk dalam negeri melainkan juga melakukan evaluasi-evaluasi terhadap kualitas-kualitas produk

yang ada sehingga ke depannya bisa dilakukan langkah-langkah sebagai upaya perbaikan.

Sementara itu, sarjana Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Randi

Swandaru mengatakan , perlu adanya tindakan-tindakan dari masyarakat khususnya generasi muda

dalam menumbuhkan sikap nasionalisme dengan lebih mencintai produk dalam negeri. “Pemuda

harus lebih proaktif mengambil langkah untuk membuat perubahan di masyarakat,” katanya.

Langkah-langkah tersebut antara lain mengubah pola pikir masyarakat terhadap produk-produk luar

negeri yang dianggap lebih tren dan lebih bergengsi daripada produk dalam negeri.

Padahal menurut Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Bandung, Bulgan

Alamin, mencintai produk nasional akan dapat meningkatkan jiwa dan semangat nasionalisme.

21

Page 22: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

“Bangsa yang besar tidak hanya menghargai jasa para pahlawannya tapi juga bangsa yang bisa

menghargai dan mencintai produksi dalam negerinya,” kata Bulgan.

Selain itu, penggunaan produk dalam negeri secara langsung dapat membangkitkan

perekonomian negara serta menghidupkan produsen-produsen lokal dan menyejahterakan para

pekerjanya. Sebaliknya menggunakan produk luar negeri justru akan memajukan perekonomian

negara lain.

Sementara itu Istri Handayani, aparatur Dinas Perhubungan , Komunikasi, dan Informatika

Kota Singkawang, dalam dialog publik “Aku Cinta Produk Indonesia” mengatakan, mencintai produk

dalam negeri dengan membeli segala produk Indonesia akan memberikan kesejahteraan masyarakat

Indonesia. Terlebih di wilayah-wilayah yang berbatasan dengan negara lain seperti Malaysia,

Singapura, atau Brunei Darussalam.

“Dengan kondisi geografis Kota Singkawang yang berdekatan dengan negara tetangga,

tantangan untuk mewujudkan dan mengajak masyarakat lebih mencintai produk dalam negeri

tidaklah ringan,” katanya.

Namun demikian, paparnya, kita tidak boleh menyerah. Sebab, membeli produk asing sama

saja dengan menyejahterakan masyarakat luar dan sebaliknya tidak menyejahterakan masyarakat

Indonesia sendiri. Karena itu kecintaan terhadap produk-produk lokal harus selalu ditumbuhkan

dalam setiap diri anak bangsa.

Kelompok Sosial yang Perilakunya Hendak diubah

Sasaran untuk program “Cinta Produk Dalam Negeri” adalah mayoritas penduduk Indonesia

itu sendiri. Mayoritasnya adalah orang-orang dengan gaya hidup yang sering mengkonsumsi produk

luar negeri.

Tetapkan Strategi Social Marketing

Beberapa Social Marketing yang kami tawarkan untuk program “Cinta Produk Indonesia”

antara lain, yaitu:

1. Online Shop

Maraknya Online Shop di Indonesia akhir-akhir ini menjadikan banyak pula peminatnya.

Dimana dalam berita disiarkan bahwa transaksi online shopping di Indonesia hampir mencapai USD

41 Miliar. Mengapa Online Shop dijadikan sebagai strategi social marketing? Karena beberapa dari

22

Page 23: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

yang kita lihat bahwasanya Online Shop merupakan kreatifitas anak bangsa untuk menjual produk-

produknya terutama produk lokal. Dapat ditinjau bahwa tingkat penjualan untuk produk-produk

lokal dari pembelian di Online Shop cukup tinggi dan banyak diminati.

Online Shop berkembang sangat pesat di Indonesia, itu fakta. Pada awalnya menjamur di

Jakarta, kemudian ke kota-kota besar yang lain sampai akhirnya merambah ke daerah rural, salah

satu contoh nyata dari berkembangnya online-shop nampak dari sektor perdagangan terutama

bidang fashion, perhiasan, mainan anak-anak, buku bacaan, peralatan olah raga, hingga bahan

bangunan dan kebutuhan rumah tangga, dapat kita lihat fashionista seluruh Indonesia mulai

mengecap enaknya online shopping. Apalagi di daerah rural di mana fashion lucu-lucu dan modern

susah dicari.

Jika di awal perkembangannya online-shop digunakan oleh perusahaan perdagangan yang

memutuskan mencoba strategi baru pemasaran di ‘belantara’ dunia maya, maka saat ini dapat

dikatakan jumlah Online Shop yang dikelola oleh perseorangan jauh lebih banyak bila dibandingkan

dengan perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan sejumlah karyawan yang mengelola bisnis ini

dengan perangkat yang sangat rapi sejak awal berdirinya. Tetapi sama seperti di dunia nyata di

mana kita dapat menemui sejumlah warung, mini market, supermarket bahkan hypermarket maka

di dunia maya pun Online Shop bisa di golongkan seperti warung, mini market supermarket dan

seterusnya. Apalagi bila kita liat dari jenis-jenis barang yang dijual di toko-toko maya tersebut.

Selain dari jenis barang yang di jual, online-shop yang ada saat ini dapat digolongkan ke dalam

beberapa kategori. Misalnya dari cara penyajian produk, script yang digunakan, berbayar/tidaknya

hosting yang digunakan atau bahkan penggunaan social media yang digunakan, cara pembayaran,

metode jual-beli, standar keamanan, dan lain-lain. Jika di awal perkembangannya online-shop

menggunakan hosting tersendiri, sekarang banyak yang menggunakan social media yang sudah ada

atau bahkan menggunakan layanan gratis yang disediakan oleh smartphone.

Lantas mengapa Online Shop ini berkembang sangat cepat bahkan lebih cepat dari yang dapat

kita bayangkan sebelumnya? Mungkin karena pelanggan yang dapat dijangkau oleh online-shop ini

sangat tidak terbatas, bukan hanya teman, tetangga, satu kota saja, tapi juga bisa menjangkau

pelanggan dari luar kota bahkan dari belahan dunia yang lain. Demikian juga dengan para

enterpreneur itu sendiri, mereka pun tidak perlu memproduksi sendiri barang yang mereka jual,

mereka juga menggunakan media internet untuk memperoleh barang yang akan dijual, tidak dari

lingkungan sekitar, tapi bisa dari tempat lain yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya.

Sebenarnya saat seorang enterpreuner memasuki dunia Online Shop, mereka harus sudah siap

untuk menghadapi ‘peperangan’ bisnis di dunia maya. Apakah anda sedang mempersiapkan diri

untuk masuk di bisnis ini atau justru sedang menggeluti bidang bisnis ini? Maka sebaiknya anda juga

23

Page 24: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

bersiap untuk memasuki ‘peperangan’ bisnis dunia maya yang semakin ramai. Ada sebuah strategi

peperangan yang mengatakan : “Kenali dirimu, kenali musuhmu, kenali medan pertempuranmu”.

2. Bantuan Pemerintah

Strategi atau kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri

adalah antara lain:

1. Memasyarakatkan UMKM melalui partisipasi pada kegiatan pameran, pembuatan

pamflet/brosur.

2. Memberdayakan masyarakat melalui apresiasi, sehingga dapat mengambil keputusan

yang tidak terbawa pada produk luar negeri.

3. Meningkatkan daya saing produk dalam negeri melalui peningkatan kualitas produk dan

efisiensi produksi.

4. Melakukan pengawasan barang yang beredar di Pasaran.

5. Menggali dan pengembangan produk-produk daerah.

6. Menciptakan iklim usaha yang kondusif di daerah.

7. Membuat kebijakan-kebijakan yang langsung dapat berpengaruh pada peningkatan

penggunaan produk dalam negeri/produk Sumatera Barat.

3. Promosi Penggunaan Produk Dalam Negeri

Penguatan daya saing industri dan pengamanan pasar produk dalam negeri sangat diperlukan,

berbagai upaya telah dilakukan untuk mendongkrak penggunaan produk-produk dalam negeri, baik

melalui penerapan berbagai macam regulasi teknis dan tata niaga untuk pengamanan pasar dalam

negeri, serta program-program promosi seperti kampanye cinta produk dalam negeri, sosialisasi

produk dalam negeri maupun pameran-pameran, serta mengajak kepada semua pihak agar terus

memberikan dukungan untuk meningkatkan daya saing melalui optimalisasi penggunaan produk

dalam negeri dengan menjaga kualitas dan standar. “Aku Cinta, Aku Bangga dan Aku Pakai Produk

Dalam Negeri”, hendaknya tidak hanya menjadi slogan, namun dapat menjadi keputusan dalam

menentukan pilihan. Sementara itu, di bidang perdagangan, telah melakukan inisiatif untuk

penguatan pasar dalam negeri melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk

produk industri, kebijakan Tata Niaga seperti penerapan Importir Produsen (IP) maupun Importir

Terdaftar (IT), penerapan trade defends seperti safeguard, anti dumping, dan countervailing duties,

serta optimalisasi peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) di semua lini kehidupan

dan kegiatan perekonomian.

24

Page 25: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

4. Iklan Sebagai Media Promosi

Penting pula untuk menggunakan para media atau pers dimana akan ditayangkan berbagai

iklan untuk menarik konsumen menggunakan produk-produk lokal sebagai wujud “Cinta Produk

Dalam Negeri”.

25

Page 26: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

MODEL SYSTEM

INPUT : Pasokan Sumber Daya Alam yang berkualitas disortir secara terpilih oleh Sumber

Daya Manusia yang berkualitas pula sehingga akan menghasilkan barang dan jasa

sesuai apa yang diharapkan.

PROCESS : Pengolahan secara maksimal dalam mengubah bahan-bahan mentah atau bahan-

bahan utama untuk diubah menjadi barang atau jasa yang bermanfaat.

OUTPUT : Hasil keluaran dari pengolahan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang

menjadi berbagai barang atau produk yang dapat dimanfaatkan dengan maksimal

oleh masyarakat luas.

OUTCOME : Produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan kemudian akan mendapatkan reaksi

dari masyarakat Indonesia sebagai konsumen. Barang dan jasa yang dirasa

berkualitas baik akan terus-menerus dikonsumsi oleh masyarakat sehingga akan

muncul rasa “Cinta Produk Dalam Negeri”.

26

INPUT

(SDM dan SDA)

OUTPUT

PROCESSOUTCOME

Page 27: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

J.CO: Produk Lokal Kualitas Internasional

J.CO merupakan sebuah contoh social marketing yang menarik dalam memasarkan produk-

produknya. Apabila kita melihat secara sekilas, mungkin kita akan menyangka kalau J.CO adalah

produk luar negeri. Tapi, ternyata J.CO Donuts & Coffee merupakan buah kreatifitas Johnny Andrean

yang sebelumnya terkenal sebagai pengusaha salon yang sukses. Dengan menggunakan konsep dari

luar negeri dan disempurnakan dengan modernisasi serta kualitas terbaik, J.CO memang ditujukan

untuk menyerbu pasar asing. Kehadiran J.CO memang fenomenal. Sejak dibuka pada tahun 2005,

kini J.CO memiliki 34 outlet yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, bahkan 2 outlet di Malaysia

dan 1 outlet di Singapura.

Menurut Johnny Andrean sebagai pemilik J.CO, filosofi dari bisnis yang digelutinya sederhana

saja, yaitu apapun yang dilakukan fokusnya selalu kepada pelanggan. Senantiasa mengeksplorasi

kebutuhan pelanggan dan mendengar respon pelanggan adalah hal yang terpenting. Oleh karena itu

J.CO memiliki hotline yang dapat diakses dengan telepon dan e-mail.

J.CO juga mempunyai konsep premium, oleh karena itu kualitas produk mendapat tempat

nomor satu. Sebagus apapun experiential marketing yang diciptakan tidak akan sukses tanpa

kualitas, karena lidah konsumen tidak dapat dibohongi. Konten (produk dan servis) serta kemasan

harus sama-sama bagus, dan ada juga value untuk pelanggan dimana dalam hal ini J.CO menawarkan

donat yang enak tetapi juga sehat. Pasalnya, J.CO tidak menggunakan gula, melainkan madu dan

coklat murni yang baik untuk kesehatan. Untuk rasa donat, J.CO memastikan rasanya tidak terlalu

manis, sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi.

Komunikasi juga menjadi unsur yang sangat diperhatikan. J.CO diperkenalkan dengan cara

yang unik, sama sekali tidak ada promosi above the line saat peluncurannya. Johnny hanya

mengandalkan kekuatan produk dan mengundang 77 selebriti yang kebetulan suka produk J.CO

untuk melakukan J.Coing bersama-sama.

27

Page 28: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

Dari segi produk, Johnny menggunakan sistem manajemen Kaizen, yaitu dengan peningkatan

yang terus menerus dan diaplikasikan dengan meluncurkan produk baru minimal tiga bulan sekali.

Unsur kreativitas tampak pada bentuk dan nama-nama yang diberikan pada donat. Penamaan pada

donat disiapkan dengan cermat yang diikuti penjelasan pendek mengenai donat tersebut.

Contohnya donat berlapis kacang almond, diberi nama Al Capone. Nama-nama dari produk

donatnya memang berbau kebarat-baratan karena konsep J.CO memang mengambil dari Amerika,

tetapi donat yang ditawarkan oleh J.CO merupakan donat asli Indonesia. J.CO saat ini telah

mempunyai sekitar 20 jenis rasa donat.

Dari segi iklan dan cara berkomunikasi, J.CO menciptakan J.Coing, J.CO Safari (kegiatan belajar

mengolah donat dan coffee langsung di outlet J.CO), dan J.Community. Hal ini dibuat karena bisnis

ini bersentuhan dengan life style, dan nantinya akan terus dikembangkan. Mulanya J.CO tidak

pernah memasang iklan di koran ataupun televisi, J.CO memanfaatkan kegiatan Public of Relation

(PR) seperti pemberian sumbangan pada korban bencana alam dan word of mouth. Seiring dengan

perkembangan, J.CO pun mulai menggunakan jasa periklanan. Iklan koran pertama J.CO muncul di

Kompas, edisi Sabtu 23 September 2006.

Dari segi outletnya, minimalis, modern dan fresh adalah konsep yang dipakai J.CO untuk setiap

counter. Untuk antrian yang tidak bisa dihindarkan, J.CO sudah mengantisipasinya dengan konsep

open kitchen yang merupakan unggulan J.CO. Dengan open kitchen ini, sambil menunggu konsumen

mempunyai tontonan tersendiri, sekaligus ditunjukkan bahwa donat serta kopi atau teh yang dibuat

semuanya fresh from the oven.

Secara garis besar, tim pemasaran J.CO telah melakukan 6 hal untuk menjalankan bisnisnya,

yaitu:

1. Pengembangan produk yang inovatif;

2. Menata interior gerai sangat artistik dan life style;

28

Page 29: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

3. Menambah fasilitas Wi-Fi;

4. Gencar melakukan promosi below the line dan aktivitas corporate social responsibility;

5. Co-branding;

6. Serta program kerja sama dengan media.

DAFTAR PUSTAKA

29

Page 30: Pengembangan Kelembagaan - Cinta Produk Dalam Negeri

http://penakuasaberkarya.blogspot.com/2011/10/bagaimana-cara-menarik-konsumen-

memakai.html (diakses pada 18 Juni 2013)

http://ighiers.blogspot.com/2010/06/cinta-produk-dalam-negeri-disusun-untuk.html (diakses pada

18 Juni 2013)

http://artikelmotivasi-islami.blogspot.com/2011/04/cintai-produk-dalam-negeri-untuk-hadapi.html

(diakses pada 20 Juni 2013)

http://aniputriyani.blogspot.com/2013/01/menggunakan-produk-dalam-negeri.html (diakses pada

23 Juni 2013)

http://marthasovianna.blogspot.com/2013/01/jco-produk-lokal-kualitas-internasional.html (diakses

pada 23 Juni 2013)

http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/03/11/fenomena-online-shop-di-indonesia-

541820.html (diakses pada 23 Juni 2013)

30