referat cinta

97
Referensi Artikel CINTA DITINJAU DARI ASPEK PSIKONEUROIMUNOLOGI DISUSUN OLEH : Dwi Septiadi Badri G99141147 Dimas Alan S G99141148 Yudhistira Permana G99141149 Aisya Fikritama A G99141150 Fitria Rahma N G99141151 Dyonisa Nasirochmi P G99142079 Novandi Lisyam P G99142080 Rurin Ayurinika P G99142081 Rizky Hening Saputri G99142082 Desrina Pungky AS G99142083 PEMBIMBING Istar Yuliadi,dr., M.Si, FIAS

Upload: chandra-budi-hartono

Post on 13-Jul-2016

47 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

cinta adalah

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Cinta

Referensi Artikel

CINTA DITINJAU DARI ASPEK PSIKONEUROIMUNOLOGI

DISUSUN OLEH :

Dwi Septiadi Badri G99141147Dimas Alan S G99141148Yudhistira Permana G99141149Aisya Fikritama A G99141150Fitria Rahma N G99141151

Dyonisa Nasirochmi P G99142079Novandi Lisyam P G99142080Rurin Ayurinika P G99142081Rizky Hening Saputri G99142082Desrina Pungky AS G99142083

PEMBIMBINGIstar Yuliadi,dr., M.Si, FIAS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWAFAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

Page 2: Referat Cinta

2015KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan refrat yang berjudul: “Cinta Ditinjau dari Aspek Psikoneuroimunologi”. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan refrat ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa bimbingan maupun nasihat, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Em. Ibrahim Nuhriawangsa, dr., Sp.KJ (K) 2. Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr., Sp.KJ (K) 3. Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr., Sp.KJ (K) 4. Prof. Dr. Moh. Fanani, dr., Sp.KJ (K) 5. Mardiatmi Susilohati, dr., Sp.KJ (K) 6. Yusvick M. Hadim, dr., Sp.KJ 7. Djoko Suwito, dr., Sp.KJ 8. I.G.B. Indro Nugroho, dr., Sp.KJ 9. Dr. Gst. Ayu Maharatih, dr., Sp.KJ (K) M.Kes10. Machmuroch, Dra., MS 11. Debree Septiawan, dr., Sp.KJ, M.Kes 12. Istar Yuliadi, dr., M.Si, FIAS13. Rochmaningtyas HS, dr., Sp.KJ, M.Kes

Penulis menyadari bahwa referat ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk perbaikan referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi kita semua.

Desember 2015

ii

Page 3: Referat Cinta

Penulis

iii

Page 4: Referat Cinta

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................... iKATA PENGANTAR..................................................................... iiDAFTAR ISI................................................................................ iiiDAFTAR GAMBAR...................................................................... vDAFTAR TABEL.......................................................................... viBAB I. PENDAHULUAN............................................................... 1A. Latar Belakang..................................................................... 1B. Tujuan.................................................................................. 2C. Manfaat................................................................................ 2D. Rumusan Masalah................................................................ 2BAB II. PEMBAHASAN................................................................ 3A. Definisi Cinta........................................................................ 3B. Epidemiologi Cinta............................................................... 4C. Tanda-Tanda Cinta............................................................... 7D. Mekanisme Cinta.................................................................. 9

1. Tahap Jatuh Cinta............................................................ 92. Teori Jatuh Cinta.............................................................. 153. Cinta yang Salah............................................................. 24

E. Telaah Cinta Menurut Psikoneuroimunologi......................... 251. Cinta Ditinjau dari Segi Neurologi.................................... 252. Cinta Ditinjau dari Segi Psikologi..................................... 303. Cinta Ditinjau dari Sistem Imun....................................... 37

F. Cinta sebagai Stressor Psikososial....................................... 381. Stressor Psikososial......................................................... 382. Tahap Cinta yang Ditolak................................................ 413. Mekanisme Coping Pasca Putus Cinta............................. 43

G. Cinta dan Gangguan Jiwa..................................................... 46

iv

Page 5: Referat Cinta

BAB III PENUTUP ....................................................................... 51A. Kesimpulan...................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 52

v

Page 6: Referat Cinta

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Presentasi Perempuan Usia 20-24 Tahun 2000-2010 yang

Menikah pada Usia 18 tahun

Gambar 2.2 Presentase Perempuan Usia 10-59 Tahun Menurut Umur

Perkawinan Pertama (Riskesdas, 2010)

Gambar 2.3 Perbandingan jumlah pasangan yang menikah dan bercerai

(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2013).

Gambar 2.4 Teori segitiga cinta menurut Sternberg (1986, 1988).

Gambar 2.5 Perbedaan antara Efek Oksitosin dan Vasopressin berkaitan

dengan Proses Cinta (De Boer et al 2013).

Gambar 2.6 Neuroanatomi dan Neurobiologi yang berhubungan pada

Status Mental (Preckel et al, 2014).

vi

Page 7: Referat Cinta

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala peristiwa hidup dan stress menurut Holmes dan Rahe

jj (Maramis dan Maramis, 2009)

vii

Page 8: Referat Cinta

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cinta merupakan fenomena universal yang telah menjadi fokus perhatian

sejak dulu. Setiap orang pernah mengalami dan merasakan jatuh cinta. Akan

tetapi, setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda tentang cinta. Cinta

merupakan emosi postif yang kuat dari afeksi dan ketertarikan. Cinta mengandung

ketertarikan, hasrat seksual, dan perhatian. Cinta telah menjadi perhatian beberapa

peneliti mengenai bagaimana mekanisme timbulnya cinta. Saat ini terdapat

beberapa penelitian untuk menjelaskan mekanisme yang berperan dalam cinta dan

perilaku orang jatuh cinta. Akan tetapi penelitian-penelitian yang sudah ada masih

seputar psikologi cinta.

Cinta adalah sebuah energi. Kekuatannya mampu mendorong orang mau

melakukan apa pun. Cinta merupakan ekspresi emosi manusia yang paling hebat

dan paling diinginkan oleh setiap orang. Menurut Sternberg (1987), cinta terdiri

dari tiga komponen utama, yaitu intimacy, passion, dan commitment. Ketiganya

saling berhubungan satu sama lain. Intimacy mengacu pada perasaan dekat dan

terikat dengan pasangan; passion merupakan dorongan percintaan, ketertarikan

fisik, dan seksual; dan commitment terjadi ketika individu mulai memutuskan

(aspek jangka pendek) dan mempertahankan (aspek jangka panjang) cinta yang ia

miliki.

Cinta adalah sebuah fenomena neurobiologis yang kompleks, berdasarkan

pada kepercayaan, keyakinan, kesenangan dan timbal balik. Keseluruhan proses

tersebut terjadi di dalam otak, yaitu pada sistem limbik. Cinta melibatkan

beberapa sinyal neurotransmitter di dalam otak, diantaranya adalah sinyal

oksitosin, vasopressin, dopamin, dan serotonergik. Cinta juga diregulasi oleh

kortisol dan testosteron dan melibatkan mekanisme endorfin dan morfinergik

endogen yang bergabung melalui jalur autoregulasi oksida nitrat. Misalnya ketika

dopamin berinteraksi dengan oksitosin dan vasopresin, maka akan timbul

perasaan cinta. Cinta dan kesenangan akan meningkatkan kualitas hidup

1

Page 9: Referat Cinta

seseorang. Sehingga dapat disimpulkan cinta adalah kegiatan yang menyenangkan

dan berguna yang akan meningkatkan kesehatan dan menimbulkan perasaan

sejahtera (Esch T dan Stefano, 2005; Lieberwirth dan Wang, 2014).

B. Tujuan

1. Mengetahui definisi cinta

2. Mengetahui epidemiologi cinta

3. Mengetahui tanda-tanda cinta

4. Mengetahui mekanisme cinta

5. Mengetahui telaah cinta menurut psikoneuroimunologi

6. Mengetahui cinta sebagai stressor psikososial

7. Mengetahui cinta dan gangguan jiwa

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Referat ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan

ilmiah dalam bidang Psikiatri mengenai cinta bila ditunjang dari

psikoneuroimunologi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan secara umum kepada pembaca. Dan kepada penulis secara

khususnya dapat memberikan manfaat dalam penyusunan referat ini.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi cinta?

2. Bagaimana epidemiologi cinta?

3. Bagaimana tanda-tanda cinta?

4. Bagaimana mekanisme cinta?

5. Bagaimana telaah cinta menurut psikoneuroimunologi?

6. Bagaimana cinta sebagai stressor psikososial?

7. Bagaimana cinta dan gangguan jiwa?

2

Page 10: Referat Cinta

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Cinta

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006), cinta berarti suka

sekali; sayang benar, kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan perempuan),

ingin sekali; berharap sekali; rindu, susah hati (khawatir); risau. Dalam

penggunaannya, kata cinta dapat digunakan sebagai bentuk kata sifat, kata

kerja, kata bentuk benda dan bahkan kata kiasan. Menurut Oxford English

Dictionary (1987), “love as an intense feeling of deep affection or fondness

for a person or a thing, a sexual passion, or sexual relation in general”,

artinya cinta adalah sebuah perasaan hebat, kasih sayang yang begitu dalam

atau rasa suka terhadap benda atau seseorang, cinta juga diartikan sebagai

sebuah gairah seksual atau hubungan seksual secara umum. Di berbagai

keyakinan cinta juga diajarkan. Pada Al-Qur’an, terdapat beberapa ayat yang

menjelaskan tentang cinta. Salah satu ayat yang menjelaskan tentang cinta

adalah Surat Ali-Imran ayat 14, dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Tuhan

telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan menjadikan

cinta sebagai fitrah setiap manusia. Di Alkitab dalam surat Matius 5: 43-44

tertulis agar semua manusia harus saling mengasihi dan mencintai sekalipun

dia adalah musuh. Begitu besarnya pengaruh cinta hingga kita dapat

menemukan definisi cinta di berbagai kitab agama.

Dalam perkembangannya, cinta kini telah ditelaah dalam berbagai

sudut pandang. Banyak para ilmuwan yang telah menelaah cinta untuk

kemudian menemukan bagaimana proses kimiawi yang terjadi ketika

seseorang merasakan cinta. Dalam sains, cinta muncul sebagai suatu hipotesis

dan konsep multidimensional dengan berbagai interpretasi dan implikasi

(Carter, 1998). Menurut Tobias dan George dalam penelitiannya The

Neurobiology of Love (2005), cinta didefinisikan sebagai suatu fenomena

neurobiologi yang kompleks, belandaskan kepercayaan, keyakinan,

kesenangan dan proses ini terjadi serta diatur oleh otak dalam suatu sistem

3

Page 11: Referat Cinta

limbik. Proses ini melibatkan oksitosin, vasopresin, dopamin dan sinyal-

sinyal serotonergik. Secara alamiah perasaan ini diperlukan untuk bertahan

hidup dan juga memotivasi, dengan memerintahkan tubuh untuk melakukan

biological behaviors yang bermanfaat seperti makan, berhubungan seks dan

hal-hal yang berhubungan dengan reproduksi. Hatfield dan Walster (1978)

mengatakan bahwa setiap orang setidaknya memiliki dua jenis cinta yaitu

passionate love dan companionate love. Passionate love ditujukan untuk cinta

yang sifatnya saling memenuhi kebutuhan nafsu akan cinta. Sedangkan

companionate love, ditujukan untuk perasaan sayang yang kita rasakan untuk

seseorang yang berarti dalam hidup kita dan hubungan ini terjalin dengan

sangat erat.

B. Epidemiologi Cinta

Epidemiologi cinta dapat ditinjau dari persentase jumlah suatu

pernikahan di suatu wilayah. Pada tahun 2010 Mali merupakan negara

dengan populasi pernikahan terbesar.

Gambar 2.1 Presentasi Perempuan Usia 20-24 Tahun 2000-2010 yang

Menikah pada Usia 18 tahun hjaghjgdygdgy

4

Page 12: Referat Cinta

Sekitar 70 % lebih penduduk Mali menikah pada usia dini, dengan

perbandingan 25 % menikah pada usia 15 tahun dan 45 % menikah pada usia

18 tahun. Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia muda

tinggi di dunia (ranking 37), tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.

Pada tahun 2010, sekitar 23 % penduduk Indonesia menikah pada usia

dini dengan perbandingan 4 % menikah pada usia 15 tahun dan 19 %

menikah pada usia 18 tahun.

Gambar 2.2 Presentase Perempuan Usia 10-59 Tahun Menurut Umur

Perkawinan Pertama (Riskesdas, 2010) ahjl

Persentase perempuan muda di Indonesia usia 10-14 tahun yang

menikah sebanyak 0.2 persen atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia10-

14 tahun di Indonesia sudah menikah. Jumlah dari perempuan muda berusia

15-19 yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda

berusia 15-19 tahun (11,7 % P : 1,6 % L). Diantara kelompok umur

perempuan 20-24 tahun – lebih dari 56,2 persen sudah menikah. Provinsi

dengan persentase perkawinan dini (<15 th) tertinggi adalah Kalimantan

Selatan (9 persen), Jawa Barat (7,5 persen), serta Kalimantan Timur dan

Kalimantan Tengah masing-masing 7 persen dan Banten 6,5 persen. Provinsi

dengan persentase perkawinan dini (15-19 th) tertinggi adalah Kalimantan

Tengah (52,1%), Jawa Barat (50,2 persen), serta Kalimantan Selatan

(48,4%), Bangka Belitung (47,9%) dan Sulawesi Tengah (46,3%) (Riskesdas,

2010).

5

Page 13: Referat Cinta

Dari data pernikahan yang diperoleh tadi ternyata tidak semua

pernikahan berlangsung selamanya. Setiap pernikahan memang diharapkan

berlangsung selamanya hingga maut memisahkan, namun justru sebagian dari

mereka berakhir dengan perceraian. Data dari BKKBN tahun 2013

menunjukkan angka perceraian di Indonesia menempati urutan tertinggi se-

Asia Pasifik dan jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya. Kementrian

Agama Republik Indonesia (2013) juga merilis data pernikahan dan percerian

di Indonesia setiap tahunnya. Setiap tahunnya jumlah pasangan yang menikah

berkisar pada angka 2 juta dua ratus ribu pasangan, sedangkan jumlah

pasangan yang bercerai terus bertambah setiap tahunnya yaitu dari sekitar dua

ratus ribu pasangan menjadi tiga ratus ribu pasangan setiap tahunnya.

Tahun 2009

Tahun 2010

Tahun 2011

Tahun 2012

Tahun 2013

0

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

Menikah Bercerai

Gambar 2.3 Perbandingan jumlah pasangan yang menikah dan bercerai

(Kementrian Agama Republik Indonesia, 2013).

Pada tahun 2009, jumlah pasangan yang menikah ada 2.162.268

pasangan, sedangkan yang jumlah pasangan yang bercerai 216.286 pasangan.

Tahun 2010, pasangan yang menikah 2.207.364 pasangan dan yang bercerai

258.184 pasangan. Tahun 2011, jumlah pasangan yang menikah 2.319.821

pasangan dan yang bercerai 258.119 pasangan. Tahun 2012 jumlah pasangan

6

Page 14: Referat Cinta

yang menikah ada 2.291.265 pasangan sedangkan yang bercerai 258.119

pasangan. Pada tahun 2013 jumlah pasangan yang menikah sebanyak

2.218.130 pasangan sedangkan yang bercerai 324.527 pasangan.

C. Tanda-Tanda Cinta

Beberapa tanda seseorang sedang jatuh cinta adalah sebagai berikut:

1. Malu-malu apabila orang yang disukai sedang memandangnya.

2. Tunduk kepada perintah orang yang dicintai dan mendahulukannya

daripada kepentingan diri sendiri.

3. Memperhatikan dan mendengarkan perkataan orang yang dicintai.

4. Segera menghampiri orang yang dicintai.

5. Menyukai hal yang disukai oleh orang yang dicintai.

6. Kaget dan gemetar tatkala berhadapan dengan orang yang dicintai.

7. Menyenangi hal yang disukain oleh orang yang dicintai.

(Marazziti dan Baroni, 2012)

Terdapat beberapa pemicu pada seseorang untuk jatuh cinta. Rangsangan

ketika sesorang jatuh cinta terutama adalah rangsangan visual, kemudian

pendengaran, sentuhan, gustatory, dan penciuman. Setelah rangsangan visual

diterima oleh tubuh, maka akan diolah di thalamus dan umumnya akan dibagi

menjadi dua bundel yang akan diarahkan langsung ke amigdala dan ada yang

di kirim ke korteks kemudian dikembalikan lagi ke amigdala. Ketika

amigdala diaktifkan, amigdala akan memodulasi serangkaian respon di

daerah otak dan organ perifer. Korteks akan berfungsi untuk mendiskriminasi

adanya rasa takut, sukacita, dan jatuh cinta. Hal tersebut akan ditandai

dengan kondisi mental yang berubah dengan suasana hati yang gembira yang

ditandai dengan sensasi penuh energi dan kekuatan, kehilangan nafsu makan,

sulit tidur, yang menyerupai fase hipomanic pada gangguan bipolar

(Marazziti dan Baroni, 2012).

Beberapa hormon dan neurotransmitter yang berperan dalam cinta, yaitu

oksitosin, vasopressin, dopamin, serotonin, kortisol, dan testosteron.

Oksitosin akan meningkatkan rasa ketertarikan dan romantisme pasangan.

7

Page 15: Referat Cinta

Sementara vasopressin dikaitkan dengan mobilisasi fisik dan emosional,

meningkatkan kewaspadaan pada pasangannya. Vasopressin dan oksitosin,

yang dilepaskan, akan menimbulkan adanya gairah seksual pada pasangan

yang sedang jatuh cinta (Francesco dan Cervone, 2014).

Pada saat jatuh cinta, tubuh akan menghasilkan dopamin yang akan

menyebabkan perasaan semangat dan adiksi. Selain itu tubuh juga akan

menghasilkan oksitosin yang berperan untuk membuat sebuah hubungan

menjadi lebih mesra. Adanya dopamin dan oksitosin mengakibatkan

seseorang akan menjadi lebih berminat pada sesuatu yang diinginkan dan

membuat mata mereka akan melebar karena memiliki minat lebih pada suatu

hal (Chapman, 2011).

Orang yang sedang jatuh cinta akan merasa bahagia dan euforia. Hal ini

dikarenakan adanya dopamin dan endorfin yang memberikan perasaan

bahagia serta ketenangan pada orang yang jatuh cinta Esch T dan Stefano,

2005; Chapman, 2011). Adanya peningkatan dopamin akan diikuti dengan

penurunan kadar serotonin. Serotonin berperan dalam nafsu makan dan

suasana hati. Serotonin akan membuat seseorang yang sedang jatuh cinta bisa

melupakan segalanya dan hanya terfokus pada orang yang dicintai. Hal ini

menyebabkan pada orang yang jatuh cinta, akan timbul sikap obsesif

terhadap pasangannya (Esch T dan Stefano, 2005).

Ketika seseorang melihat obyek yang mereka inginkan, maka tubuh akan

melepaskan adrenalin. Adrenalin, juga dikenal sebagai epinefrin, merupakan

sebuah neurotransmitter dan hormon yang merangsang saraf simpatis, yang

dilepaskan oleh medula adrenal selama respon fight or flight. Adrenalin akan

memberikan respon berupa keputusan apakah orang tersebut akan melawan

rangsangan perasaan cinta atau tidak. Adanya rangsangan di sistem saraf

simpatis akan menyebabkan denyut jantung seseorang akan meningkat, pupil

membesar, mudah berkeringat, dan timbul kewaspadaan yang lebih dari otak

(Chapman, 2011).

8

Page 16: Referat Cinta

D. Mekanisme Cinta

1. Tahap Jatuh Cinta

Menurut Fisher (2002), saat seseorang jatuh cinta maka akan ada tiga

fase yang terjadi pada dirinya, yaitu nafsu (lust), ketertarikan (attraction),

dan kelekatan (attachment). Setiap fase akan melibatkan berbagai reaksi

kimia di dalam tubuhnya, terutama di otak. Seiring dengan hal tersebut,

terdapat berbagai hormon yang ikut terlibat dalam ketiga proses jatuh

cinta, baik yang bekerja secara terpisah maupun bersama. Ketiga fase

tersebut adalah:

a. Nafsu (Lust)

Nafsu merupakan fase pertama ketika seseorang jatuh cinta.

Adanya nafsu ini pada dasarnya disebabkan oleh hormon testosterone

yang muncul ketika melihat penampilan seseorang. Pada pria maupun

wanita mensekresikan hormone testosterone dengan kadar yang

berbeda, hal inilah yang berperan dalam menciptakan gairah nafsu

pada individu. Pria memiliki hormone testosteron yang lebih banyak

daripada wanita. Penelitian dengan menginjeksikan hormone

testosteron pada pria dan wanita usia menengah berpengaruh dalam

meningkatkan gairah nafsu tetapi tidak berpengaruh dalam perasaan

romantis atau kelekatan kepada pasangannya. Hal ini membuktikan

keberadaan testosterone berfungsi untuk meningkatkan pikiran tentang

seks dan aktivitas seksual yang secara tidak langsung akan

berpengaruh pada fase selanjutnya, yaitu ketertarikan dan kelekatan

(Potts, 2008).

Pada pria, stimulasi secara visual merupakan pemicu gairah nafsu

terkuat, sedangkan pada wanita pemicu terkuatnya adalah sesuatu hal

yang romantis. Gairah nafsu pada pria lebih konstan dibandingkan

wanita. Pada wanita umumnya muncul berdasarkan siklus periodiknya.

Selain hormon, sistem limbik ikut berperan dalam merespon nafsu.

Sistem limbik akan membantu untuk mengatur nafsu dan

mengubahnya menjadi sesuatu yang ikut terlibat dalam peningkatan

9

Page 17: Referat Cinta

kesehatan dan mengurangi stres. Nafsu juga tidak hanya dipengaruhi

oleh biologik, namun juga dipengaruhi oleh budaya, religi, dan faktor

psikologik ikut berperan dalam mengontrol peran gender dan impuls

seksual (Fisher, 2002; Potts, 2008).

Nafsu dipengaruhi oleh sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi

(termasuk sistem saraf otonom). Nafsu berhubungan dengan nitrit

oksidase dan beberapa neurotransmitter (Potts, 2008). Pada penelitian

yang dilakukan oleh Arnow et al., (2002), Beauregard et al., (2001),

Karama et al., (2002) menunjukkan bahwa pada studi yang dilakukan

dengan menggunakan fMRI (functional magnetic resonance

imagining) memperlihatkan bahwa hypothalamus dan amydala ikut

berperan dalam nafsu. Amygdala berperan dalam mempersepsikan

kebermaknaan sebuah stimulus seksual. Hal ini juga bergantung pada

memori (memori positif dan kekerasan) yang tersimpan dalam

hippocampus dan jalur yang melibatkan dopamine.

Dopamin adalah neurotransmitter yang mengatur

kesenangan/kenikmatan, dia akan mengontrol dan menentukan apakah

sebuah pengalaman termasuk hal yang menyenangkan atau

menyakitkan, dan apabila termasuk hal yang menyenangkan maka

dopamine akan cenderung mendorong individu untuk mengulangi

pengalaman tersebut. Dari faktor-faktor tersebut apabila menimbulkan

hasil yang positif maka akan memunculkan sebuah gairah seksual,

sebaliknya apabila muncul hasil yang negatif akan menghambat gairah

seksual (Graziottin, 2004; Esch, 2005).

b. Ketertarikan (Attraction)

Ketetarikan adalah fase yang paling membingungkan dan

kompleks, serta yang paling menyebabkan stress, namun juga bahagia.

Pada kenyataannya, ketertarikan saat adanya nafsu dapat menyababkan

jantung memunculkan ritme aritmis. Hal ini dikarenakan adanya rekasi

dari sistem saraf simpatis dalam tubuh dan otak (Esch, 2005). Pria dan

wanita cenderung lebih tertarik kepada individu yang dewasa, sehat,

10

Page 18: Referat Cinta

berpendidikan, dan baik hati. Namun demikian, pria lebih tertarik

kepada kecantikan dan usia muda, sedangkan wanita lebih tertarik

kepada uang, pendidikan, atau kekuasaan. Ketika fokus dan energi

tercurahkan pada ketertarikan ini maka akan menghasilkan obsesi,

hasrat, refleksi akan cinta, dan keinginan emosional untuk selalu

bersama dan memilikinya sebagai pasangan. Orang-orang yang berada

pada fase ini sering mengalami cinta yang melanda, dibutakan oleh

cinta, dan cinta yang tergila-gila. Pada fase ini, neurotransmitter yang

berpengaruh adalah dopamine (kadar tinggi, pengaruh dalam

kesenangan), norepinefrin (kadar tinggi, pengaruh dalam respon sistem

simpatik), dan serotonin (kadar rendah pada stres akan cinta

dibandingkan nilai normal pada saat relaks) (Fisher, 2002).

Perilaku seseorang yang jatuh cinta memiliki kemiripan dengan

perilaku seseorang yang mengonsumsi kokain dosis tinggi antara lain

gembira, bersemangat, sulit tidur, dan kehilangan nafsu makan. Baik

kokain dan jatuh cinta berhubungan dengan dopamine dan pusat opioid

di dalam otak, yang mengatur kesenangan. Berbeda dengan obat yang

bekerja langsung seketika, jatuh cinta mengalami periode, baik periode

naik maupun turun. Ketika cinta diterima atau ditolak akan

menghasilkan respon neurotransmitter yang berbeda. Cinta yang

diterima akan menghasilkan suatu kegembiraan dan rasa eksitasi.

Sedangkan cinta yang tertolak dapat menimbulkan keputusasaan,

stress, dan kekosongan. Namun, faktor dari luar, seperti budaya dan

lingkungan ikut mengontrol dalam keseimbangan neurotransmitter ini

(Fisher, 2002; Aron, 2005).

Sistem saraf otonom ikut berperan penting dalam menghasilkan

reflek dan perubahan fisiologis untuk membantu organisme bertahan

hidup. Sistem saraf otonom dibagi menjadi sistem saraf simpatis, yang

mengatur response fight atau flight dan sistem saraf parasimpatik, yang

mengatur respon istirahat dan pencernaan. Di luar otak, sistem saraf

simpatik menggunakan norepinefrin untuk meneruskan sinyalnya,

11

Page 19: Referat Cinta

sedangkan sistem saraf parasimpatik menggunakan asetilkolin. Dalam

hubungannya dengan jatuh cinta, kedua sistem saraf ini memiliki

peranan yang cukup besar. Kedua sistem saraf ini berhubungan dengan

perubahan fisiologis, seperti perilaku seksual, munculnya gairah dan

kewaspadaan sebelum seks, atau fase relaksasi setelah orgasme.

Sedangkan dalam hubungan dengan otak, sistem saraf simpatik

menghasilkan fokus dan kewaspadaan untuk mengesankan calon

pasangan bahwa dirinya adalah individu yang menarik (Aron, 2005).

Sistem saraf parasimpatis bekerja untuk memberikan motivasi dan

mengurangi stres dengan menghasilkan steroid yang berperan penting

dalam mempromosikan kesejahteraan dan cinta. Sehingga, seorang

individu akan tampak menarik apabila dia dapat memberikan

keamanan dan mengurangi rasa cemas bagi pasangannya (Potts, 2008).

Sistem kekebalan tubuh yaitu major histocompatibilty complex

(MHC) memiliki aroma khas dan zat kimia khas yang berbeda pada

masing-masing individu dan dikenal sebagai feromen. Zat kimia ini

disekresikan dalam jumlah yang cukup besar oleh kelenjar apokrin

yang terkonsentrasi pada beberapa area, seperti tangan, wajah, dan

region genital. Protein MHC berfungsi agar sistem imun dapat

mendeteksi dan menghancurkan agen infeksius, termasuk agen yang

menyerang sistem reproduksi. Suatu aroma dapat digunakan untuk

mendeteksi kesehatan seorang individu dengan melihat protein MHC.

Orang sehat akkan tertarik kepada orang sehat lainnya yang memiliki

protein MHC yang berbeda. Pada akhirnya pasangan ini akan

menghasilkan keturunan dengan kombinasi sistem imun yang optimal

(Milinski, 2006; Potts, 2008)

Sitokin yang terlibat dalam jatuh cinta fase ini adalah nerve growth

factor (NGF). NGF adalah satu-satunya neurotropin yang

diekspresikan cukup tinggi dalam fase awal seseorang jatuh cinta.

NGF berperan pada seseorang jatuh cinta dengan memediasi

kecemasan, emosi, dan perilaku. Kadar NGF akan kembali ke level

12

Page 20: Referat Cinta

normal satu tahun setelah seseorang memulai menjalani hubungan

cinta. NGF juga memproduksi dan melepaskan vasopressin, sehingga

berperan dalam ikatan sosial. NGF diduga menjadi titik pertengahan

antara hubungan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang

(Emanuale, 2005; Potts, 2008).

c. Kelekatan (Attachment)

Pada umumnya mamalia yang menjalani perkembangan anak yang

cukup lama, memiliki kelekatan yang dekat antara pasangan atau induk

dengan anaknya. Begitu juga dengan manusia, pasangan ataupun ibu

dan anak cenderung memiliki kelekatan yang dekat atau tinggi. Ikatan

antara dua individu akan menghasilkan sebuah hubungan yang dapat

mengurangi stres, meningkatkan derajat kesehatan, dan

mengembangkan sebuah mekanisme koping dalam hubungannya

(Esch, 2005).

Kelekatan antara dua individu yang saling jatuh cinta akan

melibatkan antara lain: pertahanan akan pasangan dan lingkungan,

pangan, perawatan diri, kedekatan antar keduanya, dapat membagi

kecemasan pasangannya, dan dapat berbagi tugas. Faktor-faktor

tersebut akan menyebaban ketenangan emosional, kenyamanan, dan

kesatuan. Ikatan antara pasangan akan menyediakan sebuah kerja sama

yang menghasilkan sebuah perawatan yang terbaik untuk generasi

selanjutnya (Potts, 2008).

Secara neurobiologik, oksitosin dan vasopressin memiliki peranan

yang besar dalam membentuk sebuah kelekatan atau ikatan. Kedua

hormone ini diproduksi oleh hipotalamus. Adanya stres yang

diproduksi kelenjar adrenal dapat berpengaruh pada regulasi

hipotalamus, begitu pula sebaliknya. Oksitosin memodulasi perilaku

sosial seperti sisi agresi ibu, sisi proteksi ibu, ikatan, perilaku seksual,

memori, dukungan sosial, kepercayaan, dan mengurangi stres

(Neumann, 2007).

13

Page 21: Referat Cinta

Oksitosin secara spesifik berfungsi untuk menghambat pelepasan

hormon stres dari kortek adrenal dan menyebabkan kontraksi uterin

dan orgasme, ejeksi air susu ibu, relaksasi secara umum, serta

mengurangi supresi imun. Adanya perlawanan antara stres oleh

adrenal dan relaksasi oleh oksitosin akan menghasilkan sebuah

perjuangan yang akan menguatkan ikatan, kepercayaan, dan kesetiaan

antara dua individu. Oleh karena itu, cinta seperti pedang bermata dua

dimana dapat menimbulkan stres dalam jangka pendek atau level stres

yang lebih rendah namun dalam jangka panjang. Endorfin adalah

morfin natural pada otak, memiliki peranan yang penting untuk

menghasikan sebuah hubungan yang dekat dan mengurangi nyeri,

menguatkan rasa aman, serta menguatkan rasa saling memiliki (Esch,

2005).

Vasopresin atau ADH merupakan hormon multifungsi yang

bertugas untuk menyerap air dari ginjal, mengatur ritme sirkardian,

proteksi territorial atau kepemilikan akan suatu hal, dan menguatkan

ikatan sosial. Dengan interaksi yang kompleks antara neurotransmitter

dan hormon, testosterone menguatkan fungsi vasopressin dalam otak

dan meningkatkan agresi. Pada manusia, fungsi vasopressin dalam

kelekatan memang masih merupakan asumsi. Namun, penelitian yang

dilakukan pada hewan dengan menginjeksikan vasopressin akan

membuat hewan melakukan tindakan agresif. Interaksi antara hormone

dan neurotransmitter yang berperan dalam vasopresin memiliki peran

dalam ikatan sebuah hubungan jangka lama. Ikatan ini mengurangi

stress, adanya persahabatan, dan menghasilkan sebuah lingkungan

yang optimal dimana seorang anak dapat berkembang dan menjadi

lebih dewasa dengan sumber daya yang memadai dan pola asuh orang

tua yang baik (Esch, 2005).

Ketiga fase ketika seseorang jatuh cinta memiliki fase yang

berbeda namun juga memiliki persamaan. Pada fase nafsu

menyediakan gairah dan hasrat seksual, fase kedua ketertarikan

14

Page 22: Referat Cinta

membebaskan seseorang mencari pasangan yang sesuai dengannya,

dan fase ketiga kelekatan menghasilkan sebuah makna untuk pasangan

agar dapat hidup bersama dalam jangka waktu yang lama bahkan bisa

mendidik keturunannya. Apabila suatu pasangan jatuh cinta

membentuk ikatan dan kesatuan, dapat menghasilkan relaksasi yang

mengurangi stress dan meningkatkan derajat kesehatan dan imunitas

(Esch, 2005).

2. Teori Jatuh Cinta

a. Teori PEA

Menurut Helen Fischer dalam Sternberg dan Weis (2006), reaksi

romantik seperti itu timbul karena kerja sejumlah hormon yang ada

dalam tubuh, khususnya hormon yang diproduksi otak. Gelora cinta

manusia yang meluap-luap tidak jauh berbedanya dengan reaksi kimia.

Malangnya, senyawa antara hormon ini sangat dekat. Dan, berdasarkan

teori Four Years Itch yang diumumkannya, daya tahan gelora cinta itu

hanya mencapai empat tahun saja. Setelah itu, hancur tanpa kesan lagi.

Sebagaimana yang terjadi pada sebuah reaksi kimia, wujudnya tidak

akan pernah kembali seperti semula. Sesungguhnya pula, perasaan

yang menghanyutkan dalam masa jatuh cinta tadi boleh dianalisis

secara kimia.

Jadi, prosesnya dimulakan pada saat mata saling bertemu. Tangan

yang bersentuhan bagaikan dialiri arus eletrik. Fenomena ini sudah

pasti karena tindak balas hormon tertentu yang ada di otak, mengalir

ke seluruh saraf hingga ke pembuluh darah yang terkecil sekalipun.

Inilah yang membuat wajah memerah, dan timbul perasaan

“melayang”. Aliran darah yang demikian cepat membuat bernafas pun

menjadi berat (Fisher, 2006).

Fisher dalam Sternberg dan Weis (2006) menentukan beberapa

fase kerja hormon dalam otak ketika seseorang sedang jatuh cinta,

yaitu sebagai berikut:

15

Page 23: Referat Cinta

Fase pertama : Ketika hubungan mata sedang berlangsung, tertanam

suatu `kesan’. Pada fase ini otak bekerja bagaikan komputer yang

menyediakan sejumlah data, dan menserasikannya dengan

sejumlah data yang pernah direkam sebelumnya. Ia mencari apa

yang membuat pesona itu muncul. Kalau sudah begini, bau yang

ditimbulkan oleh lawan jenis pun boleh menjadi pemicu timbulnya

rasa romantik.

Fase kedua : munculnya hormon phenylethylamine (PEA) yang

diproduksi otak. Inilah sebabnya ketika terkesan oleh seseorang,

secara automatik senyum pun dilontarkan. Spontan, PEA pun aktif

bekerja ketika “wisel” mula dibunyikan. Hormon dopamine dan

norepinephrine yang juga terdapat dalam saraf manusia, turut

mendampingi. Hormon-hormon inilah yang menjadi pemicu

timbulya gelora cinta. Setelah dua tiga tahun, efektivitas hormon-

hormon ini mula berkurang.

Fase ketiga : ketika gelora cinta sudah reda. Yang tersisa hanyalah

kasih sayang. Hormon endorphins, senyawa kimia yang identik

dengan morfin, mengalir ke otak. Sebagaimana efek yang

ditimbulkan dadah dan sebagainya, saat inilah tubuh merasa

nyaman, damai, dan tenang. Ada hormon lain yang akhir-akhir ini

dihubungkan dengan cinta. Diproduksi oleh otak, hormon ini

membuat saraf menjadi sensitif. Saat itulah tubuh akan didorong

untuk merasakan sensasi cinta. Hormon ini pulalah yang diduga

boleh mendorong terjadinya proses orgasme ketika bercinta atau

melakukan hubungan seksual.

(Fisher, 2006).

Ada juga teori cinta dengan pendekatan bioneurologi yang melihat,

membandingkan, dan mengamati struktur otak orang gila misalnya,

atau psikologi dan fisiologi yang mempelajari kaitan antara perilaku

manusia dan pengaruh hormon pada tubuhnya. Cinta sebenarya sama

dengan emosi. Kalau emosi seringkali ditentukan oleh sejumlah

16

Page 24: Referat Cinta

hormon (terutama dalam siklus menstruasi), maka hal yang sama juga

berlaku dalam proses jatuh cinta. Menurut Diane Lie (2010) seorang

psikologi sekaligus peneliti pada sebuah Universiti di Beijing

membentangkan teorinya, meskipun urusan cinta boleh dijelaskan

secara kimia, namun kecamuk cinta tidak semata-mata hanya

ditentukan oleh aktivitas hormon, dan manusia tidak berdaya

mengatasinya. Juga tidak selalu berarti bila kadar hormon berkurang,

berarti getarannya pun berkurang.

Memang, pemacu semburan cinta (PEA) tadi, memiliki pengaruh

kerja yang tidak tahan lama. Hormon yang secara ilmiah memiliki

kesamaan dengan amfetamin ini, hanya efektif bekerja selama 2-3

tahun saja. Lama kelamaan, tubuh pun bagaikan imun, `kebal’

terhadap si pemicu gelora. Menurut Diane (2010) proses jatuh cinta itu

tidak semata-mata hanya dipengaruhi hormon dengan reaksi kimianya.

Apalagi dalam proses orang bercinta hingga menikah, banyak faktor

sosial lainnya yang menentukan. Demikian pula ketika kita marah dan

ingin memaki orang lain, hormon memang punya pengaruh khusus,

namun tetap ada faktor lain yang ikut menentukanya. Manusia

merupakan makhluk yang paling kompleks. Sehingga teori Helen

Fiscer yang disebut Four Years Itch tidak dapat dibenarkan begitu saja.

Pendeknya, teori PEA dilandaskan pada pendekatan ilmu eksakta,

sedangkan teori Four Years Itch oleh Fischer yang penelitiannya

mencakup 62 jenis kultur ini, lebih menggunakan pendekatan sosial.

Fischer mengemukakann perceraian mencapai puncaknya ketika usia

perkawinan mencapai usia empat tahun. Kalaupun masa empat tahun

itu telah dilalui,kemungkinan itu berkat hadirnya anak kedua. Kondisi

inimembuat perkawinan mereka boleh bertahan hingga empat tahun

lebih. Menurut pandangan Diane (2010) dalam hubungan suami istri

atau bercinta, selain cinta, ada hubungan lain yang sifatnya friendship,

(persahabatan). Apabila setelah beberapa waktu cinta itu menipis -

mungkin kerana tersisihkan hal-hal lain, misalnya kerana rutin yang

17

Page 25: Referat Cinta

dilakukan adalah hal-hal yang sama juga setiap hari, lalu segalanya

jadi terasa membosankan.

b. Teori Segitiga Cinta

Sternberg terkenal dengan teorinya tentang “Segitiga Cinta”.

Menurut Sternberg (1986, 1988) segitiga cinta itu mengandung

komponen:

1) Keintiman (Intimacy)

Keintiman adalah elemen emosi, yang didalamnya terdapat

kehangatan, kepercayaan (trust), dan keinginan untuk membina

hubungan. Ciri-cirinya antara lain seseorang akan merasa dekat

dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai

waktu yang lama, merasa rindu bila lama tidak bertemu.

2) Gairah (Passion)

Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh

dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual.

3) Komitmen

Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk

secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama.

Menurut Sternberg, setiap komponen itu pada tiap-tiap orang

berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah

pada komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga

komitmen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu

tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar

adalah komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada

gairah yang lebih besar (dalam beberapa budaya) harus disertai

dengan komitmen yang lebih besar, misalnya melalui perkawinan.

Seperti telah diuraikan sebelumnya, pada hubungn cinta seseorang

sangat ditentukan oleh pengalamannya sendiri mulai dari masa

kanak-kanak. Bagaimana orang tuanya saling mengekspresikan

perasaan cinta mereka. Hubungan awal dengan teman-teman dekat,

kisah-kisah romantis sampai yang horor, dsb. akan membekas dan

18

Page 26: Referat Cinta

mempengaruhi seseorang dalam berhubungan. Karenanya setiap

orang disarankan untuk menyadari kisah cinta yang ditulis untuk

dirinya sendiri.

(Stenberg, 1986).

Menurut Sternberg (1968, 1988) terdapat beberapa tipe cinta yang

merupakan kombinasi dari keduanya atau ketiga komponen tersebut, yaitu:

1. Liking/Suka

Terdiri dari komponen keintiman, yang memiliki karakteristik

persahabatan yang sejati, dimana seorang individu merasakan sebuah

ikatan, kehangatan, dan kedekatan dengan individu lain, namun, tidak

sampai ke sebuah komitmen

2. Infatuated Love

Terdiri dari komponen gairah. Infatuated Love sering dikenal

sebagai cinta pada pandangan pertama. Namun, tanpa sebuah

keintiman dan komitmen, tipe cinta ini mungkin akan menghilang

secara tiba-tiba.

3. Empty Love

Terdiri dari komponen komitmen. Terkadang cinta yang terlalu

kuat dapat mengalami kemunduran menjadi cinta yang kosong,

dimana komitmen tetap ada, namun keintiman dan gairah telah

menghilang. Dalam budaya dimana perjodohan masih kuat,

hubungan cinta yang terjadi biasanya dimulai dengan cinta yang

kosong (empty love).

4. Romantic Love

Terdiri dari keintiman dan gairah. Sepasang kekasih terikat

secara emosional (seperti tipe liking/suka) dan fisik melalui gairah

nafsu.

5. Companiote Love

Terdiri dari keintiman dan komitmen. Tipe ini sering ditemukan

pada seseorang yang sudah menikah, dimana gairah telah menghilang

dari sebuah hubungan, tetapi sebuah afeksi yang dalam dan

19

Page 27: Referat Cinta

komitmen tetap ada. Companiote love pada umumnya adalah

hubungan yang dibangun bersama seseorang, dimana saling berbagi,

tanpa nafsu secara seksual atau fisik. Tipe ini lebih kuat

dibandingkan sebuah persahabatan atau tipe cinta suka, karena

terdapat elemen komitmen. Cinta antar anggota keluarga dan antar

sahabat yang telah melalui banyak waktu bersama juga termasuk

companiote love.

6. Fatuous Love

Terdiri dari gairah dan komitmen. Pada tipe ini komitmen

tercipta kuat karena motivasi yang kuat dari gairah, tanpa

diseimbangkan oleh keintiman.

7. Consummate Love

Terdiri dari keintiman, gairah, dan komitmen atau merupakan

bentuk cinta yang sempurna. Tipe ini menggambarkan sebuah

hubungan yang ideal dimana banyak orang yang berusaha

menggapainya, namun hanya sedikit yang berhasil mencapainya.

Sternberg (1986,1988) menyatakan bahwa lebih sulit untuk

mempertahankan consummate love dibandingkan mencapainya. Dia

menekankan bahwa hal yang tak kalah penting adalah bagaimana

mengekspresikan ketiga komponen cinta menjadi sebuah tindakan.

Tanpa tindakan, bahkan cinta yang kuat dapat mati. Walaupun

demikian, consummate love tidak bersifat permanen, semisal gairah

hilang, maka akan berubah menjadi companiote love.

20

Page 28: Referat Cinta

Gambar 2.4 Teori segitiga cinta menurut Sternberg (1986, 1988).

c. Teori Evolusioner/Etologis Mengenai Cinta

Seorang jurnalis inggris Woodrow Wyatt (1981)

mengatakan,’seorang pria jatuh cinta melalui matanya,seorang wanita

melalui telinganya,artinya seorang pria tertarik dari kecantikan wanita

namun seorang wanita tertarik dari apa yang ia dengar mengenai status

seorang pria.

d. Psikoanalitik mengenai cinta Freud

Memandang cinta sebagai sesuatu yang mincul dari insting seksual

selama perkembangan terhadap oral, ibu menyediakan kenikmatan

erotik yang pertama pemuasan oral, sebagai akibatnya, ibu menjadi

objek cinta anak pertamanya. Beberapa waktu kemudian, selama tahap

genital, individu belajar bahwa kepuasan seksual dapat diberikan oleh

seorang partner seksual (Maramis, 2009).

e. Neo-analitik menngenai cinta Erik Erikson

Berfokus pada keenam tahap perkembangan psikoseksual, ketika

individu mencapai segitar dua puluh tahun keatas yaitu pada saat cinta

yang matang berkembang.menurut Erikson, hanya mereka yang telah

menemukan identitasnyalah yang akan melakukan intimasi dan cinta

21

Page 29: Referat Cinta

yang sebenarnya, sementara mereka yang identitas egonya tidak

lengkap akan tetap terisolasi atau terlibat dalam relasi yang keliru

seperti melakukan sex bebas atau hubungan yang dangkal.dengan

demikian, Erikson memandang cinta sebagai hasil dari perkembangan

yang sehat dan normal (Maramis, 2009).

f. Kognitif terhadap cinta

Pendekatan kognitif mengenai cinta berusaha mengklasifikasikan

sebagai tipe yang berbeda mengenai cinta; mereka juga membedakan

gairah kita dari pikiran kita. Cinta tidak mungkin dipilah-pilahkan

kedalam suatu skema yang sederhana. Kebanyakan pendekatan

membuat perbedaan antara menyukai dan menghormati dengan cinta

dan nafsu. Ada juga yang membedakan antara cinta yang penuh respek

dan penuh persahabatan dengan kesetiaan yang emosional (Maramis,

2009).

g. Perspektif humanistik / eksistensi cinta

Maslow (1998), menempatkan kebutuhan cinta sebagai urutan

ketiga dalam piramida kebutuhannya. Menurut Maslow hanya setelah

kebutuhan fisiologis, seseorang dapat bekerja secara nyaman dalam

memenuhi kebutuhan cinta dan afiliasi. Maslow mendeskripsikan cinta

dalam dua tipe, yaitu being love dan defisiensi love.Deficiency

loveberarti bersifat memikirkan diri sendiri dan tergantung. Being

love:bersifat tidak mementingkan diri sendiri dan peduli terhadap

kebutuhan orang lain.orang dengan lebih teraktualisasi diri dan

membantu partnernya mencapai aktualisasi diri.

Erich Fromm (1999) mengkombinasikan perspektif humanistik/

eksistensial dan psikoanalitik kedalam teorinya mengenai cinta. Cinta

merupakan hasil positif dari perjuanngan individu untuk bergabung

dengan individu lain. Rallo May (2000) mendeskripsikan berbagai tipe

cinta, yaitu:

1) Seks : peredaan ketegangan,nafsu

2) Ero : cinta prokreatif atau pengalaman yang enak

22

Page 30: Referat Cinta

3) Filia : cinta persaudaraan

4) Agape : pengabdian pada kesejahteraan yang lain

5) Cinta otentik : menggabungkan tipe-tipe cinta lain

May (2000) juga mengungkapkan pendapatnya tentang Cinta dan

kehendak. Sebagai seorang eksistensialis, May menekankan

pentingnya kehendak. Ia mencatat bahwa cinta dan kehendak terjalin

satu dengan yang lain, yakni bahwa cinta membutuhkan kehendak

(usaha,kemauan) agar dapat bertahan dan bermakna.

h. Perbedaan budaya yang terkait cinta

Cinta tidak hanya sekadar fenomena biologis atau insting, ataupun

konsep berdasarkan keluarga, cinta juga terkait dalam konteks budaya

yang mempengaruhi perilaku agresif. Di berbagai budaya dan berbagai

masa di sepanjang sejarah, perkawinan diatur oleh orang tua penganten

pria dan wanita. Berbagai faktor ekonomi, religius, dan sosial

memainkan peranan pentang.dari pada memilih pasangan hanya

berdasarkan perasaan tertarik sesaat secara seksual sekadar hanya

untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dewasa, lebih baik agen

perjodohan (Parlmen & Peplau,1998).

i. Trait dan Pendekatan Interaksionis: Kesepian

Seorang yang kesepian memiliki kesulitan untuk membentuk

relasi, mempercayai orang lain, dan karib. Mereka sulit untuk

membicarakan dirinya sendiri, membuka perasaannya terhadap orang

lain, dan sulit merasa nyaman dalam berinteraksi sosial (Berg &

Pepleu, 1982; Pepleu & Caldwell,1978). Dalam istilah trait, mereka

barang kali rendah dalam sifat ekstropet dan stabilitas emosional. Para

teoris kepribadian dari pendekatan kognitif menyatakan bahwa orang

yanng kesepian sering kali memiliki gaya menjelaskan yang bersifat

negatif, mereka melihat berbagai hal sebagai suatu yang berada diluar

kontrol mereka dan cendrung memandang orang lain secara negatif

(Russel dan Snodgrass, 1987). Cara pandang ini menyatakan kesepian

dapat diatasi dengan mengnembangkan keterampilan dan mengubah

23

Page 31: Referat Cinta

lingkungan.kesepian tidak dapat dianggap hanya sebagai suatu trait

kepribadian. Para interaksionis berpandangan bahwa situsionis perlu

ikut dipertimbangkan sepenuhnya. Kesepian terjadi ketika terdapat

ketidaksesuaian antara relasi seseorang sebenarnya dengan relasi yang

dibutuhkan (Parlmen & Peplau,1998).

3. Cinta yang Salah

Banyak peneliti yang tertarik dalam menentukan relasi antara

kepribadian dan perilaku seksual khususnya, antara kepribadian dan seks

yang tidak aman. Paling mendasar, orang ekstrovert lebih berpetualang

secara seksual karena mereka mencari stimulus ekstra. Orang-orang

ekstrovert cendrung lebih banyak melakukan “french kissing” dan terlilbat

dalam berbagai aktivitas seksual yang luas (Barnes et al., 1984; Fontaine,

1994). Fontain (1994) menggunakan Eysenk personality Questioneire

untuk menelaah kepribadian dan aktifitas seksual dari para pria yang

berusia 18 hingga 35 tahun.ia menemukan bahwa skors yang tinggi dalam

dimensi psikotik berkaitan dengan praktik-praktik seksual yang beresiko

seperti hubungan seks tanpa perllindungan dengan partner biseksual,

penggunan obat terlarang melalui intravena, atau berganti-ganti pasangan.

Skala seperti attraction to sexual Agression scale (Malamuth, 1989a,

1989b) mampu mengidentifikasi pria yang memiliki kecenderungan untuk

melakukan kejahatan seksual terhadap wanita. Para pria seperti ini lebih

mempercayai mitos mengenai perkosaan, mereka memiliki kebutuhan

mendominasi yang kuat.mereka mempuyai sikap positif terhadap agresi

seksual.

Dalam pandangan Freud, jelas bahwa pria semacam itu tidak

menyelesaikan kompleks Oedipal-nya ataupun mengembangkan super

egonya secara memadai; dan bagi para neoanalis, jelas bahwa pria

semacam itu menngalami defisiensi dalam pengasuhannya.dari sudut

pandang kognitif pria seperti itu kurang memahami sisi manusiawi dari

orang lain, dari sudut pandang trait, mereka kurang memiliki kemampuan

berempati dan lupa berbagai aturan yang ditentukan masyarakat. Bagi

24

Page 32: Referat Cinta

seorang humanistik, mereka makhluk yang tidak bermoral. meski

demikian, terdapat banyak bukti yang memperlihatkan bahwa cinta dapat

tumbuh dari sebuah persahabatan yang bermakna. Banyak psikolog yang

bijaksana menekankan cinta yang sebenarnya, cinta yang tahan lama, dan

paling berhasil bila merupakan bagian dari kepedulian yang matang dan

tanpa pamrih terhadap yang lain. Intinya cinta yang salah adalah cinta

yang mengarah pada hubungan seksual yang belum boleh dilakukan atau

tidak ada hubungan pernikahan (Maramis, 2009).

E. Telaah Cinta Menurut Psikoneuroimunologi

1. Cinta Ditinjau dari Segi Neurologi

Jatuh cinta adalah proses dimana akan menyebabkan peningkatan

level kortisol. Peningkatan kortisol bersamaan dengan penurunan dari

follicles stimulating hormon (FSH) dan lain-lain mengindikasikan adanya

stress dan kondisi yang berhubungan dengan inisiasi kontak sosial

(Canalle dan Marezati 2004). Oksitosin juga akan dilepaskan secara

pulsatil tidak hanya menginduksi kontraksi jaringan mioepitel yang

diperlukan untuk melahirkan tetapi juga untuk kontraksi sel payudara

untuk produksi ASI. Oksitosin merupakan kunci utama perilaku seksual

sejak pertama dilepaskan saat proses jatuh cinta hingga memperoleh

keturunan. Selain itu oksitosin juga berperan penting dalam menimbulkan

kepercayaan, rasa setia dan rasa sayang yang penting dalam membina

hubungan. Bersama dengan vasopressin, prolactin dan opioid endogen,

oksitosin akan mengurangi reaktivasi dari HPA axis dan dan menimbulkan

ikatan cinta (Scheele et al, 2013).

Diantara faktor neuroendokrin, oksitosin dan vasopressin berperan

penting dalam ikatan pasangan dan rasa cinta. Neuropeptida oksitosin

berhubungan dengan pembentukan ikatan antar pasangan pada beberapa

spesies melalui interaksi dengan sistem dopamin otak, dimana elemen ini

akan mempengaruhi neropeptida oksitosin pada proses biokimiawi cinta.

Peptida ini dilepaskan pada respon pengalaman stress akut dan juga

25

Page 33: Referat Cinta

menstabilkan hubungan cinta serta meyakinkan pasangan bahwa akan

saling peduli satu sama lain (Scheele et al 2013). Data-data terbaru

menunjukan bahwa oksitosisn berkontribusi dalam ikatan percintaan

dengan meningkatkan ketertarikan pada pasangan laki-laki terhadap

perempuan yang dicintainya, sedangkan pada perempuan oksitosin

menyebabkan pendekatan perilaku positif pada perilaku perempuan

(Preckel et al, 2014).

Vasopressin berhubungan dengan mobilisasi fisik, emosi dan sifat

kewaspadaan untuk menjaga pasangan. Vasopressin bersama dengan

oksitosin akan dilepas ke otak untuk memfasilitasi pilihan individu untuk

memiliih pasangan yang sesuai untuk menghasilkan ikatan dalam cinta

(De Boer et al 2013).

Meskipun begitu terdapat perbedaan efek antara dua neuropeptida.

Oksitosin memiliki efek anxiolitik dan efek mengurangi stress, dan

vasopressin meningkatkan respon takut dan stress. Hal ini mungkin karena

efek yang berlawanan terhadap amigdala. Dibawah ini terdapat perbedaan

antara efek oksitosin dan vasopressin berkaitan dengan proses cinta.

Gambar 2.5 Perbedaan antara Efek Oksitosin dan Vasopressin

berkaitan dengan Proses Cinta (De Boer et al 2013).

26

Page 34: Referat Cinta

Berhubungan dengan penelitian yang terkait, vasopressin dan

oksitosin ditinjau dari aspek neurobiologi terdapat peran dari monoamin

dan peptida lainya seperti opioid endogen yang akan menimbulkan ikatan

yang kuat antar pasangan, fenomena cinta, nafsu, kesenangan, gairah dan

kenikmatan. (Each dan Stefano, 2004). Aktivasi reseptor vasopressin dan

oksitosisn dipengaruhi perasaan jatuh cinta. Reseptor oksitosin dan

vasopressin telah ditemukan dalam sistem olfaktori dan limbic hipotalamic

begitu juga di batang otak dan area tulang belakang yang mengatur fungsi

reproduksi dan otonomi (Carter, 1998).

Penelitian terbaru akhir-akhir ini peneliti mengspesifikan molekul

yang berhubungan dengan status mental :

Vasopressin dan oksitosin, hormon stressor norepinefrin dan kortisol

disebut juga ‘molekul kesenangan’ seperti dopamine,

endocanabinoid dan endorfin- bersamaan dengan morfin endogen.

Gambaran darah dari individu yang sedang jatuh cinta juga

menunjukan penurunan level serotonin dibandingkan dengan pasien

yang menderita gangguan obsesif kompulsif, stress dan anxietas (De

boer, 2013).

Hormon lain yang penting yang berhubungan dengan cinta, adalah

testosterone yang konsentrasinya berubah-ubah yang terjadi dua arah

pada laki-laki dan perempuan : laki-laki yang jatuh cinta menunjukan

penurunan level testosterons, sedangkan perempuan akan

memproduksi lebih banyak testosterone. Testosterone ini

menghilangkan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan,

pada laki-laki akan bersifat lebih lembut, sedangkan pada perempuan

akan memiliki perilaku lebih agrresive. Testosteron menambah level

vasopressin dalam amigdala medial, lateral hipothalamus dan area

preoptic medial, yang melibatkan perilaku aggresif (Zitmann dan

Nieschalg, 2001).

27

Page 35: Referat Cinta

Dopamin akhir-akhir ini diperhatikan oleh farmakologis dan

neurobiologis karena terdapat peran nyatanya dalam mengatur mood,

afek dan motivasi. Jelasnya, Dopamin berperan signifikan dalam

fenomena cinta khusunya pada permulaan, hingga menunjukan

gejala yang berkaitan dengan cinta (Liberwirth dan Wang, 2014).

Contohnya dapat meningkatkan peristaltik usus dan diare yang

menunjukan peran dopamin dalam fisiologi cinta. Dari laporan

peneliti fokus pada neurobiologi cinta yang berhubungan pelepasan

dopamine khususnya dalam sistem saraf pusat : Meskipun beberapa

bagian dopamin (reseptor, subtipe) ditemukan di otak, mesolimbik

dari dopamin muncul sebagai proses motivasi yang paling penting.

Dopamin menginterpretasikan bagian dari cinta. Penting untuk

mengetahui bahwa berdasarkan pengetahuan yang baru terdapat

morfin endogen yang potensial yang terdapat dalam proses ini

(Fricchiano dan Stefano, 2005).

Enkephalin menghambat pelepasan vasopressin dan oksitosin pada

kelenjar hipofisis posterior misalnya neurohipofisis (yang

berlawanan dengan hipofisis anterior dimana terdapat stress yang

berkaitan dengan HPA axis) dan opioid peptida akan menurunkan

vasopressin dan oksitosin yang berkaitan dengan memori. Meskipun

begitu peptida opioid adalah substansi dan bagian dari fisiologis

cinta dan kesenangan misalnya morfin. Ternyata informasi terbaru

menunjukan morfinergik yang menunjukan sinyal yang seharusnya

juga menjadi bagian dari hipotesis cinta, kesenangan dan

penhargaan (Fisher H et al, 2003).

Morfin endogen, baik secara biokimia dan imunositokimiawi telah

ditemukan di berbagai jaringan saraf, termasuk dalam struktur

limbik, struktur yang sama menunjukan sinyal vasopresinergik dan

oxitoxinergik contohnya pada amigdala, nucleus accumbens,

periaqductal grey, nuccleus raphe, hippocampus, dan sebagainya.

Secara umum morfin mempengaruhi sistem imun, vaskular dan

28

Page 36: Referat Cinta

aktivasi regulasi dari saraf dan komponen opiat endogen yang

terlibbat dalam sistem kesenangan dan penghargaan (Fisher H et al,

2003).

Substansi lain yang berpengaruh dalam cinta dan ikatan pasangan

adalah serotonin. Deplesi level serotonin ditemukan pada tahap awal

percintaan seperti yang terjadi pada gangguan obsessif kompulsif,

depresi dan gangguan anxietas. Tahap awal percintaan menunjukan

kesamaan pada penyakit-penyakit ini (misalnya gejala anxietas,

stress dan pemikiran obtrusif) (O'Connell & Hofmann, 2011).

Serotonin juga menginduksi ketenangan mental supaya terlihat

menarik dalam kontak sosial misalnya saat pendekatan awal hingga

mulai jatuh cinta (O'Connell & Hofmann, 2011).

Gambar 2.6 Neuroanatomi dan Neurobiologi yang berhubungan

pada Status Mental (Preckel et al, 2014).

ajhshgsdhffsgysgdgd

29

Page 37: Referat Cinta

2. Cinta Ditinjau dari Segi Psikologi

Menurut Teori Cinta Triangular Stenberg (1986; Stenberg & Barnes,

1985; Stenberg & Grajek, 1984), ketiga elemen cinta tersebut adalah

intimasi, hasrat, dan komitmen. Intimasi, elemen emosional, mencakup

pengungkapan diri yang mengarah kepada keterhubungan, kehangatan,

dan kepercayaan. Hasrat, elemen motivasional, didasarkan kepada

dorongan batin yang menerjemahkan gejolak fisiologis ke dalam hasrat

seksual. Komitmen, elemen kognitif, adalah keputusan untuk mencintai

dan untuk terus dicintai.

a. Tipe: Tidak cinta

Deskripsi:Tidak adanya ketiga komponen cinta-intimasi, hasrat, dan

komitmen. Hal ini  mendeskripsikan sebagian besar hubungan

interpersonal yang hanya interaksi kausal saja.

b. Tipe: Menyukai

Deskripsi:Satu-satunya elemen yang ada adalah intimasi. Ada

kedekatan, pemahaman, dukungan emosional, afeksi, keterikatan, dan

kehangatan. Tidak ada hasrat atau komitmen.

c. Tipe: Tergila-gila

Deskripsi:Hasrat adalah satu-satunya elemen yang ada. Ini adalah

”cinta pada Pandangan pertama”, ketertarikan fisik yang kuat dan

gairah seksual, tanpa intimasi atau komitmen. Kegilaan seperti ini

dapat bergelora secara tiba-tiba dan padam sama cepatnya- atau,

dengan beberapa syarat, akan berlangsung dalam waktu yang panjang.

d. Tipe: Cinta kosong

e. Deskripsi:Elemen yang tersedia hanya komitmen. Cinta kosong kerap

ditemukan dalam hubungan jangka panjang yang telah kehilangan

intimasi dan hasrat, atau dalam perkawinan yang dijodohkan.

f. Tipe: Cinta Romantis

30

Page 38: Referat Cinta

g. Deskripsi:Ada intimasi dan hasrat. Para pencinta romantis saling

tertarik secara fisik dan terikat secara emosional. Akan tetapi, mereka

tidak terkomitmen kepada yang lain.

h. Tipe: Companionatte Love

Deskripsi:Elemen intimasi dan komitmen ada. Ini adalah hubungan

pertemanan jangka panjang berkomitmen, seringkali terjadi dalam

hubungan perkawinan di mana ketertarikan fisik sudah padam tapi

pasangan tersebut merasa dekat satu dengan yang lain dan membuat

keputusan untuk tetap bersama.

i. Tipe: Cinta Semu (Fatuous Love)

Deskripsi:Hanya ada hasrat dan komitmen. Cinta jenis ini yang

mengarah kepada lingkaran percumbuan, di mana pasangan membuat

komitmen berdasarkan hasrat tanpa memberikan waktu kepada diri

mereka untuk mengembangkan intimasi. Jenis cinta ini biasanya tidak

berlangsung lama, terlepas dari niat awal ketika melakukan komitmen.

j. Tipe: Cinta Sempurna (Consummate Love)

Deskripsi:Ketiga komponen ada dalam cinta “sempurna” ini, yang

diperjuangkan banyak orang, terutama, dalam hubungan romantis.

Lebih mudah mencapainya ketimbang mempertahankannya. Salah satu

dari kedua pasangan tersebut dapat berubah dalam apa yang

diinginkannya dari hubungan tersebut. Apabila pasangannya juga

berubah, hubungan tersebut bisa jadi terus berlangsung dalam bentuk

yang berbeda. Akan tetapi jika pasangannya tidak berubah, hubungan

tersebut bisa putus.

(Stenberg, 1986).

Sebagai makhluk yang memiliki perasaan, kita tentunya mampu

merasakan cinta, entah mencintai atau dicintai. Cinta melibatkan perasaan

yang mendalam, terkadang rasa ketidakegoisan, maupun komitmen; dan

cinta merupakan misteri besar dalam kehidupan manusia.  Cinta

merupakan komponen yang sudah ada di dalam hidup kita sejak kita mulai

31

Page 39: Referat Cinta

berada di dalam kandungan. Cinta dari ibu, cinta dari ayah, cinta dari

sanak saudara, hingga cinta dari guru, cinta dari sahabat, dari pasangan,

dan seterusnya. Demikian pula saat kita mencintai orang lain; kita

mencintai kedua orang tua kita, saudara kita, sahabat kita, pasangan, dan

seterusnya. Tetapi apakah cinta kepada orang tua, cinta kepada sahabat,

dan cinta kepada pasangan adalah perasaan yang sama? Tulisan kali ini

akan membahas cinta yang dirasakan oleh sepasang manusia dari sudut

pandang psikologi (Stenberg & Barnes, 1985).

a. Asal-Usul Cinta

Dari mana cinta datang? Saya mendadak menjadi teringat pada

sebuah lagu yang berlirik, “cinta datang tiba-tiba”. Apakah cinta

datang secara tiba-tiba begitu saja?

Teori perilaku mengatakan bahwa cinta muncul akibat adanya

penguatan positif yang kita rasakan di dalam diri. Kita jatuh cinta

kepada seseorang karena orang tersebut selalu memerhatikan atau

menghargai diri kita. Dengan teori ini juga dapat dijelaskan alasan

seorang anak begitu menyukai seorang guru yang selalu memberikan

sang anak permen setiap mereka bertemu. Hubungan cinta akan

muncul ketika ada sepasang manusia yang saling memberikan

perasaan positif satu sama lain (Elaine H, et. al., 2008).

Teori kognitif menjelaskan bahwa cinta muncul karena kita

berpikir bahwa kita mencintai. Jika kita melakukan sesuatu tanpa

diberikan apapun dan kita masih melakukannya, maka kita jatuh cinta.

Sebagai contoh, seorang laki-laki berpikir, “Saya selalu menemani dia

berbelanja, padahal saya tidak mendapatkan apa-apa dari kegiatan ini.

Kenapa saya mau menjemput dia? Kenapa saya mau menemani dirinya

hingga larut malam? Saya pasti sedang jatuh cinta kepada dirinya!”

Beginilah teori kognitif. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa saat

kita mengira seseorang menyukai kita, maka kita akan semakin mudah

tertarik kepadanya (Elaine H, et. al., 2008).

32

Page 40: Referat Cinta

Teori evolusi menyatakan bahwa cinta muncul karena pada

dasarnya kita membutuhkan perlindungan. Dengan cinta, kita

mendapatkan pemenuhan atas perlindungan, dan kita dapat

bereproduksi serta mewariskan genetika kepada generasi selanjutnya.

Teori biologi menjelaskan cinta muncul karena adanya feromon.

Feromon adalah zat kimia yang dikeluarkan oleh manusia dan hewan.

Zat ini diproses di dalam hipotalamus, dan feromon memengaruhi

pilihan kita terhadap pasangan. Dengan kata lain, kita tertarik pada

lawan jenis karena tertarik terhadap feromon yang ia keluarkan (Elaine

H, et. al., 2008).

b. Macam-Macam Cinta

Secara umum cinta terbagi menjadi dua, yaitu romantic love (cinta

romantis) dan companionate love. Romantic love melibatkan rasa

senang akan cinta, namun di satu sisi juga merasa khawatir akan

kehilangan pasangan. Cinta romantis selalu mengharapkan cinta yang

ideal, cinta yang penuh akan kebahagiaan dan romantika. Sedangkan

companionate love adalah cinta yang melibatkan perasaan mendalam,

kedekatan, dan juga keintiman. Pasangan dengan companionate

love akan dapat menerima pasangan apa adanya dan percaya terhadap

pasangan. Contoh dari romantic love adalah cinta yang umumnya

terjadi pada sepasang remaja, sedangkan companionate love adalah

cinta yang umumnya terjadi pada sepasang lansia yang sudah menikah

selama puluhan tahun. Romantic love, meski penuh dengan harapan

yang positif kepada pasangan dan melibatkan kekhawatiran akan

kehilangan pasangan, bukanlah jenis cinta yang buruk. Romantic

love akan menjadi cinta yang baik jika dapat

dikembangkan companionate love. 

John Alan Lee, seorang psikolog, menyatakan teori tentang cinta

yang disebut sebagai warna cinta. Warna-warna cinta tersebut adalah:

1) Eros atau romantic lover: cinta dalam bentuk eros adalah cinta

yang muncul semata-mata karena ketertarikan fisik. Cinta seperti

33

Page 41: Referat Cinta

ini adalah cinta yang mementingkan nafsu, dan tidak dapat

bertahan lama.

2) Ludus atau game-playing lover: sesuai dengan namanya, cinta ini

semata-mata seperti sebuah permainan. Orang yang ludus

menyukai rayuan gombal. Cinta ini biasanya ditemukan pada kasus

cinta monyet.

3) Storge atau quiet and calm lover: cinta ini adalah cinta yang

“diam”. Rasa cinta ini tidak muncul dengan tiba-tiba dan tidak

mengharapkan cinta yang ideal, romantis, pernikahan, atau

sebagainya. Jika cinta ini berakhir, pasangan manusia tetap bisa

berteman.

4) Mania atau crazy lover: cinta ini disebut gila karena penuh dengan

posesivitas dan ketergantungan.  Orang dengan cinta jenis ini akan

begitu gelisah ketika pasangan tidak di sampingnya, namun di satu

sisi akan langsung mengalami peningkatan mood ketika pasangan

sudah di sampingnya.

5) Pragma atau practical lover: cinta ini penuh dengan daftar kualitas

yang mereka harapkan dalam sebuah hubungan. Orang yang

pragma mengharapkan cinta yang dalam dan berakhir pada

pernikahan, bahkan mereka sudah merencanakan masa depan dari

cinta mereka.

6) Agape atau selfless lover: cinta yang tidak mengharapkan apapun.

Cinta yang tulus. Tidak mengharapkan balas, tidak cemburu, dan

tidak meminta apapun.

(Lee, 2006).

Robert Sternberg, seorang profesor psikologi, menggolongkan

cinta dengan cara yang berbeda. Cinta adalah kombinasi dari

hasrat (passion), keintiman atau kedekatan (intimacy), dan komitmen.

Macam-macam cinta berdasarkan kombinasi tiga hal tersebut adalah:

34

Page 42: Referat Cinta

1) Suka (liking): adanya keintiman atau kedekatan tetapi tidak ada

hasrat dan komitmen. Liking biasanya muncul pada sepasang

teman atau sahabat.

2) Infatuation: hanya ada hasrat tanpa ada kedekatan dan komitmen.

Cinta jenis ini dapat dengan mudah hilang dan berganti kepada

pasangan yang lain.

3) Empty love atau cinta kosong: hanya ada komitmen, tanpa ada

kedekatan dan hasrat. Meskipun cinta jenis ini tidak melibatkan

perasaan, tetapi perlu dikembangkan hingga terciptanya kedekatan

dan hasrat.

4) Romantic love atau cinta romantis: ada hasrat dan ada kedekatan,

tetapi tidak ada komitmen. Cinta ini biasanya hanya untuk sekedar

kesenangan saja, umumnya pada kasus cinta monyet.

5) Companionate love: adanya kedekatan dan komitmen, namun

tanpa hasrat. Cinta ini dapat muncul pada sepasang sahabat atau

pasangan menikah yang mengalami penurunan hubungan.

6) Fatuous love: cinta yang memiliki hasrat dan komitmen, tetapi

tidak memiliki kedekatan. Cinta ini bisa dikatakan cinta yang

bodoh karena muncul meskipun belum mengenal pasangan dengan

baik (tidak adanya kedekatan). Cinta pada pandangan pertama

dapat menjadi contoh dari cinta jenis ini.

7) Consummate love: cinta yang memiliki baik kedekatan, hasrat, dan

komitmen. Cinta ini adalah cinta yang ideal dan jenis cinta yang

terbaik. Pasangan dengan cinta jenis ini saling memahami satu

sama lain, saling memiliki ketertarikan satu sama lain, dan

memiliki komitmen untuk mempertahankan hubungan.

(Stenberg, RJ, 2006).

c. Mengembangkan Cinta yang Ideal

Cinta yang ideal adalah consummate love. Untuk mengembangkan

cinta yang ideal, maka pasangan harus membina kedekatan. Pasangan

harus saling terbuka dan mau berbagi satu sama lain. Mereka harus

35

Page 43: Referat Cinta

mau memberikan masukan dan siap untuk menerima masukan. Dengan

sikap ini, pasangan seyogyanya mampu saling memahami. Dengan ini

akan muncul kedekatan. Masing-masing dari pasangan juga harus

mampu memperbaiki diri dan mengembangkan diri; baik secara fisik,

kepribadian, maupun spiritual (Elaine H, et. al., 2008).

Fisik bukanlah hal yang menentukan hubungan, tetapi pasangan

perlu menjaga penampilan fisik agar tidak terlihat seperti tidak terurus,

terkadang orang menghubungkan penampilan dengan kepribadian.

Begitu juga dengan kepribadian, munculkan sikap yang dewasa,

perhatian, hangat, dan sebagainya yang sekiranya dapat membuat

pasangan nyaman. Dengan ini, diharapkan hasrat dapat muncul. Dan

tentu saja, pasangan harus saling berkomitmen. Saling berjanji bahwa

cinta ini (jika sepasang kekasih) tidak akan dikhianati dan mampu

menjaga diri dari godaan lawan jenis lain (Elaine H, et. al., 2008)..

Agape atau cinta yang tidak mengharapkan balasan merupakan

cinta yang juga tampak ideal, tetapi bukan berarti cinta ini adalah

bentuk cinta yang pasrah menerima pasangan apa adanya. Dalam

berhubungan, kita memang perlu menerima keadaan pasangan

sekalipun itu negatif. Misalnya adalah kasus pasangan yang kasar atau

tidak mau bekerja, itu adalah sifat yang kurang baik dalam sebuah

hubungan. Namun bukan berarti kita hanya pasrah menerima keadaan

negatif pasangan, seharusnya kita membantunya untuk berubah.

Berikan dukungan dan dampingan. Pasangan yang kasar jika dibiarkan

tentu akan menimbulkan kekerasan, baik dalam masa pacaran ataupun

dalam masa pernikahan (KDRT). Kita perlu memberikan penjelasan

bahwa sifat kasar tersebut adalah sifat yang merugikan baik kepada

diri sendiri, pasangan, dan hubungan. Ajaklah pasangan untuk

berubah, dampingi dia. Selama ini mungkin kita hanya meminta ia

untuk berubah tetapi tidak memberikan dukungan dan pendampingan

sehingga pasangan merasa disalahkan. Jika pasangan sudah menikah

36

Page 44: Referat Cinta

dan suami tidak mau bekerja, berikan penjelasan mengapa sang suami

perlu bekerja (Elaine H, et. al., 2008)..

Dalam rumah tangga, adalah wajar jika memerlukan uang. Tidak

perlu melimpah, tetapi cukup untuk kehidupan sehari-hari saja sudah

baik. Berikan dukungan kepada suami untuk bekerja, jika perlu bantu

suami untuk menemukan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan

potensinya; atau istri dan suami bisa sama-sama bekerja agar kondisi

keuangan bisa lebih baik. Istri seharusnya tidak mendesak suami untuk

menghasilkan uang yang lebih banyak, tetapi memberikan dukungan

dan pendampingan agar suami dapat lebih bahagia dalam pekerjaan

dan sejahtera baik mental dan fisik (Elaine H, et. al., 2008).

3. Cinta Ditinjau dari Sistem Imun

Emosi memicu perubahan kaskade biokimia dalam tubuh kita yang

mempengaruhi fungsi tubuh dan apa yang kita rasakan. Sistem saraf dan

endokrin berkomunikasi secara dua arah dengan sistem imun dengan

“bahasa” hormon dan neuropeptida. Hal ini berarti bahwa emosi yang kita

rasakan dapat menginduksi kesehatan atau penyakit (Adam H, et. al.,

2008).

Sel natural killer (sel NK) bekerja dengan cara menghancurkan sel

tumor, jaringan yang terserang virus, bakter, dll. Sebagai pertahanan

pertama, sel NK berperan untuk mengontrol infeksi pada stadium awal

dari kerusakan jaringan, banyaknya sel NK akan menentukan kekuatan

dari sistem imun. Stres psikologis akan mengurangi sistem sel NK dan

dapat memperparah suatu penyakit (Adam H, et. al., 2008).

Oksitosin berkaitan dengan kesehatan tubuh dilepaskan pada saat

terjadi ikatan emosional, hubungan intim. Oksitosin dapat mengatur

tekanan darah, suhu tubuh, penyembuhan luka, dan penghilangan rasa

nyeri. Jadi, kita hanya mendapat keuntungan dari hormon ini ketika sedang

merasakan cinta dalam bentuk yang bermacam-macam (Adam H, et. al.,

2008).

37

Page 45: Referat Cinta

Kortisol juga merupakan hormon yang diekskresi ketika stres.

Bersama dengan adrenalin, selama stres, kortisol berperan penting dalam

respon “fight or flight”, membantu mempersiapkan tubuh untuk situasi

emergensi. Terlalu banyak kortisol di tubuh kita akan menyebabkan

peningkatan tekanan darah, penurunan performa mental, masalah gula

darah, supresi tiroid, kolesterol jahat seperti LDL meningkat dan juga

asam lemak bebas. Level saliva yang rendah menunjukkan subjek

mengalami tingkat stres yang tinggi. Rasa sedih akan mensupresi

kesehatan sistem imun. Rasa sedih, putus cinta, patah hati, dan perceraian

juga telah terbukti meningkatkan sekresi dari kortisol (Adam H, et. al.,

2008).

Immunoglobulin A adalah antibodi protein khusus yang dipoduksi

oleh sel darah putih untuk melawan patogen asing seperti bakteri.

Immunoglobulin ini membantu sistem imun dari membran mukosa dan

bagian tubuh yang penting. Seperti halnya sel NK, makin banyak

immunoglobulin A yang ditemukan dalam darah, makin baik sistem imun.

Penelitian menunjukkan hasil bahwa ketika kita merasakan cinta, zat ini

akan meningkat pada level tertinggi dan ketika kita merasa takut atau

marah, maka akan berkurang (Adam H, et. al., 2008).

F. Cinta sebagai Stressor Psikososial

a. Stressor Psikososial

Nilai ambang stres (stress/ frustation threshold/ tolerance) pada

setiap orang berbeda tergantung pada keadaan somato-psiko-sosial orang

tersebut. Ada orang yang peka terhadap stresor tertent, yang dinamakan

stresor spesifik, karena pengalaman dahulu yang menyakitkan dan tidak bisa

diatasinya dengan baik. Menurut teori, setiap orang bisa saja terganggu

jiwanya, asalkan ada stresor yang cukup besar, cukup lama, atau cukup

spesifik. Tiap orang mempunyai cara sendiri untuk penyesuaian diri terhadap

stres, karena penilaian terhadap stresor dan stres berbeda (faktor internal), dan

karena tuntutan tiap individu berbeda (faktor eksternal), ini antara lain

38

Page 46: Referat Cinta

tergantung pada umur, sex, kepribadian, intelegensi, emosi, status sosial, dan

pekerjaan individu (Maramis dan Maramis, 2009).

Holmes dan Rahe menyusun suatu daftar peristiwa kehidupan yang

kemudian diberikan kepada 394 orang. Mereka diminta untuk memberi bobot

nilai 0-100 sesuai dengan pengalaman mereka mengenai berat ringannya

peristiwa-peristiwa itu sebagai stresor, lalu diambil rata-ratanya untuk setiap

peristiwa. Cara penilaiannya adalah, bila ada orang yang mau dites ia diminta

untuk melingkari semua skor di belakang peristiwa pada daftar itu yang ia

alami dalam satu tahun terakhir, setelah itu semua skor yang dilingkari

dijumlahkan. Jumlah skor ini memberi petenjuk mengenai keadaan stres

psikologis orang itu. Ternyata mereka yang memperoleh skor 300 atau lebih

mempunyai 90% kemungkinan jatuh sakit berat atau mengalami kecelakaan

serius dalam 6 bulan mendatang. Bila skor kurang dari 300, maka

kemungkinan mengalami gangguan kesehatan yang serius adalah 50%

(menurut penelitian di Amerika Serikat) (Maramis dan Maramis, 2009).

Rangkin

g

Peristiwa Hidup Skor rata-rata

1 Kematian Pasangan 100

2 Percerian 65

3 Keretakan dalam perkawinan 65

4 Masuk penjara 63

5 Kematian anggota keluarga dekat 63

6 Kecelakaan pribadi atau jatuh sakit 53

7 Menikah 50

8 Dipecat dari pekerjaan 47

9 Rukun kembali dalam perkawinan 45

10 Pensiun 45

11 Perubahan kesehatan anggota keluarga 44

12 Kehamilan 40

13 Kesukaran dalam sex 39

39

Page 47: Referat Cinta

14 Mendapat anggota keluarga baru 39

15 Penyesuaian dalam perusahaan 39

16 Perubahan dalam keadaan keuangan 38

17 Kematian teman akrab 37

18 Pindah ke jenis pekerjaan lain 36

19 Perubahan dalam banyaknya pertengkaran dengan

pasangan hidup

35

20 Hipotik lenih dari $10,000 31

21 Tutup hipotik atau pinjaman 30

22 Perubahan tanggung jawab dalam pekerjaan 29

23 Anak meninggalkan rumah 29

24 Kesukaran dalam keluarga 29

25 Prestasi pribadi yang tinggi 28

26 Pasangan hidup mulai atau berhenti kerja 26

27 Mulai atau mengakhiri studi 26

28 Perubahan keadaan tempat tinggal 25

29 Perbaikan kebiasaan pribadi 24

30 Kesukaran dengan bos 23

31 Perubahan waktu atau keadaan kerja 20

32 Pindah tempat tinggal 20

33 Pindah sekolah 20

34 Perubahan dalam berekreasi 19

35 Perubahan dalam kegiataan untuk gereja 19

36 Perubahan dalam kegiataan sosial 18

37 Hipotik atau pinjaman kurang dari $10,000 17

38 Perubahan kebiasaan tidur 16

39 Perubahan dalam jumlah pertemuan keluarga 15

40 Perubahan dalam kebiasaan makan 15

41 Liburan atau cuti 13

40

Page 48: Referat Cinta

42 Hari raya 12

Tabel 2.1 Skala peristiwa hidup dan stres menurut Holmes dan Rahe

jj (Maramis dan Maramis, 2009)

b. Tahap Cinta yang Ditolak

Lewis et al. (2000) membagi tahap penolakan cinta menjadi dua fase

yaitu protes dan mengundurkan diri atau putus asa.

1. Protes

Fase pertama adalah fase protes, dimana seseorang yang ditolak

akan menghasilkan energi yang kuat, meningkatkan kewaspadaan, dan

memiliki motivasi yang kuat untuk memenangkan kembali hati seseorang

yang mereka sayangi. Beberapa psikiater mengemukakan teori bahwa

respon protes berkaitan dengan peningkatan aktivitas dopamine dan

norepinephrine. Peningkatan kedua neurotransmitter ini akhirnya

menyebabkan peningkatan kewaspadaan, energi, dan motivasi yang

digunakan oleh seseorang yang ditolak untuk mencari pertolongan.

Pada seseorang yang mengalami cinta yang ditolak akan

mengalami “frustration attraction” yaitu keadaan dimana seseorang yang

ditolak akan mencintai orang yang menolaknya lebih dalam daripada

sebelumnya. Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan Lewis et al

(2000) dan Sternberg dan Weis (2006) bahwa adanya peningkatan jalur

dopaminergik yang berperan dalam reward atau penghargaan. Ketika

seseorang ditolak, maka akan terjadi keterlambatan dalam mendapatkan

penghargaan, sehingga saraf yang bekerja dalam jalur ini akan

memperpanjang aktivitasnya (Schultz, 2000). Padahal aktivitas dari jalur

dopaminergik ini berhubungan dengan perasaan, sehingga perasaan pun

akan terus ada dan menjadi semakin kuat. Sehingga hal ini akan

menimbulkan frustasi yang dapat menjadi maladaptif. Namun demikian,

41

Page 49: Referat Cinta

tubuh tetap berusaha untuk mencari pertolongan untuk mendapatkan

pujaan hati dengan meningkatan energi, menfokuskan diri, adanya

motivasi yang kuat, dan adanya perilaku yang menghasilkan tujuan.

Menurut Meloy dalam Sternberg dan Weis (2006), seseorang yang

ditolak juga akan mengalami “abandoned rage” atau kemarahan akibat

ditinggalkan atau ditolak. Hal ini berhubungan dengan jalur

“penghargaan” dopaminergik. Jalur ini berhubungan dengan korteks

orbitofrontal lateral yang berfungsi untuk mengontrol kemarahan.

Sehingga ketika seseorang tidak dapat memenuhi ekspektasinya akan

timbul suatu frutasi yang agresif.

Penelitian yang dilakukan oleh Ellis dan Malamuth (2000)

menunjukkan bahwa pria dan wanita yang telah ditolak akan marah pada

individu yang menolak, namun disatu sisi mereka masih sangat

mencintainya. Sebenarnya cinta dan kemarahan memiliki kesamaan dalam

perilaku, antara lain fokus yang meingkatkan, adanya perilaku obsesif,

peningkatan energi, peningkatan emosi dan motivasi, serta rasa ingin

memiliki (Fisher, 2004). Ketika seseorang ditolak, maka pada fase protes

akan keluar dan muncul perilaku maladaptif sepeti frustasi dan kemarahan

akibat diabaikan. Hal ini dapat meningkatkan tekanan darah, menekan

sistem imun, dan membuat stres (Dozier, 2002). Namun, hal ini juga dapat

menggerakan seseorang yang ditolak untuk segera mengakhiri hubungan

sepihak secara cepat dan dapat membina hubungan yang baru dengan yang

lainnya. Kemarahan juga dapat memotivasi seseorang untuk

memperjuangkan kesejahteraan mereka (Fisher, 2004).

2. Mengundurkan diri atau Putus Asa (Resignation/Despair)

Fase kedua adalah mengundurkan diri atau putus asa akibat ditolak.

Hal ini berkaitan dengan bekurangnya aktivitas jalur dopaminergik

subkortikal. Ada tiga alasan yang berkaitan dengan berkurangnya aktivitas

dopamin, yaitu:

42

Page 50: Referat Cinta

Ketika menyadari bahwa penghargaan yang diinginkan tidak

mungkin didapatkan, sel pembuat dopamine di otak tengah akan

mengurangi aktivitasnya (Schultz, 2000).

Penelitian yang dilakukan menggunakan fMRI menunjukkan wanita

yang telah mengalami penolakan, mengalami penurunan aktivitas di

caudatus dorsalis. Regio ini memiliki banyak reseptor dopamine.

Paparan stres yang cukup lama akan menekan aktivitas dopamin

dan monoamine yang lain, yang akan menyebabkan kelesuan,

kesedihan, dan depresi (Panskepp, 1998).

Ketiga alasan tersebut menunjukkan ciri seseorang yang telah menyerah

dan memilih mengundurkan diri (Starnberg dan Weis, 2006).

Rasa putus asa yang dialami oleh seseorang yang ditolak dapat

menyebabkan depresi. Namun, beberapa ilmuwan berpendapat bahwa rasa

depresi ini dapat menjadi keuntungan. Depresi menunjukkan sesuatau

perasaan yang jujur dan menunjukkan sesuatu yang salah pada orang

tersebut, sehingga dapat menyadarkan teman-teman dan kerabat di

sekitarnya untuk memberikan dorongan kekuatan kepada mereka yang

ditolak (Watson dan Andrews, 2002).

Wanita dan pria memiliki cara yang berbeda dalam mengekspresikan

perasaannya ketika ditolak. Pria cenderung memilih untuk bunuh diri,

mengintai pujaan hati mereka, atau parahnya menyelakai mereka (Hatfield

dan Rapson, 1996; Meloy dan Fisher, 2005). Sedangkan wanita lebih

mengungkapkan perasaan mereka dan cenderung depresi dan sering

merenung setelah penolakan. Wanita juga cenderung menceritakan trauma

mereka walaupun terkadang hal tersebut mengingatkan mereka kembali

akan rasa sakitnya ditolak (Mearns 1991; Hatfied dan Rapson, 1996;

Nolen-Hoeksema et al., 1999).

c. Mekanisme coping pasca putus cinta

Coping berasal dari kata cope yang dapat diartikan sebagai

menghadapi, melawan ataupun mengatasi (Wardani, 2009). King (2010)

mengemukakan bahwa strategi coping adalah upaya mengelola keadaan

43

Page 51: Referat Cinta

dan mendorong usaha untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan

seseorang dan mencari cara untuk menguasai atau mengurangi stres.

Kemudian menurut Lazarus (dalam Safaria & Saputra, 2009) strategi

coping yaitu strategi untuk mengatur tingkah laku kepada pemecahan

masalah yang paling sederhana dan realistis, berfungsi untuk

membebaskan diri dari masalah yang nyata maupun tidak nyata dan

strategi coping merupakan semua usaha secara kognitif dan perilaku

untuk mengatasi, mengurangi dan tahan terhadap tuntutan-tuntutan

(distress demands).

Putus cinta adalah kejadian berakhirnya suatu hubungan cinta yang

telah dijalin dengan pasangan (Yuwanto, 2011). Seseorang yang masih

mencintai pasangannya dan kemudian mengalami putus cinta umumnya

akan menampilkan reaksi kehilangan terutama diawal putus cinta. Linda

(2007) juga berpendapat bahwa putus cinta yaitu berakhirnya suatu

hubungan yang dibina selama beberapa waktu tertenti dan dapat

menimbulkan duka serta masa berkabung.

Ada beberapa gambaran reaksi putus cinta ditinjau dari sudut

psikologi, mengacu pada teori yang diajukan oleh Shontz (Yuwanto,

2011) diantaranya :

a. Shock

Shock menggambarkan kondisi kaget atau merasa tidak menduga

b. Encounter reaction

Bentuk reaksi ini merupakan kelanjutan dari shock, dicirikan dengan

pikiran kacau, perasaan kehilangan, tidak percaya, sedih, merasa

tidak berdaya dan merasa diri tidak berguna.

c. Retreat

Individu yang mengalami putus cinta biasanya akan menolak bahwa

dirinya telah mengalami putus cinta. Reakasi penolakan ini adalah

bentuk pertahanan diri untuk melindungi diri dari perasaan tidak

nyaman.

44

Page 52: Referat Cinta

Saat mengalami putus cinta secara otomatis akan muncul strategi

coping. Bentuk strategi coping yang muncul umumnya ada dua yakni

strategi coping yang fokus pada masalah dan strategi coping yang fokus

pada emosi. Apabila strategi coping yang muncul tersebut dapat

dilakukan secara efektif maka akan dengan mudah menyesuaikan diri

dengan keadaan. Sebaliknya jika strategi coping yang dilakukannya tidak

efektif maka akan muncul kesulitan dalam menghadapi dan

menyesuaikan diri dengan keadaan dan dengan masalah lain yang

mungkin akan ditemuinya (Yulianingsih, 2012).

Lazarus dan Folkman (dalam Wardani, 2009) berpendapat bahwa ada

dua bentuk strategi coping yaitu :

a. Problem Focused Coping

Problem Focused Coping adalah strategi dan cara menyelesaikan

masalah yang dihadapi sehingga individu segera terbebas dari

masalahnya tersebut. Bentuk strategi coping ini adalah :

Exercised Caution (Kehati-hatian)

Individu berfikir dan mempertimbangkan beberapa

alternatif pemecahan masalah yang tersedia, meminta

pendapat orang lain, berhati-hati dalam memutuskan

masalah serta mengevaluasi strategi yang pernah

dilakukan sebelumnya.

Intrumental Action

Tindakan individu yang diarahkan pada penyelesaian

masalah secara langsung serta menyusun langkah yang

akan dilakukannya.

Negotiation (Negosiasi)

Beberapa usaha oleh seseorang yang ditujukan kepada

orang lain yang terlibat atau merupakan penyebab

masalahnya untuk ikut menyelesaikan masalah.

b. Emotional Focused Coping

45

Page 53: Referat Cinta

Emotional Focused Coping adalah strategi untuk meredakan

emosi individu yang ditimbulkan oleh stresor tanpa mengubah

suatu situasi yang menjadi sumber stres secara langsung. Bentuk

strategi coping ini adalah :

Escapism (Menghindar)

Perilaku menghindari masalah dengan cara

membayangkan seandainya berada dalam situasi lain

yang lebih menyenangkan, menghindari masalah dengan

makan ataupun tidur, bisa juga dengan merokok ataupun

meneguk minuman keras.

Minimization (Pengabaian)

Tindakan menghindari masalah dengan menganggap

seakan-akan masalah yang tengah dihadapi itu jauh lebih

ringan daripada yang sebenarnya.

Self Blame (Menyalahkan Diri)

Merupakan strategi yang bersifat pasif yang lebih

diarahkan ke dalam daripada usaha untuk keluar dari

masalah.

Seeking Meaning (Memaknai)

Suatu proses dimana individu mencari arti kegegalan

yang dialami bagi dirinya sendiri dan mencoba mencari

segi-segi yang menurutnya penting dalam hidupnya.

Dalam hal ini individu mencoba mencari hikmah atau

pelajaran yang bisa dipetik dari masalah yang telah atau

sedang dihadapinya.

G. Cinta dan Gangguan Jiwa

Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhluk sempurna, sehingga

mampu mencintai dirinya (autoerotik), mencintai orang lain beda jenis

(heteroseksual) namun juga yang sejenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh

cinta makhluk lain ataupun benda, sehingga kemungkinan terjadi perilaku

46

Page 54: Referat Cinta

menyimpang dalam perilaku seksual amat banyak.Penyimpangan seksual

adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan

kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan

oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar.

Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, yang di

peroleh dari pengalaman sewaktu kecil, maupun dari lingkungan pergaulan,

dan faktor genetic (Grazziotin, 2004; Millinski, 2006).

Berdasarkan definisi dari penyimpangan perilaku seksual yang

dikemukakan di atas maka dapat di identifikasikan bentuk-bentuk

penyimpangan seksual yang dikategorikan tidak wajar yaitu sebagai berikut :

a. Homoseksual

Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi

pasangan seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbian

untuk penderita perempuan. Pada kasus homoseksual, individu atau

penderita yang mengalami disorientasi seksual tersebut mendapatkan

kenikmatan fantasi seksual secara melalui pasangan sesama jenis.

Orientasi seksual ini dapat terjadi akibat bawaan genetik kromosom dalam

tubuh atau akibat pengaruh lingkungan seperti trauma seksual yang

didapatkan dalam proses perkembangan hidup individu, maupun dalam

bentuk interaksi dengan kondisi lingkungan yang memungkinkan individu

memiliki kecenderungan terhadapnya

b. Sadomasokisme

Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan

seksual dapat diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan

terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan

masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang

dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk

memperoleh kepuasan seksual, bentuk penyimpangan seksual ini

umumnya terjadi karena adanya disfungsi kepuasan seksual

c. Eksibisionishme

47

Page 55: Referat Cinta

Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya

dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang

sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit

ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi seperti ini biasanya

diderita pria, dengan memperlihatkan alat kelaminnya yang dilanjutkan

dengan masturbasi hingga ejakulasi, pada kasus penyimpangan seksual

terdapat pula penderita tanpa rasa malu menunjukkan alat genitalnya

kepada orang lain sekedar untuk menunjukkannya dengan rasa bangga.

d. Voyeurisme

Istilah voyeurisme disebut juga (scoptophilia) berasal dari bahasa

prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan

memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang

lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan seksual.

Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan

tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Pelaku hanya

mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara

bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat korbannya.

Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan

rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual

e. Fetishisme

Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme,

aktivitas seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (breast

holder), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan

hasrat atau dorongan seksual. Sehingga, orang tersebut mengalami

ejakulasi dan mendapatkan kepuasan. Namun, ada juga penderita yang

meminta pasangannya untuk mengenakan benda-benda favoritnya,

kemudian melakukan hubungan seksual yang sebenarnya dengan

pasangannya tersebut dalam hal ini orientasi seksual diarahkan pada objek

kebendaan di sekitar si penderita

f. Pedophilia

48

Page 56: Referat Cinta

Yaitu kelainan seksual dimana individu yang telah dewasa memiliki

orientasi pencapaian kepuasan seksual melalui cara hubungan fisik atau

hubungan seks yang bersifat merangsang dengan anak-anak di bawah

umur

g. Bestially

Bestially adalah bentuk penyimpangan orientasi seksual individu

dimana terdapat kejanggalan untuk mencapai kepuasan hubungan seksual

dengan menggunakan hewan sebagai media penyalur dorongan atau

rangsangan seksual. Pada kasus semacam ini penderita tidak memilki

orientasi seksual terhadap manusia

h. Incest

Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non

suami istri seperti antara ayah dan anak perempuan, ibu dengan anak laki-

laki, saudara laki-laki dengan saudara perempuan sekandung, kategori

incest sendiri sebenarnya cukup luas, di beberapa kebudayaan tertentu

hubungan seksual yang dilakukan antara paman dan keponakan atau

sepupu atau bahkan galur seketurunan (family) dapat dikategorikan

sebagai perbuatan incest.

i. Necrophilia

Bentuk kelainan seksual dimana individu penderita nechrophilia

memiki orientasi kepuasan seksual melalui kontak fisik yang bersifat

merangsang atau hubungan seksual dengan media partner jenasah atau

orang yang telah wafat.

j. Sodomi

Sodomi adalah penyimpangan seksual yang dialami oleh pria yang

suka berhubungan seksual melalui organ anal atau dubur pasangan seksual

baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan

k. Frotteurisme

49

Page 57: Referat Cinta

Yaitu suatu bentuk kelainan seksual di mana seorang individu laki-laki

mendapatkan kepuasan seksual dengan cara menggesekkan atau

menggosokkan alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik atau

umum

l. Zoophilia

Zoofilia adalah salah satu bentuk penyimpangan perilaku seksual dimana

terdapat orang atau individu yang terangsang melihat hewan melakukan

hubungan seks dengan hewan

m. Geronthophilia

Gerontophilia adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang

pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah

berusia lanjut kasus Gerontopilia mungkin jarang terdapat dalam

masyarakat karena umumnya si penderita malu untuk berkonsultasi kepada

pakar seksual, dan tidak jarang mereka adalah anggota masyarakat biasa

yang juga memiliki keluarga serta dapat menjalankan tugas-tugas

hidupnya secara normal

(Grazziotin, 2004; Millinski, 2006).

50

Page 58: Referat Cinta

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Cinta merupakan emosi positif kuat dari afeksi dan ketertarikan yang

terdiri dari tiga komponen utama, yaitu intimacy, passion, dan

commitment.

2. Cinta adalah sebuah fenomena neurobiologis kompleks yang terjadi di

dalam otak, yaitu pada sistem limbik. Cinta melibatkan beberapa sinyal

neurotransmitter di dalam otak, diantaranya adalah sinyal oksitosin,

vasopressin, dopamin, dan serotonergik yang diregulasi oleh kortisol dan

testosteron serta melibatkan mekanisme endorfin dan morfinergik endogen

yang bergabung melalui jalur autoregulasi oksida nitrat sehingga ketika

dopamin berinteraksi dengan oksitosin dan vasopresin, maka akan timbul

perasaan cinta.

3. Cinta adalah kegiatan yang dapat meningkatkan kesehatan dan

menimbulkan perasaan sejahtera, namun cinta juga bisa menjadi salah

satu stressor psikososial.

51

Page 59: Referat Cinta

52

Page 60: Referat Cinta

DAFTAR PUSTAKA

Aron, A., Fisher, H. E., Mashek D. J., Strong, G., Li, H., & Brown, L. L. (2005).

Reward, Motivation, and Emotion Systems Associatedwith Early-Stage

Intense Romantic Love. Journal of Neurophysiology.94: 327–337.

Adam H, et. al. Immunology of the gut and liver: a love/hate

relationship.Immunology Gut. 57(6):838-848.

Barnes GE., Malamuth NM., Check JVP. (1984). Personality and Sexuality.

Personality and Individual Differences. 5: 159-172.

Brook K. (2001). Education Of Sexuality For Teenager. North Carolina: Charm

Press

Berg, J., & Peplau, L. A. (1982). Loneliness: The relationship of self-disclosure

and androgyny. Personality and Social Psychology Bulletin. 8(4), 624-630.

Carter CS. (1998). Neuroendrocine perspectives on social attachment and love.

Psychoneuroendocrinology, 23: 779-881.

Chapman H M (2011).Love: a biological, psychological and philosophical study.

Senior Honors Projects. Paper 254.

http://digitalcommons.uri.edu/srhonorsprog/254

de Boer A, van Buel EM, Ter Horst GJ: Love is more thanjust a kiss: a

neurobiological perspective on love and affection. Neuroscience 2012;

201:114-24.

Dozier RW (2002). Why We Hate: Understanding, Curbing, and Eliminating

Hate in Ourselves and Our World. Chicago: Contemporary Books.

Ellis BJ, Malamuth NM (2000). Love and Anger in Romantic Relationships: A

Discrete Systems Model. Journal of Personality. 68 (3): 525-556.

Emanuele, E., Politi, P., Bianchi, M., Minoretti, P., Bertona, M.,& Geroldi, D.

(2006). Raised Plasma Nerve Growth Factor Levels Associatedwith Early-

Stage Romantic Love. Psychoneuroendocrinology. 31: 288–294.

53

Page 61: Referat Cinta

Esch, T., & Stefano, G. B. (2005). The Neurobiology of Love.

Neuroendocrinology Letters. 26: 175–192.

Fisher, H. E., Aron, A., Mashek, D., Li, H., & Brown, L. L. (2002). Defining the

Brain Systems of Lust, Romantic Attraction, andAttachment. Archives of

Sexual Behavior.31: 413–419.

Fisher H (2004). Why We Love: The Nature and Chemistry of Romantic Love.

New Year: Henry Holt.

Fisher HE, Brown LL, Aron A, Strong G, Mashek D: Reward, addiction, and

emotion regulation systems associated with rejection in love. J

Neurophysiol 2010; 104:51-60.

Fontaine (1994). Personality Correlates of Sexual Risk-taking Among Men.

Personality and Individual Differences. 1: 693-694.

Francesco F, Cervone A (2014). Neurobiology of love. Psychiatria Danubina;

Vol. 26, Suppl. 1, pp 266–268

Fricchione GL, Stefano GB. Placebo neural systems: Nitric oxide, morphine and

the dopamine brain reward and motivation circuitries. Medical Science

Monitor 2005; 11:MS54–MS65.

Graziottin, A. (2004). Sexual Arousal: Similarities and DifferencesBetween Men

and Women. The Journal of Men’s Health & Gender.1: 215–223.

Hatfield, E., dan Walster, G.W. (1978). A New Look at Love. Reading, Mass.:

Addison-Wesley.

Hatfield E, Rapson, RL (1996). Love and sex: Cross-cultural perspectives. New

York: Allyn & Bacon.

Jarviss M. (2009). Teori-Teori Psikologi Pendekatan Modern Untuk Memahami

Perilaku, Perasaan Dan Pikiran Manusia. Bandung: Nusa media.

King, A. L. (2010). Psikologi Umum (buku 2). Jakarta: Salemba Humanika.

Lewis T, Amini F, Lannon R (2000). A General Theory of Love. New York:

Random House, Inc.

Lieberwirth C & Wang Z: Social bonding: regulation by neuropeptides. Front

Neurosci 2014; 24;8:171.

Linda, S. (2007). Membimbing Anak Remaja. Jakarta: Karisma Publishing Group.

54

Page 62: Referat Cinta

Longman Dictionary of Contemporary English Second Ed. (1987). Berlin:

Langenscheidt.

Malamuth NM (1989a). The Attraction to Sexual Agression Scale: Part one.

Journal of Sex Research. 26: 26-49.

Malamuth NM (1989b). The Attraction to Sexual Agression Scale: Part two.

Journal of Sex Research. 26: 324-354.

Maramis WF, Maramis AA (2009). Catatan ilmu kedokteran jiwa edisi kedua.

Surabaya: Airlangga University Press.

Marazziti D, Canale D. Hormonal changes when falling in love.

Psychoneuroendocrinology 2004, 29; 931-6

Marazziti D, Baroni S (2012). Romantic love: the mistery of its biological roots.

Clinical Neuropsychiatry (2012) 9, 1, page: 14-19

Maslow AH. (1998). Toward a Psychology of Being 3rd Edition. Canada: John

Wiley and Sons.

Mearns, J (1991). Coping With A Breakup: Negative Mood Regulation

Expectancies And Depression Following The End Of A Romantic

Relationship. Journal of Personality and Social Psychology. 60: 327-334.

Meloy JR, Fisher H (2005). Some Thoughts on the Neurobiology of Stalking.

Journal of Forensic Sciences. 50 (6):1472-1480

Milinski, M. (2006). The Major Histocompatibility Complex,Sexual Selection and

Mate Choice. The Annual Review of Ecology, Evolution,and Systematics.

37: 159–186.

Neumann, I. D. (2007). Oxytocin: the Neuropeptide of Love Reveals Some of Its

Secrets. Cell Metabolis. 5: 231–233.

Nolen-Hoeksema, S., & Davis, C. G. (1999). "Thanks for sharing that":

Ruminators and their social support networks. Journal of Personality and

Social Psychology. 77: 801-814.

O'Connell LA, Hofmann HA: The vertebrate mesolimbic reward system and

social behavior network: a comparativ synthesis. J Comp Neurol 2011;

519:3599-3639.

55

Page 63: Referat Cinta

Panksepp, J. (1998). Affective Neuroscience: The Foundations of Human and

Animal Emotions. USA: Oxford University Press.

Peplau, L. A., & Caldwell, M. (1978). Loneliness: A cognitive analysis. Essence.

2(4), 207-220.

Perlman, D., & Peplau, L. A. (1998). Loneliness. In H. S. Friedman (Ed.),

Encyclopedia of mental health, Vol. 2 (pp. 571-581). San Diego, CA:

Academic Press.

Potts G. (2008). Your Brain on Love: The Three Stages to Euphoria. The Oakland

Journal. 15: 16-27.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Indonesia. (2006). Kamus Besar Bahasa

Indonesia Edisi Baru. Jakarta : Balai Pustaka

Russell, J. and Snodgrass, J. (1987) "Emotion and Environment" in D Stokols and

I. Altman (eds) Handbook of environmental psychology. Ch 8, pp245-281,

New York: Wiley.

Safaria, T., & Saputra, N. E. (2009). Manajemen Emosi. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Scheele D, Wille A, Kendrick KM, Stoffel-Wagner B, Becker B, Güntürkün O,

Maier W, Hurlemann R: Oxytocin enhances brain reward system responses

in men viewing the face of their female partner. Proc Natl Acad Sci USA

2013; 110:20308-13.

Schultz W (2000). Multiple Reward Signals in the Brain. Nature reviews. Nature

Science: 199-207.

Sternberg, RJ. (1986) A triangular theory of love. Psychological Review. 93:119-

135

Sternberg, RJ. (1988). The Triangle of Love: Intimacy, Passion, Commitment

Hardcover. New York: Basic Book.

Sternberg RJ, Weis K. (2006). The New Psychology of Love. London: Yale

University Press.

Wardani, S. D. (2009). StrategiCoping Orang tua Menghadapai Anak Autis.

Indigenious. Vol. 11, No. 1, 26-35.

56

Page 64: Referat Cinta

Watson PJ, Andrews PW (2002). Toward A Revised Evolutionary Adaptationist

Analysis Of Depression: The Social Navigation Hypothesis. Journal of

Affective Disorders. 72 (1): 1-14.

Yuwanto, L. (2011). Reaksi Umum Putus Cinta. http://www.ubaya.ac.id/

ubaya/articles_detail/24/Reaksi-Umum-Putus-Cinta.html. Diakses pada 25

Desember 2015 pukul 15.30 WIB.

Zitzmann M, Nieschlag E. Testosterone levels in healthy men and the relation to

behavioural and physical characteristics: factsand constructs. Eur J

Endocrinol;2001;144;183-97

57