pengembangan data spasial zonasi pengembangan lahan...

21
EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN DATA SPASIAL ZONASI PENGEMBANGAN LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2016 No. : DSM/IP. 16 03/03/IRIGASI/2016

Upload: phamnhi

Post on 07-Jul-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EXECUTIVE SUMMARY

PENGEMBANGAN DATA SPASIAL

ZONASI PENGEMBANGAN LAHAN IRIGASI

DESEMBER, 2016

No. : DSM/IP. 16 03/03/IRIGASI/2016

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air i

KATA PENGANTAR

Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor:

20/PRT/M/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pasal 231, maka pada Tahun Anggaran 2016,

Balai Litbang Irigasi melaksanakan kegiatan Pengembangan Data Spasial Zonasi

Pengembangan Lahan Irigasi, melalui Satuan Kerja Balai Litbang Teknologi Irigasi.

Kegiatan ini dilaksanakan untuk mendukung program-program pemerintah dalam

mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Data dan peta terkait pengembangan daerah

irigasi akan dirangkum dalam bentuk naskah kebijakan yang mudah diinterpretasi oleh

pemangku kebijakan.

Tujuan kegiatan ini adalah menyediakan peta zonasi potensi lahan irigasi dan peta alih

fungsi lahan irigasi di Indonesia sebagai bahan pertimbangan bagi pemangku kebijakan

dalam mengembangkan lahan pertanian beririgasi.

Kegiatan ini mendukung prioritas pembangunan Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat di bidang kedaulatan pangan khususnya untuk teknologi

pendayagunaan sumber daya air. Kegiatan ini termasuk dalam kelompok kegiatan

penyusunan Rekomendasi Kebijakan Pemanfaatan IPTEK Terapan dengan sub kelompok

Penyusunan Naskah Kebijakan Bidang Sumber Daya Air. Sasaran output kegiatan ini

dihasilkan 1 (satu) Naskah Kebijakan Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi dengan

komponen output Hasil Review Data Zonasi serta Prosiding Focus Group Discussion (FGD)

dan workshop.

Executive Summary disusun oleh Hanhan A. Sofiyuddin, S.TP, M.Agr dan tim pelaksana

kegiatan dibawah koordinasi Marasi Deon Joubert, ST, MPSDA selaku Kasie

Penyelenggara Teknik Balai Litbang Irigasi dengan bimbingan dari Dr. Ir. Eko Winar Irianto,

MT selaku Kepala Balai Litbang Irigasi.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu

pelaksanaan kegiatan sampai tersusunnya Executive Summary ini.

Bandung, November 2016

Kepala Pusat Litbang Sumber Daya Air

Dr. Ir. William M. Putuhena, M.Eng NIP. 19570722 198503 1 002

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... iv

1. Latar Belakang .................................................................................................. 1

2. Tujuan ................................................................................................................ 1

3. Sasaran .............................................................................................................. 2

3.1. Sasaran Keluaran (Output) ........................................................................ 2

3.2. Sasaran Mutu ............................................................................................ 2

4. Lingkup Kegiatan .............................................................................................. 3

5. Metode ............................................................................................................... 3

5.1. Review Data .............................................................................................. 3

5.2. Penyusunan Naskah Kebijakan ................................................................. 3

6. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN .......................................................... 3

6.1. Hasil Kegiatan ........................................................................................... 3

6.1.1. Review Data Zonasi ........................................................................ 3

6.1.2. Finalisasi Naskah Kebijakan ............................................................ 4

6.2. Pembahasan ............................................................................................. 5

6.2.1. Review Data Zonasi ........................................................................ 5

6.2.2. Finalisasi Naskah Kebijakan .......................................................... 10

6.3. Kendala dan Upaya Pemecahan Masalah ............................................... 15

7. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 15

7.1. Kesimpulan .............................................................................................. 15

7.2. Saran ........................................................................................................ 16

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Analisa Pohon Keputusan .................................................................... 6

Gambar 2. Peta Zonasi Pengembangan Lahan Irigasi Setelah Direview ............... 8

Gambar 3. Perbandingan Pengkelasan Sebelum dan Sesudah Review .............. 10

Gambar 4. Diagram Strategi Hasil Plotting IFAS dan EFAS................................. 12

Halaman

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Upaya-Upaya yang Perlu Dilakukan Dalam Implementasi

Pengembangan Irigasi di Setiap Kelas Potensi ......................................... 7

Tabel 2. Perbandingan Luasan Potensi Pengembangan Irigasi Hasil Review ....... 8

Tabel 3. Hasil Analisa AHP pada 8 Parameter ..................................................... 11

Tabel 4. Prioritas Pengembangan Irigasi di Indonesia ......................................... 13

Tabel 5. Rekomendasi Lokasi untuk Pengembangan Lahan Irigasi ..................... 14

Halaman

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 1

1. Latar Belakang

Indonesia merupakan penduduk dengan konsumsi beras yang cukup tinggi yaitu

97,4 kg/jiwa/tahun (Pusdatin Pertanian, 2014). Semakin tingginya jumlah penduduk

akan berdampak terhadap meningkatnya permintaan pangan (beras) nasional dan

konversi lahan pertanian untuk permukiman serta sektor lain. Hal ini jika dibiarkan

terus tanpa adanya upaya pengendalian dan pengembangan lahan irigasi akan

berdampak pada minimnya penyediaan pangan nasional serta ketergantungan

impor beras dari negara lain.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat (PUPR) adalah pengembangan lahan beririgasi. Untuk

mendukung hal tersebut, JICA-FIDP (Ditjen SDA, 1993) telah melakukan studi

koordinasi antar lembaga yaitu Departemen Pekerjaan Umum dan Bappenas

dibantu expert dari Jepang (JICA) untuk mengusulkan pengembangan areal irigasi

di Indonesia. Studi ini cukup komprehensif namun hasilnya belum dapat

direpresentasikan secara spasial dan belum mengakomodir kriteria yang diperlukan

untuk pengembangan irigasi, meliputi kesuburan tanah, ketersediaan air,

ketersediaan petani, pemasaran produksi, jaringan jalan dan komunikasi, status

tanah, kerawanan banjir dan genangan, serta aspek lainnya (potensi transmigrasi,

pertimbangan-pertimbangan non ekonomis).

Oleh karena itu, Balai Litbang Irigasi telah melaksanakan kegiatan sejak tahun

2012 yang menghasilkan Peta Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi dan

Peta Alih Fungsi Lahan Irigasi di wilayah Jawa (2012), Sumatera (2013), Bali

(2014), Nusa Tenggara (2014), Sulawesi (2014), Kalimantan (2015), Maluku (2015)

dan Papua (2015). Peta yang telah disusun perlu di-review kembali untuk

menyeragamkan metode dan direvisi berdasarkan masukan dari pemangku

kepentingan terkait. Hal tersebut dilakukan agar peta dapat langsung digunakan

dalam penentuan kebijakan. Peta dan informasi terkait selanjutnya perlu dipadukan

dengan kebijakan pengembangan irigasi yang telah ada dan disajikan dalam bentuk

naskah kebijakan yang mudah diinterpretasi oleh pemangku kebijakan.

2. Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah menyediakan peta zonasi potensi lahan irigasi

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 2

dan peta alih fungsi lahan irigasi di Indonesia yang dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan bagi pemangku kebijakan dalam mengembangkan lahan pertanian

beririgasi untuk mendukung rekomendasi Kebijakan Pemanfaatan IPTEK terapan.

3. Sasaran

3.1. Sasaran Keluaran (Output)

Sasaran keluaran (output) pada tahun kegiatan sebelumnya adalah sebagai berikut:

2012 : Model Sistem pemetaan Alih Fungsi dan Zonasi Pengembangan Lahan

Irigasi di Pulau Jawa.

2013 : Model Sistem Pangkalan Data Irigasi serta Peta Zonasi Potensi dan Alih

Fungsi Lahan Irigasi serta Sistem Informasi (Website Balai Irigasi),

dengan komponen output Basis Data berbasis Website; Website SIG

SDA Bidang Irigasi; Katalog Irigasi Daerah Irigasi di BBWS Brantas; Peta

Zonasi Potensi Lahan Irigasi Pulau Sumatera; Peta Alih Fungsi Lahan

Irigasi Pulau Sumatera.

2014 : Teknologi Pemetaan Alih Fungsi dan Zonasi Potensi Pengembangan

Lahan Irigasi di Pulau Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Barat, dengan

komponen output Peta Alih Fungsi lahan Irigasi dan Peta Zonasi Potensi

Pengembangan lahan Irigasi.

2015 : Model Sistem Pemetaan Alih Fungsi dan Zonasi Potensi Pengembangan

Lahan Irigasi di Kalimantan, Maluku dan Papua.

2016 : Naskah Kebijakan Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi.

3.2. Sasaran Mutu

Sasaran mutu kegiatan ini adalah tersedianya 1 (satu) naskah kebijakan zonasi

potensi pengembangan lahan Irigasi pada Desember 2016, dengan karakteristik

sebagai berikut:

1) Cakupan seluruh wilayah Indonesia yang disusun menggunakan data spasial

pada skala 1:250.000; dan

2) Merupakan hasil overlay dari kriteria dalam KP-01.

Sasaran mutu ini dievaluasi ketercapaiannya pada setiap pelaksanaan kegiatan.

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 3

4. Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan Pengembangan Data Spasial Zonasi Pengembangan Lahan

Irigasi yang akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2016 yaitu terdiri dari:

1) Review peta zonasi pengembangan lahan irigasi yang telah disusun pada

Tahun 2012 – 2015.

2) Finalisasi naskah kebijakan zonasi pengembangan lahan irigasi.

5. Metode

Kegiatan Pengembangan Data Spasial Zonasi Pengembangan Lahan Irigasi

dilakukan melalui beberapa tahapan. Metode yang dilakukan pada masing-masing

tahapan adalah:

5.1. Review Data

Diskusi internal tim dan diskusi bersama narasumber mengenai keseragaman metode dan

alur pemrosesan peta, pembaharuan peta, tematik yang digunakan dalam pemrosesan,

skoring setiap parameter dan pembagian kelas potensi, dan keseragaman layout peta.

5.2. Penyusunan Naskah Kebijakan

Hasil tahapan digunakan untuk merumuskan konsep naskah kebijakan. Peninjauan

lapangan dan Focus Group Discussion (FGD) kemudian dilakukan bersama

pemangku kebijakan di beberapa lokasi terpilih, yaitu lokasi yang memiliki luasan

potensi pengembangan irigasi cukup besar. Naskah kebijakan dibahas dalam

workshop bersama akademisi dan pemangku kebijakan untuk mendapatkan bahan

penyempurnaannya. Konsep naskah kebijakan disempurnakan berdasarkan

masukan yang didapat pada FGD dan workshop. Metode analisa penyusunan

naskah kebijakan menggunakan Analytical Hierarchical Process (AHP) dan SWOT.

6. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

6.1. Hasil Kegiatan

6.1.1. Review Data Zonasi

1) Review Hasil Pemetaan Zonasi di Jawa dan Sumatera

Review hasil pemetaan zonasi di Jawa dan Sumatera dilakukan dengan cara

menyamakan metode pemetaan menggunakan metode skoring serta

updating data spasial penyusunan peta potensi pengembangan lahan irigasi.

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 4

2) Review Pemetaan Zonasi di Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara

Review hasil pemetaan zonasi di Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara

dilakukan dengan cara updating data atau menambahkan data terbaru terkait

dengan parameter zonasi.

3) Review Pemetaan Zonasi di Kalimantan, Maluku dan Papua

Review hasil pemetaan zonasi di Kalimantan, Maluku dan Papua dilakukan

dengan cara updating data atau menambahkan data terbaru terkait dengan

parameter zonasi.

4) Finalisasi Peta Zonasi Pengembangan Irigasi

Penggabungan peta, penyamaan layout peta serta analisis luasan potensi

6.1.2. Finalisasi Naskah Kebijakan

1) Review Kebijakan Eksisting

Telah dikumpulkan beberapa data kebijakan dan literatur terkait

pengembangan lahan beririgasi.

2) Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD)

a) FGD di Sumatera Selatan

FGD mengenai Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi di Provinsi

Sumatera Selatan dilaksanakan di Kantor BBWS Sumatera VIII pada

Tanggal 7 Juli 2016. Dihadiri oleh pembahas dari beberapa instansi

daerah dan akademisi di Provinsi Sumatera Selatan yang berperan

dalam penentuan kebijakan mengenai irigasi, yaitu :

(1) BBWS Sumatera VIII;

(2) Bappeda Provinsi Sumatera Selatan;

(3) Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Selatan;

(4) Dinas PU Pengairan Provinsi Sumatera Selatan; dan

(5) Perwakilan dari Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

b) FGD di Kalimantan Timur

FGD diselenggarakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sumber Daya Air, dalam hal ini oleh Balai Litbang Irigasi, bekerja sama

dengan Bappeda Provinsi Kalimantan Timur. Acara diselenggarakan di

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 5

Kantor Bappeda Provinsi Kalimantan Timur di Samarinda tanggal 23

Agustus 2016. Peserta FGD berasal dari :

(1) BAPPEDA Provinsi Kalimantan Timur, bidang perencanaan dan

pengembangan wilayah serta bidang ekonomi;

(2) Balai Wilayah Sungai Kalimantan III;

(3) Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Timur;

(4) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Timur;

(5) Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman; dan

(6) Badan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Timur.

c) FGD di Sulawesi Selatan

FGD dilakukan dalam bentuk diskusi di masing-masing instansi

pemerintah dengan metode indepth interview pada setiap pemangku

kebijakan terkait irigasi pada tanggal 1 – 4 November 2016, yaitu di

BBWS Pompengan Jeneberang, Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan,

Dinas PSDA Provinsi Selatan, dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan

dan Hortikultura Provinsi

d) FGD di Papua

FGD dilakukan dalam bentuk diskusi di masing-masing instansi

pemerintah dengan metode indepth interview pada setiap pemangku

kebijakan terkait irigasi pada tanggal 17 – 20 Oktober 2016, yaitu di

Bappeda Provinsi Papua, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua, Dinas

Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Papua, dan Balai

Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah Papua.

6.2. Pembahasan

6.2.1. Review Data Zonasi

Penelitian pemetaan zonasi pengembangan lahan irigasi telah dilaksananakan

sejak Tahun 2012 s.d. 2015. Wilayah yang terpetakan mencakup seluruh wilayah

Indonesia dengan skala analisis 1:250.000. Dengan mengacu ke PP No. 8 Tahun

2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang, skala ini cocok untuk analisis di

tingkat provinsi. Peta tematik yang digunakan dalam pemetaan tersebut adalah

peta yang sesuai dengan 8 kriteria pengembangan irigasi, yaitu peta tanah, peta

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 6

ketersediaan air, peta daerah rawan banjir, peta rencana tata ruang, peta

ketersediaan petani, peta indeks pembangunan manusia, peta hambatan status

lahan, serta peta infrastruktur untuk pemasaran produksi.

Namun demikian, peta yang dihasilkan dalam penelitian Tahun 2012 dan 2013

(Jawa dan Sumatera) memiliki metode yang berbeda. Dalam peta tersebut, metode

yang digunakan adalah metode overlay intersect 8 peta parameter sehingga lahan

dinyatakan berpotensi hanya bila setiap parameter memenuhi syarat. Tingkat

pengaruh masing-masing parameter tidak diperhitungkan dalam penyusunan peta

potensi tersebut. Berdasarkan hal tersebut pada tahun-tahun berikutnya, metode

pemetaan disempurnakan. Tingkat pengaruh setiap parameter didiskusikan dan

diperhitungkan dalam analisa melalui pohon keputusan pada Gambar 5.

8 Kriteria Pengembangan Irigasi

3,4,5

berpotensiTidak berpotensi

1,2

Berpotensi cukuprendah

berpotensi rendah

Berpotensi sangat tinggiBerpotensi tinggi

6,7,8

yatidak

3,4,5 = iya3 & 4 atau 4 & 5 atau 3 & 5

3 atau 4 atau 5Atau 3,4,5 = tidak

6,7,8 = iya6 & 7 atau 7 & 8 atau 6 & 8

8 KriteriaPengembangan Irigasi

Berpotensi sedang

6 atau 7 atau 8

Gambar 1. Analisa Pohon Keputusan

Berdasarkan pada Gambar 1, kelas potensi pengembangan irigasi ditentukan

sesuai dengan parameter-parameter penyusun pada masing-masing poligon hasil

overlay. Apabila kedelapan parameter tersebut terpenuhi maka kelas potensi yang

dihasilkan sangat tinggi. Dengan dilakukannya pengkelasan ini, gambaran upaya-

upaya yang perlu dilakukan dalam implementasi pengembangan dapat dirumuskan

seperti dalam Tabel 1.

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 7

Tabel 1. Upaya-Upaya yang Perlu Dilakukan Dalam Implementasi Pengembangan Irigasi di Setiap Kelas Potensi

No. Kelas Perbaikan yang Harus Dilakukan

1 Tidak Berpotensi Lahan tidak memenuhi kriteria tanah dan air sehingga dinilai kurang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan lahan irigasi di wilayah ini perlu didasarkan atas studi lanjutan terutama terkait kondisi tanah dan teknologi irigasi yang cocok untuk diterapkan.

2 Potensi rendah a. Pengendalian banjir atau Genangan b. Mengusahakan petani penggarap c. Memperhatikan peruntukan nya dalam RTRW. d. Meninjau status lahan lokasi yang akan dikembangkan e. Meningkatkan Indeks Potensi Desa menjadi nilai yang lebih

tinggi f. Harus melakukan perbaikan terhadap infrastruktur desa

khususnya untuk sarana pemasaran produksi

3 Potensi cukup rendah

a. Pengendalian terhadap banjir atau Genangan b. Meninjau status lahan lokasi yang akan dikembangkan c. Meningkatkan Indeks Potensi Desa menjadi nilai yang lebih

tinggi. d. Harus melakukan perbaikan terhadap infrastruktur desa

khususnya untuk sarana pemasaran produksi

4 Potensi sedang a. Meninjau status lahan lokasi yang akan dikembangkan b. Meningkatkan Indeks Potensi Desa menjadi nilai yang lebih

tinggi. c. Harus melakukan perbaikan terhadap infrastruktur desa

khususnya untuk sarana pemasaran produksi

5 Potensi tinggi a. Harus melakukan perbaikan terhadap infrastruktur desa khususnya untuk sarana pemasaran produksi

6 Potensi sangat tinggi Lahan yang masuk dalam potensi sangat tinggi berarti sudah memenuhi 8 syarat pengembangan lahan irigasi sehingga tidak perlu melakukan perbaikan apapun terhadap kelas ini.

Untuk itu, peta yang dihasilkan dalam penelitian tahun 2012 dan 2013 (Jawa dan

Sumatera) dianalisis kembali sehingga dapat dikelaskan berdasarkan potensinya.

Selain itu, seluruh peta yang telah dihasilkan direview kembali dengan data tutupan

lahan, potensi desa dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terbaru. Hasil review

data zonasi ditunjukkan pada Tabel 2.

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 8

Tabel 2. Perbandingan Luasan Potensi Pengembangan Irigasi Hasil Review

Hasil review terhadap data spasial ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Zonasi Pengembangan Lahan Irigasi Setelah Direview

Berdasarkan hasil tersebut, terdapat perubahan luasan per wilayah. Luasan potensi

pun meningkat dari 10 juta hektar menjadi 22.187.909 Ha. Perubahan signifikan

terjadi karena beberapa wilayah sebelumnya menggunakan metode yang berbeda

Sebelum Review Sesudah Review

Sumatera 3.141.826 6.516.647 32,42

Jawa 521.906 4.668.647 39,84

Bali 47.088 144.928 0,94

Nusa Tenggara 294.844 498.242 1,95

Kalimantan 4.431.763 4.620.497 1,81

Sulawesi 1.748.807 4.138.121 22,95

Maluku 174.161 182.111 0,08

Papua 1.892.873 1.893.716 0,01

Total 12.253.268 22.662.909 100,00

WilayahLuas Potensi (Ha) Persentase Peningkatan

Luasan (%)

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 9

dengan metode pemetaan pada Tahun 2015. Operasi spasial yang digunakan pada

Tahun 2012-2013 menghilangkan daerah yang tidak berpotensi berdasarkan

parameter pendukung walaupun berpotensi dari segi tanah atau air. Dengan

demikian, luasan potensi di Jawa dan Sumatera meningkat hampir dua kali lipat.

Pada penelitian Tahun 2014, daerah yang dinyatakan berpotensi juga meningkat

diduga karena adanya post-processing pengurangan ataupun penambahan luasan.

Dalam review ini juga dilakukan update data penyusun peta. Data petani dan

infrastruktur (akses jalan) yang semula didapatkan dari hasil groundcheck di-

update menggunakan data skala nasional terbaru, yaitu data potensi desa Tahun

2014. Selain itu, data IPM yang sebelumnya menggunakan data Tahun 2010 di-

update menggunakan data IPM terbaru yaitu Tahun 2014.

Seperti pada Gambar 3, hasil klasifikasi menjadi lebih bersesuaian dengan fakta di

lapangan. Di Jawa dan Sumatera, kondisi lahan cukup subur dan didukung dengan

kondisi masyarakat dan infrastruktur yang relatif sudah berkembang baik. Dengan

demikian, lebih dari 50% lahan yang berpotensi berada pada kelas sangat tinggi. Di

wilayah lainnya, kondisi masyarakat dan infrastruktur masih terus dikembangkan

sehingga prosentase setiap kelas potensi lebih tersebar merata. Perbedaan paling

mencolok terdapat di wilayah Papua. Sebelum di-update, hampir 90% lahan

dinyatakan dalam kelas potensi sangat tinggi. Namun demikian, kelas potensi

menjadi lebih bersesuaian dengan kondisi lapangan setelah direview. Kendala

utama pengembangan irigasi yang terjadi adalah status lahan (sebagai kawasan

konservasi), ketersediaan petani dan akses jalan.

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 10

Gambar 3. Perbandingan Pengkelasan Sebelum dan Sesudah Review

6.2.2. Finalisasi Naskah Kebijakan

Secara umum berdasarkan hasil FGD, peta yang telah dihasilkan memiliki tingkat

kesesuaian yang cukup baik. Delapan parameter penyusun peta tersebut

mencerminkan kendala-kendala yang sering menjadi faktor pembatas keberhasilan

pengembangan irigasi. Peta yang telah disusun mencakup dua parameter utama,

yaitu wilayah yang cukup subur dan memiliki ketersediaan air yang cukup baik.

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 11

Keenam parameter lainnya membagi lahan tersebut menjadi beberapa kelas

potensi. Berdasarkan diskusi dalam FGD, lahan dengan kelas potensi sangat tinggi,

tinggi dan sedang merupakan lahan yang perlu diprioritaskan. Kelas potensi lainnya

(cukup rendah dan rendah) banyak memiliki kendala dalam pengembangannya

sehingga sebaiknya tidak terlalu diprioritaskan.

Parameter yang paling banyak menjadi perhatian dalam setiap pelaksanaan FGD

adalah ketersediaan petani dan status lahan. Di beberapa daerah, petani lokas

belum terbiasa mengolah lahan padi sawah. Dengan demikian, peran transmigrasi

menjadi sangat penting. Dalam analisa peta, parameter ini digunakan sebagai

parameter sekunder yang mengelompokkan kelas potensi lahan ke dalam potensi

sangat tinggi, tinggi dan sedang.

Parameter lainnya yaitu status lahan menunjukkan tingkat kemudahan pengalihan

fungsi dari lahan eksisting ke lahan beririgasi. Beberapa tipe penggunaan lahan

mempunyai nilai ekonomis yang cukup baik bila dibandingkan dengan penggunaan

lahan untuk pertanian beririgasi, seperti perkebunan sawit, pertambangan atau

pusat perbelanjaan. Dengan demikian, pengalihan fungsi lahan tersebut akan

mengalami kendala yang cukup berarti. Secara umum, lahan yang mudah dijadikan

lahan beririgasi adalah sawah tadah hujan, perkebunan semusim, lahan kosong dan

belukar. Penempatan tingkat pengaruh parameter ini dalam penyusunan peta

diduga kurang sesuai karena digunakan sebagai parameter tersier yang membagi

kelas potensi lahan ke dalam kelas potensi cukup rendah dan rendah.

Untuk mengidentifikasi lebih lanjut, analisis AHP (pair wise comparison) dilakukan

terhadap ke-8 parameter penyusun peta zonasi. Hasil analisis yang didapatkan

terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa AHP pada 8 Parameter

Parameter Tingkat pengaruh Urutan tingkat

pengaruh

Tanah 35,1 1

Ketersediaan Air 29,6 2

Bebas banjir/genangan 2,9 7

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 7,6 4

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 12

Parameter Tingkat pengaruh Urutan tingkat

pengaruh

Hambatan status lahan 6,2 5

Petani penggarap 12,9 3

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 3,2 6

Infrastruktur/Sarana pemasaran produksi 2,4 8

Analisis penyusunan kebijakan dapat dilakukan melalui metode SWOT berdasarkan

beberapa masukan dan kesimpulan yang didapatkan dari hasil FGD. Model analisa

SWOT yang dipakai terdiri dari Matriks Faktor Strategi Internal (Internal Strategic

Factors Analysis Summary / IFAS) dan Matriks Faktor Strategi Eksternal (External

Strategic Factors Analysis Summary / EFAS).

Hasil analisa IFAS menunjukkan bahwa nilai selisih antara Kekuatan (S) dan

Kelemahan (W) adalah 0,5. Pada analisa EFAS nilai selisih antara Peluang (O) dan

Ancaman (T) adalah 0,925. Nilai tersebut di-plotting ke dalam diagram strategi

(Gambar 8), dimana sumbu-x adalah rentang antara Kekuatan (S) dengan

Kelemahan (W) atau Faktor Internal dan sumbu-y adalah rentang Peluang (O)

dengan Ancaman (T) atau Faktor Eksternal.

IFAS 0,5 SUMBU X FAKTOR S-W

EFAS 0,925 SUMBU Y FAKTOR 0-T

O

●S

W

T

Mendukung Strategi SO (menggunakan

kekuatan dengan memanfaatkan peluang)

HASIL ANALISA SWOT

Gambar 4. Diagram Strategi Hasil Plotting IFAS dan EFAS

Hasil plotting pada diagram strategi Gambar 4 berada pada Kuadran I, yang berarti

strategi S-O (Strenghts – Opportunities) merupakan strategi yang tepat dalam

pengembangan potensi lahan irigasi. Strategi S-O adalah menggunakan kekuatan

dengan memanfaatkan peluang, yaitu :

a) Program pencetakan sawah baru;

b) Perluasan Daerah Irigasi yang sudah ada;

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 13

c) Penggabungan beberapa DI yang berada pada satu hamparan dan dalam

satu Wilayah Sungai;

d) Penambahan Daerah Irigasi baru dengan menyusun rencana

pembangunan Daerah Irigasi (mengakomodir usulan DI baru dari daerah);

e) Peningkatan promosi komoditas pangan alternative rakyat selain nasi;

f) Peningkatan koordinasi dalam pengurusan hak pinjam pakai kawasan

hutan;

g) Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan dan

penganggaran DI baru, perluasan DI eksisting.

Pengembangan lahan irigasi untuk mendukung kedaulatan pangan merupakan

salah satu agenda pemerintahan saat ini. Dalam Nawacita ke-7, pemerintah akan

memprioritaskan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan

sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Salah satu sasarannya adalah

mewujudkan kedaulatan pangan melalui kebijakan perbaikan jaringan irigasi rusak

di 3 juta hektar lahan sawah dan pembangunan 1 juta hektar lahan sawah baru di

luar Jawa. Dalam rangka mewujudkan agenda tersebut, berbagai instansi memiliki

banyak program yang selaras.

Naskah kebijakan dibuat dengan menentukan prioritas potensi pengembangan

lahan irigasi berdasarkan faktor prioritas pengembangan hasil AHP yang diterapkan

pada masing-masing provinsi di Indonesia. Daerah yang menjadi prioritas

pengembangan lahan irigasi adalah pada daerah yang mempunyai kelas potenasi

sangat tinggi hingga sedang sesuai dengan peta zonasi potensi pengembangan

lahan irigasi.

Tabel 4. Prioritas Pengembangan Irigasi di Indonesia

Potensi Irigasi Luas Potensi

(Ha) Luas Per Kelompok

(Ha)

Sangat tinggi 3.938.593

6.609.190 Tinggi 2.247.044

Sedang 423.553

Cukup rendah 9.417.944 16.053.717

Rendah 6.635.773

Total 22.662.907 22.662.907

Berdasarkan Tabel 4, dari luasan total potensi pengembangan irigasi di Indonesia

yang berjumlah 22,6 juta Ha, luasan yang diprioritaskan untuk dikembangkan

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 14

sebesar 6.609.190 Ha tersebar di seluruh Indonesia. Luasan daerah yang telah

dikembangkan di Indonesia adalah sebesar 7.145.169 Ha. Berdasarkan dengan

perbandingan luasan prioritas pengembangan irigasi dengan luasan daerah irigasi,

dapat diketahui bahwa lahan irigasi di Indonesia masih berpotensi untuk

dikembangkan.

Rekomendasi lokasi prioritas untuk dikembangkan sebagai lahan beririgasi

diperoleh dengan analisa AHP. Hasil pengolahan AHP diperoleh urutan prioritas

masing-masing provinsi untu dikembangkan menjadi lahan irigasi, seperti pada

Tabel 5.

Tabel 5. Rekomendasi Lokasi untuk Pengembangan Lahan Irigasi

Provinsi Luas Potensi (Ha) Luas DI (Ha)

Nusa Tenggara Barat 170.392 230.759

Sulawesi Selatan 723.706 581.692

Lampung 419.246 333.201

Bali 42.407 107.617

Banten 214.747 198.368

Papua 63.433 26.059

Papua Barat 93.159 30.047

Sulawesi Tengah 255.593 158.083

Jawa Tengah 693.900 953.804

Jawa Timur 942.574 934.683

Sulawesi Utara 127.122 81.461

Kalimantan Timur 96.897 80.019

Sulawesi Barat 44.615 70.805

Total 3.887.790 3.786.598

Strategi S-O merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan irigasi di

Indonesia berdasarkan pada hasil pemetaan zonasi dan diskusi terhadap

pemangku kebijakan pada beberapa daerah. Strategi tersebut didukung dengan

adanya Rencana Strategis Kementerian PUPR Tahun 2015 – 2019 yaitu

menyelenggarakan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat

untuk mendukung ketahanan air, kedaulatan pangan, dan ketahanan energi guna

menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dalam rangka

kemandirian ekonomi. Upaya yang dilakukan dalam strategi S-O adalah

pencetakan sawah baru dan perluasan daerah irigasi yang sudah ada. Hal itu

selaras dengan kegiatan pemetaan potensi pengembangan lahan irigasi yang telah

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 15

dilakukan oleh Balai Litbang Irigasi yang bertujuan untuk mengasilkan naskah

kebijakan mengenai pengembangan irigasi. Prioritas pengembangan dititikberatkan

pada provinsi-provinsi pada Tabel 5, dimana jika dijumlahkan seluruh luasannya

adalah sebesar 3.887.790 Ha. Apabila disandingkan dengan luasan daerah irigasi

yang sudah dikembangkan berdasarkan Permen PU No 14 Tahun 2015 mengenai

Kewenangan Daerah Irigasi, luasan potensi hasil pemetaan zonasi potensi

pengembangan irigasi di beberapa provinsi misalnya NTB, Bali, Jawa Tengah,

Sulawesi Barat masih dapat dikembangkan. Sedangkan pada provinsi lainnya

pengembangan lahan irigasi baru membutuhkan upaya sektoral untuk

mengembangkannya.

6.3. Kendala dan Upaya Pemecahan Masalah

Kendala teknis yang terjadi selama pelaksanaan kegiatan adalah:

1) Ketidakseragaman metode dan layout yang digunakan dalam pembuatan peta

menyebabkan revisi terhadap metode dan layout peta yang digunakan

sebelumnya.

2) Ketidakcocokan jadwal dari instansi di daerah dan tim penelitian dari Balai

Litbang Irigasi untuk persiapan dan pelaksanaan Focus Group Discussion

(FGD). Oleh karena itu, koordinasi secara intensif perlu dilakukan untuk

kelancaran acara FGD.

7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1) Luas wilayah yang memiliki potensi pengembangan irigasi paling luas

berdasarkan Peta Zonasi Potensi Pengembangan Lahan Irigasi adalah

Pulau Sumatera (6.515.647 Ha), Sulawesi (4.138.121 Ha), Kalimantan

(4.620.497 Ha), Papua (1.892.716 Ha), Jawa (4.668.647 Ha), Bali - Nusa

Tenggara (643.170 Ha), dan Maluku (182.111 Ha).

2) Daerah yang perlu menjadi prioritas adalah lahan dengan kelas potensi

sangat tinggi, tinggi, dan sedang. Luasan lahan tersebut adalah 1.714.929

Ha (Jawa), 1.379.777 Ha (Sumatera), 233.900 Ha (Bali dan Nusa

Excecutive Summary

Pusat Litbang Sumber Daya Air 16

Tenggara), 741.097 Ha (Kalimantan), 1.556.530 Ha (Sulawesi), 43.314 Ha

(Maluku), dan 1.103.152 Ha (Papua).

3) Pengkelasan potensi pengembangan lahan irigasi memungkinkan

didapatkannya gambaran upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam

implementasi kebijakan.

4) Berdasarkan analisis SWOT dan AHP strategi yang paling tepat untuk

kondisi saat ini adalah strategi progresif, yaitu meningkatkan berdasarkan

peluang yang ada. Rekomendasi lokasi pengembangan lahan irigasi yang

diprioritaskan berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan,

Lampung, Bali, Banten, serta Papua.

5) Prioritas program pengembangan lahan perlu memperhatikan kondisi

daerah dan data historis produksi agar kontribusi terhadap pemenuhan

kedaulatan pangan dapat optimal.

7.2. Saran

1) Data-data penyususun peta zonasi potensi lahan irigasi perlu terus

dilakukan updating agar bersesuaian dengan kondisi di lapangan (terutama

untuk data penggunaan lahan, ketersediaan petani, dan kondisi

infrastruktur).

2) Penentuan bobot pengaruh dalam analisis AHP sebaiknya dilakukan

menggunakan metode pair wise comparison.

3) Naskah Kebijakan yang telah disusun perlu didiskusikan kembali dengan

para pemangku kebijakan terkait dengan irigasi.